PENAPISAN INHIBITOR PROTEASE DARI EKSTRAK KARANG LUNAK ASAL PERAIRAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DAN POTENSI DAYA HAMBATNYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN MUHAMMAD FIKRI C 34103008 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 24 RINGKASAN MUHAMMAD FIKRI. C34103008. Penapisan Inhibitor Protease Dari Ekstrak Karang Lunak Asal Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dan Potensi Daya Hambatnya Terhadap Bakteri Patogen. Dibawah bimbingan TATI NURHAYATI dan DESNIAR. Beberapa komponen bioaktif yang dihasilkan oleh karang lunak meliputi antibiotika, senyawa antitumor, antijamur dan antikanker. Selain itu, diketahui juga karang lunak sebagai penghasil senyawa inhibitor enzim salah satunya adalah inhibitor protease. Enzim protease dihasilkan secara ekstraseluler dan intraseluler oleh hewan, tanaman, maupun oleh mikroba. Enzim protease dapat terlibat dalam aktivasi protease eukariotik yang berpotensi mempunyai sifat-sifat patogenik dan secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam patogenesis penyebab penyakit asal bakteri (seperti tifus, kolera, pnemonia), virus (seperti influenza, HIV dan SARS) dan kanker. Semakin jelasnya keterlibatan enzim protease dalam berbagai mekanisme molekular penyakit tersebut, maka dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian terhadap protease sebagai target senyawa obat yang dihasilkan oleh organisme di alam khususnya karang lunak sebagai penghambat kerja enzim protease (inhibitor protease). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karang lunak yang berpotensi sebagai penghambat aktivitas kerja enzim protease (inhibitor protease) pada beberapa bakteri patogen penghasil enzim protease serta mengetahui Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dari ekstrak karang lunak tersebut. Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap. Tahap pertama adalah mengkoleksi karang lunak (soft coral) dan penumbuhan bakteri uji (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Aeromonas hydrophyla). Selanjutnya mengekstrak karang lunak dan memilih bakteri patogen yang potensial memproduksi enzim protease, setelah itu penapisan ekstrak karang lunak sebagai inhibitor protease. Ekstrak karang lunak yang potensial, akan dilakukan uji untuk mengetahui konsentrasi minimum hambatannya (MIC). Karang lunak dikoleksi dari perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu pada kedalaman 2-14 m, jenis karang lunak yang diperoleh antara lain Sarcophyton sp., Sinularia sp., Nephthea, Xenia sp. dan Dendronephthya. Hasil menunjukkan pelarut metanol lebih potensial didalam mengekstrak karang lunak. Hasil penapisan bakteri patogen penghasil protease diperoleh indeks proteolitik dari bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Aeromonas hydrophyla secara berturut-turut, yaitu 1,42; 1,95; 1,29; 1,57. Hasil Penapisan menunjukkan karang lunak jenis Sarcophyton sp. dan Sinularia sp. mampu menghambat sempurna pada protease bakteri Staphylococus aureus dengan MIC 0,04 % lebih kecil dari pada MIC EDTA (inhibitor protease komersil) sebesar 0,16 %, sedangkan Xenia sp. menghambat protease bakteri Staphylococus aureus dengan konsentrasi minimum sebesar 0,08 %, sedangkan karang lunak Nephthea menghambat protease bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi minimum sebesar 0,28 %. 25 Pernyataan Mengenai Skripsi dan Sumber Informasi Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penapisan Inhibitor Protease Dari Ekstrak Karang Lunak Asal Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dan Potensi Daya Hambatnya Terhadap Bakteri Patogen adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2007 Muhammad Fikri 26 PENAPISAN INHIBITOR PROTEASE DARI EKSTRAK KARANG LUNAK ASAL PERAIRAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DAN POTENSI DAYA HAMBATNYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: MUHAMMAD FIKRI C 34103008 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 27 SKRIPSI Judul Skripsi Nama : PENAPISAN INHIBITOR PROTEASE DARI EKSTRAK KARANG LUNAK ASAL PERAIRAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DAN POTENSI DAYA HAMBATNYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN : Muhammad Fikri NRP : C 34103008 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si NIP. 132 149 436 Desniar, S.Pi, M.Si NIP. 132 159 705 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031 Tanggal Lulus : 28 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 15 Januari 1986. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari Bapak Azmanuddin MY SH dan Ibu Hulmini SH. Penulis memulai jenjang formal pada pendidikan Sekolah Dasar Negeri 02 Inderalaya Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 1 Inderalaya lulus pada tahun 2000, dan melanjutkan pendidikan Tingkat Menengah Atas di SMU Negeri 1 Inderalaya, Sumatera Selatan dan lulus pada tahun 2003. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003 dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Selama menjalani pendidikan akademik penulis pernah mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan pada tahun 2004/2005. Penulis juga aktif di organisasi Fisheries Diving Club-IPB (FDC-IPB) yang bergerak di bidang selam ilmiah sebagai anggota dan koordinator bidang Rumah Tangga pada tahun 2004/2005 dan koordinator bidang Publikasi dan Dokumentasi pada tahun 2005/2006. Selain itu penulis juga pernah mengadakan kegiatan Photo Exhibition “OCEANOSPHERE” pada Tahun 2006 sebagai Ketua Pelaksana dan berpartisipasi dalam kegiatan coral bleaching monitoring yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia di Taman Nasional Bali Barat dan sekitarnya. Dalam bidang akademik penulis juga merupakan Asisten dosen pada mata kuliah Ikhtiologi, Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan dan Mikrobiologi Hasil Perairan. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Penapisan Inhibitor Protease Dari Ekstrak Karang Lunak Asal Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dan Potensi Daya Hambatnya Terhadap Bakteri Patogen sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 29 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penapisan Inhibitor Protease Dari Ekstrak Karang Lunak Asal Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dan Potensi Daya Hambatnya Terhadap Bakteri Patogen sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini : 1. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Ir. Iriani Setyaningsih, MS dan Ibu Ir.Hj. Komariah Tampubolon, MS selaku dosen penguji skripsi ini. 3. Ayah, Ibu dan Adik tercinta. Terima kasih banyak atas dukungan baik moril maupun materil selama ini. Kasih sayang, cinta dan doa yang tulus dari Ayah dan Ibu mungkin tidak akan pernah terbalaskan sepanjang hidupku. 4. Keluarga besar di Lampung dan Palembang. Nenek, Adis Lia, Makwo, Pakwo (Alm), Mang Suman, Bibi Tri (Alm), Mang Aris, Mang Enda, Mang Yusri, Adis Tatik, Pak Cik Hamami, Yuk Rian, Yuk Dek, Nopan dan Elan. Terima kasih atas dukungannya selama ini. 5. Ika Puspasari. Terima Kasih atas dukungan, perhatian, kesabaran, kasih sayang, cinta dan semuanya. 6. Keluarga besar Ika Puspasari. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan selama ini. 7. Terima kasih kepada Indra Gunawan dan Ikhwan Dimas Permana atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini. 8. Terima kasih kepada Aldino, Mursalin, Pak Jayadi, Bang Idris, Mbak Titis, Mas Yok dan Bu Ema yang telah membantu selama penelitian. 30 9. Teman-teman THP 40 terutama Pisuko, Bangun, Aal, Ira, Angling, Lisda, Caca, Putri, Tari, Setyo, Udin, Merry, Ditya dan Riri. 10. Fisheries Diving Club (FDC), terima kasih telah mengenalkanku kepada dunia bawah laut dan juga teman-teman diklat 21 FDC atas kebersamaannya. 11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan semoga menjadi suatu amal ibadah bagi penulis. Bogor, Agustus 2007 Muhammad Fikri 31 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii 1. PENDAHULUAN....................................................................................... 1 1.1.Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2.Tujuan .................................................................................................... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Karang Lunak ............................................. 3 2.2. Komponen Bioaktif Karang Lunak....................................................... 5 2.3. Enzim Protease...................................................................................... 7 2.4. Bakteri Patogen Penghasil Protease ...................................................... 9 2.5. Mekanisme Patogenitas dan Keterlibatan Protease............................... 11 2.6. Inhibitor Protease dari Karang Lunak ................................................... 12 2.7. Ekstraksi................................................................................................ 12 2.8. Metode Ekstraksi Bioaktif Karang Lunak............................................. 13 2.9. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) .......................................... 14 3. METODOLOGI ......................................................................................... 16 3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 16 3.2. Alat dan Bahan...................................................................................... 16 3.3. Metode Penelitian ................................................................................. 16 3.3.1. Koleksi dan karakterisasi sampel karang lunak ........................... 17 3.3.2. Ekstraksi komponen bioaktif karang lunak.................................. 17 3.3.3. Bakteri uji..................................................................................... 19 (1). Pembuatan media pertumbuhan bakteri uji .......................... 19 (a). Media luria bertani (LB) broth ...................................... 19 (b). Media luria agar (LA) skim 2%..................................... 20 (2). Penyegaran bakteri uji .......................................................... 20 (3). Penentuan indeks proteolitik ................................................ 20 3.3.4. Penapisan ekstrak karang lunak ................................................... 21 3.3.5. Minimum inhibitory concentration (MIC) ................................... 21 3.3.6. Analisis data ................................................................................. 22 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 23 4.1. Koleksi dan Karakterisasi Karang Lunak ............................................. 23 4.2. Penapisan Enzim Protease Asal Bakteri Patogen.................................. 26 4.3. Ekstraksi komponen Inhibitor Protease dari Karang Lunak ................. 27 4.4. Penapisan Potensi Inhibitor Protease pada Karang Lunak.................... 29 4.5. Minimum Inhibitory Concentration ( MIC ) ......................................... 34 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 39 5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 39 5.2. Saran...................................................................................................... 39 6. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 40 LAMPIRAN.................................................................................................... 44 33 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jenis-jenis senyawa terpenoid pada ekstrak karang lunak ........................... 6 2. Contoh endoprotease dan eksoprotease ....................................................... 7 3. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya ................................................ 13 4. Persentase komponen penyusun LB dan LA skim 2% ................................ 19 5. Pengenceran ekstrak karang lunak dengan media LA skim 2% .................. 22 6. Hasil karakterisasi karang lunak .................................................................. 23 7. Konsentrasi penghambatan ekstrak karang lunak terhadap protease bakteri patogen ............................................................................................. 