PERANAN MEDIA DALAM MEMBENTUK SOSIO-KULTUR DAN AGAMA MASYARAKAT (Menggagas Prinsip-prinsip Etis dalam Jurnalistik) Oleh : Mas’udi, S.Fil.I., M.A. Dosen STAIN Kudus Abstrak Peranan media sebagai instrumen komunikasi memberikan sumbangan besar terhadap mobilitas personal bahkan sosial kemasyarakatan. Mustahil dinafikkan bahwa pertumbuhan media masa kini telah membentuk pola pikir masyarakat. Lebih jauh lagi, media telah memberikan warna signifikan terhadap pola-pola keagaman dan keberagamaan dalam kehidupan. Ketergantungan masyarakat kepada media semakin menguat seiring dengan pertumbuhan globalisasi yang tidak mungkin dibendung laju pertumbuhannya. Pertumbuhan pola-pola kehidupan keagamaan dan keberagamaan masyarakat akan menjadi sangat bervariasi beriringan dengan frekuensi pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat akan kehidupannya menjadi sangat bersentuhan dengan dinamika kehidupan yang mengitarinya. Tak pelak lagi, peranan media dalam membentuk sosio-kultur dan agama dalam masyarakat menjadi keniscayaan. Media memberikan input wawasan sosio-kultur dan nilai-nilai keagamaan kepada segenap masyarakat. Eksistensinya seringkali memberikan potret hakiki akan pertumbuhan dinamika kehidupan di antara semua unsur sosial di masyarakat. Beriring dengan pesatnya media, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan kehidupan masyarakat juga akan semakin kompleks. Kompleksitas ini terjadi bersamaan dengan daya terima masyarakat terhadap eksistensi media dalam kehidupan mereka. Pertumbuhan media dari kenyataannya yang sederhana kepada kondisi yang semakin mengglobal menunjuk kepada respon luas masyarakat terhadap realitas sekitar dari pertumbuhan dinamika kehidupannya. Kata Kunci: Media, Komunikasi, Pers, Keagamaan, Keberagamaan AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 211 Mas’udi A. Sekilas Pandang Pertumbuhan Media Menganalisa pertumbuhan media di tengah-tengah kehidupan masyarakat memberikan peran tersendiri dalam melihat peran kehadirannya bagi kehidupan itu sendiri. Hal ini penting dimengerti karena secara eksistensi kedudukan media dan perwujudan dunia komunikasi dalam kehidupan masyarakat adalah dua esensi yang saling berkaitan. Meskipun media lebih menyentuh kepada aspek terluar dan komunikasi berada dalam aspek terdalam, namun keduanya memiliki kemutlakan yang tiada bisa dipisahkan. Media massa mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membangun masyarakat multikultur karena perannya yang sangat potensial untuk mengangkat opini publik sekaligus sebagai wadah berdialog antarlapisan masyarakat. Terkait dengan isu keragaman budaya (multikulturalisme), peran media massa dalam pandangan Tatang Muttaqin (2006:9-11) seperti pisau bermata dua, berperan positif sekaligus juga berperan negatif. Peran positif media massa berupa: (1) kontribusi dalam menyebarluaskan dan memperkuat kesepahaman antarwarga; (2) pemahaman terhadap adanya kemajemukan sehingga melahirkan penghargaan terhadap budaya lain; (3) sebagai ajang publik dalam mengaktualisasikan aspirasi yang beragam; (4) sebagai alat kontrol publik masyarakat dalam mengendalikan seseorang, kelompok, golongan, atau lembaga dari perbutan sewenang-wenang, (5) meningkatkan kesadaran terhadap persoalan sosial, politik, dan lain-lain di lingkungannya. Peran negatif media massa dapat berwujud sebagai berikut: (1) media memiliki dan kekuatan ’penghakiman’ sehingga penyampaian yang stereotype, bias, dan cenderung imaging yang tidak sepenuhnya menggambarkan realitas bisa nampak seperti kebenaran yang terbantahkan; (2) media memiliki kekuatan untuk menganggap biasa suatu tindakan kekerasan. Programprogram yang menampilkan kekerasan yang berbasiskan etnis, bahasa dan budaya dapat mendorong dan memperkuat kebencian etnis dan perilaku rasis; (3) media memiliki kekuatan untuk memprovokasi berkembangnya perasaan kebencian melalui penyebutan pelaku atau korban berdasarkan etnis atau kelompok budaya tertentu; (4) 212 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat pemberitaan yang mereduksi fakta sehingga menghasilkan kenyataan semu (false reality), yang dapat berakibat menguntungkan kepentingan tertentu dan sekaligus merugikan kepentingan pihak lain. Selanjutnya, tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dengan masyarakatnya. Organisasi media massa yang relatif lebih modern dan mapan membuat posisi tawar media massa menjadi lebih dominan dalam mempengaruhi khalayak dibandingkan dengan sebaliknya. