8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerawat Secara Umum 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jerawat Secara Umum
2.1.1 Definisi jerawat
Jerawat adalah reaksi dari penyumbatan pori-pori kulit disertai peradangan
yang bermuara pada saluran kelenjar minyak kulit. Sekresi minyak kulit menjadi
tersumbat, membesar dan akhirnya mengering menjadi jerawat (Muliyawan dan
Suriana, 2013). Gangguan kulit yang berupa peradangan dari folikel pilosebasea
ini ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada
tempat predileksinya (muka, leher, lengan atas, dada dan punggung)
(Wasitaatmadja, 1997).
2.1.2 Klasifikasi jerawat
Berdasarkan jenisnya jerawat dapat dibedakan menjadi:
Acne punctata. Acne punctata merupakan blackhead comedo atau whitehead
comedo yang bisa menjadi cikal bakal tumbuhnya jerawat. Bila kuman masuk ke
dalam sumbatan pori-pori kulit, maka kedua komedo tersebut berganti rupa
menjadi jerawat dengan tingkatan yang lebih tinggi.
Acne papulosa. Acne papulosa merupakan jerawat dalam bentuk papul, yaitu
peradangan disekitar komedo yang berupa tonjolan kecil.
Acne pustulosa. Acne pustulosa merupakan jerawat dalam bentuk pustul, yaitu
jerawat papul dengan puncak berupa pus atau nanah. Biasanya usia pustul lebih
pendek dari pada papul.
8
Universitas Sumatera Utara
Acne indurate. Acne indurate merupakan jerawat yang terinfeksi bakteri
Staphylococcus epidermidis sehingga menimbulkan abses.
Cystic acne (jerawat batu). Cystic acne (jerawat batu) merupakan jerawat dengan
ukuran yang besar dan apabila terjadi jumlahnya bisa hampir memenuhi wajah
(Muliyawan dan Suriana, 2013).
2.1.3 Epidemiologi jerawat
Gangguan kulit berupa jerawat sering dianggap sebagai gangguan kulit
yang timbul secara fisiologis, hal ini dikarenakan tidak ada seorang pun yang
semasa hidupnya sama sekali tidak pernah menderita gangguan kulit tersebut
(Efendi, 2003).
Berdasarkan survei yang dilakukan di kawasan Asia Tenggara, terdapat
40-80% kasus jerawat. Di Indonesia, menurut catatan kelompok studi dermatologi
kosmetika Indonesia, terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80%
pada tahun 2007. Berdasarkan kasus di tahun 2007, kebanyakan penderitanya
adalah remaja dan dewasa muda yang berusia antara 11-30 tahun, sehingga
beberapa tahun belakangan ini para ahli dermatologi di Indonesia mempelajari
patogenesis terjadinya penyakit tersebut (Andy, 2009). Meskipun demikian,
jerawat dapat terjadi pada usia lebih tua ataupun lebih muda dari usia tersebut
(Efendi, 2003). Pada wanita jerawat dapat menetap sampai dekade umur 30-an
tahun atau bahkan lebih. Pada pria umumnya jerawat lebih cepat berkurang, tetapi
gejala yang lebih berat justru lebih sering terjadi pada pria (Cunliffe, 1989).
Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang
menderita jerawat dibandingkan dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika) dan lebih
sering terjadi nodul-kistik pada kulit putih daripada negro (Rook, dkk, 1972).
9
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Etiologi jerawat
Faktor penyebab jerawat cukup banyak (multifaktorial), antara lain:
Genetik. Jerawat merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan
kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal. Faktor genetik
ini berperan dalam menentukan bentuk, gambaran klinis, penyebaran lesi dan
durasi penyakit. Pada lebih dari 80% penderita mempunyai minimal seorang
saudara kandung yang menderita jerawat dan pada lebih dari 60% penderita
mempunyai minimal salah satu orangtua dengan jerawat juga (Efendi, 2003).
Apabila kedua orangtua pernah menderita jerawat berat, anak-anak mereka akan
memiliki kecenderungan serupa (Ramdani, dkk, 2015).
