BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Pandangan umum sering mengartikan belajar adalah kegiatan di dalam kelas yang disitu ada seorang guru menerangkan suatu materi dan para siswa memperhatikan guru tersebut. Padahal definisi dari belajar sebenarnya sangat luas, sejak seorang bayi lahir hingga meninggal dunia selalu melakukan proses belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 23), secara etimologis belajar memiliki arti “Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”. Dari definisi tersebut memiliki arti bahwa belajar adalah aktivitas seseorang untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang tidak dimiliki sebelumnya. Suprijono (2009: 2) yang mengutip dari pakar pendidikan Harold Spears menyatakan “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction” (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu) Suprijono (2009: 4) juga mengungkapkan “salah satu prinsip belajar adalah belajar merupakan proses”. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Menurut Smith (2009: 201), mengatakan bahwa “belajar adalah menyusun pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaborasi, dan refleksi serta interpretasi”. Berdasarkan beberapa definisi belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses pembentukan atau penyusunan suatu pengetahuan melalui kegiatan mengamati, membaca, mendengar serta interaksi pada diri individu, 9 10 interaksi individu dengan lingkungannya dalam perbuatan melalui beberapa aktivitas, praktek, pengalamannya. b. Pengertian Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 23), secara etimologis Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Rahyubi (2012: 75) menyatakan “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran”. Sementara itu, Sagala (2003 : 61) berpendapat bahwa “pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Konsep pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan sumber belajar yang sengaja dirancang oleh guru sesuai asas pendidikan sehingga peserta didik memperoleh ilmu dan pengetahuan. Sedangkan pembelajaran matematika adalah proses interaksi siswa dengan sumber belajar yang sengaja dirancang oleh guru sesuai asas pendidikan sehingga peserta didik memperoleh pengalaman, ketrampilan, dan pengetahuan tentang matematika dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran matematika. 2. Hasil Belajar Belajar merupakan suatu perubahan dalam disposisi (watak) atau kapabilitas (kemampuan) manusia yang berlangsung selama jangka waktu tertentu, dan tidak sekedar menganggapnya sebagai proses pertumbuhan. 11 Pandangan Bruner (Suwarsono, 2002: 25), belajar di definisikan sebagai suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan kepada dirinya. Menurut Hudoyo (1988: 144), menyatakan bahwa, “dalam belajar terjadi proses berfikir, yaitu melakukan kegiatan mental dan dalam kegiatan itu tersusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang diperoleh sebagai pengertian untuk dipahami kemudian menguasai hubungan-hubungan itu, menampilkan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari”. Hasil belajar dalam pandangan Sujana (1990: 20) adalah kemampuankemampuan yang telah dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, perubahan sikap dan prilaku akan terlihat dalam perubahan kebiasaan, ketrampilan, pengamatan, sikap dan kemampuan. Menurut Soedijarta (1993: 49), bahwa “hasil belajar merupakan tingkatan penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan pendidikan yang ditetapkan”. Setiap pelajar memiliki cara tersendiri untuk mengerti, memiliki cara yang cocok untuk mengkonstruksi pengetahuannya yang terkadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disampaikan oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah/kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu: 1. Ranah Kognitif (Cognitive Domain), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. 2. Ranah Afektif (Affective Domain), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. 12 3. Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya dan tergantung pada apa yang telah diketahui siswa tentang konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajarinya, dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Hasil belajar dalam penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap kelas XI TKJ 2 SMK Negeri 1 Banyudono Tahun pelajaran 2015/2016 untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kemampuan pemecahan masalah (aspek kognitif) Pemecahan masalah menurut Isriani (2012: 86) merupakan suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. Hal tersebut menjadi gagasan George Polya (Sujono, 1988: 218) untuk mengemukakan langkahlangkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian masalah, melaksanakan rencana tersebut, dan terakhir memeriksa kembali. Untuk ranah kognitif ini hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini adalah hasil belajar pada aspek kognitif yaitu kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi yang dipelajari. Aspek kognitif ini dapat diketahui peningkatannya dari perolehan nilai tes disetiap siklus. b. Keterampilan proses/kinerja dalam praktik (aspek psikomotor) Usman dan Setiawati (Susanto, 2015: 9) mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Kurinasih (2014: 62) mengatakan bahwa, “penilaian kinerja (performence) adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada