J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. ISSN : 2460-9226 AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Perubahan Total Amonia Nitrogen Dan Total Bakteri Aerob Pada Proses Pembentukan Bioflok Dengan Sumber Karbon Organik Air Leri Pada Konsentrasi Yang Berbeda The Change of Total Ammonia Nitrogen And Total Aerobic Bacteria in Process Formation of Biofloc with Rice Water as Carbon Source at Different Concentration Juniati1), Asfie Maidie2), Sumoharjo3) 1) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Staf Pengajar Jurusan Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman 2),3) ) Abstract The aims of the research was to analyze the rate of growth total aerobic bacteria in biofloc formation with rice water as carbon source, and the change of total ammonia concentration, along with analyze the growth rate of fish feeding with formatted biofloc. The results showed that along with formation of biofloc the growth of aerobic bacteria continued to decline. The lowest number was at 50% rice water treatment. However the total ammonia nitrogen is affected by microbial activity, but there is no correlation between total aerobic bacteria with total ammonia nitrogen concentration. Fish feeding with only biofloc at first period shown no growth in body length and weight. Keywords : rice water, biofloc, total aerob bacteria, total amonia nitrogen (TAN). 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan mikroorganisme dalam kegiatan budidaya sudah banyak dilakukan. Salah satunya pada teknologi bioflok yang utamanya menggunakan kerja bakteri heterotrof. Pada kegiatan budidaya bioflok ditujukan untuk mengatasi masalah akumulasi limbah amonia melalui penambahan karbon organik. Bahan yang digunakan sebagai sumber karbon yang terurai dengan mudah dan cepat adalah yang terbaik. Karbohidrat sederhana seperti gula (sukrosa atau dekstrosa) atau pati akan memiliki efek yang cepat untuk terurai (Hargreves, 2013). Sumber karbohidrat yang dapat digunakan misalnya adalah tepung tapioka (Asaduzzaman et al., 2008), molase (Rohmana, 2009), kanji (Avnimelech, 2007), dan tepung singkong (Avnimelech, 1999). Menurut Crab et al. (2010) sumber karbohidrat yang digunakan biasanya berasal dari hasil limbah produksi industri pertanian yang bernilai rendah (low63 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. value product). Dari keempat sumber karbon tersebut hanya molase yang merupakan limbah, sedangkan bahan lainnya merupakan bahan yang juga digunakan untuk kebutuhan masyarakat. Molase merupakan limbah dari pabrik gula yang kurang dimanfaatkan. Namun ketersediaan molase hanya ada dibeberapa tempat mengingat tidak semua daerah terdapat pabrik gula khususnya daerah Kalimantan. Air leri merupakan limbah cucian beras yang diperoleh didalam proses pengolahan beras menjadi nasi. Menurut Puspitarini (2011) dalam Asngad et al., (2013), air leri memiliki kandungan nutrisi diantaranya karbohidrat berupa pati. Air leri mudah sekali didapatkan karena sebagian besar masyarakat menggunakan beras (nasi) sebagai makanan pokok. Selain itu air leri oleh masyarakat kurang dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu pada penelitian ini air leri digunakan sebagai sumber karbon untuk menumbuhkan bioflok. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, menganalisa tingkat pertumbuhan total bakteri aerob pada perlakuan air leri untuk pembentukan bioflok, kedua, menganalisa perubahan total amonia nitrogen dari media yang diberi perlakuan air leri pada pembentukan bioflo, dan yang ketiga, menganalisa tingkat pertumbuhan ikan dengan pemberian bioflok yang terbentuk dari perlakuan air leri. 2. