8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangkit Tegangan Tinggi DC Pembangkit tegangan tinggi DC sangat diperlukan pada riset dibidang fisika terapan dan tes instalasi kabel pada aplikasi industri. Unit pembangkit muatan impulse juga memerlukan tegangan tinggi DC sekitar 5 sampai 200 kV. Normalnya tegangan pembangkit sampai 100 kV, penyearah elektronik digunakan dan arus output kira-kira 100 mA. Penyearah membutuhkan konstruksi khusus untuk katoda dan filament selama medan listrik tinggi dari beberapa kV/cm terjadi diantara anoda dan katoda pada periode non-conduction [9]. Selain aplikasi diatas, tegangan tinggi DC juga bisa digunakan untuk tujuan lain seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tegangan tinggi DC boleh dibangkitkan dengan menggunakan rangkaian multipliers, multipliers transformer bertingkat, electrostatic generator ( Vande Graaff Generator ) dan kumparan induksi [10]. 2.2. Prinsip Tegangan Doubler Gambar 2.1 menampilkan skema setengah gelombang tegangan doubler [11][12]. Pada kenyataannya, doubler yang ditampilkan terbuat dari dua setengah 9 gelombang penyearah tegangan, dimana C1 , D1 membuat satu setengah gelombang penyearah dan C 2 , D2 membuat penyearah yang lainnya. R1 100 C1 5uf TX1 V1 D1 D2 D1N4005 D1N4005 C2 5uf Gambar 2.1. Diagram koneksi setengah gelombang tegangan doubler Skema dari penyerah setengah gelombang ditunjukkan oleh garis arah panah pada Gambar 2.2. Sedangkan garis putus-putus mempresentasikan penyearah setengah gelombang yang lain. Catatan bahwa C 1 dan D 1 bekerja seperti penyearah setengah gelombang. Selama siklus positif dari input pada Gambar 2.2, polaritas yang melalui lilitan sekunder dari transformer ditampilkan. Catatan bahwa puncak dari sekunder adalah negatif. Pada saat itu D 1 dibias maju (katoda negatif sama dengan anoda). C1 TX1 D1 D2 Output C2 Gambar 2.2. Tegangan doubler pada siklus positif 10 Bias maju menyebabkan D 1 berfungsi seperti sakelar tertutup, contohnya rangkaian hubung singkat dan mengijinkan arus mengikuti jalur yang ditunjukkan dengan arah panah. Pada saat itu, C 1 diisi sampai puncak dari tegangan input sebesar 220 volt, dengan polaritas yang ditunjukkan sebagai arah tegangan. Itu artinya bahwa arah tegangan negatif menjadi arah positif. Selama periode ini, ketika siklus masukan adalah negatif, seperti ditampilkan pada Gambar 2.3, polaritas yang melalui transformer sekunder adalah terbalik. Catatan bahwa puncak dari lilitan sekunder sekarang menjadi positif. C1 TX1 D1 D2 C2 OUTPUT Gambar 2.3. Tegangan doubler pada siklus negatif Pada kondisi sekarang D 2 dibias maju dan D 1 dibias mundur. Sebuah rangkaian seri sekarang terdiri dari C 1 ,D 2 ,C 2 dan transformer sekunder. Aliran arus ditunjukkan oleh arah panah seperti pada Gambar 2.3. Tegangan sekunder dari transformer sekarang melalui C1. Hasilnya meningkatnya tegangan 440 volt. Akhirnya efek arah penggandaan tegangan akan menjadi positif ke negatif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 [13]. 11 2.3. Prinsip Tegangan Tripling Gambar 2.4 mengilustrasikan setengah gelombang tegangan triplier [11][12]. R1 100 TX1 R2 C1 C3 100 5uf 5uf V1 D1 D3 D2 D1N4005 D1N4005 D1N4005 C2 5uf Gambar 2.4. Diagram koneksi setengah gelombang tegangan triplier Gambar 2.5 menampilkan skema siklus positif untuk tegangan triplier. Selama periode siklus positif, polaritas yang melewati lilitan sekunder dari transformer seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5. Catatan bahwa puncak dari secondarynya adalah negatif. Pada saat dioda D 3 dibias maju (katoda negatif sama dengan anoda) dan berfungsi seperti saklar tertutup. Dengan ini mengizinkan C 3 diisi sampai teganggan puncak 220 volt dan pada saat yang sama C 1 juga mengisi 220 volt. C1 D2 TX1 D1 R1 C2 