35 34 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Morfologi karang lunak (Manuputty 1996) .................................................... 4 2. Kerja ekso dan endoprotease........................................................................... 7 3. Alur ekstraksi karang lunak (Rachmaniar 1995) ............................................14 4. Proses koleksi sampel karang lunak................................................................17 5. Alur ekstraksi karang lunak (modifikasi Quinn 1988)....................................18 6. Karang lunak hasil koleksi dari perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu ..............................................................................................................24 7. Indeks proteolitik bakteri patogen...................................................................27 8. Randemen total ekstraksi komponen bioaktif lima karang lunak ..................29 9. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Pseudomonas aeruginosa ........30 10. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Escherichia coli .......................31 11. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Staphylococcus aureus............32 12. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Aeromonas hydrophyli.............32 13. Daya hambat ekstrak Sarcophyton sp. terhadap protease Staphylococcus aureus..............................................................................................................36 14. Daya hambat EDTA terhadap protease Pseudomonas aeruginosa, Staphylococus aureus, Escherichia coli dan Aeromonas hydrophyli .............36 15. Daya hambat ekstrak Sinularia sp. terhadap protease Staphylococcus Aureus .............................................................................................................37 16. Daya hambat ekstrak Nephthea terhadap protease Pseudomonas aeruginosa.......................................................................................................38 35 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta lokasi pengambilan sampel karang lunak........................................... 44 2. Indeks proteolitik bakteri patogen pada media LA skim 2 % (b/v) ........... 44 3. Hasil ekstraksi karang lunak ...................................................................... 45 4. Zona bening yang dibentuk akibat protease bakteri uji dari ekstrak metanol karang lunak Xenia sp. ................................................................. 46 5. Zona bening yang dibentuk akibat protease bakteri uji dari ekstrak etil asetat karang lunak Sinularia sp. ......................................................... 46 6. Zona bening yang dibentuk akibat protease bakteri uji dari ekstrak heksan karang lunak Nephthea................................................................... 47 7. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Pseudomonas aeruginosa .......................................................................... 48 8. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Escherichia coli.......................................................................................... 49 9. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Staphylococcus aureus ............................................................................... 50 10. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Aeromonas hydrophyli ............................................................................... 52 11. Data MIC ekstrak karang lunak terhadap protease Staphylococcus aureus......................................................................................................... 54 12. Data MIC ekstrak karang lunak terhadap protease Pseudomonas aeruginosa.................................................................................................. 55 36 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karang lunak (soft coral) merupakan bagian dari ekosistem terumbu karang yang penting (Benayahu 1985) dan termasuk komponen terbesar setelah karang batu (Manuputty 1996). Karang lunak termasuk ke dalam hewan invertebrata yang hidupnya di daerah pasang surut dan di dasar perairan dengan kedalaman 200-3.000 m. Hewan ini menyukai perairan yang hangat atau sedang terutama di Indo-Pasifik (Manuputty 2002). Diantara organisme yang hidup di laut, karang lunak termasuk organisme penghasil komponen bioaktif yang terbesar. Dalam dekade terakhir, dilaporkan bahwa sebanyak 50 % senyawa bioaktif yang ditemukan dalam invertebrata laut ini bersifat toksik (Radhika 2006). Beberapa komponen bioaktif yang dihasilkan oleh karang lunak meliputi antibiotika, senyawa antitumor, antijamur dan antikanker (Manuputty 2002). Selain itu, diketahui juga karang lunak sebagai penghasil senyawa inhibitor enzim salah satunya adalah inhibitor protease (Rashid et al. 2000). Inhibitor protease adalah senyawa yang memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim dengan cara mengganggu kerja sel penghasil protease (Lehninger 1993). Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi yang terdapat pada molekul enzim (Poedjiadi 1994). Sebagai contoh, karang lunak Lobophytum cristagalli menghasilkan senyawa terpena yang mampu menghambat kerja protein transferase pada penyakit kanker (Coval et al. 1996). Inhibitor enzim lainnya juga ditemukan pada karang lunak Sinularia sp. yang memiliki potensi sebagai inhibitor H,K-ATPase (Sata et al. 1998). Protease merupakan enzim yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi polimer-polimer protein yang disebut dengan asam amino. Enzim protease dihasilkan secara ekstraseluler dan intraseluler oleh hewan, tanaman, maupun oleh mikroba (Suhartono 1992). Enzim protease intraseluler memegang peranan penting dalam berbagai proses, seperti pembentukan dan germinasi spora. Selain itu protease mikroba dapat terlibat dalam aktivasi protease eukariotik yang berpotensi mempunyai sifat-sifat patogenik dan secara langsung 37 atau tidak langsung terlibat dalam patogenesis penyebab penyakit asal bakteri (seperti tifus, kolera, pnemonia), virus (seperti influenza, HIV dan SARS) dan kanker (Suhartono 2000). Penelitian terakhir virus SARS menunjukkan adanya peran dari enzim protease dalam mekanisme molekuler hidupnya (Anan et al. 2003). Selain itu para peneliti HIV saat ini sedang melakukan uji klinik menggunakan protease sebagai target klinis (David et al. 2006). Semakin jelasnya keterlibatan enzim protease dalam berbagai mekanisme molekular penyakit tersebut, maka dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian terhadap protease sebagai target senyawa obat yang dihasilkan oleh organisme di alam sebagai penghambat kerja enzim protease (inhibitor protease). Indonesia sebagai negara tropis dan mempunyai biodiversitas serta keanekaragaman hayati yang berlimpah, salah satunya adalah karang lunak. Hampir seluruh perairan indonesia memiliki karang lunak dengan tingkat keragaman yang berbeda. Kepulauan seribu merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di laut jawa tepatnya di utara Jakarta, memiliki pulau dengan kondisi perairan yang masih baik. Salah satunya adalah pulau Panggang. Penutupan terumbu karang di pulau ini termasuk dalam kategori sedang sampai baik (34,7262,68 %) dengan indeks keanekaragaman berkisar antara 0,2-2,81 % (Mahaza 2003). Diharapkan dari perairan ini akan didapatkan suatu senyawa yang dapat menghambat aktivitas protease bakteri patogen. Sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan alam laut Indonesia, dilakukan penelitian dengan tujuan mencari jenis soft coral (karang lunak) yang potensial penghasil inhibitor protease untuk selanjutnya diisolasi dan diuji daya hambatnya terhadap protease bakteri patogen penyebab beberapa penyakit. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengekstrak karang lunak yang berpotensi sebagai penghambat aktivitas kerja enzim protease (inhibitor protease) pada beberapa bakteri patogen penghasil enzim protease serta mengetahui Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dari ekstrak karang lunak tersebut. 38 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfolologi Karang Lunak (Soft Coral) Karang lunak dari sub-ordo Alconiina adalah hewan sangat bervariasi serta mempunyai jumlah spesies yang besar. Sub-ordo Alcyoniina terdiri dari enam famili yaitu Paralcyoniidae, Alcyoniidae, Asterospiculaiidae, Nephteidae, Nidaliidae, Xeniidae. Dua diantaranya, yaitu famili Alcyonidae dan Nephthidae mempunyai genus yang relatif banyak. Klasifikasi karang lunak sebagai berikut (Fabricius dan Alderslade 2001): Filum : Coeloenterata Kelas : Anthozoa Sub-kelas : Octocorallia Ordo : Alcyonacea Sub-ordo : Alcyoniina Famili : Paralcyoniidae, Alcyoniidae, Asterospiculaiidae, Nephteidae, Nidaliidae, Xeniidae Marga : Sinularia, Sarcophyton, Xenia, Nephthea, Dendronephthya Karang lunak (Soft coral) atau dikenal sebagai Octocorallia (Alcyonaria), hidup di daerah pasang surut terendah sampai kedalaman 200 meter. Kondisi optimal bagi kelangsungan hidup karang lunak hampir sama dengan karang batu. Hewan ini menyukai perairan yang hangat atau sedang terutama di Indo-Pasifik. Keanekaragaman jenis karang lunak pada rataan terumbu karang umumnya rendah, persentase penutupan yang terbesar terdapat pada lereng terumbu (Manuputty 2002). Pada prinsipnya yang termasuk dalam kelompok karang lunak adalah anggota Octocorallia yang memiliki tekstur tubuh yang lunak, polip dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks dan antostela (Gambar 1). Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan koloni dan bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk ke dalam jaringan tubuh terdiri dari delapan tentakel dilanjutkan dengan delapan septa yang tidak berupa kapur. Pada bagian kaliks berupa saluran faring, rongga gastrovaskuler dan organ reproduksi. Bagian 39 antostela merupakan dasar dari polip yang terdiri dari jaringan solenia, jaringan inilah yang menghubungkan polip satu dengan yang lainnya (Manuputty 2002). Gambar 1. Morfologi karang lunak (Manuputty 1996) Tubuh Alcyonaria lemah tetapi disokong oleh sejumlah besar duri-duri yang kokoh, berukuran kecil dan tersusun sedemikian rupa sehingga tubuh alcyonaria lentur dan tidak mudah putus. Duri-duri ini mengandung kalsium karbonat yang disebut spikula. Komponen ini memegang peranan penting dalam mengidientifikasi karang lunak. Karang lunak terlihat seperti tumbuhan karena bentuk koloninya yang bercabang-cabang seperti pohon dan melekat pada substrat yang keras (Bayer 1956). Koloni Octocorallia umumnya memiliki warna-warna yang sangat indah. Warna ini disebabkan oleh sejumlah Zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang, yang menghasilkan pigmen kuning, coklat, hijau dan sebagainya. Zooxanthellae ini merupakan alga uniseluler yang bersifat mikroskopik, hidup bersimbiosis pada jaringan polip karang sejak berbentuk telur atau larva yang baru lahir. Polip menarik Zooxanthellae yang berenang bebas ke dalam rongga mesentri lewat mulut, kemudian menginfeksinya (Manuputty 2002). Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting dari karang dan memberikan 95 % energi hasil fotosintesis kepada karang. Asosiasi yang erat ini sangat efisien, sehingga karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang sangat miskin hara (Muscatine 1990). Karang lunak bangsa Alcyonacea yang mengandung 40 Zooxanthellae adalah genus Alcyonium, Lithophyton, Lobophytum, Sarcophyton, Sinularia, Capnella, Cladiella, Lemnalia, Paralemnalia, sedangkan pada genus Dendronephthya, Stereopnephthya dan Umbellulufera tidak ditemukan Zooxanthellae (Sorokin 1989). Karang lunak diketahui berkembang biak dengan tiga cara, yaitu fertilisasi internal, yaitu telur yang dibuahi tetap tinggal pada permukaan tubuh, fertilisasi eksternal, yaitu terjadi diluar tubuh dimana larva yang terbentuk memiliki silia atau bulu getar, kemudian berenang bebas mencari tempat perlekatan berupa substrat dasar yang keras untuk selanjutnya tumbuh menjadi polip atau koloni baru dan reproduksi secara aseksual yaitu peleburan atau pertumbuhan koloni dan fragmentasi (Manuputty 2002). 