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Ikan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Penelitian ini disusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 ulangan. Ketiga perlakuan tersebut yaitu : P1 : 0% air leri dalam 10 L, P2 : 50 % air leri dalam 10 L dan P3 : 100 % air leri dalam 10 L. ISSN : 2460-9226 A. Uji pendahuluan Uji pendahuluan bertujuan untuk megetahui bahan yang baik dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk pemebentukan bioflok. Bahan yang digunakan yaitu air leri dan ampas tebu. Uji coba untuk membentuk bioflok dengan bahan air leri digunakan sebanyak 5 l dalam 10 l, sedangkan ampas tebu 25 g dalam 10 l. Air hujan digunakan untuk mencuci dan mengisi konsentrasi untuk mendapakan 10 l, selain itu juga sebagai sumber nitrogen untuk bakteri. B. Uji lanjut a) Pembentukan bioflok Sumber karbon yang digunakan dalam pembentukan bioflok adalah air leri, sehingga tahap awal yang dilakuan adalah mencuci beras. Beras dicuci per 1 kg dengan mengunakan air hujan sebanyak 8 l, air leri yang diperoleh kemudian ditampung hingga mencukupi untuk perlakuan yang menggunakan air leri. Air leri yang diperoleh selanjutnya di masukan ke dalam akuarium sesuai perlakuan, dangan air hujan sebagai pengisi konsentrasi untuk mendapatkan 10 l. Selanjutnya memasukan air sebanyak 10 ml dari akuarium uji pendahuluan untuk memperoleh bakteri starter kemudian menyetel aerasi dengan kekuatan cukup kencang. Selama proses pembentukan bioflok parameter yang diamati meliputi : 1) Perubahan Warna Air Pembentukan bioflok diamati secara visual, perubahan warna air sebagai indikatornya divisualisasikan dalam bentuk fotografi. 2) Total Bakteri Aerob Bakteri dikultur mengunakan media TSA dan 1/20 PYBG. Pengukuran total bakteri aerob dilakukan 3 hari sekali, menggunakan metode Total Plate Count (TPC), dengan satuan CFU/ml pada sampel air dan CFU/g pada sampel flok. 3) Konsentrasi Total Amonia Nitrogen (TAN) Total Amonia Nitrogen (TAN) diperoleh berdasarkan hasil pengukuran menggunakan tes kit merek Sera®. 64 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. Pengukuran dilakukan dilakukan 3 hari sekali. 4) Pengukuran pertumbuhan ikan uji Perhitungan pertumbuhan berat dan panjang ikan uji menggunakan rumus Effendie (1979) yaitu : Pertumuhan berat (W) = Wt – W0 Wt = Berat pada waktu t (g) W0 = Berat awal (g) Pertumbuhan panjang (L) = Lt – L0 Lt = Panjang pada waktu t (cm) L0 = Panjang awal (cm) 5) Pengukuran kualitas air Parameter kualitas air yang diukur sebagai data penunjang meliputi, DO, pH, dan suhu. Pengukuran dilakukan setiap 3 hari sekali. b) Uji bioflok Bioflok yang telah terbentuk kemudian diuji pada ikan nila sebagai pakan utama atau tanpa adanya pemberian pelet. Pengujian bioflok dilakukan terhadap 3 ekor ikan setiap akuarium selama 15 hari dan hanya diberikan diawal penelitian. Ukuran ikan uji yang digunakan dengan panjang 6-8 cm. C. Analisis Data 1. Data total bakteri aerob dan Total Amonia Nitrogen (TAN) dianalisis secara deskriptif dalam bentuk grafik. a) Ampas Tebu ISSN : 2460-9226 2. Analisis regresi linier sederhana untuk mengetahui hubungan total bakteri aerob terhadap konsentrasi Total Amonia Nitrogen (TAN). 