TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI SMA AL-ASIYAH CIBINONG BOGOR TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan (SKep) OLEH: NUR TRININGTYAS P 1111104000033 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN IILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M ii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2015 Nur Triningtyas P, NIM: 1111104000033 Teens Level of Knowledge on Sexually Transmitted Infections Al-Asiyah Senior High School Cibinong, Bogor, 2015 xvii + 91 pages + 16 Tables + 2 Schemes+ 6 Attachments ABSTRACT Sexually Transmitted Infections is a disease that can be transmitted through sexual intercourse. Most people with sexually transmitted infection are between 15-24 years old. High risk factors for this disease are teenagers because premarital sexual behavior is usually done. Sexually transmitted infections remains a health problem in many countries. One of the reason is the level of understanding on this problem is still relatively low. The purpose of this research was to determine and knowing the level of knowledge of adolescents about sexually transmitted infections in Al-Aisyah Senior High School Cibinong, Bogor. The sample was 132 respondents aged 15-17 years with a sampling technique that is disproportionate stratified sampling. This type of research is quantitative with analysis design descriptive draft with cross sectional approach. This research instrument questionnaire with content validity test and reliability test Spearman Brown R11 0616> rtabel 0374. Technique analysis data used univariate with statistical application program. From the results of this study are expected to further improve adolescent knowledge by means of actively seeking information and more alert to the signs and symptoms of sexually transmitted infections. Keyword : Knowledge, Adolescent, Sexually Transmitted Infections. Reference: 63 (years 2000-2014) iii FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2015 Nur Triningtyas P, NIM: 1111104000033 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor Tahun 2015 xvii + 91 halaman + 16 Tabel + 2 Skema + 6 Lampiran ABSTRAK Infeksi Menular Seksual adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kebanyakan penderita penyakit ini adalah remaja usia 15-24 tahun. Faktor resiko tinggi terkena penyakit ini adalah remaja karena perilaku seksual pranikah yang biasa dilakukan. Infeksi menular seksual masih menjadi permasalahan kesehatan diberbagai Negara. Salah satu penyebabnya adalah tingkat pengetahuan remaja yang relatif masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Sampel penelitian ini adalah 132 responden usia 15-17 tahun dengan teknik pengambilan sampel yaitu disproporsional stratified sampling. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan desain analisis deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian ini kuesioner dengan uji validitas content dan uji reliabilitas spearman brown r11 0.616 > rtabel 0.374. Teknik analisa data yang digunakan adalah univariat dengan menggunakan bantuan program aplikasi statistik dalam pengolahanya. Hasil analisa kuesioner menunjukan (37.9%) responden mengetahui dengan benar mengenai tanda dan gejala infeksi menular seksual pada pernyataan no.16’keputihan dan nyeri sekitar perut merupakan gejala dari IMS’. Pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala memberikan hasil <70%. Secara keseluruhan tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah berada pada kategori cukup. Dari hasil penelitian ini diharapkan remaja lebih meningkatkan pengetahuan dengan cara aktif mencari informasi serta lebih waspada terhadap tanda dan gejala dari infeksi menular seksual. Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja, Infeksi Menular Seksual. Referensi : 63 (tahun 2000-2014) iv v vi vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : NUR TRININGTYAS P Tempat, tanggal lahir : Riau, 19 Oktober 1992 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Belum Menikah Alamat : Perumahan Jatijajar Blok E2 No 40 RT/RW 05/14 Tapos 16455 HP : +62085718868675 E-mail : [email protected] Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan PENDIDIKAN 1. TK Cendana Mandau 1997-1999 2. Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 7 Sukabumi 1999-2005 3. SMP Negeri 1 Sukabumi 2005-2008 4. SMA Negeri 4 Sukabumi 2008-2011 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-Sekarang RIWAYAT ORGANISASI 1. Staf Ahli BEM PSIK 2012-2013 2. Staf Ahli BEM FKIK 2013-2014 viii KATA PENGANTAR Puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia serta ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor”. Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta, serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori selama kuliah. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendaaptkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangan. Karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.Km., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan 4. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan. 5. Ibu Nia Damiati, S.Kp,M.SN. selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun duduk di bangku kuliah. 6. Ibu Yenita Agus,M.Kep,Sp.Mat.Ph.D dan Ibu Ratna Pelawati, S.Kp.M.Biomed selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesarbesarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini 7. Bapak / Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. ix 8. Orang tuaku, Ibu Hj Mur dan Bapak Alm. H.Basuki yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan keberhasilan penulis. 9. Teman-teman PSIK 2010-2014, Pinkers, Silvia, Rizka, Ica, temanteman yang selalu ada memberi warna bagi penulis dan untuk kak Ikrom, kak yoga, kak Ayi, kak Lili yang banyak membantu dalam penyelesaian proposal skripsi ini. 10. Bagus Rizkyaji Kusuma, yang selalu memberikan inspirasi, menghibur, memberi masukan, mengundang tawa dan semangat kepada penulis. 11. Kepada Kepala Sekolah SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor beserta guru dan staff yang telah membantu penulis untuk kelancaran proses penelitian. 12. Kepada siswa siswi SMA AL-Asiyah Cibinong Bogor, Putri Aulia dan teman-teman yang telah membantu dan bersedia meluangkan waktu untuk kelancaran proses penyusunan skripsi. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis harap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Jakarta, Juli 2015 Nur Triningtyas P x DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul .............................................................................................. i Pernyataan Keaslian Karya ............................................................................ ii Abstract .......................................................................................................... iii Abstrak .......................................................................................................... iv Pernyataan Persetujuan ................................................................................... v Lembar Pengesahan ...................................................................................... vi Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. viii Kata Pengantar .............................................................................................. ix Daftar Isi ....................................................................................................... xi Daftar Singkatan ......................................................................................... xiv Daftar Bagan ................................................................................................. xv Daftar Tabel ................................................................................................ xvi Daftar Lampiran ......................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................................1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................6 C. Tujuan Penelitian .........................................................................................7 D. Manfaat Penelitian .......................................................................................8 E. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................................9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10 A. Pengetahuan ..............................................................................................10 1. Definisi pengetahuan ...........................................................................10 2. Tingkat Pengetahuan ...........................................................................10 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ..............................12 4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan .......................................................14 5. Pengetahuan Remaja Tentang IMS ....................................................16 xi 6. Penelitian Terkait .................................................................................17 B. Remaja .......................................................................................................18 1. Definisi Remaja ...................................................................................18 2. Batasan remaja ....................................................................................20 3. Karakteristik Remaja ...........................................................................21 4. Sumber Informasi Remaja ...................................................................22 5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja .............................................24 6. Peran guru terhadap permasalahn remaja ............................................26 C. Infeksi Menular Seksual ............................................................................27 1. Definisi Infeksi Menular Seksual ........................................................27 2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual ...................................................28 3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual ..............................................36 4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual ..................................................37 5. Pencegahan Terhadap Infeksi Menular Seksual .................................38 6. Infeksi menular seksual dalam perspektif islam ..................................39 7. Kerangka Teori ....................................................................................41 BAB III KERANGKA KERJA PENELITIAN ................................................42 A. Kerangka Konsep ......................................................................................42 B. Definisi Operasional ..................................................................................43 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .........................................................46 A. Desain Penelitian .......................................................................................46 B. Tempat dan Waktu ....................................................................................46 C. Populasi dan Sampel .................................................................................47 D. Instrument Penelitian ................................................................................49 E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................51 F. Metode Pengumpulan Data .......................................................................53 xii G. Pengolahan Data ........................................................................................54 H. Analisa Data ..............................................................................................56 I. Etika Penelitian .........................................................................................58 BAB V HASIL PENELITIAN ...........................................................................60 A. Profil SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor ...................................................60 B. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinog ...............................60 C. Mean dan Standar Deviasi .........................................................................63 D. Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual............................64 E. Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong ..................................................................................71 BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................75 A. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinong ............................75 B. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual .............79 C. Keterbatasan Penelitian ..............................................................................87 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................89 A. Kesimpulan ...............................................................................................89 B. Saran ..........................................................................................................90 Daftar Pustaka Lampiran xiii DAFTAR SINGKATAN AIDS : Acquired Immune Defiency Syndrome BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BPS : Badan Pusat Statistik Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dinkes : Dinas Kesehatan HPV : Human Paviloma Virus HIV : Human Immunodeficiency Virus IMS : Infeksi Menular Seksual KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia KTD : Kehamilan yang Tidak Diinginkan NAPZA : Narkoba Psikotropika dan Zat Adiktif lainya PMS : Penyakit Menular Seksual SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia SKRRI : Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia SMA : Sekolah Menengah Atas SPSS : Statistic Package for Sosial Science STI : Sexually Transmited Infection STDs : Sexually Transmited Disease UKS : Usaha Kesehatan di Sekolah VD : Veneral Disease WHO : World Health Organization xiv DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 2.1 Kerangka Teori 41 Bagan 3.1 Kerangka Konsep 42 xv DAFTAR TABEL Halaman 3.1 Definisi Oprasional 43 4.1 Pembagian Strata Berdasarkan Tingkatan 48 4.2 Kisi-Kisi Pertanyaan Kuesioner 57 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut 61 Usia di SMA Al-Asiyah Cibinong 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut 62 Jenis Kelamin di SMA Al-Asiyah Cibinong 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber 62 Informasi Kesehatan Reproduksi di SMA Al-Asiyah Cibinong 5.4 Mean dan Standar Deviasi 63 5.5 Kategori Tingkat Pengetahuan 64 5.6 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS 65 5.7 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis IMS 66 5.8 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS 67 5.9 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS 68 5.10 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Faktor Resiko IMS 68 5.11 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS 69 5.12 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS 70 5.13 Pengetahuan Remaja Di SMA Al-Asiyah 71 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian Lampiran 5. Hasil Olahan SPSS Univariat Lampiran 6. Perhitungan Infeksi Menular Seksual xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut Depkes RI (2007) adalah 10-19 tahun dan belum menikah. Remaja menurut BKKBN (2012) adalah penduduk lakilaki atau perempuan yang berusia 10 sampai 24 tahun. Pada tahun 2010 jumlah remaja terdapat sekitar 27% dari jumlah penduduk Indonesia (BKKBN, 2014). Melihat jumlah remaja sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual. Status kesehatan remaja merupakan hal yang perlu dipelihara dan ditingkatkan agar dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas (Buzarudina, 2013). Remaja masih harus menghadapi permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol di kalangan remaja yaitu permasalahan seputar seksualitas seperti perilaku seks pranikah, HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual dan NAPZA (BKKBN, 2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI, 2012), menunjukan di Indonesia terjadi peningkatan hubungan seks pranikah pada remaja dari tahun 2002, 2007 sampai 2012 didapatkan peningkatan 8,3% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan melakukan hubungan seks pranikah. 1 2 Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun sebesar 9.9% dan 2.7% pada usia 15-19 tahun (BKKBN, 2014). Boyke menyebutkan bahwa terdapat sebuah penelitian yang menyuguhkan data 6% sampai 20% anak SMA dan mahasiswa pernah melakukan hubungan seks pra nikah (Boyke, 2014 dalam Muijiran, 2014). Ajaran islam melarang hubungan seksual pranikah, karena hal ini merupakan masalah bagi norma, adat istiadat, agama dan peraturan hukum melarang hubungan seksual pranikah. Jika dinilai secara hukum Islam maka perbuatan seksual pranikah tersebut termasuk perbuatan zina yang dilarang Allah SWT. Al Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-isra’:32 yang artinya” Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sesuatu yang buruk” (Mauliddiana & Albar, 2013). Perilaku seksual pranikah yang dilakukan pada usia remaja menjadi faktor resiko tinggi tekena infeksi menular seksual (Brooker, 2008). Infeksi Menular Seksual (IMS) disebut juga dengan Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual (Efendi, 2009). Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah gonorrhea, chlamydia, herpesgenitalis, Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Trichomonas Vaginalis. 3 IMS masih menjadi masalah kesehatan remaja, dampak yang timbul pada remaja tidak dapat diabaikan begitu saja, pada remaja usia 15 sampai 24 tahun yang terinfeksi gonorrhea bisa mengakibatkan infertilitas atau kemandulan. Meskipun insiden gonorrhea telah menurun, diperkirakan terdapat lebih dari 400.000 kasus baru muncul setiap tahunya. Gejala pada gonorrhea cenderung terlihat pada laki-laki, yang merasa panas ketika buang air kecil. Syphilis merupakan jenis IMS yang dapat menularkan dari perempuan yang hamil ke janinya dan IMS dapat mempermudah penularan HIV/AIDS (Santrock, 2007). Berkaitan dengan tingkat pengetahuan tentang penyakit menular seksual pada siswa SMAN Banjarmasin, yaitu tingkat pengetahuan dengan kategori baik 6.05%, cukup 56.05%, kurang 37.89%. Nilai paling dominan berada pada kategori cukup 56.06% (Panenga, 2014). Hasil studi literature menurut Samkange N Florence (2011) di Eropa tingkat pengetahuan remaja tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan rendah untuk jenis penyakit menular yang lain seperti gonnorhea, syphilis, HPV (5.4%) (Samkange, 2011). Peningkatan IMS dari kelompok yang berusia antara 15 hingga 24 tahun di Amerika Serikat, remaja yang telah terinfeksi syphilis sebanyak 8000 kasus (Santrock, 2007). Di Indonesia banyak laporan mengenai prevalensi IMS dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wirakusuma (2011) di RSUP Sanglah tahun 2009-2011 didapatkan 640 orang (3,05%) merupakan pasien IMS yang terjadi pada laki-laki dan perempuan. Dari kasus IMS yang ada gonorrhea 131 orang (20.5%) dan syphilis 47 orang (7,4%) (Wirakusuma, 2011). 4 Angka kejadian IMS di Depok dan Bogor menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Barat, sebanyak 155 kasus dan 61 kasus pada tahun 2011 (BPS, 2012). Kasus HIV/AIDS menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 setelah tiga tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil didapatkan perkembangan jumlah kasus HIV positif pada tahun 2013 terjadi peningkatan secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 35% dibanding tahun 2012. Perkembangan HIV positif sampai tahun 2013 mencapai 29.037 kasus (PKI, 2013). Tingginya angka kejadian IMS dan HIV/AIDS disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam pembentukan karakter dan perilaku remaja sehingga membuat remaja mencoba hal yang berhubungan dengan seksual, sebuah studi literature memaparkan bahwa orangtua memegang peranan cukup besar dalam menentukan perilaku anak. Hal ini dalam perilaku seksual remaja, orangtua yang dekat dengan remaja cenderung membuat remaja menunda aktifitas seksualnya (Dinkes, 2012). Penelitian ini dilakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor, yang beralamat di Jl.Raya Jakarta-Bogor tujuan didirikan SMA Al-Asiyah yaitu untuk menciptakan generasi muda yang berakhlakul karimah untuk menuju muslim dan muslimah yang taat, unggul, tangguh, berkualitas, bernuansa islam dan mampu menjawab tantangan masa depan. Berdasarkan tujuannya tersebut, remaja di SMA Al-Asiyah telah menerapkan pengajian di pagi hari dan juga mengisi waktu luang dengan solat duha bersama. Melihat hal tersebut remaja di SMA Al-Asiyah telah 5 mengetahui dengan baik cara bersuci (thaharah), selain dari pelajaran agama mereka dapat mencari informasi dengan cara menggunakan media internet yang disediakan di sekolah. Untuk menjawab tantangan masa depan remaja di SMA Al-Asiyah perlu menghadapi permasalahan yang muncul pada masa remaja salah satunya masalah seksualitas. Peran guru BK sangat diperlukan untuk membantu para remaja dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan mengarahkan remaja pada perilaku yang lebih positif. Peneliti melakukan wawancara kepada salah satu guru di SMA AlAsiyah Cibinong;guru mengatakan “SMA AL-Asiyah belum ada guru BK karena keterbatasan guru, padahal remaja SMA itu perlu perhatian apalagi terkait dengan masalah seksualitas, dilihat dari karakteristik remaja yang selalu ingin mencoba hal baru dan tanpa adanya pengarahan yang benar akan membuat remaja beresiko terkena IMS”. Peneliti tertarik melakukan penelitian di SMA Al-Asiyah karena dilihat dari permasalahan yang ada dan kurangnya sumber informasi kesehatan reproduksi. Remaja hanya mendapat informasi pada salah satu mata pelajaran biologi. Remaja membutuhkan informasi tambahan dari guru BK mengenai masalah seksualitas dan IMS. Sehingga peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang di lakukan di SMA AlAsiyah Cibinong-Bogor pada tanggal 03 Desember 2014 didapatkan jumlah 6 siswa 171 siswa. Diberikan kuesioner kepada 10 siswa dengan 5 soal mengenai cara penularan IMS, jenis-jenis IMS, dan pengertian IMS didapatkan hasil 2 orang dengan pengetahuan baik (20%), 3 orang dengan pengetahuan cukup (30%), dan 5 orang dengan pengetahuan kurang (50%). B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, peneliti menyimpulkan bahwa IMS masih menjadi masalah kesehatan remaja salah satunya IMS bisa menyebabkan rasa panas ketika buang air kecil dan IMS dapat mempermudah penularan HIV/AIDS (Santrock, 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wirakusuma pada RSUP Sanglah terdapat 640 orang (3,05%) pasien IMS dan ditemukan kasus IMS di Bogor sebanyak 61 kasus. Tingginya angka kejadian IMS pada remaja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja mengenai IMS dan remaja merupakan kelompok usia yang beresiko terkena IMS karena usia remaja yang masih transisi, bukan anak-anak, namun belum disebut dewasa. Semua tidak lepas dari kejiwaan remaja yang memang mengalami fase ketidakstabilan emosional dan sering mengambil tindakan cepat tanpa mempertimbangkan secara matang sehingga membuat remaja melakukan hal yang dapat berakibat buruk untuk kesehatan mereka, seperti melakukan hubungan seksual pranikah yang meningkatkan resiko remaja terkena IMS. Hasil studi literatur menurut Florence (2011) di Eropa tingkat pengetahuan remaja tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan rendah untuk 7 jenis penyakit menular lainya seperti gonnorhea, syphilis, HPV (5,4%). Studi pendahuluan yang di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong-Bogor pada tanggal 03 Desember 2014 didapatkan jumlah siswa 171 siswa. Diberikan kuesioner kepada 10 siswa dengan 5 soal mengenai cara penularan IMS, jenis-jenis IMS, dan pengertian IMS didapatkan hasil 2 orang dengan pengetahuan baik (20%), 3 orang dengan pengetahuan cukup (30%), dan 5 orang dengan pengetahuan kurang (50%). Tingginnya angka kejadian IMS di kalangan remaja dan dewasa muda merupakan salah satu bukti masih rendahnya pengetahuan remaja akan IMS. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih dalam mengenai tingkat pengetahuan remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui: a. Mengetahui karakteristik remaja atau responden b. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang pengertian IMS 8 c. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang jenis-jenis IMS d. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang cara penularan IMS e. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang tanda dan gejala IMS f. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang faktor resiko IMS g. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang komplikasi IMS h. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang pencegahan IMS. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan mampu menjadi landasan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang IMS. 2. Manfaat Praktis a. Institusi Pendidikan Keperawatan Dapat digunakan sebagai acuan untuk peningkatan kualitas pendidikan maternitas serta pendidikan dalam keperawatan khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja. 9 b. SMA Al-Asiyah Cibinong Dapat digunakan sebagai pedoman SMA Al-Asiyah untuk memberi pandangan dan sosialisasi mengenai IMS. c. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi panduan dalam upaya meningkatkan pengetahuan remaja tentang IMS. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan desain deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Metode pengambilan data dengan menyebarkan kuisioner, penelitian ini dilakukan pada siswa siswi di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah disproporsional stratified sampling dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-21 April 2015. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui alat indera (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya (KBBI, 2005 dalam Budiman, 2013). Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). 2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Bloom (Bloom, 1956 dikutip oleh Notoatmodjo, 2010) pengetahuan mencakup enam tingkat 10 11 domain kognitif tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, yaitu: a. Tahu (know), merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. b. Memahami (comprehension), artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan. c. Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata. d. Analisis (analysis), artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses. e. Sintesis (synthetic), yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 12 f. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang telah ada. Jadi, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa dan peraba (Efendi, 2009). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, informasi, budaya, lingkungan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2007 dikutip oleh Budiman, 2013), yaitu: a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non formal). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah. 13 b. Informasi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar, serta diteruskan melalui komunikasi. Informasi mencangkup data, teks, gambar, suara, kode, program computer dan basis data. c. Sosial, budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuanya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 14 e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional. f. Usia Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikiranya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. 4. Pengukuran tingkat pengetahuan Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin di ukur atau di ketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatanya (Arikunto, 2010). Pengetahuan tentang IMS dalam penelitian ini dapat diukur dengan menggunakanan pertanyaan obyektif, seperti pertanyaan pilihan ganda, betul salah dan pertanyaan menjodohkan disebut pertanyaan obyektif karena pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilai. Pertanyaan 15 pilihan betul salah digunakan untuk dijadikan sebagai alat ukur dalam pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaianya akan lebih cepat (Arikunto, 2010). Menurut Riwidikdo (2013) mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan dengan perhitungan sebagai berikut dengan membagi skor menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, kurang. a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD b. Cukup : Bila nilai responden mean - 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD Sedangkan menurut Riwidikdo (2013) apabila dikategorikan dalam 5 kategori menjadi sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang maka ketentuan parameter yang digunakan: a. Sangat Baik : Bila x > mean + 1,5 SD b. Baik : Bila mean + 0,5 SD < x< mean+ 1,5 SD c. Cukup : Bila mean – 0.5 SD < x< mean + 0,5 SD d. Kurang : Bila mean – 1.5 SD <x<mean - 0,5 SD e. Kurang Sekali : Bila x < mean – 1.5 SD Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 kategori untuk tingkat pengetahuan, yaitu baik, cukup dan kurang (Riwidikdo, 2013). 16 5. Pengetahuan remaja tentang IMS Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007) pengetahuan remaja tentang IMS salah satunya yaitu HIV/AIDS, pengetahuan remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi HIV masih terbatas, hanya 14% remaja perempuan dan 95% remaja lakilaki menyebutkan pantang berhubungan seks, 18% remaja perempuan dan 25% remaja laki-laki menyebutkan menggunakan kondom serta 11% remaja perempuan dan 8% remaja laki-laki menyebutkan membatasi jumlah pasangan sebagai cara menghindari HIV dan AIDS (SKRRI, 2007 dalam BKKBN, 2012). Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tentang pengetahuan remaja usia 10 sampai 19 tahun mengenai HIV/AIDS dan cara untuk mengurangi resiko tertular penyakit tersebut. Secara keseluruhan 67% perempuan dan 63% laki-laki mengatakan bahwa HIV/AIDS dapat dicegah dengan menggunakan kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Cara lain untuk mencegah HIV/AIDS adalah membatasi hubungan seksual dengan satu pasangan, metode ini diketahui oleh 46% perempuan dan 59% laki-laki (SDKI, 2012). Berdasarkan penelitian Rofiq (2009) di Sekolah Menengah Kejuruan Bogor, dari 103 responden didapatkan hasil tingkat pengetahuan hasil terbanyak diperoleh kategori tinggi variable pengertian IMS (52.4%), jenis-jenis IMS (55.3%), cara penularan IMS (73.8%), faktor resiko terkena IMS (68.0%). Sedangkan tingkat pengetahuan sedang diperoleh 17 pada akibat yang ditimbulkan oleh IMS (56.3%) dan cara pencegahan IMS (48.5%) dan tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah (Rofiq, 2009). 6. Penelitian terkait a. Siti Wahyuni 2012, hubungan antara pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan jenis kelamin dan sumber informasi di SMAN 3 Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang mengikuti studi di SMU Negeri 3 Banda Aceh dengan jumlah 747 dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 290 remaja. Hasil distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang IMS tinggi (67.6%) dan rendah (32.4%). Dan distribusi frekuensi sumber informasi yang diperoleh remaja yaitu orangtua (23.5%), teman (31.0%) dan media masa (45.5%) (Wahyuni, 2012). b. Mariza Yolanda 2013, hubungan pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan perilaku remaja di SMA Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dlaksanakan di SMAS PSM Bukittinggi dengan subjek dalam penelitian ini adalah seluruh remaja dan siswi SMAS PSM Bukittinggi yang berusia 15-17 18 tahun. Hasil dari distribusi frekuensi pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang IMS rendah (63.6%) dan tinggi (36,4%). Jadi tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak pada tingkat pengetahuan rendah yaitu sebanyak (63.6%) (Yolanda, 2013). c. Dwiputra Taesan Panenga 2014, tingkat pengetahuan tentang penyakit menular seksual pada remaja SMA Negeri di Banjarmasin. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yang dilaksanakan di SMA Negeri di Banjarmasin. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. SMA Negeri di Banjarmasin dikelompokan, masing-masing dari tiap kecamatan dipilih satu sekolah sebagai sampel yaitu SMAN 2, 7, 4, 8, dan 10. Jumlah populasi seluruh remaja SMAN di Banjarmasin adalah 7.607 orang. Setelah dilakukan kalkulasi jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 380 orang. Hasil distribusi frekuensi tingkat pengetahuan yaitu baik (6.05%), cukup (56,05%) dan kurang (37,89%). Jadi tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak (56.06%) (Panenga, 2014). B. Remaja 1. Definisi Remaja Remaja yang dalam bahasa inggris “adolescene”, berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berati tumbuh menjadi dewasa atau dalam 19 perkembangan menjadi dewasa (BKKBN, 2011). Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10 sampai 19 tahun (WHO, 2013). Remaja menurut BKKBN adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 10 sampai 24 tahun (BKKBN, 2011). Menurut Depkes RI usia remaja adalah 10 sampai 19 tahun dan belum menikah (Depkes RI, 2007). Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka tergolong dalam dewasa bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan remaja tetapi masih tergantung orang tua (tidak mandiri), maka tetap dimasukan kelompok remaja (Efendi, 2009). Pada masa ini remaja mulai mencari jati dirinya dimana hal ini akan menentukan kehidupanya dimasa dewasa nanti. Orangtua memegang peranan penting khususnya pada masa remaja karena akan mencegah remaja terjerumus oleh teman sebaya dan lingkungan. Pada masa ini remaja ingin dirinya diterima sebagai individu yang memiliki wawasan yang sama dengan orang dewasa lainya (Maetiningsih, 2008). Kematangan seksual pada masa remaja membuat remaja dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh akan sangat berpengaruh pada kejiwaan remaja. Apabila remaja sudah mendapatkan informasi yang cukup tentang kesehatan reproduksi, mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif, kematangan seksual yang cepat atau lambat mempengaruhi perkembangan psikologisnya. 