BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar belakang masalah Pada zaman ·ini penguasaan suatu bangsa atas ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu syarat mutlak bagi eksistensi bangsa itu. Sachs (2000) membagi masyarakat dunia atas tiga kelompok, yaitu kelompok technological innovators, kelompok technological adaptor, dan kelompok technological excluded. (2000) menyatakan bahwa Bangsa Indonesia secara keseluruhan Buchori belum dapat dimasukkan ke dalam kelompok technological innovators, tetapi baru pada tingkat technological adaptor. Beberapa kelompok masyarakat Indonesia seperti masyarakat Badui di Banten Selatan, masyarakat Tengger di Jawa Timur, dan sebagian besar dari masyarakat di Papua dapat digolongkan ke dalam kelompok technological excluded. Agar bangsa Indonesia dapat digolongkan menjadi bangsa yang maju dan mampu menjaga eksistensinya, maka salah satu hal yang harus dipenuhi adalah penguasaan atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu syarat agar suatu bangsa dapat dimasukkan ke dalam kelompok technological innovators adalah melaksanakan serangkaian kegiatan ilmiah. Suriasumantri (1999) menyatakan bahwa untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Suriasumantri menjelaskan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi, logika merupakan pola berpikir, matematika berperan dalam pola pikir deduktif dan statistika berperan pada pola pikir induktif. Logika merupakan pintu gerbang segala ilmu (Poespoprodjo, 1991). Pendapat-pendapat itu memberi kesimpulan bahwa logika menjadi salah satu pilar penting dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan 2 teknologi. Bagi para ilmuwan yang sangat mengedepankan berpikir rasional, logika sangat berguna untuk mengetahui kesahihan penalarannya. John S. Mill menyatakan bahwa banyak orang cerdas yang tidak mampu menganalisis jalan pikiran yang kacau, karena kurang mendapat pendidikan dan latihan yang keras dan ketat dalam logika (Poespoprodjo, 1991 ). Aristoteles dengan karyanya Organon menunjukkan betapa pentingnya logika dalam filsafat. Logika berkembang sejak zaman Yunani sampai sekarang dan muncul berbagai jenis logika. Ada tiga macam l<'gika yaitu formal logic, metalogic, dan applied logic (The New Encyclopedia Britanica, 1982). Applied-logic atau logika terapan membahas seni penerapan dari penalaran yang benar (http://www.britanica.com/eb /article-911 0689). Hasil-hasil teori pada logika murni dapat mengungkapkan makna atau arti yang diturunkan dari berbagai sumber dalam filsafat dan yang lain. Salah satu penerapan logika adalah pada penyusunan program komputer dan pembuatan komputer. Metalogic (metalogika) mengkaji aturan-aturan logika dan basisnya adalah bahasa formal, sistem formal dan interpretasinya (http:/166.218.69.111 search/cache?ei= UTF-8&p=metalogic&y=Search&fr=yp-t-5 01 &fp ip=ID&u=en. wikipedia.org/wiki/Metalogic&w=metalogic&d=KaaFjvH QdwJ&icp=l&. inti =us) Menurut Bagus (2002), logika formal merupakan ilmu yang mempelajari bentukbentuk pemikiran (konsep, putusan, kesimpulan dan pembuktian). Logika formal, logika matematika, dan logika simbolik adalah istilah-istilah yang menunjuk pada logika yang sama (Lewis and Langford, 1959). Logika matematika dapat dipandang sebagai logika formal. Logika matematika merupakan suatu bagian dari logika dan matematika (http:!len. wikipedia.org/wiki/Formal logic). Pengertian logika matematika ini yang diteliti dalam disertasi ini. Russell (1956) menyatakan bahwa logika merupakan masa muda dari matematika, dan matematika merupakan masa 3 dewasa dari logika. Berdasarkan pendapat Russell, logika tidak dapat dipisahkan dari matematika. Logika matematika merupakan hasil penerapan metode-metode matematika yang formal dalam bidang logika, penelitian logis terhadap penalaran dan bukti matematis. Banyak orang yang tidak mengenal matematika dan banyak orang yang salah paham terhadap matematika, tetapi banyak juga orang yang kagum terhadap matematika. Perasaan kagum dan rasa ingin tahu terhadap matematika memunculkan pertanyaan-pertanyaa11. tentang hakikat matematika, ruang lingkup matematika, dan kegunaan matematika. Hadi (1994) menyatakan bahwa munculnya pertanyaan tentang hakikat diawali dari rasa kagum dan rasa ingin tahu. Menurut Kline dalam Suriasumantri (1983), matematika adalah bahasa yang sangat simbolis. Matematika menjembatani antara manusia dan alam, antara dunia batin dan dunia lahir. Matematika adalah alat pikiran, bahasa ilmu, tata cara pengetahuan, dan penyimpulan deduktif. Leonhardy (1962) menyatakan bahwa matematika di samping merupakan alat juga berfungsi sebagai bahasa. Fitch menyatakan bahwa matematika murni adalah suatu kumpulan teori-teori deduktif hipotetis (Eves & Newsom,1964). Pada abad 20, studi mengenai sifat alami matematika menumbuhkan tiga aliran landasan matetnatika yang dikenal dengan nama logisisme, formalisme, dan intuitionisme (The Liang Gie, 1993). Menurut aliran logisisme, matematika dapat direduksi menjadi logika (Russell, 1956). Intisari matematika adalah logika. Menurut aliran formalisme, matematika adalah ilmu tentang sistem-sistem formal (Curry, 1958). Matematika adalah bagian eksak dari pemikiran manusia, matematika berlandaskan pada basic intuition yang merupakan aktivitas berpikir yang tak tergantung pada pengalaman, bersifat objektif dan bebas dari bahasa dan simbol (Brouwer -dalam Benacerraf, 1964). Adanya berbagai aliran filsafat matematika 4 menunjukkan adanya berbagai pandangan yang berbeda terhadap matematika dan berarti terdapat juga berbagai pandangan yang berbeda terhadap logika matematika. Pentingnya logika dalam filsafat dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyaknya jenis logika, eratnya hubungan antara logika dan matematika, dan beragamnya pandangan para filsufterhadap logika menjadikan logika matematika sangat penting untuk ditelaah secara epistemologis. Masalah epistemologi logika matematika bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang logika matematika. Epistemologi logika matematika pengetahuan adalah suatu telaah secara umum, menyeluruh, dan mendasar tentang logika matematika. Epistemologi logika matematika membutuhkan pengetahuan tentang matematika yang mencakup hakikat dan ruang lingkup serta hakikat logika. Epistemologi logika matematika ditelaah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sekitar metode-metode yang digunakan untuk memperoleh kesahihan logika matematika dalam penarikan kesimpulan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa epistemologi logika matematika tidak dapat dipisahkan dengan hakikat matematika. Ludwig Josef Wittgenstein adalah salah seorang tokoh filsafat yang tergolong temama di bidang logika (Bagus, 2002). Menurut Mudhofir (2001) setelah mengikuti kuliah-kuliah dari ahli matematika Gottlob Frege, Wittgenstein tertarik pada filsafat matematika dan lugika. Ia memahami logika baru lebih baik dari orang lain manapun pada waktu itu (http://protagoras.typepadcomlabout.html.). Sowa dalam artikel yang berjudul Signs, Processes, and Language Games menyatakan " .. tiga logikawan yang memahami batas-batas logika dalam kaitannya dengan perubahan dan pengetahuannya yaitu: Charles S. Peirce, A. N Whitehead, and L. Wittgenstein" (http://wwwececs. uc. edu/ -mazlock/c5716. (2006/semantic.web. ontology. papers/ Sowa. 2005.signs.Processes. pdf). 5 Karya tulis Wittgenstein Philosophical Investigations, antara lain Tractatus Logico-Philosophicus, dan Rermarks on the Foundation of Philosophy of - Mathematics. Tractatus Logico-Philosophicus memuat pembahasan tenta.J.g logika simbolik, sifat dasar Logika dan matematika. Wittgenstein berpendapat bahwa filsafat tidak lain hanya merupakan suatu metode, yaitu Critique of language (Bakker, 1984). Ini berarti bahwa bahasa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam filsafat. Leonhardy (1962) menyatakan bahwa matematika di samping merupakan alat juga bahasa. Pendapat-per.dapat tersebut menunjukkan bahwa matematika, logika, dan bahasa memiliki hubungan yang erat. Hubungan antara matematika, logika, dan bahasa perlu dijelaskan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya atau pemikiran Wittgenstein dapat memberi penjelasan hubungan antara matematika, logika, dan bahasa. Pembahasan logika matematika berdasarkan pemikiran Wittgenstein merupakan pembahasan yang strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat, khususnya pengembangan matematika. Wittgenstein pe:rnah mengikuti kursus untuk memperoleh ijasah guru dan menjadi guru di berbagai sekolah dasar di Austria (Bertens, 1981 ). Burbu1es dan Peters menulis artikel dengan judul "50 Pemikir Pendidikan dari Piaget sampai Masa Sekarang" memuat pandangan Wittgenstein tentang pendidikan (Palmer, 2003). Wittgenstein mengungkapkan bagaimana pengetahuan terbentuk dan bagaimana proses belajar murid untuk memahami suatu konsep matematika. Wittgenstein (1953) memulai penyajian dengan mengenalkan suatu contoh: "·-- kita ajak murid melanjutkan suatu deret (+ 2) di atas 1000, dan mereka menulis 1000, 1004, 1008, 1012" untuk menjelask:an aturan-ditaati (rule-following). Wittgenstein dalam wacana itu menyajikan bagaimana seorang murid dalam proses untuk menyatakan suku-suku deret aritmitika yang sudah diketahui suku pertamanya 1000 dan bedanya 2. Ia juga 6 membahas makna suatu aturan yang dalam hal ini aturan dalam deret aritmetika. Tulisan itu menunjukkan bahwa Wittgenstein mempunyai perhatian dan pemikiran terhadap pendidikan baik secara praktis maupun secara filosofis khususnya dalam bidang pendidikan matematika. Pendidikan matematika di Indonesia untuk pra perguruan tinggi mengalami perubahan paradigma yang ditandai dengan direvisinya Kurikulum 1994. Kurikulum itu direvisi karena adanya banyak kritik yang menyatakan bahwa materi pelajaran tidak relevan dan tidak bermakna (http://kompas.com/kompas%2Dcetak/ berita%2Dterbaru/1634.htm0. Tujuan revisi kurikulum adalah agar pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa dan dapat memberikan bekal kompetensi yang memadai untuk studi lanjut dan memasuki dunia kerja (Hadi, 2003). Pendekatan pendidikan matematika yang sekarang banyak dilaksanakan di berbagai negara maju seperti Belanda, Amerika Serikat, Spanyol, dan sebagainya adalah pendekatan konstruktivis dan pemdekatan kontekstual. Pendidikan matematika dengan pendekatan konstekstual dikenal dengan nama Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Sejumlah pakar pendidikan matematika di Indonesia mengadopsi, mengembangkan, mengujicobakan PMR di Indonesia. Ada benang merah antara pemikiran filsafat Wittgenstein dengan PMR diujicobakan di Indonesia. Penelitian tentang relevansi pemikiran filsafat Wittgenstein terhadap PMR sangat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan matematika di Indonesia.. 2. Rumusan masalah Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan mengungkap epistemologi logika matematika menurut pemikiran filosofis Wittgenstein. Objek material penelitian ini adalah logika matematika dan objek formalnya adalah 9 4. 50 Pemikir Pendidikan dari Piaget sampai Masa Sekarang oleh Burbules dan Peters dalam bukunya Palmer (2003) memuat pandangan Wittgenstein tentang pendidikan bukan tentang logika matematika. 