1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 19 ayat 1 UUPA disebutkan alasan pentingnya pendaftaran tanah, yaitu untuk memberikan kepastian hukum, karena dari proses pendaftaran tanah akan menghasilkan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Memperoleh sertipikat bukan sekadar fasilitas, tetapi merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh Undang-Undang.Pengaturan pendaftaran tanah ini bukan hanya mewajibkan pemerintah untuk mendaftarkan tanah-tanah yang ada, tetapi juga mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan tanah miliknya. Untuk itu diperlukan kesadaran masing-masing individu akan betapa pentingnya pendaftaran tanah agar dapat tercipta suatu kepastian hukum yang dapat mengantisipasi setiap permasalahan-permasalahan dibidang pertanahan. Dalam rangka memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia maka pemerintah akan melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA, yang menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. 1 1 AP. Parlindungan. Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Mandar Maju. Bandung. 1993.hal. 133. 1 Universitas Sumatera Utara 2 Adapun Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 telah direalisasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1961 yang kemudian diganti dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 yang berlaku pada tanggal 8 Oktober 1997. Pasal 4 ayat 2 UUPA, menyebutkan bahwa “Hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan PeraturanPeraturan hukum lain yang lebih tinggi.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.2 Ada 3 (tiga) macam perolehan hak atas tanah, yaitu: 1. Hak atas tanah yang diperoleh secara original atau primer, yaitu hak atas tanah yang bersumber pada hak bangsa Indonesia yang diberikan oleh Negara dengan cara memperolehnya melalui permohonan hak (diperoleh untuk pertama kalinya). Macam-macam hak atas tanah ini berupa: Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan; 2. Hak atas tanah Derivatif atau Sekunder, yaitu hak atas tanah yang tidak langsung bersumber kepada hak bangsa Indonesia dan diberikan oleh pemilik tanah dengan cara memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak atas tanah yang termasuk dalam hal ini, yaitu :Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Gadai, Hak Menumpang; 2 Sudikno Mertokusumo I, Hukum dan Politik Agraria, Karunika, Universitas Terbuka, Jakarta, 1988, hal 445. Universitas Sumatera Utara 3 3. Hak jaminan atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang tidak memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya tetapi memberikan wewenang untuk menjual lelang tanah tersebut apabila pemilik tanah tersebut (debitur) melakukan wanprestasi.3 Dalam UUPA dinyatakan bahwa hak atas tanah dapat beralih dan dialihkan dari pemegang haknya kepada pihak lain. Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah dengan cara beralih yaitu berpindahnya hak atas tanah kepada pihak lain karena pemegang haknya meniggal dunia adalah melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak, maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah tersebut.Dalam hal beralih ini, pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.4 Sedangkan bentuk peralihan hak atas tanah dengan cara dialihkan (pemindahan hak) yaitu berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar, pemberian dengan wasiat dan lelang.Dalam hal ini, pihak yang mengalihkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Cara memperoleh hak atas tanah yang dialihkan dan beralih ini termasuk dalam cara perolehan hak atas tanah secara derivatif. 3 Ahmad Farhan, Konversi Hak Atas Tanah, http://leonelaan.blogspot.com/2010/07/konversihak-atas-tanah.html, di akses pada tanggal 17 Maret 2012. 4 Urip Santoso,Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010, hal 301. Universitas Sumatera Utara 4 Macam-macam hakatas tanah menurut pasal 16 juncto Pasal 53 UUPA, hakatas tanah dikelompokkan menjadi : 1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan Undang-Undang yang baru.Macam-macam hak atas tanah adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil; 2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan oleh Undang-Undang, yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan UndangUndang; 3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai (gadai tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (perjanjian bagi hasil), Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.5 Seiring perkembangan zaman, kebutuhan hidup manusia semakin meningkat dan tidak jarang manusia memerlukan modal untuk meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih maju.Pinjaman kredit pada bank merupakan salah satu bantuan modal yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan usaha manusia.Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan atas benda tidak bergerak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Kedua Bab XXI yang disebut dengan Hipotek. Menurut Pasal 1162 BW I yang dimaksud dengan Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak (kepunyaan orang lain), untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Seperti halnya tujuan gadai, pengertian tersebut menunjukkan bahwa tujuan Hipotek adalah juga untuk memberi jaminan kepada kreditur tentang kepastian pembayaran pelunasan atas uang yang 5 PujiWulandari,HukumAgraria,http://www.google.co.id/.FHUKUM_AGRARIA.ppt, di akses pada tanggal 05 Maret 2012. Universitas Sumatera Utara 5 dipinjam debitur sedemikian rupa, bahwa apabila debitur wanprestasi maka bendabenda yang dibebani Hipotek dapat dijual / dilelang dan pendapatan penjualan tersebut dipergunakan untuk membayar hutang yang dijamin dengan Hipotek, kecuali ditetapkan lain oleh Undang-Undang. Dengan demikian perjanjian Hipotek merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokoknya.Selanjutnya di dalam Pasal 1163 ayat (2) BW I diterangkan bahwa karena Hipotek tetap melekat pada bendanya, maka meskipun benda itu kemudian dimiliki oleh orang lain Hipotek tetap melekat atas benda itu (jual beli, pewarisan, hibah dan lainnya tidak menggugurkan Hipotek). Dalam hal ini, menurut St. Remy Sjahdeini, Ketentuan tentang Hipotek tidak sesuai lagi dengan asas-asas hukum tanahnasional d a n d a l a m kenyataannya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dan kemajuan pembangunan ekonomi. Asas-asas Hak Tanggungan yang dimaksud antara lain yaitu: a. Hak Tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan, b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, c. Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, dan juga atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada di kemudian hari; d. Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti.6 Pada tahun 1996 lahir Undang-Undang yang khusus mengatur tentang Hak Tanggungan.Setelah keluar Undang-Undang Hak Tanggungan ini, istilah Hipotek tidak dipergunakan lagi. Istilah Hak Tanggungan diambil dari istilah hukum adat dan 6 Dinda Permata Sari, Prinsip Dasar Hak Tanggungan Hak Atas Tanah, http://www.scribd.com/Prinsip-prinsip-Dasar-Hak-Tanggungan-Atas Tanah, diakses pada tanggal 1 April 2012. Universitas Sumatera Utara 6 istilah Hak Tanggungan mulai dikenal dalam Pasal 51 UUPA yang antara lain menyebutkan bahwa hak tanggungan dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha dalam Pasal 25,33, 39 UUPA yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, menyatakan bahwa “Hak Tanggungan atas tanah, beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”. Hak Tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi, artinya bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya, telah dilunasi sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa elemen pokok, yaitu: 7 1. UUHT adalah hak jaminan dan merupakan realisasi dari Pasal 51 UUPA juncto Pasal 1131 KUHPerdata tentang jaminan umum. Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa, “segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun 7 Mariam Darus Badrulzaman (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman I), Serial Hukum Perdata, Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Graha Kirana Medan Bekerjasama dengan Mandar Maju, Bandung, 2004, hal 15. Universitas Sumatera Utara 7 yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. 2. Objek UUHT adalah hak atas tanah. Ketentuan ini juga merupakan realisasi dari Pasal 25, 33, 39, dan 51 UUPA yang mengatakan bahwa objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda lain (bangunan dan tanaman) yang melekat sebagai satu kesatuan dengan tanah tersebut. 3. Tujuan Hak Tanggungan tidak hanya sekedar melunasi utang yang timbul dari perjanjian pinjam uang, akan tetapi kewajiban memenuhi suatu perikatan. Hal ini mengacu pada pasal 3 UUHT, yang mengemukakan bahwa utang itu dapat terjadi berdasarkan perjanjian lain dari perjanjian pinjam uang. Konsep ini juga dianut oleh KUHPerdata. 4. Kreditur mempunyai kedudukan yang utama (Penjelasan Umum angka 4 UUHT). Maksudnya adalah jika debitur cidera janji (wanprestasi) kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut Ketentuan Peraturan PerundangUndangan dengan hak mendahului dari pada kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut, sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Sebagaimana menurut sifatnya hak atas tanah dapat beralih dan dialihkan, maka dengan meninggalnya pemegang hak atas tanah, hak atas tanah akan beralih demi hukum kepada ahli warisnya. Pewarisan yang dimaksudkan di sini adalah pewarisan hak atas tanah.Dalam praktek disebut pewarisan tanah. Secara yuridis, yang diwariskan adalah hak atastanah bukan tanahnya. Memang benar bahwa tujuan pewarisan hak atas tanah adalah supaya ahli warisnya dapat secara sah menguasai dan menggunakan tanah bersangkutan.Dalam perkembangannya, yang diwariskan tidak hanya berupa hak atas tanah, tetapi juga hak kepemilikannya.8 Dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa 8 Urip Santoso,Op.Cit., hal 397. Universitas Sumatera Utara 8 “…penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Hukum Waris menurut adat merupakan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang di dalamnya mengatur proses beralihnya hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang, baik berupa barang-barang harta benda yang berwujud, maupun yang tidak berwujud pada waktu wafatnya kepada orang lain yang masih hidup. Dalam kehidupan masyarakat yang masih teguh memegang adat istiadat, peralihan hak dan kewajiban tersebut dalam proses peralihannya dan kepada siapa dialihkan, serta kapan dan bagaimana cara pengalihannya diatur berdasarkan Hukum Waris Adat. Hukum Waris Adat dikenal banyak ragam sistem, akan tetapi yang