3. Data pertumbuhan ikan dianalisis keragamannya dengan tingkat kepercayaan 5%, untuk mengetahui pengaruh pemberian bioflok dari air leri terhadap pertumbuhan ikan. Namun sebelumnya data diuji kehomogenannya menggunakan uji bartlett. Jika data tidak homogen maka data akan ditransformasi dan jika data homogen maka data langsung dianalisa keragamannya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Pendahuluan Berdasarkan hasil uji pendahuluan air leri dinilai lebih baik dalam membentuk bioflok dibandingkan ampas tebu. Pada perlakuan air leri terlihat adanya tanda terbentuknya bioflok yang terlihat dari warna air yang mengalami perubahan dari warna air dari putih menjadi coklat, sedangkan pada perlakuan ampas tebu perubahan warna air tidak terlalu berubah dari air yang bening menjadi sedikit lebih coklat. Selain itu saat pengamatan perlakuan air leri terlihat sudah banyak terbentuk bioflok dibandingkan perlakuan ampas tebu yang masih sedikit, sehingga air leri digunakan pada uji lanjutan. b) Air Leri Hari Ke - 1 65 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. ISSN : 2460-9226 Hari Ke - 6 Gambar 1. Pembentukan bioflok pada uji pendahuluan B. Uji Lanjutan 1) Proses pembentukan bioflok Terbentuknya bioflok di dalam air dapat diketahui dengan mengamati perubahan warna air yang terdapat dalam akuarium. Pengamatan hari ke-1 terlihat air berwarna putih pada P2 dan P3 sedangkan P1 air terlihat jernih. Perubahan warna air sedikit nampak pada hari ke-4 yang mana warna air terlihat putih keruh, selain itu juga terlihat gelembung buih di permukaan air. Perubahan warna terlihat semakin jelas pada hari ke-8 air terlihat kecoklatan namun pada P3 warna sedikit lebih tua dibandingkan P2. Chamberlain et al. (2001) memperoleh komunitas flok di tambak dari transisi perubahan warna media kultur semula berwarna jernih, timbul blooming alga, muncul P1 buih, dan perubahan warna menjadi coklat. Menurut Hargareaves (2013) perubahan warna dari hijau menjadi coklat terjadi setelah transisi dari sebagian besar alga menjadi ke bioflok yang sebagian besar adalah bakteri. Kondisi tersebut sedikit berbeda dengan pengamatan dimana tidak terjadi pertumbuhan alga karena penelitian yang dilakukan di dalam ruangan, sehingga mungkin hanya ada bakteri atau mikroba lain serta bahan tersuspensi dari air leri yang mempengaruhi warna air. Pengamatan hari ke-12 warna air terlihat berwarna coklat disertai gelembung buih yang semakin banyak, namun pada P2 air sudah terlihat sedikit jernih berbeda dengan P3 yang masih keruh. Terjadinya flokulasi oleh bakteri yang diduga mengakibatkan warna air yang semakin jernih dan ditandai dengan flok-flok P2 P3 Hari Ke - 1 Hari Ke - 30 Gambar 2. Pembentukan bioflok pada uji lanjutan 66 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. bakteri yang terlihat mengendap di dasar akuarium. Pada hari ke-16 warna air semakin terlihat lebih jernih terutama pada P2, sedangkan P3 perubahan warna air tidak terlalu nampak jelas. Pada hari ke-16 flok bakteri juga sudah terlihat jelas pada P2 dan P3. Pada P3 flok-flok bakteri sudah banyak terlihat namun warna air yang masih keruh tersebut sepertinya dikarenakan masih banyaknya bakteri dan mikroba lain yang tersuspensi di dalam air. Pada P2 terus terlihat semakin jernih hingga akhir pengamatan. Sedangkan P3 pada pengamatan hari terakhir terlihat hanya sedikit perubahan dimana air terlihat sedikit jernih, namun warna air masih cenderung berwarna coklat a) Total Bakteri Aerob Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh, terdapat fluktuasi pertumbuhan