Hormonal, diantaranya:
1.
Hormon Androgen
Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat
sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testis dan
kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit
bertambah besar dan produksi sebum meningkat.
2.
Hormon Estrogen
Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum.
Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar
hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi
sebum.
3.
Hormon Progesteron
Progesteron dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efek pada efektifitas
terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan
10
Universitas Sumatera Utara
tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan jerawat premenstrual
(Rook, dkk, 1972).
Makanan. Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya jerawat
adalah makanan yang tinggi lemak (kacang, daging, susu dan es krim), tinggi
karbohidrat, beryodida tinggi (makanan asal laut) dan makanan yang pedas. Jenis
makanan diatas diyakini dapat merubah komposisi sebum dan menaikkan
produksi kelenjar sebasea (Efendi, 2003).
Psikis. Stress emosi pada sebagian penderita dapat menyebabkan kambuhnya
jerawat, hal ini terjadi melalui mekanisme peningkatan produksi hormon androgen
dalam tubuh (Efendi, 2003).
Musim/Iklim. Suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih besar, serta sinar
ultraviolet yang lebih banyak menyebabkan jerawat lebih sering timbul pada
musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Faktor ini berhubungan dengan
laju ekskresi sebum. Kenaikan suhu udara 1ºC pada kulit mengakibatkan kenaikan
laju ekskresi sebum sebanyak 10% (Efendi, 2003).
Infeksi bakteri. Bakteri yang terlibat dalam proses terbentuknya jerawat adalah
Corynebacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium
acnes. Peran bakteri ini adalah membentuk enzim lipase yang dapat memecah
trigliserida menjadi asam lemak bebas yang bersifat komedogenik (Efendi, 2003).
Kosmetika. Menggunakan alas bedak, blush on dan bedak padat bisa memicu
munculnya jerawat, hal ini dikarenakan partikel kosmetik tersebut bisa
menyumbat pori-pori atau bersifat comedogenic (Muliyawan dan Suriana, 2013).
11
Universitas Sumatera Utara
Terlalu sering terpapar sinar matahari. Beraktivitas di bawah sinar matahari
membuat tubuh berkeringat. Kelenjar minyak pun menjadi lebih aktif. Tumpukan
minyak inilah yang menyebabkan jerawat muncul (Muliyawan dan Suriana, 2013).
Bahan kimia lainnya. Mengonsumsi obat-obatan jenis tertentu bisa membuat
jumlah bakteri penyebab timbulnya jerawat bertambah banyak, sehingga jerawat
menjadi lebih sering muncul (Muliyawan dan Suriana, 2013).
2.1.5 Patogenesis jerawat
Patogenesis jerawat dipengaruhi banyak faktor (multifaktorial). Ada empat
hal penting yang berhubungan dengan terjadinya jerawat, yaitu:
1.
Meningkatnya produksi sebum
Gollnick
(2003)
menyatakan
bahwa
hormon
androgen
merangsang
peningkatan produksi dan sekresi sebum. Peningkatan produksi sebum secara
langsung berkorelasi dengan tingkat keparahan dan terjadinya lesi jerawat.
Peningkatan produksi sebum menyebabkan peningkatan unsur komedogenik
dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi jerawat. Kelenjar sebasea
dibawah kontrol endokrin. Pituitari akan menstimulasi adrenal dan gonad
untuk memproduksi estrogen dan androgen yang mempunyai efek langsung
terhadap unit pilosebaseus. Stimulasi hormon androgen mengakibatkan
pembesaran kelenjar sebasea dan peningkatan produksi sebum pada penderita
jerawat, hal ini disebabkan oleh peningkatan hormon androgen atau oleh
hiperesponsif kelenjar sebasea terhadap androgen dalam keadaan normal.
2.