sangat menonjol dikenal di Indonesia ada tiga sistem kekeluargaan , diantaranya:9 1. Sistem Patrilineal/Sifat Ke Bapakan Sistem ini pada dasarnya adalah sistem keturunan yang menarik garis keturunan dimana kedudukan seorang pria lebih menonjol dan hanya menghubungkan dirinya kepada ayah atas ayahnya dan seterusya atau keturunan nenek moyang laki-laki didalam pewarisan.10 2. Sistem Matrilineal /Sifat Ke Ibu-an Sistem ini pada dasarnya adalah sistem keturunan yang menarik garis keturunan dimana kedudukan seorang wanita lebih menonjol dan hanya menghubungkan 9 Eman Supaman, Hukum Waris Indonesia, dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, hal 42. Ibid, hal 44 10 Universitas Sumatera Utara 9 dirinya kepada ibunya dari ibunya ibu sampai wanita yang dianggap nenek moyangnya dimana calon ibunya berasal dari keturunan ibunya di dalam pewarisan.11 3. Sistem Bilateral/ Parental ( Sifat Kebapakan/ Ke Ibu-an) Sistem ini pada dasarnya adalah sistem yang menarik garis keturunan dimana seseorang itu menghubungkan dirinya baik ke garis ayah maupun ke garis ibu, sehingga dalam kekeluargaan. Semacam ini pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu dan pihak ayah di dalam pewarisan.12Pembagian harta waris dapat dilakukan dengan mengikuti hukum adat maupun hukum waris islam. Dengan adanya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka hukum kewarisan Islam menjadi hukum positif di Indonesia, khususnya bagi umat Islam. Dalam perkembangannya, hukum kewarisan Islam sebagai hukum positif diwujudkan dalam bentuk tertulis berupa Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI disebarluaskan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991. Meskipun oleh sebagian pihak KHI ini tidak diakui sebagai hukum Perundang-Undangan (karena memang KHI belum berwujud Undang-Undang, sehingga statusnya masih di bawah Undang-Undang), para pelaksana di Peradilan Agama telah sepakat menjadikannya sebagai pedoman dalam penyelesaian perkara di pengadilan. Di dalam KHI yang memuat tiga buku, Hukum Waris Islam dicantumkan dalam Buku Kedua tentang Hukum Kewarisan. Hukum Kewarisan yang diatur dalam Pasal 171 sampai dengan 193 pada umumnya telah sesuai atau sejalan dengan Hukum Faraidh Islam. Namun 11 12 Hilman Hadikusumo, Hukum Waris Adat, Sinar Grafika, Jakarta, 1998, hal 23 Ibid, hal 24 Universitas Sumatera Utara 10 demikian, ada beberapa pasal krusial yang perlu diperhatikan, yaitu Pasal 173 tentang halangan mewarisi, Pasal 177 tentang kewarisan bapak, Pasal 183 tentang perdamaian dalam pembagian warisan dan Pasal 185 tentang ahli waris pengganti.13 Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang dalam Pasal 19 disebutkan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas suatu tanah, memberikan hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungannya harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961 ini kemudian dicabut dan disempurnakan aturannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ditetapkan pada tanggal 08 Juli 1997. Dalam ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut ditentukan bahwa peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, sehingga berdasarkan pasal ini jelas bahwa hak atas tanah berpindah karena pewarisan setelah dilakukan peralihan haknya dihadapan PPAT.14 Sebagaimana yang telah dijabarkan di atas diketahui bahwa hak atas tanah yang masih dibebani Hak Tanggungan tetap dapat beralih.Hal ini yang membuat peneliti bertanya-tanya bagaimana pengaturan peralihan hak atas tanah yang masih dibebani Hak Tanggungan, bagaimana jika ahli waris menolak warisan. 13 14 Ibid, hal 13 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal 90. Universitas Sumatera Utara 11 Oleh karena itu peneliti merasa mengenai “Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan” sangat menarik untuk dibahas dan dikaji. B. Perumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang permasalahan di atas, maka beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan peralihan hak atas tanah warisan yang sedang dibebani hak tanggungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan PeraturanPeraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah? 2. Bagaimana akibat hukum penolakan ahli waris terhadap warisan hak atas tanah yang sedang dalam pembebanan Hak Tanggungan? 3. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh debitur terkait dengan peralihan hak atas tanah warisan yang masih dibebani Hak Tanggungan? C. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis.15 Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaturan peralihan hak atas tanah warisan yang sedang dibebani Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Uukum Perdata dan 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1998, hal 3. Universitas Sumatera Utara 12 Peraturan-Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 2. Untuk mengetahui akibat hukum penolakan ahli waris terhadap warisan hak atas tanah yang sedang dalam pembebanan Hak Tanggungan. 3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh debitur terkait dengan peralihan hak atas tanah warisan yang masih dibebani Hak Tanggungan. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini kegunaan utama dari penelitian ini diharapkann tercapai, yaitu: 1. Kegunaan secara teoritis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai referensi tambahan pada program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Masih Dibebani Hak Tanggungan. 