bakteri pada masing-masing perlakuan. Terlihat pada grafik setiap perlakuan menunjukan bahwa pertumbuhan populasi bakteri tertinggi terjadi pada pengamatan hari ke-4 yang juga diikuti warna air yang sudah terlihat sedikit lebih coklat. Walaupun air masih terlihat cenderung berwarna putih sepertinya ini dikarenakan banyak bahan organik yang belum terurai, berbeda dengan hari selanjutnya yang berwana lebih kecoklatan yang sepertinya dikarenakan bahan ISSN : 2460-9226 organik yang sudah lebih banyak terurai. Pada P1 yang tidak diberi air leri terdapat pertumbuhan bakteri, diduga karena bakteri mampu hidup pada kondisi nutrisi rendah. Menurut APHA (1998), hal ini terjadi dikarenakan air pada dasarnya mengandung nutrisi rendah atau oligotrophik, sehingga bakteri yang hidup di dalam air adalah bakteri yang sudah teruji dan beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang miskin nutrisi. Peningkatan jumlah bakteri pada P2 dan P3 diduga karena memanfaatkan nutrisi yang terdapat pada air leri maupun dari air, sedangkan P1 hanya memanfaatkan nutrisi yang terkandung dari air. Terlihat pada grafik total bakteri semakin menurun, diduga bakteri yang tersuspensi dalam air membentuk flok-flok bakteri, sehingga total bakteri yang terukur dari air mengalami penurunan. Hal ini juga sesuai dengan pengamatan warna air, dimana warna air yang terlihat semakin jernih karena bakteri yang teruspensi di air terus mengalami flokulasi. Pada P1 juga terlihat penurunan total bakteri tetapi yang terjadi adalah penurunan pertumbuhan bakteri, yang diduga karena nutrisi dari air yang dibutuhkan semakin berkurang. Pada hari ke-16 sudah sangat terlihat flok bakteri yang terlihat di dasar akuarium, dari grafik terlihat pertumbuhan bakteri pada P3 yang lebih tinggi dibanding P2. Gambar 3. Grafik total bakteri aerob pada proses pembentukan bioflok 67 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. Semakin tinggi bahan organik maka akan semakin besar pula total bakteri (Putra et al., 2014). Sehingga total bakteri yang tinggi diduga karena masih banyak terdapat bahan organik dari air leri yang masih tersuspensi dalam air. Dugaan ini juga berdasarkan dari pengamatan warna air pada P3 yang masih berwana coklat hingga akhir pengamatan, yang menandakan masih banyaknya bakteri tersuspensi dalam air untuk mengurai bahan organik dari air leri. Berdasarkan hasil penelitian Burford et all.,(2014) memperoleh total bakteri di tambak dari air berkisar 5.06 x 107 sel/ml dan 27 – 51% dari bakteri akan berasosiasi menjadi flok. Total bakteri yang diperoleh dari hasil penelitian lebih tinggi dibandingakan hasil penelitian yang dilakukan pada tambak, pada P2 total bakteri mencapai 8,28 log CFU/ml (TSA), 8,28 (1/20 PYBG), sedangkan pada P3 8,38 log CFU/ml (TSA), 8,27 (1/20 PYBG). Total bakteri yang diperoleh dari penelitian di tambak sudah dapat membentuk bioflok, sehingga dengan total bakteri yang lebih tinggi pada hasil penelitian dapat dianggap bahwa total bakteri dari perlakuan air leri sudah dapat memenuhi untuk terbentuknya bioflok. Pada sampel flok yang diperoleh P3 memiliki total bakteri tertinggi yaitu 760 log cfu/g pada media TSA dan 6,72 pada media 1/20 PYBG. Sedangkan P2 7.16 log cfu/g pada media TSA dan 6,48 log cfu/g pada media 1/20 PYBG. Tabel 1. Kualitas air selama pembentukan bioflok Parameter Kisaran selama Satuan Penelitian DO 2,68-7,13 mg/l pH 4,5-7,5. o Suhu 25-29 C Parameter kualitas air selama penelitian masih sesuai untuk pertumbuhan