pengaruh tingkat suku bunga sbi, nilai tukar dan - e

advertisement
PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI, NILAI TUKAR DAN JUMLAH UANG
BEREDAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTY DAN
REAL ESTATE DENGAN PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL
Sri Mona Octafia
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh tingkat suku bunga SBI, nilai tukar dan jumlah uang beredar
terhadap indeks harga saham sektor property dan real estate dengan menggunakan Error Correction Model
untuk periode 1998:1 – 2010:12. Hasil dari uji kointegrasi memperlihatkan bahwa terdapat hubungan jangka
panjang atau ekulibrium diantara tingkat suku bunga SBI, nilai tukar, jumlah uang beredar dan indeks harga
saham sektor property dan real estate. Dalam jangka pendek, tingkat suku bunga SBI dan nilai tukar
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor property dan rela estate dan jumlah
uang beredar berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap indeks harga saham sektor property dan real
estate. Dalam jangka panjang, tingkat suku bunga SBI dan jumlah uang beredar berpengaruh positif dan
signifikan terhadap indeks harga saham sektor propety dan real estate, sedangkan nilai tukar berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor property dan real estate.
Kata Kunci: Indeks harga saham sektor property dan real estate, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar, jumlah
uang beredar (M2) dan error correction model.
ABSTRACT
This study aims to verify the impac of interest rate, exchange rate and money supply on the property and real
estate sector composite index by using Error Correction Model (ECM) for 1998:1-2010:12 period. The result
of cointegration test shows that there is a long-term or equilibrium relationship between interest rate,
exchange rate, money supply and property and real estate sector composite index. In the short term, interest
rate and exchange rate to be significant and negative determinant of the property and real estate sector
composite index and money supply not be significant and positive of the property and real estate composite
index. In the long term, interest rate and money supply to be significant and positive determinant of the
property and real estate sector composite index, and exchange rate to be significant and negative
determinant of the property and real estate sector composite index.
Keyword : Property and real estate sector composite index, interest rate, exchange rate, money supply
(M2) and error correction model.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas
perdagangan, kebutuhan untuk memberikan
informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat
mengenai perkembangan bursa juga semakin
meningkat. Salah satu informasi yang diperlukan
tersebut adalah indeks harga saham sebagai
cerminan dari pergerakan harga saham (Indeks
Harga Saham Bursa Efek Indonesia, 2008: 2).
Indeks harga saham dibagi atas delapan macam,
yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),
Indeks Sektoral, Indeks LQ-45, Jakarta Islamic
Index (JII), Indeks Kompas100, Indeks Papan
Utama, Indeks Papan Pengembangan dan indeks
individual.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
salah satu dari indeks sektoral. Semua saham
yang tercatat di BEI diklasifikasikan kedalam
sembilan sektor menurut klasifikasi industri yang
telah ditetapkan BEI, yang diberi nama JASICA
(Jakarta Industrial Clasification). Salah satunya
adalah sektor properti dan real estate, dimana
sektor ini merupakan indikator penting untuk
menganalisis kesehatan ekonomi suatu negara
(Achmad, 2009). Sehingga ketika perekonomian
1
suatu negara dalam kondisi yang sehat maka
kondisi perusahaan di negara tersebut pun dalam
keadaan yang baik. Ketika perusahaan memiliki
profitabilitas yang bagus maka akan banyak
investor membeli saham yang menyebabkan
harga saham perusahaan akan meningkat yang
tercermin dari indeks harga saham gabungan.
Dalam berinvestasi dalam bentuk saham
seorang investor selalu memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi harga saham yang
akan dibelinya (Oksiana, 2007). Faktor-faktor
tersebut adalah risk and return yang harus
dihadapi oleh investor. Return merupakan
sesuatu yang memotivasi investor dalam
melakukan investasi. Sedangkan risiko (risk)
merupakan perbedaan return yang diharapkan
dengan return aktual yang terjadi. Risiko yang
akan dihadapi oleh investor dalam manajemen
modren dibagi atas dua yaitu risiko sistematis
dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis,
merupakan risiko yang berkaitan dengan kondisi
pasar secara keseluruhan. Risiko tidak sistematis,
merupakan risiko yang berkaitan dengan kondisi
perusahaan (Eduardus, 2001: 47). Risiko
sistematis erat kaitannya dengan faktor-faktor
makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, kurs,
pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain.
Tingkat suku bunga merupakan salah satu
faktor makro ekonomi yang mempengaruhi harga
saham (Mohamad,2006:201). Ketika tingkat suku
bunga mengalami peningkatan maka harga saham
akan mengalami penurunan. Begitu juga
sebaliknya ketika tingkat suku bunga mengalami
penurunan maka harga saham akan mengalami
peningkatan. Karena dengan tinggi nya tingkat
suku bunga orang beralih berinvestasi pada
tabungan atau deposito yang mengakibatkan
saham tidak diminati sehingga harga saham pun
akan turun yang terlihat pada indeks harga saham
gabungan.