2.2 Komponen Bioaktif Karang lunak Karang lunak merupakan sumber yang kaya akan senyawa kimia, seperti terpenoid, steroid, steroid glykosida, racun lipoid dan bahan bioaktif. Senyawa kimia ini dihasilkan secara alamiah melalui proses metabolisme tubuh. Dalam dekade terakhir, dilaporkan bahwa sebanyak 50 % senyawa bioaktif ditemukan dalam invertebrata laut ini bersifat toksik (Radhika 2006). Beberapa komponen bioaktif yang dihasilkan oleh karang lunak meliputi antibiotika, senyawa antitumor, antijamur dan antikanker (Manuputty 2002). Selain itu juga diketahui bahwa karang lunak menghasilkan senyawa antineoplastik, HIV-inhibitory (Rashid et al. 2000) dan anti-inflammatory (Radhika 2006). Salah satu senyawa yang paling banyak ditemukan pada karang lunak adalah terpena. Senyawa terpena merupakan suatu kelompok senyawa kimia dari golongan hidrokarbon isometrik yang mempunyai rumus molekul C10H16. Senyawa ini umumnya ditemukan dalam minyak astiri dari tumbuhan yang berbau harum, seperti eucalyptus, pinus, damar dan sebagainya. Senyawa ini digunakan dalam industri farmasi terutama dalam pembuatan obat-obat antibiotik, antijamur dan antitumor. Secara alamiah senyawa terpena digunakan oleh karang lunak itu sendiri sebagai penangkal terhadap serangan predator, dalam hal memperebutkan ruang lingkup, dan dalam proses reproduksi (Manuputty 2002). Pada beberapa penelitian diketahui bahwa senyawa terpena yang dihasilkan oleh karang lunak berpotensi sebagai zat antimikroba. Ekstrak karang 41 lunak Sinularia flexibilis setelah difraksinasi dengan TLC menghasilkan 5 komponen terpenoid yaitu diterpena fleksiibilida, dihidrofleksiibilida, sinulariolida, episinulariolida dan episinularilida asetat yang terbukti memiliki aktivitas antimikrobial (Aceret et al. 1997). Sinularia erecta merupakan jenis karang lunak yang dilaporkan memiliki komponen bioaktif dengan nama sinularektin yang termasuk ke dalam kelas cembrana turunan terpenoid (Rudi et al. 2006). Selain itu marga Clediella dilaporkan mampu menghasilkan 55 jenis metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai antifungal, sitotoksik dan antibakteri (Radhika 2006). Xenia umbellata menghasilkan bioaktif dengan nama xenibellal yang bersifat sitotoksik terhadap sel P-388 dengan konsentrasi 3.2 µg/mL (El-Gamal et al. 2005). Beberapa senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh karang lunak disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis senyawa terpenoid pada ekstrak karang lunak Nama senyawa 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. Jenis Karang Lunak Literatur Lobolidae Lobophytum crassum Tursch et al., 1978 Crassolide Tursch et al., 1978 Lobophytum crassum Nepthenol Tursch et al., 1978 L. puciflorum Sinularin Tursch et al., 1978 Sinularia flexibilis Dihydrosinularin Tursch et al., 1978 Sinularia flexibilis 1-Episinulariolide Tursch et al., 1978 Sinularia querciformis Xenicin Tursch et al., 1978 Xenia elongata Sarcophine Tursch et al., 1978 Sarcophyton glaucum Sarcophytoxide Tursch et al., 1978 S. trocheliophorum Sarcoglaucol Tursch et al., 1978 Sarcophyton glaucum Africanol Sammarco dan Coll, 1988 Lemnalia africana Denticultolide Sammarco dan Coll, 1988 L. denticulatum Flexibilide Sammarco dan Coll, 1988 Sinularia flexibilis Isosarcophytoxides Sammarco dan Coll, 1988 Sarcophyton sp. Renilafoulins Sammarco dan Coll, 1988 Renilla reniformis Homarin Sammarco dan Coll, 1988 Leptogorgia setasea Eunicin Sammarco dan Coll, 1988 Eunicia mammosa Muricin 1 Sammarco dan Coll, 1988 Muricea fructosa Thunbergol Sammarco dan Coll, 1988 L. compactum 13-Hydroxylobolide Sammarco dan Coll, 1988 Lobophytum crassum 3,4-Epoxynepthenol Sammarco dan Coll, 1988 L. microlobulatum Decaryol Sammarco dan Coll, 1988 L. microlobulatum Pukalide Sammarco dan Coll, 1988 L. microlobulatum Epoxypukalide Sammarco dan Coll, 1988 Sinularia sp. Lemnalol Munro et al., 1987 Lamnalia tenulis Lobohediliolide Munro et al., 1987 Lobophytum hedleyi Sumber : Tursch et al. (1978), Sammarco dan Coll (1988) dan Munro et al. (1987) 42 2.3 Enzim Protease Protease dikelompokkan berdasarkan tiga kriteria utama, yaitu berdasarkan letak pemecahan ikatan peptida, lingkungan daya kerja dan sifat kimia sisi aktif. Dilihat dari letak pemecahan ikatan peptida, protease dibedakan menjadi eksoprotease dan endoprotease. Eksoprotease menguraikan protein dari ujung rantai sehingga dihasilkan satu asam amino dan sisa peptida yang kemudian akan menghasilkan sejumlah asam amino. Golongan endoprotease menguraikan ikatan peptida pada bagian dalam rantai protein, sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida (Gambar 2). Oleh karena itu, kebanyakan endoprotease hanya akan menghasilkan asam amino bebas dalam jumlah terbatas (Suhartono 1992). Beberapa contoh endoprotease dan eksoprotease diperlihatkan pada Tabel 2. Gambar 2. Kerja ekso dan endoprotease Tabel 2. Contoh endoprotease dan eksoprotease Jenis enzim Endoprotease Eksoprotease Sumber : Suhartono (1992) Contoh Khimotripsin Tripsin Trombin Plasmin Elastase Subtilisin Papain Bromelin Termolisin Amino peptidase Karboksilat peptidase A, B dan C 43 Ditinjau dari lingkungan daya kerja, protease dapat digolongkan menjadi protease asam, netral dan alkali. Protease asam bekerja pada pH asam, seperti enzim pepsin yang diperoleh dari lambung sapi, renin mikroba dihasilkan oleh Mucor miehei. Protease netral bekerja pada pH netral, seperti enzim papain yang dihasilkan dari getah pepaya, enzim bromelin yang dihasilkan dari nenas dan protease bakteri yang diperoleh dari Bacilus subtilis, sedangkan protease alkali bekerja pada pH basa (Suhartono 1992). Berdasarkan sifat kimia dari sisi aktif dikenal empat golongan protease, yaitu protease serin, protease aspartat, protease sistein dan metaloprotease. Protein serin dicirikan dengan adanya residu serin pada sisi aktifnya. Enzim ini banyak terdapat pada archaea, eukariot dan virus serta aktif pada pH 7 dan 11 contoh protease serin adalah tripsin, khimotripsin, elastase, subtilisin dan proteinase (Walsh 2002). Aktivitas enzim protease serin dihambat oleh diisopropil-fluorofosfat (DFP), 3,4-dikhloroisokoumarin (3,4-DCL), L-3- karboksitrans 2,3-epoksipropil-leusilamido (E.6,4), fenilmetilsulfonilflourida (PMSF) dan tosil-L-lisin khlorometil keton (TLCK) (Rao et al. 1998). Protease aspartat merupakan nama yang dianjurkan untuk group protease asam yang memiliki residu asam aspartat pada sisi katalitiknya. Sebagian besar memiliki aktivitas maksimum pada pH 3 dan 4. Enzim ini dapat dihambat oleh DFP, EDTA dan p-khloromerkuribenzoat (pCMB). Protease sistein (thiol) tersebar luas yang dicirikan dengan adanya residu sistein dan histidin pada sisi aktifnya yang merupakan bentuk katalitik esensial untuk aktivitas biologinya. Contoh protease sistein adalah papain, ficin dan bromelin. Enzim ini dapat dihambat oleh senyawa pCMB tetapi tidak terpengaruh oleh PMSF atau senyawa pengikat logam (Walsh 2002). Metaloprotease adalah protease yang aktivitasnya tergantung pada adanya logam. Logam-logam yang mengaktifkan enzim ini adalah magnesium (Mg), seng (Zn), kobalt (Co), besi (Fe), merkuri (Hg), kadmium (Cd), tembaga (Cu) dan nikel (Ni). Sebagian besar aktif pada pH netral sampai alkali. Contoh metaloprotease adalah elastase, kolagenase dan termolisin. Enzim ini dapat dihambat dengan EDTA (etilen diamin tetratacetic acid) (Suhartono 1992). 44 2.4 Bakteri Patogen Penghasil Protease Bakteri penghasil protease adalah bakteri yang mampu memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar sel. Tidak semua bakteri memiliki kemampuan menghasilkan enzim protease, bakteri yang memproduksi enzim protease jika ditumbuhkan pada media yang mengandung substrat protein, maka akan mengeluarkan enzim disekeliling koloninya dan akan menghidrolisis substrat yang ditandai dengan adanya zona bening disekitar koloninya. Bakteri patogen penghasil protease antara lain Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Aeromonas hydrophyla. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini ada yang bersifat motil bergerak dengan flagella peritrik, dan ada juga yang nonmotil. Berbentuk batang tunggal dan berpasangan dengan ukuran 1,1-1,5 µm x 2,0-6,0 µm, diameter koloni 2-3 µm, memiliki kapsul dan mikrokapsul. Bakteri ini mampu memfermentasi laktosa pada media Eosin Methylene Blue (EMB) menghasilkan koloni berwarna gelap dengan kilap logam (Suwandi 1999). Bakteri ini dibagi ke dalam empat kategori berdasarkan kepada sindrom klinik, perbedaan interaksi dengan mukosa usus, perbedaan dalam epidemilogi, serta jarak serogroup O-H, yaitu Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enteroinvasive dan E. coli Enterohemorragic Enteropathogenic E. (EIEC), coli Enterotoxigenic (EHEC) (Doyle E. dan coli (ETEC) Padhye 1994). E. coli (EPEC) yang diisolasi dari penderita diare menghasilkan protease serin yang aktivitasnya berkorelasi dengan tingkat infeksi yang ditimbulkan. Protease ini mampu mendegradasi protein musin (Budiarti dan Suhartono 1999) Enteropathogenic E. coli K1.1 menghasilkan protease jenis serin-metaloprotease. Protease tersebut mempunyai berat molekul 42 kD dan mempunyai kemampuan untuk mendegradasi musin menjadi komponen yang lebih kecil (Waturangi 1999). Staphylococcus aureus tergolong bakteri gram positif bersifat anaerob fakultatif. Berbentuk kokus tunggal, berpasangan atau bergerombol dengan diameter 0,5-1,5 µm, tidak berkapsul dan non motil. Bakteri ini tahan terhadap garam tinggi pada media Mannitol Salt Agar (MSA), sehingga dapat tumbuh 45 dengan warna kuning keemasan dan mediapun berubah menjadi kuning (Suwandi 1999). Staphylococcus aureus menghasilkan protease ekstraseluler jenis metaloprotease yang bersifat toksin dan merupakan salah satu bakteri patogen yang berpotensi mengkontaminasi makanan, seperti daging dan produkproduk ikan, susu. Selain itu dapat menyebabkan luka infeksi/peradangan pada kulit yang luka. Methisilline resistant Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang resisten terhadap segala macam antibiotik dan dianggap sebagai bakteri paling berbahaya karena dapat menurunkan sistem ketahanan tubuh manusia (Yulindo 2003). Pseudomonas aeruginosa bersifat gram negatif, berbentuk batang lurus dan tidak membentuk spora, berukuran kecil dengan lebar 0,5-1,0 µm dan 1,5-4,0 µm. Termasuk ke dalam bakteri aerob obligat dan oksidase positif. Bakteri ini membutuhkan aw 0,96-0,98, pH optimum 6,6-7,0 dan suhu 37 o C untuk pertumbuhannya (Banwart 1989). Bakteri ini dapat diuji dengan media Cetrimide Agar Medium (CAM) yang menghasilkan warna kehijauan pada media. Pseudomonas aeruginosa bersifat patogen dan sering menimbulkan kerusakan pada berbagai produk pangan (Fardiaz 1992). Sifat patogenik yang ditimbulkan dengan cara menginfeksi inang dengan memproduksi metaloprotease ekstraseluler, elastase dan alkalin protease. Bakteri ini dapat ditemukan di dalam air, tanah, sayuran, telur, daging ‘curing’, daging segar, ikan, udang, kerang dan susu (Fields 1979). Aeromonas hydrophyla merupakan spesies bakteri yang menyebabkan diare dan kadang-kadang menginfeksi luka yang terkena air segar atau menginfeksi penderita yang fungsi imunnya terganggu dan jarang menyebabkan infeksi non-intestinal (Jawetz et al. 1996). Sifat patogenik Aeromonas hydrophyla yang dikenal sebagai patogen opotunistik pada manusia dan ikan, melibatkan beberapa enzim ekstraseluler. Enzim protease yang dihasilkannya dilaporkan berkorelasi dengan mekanisme infeksi dan invasi bakteri tersebut. Secara khas, Aeromonas hydrophyla menghasilkan hemolisin, beberapa strain menghasilkan endotoksin. Selain itu juga dihasilkan sitotoksin berikut kemampuannya menyerang sel biakan jaringan. Namun tidak satupun dari sifat-sifat ini yang terbukti berhubungan dengan penyakit diare pada manusia (Rao et al. 1998). 