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa catatan yang dapat dijadikan rekomendasi untuk mengoptimalkan peran media massa dalam mengembangkan masyarakat multikultur, yaitu melalui pengembangan paradigma civic journalism, atau public journalism, sebagaimana ditawarkan ahli komunikasi Jay Rosen (1998) atau di Indonesia mengemuka konsep jurnalisme makna. Inti paradigma baru pemberitaan media massa adalah selalu mengedepankan kepentingan bersama dalam setiap liputannya, tanpa mengabaikan objektivitas pemberitaan itu sendiri. Berbagai cara yang bisa ditempuh: (1) orientasi pemberitaan media massa lebih ditujukan ke signifikansi peristiwa dibanding popularitas tokohnya; (2) media massa harus menggeser pola berita dari sensasionalitas drama ke utilitas (kemanfaatan) informasi; (3) media massa tidak boleh terpukau oleh ‘peristiwa’, tetapi harus memberi perhatian kepada ‘kejadian’; (4) media massa harus mampu memperkuat visi sosialnya dengan memfasilitasi publik. Untuk kepentingan ini, media massa dituntut memberi akses kontrol intern, dengan melibatkan perlunya pengawasan publik media terhadap yang disajikan; (5) mendorong pandangan kritis terhadap media massa, yang memacu gerakan pemantauan media (media watch) di tengah masyarakat. Selanjutnya, ditilik dari aspek substansi pesan (content), media massa diharapkan dapat berpartisipasi dalam membangun masyarakat multikultur dengan cara sebagai berikut: Pertama, memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai egaliterisme, toleransi dalam pluralisme kepada masyarakat. Mudahnya orang atau kelompok melakukan tindak kekerasan terhadap orang atau kelompok lain, sesungguhnya diawali ketidaksabaran dalam menerima perbedaan- AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 213 Mas’udi perbedaan pandangan ataupun pendapat sosial politik. Demikian pula dengan masih kuatnya sikap-sikap diskriminatif dan rasialisme dalam masyarakat. Hal ini antara lain tidak dapat dilepaskan dari paradigma kehidupan sosial politik masa sebelum reformasi yang sering dianggap mencurigai perbedaan pendapat dalam masyarakat. Media massa dapat berperan dalam memberikan pemahaman terhadap pentingnya membangun proses kompromi dalam kehidupan masyarakat. Setiap sengketa dan perselisihan antara kelompok masyarakat dan negara, maupun antar kelompok-kelompok di dalam masyarakat diharapkan dapat diselesaikan di dalam kerangka proses hukum ataupun mediasi yang bersifat non-kekerasan. Kedua, adanya keperluan menanamkan nilai-nilai solidaritas sosial dalam masyarakat. Perlu ditanamkan bahwa demokrasi bukan hanya soal kebebasan dan persamaan, melainkan juga solidaritas sosial. Demikian yang tercakup dalam semboyan awal demokrasi modern pasca revolusi Perancis (liberte, egalite, freternite). Kepedulian pada masyarakat miskin dan tersisihkan, misalnya merupakan satu bentuk solidaritas sosial yang mendukung demokrasi, karena ikut memberdayakan kekuatan masyarakat sipil. Media massa yang ideal sebaiknya tidak hanya menyediakan halaman ataupun program acara yang hanya berpusat pada aktualitas ataupun menyajikan realitas keseharian, apalagi hanya disajikan dengan kurang memperhatikan nilai-nilai estetika melalui pendekatan yang tidak jarang cenderung dilebih-lebihkan. Ketiga, kemampuan “mengajak tanpa menghakimi” sehingga masyarakat semakin dewasa dan arif dalam menghadapi kemajemukan dalam masyarakat. Dari awal pertumbuhannya, secara niscaya kehidupan manusia dipertemukan dengan komunikasi antar individu ke individu yang lain. Perjumpaan ini secara alamiah akan mengantarkan mereka menggunakan media tertentu guna menjalin komunikasi lintas sosial yang berjalan. Perangkat tersebut tentunya dimulai dari unsur media lunak sampai unsur yang paling kasar. Berdasar kepada kondisi inilah, Fiske menilai bahwa teori komunikasi matematis dari Shannon dan Weaver sangat diterima secara luas sebagai salah satu dasar 214 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat berkembangnya Ilmu Komunikasi. Teori ini adalah contoh yang jelas dari madzhab proses yang memandang komunikasi sebagai transmisi pesan (John Fiske, 2012:9). Dari kata kunci transmisi mulailah berkembangg sebuah hipotesa konseptual bahwa kehadiran media komunikasi adalah fakta dialogis terhadap pola pertumbuhan komunikasi itu sendiri. Lebih jauh lagi Fiske menganalisa bahwa pemikiran Shannon dan Weaver berkembang secara simultan selama Perang Dunia II di dalam Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat dan fokus utama mereka adalah mencari jalan bagaimana agar saluran-saluran komunikasi dapat digunakan seefisien mungkin.bagi mereka saluran utama adalah kabel telepon dan gelombang radio. Mereka memproduksi sebuah teori yang memungkinkan mereka untuk mendekati permasalahan terkait bagaimana mengirimkan informasi dengan jumlah yang maksimal pada saluran yang ada dan bagaimana mengukur kapasitas sebuah saluran untuk membawa informasi. Konsentrasi pada saluran dan kapasitasnya sesuai bagi para akademisi yang memiliki latar belakangg matematika dan mesin, namun mereka juga mengaku bahwa teori mereka dapat diterapkan secara luas pada keseluruhan pertanyaan terkait komunikasi manusia (John Fiske, 2012:9). Pada perkembangannya lebih maju, media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber atau ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu (http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa, diakses tanggal, 6/12/2013). AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 215 Mas’udi Mewadahi kebutuhan masyarakat melalui payung hukum media dan pers, negara mengakomodasinya pada UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia” (http:// id.wikipedia.org/wiki/Media_massa, diakses tanggal, 6/12/2013). B. Islam dan Media Indonesia Dakwah sebagai media pembentuk kepribadian (self