Hiperproliferasi epidermal dan pembentukan komedo
Perubahan pola keratenisasi folikel sebasea menyebabkan stratum korneum
bagian dalam dari duktus pilosebaseus menjadi lebih tebal dan lebih melekat,
12
Universitas Sumatera Utara
akhirnya akan menimbulkan sumbatan pada saluran folikuler. Bila aliran
sebum ke permukaan kulit terhalang oleh masa keratin tersebut, maka akan
terbentuk mikrokomedo. Mikrokomedo ini merupakan suatu proses awal dari
pembentukan lesi jerawat yang dapat berkembang menjadi lesi non inflamasi
maupun lesi inflamasi. Proses keratenisasi ini dirangsang oleh androgen,
sebum, asam lemak bebas dan skualen.
3.
Kolonisasi mikroorganisme di dalam folikel sebaseus
Peran mikroorganisme penting dalam perkembangan jerawat. Dalam hal ini
mikroorganisme yang mungkin berperan adalah Propionibacterium acnes,
Staphylococcus epidermidis dan Corynebacterium acnes. Mikroorganisme
tersebut berperan pada kemotaktik inflamasi serta pada pembentukan enzim
lipolitik pengubah fraksi lipid sebum. Propionibacterium acnes menghasilkan
komponen aktif seperti lipase, protease, hialuronidase dan faktor kemotaktik
yang menyebabkan inflamasi. Lipase berperan dalam menghidrolisis
trigliserida sebum menjadi asam lemak bebas yang berperan dalam
menimbulkan hiperkeratosis, retensi dan pembentukan mikrokomedo.
4.
Adanya proses inflamasi
Propionibacterium acnes mempunyai aktivitas kemotaktik yang menarik
leukosit
polimorfonuklear ke dalam lumen
komedo. Jika leukosit
polimorfonuklear memfagosit Propionibacterium acnes dan mengeluarkan
enzim hidrolisis, maka akan menimbulkan kerusakan dinding folikuler dan
menyebabkan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan komponen keratin) masuk
dalam dermis dan mengakibatkan terjadinya proses inflamasi (Fox, dkk,
2016).
13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Patogenesis Jerawat
2.1.6 Manifestasi klinik jerawat
Tempat predileksi jerawat terutama di wajah, leher, lengan atas, dada dan
punggung (Wasitaatmadja, 1997). Jerawat ditandai dengan lesi yang polimorfi,
walaupun dapat terjadi salah satu bentuk lesi yang dominan pada suatu saat atau
sepanjang perjalanan penyakit. Manifestasi klinik jerawat dapat berupa lesi non
inflamasi (komedo terbuka dan komedo tertutup), lesi inflamasi (papul, pustul dan
nodul) (Movita, 2013).
Komedo. Komedo adalah suatu tanda awal dari jerawat, dapat berupa komedo
terbuka dan komedo tertutup. Komedo terbuka berwarna hitam karena
mengandung unsur melanin, berdiameter 0,1-3,0 mm dan biasanya memerlukan
waktu beberapa minggu atau lebih untuk berkembang. Komedo tertutup berwarna
putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin,
berdiameter 0,1-3,0 mm (Cunliffe, 1989).
Papul. Papul merupakan peninggian kulit yang solid dengan diameter < 1cm dan
bagian terbesarnya berada di atas permukaan kulit (Jusuf, dkk, 2007). Papul
14
Universitas Sumatera Utara
adalah lesi meradang yang bervariasi dalam ukuran dan kemerahan, 50% papul
muncul dari kulit tampak normal yang bisa menjadi tempat mikrokomedo,
sementara 25% muncul dari whitehead komedo dan 25% muncul dari blackhead
komedo (Cunliffe, 1989).
Pustul. Pustul merupakan papul dengan puncak berupa pus atau nanah, berada
diatas kulit yang meradang. Biasanya usia pustul lebih pendek dari pada papul
(Barakbah, dkk, 2007).
Nodul/Nodus. Nodul merupakan lesi radang dengan diameter 1 cm atau lebih
disertai nyeri (Barakbah, dkk, 2007). Lesi lebih dalam dan cenderung bertahan
sampai delapan minggu atau beberapa bulan yang akhirnya dapat mengeras untuk
membentuk kista di bawah permukaan kulit. Baik nodul dan kista sering kali
menimbulkan jaringan parut yang dalam (Cunliffe, 1989).