5. Weismann 's Critique of Wittgenstein oleh Birch berisi pembahasan tentang permainan bahasa matematika menurut Wittgenstein berdasarkan pendapat Weissmann (http:/lwww.qis.net/ -tbirch/wittgweb.txt). Objek aterial pembahasan ini bukan logika matematika. Objek material penelitian disertasi yang berjudul Epistemologi I Logika Matematika menurut Ludwig Wittgenstein adalah logika matematika Diserasi ini juga membahas relevansi pemikiran filsafat Wittgenstein terhadap peJ didikan matematika di Indonesia yang sekarang sedang diujicobakan di Indonesia muEai tahun ajaran 2006. Berdasark&! judul-judul penelitian dan pembahasan sebat!aimana dikemukakan di atas men·mjukkan bahwa objek material, objek formal danl metode penelitiannya secara bersama-sama berheda dengan penelitian disertasi ini. Pepjelasan ini memberi jaminan bahwa penelitian seperti ini bam pertama kali dilak~anakan, sehingga disertasi ini tnemenuhi syarat keas1ian. e 1. T ujuab. dati Manfaat Penelitiab Tujuan Pertelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan mendeskripsikan pl mikiran Wittgenstein tentang: a. hakikat kebenaran logika dan matematika, b. hubungan logika dan matematika, c. hubungan matematika dan bahasa, d. hubungan matematika dan realita, 10 e. posisinya dalam filsafat matematika, f. relevansinya terhadap pendidikan matematika realistik yang diujicobakan di Indonesia. 2. Manfaat Hasil penelitian ini secara umum diharapkan bermanfaat bagi pengembangan wacana pemikiran bam dalam kajian filsafat logika matematika dari segi filsafat bahasa. Manfaat secara khusus adalah dalam penentuan objek, sumber, dan validitas logika matematika. Dengan demikian basil penelitian ini juga bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan setelah terungkap hubungan logika, matematika, dan bahasa. Pemahaman yang baik terhadap logika, matematika, dan bahasa bermanfaat bagi suatu masyarakat atau suatu bangsa bagi penguasaannya atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat juga bagi pengembangan matematika dan pendidikan matematika khususnya di Indonesia. D. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 1. Tinjauan pustaka Suriasumantri (1999) menyatakan bahwa telaah filsafat dapat dikelompokkan atas tiga landasan, yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Selanjutnya dikatakan bahwa kajian epistemologis adalah kajian untuk mengetahui bagaimana cara pengetahuan itu diperoleh. Epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan manusia (Kaelan, 2005). Epistemologi meneliti tentang hakikat pengetahuan, sumber dan validasi; dan memperhatikan hubungan dasar antara pengetahuan manusia, realitasnya, dan penalarannya (Kelley, D, 1996). Epistemologi memuat lima kategori pembahasan, meliputi : 11 1. Dasar-dasar hubungan antara kesadaran (consciousnees) dan realitas, 2. 3. 4. 5. Hakikat dan validitas sense-perception, Hakikat pengertian dan hubungan antara objek abstrak dan kongkret, Hakikat dan validitas aksioma, khususnya hukum identitas dan sebab-akibat, Hakikat kebenaran dan kebenaran sebagai sifat pengetahuan tentang konsep. Ini berarti telaah epistemologis tidak dapat dilepaskan dari telaah ontologis. Landry (2001) menyatakan bahwa epistemologi mengkaji hakikat pengetahuan dan proses mengetahui, menentukan hakikat dan batas-batas pengetahuan manusia, dan merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan asal dan hakikat pengetahuan. Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan khususnya studi tentang hakikat, ruanglingkup, dan batas-batas pengetahuan manusia. Penelitian aspek epistemologi meliputi asal, struktur, metode, dan validitas pengetahuan (http://philosophy. lander.edu/phil log.htm[). Epistemologi adalah pengkajian metode, dan batas-batas pengetahuan. tentang asal, hakikat, Secara operasional epistemologi adalah pengkajian tentang bagaimana kita mengetahui apa yang kita katakan tentang apa yang kita ketahui. Pertanyaan utama epistemologi adalah tentang (Kattsoff, 1992). Berdasarkan titik tolak pendekatannya kebenaran ada tiga macam epistemologi, yaitu epistemologi metafisis, epistemologi skeptis, dan epistemologi kritis (Sudarminta, 2002). Epistemologi metafisis, yaitu epistemologi mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu; epistemologi metafisis berangkat dari satu paham tertentu tentang kenyataan. Epistemologi skeptis, yaitu epistemologi di mana perlu dibuktikan dulu apa yang dapat diketahui sebagai sungguh. nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan. Epistemologi kritis, yaitu epistemologi yang berangkat dari asumsi, prosedur, dan kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi, prosedur, dan kesimpulari pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan, lalu kita 12 coba tanggapi secara kritis. Selanjutnya Sudarminto membagi epistemologi berdasarkan objek yang dikaji menjadi dua macam yaitu epistemologi individual dan epistemologi sosial. Epistemologi individual, yaitu epistemologi yang mengkaji tentang pengetahuan, baik tentang status kognitifnya maupun proses pemerolehannya, dan menganggapnya sebagai dapat didasarkan atas kegiatan manusia individual sebagai subjek penahu terlepas dari konteks sosialnya. Epistemologi sosial, yaitu kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data sosiologis. Dalam penelitian ini epistemologi yang dipilih adalah epistemologi kritis dan epistemologi individual. Secara klasik ada tiga teori kebenaran, yaitu teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran koherensi, dan teori kebenaran pragmatik (Sudarminto, 2002). Teori korespondensi mengatakan bahwa kebenaran tercapai bergantung pada adanya relasi antara suatu keyakinan atau bagian dari pengetahuan dengan suatu fakta dalam dunia nyata, teori koherensi mengatakan bahwa kebenaran ditentukan oleh relasi di antara penilaian-penilaian, dan teori kebenaran pragmatik mendefinisikan kebenaran sebagai keyakinan-keyakinan yang "berdaya guna" (Ewing, 2003). Kebenaran teorema matematika dan logika adalah kebenaran formal, oleh karena itu untuk melakukan pertangguangjawaban rasional atas tuntutan kebenaran logika matematika menurut pemikinin Wittgenstein akan dibahas dengan teori koherensi. Menurut Teori Koherensi, suatu sistem jaringan kepercayaan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional kalau komponen kepercayaan yang membentuknya koheren atau konsisten satu sama lain (Sudarminto, 2002). Pengetahuan ilmiah dihasilkan oleh proses berpikir dengan cara atau pola tertentu, dan cara tertentu itu disebut logika (Suriasumantri, 1999). Menurut Sahakian (1965), logika adalah pengkajian untuk berpikir secara sahih. Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir ilmiah (Lanur, 1983). Logika adalah 13 ilmu pengetahuan tentang karya-karya akal budi (ratio) untuk membimbing menuju yang benar (Sommers, 1992). Logika adalah pengkajian tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk membedakan penalaran yang baik (correct) dari penalaran yang buruk (Copi, 1986). Dalam filsafat, logika adalah satu-satunya alat untuk memperoleh kesimpulan dari sekumpulan bahan tertentu (Katssoff, 1992). Logika adalah sain untuk menilai argumen, sedangkan mengembangkan sistem tujuan logika untuk dari metode dan prinsip yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk menilai suatu argumen orang lain dan sebagai petunjuk untuk mengkonstruksi argumen bagi diri sendiri (Hurley, 1996). Pertanyaan utama dalam logika ialah tentang hukum-hukum penyimpulan yang lurus (Kattsoff, 1992). Tujuan logika juga untuk mengembangkan metode dan teknik yang dapat dipakai untuk membedakan argumen baik atau argumen jelek. Menurut Rapar (1996), objek material logika adalah manusia itu sendiri dan objek formalnya ialah kegiatan akal budi untuk melakukan penalaran yang lurus, tepat, dan teratur yang terlihat melalui ungkapan pikiran yang diwujudkan dalam bahasa. Pendapat Rapar ini menegaskan adanya hubungan yang sangat erat antara logika dan bahasa. Pendapat Hurley dan Kattsof menunjukkan bahwa logika terkait erat dengan argumen, sedangkan argumen terdiri dari sekumpulan pemyataan yang disajikan dengan bahasa tertentu. Telaah tentang logika tidak dapat dipisahkan dengan telaah tentang bahasa. Formal logic (logika formal) berusaha untuk mengungkap hakikat kebenaran logis dari suatu penarikan kesimpulan dalam sistem formal yang memuat bahasa formal, aturan-aturan penarikan kesimpulan dan kadang-kadang aksioma (Wikipedia, http :lien. wikipedia.org/WJKID. suatu kumpulan Bahasa formal terdiri dari sekumpulan simbol-simbol, sintaks, dan semantik, serta ungkapan dalam bahasa formal yang disebut ''formula". Aturan penarikan kesimpulan dan aksioma-aksioma 14 yang ditetapkan, kemudian dioperasikan dengan bahasa untuk menghasilkan kumpulan teorema. Teorema adalah formula apa yang dapat diturunkan dengan menggunakan aturan-aturan penarikan kesimpulan. Dalam logika formal teorema diartikan sebagai ungkapan kebenaran logis (tautology) dan dengan cara ini sistemsistem mengungkap sekurang-kurangnya sebagian dari tautologi dan penarikan kesimpulan. Logika matematika merujuk pada dua wilayah riset yang berbeda, yaitu penggunaan logika formal untuk mengkaji penalaran matematika dan penerapan matematika untuk mengkaji logika formal. Bagus (2002) menyatakan bahwa logika formal merupakan ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk pemikiran (konsep, putusan, kesimpulan dan pembuktian). Selanjutnya dijelaskan bahwa logika matematika merupakan hasil penerapan metode-metode matematika yang formal dalam bidang logika, penelitian logis terhadap penalaran, dan bukti matematis. Ciri khas logika matematika adalah struktur aksiomatikanya yang keabsahannya formal semata-mata, dalam arti kesahihannya tidak tergantung pada isi. Berdasarkan uraian di depan, logika matematika adalah logika formal. Russell dalam Hadiwidjojo (1986) menyatakan bahwa matematika ialah sain yang menarik kesimpulan-kesimpulan yang diperlukan, dan berhubungan dengan deduksi secara logis akibat-akibat dari pangkal pendapat umum dari semua penalaran. Fitch dalam Eves & Newsom (1964) menyatakan bahwa Matematika murni adalah suatu kumpulan teori-teori deduktif hipotetis, masingmasing terdiri dari sebuah sistem tertentu dari pengertian-pengertian primitif, tak diterangkan, atau simbol-simbol dan patokan pikit-patokan pikir, tak dibuktikan, tetapi ajeg (umumnya disebut aksioma-aksioma) bersama-sama dengan akibat-akibat mereka yang dapat diturunkan secara logis mengikuti proses-proses deduktif yang tegar tanpa bantuan ilham. Russell dan Frege berusaha membuktikan bahwa matematika dapat direduksi menjadi logika, namun demikian belum seluruh matematika berhasil direduksi menjadi logika, namun dalam proses terlihat bahwa logika mengambil banyak notasi dan 15 metodologi matematika Kurt Godel meneliti logika dan bukti sebagai objek kajian matematika Godel dapat menunjukkan bahwa logika dan matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan pendapat Russell dan Godel, telaah tentang epistemologi logika matematika tidak dapat dipisahkan dengan hakikat matematika. Dalam penelitian ini epistemologi logika matematika dijelaskan melalui epistemologi matematika. Menurut Kline dalam Suriasumantri (1983), matematika adalah bahasa yang sangat simbolis; matematika menjembatani antara manusia dan alam, antara dunia batin dan dunia lahir; matematika adalah alat pikiran, bahasa ilmu, tata cara pengetahuan, dan penyimpulan deduktif. Berdasarkan pendapat Kline ini matematika dapat juga dikatakan sebagai suatu kegiatan manusia, alat pemecahan masalah, alat berkomunikasi, dan alat penalaran. Menurut Schaaf (1966) matematika memiliki 3 ciri istimewa yaitu absrtak, bersifat umum dan sangat memperhatikan pola dan. Sifat alami matematika adalah abstrak (niskala), secara singkat dapat dikatakan bahwa semua objek matematika adalah hasil proses abstraksi. Dalam rangka pertukaran gagasan para matematikawan diperlukan lambang. Lambang memiliki kecermata.ll, singkat, efisien, dan mudah. Ciri lain yang juga dimiliki oleh matematika adalah sifat konsisten, logis, dan otonom. Perkembangan matematika dapat terjadi tanpa dukungan atau campur tangan ilmu yang lain sehingga sering dikatakan Mathematics is a queen of scienses. Karena semua ilmu membutuhkan matematika maka dikatakan Mathematics is a servant ofsciences. Banyak definisi matematika yang dirumuskan oleh para ahli. Walaupun definisidefinisi tersebut memiliki banyak kesamaan, namun ada juga perbedaannya. Salah satu perbedaan yang ada adalah mengenai sifat alami matematika. The Liang Gie (1981) me:riyatakan