46 2.5 Mekanisme Patogenitas dan Keterlibatan Protease Patogenitas merupakan kemampuan dari suatu bakteri untuk menginfeksi atau menyebabkan infeksi. Faktor-faktor patogenitas adalah faktor invasi sel inang, peleketan, toksin, enzim, faktor antifagosit, patogenitas intrasel dan keanekaragaman antigen (Jawetz et al. 1996). Banyak spesies bakteri menghasilkan enzim yang berperan dalam proses patogenitas, salah satunya enzim protease yang mendegradasi komponen matrik ekstraseluler sehingga merusak struktur jaringan inang. Enzim protease yang dihasilkan oleh mikroorganisme terlibat di dalam mekanisme penyebab penyakit pada manusia, hewan maupun tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung (Suhartono 2000). Enzim ini juga digunakan oleh bakteri untuk memperoleh sumber karbon dan energi dengan menghancurkan polimer inang menjadi gula sederhana dan asam amino (Salyers dan Whitt 1994). Bakteri yang terkenal penyebab penyakit adalah EPEC (Escherichia coli enteropatogenik) yang menyebabkan penyakit diare, penyakit ini banyak terdapat di negara-negara berkembang dan biasanya menyerang anak-anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EPEC mensekresi protease serin yang mampu mendegeradasi musin (Budiarti dan Suhartono 1999). Bakteri Pseudomonas aeruginosa bersifat patogen yang menyebabkan penyakit pneumonitis dengan mensekresi metalloprotease zinc netral ( Hase dan Finkelstein 1993). Staphylococcus menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berkembangbiak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler, zat tersebut berupa metalloprotease yang bersifat toksik. Bakteri lain yang memproduksi protease penyebab penyakit adalah Clostridium yang menghasilkan metaloprotease ekstraseluler bersifat toksik dan merupakan faktor virulensi ( Hase dan Finkelstein 1993). Penyebab penyakit AIDS yang disebabkan oleh Protease HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk ke dalam golongan protease asam. HIV juga diketahui merupakan penyakit yang disebabkan oleh protease aspartat (Rao et al. 1998). Penelitian terakhir virus SARS menunjukkan adanya peran dari 47 enzim protease dalam mekanisme molekuler hidupnya berupa protein M yang biasa ditulis Mpro (Anan et al. 2003). 2.6 Inhibitor Protease dari Karang Lunak Kunitz dan Northrop (1936) pertama kali mengisolasi inhibitor protease dari pankreas sapi dan mengkristalisasikannya. Sejak saat itu berbagai penelitian menunjukkan adanya potensi inhibitor di alam secara luas tersebar baik pada tumbuhan, hewan, fungi, actinomycetes dan beberapa jenis bakteri yang mampu memproduksi inhibitor. Coval et el. (1996) berhasil mengidentifikasi senyawa terpen dari jenis Lobophytum cristagalli yang berpotensi sebagai inhibitor dari fernesyl protein transferase (FPT) yang berasosiasi pada sel kanker. Enzim FPT ini dilepaskan oleh sel kanker untuk mendegradasi protein yang akan digunakan untuk meregulasi sel induk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa diterpena dari karang lunak mampu berkompetisi dengan FPT untuk mendapatkan substrat, sehingga kinerja dari enzim FPT dapat terhambat. Senyawa inhibitor FPT ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. Selain itu, sumber lain menyatakan bahwa karang lunak Lobophytum mampu memproduksi senyawa turunan terpen yang berpotensi sebagai HIVprotease inhibitor yang dapat menghambat kinerja protease dari virus HIV (Rashid et al. 2000). 2.7 Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003). Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam sifat pelarut antara lain pelarut yang polar akan melarutkan senyawa polar, demikian sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa non-polar, pelarut organik akan cenderung 48 melarutkan senyawa organik, pelarut air akan melarutkan senyawa anorganik (Achmadi 1992). Tabel 3 menunjukkan beberapa jenis pelarut dan sifat-sifatnya. Proses ekstraksi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penghancuran bahan, penimbangan, perendaman dengan pelarut, penyaringan dan tahap pemisahan. Penghancuran bertujuan agar dapat mempermudah pengadukan dan kontak bahan dengan pelarutnya pada saat proses perendaman. Kemudian bahan ditimbang untuk mengetahui berat awal bahan sehingga dapat menentukan rendemen yang dihasilkan. Bahan yang telah ditimbang kemudian direndam dalam pelarut, seperti heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Proses perendaman ini disebut dengan maserasi. Prinsip pelarutan yang dipakai pada metode ini adalah like dissolve like artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. Tahap selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel dengan pelarut yang telah mengandung bahan aktif. Untuk memisahkan pelarut dengan senyawa bioaktif yang terikat dilakukan evaporasi, sehingga pelarutnya akan menguap dan diperoleh senyawa hasil ekstraksi yang dihasilkan (Khopkar 2003). Tabel 3. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya Titik didih (oC) Titik beku (oC) Dietil eter 35 -116 4.3 Aseton 56 -95 20.7 Kloroform 61 -64 4.8 Heksana 68 -94 1.8 Etil asetat 77 -84 6.0 Etanol 78 -117 24.3 Metanol 65 -98 32.6 Air 100 0 80.2 Pelarut Konstanta dielektrik Sumber : Nur dan Adijuwana (1989) 2.8 Metode Ekstraksi Bioaktif Karang lunak Metode ekstraksi ini mengacu pada metode yang dilakukan oleh Rachmaniar (1995), yang mengisolasi senyawa aktif dari karang lunak (yang 49 belum diketahui jenisnya) menggunakan metanol 80 % (v/v) untuk mengekstrak komponen bioaktifnya. Alur ekstraksi karang lunak disajikan pada Gambar 3. Soft coral segar (25 g) dipotong kecil-kecil Ekstrak kasar (diblender) Maserasi dengan metanol 80 % (v/v) (35 ml ; 24 jam) Ekstrak disaring dengan kertas saring (milipore) Ekstrak disimpan dalam lemari pendingin Gambar 3. Alur ekstraksi karang lunak (Rachmaniar 1995) 2.9 Minimum Inhibitory Concentration Minimum inhibitory concentration (MIC) merupakan metode pengujian yang dilakukan secara in vitro untuk mengetahui konsentrasi minimum dari suatu zat untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lebih dari 99 % (Andrews 2001). Suatu zat dapat dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi terhadap mikroba apabila dengan konsentrasi yang rendah tetapi mempunyai daya hambat yang besar. Ada 3 metode yang digunakan dalam pengujian MIC, yaitu teknik tabung pengenceran (tube dillution technique), metode difusi agar (agar diffusion metode) dan metode sumuran. Dalam teknik tabung pengenceran, digunakan beberapa seri tabung yang berisi medium kultur yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme yang akan diuji dan diberi zat antimikroba dengan beberapa konsentrasi. Ada beberapa faktor yang menentukan dalam penggunaan metode ini antara lain jenis organisme, komponen media kultur, waktu inkubasi, serta parameter-parameter seperti suhu, pH dan aerasi (Schlegel dan Schmidt 1994). 50 Metode difusi agar menggunakan sejumlah paper disc steril yang telah diisi zat antibakteri dengan konsenterasi berbeda, lalu diletakkan di atas permukaan agar yang telah mengandung bakteri dan diinkubasi selama waktu tertentu. Zat antimikroba akan terdifusi dari paper disc menuju agar dan menimbulkan suatu gradien konsentrasi disekelilingnya atau terlihat zona penghambatan. Aktivitas bakteri ditentukan dengan mengukur diameter hambatannya, yaitu daerah bening yang terbentuk disekitar kertas (Schlegel dan Schmidt 1994). Metode sumuran dilakukan dengan membuat lubang pada media nutrien agar yang sudah diinokulasi bakteri uji, kemudian diisi dengan larutan ekstrak. Daya antimikroba diukur berdasarkan diameter zona bening dan perkembangan mikrobia di sekitar sumuran (Faatih 2005). 51 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006 sampai dengan April 2007, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cool box, timbangan analitik (Precisa tipe XT 120A), freezer, freeze dryer (Yamato), autoclave (Yamato SM52), shaker bath (Yamato BT:25), inkubator (Thermolyne tipe 4200), alat-alat gelas, cawan petri, bunsen, jarum ose, pipet mikro (Pipetman), pipet volumetrik, Global Positioning System (Garmin GPS 60) Spektrofotometer, alat selam SCUBA DIVING dan kamera underwater (OLYMPUS C7070WZ). Bahan-bahan yang digunakan adalah karang lunak yang dikoleksi dari Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Bakteri uji yang digunakan antara lain Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Aeromonas hydrophyla. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, alkohol 70 %, metanol (teknis), etil asetat (teknis), heksana (teknis), spirtus, EDTA (Merck), Buffer Tris-HCl 0,2 M pH 8. Media penapisan menggunakan Luria agar dengan skim 2 % (b/v) dan Luria Bertani (LB) Broth. Komposisi media tercantum pada Tabel 4. 3.3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap. (1) mengkoleksi karang lunak (soft coral) menggunakan peralatan mengidentifikasinya, (2) mengekstrak menyelam (Gambar 4) serta karang lunak, (3) menumbuhkan dan memilih bakteri patogen yang potensial memproduksi enzim protease, (4) penapisan ekstrak karang lunak sebagai inhibitor protease dan (5) ekstrak karang lunak yang potensial sebagai inhibitor protease dan memiliki daya hambat terhadap bakteri uji lebih dari 50 %, akan konsentrasi minimum hambatannya (MIC). dilakukan uji untuk mengetahui 52 3.3.1. Koleksi dan karakterisasi sampel karang lunak Sampel karang lunak dikoleksi dari perairan pulau Panggang, Kepulauan Seribu sebanyak 5 jenis dan diambil pada kedalaman berbeda (2-14 m). Pengambilan sampel dilakukan dengan memotong bagian tubuh karang lunak, lalu dimasukkan kedalam plastik, kemudian dibawa ke permukaan air secara perlahan. Sampel disimpan dalam media pelarut metanol hingga terendam, kemudian ditransportasikan dalam keadaan dingin menggunakan cool box. Karang lunak mempunyai morfologi dan warna seperti yang dituliskan oleh Manuputty (2002). Gambar 4. Proses koleksi sampel karang lunak 3.3.2. Ekstraksi komponen bioaktif karang lunak Ekstraksi komponen bioaktif pada karang lunak menggunakan metode Quinn (1988) diacu dalam Kusumadewi (2004). Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi yaitu heksana, etil asetat dan metanol. Perbandingan antara sampel dan masing-masing pelarut adalah 1: 3. Sampel karang lunak disiapkan sebanyak 100 gram, kemudian dipotong kecil-kecil lalu diblender dan ditambahkan pelarut sebanyak 300 ml. Ekstraksi pertama menggunakan pelarut metanol, dengan waktu maserasi 24 jam, tujuannya agar komponen bioaktif pada karang lunak terlarut dalam pelarut. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh ampas dan filtrat yang diinginkan. Ampas sisa ekstraksi metanol dimaserasi kembali menggunakan etil asetat sebanyak 300 ml selama 24 jam, sedangkan filtratnya dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah. Hasil maserasi etil asetat kemudian disaring, ampas yang dihasilkan dilarutkan dengan heksana sebanyak 300 ml dan 53 dimaserasi selama 24 jam, sedangkan filtrat hasil ekstraksi etil asetat dievaporasi hingga pelarut dan ekstrak terpisah. Hasil maserasi heksana kemudian disaring dan filtratnya dievaporasi. Apabila ekstrak dalam bentuk cairan, maka dilakukan pengeringan beku (freeze dryer). Alur ekstraksi karang lunak dapat dilihat pada Gambar 5. Sampel Maserasi 24 jam dengan metanol filtrasi Residu Filtrat 1 Evaporasi Maserasi 24 jam dengan etil asetat Ekstrak 1 Filtrasi Residu Filtrat 2 Maserasi 24 jam dengan heksana Evaporasi Filtrasi Ekstrak 2 Filtrat Residu Evaporasi Ekstrak 3 Gambar 5. Alur ekstraksi karang lunak (modifikasi Quinn 1988 diacu dalam Kusumadewi 2004) 54 Serbuk ekstrak karang lunak ditimbang untuk mengetahui rendemen yang didapatkan dengan rumus : Rendemen (b/b) = Berat ekstrak kering Berat sponge awal X 100% 3.3.3. Bakteri uji Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri patogen penghasil protease, yaitu Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Aeromonas hydrophyla. (1). Pembuatan media pertumbuhan Media pertumbuhan dibuat bertujuan untuk sebagai tempat bakteri, media yang dibuat harus sesuai dengan standar nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri sehingga pertumbuhannya baik. Penelitian ini menggunakan media Luria Bertani (LB) Broth dalam bentuk cair dan luria agar (LA) dengan skim 2 % (b/v) padat dengan komposisi seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase komponen penyusun LB dan LA skim 2% Bahan Agar Ekstrak Khamir NaCl Skim Trypton (a). Media LB (ml) 0.5 % 1% 1% Media LA (ml) 3.5 % 0.5 % 1% 2% 1% Media luria bertani (LB) broth Media LB dibuat sebanyak 100 ml dengan cara menimbang sebanyak 0,5 gram ekstrak khamir, 1 gram NaCl dan 1 gram tryptone, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan akuades sampai tanda tera 100 ml. Media dihomogenkan terlebih dahulu sebelum disterilisasi (suhu 121oC selama 15 menit). 