situasi 13 yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan”. Kemudian pada ranah psikomotorik ini hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini adalah penilaian kinerja/praktik dari siswa melalui lembar kerja yang disediakan. c. Sikap (aspek afektif) Menurut Sardiman (Susanto, 2015: 11), sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau tindakan seseorang. Untuk ranah afektif ini hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini adalah pengamatan tiap pembelajaran dari sikap aktif, kemandirian serta mampu bekerjasama. Maka akan dijelaskan lebih meruncing pada setiap ranah yang akan diukur pada penelitian kali ini, dimulai dari ranah afektif yaitu sikap keaktifan, kemandirian dan bekerja sama serta kemudian dijelaskan untuk ranah kognitif yaitu kemampuan pemecahan masalah. 3. Keaktifan Belajar Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 31) aktif adalah giat bekerja, berusaha, kemuadian aktivitas adalah kegiatan, kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilakasanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan, sedangkan keaktifan adalah kegiatan atau kesibukan. Seperti yang dijelaskan oleh Sardiman A.M (2012: 99) menyatakan bahwa “belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif”. Peserta didik sebenarnya secara alami memiliki dorongan untuk mencipta, berkembang secara mandiri dan sebagainya. Namun disini peserta didik dalam melakukan aktivitas juga memerlukan sebuah dorongan, bimbingan, serta 14 motivasi dari seorang pendidik. Seorang pendidik dalam kegiatan pembelajaran hanya sebagai fasilitator, ini semua menunjukkan bahwa yang aktif dan mendominasi aktivitas adalah siswa. Dalam suatu proses pembelajaran dengan adanya keaktifan siswa yang tinggi menyebabkan adanya interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan sendirinya. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Hal tersebut akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan ketrampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Diedrich (Sardiman, 2012: 100) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan, diskusi, music, pidato 4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin 5. Drawing activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta, diagram 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya, menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan 15 8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Klasifikasi aktivitas di atas cukup banyak, hal itu menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah sangat bervariasi. Dari berbagai macam kegiatan di atas apabila di terapkan di sekolah-sekolah dengan baik dapat dimungkinkan sekolah tersebut mendapat hasil prestasi yang optimal. Jenis – jenis kegiatan yang akan diamati dalam penelitian ini sesuai pada jenis kegiatan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Keaktifan Siswa yang Akan ditingkatkan No 1. Jenis Keaktifan Visual activities Jenis Kegiatan 1. Memperhatikan penjelasan guru atau pendapat teman 2. Membaca materi di buku, LKS 3. Memeriksa hasil pekerjaan teman 2. Oral activities 1. Bertanya mengenai materi yang disampaikan oleh guru 2. Berdiskusi dengan teman sekelompoknya dalam memecahkan masalah 3. Menyampaikan pendapat atau menjawab pertanyaan yang diajukan 3. Writing activities 1. Membuat ringkasan dan mencatat materi selama pembelajaran 2. Mengerjakan LKS atau soal yang diberikan guru 3. Menulis catatan kecil 4. Memberi skor, komentar pada pekerjaan teman 4. Listening activities 1. Mendengarkan penjelasan guru dengan baik 2. Mendengarkan pendapat teman atau presentasi teman. 16 No 5. Jenis Keaktifan Mental activities Jenis Kegiatan 1. Menanggapi pendapat yang disampaikan teman atau menanggapi presentasi kelompok lain 2. Memecahkan persoalan pada LKS dengan baik 4. Kemandirian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III (2001: 43) menyatakan bahwa, kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk arti yang mengacu pada suatu keadaan dimana seseorang dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Seorang peneliti bernama Lamman (Fatimah, 2006: 7) menyatakan bahwa, “kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain”. Sementara itu, Bahara (Fatimah, 2006: 8) mengungkapkan bahawa, “kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain”. Hal lain diungkapkan Parker (Ali, 2005: 3) yang menyatakan bahwa kemandirian juga dapat diartikan sebagai kondisi seseorang yang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh. Pakar lain bernama Maslow (Ali, 2005: 3) mengungkapkan bahwa, “kemandirian merupakan salah satu dari tingkat kebutuhan manusia yang disebut sebagai kebutuhan otonomi”. Maslow juga menambahkan bahwa seseorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki sifat-sifat khusus pengaktualisasi yang salah satunya yaitu kebutuhan akan privasi dan independensi, dimana orang yang mengaktualisasikan diri dalam memenuhi kebutuhannya tidak membutuhkan orang lain. 17 Aspek yang menjadikan remaja mandiri menurut Doulvan dan Andelson (Yusuf, 2001: 10) ada tiga meliputi, kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai. Secara rinci karakteristik tersebut dijabarkan sebagai berikut: a) Kemandirian emosi, kemandirian ini merujuk kepada pengertian yang dikembangkan anak mengenai individuasi dan melepaskan diri atas