personality) dan perilaku (community attitude) umat harus dihadirkan dengan strategi yang berhaluan kepada pengembangan keberagamaan (religiosity) yang progresif. Progresivitas dakwah mustahil diwujudkan tanpa dukungan media dan strategi dakwah yang kompeten. Seiring dengan munculnya ragam media dan strategi dakwah, eksistensi jurnalistik hadir sebagai salah satu media komunikasi produktif. Di samping strategi dakwah yang telah umum common sense dilakukan, kehadiran jurnalistik menjadi media kontemporer yang dapat menyeimbangi perkembangan zaman globalization yang semakin pesat. Kehadiran media jurnalistik dalam dinamika kehidupan manusia menjadi fakta yang tidak terelakkan. Eksistensi jurnalistik sebagai media utama penyajian komunikasi dalam kehidupan umat manusia memiliki peranan yang signifikan. Realita ini dapat dilihat pada pencapaian kemerdekaan Indonesia. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di zaman penjajahan Belanda, beberapa media jurnalistik terbit mengiringi jalannya perjuangan, seperti Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji. Ketajaman eksistensi jurnalistik semakin menguat ketika zaman pendudukan Jepang. Beberapa media jurnalistik yang telah lama hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia dilarang peredarannya. Akan tetapi, pada akhirnya ada lima media yang 216 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia. Zaman Orde Baru pun memberikan potret yang tajam atas peranan media jurnalistik terhadap kebijakan pemerintah. Besarnya ancaman yang dimunculkan oleh eksistensi media jurnalistik mengakibatkan dibredelnya beberapa surat kabar nasional, di antaranya; Harian Indonesia dan Majalah Tempo. Sejarah panjang Agama Islam pun memiliki kesinambungan kuat atas eksistensi jurnalistik. Zaman Nabi Nuh As., adalah potret pertama eksistensi jurnalisme Islam. Untuk mengetahui kondisi air bah di sekeliling perahu, Nabi Nuh As., mengutus seekor Burung Dara guna meneliti keberadaannya. Dari informasi Burung Dara tersebut, disampaikannya berita tentang alam sekitar perahu. Potret jurnalisme zaman Nabi Nuh As., tersebut dijadikan world view eksistensi jurnalistik. Berdasarkan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya, jurnalistik Islam adalah suatu aktivitas yang terdiri dari proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa (berita) ataupun pendapat (ide, gagasan, opini) dengan muatan nilai‑nilai keislaman (kedakwahan) dengan didasarkan pada kaidah‑kaidah jurnalistik/ norma‑norma yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Berpijak kepada eksistensi jurnalistik di atas, secara nyata (de facto) jurnalistik diwujudkan untuk memberikan sumbangan utama atas tatanan informasi kehidupan manusia. Kehadirannya di masyarakat menjadi ruh yang tidak dapat dinisbikan dari dinamika kehidupan. Secara hakiki, pesatnya arus globalisasi (globalization movement) menuntut segenap generasi muda dan tua Indonesia untuk menyongsongnya dengan cakrawala informasi dan teknologi yang semakin luas. Perwujudan ini tidak mungkin dicapai secara sempurna tanpa realisasi sinergis antara semua elemen bangsa. Pada dataran inilah, Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan Sekolahsekolah Menengah dan Atas umumnya memiliki peranan signifikan guna mencetak generasi bangsa yang memiliki kompetensi pada setiap unsur kehidupan berbangsa dan bernegara. Kompetensi yang memuat AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 217 Mas’udi keterampilan sempurna diimbangi dengan penguasaan teknologi, seni, budaya, dan nilai-nilai keberagamaan (tadayyun). Besarnya peranan instansi pendidikan dalam membentuk generasi bangsa yang berwawasan luas, dituntut untuk menyajikan nuansa pembelajaran efektif di tengah-tengah pesatnya laju globalisasi. Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang komunikasi dan informasi (communication and information technology), membuat dunia terasa makin sempit dan nyaris tak ada lagi ruang kosong yang tak terjamah dan tersentuh oleh teropong informasi teknologi (information technology). Kenyataan ini tentu saja menghendaki kehadiran jurnalis‑jurnalis tangguh yang mampu menghadirkan informasi, berita, atau tulisan‑tulisan yang bernuansa keislaman, melalui pemanfaatan dan rekayasa yang baik terhadap berbagai hasil kemajuan teknologi informasi terutama media cetak (buku, majalah, buletin, atau surat kabar) guna mendukung transformasi visi dan misi Islam. Pengenyampingan atas semua persepsi ini dapat menjadikan umat Islam terbawa dalam objek informasi yang bersifat negatif. Di atas semua alasan itulah, upaya‑upaya pemanfaatan teknologi pers dan pematangan kemampuan menulis jurnalis Muslim khususnya dan umat Islam umumnya, dalam rangka dakwah dan transformasi nilai‑nilai ajaran Islam menjadi suatu keharusan. Tuntutan tersebut ditujukan untuk mengantisipasi agar umat tidak melek dan gagap terhadap teknologi informasi (information technology IT). Peranan pers dalam membentuk tatanan kehidupan masyarakat, baik pada skala kolektif dan personal semakin gencar dipublikasikan. Dunia jurnalistik gencar disoroti untuk memberikan proyeksi berita yang berhaluan