55 (b). Media luria agar (LA) skim 2 % Sebanyak 0,5 gram ekstrak khamir, 1 gram NaCl, 1 gram tryptone dan 3,5 % (b/v) agar dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan akuades sampai tanda tera 70 ml, lalu dihomogenkan (media agar). Sedangkan untuk skim, sebanyak 2 gram skim dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan akuades sampai menunjukkan tanda tera 30 ml, kemudian dihomogenkan. Secara terpisah, media agar dan skim disterilisasi (suhu 121 oC selama 15 menit). Selanjutnya didinginkan hingga suhu 40 oC, kemudian kedua media tersebut dicampurkan hingga homogen. (2). Penyegaran bakteri uji Penyegaran bakteri bertujuan untuk meregulasi pertumbuhan sel bakteri pada media yang baru sehingga diperoleh isolat bakteri dengan kondisi pertumbuhan yang optimum. Bakteri uji yang akan disegarkan diambil satu ose, lalu digoreskan pada media agar miring yang baru lalu diinkubasi selama 24 jam. (3). Penentuan indeks proteolitik (modifikasi Febrian 2004) Tujuan uji ini adalah untuk mendapatkan bakteri yang potensial menghasilkan enzim protease. Uji ini dilakukan dengan cara penapisan menggunakan media Luria Agar (LA) skim 2 % (b/v). Cawan petri disiapkan dan diberi tanda untuk memisahkan atau membatasi penapisan setiap bakteri dengan membuat garis diagonal sehingga terdapat empat kuadran. Sebanyak 10 ml media LA skim 2 % (b/v) dituangkan ke dalam cawan petri, lalu didiamkan hingga beku. Masing-masing bakteri uji ditotolkan pada media menggunakan tusuk gigi yang terlebih dahulu telah disterilisasi. Media diinkubasi selama 24 jam hingga terbentuk zona bening. Zona bening yang terbentuk menunjukkan aktivitas protease dari masingmasing bakteri uji yang mampu mendegradasi skim dalam media LA. Diameter zona bening diukur dengan jangka sorong, kemudian dihitung indeks proteolitik masing-masing bakteri. Indeks Proteolitik (IP) = diameter zona bening (mm) diameter koloni (mm) 56 3.3.4. Penapisan inhibitor protease dari ekstrak karang lunak Media yang digunakan untuk penapisan ini adalah LA skim 2 % (b/v). Penapisan ini berfungsi untuk mendapatkan ekstrak karang lunak yang potensial sebagai inhibitor protease. Ekstrak masing-masing dari jenis karang lunak yang berbeda dilarutkan kembali dengan pelarutnya, yaitu metanol, etil asetat dan heksana dengan konsentrasi 10 %(b/v). Selanjutnya sebanyak 200 µl larutan tersebut ditambahkan ke dalam cawan petri, kemudian dicampur dengan 10 ml LA skim 2 % dan digoyang-goyang hingga ekstrak tercampur merata, lalu media didiamkan hingga beku. Untuk kontrol digunakan pelarutnya, yaitu metanol, etil asetat dan heksana sebanyak 200 µl dicampur dengan LA skim 2 %. Sebanyak satu ose bakteri patogen ditusukkan ke dalam media. Setiap cawan ditusukkan 4 jenis bakteri uji secara duplo, lalu di inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 oC. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona bening yang dihasilkan oleh masing-masing bakteri uji. Untuk menghitung potensi daya hambat dari masing-masing ekstrak digunakan rumus : ⎡ ⎡ IP ⎤ ⎤ Potensi Daya Hambat = ⎢1 − ⎢ e ⎥ ⎥ x100% ⎣ ⎣ IPk ⎦ ⎦ Keterangan : : Indeks proteolitik bakteri uji pada media IPe mengandung ekstrak IPk : Indeks proteolitik bakteri uji pada media kontrol Ekstrak karang lunak yang memiliki potensi penghambatan lebih dari 50 % dilanjutkan untuk pengujian minimum inhibitory concentration (MIC). 3.3.5. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) (modifikasi Parish dan Davidson 1993) Metode yang digunakan adalah metode sumuran. Sebelum metode ini dilakukan, terlebih dahulu dilakukan prekultur bakteri uji dengan cara mengambil biakan bakteri patogen sebanyak satu ose dan dimasukkan ke dalam media LB. Kemudian diinkubasi dengan suhu 37 oC selama 24 jam dan diukur OD (optical 57 density) menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm. Prekultur ini dilakukan untuk mendapatkan bakteri uji dengan nilai OD = 0,5. Selanjutnya masing-masing ekstrak karang lunak diencerkan dengan pelarutnya (b/v), sebagai kontrol negatif digunakan pelarutnya dan kontrol positif digunakan EDTA yang dilarutkan dalam buffer Tris-HCl 0,2 M, pH 8. Pengenceran ekstrak karang lunak dengan LA skim 2 % disajikan pada Tabel 5. Setiap cawan diisi dengan 10 ml media LA skim 2 % dengan suhu ±40 oC, kemudian 200 µl larutan ekstrak karang lunak dan larutan EDTA dari tiap-tiap konsentrasi dimasukkan ke dalam cawan. Campuran media digoyang-goyang hingga homogen, lalu didiamkan hingga membeku. Setelah membeku setiap cawan dibuat sumur dengan diameter 6 mm sebanyak 4 buah. Suspensi bakteri prekultur dengan nilai OD=0,5 dipipet sebanyak 2 µl ke dalam sumur, lalu diinkubasi media selama 24 jam dengan suhu 37 oC, kemudian dihitung aktivitas penghambatan protease. Nilai MIC diperoleh dengan menentukan konsentrasi minimum yang mampu menghambat aktivitas protease bakteri patogen lebih dari 99 %. Tabel 5. Pengenceran ekstrak karang lunak dengan media LA skim 2% Ekstrak karang lunak (%) 10 8 6 4 2 Konsentrasi ekstrak karang lunak dalam media agar (%) 0,2 0,16 0,12 0,08 0,04 EDTA (%) Konsentrasi EDTA dalam media agar (%) 10 8 6 4 2 Kontrol (Buffer TrisKontrol (pelarut) 0 HCL 0,2 M pH 8) Catatan : konsentrasi ekstrak disesuaikan dengan daya hambat yang diperoleh 0,2 0,16 0,12 0,08 0,04 0 3.3.6. Analisis Data Berdasarkan hasil pengamatan yang berupa pengukuran diameter zona bening dan diameter koloni dari tiap-tiap jenis bakteri uji diolah menggunakan program Microsoft Excell 2003 untuk mengetahui persentase penghambatan dari masing-masing Karang lunak. Selanjutnya data diolah secara deskriptif. 58 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koleksi dan Karakterisasi Karang Lunak Pada penelitian ini, karang lunak dikoleksi dari perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu pada kedalaman 2-14 m. Perairan Pulau Panggang merupakan lokasi yang masih cukup baik, hal ini dikarenakan oleh penutupan terumbu karang termasuk dalam kategori sedang sampai baik (34,72-62,68 %) dengan indeks keanekaragaman berkisar antara 0,2-2,81 % (Mahaza 2003). Peta lokasi disajikan pada Lampiran 1. Karang lunak yang diperoleh disimpan dalam media pelarut metanol hingga terendam, kemudian ditransportasikan dalam keadaan dingin. Ada lima jenis karang lunak yang diperoleh, yaitu Sarcophyton sp., Sinularia sp., Nephthea, Xenia sp. dan Dendronephthya. Kelima jenis karang lunak dapat dilihat pada Gambar 6. Karang lunak diidentifikasi berdasarkan bentuk morfologi dan warna (Manuputty 2002). Hasil identifikasi karang lunak disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil karakterisasi karang lunak Jenis karang lunak Sarcophyton sp. Autosoid Sinularia sp. Autosoid Nephthea Sifonosoid Xenia sp. Sifonosoid Polip Dendronephthya Sifonosoid Bentuk Bentuk pertumbuhan kapitalum Seperti jamur Melebar seperti jamur Merambat Bertangkai (encrusting) pendek Seperti pohon Bertangkai (arborescen) pendek dengan cabang primer bergerombol Kecil-kecil Merambat dengan dimana tangkai cabangnya pendek berbentuk seperti payung (umbellata) Seperti pohon Bertangkai, (arborescen) memiliki duri-duri Warna Penyebaran Krem keabuan <15 m Coklat muda Coklat atau abuabu <20 m Coklat muda <10 m Merah, kuning, oranye, ungu dan putih >10 m <10 m 24 Foto bawah air Nephthea (2 m) Foto atas air Nephthea Foto bawah air Sarcophyton sp. (2 m) Foto atas air Sarcophyton sp. Foto bawah air Sinularia sp. (3 m) Foto atas air Sinularia sp. Foto bawah air Xenia sp. (2 m) Foto atas air Xenia sp. Foto bawah air Dendronephthya (14 m) Foto atas air Dendronephthya Gambar 6. Karang lunak hasil koleksi dari Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu 44 Sarcophyton sp. merupakan karang lunak dari famili Alcyoniidae (Verseveldt 1983 diacu dalam Manuputty 2002). Karang lunak jenis ini biasanya berukuran besar, mempunyai tangkai berwarna putih atau senada dengan kapitulum. Kapitulum melebar seperti jamur atau bundar dengan bagian tepi berlekuk atau melipat, permukaan halus seperti beludru, jumlah polip autosoid lebih banyak. Koloni yang masih muda dan baru tumbuh berbentuk jamur. Warna koloni krem atau krem keabuan. Penyebaran karang lunak ini dari rataan terumbu sampai kedalaman 15 meter dengan konsentrasi pada kedalaman 3-10 meter. Sinularia sp. termasuk ke dalam famili Alcyoniidae (Verseveldt 1983 diacu dalam Manuputty 2002). Koloninya bertangkai atau merambat (encrusting). Kapitulum lebar, lobata pada yang merambat, yang bertangkai digitata, aboresen atau glomerata. Polip monomorfik yaitu tidak memiliki sifonosoid, dan retraktil. Warna koloni krem, coklat muda atau abu-abu. Penyebaran karang lunak ini dari rataan terumbu sampai kedalaman 20 meter. Anggota dari marga Sinularia sangat banyak sehingga untuk membedakan jenis yang satu dengan lainnya tidak cukup hanya dengan ciri-ciri morfologinya saja. Untuk itu harus dibedakan dari bentuk sklerit atau spikulanya. Nephthea merupakan karang lunak yang termasuk ke dalam famili Neptheidae (Verseveldt 1977 diacu dalam Manuputty, 2002). Koloninya berbentuk pohon atau semak (arboresen), lunak dan dinding koloni berbentuk kanal-kanal yang tersusun memanjang, tipis dan gampang sobek, bertangkai dengan kapitulum lobata atau glomerata. Polip non retraktil, tersusun berkelompok pada ujung lobus, mengandung spikula yang tersusun rapi berfungsi sebagai penyokong tubuh. Tangkai berwarna abu-abu sampai putih, lobus krem, abu-abu atau coklat. Penyebaran karang lunak ini dari rataan terumbu sampai kedalaman 10 meter. Dendronephthya merupakan marga yang terkenal karena keindahan warna, dan bentuk koloninya. Memiliki koloni arboresen, percabangan divarikata, glomerata, atau umbellata. Tangkai transparan disokong oleh dengan deretan spikula yang tersusun rapi dan nampak jelas sampai ke lobus. Polip non retraktil terdapat di ujung cabang dengan spikula yang berwarna-warni, pada masing- 45 masing jenis mempunyai warna tersendiri sehingga memberikan kesan indah. Warna koloni merah, kuning, oranye, ungu tua, ungu muda dan putih. Umumnya ditemukan di tempat yang agak dalam di kedalaman di bawah 10 meter dan terlindung di balik bongkahan karang (Bayer 1956; Verseveldt 1977 diacu dalam Manuputty 2002). Xenia sp. merupakan karang lunak yang termasuk ke dalam famili Xeniidae (Bayer 1956; Verseveldt 1977 diacu dalam Manuputty 2002). Memiliki koloni yang kecil, tangkai pendek dan kolumnar, umbellata dengan percabangan yang jarang. Polip lebih besar dari Alcyonacea lainnya, non retraktil dan monomorfik. Tentakel memiliki deretan duri (pinnula) di bagian tepinya. Masing-masing polip tersusun rapi pada kapitulum dan bila ditemukan percabangan atau polip yang rapat, permukaan atas kapitulum masih tetap nampak. Warna koloni abu-abu, krem sampai coklat muda, ditemukan dari rataan terumbu sampai kedalaman 10 meter. 4.2. Penapisan Enzim Protease Asal Bakteri Patogen Bakteri yang tergolong ke dalam penghasil protease adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang di produksi di dalam sel kemudian dilepaskan ke luar sel (Suhartono 1992). Penapisan enzim protease asal bakteri patogen ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri patogen dalam memproduksi enzim protease secara ekstraseluler atau yang biasa disebut indeks proteolitik. Nilai dari suatu indeks proteolitik diperoleh dari diameter zona bening yang terbentuk. Indeks proteolitik yang dihasilkan oleh empat jenis bakteri dapat dilihat pada Gambar 7 dan Lampiran 2. Berdasarkan hasil penapisan empat bakteri patogen, yaitu Escherichia coli, Staphylococus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Aeromonas hydrophyla diperoleh indeks proteolitik masing-masing secara berturut-turut.yaitu 1,42; 1,29; 1,95; 1,57. Data tersebut menunjukkan Pseudomonas aeruginosa memiliki indeks proteolitik paling tinggi. 46 2.50 1.95 2.00 1.42 1.57 1.29 IP 1.50 1.00 0.50 0.00 A B C D Bakteri Patogen Ket : A= Escherichia coli C= Pseudomonas aeroginosa B= Staphylococus aureus D= Aeromonas hydrophyla Gambar 7. Indeks proteolitik bakteri patogen Enzim protease dihasilkan secara ekstraseluler untuk menghidrolisis nutrisi protein menjadi peptida dan amino yang terdapat di dalam media LA skim 2 % yang ditandai dengan adanya zona bening. Hidrolisis protein ini berperan dalam reduksi proses metabolisme, mekanisme patogenesis, germinasi spora dan proses biologi lainnya ( Ward 1985 diacu dalam Febrian 2004). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil bahwa Pseudomonas aeruginosa memiliki kemampuan tertinggi untuk menghasilkan enzim protease dengan indeks proteolitik sebesar 4,7 (Baehaki 2004). Protease yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah metaloprotease ekstraseluler, elastase dan alkalin protease, semakin tinggi jenis protease yang dihasilkan maka berkorelasi dengan tingkat patogenitasnya (Hase dan Finkelstein 1993). 4.3. Ekstraksi Komponen Inhibitor Protease dari Karang Lunak Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar 2003). Dalam pemilihan pelarut, faktor yang harus diperhatikan antara lain daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi. Pelarut yang digunakan pada penelitian adalah metanol (polar), etil asetat (semi polar) dan heksana (non polar). Penggunaan ketiga pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda ini 47 bertujuan untuk mengekstrak komponen bioaktif dalam karang lunak sesuai dengan tingkat kepolarannya sehingga zat aktif dapat diekstrak secara optimal pada salah satu pelarut yang digunakan. Proses ekstraksi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penghancuran bahan, penimbangan, perendaman dengan pelarut, penyaringan dan pemisahan bahan aktif dari pelarutnya. Penghancuran sampel dalam tahap ekstraksi bertujuan untuk mempermudah komponen-komponen bioaktif terekstrak di dalam pelarut. Prinsip pelarutan yang dipakai pada metode ini adalah like dissolve like artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Khopkar 2003). Selanjutnya dilakukan maserasi dengan tujuan agar terjadi tumbukan antara partikel yang dapat memperbesar kemungkinan pengikatan dan pemecahan sel sehingga komponen bioaktif dapat keluar dari jaringan dan larut didalam pelarut. Tahap selanjutnya adalah pemisahan dengan penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel karang lunak dengan pelarut yang telah mengandung komponen aktif, sedangkan evaporasi bertujuan untuk memisahkan bahan aktif dengan pelarutnya dengan cara menguapkan pelarutnya dalam keadan vakum. Suhu yang digunakan berkisar antara 30-40 oC, karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan senyawa aktif sampel (Harborne 1984). Hasil ekstraksi karang lunak Sarcophyton sp., Sinularia sp., Nephthea, Xenia sp. dan Dendronephthya dengan perbandingan sampel karang lunak dan volume pelarut yaitu 1:3 didapatkan rendemen hasil ekstraksi dengan pelarut metanol (9,6762 %) lebih besar dibanding pelarut etil asetat (3,5682 %) dan heksan (0,6375 %) (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa komponen- komponen pembentuk karang lunak tersebut cenderung larut pada pelarut metanol. Metanol termasuk ke dalam golongan alkohol yang memiliki berat molekul (BM) rendah, sehingga memudahkan pembentukan ikatan hidrogen dengan molekul air dalam jaringan sampel (Hart 1987). Selain itu pelarut ini mampu mengekstrak senyawa organik, sebagian lemak serta tanin, akibatnya senyawa di dalam (Heat dan Reneccius 1987). jaringan sampel akan mudah terekstrak 48 Berdasarkan Gambar 8 dan Lampiran 3 diketahui bahwa nilai rendemen yang tertinggi diperoleh dari ekstrak karang lunak jenis Sarcophyton sp. sebesar 4,0421 %. Tingginya rendemen yang dihasilkan disebabkan oleh besarnya komponen polar, semi polar dan non polar yang terkandung pada karang lunak Sarcophyton sp. yang terlarut didalam pelarutnya, sedangkan rendemen yang terkecil diperoleh dari ektrak karang lunak jenis Dendronephthya sebesar 0,8776 %. Rendahnya rendemen ini diduga karena pada proses pengkoleksian sebagian cairan yang merupakan penyokong tubuh karang lunak Dendronephthya (Fabricius dan Alderslade 2001) keluar akibat proses pemotongan. Cairan yang keluar tersebut diduga mengandung sebagian besar komponen zat aktif yang terdapat pada karang lunak sehingga pada saat ekstraksi, hanya sedikit zat aktif yang terekstrak. 4,5000 4,0421 3,9617 4,0000 Randemen (%) 3,5000 2,9008 3,0000 2,5000 2,0997 2,0000 1,5000 0,8776 1,0000 0,5000 0,0000 Sarcophyton sp Sinularia sp Nephthea Xenia sp Dendronephthya Karang Lunak Gambar 8. Rendemen total ekstraksi komponen bioaktif lima karang lunak. 4.4. Penapisan Potensi Inhibitor Protease pada Karang Lunak Penapisan ini bertujuan untuk mengetahui jenis karang lunak yang berpotensi sebagai inhibitor protease. Ekstrak karang lunak yang didapat dari proses ekstraksi dilarutkan kembali dengan pelarutnya, kemudian ditambahkan ke dalam media LA skim 2 %. Ekstrak karang lunak ini berfungsi sebagai inhibitor protease terhadap bakteri patogen, sedangkan bakteri yang digunakan adalah bakteri yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim protease, yaitu Escherichia coli, Staphylococus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Aeromonas hydrophyla. Dengan adanya ekstrak dari karang lunak tersebut maka produksi enzim protease dari bakteri patogen tersebut akan terhambat yang 49 ditandai dengan mengecilnya atau tidak terbentuknya areal bening di sekeliling koloni. Hasil percobaan penapisan ekstrak dari lima jenis karang lunak terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa diperoleh dengan daya hambat ekstrak karang lunak berkisar antara 1,39–50,83 % untuk ekstrak metanol, pada ekstrak etil asetat berkisar antara 1,63–8,81 % dan pada pada ekstrak heksana berkisar antara 2,47–22,70 %. Potensi daya hambat terbesar terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dimiliki oleh ekstrak metanol dari karang lunak jenis Nephthea, yaitu sebesar 50,83 %, sedangkan ekstrak karang lunak jenis Sinularia sp. dan Dendronephthya secara berturut-turut, yaitu 42,3 % dan 29,35 %. Ekstrak karang lunak dengan pelarut etil asetat memiliki daya hambat terbesar, yaitu pada karang lunak Sinularia sp. dan Xenia sp. sebesar 8,81 % dan 8,24 %, sedangkan daya hambat ekstrak dengan pelarut heksana yang terbesar yaitu pada karang lunak jenis Xenia sp. dan Sinularia sp. sebesar 22,7 % dan 21,85 % (Gambar 9). D aya H am bat (% ) 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 50.83 42.32 21.85 8.81 1.39 1.632.47 19.10 3.93 18.73 22.70 8.24 29.35 4.40 0.00 Sarcophyton sp Sinularia sp Metanol Etil Asetat Nephthea Xenia sp Dendronephthya Heksan Gambar 9. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Pseudomonas aeruginosa Berdasarkan hasil penapisan lima jenis karang lunak terhadap bakteri Escherichia coli didapatkan daya hambat ekstrak karang lunak dengan pelarut metanol berkisar antara 11,27–25,70 %, ekstrak karang dengan pelarut etil asetat berkisar antara 4,56–23,70 % dan ekstrak dengan pelarut heksan berkisar antara 2,85–4,53 %. Potensi daya hambat terbesar terhadap bakteri Escherichia coli pada pelarut metanol dimiliki oleh karang lunak jenis Dendronephthya sebesar 25,70 %, sedangkan daya hambat Sarcophyton sp. sebesar 25,45 %. Ekstrak 50 karang lunak dengan pelarut etil asetat memiliki daya hambat terbesar juga pada Dendronephthya sebesar 23,70 % di ikuti oleh Nephthea dan Sinularia sp. sebesar 22,26 % dan 19,95 %, sedangkan daya hambat ekstrak dengan pelarut heksana yang terbesar, yaitu pada karang lunak jenis Nephthea sebesar 4,53 % (Gambar 10). 120.00 D aya H am b at (% ) 100.00 80.00 60.00 40.00 25.45 20.00 9.45 22.26 11.27 19.95 13.77 3.57 3.57 25.7023.70 12.54 4.53 4.56 2.85 0.00 Sarcophyton sp Sinularia sp Nephthea Metanol Etil Asetat Xenia sp Dendronephthya Heksan Gambar 10. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Escherichia coli Hasil penapisan ekstrak dari lima jenis karang lunak terhadap bakteri Staphylococus aureus didapatkan daya hambat ekstrak karang lunak berkisar antara 30,99–100 %. Untuk ekstrak dengan pelarut metanol, sedangkan untuk ekstrak karang lunak dengan pelarut etil asetat dan heksana masing-masing berkisar antara 1,03–45,21 % dan 6,07–16,88 %. Ekstrak karang lunak dengan pelarut metanol dari jenis Sinularia sp. dan Sarcophyton sp. memiliki daya hambat yang sempurna terhadap protease bakteri Staphylococus aureus sebesar 100 %, diikuti oleh ekstrak karang lunak jenis Xenia sp. sebesar 62,41 %. Ekstrak dengan pelarut etil asetat memiliki daya hambat terbesar pada karang lunak Nephthea dan Sarcophyton sp. sebesar 45,05 % dan 45,21 %, sedangkan daya hambat ekstrak dengan pelarut heksana yang terbesar yaitu pada karang lunak Sinularia sp. sebesar 16,88 %. (Gambar 11). Hasil penapisan ekstrak dari lima jenis karang lunak terhadap bakteri Aeromonas hydrophyla didapatkan daya hambat ekstrak karang lunak berkisar antara 13,49–23,59 % untuk ekstrak dengan pelarut metanol. Ekstrak karang lunak dengan pelarut etil asetat memiliki potensi daya hambat berkisar antara 51 13,68–29,17 %, sedangkan untuk ekstrak karang lunak dengan pelarut heksana potensi daya hambatnya berkisar antara 5,06–22,14 %. Ekstrak dengan pelarut metanol dari karang lunak Sarcophyton sp. dan Dendronephthya mempunyai potensi daya hambat terbesar, yaitu sebesar 23,59 % dan 20,98 %. Pada ekstrak karang lunak dengan pelarut etil asetat memiliki daya hambat terbesar, yaitu pada karang lunak Sinularia sp. sebesar Dendronephthya 29,17 % diikuti oleh ekstrak sebesar 27,04 %, sedangkan daya hambat ekstrak dengan pelarut heksana yang terbesar yaitu pada karang lunak Xenia sp. yaitu sebesar 22,14 % (Gambar 12). Foto hasil penapisan ekstrak karang lunak disajikan pada Lampiran 4, 5 dan 6. 120.00 100.00 100.00 D aya H am b at (% ) 100.00 80.00 62.41 60.00 45.05 45.21 40.00 31.82 16.88 20.00 8.37 30.99 10.98 1.03 1.45 6.07 1.50 0.00 Sarcophyton sp Sinularia sp Nephthea Metanol Etil Asetat Xenia sp Dendronephthya Heksan Gambar 11. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Staphylococus aureus 120.00 D a y a H a m b a t (% ) 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 29.17 23.59 13.68 5.98 16.63 12.61 22.14 13.4915.91 27.04 20.98 5.06 0.00 Sarcophyton sp Sinularia sp Nephthea Metanol Etil Asetat Xenia sp Dendronephthya heksan Gambar 12. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap Aeromonas hydrophyla 52 Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak karang lunak mampu menghambat sempurna bakteri gram positif, seperti pada jenis Sinularia sp. dan Sarcophyton sp. yang memiliki daya hambat sempurna terhadap protease bakteri Staphylococus aureus sebesar 100 %, diikuti oleh ekstrak karang lunak jenis Xenia sp. sebesar 62,41 %. Hal ini karena bakteri Staphylococus aureus menghasilkan protease jenis serin (Baehaki 2004), enzim ini disekresikan dalam bentuk zimogen (tidak aktif) dan diaktifkan melalui mekanisme proteolisis terhadap substrat, diduga ekstrak karang lunak mampu berikatan dengan substrat sehingga menghambat proteolisis dan produksi enzim protease. Sementara itu karang lunak Nephthea mampu menghambat protease bakteri gram negatif (Pseudomonas aeruginosa) yang memiliki beberapa lapisan sel berupa struktur lipopolisakarida yang berikatan silang dengan protein dan mampu memproduksi beberapa jenis protease seperti metaloprotease ekstraseluler, elastase dan alkalin protease (Hase dan Finkelstein 1993). Hal ini diduga karena komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak karang lunak Nephthea mampu berkompetisi dengan substrat yang berupa protein (Coval et al. 1996), sehingga membentuk kompleks enzim-inhibitor (EI). Dengan demikian terjadi persaingan antara inhibitor dengan substrat terhadap bagian aktif enzim (Poedjiadi 1994). Akibat dari kompleks enzim-inhibitor ini menyebabkan terhambatnya produksi enzim ekstraseluler yang ditandai dengan mengecilnya zona bening disekeliling koloni. Berdasarkan hasil penapisan ekstrak karang lunak terhadap bakteri patogen didapatkan daya hambat ekstrak metanol lebih berpotensi dibanding dengan ekstrak etil asetat dan heksana. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut metanol potensial digunakan sebagai pelarut dalam mengekstraksi komponen inhibitor protease dari karang lunak dan hal ini juga mengindikasikan bahwa inhibitor protease dari karang lunak lebih potensial larut pada pelarut metanol. Menurut Febrian (2004), inhibitor protease juga ditemukan pada spons laut yang diekstraksi menggunakan pelarut akuades, seperti ekstrak spons Jaspis stelifera dan Plakortis nigra yang mampu menghambat protease Escherchia coli dan Staphylococus aureus. 53 4.5. Minimum Inhibitory Concentration ( MIC ) Minimum inhibitory concentration ( MIC ) adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi minimum dari suatu zat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lebih dari 99 %. Metode ini biasa digunakan untuk uji resistensi mikroorganisme skala laboratorium, tetapi sebagian besar digunakan untuk menentukan aktivitas in vitro suatu senyawa antimicrobial (Andrews 2001). Dalam penelitian ini, MIC merupakan konsentrasi minimum dari suatu zat yang dapat menghambat aktivitas enzim pada bakteri lebih dari 99 %. Suatu zat dapat dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi apabila dengan konsentrasi yang rendah tetapi mempunyai daya hambat yang besar terhadap aktivitas enzim. Hasil MIC ekstrak karang lunak terhadap protease bakteri patogen dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil penapisan mendapatkan empat jenis karang lunak yang memiliki potensi daya hambat terhadap protease bakteri patogen yang lebih dari 50 %, yaitu pada ekstrak karang lunak yang diekstraksi menggunakan pelarut metanol. Karang lunak jenis Sarcophyton sp. dan Sinularia sp. mampu menghambat sempurna pada protease bakteri Staphylococus aureus yaitu sebesar 100 %. Karang lunak Xenia sp. menghambat protease bakteri Staphylococus aureus sebesar 62,41 %, sedangkan karang lunak Nephthea menghambat protease bakteri Pseudomonas aeruginosa sebesar 50,83 %. Konsentrasi minimal ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. dan Sinularia sp. untuk dapat menghambat protease Staphylococus aureus adalah 0,04 % (Gambar 13 dan 15) dan ekstrak karang lunak Xenia sp. membutuhkan konsentrasi minimal 0,08 % untuk dapat menghambat protease Staphylococus aureus. Sedangkan inhibitor komersil EDTA untuk dapat menghambat protease Staphylococus aureus dibutuhkan konsentrasi minimal 0,16 %. Berdasarkan hasil diatas ketiga ekstrak karang lunak tersebut memiliki konsentrasi lebih kecil dibandingkan dengan EDTA. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak karang lunak jenis Sarcophyton sp. dan Sinularia sp. potensial sebagai inhibitor terhadap protease Staphylococus aureus dan lebih efektif dibandingkan dengan EDTA. Protease Staphylococus aureus juga dapat dihambat oleh organisme 54 spons jenis Jaspis stellifera dan Plakortis nigra dengan konsentrasi minimal sebesar 0,08 % dan 0,12 % (Febrian 2004). Tabel 7. Konsentrasi penghambatan ekstrak karang lunak terhadap protease bakteri patogen Jenis Karang Lunak Nephthea (metanol) Sarcophyton sp. (metanol) Xenia sp. (metanol) Sinularia sp (metanol) EDTA Konsentrasi (%) 0,28 0,24 0,2 0,16 0,12 0 0,2 0,16 0,12 0,08 0,04 0,02 0 0,28 0,24 0,2 0,16 0,12 0,08 0,04 0 0,2 0,16 0,12 0,08 0,04 0,02 0 0,2 0,16 0,12 0,08 0,04 Protease E. coli 100,00 100,00 14,18 13,84 0,34 0,00 0 Keterangan (-) : tidak dilakukan uji MIC Potensi Daya Hambat (%) Protease Protease Protease S. aureus P. aeruginosa Keterangan A. hydrophyla 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 29,14 0,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 28,84 0,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 29,42 0,00 100,00 100,00 5,79 3,52 0,11 100,00 42,27 40,78 40,45 35,05 0,00 27,99 25,80 19,35 4,86 0,46 31,70 29,34 23,20 9,39 7,74 0.00 0.00 0.00 MIC ekstrak terhadap protease P. aeruginosa 0,28% MIC ekstrak terhadap protease S. aureus 0,04% MIC ekstrak terhadap protease S. aureus 0,08% MIC ekstrak terhadap protease S. aureus 0,04% MIC terhadap protease E.coli 0,16% MIC terhadap protease S.aureus 0,16% 55 Gambar 13. Daya hambat ekstrak Sarcophyton sp. terhadap protease Staphylococus aureus Gambar 14. Daya hambat EDTA terhadap protease Pseudomonas aeruginosa, Staphylococus aureus, Escherichia coli dan Aeromonas hydrophyla 56 Karang lunak Sinularia dilaporkan mengandung lima jenis senyawa diterpen yang berfungsi untuk melindungi diri dari serangan predator, yaitu diterpena fleksiibilida, dihydrofleksiibilida, sinulariolida, episinulariolida dan episinularilida asetat. Diantara kelima senyawa ini, hanya sinulariolida dan fleksibilida yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri. Untuk sinulariolida memiliki konsentrasi hambatan minimum sebesar 5 ppm, sedangkan fleksibilida sebesar 10 ppm (Aceret et al. 1997). Penelitian lain menunjukkan bahwa senyawa sinulamida dari Sinularia sp. mampu menghambat aktivitas H,KATPase dengan IC50 sebesar 5,5 µM (Sata et al. 1998). Gambar 15. Daya hambat ekstrak Sinularia sp. terhadap protease Staphylococus aureus Konsentrasi minimal untuk dapat menghambat protease Pseudomonas aeruginosa dengan ekstrak karang lunak Nephthea adalah 0,28 % (Gambar 16), sedangkan EDTA untuk dapat menghambat protease Pseudomonas aeruginosa dibutuhkan konsentrasi yang lebih besar dari ekstrak karang lunak Nephthea (Tabel 7), untuk konsentrasi 0,2 % saja EDTA hanya mampu menghambat protease Pseudomonas aeruginosa sebesar 27,99 % sangat kecil jika dibandingkan dengan ekstrak karang lunak dengan konsentrasi yang sama sebesar 57 40,78 %. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak karang lunak Nephthea potensial sebagai inhibitor alami terhadap protease Pseudomonas aeruginosa. Hasil penapisan ekstrak karang lunak sebagai inhibitor protease dan dilanjutkan dengan penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) terlihat bahwa karang lunak jenis Sarcophyton sp., Sinularia sp. dan Xenia sp. mempunyai komponen-komponen bioaktif yang dapat menghambat secara spesifik protease bakteri Staphylococus aureus. Karang lunak Nephthea memiliki komponen bioaktif yang dapat menghambat secara spesifik protease Pseudomonas aeruginosa. Gambar 16. Daya hambat ekstrak Nephthea terhadap protease Pseudomonas aeruginosa Karang lunak merupakan sumber yang kaya akan senyawa bioaktif, seperti terpenoid, steroid dan steroid glikosida (Rashid 2000). Komponen-komponen bioaktif ini dihasilkan dari metabolisme primer dan sekunder dengan kekhasan tersendiri. Metabolit primer dihasilkan dari dalam tubuh untuk menunjang kinerja metabolisme tubuh (growth associated), seperti hormon, enzim dan pigmen, sedangkan metabolit sekunder merupakan substansi yang terbentuk dengan tujuan antara lain melindungi diri dari predator serta membantu proses pencernaan dan degradasi nutrien. 58 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Hasil pengkoleksian diperoleh lima jenis karang lunak, yaitu Sarcophyton sp., Sinularia sp., Nephthea, Xenia sp. dan Dendronephthya. Berdasarkan hasil ekstraksi komponen inhibitor dari karang lunak, diperoleh bahwa pelarut metanol merupakan pelarut yang potensial digunakan untuk mengekstrak komponen inhibitor protease dari karang lunak. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak metanol karang lunak jenis Sarcophyton sp. dan Sinularia sp. mampu menghambat sempurna pada protease bakteri Staphylococus aureus yaitu sebesar 100 % dan Xenia sp. mampu menghambat protease bakteri Staphylococus aureus sebesar 62,41 %, sedangkan ekstrak metanol karang lunak Nephthea menghambat protease bakteri Pseudomonas aeruginosa sebesar 50,83 %. Ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. dan Sinularia sp. dengan pelarut metanol potensial dijadikan inhibitor protease alami terhadap protease bakteri Staphylococus aureus. Ekstrak kedua karang lunak ini mampu menghambat sempurna bakteri Staphylococus aureus dengan konsentrasi hambatan minimum (Minimum Inhibitory Concentration), yaitu sebesar 0,04 % lebih kecil dari pada MIC EDTA (inhibitor protease komersil) sebesar 0,16 %. Ekstrak metanol karang lunak Nephthea sangat berpotensial sebagai inhibitor protease alami terhadap protease Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi hambatan minimumnya (MIC), yaitu sebesar 0,28 %. 5.2. Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa organisme laut khususnya karang lunak potensial sebagai sumber komponen inhibitor protease, namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan senyawa aktif yang terdapat pada karang lunak yang berperan sebagai inhibitor protease pada bakteri patogen penyebab penyakit. 59 6. DAFTAR PUSTAKA Aceret TL, Coll JC, Uchio Y, Sammarco PW. 1997. Antimicrobial activity of the diterpenes flexibilide and sinulariolide derived from Sinularia flexibilis Quoy and Gaimard 1833 (Coelenterata: Alcyonacea, Octocorallia). CBF Part C 120 : 121–126. Achmadi S S. 1992. Teknik Kimia Organik. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Anan K, Ziebuhr J, Wadhwani P, Mesters JK, Hilgenfeld R. 2003. Coronavirus main proteinase (3CLpro) Structure: Basis Design of anti-SARS Drugs. Sciences 300:1763-1767. Andrews JM. 2001. Determination of minimum inhibitory concentration. Journal of Antimicrobial Chemotheraphy 48: 5-16. Baehaki A. 2004. Karakterisasi protease beberapa bakteri patogen [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Banwart G J. 1989. Basic Food Microbiology. Connecticut: The Avi bubl. Cp.Inc. wesport. Bayer F M. 1956. Octocorallia in: Treastie on invertebrata paleontology, Part F Coeloenterata. (R.C. Moore ed). Geologycal Society of America and Univ. Kansas Press. Benayahu Y. 1985. Faunistic composition and patterns in the distribution of soft coral (Octocorallia, Alcyonacea) Along the Coral Reefs Of Sinai Peninsula. Di dalam : Proceeding of the Fifth International Coral Reef Congress, Tahiti, vol 6. Budiarti S, Suhartono M T. 1999. Peranan Protease pada bakteri Patogen. Makalah dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Padang, 3-4 Agustus 1999. Coval S J et al. 1996. A cembranolide diterpene fernesyl protein transferase inhibitor from the marine soft coral Lobophytum cristagalli. Bioorganic & medicinal Chemistry Letters 6: 909-912. David A.D et al. 2006. Inhibition of HIV-1 replication by a peptide dimerization inhibitor of HIV-1 protease. Antiviral Research 72 : 89–99. Doyle MP, VV Padhye. 1994. Escherichia coli. Di dalam: Foodborne bacterial Pathogens. M.P. Doyle (Ed.) Marcel Dekker. Inc. New york and Basel. 60 El-Gamal AAH, Shang KW, Chang YD. 2005. Xenibellal, a novel norditerpenoid from the formosan soft coral Xenia umbellate. Tetrahedron Letters 46 : 4499–4500. Faatih M. 2005. Aktivitas anti-mikroba kokon Attacus atlas,L. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, vol.6, No.1 : 35-48. Fabricius K, Alderslase P. 2001. Soft Coral and Sea Fans. Australia: Australian Institut Of Marine Science. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Febrian I. 2004. Ekstraksi inhibitor protease dari sponge dan potensi daya hambatnya terhadap protease bakteri pathogen [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Field ML. 1979. Fundamentals of Food Microbiology. Connecticut: The Avi bubl. Cp.Inc. wesport. Harborne JB. 1984. Phytochemical Methods. New York: Chapman and Hall Ltd. Hart H. 1987. Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat. Achmadi S, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Hase CC, Finkelstein. 1993. Bacterial extracelluler metalloprotease. Microbial Reviews 57(4):823-837. zinc-containing Heat HB, Reneccius G. 1987. Flavour Chemistry and Technology. New York: Von Nostrand Reinhold. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. 1996. Medical Microbiology. Nugroho E, Maulany RF, penerjemah; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Medical Microbiology. Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Kunitz M and JH Northrop. 1936. Isolation from beef pancreas of crystalline trypsinogen, trypsin, a trypsin and inhibitor-trypsin compound. Journal Genetic Physiology 19(31): 991-1007. Kusumadewi R. 2004. Penapisan awal senyawa bioaktif antibakteri dari melati laut (Clerodendrum inerme) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lehninger AL. 1993. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Maggy Thaenawidjaya, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. 