ketergantungan mereka dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua mereka. Secara operasional aspek kemandirian ini terdiri dari beberapa indikator seperti: 1) de-idealized artinya remaja memandang orang tua apa adanya, 2) parent as people artinya remaja melihat orang tua sebagai orang dewasa lainnya, 3) non-dependency artinya remaja dapat mengandalkan dirinya sendiri dari pada bergantung pada orang tuanya, dan individuation artinya remaja memiliki pribadi yang berbeda dengan orang tuanya. b) Kemandirian perilaku yaitu kemampuan remaja untuk mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Secara operasional aspek kemandirian ini terdiri dari beberapa indikator yaitu memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa campur tangan orang lain (changes in decision making abilities), memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain (changes in conformity and susceptibility to influence), dan memiliki rasa percaya diri dalam mengambil keputusan (self reliance in decision making). c) Kemandirian nilai merujuk kepada suatu pengertian mengenai kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan-keputusan dan menetapkan pilihan yang lebih berpegang atas dasar prinsip-prinsip individual yang dimilikinya, daripada mengambil prinsip-prinsip orang lain. Secara operasional aspek ini terdiri dari beberapa indikator yaitu: 1) remaja memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai yang abstrak (moral) atau ukuran benar/salah (abstrack belief), 2) remaja memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai yang mengarah pada prinsip (principal belief), dan remaja memiliki keyakinan mantap yang terbentuk pada dirinya sendiri (independent belief). 18 Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian itu meliputi tiga aspek yakni kemandirian emosi yang ditandai dengan kemampuan melepaskan diri atas ketergantungan siswa dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua. Kemandirian perilaku yang ditandai dengan kemampuan mengambil keputusan dan konsekuen dalam melaksanakan keputusan tersebut. Kemandirian nilai yang ditandai dengan timbulnya keyakinan terhadap nilai-nilai yang abstrak (moral) atau ukuran benar/salah. Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan kemampuan melepaskan diri dari ketergantungan emosi pada orang lain terutama orangtua, mampu mengambil keputusan dan berkomitmen pada keputusan yang diambil, serta mampu bertingkah laku sesuai nilai yang diyakini dan berlaku pada lingkungan. Pada penelitian kali ini kemandirian yang akan diukur yaitu kemandirian perilaku yang tampak (dapat dilihat) dalam proses pembelajaran di kelas. 5. Kerjasama Soekanto (2012: 65) berpendapat bahwa kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perseorangan atau kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama timbul karena orientasi orang-perorang terhadap kelompoknya (yaitu in group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out group-nya). Kerjasama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerjasama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi karena adanya rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Menurut Coley (Soekanto, 2012) mengemukakan pendapatnya mengenai kerjasama sebagai berikut: 19 Kerjasama timbul apabila orang-orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna Selain itu, Samani dan Haryanto (Erwindiya, 2014: 4) menyatakan bahwa kerjasama adalah mau bergotong royong, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama. Hal ini selaras dengan pendapat Santosa (Erwindiya, 2014: 4) mengungkapkan bahwa kerjasama adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama merupakan proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil yang telah disepakati bersama. Menurut Lukita (2014: 6) sikap kerjasama dalam kelompok merupakan perpaduan dari sikap individu yang terbentuk berdasarkan komitmen bersama yang diwujudkan berupa satu sikap dan perilaku kelompok sesuai dengan karakteristik dari pada sikap dan perilaku individu. Sikap kerjasama dalam kelompok merupakan hal yang penting bagi para siswa untuk menyelesaikan tugas secara efisien dan efektif. Karakteristik-karakteristik pribadi dari anggota kelompok yang baik meliputi; 1) kesetiaan; 2) kesopanan; 3) kesabaran; 4) semangat; 5) optimis; 6) komunikasi; 7)kemampuan untuk menyutujui; 8) dapat diandalkan; 9) ketepatan waktu; 10) kehati-hatian; 11) humoris. Pada penelitian ini bentuk kerjasama yang akan diukur yaitu kerjasama saat proses berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru. Adapun indikator-indikator yang harus terpenuhi meliputi: 1. Bertanya saat proses penyelesaian masalah dalam kelompok 2. Ikut mengajukan pendapatnya saat proses penyelesaian masalah 20 3. Bersedia diberi tugas dalam kelompoknya 4. Ikut andil dalam pengumpulan data saat memecahkan permasalahan dikelompok 5. Ikut berpartisipasi saat penarikan kesimpulan dalam kelompok 6. Pemecahan Masalah Isriani (2012: 86) menyatakan bahwa, pemecahan masalah dipandang suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. Pemecahan masalah tidak sekadar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Wankat dan Oreovocz (Made, 2010: 57) mengemukakan tahap-tahap strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut : a. Saya mampu/bisa (I can) : tahap membangkitkan motivasi dan membangun / menumbuhkan keyakinan