kepada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Pada konteks inilah, generasi muda bangsa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan semangat para jurnalis muslim yang menjadikan jurnalistik Islam sebagai ideologi dalam profesinya, baik mereka yang bekerja pada media massa umum dan terlebih‑lebih lagi pada media massa Islam. C. Lintas Terbuka Dakwah dalam Analisa Media Dalam pertumbuhan zaman, internet merupakan kebutuhan bagi banyak orang karena dengan internet setiap pribadi mampu 218 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat mengakses dan menemukan segala informasi di seluruh dunia dengan cepat dan mudah. Kebutuhan internet sangat penting sehingga peningkatan jumlah pemakai internet setiap tahun selalu meningkat di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri jumlah pemakai internet selalu meningkat dengan peningkatan yang cukup besar. Saat ini perkembangan internet tidak lagi hanya digunakan untuk mencari data atau informasi yang dibutuhkan, namun bisa juga digunakan sebagai sarana untuk menghancurkan kekuatan musuh. Bahkan awal diciptakannya teknologi jaringan komputer sekitar tahun 1960 dimanfaatkan oleh angkatan bersenjata Amerika untuk mengembangkan senjata nuklir. Amerika khawatir jika negaranya diserang maka komunikasi menjadi lumpuh. Untuk itulah mereka mencoba komunikasi dan menukar informasi melalui jaringan komputer. Dahulu internet hanya dapat digunakan oleh kalangan tertentu dan dengan komponen tertentu saja. Tetapi saat ini orang yang berada di rumah pun bisa terhubung ke internet dengan menggunakan modem dan jaringan telepon. Selain itu, Internet banyak digunakan oleh perusahaan, lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, lembaga militer di seluruh dunia untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Hadirnya akses internet merupakn media yang tak bisa dihindari, karena telah menjadi suatu peradaban baru dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat global. Dengan adanya akses internet, maka sangat banyak informasi yang dapat dan layak diakses oleh masyarakat internasional, baik untuk kepentingan pribadi, pendidikan, bisnis, dan lain-lain. Di banyak tempat munculnya jaringan internet dianggap sebagai sebuah revolusi dalam dunia komunikasi dan informasi. Pada saat pertama kali Internet diperkenalkan oleh para ilmuwan Barat, hampir dari kebanyakan tokoh Islam memandangnya dengan mata curiga dan khawatir akan efek dari temuan teknologì mutakhir tersebut. Mewabahnya racun dunia di tengah-tengah masyarakat muslim, seperti krisis kebudayaan, dekadensi moral, ketidak pedulian terhadap norma-norma agama, dan kriminalitas adalah faktor yang terjadi alasan utama sikap curiga mereka. Setelah beberapa lama kemudian sikap AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 219 Mas’udi curiga dan khawatir mereka menjadi sirna dengan sendirinya, tatkala teknologi internet ternyata juga menyediakan porsi yang cukup bagi aktifitas keagamaan tak terkecuali agama Islam. Pemikir Islam asal Syria Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi berkata: ‘’ Ternyata jaringan internet yang hampir menelan seluruh penjuru dunia adalah merupakan lahan luas yang di situ bertebaran podium-podium yang menyuarakan kepentingan Islam, dengan memperkenalkan, mengajak (dakwah), membela dan memecahkan berbagai problemanya.’’ Dakwah melalui jaringan internet dinilai sangat efektif dan potensial dengan beberapa alasan, di antaranya mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap dengan energi yang relatif terjangkau. Pengguna jasa internet setiap tahunnya meningkat drastis, ini berarti berpengaruh pula pada jumlah penyerap misi dakwah. Dakwah secara etimologi bermakna ‘’ajakan’’ sedangkan dalam terminologi artinya adalah ‘’menggunakan akal fikiran dalam rangka menyelamatkan manusia dari rasa jauh dan lupa terhadap Allah SWT agar menjadi dekat dan ingat, dengan berbagai sarana dan metode.’’ Pada hakikatnya metode dan sarana untuk berdakwah itu sangat banyak dan luas, atau bahkan mungkin tidak akan ada batasnya. Sebab semua yang bisa dikerjakan oleh manusia dan apa yang ada dimuka bumi ini selagi tidak berbenturan dengan syariat Islam maka hal itu boleh dijadikan sebagai metode dan sarana untuk berdakwah (Erni Arie Susanti, “Internet Sebagai Media Dakwah dan Informasi Umat” dalam http://babinrohisnakertrans.org/artikel-islam/internet-sebagaimedia-dakwah-dan-informasi-umat, diakses tanggal, 10/12/2013). Eksistensi dakwah dalam lingkaran studi komunikasi menjadi media yang sangat penting dihadirkan. Kenyataan ini menjadi sangat beralasan karena posisi dakwah dalam dunia komunikasi menjadi dua mata rantai konsepsi yang tiada bisa dipisahkan. Wahidin Saputro (2011:225-226) mencatat bahwa dakwah sebagai proses informasi nilai-nilai keislaman membutuhkan apa yang dinamakan proses pengomunikasian. Kandungan ajaran Islam yang didakwahkan merupakan sekumpulan pesan-pesan yang dikomunikasikan kepada 220 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat manusia. Di sinilah berlaku pola proses dakwah dengan proses komunikasi. Tuntutan akan kenyataan dakwah beriring komunikasi