2. Kegunaan secara praktis. Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin megertahui secara jelas mengenai prosedur hukum praktek pelaksanaan peralihan hak atas tanah akibat pewarisan yang masih dibebani Hak Tanggungan beserta segala konsekwensi hukum yang terkait di dalamnya. Universitas Sumatera Utara 13 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, penelitian mengenai, “Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan”.Pada dasarnya belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, meskipun ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan tersebut sebagai berikut: Peralihan Hutang Yang Dijaminkan Dengan Hak Tanggungan Karena Pewarisan Berdasarkan KUHPerdata Di Kota Medan, oleh Sarjani J.M. Sianturi (0407011060/MKn), dengan pemasalahan: 1. Bagaimanakah peralihan hutang seorang debitur yang telah dibebani Hak Tanggungan kepada ahli warisnya yang tunduk kepada KUHPerdata? 2. Bagaimanakah tata cara pendaftaran peralihan Hak Tanggungan dari pewaris kepada ahli warisnya? 3. Upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan kreditur apabila ahli waris menolak pembayaran pelunasan hutang pewaris? Pada dasarnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti tersebut di atas tidak sama dengan penelitian ini, baik dari segi judul maupun pokok permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Universitas Sumatera Utara 14 F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kelangsungan perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum selain bergantung pada metodologis, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. 16 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan gejala spesifikasi atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus di uji dengan menghadapkannya benarannya. 17 pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.18 Kerangka teori dijadikan pisau analisis dalam penelitian tesis ini memiliki pengertian yaitu merupakan kerangka pemikiran mengenai suatu kasus atau problem yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Penelitian ini berusaha memahami asas-asas hukum yang melekat pada hak atas tanah yang akan dialihkan berdasarkan pewarisan, akan tetapi hak atas tanah yang akan dialihkan masih dibebani Hak Tanggungan. Artinya penelitian ini berusaha memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Perundang-Undangan yang berkaitan dengan masalah hak atas tanah yang akan dialihkan, prosedur pewarisan hak atas tanah tersebut, dan kedudukan Hak Tanggungan yang didasarkan pewarisan. 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996, hal 6. 17 JJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Jilid I, Penyunting M. Hisyam, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996, hal 203. 18 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hal 35. Universitas Sumatera Utara 15 Teori hukum yang dipakai adalah hukum yang berkembang sesuai perkembangan kebutuhan masayarakat.Dimana perubahan masyarakat di bidang hukum tanah dan Hak Tanggungan harus berjalan dengan teratur dan diikuti dengan pembentukan norma-norma sehingga dapat berjalan secara harmonis.19Kerangka teori yang dimaksud adalah pemikiran, pendapat, teori, tesis dari para penulis ilmu hukum, yang dapat dijadikan bahan untuk dibandingkan, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini. Teori Hukum Benda menurut Nin Yasmine Lisasih adalah Peraturan– Peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau barang-barang (zaken) dan Hak Kebendaan (zakelijk recht).Pengertian benda dapat dibedakan menjadi pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pengertian benda dalam arti sempit adalah setiap barang yang dapat dilihat saja (berwujud). Sedangkan pengertian benda dalam arti luas (Pasal 509 KUHPerdata) yaitu tiap barang-barang dan hak-hak yang dapat dikuasai dengan hak milik atau dengan kata lain benda (dalam konteks hukum perdata) adalah segala sesuatu yang dapat diberikan / diletakkan suatu Hak diatasnya, yang paling utama berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum.20 Salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan adalah melalui penyerahan. Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui peralihan berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah, warisan dan sebagainya.Dengan adanya penyerahan maka hak atas suatu benda berpindah kepada siapa benda itu diserahkan. 19 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1997, hal 102. http://ninyasmine.wordpress.com/2011/08/14/teorihukumbenda/, di akses pada tanggal 10 Maret 2012. 