diri siswa b. Mendefinisikan (Define) : membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan. c. Mengeksplorasi (Explore) : merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk menganalisa dimensidimensi permasalahan yang dihadapi d. Merencanakan (plan) : mengembangkan cara berpikir logis siswa untuk menganalisis masalah dan menggunakan flowchart untuk menggambarkan permasalahan yang dihadapi e. Mengerjakan (Do it) : membimbing siswa secara sistematis untuk memperkirakan jawaban yang mungkin untuk memcahkan masalah yang dihadapi f. Mengoreksi kembali (Check in) : Membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang dilakukan 21 g. Generalisasi (Generalize) : membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan apa yang telah saya pelajari dalam pokok bahasan ini ? bagaimana agar pemecahan masalah yang dilakukan bisa lebih efisien ? Jika pemecahan masalah yang dilakukan masih kurang benar, apa yang harus saya lakukan ? Dalam hal ini dorong siswa untuk melakukan umpan balik/refleksi dan mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada Menurut John Dewey (Sujono, 1988: 2) terdapat langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Tahu bahwa ada masalah : kesadaran tentang adanya kesukaran, rasa putus asa, keheranan atau keraguan 2. Mengenali masalah : Klasifikasi dan definisi termasuk pemberian tanda pada tujuan yang dicari 3. Menggunakan pengalaman yang lalu : informasi yang releven, peneyelesaian soal yang dulu, atau gagasan untuk merumuskan hipotesa dan proposisi pemecahan masalah. 4. Menguju secara berturut-turut hipotesa akan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian 5. Mengevaluasi penyelesaian dan menarik kesimpulan berdasarkan buktibukti yang ada Dalam pemecahan masalah tidak hanya menggunakan dan mengaplikasikan rumus-rumus yang sudah diperoleh sebelumnya, namun juga menggunakan kegiatan penalaran, analisis, berpikir kritis dalam mengolah atau mengkombinasikan rumus-rumus yang sudah diperoleh untuk mendapatkan jalan keluar dalam memecahkan masalahnya. Hal tersebut menjadi gagasan George Polya (Sujono, 1988: 218) untuk mengemukakan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Kegiatan 22 yang dilakukan mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, syaratsyarat apa yang harus dipenuhi. 2. Buatlah rencana penyelesaian masalah Kemampuan disini tergantung pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin banyak pengalaman siswa tentang penyelesaian masalah, kemungkinan semakin kreatif memecahkan masalah. Kegiatan yang dilakukan adalah carilah hubungan antara yang diketahui dengan yang tidak diketahui, menentukan pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian. 3. Laksanakan rencana tersebut Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya sesuai dengan rencana. 4. Periksa kembali Terkadang siswa sudah menganggap bahwa jawabannya sudah pasti benar, padahal dengan tidak teliti dalam mengerjakan menjadikan jawaban tersebut salah. Dengan demikian perlu adanya pemeriksaan ulang langkah-langkahnya serta jawaban. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengecek kembali jawaban, mencoba cara lain untuk memperoleh jawaban yang sama, menginterpretasikan jawaban yang telah diperoleh. Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, digunakan suatu soal pemecahan masalah. Menurut Hudojo (1988: 119) suatu pertanyaan akan merupakan masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Jadi suatu pertanyaan dapat merupakan masalah bagi seseorang, namun bukan merupakan masalah bagi orang lain. Menurut Hudojo (2003: 149) menyatakan soal-soal matematika dibedekan menjadi dua yaitu soal latihan dan soal masalah. Soal latihan diberikan pada waktu siswa belajar matematika diberikan pada waktu siswa belajar matematika. Soal ini melatih siswa agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru saja diajarkan. Berbeda dengan soal latihan, masalah tadi menghendaki siswa untuk menggunakan sintesis dan analisis. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu 23 mengenai pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman, tetapi dalam hal ini ia menggunakannya pada situasi baru. Dari uraian diatas dapat disimpulkan soal pemecahan masalah matematika adalah soal yang menantang pikiran dan tidak otomatis dapat diketahui cara penyelesaiannya. Hal tersebut karena penyelesaiannya menggunakan pengetahuan, prosedur-prosedur yang diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini, pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengacu pada tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut: a. Memahami masalah b. Merencanakan penyelesaian masalah c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana d. Menginterpretasikan hasil 7. Pendekatan Saintifik Dalam Kurikulum 2013, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) memiliki domain sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi yang diperoleh siswa dalam pembelajaran dengan Kurikulum 2013 diharapkan agar didasarkan pada pembelajaran yang mampu mengantarkan siswa untuk eksis mengarungi kehidupan pada abad 21. Ciri-ciri abad 21 antara lain: (1) informasi tersedia di mana saja dan kapan saja, (2) komputasi lebih cepat menggunakan mesin, (3) otomasi menjangkau segala pekerjaan rutin, (4) komunikasi darimana saja dan ke mana saja. Pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut adalah pembelajaran yang tidak cukup hanya mengakomodasi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, namun juga mengakomodasi proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba. Pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut, tidak lain adalah pembelajaran yang menerapkan metode ilmiah. Pendekatan pembelajaran yang menerapkan tahapan metode ilmiah dinyatakan sebagai pendekatan saintifik (Kemendikbud, 2013). Daryanto (2014: 51) menyatakan Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif 24 mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan – tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi ataupun menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna (Kemendikbud, 2013). Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jejang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Daryanto (2014) menyatakan, langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut: a. Mengamati Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Kegiatan ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A tahun 2013, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau obyek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. 25 b. Menanya Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan, pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang meliputi konsep, hukum, prosedur, atau hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi dimana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana dalam Permendikbud 81A tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam menanya adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis. c. Mengumpulkan informasi Kegiatan “mengumpulkan informasi/eksperimen” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan objek atau fenomena dengan teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud 81A tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, aktivitas wawancara dengan sumber dan sebagainya. 26 Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Kegiatan “eksperimen” atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagia ranah tujuan belajar yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. d. Menalar Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud 81A tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan informasi atau eksperimen hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan menanya. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berfikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. 27 e. Mengkomunikasikan Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah merekan pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melauli menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasi dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagimana disampaikan dalam Permendikbud 81A tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berfikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. 8. Model Kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) a. Pengertian Model Kooperatif Kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Hubungan antar teman sebaya di dalam ruang kelas akan membantu para siswa meningkatkan sikap positif dalam menanggapi proses pembelajaran. Tim MKPBM (2001: 265) menyatakan bahwa, “pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerjasama sebagi sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Menurut Depdikbud (2002: 11), “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 28 a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif. b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang atau rendah. c. Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok pun terdiri dari ras, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan Langkah-langkah Kooperatif Terdapat enam langkah dalam model kooperatif, seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Langkah 1 2 Indikator Aktivitas Guru Menyampaikan Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran dan pelajaran tersebut dan memotivasi siswa memotivasi siswa dalam belajar. Presentasi/menyajik Guru mempresentasikan / menyajikan an informasi informasi kepada tujuan siswa dengan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. 3 4 Membimbing Guru membimbing kelompok-kelompok kelompok belajar belajar saat mereka mengerjakan tugas. Evaluasi Guru melakukan evaluasi hasil belajar pada materi yang telah disajikan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. 5 Memberikan Guru melakukan upaya menghargai penghargaan hasil belajar individu maupun kelompok. (Depdikbud, 2002: 11) 29 b. Model Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) Beberapa model kooperatif telah dikembangkan oleh para ahli, salah satunya adalah STAD (Student Team Achievement Division). Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas Hopkins, inti dari tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah guru menyampaikan suatu materi kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru, setelah selesai mereka (siswa) menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru (Tim MKPBM, 2001: 266). Langkah-langkah pembelajaran metode STAD adalah: 1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok tiap tim memilik anggota yang heterogin, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang, rendah). 2. Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. 3. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan ajar yang telah dipelajari. 4. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan seperti terlihat pada tabel 2.3: Model Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) berikut. 30 Tabel 2.3 Model Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) Model Student Team Achievement Division Segmen (STAD) Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Tujuan Sosial Kerjasama dalam kelompok Struktur Kelompok Kelompok heterogen dengan 4-5 anggota Pemilihan Topik Oleh Guru Siswa dapat mengerjakan lembar kerja siswa dan Indikator saling bekerjasama dalam menguasai materi Penilaian Tes Observasi Lembar observasi (Tim MKPBM, 2001:266) 9. Model Kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dengan Pendekatan Saintifik Model pembelajaran kooperatif tipe STAD menitikberatkan pada pembagian beberapa kelompok atau tim, dimana masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota secara heterogen. Dalam pengelompokan siswa berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan pada LK (Lembar Kerja), kemudian mempresentasikan hasil diskusi ke kelompok lain. Pemberian kuis dilakukan setiap akhir pembelajaran, serta pemberian penghargaan diberikan apabila siswa berani bertanya. Daryanto (2014) menyatakan, langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mempresentasikan. Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik : 1) Kegiatan Pendahuluan a. Guru memberikan salam, menanyakan kehadiran b. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. 31 c. Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari, tujuan yang akan dicapai, kriteria sukses kepada siswa pada awal pembelajaran d. Guru melakukan apersepsi dengan materi yang akan dipelajari e. Guru memberikan motivasi akan pentingnya materi yang akan dipelajari. f. Guru menjelaskan strategi pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik. 2) Kegiatan Inti a) Tahap 1 (mengamati): Kegiatan membaca, mendengar dan menyimak ketika guru memberikan materi atau permasalah serta melihat apa yang guru kerjakan dengan alat atau tanpa alat. b) Tahap 2 (menanya): Kegiatan mengajukan pertanyaan dari siswa tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. c) Tahap 3 (mengumpulkan data): Kegiatan melakukan eksperimen untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat dalam LK, membaca sumber lain selain buku teks serta melakukan aktivitas dengan kelompok. d) Tahap 4 (menalar): Kegiatan mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati. e) Tahap 5 (mengkomunikasikan): Kegiatan menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Guru juga memberikan penghargaan berupa tepuk tangan kepada kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya serta kepada siswa yang berani bertanya dan memberi tanggapan. f) Tahap 6 : Guru selanjutnya memberikan soal kuis secara individu. 3) Penutup a) Bersama-sama dengan guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dipelajari. 32 b) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan kesulitan yang dialami dalam mengikuti pembelajaran tersebut, baik ketika proses belajar maupun mengerjakan soal. c) Guru menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya B. Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi bahwa permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah hasil belajar matematika siswa kelas XI TKJ 2 SMK Negeri 1 Banyudono. Rendahnya hasil belajar matematika siswa terjadi karena siswa belum bisa memahami materi yang diajarkan dan merasa kebingungan dengan ide apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal itu terjadi karena dimungkinkan proses pembelajaran yang terlalu banyak menggunakan metode ceramah, diberi contoh soal dan dibahas bersama dengan gurunya kemudian siswa menyalin jawaban tersebut. Latihan soal-soal yang diberikan dari gurunya juga memiliki langkah-langkah penyelesaian yang mirip dengan contoh soal. Akibatnya siswa hanya cenderung untuk menghafal rumus dan menirukan langkah-langkah yang pernah diberikan guru. Selain itu juga melihat sudut pandang pada proses penilaian yang diterapkan dalam pembelajaran tersebut. Proses penilaian yang hanya melihat nilai siswa diakhir program, tanpa adanya kegiatan mengevaluasi, mendiagnosis kesulitan siswa, dapat memberi dampak pada prestasi siswa pula. Selain itu yang menjadi permasalahan lain adalah tingkat keaktifan siswa yang masih rendah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, terlihat siswa hanya pasif mengikuti pembelajaran di kelas. Hal itu terjadi karena dimungkinkan proses pembelajaran yang terlalu berpusat pada guru. Peneliti akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik terdapat langkah-langkah yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Langkah-langkah pembelajaran tersebut disesuaikan 33 untuk meningkatkan indikator-indikator hasil belajar matematika siswa yang telah ditetapkan pada kajian teori. Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik tersebut dimungkinkan hasil belajar matematikanya menjadi meningkat. C. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang masih harus diuji kebenarannya sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran tersebut, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan saintifik dapat meningkatakan hasil belajar matematika siswa kelas XI TKJ 2 di SMK Negeri 1 Banyudono tahun pelajaran 2015/2016.