bersandar kepada hakikat ajaran-ajaran keagamaan yang tidak semuanya berupa bentuk keterangan yang gamblang. Kebanyakan pesan keagamaan justru berupa lambang-lambang atau simbol-simbol yang harus diuraikan dan diinterpretasikan agar dapat dipahami oleh manusia. Tujuannya adalah agar peran komunikasi secara umum bagi dakwah sangat dominan. Peran dakwah dalam lintasan komunikasi terlihat memiliki kedudukan penting karena kenyataannya yang berhubungan langsung dengan masalah tabligh. Hal ini dijelaskan oleh M. Sulthon (2003:11) bahwa secara kebahasaan, kata-kata dakwah dan padanannya dalam teks al-Qur’an naskah Usmani, banyak dipakai untuk mengacu pada pengertian tabligh. Hal itu diperkuat lagi dengan beberapa hadis Nabi Muhammad saw., yang berisi anjuran agar umat Islam menjaga lisan, menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain dan anjuran untuk bertutr kata sopan, seperti ayat-ayat berikut: 1. ....... ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...(QS., 2:83). 2. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (si penerima) (QS., 2:263). 3. ....sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu...(QS., 3:159). 4. Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiya...(QS., 4:148). 5. Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia (QS., 17:53). 6. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut (QS., 20:44). 7. Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang yang zalim di antara mereka...(QS., 29:46) AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 221 Mas’udi 8. Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (QS., 25:63). 9. Hai orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apaapa yang tiada kamu kerjakan (QS., 61:2-3). Beberapa ayat al-Qur’an yang termaktub dalam pembahasan di atas menunjuk kepada tuntutan proses tabligh atau penyampaian pesan yang baik kepada setiap individu. Kenyataan ini menyirat kepada tuntutan menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam cakupancakupan kebaikannya. Dalam hal ini, menginduk kepada analisa kajian terhadap makalah yang dibahas, perspektif tentang multikulturalitas penting diketengahkan demi memperjelas kepada setiap pribadi bahwa kebaikan bersama adalah keniscayaan yang harus senantiasa diusung. Seperti halnya dalam dialog lintas agama. Dakwah dengan beraneka ragam medianya harus mampu menjelaskan bahwa kajian tentang toleransi beragama dapat dimulai dari berbagai aspek. Satu titik penting pemrakarsa kajian ini adalah Kementerian Agama. salah satu kementerian di Republik Indonesia yang membidangi dinamika keberagamaan umat menjelaskan pentingnya membangun prinsip-prinsip keselamatan di antara umat beriman. Menyoroti hal ini perlu disebut Prof. Dr. Mukti Ali ketika menjadi Menteri Agama RI periode 1971-1978 telah membentuk Proyek Kerukunan Hidup antar Umat Beragama dengan penyelenggaranya adalah tokohtokoh agama. Departemen Agama (Kementerian Agama sekarang) juga membentuk Wadah Musyawarah antar Umat Beragama yang rutin menyelenggarakan pertemuan bersama. Wadah ini dibentuk bersama-sama dengan Majlis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali-wali Gereja seIndonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi). Mulai momentum ini banyak muncul pewacanaan pluralisme dan inklusivisme yang lebih 222 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat banyak disuarakan oleh kalangan “swasta” (tokoh agama dan LSM) (Tim Penulis Paramadina, 2004:198). D. Tipologi Jurnalis dalam Islam Perwujudan jurnalistik Islam niscaya dilakukan guna membentuk pribadi jurnalis yang berhaluan kepada nilai (personal values); muaddib (pendidik), yaitu melaksanakan fungsi edukasi keislaman bagi umat; musaddid (pelurus informasi), terutama informasi tentang ajaran dan umat Islam serta informasi tentang karya dan prestasi umat Islam; mujaddid (pembaru), yakni penyebar paham pembaruan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformis Islam); muwahhid (pemersatu), yaitu menjadi jembatan yang mampu mempersatukan umat Islam dalam satu fikrah; mujaahid (pejuang), yaitu berjuang untuk membela kepentingan Islam melalui media massa. Dalam rangka mewujudkan semua prinsip tersebut para generasi bangsa ini harus memadukan nilai-nilai islami dengan pengetahuan umum tanpa mengenyampingkan hakikat jurnalistik dengan konsep qaulan sadida, yakni kata‑kata yang benar, baku, dan sesuai kaidah bahasa yang berlaku dan komunikatif; qaulan baliigha, yakni kata‑kata yang tepat sasaran, komunikatif, atau mudah dimengerti; qaulan karima, yakni kata‑kata yang santun, lemah lembut, atau tidak kasar dan tidak vulgar; qaulan ma’rufa, yakni kata‑kata yang baik dan tidak menyinggung perasaan ketika menyampaikan kritik. Terkait dengan hal tersebut, di era global saat ini, membentuk para jurnalis yang berkompetensi tinggi mensyaratkan dukungan manusia berkualitas. Pembentukan kualitas kemanusian dalam lintasan jurnalisme Islam tidak bisa dinafikkan dari pemahaman masing-masing pribadi tentang konsep jurnalis itu sendiri. Masing-masing pribadi niscaya mengerti bahwa konsep-konsep insan jurnalis yang memiliki wawasan keilmuan dan pengetahuan yang