20 2. Batasan Remaja Ciri perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal, tengah dan akhir, menurut Santrock (2007) batasan remaja berdasarkan usia yaitu: a. Masa remaja awal, usia 10-12 tahun (early adolescence) Masa remaja awal mencangkup kebanyakan perubahan pubertas. Karakteristik remaja awal yaitu mengalami percepatan dalam pertumbuhan fisik dan seksual. Mereka kerap kali membandingkan sesuatu dengan teman sebaya, dan sangat mementingkan penerimaan oleh teman sebaya, hal ini melibatkan timbulnya kemandirian dan mulai mengabaikan pengaruh yang berasal dari luar lingkungan. b. Masa remaja tengah, usia 13-15 tahun (middle adolescent) Masa mencari identitas diri, mempunyai rasa tertarik kepada lawan jenis, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktivitas seks. Remaja menengah memiliki karakteristik yaitu berkembangnya kesadaran terhadap identitas diri. Mereka lebih mementingkan menghabiskan aktifitas di luar lingkungan rumah dan lebih terpengaruh oleh teman sebaya. Periode remaja merupakan periode dimana terjadi pergolakan tekanan seksual dan sosial, dan mereka berusaha diterima dan mendapatkan dukungan dari teman sebaya dan orang tua. 21 c. Masa remaja akhir, usia 16-19 tahun (late adolescence) Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal. Remaja akhir ditandai dengan kematangan atau kesiapan menuju tahap kedewasaan dan lebih fokus pada masa depan baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, seksual dan individu. Karakteristik remaja akhir umumnya sudah merasa nyaman dengan dirinya dan pengaruh teman sebayanya sudah berkurang. 3. Karakteristik Remaja Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial menurut Santrock (2007) yaitu: a. Transisi Biologis Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi 22 b. Transisi Kognitif Pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam. c. Transisi Sosial Bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. 4. Sumber Informasi Remaja Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Tetapi 23 karena faktor rasa ingin tau mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Remaja merasa bahwa orangtuanya menolak membicarakan mengenai kesehatan reproduksi dan kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman dan media masa. Sehingga membuat informasi menjadi simpang siur atau pemahaman yang salah karena tidak ada bimbingan dari orangtua (Wulandari, 2012). Orangtua memegang peranan penting khususnya pada masa remaja karena akan mencegah remaja terjerumus oleh lingkungan dan teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif kekerasan fisik, seks bebas dan penyalahgunaan narkoba. Remaja juga mengalami perkembangan dan perubahan intelegensi yang cukup pesat sehingga remaja giat mencari informasi mengenai hal-hal baru baginya (Maentiningsih, 2008). Pendidikan seks paling banyak didapat dari media masa 56.81%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Caroline, yang secara umum remaja yang paling banyak mendapat dorongan seksual dari media cenderung melakukan seks pada usia 14 hingga 16 tahun 2,2 kali lebih tinggi dibanding dengan remaja lain yang sedikit melihat eksploitasi seks dari media (Sarwono, 2012). Remaja memasuki usia reproduksi pada hakekatnya remaja mengalami suatu masa kritis, jika dimasa kritis itu tidak mendapatkan informasi dan pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi yang dibutuhkan dari keluarga, remaja cenderung mencari dari luar pendidikan formal yang sering tidak bisa dipertanggung jawabkan seperti menonton 24 film dan membaca majalah porno ataupun dari teman sebaya yang samasama memiliki keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehingga cenderung memperoleh informasi yang salah (Kusyogo, 2008). Menurut Kothai (2003) meningkatnya minat seksual remaja membuat remaja berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, dan situs-situs internet. Namun sedikit remaja memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan seksual dan kesehatan reproduksi, baik dari guru ataupun orangtua sehingga tidak jarang remaja melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi global yang semakin mudah di akses justru memancing remaja untuk meniru kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat yaitu berbagai macam perilaku seksual seperti melakukan hubungan seksual pra-nikah. Penyimpangan terhadap perilaku seksual selain disebabkan kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, juga sebagai akibat pengaruh media masa dan internet yang menyediakan informasi yang kurang tepat dan salah. Akibatnya rasa ingin tahu yang kuat membuat remaja menjadi terjebak ke dalam permasalahan seksualitas (Kothai, 2003 dalam Adnani, 2010). 5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja Masalah kesehatan reproduksi melibatkan peranan lingkungan. Remaja membutuhkan pengertian-pengertian tentang hal-hal yang dialaminya misalnya mengenai mimpi basah dan lain sebagainya. 25 Ketertutupan dari lingkungan dan orangtua yang merasa tabu membicarakan masalah seksual dengan anaknya dapat menyebabkan dampak negatif bagi anaknya (Gunarsah, 2008). Pada masa remaja akan terjadi proses terpaparnya remaja dengan masalah kesehatan reproduksi; yaitu terjadi proses produksi hormone seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Organ reproduksi sangat rentan terhadap infeksi saluran reproduksi, kehamilan dan infeksi menular seksual. Permasalahan kesehatan reproduksi, pada remaja perempuan dimulai pada saat usia remaja, yaitu saat perempuan mengalami menstruasi pertama dan pelepasan sel telur yang akan berakhir sampai tidak haid lagi. Usia remaja memiliki resiko terhadap terjadinya kehamilan sebelum menikah, tertular penyakit menular seksual dan ketergantungan terhadap NAPZA (Hanifah, 2012). Masalah kesehatan reproduksi selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi, dan kesejahteraan sosial. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja yaitu kehamilan tidak diinginkan (KTD), masalah ketergantungan napza yang meningkatkan resiko penyakit menular seksual (Azinar, 2013). Masalah yang seringkali muncul dalam kehidupan remaja karena remaja ingin mencoba-coba segala hal. Faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual (Sarwono, 2012). 26 6. Peran Guru Terhadap Permasalahan Remaja Pendidikan disekolah sangat dibutuhkan oleh remaja, pendidikan diharuskan memuat bimbingan dari guru Bimbingan Konseling (BK) sehingga remaja dapat terarah dan lebih bermanfaat bagi kehidupan remaja. Peran wali kelas yaitu mengatasi masalah remaja seperti malas belajar, tidak mengerjakan tugas dan tidak memperhatikan pelajaran. Apabila ada remaja yang mengalami masalah maka wali kelas akan memanggil remaja tersebut untuk memberikan arahan dan motivasi serta memberikan perhatian kepada remaja tersebut. Namun, apabila wali kelas tidak bisa mengatasinya maka wali kelas menghubungi guru BK untuk membantu masalah tersebut. Sedangkan peran guru BK memberikan arahan dan sedikit hukuman, guru BK mengatasi masalah remaja diluar kelas misalnya, ada remaja yang berkelahi, terlambat datang upacara dan lain sebagainya (Baroroh, 2013). Remaja tidak terlepas dari permasalahan yang mereka hadapi terutama pada masa transisi. Masalah yang muncul dan dirasakan remaja akan mengakibatkan terganggunya kegiatan belajar remaja di sekolah (Khofifah, 2013). Peran guru BK sangat diperlukan untuk membantu para remaja dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan mengarahkan remaja pada perilaku yang lebih positif, dan memberi motivasi belajar pada remaja (Handayani, 2009). 27 C. Infeksi Menular Seksual 1. Definisi Infeksi Menular Seksual Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). IMS adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin (Ayu, 2009). Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah istilah umum dan organisme penyebabnya tinggal dalam darah atau cairan tubuh, meliputi virus, mikroplasma, bakteri, jamur, dan parasit-parasit kecil (misalnya: scabies). Terdapat rentang keintiman kontak tubuh yang dapat menularkan IMS (Ralph, 2008). IMS atau Sexually Transmitted Infection (STI) ditularkan melalui kontak seksual. Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun juga kontak genital-oral dan kontak genital-anal. Di tahun 2004 diperkirakan terdapat 19 juta kasus baru STI, sedikit lebih banyak dibandingkan 9 juta kasus yang mengenai remaja berusia antara 15 hingga 24 tahun (Santrock, 2007). Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual. Cara penularan penyakit ini tidak hanya melalui hubungan seksual tetapi dapat juga ditularkan langsung melalui kontak langsung seperti, jarum suntik yang tidak steril. Penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit menular seksual adalah gonorrhea, 28 chlamydia, sifilis, herpes genitalis dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) (Djuanda 2011 dikutip oleh Panenga, 2014). Peningkatan insiden IMS dan penyebaranya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa Negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling tidak relatif tetap. Namun, sebagian besar Negara insiden IMS relatif masih tinggi dan setiap tahun beberapa juta kasus baru beserta komplikasi medisnya antara lain kemandulan, kecacatan, ganguan kehamilan, ganguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini meningkatkan biaya kesehatan (Hakim, 2009 dalam Daili, 2009). 2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan non-seksual. Kondisi yang paling sering di temukan adalah gonorrhea, chlamydia, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan trikomoniasis. Jenis-jenis IMS diantaranya disebabkan oleh bakteri (gonorrhea, sifilis), disebabkan oleh virus (HIV/AIDS) dan parasit (trikomoniasis). 29 a. Gonorrhea 1) Definisi Gonorrhea adalah penyakit menular seksual yang paling sering terjadi. Nama awam penyakit seksual ini adalah “Kencing Nanah”. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria Gonorrhoeae, tergolong bakteri diplokokus gram negatif berbentuk buah kopi. Masa inkubasi berkisar antara 3-5 hari setelah infeksi (Ayu, 2009). Tempat bakteri Neisseria Gonorrhaeae masuk yaitu: penis, vagina, anus, dan mulut. Insiden tertinggi yang rentan terinfeksi gonorrhea berkisar pada rentang usia 15-35 tahun (Isnaini, 2006 dalam Putri, Kartikasari dkk, 2012). 2) Cara Penularan Penularan melalui kontak seksual dengan penderita yang sudah terinfeksi bakteri Neisseria Gonorrhaeae (Ayu, 2009) dan menginfeksi lapisan dalam urethra, leher rahim, rectum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva) (Sari, 2012). 3) Tanda dan Gejala Tanda dan gejala pada penderita yang sudah terinfeksi bakteri Neisseria Gonorrhaeae bergantung pada letak infeksi, misalnya ureteritis (mengakibatkan dysuria dan rabas purulent), servisitis (mengakibatkan rabas vagina), proktitis dengan rabas dan faringitis. Akan tetapi banyak wanita mengalami infeksi 30 asimtomatik (Brooker, 2008). Menurut Ayu (2009) pada pria gejala umumnya adalah rasa gatal dan panas di ujung kemaluan, rasa sakit saat kencing dan banyak kencing, diikuti pengeluaran nanah di ujung kemaluan dan dapat bercampur darah. Pada pemeriksaan akan dijumpai ujung kemaluan merah, membengkak, dan menonjol, diujungnya bila dipijat akan keluar nanah (Ayu, 2009). Pada wanita, dengan perbedaan anatomi alat kelamin luar yang terkena infeksi pertama adalah mulut rahim. Apalagi bila telah terdapat perlukaan sehingga penyebaranya ke bagian bawah dan bagian atas alat kelamin semakin cepat. Gejala klinis yang menonjol yaitu rasa nyeri pada daerah punggung, mengeluarkan keputihan encer seperti nanah. Pemeriksaan serviks akan tampak berwarna merah, membengkak, perlukaan, dan tertutup oleh lendir bernanah (Ayu, 2009). Gejala infeksi gonorrhea menahun yaitu rasa nyeri sekitar perut bagian bawah, terdapat keputihan, perasaan tidak enak di bagian bawah perut, sakit hubungan seksual, keluhan tidak mendapatkan keturunan (Ayu, 2009). 31 b. Sifilis 1) Definisi Sifilis atau dikenal dengan (Raja Singa) adalah infeksi menular yang sistemik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh spirokaeta treponema pallidum. Sifilis didapat memiliki dua stadium-dini dan lanjut, tetapi beberapa sumber membaginya menjadi empat tahap-primer, sekunder, laten, dan tersier. Tahap dini ditandai oleh lesi primer di tempat kuman masuk kedalam tubuh, yang sembuh dalam waktu sekitar 1 bulan. Tahap lanjut (terjadi bertahun-tahun kemudian setelah tahap dini), menunjukan lesi kulit dan organ dalam (Brooker, 2008). 2) Cara Penularan Penyakit ini menyerang semua organ tubuh sehingga cairan tubuh mengandung T.Pallidum yang di tularkan melalui kontak langsung dengan lesi basah yang infeksius. Organisme ini dapat menembus membrane mukosa intra atau kulit yang terkelupas atau didapat melalui transplasenta (Ralph, 2008). 3) Tanda dan Gejala Sifilis, masa inkubasinya cukup panjang sekitar 10-90 hari dan rata-rata tiga minggu. Karena penyakit ini bersifat sistemik, maka sering di jumpai demam, myalgia, limfadenopati, sakit flu, dan sakit kepala (Heffner, 2005). 32 c. HIV/AIDS 1) Definisi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Sudoyo, 2006). Perjalanan penyakit ini dimulai dengan Human T-cell lymphotropic virus yang menyerang sistem pertahanan tubuh secara perlahan, menurunya daya tahan tubuh yang diketahui melalui pemeriksaan laboratorium berupa anemia dan tampak pucat, mudah terjangkit infeksi bakteri, jamur, parasit sehingga menunjukan gambaran penyakit yang kompleks (Ayu, 2009). 2) Cara Penularan Penularan HIV/AIDS melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok resiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil serta narapidana (Sudoyo, 2006). 33 Perjalanan penyakit sejak terinfeksi dengan virus berada pada periode 0-12 minggu lalu virus masuk ke dalam sirkulasi menuju sistem limfoid dan bereplikasi, kemudian akan terjadi viremia dan virus akan tersebar ke berbagai organ. Pada periode ini penderita mengalami sindrom HIV akut antara minggu ke 36. Pada periode 12 minggu-10 tahun merupakan masa laten yang terinfeksi oportunistiknya belum terjadi. Namun, selama masa ini virus terus bereplikasi aktif merusak sistem imun terutama sel T CD4, akibatnya akan terus terjadi penurunan CD4 sekilar 50 sel/tahun. Dan periode >10 tahun pada saat ini umumnya hitung CD4 < 200 dan sindrom AIDS mulai muncul, baik infeksi oportunistik maupun neoplasma. Sindrom awal biasanya berupa limfadenopati umum disertai demam dan penurunan berat badan persisten (Dewanto, 2009). 3) Tanda dan Gejala Infeksi HIV tidak langsung memberikan tanda dan gejala tertentu. Sebagian memberikan tanda gejala tidak khas pada infeksi HIV akut 3-6 minggu setelah infeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun dan ada yang perjalananya lambat 34 (non-progesor). Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare (Sudoyo, 2006). CDC menetapkan tiga kategori HIV/AIDS, kategori A (infeksi HIV tanpa menunjukan gejala), infeksi HIV primer akut yang ditandai dengan demam, malaise, limfadenopati dan ruam kulit. Limfadenopati menyeluruh persisten tanpa menunjukan gejala. Kategori B (kondisi simptomatik yang tidak termasuk kategori A atau C), kandidiasis vulvovaginal-persisten lebih dari sebulan kurang berespon terhadap pengobatan, kandidiasis orofaring, angiomatosis basilaris, dysplasia serviks-berkembang cepat menjadi karsinoma in situ. Gejala umum seperti: demam atau diare lebih dari sebulan. Kategori C (AIDS), hitung sel CD4<200, infeksi oportunistik (citomegalovirus yang menyebabkan retinitis dan kardiomiopati, sarcoma kaposi, pneumonia pneumocystis carinii, limfoma non-Hodgkin, ensefalitis toksoplasma), malnutrisi berat, penurunan berat badan dan kematian (Morgan, 2009). d. Trikomoniasis 1) Definisi Trichomonas vaginalis merupakan parasit golongan protozoa yang dapat menyebabkan trikomoniasis, suatu penyakit yang 35 ditularkan melalui hubungan seksual. Masa inkubasi 3‐28 hari. Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun pria dapat terinfeksi lewat kontak seksual (Kusuma, 2009). Pada pria dapat berbentuk ureteritis, infeksi saluran kencing dan infeksi pada prostat. Sedangkan pada wanita berbentuk vaginitis trikomonas atau sistitis infeksi kandung kencing (Ayu, 2009). 2) Cara penularan Trikomoniasis digolongkan dalam penyakit hubungan seksual karena sebagian besar penularanya melalui hubungan seksual (Ayu, 2009). Trikomoniasis adalah protozoa yang terdapat di saluran kemih dan kelamin manusia yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Individu yang suka berganti-ganti pasangan beresiko tinggi menderita trikomoniasis (Kusuma, 2009). 3) Tanda dan Gejala Keputihan merupakan gejala awal terjadinya vaginitis. Keputihan karena trikomoniasis dapat dibedakan dengan penyebab lain seperti jamur dan bakteri. Pada kasus trikomoniasis, sekret vagina biasanya sangat banyak dan berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau amis (Kusuma, 2009). Trikomoniasis pada wanita, dalam keadaan infeksi akut terdapat gejala lendir vagina banyak dan berbusa, bentuk putih 36 bercampur nanah, terpadat perubahan warna (kuning hijau), dan berbau khas. Pada infeksi yang bersifat menahun lendir yang dikeluarkan tidak pernah kering. Lendirnya berwarna putihkuning, sedikit berbau, terasa gatal dan nyeri saat berhubungan seksual (Ayu, 2009). Infeksi trikomoniasis pada pria dengan gejala ringan terjadi pada infeksi saluran kemih, infeksi kelenjar prostat dan saluran spermatozoa (epididymis). Infeksi menahun sulit ditegakan karena gejalanya ringan (Ayu, 2009). 