bahwa studi mengenai sifat alami dari matematika menumbuhkan 16 3 madzab landasan matematika yang terkenal dengan nama logisisme, formalisme, dan intuitionisme. Menurut aliran logisisme, sifat alami matematika terdiri atas deduksi-deduksi dengan prinsip-prinsip logika. Aliran formalisme berpendapat bahwa sifat alami matematika ialah sebagai sistem lambang yang formal atau ilmu tentang sistem-sistem formal. Aliran intuitionisme berpendapat bahwa ketepatan dalil-dalil matematika terletak dalam akal manusia dan tidak pada simbol-sirnbol di atas kertas. Hakikat matematika oleh Hudoyo (1980) dinyatakan sbb: Matematika sering kali dilukiskan sebagai suatu struktur yang terdiri dari suatu kumpulan sistem yang setiap dari sistem-sistem itu mempunyai struktur tersendiri yang sifatnya bersistem deduktif. Suatu sistem- deduktif dimulai dengan memilih beberapa unsur "undefmed" (tidak didefmisikan) yang disebut unsur-unsur prirnitif. Unsur-unsur tersebut diperlukan sebagai dasar komunikasi. Adapun aksioma merupakan asumsi dasar tertentu. Aksioma-aksioma tersebut merupakan pemyataan hubungan dasar di antara unsur-unsur pokok di dalam sistem tersebut. Akhimya, teorema-teorema tertentu dinyatakan dan dibuktikan dengan serentetan pemyataan. Setiap pemyataan itu bisa berupa definisi, aksioma, atau teorema yang telah dibuktikan. Berdasarkan pendapat Hudoyo, sistem matematika mengandung dua komponen pokok yaitu kelompok pengertian (unsur primitif, definisi) dan kelompok pemyataan (aksioma, teorema). Teorema diturunkan secara deduktif dari komponen yang lain. Komponen-komponen dalam matematika itu tersusun secara terpadu dan tersusun dalam suatu sistem yang disebut sistem deduktif-aksiomatik. Sistem deduktifaksiomatik konsisten dengan dirinya dan bebas dari kontradiksi terhadap dirinya. Penarikan kesimpulan berdasarkan penalaran deduktif didasarkan atas sejumlah ketentuan atau aturan yang kemudian dengan menggunakan pola tertentu ditarik kesimpulan. Ini sesuai dengan pengertian matematika sebagaimana dikemukakan oleh Betrand Russells. Sistem deduktif- aksiomatik matematika dapat digambarkan secara sangat sederhana seperti pada Gambar 1.1. Galileo (1564 - 1652)) menyatakan bahwa filsafat dapat diibaratkan seperti buku yang ditulis dalam bahasa matematika (May, 1962). Pendapat Galileo 17 menyiratkan pentingnya bahasa dan matematika dalam filsafat. Oleh karena itu kajian filsafat matematika dari segi filsafat bahasa sangat penting dilakukan dalam rangka mengungkap hubungan matematika dan bahasa, logika dan bahasa, logika dan matematika. I I unsur primitif ,................................................/ I kesepakatan ~--····· ···,·························' • .... ~·------·--------, j ! kesepakatan ~------·---- ._j .... •• definisi ,...... aksioma L. d~-d~ktlfi~ t:=~,. L /... .. . , ............................. .! 1 ] deduktif j ................................... .J I teorema -· -- J Gambar 1.1 Skema sistem deduktif-aksioitlatik Menurut The Liang Gie (1993), filsafat matematika pada dasamya adalah pemikiran reflektif terhadap matematika. Fireman (1954) mengutip pendapat John Dewey mengatakan bahwa pemikiran reflektif merupakan pemikiran yang mempertimbangkan secara cermat suatu masalah dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan terus menerus. Jadi, filsafat matematika merupakan pemikiran yang mempertimbangkan secara cermat suatu masalah dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan terns menerus dengan sasaran matematika. The Liang Gie (1993) memerinci filsafat matematika menjadi 7 bagian, yaitu epistemologi matematika, ontologi matematika, metodologi matematika, struktur logis matematika, implikasi etis dari matematika, aspek estetis matematika, dan peranan matematika dalam sejarah peradaban bangsa. Epistemologi matematik adalah teori pengetahuan 18 yang sasaran kajianny:a ialah matematika. Kajiannya meliputi asal mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, serta validitas dan kebenaran. Struktur logika matematika mengkaji dengan sasaran struktur matematika yang dipandang logis. Menurut Hudoyo (1980), matematika adalah suatu struktur yang terdiri dari suatu kumpulan sistem yang setiap dari sistem-sistem itu mempunyai struktur tersendiri yang sifatnya bersistem deduktif. Jadi sifat alami matematika adalah logis dan sistemnya sering dikatakan bersifat deduktif-aksiomatik. Priest (1973) menyatakan bahwa semua masalah yang berkaitan dengan filsafat matematika tercermin dengan pertanyaan-pertanyaan tentang matematika murni, kebenaran matematika, cara mengetahui kebenaran matematika, alasan kebenaran matematika dapat diterapkan di berbagai bidang, halikat objek matematika, letak objek matematika, dan eksistensi objek matematika. Kc·rner (1960) menyatakan bahwa peranan filsafat matematika antara lain untuk me~akukan Filsafat matematika matematika, refleksi dan mempertanggungjawabkan matematika. mencakup tema-tema antara lain tentang sumber materi objek natematika, ciri-ciri proposisi matematika, hubungan antara logika dan matematih, jenis-jenis inquiry yang berperan dalam matematika, dan peran manusia dalam pengembangan matematika (http://www.answers.com/topic/ philosophy-ofmathematics Kebenaran dalam matematika berdasarkan teori kebenaran koherensi. Menurut Kaelan (2002), justifikasi kebenaran menurut teori koherensi ditentukan oleh pernyataan yang terdalmlu yang dianggap benar. Karena pernyataan-pernyataan yang benar diungkapkan rn.elalui bahasa, maka penggunaan bahasa sangat menentukan dalam sistem kebenaran koherensi. Jadi bahasa juga sangat penting dalam usaha menentukan sumber den kebenaran atau kesahihan suatu ilmu pengetahuan. Dengan demikian bahasa juga sangat berperan dalam telaah epistemologi. Oleh karena itu 19 dalam penelitian ini kajian tentang hubungan antara matematika dan bahasa harus dilakukan. Soekadidjo (1994) menyatakan bahwa untuk memahami logika orang harus memahami penalaran. Selanjutnya dijelaskan