luas bersambung kuat dengan pemahaman masing-masing tentang eksistensi komunikasi sebagai naungan jurnalisme. Dalam berbagai kajian komunikasi, komunikator menjadi sumber dan kendali semua aktivitas komunikasi. Karena itu, jika suatu proses komunikasi tidak berhasil dengan baik, maka kesalahan AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 223 Mas’udi utama bersumber dari komunikator, karena komunikatorlah yang tidak memahami penyusunan pesan, memilih media yang tepat, dan mendekati khalayak yang menjadi target sasaran. Sebagai pelaku utama dalam aktivitas komunikasi, komunikator memegang peranan yang penting. Untuk itu, seorang komunikator yang akan bertindak sebagai ujung tombak suatu program harus terampil berkomunikasi, kaya ide, serta penuh daya kreativitas (Hafied Cangara, 2013:108). Berpijak kepada eksistensi komunikasi sebagai tercatat pada bagian pembahasan di atas tampak penjelasan tentang eksistensi jurnalis dalam satuan media dakwah harus dimiliki oleh pribadi-pribadi yang paham dan mengerti tentang semua aspek permasalahan. Secara niscaya, muncullah persepsi bahwa komprehensifitas pengetahuan dari pelaku dakwah harus mutlak dimiliki. Kenyataan ini senada dengan perspektif yang dibangun oleh Wahidin Saputro (2011:262) bahwa setiap muslim yang hendak menyampaikan dakwah, khususnya dai seyogianya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan dakwah, baik kepribadian yang bersifat rohaniah (psikologis) atau kepribadian yang bersifat jasmaniah (fisik). Sosok dai yang memiliki kepribadian sangat tinggi dan tak pernah kering untuk digali dan diteladani adalah kepribadian Rasulullah saw. Potret kepribadian Nabi Muhammad saw., adalah sebuah panduan komunikasi idela karena eksistensi beliau yang memiliki komprehensifitas perilaku dalam dinamika kehidupannya. Kesempurnaan perilaku Rasulullah saw., sebagaimana tergambar dalam pembahasan di atas berhubungan erat dengan syarat-syarat yang harus dilakukan oleh setiap komunikator dalam lintasan komunikasi. Hafied Cangara (2013:108) menjelaskan ada tiga syarat yang harus dipenuhi seorang komunikator, yakni: (1) tingkat kepercayaan orang lain kepada dirinya (kredibilitas), (2) daya tarik (attractive), dan (3) kekuatan (power). Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihankelebihan yang dimiliki seorang komunikator sehingga bisa diterima oleh target sasaran. Hafied Cangara mengilustrasikan Joseph Gobbel, Menteri Propaganda Hitler dalam Perang Dunia II menyatakan bahwa untuk menjadi seorang komunikator yang andal dan efektif harus 224 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat dimiliki kredibilitas yang tinggi di mata pendengar. Kredibilitas menurut Aristoteles bisa diperoleh jika seorang komunikator memiliki ethos, payhos, dan logos. Ethos menunjukkan karakter kepribadian seseorang sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Pathos ialah kekuatan yang dimiliki seorang komunikator dalam mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan logos ialah kekuatan yang dimiliki seorang komunikator melalui argumentasinya. Prinsip-prinsip jurnalis dalam dunia Islam secara niscaya perlu menginduk kepada eksistensi media dalam lintasan dinamikanya. Media massa berperan aktif dan efektif di dalam menyebarluaskan informasi dari suatu kelompok ke kelompok lain, apapun alasan dan kepentingannya. Oleh sebab itu, peranan media massa dalam membawa arah bagi perubahan masyarakat tidak bisa diabaikan. Apakah perubahan sosial masyarakat itu diharapkan atau tidak, cepat atau lambatkah perubahan tersebut, bergantung pada spirit yang dikandung oleh masyarakatnya, leader (elit) yang hadir di tengahtengah masyarakat tersebut, serta sarana yang digunakan di dalam prosesnya. Dampak yang terjadi akibat dari peran media ini adalah: 1. Peranan media massa saat ini mengalami perkembangan yang sangat cepat melampaui perkembangan mentalitas sebagian masyarakat, sehingga tidaklah mengherankan bila ada suatu komunitas masyarakat yang kurang siap meghadapi hadapi perkembangan tersebut dan mengakibatkan terjadinya krisis nilai dan norma di dalam masyarakat tersebut. Dan masyarakat menganggap perkembangan itu adalah modernisasi yang harus diikuti. 2. Efektifitas media massa dalam proses perubahan sosial, meskipun perubahan tersebut tidak diinginkan suatu kelompok masyarakat, mampu menembus ruang dan sekat-sekat yang dibangun oleh masyarakat tadi terutama di era globalisasi ini. Media massa bagaikan mahluk ghaib yang tidak bisa dikerangkeng oleh ruang dan waktu, sehingga bisa bergerak leluasa untuk menginformasikan berbagai hal yang pada akhirnya mampu membuat mentalitas (idea) dan perilaku masyarakat terpengaruh, dan ujungujungnya perubahan sosial tidak bisa dielakkan lagi. Semoga saja mahluk yang namanya AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 225 Mas’udi media massa ini berada ditangan-tangan orang-orang suci yang akan mampu membawa perubahan ke arah lebih baik sesuai dengan ajaran agama (Rini, “Peran Media Massa dalam Mendorong Perubahan Sosial Masyarakat” dalam Ilmiah, Volume III. No.3, 2011). E. Menganalisa Multikulturalitas Keberagamaan Masyarakat melalui