Nilai tukar (exchange rate) juga
merupakan faktor makro ekonomi lainnya yang
mempengaruhi pergerakan harga saham. Menurut
Eduardus (2001:214) penguatan kurs rupiah
terhadap mata uang asing merupakan sinyal
positif bagi investor. Dimana ketika kurs rupiah
terhadap mata uang asing mengalami penguatan
maka akan banyak investor berinvestasi pada
saham. Hal tersebut dikarenakan penguatan
tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian
dalam keadaan bagus. Sedangkan ketika kurs
rupiah melemah yang berarti mata uang asing
mengalami penguatan maka hal tersebut
mengindikasikan bahwa perekonomian dalam
2
kondisi yang kurang baik sehingga investor pun
akan berpikir dua kali dalam berinvestasi pada
saham karena hal tersebut terkait dengan
keuntungan atau imbal hasil yang akan mereka
dapatkan. Berkurangnya demand akan saham
menyebabkan harga saham menjadi turun.
Jumlah uang beredar (money supply)
merupakan salah satu indikator makro ekonomi
yang bisa mempengaruhi pergerakan harga
saham (Mohamad , 2006: 210). Ketika jumlah
uang yang beredar di masyarakat mengalami
peningkatan maka orang akan cendrung
berinvestasi pada saham, karena dengan itu
mereka akan mendapatkan keuntungan sesuai
yang mereka harapkan. Sedangkan jika mereka
berinvestasi pada bank, maka keuntungan yang
mereka harapkan tidak akan sesuai dengan yang
diinginkan karena pada saat itu suku bunga akan
mengalami penurunan. Jumlah uang beredar yang
digunakan dalam yang digunakan dalam
penelitian ini adalah M2 (uang dalam arti luas).
Model koreksi kesalahan yang dipakai
adalah model Engle Granger Error Correction
Model (EG-ECM), mengansumsikan adaya
keseimbangan (equilibrium) dalam jangka
panjang antara variabel-variabel ekonomi. Dalam
jangka pendek bila pada suatu periode terdapat
ketidakseimbangan (disequilibrium), maka pada
periode berikutnya dalam rentang waktu tertentu
akan terjadi proses koreksi kesalahan sehingga
kembali
kepada
posisi
keseimbangan
(Florentinus, 2008).
Penelitian sejenis telah banyak dilakukan
oleh peneliti terdahulu diantaranya Florentinus
(2008), Achmad (2009), Suramayam (2012) dan
Heru (2008) dengan hasil yang beragam sehingga
menarik peneliti untuk melakukan penelitian ini.
Adapun penelitian menggunakan indeks harga
saham sektor properti dan real estate sebagai
variabel terikat, tingkat suku bunga SBI, nilai
tukar dan jumlah uang beredar sebagai variabel
bebas.
KAJIAN TEORI
Risk and Return
Menurut Eduardus (2001: 47), tujuan
investor
dalam
beirnvestasi
adalah
memaksimalkan return tanpa melupakan faktor
risiko investasi yang harus dihadapinya. Return
merupakan salah satu faktor yang memotivasi
investor berinvestasi dan juga merupakan
imbalan atas keberanian investor menanggung
risiko atas investasi yang dihadapinya.
Sedangkan risiko merupakan kemungkinan
perbedaan antara return aktual yang diterima
dengan return yang diharapkan. Semakin besar
kemungkinan perbedaannya berarti semakin
besar risiko investasi tersebut. Ada beberapa
sumber risiko yang bisa mempengaruhi besarnya
risiko suatu investasi yaitu: (1) risiko suku bunga,
(2) risiko pasar, (3) risiko inflasi, (4) risiko
bisnis, (5) risiko finansial, (6) risiko likuiditas,
(7) risiko nilai tukar mata uang, dan (8) risiko
negara.
Risiko Sistematis
Menurut Suad (2005: 200), risiko
sistematis (systematic risk) merupakan risiko
yang mempengaruhi semua (banyak perusahaan).
Sedangkan menurut Lukas (2003: 44), risiko
sistematis merupakan probabilitas keuntungan
perusahaan berada dibawah keuntungan yang
diharapkan karena adanya faktor-faktor yang
membawa dampak bagi seluruh perusahaan yang
berada dalam suatu perekonomian. Jadi dapat
disimpulkan bahwa risiko sistematis merupakan
risiko yang berkaitan dengan perubahan yang
terjadi dipasar dan mempengaruhi semua
(banyak) perusahaan.
Menurut Bambang dan Cahyani (2009),
faktor fundamental makroekonomi: inflasi,
tingkat bunga, kurs dan pertumbuhan ekonomi
merupakan
faktor-faktor
yang
sangat
diperhatikan oleh para pelaku pasa bursa.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor ini
dapat mengakibatkan perubahan-perubahan di
pasar modal, yaitu meningkat atau menurunnya
harga saham. Volatilitas dari harga-harga saham
di pasar modal dapat berpotensi untuk
meningkatkan atau menurunkan risiko sistematis.
Oleh karena itu, perubahan-perubahan pada
faktor makroekonomi dapat berpotensi untuk
meningkatkan atau menurunkan risiko sistematis.