bakteri, kecuali DO yang sempat mengalami penurunan. Pada proses pembentukan bioflok bakteri dibutuhkan oksigen untuk penguraian. Sudaryono (2010) oksigen pada pembentukan bioflok sebaiknya >4 mg/l. Konsentrasi DO pada saat penelitian sempat berada di bawah 4 ISSN : 2460-9226 mg/l, dikarenakan pada hari itu kemungkinan aktivitas bakteri semakin meningkat untuk mengurai bahan organik, namun disaat itu juga penggunaan aerasi di laboratorium juga semakin banyak, yang mengakibatkan kemampuan blower semakin menurun. Sehingga untuk mengatasinya dilakukan penambahan aerator. Setelah digunakan aerator konsentrasi DO terus meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan bakteri. b) Total Amonia Nitrogen Berdasarkan hasill penelitian dapat dilihat pada grafik kandungan TAN pada P1 terlihat cenderung pada konsentrasi 0 mg/l, berbeda dengan yang terlihat pada P2 dan P3 yang terlihat mengalami peningkatan dan penurunan. Selama proses pembentukan bioflok pada perlakuan P2 dan P3 diduga terjadi proses penyerapan senyawa nitrogen oleh bakteri (imobilisasi), dan juga pelepasan senyawa nitrogen karena proses penguraian (mineralisasi) yang mengakibatkan perubahan konsentrasi TAN. Kedua proses tersebut dilakukan bakteri untuk memperoleh nutrien. Proses imobilisasi dan mineralisasi terjadi pada bakteri yang mengonsumsi detritus. Jika detritus memiliki kandungan N rendah, mikroorganisme harus mengambil N dari lingkungan, dan apabila kelebihan N akan dilepaskan ke lingkungannya (Robertson and Groffman, 2007). Proses imobilisasi N terlihat pada awal penelitian, dimana kandungan TAN awalnya 1 mg/l pada hari ke-4 mengalami penurunan menjadi 0,5 mg/l, pada saat itu warna air sudah sedikit coklat menandakan bakteri mulai berkembang. Penurunan TAN sepertinya dikarenakan bakteri menyerap nitrogen berupa yang terdapat di air dibandingkan memineralisasi protein sebagai sumber N yang terdapat pada air leri, karena bentuk yang lebih sederhana sehingga langsung diserap oleh bakteri. Kebanyakan bakteri cenderung memanfaakan ammonia dalam bentuk NH4+ daripada NH3 hal tersebut berkaitan dengan fisiologis metabolik bakteri (Sukenda et all., 2006). 68 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. ISSN : 2460-9226 Gambar 4. Grafik total amonia nitrogen pada proses pemebentukan bioflok Sedangkan pada P1 kemungkinan imobilisasi didominasi bakteri nitrifikasi, diduga karena kecil kemungkinan bakteri heterotrof dapat tumbuh pada P1, hal ini berkaitan dengan ketersediaan bahan organik untuk diurai pada P1. Proses mineralisasi unsur nitrogen sudah mulai terlihat pada pengamatan hari ke-10 yang hanya terjadi pada P2 dan P3 yang ditandai dengan meningkatnya kandungan TAN. Pada air leri mengandung karbohidrat serta protein yang banyak terdapat pada pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis (Puspitarini, 2011 dalam Asngad et al., 2013). Pengamatan hari ke-13 aktivitas penguraian semakin berkurang ditandai dengan menurunannya konsentrasi TAN, selain itu juga diduga bersamaan dengan aktivitas bakteri nitrifikasi yang mengubah amonia ke bentuk lain seperti nitrit dan nitrat. Pengamatan hari ke-16 konsentrasi TAN pada P2 mengalami penurunan, dimana bioflok juga sudah sangat jelas terlihat yang terdapat di dasar akuarium. Berbeda dengan P3 yang juga sudah terlihat banyak bioflok tetapi kandungan TAN yang terus meningkat karena masih terjadi proses penguraian. Warna air yang masih keruh diduga karena masih banyak terdapat bakteri