tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual di sma

advertisement
TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG INFEKSI MENULAR
SEKSUAL DI SMA AL-ASIYAH CIBINONG BOGOR
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan (SKep)
OLEH:
NUR TRININGTYAS P
1111104000033
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN IILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2015
Nur Triningtyas P, NIM: 1111104000033
Teens Level of Knowledge on Sexually Transmitted Infections
Al-Asiyah Senior High School Cibinong, Bogor, 2015
xvii + 91 pages + 16 Tables + 2 Schemes+ 6 Attachments
ABSTRACT
Sexually Transmitted Infections is a disease that can be transmitted through sexual
intercourse. Most people with sexually transmitted infection are between 15-24 years old.
High risk factors for this disease are teenagers because premarital sexual behavior is usually
done. Sexually transmitted infections remains a health problem in many countries. One of
the reason is the level of understanding on this problem is still relatively low. The purpose
of this research was to determine and knowing the level of knowledge of adolescents about
sexually transmitted infections in Al-Aisyah Senior High School Cibinong, Bogor. The
sample was 132 respondents aged 15-17 years with a sampling technique that is
disproportionate stratified sampling. This type of research is quantitative with analysis
design descriptive draft with cross sectional approach. This research instrument
questionnaire with content validity test and reliability test Spearman Brown R11 0616>
rtabel 0374. Technique analysis data used univariate with statistical application program.
From the results of this study are expected to further improve adolescent knowledge by
means of actively seeking information and more alert to the signs and symptoms of sexually
transmitted infections.
Keyword : Knowledge, Adolescent, Sexually Transmitted Infections.
Reference: 63 (years 2000-2014)
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2015
Nur Triningtyas P, NIM: 1111104000033
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual
Di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor Tahun 2015
xvii + 91 halaman + 16 Tabel + 2 Skema + 6 Lampiran
ABSTRAK
Infeksi Menular Seksual adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual. Kebanyakan penderita penyakit ini adalah remaja usia 15-24 tahun. Faktor
resiko tinggi terkena penyakit ini adalah remaja karena perilaku seksual pranikah
yang biasa dilakukan. Infeksi menular seksual masih menjadi permasalahan
kesehatan diberbagai Negara. Salah satu penyebabnya adalah tingkat pengetahuan
remaja yang relatif masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Al-Asiyah
Cibinong Bogor. Sampel penelitian ini adalah 132 responden usia 15-17 tahun
dengan teknik pengambilan sampel yaitu disproporsional stratified sampling. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan desain analisis deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian ini kuesioner dengan uji validitas
content dan uji reliabilitas spearman brown r11 0.616 > rtabel 0.374. Teknik analisa
data yang digunakan adalah univariat dengan menggunakan bantuan program
aplikasi statistik dalam pengolahanya. Hasil analisa kuesioner menunjukan (37.9%)
responden mengetahui dengan benar mengenai tanda dan gejala infeksi menular
seksual pada pernyataan no.16’keputihan dan nyeri sekitar perut merupakan gejala
dari IMS’. Pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala memberikan hasil <70%.
Secara keseluruhan tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah berada pada
kategori cukup. Dari hasil penelitian ini diharapkan remaja lebih meningkatkan
pengetahuan dengan cara aktif mencari informasi serta lebih waspada terhadap
tanda dan gejala dari infeksi menular seksual.
Kata Kunci : Pengetahuan, Remaja, Infeksi Menular Seksual.
Referensi
: 63 (tahun 2000-2014)
iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
:
NUR TRININGTYAS P
Tempat, tanggal lahir
:
Riau, 19 Oktober 1992
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Agama
:
Islam
Status
:
Belum Menikah
Alamat
:
Perumahan Jatijajar Blok E2 No 40 RT/RW
05/14 Tapos 16455
HP
:
+62085718868675
E-mail
:
[email protected]
Fakultas/Jurusan
:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TK Cendana Mandau
1997-1999
2. Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 7 Sukabumi
1999-2005
3. SMP Negeri 1 Sukabumi
2005-2008
4. SMA Negeri 4 Sukabumi
2008-2011
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2011-Sekarang
RIWAYAT ORGANISASI
1. Staf Ahli BEM PSIK
2012-2013
2. Staf Ahli BEM FKIK
2013-2014
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT
atas limpahan rahmat dan karunia serta ridha-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang
Infeksi Menular Seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor”.
Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna
mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta, serta menerapkan
dan mengembangkan teori-teori selama kuliah.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendaaptkan banyak
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Berkat bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak
kekurangan. Karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.Km., M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan
4. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB selaku Sekretaris Program
Studi Ilmu Keperawatan.
5. Ibu Nia Damiati, S.Kp,M.SN. selaku Dosen Pembimbing
Akademik, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah
membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun duduk di
bangku kuliah.
6. Ibu Yenita Agus,M.Kep,Sp.Mat.Ph.D dan Ibu Ratna Pelawati,
S.Kp.M.Biomed selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesarbesarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi
arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama proses
pembuatan skripsi ini
7. Bapak / Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf dan
karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ix
8. Orang tuaku, Ibu Hj Mur dan Bapak Alm. H.Basuki yang telah
mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan
keberhasilan penulis.
9. Teman-teman PSIK 2010-2014, Pinkers, Silvia, Rizka, Ica, temanteman yang selalu ada memberi warna bagi penulis dan untuk kak
Ikrom, kak yoga, kak Ayi, kak Lili yang banyak membantu dalam
penyelesaian proposal skripsi ini.
10. Bagus Rizkyaji Kusuma, yang selalu memberikan inspirasi,
menghibur, memberi masukan, mengundang tawa dan semangat
kepada penulis.
11. Kepada Kepala Sekolah SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor beserta
guru dan staff yang telah membantu penulis untuk kelancaran proses
penelitian.
12. Kepada siswa siswi SMA AL-Asiyah Cibinong Bogor, Putri Aulia
dan teman-teman yang telah membantu dan bersedia meluangkan
waktu untuk kelancaran proses penyusunan skripsi.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, namun penulis harap semoga tulisan ini dapat memberikan
manfaat bagi yang memerlukannya.
Jakarta, Juli 2015
Nur Triningtyas P
x
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .............................................................................................. i
Pernyataan Keaslian Karya ............................................................................ ii
Abstract .......................................................................................................... iii
Abstrak .......................................................................................................... iv
Pernyataan Persetujuan ................................................................................... v
Lembar Pengesahan ...................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. viii
Kata Pengantar .............................................................................................. ix
Daftar Isi ....................................................................................................... xi
Daftar Singkatan ......................................................................................... xiv
Daftar Bagan ................................................................................................. xv
Daftar Tabel ................................................................................................ xvi
Daftar Lampiran ......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................6
C. Tujuan Penelitian .........................................................................................7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................8
E. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10
A. Pengetahuan ..............................................................................................10
1. Definisi pengetahuan ...........................................................................10
2. Tingkat Pengetahuan ...........................................................................10
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ..............................12
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan .......................................................14
5. Pengetahuan Remaja Tentang IMS ....................................................16
xi
6. Penelitian Terkait .................................................................................17
B. Remaja .......................................................................................................18
1. Definisi Remaja ...................................................................................18
2. Batasan remaja ....................................................................................20
3. Karakteristik Remaja ...........................................................................21
4. Sumber Informasi Remaja ...................................................................22
5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja .............................................24
6. Peran guru terhadap permasalahn remaja ............................................26
C. Infeksi Menular Seksual ............................................................................27
1. Definisi Infeksi Menular Seksual ........................................................27
2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual ...................................................28
3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual ..............................................36
4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual ..................................................37
5. Pencegahan Terhadap Infeksi Menular Seksual .................................38
6. Infeksi menular seksual dalam perspektif islam ..................................39
7. Kerangka Teori ....................................................................................41
BAB III KERANGKA KERJA PENELITIAN ................................................42
A. Kerangka Konsep ......................................................................................42
B. Definisi Operasional ..................................................................................43
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .........................................................46
A. Desain Penelitian .......................................................................................46
B. Tempat dan Waktu ....................................................................................46
C. Populasi dan Sampel .................................................................................47
D. Instrument Penelitian ................................................................................49
E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................51
F. Metode Pengumpulan Data .......................................................................53
xii
G. Pengolahan Data ........................................................................................54
H. Analisa Data ..............................................................................................56
I. Etika Penelitian .........................................................................................58
BAB V HASIL PENELITIAN ...........................................................................60
A. Profil SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor ...................................................60
B. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinog ...............................60
C. Mean dan Standar Deviasi .........................................................................63
D. Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual............................64
E. Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di SMA
Al-Asiyah Cibinong ..................................................................................71
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................75
A. Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinong ............................75
B. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual .............79
C. Keterbatasan Penelitian ..............................................................................87
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................89
A. Kesimpulan ...............................................................................................89
B. Saran ..........................................................................................................90
Daftar Pustaka
Lampiran
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AIDS
: Acquired Immune Defiency Syndrome
BKKBN
: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPS
: Badan Pusat Statistik
Depkes RI
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinkes
: Dinas Kesehatan
HPV
: Human Paviloma Virus
HIV
: Human Immunodeficiency Virus
IMS
: Infeksi Menular Seksual
KBBI
: Kamus Besar Bahasa Indonesia
KTD
: Kehamilan yang Tidak Diinginkan
NAPZA
: Narkoba Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
PMS
: Penyakit Menular Seksual
SDKI
: Survei Demografi Kesehatan Indonesia
SKRRI
: Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SPSS
: Statistic Package for Sosial Science
STI
: Sexually Transmited Infection
STDs
: Sexually Transmited Disease
UKS
: Usaha Kesehatan di Sekolah
VD
: Veneral Disease
WHO
: World Health Organization
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1
Kerangka Teori
41
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
42
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
3.1
Definisi Oprasional
43
4.1
Pembagian Strata Berdasarkan Tingkatan
48
4.2
Kisi-Kisi Pertanyaan Kuesioner
57
5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut
61
Usia di SMA Al-Asiyah Cibinong
5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut
62
Jenis Kelamin di SMA Al-Asiyah Cibinong
5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber
62
Informasi Kesehatan Reproduksi di SMA Al-Asiyah Cibinong
5.4
Mean dan Standar Deviasi
63
5.5
Kategori Tingkat Pengetahuan
64
5.6
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS
65
5.7
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis IMS
66
5.8
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS
67
5.9
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS
68
5.10 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Faktor Resiko IMS
68
5.11 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS
69
5.12 Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS
70
5.13 Pengetahuan Remaja Di SMA Al-Asiyah
71
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Dokumen Perizinan
Lampiran 2.
Informed Consent
Lampiran 3.
Kuesioner
Lampiran 4.
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 5.
Hasil Olahan SPSS Univariat
Lampiran 6.
Perhitungan Infeksi Menular Seksual
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja menurut Depkes RI (2007) adalah 10-19 tahun
dan belum menikah. Remaja menurut BKKBN (2012) adalah penduduk lakilaki atau perempuan yang berusia 10 sampai 24 tahun. Pada tahun 2010
jumlah remaja terdapat sekitar 27% dari jumlah penduduk Indonesia
(BKKBN, 2014).
Melihat jumlah remaja sangat besar, maka remaja sebagai generasi
penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara
jasmani, rohani, mental dan spiritual. Status kesehatan remaja merupakan hal
yang perlu dipelihara dan ditingkatkan agar dapat menghasilkan generasi
penerus bangsa yang sehat dan berkualitas (Buzarudina, 2013).
Remaja masih harus menghadapi permasalahan yang sangat kompleks
seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol di
kalangan remaja yaitu permasalahan seputar seksualitas seperti perilaku seks
pranikah, HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual dan NAPZA (BKKBN, 2012).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI, 2012), menunjukan
di Indonesia terjadi peningkatan hubungan seks pranikah pada remaja dari
tahun 2002, 2007 sampai 2012 didapatkan peningkatan 8,3% remaja laki-laki
dan 1% remaja perempuan melakukan hubungan seks pranikah.
1
2
Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun
sebesar 9.9% dan 2.7% pada usia 15-19 tahun (BKKBN, 2014). Boyke
menyebutkan bahwa terdapat sebuah penelitian yang menyuguhkan data 6%
sampai 20% anak SMA dan mahasiswa pernah melakukan hubungan seks pra
nikah (Boyke, 2014 dalam Muijiran, 2014).
Ajaran islam melarang hubungan seksual pranikah, karena hal ini
merupakan masalah bagi norma, adat istiadat, agama dan peraturan hukum
melarang hubungan seksual pranikah. Jika dinilai secara hukum Islam maka
perbuatan seksual pranikah tersebut termasuk perbuatan zina yang dilarang
Allah SWT. Al Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-isra’:32 yang
artinya” Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan sesuatu yang buruk” (Mauliddiana & Albar,
2013).
Perilaku seksual pranikah yang dilakukan pada usia remaja menjadi
faktor resiko tinggi tekena infeksi menular seksual (Brooker, 2008). Infeksi
Menular Seksual (IMS) disebut juga dengan Penyakit Menular Seksual
(PMS) adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual
(Efendi, 2009). Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba
(bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual.
Kondisi yang paling sering ditemukan adalah gonorrhea, chlamydia,
herpesgenitalis, Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
Trichomonas Vaginalis.
3
IMS masih menjadi masalah kesehatan remaja, dampak yang timbul
pada remaja tidak dapat diabaikan begitu saja, pada remaja usia 15 sampai 24
tahun yang terinfeksi gonorrhea bisa mengakibatkan infertilitas atau
kemandulan. Meskipun insiden gonorrhea telah menurun, diperkirakan
terdapat lebih dari 400.000 kasus baru muncul setiap tahunya. Gejala pada
gonorrhea cenderung terlihat pada laki-laki, yang merasa panas ketika buang
air kecil. Syphilis merupakan jenis IMS yang dapat menularkan dari
perempuan yang hamil ke janinya dan IMS dapat mempermudah penularan
HIV/AIDS (Santrock, 2007).
Berkaitan dengan tingkat pengetahuan tentang penyakit menular
seksual pada siswa SMAN Banjarmasin, yaitu tingkat pengetahuan dengan
kategori baik 6.05%, cukup 56.05%, kurang 37.89%. Nilai paling dominan
berada pada kategori cukup 56.06% (Panenga, 2014). Hasil studi literature
menurut Samkange N Florence (2011) di Eropa tingkat pengetahuan remaja
tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan rendah untuk jenis penyakit menular
yang lain seperti gonnorhea, syphilis, HPV (5.4%) (Samkange, 2011).