Output R2 D3 C3 Gambar 2.5. Tegangan tripler pada siklus positif [11][12] 12 Gambar 2.6 menampilkan periode ketika siklus masukannya negatif. Disini C2 diisi dua kali dari tegangan input atau 440 volt, sebagai hasil tegangan doubling dari transformer dan C 1 . Pada saat itu, C 2 dan C 3 digunakan sebagai perangkat seri dan output tegangan meningkat menjadi 660 volt. R 1 dan R 2 adalah berbanding lurus berdasarkan tegangan yang melalui C 2 dan C 3 [13]. D2 C1 TX1 D1 R1 C2 Output R2 D3 C3 Gambar 2.6. Tegangan tripler pada siklus negative [13] 2.4. Tegangan Multiplier Sementara kita ketahui bahwa fungsi transformer meningkatkan atau menurunkan tegangan. Sedangkan transformer sekunder bisa menyediakan satu atau lebih output tegangan AC yang lebih besar atau kurang dari tegangan input. Ketika tegangan meningkat, arus menurun dan ketika tegangan turun arus meningkat. Ada metode lain untuk meningkatkan tegangan yang dikenal dengan tegangan multiplication. Tegangan multiplier umumnya digunakan untuk meningkatkan tegangan tinggi dimana arus yang rendah dibutuhkan. Pengukuran tegangan output 13 dari sebuah tegangan multiplier bisa beberapa kali lebih besar dari tegangan input. Untuk alasan ini, tegangan multiplier digunakan hanya untuk aplikasi yang khusus dimana bebannya adalah konstan dan mempunyai impedansi tinggi atau dimana stabilitas input tegangan tidak mencapai titik kritis. Tegangan multiplier dapat diklasifikasikan seperti tegangan doubler, tripler dan quadrupler. Klasifikasi tersebut tergantung pada ratio dari tegangan output ke tegangan input. Sebagai contoh, sebuah tegangan multiplier yang meningkatkan tegangan puncak input dua kali disebut voltage doubler gambar yang digunakan untuk penjelasan dari voltage multiplier dalam tesis ini menampilkan sebuah transformer input walaupun untuk beberapa aplikasi sebuah transfomer tidak diperlukan. Input dapat secara langsung dari sumber daya atau saluran tegangan. Tentunya ini tidak memisahkan peralatan dari saluran dan menghasilkan kondisi yang berbahaya. Banyak peralatan militer yang menggunakan transformer untuk mengurangi resiko ini [13]. 2.5. Harmonisa Ada dua jenis beban dalam sistem tenaga listrik yaitu beban linier dan beban non linier. Beban yang menghasilkan bentuk gelombang keluaran dengan arus yang mengalir sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan disebut beban linier, dimana gelombang yang dihasilkan bersih dan tidak terdistorsi. Pada kenyataanya tidak semua beban yang terpasang merupakan beban linier melainkan sebagian besar 14 beban yang terpasang merupakan beban non linier. Pada beban non linier , beban tidak lagi menggambarkan bentuk gelombang arus dan tegangan yang proporsional. Pemakaian beban non linier akan menghasilkan bentuk gelombang arus dan tegangan yang tidak sinusoidal. Sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya gelombang terdistorsi yang akan menghasilkan harmonisa. Perbedaan dari dua bentuk gelombang arus dan tegangan dari beban linier dan beban non linier dapat dilihat pada Gambar 2.7. (a) Beban linier (b) Beban non linier Gambar 2.7. Bentuk gelombang arus dan tegangan [14] 15 2.6. Sumber-Sumber Harmonisa IEC61000 (Standar Internasional Harmonisa) mengidentifikasi sumber utama dari harmonisa pada sistem tenaga adalah meliputi konverter daya, busur peleburan, statik VAR kompensator, inverters, kendali phasa elektronika daya, cycloconverters, power supply DC dan PWM. Beban non linier umumnya merupakan peralatan elektronik yang di dalamnya banyak terdapat komponen semi konduktor seperti switching power supplies, UPS, komputer, printer, LHE, DC drive, AC drive, welding arc, battery charger, dll. Proses kerja peralatan atau beban non linier ini akan menghasilkan gangguan atau distorsi gelombang arus yang tidak sinusoidal. 