Tingkat Suku Bunga SBI dan Indek Harga
Saham
Menurut Reilly and Brown (1997) dalam
Achmad (2009) suku bunga adalah harga atas
dana yang dipinjam. Sedangkan menurut Bodie,
Kane & Marcus (2006: 180) mengatakan bahwa
suku bunga merupakan salah satu masukan yang
penting dalam keputusan investasi. Jika suku
bunga turun maka orang akan cendrung memilih
untuk berinvestasi jangak panjang, sedangkan
ketika suku bunga mengalami kenaikan maka
orang akan cendrung menunda melakukan
investasi jangka panjang.
Sedangkan menurut Mohamad (2006:
201), kenaikan tingkat bunga memiliki dampak
negatif terhadap setiap emiten karena akan
meningkatkan beban bunga kredit dan
menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih
akan mengakibatkan laba per saham juga
menurun dan akhirnya akan berakibat turunnya
harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku
bunga akan mendorong investor untuk menjual
saham dan kemudian menabung hasil penjualan
itu dalam deposito.
H1: Tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif
signifikan terhadap indeks harga saham.
Nilai Tukar dan Indeks Harga Saham
Menurut Perry dan Solikin (2003: 69),
nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai
harga yang relatif dari suatu mata uang terhadap
mata uang lainnya. Sedangkan menurut
Samuelson dan Nordhaus (2004: 305), nilai tukar
valuta asing adalah harga satu satuan mata uang
dalam satuan mata uang lain.
Menurut
Eduardus
(2001:
214),
menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang
asing akan menurunkan biaya impor bahan baku
untuk produksi dan akan menurunkan tingkat
suku bunga yang berlaku. Sehingga menguatnya
kurs rupiah terhadap mata uang asing merupakan
sinyal positif bagi para investor. Ketika kurs
dollar mengalami penguatan (peningkatan) maka
pada saat itu kurs rupiah sedang mengalami
penurunan (melemah). Hal tersebut merupakan
sinyal negatif bagi para investor. Berdasarkan
uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesa
kedua.
H2: Nilai tukar (Exchange rate) berpengaruh
negatif signifikan terhadap indeks harga
saham.
Jumlah Uang Beredar dan Indeks Harga
Saham
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:
186), uang adalah segala sesuatu yang berfungsi
sebagai alat tukar yang diterima umum. Uang
juga merupakan alat pembayaran, mata uang dan
cek yang digunakan apablia kita membeli
sesuatu. Namun lebih daripada itu, uang adalah
minyak pelumas yang memudahkan pertukaran.
Apabila setiap orang percaya dan menerima uang
3
sebagai pembayaran untuk barang dan hutang,
maka perdagangan dimudahkan.
Menurut Mohamad (2006: 210), jika
jumlah uang beredar meningkat, maka harga
saham naik. Hal tersebut dikarenakan ketika
jumlah uang beredar meningkat maka orang akan
cendrung melakukan investasi. Ketika para
investor menyimpan uang mereka dalam bentuk
investasi saham maka harga saham perusahaan
pun akan mengalami peningkatan yang
berdampak pada meningkatnya indeks harga
saham (pergerakan harga saham). Berdasarkan
uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesa
ketiga.
H3: Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh
positif signifikan terhadap indeks harga
saham.
harga saham. Indeks-indeks di BEI dihitung
dengan menggunakan metodologi rata-rata
tertimbang berdasarkan jumlah saham tercatat
(nilai pasar) atau Market Value Weighted
Average Index (Indonesia Stock Exchange, 2008:
15).
Menurut Indonesian Stock Exchange
(2008: 3), ada delapan jenis indeks harga saham
yaitu : indeks harga saham gabungan, indeks
sektoral, indeks LQ-45, Jakarta Islamic Indeks,
indeks kompas100, indeks papan utama, indeks
papan pengembangan, dan indeks individual.
Menurut Eduardus (2001: 214), ada beberapa
faktor makro yang mempengaruhi harga saham
yaitu: PDB, Inflasi, suku bunga, kurs rupiah,
anggaran defisit, investasi swasta serta neraca
perdagangan dan pembayaran.
Error Correction Model (ECM)
Menurut Wing (2009: 10.1) apabila data
time series diregresikan, ada kemungkinan tejadi
salah satu dari dua kondisi berikut yaitu: terjadi
kointegrasi atau regresi lancung (spurious
regression). Kointegrasi terjadi apabila variabel
bebas dan variabel terikat sama-sama merupakan
suatu tren (time series), sehingga masing-masing
tidak stasioner. Akan tetapi apabila keduanya di
regresi kombinasi linearnya menjadi stasioner.
Kointegrasi juga dapat menyebabkan terjadinya
regresi lancung. Regresi lancung terjadi apabila
antara variabel bebas dan variabel terikat
sebenarnya tidak memiliki hubungan apa-apa,
sehingga tidak saling mempengaruhi.
Model koreksi kesalahan yang diajukan
oleh Engle-Granger memerlukan dua tahap (two
steps EG). Tahap pertama adalah menghitung
nilai residual dari persamaan regresi awal. Tahap
kedua adalah melakukan analisis regresi dengan
memasukkan residual dari langkah pertama. Oleh
karena itu ECM digunakan untuk mengatasi
terjadinya regresi lancung. Ada tidaknya regresi
lancung (atau regresi yang tidak bermakna) dapat
dilihat dari beberapa karakteristik output analisis.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat sensus, dimana
penelitian ini meneliti seluruh elemen populasi.