Media Tatang Muttaqin (2006:2) menjelaskan bahwa keanekaragaman masyarakat Indonesia merupakan realitas obyektif yang tidak dapat dipungkiri, sunatullah. Keanekaragaman masyarakat dan budaya Indonesia tercermin dengan adanya keragaman agama, etnik, bahasa dan budaya, muncul karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu wilayah geografis, latar belakang historis, dan psikologis. Keanekaragaman ini di satu sisi akan memberi warna positif pada sistem nilai budaya bangsa apabila terwujud dalam bentuk interaksi yang saling melengkapi, tetapi di sisi lain dapat menjadi sumber konflik apabila tidak dipahami dengan baik, apalagi menjadikannya sebagai suatu kesatuan/unit dalam berkompetisi untuk memperebutkan sumberdaya ekonomi dan politik. Dengan demikian, kemajemukan masyarakat Indonesia tidak mungkin dinegasikan. Konsepsi Bhinneka Tunggal Ika adalah representasi normatif yang menjadi acuan dalam mengelola kemajemukan sehingga kemajemukan tersebut menjadi kekuatan bangsa. Prinsip-prinsip kebhinnekaan di tengah-tengah masyarakat secara niscaya penting dikumandangkan untuk mewujudkan masyarakat yang mengerti akan kepastian dari perubahan di tingkat sosial. Perubahan sosial merupakan salah satu konsep pembangunan. Perubahan sosial disarikan sebagai perubahan yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk nilai sosial, sikap dan pola perilaku kelompok. Perubahan sosial terjadi karena adanya kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat didorong 226 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat oleh empat faktor yaitu: 1) Urbanisasi, 2) Kemampuan membaca dan menulis, 3) Empati, kemampuan untuk melihat diri-sendiri di dalam situasi orang lain, 4) Partisipasi media dalam perubahan sosial. Keempat faktor ini sekaligus sebagai indikator modernitas masyarakat yang bersangkutan. Dari empat faktor ini, tiga faktor (urbanisasi, kemampuan membaca dan menulis dan empati) berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Sedangkan faktor yang keempat yaitu partisipasi media berasal dari luar diri masyarakat sebagai lembaga dan butuh peran serta media secara nyata. Eksistensi atau keberadaan media di tengah-tengah masyarakat mempunyai peran yang penting. Hal ini dilaksanakan atau dimanifestasikan melalui tulisan atau berita yang berasal dari wartawan., reporter, redaktur, kolumnis, pengamat, pemerhati, sastrawan dan penulis lainnya. Karya-karya dalam media menyoroti berbagai masalah yang menghiasi halaman demi halaman surat kabar, majalah, atau tabloid dalam setiap edisi atau yang disiarkan radio dan TV untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Ataupun media komunikasi yang dapat diakses langsung oleh individu (Rini, “Peran Media Massa dalam Mendorong Perubahan Sosial Masyarakat” dalam Ilmiah, Volume III. No.3, 2011:1). Sebagai catatan lebih terarah, Tatang Muttaqin menjelaskan bahwa media massa dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat. Mengutip pernyataan Ashadi Siregar (2004), Tatang Muttaqin (2006:6-8) memetakan tiga fungsi instrumental media massa, yaitu untuk memenuhi fungsi pragmatis bagi kepentingan pemilik media massa sendiri, bagi kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik dari pihak di luar media massa, atau untuk kepentingan warga masyarakat. Secara konseptual, keberadaan media massa dan masyarakat perlu dilihat secara bertimbal balik. Untuk itu ada 2 pandangan yaitu apakah media massa membentuk (moulder) atau mempengaruhi masyarakat, ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau dipengaruhi oleh realitas masyarakat. Dua landasan ini menjadi titik tolak dari bangunan epistemogis dalam kajian media massa, yang mencakup ranah pengetahuan mengenai hubungan AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 227 Mas’udi antara masyarakat nyata (real) dengan media, antara media dengan masyarakat cyber, dan antara masyarakat real dengan masyarakat cyber secara bertimbal-balik. Menurut Tatang Muttaqin (2006:7) pandangan pertama mengukuhkan bahwa media membentuk masyarakat bertolak dari landasan bersifat pragmatis sosial dengan teori stimulus–respons dalam behaviorisme. Teori media dalam landasan positivisme ini pun tidak bersifat mutlak, konsep mengenai pengaruh media massa terdiri atas 3 varian, pertama: menimbulkan peniruan langsung (copycut), kedua: menyebabkan ketumpulan terhadap norma (desensitisation), dan ketiga: terbebas dari tekanan psikis (catharsis) bagi khalayak media massa. Pandangan kedua menempatkan media sebagai teks yang merepresentasikan makna, baik makna yang berasal dari realitas empiris maupun yang diciptakan oleh media. Dengan demikian realitas media dipandang sebagai bentukan makna yang berasal dari masyarakat, baik karena bersifat imperatif dari faktor-faktor yang berasal dari masyarakat, maupun berasal dari orientasi kultural pelaku media. Dari sini media dilihat pada satu sisi sebagai instrumen dari kekuasaan (ekonomi dan/atau politik) dengan memproduksi kultur dominan untuk pengendalian (dominasi dan hegemoni) masyarakat, dan pada sisi lain dilihat sebagai institusi yang memiliki otonomi dan independensi dalam memproduksi budaya dalam masyarakat. Sejalan dengan perubahan-perubahan politik besar yang terjadi sejak 1999, dan berjalannya konsolidasi demokrasi, maka media massa nasionalpun mengalami perubahan-perubahan besar. Mulai disadari benarnya filosofi dasar bahwa tanpa adanya media massa yang independen dan bebas campur tangan negara, maka tidak ada demokrasi. Oleh karena itulah, UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian ditetapkan untuk menjamin kebebasan dan independensi media massa. Walaupun masih banyak tanda tanya apakah kedua undang-undang ini sudah cukup mampu menjamin pers sebagai kekuatan keempat (fourth estate) dari demokrasi. 