2.7. Perhitungan Harmonisa Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban non linier atau alat yang mengakibatkan arus tidak sinusoidal. Untuk menentukan besar Total Distortation Harmonic (THD) dari perumusan analisa deret fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu yaitu [15]: ............................. Dimana: 16 ................................... Dimana: Tegangan dan arus RMS dari gelombang sinusoidal yaitu nilai puncak gelombang dibagi dan secara deret fourier untuk tegangan dan arus yaitu: ................................................. .................................................. Total Distortion Harmonisa (THD) untuk tegangan THD untuk arus didefinisikan sebagai nilai RMS harmonisa diatas frekuensi fundamental dibagi dengan nilai RMS fundamentalnya, dengan tegangan DC nya diabaikan. Total Distorsi Harmonisa atau Total Harmonic Distortation (THD) tegangan sebagai berikut: .......................................................... 17 Dengan mengabaikan tegangan dc dan nilai digantikan dengan pada Persamaan (2.5), sehingga THD dapat dituliskan dalam Persamaan berikut: ............................................................. Total Harmonic Distortion (THD) arus sebagai berikut: ........................................................... Dengan mengabaikan arus dc dan nilai digantikan dengan pada Persamaan (2.7), sehingga THD dapat dituliskan dalam Persamaan berikut: ....................................... 2.8. Batasan Harmonisa Untuk mengurangi harmoisa pada suatu sistem secara umum tidaklah harus mengeliminasi semua harmonisa yang ada tetapi cukup dengan mereduksi sebagian harmonisa tersebut sehingga diperoleh nilai dibawah standar yang diizinkan. Hal ini 18 berkaitan dengan analisa secara teknis dan ekonomis dimana dalam mereduksi harmonisa secara teknis dibawah standar yang diizinkan sementara dari sisi ekonomis tidak membutuhkan biaya yang besar. Standar sebagai batasan harmonisa adalah yang dikeluarkan oleh International Electrotechnical Commission (IEC) yang mengatur batasan harmonisa pada beban beban kecil satu phasa ataupun tiga phasa. Untuk beban tersebut umumnya digunakan standar IEC 61000-3-2. Hal ini disebabkan karena belum adanya standar baku yang dihasilkan IEEE. Pada standar IEC 61000-3-2, beban beban kecil tersebut diklasifikasikan dalam kelas A, B, C, dan D, dimana masing-masing kelas mempunyai batasan harmonisa yang berbeda beda yang dijelaskan sebagai berikut [16][17]. 1). Klas A Kelas ini merupakan semua kategori beban termasuk didalamnya peralatan penggerak motor dan semua peralatan 3 phasa yang arusnya tidak lebih dari 16 ampere per phasanya. Semua peralatan yang tidak termasuk dalam 3 kelas yang lain dimasukkan dalam kategori kelas A. Batasan harmonisanya hanya didefinisikan untuk peralatan satu phasa (tegangan kerja 230V)) dan tiga phasa (230/400V) dimana batas arus harmonisanya seperti yang diperlihatkan Tabel 2.1. Tabel 2.1. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas A Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil 19 3 5 7 9 11 13 15≤n≤39 2,30 1,44 0,77 0,40 0,33 0,21 2,25/n Harmonisa Genap 2 4 6 8 ≤ n ≤ 40 1,88 0,43 0,30 1,84/n Sumber: IEC 61000-3-2 2). Kelas B Kelas ini meliputi semua peralatan tool portable yang batasan arus harmonisanya merupakan harga absolut maksimum dengan waktu kerja yang singkat. Batasan harmonisanya diperlihatkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas B Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil 3 3,45 5 1,71 7 1,155 9 0,60 11 0,495 20 13 0,315 3,375/n 15≤n≤39 Harmonisa Genap 2 1,62 4 0,645 6 0,45 2,76/n 8≤n≤40 Sumber: IEC 61000-3-2 3). Kelas C Kelas C termasuk didalamnya semua peralatan penerangan dengan daya input aktifnya lebih dari 25 