tersuspensi untuk mengurai bahan organik terlarut. Proses penguraian akan menghasilkan amonia, sehingga akan berbahaya apabila ikan langsung dimasukan ke dalam media, namun pada saaat penelitian ikan dimasukkan saat konsentrasi sudah dalam batas aman bagi ikan. Konsentrasi TAN pada P2 hari ke-25 kembali mengalami peningkatan namun yang terjadi bukan proses penguraian bahan organik dari air leri melainkan kemungkinan terjadi kematian bakteri. Massa sel mikroorganisme yang mati akan mengalami autolysis sehingga sitoplasmanya keluar dari dalam sel. RNAprotein yang merupakan senyawa yang terkandung dalam sitoplasma diurai oleh mikroorganisme lain yang masih hidup menjadi senyawa yang lebih sederhana kemudian menghasilkan amonia (Khasani, 2007). c) Hubungan Total Amonia Nitrogen dan Total Bakteri Aerob Hasil perolehan total bakteri aerob dan total amonia nitrogen pada proses pembetukan bioflok kemudian dianalisis regresi sederhana, untuk melihat hubungan total bakteri aerob terhadap total amonia nitrogen. Gambar 5. Grafik regresi total bakteri aerob (TSA) dan TAN 69 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. Gambar 6. Grafik regresi total bakteri aerob (1/20 PYBG) dan TAN Berdasarkan analisis regresi antara total bakteri aerob dan TAN pada media TSA diperoleh persamaan Y= 5,5115+0,5746x, yang artinya setiap 1 log CFU/ml bakteri terjadi peningkatan amonia sebesar 6,0861 mg/l. Sedangkan persamaan regresi sederhana dari TAN dan total bakteri aerob pada media 1/20 PYBG diperoleh Y = 4,4177+0,7572, yang artinya setiap 1 log CFU/ml bakteri terjadi peningkatan amonia sebesar 5.1749 mg/l. Nilai koefisien korelasi (r) = 0.0076 pada media TSA, dan r = 0.08675 pada media 1/20 PYBG menujukan bahwa tidak terdapatnya hubungan antara total bakteri aerob pada media TSA maupun dari media 1/20 PYBG dengan TAN. Nila koefisiesn determinasi (R) diperoleh = 0.0046 menunjukan bahwa total bakteri pada media TSA tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai TAN, dimana total bakteri berpengaruh hanya 0.46 % sisanya 99,54% dipengaruhi faktor lain. Begitu juga sama halnya dari media 1/20 PYBG dimana nilai R= 0.0076 menunjukan bahwa total bakteri berpengaruh hanya 0.76 % sisanya 99,24% dipengaruhi faktor lain. Oleh karena itu persamaan regresi yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk memprediksi konsentrasi TAN berdasarkan total bakteri. Aktivitas bakteri heterotroph dan nitrifikasi secara langsung akan mempengaruhi konsentrasi TAN. Faktor yang mengakibatkan total bakteri tidak terdapat hubungan dan pengaruh dengan TAN, diduga karena kedua bakteri tersebut tidak terukur ISSN : 2460-9226 pada media yang digunakan, ataupun dugaan lainnya jumlah total bakteri dari kedua bakteri tersebut dipengaruhi oleh bakteri lain yang juga dapat tumbuh pada kedua media tersebut, mengingat kedua media bukan media selektif yang dikhususkan untuk menumbuhkan bakteri haterotrof dan bakteri nitrifikasi. Selain itu mungkin saja dikarenakan pengukuran bakteri yang terukur merupakan total bakteri yang artinya menghitung semua koloni bakteri tanpa mengetahui jenisnya yang tumbuh baik pada media agar TSA maupun media agar PYBG. Penyebab lainnya mungkin juga dikarenakan alat ukur teskit SERA® ketelitiannya kurang sehingga konsentrasi TAN yang terukur kemungkinan tidak sesuai dengan konsentrasi TAN yang sebenarnya. 