228 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat Media massa yang terjamin kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingankepentingan politik tertentu (vested interest), namun demikian precision journalism (berdasarkan investigative reporting), justru dapat menjadi semacam early warning system terhadap ancaman-ancaman laten terhadap negara dan masyarakat, termasuk praktek-praktek yang merongrong kekayaan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Media massa dengan beragam aktivitasnya dapat mencipta suatu tatanan masyarakat baru yang bisa menjadikan masa depan lebih terorientasi kepada kebutuhan bersama. F. Kesimpulan Perbincangan tentang hubungan dakwah dan analisa multikulturalitas dalam kehidupan beragama masyarakat adalah kajian yang seringkali menyita perhatian banyak pemerhati. Lebih jauh lagi, analisa tentang hal ini ketika dipersandingkan dengan eksistensi media dalam pemenuhannya. Media menjadi bagian analisis yang sangat menyentuh untuk dikaji partisipasinya dalam kajian dakwah dan pembentukan multikulturalitas keagamaan masyarakat. Kehadiran media dalam kehidupan masyarakat secara niscaya memberikan arah baru pola pemikiran yang akan dilakukan oleh mereka. Media menjadi satu bahan tidak terpisah dengan eksistensi komunikasi dalam ruang lingkup kajian dakwah. Komunikasi menjadi alasan penting dalam pemenuhan bahasan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Kenyataan ini pun bersinergi kuat dengan perkembangan media dalam mengakomodir semua dinamika pertumbuhan dalam dunia dakwah. Media sebagai salah satu entitas baru dalam kehidupan masyarakat efeknya terkini sangat menjadikan mereka berkontestasi dengan pesatnya globalisasi. Dunia dakwah dengan perkembangan media kontemporer yang semakin pesat telah membuka pemahaman baru para aktivis muslim bahwa keberadaannya dalam memberikan kontribusi yang sangat menguntungkan. Meskipun pada sisi lain kehadiran media kadangkala AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 229 Mas’udi diafiliasikan dengan aspek-aspek negatif kehidupan namun kenyataannya tidaklah menyudutkan pertumbuhan dunia dakwah kontemporer yang semakin dipertentangkan dan diperbincangkan. Dalam perkembangannya, apapun dampak dari peran media massa, keberadaan media komunikasi ini menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari manusia. Media massa merupakan salah satu bentuk sarana komunikasi yang paling efektif dewasa ini di dalam mensosialisasikan dan mendesiminasikan berbagai informasi ke masyarakat banyak. Media massa (cetak dan elektronik) menjadi salah satu ujung tombak bagi percepatan penyebaran informasi bagi masyarakat, apalagi pada era globalisasi sekarang ini, ketika batasanbatasan dan hambatanhambatan geografis, iklim/cuaca, dan lainlain tidak menjadi penghalang berarti bagi tersebarnya informasi ke khalayak ramai (masyarakat). Kefektifan serta peranannya yang begitu hebat mejadikan media massa menjadi salah satu komponen penting bagi pembentukan kepribadian masyarakat, serta perilaku dan pengalaman kesadaran masyarakat. Oleh karena itu pulalah banyak kelompok masyarakat yang berupaya menjadikan media massa sebagai sarana propaganda ide, cita-cita, nilai dan norma yang mereka ingin bentuk/ciptakan. Tinggal bagaimana pemilik media massa untuk lebih bijaksana dalam menjalankan peran media massa secara nyata. 230 Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013 Peranan Media Dalam Membentuk Sosio-Kultur dan Agama Masyarakat DAFTAR PUSTAKA Nurcholish Madjid, et.al., Fiqh Lintas Agama; Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis. Jakarta: Paramadina Bekerjasama dengan The Asis Foundatianon. 2004. John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, terj., Hapsari Dwiningtyas. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa, 6/12/2013. diakses tanggal, Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013. Wahidin Saputro, Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2011. Rini, “Peran Media Massa dalam Mendorong Perubahan Sosial Masyarakat” dalam Ilmiah, Volume III. No.3, 2011. Muhammad Sulthon, Menjawab Tantangan Zaman; Desain Ilmu Dakwah; Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bekerjasama dengan Walisongo Press, 2003. Erni Arie Susanti, “Internet Sebagai Media Dakwah dan Informasi Umat” dalam http://babinrohisnakertrans.org/artikel-islam/ internet-sebagai-media-dakwah-dan-informasi-umat, diakses tanggal, 10/12/2013 AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 231