Peningkatan IMS dari kelompok yang berusia antara 15 hingga 24
tahun di Amerika Serikat, remaja yang telah terinfeksi syphilis sebanyak 8000
kasus (Santrock, 2007). Di Indonesia banyak laporan mengenai prevalensi
IMS dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Wirakusuma (2011) di RSUP Sanglah tahun 2009-2011 didapatkan
640 orang (3,05%) merupakan pasien IMS yang terjadi pada laki-laki dan
perempuan. Dari kasus IMS yang ada gonorrhea 131 orang (20.5%) dan
syphilis 47 orang (7,4%) (Wirakusuma, 2011).
4
Angka kejadian IMS di Depok dan Bogor menurut survei Badan Pusat
Statistik (BPS) Propinsi Jawa Barat, sebanyak 155 kasus dan 61 kasus pada
tahun 2011 (BPS, 2012). Kasus HIV/AIDS menurut Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2013 setelah tiga tahun berturut-turut (2010-2012) cukup
stabil didapatkan perkembangan jumlah kasus HIV positif pada tahun 2013
terjadi peningkatan secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 35%
dibanding tahun 2012. Perkembangan HIV positif sampai tahun 2013
mencapai 29.037 kasus (PKI, 2013).
Tingginya angka kejadian IMS dan HIV/AIDS disebabkan karena
kurangnya perhatian orangtua dalam pembentukan karakter dan perilaku
remaja sehingga membuat remaja mencoba hal yang berhubungan dengan
seksual, sebuah studi literature memaparkan bahwa orangtua memegang
peranan cukup besar dalam menentukan perilaku anak. Hal ini dalam perilaku
seksual remaja, orangtua yang dekat dengan remaja cenderung membuat
remaja menunda aktifitas seksualnya (Dinkes, 2012).
Penelitian ini dilakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor, yang
beralamat di Jl.Raya Jakarta-Bogor tujuan didirikan SMA Al-Asiyah yaitu
untuk menciptakan generasi muda yang berakhlakul karimah untuk menuju
muslim dan muslimah yang taat, unggul, tangguh, berkualitas, bernuansa
islam dan mampu menjawab tantangan masa depan.
Berdasarkan tujuannya tersebut, remaja di SMA Al-Asiyah telah
menerapkan pengajian di pagi hari dan juga mengisi waktu luang dengan solat
duha bersama. Melihat hal tersebut remaja di SMA Al-Asiyah telah
5
mengetahui dengan baik cara bersuci (thaharah), selain dari pelajaran agama
mereka dapat mencari informasi dengan cara menggunakan media internet
yang disediakan di sekolah.
Untuk menjawab tantangan masa depan remaja di SMA Al-Asiyah
perlu menghadapi permasalahan yang muncul pada masa remaja salah
satunya masalah seksualitas. Peran guru BK sangat diperlukan untuk
membantu para remaja dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dengan mengarahkan remaja pada perilaku yang lebih positif.
Peneliti melakukan wawancara kepada salah satu guru di SMA AlAsiyah Cibinong;guru mengatakan “SMA AL-Asiyah belum ada guru BK
karena keterbatasan guru, padahal remaja SMA itu perlu perhatian apalagi
terkait dengan masalah seksualitas, dilihat dari karakteristik remaja yang
selalu ingin mencoba hal baru dan tanpa adanya pengarahan yang benar
akan membuat remaja beresiko terkena IMS”.
Peneliti tertarik melakukan penelitian di SMA Al-Asiyah karena
dilihat dari permasalahan yang ada dan kurangnya sumber informasi
kesehatan reproduksi. Remaja hanya mendapat informasi pada salah satu
mata pelajaran biologi. Remaja membutuhkan informasi tambahan dari guru
BK mengenai masalah seksualitas dan IMS. Sehingga peneliti ingin
mengetahui tingkat pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual di
SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang di lakukan di SMA AlAsiyah Cibinong-Bogor pada tanggal 03 Desember 2014 didapatkan jumlah
6
siswa 171 siswa. Diberikan kuesioner kepada 10 siswa dengan 5 soal
mengenai cara penularan IMS, jenis-jenis IMS, dan pengertian IMS
didapatkan hasil 2 orang dengan pengetahuan baik (20%), 3 orang dengan
pengetahuan cukup (30%), dan 5 orang dengan pengetahuan kurang (50%).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa IMS masih menjadi masalah kesehatan remaja salah
satunya IMS bisa menyebabkan rasa panas ketika buang air kecil dan IMS
dapat mempermudah penularan HIV/AIDS (Santrock, 2007). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Wirakusuma pada RSUP Sanglah terdapat 640 orang
(3,05%) pasien IMS dan ditemukan kasus IMS di Bogor sebanyak 61 kasus.
Tingginya angka kejadian IMS pada remaja disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan remaja mengenai IMS dan remaja merupakan kelompok usia
yang beresiko terkena IMS karena usia remaja yang masih transisi, bukan
anak-anak, namun belum disebut dewasa. Semua tidak lepas dari kejiwaan
remaja yang memang mengalami fase ketidakstabilan emosional dan sering
mengambil tindakan cepat tanpa mempertimbangkan secara matang sehingga
membuat remaja melakukan hal yang dapat berakibat buruk untuk kesehatan
mereka, seperti melakukan hubungan seksual pranikah yang meningkatkan
resiko remaja terkena IMS.
Hasil studi literatur menurut Florence (2011) di Eropa tingkat
pengetahuan remaja tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan rendah untuk
7
jenis penyakit menular lainya seperti gonnorhea, syphilis, HPV (5,4%). Studi
pendahuluan yang di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong-Bogor pada
tanggal 03 Desember 2014 didapatkan jumlah siswa 171 siswa. Diberikan
kuesioner kepada 10 siswa dengan 5 soal mengenai cara penularan IMS,
jenis-jenis IMS, dan pengertian IMS didapatkan hasil 2 orang dengan
pengetahuan baik (20%), 3 orang dengan pengetahuan cukup (30%), dan 5
orang dengan pengetahuan kurang (50%).
Tingginnya angka kejadian IMS di kalangan remaja dan dewasa muda
merupakan salah satu bukti masih rendahnya pengetahuan remaja akan IMS.
Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih dalam mengenai tingkat
pengetahuan remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor.
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan
remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui:
a. Mengetahui karakteristik remaja atau responden
b. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang
pengertian IMS
8
c. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang
jenis-jenis IMS
d. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang
cara penularan IMS
e. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang
tanda dan gejala IMS
f. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang
faktor resiko IMS
g. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang
komplikasi IMS
h. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah tentang
pencegahan IMS.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan mampu menjadi landasan untuk
meningkatkan pengetahuan remaja tentang IMS.
2.
Manfaat Praktis
a.
Institusi Pendidikan Keperawatan
Dapat digunakan sebagai acuan untuk peningkatan kualitas
pendidikan maternitas serta pendidikan dalam keperawatan
khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja.
9
b.
SMA Al-Asiyah Cibinong
Dapat digunakan sebagai pedoman SMA Al-Asiyah untuk
memberi pandangan dan sosialisasi mengenai IMS.
c.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi panduan
dalam upaya meningkatkan pengetahuan remaja tentang
IMS.
E.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS. Jenis penelitian
ini adalah kuantitatif dengan rancangan desain deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Metode pengambilan data dengan
menyebarkan kuisioner, penelitian ini dilakukan pada siswa siswi di
SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Teknik yang digunakan pada
penelitian ini adalah disproporsional stratified sampling dan waktu
penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-21 April 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui alat indera (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2005), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan
proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari
dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang
tersedia, serta keadaan sosial budaya (KBBI, 2005 dalam Budiman, 2013).
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman
langsung maupun pengalaman orang lain. Pengetahuan adalah hasil tahu
dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” misalnya apa air,
apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Bloom (Bloom, 1956
dikutip oleh Notoatmodjo, 2010) pengetahuan mencakup enam tingkat
10
11
domain kognitif tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi,
yaitu:
a.
Tahu (know), merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu
artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu,
adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan
menyatakan.
b.
Memahami
(comprehension),
artinya
kemampuan
untuk
menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek
yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus
dapat menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan.
c.
Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat
menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
d.
Analisis (analysis), artinya adalah kemampuan untuk menguraikan
objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam
suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.
Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat
bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses.
e.
Sintesis (synthetic), yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang
ada.
12
f.
Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang telah ada.
Jadi, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penghidu, perasa dan peraba (Efendi, 2009).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pendidikan,
informasi,
budaya,
lingkungan
dan
pengalaman
(Notoatmodjo, 2007 dikutip oleh Budiman, 2013), yaitu:
a.
Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun
non formal). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media masa. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang
yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah.
13
b.
Informasi
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan
menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi tersebut
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari
data dan pengamatan terhadap dunia sekitar, serta diteruskan melalui
komunikasi. Informasi mencangkup data, teks, gambar, suara, kode,
program computer dan basis data.
c.
Sosial, budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian,
seseorang
akan
bertambah
pengetahuanya
walaupun
tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang.
d.
Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.
14
e.
Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan
memberikan
pengetahuan
dan
keterampilan
professional.
f.
Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikiranya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin
membaik.
4. Pengukuran tingkat pengetahuan
Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan tentang
isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam
pengetahuan yang ingin di ukur atau di ketahui dapat disesuaikan dengan
tingkatan-tingkatanya (Arikunto, 2010).
Pengetahuan tentang IMS dalam penelitian ini dapat diukur dengan
menggunakanan pertanyaan obyektif, seperti pertanyaan pilihan ganda,
betul salah dan pertanyaan menjodohkan disebut pertanyaan obyektif
karena pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilai. Pertanyaan
15
pilihan betul salah digunakan untuk dijadikan sebagai alat ukur dalam
pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang
akan diukur dan penilaianya akan lebih cepat (Arikunto, 2010).
Menurut Riwidikdo (2013) mendeskripsikan gambaran tingkat
pengetahuan dengan perhitungan sebagai berikut dengan membagi skor
menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, kurang.
a. Baik
: Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD
b. Cukup
: Bila nilai responden mean - 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD
Sedangkan menurut Riwidikdo (2013) apabila dikategorikan dalam
5 kategori menjadi sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang
maka ketentuan parameter yang digunakan:
a. Sangat Baik
: Bila x > mean + 1,5 SD
b. Baik
: Bila mean + 0,5 SD < x< mean+ 1,5 SD
c. Cukup
: Bila mean – 0.5 SD < x< mean + 0,5 SD
d. Kurang
: Bila mean – 1.5 SD <x<mean - 0,5 SD
e. Kurang Sekali
: Bila x < mean – 1.5 SD
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 kategori untuk tingkat
pengetahuan, yaitu baik, cukup dan kurang (Riwidikdo, 2013).
16
5. Pengetahuan remaja tentang IMS
Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI,
2007) pengetahuan remaja tentang IMS salah satunya yaitu HIV/AIDS,
pengetahuan remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi
HIV masih terbatas, hanya 14% remaja perempuan dan 95% remaja lakilaki menyebutkan pantang berhubungan seks, 18% remaja perempuan dan
25% remaja laki-laki menyebutkan menggunakan kondom serta 11%
remaja perempuan dan 8% remaja laki-laki menyebutkan membatasi
jumlah pasangan sebagai cara menghindari HIV dan AIDS (SKRRI, 2007
dalam BKKBN, 2012).
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tentang pengetahuan
remaja usia 10 sampai 19 tahun mengenai HIV/AIDS dan cara untuk
mengurangi resiko tertular penyakit tersebut. Secara keseluruhan 67%
perempuan dan 63% laki-laki mengatakan bahwa HIV/AIDS dapat
dicegah dengan menggunakan kondom setiap kali melakukan hubungan
seksual. Cara lain untuk mencegah HIV/AIDS adalah membatasi
hubungan seksual dengan satu pasangan, metode ini diketahui oleh 46%
perempuan dan 59% laki-laki (SDKI, 2012).
Berdasarkan penelitian Rofiq (2009) di Sekolah Menengah Kejuruan
Bogor, dari 103 responden didapatkan hasil tingkat pengetahuan hasil
terbanyak diperoleh kategori tinggi variable pengertian IMS (52.4%),
jenis-jenis IMS (55.3%), cara penularan IMS (73.8%), faktor resiko
terkena IMS (68.0%). Sedangkan tingkat pengetahuan sedang diperoleh
17
pada akibat yang ditimbulkan oleh IMS (56.3%) dan cara pencegahan IMS
(48.5%) dan tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang
rendah (Rofiq, 2009).
6. Penelitian terkait
a. Siti Wahyuni 2012, hubungan antara pengetahuan remaja tentang
penyakit menular seksual (PMS) dengan jenis kelamin dan sumber
informasi di SMAN 3 Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan
metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada
remaja di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan di
SMU Negeri 3 Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh remaja yang mengikuti studi di SMU Negeri 3 Banda Aceh
dengan jumlah 747 dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 290
remaja. Hasil distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang IMS
tinggi (67.6%) dan rendah (32.4%). Dan distribusi frekuensi sumber
informasi yang diperoleh remaja yaitu orangtua (23.5%), teman
(31.0%) dan media masa (45.5%) (Wahyuni, 2012).
b. Mariza Yolanda 2013, hubungan pengetahuan remaja usia 15-17
tahun tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan perilaku
remaja di SMA Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan metode
analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dlaksanakan di
SMAS PSM Bukittinggi dengan subjek dalam penelitian ini adalah
seluruh remaja dan siswi SMAS PSM Bukittinggi yang berusia 15-17
18
tahun. Hasil dari distribusi frekuensi pengetahuan remaja usia 15-17
tahun tentang IMS rendah (63.6%) dan tinggi (36,4%). Jadi tingkat
pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak pada tingkat pengetahuan
rendah yaitu sebanyak (63.6%) (Yolanda, 2013).
c. Dwiputra Taesan Panenga 2014, tingkat pengetahuan tentang
penyakit menular seksual pada remaja SMA Negeri di Banjarmasin.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional,
yang dilaksanakan di SMA Negeri di Banjarmasin. Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling.