61 Mahaza NS. 2003. Kajian kerusakan ekosistem terumbu karang akibat penangkapan ikan hias dan pengambilan bunga karang di kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Manuputty AEW. 1996. Zooxanthelae pada Karang dan Hubungannya dengan Karakteristik Lingkungan Perairan di Terumbu Karang Pulau Pari, Pulaupulau Seribu [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor. . 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta. Munro MHG, Luibrand RT, Blunt JW. 1987. The search for antiviral and anticancer compounds from marine organisms. Di dalam: Bioorganic Marine Chemistry 1. Scheuer, PJ (Ed). SprengerVerlag, Berlin. p. 94-165. Muscatine L. 1990. The role of symbiotic algae in carbon ang energy flux in reef coral. Di dalam: Coral Reefs, Ecosystem in the World. Dubinsky Z (Ed). Elsevier. Amsterdam. Nur MA, Adijuwana HA. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: PAU Ilmu Hayati, Intitut Pertanian Bogor. Parish ME, Davidson PM. 1993. Methods for evaluation. Di dalam: Antimicrobials Foods. Davidson PM dan AL Brenen (Eds). 2nd edition. . New York: Marcel Dekker. Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokomia. Jakarta: UI-Press. Rachmaniar R. 1995. Penelitian produk Alami Laut screening substansi bioaktif. Laporan penelitian Tahun anggaran 1994/1995. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Puslitbang Oseanologi. Radhika P. 2006. Chemical constituens and biological activities of the soft coral of genus Cladiella: A review. Biochemical Systematics and Ecological 34 : 781-789. Rao MM, AM Tanksale, Gatge VV, Despahande. 1998. Molecular and biotechnological aspect of microbial protease. Microbiol and Molecular Biology.Rev 62 (3): 597-635. Rashid M, Gustafson KR, boyd MR. 2000. HIV-Inhibitory cembrane derivatives from a Philiphines collection of the soft coral Lobophytum Species. Journal Natural Product 63: 531-533. Rudi A, Shmul G, Benayahu Y, Kashman Y. 2006. Sinularectin, a new diterpenoid from the soft coral Sinularia erecta. Tetrahedron Letters 47 : 2937-2939. 62 Salyers AA, Whitt DD. 1994. Bacterial Pathogenesis, A Molecular Approach. Departement of Microbiology. Washington D.C: University of Illinois. ASM Press. Sammarco PW, Coll JC. 1988. The chemical ecology of alcyonarian corals (Coelenterata, Octocorallia). Di dalam: Bioorganic Marine Chemistry vol. 2. Scheuer PJ (Ed). Springer-Verlag, Berlin: 538-554. Sata NU, Sugano M, Matsunaga S, Fusetani N. 1998. Sinulamide : an H,KATPase inhibitor from a soft coral Sinularia sp. Tetrahedron Letters 40: 719722. Schlegel HG, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi umum. Baskara T, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sorokin Y I. 1989. Coral Reef Ecology. Ecological Studies 102. Spinger-Verlag berlin, Heidelberg, New york, London, Paris, Tokyo, Hongkong, Barcelona, Budapest. Suhartono M T. 1992. Protease. Bogor: Depdikbud, Dikti, PAU IPB. . 2000. Pemahaman Karakteristik Biokimiawi Enzim Protease dalam Mendukung Industri Berbasis Bioteknologi. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Dasar-dasar Biokimia Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Suwandi U. 1999. Peran media untuk identifikasi mikroba patogen. Cermin Dunia Kedokteran. No. 124: 21-24. Tursch B, Brackman JC, Daloze D, Kasin M. 1978. Terpenoid from coelenterata. In : Scheuer, P.J. (ed.). Marine Natural Products, Chemical and Biological Perpectures II, Academic Press N.Y : 247-296. Verseveldt J. 1982. A Revision of The Genus Sarcophyton Lesson(Octocorallia, Alcyonacea). Zool. Verhand 192: 1-91, PL. 1-24. Walsh G. 2002. Protein Biochemistry and Biotecghnology. John Wiley and Sons. Waturangi D E. 1999. Purifikasi dan karakterisasi protease ekstraseluler enteropatogenik Escherichis coli [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yulindo Y. 2003. Berburu Obat dari Laut. Kompas, Jumat, 14 Maret 2003. Jakarta. 63 64 Lampiran 1. Peta lokasi pengambilan sampel karang lunak 05o44’51,9” LS dan 106o35’37,4” BT Lampiran 2. Indeks proteolitik bakteri patogen pada media LA skim 2 % (b/v) 65 Lampiran 3. Hasil ekstraksi karang lunak Pelarut Heksana Pelarut Etil Asetat Pelarut Metanol SAMPEL berat kering rendemen berat kering rendemen berat kering rendemen TOTAL Karang Lunak berat sampel volume (g) % (b/b) (g) % (b/b) (g) % (b/b) % Sarcophyton sp. 100 g 300 ml 0,2606 0,2606 1,1523 1,1523 2,6292 2,6292 4,0421 Sinularia sp. 100 g 300 ml 0,1260 0,1260 0,6869 0,6869 1,2868 1,2868 2,0997 Nephthea 100 g 300 ml 0,1904 0,1904 1,0587 1,0587 2,7126 2,7126 3,9617 Xenia sp. 100 g 300 ml 0,0453 0,0453 0,5955 0,5955 2,2600 2,2600 2,9008 Dendronephthya 100 g 300 ml 0,0152 0,0152 0,0748 0,0748 0,7876 0,7876 0,8776 Total 0,6375 3,5682 9,6762 66 Lampiran 4. Zona bening yang dibentuk akibat protease bakteri uji dari ekstrak metanol karang lunak Xenia sp. Keterangan : 4.ME adalah media dengan penambahan ekstrak karang lunak Xenia sp. Konsentrasi 0,2 % (b/v) dengan pelarut metanol Lampiran 5 . Zona bening yang dibentuk akibat protease bakteri uji dari ekstrak etil asetat karang lunak Sinularia sp. Keterangan : 2. EA adalah media dengan penambahan ekstrak karang lunak Sinularia sp. Konsentrasi 0,2 % (b/v) dengan pelarut etil asetat. 67 Lampiran 6. Zona bening yang dibentuk akibat protease bakteri uji dari ekstrak heksana karang lunak Nephthea Keterangan : 2. EA adalah media dengan penambahan ekstrak karang lunak Nephthea Konsentrasi 0,2 % (b/v) dengan pelarut heksana. 68 Lampiran 7. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Pseudomonas aeruginosa spesies Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya spesies Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya METANOL ulangan 1 IP Dk Dz 1,3 3,6 2,7 3,9 2,05 2,7 3,35 7,25 3,05 6,4 ETIL ASETAT ulangan 1 Dk Dz 3 6,1 3,25 6 3,9 7,5 2,45 5,2 3 7,45 ulangan 2 Dk 2,77 1,44 1,32 2,16 2,10 1,6 2,75 6,5 3,3 3,3 IP IP 2,06 1,38 1,09 1,82 1,36 rata-rata IP 2,42 1,41 1,20 1,99 1,73 DAYA HAMBAT 1,39 42,32 50,83 18,73 29,35 2,06 1,95 2,07 1,69 1,49 rata-rata IP 2,05 1,90 2,00 1,91 1,99 DAYA HAMBAT 1,63 8,81 3,93 8,24 4,40 1,37 1,21 1,09 1,24 rata-rata IP 1,61 1,29 1,33 1,28 DAYA HAMBAT 2,47 21,85 19,10 22,70 Dz 3,3 3,8 7,1 6 4,5 ulangan 2 Dk 2,03 1,85 1,92 2,12 2,48 2,55 1,9 3,4 2,95 4,05 1,85 1,37 1,58 1,31 ulangan 2 Dk 3,65 3,8 11,1 4,9 IP Dz 5,25 3,7 7,05 5 6,05 HEKSANA spesies Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. ulangan 1 Dk 3,3 4,75 4,4 4,9 IP Dz 6,1 6,5 6,95 6,4 IP Dz 5 4,6 12,1 6,1 69 Lampiran 7. Lanjutan KONTROL jenis Pelarut Metanol Etil asetat Heksana ulangan 1 Dk 1,75 1,8 3,9 IP Dz 4,1 3,2 6,3 2,34 1,78 1,62 ulangan 2 Dk 1,8 2,4 3,8 IP Dz 4,6 5,7 6,4 2,56 2,375 1,68 Ketrangan : Dk : Diameter koloni Dz : Zona bening IP : Indeks proteolitik rata-rata IP 2,45 2,08 1,65 Lampiran 8. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Escherichia coli spesies ulangan 1 Dk Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya METANOL ulangan 2 Dk IP 1,4 2,4 3,4 2,55 2,9 Dz 1,45 3 3,65 2,6 3,05 1,04 1,25 1,07 1,02 1,05 IP rata-rata IP Dz 1,5 2,2 1,05 2,35 1,15 1,6 2,6 1,5 3,4 1,2 1,07 1,18 1,43 1,45 1,04 DAYA HAMBAT 1,05 1,22 1,25 1,23 1,05 25,45 13,77 11,27 12,54 25,70 1,49 1,31 1,28 1,57 1,25 DAYA HAMBAT 9,45 19,95 22,26 4,56 23,70 ETIL ASETAT Spesies Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya ulangan 1 Dk Dz 2,9 2,6 3,2 3,45 2,5 4,2 3 4 5,05 3,6 ulangan 2 Dk IP 1,45 1,15 1,25 1,46 1,44 IP rata-rata IP Dz 2,3 2,65 2 1,2 1,6 3,5 3,9 2,6 2 1,7 1,52 1,47 1,30 1,67 1,06 70 Lampiran 8. Lanjutan HEKSANA spesies ulangan 1 Dk Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. KONTROL jenis Pelarut Metanol Etil asetat Heksana ulangan 2 Dk IP Dz 2,3 2,1 1,3 2,1 ulangan 1 Dk Dz 2,4 1,9 2,1 2,5 2,55 1,4 2,65 1,09 1,21 1,08 1,26 IP 3,3 3 2,6 1,38 1,58 1,24 IP 2,2 3 2,1 2,15 ulangan 2 Dk Dz 1,35 1,95 2 3,4 2,25 2,6 rata-rata IP Dz IP 1,44 1,7 1,16 2,7 3,3 2,55 2,3 1,23 1,10 1,21 1,07 1,16 1,16 1,15 1,17 DAYA HAMBAT 3,57 3,57 4,53 2,85 rata-rata IP 1,41 1,64 1,20 Lampiran 9. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Staphylococcus aureus ulangan 1 spesies Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya Dk Dz 0,55 0,5 1 2,2 1,1 0 0 1,05 0 1,2 IP 0 0 1,05 0,00 1,09 METANOL ulangan 2 Dk Dz 0,6 0 0,35 0 TTB TTB 0,95 1,1 1,45 1,5 rata-rata IP IP 0 0 TTB 1,16 1,03 0 0 1,05 0,58 1,06 DAYA HAMBAT 100 100 31,81818 62,40602 30,99377 71 Lampiran 9. Lanjutan ETIL ASETAT ulangan 1 spesies Dk Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya IP Dz 2,45 1,9 1,95 2,45 2,55 3,15 1,95 2,5 3 3,2 ulangan 2 Dk 1,29 1,03 1,28 1,22 1,25 IP Dz 2,05 1,9 1,7 2,45 2 0 2,45 0 2,65 2,1 0 1,29 0 1,08 1,05 rata-rata IP 0,64 1,16 0,64 1,15 1,15 DAYA HAMBAT 45,05 1,03 45,21 1,45 1,50 HEKSANA ulangan 1 spesies Dk Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. KONTROL jenis Pelarut Metanol Etil asetat Heksana Dz 2 2,15 1,35 4,95 Dk IP ulangan 1 Dz 4,3 8,3 1,1 1,35 1,55 2 2,3 2,5 1,5 6,15 IP 1,93 1,23 1,29 1,15 1,16 1,11 1,24 Dk ulangan 2 Dk IP Dz 7,3 2,55 1,45 2,4 ulangan 2 Dz 1,95 2,25 2,2 2,45 1,6 2,3 9,8 2,8 1,9 3,15 IP 1,153846 1,11 1,44 rata-rata IP 1,54 1,17 1,36 1,34 1,10 1,31 1,31 rata-rata IP 1,25 1,13 1,21 1,28 DAYA HAMBAT 8,37 16,88 10,98 6,07 72 Lampiran 10. Data penapisan potensi karang lunak sebagai inhibitor protease Aeromonas hydrophyla spesies Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya ulangan 1 Dk METANOL ulangan 2 Dk IP Dz 1,9 TTB TTB 3,05 4,7 2,45 TTB TTB 4 5,05 1,29 TTB TTB 1,31 1,07 IP Dz 1,8 2,3 TTB TTB 3,35 4,9 TTB TTB 2,1 3,1 1,28 TTB TTB 1,60 1,58 rata-rata IP 1,28 TTB TTB 1,45 1,33 DAYA HAMBAT 23,59371 TTB TTB 13,49067 20,97877 ETIL ASETAT spesies ulangan 1 Dk Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. Dendronephthya IP ulangan 2 Dk Dz 3,4 1,95 4,5 2,55 4,55 7 2,8 7,95 4,15 6,2 2,06 1,44 1,77 1,63 1,36 IP rata-rata IP Dz 5,2 2,45 3,3 2,3 4,35 6,8 3,25 4,9 3,8 6,45 1,31 1,33 1,48 1,65 1,48 1,68 1,38 1,63 1,64 1,42 DAYA HAMBAT 13,68 29,17 16,63 15,91 27,04 1,26 1,27 1,17 1,04 DAYA HAMBAT 5,98 5,06 12,61 22,14 HEKSANA Spesies Sarcophyton sp. Sinularia sp. Nephthea Xenia sp. ulangan 1 Dk IP ulangan 2 Dk Dz 3,85 3,35 0,85 19,15 5 4,55 1,05 20,5 1,30 1,36 1,24 1,07 IP rata-rata IP Dz 4,3 5,1 3,75 21,7 5,25 6,05 4,15 22,05 1,22 1,19 1,11 1,02 73 Lampiran 10. Lanjutan KONTROL Jenis Pelarut Metanol Etil asetat Heksana ulangan 1 Dk 4,1 2,95 6,3 Ketrangan : Dk : Diameter koloni Dz : Zona bening IP : Indeks proteolitik IP ulangan 2 Dk Dz 8 6,05 8,05 1,95 2,05 1,28 5 5,25 5,4 IP Dz 7 9,7 7,6 1,4 1,847619 1,41 rata-rata IP 1,68 1,95 1,34 Lampiran 11. Data MIC ekstrak karang lunak terhadap protease Staphylococcus aureus ekstrak sampel konsentrasi ekstrak (%) 0,2 0,16 Sarcophyton sp. (Metanol) 0,12 0,08 0,04 kontrol 0 0,2 0,16 Sinularia sp. (metanol) 0,12 0,08 0,04 kontrol 0 0,28 0,24 0,2 Xeniaa sp. (metanol) 0,16 0,12 0,08 0,04 kontrol 0 Diameter Dk Dz 6,90 0,00 6,00 0,00 6,20 0,00 7,25 0,00 7,90 0,00 6,60 0,00 7,20 0,00 8,35 0,00 6,25 6,30 6,00 6,20 7,20 9,50 7,70 11,90 6,30 6,30 6,35 6,50 6,50 6,20 6,10 6,15 6,10 6,10 7,20 7,70 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9,50 11,90 6,90 6,20 7,95 8,60 7,00 7,30 9,30 7,90 6,60 8,00 7,95 7,00 6,30 7,9 7,20 7,70 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6,60 7,95 9,50 11,90 rata-rata DK 6,45 rata-rata Dz 0,00 0,00 daya hambat 100,00 6,73 0,00 0,00 100,00 7,25 0,00 0,00 100,00 7,78 0,00 0,00 100,00 6,13 6,25 1,02 29,14 7,45 10,70 1,44 0,00 6,30 0,00 0,00 100,00 6,43 0,00 0,00 100,00 6,35 0,00 0,00 100,00 6,13 0,00 0,00 100,00 6,10 0,00 0,00 100,00 7,45 10,70 1,44 0,00 6,55 0,00 0,00 100,00 8,28 0,00 0,00 100,00 7,15 0,00 0,00 100,00 8,60 0,00 0,00 100,00 7,30 0,00 0,00 100,00 7,48 0,00 0,00 100,00 7,10 7,28 1,02 28,84 7,45 10,70 1,44 0,00 IP MIC MIC ekstrak 0,08% MIC ekstrak 0,04% MIC ekstrak 0,08% 75 Lampiran 12. Data MIC ekstrak karang lunak terhadap protease Pseudomonas aeruginosa Ekstrak sampel konsentrasi ekstrak (%) 0,28 0,24 Nephthea (metanol) 0,2 0,16 0,12 kontrol 0 Diameter Dk Dz 6,50 0,00 9,00 0,00 12,15 13,25 12,00 13,10 6,10 6,45 6,05 7,15 6,10 6,80 6,25 7,10 6,15 7,10 6,15 8,00 7,25 14,50 7,60 13,60 rata-rata DK 7,75 rata-rata Dz 0,00 0,00 daya hambat 100,00 12,08 13,18 1,09 42,27 6,08 6,80 1,12 40,78 6,18 6,95 1,13 40,45 6,15 7,55 1,23 35,05 7,43 14,05 1,89 0,00 IP MIC MIC ekstrak 0,28%