2.1.7 Gradasi jerawat
Gradasi yang menunjukkan tingkat keparahan suatu penyakit sangat
diperlukan bagi pemilihan pengobatan (Wasitatmadja, 2002). Salah satu pola
pembagian gradasi jerawat, yaitu:
Ringan, apabila:
1.
Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
2.
Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
3.
Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
Sedang, apabila:
1.
Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
2.
Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
3.
Beberapa lesi beradang pada satu predileksi
15
Universitas Sumatera Utara
4.
Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
Berat, apabila:
1.
Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
2.
Banyak lesi beradang pada 1 lebih predileksi
Catatan:
Jumlah
: sedikit < 5; beberapa 5-10, banyak > 10
Tak beradang : komedo putih, komedo hitam
Beradang
: papul, pustul, nodus dan kista
2.1.8 Diagnosis jerawat
Diagnosis jerawat dibuat atas dasar klinis dan pemeriksaan penunjang
khusus berupa ekskohleasi sebum yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan
komedo ekstrator (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai
massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang
berwarna hitam (Wasitaatmadja, 1997).
Pemeriksaan histopatologis tidak spesifik berupa serbukan sel radang
kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada
kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair
sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati dan keratin yang lepas
(Wasitaatmadja, 1997).
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik (Corynebacterium acnes,
Propionebacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis) yang mempunyai
peran pada etiologi dan patogenesis jerawat dapat dilakukan di laboratorium
mikrobiologi (Wasitaatmadja, 1997).
16
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids)
dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada jerawat kadar asam lemak bebas
(free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya (Wasitaatmadja, 1997).
2.1.9 Pengobatan jerawat
Pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: cara
topikal, sistemik dan bedah. Cara topikal biasanya digunakan untuk mengobati
jerawat dalam kategori ringan sedangkan cara sistemik dan bedah digunakan
untuk mengobati jerawat dalam kategori sedang hingga berat (Cunliffe, 1989).
Cara topikal. Prinsip pengobatan dengan cara topikal adalah mencegah
pembentukan komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi
jerawat. Cara topikal dapat dilakukan dengan penggunaan obat topikal dan
penggunaan cosmedic antijerawat. Obat topikal terdiri dari:
1.
Bahan iritan/pengelupas, misalnya sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil
peroksida, asam vitamin A dan asam azeleat. Efek samping obat iritan dapat
dikurangi dengan pemakaian hati-hati dimulai dari konsentrasi yang paling
rendah.
2.
Obat lain, misalnya kortikosteroid topikal atau suntikan intralesi dapat
dipakai untuk mengurangi radang yang terjadi (Wasitaatmadja, 1997).
Cara sistemik. Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas
jasad renik disamping dapat juga menekan reaksi radang, menekan produksi
sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik
terdiri atas:
1.
Antibakteri sistemik, misalnya tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.
17
Universitas Sumatera Utara
2.
Obat hormonal dapat digunakan untuk menekan produksi androgen atau
secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea, seperti
etinil estradiol dan anti-androgen siproteron asetat.
3.
Retinoid dan asam vitamin A oral dipakai untuk menekan hiperkeratinisasi
sesuai dengan patofisiologi jerawat (Wasitaatmadja, 1997).
Cara bedah. Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang
terjadi akibat jerawat, dapat berupa bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, bedah
pisau, dermabrasi dan bedah laser (Wasitaatmadja, 1997).
2.2 Defenisi Kosmetik, Obat dan Cosmedic
2.2.1 Kosmetik
Kosmetik berasal dari bahasa Yunani “kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias dan mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 445/Menkes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut:
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan
pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian
luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.2.2 Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
18
Universitas Sumatera Utara
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI,
2013). Dengan kata lain obat adalah bahan, zat atau benda yang dipakai untuk
diagnosis, pengobatan dan pencegahan suatu penyakit atau yang dapat
mempengaruhi struktur dan faal tubuh (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.2.3 Cosmedic
Dalam defenisi kosmetik diatas,
yang dimaksud dengan “tidak
dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit” adalah
sediaan tersebut seyogyanya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun
bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia meskipun berasal dari alam dan
organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu
kosmetik itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut.