watt. Batasan arusnya diespresikan dalam bentuk persentase arus fundamental. Persentase arus maksimum yang diperbolehkan untuk masingmasing harmonisa diperlihatkan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas C Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil 21 2 2 3 30xPF rangkaian 5 10 7 7 9 5 11≤n≤39 3 Sumber: IEC 61000-3-2 4) Kelas D Termasuk semua jenis peralatan yang dayanya 600 watt khususnya personal komputer, monitor, TV. Batasan arusnya diekspresikan dalam bentuk mA/W dan dibatasi pada harga absolut yang nilainya diperlihatkan oleh Tabel 2.4. Tabel 2.4 Batas arus harmonisa untuk peralatan kelas D [18]. Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (mA/W) yang diizinkan (A) 75<P<600W P>600W 3 3,4 2,30 5 1,9 1,14 7 1,0 0,77 9 0,5 0,40 11 0,35 0,33 22 13 0,296 15≤n≤39 0,21 3,85/n 2,25/n Sumber: IEC 61000-3-2 Seperti diketahui bahwa hampir semua peralatan elektronik bekerja dengan sumber tegangan arus searah sehingga dalam operasinya dibutuhkan peralatan penyearah dan dihubungkan langsung kesumber tegangan bolak balik. Untuk penyearah yang terdistorsi gelombang arusnya cukup tinggi dan banyak dipakai secara bersamaan dimasukkan dalam katagori kelas D. Sementara untuk penyearah dengan arus yang terdistorsi dapat dimasukkan dalam katagori kelas A. Tabel 2.5. memperlihatkan batas harmonisa untuk kelas A dan kelas D dan penyearah dengan daya 100 Watt. Tabel 2.5 Batas arus harmonisa untuk kelas A dan kelas D [19] Harmonisa ke-n untuk Batas klas A (A) Batas klasD Batas klas D (mA/W) input100W (A) 3 2,30 3,4 0,34 5 1,14 1,9 0,19 7 0,77 1,0 0,10 9 0, 40 0,5 0,05 11 0,33 0,35 0,035 23 0,15x15/n 11≤n≤39 3,85/n 0,38 Sumber: IEC 61000-3-2. 2.9. Filter Harmonisa Tujuan utama dari filter harmonisa adalah untuk mengurangi amplitudo satu frekuensi tertentu dari sebuah tegangan dan arus. Dengan penambahan filter harmonisa pada suatu sistem tenaga listrik yang mengandung sumber-sumber harmonisa maka penyebaran arus harmonisa keseluruh jaringan dapat ditekan sekecil mungkin. Selain itu filter harmonisa pada frekuensi fundamental dapat mengkompensasi daya reaktif dan dipergunakan untuk memperbaiki faktor daya sistem. Banyak sekali cara yang digunakan untuk memperbaiki sistem khususnya meredam harmonisa yang sudah dikembangkan saat ini. Secara garis besar ada beberapa cara untuk meredam harmonisa yang ditimbulkan oleh beban non linier yaitu diantaranya: 1. Penggunaan filter pasif pada tempat yang tepat terutama pada daerah yang dekat dengan sumber pembangkit harmonisa sehingga arus harmonisa terjerat disumber dan mengurangi penyebaran arusnya. 24 2. Penggunaan filter aktif. 3. Kombinasi filter aktif dan pasif. 4. Konverter dengan reaktor antar phasa dan lain-lain. Disamping sistem diatas dapat bertindak sebagai peredam harmonisa tetapi juga dapat memperbaiki faktor daya yang rendah pada sistem. Jika perbaikan faktor daya langsung dipasang kapasitor terhadap sistem yang mengandung harmonisa, maka akan menyebabkan amplitudo pada harmonisa tertentu akan membesar, proses ini menyebabkan terjadinya resonansi antara kapasitor yang dipasang dengan induktor sistem. 2.9.1. Filter pasif Filter pasif dipasang pada sistem dengan tujuan utama untuk meredam harmonik dan tujuan lain yaitu untuk memperbaiki faktor daya, berupa komponen L, C yang dapat ditala untuk satu atau dua frekuensi. Filter dengan penalaan tunggal ditala pada salah satu orde harmonisa (biasanya pada orde harmonisa rendah). Dalam beberapa kasus, reaktor saja tidak akan mampu untuk mengurangi distorsi harmonisa arus ke tingkat yang diinginkan. Dalam kasus ini sangat diperlukan filter yang lebih baik [19]. 