SMA Negeri di Banjarmasin dikelompokan, masing-masing dari tiap
kecamatan dipilih satu sekolah sebagai sampel yaitu SMAN 2, 7, 4, 8,
dan 10. Jumlah populasi seluruh remaja SMAN di Banjarmasin adalah
7.607 orang. Setelah dilakukan kalkulasi jumlah sampel yang
dibutuhkan sebanyak 380 orang. Hasil distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan yaitu baik (6.05%), cukup (56,05%) dan kurang
(37,89%). Jadi tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak
pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak (56.06%) (Panenga,
2014).
B.
Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja yang dalam bahasa inggris “adolescene”, berasal dari bahasa
latin “adolescere” yang berati tumbuh menjadi dewasa atau dalam
19
perkembangan menjadi dewasa (BKKBN, 2011). Remaja didefinisikan
sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia
remaja menurut WHO adalah 10 sampai 19 tahun (WHO, 2013). Remaja
menurut BKKBN adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia
10 sampai 24 tahun (BKKBN, 2011). Menurut Depkes RI usia remaja
adalah 10 sampai 19 tahun dan belum menikah (Depkes RI, 2007). Namun
jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka tergolong dalam
dewasa bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan remaja tetapi
masih tergantung orang tua (tidak mandiri), maka tetap dimasukan
kelompok remaja (Efendi, 2009).
Pada masa ini remaja mulai mencari jati dirinya dimana hal ini akan
menentukan kehidupanya dimasa dewasa nanti. Orangtua memegang
peranan penting khususnya pada masa remaja karena akan mencegah
remaja terjerumus oleh teman sebaya dan lingkungan. Pada masa ini
remaja ingin dirinya diterima sebagai individu yang memiliki wawasan
yang sama dengan orang dewasa lainya (Maetiningsih, 2008).
Kematangan seksual pada masa remaja membuat remaja dihadapkan
pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima
perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya
perubahan bentuk tubuh akan sangat berpengaruh pada kejiwaan remaja.
Apabila remaja sudah mendapatkan informasi yang cukup tentang
kesehatan reproduksi, mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi
negatif, kematangan seksual yang cepat atau lambat mempengaruhi
perkembangan psikologisnya.
20
2. Batasan Remaja
Ciri perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa
remaja awal, tengah dan akhir, menurut Santrock (2007) batasan remaja
berdasarkan usia yaitu:
a.
Masa remaja awal, usia 10-12 tahun (early adolescence)
Masa remaja awal mencangkup kebanyakan perubahan pubertas.
Karakteristik remaja awal yaitu mengalami percepatan dalam
pertumbuhan fisik dan seksual. Mereka kerap kali membandingkan
sesuatu dengan teman sebaya, dan sangat mementingkan penerimaan
oleh teman sebaya, hal ini melibatkan timbulnya kemandirian dan
mulai mengabaikan pengaruh yang berasal dari luar lingkungan.
b.
Masa remaja tengah, usia 13-15 tahun (middle adolescent)
Masa mencari identitas diri, mempunyai rasa tertarik kepada lawan
jenis, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal
tentang aktivitas seks. Remaja menengah memiliki karakteristik
yaitu berkembangnya kesadaran terhadap identitas diri. Mereka
lebih mementingkan menghabiskan aktifitas di luar lingkungan
rumah dan lebih terpengaruh oleh teman sebaya. Periode remaja
merupakan periode dimana terjadi pergolakan tekanan seksual dan
sosial, dan mereka berusaha diterima dan mendapatkan dukungan
dari teman sebaya dan orang tua.
21
c.
Masa remaja akhir, usia 16-19 tahun (late adolescence)
Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih
nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal.
Remaja akhir ditandai dengan kematangan atau kesiapan menuju
tahap kedewasaan dan lebih fokus pada masa depan baik dalam
bidang pendidikan, pekerjaan, seksual dan individu. Karakteristik
remaja akhir umumnya sudah merasa nyaman dengan dirinya dan
pengaruh teman sebayanya sudah berkurang.
3. Karakteristik Remaja
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas
diri juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Karakteristik
pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan
transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial menurut Santrock
(2007) yaitu:
a.
Transisi Biologis
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat
masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta
kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan
tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya,
mulai berfungsinya alat-alat reproduksi
22
b.
Transisi Kognitif
Pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15
tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis
daripada pemikiran operasional konkret. Remaja terdorong untuk
memahami
dunianya
karena
tindakan
yang
dilakukannya
penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka
mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan
hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi
juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan
baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih
mendalam.
c.
Transisi Sosial
Bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam
hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam
kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap
teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja
dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat
merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan
remaja.
4. Sumber Informasi Remaja
Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk
membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Tetapi
23
karena faktor rasa ingin tau mereka akan berusaha untuk mendapatkan
informasi ini. Remaja merasa bahwa orangtuanya menolak membicarakan
mengenai kesehatan reproduksi dan kemudian mencari alternatif sumber
informasi lain seperti teman dan media masa. Sehingga membuat
informasi menjadi simpang siur atau pemahaman yang salah karena tidak
ada bimbingan dari orangtua (Wulandari, 2012).
Orangtua memegang peranan penting khususnya pada masa remaja
karena akan mencegah remaja terjerumus oleh lingkungan dan teman
sebaya yang memberikan pengaruh negatif kekerasan fisik, seks bebas dan
penyalahgunaan narkoba. Remaja juga mengalami perkembangan dan
perubahan intelegensi yang cukup pesat sehingga remaja giat mencari
informasi mengenai hal-hal baru baginya (Maentiningsih, 2008).
Pendidikan seks paling banyak didapat dari media masa 56.81%. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian dari Caroline, yang secara umum remaja
yang paling banyak mendapat dorongan seksual dari media cenderung
melakukan seks pada usia 14 hingga 16 tahun 2,2 kali lebih tinggi
dibanding dengan remaja lain yang sedikit melihat eksploitasi seks dari
media (Sarwono, 2012).
Remaja memasuki usia reproduksi pada hakekatnya remaja
mengalami suatu masa kritis, jika dimasa kritis itu tidak mendapatkan
informasi dan pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi yang
dibutuhkan dari keluarga, remaja cenderung mencari dari luar pendidikan
formal yang sering tidak bisa dipertanggung jawabkan seperti menonton
24
film dan membaca majalah porno ataupun dari teman sebaya yang samasama memiliki keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
sehingga cenderung memperoleh informasi yang salah (Kusyogo, 2008).
Menurut Kothai (2003) meningkatnya minat seksual remaja
membuat remaja berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk.
Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman
sebaya, buku-buku, film, video, dan situs-situs internet. Namun sedikit
remaja memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan seksual dan
kesehatan reproduksi, baik dari guru ataupun orangtua sehingga tidak
jarang remaja melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi
global yang semakin mudah di akses justru memancing remaja untuk
meniru kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat yaitu berbagai macam
perilaku seksual seperti melakukan hubungan seksual pra-nikah.
Penyimpangan terhadap perilaku seksual selain disebabkan kurangnya
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, juga sebagai akibat
pengaruh media masa dan internet yang menyediakan informasi yang
kurang tepat dan salah. Akibatnya rasa ingin tahu yang kuat membuat
remaja menjadi terjebak ke dalam permasalahan seksualitas (Kothai, 2003
dalam Adnani, 2010).
5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Masalah kesehatan reproduksi melibatkan peranan lingkungan.
Remaja membutuhkan pengertian-pengertian tentang hal-hal yang
dialaminya misalnya mengenai mimpi basah dan lain sebagainya.
25
Ketertutupan dari lingkungan dan orangtua yang merasa tabu
membicarakan masalah seksual dengan anaknya dapat menyebabkan
dampak negatif bagi anaknya (Gunarsah, 2008).
Pada masa remaja akan terjadi proses terpaparnya remaja dengan
masalah kesehatan reproduksi; yaitu terjadi proses produksi hormone
seksual dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan
seksual. Organ reproduksi sangat rentan terhadap infeksi saluran
reproduksi, kehamilan dan infeksi menular seksual. Permasalahan
kesehatan reproduksi, pada remaja perempuan dimulai pada saat usia
remaja, yaitu saat perempuan mengalami menstruasi pertama dan
pelepasan sel telur yang akan berakhir sampai tidak haid lagi. Usia remaja
memiliki resiko terhadap terjadinya kehamilan sebelum menikah, tertular
penyakit menular seksual dan ketergantungan terhadap NAPZA (Hanifah,
2012).
Masalah kesehatan reproduksi selain berdampak secara fisik, juga
dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi, dan kesejahteraan
sosial. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja yaitu kehamilan tidak
diinginkan (KTD), masalah ketergantungan napza yang meningkatkan
resiko penyakit menular seksual (Azinar, 2013). Masalah yang seringkali
muncul dalam kehidupan remaja karena remaja ingin mencoba-coba
segala hal. Faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual
remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja
adalah berkembangnya organ seksual (Sarwono, 2012).
26
6. Peran Guru Terhadap Permasalahan Remaja
Pendidikan disekolah sangat dibutuhkan oleh remaja, pendidikan
diharuskan memuat bimbingan dari guru Bimbingan Konseling (BK)
sehingga remaja dapat terarah dan lebih bermanfaat bagi kehidupan
remaja. Peran wali kelas yaitu mengatasi masalah remaja seperti malas
belajar, tidak mengerjakan tugas dan tidak memperhatikan pelajaran.
Apabila ada remaja yang mengalami masalah maka wali kelas akan
memanggil remaja tersebut untuk memberikan arahan dan motivasi serta
memberikan perhatian kepada remaja tersebut. Namun, apabila wali kelas
tidak bisa mengatasinya maka wali kelas menghubungi guru BK untuk
membantu masalah tersebut. Sedangkan peran guru BK memberikan
arahan dan sedikit hukuman, guru BK mengatasi masalah remaja diluar
kelas misalnya, ada remaja yang berkelahi, terlambat datang upacara dan
lain sebagainya (Baroroh, 2013).
Remaja tidak terlepas dari permasalahan yang mereka hadapi
terutama pada masa transisi. Masalah yang muncul dan dirasakan remaja
akan mengakibatkan terganggunya kegiatan belajar remaja di sekolah
(Khofifah, 2013). Peran guru BK sangat diperlukan untuk membantu para
remaja dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan
mengarahkan remaja pada perilaku yang lebih positif, dan memberi
motivasi belajar pada remaja (Handayani, 2009).
27
C.
Infeksi Menular Seksual
1. Definisi Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular
Seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted
Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease
(VD). IMS adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan
seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit
kelamin (Ayu, 2009). Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah istilah
umum dan organisme penyebabnya tinggal dalam darah atau cairan tubuh,
meliputi virus, mikroplasma, bakteri, jamur, dan parasit-parasit kecil
(misalnya: scabies). Terdapat rentang keintiman kontak tubuh yang dapat
menularkan IMS (Ralph, 2008).
IMS atau Sexually Transmitted Infection (STI) ditularkan melalui
kontak seksual. Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun
juga kontak genital-oral dan kontak genital-anal. Di tahun 2004
diperkirakan terdapat 19 juta kasus baru STI, sedikit lebih banyak
dibandingkan 9 juta kasus yang mengenai remaja berusia antara 15 hingga
24 tahun (Santrock, 2007).
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama
melalui hubungan seksual. Cara penularan penyakit ini tidak hanya
melalui hubungan seksual tetapi dapat juga ditularkan langsung melalui
kontak langsung seperti, jarum suntik yang tidak steril. Penyakit yang
termasuk dalam golongan penyakit menular seksual adalah gonorrhea,
28
chlamydia, sifilis, herpes genitalis dan infeksi human immunodeficiency
virus (HIV) (Djuanda 2011 dikutip oleh Panenga, 2014).
Peningkatan insiden IMS dan penyebaranya di seluruh dunia tidak
dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa Negara disebutkan bahwa
pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden
IMS atau paling tidak relatif tetap. Namun, sebagian besar Negara insiden
IMS relatif masih tinggi dan setiap tahun beberapa juta kasus baru beserta
komplikasi medisnya antara lain kemandulan, kecacatan, ganguan
kehamilan, ganguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian
memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini meningkatkan biaya
kesehatan (Hakim, 2009 dalam Daili, 2009).
2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual
Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba
(bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual
dan non-seksual. Kondisi yang paling sering di temukan adalah gonorrhea,
chlamydia, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV)
dan trikomoniasis. Jenis-jenis IMS diantaranya disebabkan oleh bakteri
(gonorrhea, sifilis), disebabkan oleh virus (HIV/AIDS) dan parasit
(trikomoniasis).
29
a.
Gonorrhea
1) Definisi
Gonorrhea adalah penyakit menular seksual yang paling sering
terjadi. Nama awam penyakit seksual ini adalah “Kencing
Nanah”. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria Gonorrhoeae,
tergolong bakteri diplokokus gram negatif berbentuk buah kopi.
Masa inkubasi berkisar antara 3-5 hari setelah infeksi (Ayu,
2009). Tempat bakteri Neisseria Gonorrhaeae masuk yaitu:
penis, vagina, anus, dan mulut. Insiden tertinggi yang rentan
terinfeksi gonorrhea berkisar pada rentang usia 15-35 tahun
(Isnaini, 2006 dalam Putri, Kartikasari dkk, 2012).
2) Cara Penularan
Penularan melalui kontak seksual dengan penderita yang sudah
terinfeksi bakteri Neisseria Gonorrhaeae (Ayu, 2009) dan
menginfeksi lapisan dalam urethra, leher rahim, rectum dan
tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva) (Sari, 2012).
3) Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada penderita yang sudah terinfeksi bakteri
Neisseria Gonorrhaeae bergantung pada letak infeksi, misalnya
ureteritis (mengakibatkan dysuria dan rabas purulent), servisitis
(mengakibatkan rabas vagina), proktitis dengan rabas dan
faringitis. Akan tetapi banyak wanita mengalami infeksi
30
asimtomatik (Brooker, 2008). Menurut Ayu (2009) pada pria
gejala umumnya adalah rasa gatal dan panas di ujung kemaluan,
rasa sakit saat kencing dan banyak kencing, diikuti pengeluaran
nanah di ujung kemaluan dan dapat bercampur darah. Pada
pemeriksaan
akan
dijumpai
ujung
kemaluan
merah,
membengkak, dan menonjol, diujungnya bila dipijat akan keluar
nanah (Ayu, 2009).