bahwa penalaran adalah suatu bentuk pemikiran yang berupa pengertian atau konsep, proposisi atau pernyataan, dan penalaran. Proposisi adalah rangkaian pengertian dan penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan proposisi-proposisi. Menurut Kaelan (2002), pengertian adalah sesuatu yang abstrak dan diwujudkan dalam bentuk simbol bahasa. Karena pengertian diwujudkan dalam bentuk bahasa, maka bahasa memiliki peran yang sangat penting pada pengertian, proposisi, dan penalaran. Karena proposisi merupakan unsur yang penting dalam logika dan dalam suatu proposisi memuat·term- term, maka bahasa memegang peran penting dalam logika dan telaah filsafati tentang logika memerlukan proses analisis bahasa. Hubungan antara logika dan bahasa menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diteliti dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut Chauchard dalam Mustansyir (1995), aktivitas bahasa merUpakan ciri khas manusia dan melalui bahasa manusia dapat melaksanakan refleksi dan kebebasan. Keunikan manusia terletak pada kemampuannya berbahasa. Bahasa adalah laboratorium para filsuf (Alston, 1964). Pikiran dan bahasa merupakan tempat te:rjadinya realitas; berpikir berarti membiarkan realitas sebagai peristiwa bahasa Poespoprodjo (1991). Salah satu pengertian bahasa menurut Bagus (2002) ialah: "Bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol yang dapat digunakan untuk menyatakan atau menerangkan hal-hal seperti: (1) objek material eksternal; (2) hal mental internal; (3) kualitas (4) relasi (5) tanda logika matematika (6) fungsi; (7) keadaan; (8) proses; (9) kejadian". George Edward Moore (1873-1958) corak pemikiran filsafat di lnggris terletak menyatakan bahwa kelemahan utama pada pernyataan mereka yang tidak 20 memiliki dasar logika sehingga tidak terpahami oleh akal sehat (Charlesworth, 1959). Pemikiran Moore dikenal dengan nama Logical Analysis (Analisa Bahasa). Analisa Bahasa adalah suatu pandangan yang berupaya menjelaskan (melalui analisis) penggunaan bahasa dalam filsafat (Mustansyir, 2001). Pemikiran Moore dikembangkan oleh para tokoh analitika bahasa, antara lain Russel. Russell (1951) menyatakan bahwa dari ide-ide dan aksioma-aksioma tertentu dari logika formal dan dengan pertolongan logika hubungan, semua matematika mumi dapat disimpulkan atau dideduksikan tanpa ada lagi propo~isi-proposisi yang tak terbuktikan. Pandangan Russel ini digunakan dalam penelitian pemikiran Wittgenstein terhadap matematika. Pemikiran Wittgenstein tentang matematika pada awalnya dipengaruhi oleh aliran logisisme. Logisisme berpendapat bahwa matematika dapat dikembangkan kepada logika sehingga merupakan bagian dari logika (Camap dalam Benacerraf & Putnam, 1964). Camap menyatakan bahwa konsep matematika dapat diturunkan dari konsep logis (aksioma) melalui definisi yang eksplisit dan istilah-istilah matematika dapat diturunkan dari aksionia-aksiorha semata-mata melalui deduksi logis. Wittgenstein, dalam Tractatus Logico-Philosophicuss, antara lain membahas logika simbolik, terutama mengenai metode tabel kebenaran bagi logika pemyataan dan sifat dasar matematika dan logika. Wittgenstein mengalami perubahan pandangan tentang hakikat matematika; semula berpendapat bahwa proposisi matematika tida.lc lah menunjuk pada entitas abstrak maupun entitas real, melainkan hanya bersifat normatif saja. Wittgenstein mengakui bahwa matematika dapat didekati dengan "bahasa" dengan menyelaraskannya dengan kehidupan sehari-hari. Wittgenstein (1978) menyatakan bahwa logika sebagai fondasi matematika tidak dapat bekeija. Ernest (1991) mengajukan suatu tesis bahwa "dasar pengetahuan matematika adalah pengetahuan bahasa, kesepakatan dan aturan, dan bahasa adalah suatu konstruksi 21 sosial". Tesis itu berdasarkan pada pendapat Wittgenstein yang mengatakan bahwa matematika adalah suatu campuran, suatu koleksi dari tata permainan bahasa , dan gagasan kebenara_n, kesalahan, dan bukti tergantung kepada penerimaan kesepakatan aturan bahasa. Menurut Ernest, menunjuk "aturan dan kesepakatan atas logika hubungan logis, mencakup implikasi dan kontradiksi; dasar secara keseluruhan argurnen yang rasional terletak pada aturan-aturan bahasa". berdasarkan pada pe::1dapat Wittgenstein, Ernest, mengemukakan suatu konsepsi bahwa "makna (ide, pikiran: datang atau ada sesudah bahasa". Pandangan ini ditolak oleh beberapa matematikawan yang justru berpendapat bahwa "bahwa bahasa datang sesudah pikiran" (Sreha¥..so, 2001). Perbedaan pandangan ini perlu dikaji dalam rangka pemahaman den pengembangan matematika beserta aplikasinya. Pandangan yang berbeda dengan pemahaman Wittgenstein terhadap matematika Birch (http://www.qis.net/ -tbirch/wittgweb.txt). Birch dalam dikemukakan oleh artikelnya yang be(udul "Weismann 's Critique of Wittgenstein " yang pembahasannya berdasarkan karya Frederich Weismann yang berjudul "Lectures on the Philosophy of lvfa!heflWtics" menulis bahwa "Wittgenstein tidak memahami tata permainan bahasa maternatika". Perbedaan konsepsi atau perbedaan pemahaman terhadap hakikat mate-matika dan logika akan berpengaruh terhadap pengembangan filsafat matematika d2n juga pendidikan matematika. Dalam rangka pengembangan matematika, pandangan Wittgenstein tentang tata permainan bahasa matematika yang ditentang oleh b6 e.rapa ahli · sangat penting untuk dikaji dan diteliti untuk memperoleh pemahaman l:aru tentang logika matematika dan matematika. Pemahaman barr. ten!l:ang logika matematika akan dapat dicapai apabila terlebih dahulu dilakukan penelitian terhadap pemikiran filosofis Wittgenstein tentang . ." epistemologi logika matematika. Selanjutnya melakukan komparasi antara pandangan 22 Wittgenstein dengan pandangan yang berbeda. Jadi objek material penelitian ini adalah logika matematika dan objek formalnya adalah epistemologi. Karena pokok pemikiran filsafat Wittgenstein adalah filsafat analitis, maka objek material penelitian ini terkait erat dengan filsafat analitis. 