3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko mengalami masalah-masalah seksual seperti mengalami kehamilan dan terkena infeksi yang ditularkan secara seksual. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan Santelli (2004), bahwa penggunaan alkohol, obat-obatan, dan remaja yang memiliki keinginan melakukan hubungan seksual pranikah adalah yang beresiko terkena infeksi yang ditularkan secara seksual (Santelli, 2004 dalam Santrock 2007). Faktor resiko IMS menurut Booskey (2008) yaitu, hubungan seksual tanpa pelindung (kondom), berganti-ganti pasangan, aktif secara seksual pada usia dini, homoseksual, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (Booskey, 2008). Prilaku risiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit. Yang tergolong kelompok 37 risiko tinggi adalah adalah mencangkup usia muda, belum menikah dan orang yang memiliki pasangan seksual. Memakai kondom (kontrasepsi), baik untuk hubungan seksual via vagina, anus, atau oral, secara drastis menurunkan kemungkinan masalah, meskipun tindakan ini tidak benarbenar menghilangkan risiko (Brooker, 2008). Perilaku berisiko yaitu, memiliki pasangan seks lebih dari satu, menggunakan jarum suntik bersama dengan orang lain, melakukan hubungan seksual secara anal, vaginal, atau oral tanpa menggunakan kondom, melakukan seksual vaginal atau oral dengan orang yang gemar menggunakan obat terlarang, melakukan hubungan seksual dengan beberapa pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tanpa pelindung (kondom) dengan individu yang telah terinfeksi (Santrock, 2007). 4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual Komplikasi yang disebabkan IMS, tergantung pada mikroorganisme yang terlibat, komplikasi ini terjadi pada remaja usia 15 hingga 24 tahun. Komplikasi gonorrhea pada remaja laki-laki dapat meliputi masalah prostat, kandung kemih, dan ginjal, maupun strerilitas. Pada perempuan gonorrhea dapat menyebabkan infertilitas yang berkaitan dengan Pelvic Inflammatory Disease (PID) (Santrock, 2007). Masalah kesehatan reproduksi yang dihadapi oleh remaja jika tidak ditangani dengan tepat dapat memberikan dampak yang merugikan remaja. Penyakit radang panggul, merupakan kelanjutan dari infeksi 38 karena hubungan seksual yang tidak terlindung. Kejadian penyakit radang panggul semakin meningkat berkaitan dengan semakin bebasnya hubungan seksual pranikah pada remaja. Komplikasi penyakit radang panggul dapat berupa penyakit menahun dengan keluhan yang tidak pernah sembuh, terjadinya timbunan nanah dalam alat genitalia bagian dalam (abses saluran telur dan indung telur) (Ayu, 2009). 5. Pencegahan Infeksi Menular Seksual Meningkatnya permasalahan remaja terkait IMS ditandai dengan bertambahnya penderita HIV/AIDS. Sekolah dapat dijadikan sarana untuk membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan dalam melindungi diri dari IMS. Promosi kesehatan perlu diberikan dalam masyarakat khususnya pada anak usia sekolah (Maulana, 2009). Strategi promosi kesehatan di sekolah salah satunya peer educator atau pendidik teman sebaya yang secara khusus mengikuti pelatihan sebagai bekal sehingga dapat mempengaruhi perubahan perilaku anggota kelompok mereka. Peer education mempunyai aspek positif mendorong remaja mendidik orang lain dari pengaruh teman sebaya (John, 2006). Dalam garis besarnya usaha-usaha pencegahan dijalankan dengan cara sebagai berikut menurut Muhajir (2007), pencegahan terhadap IMS yaitu: tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, melakukan kegiatan yang positif, agar remaja dapat mengalihkan keinginan untuk melakukan hubungan seksual, mencari informasi yang benar dan sebanyak mungkin tentang risiko IMS, mengendalikan diri dengan pendidikan 39 agama, tidak malu untuk bertanya dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan prilaku seksual dengan keluarga, atau guru dan menghindari penggunaan narkoba terutama dengan pemakaian secara bersamaan dengan suntikan (Muhajir, 2007). Menurut Depkes RI cara pokok untuk pencegahan penularan antara lain, memilih untuk tidak melakukan hubungan seks pranikah, saling setia dengan pasanganya, menggunakan pelindung (kondom) secara konsisten dan benar, tolak penggunaan NAPZA, jangan pakai jarum suntik bersama (Depkes RI, 2007). 6. Infeksi Menular Seksual Dalam Perspektif Islam Perilaku selama berpacaran yang menjurus pada perilaku seksual pranikah mengkhawatirkan banyak pihak. Perilaku seks yang tidak sehat ini tentu berimplikasi pada hal lain, seperti IMS dan juga kehamilan yang tidak diinginkan. Perilaku seksual pranikah ini bertentangan dengan nilai dan norma, baik agama maupun sosial kemasyarakatan. Tidak ada satu agama pun yang memperbolehkan perilaku ini. Islam khususnya tidak mengenal pacaran, bentuk pacaran dari saling berpandagan sampai berciuman sudah merupakan tindakan yang mendekati zina. Rasulullah menghimbau umatnya untuk menjauhi zina, antara lain dengan menjatuhkan pandangan dari lawan jenis (Firmiana, 2012). Perilaku seksual pranikah jika dinilai secara hukum Islam maka perbuatan tersebut termasuk perbuatan zina yang dilarang oleh Allah SWT. Al Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-isra’:32 yang artinya 40 “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya itu adalah sesuatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk” (Mauliddiana, 2013). Dalam pandangan Islam IMS adalah penyakit kelamin karena perbuatan zina, Rasulullah SAW bersabda “Apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri, maka mereka sudah menghalalkan siksaan Allah atas mereka sendiri” (HR.Al-Tabrani dan Al-Hakim) (Hamidy, 2004). Perilaku seksual pranikah sangat beresiko terkena IMS, dampak yang akan dirasakan oleh remaja akibat IMS salah satunya bisa menyebabkan kemandulan, dan bisa mengakibatkan komplikasi radang panggul (Ayu, 2009). Cara paling efektif untuk mencegah penularan IMS yaitu jangan berganti pasangan seksual. Dan dibarengi dengan kesehatan jiwa dan agama, karena salah satu ciri jiwa yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu (Hamidy, 2004). 41 7. Kerangka Teori Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah: Pengetahuan Remaja Infeksi Menular Seksual (IMS) (WHO, 2013) 1. Pengertian IMS 2. Jenis-jenis IMS 3. Cara penularan IMS Faktor yang mempengaruhi pengetahuan: 4. Tanda dan gejala IMS 1. Usia 5. Faktor risiko IMS 2. Informasi /Media 6. Komplikasi dari IMS masa 3. Sosial budaya dan ekonomi 7. Pencegahan IMS (Ida, Ayu, 2009). 4. Pendidikan 5. Pengalaman 6. Lingkungan (Notoatmodjo, 2007 dalam Budiman, 2013) Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: (Notoatmodjo, 2007 dalam Budiman, 2013). (WHO, 2013). (Ida, Ayu, 2009). BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainya, atau antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep menyajikan konsep atau teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian. Berdasarkan judul penelitian mengenai “Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Atas Al-Asiyah” Secara sistematis kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Karakteristik responden: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Informasi Pengetahuan remaja tentang IMS 1. Pengertian IMS 2. Jenis-jenis IMS 3. Cara penularan IMS 4. Tanda dan gejala IMS 5. Faktor risiko IMS 6. Komplikasi dari IMS 7. Pencegahan terhadap IMS Gambar 3.1 Kerangka Konsep 42 43 B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 1. Jenis kelamin Perbedaan antara perempuan dengan lakilaki secara biologis sejak lahir. (Ekawati dan Wulandari, 2011) Memberikan Kuesioner pertanyaan bagian A. dalam kuesioner dengan pilihan jawaban lakilaki atau perempuan. 1. = laki-laki 2. = perempuan Nominal 2. Usia Tahap di perkembangan individu, pada waktu seseorang sedang mudah tumbuh dan berkembang. (KBBI) Memberikan Kuesioner pertanyaan bagian A. dalam kuesioner dengan pilihan < 16 tahun > 16 tahun 1. = < 16 tahun 2. = > 16 tahun Nominal 44 No Variabel Definisi 3. Media Masa / Sumber Informasi Sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya melalui radio, televisi, dan surat kabar (Romli, 2013) Cara ukur Alat ukur Memberikan Kuesioner pertanyaan bagian A. dalam kuesioner dengan pilihan jawaban orang tua, teman, internet, tv, sekolah. Hasil ukur 1. 2. 3. 4. = Orang Tua = Teman = Media Masa = Sekolah (Jurnal Berkala Kedokteran, 2014) Skala ukur Nominal 45 No Variabel 4. Tingkat pengetahuan remaja tentang IMS Definisi Cara ukur Alat ukur Hal yang dipahami oleh responden tentang infeksi menular seksual yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan penderita (Ayu, 2009) Responden menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri dari: Kuesioner bagian B a.18 pertanyaan positif dengan (1) benar dan (0) salah b.12 pertanyaan negative dengan (0) benar dan (1) salah. (Siregar, 2013) Pemberian skor menggunakan skala Guttman: Jawaban benar =1 Jawaban salah =0 Hasil ukur Skala ukur 1. Baik= Bila Ordinal nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD 2. Cukup= Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 3. Kurang = Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD (Riwidikdo, 2013) BAB IV METODE PENELITIAN Sebuah penelitian mengandung metode yang harus dilalui sebagai syarat dalam penelitian. Pada bab ini menguraikan beberapa cara pelaksanaan penelitian dengan menyajikan metode-metode yang digunakan serta teknik analisis untuk menjawab rumusan masalah penelitian. A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat kuantitatif, dengan menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan remaja SMA Al-Asiyah terhadap IMS dengan menggunakan desain cross sectional dimana data dikumpulkan pada satu waktu tertentu. Tujuanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS dengan cara mengajukan pertanyaan melalui kuesioner yang akan dijawab oleh siswa-siswi di SMA Al-Asiyah Cibinong-Bogor. B. Tempat dan Waktu Lokasi penelitian di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong Kabupaten Bogor yang beralamat di Jl.Raya Jakarta-Bogor Pabuaran Cibinong-Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-21 April 2015. 46 47 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diukur oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Hastono, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMA Al-Asiyah Cibinong. Populasi penelitian ini terdiri dari 171 siswa, populasi dalam penelitian ini adalah siswa yang termasuk kedalam kelompok remaja tengah dan remaja akhir yaitu siswa kelas X, XI dan XII. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi, atau dapat mewakili seluruh populasi yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Menurut Hastono (2010), sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan rumus besar solvin. 𝑛= 𝑁 1 + 𝑁𝑒 2 Keterangan : n = Sampel N = Populasi e = Perkiraan tingkat kesalahan Maka besar sampel yang dihasilkan adalah: 48 𝑛= 171 1 + (171)0.052 171 n = 1.4276 = 120 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 Dengan perkiraan tingkat kesalahan 5%, maka jumlah sampel yang diperoleh dari rumus di atas berjumlah sekitar 120 orang. Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai cadangan maka peneliti menambahkan 10 % dari jumlah sampel minimal. Jadi total sampel dalam penelitian ini adalah 132 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik disproporsional stratified sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan populasi yang memiliki strata atau tingkatan dengan jumlah sampel yang diambil dari setiap strata jumlahnya sama tidak sebanding dengan jumlah populasi dengan proporsi sampel disetiap strata (Siregar, 2013). Pengambilan sampel dilakukan dengan membagi strata tiap tingkatan Strata Tabel 4.1 Pembagian Strata Berdasarkan Tingkatan Anggota Jumlah Sampel Populasi (orang) IPA X 23 22 IPS X 24 22 IPA XI 30 22 IPS XI 30 22 IPA XII 32 22 IPA XII 32 22 Jumlah 171 132 49 Pengambilan sampel dalam penelitian ini mengacu pada kriteria inklusi, sebagai berikut: a. Siswa siswi SMA Al-Asiyah Cibinong b. Bersedia menjadi responden Kriteria eksklusi a. D. Tidak hadir saat penelitian/ Izin/ Sakit. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang hanya menyediakan dua jawaban/alternatif benar dan salah (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian pertama (A) berisi tentang karakteristik responden dan bagian kedua (B) berisi pertanyaan tentang pengetahuan IMS. 1. Kuesioner A berisi tentang karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia dan sumber informasi. Untuk pengisian jenis kelamin, usia dan sumber informasi diisi dengan memberikan tanda check list pada borang yang paling sesuai dengan responden. 2. Kuesioner B berisi 30 pertanyaan tentang pengetahuan IMS yang terdiri dari 18 pertanyaan positif dan 12 pertanyaan negatif. Menurut Siregar (2013) pertanyaan positif dinilai dengan skala Guttman, yaitu (1) untuk jawaban benar dan (0) untuk jawaban salah, 50 sedangkan pertanyaan negatif dinilai dengan skala Guttman, yaitu (0) untuk jawaban benar dan (1) untuk jawaban salah. Pernyataan-pernyataan mengenai pengetahuan IMS diambil dan dimodifikasi dari kuesioner yang digunakan oleh Rofiq (2009) mengenai tingkat pengetahuan remaja kelas 1 dan 2 tentang infeksi menular seksual di SMK Bogor 2009. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh peneliti melalui tinjauan pustaka kemudian dibuat item-item pernyataan beserta skala pengukuranya. Kisikisi instrument penelitian tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terdiri dari variabel karakteristik responden dan pengetahuan IMS dengan indikator (definisi, jenis, cara penularan, tanda dan gejala, faktor resiko, komplikasi dan pencegahan) terdiri dari: 1. Variabel karakteristik responden terdiri dari 3 soal (usia, jenis kelamin, dan sumber informasi kesehatan reproduksi). 2. Variable pengetahuan tentang IMS terdiri dari indikator definisi IMS 4 soal dengan pernyataan positif terdapat di nomer (1,2) dan pernyataan negatif (3,4), jenis-jenis IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (5,7,8) dan pertanyaan negatif (6), cara penularan IMS 4 soal pertanyaan positif terdapat di nomer (9,10) dan pertanyaan negatif (11,12), tanda dan gejala 5 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (13,15,16) dan pertanyaan negatif (14,17), faktor resiko IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (20,21) dan pertanyaan negatif (18,19), komplikasi IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer 51 (22,24,25) dan pertanyaan negatif (23), dan indikator terakhir tentang pencegahan IMS 5 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (26,27,29) dan pertanyaan negatif (28,30). Cara pengukuran dilakukan dengan kuesioner dengan menggunakan skala Guttman untuk variable pengetahuan. Selanjutnya untuk pengkategorian tingkat pengetahuan menurut Riwidikdo (2013) yaitu: E. a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD b. Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk mengetahui kuesioner berkualitas terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct validity) yang diujikan dan reliabilitas menggunakan teknik spearman brown. 1. Hasil Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang mampu menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Validitas isi (content validity) merupakan validitas lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment. Pertanyaan yang dicari jawabanya dalam validasi ini adalah sejauh mana item-item dalam tes mencangkup keseluruhan kawasan isi 52 objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2000). Instrumen ini akan diujikan lewat professional judgement atau seseorang yang ahli dalam bidangnya, yang diujikan oleh: 1. Puspita Palupi, S.Kp.,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat 2. Maulina Handayani, S.Kp.,M.Sc. Pada penelitian ini, uji coba instrument dilakukan kepada para ahli sehingga tiap-tiap item pertanyaan dapat dikoreksi oleh para ahli dan diberi masukan. Hasil uji validitas isi (Content Validity) didapatkan 30 item pertanyaan yang dapat digunakan. 2. Hasil Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Menurut Setiadi (2007), reliabilitas yaitu adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda. Kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala sosial (nonfisik) harus memiliki reliabilitas yang tinggi (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas dapat menggunakan rumus Sperman Brown metode ini menggunakan satu instrument kemudian dibagi menjadi dua sama banyak, bagian yang pertama memuat skor dari unsur-unsur pokok bernomor ganjil dan bagian yang kedua memuat skor dari unsur-unsur pokok yang bernomor genap (Siregar, 2013) Rumus Spearmen Brown: 53 𝑟11 = 2 (𝑟𝑥𝑦) (1 + 𝑟𝑥𝑦 ) Keterangan : 𝑟11 = koefisien reliabilitas internal seluruh item Apabila r11 > r tabel berarti reliabel dan apabila r11< r tabel maka tidak reliabel. Setelah mengukur validitas, peneliti perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat ukut dapat digunakan atau tidak. Pada penelitian ini uji coba instrument dilakukan pada tanggal 31 Maret tahun 2015. Uji coba dilakukan terhadap 30 siswa siswi SMA Al-Nur Cibinong Kabupaten Bogor. Hasil dari koefisien reliabilitas internal seluruh item adalah 0.616. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan r tabel pada signifikan 5% dan n=30, yaitu sebesar 0.347. Karena nilai dari koefisien reliabilitas internal seluruh item > r tabel, maka instrument ini dianggap reliable, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan. F. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan berdasarkan prosedur dibawah ini: 1. Peneliti mengajukan surat pemohonan izin dari FKIK untuk melakukan uji reliabilitas instrumen penelitian di SMA Al-Nur Cibinong Bogor. 2. Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah untuk melakukan uji reliabilitas pada remaja dengan karakteristik serupa dengan responden penelitian kemudian peneliti membuat kontrak waktu dengan pihak sekolah untuk melakukan uji reliabilitas 54 3. Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperolah langsung dari responden dimana pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden untuk mendapatkan jawaban pertanyaan. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah yang berhubungan dengan jumlah dan karakteristik siswa/i di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor 4. Peneliti melakukan penelitian kepada 132 siswa siswi SMA Al-Asiyah dengan menggunakan teknik disproporsional stratified sampling. 5. Peneliti melakukan informed concent kepada siswa siswi SMA AlAsiyah Cibinong Bogor sebagai responden, memberi penjelasan mengenai pengisian kuesioner. 6. Peneliti mengolah dan menganalisa kuesioner yang telah diisi oleh responden. G. Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010): 1. Editing Editing adalah upaya memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data, dapat diperbaiki dengan memeriksa dan dilakukan 55 pendataan ulang. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. 2. Coding Coding adalah pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data dengan menggunakan perangkat lunak computer. Biasanya pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (cide book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variable. 3. Data Entry atau Processing Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan ke dalam program software computer. Software computer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Software statistic dalam proses ini dituntut ketelitian, apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya memasukan data. 4. Pembersihan Data (Cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan- kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. 56 H. Analisa Data Setelah dilakukan proses pengolahan data langkah selanjutnya adalah melakukan proses analisis data. Analisis data dilakukan untuk pengolahan secara manual maupun menggunakan computer. Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan (Notoatmodjo, 2010). Adapun analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui jumlah, mean atau rata-rata, standar deviasi, dan presentase variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat dalam penelitian ini akan menghasilkan distribusi frekuensi dan proporsi responden berdasarkan karakteristik responden dalam data demografi, dan tingkat pengetahuan remaja tentang IMS. Penelitian ini mendeskripsikan pengetahuan responden tentang tingkat pengetahuan remaja tentang Infeksi Menular Seksual (IMS). Dengan kisi-kisi pertanyaan sebagai berikut: 57 Tabel 4.2 Kisi-Kisi Pertanyaan Kuesioner Nomor Item Variabel Indikator Karakteristik responden (kuesioner A) Usia, jenis kelamin, sumber informasi kesehatan reproduksi Pengetahuan IMS Pertanyaan positif (favorable) Pertanyaan negatif (unfavorable) 3 soal 1,2,3 - Definisi IMS 4 soal 1,2 3,4 Jenis-jenis IMS 4 soal 5,7,8 6 Cara penularan IMS Tanda dan Gejala IMS 4 soal 9,10 11,12 5 soal 13,15,16 14,17 Faktor resiko IMS 4 soal 20,21 18,19 Komplikasi IMS 4soal 22,24,25 23 Pencegahan terhadap IMS 5 soal 26,27,29 28,30 Menurut Riwidikdo (2013), mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan dengan perhitungan sebagai berikut: a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD b. Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD 58 Mean atau rata-rata adalah jumlah nilai yang diperoleh dari total responden dibagi jumlah total responden. Simpangan baku (standard deviation) adalah ukuran yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat penyebaran nilai-nilai (data) terhadap rata-ratanya (Riwidikdo, 2012). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan software statistic untuk mendapatkan nilai mean dan standar deviation. I. Etika Penelitian Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti dan masyarakat yang memiliki dampak dari penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, melindungi, dan menghormati hak responden dengan mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed consent). Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan responden bahwa penelitian tidak akan membahayakan responden, dimana data yang diperoleh akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila penelitian telah selesai maka data tersebut akan dimusnahkan. Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude). Dalam melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian dilakukan tidak membahayakan bagi subjek penelitian. Dalam 59 melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh (Notoatmodjo, 2010), yaitu: 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Peneliti mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian melakukan penelitian tersebut. Peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality) Setiap orang yang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Oleh sebab itu, peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden. 3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and inclusiveness) Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits) Penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti juga hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan subjek. BAB V HASIL PENELITIAN A. Profil SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor SMA Al-Asiyah adalah Yayasan Islam Al-Asiyah Cibinong didirikan pada tanggal 10 Juni 1979 oleh KH. M. Hamzah. Nama Al-Asiyah diambil dari nama salah satu pendirinya yang juga waktu itu masih merupakan anggota keluarga yaitu, Hj. Ratu Asiyah. Bangunan SMA Al-Asiyah Cibinong berdiri diatas tanah seluas 800 meter, yang terdiri dari 3 lantai. SMA. Al-Asiyah Cibinong terletak di Jln Raya Jakarta Bogor Pabuaran Belakang Telkom Cibinong. Adapaun maksud dan tujuan didirikannya Yayasan Islam Al-Asiyah Cibinong untuk menciptakan generasi muda yang Berakhlakul Karimah untuk menuju Muslim dan Muslimah yang taat, unggul, tangguh, berkulitas, bernuansa Islami dan mampu menjawab tantangan masa depan. B. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinong Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan 171 kuesioner dan 171 kuesioner yang di kembalikan, sesuai dengan perhitungan jumlah sampel peneliti hanya menggunakan 132 kuesioner untuk di analisa. Di bawah ini merupakan hasil dari penelitian dari karakteristik responden: 60 61 Karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, dan sumber informasi kesehatan reproduksi berdasarkan analisis penelitian adalah sebagai berikut. 1. Usia Pengelompokan responden berdasarkan kategori usia digambarkan pada tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor April 2015 (n=132) No Usia Frekuensi Presentase 1. < 16 Tahun 38 28.8% 2. >16 Tahun 94 71.3% Total 132 100.0% Tabel 5.1 menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki usia > 16 Tahun yaitu sebesar 71.3%, sedangkan usia < 16 Tahun sebesar 28.8%. 2. Jenis Kelamin Pengelompokan responden berdasarkan digambarkan pada tabel 5.2 beikut: kategori jenis kelamin 62 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di SMA AL-Asiyah Cibinong Bogor April 2015 (n= 132) No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase 1. Laki-laki 58 43.9% 2. Perempuan 74 56.1% Total 132 100.0% Pada tabel 5.2 menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 56.1%, sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki hanya 43.9%. 3. Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi Pengelompokan responden berdasarkan sumber informasi kesehatan reproduksi yang terdiri dari orang tua, teman, media masa dan sekolah. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut: Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi di SMA Al-Asiyah Cibinong April 2015 (n= 132) No Sumber Informasi Frekuensi Presentase 1. Orang tua 33 25.0% 2. Teman 25 18.9% 3. Media Masa 45 34.1% 4. Sekolah 29 22.0% 132 100.0% Total 63 Tabel 5.3 di atas menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden mendapatkan informasi kesehatan reproduksi dari orang tua yaitu sebesar 25.0%, lalu dari sekolah sebesar 22.0%, media masa 34.1% dan teman 18.9%. C. Mean dan Standar Deviasi Sesuai dengan analisa yang dilakukan, sebelum mendapatkan kategori tingkat pengetahuan remaja tentang IMS, peneliti terlebih dahulu mencari nilai mean dan standar deviasi yang dapat digunakan untuk pengkategorian tingkat pengetahuan yang dapat dilihat pada tabel bawah ini: No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tabel 5.4 Mean dan Standar Deviasi Variabel Mean Standar Deviasi Pengertian IMS Jenis IMS Cara Penularan IMS Tanda dan Gejala IMS Faktor Resiko IMS Komplikasi IMS Pencegahan IMS 3.39 2.35 2.97 3.48 2.82 2.55 3.96 0.602 0.751 0.800 0.977 1.054 0.886 0.703 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean dan standar deviasi seperti di tabel 5.4. Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean + 1SD b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD c. Kurang : (x) < mean - 1SD 64 Didapatkan hasil kategori tingkat pengetahuan berdasarkan mean dan standar deviasi, yang dapat dilihat pada tabel 5.5 yaitu: Tabel 5.5 Kategori Tingkat Pengetahuan No Variabel Kategori Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang 1. Pengertian IMS (x) > 3.9 2.7 ≤ x ≤ 3.9 (x) < 2.7 2. Jenis-Jenis IMS (x) > 3.1 1.5 ≤ x ≤ 3.1 (x) < 1.5 3. Cara Penularan IMS (x) > 3.7 2.17 ≤ x ≤ 3.7 (x) < 2.17 4. Tanda dan Gejala IMS (x) > 4.4 2.5 ≤ x ≤ 4.4 (x) < 2.5 5. Faktor Resiko IMS (x) > 3.8 1.7 ≤ x ≤ 3.8 (x) < 1.7 6. Komplikasi IMS (x) > 3.4 1.6 ≤ x ≤ 3.4 (x) < 1.6 7. Pencegahan IMS (x) > 4.6 3.2 ≤ x ≤ 4.6 (x) < 3.2 Pada tabel 5.5 merupakan hasil perhitungan yang didapatkan dari mean dan standar deviasi, kategori tingkat pengetahuan mengenai pengertian IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.9, cukup jika nilai responden 2.7 ≤ x ≤ 3.9, dan kurang jika nilai responden (x) < 2.7. Jenis-jenis IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3. 1, cukup jika nilai responden 1.5 ≤ x ≤ 3.1, dan kurang jika nilai responden (x) < 1.5. Kategori tingkat pengetahuan mengenai cara penularan IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.7, cukup jika nilai responden 2.17 ≤ x ≤ 3.7, dan kurang jika nilai responden (x) < 2.17. Tanda dan gejala IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 4.4, cukup jika nilai responden 2.5 ≤ x ≤ 4.4, dan kurang jika nilai responden (x) < 2.5. Faktor resiko IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.8, cukup jika 65 nilai responden 1.7 ≤ x ≤ 3.8, dan kurang jika nilai responden (x) < 1.7. Komplikasi IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.4, cukup jika nilai responden 1.6 ≤ x ≤ 3.4, dan kurang jika nilai responden (x) < 1.6. Dan pencegahan IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 4.6, cukup jika nilai responden 3.2 ≤ x ≤ 4.6, dan kurang jika nilai responden (x) < 3.2. D. Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual Dari hasil perhitungan kategori tingkat pengetahuan berdasarkan mean dan standar deviasi, maka didapatkan hasil tingkat pengetahuan berdasarkan jawaban responden, sebagai berikut: 1. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS Tingkat pengetahuan remaja tentang pengertian IMS dapat dilihat pada tabel bawah ini: Tabel 5.6 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang Total 59 72 1 44.7 54.5 0.8 132 100.0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan remaja tentang pengertian IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 59 responden (44.7%) dengan tingkat pengetahuan baik, 66 tingkat pengetahuan cukup sebanyak 72 responden (54.4%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (0.8%). Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 59 responden (44.7%). 2. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis-Jenis IMS Tingkat pengetahuan remaja tentang jenis-jenis IMS dapat dilihat pada tabel bawah ini: Tabel 5.7 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis-Jenis IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang Total 10 121 1 7.6 91.7 0.8 132 100.0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan remaja tentang jenis-jenis IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 10 responden (7.6%) dengan tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 121 responden (91.7%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (0.8%). Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis-Jenis IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 121 responden (91.7%). 67 3. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS Tingkat pengetahuan remaja tentang cara penularan IMS dapat dilihat pada tabel bawah ini: Tabel 5.8 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang Total 36 92 4 27.3 69.7 3.0 132 100.0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan remaja tentang cara penularan IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 36 responden (27.3%) dengan tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 92 responden (69.7%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 4 responden (3.0%). Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu 92 responden (69.7%). 4. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS Tingkat pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala IMS dapat dilihat pada tabel bawah ini 68 Tabel 5.9 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang Total 19 110 3 14.4 83.3 2.3 132 100.0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 19 responden (14.4%) dengan tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 110 responden (83.3%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 3 responden (2.3%). Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 110 responden (83.3%). 5. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Faktor Resiko IMS Tingkat pengetahuan remaja tentang faktor resiko peningkatan kejadian IMS dapat dilihat pada tabel bawah ini: Tabel 5.10 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang faktor resiko IMS di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang Total Sumber: Data Primer, 2015 40 88 4 30.3 66.7 3.0 132 100.0 69 Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan remaja tentang faktor resiko peningkatan kejadian IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 40 responden (30.3%) dengan tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 88 responden (66.7%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 4 responden (3.0%). Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang faktor resiko peningkatan kejadian IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak sebanyak 88 responden (66.7%). 6. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS Tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi IMS dapat dilihat pada tabel: Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang Total 18 112 2 13.6 84.8 1.5 132 100.0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 18 responden (13.6%) dengan tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 112 responden (84.8%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (1.5%). Jadi Tingkat 70 Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 112 responden (84.8%). 7. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS Tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi IMS dapat dilihat pada tabel bawah ini: Tabel 5.12 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang Total 29 102 1 22.0 77.3 0.8 132 100.0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 5.12 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan remaja tentang pencegahan IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 29 responden (22.0%) dengan tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 102 responden (77.3%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (0.8%). Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 102 responden (77.3%). 71 E. Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA AlAsiyah Cibinong Tabel 5.13 Pengetahuan Remaja di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor No Kategori Item Pertanyaan Jawaban Benar % Jawaba n Salah % 1 Dapat ditularkan melalui hubungan seksual + 122 92.4 10 7.6 2 Disebut penyakit kelamin + 117 88.6 15 11.4 Dapat ditularkan melalui berjabat tangan dengan penderita - 48 36.4 84 63.6 Merupakan penyakit kutukan nenek moyang - 7 5.3 125 94.7 + 106 80.3 26 19.7 - 82 62.1 50 37.9 + 77 58.3 55 41.7 + 77 58.3 55 41.7 + 101 76.5 31 23.5 + 121 91.7 11 8.3 - 58 43.9 74 55.1 3 Pengertian IMS 4 5 6 7 Jenis-Jenis IMS 8 9 10 11 Cara Penularan IMS Disebabkan oleh virus HIV/AIDS Disebabkan oleh virus Hepatitis A Disebabkan oleh parasit Trichomonas Disebabkan oleh bakteri (gonore) Melalui penggunaan jarum suntik bekas Melalui hubungan seksual dengan penderita IMS Tindakan aborsi bisa menyebabkan terkena IMS 72 Melalui penggunakan WC umum setelah penderita 12 Sakit saat buang air kecil dan disertai nanah Susah buang air kecil 13 14 15 Tanda dan Gejala IMS 16 Terlambat datang bulan (haid) pada perempuan 17 Penggunakan fasilitas umum bersama penderita Bersentuhan dengan penderita 18 19 20 Faktor Resiko IMS 21 22 Komplikasi IMS 23 24 Gatal dan panas pada daerah kelamin Keputihan dan nyeri sekitar perut bagian bawah Homoseksual salah satu faktor resiko IMS Rajin beribadah dan melakukan aktifitas seperti (olahraga) dapat terhindar dari IMS Wanita hamil yang terkena IMS bisa menyebabkan keguguran Nyeri pada perut bagian bawah salah satu komplikasi Penyakit radang panggul - 36 27.3 96 72.7 + 114 86.4 18 13.6 - 42 31.8 90 58.2 + 91 68.9 41 31.1 + 50 37.9 82 62.1 - 18 13.6 114 86.4 - 56 42.4 76 57.6 - 46 34.5 86 65.2 + 107 81.1 25 18.9 + 103 78.0 29 22.0 + 86 65.2 46 34.8 - 68 51.5 64 48.5 + 79 59.8 53 40.2 73 IMS menyebabkan kemandulan Promosi kesehatan di sekolah dapat merubah perilaku remaja 25 26 Menunda melakukan hubungan seksual sebelum menikah 27 28 29 30 Pencegahan IMS Mengkonsumsi (alkohol) menncegah terkena IMS Mencari informasi yang benar tentang IMS cara untuk menambah pengetahuan Mengganti pakaian dalam cara pencegahan dari IMS + 107 81.8 25 18.9 + 128 97.0 4 3.0 + 117 88.6 15 11.4 - 42 31.8 90 68.2 + 130 98.5 2 1.5 - 74 56.1 58 43.9 Dari 30 pertanyaan yang diberikan kepada responden hanya ada 15 pertanyaan yang menjawab benar <70% dan dua diantaranya menjawab benar hanya 37.9%, yaitu pertanyaan no.6 yaitu ‘virus Hepatitis A merupakan penyebab infeksi menular seksual' dan pertanyaan no.16 ‘perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri sekitar perut bagian bawah merupakan gejala yang muncul pada infeksi menular seksual’. Responden yang menjawab benar 58.3% pada pertanyaan no.8 ‘infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri (gonore). Pada pertanyaan no.18 74 ‘resiko tinggi infeksi menular seksual karena penggunaan fasilitas umum bersama penderita’ responden bisa menjawab benar hanya 57.6%. Dan dari 30 pertanyaan yang diberikan hanya 4 pertanyaan yang dapat di jawab dengan benar >90%, diantaranya menjawab benar 92.4% yaitu pertanyaan no.1 ‘infeksi menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual’. Dan responden yang menjawab benar sebanyak 91.7% pada pertanyaan no.10 ‘infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan penderita’. BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan pada penelitian ini difokuskan pada pembahasan tentang karakteristik responden dan tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Pada akhir pembahasan, peneliti juga menyertakan keterbatasan dari penelitian ini. A. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinong 1. Usia Responden Secara umum masa remaja dibagi kedalam 3 tahap yang dilihat dari rentang usia. Santrock (2007) membagi tahapan masa remaja tersebut menjadi: masa remaja awal (10-12 tahun), masa remaja tengah (13-15 tahun) dan masa remaja akhir (16-19 tahun). Pada penelitian tingkat pengetahuan remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor diperoleh sampel sebanyak 132 responden yang berada pada rentang usia 15 sampai 17 tahun. Hasil penelitian ini menunjukan usia < 16 tahun sebanyak 38 responden (28.8%). Usia ini memasuki masa remaja tengah, yaitu masa mencari identitas diri dan mempunyai rasa tertarik kepada lawan jenis, masa remaja tengah sudah memiliki kemampuan berfikir abstrak dan sudah berkahayal tentang aktifitas seks (Santrock, 2007). Pada masa remaja tengah terjadi peningkatan rasa ingin tahu dan munculnya dorongan seksual. Remaja memerlukan bimbingan dari orang tua supaya 75 76 tidak menimbulkan masalah yang merugikan kehidupan reproduksinya kelak (Maetiningsih, 2008). Karakteristik responden dari 132 sampel yang dikumpulkan diketahui usia responden > 16 tahun sebanyak 94 responden (71.3%). Kelompok remaja ini berada pada masa remaja akhir. Minat karir dan pacaran lebih menojol di masa remaja akhir dibandingkan dengan masa remaja awal. Perkembangan jaman saat ini ikut mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa hal-hal yang ditabukan oleh remaja pada berapa tahun yang lalu seperti melakukan hubungan seksual pra-nikah kini telah dibenarkan oleh remaja sekarang (Azinar, 2013). Kondisi tersebut menjadi masalah yang menonjol dikalangan remaja, sehingga hamil di luar nikah dan melakukan aborsi. Kemudian rentan terinfeksi penyakit menular seksual (IMS), HIV/AIDS serta penyalahgunaan narkoba (Sari, 2014). 2. Jenis Kelamin Gender menentukan bagaimana dan apa yang harus diketahui oleh laki-laki dan perempuan mengenai masalah seksualitas, termasuk perilaku seksual, kehamilan dan penyakit menular seksual. Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan Kabupaten Bogor Tahun 2013 menunjukan jumlah jenis kelamin berdasarkan usia 15-19 tahun pada daerah Cibinong, laki-laki berjumlah 178.726 dan perempuan 171.969 (LAKIP, 2013). Hasil ini menunjukan jumlah laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. 77 Hasil penelitian yang di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong didapatkan jenis kelamin responden diketahui 58 siswa (43.9%) berjenis kelamin laki-laki dan 74 siswa (56.1%) berjenis kelamin perempuan. Dalam hal jenis kelamin ketidaktahuan perempuan mengenai masalah seksual merupakan tanda kesucian sehingga dikatakan bahwa laki-laki lebih mengetahui masalah seksualitas daripada perempuan, karena perempuan dianggap lebih pasif sedangkan laki-laki aktif dalam mencari informasi mengenai seksualitas (Hanifah. 2007). 3. Sumber Informasi Sumber informasi adalah seseorang atau institusi yang memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan kepada orang banyak (Bungin, 2009 dikutip dalam Saputra, 2014). Menurut Kadir (2003) informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang (Kadir, 2003). Informasi yang akurat dan relevan sangat dibutuhkan oleh remaja, dengan adanya informasi yang benar remaja dapat mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang benar. Kebutuhan remaja mengenai informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi sangat besar karena pada masa remaja memasuki usia reproduksi pada hakekatnya remaja mengalami suatu masa kritis, jika dimasa kritis itu tidak mendapatkan informasi dan pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi bisa membuat remaja salah dalam 78 mengambil keputusan ketika mendapatkan informasi (Kusyogo dan Prapto, 2008). Hasil penelitian ini menunjukan media masa memperoleh hasil terbanyak yaitu 45 responden (34.1%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012), media masa sebagai sumber informasi dengan hasil terbanyak yang diperoleh pada siswa SMAN 3 Banda Aceh sebanyak 132 orang (45.5%). Sebagai sarana komunikasi, media masa mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini (Erfandi, 2009). Media masa merupakan media yang sangat dekat dengan remaja sehingga perilaku remaja sering terpengaruh oleh media yang mereka gunakan. Konten seksual yang disajikan media merupakan hal yang menarik bagi remaja untuk diakses. Akses mengenai seksualitas yang dilakukan remaja dapat mempengaruhi perilaku remaja jika tidak adanya pengawasan (Saputra, 2014). Bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan Wahyuni (2012), sumber informasi yang diperoleh responden dari teman sebanyak 90 orang (30.1%). Hasil pada penelitian ini menunjukan hasil paling sedikit dengan pilihan sumber informasi yang diperoleh dari teman sebanyak 25 responden (18.9%). Hal ini bertentangan dengan yang disampaikan Santrock (2007), yaitu pada masa remaja biasanya memiliki kecendrungan berbagi informasi dengan teman sebaya dan salah satu ciri khas masa remaja ditandai dengan membentuk kelompok teman sebaya (peer group). 79 B. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Notoadmojdo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui alat indra (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2010). Hal yang dimaksud tahu disini remaja dapat mengetahui segala bentuk informasi tentang IMS. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja memiliki tingkat pengetahuan cukup mengenai IMS. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2013) di SMAS PSM Bukit Tinggi pada remaja rentang usia 15-17 tahun menunjukan hasil distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang IMS rendah (63.6%) dan tinggi (36.4%). Pengetahuan remaja tentang IMS yang rendah disebabkan karena sikap remaja cenderung negatif. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Yolanda penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) di SMAN 3 Banda Aceh berbeda dengan hasil penelitian ini, distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang IMS tinggi (67.6%) meskipun dalam hal ini masih ada sebagian dari siswa SMAN 3 Banda Aceh yang memiliki pengetahuan kurang. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh penggunaan parameter yang berbeda dan sampel yang digunakan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Panenga (2014), sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu pengetahuan responden mengenai penyakit menular seksual paling banyak berada pada kategori cukup 56.05%. 80 Hasil analisis data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa siswi SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor menegani IMS paling banyak berada pada kategori cukup. Berdasarkan 7 permasalahan IMS yang diteliti dibawah ini akan dibahas masing-masing permasalahan: 1. Pengetahuan tentang pengertian IMS Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah sekelompok infeksi yang ditularkan melalui kontak seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun juga kontak genital-oral dan kontak genital-anal. Infeksi menular seksual disebut juga penyakit kelamin (Ayu, 2009). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang pengertian IMS dikategorikan cukup yaitu sebesar 72 responden (54.5%). Berdasarkan hasil analisa kuesioner yang memberikan hasil >90% yaitu sebanyak 92.4% responden menjawab dengan benar pada pernyataan no.1 ‘infeksi menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual’. Hal ini membuktikan bahwa remaja di SMA Al-Asiyah mengetahui bahwa IMS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rofiq (2009) mengenai tingkat pengetahuan remaja di SMK Bogor, pengetahuan responden tentang pengertian IMS dikategorikan tinggi yaitu sebesar 52.4%. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan jumlah sampel yang digunakan pada saat penelitian. 81 2. Pengetahuan Tentang Jenis-Jenis IMS Menurut WHO, kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan non-seksual. Jenis IMS berdasarkan penyebab antara lain IMS yang disebabkan bakteri (gonorrhea, sifilis), virus (HIV/AIDS) dan disebabkan oleh Parasit (trichomonas) (WHO, 2013). Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa/i SMA Al-Asiyah tentang jenis-jenis IMS dikategorikan cukup yaitu 91.7%. Kebanyakan responden dengan pengetahuan cukup kurang dapat menjawab pada pertanyaan no.8 ‘infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri (gonore)’ hanya 77 responden (58.3%) yang mampu menjawab dengan benar pada pertanyaan no.5 sebanyak 106 responden (80.3%) mengetahui HIV/AIDS merupakan termasuk jenis IMS. Hasil tersebut menunjukan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS dikalangan remaja sudah baik. Sejalan dengan studi literatur menurut Samkange (2011) di Eropa tingkat pengetahuan remaja tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan rendah untuk jenis penyakit menular lainya seperti gonore, sifilis, HPV (5.4%) (Samkange, 2011) 3. Pengetahuan Tentang Cara Penularan IMS Infeksi menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual. Cara penularan penyakit ini tidak hanya melalui hubungan seksual tetapi dapat juga ditularkan langsung melalui 82 kontak langsung seperti, jarum suntik yang tidak steril (Djuanda 2011 dikutip oleh Panenga, 2014). Hasil pada penelitian ini menunjukan pengetahuan tentang cara penularan IMS berada pada kategori cukup diperoleh sebanyak 69.7%. Dari empat pernyataan tentang cara penularan IMS, pernyataan yang memberikan nilai >90% yaitu sebanyak 91.7% responden dapat menjawab dengan benar pernyataan no.10 ‘infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terinfeksi penyakit seksual’. Bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Trani (2005) mengenai tingkat pengetahuan remaja di Italy tentang cara penularan IMS berada pada kategori kurang yaitu hanya 14.2% responden yang mengetahui jika IMS dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Hal ini disebabkan karena rendahnya kesadaran remaja di Italy terhadap resiko yang diakibatkan oleh IMS, terbukti dari sebanyak 33.8% dilaporkan telah melakukan hubungan seksual setidaknya sekali dan usia rata-rata saat hubungan seksual pertama adalah 16 tahun (Trani, 2005). 4. Pengetahuan Tentang Tanda dan Gejala IMS Menurut Ayu (2009), gejala infeksi menular seksual dibedakan pada perempuan, gejala yang muncul terdapat cairan tidak normal seperti keputihan, berbau atau berlendir, sakit pada bagian bawah perut yang dirasakan muncul dan hilang tidak berkaitan dengan menstruasi. Pada pria 83 gejala yang muncul umumnya adalah rasa gatal dan panas di ujung kemaluan, rasa sakit saat buang air kecil, dan adanya cairan tidak normal seperti nanah (Ayu, 2009). Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala IMS berada pada kategori cukup yaitu 83.3%. Hasil dari analisa kuesioner diperoleh sebanyak 86.4% responden mengetahui jika pada pria rasa sakit saat buang air kecil dan disertai nanah perlu diwaspadai terkena IMS, tetapi banyak dari remaja tidak mengetahui jika keputihan dan nyeri perut bagian bawah merupakan gejala dari IMS, hal ini karena hasil dari penelitian ini yaitu hanya 37.9% responden yang menjawab dengan benar mengenai tanda dan gejala perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri sekitar perut bagian bawah merupakan gejala yang muncul dari IMS. Minimnya pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah mengenai tanda dan gejala IMS ini dikarenakan belum adanya kurikulum khusus yang ditanamkan di sekolah yang membahas tentang IMS. Remaja hanya mendapatkan mata pelajaran biologi yang hanya sekilas membahas mengenai kesehatan reproduksi. 5. Pengetahuan Tentang Faktor Resiko IMS Peningkatan angka kejadian IMS pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, hubungan sksual tanpa pelindung (kondom), berganti-ganti pasangan, homoseksual, penggunaan alkohol, penyalahgunaan obat dan aktif secara seksual pada usia remaja (Booskey, 2008). Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko 84 seperti mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan terkena infeksi yang ditularkan secara seksual (Santrock, 2007). Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah Cibinong mengenai faktor resiko peningkat kejadian IMS dalam kategori cukup sebanyak 66.7%. Dari 4 pertanyaan yang diberikan di kuesioner, responden yang dapat menjawab dengan benar <70% salah satunya pada pertanyaan no.18 ‘resiko tinggi infeksi menular seksual disebabkan karena penggunaan fasilitas umum bersama penderita’ (pertanyaan negatif) hanya 57.6% responden yang menjawab dengan benar. Hal ini disebabkan karena banyak responden mengira dengan penggunaan fasilitas umum secara bersama dengan penderita IMS seperti penggunaan toilet umum bekas penderita dapat menjadi resiko terkena IMS. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rofiq (2009), kategori faktor resiko IMS pada pertanyaan negatif yang diberikan yaitu lelaki yang homoseksual tidak beresiko terkena penyakit IMS sebanyak 71.8%. Hal ini karena responden di SMK Bogor sudah banyak mengetahui jika homoseksual merupakan faktor resiko dari IMS. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan yang disampaikan Shipitysna (2012), bahwa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian IMS yaitu perilaku homoseksual (Shipitysna, 2012). 85 6. Pengetahuan Tentang Komplikasi IMS Komplikasi yang disebabkan IMS bagi remaja perempuan dan lakilaki, yaitu infeksi alat reproduksi akan menyebabkan menurunnya kesuburan (infertilitas), peradangan alat reproduksi ke organ yang lebih tinggi dapat meningkatkan kecendrungan kehamilan diluar rahim, bagi wanita hamil akan beresiko terjadi keguguran dan penyakit radang panggul (Ayu, 2009). Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi IMS dikategorikan cukup yaitu 84.8%. Berdasarkan analisa kuesioner yang dilakukan, pada pernyataan no.24 ‘infeksi menular seksual dapat mengakibatkan komplikasi penyakit radang panggul’ hanya 59.8% responden yang dapat menjawab dengan benar pernyataan tersebut. Menurut asumsi peneliti banyak responden yang tidak memahami istilah radang panggul, karena informasi yang didapat remaja mengenai komplikasi IMS hanya sedikit. Siswa/i di SMA Al-Asiyah sebelumnya juga tidak pernah mendapat penyuluhan dari tenaga kesehatan, mereka hanya mendapat informasi yang minim dari mata pelajaran biologi yang diberikan di sekolah. 7. Pengetahuan Tentang Pencegahan IMS Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang harus diberantas, karena merupakan masalah sosial yang sangat kompleks. Dalam usaha pencegahanya diperlukan kerja sama dengan instansi lain seperti pendidikan, sosial dan agama. Sekolah dapat dijadikan sarana untuk 86 membekali diri dengan pengetahuan, adanya promosi kesehatan dapat menjadi bekal remaja untuk terhindar dari IMS. Menurut Muhajir (2007), pencegahan terhadap IMS yaitu tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, perbanyak melakukan kegiatan positif dan mencari informasi yang benar tentang IMS (Muhajir, 2007). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa/i SMA Al-Asiyah mengenai pencegahan IMS dengan hasil dominan berada di kategori cukup 77.3%. Dari 5 pertanyaan yang diberikan, responden yang menjawab <70% sebanyak 43.9% responden menjawab dengan benar (pertanyaan negatif) no.30 yaitu ‘pencegahan infeksi menular seksual dapat dilakukan dengan cara selalu mengganti pakaian dalam’. Hanya sebagian kecil responden yang mengetahui bahwa hal ini bukan merupakan salah satu pencegahan dari IMS. Menurut asumsi dari peneliti hasil ini dikarenakan responden mengira mengganti pakaian dalam merupakan cara untuk menjaga kesehatan reproduksi sehingga bisa terhindar dari IMS. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan Trani (2005), pengetahuan remaja tentang pencegahan IMS berada pada kategori cukup sebanyak 51.8% dengan pernyataan cara pencegahan IMS dengan cara menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual. Pemahaman dan pencegahan IMS di kalangan remaja merupakan aspek penting untuk meminimalkan risiko penularan seksual dan mengurangi frekuensi IMS (Trani, 2005). 87 C. Keterbatasan Penelitian Selama melakukan penelitian ini, peneliti menemukan beberapa hambatan, diantaranya sebagai berikut: 1. Secara teoritis banyak sekali masalah yang harus diteliti dalam masalah IMS di kalangan remaja, tetapi karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana penelitian ini hanya meneliti pengetahuan dan beberapa karakteristik (jenis kelamin, usia, dan sumber informasi). 2. Hasil penelitian ini merupakan gambaran suatu keadaan pada saat tertentu, artinya gambaran tingkat pengetahuan remaja tentang IMS pada saat ini dan dapat berubah pada saat yang akan datang. 3. Penelitian ini hanya bersifat deskriptif yaitu tingkat pengetahuan siswa SMA Al-Asiyah Cibinong tentang IMS. 4. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan untuk mengukur pengetahuan siswa SMA Al-Asiyah Cibinong dan menggunakan kuesioner tertutup sehingga responden hanya bisa menjawab “benar” dan “salah”, sehingga memungkinkan responden tidak dapat mengemukakan jawaban dengan bebas. 5. Penelitian ini adalah suatu pengalaman pertama bagi peneliti sehingga banyak mengalami kesulitan, penyusunan proposal dan pelaksanaan penelitian terutama dalam pengolahan hasil penelitian, tetapi berkat bimbingan dan waktu yang diberikan secara intensif oleh pembimbing sehingga penelitian ini dapat dilaksakan pada waktunya. 88 6. Kelemahan penggunaan kuesioner pada penelitian ini salah satunya adalah kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi responden pada saat pengisian kuesioner dilakukan. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penelitian tentang tingkat pengetahuan remaja tentang IMS ini merupakan penelitian deskriptif karena untuk melihat seberapa besar tingkat pengetahuan remaja tentang IMS khususnya siswa di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor. 2. Berdasarkan karakteristik responden, siswa yang menjadi responden adalah siswa yang berusia < 16 tahun sebanyak 38 orang (28.8%) dan siswa yang berusia > 16 tahun sebanyak 94 orang (71.3%). Berdasarkan hasil penelitian bahwa siswa/i SMA Al-Asiyah berada pada masa remaja tengah dan masa remaja akhir. 3. Remaja yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 58 orang (43.9%), sedangkan berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 74 orang (56.1%). Ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan ini dikarenakan sebagian besar populasi di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor ini lebih banyak perempuan dari pada laki-laki. 4. Siswa di SMA A-Asiyah Cibinong Bogor, mendapatkan sumber informasi kesehatan reproduksi dari jumlah sampel 132 responden, 33 orang (25.0%) mendapat informasi dari orangtua, 29 orang (22.0%) mendapatkan informasi dari sekolahan, 45 orang (34.1%) mendapat 89 90 informasi dari media masa, dan 25 orang (18.9%) mendapatkan informasi dari teman. Sumber informasi yang terbanyak didapat dari media masa dan yang paling sedikit didapat dari teman. 5. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pengetahuan remaja tentang IMS berada pada kategori cukup, dengan hasil yang diperoleh pada kategori pengertian IMS (54.5%), jenis-jenis IMS (91.7%), cara penularan IMS (69.7%), tanda dan gejala IMS (83.3%), faktor resiko peningkat kejadian IMS (66.7%), komplikasi IMS (84.8%), dan pencegahan IMS (77.3%). B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas saran yang diberikan yaitu: 1. Bagi Siswa SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor Diharapkan siswa untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara aktif mencari informasi serta lebih berwaspada terhadap tanda dan gejala dari infeksi menular seksual. 2. Bagi SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor Diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan siswa dengan bekerjasama dengan instansi kesehatan untuk pelaksanaan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi tentang IMS. Serta diharapkan menambahkan guru BK di SMA Al-Asiyah untuk membantu remaja mengatasi permasalahn seksualitas. 91 3. Peneliti Selanjutnya Diharapkan lebih meningkatkan penelitian yang serupa dengan menambah variabel sikap dan perilaku dalam penelitian selanjutnya sehingga akan didapatkan hasil penelitian lebih sempurna. DAFTAR PUSTAKA Adnani, H., & Citra. (2010). Motivasi Belajar dan Sumber-Sumber Informasi Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMUN 2 Banguntapan Bantul. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RINEKA CIPTA. Ayu, I. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Azinar, M. (2013). Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 8(2); 153160. Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Baroroh, N. L. (2013). Peran Wali Kelas dan Guru Bimbingan Konseling Terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling Pada SiswaKelas VB Sleman. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Yogyakarta. BKKBN. (2011). Kajian Profil Penduduk Remaja 10-24 tahun. Seri 1 No 6Pusdu-BKKBN-Desember. . (2012). Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M). Jakarta: BKKBN . (2014). Seks Pranikah Pada Remaja Meningkat. www.bkkbn.go.id diunduh pada 6 December 2014. Boskey, E. (2014). Top 10 Risk Factors For Acquiring STD http://std.about.com/od/riskfactorsforstds/tp/topriskfactors.htm diunduh pada 4 Desember 2014. BPS. (2012). Jawa Barat dalam angka ”Jawa Barat in figures: Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. Brooker, C. (2008). Ensikolpedia Keperawatan. Jakarta: EGC. Budiman & Riyanto. (2013). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Buzarudina, F. (2013). Efektifitas penyuluhan kesehatan reproduksi remaja terhadap tingkat pengetahuan siswa. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura. Cahyo, K., Prapto, T., Margawati, A. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Kesehatan Reproduksi Remaja di SMA Negeri 1 Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol. 3(2). Daili. (2009). Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Depkes RI. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Jakarta: Depkes RI Dinkes. (2012). Seks Bebas Pada Remaja Karena Tidak Kompak dengan Ayah. http://dinkes.cirebonkab.go.id/ diunduh pada 3 Juli 2015. Dewanto, G. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC. Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Ekawati, A., & Wulandari, S. (2011). Perbedaan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika Studi Kasus Sekolah Dasar. Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Vol. 3(1). Firmiana, E. M., Prasetya, R. M., Imawati, R. (2012). Ketimpangan Relijiusitas dengan Perilaku Hubungan Religiusitas dengan Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja SMA di Jakarta Selatan. Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol. 1(4), September. Gunarsah, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Handayani, W. S. (2009). Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengatasi Siswa Bermasalah Kelas VIII B Di MTsN Bantul. Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Yogyakarta. Hanifah, L. (2007). Gender dan HIV/ AIDS. www.miranti.org diunduh pada 5 Mei 2015. Hanifah, N., & Cahyo, K. (2012). Prilaku Seksual Pranikah Pada Siswa SLTP Pengungsi Eks Timor Timur di Kecamatan Kupang. Jurnal promosi kesehatan Indonesia, Vol. 7(2). Hamidy, M. I. (2004). Ancaman Virus dan Upaya Pencegahanya (Dalam perspektif sosiologi dan agama. Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol. 5(1); 60-77. Hastono, S. P., & Sabri, L. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Heffner, J. L. (2005). Sistem reproduksi. Jakarta: Erlangga Medical Series John, R. (2006). Promosi kesehatan melalui pendidikan teman sebaya (peer education) terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dalam pencegahan penularan HIV/AIDS pada siswa SMP di kabupaten Muara Enim. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada Kadir, A. (2003). Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: ANDI Khofifah, A., Sano, A., Syukur, Y. (2013). Permasalahan Yang Disampaikan Siswa Kepada Guru BK. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 2(2); 26-33 Kusuma, S. A., Sumiwi, A. S., Febrina, E., Tjitraresmi, A. (2009). Pengembangan Sirih Merah Sebagai Herbal Terstandar Untuk Mengatasi Keputihan Terhadap Trichomonas vaginalis. Artikel Ilmiah Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran LAKIP. (2013). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2013. www.bogorkab.go.id diunduh pada 12 Juni 2015. Maentiningsih, D. (2008). Hubungan Antara Secure Attachment Dengan Motivasi Berprestasi pada Remaja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Maulana, H. (2009). Promosi Kesehatan;ed,Egi Komara Yudha. Jakarta: EGC Mauliddiana, S., & Albar, R. (2013). Bimbingan dan Konseling Islam Sebagai Upaya Pencegahan Pada Married By Accident.. Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 3(1); 36-49. Muhajir, M. (2007). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Yudhistira Muijiran, (2014). Dokter Boyke Hadiri Seminar Kespro Bagi Remaja di Depok. www.depoknews.com diunduh pada 28 November 2014. Morgan, G. (2009). Obstetri & Ginekologi:Panduan Praktik-Ed,2:561. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. (2010a). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta . (2010b). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Panenga, T. D., Noor, M. R., & Triawanti. (2014). Tingkat pengetahuan tentang penyakit menular seksual pada siswa SMA Negeri di Banjarmasin. Jurnal berkala kedokteran, Vol. 1(2); 95-101. PKI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. www.depkes.go.id diunduh pada 3 Juli 2015. Ralph, C. B. (2008). Buku Saku Obstetric dan Ginekologi-Ed.9;837. Jakarta: EGC. Riskesdas. (2010). Riset Kesehatan Dasar.Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan RI Tahun 2010: Bakti Husada dan Riwidikdo, H. (2012). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Nuha-Medika . (2013). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Rohima-Press Rofiq, M. S. (2009). Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas 1 dan 2 Tentang Infeksi Menular Seksual Di Sekolah Menengah Kejuruan Bogor Tahun 2009. Skripsi S1 Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri Jakarta. Rompas, S., Karundeng, M., Mamonto, F. S. (2013). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang penyakit menular seksual di SMK Fajar Bolaang Mongondow Timur. Jurnal Keperawatan, Vol. 2(2). Romli, A. (2013). Pengertian Media Massa. www.komunikasi.uinsgd.ac.id diunduh pada 20 Februari 2015. Saputra, I. (2013). Pengaruh Penggunaan Media dan Interaksi Komunikasi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Remaja. www.skpm.ipb.ac.id diunduh pada tanggal 13 Juni 2015. Sari, K. P., Muslim, M. H., & Ulfah, S. (2012). Kejadian Infeksi Gonore pada Pekerja seks komersial di Lokalisasi Pembantuan Kecamatan Landasan Ulin Banjarbaru. Jurnal Buski, Vol. 4(1), 29-35. Samkange, N. F., Spallek, L., & Zeeb, H. (2011). Awareness and Knowledge of Sexually Transmitted Diseases (STDs) Among School-going Adolescents in Europe: A Systematic Review of Published Literature. BMC Public Health, 25 September. Santrock, W. J. (2007). Remaja. Jakarta: EGC. Sarwono, S. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajagrafindo Persada. SDKI. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja.Jakarta: Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Shipitsyna, E. (2012). Sexual behaviours, knowledge and attitudes regarding safe sex, and prevalence of non-viral sexually transmitted infections among attendes of youth clinics in St. Petersburg. J.Eur Acad Dermatol Venereol, 16 Maret. Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Siregar, S. (2013). Statistik parametik untuk penelitian kuantitatif:dilengkapi dengan perhitungan manual dan aplikasi SPSS versi 17. Jakarta: Bumi Aksara Sudoyo, W. A. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Trani, F., Gnisci, F., Nobile, C. G., Angelillo, I.F. (2005). Adolescents and sexually transmitted infections: Knowledge and behavior in Italy. J. Paediatr Child Health, 41, 260-264. Wahyuni, S. (2012). Hubungan Antara Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) dengan Jenis Kelamin dan Sumber Informasi. Jurnal Ilmiah STIKES U’Budiyah, Vol. 1(2). WHO. (2013a). Adolescent Health:World Helath Organization. www.who.int diunduh pada tanggal 27 Desember 2014. . (2013b). Sexually transmitted infections: World Helath Organization. www.who.int diunduh pada 15 Desember 2014. Wirakusuma, A., Darmada, I., Rusyati., Made, L. (2011). Spektrum Infeksi Menular Seksual di Poliklinik dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Periode 2009-2011. Jurnal Medika Udayana, Vol. 3(8). Wulandari, F. V., Nirwana, H., Nurfarhanah. (2012). Pemahaman Siswa Mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Layanan Informasi. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 1(1); 1-9. Yolanda, M. (2013). Hubungan pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan perilaku remaja di SMAS PSM. Bukittinggi: Jurnal Stikes Prima Nusantara Bukit Tinggi, Vol. (1) LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 1 Lampiran 1 Lampiran 2 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth Saudara/i Di Tempat Assalamualaikum wr. wb. Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatukkah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya Saudara/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban Saudara/i akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini mohon diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Saudara/i dalam pengisian kuesioner ini Apakah Saudara/i bersedia menjadi responden? YA/TIDAK Tertanda Responden. Lampiran 3 KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI SMA AL-ASIYAH Tujuan: Kuesioner ini dirancang untuk menjelaskan “Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Al-Asiyah Cibinong”: Kode responden : Tanggal pengambilan data : (diisi oleh peneliti) Petunjuk umum 1. Kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu (A) karakteristik responden dan (B) pengetahuan IMS 2. Setiap bagian kuesioner memiliki petunjuk khusus yang harus Anda baca terlebih dahulu sebelum mengisi. 3. Bacalah setiap pertanyaan atau pernyataan dengan teliti. Pilihlah jawaban yang menurut Anda paling tepat. 4. Anda dapat bertanya langsung kepada peneliti apabila terdapat pertanyaan atau pernyataan yang Anda tidak mengerti 5. Sebelum mengembalikan lembar kuesioner, pastikan Anda telah mengisi semua pertanyaan atau pernyataan yang dianjurkan. A. Karateristik Responden 1) Isilah titik di bawah ini dengan jawaban singkat 2) 1. Usia Berilah tanda check list (√) pada kotak sesuai dengan jawaban Anda. : 2. Jenis Kelamin : … 15 tahun …) … Laki-laki … 16 tahun … Perempuan … 17 tahun 3. Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi : … Orang tua … Teman . … . Internet … … Tv … Sekolah B. Pengetahuan Infeksi Menular Seksual 1) Pernyataan yang diberikan berjumlah 30 buah. Pilihlah jawaban yang menurut Anda paling tepat. 2) Isilah dengan memberikan tanda check list (√) pada kolom yang tersedia 3) No Keterangan : B: Benar S: Salah Pernyataan 1. Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. 2. Infeksi menular seksual disebut juga sebagai penyakit kelamin. 3. Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui berjabat tangan dengan penderita. 4. Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang disebabkan oleh kutukan nenek moyang. 5. Virus HIV/AIDS merupakan penyebab infeksi menular seksual. 6. Virus Hepatitis A merupakan penyebab infeksi menular seksual. 7. Parasit Trichomonas termasuk organisme penyebab infeksi menular seksual. 8. Infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri (gonore). 9. Infeksi menular seksual dapat ditularkan dengan cara penggunaan jarum suntik bekas penderita infeksi menular seksual. B S No Pernyataan 10. Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terinfeksi penyakit seksual. 11. Tindakan aborsi yang tidak steril bisa menyebabkan terkena infeksi menular seksual. 12. Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui penggunakan WC umum dan kolam renang secara bersama-sama dengan penderita. 13. Pada pria rasa sakit saat buang air kecil dan disertai nanah perlu diwaspadai terkena infeksi menular seksual. 14. Susah buang air kecil merupakan gejala dari infeksi menular seksual. 15. Rasa gatal dan panas pada daerah kelamin biasa dirasakan oleh penderita infeksi menular seksual. 16. Perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri sekitar perut bagian bawah merupakan gejala yang muncul pada infeksi menular seksual. 17. Terlambat datang bulan (haid) pada perempuan merupakan salah satu gejala infeksi menular seksual. 18. Resiko tinggi infeksi menular seksual disebabkan karena penggunakan fasilitas umum bersama penderita. 19. Bersentuhan dengan penderita beresiko tertular infeksi menular seksual. 20. Homo seksual beresiko tinggi terkena infeksi menular seksual. 21. Remaja yang rajin beribadah dan banyak melakukan aktifitas seperti (olahraga) dapat terhindar dari infeksi menular seksual. 22. Wanita hamil yang mengalami penyakit menular seksual beresiko terjadi keguguran. 23. Komplikasi yang dirasakan oleh penderita penyakit menular seksual adalah nyeri pada perut bagian bawah. B S No Pernyataan 24. Infeksi menular seksual dapat mengakibatkan komplikasi seperti penyakit radang panggul. 25. Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dengan benar bisa menyebabkan kemandulan. 26. Promosi kesehatan yang diadakan di sekolah dapat merubah perilaku remaja menjadi positif. 27. Menunda melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah salah satu pencegahan yang efektif agar terhindar dari infeksi menular seksual. 28. Mengkonsumsi minuman terlarang (alkohol) membuat remaja terhindar dari infeksi menular seksual. 29. Mencari informasi yang benar tentang infeksi menular seksual merupakan cara untuk menambah pengetahuan remaja. 30. Pencegahan infeksi menular seksual dapat dilakukan dengan cara selalu mengganti pakaian dalam. B ==TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASI ANDA== S Lampiran 4 Lampiran 4 Lampiran 5 Hasil Olahan SPSS Univariat A. Karakteristik Responden Statistics usia N jenis kelamin sumber informasi Valid 132 132 132 Missing 0 2.11 .826 0 1.56 .498 0 2.89 1.486 Mean Std. Deviation usia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid < 16 tahun 38 28.8 28.8 28.8 > 16 tahun 94 71.2 71.2 100.0 132 100.0 100.0 Total jenis kelamin Frequency laki-laki Valid perempuan Total 58 Percent 43.9 Valid Percent Cumulative Percent 43.9 43.9 100.0 74 56.1 56.1 132 100.0 100.0 sumber informasi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid orang tua 33 25.0 25.0 25.0 teman 25 18.9 18.9 43.9 Media masa 45 34.1 34.1 78.0 sekolah 29 22.0 22.0 100.0 132 100.0 100.0 Total B. MEAN DAN STANDAR DEVIASI Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Definisi IMS 132 3.39 .602 Jenis IMS 132 2.35 .751 Cara Penularan IMS 132 2.97 .800 Tanda dan Gejala IMS 132 3.48 .977 Faktor Resiko IMS 132 2.82 1.054 Komplikasi IMS 132 2.55 .886 Pencegahan IMS 132 3.96 .703 Valid N (listwise) 132 C. TINGKAT PENGETAHUAN IMS Pengertian IMS definisi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent baik 59 44.7 44.7 44.7 cukup 72 54.5 54.5 99.2 kurang 1 .8 .8 100.0 132 100.0 100.0 Valid Total Jenis IMS jenis_ims Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent baik cukup 10 7.6 7.6 7.6 121 91.7 91.7 99.2 1 .8 .8 100.0 132 100.0 100.0 Valid kurang Total Cara Penularan IMS carapen_ims Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent baik 36 27.3 27.3 27.3 cukup 92 69.7 69.7 97.0 kurang 4 3.0 3.0 100.0 132 100.0 100.0 Valid Total Tanda dan Gejala IMS tandaG_ims Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent baik cukup 19 14.4 14.4 14.4 110 83.3 83.3 97.7 3 2.3 2.3 100.0 132 100.0 100.0 Valid kurang Total Faktor Resiko IMS faktorR_ims Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent baik 40 30.3 30.3 30.3 cukup 88 66.7 66.7 97.0 kurang 4 3.0 3.0 100.0 132 100.0 100.0 Valid Total Komplikasi IMS komplikasi_ims Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent baik cukup 18 13.6 13.6 13.6 112 84.8 84.8 98.5 2 1.5 1.5 100.0 132 100.0 100.0 Valid kurang Total Pencegahan IMS pencegahan_ims Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent baik cukup 29 22.0 22.0 22.0 102 77.3 77.3 99.2 1 .8 .8 100.0 132 100.0 100.0 Valid kurang Total D. PENGETAHUAN REMAJA TENTANG IMS No.1 Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 10 7.6 7.6 7.6 benar 122 92.4 92.4 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.2 Infeksi menular seksual disebut juga sebagai penyakit kelamin. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 15 11.4 11.4 11.4 benar 117 88.6 88.6 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.3 Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui berjabat tangan dengan penderita. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 48 36.4 36.4 36.4 salah 84 63.6 63.6 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.4 Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang disebabkan oleh kutukan nenek moyang. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 7 5.3 5.3 5.3 salah 125 94.7 94.7 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.5 Virus HIV/AIDS merupakan penyebab infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 26 19.7 19.7 19.7 benar 106 80.3 80.3 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.6 Virus Hepatitis A merupakan penyebab infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 82 62.1 62.1 62.1 salah 50 37.9 37.9 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.7 Parasit Trichomonas termasuk organisme penyebab infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 55 41.7 41.7 41.7 benar 77 58.3 58.3 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.8 Infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri (gonore). Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 55 41.7 41.7 41.7 benar 77 58.3 58.3 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.9 Infeksi menular seksual dapat ditularkan dengan cara penggunaan jarum suntik bekas penderita infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 31 23.5 23.5 23.5 benar 101 76.5 76.5 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.10 Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terinfeksi penyakit seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 11 8.3 8.3 8.3 benar 121 91.7 91.7 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.11 Tindakan aborsi yang tidak steril bisa menyebabkan terkena infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 58 43.9 43.9 43.9 salah 74 56.1 56.1 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.12 Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui penggunaan WC umum dan kolam renang secara bersama-sama dengan penderita. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 36 27.3 27.3 27.3 salah 96 72.7 72.7 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.13 Pada pria rasa sakit saat buang air kecil dan disertai nanah perlu diwaspadai terkena infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 18 13.6 13.6 13.6 benar 114 86.4 86.4 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.14 Susah buang air kecil merupakan gejala dari infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 42 31.8 31.8 31.8 salah 90 68.2 68.2 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.15 Rasa gatal dan panas pada daerah kelamin biasa dirasakan oleh penderita infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 41 31.1 31.1 31.1 benar 91 68.9 68.9 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.16 Perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri sekitar perut bagian bawah merupakan gejala yang muncul pada infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 82 62.1 62.1 62.1 benar 50 37.9 37.9 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.17 Terlambat datang bulan (haid) pada perempuan merupakan salah satu gejala infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 18 13.6 13.6 13.6 salah 114 86.4 86.4 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.18 Resiko tinggi infeksi menular seksual disebabkan karena penggunakan fasilitas umum bersama penderita. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 56 42.4 42.4 42.4 salah 76 57.6 57.6 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.19 Bersentuhan dengan penderita beresiko tertular infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 46 34.8 34.8 34.8 salah 86 65.2 65.2 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.20 Homo seksual beresiko tinggi terkena infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 25 18.9 18.9 18.9 benar 107 81.1 81.1 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.21 Remaja yang rajin beribadah dan banyak melakukan aktifitas seperti (olahraga) dapat terhindar dari infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 29 22.0 22.0 22.0 benar 103 78.0 78.0 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.22 Wanita hamil yang mengalami penyakit menular seksual beresiko terjadi keguguran. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 46 34.8 34.8 34.8 benar 86 65.2 65.2 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.23 Komplikasi yang dirasakan oleh penderita penyakit menular seksual adalah nyeri pada perut bagian bawah. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 68 51.5 51.5 51.5 salah 64 48.5 48.5 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.24 Infeksi menular seksual dapat mengakibatkan komplikasi seperti penyakit radang panggul. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 53 40.2 40.2 40.2 benar 79 59.8 59.8 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.25 Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dengan benar bisa menyebabkan kemandulan. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 25 18.9 18.9 18.9 benar 107 81.1 81.1 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.26 Promosi kesehatan yang diadakan di sekolah dapat merubah perilaku remaja menjadi positif. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 4 3.0 3.0 3.0 benar 128 97.0 97.0 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.27 Menunda melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah salah satu pencegahan yang efektif agar terhindar dari infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 15 11.4 11.4 11.4 benar 117 88.6 88.6 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.28 Mengkonsumsi minuman terlarang (alkohol) membuat remaja terhindar dari infeksi menular seksual. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 42 31.8 31.8 31.8 salah 90 68.2 68.2 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.29 Mencari informasi yang benar tentang infeksi menular seksual merupakan cara untuk menambah pengetahuan remaja. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid salah 2 1.5 1.5 1.5 benar 130 98.5 98.5 100.0 Total 132 100.0 100.0 No.30 Pencegahan infeksi menular seksual dapat dilakukan dengan cara selalu mengganti pakaian dalam. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid benar 74 56.1 56.1 56.1 salah 58 43.9 43.9 100.0 Total 132 100.0 100.0 Lampiran 6 A. Perhitungan Infeksi Menular Seksual (IMS) 1. Pengertian IMS Variabel Mean Standar Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian Infeksi Menular Seksual (IMS) 3.39 0.602 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 3.39 dan standar deviasi sebesar 0.602. Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean +1 SD (x) > 3.39 + (1 x 0.602) (x) > 3.9 Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.9 b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 3.39 – 0.602 ≤ x ≤ 3.39 + 0.602 2.7 ≤ x ≤ 3.9 Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.7 ≤ x ≤ 3.9 c. Kurang : (x) < mean – 1 SD (x) < 3.39 – 0.602 (x) < 2.7 Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 2.7 2. Jenis-jenis IMS Variabel Mean Standar Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) 2.35 0.751 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.35 dan standar deviasi sebesar 0.751 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean +1 SD (x) > 2.35 + 0.751 (x) > 3.1 Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.1 b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 2.35 – 0.751 ≤ x ≤ 2.35 + 0.751 1.5 ≤ x ≤ 3.1 Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.5 ≤ x ≤ 3.1 c. Kurang : (x) < mean – 1 SD (x) < 2.35 – 0.751 (x) < 1.5 Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) <1.5 3. Cara Penularan IMS Variabel Mean Standar Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) 2.97 0.800 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.97 dan standar deviasi sebesar 0.800 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean +1 SD (x) > 2.97 + 0.800 (x) > 3.7 Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.7 b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 2.97 – 0.800 ≤ x ≤ 2.97 + 0.800 2.17 ≤ x ≤ 3.7 Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.17 ≤ x ≤ 3.7 c. Kurang : (x) < mean – 1 SD (x) < 2.97 – 0.800 (x) < 2.17 Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 2.17 4. Tanda dan Gejala IMS Variabel Mean Standar Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala Infeksi Menular Seksual (IMS) 3.48 0.977 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 3.48 dan standar deviasi sebesar 0.977 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean +1 SD (x) > 3.48 + 0.977 (x) > 4.4 Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 4.4 b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 3.48 – 0.977 ≤ x ≤ 3.48+ 0.977 2.5 ≤ x ≤ 4.4 Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.5 ≤ x ≤ 4.4 c. Kurang : (x) < mean – 1 SD (x) < 3.48 – 0.977 (x) < 2.5 Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 2.5 5. Faktor Resiko IMS Variabel Mean Standar Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual (IMS) 2.82 1.05 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.82 dan standar deviasi sebesar 1.05 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean +1 SD (x) > 2.82 + 1.05 (x) > 3.8 Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.8 b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 2.82 – 1.05 ≤ x ≤ 2.82 + 1.05 1.7 ≤ x ≤ 3.8 Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.7 ≤ x ≤ 3.8 c. Kurang : (x) < mean – 1 SD (x) < 2.82 – 1.05 (x) < 1.7 Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 1.7 6. Komplikasi IMS Variabel Mean Standar Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi Infeksi Menular Seksual (IMS) 2.55 0.886 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.55 dan standar deviasi sebesar 0.886 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean +1 SD (x) > 2.55+ 0.886 (x) > 3.4 Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.4 b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 2.55 – 0.886 ≤ x ≤ 2.55 + 0.886 1.6 ≤ x ≤ 3.4 Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.6 ≤ x ≤ 3.5 c. Kurang : (x) < mean – 1 SD (x) < 2.55 – 0.886 (x) < 1.6 Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 1.6 7. Pencegahan IMS Variabel Mean Standar Deviasi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) 3.96 0.703 Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 3.96 dan standar deviasi sebesar 0.703 Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu: a. Baik : (x) > mean +1 SD (x) > 3.96 + 0.703 (x) > 4.6 Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 4.6 b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 3.96 – 0.703 ≤ x ≤ 3.96 + 0.703 3.2 ≤ x ≤ 4.6 Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 3.2 ≤ x ≤ 4.6 c. Kurang : (x) < mean – 1 SD (x) < 3.96 – 0.703 (x) < 3.2 Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 3.2