Pada wanita, dengan perbedaan anatomi alat kelamin luar yang
terkena infeksi pertama adalah mulut rahim. Apalagi bila telah
terdapat perlukaan sehingga penyebaranya ke bagian bawah dan
bagian atas alat kelamin semakin cepat. Gejala klinis yang
menonjol yaitu rasa nyeri pada daerah punggung, mengeluarkan
keputihan encer seperti nanah. Pemeriksaan serviks akan
tampak berwarna merah, membengkak, perlukaan, dan tertutup
oleh lendir bernanah (Ayu, 2009). Gejala infeksi gonorrhea
menahun yaitu rasa nyeri sekitar perut bagian bawah, terdapat
keputihan, perasaan tidak enak di bagian bawah perut, sakit
hubungan seksual, keluhan tidak mendapatkan keturunan (Ayu,
2009).
31
b.
Sifilis
1) Definisi
Sifilis atau dikenal dengan (Raja Singa) adalah infeksi menular
yang sistemik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
spirokaeta treponema pallidum. Sifilis didapat memiliki dua
stadium-dini dan lanjut, tetapi beberapa sumber membaginya
menjadi empat tahap-primer, sekunder, laten, dan tersier. Tahap
dini ditandai oleh lesi primer di tempat kuman masuk kedalam
tubuh, yang sembuh dalam waktu sekitar 1 bulan. Tahap lanjut
(terjadi
bertahun-tahun
kemudian
setelah
tahap
dini),
menunjukan lesi kulit dan organ dalam (Brooker, 2008).
2) Cara Penularan
Penyakit ini menyerang semua organ tubuh sehingga cairan
tubuh mengandung T.Pallidum yang di tularkan melalui kontak
langsung dengan lesi basah yang infeksius. Organisme ini dapat
menembus membrane mukosa intra atau kulit yang terkelupas
atau didapat melalui transplasenta (Ralph, 2008).
3) Tanda dan Gejala
Sifilis, masa inkubasinya cukup panjang sekitar 10-90 hari dan
rata-rata tiga minggu. Karena penyakit ini bersifat sistemik,
maka sering di jumpai demam, myalgia, limfadenopati, sakit flu,
dan sakit kepala (Heffner, 2005).
32
c.
HIV/AIDS
1) Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan
sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap
akhir dari infeksi HIV (Sudoyo, 2006).
Perjalanan penyakit ini dimulai dengan Human T-cell
lymphotropic virus yang menyerang sistem pertahanan tubuh
secara perlahan, menurunya daya tahan tubuh yang diketahui
melalui pemeriksaan laboratorium berupa anemia dan tampak
pucat, mudah terjangkit infeksi bakteri, jamur, parasit sehingga
menunjukan gambaran penyakit yang kompleks (Ayu, 2009).
2) Cara Penularan
Penularan HIV/AIDS melalui cairan tubuh yang mengandung
virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual
maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika,
transfusi komponen darah dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi
yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok resiko tinggi
terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks
komersil serta narapidana (Sudoyo, 2006).
33
Perjalanan penyakit sejak terinfeksi dengan virus berada pada
periode 0-12 minggu lalu virus masuk ke dalam sirkulasi
menuju sistem limfoid dan bereplikasi, kemudian akan terjadi
viremia dan virus akan tersebar ke berbagai organ. Pada periode
ini penderita mengalami sindrom HIV akut antara minggu ke 36. Pada periode 12 minggu-10 tahun merupakan masa laten yang
terinfeksi oportunistiknya belum terjadi. Namun, selama masa
ini virus terus bereplikasi aktif merusak sistem imun terutama
sel T CD4, akibatnya akan terus terjadi penurunan CD4 sekilar
50 sel/tahun. Dan periode >10 tahun pada saat ini umumnya
hitung CD4 < 200 dan sindrom AIDS mulai muncul, baik
infeksi oportunistik maupun neoplasma. Sindrom awal biasanya
berupa limfadenopati umum disertai demam dan penurunan
berat badan persisten (Dewanto, 2009).
3) Tanda dan Gejala
Infeksi HIV tidak langsung memberikan tanda dan gejala
tertentu. Sebagian memberikan tanda gejala tidak khas pada
infeksi HIV akut 3-6 minggu setelah infeksi. Gejala yang terjadi
adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah
bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah
infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini
umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang perjalanan penyakitnya amat cepat,
dapat hanya sekitar 2 tahun dan ada yang perjalananya lambat
34
(non-progesor). Seiring dengan makin memburuknya kekebalan
tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa
lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare (Sudoyo, 2006).
CDC menetapkan tiga kategori HIV/AIDS, kategori A (infeksi
HIV tanpa menunjukan gejala), infeksi HIV primer akut yang
ditandai dengan demam, malaise, limfadenopati dan ruam kulit.
Limfadenopati menyeluruh persisten tanpa menunjukan gejala.
Kategori B (kondisi simptomatik yang tidak termasuk kategori
A atau C), kandidiasis vulvovaginal-persisten lebih dari sebulan
kurang berespon terhadap pengobatan, kandidiasis orofaring,
angiomatosis basilaris, dysplasia serviks-berkembang cepat
menjadi karsinoma in situ. Gejala umum seperti: demam atau
diare lebih dari sebulan. Kategori C (AIDS), hitung sel
CD4<200,
infeksi
oportunistik
(citomegalovirus
yang
menyebabkan retinitis dan kardiomiopati, sarcoma kaposi,
pneumonia pneumocystis carinii, limfoma non-Hodgkin,
ensefalitis toksoplasma), malnutrisi berat, penurunan berat
badan dan kematian (Morgan, 2009).
d.
Trikomoniasis
1) Definisi
Trichomonas vaginalis merupakan parasit golongan protozoa
yang dapat menyebabkan trikomoniasis, suatu penyakit yang
35
ditularkan melalui hubungan seksual. Masa inkubasi 3‐28 hari.
Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun pria dapat
terinfeksi lewat kontak seksual (Kusuma, 2009). Pada pria dapat
berbentuk ureteritis, infeksi saluran kencing dan infeksi pada
prostat. Sedangkan pada wanita berbentuk vaginitis trikomonas
atau sistitis infeksi kandung kencing (Ayu, 2009).
2) Cara penularan
Trikomoniasis digolongkan dalam penyakit hubungan seksual
karena sebagian besar penularanya melalui hubungan seksual
(Ayu, 2009). Trikomoniasis adalah protozoa yang terdapat di
saluran kemih dan kelamin manusia yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual. Individu yang suka berganti-ganti
pasangan beresiko tinggi menderita trikomoniasis (Kusuma,
2009).
3) Tanda dan Gejala
Keputihan merupakan gejala awal terjadinya vaginitis.
Keputihan karena trikomoniasis dapat dibedakan dengan
penyebab lain seperti jamur dan bakteri. Pada kasus
trikomoniasis, sekret vagina biasanya sangat banyak dan
berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau amis (Kusuma,
2009).
Trikomoniasis pada wanita, dalam keadaan infeksi akut terdapat
gejala lendir vagina banyak dan berbusa, bentuk putih
36
bercampur nanah, terpadat perubahan warna (kuning hijau), dan
berbau khas. Pada infeksi yang bersifat menahun lendir yang
dikeluarkan tidak pernah kering. Lendirnya berwarna putihkuning, sedikit berbau, terasa gatal dan nyeri saat berhubungan
seksual (Ayu, 2009).
Infeksi trikomoniasis pada pria dengan gejala ringan terjadi
pada infeksi saluran kemih, infeksi kelenjar prostat dan saluran
spermatozoa (epididymis). Infeksi menahun sulit ditegakan
karena gejalanya ringan (Ayu, 2009).
3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual
Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko
mengalami masalah-masalah seksual seperti mengalami kehamilan dan
terkena infeksi yang ditularkan secara seksual. Berdasarkan sebuah studi
yang dilakukan Santelli (2004), bahwa penggunaan alkohol, obat-obatan,
dan remaja yang memiliki keinginan melakukan hubungan seksual
pranikah adalah yang beresiko terkena infeksi yang ditularkan secara
seksual (Santelli, 2004 dalam Santrock 2007).
Faktor resiko IMS menurut Booskey (2008) yaitu, hubungan seksual
tanpa pelindung (kondom), berganti-ganti pasangan, aktif secara seksual
pada usia dini, homoseksual, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan
obat (Booskey, 2008).
Prilaku risiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang
mempunyai risiko besar terserang penyakit. Yang tergolong kelompok
37
risiko tinggi adalah adalah mencangkup usia muda, belum menikah dan
orang yang memiliki pasangan seksual. Memakai kondom (kontrasepsi),
baik untuk hubungan seksual via vagina, anus, atau oral, secara drastis
menurunkan kemungkinan masalah, meskipun tindakan ini tidak benarbenar menghilangkan risiko (Brooker, 2008).
Perilaku berisiko yaitu, memiliki pasangan seks lebih dari satu,
menggunakan jarum suntik bersama dengan orang lain, melakukan
hubungan seksual secara anal, vaginal, atau oral tanpa menggunakan
kondom, melakukan seksual vaginal atau oral dengan orang yang gemar
menggunakan obat terlarang, melakukan hubungan seksual dengan
beberapa pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tanpa
pelindung (kondom) dengan individu yang telah terinfeksi (Santrock,
2007).
4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual
Komplikasi yang disebabkan IMS, tergantung pada mikroorganisme
yang terlibat, komplikasi ini terjadi pada remaja usia 15 hingga 24 tahun.
Komplikasi gonorrhea pada remaja laki-laki dapat meliputi masalah
prostat, kandung kemih, dan ginjal, maupun strerilitas. Pada perempuan
gonorrhea dapat menyebabkan infertilitas yang berkaitan dengan Pelvic
Inflammatory Disease (PID) (Santrock, 2007).
Masalah kesehatan reproduksi yang dihadapi oleh remaja jika tidak
ditangani dengan tepat dapat memberikan dampak yang merugikan
remaja. Penyakit radang panggul, merupakan kelanjutan dari infeksi
38
karena hubungan seksual yang tidak terlindung. Kejadian penyakit radang
panggul semakin meningkat berkaitan dengan semakin bebasnya
hubungan seksual pranikah pada remaja. Komplikasi penyakit radang
panggul dapat berupa penyakit menahun dengan keluhan yang tidak
pernah sembuh, terjadinya timbunan nanah dalam alat genitalia bagian
dalam (abses saluran telur dan indung telur) (Ayu, 2009).
5. Pencegahan Infeksi Menular Seksual
Meningkatnya permasalahan remaja terkait IMS ditandai dengan
bertambahnya penderita HIV/AIDS. Sekolah dapat dijadikan sarana untuk
membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan dalam melindungi
diri dari IMS. Promosi kesehatan perlu diberikan dalam masyarakat
khususnya pada anak usia sekolah (Maulana, 2009). Strategi promosi
kesehatan di sekolah salah satunya peer educator atau pendidik teman
sebaya yang secara khusus mengikuti pelatihan sebagai bekal sehingga
dapat mempengaruhi perubahan perilaku anggota kelompok mereka. Peer
education mempunyai aspek positif mendorong remaja mendidik orang
lain dari pengaruh teman sebaya (John, 2006).
Dalam garis besarnya usaha-usaha pencegahan dijalankan dengan
cara sebagai berikut menurut Muhajir (2007), pencegahan terhadap IMS
yaitu: tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, melakukan
kegiatan yang positif, agar remaja dapat mengalihkan keinginan untuk
melakukan hubungan seksual, mencari informasi yang benar dan sebanyak
mungkin tentang risiko IMS, mengendalikan diri dengan pendidikan
39
agama, tidak malu untuk bertanya dan mendiskusikan hal-hal yang
berkaitan dengan prilaku seksual dengan keluarga, atau guru dan
menghindari penggunaan narkoba terutama dengan pemakaian secara
bersamaan dengan suntikan (Muhajir, 2007).
Menurut Depkes RI cara pokok untuk pencegahan penularan antara
lain, memilih untuk tidak melakukan hubungan seks pranikah, saling setia
dengan pasanganya, menggunakan pelindung (kondom) secara konsisten
dan benar, tolak penggunaan NAPZA, jangan pakai jarum suntik bersama
(Depkes RI, 2007).
6. Infeksi Menular Seksual Dalam Perspektif Islam
Perilaku selama berpacaran yang menjurus pada perilaku seksual
pranikah mengkhawatirkan banyak pihak. Perilaku seks yang tidak sehat
ini tentu berimplikasi pada hal lain, seperti IMS dan juga kehamilan yang
tidak diinginkan. Perilaku seksual pranikah ini bertentangan dengan nilai
dan norma, baik agama maupun sosial kemasyarakatan. Tidak ada satu
agama pun yang memperbolehkan perilaku ini. Islam khususnya tidak
mengenal pacaran, bentuk pacaran dari saling berpandagan sampai
berciuman sudah merupakan tindakan yang mendekati zina. Rasulullah
menghimbau umatnya untuk menjauhi zina, antara lain dengan
menjatuhkan pandangan dari lawan jenis (Firmiana, 2012).
Perilaku seksual pranikah jika dinilai secara hukum Islam maka
perbuatan tersebut termasuk perbuatan zina yang dilarang oleh Allah
SWT. Al Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-isra’:32 yang artinya
40
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya itu adalah sesuatu
perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk” (Mauliddiana, 2013).
Dalam pandangan Islam IMS adalah penyakit kelamin karena perbuatan
zina, Rasulullah SAW bersabda “Apabila perzinaan dan riba telah
melanda suatu negeri, maka mereka sudah menghalalkan siksaan Allah
atas mereka sendiri” (HR.Al-Tabrani dan Al-Hakim) (Hamidy, 2004).
Perilaku seksual pranikah sangat beresiko terkena IMS, dampak
yang akan dirasakan oleh remaja akibat IMS salah satunya bisa
menyebabkan kemandulan, dan bisa mengakibatkan komplikasi radang
panggul (Ayu, 2009). Cara paling efektif untuk mencegah penularan IMS
yaitu jangan berganti pasangan seksual. Dan dibarengi dengan kesehatan
jiwa dan agama, karena salah satu ciri jiwa yang sehat adalah kemampuan
seseorang untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu (Hamidy, 2004).