2) Daya Dukung Bioflok Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Bioflok biasanya digunakan sebagai pakan tambahan, dimana pada awalnya bakteri memanfaatkan pakan dan bakteri berkembang kemudian membentuk bioflok yang selanjutnya menjadi pakan ikan. Pada penelitian ini bioflok digunakan sebagai satusatunya sumber makanan bagi ikan, untuk mengetahui apakah bioflok yang terbentuk dari sumber karbon air leri cukup untuk mendukung pertumbuhan ikan dilakukan uji anova, namun berdasarkan uji kenormalan Liliefors (Kolmogorov-Smirnov) menunjukan sebaran data tidak normal (P>0.05), maka tidak dapat dilanjutkan ke uji statistic parametric ANOVA yang menyaratan sebaran data normal. Gambar 7. Grafik pertumbuhan panjang ikan nila 69 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. Gamar 8. Grafik pertumbuhan berat ikan nila Berdasarkan grafik terlihat pemberian bioflok tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan berat maupun panjang ikan nila. Ikan nila yang tidak diberi bioflok dan yang diberi bioflok tidak mengalami pertumbuhan panjang dan mengalami penurunan berat. Hasil perhitungan pertumbuhan panjang ikan uji nilai median pada ketiga perlakuan adalah 0, sedangkan nilai median pertumbuhan berat pada P1 = -0.4, P2 = -2.05, P3 = -1,75. Walapun terlihat nilai median tersebut perlakuan yang diberi bioflok terlihat P3 lebih baik dibanding dengan P2, dan P1 terlihat lebih baik dari kedua perlakuan yang diberi bioflok hal ini bukan berati baik karena pada dasarnya semua ikan adalah menyusut atau pertumbuhan beratnya minus. Bioflok umumnya memiliki kandungan nutrisi salah satunya adalah protein. Protein merupakan nutrien yang sangat dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Hasil penelitian yang diperoleh pada benih udang vaname (PL-11) dengan hanya pemberian bioflok padat 3-20% dari bobot udang/hari selama 30 hari, diperoleh pertumbuhan panjang dan berat bagi benih udang vaname (Rulianty et al., 2013). Hasil penelitian diperoleh tidak terdapat pertumbuhan ikan nila yang dipelihara, diduga bahwa bioflok yang diberikan kualitas cukup tapi kuantitas tidak mencukupi, sehingga terjadi penurunan pertumbuhan ikan. Oleh karena itu agar kuantitas terpenuhi mungkin perlu dilakukan pemberian bioflok secara terus-menerus. Kualitas air selama pemeliharaan masih sesuai untuk pemeliharaan ikan nila. ISSN : 2460-9226 Tabel 2. Kualitas air selama pemeliharaan ikan nila Parameter Kisaran selama Satuan penelitian DO 4-7 mg/l mg/l pH 6-7 o Suhu 24-28 C Amonia 0-0057 mg/l 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Pertumbuhan total bakteri aerob terus mengalami penurunan seiring dengan terbentuknya bioflok. Total bakteri pada air terendah diperoleh P2 (50% air leri) saat bioflok sudah terlihat jelas terbentuk secara visual. P3 (100% air leri) memiliki total bakteri pada flok tertinggi yaitu 760 log cfu/g pada media TSA, dan 6,72 pada media 1/20 PYBG. 2. Perubahan TAN pada perlakuan air leri dipengaruhi oleh aktivitas mineralisasi dan imobilisasi bakteri. Konsentrasi TAN pada P2 menurun saat bioflok sudah terlihat jelas terbentuk secara visual. Total bakteri tidak memiliki korelasi yang erat terhadap perubahan TAN, dengan nilai r = 0.0076 pada media TSA, dan nilai r = 0,08675 pada media PYBG. 3. Pemberian bioflok yang hanya diberikan 1 kali diawal penelitian dan tanpa pemberian pakan tambahan selama 15 hari pemeliharaan ternyata tidak dapat mendukung pertumbuhan ikan nila : tidak terlihat pertumbuhan panjang yang berati, dan ikan cenderung mengurus. DAFTAR PUSTAKA APHA. 1998. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater American Public Health Association, Washington.-hlm. Asaduzzaman, M., M. A. Wahab, M. C. J. Verdegem, S. Huque, M. A. Salam, and M. E. Azim. 2008. C/N Ratio Control and 70 J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016. Substrate Addition for Periphyton Development Jointly Enhance Freshwater Prawn Macrobrachium rosenbergii Production in Ponds. Aquaculture (280) 117–123. Asngad, A., P. Astuti dan I. K. Rahmawati. 2013. Pemanfaatan Limbah Air Cucian Beras Ir-36 Dan Ir-64 (Air Leri) Untuk Pembuaatan Sirup Melalui Proses Fermentasi Dengan Penambahan Bunga Rosella Sebagai Pewarna Alami. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi Fkip Uns. Azim M. E., and D. C. Little. 2008. The biofloc technology (BFT) in indoor tanks: water quality, biofloc composition, and growth and welfare of Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture (283) 29-35. Burford, M. A., P. J. Thompson, R. P. Mclntosh, R. H. Bauman, and D. C. Pearson. 2014. The contribution of flocculated material to shrimp (Litopenaeus vannamei) nutrition in a high-intensity, zero exchange system. Aquaculture vol. 232. Chamberlain, G., Y. Avnimelech, R. P. McIntosh, and M. Valasco. 2001. Advantages of Aerated Microbial Reuse Systems With Balanced C:N. The Advocate. p. 50-54. Advantages of Aerated Microbial Reuse Systems With Balanced C:N. Practical Applications. The Advocate. October 2001. 51-54. Crab, R., B. Chielens, M. Wille, P. Bossier, and W. Verstraete. 2010. The effect of different carbon source on the nutritional value of biofloc, a feed for Machrobrachium rosenbergii postlarvae. Aquaculture Researce (41) 559- 567. Effendie, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor Hargreaves, J. A. 2013. Biofloc Production Systems for Aquaculture. Southern Regional Aquaculture Center Publication no.4503. Khasani, I. 2007. Aplikasi Probiotik Menuju Sistem Budidaya Perikanan Berkelanjutan. Media Akuakultur (2) Puspitarini, dan Margaret. 2011. Air cucian Beras Bisa Tumbuhkan Tanaman. tersedia: http://kampus.okezone.com/read/2011/10/ 18/372/517127/air-cucian-beras-bisa- ISSN : 2460-9226 suburkan - tanaman. diakses pada tanggal 22 november 2012. Putra, S.J. W., M. Nitisupardjo, dan N. Widyorini. 2014. Analisis Hubungan Bahan Organik Dengan Total Bakteri Pada Tambak Udang Intensif Sistem Semibioflok di BBPBAP Jepara. Diponegoro Journal of Maquares (3) 121-129. Robertson, G.P., and P. M. Groffman. 2007. Nitrogen Transformations. E.A. Paul, ed. Soil Microbiology, Biochemistry, and Ecology. Springer, New York, New York, USA. 341364. Rohmana, D. 2009. Konversi Limbah Budidaya Ikan Lele, Clarias Sp. Menjadi Biomassa Bakteri Heterotrof Untuk Perbaikan Kualitas Air Dan Makanan Udang Galah Macrobrachium Rosenbergii. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 64 hlm. Rulianty, L., M. Soleh, dan A. Nur. 2013. Pemanfaatan Teknologi Biofloc Dalam Pemeliharaan Benih Bandeng Chanos Chanos F. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. Cetakan ke-1. Sukenda, P., Hadi, dan E. Harris. 2006. Pengaruh Pemberian Sukrosa Sebagai Sumber Karbon Dan Probiotik Terhadap Dinamika Populasi Bakteri Dan Kualitas Air Media Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus Vannamei. Jurnal Akuakultur Indonesia. (2) 179-190. Sudaryono, A. 2010. Rasio C/N Sebagai Pengendali Unsur N Anorganik Dalam Sistem Budidaya Perairan Dengan Teknologi Bioflok (BFT). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponogoro. Semarang, 6 hlm. 71