Populasi (sampel) dalam penelitian ini adalah
saham-saham yang terdaftar dalam indeks harga
saham sektor property dan real estate dari Januari
1998 sampai Desember 2010 denga total sampel
yaitu 158 bulan pengamatan. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang diperoleh
dari laporan bulanan statistik Bank Indonesia dan
situs
resmi
BI
www.bi.go.id,
www.finance.yahoo.com.
Indeks Harga Saham
Jogianto (2009: 100), menyatakan bahwa
indeks diperlukan sebagai sebuah indikator untuk
mengamati pergerakan harga dari sekuritassekuritas. Indonesia Stock Exchange (2008) juga
menyatakan hal yang sama yaitu indeks harga
saham merupakan salah satu indikator utama
pergerakan
harga
saham.
Maka
dapat
disimpulkan bahwa untuk melihat kinerja suatu
saham bisa diketahui dengan bantuan indeks
4
Definisi
Operasional
dan
Pengukuran
Variabel
Indeks Harga Saham Sektor Property dan Real
Estate
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Indeks Harga Saham Sektor Property dan Real
Estate. Indeks merupakan indikator yang
digunakan dalam melihat pregerakan harga
saham. Indeks harga saham sektor property dan
real estate mencerminkan pergerakan harga
saham pada sektor property dan real estate.
Data nilai Indeks Harga Saham Sektor
Property dan Real Estate yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan data bulanan, yaitu
data bulanan dari periode Januari 1998 sampai
Desember 2010. Data Indeks Harga Saham
Sektor Property dan Real Estate diperoleh dari
indeks harga saham penutupan (closing price)
dari sektor property dan real estate. Satuannya
adalah poin.
Tingkat Suku Bunga SBI
Tingkat suku bunga SBI adalah surat
berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3
bulan). Data yang digunakan untuk menghitung
tingkat suku bunga SBI adalah data bulanan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Tingkat
suku bunga SBI dinyatakan dalam bentuk persen
(%).
Nilai Tukar
Nilai tukar (exchange rate) adalah harga
relatif suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya. Data yang dipakai dalam penelitian ini
adalah kurs tengah (middle rate) antara kurs jual
dan kurs beli mata uang nasional terhadap mata
uang asing yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
pada suatu saat tertentu. Nilai tukar yang
digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap
dollar. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data kurs bulanan dari bulan Januari tahun
1998 sampai bulan Desember 2010 yang
dilaporkan oleh Bank Indonesia.
Jumlah Uang Beredar (M2)
Jumlah uang yang beredar adalah
seberapa banyak uang yang beredar ditangan
masyarakat. M2 merupakan salah satu komponen
dari suplai uang (money supply) dalam arti luas.
M2 terdiri dari aset seperti rekening tabungan
sebagai tambahan koin, uang kertas, dan deposit
yang dapat dicekkan. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data M2 bulanan yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia dari bulan
Januari tahun 1998 sampai Desember 2010.
Satuan dari M2 adalah dalam jutaan rupiah.
Teknik Analisis
Dalam penelitian ini metoda yang
digunakan dalam menganalisis data adalah error
correction model. Persamaan yang digunakan
adalah:
DLogYt
= α0+α1DLogX1+α2DLogX2+α3DLogX3
+α4ECTt+u
Keterangan: Yt Indeks Harga Saham Sektor
Property dan Real Estate, X1 Tingkat Suku
Bunga SBI, X2 Nilai Tukar, X3 Jumlah Uang
Beredar (M2), ECT Error Correction Model, dan
e Kesalahan (Error).
HASIL PENELITIAN
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ini digunakan untuk
memberikan gambaran nilai minimun, maximum,
rata-rata (mean), dan simpangan baku (standart
deviasi) dari variabel-variabel yang diteliti. Hasil
deskriptif dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Statistika Deskriptif
N
IHSG
SBI
Kurs
M2
Min.
Max.
158 20,00
251,82
158
6,20
69,57
158 6.726
12.151
158 92.509 2.417.206
Mean
SDV.
202,60
14,28
9.270
894.505
47,62
16,42
2.385
216.486
Uji Stasioneritas Data dan Integritas Data
Uji stasineritas data pada data keseluruhan
variabel dilakukan dengan menentukan apakah
keseluruhan data pada masing-masing variabel
mengandung pola random walk with drift atau
hanya persamaan random walk.
Tabel 2 Hasil Uji Stasioneritas Data
No
Variabel
Prob.
1
IHS Sektor Property
dan Real Estate
0,0000
2
Tingkat Suku Bunga
SBI
0,0000
3
Nilai Tukar (Kurs)
0,0000
4
M2
0,0000
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
Uji Kointegrasi
Persamaan Model OLS untuk Model Indeks
Harga Saham Sektor Porperty dan Real
Estate dalam jangka panjang
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan
atau mengestimasi residual sehingga bisa
dilakukan uji kointegrasi.