41
7. Kerangka Teori
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka teori dalam penelitian
ini adalah:
Pengetahuan
Remaja
Infeksi Menular Seksual
(IMS)
(WHO, 2013)
1. Pengertian IMS
2. Jenis-jenis IMS
3. Cara penularan IMS
Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan:
4. Tanda dan gejala IMS
1. Usia
5. Faktor risiko IMS
2. Informasi /Media
6. Komplikasi dari IMS
masa
3. Sosial budaya dan
ekonomi
7. Pencegahan IMS
(Ida, Ayu, 2009).
4. Pendidikan
5. Pengalaman
6. Lingkungan
(Notoatmodjo, 2007 dalam
Budiman, 2013)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: (Notoatmodjo, 2007 dalam Budiman, 2013). (WHO, 2013).
(Ida, Ayu, 2009).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainya, atau antara
variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep menyajikan konsep atau teori dalam
bentuk kerangka konsep penelitian. Berdasarkan judul penelitian mengenai
“Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di Sekolah
Menengah Atas Al-Asiyah” Secara sistematis kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Karakteristik responden:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Informasi
Pengetahuan remaja tentang IMS
1. Pengertian IMS
2. Jenis-jenis IMS
3. Cara penularan IMS
4. Tanda dan gejala IMS
5. Faktor risiko IMS
6. Komplikasi dari IMS
7. Pencegahan terhadap IMS
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
42
43
B.
Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1.
Jenis kelamin
Perbedaan
antara
perempuan
dengan lakilaki
secara
biologis sejak
lahir.
(Ekawati dan
Wulandari,
2011)
Memberikan
Kuesioner
pertanyaan
bagian A.
dalam
kuesioner
dengan pilihan
jawaban lakilaki
atau
perempuan.
1. = laki-laki
2. = perempuan
Nominal
2.
Usia
Tahap
di
perkembangan
individu, pada
waktu
seseorang
sedang mudah
tumbuh dan
berkembang.
(KBBI)
Memberikan
Kuesioner
pertanyaan
bagian A.
dalam
kuesioner
dengan pilihan
< 16 tahun
> 16 tahun
1. = < 16 tahun
2. = > 16 tahun
Nominal
44
No
Variabel
Definisi
3.
Media Masa /
Sumber
Informasi
Sarana
penyampai
pesan yang
berhubungan
langsung
dengan
masyarakat
luas misalnya
melalui radio,
televisi, dan
surat kabar
(Romli, 2013)
Cara ukur
Alat ukur
Memberikan
Kuesioner
pertanyaan
bagian A.
dalam
kuesioner
dengan pilihan
jawaban orang
tua,
teman,
internet,
tv,
sekolah.
Hasil ukur
1.
2.
3.
4.
= Orang Tua
= Teman
= Media Masa
= Sekolah
(Jurnal Berkala
Kedokteran,
2014)
Skala ukur
Nominal
45
No
Variabel
4.
Tingkat
pengetahuan
remaja
tentang IMS
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hal
yang
dipahami oleh
responden
tentang infeksi
menular
seksual yang
dapat
ditularkan
melalui
hubungan
seksual dengan
penderita
(Ayu, 2009)
Responden
menjawab
pertanyaan
pada kuesioner
dengan
menggunakan
skala Gutman
yang
terdiri
dari:
Kuesioner bagian
B
a.18
pertanyaan
positif dengan
(1) benar dan
(0) salah
b.12
pertanyaan
negative
dengan
(0)
benar dan (1)
salah.
(Siregar,
2013)
Pemberian skor
menggunakan
skala
Guttman:
Jawaban benar
=1
Jawaban salah =0
Hasil ukur
Skala
ukur
1. Baik= Bila Ordinal
nilai
responden
yang
diperoleh (x)
> mean + 1
SD
2. Cukup= Bila
nilai
responden
mean -1 SD
≤ x ≤ mean +
1 SD
3. Kurang
=
Bila
nilai
responden
yang
diperoleh (x)
< mean -1
SD
(Riwidikdo,
2013)
BAB IV
METODE PENELITIAN
Sebuah penelitian mengandung metode yang harus dilalui sebagai syarat
dalam penelitian. Pada bab ini menguraikan beberapa cara pelaksanaan penelitian
dengan menyajikan metode-metode yang digunakan serta teknik analisis untuk
menjawab rumusan masalah penelitian.
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif, dengan menggunakan metode
deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi mengenai pengetahuan remaja SMA Al-Asiyah terhadap IMS
dengan menggunakan desain cross sectional dimana data dikumpulkan
pada satu waktu tertentu. Tujuanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan
remaja tentang IMS dengan cara mengajukan pertanyaan melalui
kuesioner yang akan dijawab oleh siswa-siswi di SMA Al-Asiyah
Cibinong-Bogor.
B.
Tempat dan Waktu
Lokasi penelitian di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong Kabupaten
Bogor yang beralamat di Jl.Raya Jakarta-Bogor Pabuaran Cibinong-Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-21 April 2015.
46
47
C.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan
diukur oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya
(Hastono, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah
keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMA Al-Asiyah Cibinong. Populasi
penelitian ini terdiri dari 171 siswa, populasi dalam penelitian ini adalah
siswa yang termasuk kedalam kelompok remaja tengah dan remaja akhir
yaitu siswa kelas X, XI dan XII.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dari karakteristik yang dimiliki
oleh populasi, atau dapat mewakili seluruh populasi yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Menurut Hastono (2010), sampel adalah sebagian
populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur. Besar sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan rumus besar solvin.
𝑛=
𝑁
1 + 𝑁𝑒 2
Keterangan :
n = Sampel
N = Populasi
e = Perkiraan tingkat kesalahan
Maka besar sampel yang dihasilkan adalah:
48
𝑛=
171
1 + (171)0.052
171
n = 1.4276 = 120 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
Dengan perkiraan tingkat kesalahan 5%, maka jumlah sampel yang
diperoleh dari rumus di atas berjumlah sekitar 120 orang. Untuk
menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai cadangan maka
peneliti menambahkan 10 % dari jumlah sampel minimal. Jadi total sampel
dalam penelitian ini adalah 132 responden.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik disproporsional
stratified sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan populasi
yang memiliki strata atau tingkatan dengan jumlah sampel yang diambil
dari setiap strata jumlahnya sama tidak sebanding dengan jumlah populasi
dengan proporsi sampel disetiap strata (Siregar, 2013). Pengambilan
sampel dilakukan dengan membagi strata tiap tingkatan
Strata
Tabel 4.1
Pembagian Strata Berdasarkan Tingkatan
Anggota
Jumlah Sampel
Populasi
(orang)
IPA X
23
22
IPS X
24
22
IPA XI
30
22
IPS XI
30
22
IPA XII
32
22
IPA XII
32
22
Jumlah
171
132
49
Pengambilan sampel dalam penelitian ini mengacu pada kriteria
inklusi, sebagai berikut:
a.
Siswa siswi SMA Al-Asiyah Cibinong
b.
Bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi
a.
D.
Tidak hadir saat penelitian/ Izin/ Sakit.
Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan
instrument penelitian berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang hanya
menyediakan dua jawaban/alternatif
benar dan salah (Notoatmodjo,
2010). Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian
pertama (A) berisi tentang karakteristik responden dan bagian kedua (B)
berisi pertanyaan tentang pengetahuan IMS.
1.
Kuesioner A berisi tentang karakteristik responden terdiri dari jenis
kelamin, usia dan sumber informasi. Untuk pengisian jenis kelamin,
usia dan sumber informasi diisi dengan memberikan tanda check list
pada borang yang paling sesuai dengan responden.
2.
Kuesioner B berisi 30 pertanyaan tentang pengetahuan IMS yang
terdiri dari 18 pertanyaan positif dan 12 pertanyaan negatif. Menurut
Siregar (2013) pertanyaan positif dinilai dengan skala Guttman,
yaitu (1) untuk jawaban benar dan (0) untuk jawaban salah,
50
sedangkan pertanyaan negatif dinilai dengan skala Guttman, yaitu
(0) untuk jawaban benar dan (1) untuk jawaban salah.
Pernyataan-pernyataan mengenai pengetahuan IMS diambil dan
dimodifikasi dari kuesioner yang digunakan oleh Rofiq (2009) mengenai
tingkat pengetahuan remaja kelas 1 dan 2 tentang infeksi menular seksual
di SMK Bogor 2009. Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini dikembangkan oleh peneliti melalui tinjauan pustaka
kemudian dibuat item-item pernyataan beserta skala pengukuranya. Kisikisi instrument penelitian tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terdiri
dari variabel karakteristik responden dan pengetahuan IMS dengan
indikator (definisi, jenis, cara penularan, tanda dan gejala, faktor resiko,
komplikasi dan pencegahan) terdiri dari:
1.
Variabel karakteristik responden terdiri dari 3 soal (usia, jenis
kelamin, dan sumber informasi kesehatan reproduksi).
2.
Variable pengetahuan tentang IMS terdiri dari indikator definisi IMS
4 soal dengan pernyataan positif terdapat di nomer (1,2) dan
pernyataan negatif (3,4), jenis-jenis IMS 4 soal dengan pertanyaan
positif terdapat di nomer (5,7,8) dan pertanyaan negatif (6), cara
penularan IMS 4 soal pertanyaan positif terdapat di nomer (9,10) dan
pertanyaan negatif (11,12), tanda dan gejala 5 soal dengan
pertanyaan positif terdapat di nomer (13,15,16) dan pertanyaan
negatif (14,17), faktor resiko IMS 4 soal dengan pertanyaan positif
terdapat di nomer (20,21) dan pertanyaan negatif (18,19),
komplikasi IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer
51
(22,24,25) dan pertanyaan negatif (23), dan indikator terakhir
tentang pencegahan IMS 5 soal dengan pertanyaan positif terdapat
di nomer (26,27,29) dan pertanyaan negatif (28,30).
Cara pengukuran dilakukan dengan kuesioner dengan menggunakan
skala
Guttman
untuk
variable
pengetahuan.
Selanjutnya
untuk
pengkategorian tingkat pengetahuan menurut Riwidikdo (2013) yaitu:
E.
a.
Baik
: Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD
b.
Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
c.
Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Untuk mengetahui kuesioner berkualitas terlebih dahulu dilakukan
uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas isi (content validity) dan validitas
konstruk (construct validity) yang diujikan dan reliabilitas menggunakan
teknik spearman brown.
1. Hasil Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang mampu menunjukan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Dalam
penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (content
validity). Validitas isi (content validity) merupakan validitas lewat
pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional
judgment. Pertanyaan yang dicari jawabanya dalam validasi ini adalah
sejauh mana item-item dalam tes mencangkup keseluruhan kawasan isi
52
objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri
atribut yang hendak diukur (Azwar, 2000).
Instrumen ini akan diujikan lewat professional judgement atau
seseorang yang ahli dalam bidangnya, yang diujikan oleh:
1.
Puspita Palupi, S.Kp.,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat
2.
Maulina Handayani, S.Kp.,M.Sc.
Pada penelitian ini, uji coba instrument dilakukan kepada para ahli
sehingga tiap-tiap item pertanyaan dapat dikoreksi oleh para ahli dan
diberi masukan. Hasil uji validitas isi (Content Validity) didapatkan 30
item pertanyaan yang dapat digunakan.
2. Hasil Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Setiadi (2007), reliabilitas yaitu adanya suatu kesamaan hasil
apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu
yang berbeda.
Kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala sosial (nonfisik)
harus memiliki reliabilitas yang tinggi (Notoatmodjo, 2010). Uji
reliabilitas dapat menggunakan rumus Sperman Brown metode ini
menggunakan satu instrument kemudian dibagi menjadi dua sama banyak,
bagian yang pertama memuat skor dari unsur-unsur pokok bernomor ganjil
dan bagian yang kedua memuat skor dari unsur-unsur pokok yang
bernomor genap (Siregar, 2013)
Rumus Spearmen Brown:
53
𝑟11 =
2 (𝑟𝑥𝑦)
(1 + 𝑟𝑥𝑦 )
Keterangan :
𝑟11 = koefisien reliabilitas internal seluruh item
Apabila r11 > r tabel berarti reliabel dan apabila r11< r tabel maka tidak reliabel.
Setelah mengukur validitas, peneliti perlu mengukur reliabilitas
data, apakah alat ukut dapat digunakan atau tidak. Pada penelitian ini uji
coba instrument dilakukan pada tanggal 31 Maret tahun 2015. Uji coba
dilakukan terhadap 30 siswa siswi SMA Al-Nur Cibinong Kabupaten
Bogor. Hasil dari koefisien reliabilitas internal seluruh item adalah 0.616.
Nilai ini kemudian dibandingkan dengan r tabel pada signifikan 5% dan
n=30, yaitu sebesar 0.347. Karena nilai dari koefisien reliabilitas internal
seluruh item > r tabel, maka instrument ini dianggap reliable, dapat
dipercaya, dan dapat diandalkan.
F.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan berdasarkan prosedur dibawah ini:
1.
Peneliti mengajukan surat pemohonan izin dari FKIK untuk melakukan
uji reliabilitas instrumen penelitian di SMA Al-Nur Cibinong Bogor.
2.
Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah untuk melakukan
uji reliabilitas pada remaja dengan karakteristik serupa dengan
responden penelitian kemudian peneliti membuat kontrak waktu
dengan pihak sekolah untuk melakukan uji reliabilitas
54
3.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diperolah langsung dari responden dimana pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada
responden untuk mendapatkan jawaban pertanyaan. Sedangkan data
sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah yang
berhubungan dengan jumlah dan karakteristik siswa/i di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor
4.
Peneliti melakukan penelitian kepada 132 siswa siswi SMA Al-Asiyah
dengan menggunakan teknik disproporsional stratified sampling.
5.
Peneliti melakukan informed concent kepada siswa siswi SMA AlAsiyah Cibinong Bogor sebagai responden, memberi penjelasan
mengenai pengisian kuesioner.
6.
Peneliti mengolah dan menganalisa kuesioner yang telah diisi oleh
responden.
G.
Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
peneliti (Notoatmodjo, 2010):
1. Editing
Editing adalah upaya memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam
pengumpulan data, dapat diperbaiki dengan memeriksa dan dilakukan
55
pendataan ulang. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data
atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding adalah pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri
atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan
dan analisis data dengan menggunakan perangkat lunak computer.
Biasanya pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu
buku (cide book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu
kode dari suatu variable.