25 Gambar 2.8 Filter pasif single tuned [20] Filter pasif terdiri dari kapasitor dan induktor Gambar 2.8 yang dituning pada frekuensi harmonisa tunggal dan mempunyai impedansi sangat rendah. Jika filter harmonik dituning sebagai teknik peredaman harmonisa, maka kita perlu memberikan filter ganda untuk memenuhi batas distorsi yang ditentukan. Saat menggunakan filter harmonisa, selanjutnya kita juga perlu menggambil tindakan pencegahan khusus untuk mencegah interferensi antara filter dan sistem tenaga. Sebuah filter harmonisa dengan impedansi rendah untuk frekuensi harmonisa tentu terlepas dari sumbernya. Oleh karena itu, peredam harmonisa mencoba untuk menyerap semua harmonisa yang mungkin ada dari semua sumber gabungan (beban non linier) pada sistem. Saat filter harmonisa jenis shunt dihubungkan dengan sistem daya, mereka menyebabkan pergeseran frekuensi resonansi alami pada sistem tenaga. Jika frekuensi baru ini di dekat frekuensi harmonisa, maka kemungkinan untuk mengalami suatu kondisi resonansi yang merugikan yang dapat mengakibatkan amplifikasi harmonisa dan kegagalan kapasitor atau induktor. 26 Gambar 2.9. Law pass filter harmonic [19] Low pass filter harmonisa pada Gambar 2.9, sebagai penekanan luas harmonisa, menawarkan pendekatan untuk meredam harmonisa. Filter dituning untuk harmonisa tertentu, filter tersebut menyaring semua frekuensi harmonisa termasuk harmonisa ketiga. Filter tersebut terhubung secara seri dengan beban non linier dengan impedansi seri besar tersambung, karena itu mereka tidak membuat masalah sistem resonansi. Tidak perlu dilakukan tuning terhadap low pass filter. Karena ada impedansi seri yang besar. Sebaliknya mereka dipasok ke drive melalui kapasitor filter. Untuk alasan ini, sangat mudah untuk memprediksi tingkat distorsi yang akan dicapai dan untuk menjamin hasilnya. Sebuah low pass filter dapat dengan mudah menawarkan jaminan tingkat harmonisa arus serendah 8% sampai 12% [19]. 2.9.2. Filter aktif Filter aktif adalah filter harmonisa yang terdiri dari komponen-komponen aktif, seperti inveter yang dikontrol secara khusus dan secara aktif dapat mendeteksi 27 komponen arus harmonisa di jaringan. Dengan cara sederhana yaitu menyuntikkan arus harmonisa yang phasanya dibuat berbeda 180 0 , sehingga saling menghilangkan. Filter aktif juga dapat mengkompensasi faktor daya atau fungsi yang lain. Berbeda dengan filter pasif yang hanya dapat memfilter satu harmonisa pada satu link filter pasif, filter aktif bisa mengkompensasi banyak harmonisa hanya dengan satu link filter aktif. Arus Is yang merupakan arus yang disebabkan oleh beban (beban non linier), dengan menggunakan pendeteksi arus, arus ini dapat dideteksi dan menggunakan transformasi fourier besar dari arus harmonisa diubah kedalam fungsi X(f). Kemudian arus harmonisa ini digeser sebesar 180 0 dan dengan menggunakan inverse transformasi fourier dari arus diubah lagi kedalam fungsi x(t) kemudian menggunakan inverter arus diinjeksikan ke dalam jaringan untuk meminimasi atau menghilangkan harmonisa pada sistem. 2.10. Merancang Single-Tuned Filter Merancang Single Tuned Filter yang terdiri dari hubungan seri komponenkomponen pasif induktor, kapasitor dan tahanan, adalah bagaimana menentukan besarnya komponen-komponen dari filter tersebut [21][22]. Langkah-langkah rancangan Single Tuned Filter adalah: a. Tentukan ukuran kapasitas kapasitor Qc berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya. Daya reaktif kapasitor adalah: 28 ........................ (2.9) Dimana: P = beban (kW) = faktor daya mula-mula sebelum diperbaiki. = faktor daya setelah diperbaiki b. Tentukan Reaktansi Kapasitor: .............................................................................. (2.10) c. Tenukan Kapasitansi dari kapasitor: ............................................................................ (2.11) d. Tentukan Reaktansi Induktif dari Induktor: .............................................................................. (2.12) e. Tentukan Induktansi dari Induktor: ........................................................................... (2.13) f. Tentukan Reaktansi karakteristik dari filter pada orde tuning: .............................................................................. (214) 29 g. Tentukan Tahanan (R): ................................................................................ (2.15) Untuk menentukan kebutuhan daya reaktif dapat digambarkan dalam bentuk segitiga daya seperti pada Gambar 2.10. Gambar 2.10.Vektor segitiga daya dapat menentukan kebutuhan daya reaktif Q [23] Dengan pemasangan kapasitor kebutuhan daya reaktif dapat dihitung untuk memperbaiki faktor daya pada beban. Komponen daya aktif (P) pada dasarnya konstan, daya semu (S) dan daya reaktif (Q) berubah sesuai dengan faktor daya beban. Daya Reaktif (Q) = Daya Aktif (P) x tanφ Dengan merujuk vektor segitiga daya pada Gambar 2.10, maka Daya Reatif pada PF awal yaitu: P x tan .................................................................... (2.16) 30 Daya Reaktif pada PF yang diperbaiki yaitu: P x tan .................................................................... (2.17) Untuk memperbaiki faktor daya rating kapasitor yang diperlukan yaitu: Daya reaktif ΔQ = Atau: ΔQ = .................................................... (2.18) Besar nilai ΔQ yang diperoleh, dapat menentukan nilai reaktansi kapasitif yang besarnya ditentukan berdasarkan Persamaan (2.10) dan besar nilai kapasitansi kapasitor yang dibutuhkan untuk memperbaiki faktor daya pada Persamaan (2.11). 2.11. Faktor Daya Faktor daya biasanya disebut juga dengan Power Factor (PF) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara daya aktif (P) dan daya semu (S) ini merupakan salah satu indikator baik atau buruknya kualitas daya listrik. Faktor daya biasanya dinyatakan dalam bentuk cos φ yang besarya yaitu: .............................................. (2.19) 31 Pada gelombambang sinusoidal dan non sinusoidal kondisi faktor daya sangatlah berbeda. Pada saat kondisi faktor daya sinusoidal, gelombang tegangan dan arus didalam perhitungannya tidak melibatkan frekuensi harmonisa. Sebaliknya pada saat kondisi non sinusoidal didalam perhitungannya akan melibatkan frekuensi harmonisa pada gelombang tegangan dan arus [23]. 2.11.1. Faktor daya pada kondisi tanpa harmonisa Pada saat kondisi gelombang arus sinusoidal (tanpa harmonisa) maka akan terdapat sudut phasa antara tegangan dan arus. Nilai frekuensi fundamental pada faktor daya dapat dihitung dengan menentukan nilai cosinus dari sudut phasanya atau perbandingan antara daya aktif (P) dan daya semu (S). Pada kondisi ini faktor daya dapat disebut dengan displacement power faktor seperti terlihat pada Gambar 2.11 [24]. 32 Gambar 2.11 Sudut phasa gelombang tegangan, arus dan vektor segitiga daya [24] Displacement Power Factor (DPF) dimana vektor segitiga daya merupakan perbandingan antara daya aktif dan daya semu pada frekuensi fundamental yaitu: Dimana: Maka ....................... (2.20) 2.11.2. Faktor daya pada kondisi harmonisa Nilai cosinus dari sudut phasanya tidak dapat didefinisikan sebagai faktor daya pada kondisi gelombang arus non sinusoidal (kondisi harmonisa). True Power Factor merupkan perhitungan faktor daya yang berhubungan dengan jumlah daya aktif pada frekuensi fundamental dan frekuensi harmonisa. True Power Factor merupakan ratio perbandingan total jumlah daya aktif terhadap daya semu ini dapat dilihat pada Gambar 2.12 [25]. pada semua frekuensi 33 Gambar 2.12. Sudut phasa gelombang tegangan dan arus pada kondisi harmonik [25] True Power Factor (TPF) adalah ratio perbandingan total jumlah daya aktif pada semua frekuensi terhadap daya