Tabel 3 Hasil Estimasi Model OLS
Variabel
C
LOG(SBI)
LOG(KURS)
LOG(M2)
Coefficient
7,535725
0,201075
-1,332487
0,631320
Prob
0,0019
0,0219
0,0000
0,0000
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
5
Uji Diagnosis
Uji diagnosis dilakukan agar model
penelitian valid dan tidak bias. Asumsi yang
harus dipenuhi adalah data terdistribusi secara
normal, tidak terjadi autokorelasi, dan
heterokedastisitas serta data bersifat linear.
Berdasarkan tabel 3 dapat diperoleh
persamaan indeks harga saham sektor property
dan real estate dalam jangka panjang sebagai
berikut:
(
)= ,
− ,
+ ,
+ ,
∗
∗
(
(
∗
)
)
(
)
Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilakukan dengan
Jarque-Bera Test. Jika nilai J-B < 2 maka data
berdistribusi normal dan jika sebaliknya, apabila
nilai J-B > 2 maka data dikatakan tidak
berdistribusi normal. Selain itu jika probabilitas >
0.05 maka data berdistribusi normal dan jika
sebaliknya, apabila probabilitas < 0.05 maka data
tidak berdistribusi normal.
Uji Kointegrasi
Dari hasil OLS yang sudah BLUE (best
linier un estimation), dapat diperoleh residual dan
setelah itu baru dilakukan uji kointegrasi dengan
cara melakukan uji stasioneritas data terhadap
residual tersebut.
Tabel 4 Hasil Uji Kointegrasi terhadap
Residual
Variable
Prob.
ECT(-1)
0.0018
14
Series: RESID02
Sample 1998M01 2010M12
Observations 156
12
10
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
8
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
6
4
Jarque-Bera 1.419846
Probability
0.491682
2
Error Correction Model (ECM)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh dinamika jangka pendek variabel
tingkat suku bunga SBI, kurs dan jumlah yang
beredar (M2) terhadap indeks harga saham sektor
properti dan real estate dari kondisi
ekuilibriumnya.
0
Coefficient
0.005064
-0.318287
-0.758330
0.008850
-0.055538
Prob.
0.5500
0.0028
0.0000
0.9008
0.0193
6
− ,
∗
∗
∗
(
(− )
)
0.25
0.50
0.75
1.00
Tabel 6 Hasil Uji Autokorelasi
Berdasarkan hasil olahan data diperoleh
persamaan indeks harga saham sektor property
dan real estate dalam jangka pendek sebagai
berikut:
)= ,
− ,
− ,
0.00
Uji Autokorelasi
Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat
adanya hubungan antara data (observasi) satu
dengan data yang lainnya dalam satu variabel.
Setelah dilakukan pengujian awal ternyata data
mengalami autokorelasi, untuk mengatasi gejala
autokorelasi digunakan metode Breusch-Godfrey.
Jika probabilitas > α=5%, berarti tidak ada
autokorelasi. Jika probability ≤ α=5%, berarti
terjadi autokorelasi.
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
(
-0.75 -0.50 -0.25
Gambar 1 Uji Jarque-Bera
Tabel 5 Hasil Estimasi Persamaan Indeks
Harga Saham ECM-EG
Variable
C
DLOG(SBI)
DLOG(KURS)
DLOG(M2)
ECT(-1)
-2.37e-15
-0.001287
0.969785
-0.859093
0.363364
0.160260
2.659846
(
Prob. F(2,148)
0,1415
Prob. Chi-Square (2)
0,1325
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
)
Uji Liniearitas
Untuk mengetahui apakah data bersifat
linear atau tidak digunakan metode Ramsey Test.
Jika probabilitas < 0.05 maka model regresi
liniear ditolak dan sebaliknya, jika probabilitas >
0.05 maka model regresi liniear diterima.
Tabel 7 Hasil Uji Liniearitas
Prob. F(1.149)
0.3798
Prob. Chi-Square (2)
0.3696
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
Uji Heterokedasitas
Untuk
mendeteksi
adanya
gejala
heterokedasitas digunakan metode Park Test.
Apabila ditemukan korelasi yang signifikan (sig
< 0,05) antara absolut residual dengan variabel
independen lainnya, maka terjadi heterokedasitas.
Apabila korelasi tidak signifikan (sig > 0,05)
berarti model bebas heterokedasitas.
Tabel 8 Hasil Uji Heterokedasitas
Variabel
Coefficient
Prob
C
1,657862
0,1346
LOG(SBI)
0,048217
0,2306
LOG(KURS)
-0,219859
0,0983
LOG(M2)
0,027527
0,1493
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test)
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan
proporsi yang diterangkan oleh variabel
independen dalam model terhadap variabel
terikatnya, sisanya dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan dalam model ini,
formulasi model yang keliru dan kesalahan
eksperimen.