3. Data Entry atau Processing
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan ke dalam program software
computer. Software computer ini bermacam-macam, masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Software statistic dalam proses ini
dituntut ketelitian, apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya
memasukan data.
4. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukan,
perlu
dicek
kembali
untuk
melihat
kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
56
H.
Analisa Data
Setelah dilakukan proses pengolahan data langkah selanjutnya
adalah melakukan proses analisis data. Analisis data dilakukan untuk
pengolahan secara manual maupun menggunakan computer. Analisis data
dilakukan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah
dirumuskan (Notoatmodjo, 2010). Adapun analisis yang digunakan pada
penelitian ini yaitu:
1. Analisis Univariat
Analisis
univariat
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk
analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Analisis univariat
bertujuan untuk mengetahui jumlah, mean atau rata-rata, standar
deviasi, dan presentase variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Analisis univariat dalam penelitian ini akan menghasilkan distribusi
frekuensi dan proporsi responden berdasarkan karakteristik responden
dalam data demografi, dan tingkat pengetahuan remaja tentang IMS.
Penelitian ini mendeskripsikan pengetahuan responden tentang
tingkat pengetahuan remaja tentang Infeksi Menular Seksual (IMS).
Dengan kisi-kisi pertanyaan sebagai berikut:
57
Tabel 4.2 Kisi-Kisi Pertanyaan Kuesioner
Nomor Item
Variabel
Indikator
Karakteristik
responden
(kuesioner A)
Usia, jenis
kelamin,
sumber
informasi
kesehatan
reproduksi
Pengetahuan
IMS
Pertanyaan
positif
(favorable)
Pertanyaan
negatif
(unfavorable)
3 soal
1,2,3
-
Definisi IMS
4 soal
1,2
3,4
Jenis-jenis
IMS
4 soal
5,7,8
6
Cara
penularan
IMS
Tanda dan
Gejala IMS
4 soal
9,10
11,12
5 soal
13,15,16
14,17
Faktor resiko
IMS
4 soal
20,21
18,19
Komplikasi
IMS
4soal
22,24,25
23
Pencegahan
terhadap IMS
5 soal
26,27,29
28,30
Menurut Riwidikdo (2013), mendeskripsikan gambaran tingkat
pengetahuan dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Baik
: Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD
b. Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD
58
Mean atau rata-rata adalah jumlah nilai yang diperoleh dari total
responden dibagi jumlah total responden. Simpangan baku (standard
deviation) adalah ukuran yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
penyebaran nilai-nilai (data) terhadap rata-ratanya (Riwidikdo, 2012).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan software statistic untuk
mendapatkan nilai mean dan standar deviation.
I.
Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang
diteliti dan masyarakat yang memiliki dampak dari penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2010). Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan
identitas responden, melindungi, dan menghormati hak responden dengan
mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed consent).
Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan
judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan
responden bahwa penelitian tidak akan membahayakan responden, dimana
data yang diperoleh akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila
penelitian telah selesai maka data tersebut akan dimusnahkan.
Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya memegang teguh
sikap ilmiah (scientific attitude). Dalam melaksanakan sebuah penelitian ada
empat prinsip yang harus dipegang teguh pada etika penelitian, meskipun
penelitian dilakukan tidak membahayakan bagi subjek penelitian. Dalam
59
melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh
(Notoatmodjo, 2010), yaitu:
1.
Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti
mempertimbangkan
hak-hak
subjek
penelitian
untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian melakukan penelitian
tersebut. Peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk
memberikan informasi atau tidak memberikan informasi.
2.
Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality)
Setiap orang yang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi
dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Oleh sebab itu,
peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas
responden.
3.
Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and
inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan
kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian.
4.
Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
Penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi
masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya.
Peneliti juga hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang
merugikan subjek.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A.
Profil SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
SMA Al-Asiyah adalah Yayasan Islam Al-Asiyah Cibinong didirikan
pada tanggal 10 Juni 1979 oleh KH. M. Hamzah. Nama Al-Asiyah diambil
dari nama salah satu pendirinya yang juga waktu itu masih merupakan
anggota keluarga yaitu, Hj. Ratu Asiyah. Bangunan SMA Al-Asiyah
Cibinong berdiri diatas tanah seluas 800 meter, yang terdiri dari 3 lantai.
SMA. Al-Asiyah Cibinong terletak di Jln Raya Jakarta Bogor Pabuaran
Belakang Telkom Cibinong. Adapaun maksud dan tujuan didirikannya
Yayasan Islam Al-Asiyah Cibinong untuk menciptakan generasi muda yang
Berakhlakul Karimah untuk menuju Muslim dan Muslimah yang taat, unggul,
tangguh, berkulitas, bernuansa Islami dan mampu menjawab tantangan masa
depan.
B.
Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinong
Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan 171 kuesioner dan 171
kuesioner yang di kembalikan, sesuai dengan perhitungan jumlah sampel
peneliti hanya menggunakan 132 kuesioner untuk di analisa. Di bawah ini
merupakan hasil dari penelitian dari karakteristik responden:
60
61
Karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, dan sumber
informasi kesehatan reproduksi berdasarkan analisis penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Usia
Pengelompokan responden berdasarkan kategori usia digambarkan pada
tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia
di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor April 2015
(n=132)
No
Usia
Frekuensi
Presentase
1.
< 16 Tahun
38
28.8%
2.
>16 Tahun
94
71.3%
Total
132
100.0%
Tabel 5.1 menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki
usia > 16 Tahun yaitu sebesar 71.3%, sedangkan usia < 16 Tahun sebesar
28.8%.
2. Jenis Kelamin
Pengelompokan
responden
berdasarkan
digambarkan pada tabel 5.2 beikut:
kategori
jenis
kelamin
62
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin
di SMA AL-Asiyah Cibinong Bogor April 2015
(n= 132)
No
Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase
1.
Laki-laki
58
43.9%
2.
Perempuan
74
56.1%
Total
132
100.0%
Pada tabel 5.2 menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan yaitu sebesar 56.1%, sedangkan responden berjenis
kelamin laki-laki hanya 43.9%.
3. Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi
Pengelompokan responden berdasarkan sumber informasi kesehatan
reproduksi yang terdiri dari orang tua, teman, media masa dan sekolah. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber
Informasi Kesehatan Reproduksi di SMA Al-Asiyah Cibinong April
2015
(n= 132)
No
Sumber Informasi
Frekuensi
Presentase
1.
Orang tua
33
25.0%
2.
Teman
25
18.9%
3.
Media Masa
45
34.1%
4.
Sekolah
29
22.0%
132
100.0%
Total
63
Tabel 5.3 di atas menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden
mendapatkan informasi kesehatan reproduksi dari orang tua yaitu sebesar
25.0%, lalu dari sekolah sebesar 22.0%, media masa 34.1% dan teman
18.9%.
C.
Mean dan Standar Deviasi
Sesuai dengan analisa yang dilakukan, sebelum mendapatkan kategori
tingkat pengetahuan remaja tentang IMS, peneliti terlebih dahulu mencari
nilai mean dan standar deviasi yang dapat digunakan untuk pengkategorian
tingkat pengetahuan yang dapat dilihat pada tabel bawah ini:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tabel 5.4 Mean dan Standar Deviasi
Variabel
Mean Standar Deviasi
Pengertian IMS
Jenis IMS
Cara Penularan IMS
Tanda dan Gejala IMS
Faktor Resiko IMS
Komplikasi IMS
Pencegahan IMS
3.39
2.35
2.97
3.48
2.82
2.55
3.96
0.602
0.751
0.800
0.977
1.054
0.886
0.703
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean dan standar
deviasi seperti di tabel 5.4. Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat
dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean + 1SD
b. Cukup
: mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
c. Kurang
: (x) < mean - 1SD
64
Didapatkan hasil kategori tingkat pengetahuan berdasarkan mean dan standar
deviasi, yang dapat dilihat pada tabel 5.5 yaitu:
Tabel 5.5 Kategori Tingkat Pengetahuan
No
Variabel
Kategori Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
1.
Pengertian IMS
(x) > 3.9
2.7 ≤ x ≤ 3.9
(x) < 2.7
2.
Jenis-Jenis IMS
(x) > 3.1
1.5 ≤ x ≤ 3.1
(x) < 1.5
3.
Cara Penularan IMS
(x) > 3.7
2.17 ≤ x ≤ 3.7
(x) < 2.17
4.
Tanda dan Gejala IMS
(x) > 4.4
2.5 ≤ x ≤ 4.4
(x) < 2.5
5.
Faktor Resiko IMS
(x) > 3.8
1.7 ≤ x ≤ 3.8
(x) < 1.7
6.
Komplikasi IMS
(x) > 3.4
1.6 ≤ x ≤ 3.4
(x) < 1.6
7.
Pencegahan IMS
(x) > 4.6
3.2 ≤ x ≤ 4.6
(x) < 3.2
Pada tabel 5.5 merupakan hasil perhitungan yang didapatkan dari mean
dan standar deviasi, kategori tingkat pengetahuan mengenai pengertian IMS
jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.9, cukup jika nilai
responden 2.7 ≤ x ≤ 3.9, dan kurang jika nilai responden (x) < 2.7. Jenis-jenis
IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3. 1, cukup jika nilai
responden 1.5 ≤ x ≤ 3.1, dan kurang jika nilai responden (x) < 1.5.
Kategori tingkat pengetahuan mengenai cara penularan IMS jika
pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.7, cukup jika nilai responden
2.17 ≤ x ≤ 3.7, dan kurang jika nilai responden (x) < 2.17. Tanda dan gejala
IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 4.4, cukup jika nilai
responden 2.5 ≤ x ≤ 4.4, dan kurang jika nilai responden (x) < 2.5. Faktor
resiko IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.8, cukup jika
65
nilai responden 1.7 ≤ x ≤ 3.8, dan kurang jika nilai responden (x) < 1.7.
Komplikasi IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 3.4, cukup
jika nilai responden 1.6 ≤ x ≤ 3.4, dan kurang jika nilai responden (x) < 1.6.
Dan pencegahan IMS jika pengetahuan baik maka nilai responden (x) > 4.6,
cukup jika nilai responden 3.2 ≤ x ≤ 4.6, dan kurang jika nilai responden (x)
< 3.2.
D.
Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual
Dari hasil perhitungan kategori tingkat pengetahuan berdasarkan mean
dan standar deviasi, maka didapatkan hasil tingkat pengetahuan berdasarkan
jawaban responden, sebagai berikut:
1. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS
Tingkat pengetahuan remaja tentang pengertian IMS dapat dilihat
pada tabel bawah ini:
Tabel 5.6
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS
di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
No
Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
Total
59
72
1
44.7
54.5
0.8
132
100.0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan remaja tentang pengertian IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong
yaitu sebanyak 59 responden (44.7%) dengan tingkat pengetahuan baik,
66
tingkat pengetahuan cukup sebanyak 72 responden (54.4%), dan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (0.8%). Jadi Tingkat
Pengetahuan Remaja Tentang Pengertian IMS di SMA Al-Asiyah
Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu
sebanyak 59 responden (44.7%).
2. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis-Jenis IMS
Tingkat pengetahuan remaja tentang jenis-jenis IMS dapat dilihat
pada tabel bawah ini:
Tabel 5.7
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Jenis-Jenis IMS
di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
No Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
Total
10
121
1
7.6
91.7
0.8
132
100.0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan remaja tentang jenis-jenis IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong
yaitu sebanyak 10 responden (7.6%) dengan tingkat pengetahuan baik,
tingkat pengetahuan cukup sebanyak 121 responden (91.7%), dan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (0.8%). Jadi Tingkat
Pengetahuan Remaja Tentang Jenis-Jenis IMS di SMA Al-Asiyah
Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu
sebanyak 121 responden (91.7%).
67
3. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS
Tingkat pengetahuan remaja tentang cara penularan IMS dapat
dilihat pada tabel bawah ini:
Tabel 5.8
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS
di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
No Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
Total
36
92
4
27.3
69.7
3.0
132
100.0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan remaja tentang cara penularan IMS di SMA Al-Asiyah
Cibinong yaitu sebanyak 36 responden (27.3%) dengan tingkat
pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 92 responden
(69.7%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 4 responden (3.0%).
Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Cara Penularan IMS di SMA
Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup
yaitu 92 responden (69.7%).
4. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS
Tingkat pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala IMS dapat
dilihat pada tabel bawah ini
68
Tabel 5.9
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS di SMA
Al-Asiyah Cibinong Bogor
No Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
Total
19
110
3
14.4
83.3
2.3
132
100.0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala IMS di SMA Al-Asiyah
Cibinong yaitu sebanyak 19 responden (14.4%) dengan tingkat
pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 110 responden
(83.3%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 3 responden (2.3%).
Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Tanda dan Gejala IMS di SMA
Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup
yaitu sebanyak 110 responden (83.3%).
5. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Faktor Resiko IMS
Tingkat pengetahuan remaja tentang faktor resiko peningkatan
kejadian IMS dapat dilihat pada tabel bawah ini:
Tabel 5.10
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang faktor resiko IMS di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor
No
Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
Total
Sumber: Data Primer, 2015
40
88
4
30.3
66.7
3.0
132
100.0
69
Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan remaja tentang faktor resiko peningkatan kejadian IMS di
SMA Al-Asiyah Cibinong yaitu sebanyak 40 responden (30.3%) dengan
tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 88
responden (66.7%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 4 responden
(3.0%). Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang faktor resiko
peningkatan kejadian IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor terbanyak
pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak sebanyak 88 responden
(66.7%).
6. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS
Tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi IMS dapat dilihat
pada tabel:
Tabel 5.11
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS
di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
No
Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
Total
18
112
2
13.6
84.8
1.5
132
100.0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan remaja tentang komplikasi IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong
yaitu sebanyak 18 responden (13.6%) dengan tingkat pengetahuan baik,
tingkat pengetahuan cukup sebanyak 112 responden (84.8%), dan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (1.5%). Jadi Tingkat
70
Pengetahuan Remaja Tentang Komplikasi IMS di SMA Al-Asiyah
Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu
sebanyak 112 responden (84.8%).
7. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS
Tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi IMS dapat dilihat pada
tabel bawah ini:
Tabel 5.12
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS
di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
No
Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
Total
29
102
1
22.0
77.3
0.8
132
100.0
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 5.12 di atas dapat dikategorikan tingkat
pengetahuan remaja tentang pencegahan IMS di SMA Al-Asiyah
Cibinong yaitu sebanyak 29 responden (22.0%) dengan tingkat
pengetahuan baik, tingkat pengetahuan cukup sebanyak 102 responden
(77.3%), dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (0.8%).
Jadi Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pencegahan IMS di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu
sebanyak 102 responden (77.3%).
71
E.
Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA AlAsiyah Cibinong
Tabel 5.13
Pengetahuan Remaja di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
No
Kategori
Item Pertanyaan
Jawaban
Benar
%
Jawaba
n Salah
%
1
Dapat ditularkan
melalui hubungan
seksual
+
122
92.4
10
7.6
2
Disebut penyakit
kelamin
+
117
88.6
15
11.4
Dapat ditularkan
melalui berjabat
tangan dengan
penderita
-
48
36.4
84
63.6
Merupakan
penyakit kutukan
nenek moyang
-
7
5.3
125
94.7
+
106
80.3
26
19.7
-
82
62.1
50
37.9
+
77
58.3
55
41.7
+
77
58.3
55
41.7
+
101
76.5
31
23.5
+
121
91.7
11
8.3
-
58
43.9
74
55.1
3
Pengertian
IMS
4
5
6
7
Jenis-Jenis
IMS
8
9
10
11
Cara
Penularan
IMS
Disebabkan oleh
virus HIV/AIDS
Disebabkan oleh
virus Hepatitis A
Disebabkan oleh
parasit
Trichomonas
Disebabkan oleh
bakteri (gonore)
Melalui
penggunaan
jarum suntik
bekas
Melalui hubungan
seksual dengan
penderita IMS
Tindakan aborsi
bisa
menyebabkan
terkena IMS
72
Melalui
penggunakan WC
umum setelah
penderita
12
Sakit saat buang
air kecil dan
disertai nanah
Susah buang air
kecil
13
14
15
Tanda dan
Gejala IMS
16
Terlambat datang
bulan (haid) pada
perempuan
17
Penggunakan
fasilitas umum
bersama penderita
Bersentuhan
dengan penderita
18
19
20
Faktor
Resiko IMS
21
22
Komplikasi
IMS
23
24
Gatal dan panas
pada daerah
kelamin
Keputihan dan
nyeri sekitar perut
bagian bawah
Homoseksual
salah satu faktor
resiko IMS
Rajin beribadah
dan melakukan
aktifitas seperti
(olahraga) dapat
terhindar dari
IMS
Wanita hamil
yang terkena IMS
bisa
menyebabkan
keguguran
Nyeri pada perut
bagian bawah
salah satu
komplikasi
Penyakit radang
panggul
-
36
27.3
96
72.7
+
114
86.4
18
13.6
-
42
31.8
90
58.2
+
91
68.9
41
31.1
+
50
37.9
82
62.1
-
18
13.6
114
86.4
-
56
42.4
76
57.6
-
46
34.5
86
65.2
+
107
81.1
25
18.9
+
103
78.0
29
22.0
+
86
65.2
46
34.8
-
68
51.5
64
48.5
+
79
59.8
53
40.2
73
IMS
menyebabkan
kemandulan
Promosi
kesehatan di
sekolah dapat
merubah perilaku
remaja
25
26
Menunda
melakukan
hubungan seksual
sebelum menikah
27
28
29
30
Pencegahan
IMS
Mengkonsumsi
(alkohol)
menncegah
terkena IMS
Mencari
informasi yang
benar tentang
IMS cara untuk
menambah
pengetahuan
Mengganti
pakaian dalam
cara pencegahan
dari IMS
+
107
81.8
25
18.9
+
128
97.0
4
3.0
+
117
88.6
15
11.4
-
42
31.8
90
68.2
+
130
98.5
2
1.5
-
74
56.1
58
43.9
Dari 30 pertanyaan yang diberikan kepada responden hanya ada 15
pertanyaan yang menjawab benar <70% dan dua diantaranya menjawab
benar hanya 37.9%, yaitu pertanyaan no.6 yaitu ‘virus Hepatitis A
merupakan penyebab infeksi menular seksual' dan pertanyaan no.16
‘perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri sekitar perut bagian
bawah merupakan gejala yang muncul pada infeksi menular seksual’.
Responden yang menjawab benar 58.3% pada pertanyaan no.8 ‘infeksi
menular seksual disebabkan oleh bakteri (gonore). Pada pertanyaan no.18
74
‘resiko tinggi infeksi menular seksual karena penggunaan fasilitas umum
bersama penderita’ responden bisa menjawab benar hanya 57.6%.
Dan dari 30 pertanyaan yang diberikan hanya 4 pertanyaan yang
dapat di jawab dengan benar >90%, diantaranya menjawab benar 92.4%
yaitu pertanyaan no.1 ‘infeksi menular seksual merupakan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual’. Dan responden yang menjawab
benar sebanyak 91.7% pada pertanyaan no.10 ‘infeksi menular seksual
dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan penderita’.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pembahasan pada penelitian ini difokuskan pada pembahasan tentang
karakteristik responden dan tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular
seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor. Pada akhir pembahasan, peneliti juga
menyertakan keterbatasan dari penelitian ini.
A.
Karakteristik Responden di SMA Al-Asiyah Cibinong
1. Usia Responden
Secara umum masa remaja dibagi kedalam 3 tahap yang dilihat dari
rentang usia. Santrock (2007) membagi tahapan masa remaja tersebut
menjadi: masa remaja awal (10-12 tahun), masa remaja tengah (13-15
tahun) dan masa remaja akhir (16-19 tahun). Pada penelitian tingkat
pengetahuan remaja tentang IMS di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
diperoleh sampel sebanyak 132 responden yang berada pada rentang usia
15 sampai 17 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukan usia < 16 tahun sebanyak 38
responden (28.8%). Usia ini memasuki masa remaja tengah, yaitu masa
mencari identitas diri dan mempunyai rasa tertarik kepada lawan jenis,
masa remaja tengah sudah memiliki kemampuan berfikir abstrak dan
sudah berkahayal tentang aktifitas seks (Santrock, 2007). Pada masa
remaja tengah terjadi peningkatan rasa ingin tahu dan munculnya
dorongan seksual. Remaja memerlukan bimbingan dari orang tua supaya
75
76
tidak menimbulkan masalah yang merugikan kehidupan reproduksinya
kelak (Maetiningsih, 2008).
Karakteristik responden dari 132 sampel yang dikumpulkan
diketahui usia responden > 16 tahun sebanyak 94 responden (71.3%).
Kelompok remaja ini berada pada masa remaja akhir. Minat karir dan
pacaran lebih menojol di masa remaja akhir dibandingkan dengan masa
remaja awal. Perkembangan jaman saat ini ikut mempengaruhi perilaku
seksual dalam berpacaran remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa hal-hal yang
ditabukan oleh remaja pada berapa tahun yang lalu seperti melakukan
hubungan seksual pra-nikah kini telah dibenarkan oleh remaja sekarang
(Azinar, 2013). Kondisi tersebut menjadi masalah yang menonjol
dikalangan remaja, sehingga hamil di luar nikah dan melakukan aborsi.
Kemudian rentan terinfeksi penyakit menular seksual (IMS), HIV/AIDS
serta penyalahgunaan narkoba (Sari, 2014).
2. Jenis Kelamin
Gender menentukan bagaimana dan apa yang harus diketahui oleh
laki-laki dan perempuan mengenai masalah seksualitas, termasuk perilaku
seksual, kehamilan dan penyakit menular seksual. Berdasarkan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan Kabupaten Bogor Tahun
2013 menunjukan jumlah jenis kelamin berdasarkan usia 15-19 tahun pada
daerah Cibinong, laki-laki berjumlah 178.726 dan perempuan 171.969
(LAKIP, 2013). Hasil ini menunjukan jumlah laki-laki lebih banyak dari
pada perempuan.
77
Hasil penelitian yang di lakukan di SMA Al-Asiyah Cibinong
didapatkan jenis kelamin responden diketahui 58 siswa (43.9%) berjenis
kelamin laki-laki dan 74 siswa (56.1%) berjenis kelamin perempuan.
Dalam hal jenis kelamin ketidaktahuan perempuan mengenai masalah
seksual merupakan tanda kesucian sehingga dikatakan bahwa laki-laki
lebih mengetahui masalah seksualitas daripada perempuan, karena
perempuan dianggap lebih pasif sedangkan laki-laki aktif dalam mencari
informasi mengenai seksualitas (Hanifah. 2007).
3. Sumber Informasi
Sumber informasi adalah seseorang atau institusi yang memiliki
bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan kepada orang banyak
(Bungin, 2009 dikutip dalam Saputra, 2014). Menurut Kadir (2003)
informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang
berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan
saat ini atau saat mendatang (Kadir, 2003). Informasi yang akurat dan
relevan sangat dibutuhkan oleh remaja, dengan adanya informasi yang
benar remaja dapat mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang
benar.
Kebutuhan remaja mengenai informasi yang benar tentang
kesehatan reproduksi sangat besar karena pada masa remaja memasuki
usia reproduksi pada hakekatnya remaja mengalami suatu masa kritis, jika
dimasa kritis itu tidak mendapatkan informasi dan pengetahuan yang
cukup tentang kesehatan reproduksi bisa membuat remaja salah dalam
78
mengambil keputusan ketika mendapatkan informasi (Kusyogo dan
Prapto, 2008).
Hasil penelitian ini menunjukan media masa memperoleh hasil
terbanyak yaitu 45 responden (34.1%). Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012), media masa sebagai
sumber informasi dengan hasil terbanyak yang diperoleh pada siswa
SMAN 3 Banda Aceh sebanyak 132 orang (45.5%). Sebagai sarana
komunikasi,
media
masa
mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
pembentukan opini (Erfandi, 2009). Media masa merupakan media yang
sangat dekat dengan remaja sehingga perilaku remaja sering terpengaruh
oleh media yang mereka gunakan. Konten seksual yang disajikan media
merupakan hal yang menarik bagi remaja untuk diakses. Akses mengenai
seksualitas yang dilakukan remaja dapat mempengaruhi perilaku remaja
jika tidak adanya pengawasan (Saputra, 2014).
Bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan Wahyuni
(2012), sumber informasi yang diperoleh responden dari teman sebanyak
90 orang (30.1%). Hasil pada penelitian ini menunjukan hasil paling
sedikit dengan pilihan sumber informasi yang diperoleh dari teman
sebanyak 25 responden (18.9%). Hal ini bertentangan dengan yang
disampaikan Santrock (2007), yaitu pada masa remaja biasanya memiliki
kecendrungan berbagi informasi dengan teman sebaya dan salah satu ciri
khas masa remaja ditandai dengan membentuk kelompok teman sebaya
(peer group).
79
B.
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual
Notoadmojdo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil
pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui alat
indra (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2010). Hal yang
dimaksud tahu disini remaja dapat mengetahui segala bentuk informasi
tentang IMS. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja
memiliki tingkat pengetahuan cukup mengenai IMS.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2013) di SMAS PSM Bukit Tinggi
pada remaja rentang usia 15-17 tahun menunjukan hasil distribusi frekuensi
pengetahuan remaja tentang IMS rendah (63.6%) dan tinggi (36.4%).
Pengetahuan remaja tentang IMS yang rendah disebabkan karena sikap
remaja cenderung negatif. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan
Yolanda penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) di SMAN 3 Banda
Aceh berbeda dengan hasil penelitian ini, distribusi frekuensi pengetahuan
remaja tentang IMS tinggi (67.6%) meskipun dalam hal ini masih ada
sebagian dari siswa SMAN 3 Banda Aceh yang memiliki pengetahuan
kurang. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh penggunaan parameter
yang berbeda dan sampel yang digunakan. Penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Panenga (2014), sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu
pengetahuan responden mengenai penyakit menular seksual paling banyak
berada pada kategori cukup 56.05%.
80
Hasil analisis data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa
siswi SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor menegani IMS paling banyak berada
pada kategori cukup. Berdasarkan 7 permasalahan IMS yang diteliti dibawah
ini akan dibahas masing-masing permasalahan:
1. Pengetahuan tentang pengertian IMS
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah sekelompok infeksi yang
ditularkan melalui kontak seksual dengan pasangan yang sudah tertular.
Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun juga kontak
genital-oral dan kontak genital-anal. Infeksi menular seksual disebut juga
penyakit kelamin (Ayu, 2009).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan remaja
tentang pengertian IMS dikategorikan cukup yaitu sebesar 72 responden
(54.5%). Berdasarkan hasil analisa kuesioner yang memberikan hasil
>90% yaitu sebanyak 92.4% responden menjawab dengan benar pada
pernyataan no.1 ‘infeksi menular seksual merupakan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual’.
Hal ini membuktikan bahwa
remaja di SMA Al-Asiyah mengetahui bahwa IMS merupakan penyakit
yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rofiq (2009) mengenai tingkat pengetahuan remaja di SMK Bogor,
pengetahuan responden tentang pengertian IMS dikategorikan tinggi yaitu
sebesar 52.4%. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan jumlah sampel
yang digunakan pada saat penelitian.
81
2. Pengetahuan Tentang Jenis-Jenis IMS
Menurut WHO, kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan
parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan non-seksual.
Jenis IMS berdasarkan penyebab antara lain IMS yang disebabkan bakteri
(gonorrhea, sifilis), virus (HIV/AIDS) dan disebabkan oleh Parasit
(trichomonas) (WHO, 2013).
Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan
siswa/i SMA Al-Asiyah tentang jenis-jenis IMS dikategorikan cukup yaitu
91.7%. Kebanyakan responden dengan pengetahuan cukup kurang dapat
menjawab pada pertanyaan no.8 ‘infeksi menular seksual disebabkan oleh
bakteri (gonore)’ hanya 77 responden (58.3%) yang mampu menjawab
dengan benar pada pertanyaan no.5 sebanyak 106 responden (80.3%)
mengetahui HIV/AIDS merupakan termasuk jenis IMS. Hasil tersebut
menunjukan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS dikalangan remaja
sudah baik. Sejalan dengan studi literatur menurut Samkange (2011) di
Eropa tingkat pengetahuan remaja tinggi mengenai HIV/AIDS (90%) dan
rendah untuk jenis penyakit menular lainya seperti gonore, sifilis, HPV
(5.4%) (Samkange, 2011)
3. Pengetahuan Tentang Cara Penularan IMS
Infeksi menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama
melalui hubungan seksual. Cara penularan penyakit ini tidak hanya
melalui hubungan seksual tetapi dapat juga ditularkan langsung melalui
82
kontak langsung seperti, jarum suntik yang tidak steril (Djuanda 2011
dikutip oleh Panenga, 2014).