Karena itu, pada tahun 1955 Lubowe menciptakan istilah Cosmedic yang
merupakan gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi
faal kulit secara positif, namun bukan obat (Tranggono dan Latifah, 2007).
Pada tahun 1982 Faust mengemukakan istilah “Medicated Cosmetics”
yaitu preparat kosmetika yang tidak hanya berfungsi sebagai kosmetika pada
umumnya, namun juga mengandung zat berkhasiat obat yang memberikan
manfaat dalam mempengaruhi struktur dan faal kulit seperti pada obat topikal,
tetapi tidak berbahaya secara farmakologis bagi kulit dan badan si pemakai
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan jenis
kosmetik tertentu bukan hanya obat. Selama kosmetik tersebut tidak mengandung
bahan berbahaya yang secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit, penggunaan
kosmetik jenis ini menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit tersebut. Contoh:
19
Universitas Sumatera Utara
cosmedic antijerawat, antiketombe, antiperspirant, deodoran, preparat untuk
mempengaruhi warna kulit (untuk memutihkan atau mencoklatkan kulit),
pengeriting rambut dan lain-lain (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.3 Cosmedic Antijerawat
Cosmedic antijerawat merupakan preparat kosmetika yang tidak hanya
berfungsi sebagai kosmetika pada umumnya, namun juga mengandung zat
berkhasiat obat yang mana memberikan manfaat dalam mempengaruhi struktur
dan faal kulit yang berjerawat seperti pada obat topikal, tetapi tidak berbahaya
secara farmakologis bagi kulit dan badan si pemakai (Wasitaatmadja, 1997).
Pada kulit manusia dan adneksanya sering ditemukan kelainan, misalnya
kulit menua, jerawat, noda-noda hitam (hiperpigmentasi), ketombe (dandruff),
seborrhea, rambut rontok dan sebagainya yang tidak dapat disembuhkan oleh
kosmetik biasa karena tidak mengandung bahan aktif atau obat, tetapi terlalu
ringan untuk disembuhkan sepenuhnya lewat pengobatan. Jerawat misalnya tidak
akan sembuh jika hanya memakai kosmetik biasa, namun khususnya para wanita
enggan menggunakan obat jerawat tanpa memakai kosmetik, terutama ketika akan
keluar rumah. Mereka menginginkan obat jerawat yang merangkap sebagai
kosmetik atau kosmetik yang mengandung obat jerawat. Oleh karena itu,
keberadaan kosmetik yang sekaligus dapat mengobati kelainan pada kulit tersebut
diperlukan (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.3.1 Preparat cosmedic antijerawat
Jerawat dapat ringan yang berupa komedo terbuka (blackhead) atau
komedo tertutup (whitehead), tetapi dapat pula parah dan disertai infeksi yang
20
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan terjadinya jerawat bernanah, berkantung-kantung dan bersambungsambung. Penyembuhan oleh diri sendiri dengan menggunakan cosmedic
antijerawat hanya untuk mengatasi jerawat yang ringan. Cosmedic antijerawat
dapat berbentuk lotion, krim dan gel. Bahan-bahan aktif yang dibutuhkan dalam
cosmedic antijerawat antara lain:
1.
Bahan antiseptik, untuk mencegah atau membunuh bakteri yang akan
menginfeksi jerawat. Untuk maksud itu biasa digunakan alkohol (ethyl
alkohol).
2.
Bahan keratolitik untuk menghancurkan lapisan kulit yang menutupi jerawat
agar isi jerawat mudah kontak dengan bahan aktif penyembuh lainnya dan
mudah keluar. Untuk maksud itu biasa digunakan asam salisilat.
3.
Bahan pengering isi jerawat, biasanya adalah sulfur yang juga bersifat sebagai
antiseptik dan keratolitik.
4.
Bahan antipruritus (gatal), agar tidak muncul rasa gatal pada jerawat yang
menyebabkan ingin digaruk, sehingga mungkin terinfeksi oleh jari kotor dan
bakteri. Untuk itu biasa digunakan resorsinol.