Tabel 9 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.285936
0.266894
0.103089
1.594094
134.7913
15.01629
0.000000
Sumber: Hasil regresi panel dalam program
eviews 6 (data diolah tahun 2012)
Hasil tersebut memperlihatkan bahwa nilai
Adjusted R2 yang diperoleh sebesar 0,266894. Ini
berarti bahwa indeks harga saham sektor properti
dan real estate dapat dijelaskan oleh variabel
bebasnya yaitu tingkat suku bunga SBI, nilai
tukar dan M2 sebesar 27%. Sisanya 73%
ditentukan oleh variabel lain yang tidak dianalisis
dalam penelitian ini. Diantarnya faktor mikro
perusahaan atau faktor makro lainnya.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa
terdapat kointegrasi antara variabel tingkat suku
bunga SBI, nilai tukar dan jumlah uang beredar
terhadap indeks harga saham sektor property dan
real estate. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
terjadinya disekuilibrium pada jangka pendek
sehingga ada keseimbangan (equilibrium) pada
jangka panjang. Dimana jika variabel tersebut
berpengaruh signifikan dalam jangka pendek dan
jangka panjang, maka akan terjadi keseimbangan
dalam jangka panjang. Sedangkan jika yang
berpengaruh signifikan hanya dalam jangka
pendek saja, maka variabel tersebut tidak akan
mengalami keseimbangan dalam jangka panjang.
Sebaliknya jika berpengaruh signifikan hanya
dalam jangka panjang, maka akan terjadi
keseimbangan dalam jangka panjang
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap
Indeks Harga Saham Sektor Property dan Real
Estate
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
menggunakan program eviews dapat diketahui
bahwa dalam jangka pendek indeks harga saham
sektor property dan real estate dipengaruhi oleh
tingkat suku bunga SBI. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa terjadi diequilibrium
pada indeks harga saham sektor property dan real
estate yang dipengaruhi oleh tingkat suku bunga
SBI. Koefesien korelasi sebesar -0,3183 artinya
dalam jangka pendek tingkat suku bunga SBI
menurunkan indeks harga saham sektor properti
sebesar -0,3183% setiap kenaikan suku bunga
SBI sebesar 1%.
Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Eduardus (2001: 214) yang
dipakai dalam penelitian ini yang menyatakan
bahwa
tingginya
tingkat
suku
bunga
menyebabkan investor akan menarik investasinya
pada saham dan memindahkannya investasinya
berupa tabungan atau deposito. Karena banyak
nya investor menarik investasinya pada saham
menyebabkan lebih banyak saham yang beredar
di bandingkan yang terjual, sehingga indeks
harga saham akan jatuh yang tercermin pada
indeks harga saham gabungannya.
Hasil penelitian ini relevan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suramayam
(2012) yang menyatakan bahwa Suku Bunga SBI
7
berpengaruh signifikan terhadap indeks harga
saham gabungan. Tingkat suku bunga yang
signifikan disebabkan karena pada kenyataannya
semakin tinggi suku bunga, maka akan
mendorong investor beralih ke tabungan dan
deposito sehingga menjatuhkan harga saham.
Sedangkan dalam jangka panjang, tingkat
suku bunga SBI juga berpengaruh signifikan
terhadap indeks harga saham sektor property dan
real estate dengan koefesien sebesar 0,201075
atau sig = 0,0219 < α = 0,05. Hal ini tidak sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Eduardus
(2001: 214) yang dipakai dalam penelitian ini
yang menyatakan bahwa tingginya tingkat suku
bunga menyebabkan investor akan menarik
investasinya pada saham dan memindahkannya
investasinya berupa tabungan atau deposito.
Karena banyak nya investor menarik investasinya
pada saham menyebabkan lebih banyak saham
yang beredar di bandingkan yang terjual,
sehingga indeks harga saham akan jatuh yang
tercermin pada indeks harga saham gabungannya.
Hal tersebut dikarenakan, ketika tingkat
suku bunga mengalami penurunan, maka
permintaan akan sektor properti seperti
perumahan, kantor-kantor akan mengalami
peningkatan. Meskipun pada awalnya perusahaan
yang bergerak disektor properti mengalami
kerugian tetapi lama kelamaan mereka akan
mengalami keuntungan karena banyaknya
permintaan atas sektor ini. Ketika profitabilitas
mengalami permintaan, maka harga saham
perusahaan pun akan mengalami peningkatan
sehingga investor tetap tertarik melakukan
investasi pada sektor property dan real estate ini.
Sehingga dapat diketahui bahwa terjadi
kointegrasi variabel tingkat suku bunga SBI
terhadap indeks harga saham sektor property dan
real estate. Oleh sebab itu investor tidak perlu
takut untuk berinvestasi pada sektor property dan
real
estate,
karena
meskipun
terjadi
ketidakseimbangan pada suatu periode tertentu,
maka pada periode berikutnya dalam rentang
waktu tertentu akan terjadi proses koreksi
kesalahan sehingga kembali kepada posisi
keseimbangan.
Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Indeks
Harga Saham Sektor Property dan Real Estate
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
program eviews dapat diketahui bahwa dalam
jangka pendek dengan nilai tukar sebesar -0,7583
atau sig = 0,0000 < α = 0,05 indeks harga saham
sektor property dan real estate dipengaruhi oleh
8
nilai tukar. Dimana jika nilai tukar mengalami
peningkatan sebesar satu persen maka indeks
harga saham akan mengalami penurunan sebesar
0,7583 persen.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Eduardus (2001: 214)
yang menyatakan bahwa menguatnya kurs rupiah
merupakan sinyal positif bagi investor. Kurs
yang signifikan disebabkan karena pada
kenyataannya apabila kurs dollar mengalami
peningkatan artinya kondisi perekonomian
sedang dalam keadaan kurang baik, sehingga
para investor takut berinvestasi pada saham.