2. Landasan teori Objek material penelitian ini adalah logika matemati..~a. Menurut Russell (1956), matematika dan logika adalah satu. Berdasarkan pendapat Russeell tersebut, epistemologi logika matematika dapat dijelaskan melalui epistemologi matematika yang sasaran kajiannya ialah matematika. Epistemologi matematika adalah tecri pengetahuan yang kajiannya meliputi asal mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan kebenaran. Dalam epistemologi, pengetahuan tidak ditentukan kebenarannya karena hubungannya dengan realitas di luarnya, tetapi ditentukan oleh koherensinya dengan sekumpulan pengetahuan yang lain (Resherer, N., 1973; Thagard, P., 1989). Koherensi dapat dipahami melalui beberapa istilah yang terkait di dalarnnya, yaitu: 1. Elemen-elemen dalam jaringan kepercayaan atau himpunan kepercayaan dapat berupa konsep, proposisi, tujuan kegiatan, bagian dari suatu imajinasi, dsb. 2. Elemen-elemen dapat koheren atau tidak kol!e!'en. 3. Jika dua elemen koheren, maka ada batas positif (positive constraint) antara keduanya. Batas positif berarti dapat dijelaskan, hasil kesimpulan deduktif, terasosiasi, dsb. 4. Jika dua elemen tidak koheren, maka ada batas negatif (negative constraint) antara keduanya. Batas negatif bermakna tidak konsisten, tidak ada hubungan, tidak kompatibel, dsb. 5. Jika dua elemen koheren maka keduanya diterima atau ditolak dalam satu jaringan kepercayaan. 6. Jika dua elemen tidak koheren maka satu diterima dan yang lain ditolak dalam satu jaringan kepercayaan 23 7. Masalah koherensi mengandumg makna pembagian atas himpunan elemen menjadi dua kelompok elemen yaitu kelompok diterima dan kelompok ditolak (http:/kogsci. uwaterloo, calArtides/Pages/cohere. constrain. htmD. Sistem matematika atau jaringan kepercayaan matematika memuat elemen-elemen berupa aksioma, teorema, dan aturan-aturan atau konsep yang berwujud defmisi. Ak:sioma dan teorema adalah proposisi, sehingga dapat dikatakan bahwa elemenelemenjaringan kepercayaan dalam matematika adalah konsep dan proposisi. Menurut koherentisme, suatu sistem jaringan kepercayaan dapat dibenarkan atau dipertanggungjawabkan secara rasional kalau komponen kepercayaan yang membentuknya koheren atau konsisten satu sama lain (Sudarminta, 2002). Suatu kebenaran proposi~-i ditentukan atas kesesuaiannya dalam suatu sistem yang koheren (Lloyd, http://eaS}"Web. easvne(co. uk/ursa/philos/aert04. htmD. Suatu proposisi dikatakan koheren dengan suatu himpunan proposisi tertentu jika dan hanya jika proposisi itu ditrerima atau sesuai dengan anggota-anggota himpunan (http:// Plato.stan{ord.edwentries/truth.coherence!). Himpunan proposisi tertentu adalah himpunan proposisi yang terdiri atas proposisi-proposisi yang diterima kebenarannya. Matematika dapat dilukiskan sebagai suatu struktur yang terdiri dari suatu kumpulan sistem :rang setiap dari sistem-sistem itu mempunyai struktur tersendiri yang sifatnya bersistem deduktif. Aksioma adalah suatu asumsi dasar yang merupakan salah satu unsur dalam suatu sistem deduktif-aksiomatik yar.g kebenarannya diterima bukan karena dianggap benar secara apriori tetapi karena ia diperlukan untuk membangun dan mensistimatisir teorema-teorema. Karena matematika merupakan kumpulan sistem yang unsur-unsurnya adalah objek-objek abstrak (pengertian pangkal, definisi, aksioma, dan teorema), maka pertanggungjawaban rasional terhadap logika matematika menurut pemikiran Wittgenstein dapat dikaji berdasarkan teori pembenaran (theories of justification) yang disebut koherentisme atau teori kebenaran koherensi. Pemilihan teori ini sesuai 24 dengan pendapat Lloyd (http://easyweb.easvnetco.uklursa/philoslaert04.htm[) yang menyatakafi bahwa teori kebenaran koherensi cocok diterapkan pada matematika dan dengan teori koherensi maka realitas matematika dapat diberi makna pada realitas matematika manapun tanpa memandang aliran filsafat matematika. Pendapat Lloyd didukung oleh Irvine (1994) dan Kitcher (1983) yang menyatakan bahwa justifikasi aksioma matematika sesuai dengan materi koherensi. Thagard dan Verbeurgt menyatakan bahwa prinsip-prinsip penalaran dalam logika adalah mempertahankan tidak berdasarkan pada validitas apriori tetapi pada koherensinya dengan kesimpulan (http://cogsci. uwaterloo. calArtides!Pages/cohere. constrain. htm[). Goodman ( 1965) dan Thagard (1988) menyatakan bahwa proses justifikasi logis adalah penyusunan penyesuaian bersama antara aturan dan akibat yang diterima sehingga yang · satu dengan yang lain ada kecocokan atau kesesuaian. matematika adalah sebagaimana Jadi justifikasi logis dalam masalah koherensi di mana elemen-elemennya adalah aturan atau konsep (definisi) dan akibat-akibatnya (teorema). Apabila terjadi kesesuaian antara definisi, aksioma, dan teorema maka sistem dikatakan konsisten, jika tidak dikatakan tidak konsisten. Suatu sistem matematika yang konsisten setiap proposisi koheren dengan proposisi yang lain, sehingga dalam suatu sistem matematika tidak akan terjadi dua proposisi yang saling kontradiksi. Suatu pemyataan yang tidak koheren dalam suatu sistem akan ditolak atau dinyatakan salah. Teori pembenaran koherentisme yang digunakan dalam penelitian adalah teori koherentisme garis lunak sebagaimana dianut BonJour. Teori koherentisme garis lunak berpandangan bahwa suatu jaringan kepercayaan disebut koheren apabila komponen- komponen kepercayaan yang membentuk sistem jaringan kepercayaan konsisten satu sama lain, namun tidak harus sampai secara logis sating mengimplikasikan (Sudarminta, 2002). Teori ini dipilih karena antara dua sistem 25 deduktif aksiomatik dalam matematika tidak selalu dapat saling mengimplikasikan. Sebagai contoh, dalam geometri terdapat berbagai jenis geometri yang antara lain adalah geometri parabolik, geometri eliptik, dan geometri hiperbolik. masing sistem geometri tersebut Masing- menggunakan kumpulan aksioma yang berbeda namun demikian setiap sistem merupakan suatu sistem yang konsisten. Syarat