20 Universitas Sumatera Utara 16 Dalam menganalisis masalah ini, dibutuhkan pendekatan yang mengisyaratkan terdapatnya kompleksnya masalah dalam masyarakat yaitu proses peralihan hak atas tanah yang dibahas dalam tesis ini. Hal ini dikarenakan melibatkan banyak pihak dalam proses mengurusnya, serta persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Asas-asas Hukum Agraria harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai asas Konstitusional 21 Berdasarkan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa bagi masyarakat Indonesia, hubungan antara manusia dengan tanah tidak dapat dihilangkan oleh siapapun juga, termasuk oleh Negara, ini yang dinamakan sebagai sifat kodrat. Berdasarkan sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dimana hubungan manusia dengan tanah mempunyai sifat kolektif sebagai dwi tunggal. Berdasarkan sila ketiga, Persatuan Indonesia, pada sila ini dapat dirumuskan bahwa hanya orang Indonesia yang dapat mempunyai hubungan dengan tanah di Negara Indonesia.Berdasarkan Sila Keempat, Kerakyatan, mengandung makna tiap-tiap orang Indonesia dalam hubungannya dengan tanah mempunyai hak dan kesempatan yang sama, sehingga pedoman ini mengenai hubungan hak dan kekuasaan. Berdasarkan Sila Kelima, Keadilan Sosial, tiap-tiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama menerima bagian dari manfaat tanah, menurut kepentingan hak hidupnya, bagi diri sendiri dan bagi keluarganya.”22 Pasal 10 ayat (1) UUHT menyatakan bahwa, “Pemberian Hak Tanggungan dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut”.Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan ikutan (accessoir) dari perjanjian pokok, yaitu 21 Mariam Darus Badrulzaman (selanjutnya disebut Mariam Darus Barulzaman II), Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1986, hal 14. 22 Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, PT. Softmedia, Medan, 2009, hal 43. Universitas Sumatera Utara 17 perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijaminkan pelunasannya.Perjanjian utang piutang tersebut dapat dibuat dengan akta dibawah tangan atau dengan akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu.23 Pasal 10 ayat (2) UUHT menyatakan bahwa, perjanjian pemberian Hak Tanggungan merupakan perjanjian kebendaan yang mempunyai karakter berkelanjutan (voortdurende overeenkomst) yang diawali dengan perjanjian pemberian Hak Tanggungan dan berakhir pada saat pendaftaran.Sepanjang pendaftaran belum dilakukan, perjanjian pemberian Hak Tanggungan ini belum merupakan perjanjian kebendaan”.24 Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian pokok. Salah satu perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Kredit yang menimbulkan utang yang dijamin. Dalam butir 8 penjelasan umum UUHT disebutkan oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accesoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. 23 Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanahbeserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah 24 Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik Tanah Negara dan Tanah Pemda (Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia), Mandar Maju, Bandung, 2004, hal. 158. Universitas Sumatera Utara 18 Hak Tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan dan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUHT menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.25 Dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUHT bahwa yang dimaksud dengan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap krediturkreditur lain ialah bahwa jika debitor cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan, dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuanketentuan hukum yang berlaku. Juga dilengkapi dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT ditentukan sebagai berikut : Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT atau title eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT. Obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-Undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya. Asas ini berlaku pula Hipotik yang dikenal dengan asas droit de preference. Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada, Pasal 7 UUHT menetapkan asas bahwa Hak Tanggungan 25 Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Universitas Sumatera Utara 19 tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada. Dengan demikian, Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyjek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga. Berdasarkan asas ini, pemegang Hak Tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapapun benda itu berpindah. Asas ini dikenal sebagai droit de suite seperti halnya dalam Hipotik memberikan sifat kepada Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan (hak yang mutlak) artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut siapapun juga yang menganggu haknya itu. Sifat droit de suite disebut juga zaaksgevolg artinya pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mengikuti obyek Hak Tanggungan meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak lain. Contoh obyek Hak Tanggungan (tanah dan bangunan) telah dijual dan menjadi milik pihak lain, maka kreditur sebagai pemegang jaminan tetap mempunyai hak untuk melakukan eksekusi atas jaminan tersebut jika debitur cidera janji meskipun tanah dan bangunan telah beralih dari milik debitur menjadi milik pihak lain.26 2. Konsepsi Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan konsep khusus yang akan atau ingin diteliti. Hal ini untuk menghindarkan perbedaan pengertian dari istilah yang digunakan (defenisi operasional).Kerangka konsepsi merupakan suatu abstraksi dari suatu penelitian yang bersifat fakta. Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya perbedaan pengertian terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk 26 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : CV. Alfabeta, 2003,hlm 155. Universitas Sumatera Utara 20 mendefenisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang ditetapkan dalam topik, yaitu: a. Peralihan hak atas tanah adalah perubahan status kepemilikan, penguasaan, peruntukan atas tanah yang dilakukan karena terjadinya pewarisan.27 b. Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar.28 c. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Petanahan Nasioal wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.29 d. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.30 e. Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua pihak atau lebih untuk saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.31 f. Ahli waris adalah orang-orang yang berhak atas suatu tanah yang haknya dialihkan akibat pemegang hak terdahulu meninggal dunia.32 27 Boedi Harsano, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003 , hal. 204 28 Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah atau Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2005, hal 30 29 Gunardi dan Markus Gunawan, Kitab Undang-Undang Hukum Kenotariatan Himpunan Peraturan Tentang Kenotariatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 223. 30 Pasal 1 ayat (4) UUHT No.4 Tahun 1996. 31 Abdulkadir Mohammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980, hal 11 Universitas Sumatera Utara 21 G. Metode Penelitian Metode Penelitian berasal dari kata “Metode dan Logos”.Metode yang artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logos yang artinya ilmu atau pengertahuan.Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian adalah suatu keinginan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.33 Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.34 1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian hukum.Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya juga diadakan pelaksanaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan. 35 Untuk tercapainya penelitian ini, sangat 32 Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, Rineka Cipta, Cetakan Ketiga, Jakarta, 2000, hal 6 33 Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal 1. 34 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif- suatu tinjauan singkat, Rajawali Pres, Jakarta, 1985, hal 1. 35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,Op.Cit., hal 43. Universitas Sumatera Utara 22 ditentukan dengan metode yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas. Ditinjau dari segi sifatnya , penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukan komparisi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.36 Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dimana dilakukan pendekatan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dengan mempelajari ketentuan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Metode pendekatan hukum normatif digunakan dengan titik tolak penelitian dan analisis terhadap Peraturan Perundang-Undangan di bidang peralihan hak atas tanah, pewarisan dan Hak Tanggungan. 2. Sumber Data Penelitian Penelitian kajian yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan pengumpulan data primer, data sekunder dan data tersier, yaitu: a. bahan hukum primer yaitu studi kepustakaan, berupa dokumen-dokumen, Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, b. bahan hukum sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui penjelasan mengenai bahan hukum primer (pandangan para ahli hukum), 36 Bambang Sugyjono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raya Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal 38. Universitas Sumatera Utara 23 c. bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data, yaitu studi kepustakaan/studi dokumen dengan menganalisa secara sistematis dokumendokumen yang berhubungan dengan objek yang ditelaah dalam penelitian ini dan didukung oleh wawancara dengan beberapa informan, yaitu pegawai notaris. 3. Analisis Data Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisa data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut. Untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.37 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder, maupun tersier) untuk mengetahui validitasnya, setelah itu, keseluruhan data tersebut akan disistimatisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula, 38 dimana data-data yang diperlukan guna menjawab permasalahan, baik data primer maupun data sekunder, dikumpulkan untuk kemudian diseleksi, dipilah-pilah berdasarkan kualitas dan relevansinya untuk kemudian ditentukan antara data yang penting dan yang tidak penting untuk menjawab permasalahan. Dipilih berdasarkan kualitas kebenaran sesuai materi penelitian, kemudian dikaji melalui pemikiran logis induktif, sehingga menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan serta pemecahan 37 38 Soejono Soekanto, Op.Cit., hal. 251 Bambang Sugyjono, Op.Cit., hal. 106. Universitas Sumatera Utara 24 secara jelas dan lengkap, sehingga hasil analisis diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan.39 Analisa data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif, metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif,40artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistimatis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.41 39 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal 32. Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992, hal 15-20. 41 Bambang Sugyjono, Op.Cit., hal. 107 40 Universitas Sumatera Utara