Karena ketika kurs rupiah mengalami penurunan,
maka keuntungan dari perusahaanpun akan turun
sehingga tingkat keutungan yang disyaratkan
oleh investor tidak sesuai yang mereka harapkan.
Berkurangnya para investor melakukan transaksi
dalam bentuk saham, akan mengakibatkan harga
saham turun. Sebaliknya, apabila kurs dollar
terhadap rupiah melemah maka investor akan
berinvestasi dalam bentuk saham karena pada
saat itu kondisi perekonomian dalam keadaan
bagus.
Selain itu penelitian ini juga sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Florentinus
(2008) yang menyatakan bahwa dalam jangka
pendek maupun jangka panjang kurs berpengaruh
signifikan terhadap indeks harga saham sektor
keuangan.
Sedangkan dalam jangka panjang, kurs
juga berpengaruh negatif signifikan terhadap
indeks harga saham sektor property dan real
estate dengan koefesien sebesar -1,332487 atau
sig = 0,0000 < α = 0,05. Hal ini sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh Eduardus (2001:
214) yang menyatakan bahwa menguatnya kurs
rupiah merupakan sinyal positif bagi investor.
Kurs yang signifikan disebabkan karena pada
kenyataannya apabila kurs dollar mengalami
peningkatan artinya kondisi perekonomian
sedang dalam keadaan kurang baik, sehingga
para investor takut berinvestasi pada saham.
Karena ketika kurs rupiah mengalami penurunan,
maka keuntungan dari perusahaanpun akan turun
sehingga tingkat keutungan yang disyaratkan
oleh investor tidak sesuai yang mereka harapkan.
Berkurangnya para investor melakukan transaksi
dalam bentuk saham, akan mengakibatkan harga
saham turun. Sebaliknya, apabila kurs dollar
terhadap rupiah melemah maka investor akan
berinvestasi dalam bentuk saham karena pada
saat itu kondisi perekonomian dalam keadaan
bagus.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
indeks
harga
saham
akan
mengalami
keseimbangan dalam jangka panjang yang
dipengaruhi oleh kurs. Sehingga investor tidak
perlu takut untuk berinvestasi pada sektor
properti,
karena
meskipun
terjadi
ketidakseimbangan pada suatu periode tertentu,
maka pada periode berikutnya dalam rentang
waktu tertentu akan terjadi proses koreksi
kesalahan sehingga kembali kepada posisi
keseimbangan.
Pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2)
Terhadap Indeks Harga Saham Sektor
Property dan Real Estate
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
menggunakan program eviews dapat diketahui
bahwa dalam jangka pendek, jumlah uang
beredar tidak berpnegaruh terhadap indeks harga
saham sektor property dan real estate. Hal ini
terlihat dari probabilitasnya yang tidak signifikan
atau sig = 0,9008 > α = 0,05, yang berarti
meskipun terjadi kenaikan jumlah uang beredar
sebesar satu persen tidak akan berpengaruh
terhadap peningkatan atau penurunan indeks
harga saham sektor property dan real estate.
Hasil penelitian ini berbeda dengan teori
yang dikemukakan oleh Mohammad (2006: 210)
yang menyatakan bahwa semakin banyak uang
yang beredar ditangan masyarakat maka akan
semakin tinggi harga saham, karena masyarakat
akan mencari cara untuk mengalokasikan dana
mereka. Banyaknya uang yang beredar akan
menyebabkan suku bunga turun, sehingga orang
cendrung tidak memilih investasi dalam
perbankan melainkan dalam bentuk saham.
Hal tersebut dapat disebabkan karena
dalam jangka pendek, masyarakat akan memilih
berinvestasi pada sesuatu yang bisa dicaikan
dengan mudah dan beresiko kecil, seperti barangbarang berharga mudah untuk diuangkan
kembali. Karena dalam jangka pendek,
masyarakat akan lebih memilih memenuhi
kebutuhan mereka terlebih dahulu, sehingga
untuk berinvestasi pada saham yang memiliki
resiko yang cukup besar tidak begitu disukai oleh
msyarakat.
Sedangkan dalam jangka panjang variabel
jumlah uang beredar berpengaruh signifikan
dengan koefesien sebesar 0,631320 atau sig =
0,0000 < α = 0,05. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Mohamad (2006: 210)
yang menyatakan bahwa ketika uang yang
beredar di dalam masyarakat meningkat, maka
orang cendrung berinvestasi pada saham di
bandingkan pada tabungan atau deposito
sehingga permintaan akan saham pun mengalami
peningkatan.