untuk dapat memahami logika adalah memahami penalaran dan penalaran adalah suatu bentuk pemikiran yang memuat pengertian atau konsep, proposisi atau pemyataan, dan penalaran (Soekadidjo, 1994). Proposisi adalah rangkaian pengertian dan penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdas~rkan proposisi-proposisi. Pengertian adalah sesuatu yang abstrak dan diwujudkan dalam bentuk simbol bahasa (Kaelan, 2002). Bahasa adalah satu sarana untuk mengungkapkan kebenaran yang sudah maupun yang belum dipastikan (Sudarminto, 2002). Kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat-pendapat di atas adalah bahasa memiliki peran yang sangat penting baik pada pengertian, proposisi, maupun penalaran untuk menemukan kebenaran. :Sahasa sangat memegang peran penting dalam logika. Bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan suatu kebenaran atau menyatakan suatu realitas dapat diurai menjadi proposisi-proposisi atomik atau proposisi-proposisi elementer. Metode analisa bahasa diperlukan untuk rnengurai bahasa menjadi proposisi-proposisi elementer. adalah bahwa telaah filsafati Akibat logis dari kesimpulan ini tentang logika memerlukan proses analisis bahasa. Analisis terhadap konsep yang bersifat terminologis menggunakan metode analitika bahasa dengan konsep atomis logis. 26 E. Cara penelitian 1. Bahan Penelitian Berdasarkan klasifikasi penelitian filsafat menurut Bakk:er & Zubair (1990), dan Kaelan (2005) penelitian ini termasuk Model Penelitian Historis mengenai pemikiran Wittgenstein. Tipe penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat kualitatif dan deskriptif terhadap pemikiran Wittgenstein. Oleh karena itu bahan penelitian ini adalah tulisan-tulisan yang berhubungan dengan pemikiran Wittgenstein tentang logika matematika. Sumber primer penelitian ini berupa karya Wittgenstein yaitu Tractatus Logico-Philosophicus, Philosophical Investigations, dan Rermarks on Philosophy of Mathematics. Sumber sekunder meliputi tulisan-tulisan tentang Wittgenstein atau pemikirannya, seperti Ludwig Wittgenstein, The Cambridge Companion to Wittgenstein, Filsafat Analitis Menurut Ludwig Wittgenstein: Relevansinya bagi Pengembangan Filsafat Bahasa", "Batas-batas Bahasa dalam Filsafat Wittgenstein", dsb. Di samping sumber primer dan sumber sekunder juga sumber pendukung, yaitu tulisan-tulisan tentang logika, matematika, bahasa dan epistemologi. 2. Tahap-tahap Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu persiapan, pengumpulan data, dan analisis data. a. Tahap Persiapan Tahap Persiapan adalah tahap penentuan sumber data dan kualifikasi sumber data. Kualifikasi sumber data berdasarkan objek formal dan objek material penelitian. Sumber data berupa buku, majalah, hasil download dari internet yang diperoleh melalui perpustakaan, internet, toko buku, dsb. 27 b. Tahap Pengumpulan Data. Tahap ini merupakan proses inventarisasi data yang diperoleh dari sumber- sumber data yang telah ditentukan pada saat persiapan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan mencatat data secara paraphrase, quotasi, dan sinoptik. Pencatatan secara paraphrase adalah pencatatan yang diawali dengan pemahaman atas inti sari data dan disajikan dengan rumusan kata-kata yang disusun oleh peneliti. Pencatatan secara quotasi adalah pencatatan yang mengambil secara persis dari sumber data. Pencatatan secara sinoptik adalah pencatatan yang dilakukan dengan membuat ikhtisar. Pengolahan data melalui tahap reduksi data, klasifikasi data, dan display data. Tahap reduksi data adalah tahap mengambil intisari dan makna data-data yang diungkapkan secara panjang lebar dalam sumber data. Data-data yang diperoleh disimpan dalam bentuk file-file yang diklasifikasikan berdasarkan objek formal dan objek material penelitian. Selanjutnya data-data diorganisir sesuai dengan peta penelitian. c. Tahap Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode deskripsi dengan unsur-unsur historis, interpretasi dan hermeneutika, analitika bahasa, komparasi, sintesis, dan heuristika. (1) Metode historis, untuk mengungkap pemikiran Wittgenstein berkaitan dengan konsep-konsep filosofisnya, paham-paham yang mempengaruhi, dan kemungkinan pengaruhnya terhadap paham filsafat yang lain. Analisis historis juga dilakukan untuk mendeskripsikan riwayat hidup Wittgenstein serta pola pemikirannya termasuk lingkungan sosial dan budaya yang mempengaruhi perkembangan pemikiran filsafatnya. 28 (2) Metode interpretasi untuk mengungkap makna dan nilai atau pemikiran filosofis Wittgenstein sehingga dapat dipahami. Proses interpretasi meliputi kegiatan meneijemahkan dan menerangkan. (3) Metode analitika bahasa untuk lebih menjela:;kan ungkapan-ungkapan verbal sehingga dapat ditangkap maknanya dengan melakukan analisis terhadap konsep pemikiran yang bersifat terminologis, misalnya maknaproposisi, language game, inferensi, derivasi. (4) Metode hermeneutika untuk menangkap malam esensial pernikiran Wittgenstein termasuk ciri-ciri objektif maupun subjektif sesuai dengan konteks saat ini. Pemyataan Wittgenstein seperti we make mathematics harus diungkap maknanya secara mendalmn melalui pemaknaan s~ara semantik, pemaknaan yang lebih daJmn I.agi dan selanjutnya mengungkap hakikat matematika. (5) Metode komparasi, untuk membandingkan pemikiran Wittgenstein dengan pemikiran yang mempengaruhi, dipengaruhi, yang berbeda pendapat, dan pemikiran yang lain. Metode ini diperlukan untuk meletakkan pernikiran Wittgenstein dalam filsafat matematika dan menentukan relevansinya dengan Pendidikan Matematika Realistik. (6) Metode induktif, untuk mendapatkar.. pengetahuan yang lebih lengkap yaitu suatu kesimpulan yang berbentuk konstruksj teoritis dari pemikiran Wittgenstein setelah . dapat mengungkapkan perkembangan pernikiran Wittgenstein. (7) Metode heuristika, untuk menemukan arti baru, jalan baru, pemahaman baru, kritik terhadap pemikiran Wittgenstein, dan relevansinya dengan -Pendidikan Matematika Realistik.