5.
Bahan aktif lain yang sering juga digunakan adalah camphora, untuk
mengeringkan isi jerawat, mengurangi minyak kulit dan memberi rasa segar.
6.
Bahan-bahan lain, misalnya allantoin, digunakan untuk merangsang
pertumbuhan sel-sel kulit baru agar bekas jerawat tidak bolong (bopeng),
bahan pengental, white pigment, bahan pewarna, bahan pewangi dan lain-lain.
Cara pembuatan sediaan cosmedic antijerawat sama seperti pada
pembuatan losion, krim atau gel untuk perawatan kebersihan wajah (Tranggono
dan Latifah, 2007).
21
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Persyaratan preparat cosmedic antijerawat
Preparat cosmedic khususnya cosmedic antijerawat biasanya tidak
mengandung lebih dari 5% bahan aktif tersebut karena sifat dan daya guna
preparat tersebut tentu tidak hanya ditentukan oleh 5% bahan aktif itu, tetapi juga
oleh bahan dasar pembawanya sebesar 95% (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.4 Perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas (Notoatmodjo, 2012).
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada
dalam diri manusia. Dalam segala aktivitas kehidupan sehari-hari manusia selalu
dituntut untuk berperilaku. Perilaku ada yang tertutup dan ada yang terbuka.
Perilaku tertutup adalah perilaku yang masih terbatas pada perhatian,
pengetahuan/kesadaran dan sikap serta belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain. Perilaku terbuka adalah perilaku yang sudah dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka dan sudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain
(Notoatmodjo, 2012).
Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya Bloom yang
membedakan antara perilaku kognitif (yang menyangkut kesadaran atau
pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotor (tindakan/gerakan). Ki Hajar
Dewantara menyebutkannya sebagai cipta (peri akal), rasa (peri rasa) dan karsa
22
Universitas Sumatera Utara
(peri tindak). Ahli-ahli lain umumnya menggunakan istilah pengetahuan, sikap
dan tindakan, yang acapkali disingkat dengan KAP (knowledge, attitude, practice)
(Sarwono, 1997).
Dalam perkembangannya, teori Bloom di modifikasi untuk pengukuran
hasil pendidikan kesehatan, yakni:
Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(Notoatmodjo, 2005). Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni:
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Purwanto, 1998). Manusia yang
bertindak atas dasar pengetahuan dan tidak hanya secara kebetulan dapat
bertindak tanpa ragu-ragu lagi (Poedjawijatna, 1998).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besar tingkatan tersebut dibagi menjadi
6, yaitu:
1.
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, dalam hal ini termasuk mengingat kembali (recall) memori yang
telah ada setelah mengamati sesuatu.
23
Universitas Sumatera Utara
2.
Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4.
Analisis (analysis)
Analisis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, serta masih ada kaitannya
antara satu dengan yang lain.
5.
Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
6.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2012).
Sikap (attitude). Sikap adalah kecenderungan untuk berespons (secara positif atau
negatif) terhadap objek (Sarwono, 1997). Sikap merupakan reaksi atau respons
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek
(Notoatmodjo, 2012).
Campbell (1950) mendefinisikan sikap yakni: “An individual’s attitude is
syndrome of response consistency with regard to social object” bahwa sikap itu
suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek,
24
Universitas Sumatera Utara
sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan
yang lain (Notoatmodjo, 2005). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmojo, 2012).
Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
1.
Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. Artinya,
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian orang tersebut terhadap objek.
3.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka (Notoatmodjo,
2005).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu:
1.
Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2.
Merespon (responding)
Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3.
Menghargai (valuing)
Menghargai
berarti
mengajak
orang lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan suatu masalah.
25
Universitas Sumatera Utara
4.
Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko (Notoatmodjo, 2003).
Praktik atau tindakan (Practice). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2012), tingkatan-tingkatan praktik adalah:
1.
Respon terpimpin (guided response), yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
2.
Mekanisme (mecanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan.
3.
Adopsi (adoption), yaitu suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran praktik tersebut.
26
Universitas Sumatera Utara
Download