Sehingga dapat diketahui meskipun indeks
harga saham sektor property dan real estate yang
dipengaruhi oleh jumlah uang beredar tidak
berpengaruh dalam jangka pendek, tetapi indeks
harga
saham
akan
tetap
mengalami
keseimbangan dalam jangka panjang. Sehingga
sebelum berinvestasi investor sebaiknya juga
melakukan analisis terhadap perkembangan atau
perubahan jumlah uang beredar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil
penelitian, maka hasil penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut: (1)Tingkat Suku
bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan
dalam jangka pendek terhadap indeks harga
saham sektor property dan real estate dan
berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka
panjang. (2) Nilai tukar rupiah terhadap dollar
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
indeks harga saham sektor property dan real
estate baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. (3)Jumlah Uang Beredar (M2) tidak
berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor
property dan real estate dalam jangka pendek
dan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
indeks harga saham sektor property dan real
estate dalam jangka panjang. (4) Terdapat
kointegrasi antara variabel bebas terhadap
variabel terikat. Sehingga meskipun terjadi
ketidakseimbangan dalam jangka pendek, tetapi
dalam periode yang akan datang akan terjadi
keseimbangan akan variabel terikat tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dikemukakan maka dapat diberikan beberapa
saran sebagai berikut: (1) Penelitian ini hanya
menggunakan tiga variabel bebas dimana ketiga
variabel tersebut adalah faktor makro, sedangkan
harga saham juga dipengaruhi oleh faktor non
makro, sehingga disarankan analisis harga saham
tidak hanya dengan melihat ketiga variabel
tersebut tetapi juga memperhatikan variabel lain.
(2) Bagi Peneliti selanjutnya, dengan penelitian
ini diharapkan peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian yang lebih lanjut berkaitan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga
saham. Dengan menambahkan periode penelitian
terbaru, mengganti objek penelitian pada sektor
atau indeks yang lain dan menambah variabel
penelitian seperti inflasi, kinerja perusahaan dan
9
faktor fundamental lain. (3)Bagi Investor, dapat
lebih memperhatikan faktor fundamental dan
variabel ekonomi makro dalam berinvestasi,
karena prospek perusahaan sangat tergantung dari
keadaan ekonomi secara keseluruhan tanpa
mengabaikan faktor mirko ekonomi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ath Thobarry. 2009. Analisis Pengaruh
Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi,
dan Pertumbuhan GDP Terhadap
Indeks Harga Saham Sektor Properti
(Kajian Empiris Pada BEI Periode
Pengamatan
2000-2008).
Thesis
Magister Manajemen. Universitas
Diponegoro.
Bambang Sudiyatno dan Cahyani Nuswandhari.
2009. Peran Indikator Ekonomi
Dalam
Mempengaruhi
Risiko
Sistematis Perusahaan Manufaktur Di
Bursa Efek Indonesia Jakarta.
Dinamika Keuangan dan Perbankan
Vol.1.
Universitas
Stikubank
Semarang.
Bayu (2010). “Potensi Bisnis 2011, Sektor
Properti
Tumbuh 20 Persen.”
SuaraKarya. (8 Januari 2013).
Bodie, Zvi, dkk. 2006. Investasi. Jakarta :
Salemba Empat.
Moch. Doddy Ariefianto. 2012. Ekonometrika
Esensi
dan
Aplikasi
Dengan
Menggunakan
Eviews.
Jakarta:
Erlangga.
Mohamad Samsul. 2006. Pasar Modal dan
Manajemen
Portofolio.
Jakarta:
Erlangga.
Oksiana Jatiningsih dan Musdholifah. 2007.
Pengaruh Variabel Makroekonomi
Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan Di Bursa Efek Jakarta.
Jurnal Aplikasi Manajemen Vol. 5.
Samuelson, Paul A dan William D Nordhaus.
2004. Ilmu Makro Ekonomi. Jakarta:
PT. Media Global Edukasi.
10
Eduardus Tandelilin. 2001. Analisis Investasi dan
Manajemen Portofolio. Yogyakarta:
PT.BPFE.
Florentinus Nugro Hardianto. 2008. Pengaruh
Variabel Moneter Terhadap Indeks
Harga Saham Sektor Keuangan Di
Indonesia: Error Correction Model.
Jurnal
Ekonomi
Pembangunan
Vol.13. Universitas Parahyangan.
Heru Nugroho. 2008. Analisis Pengaruh Inflasi,
Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang
Beredar terhadap Indeks LQ-45.
Thesis. Universitas Diponegoro
Indonesia Stock Excange. 2008. Buku Panduan
Indeks Harga Saham Bursa Efek
Indonesia. Jakarta: Indonesia Stock
Exchange Building.
Insukindro. 1999. Pemilihan Model Ekonomi
Empirik Dengan Pendekatan Koreksi
Kesalahan. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia. Universitas Gadjah
Mada.
Joe Hartanto. 2009.”Property Vs Real Estate”.
Online. http://www.joehartanto.com/property-vsreal-estate/ . (08 Januari 2013).
Jogianto Hartono. 2009. Teori Portofolio dan
Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFEYogyakarta.
Suad Husnan. 2005. Dasar-dasar Teori
Portofolio dan Analisis Sekuritas.
Yogyakarta: AMP YKPN
Suramaya Suci Kewal. 2012. Pengaruh Inflasi,
Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan
PDB Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan. Jurnal Economica Vol.8.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Musi
Palembang.
Perry Warjino dan Solikin. 2003. Bank Indonesia
Bank Sentral Republik Indonesia:
Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan,
Dan Organisasi. Jakarta: PPSK BI.
Wing Wahyu Winarno. 2009. Analisis Ekonometrika
dan
Statistika
Dengan
Eviews.
Yogyakarta:
UPP
STIM
YKPN.
Download