semu yaitu: ......................................... (2.21) ................. (2.22) Hubungan antara DPF dengan TPF dari Persamaan (2.21) dan Persamaan (2.22) adalah: 34 Sehingga: .............................................................. (2.23) Dimana: : Daya rata-rata (watt) : Displacement Power Factor True Power Factor : Total Harmonic Distortion untuk arus (%) : Tegangan RMS pada frekuensi fundamental (Volt) : Arus RMS pada frekuensi fundamental (Ampere) 2.12. Single Tuned Filter Single tuned filter adalah salah satu jenis filter pasif yang terdiri dari komponen-komponen pasif seperti Resistansi (R), Induktok (L) dan Capasitor (C) yang dihubungkan secara seri. Gambar 2.13, merupakan skema dari single tuned filter, dimana filter ini paling banyak digunakan dan lebih efisien dalam sistem tenaga listrik industri yang digunakan untuk mengurangi gangguan harmonisa [26]. 35 R L C Gambar 2.13. Single tuned filter Karakteristik single tuned filter akan mempunyai impedansi yang kecil pada frekuensi resonansi, sehingga arus yang frekuensi sama dengan frekuensi resonansi akan dialirkan melalui filter. Dari Gambar 2.13, besarnya impedansi single tuned filter pada frekuensi fundamental ditunjukkan pada Persamaan 2.24. Z f = R + j ( X L − X C ) …………………………...................(2.24) Sedangkan besarnya impedansi single tuned filter pada frekuensi resonansi dari Persamaan (2.24) menjadi: Z f = R + j (ω r L − 1 ) …………………………................ (2.25) ωr C Jika frekuensi sudut saat resonansi adalah: ω r = 2πf r ................ ..................................................... …..…..(2.26) maka persamaan dari impedansi filter akan menjadi: Z F = R + j (2πf o hr L − 1 ) 2πf o hr C 36 Z F = R + j ( X L hr − Xc ) .......................................................(2.27) hr Nilai reaktansi induktif dan kapasitif saat resonansi akan sama besar maka impendansi filter akan diperoleh: Z F = R ................................................................. (2.28) Dari Persamaan (2.26) terlihat bahwa pada frekuensi resonansi, filter akan mempunyai impedansi yang sangat kecil, lebih kecil dari impedansi beban atau sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisa dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi resonansi akan dialirkan melalui filter dan tidak mengalir ke sistem. Pada dasarnya sebuah single tuned filter dipasang untuk setiap harmonisa yang akan diminimalkan. Besarnya reaktansi (L atau C) bisa ditentukan oleh Quality Factor (Q). Dimana secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif atau reaktansi kapasitif pada frekuensi resonansi dengan tahanan R. Jika nilai Q yang dipilih besar maka nilai R kecil dan kualitas filter semakin bagus karena energi yang dipakai oleh filter semakin kecil yang artinya rugi- rugi panas filter kecil dan nilai Quality Factor berkisar antara 30 < Q < 100 [26]. Pada frekuensi tuning: ωr L = Quality Factor: 1 = X n ...................................................................................(2.29) ωr C 37 Q= Xn ......................................................................................(2.30) R Tahanan induktor akan diperoleh berdasarkan Persamaan (2.29), yaitu: R= Xn ..................................................................................(2.31) Q Pada dasarnya sebuah single tuned filter dipasang untuk setiap harmonisa yang akan diminimalkan. Karakteristik single tuned filter akan mempunyai impedansi yang kecil pada frekuensi resonansi, sehingga arus yang frekuensi sama dengan frekuensi resonansi akan dialirkan melalui filter. Besarnya reaktansi (L atau C) bisa ditentukan oleh Quality Factor (Q). Dimana secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif atau reaktansi kapasitif pada frekuensi resonansi dengan tahananR.