Hasil pada penelitian ini menunjukan pengetahuan tentang cara
penularan IMS berada pada kategori cukup diperoleh sebanyak 69.7%.
Dari empat pernyataan tentang cara penularan IMS, pernyataan yang
memberikan nilai >90% yaitu sebanyak 91.7% responden dapat menjawab
dengan benar pernyataan no.10 ‘infeksi menular seksual dapat ditularkan
melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terinfeksi penyakit
seksual’.
Bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan Trani (2005) mengenai tingkat pengetahuan remaja di Italy
tentang cara penularan IMS berada pada kategori kurang yaitu hanya
14.2% responden yang mengetahui jika IMS dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Hal ini disebabkan karena rendahnya kesadaran remaja
di Italy terhadap resiko yang diakibatkan oleh IMS, terbukti dari sebanyak
33.8% dilaporkan telah melakukan hubungan seksual setidaknya sekali
dan usia rata-rata saat hubungan seksual pertama adalah 16 tahun (Trani,
2005).
4. Pengetahuan Tentang Tanda dan Gejala IMS
Menurut Ayu (2009), gejala infeksi menular seksual dibedakan pada
perempuan, gejala yang muncul terdapat cairan tidak normal seperti
keputihan, berbau atau berlendir, sakit pada bagian bawah perut yang
dirasakan muncul dan hilang tidak berkaitan dengan menstruasi. Pada pria
83
gejala yang muncul umumnya adalah rasa gatal dan panas di ujung
kemaluan, rasa sakit saat buang air kecil, dan adanya cairan tidak normal
seperti nanah (Ayu, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan remaja tentang tanda dan
gejala IMS berada pada kategori cukup yaitu 83.3%. Hasil dari analisa
kuesioner diperoleh sebanyak 86.4% responden mengetahui jika pada pria
rasa sakit saat buang air kecil dan disertai nanah perlu diwaspadai terkena
IMS, tetapi banyak dari remaja tidak mengetahui jika keputihan dan nyeri
perut bagian bawah merupakan gejala dari IMS, hal ini karena hasil dari
penelitian ini yaitu hanya 37.9% responden yang menjawab dengan benar
mengenai tanda dan gejala perempuan yang mengalami keputihan dan
nyeri sekitar perut bagian bawah merupakan gejala yang muncul dari IMS.
Minimnya pengetahuan remaja di SMA Al-Asiyah mengenai tanda dan
gejala IMS ini dikarenakan belum adanya kurikulum khusus yang
ditanamkan di sekolah yang membahas tentang IMS. Remaja hanya
mendapatkan mata pelajaran biologi yang hanya sekilas membahas
mengenai kesehatan reproduksi.
5. Pengetahuan Tentang Faktor Resiko IMS
Peningkatan angka kejadian IMS pada remaja disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu, hubungan sksual tanpa pelindung (kondom),
berganti-ganti
pasangan,
homoseksual,
penggunaan
alkohol,
penyalahgunaan obat dan aktif secara seksual pada usia remaja (Booskey,
2008). Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko
84
seperti mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan terkena
infeksi yang ditularkan secara seksual (Santrock, 2007).
Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa pengetahuan remaja di
SMA Al-Asiyah Cibinong mengenai faktor resiko peningkat kejadian IMS
dalam kategori cukup sebanyak 66.7%. Dari 4 pertanyaan yang diberikan
di kuesioner, responden yang dapat menjawab dengan benar <70% salah
satunya pada pertanyaan no.18 ‘resiko tinggi infeksi menular seksual
disebabkan karena penggunaan fasilitas umum bersama penderita’
(pertanyaan negatif) hanya 57.6% responden yang menjawab dengan
benar. Hal ini disebabkan karena banyak responden mengira dengan
penggunaan fasilitas umum secara bersama dengan penderita IMS seperti
penggunaan toilet umum bekas penderita dapat menjadi resiko terkena
IMS.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Rofiq (2009), kategori faktor resiko IMS pada
pertanyaan negatif yang diberikan yaitu lelaki yang homoseksual tidak
beresiko terkena penyakit IMS sebanyak 71.8%. Hal ini karena responden
di SMK Bogor sudah banyak mengetahui jika homoseksual merupakan
faktor resiko dari IMS. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan yang
disampaikan Shipitysna (2012), bahwa faktor resiko yang dapat
meningkatkan kejadian IMS yaitu perilaku homoseksual (Shipitysna,
2012).
85
6. Pengetahuan Tentang Komplikasi IMS
Komplikasi yang disebabkan IMS bagi remaja perempuan dan lakilaki, yaitu infeksi alat reproduksi akan menyebabkan menurunnya
kesuburan (infertilitas), peradangan alat reproduksi ke organ yang lebih
tinggi dapat meningkatkan kecendrungan kehamilan diluar rahim, bagi
wanita hamil akan beresiko terjadi keguguran dan penyakit radang panggul
(Ayu, 2009).
Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pengetahuan remaja tentang
komplikasi IMS dikategorikan cukup yaitu 84.8%. Berdasarkan analisa
kuesioner yang dilakukan, pada pernyataan no.24 ‘infeksi menular seksual
dapat mengakibatkan komplikasi penyakit radang panggul’ hanya 59.8%
responden yang dapat menjawab dengan benar pernyataan tersebut.
Menurut asumsi peneliti banyak responden yang tidak memahami istilah
radang panggul, karena informasi yang didapat remaja mengenai
komplikasi IMS hanya sedikit. Siswa/i di SMA Al-Asiyah sebelumnya
juga tidak pernah mendapat penyuluhan dari tenaga kesehatan, mereka
hanya mendapat informasi yang minim dari mata pelajaran biologi yang
diberikan di sekolah.
7. Pengetahuan Tentang Pencegahan IMS
Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang harus diberantas,
karena merupakan masalah sosial yang sangat kompleks. Dalam usaha
pencegahanya diperlukan kerja sama dengan instansi lain seperti
pendidikan, sosial dan agama. Sekolah dapat dijadikan sarana untuk
86
membekali diri dengan pengetahuan, adanya promosi kesehatan dapat
menjadi bekal remaja untuk terhindar dari IMS. Menurut Muhajir (2007),
pencegahan terhadap IMS yaitu tidak melakukan hubungan seksual
sebelum menikah, perbanyak melakukan kegiatan positif dan mencari
informasi yang benar tentang IMS (Muhajir, 2007).
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
dilihat
bahwa
tingkat
pengetahuan siswa/i SMA Al-Asiyah mengenai pencegahan IMS dengan
hasil dominan berada di kategori cukup 77.3%. Dari 5 pertanyaan yang
diberikan, responden yang menjawab <70% sebanyak 43.9% responden
menjawab dengan benar (pertanyaan negatif) no.30 yaitu ‘pencegahan
infeksi menular seksual dapat dilakukan dengan cara selalu mengganti
pakaian dalam’. Hanya sebagian kecil responden yang mengetahui bahwa
hal ini bukan merupakan salah satu pencegahan dari IMS. Menurut asumsi
dari peneliti hasil ini dikarenakan responden mengira mengganti pakaian
dalam merupakan cara untuk menjaga kesehatan reproduksi sehingga bisa
terhindar dari IMS.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan Trani (2005),
pengetahuan remaja tentang pencegahan IMS berada pada kategori cukup
sebanyak 51.8% dengan pernyataan cara pencegahan IMS dengan cara
menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual. Pemahaman
dan pencegahan IMS di kalangan remaja merupakan aspek penting untuk
meminimalkan risiko penularan seksual dan mengurangi frekuensi IMS
(Trani, 2005).
87
C.
Keterbatasan Penelitian
Selama melakukan penelitian ini, peneliti menemukan beberapa hambatan,
diantaranya sebagai berikut:
1.
Secara teoritis banyak sekali masalah yang harus diteliti dalam masalah
IMS di kalangan remaja, tetapi karena keterbatasan waktu, tenaga dan
dana penelitian ini hanya meneliti pengetahuan dan beberapa
karakteristik (jenis kelamin, usia, dan sumber informasi).
2. Hasil penelitian ini merupakan gambaran suatu keadaan pada saat
tertentu, artinya gambaran tingkat pengetahuan remaja tentang IMS pada
saat ini dan dapat berubah pada saat yang akan datang.
3. Penelitian ini hanya bersifat deskriptif yaitu tingkat pengetahuan siswa
SMA Al-Asiyah Cibinong tentang IMS.
4. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan
untuk mengukur pengetahuan siswa SMA Al-Asiyah Cibinong dan
menggunakan kuesioner tertutup sehingga responden hanya bisa
menjawab “benar” dan “salah”, sehingga memungkinkan responden
tidak dapat mengemukakan jawaban dengan bebas.
5.
Penelitian ini adalah suatu pengalaman pertama bagi peneliti sehingga
banyak mengalami kesulitan, penyusunan proposal dan pelaksanaan
penelitian terutama dalam pengolahan hasil penelitian, tetapi berkat
bimbingan dan waktu yang diberikan secara intensif oleh pembimbing
sehingga penelitian ini dapat dilaksakan pada waktunya.
88
6.
Kelemahan penggunaan kuesioner pada penelitian ini salah satunya
adalah kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi responden
pada saat pengisian kuesioner dilakukan.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Penelitian tentang tingkat pengetahuan remaja tentang IMS ini
merupakan penelitian deskriptif karena untuk melihat seberapa besar
tingkat pengetahuan remaja tentang IMS khususnya siswa di SMA AlAsiyah Cibinong Bogor.
2.
Berdasarkan karakteristik responden, siswa yang menjadi responden
adalah siswa yang berusia < 16 tahun sebanyak 38 orang (28.8%) dan
siswa yang berusia > 16 tahun sebanyak 94 orang (71.3%). Berdasarkan
hasil penelitian bahwa siswa/i SMA Al-Asiyah berada pada masa remaja
tengah dan masa remaja akhir.
3.
Remaja yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 58 orang (43.9%),
sedangkan berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 74 orang
(56.1%). Ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan ini
dikarenakan sebagian besar populasi di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
ini lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.
4.
Siswa di SMA A-Asiyah Cibinong Bogor, mendapatkan sumber
informasi kesehatan reproduksi dari jumlah sampel 132 responden, 33
orang (25.0%) mendapat informasi dari orangtua, 29 orang (22.0%)
mendapatkan informasi dari sekolahan, 45 orang (34.1%) mendapat
89
90
informasi dari media masa, dan 25 orang (18.9%) mendapatkan
informasi dari teman. Sumber informasi yang terbanyak didapat dari
media masa dan yang paling sedikit didapat dari teman.
5.
Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pengetahuan remaja tentang IMS
berada pada kategori cukup, dengan hasil yang diperoleh pada kategori
pengertian IMS (54.5%), jenis-jenis IMS (91.7%), cara penularan IMS
(69.7%), tanda dan gejala IMS (83.3%), faktor resiko peningkat kejadian
IMS (66.7%), komplikasi IMS (84.8%), dan pencegahan IMS (77.3%).
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas saran yang diberikan yaitu:
1. Bagi Siswa SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
Diharapkan siswa untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara aktif
mencari informasi serta lebih berwaspada terhadap tanda dan gejala dari
infeksi menular seksual.
2. Bagi SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor
Diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan siswa dengan bekerjasama
dengan instansi kesehatan untuk pelaksanaan penyuluhan tentang
kesehatan reproduksi tentang IMS. Serta diharapkan menambahkan guru
BK di SMA Al-Asiyah untuk membantu remaja mengatasi permasalahn
seksualitas.
91
3. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan lebih meningkatkan penelitian yang serupa dengan menambah
variabel sikap dan perilaku dalam penelitian selanjutnya sehingga akan
didapatkan hasil penelitian lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Adnani, H., & Citra. (2010). Motivasi Belajar dan Sumber-Sumber Informasi
Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja di
SMUN 2 Banguntapan Bantul. Jurnal Kesehatan Surya Medika
Yogyakarta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
RINEKA CIPTA.
Ayu, I. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Azinar, M. (2013). Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Terhadap Kehamilan
Tidak Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 8(2); 153160.
Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Baroroh, N. L. (2013). Peran Wali Kelas dan Guru Bimbingan Konseling
Terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling Pada SiswaKelas VB
Sleman. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Yogyakarta.
BKKBN. (2011). Kajian Profil Penduduk Remaja 10-24 tahun. Seri 1 No 6Pusdu-BKKBN-Desember.
. (2012). Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling
Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M). Jakarta: BKKBN
. (2014). Seks Pranikah Pada Remaja Meningkat. www.bkkbn.go.id
diunduh pada 6 December 2014.
Boskey, E. (2014). Top 10 Risk Factors For Acquiring STD
http://std.about.com/od/riskfactorsforstds/tp/topriskfactors.htm
diunduh pada 4 Desember 2014.
BPS. (2012). Jawa Barat dalam angka ”Jawa Barat in figures: Badan Pusat
Statistik Propinsi Jawa Barat.
Brooker, C. (2008). Ensikolpedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Budiman & Riyanto. (2013). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan
Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Buzarudina, F. (2013). Efektifitas penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
terhadap tingkat pengetahuan siswa. Skripsi S1 Fakultas
Kedokteran, Universitas Tanjungpura.
Cahyo, K., Prapto, T., Margawati, A. (2008). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Praktik Kesehatan Reproduksi Remaja di SMA
Negeri 1 Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol.
3(2).
Daili. (2009). Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Depkes RI. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Pusat Informasi dan
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Jakarta:
Depkes RI
Dinkes. (2012). Seks Bebas Pada Remaja Karena Tidak Kompak dengan
Ayah. http://dinkes.cirebonkab.go.id/ diunduh pada 3 Juli 2015.
Dewanto, G. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: EGC.
Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ekawati, A., & Wulandari, S. (2011). Perbedaan Jenis Kelamin Terhadap
Kemampuan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika Studi Kasus
Sekolah Dasar. Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah XI
Kalimantan, Vol. 3(1).
Firmiana, E. M., Prasetya, R. M., Imawati, R. (2012). Ketimpangan
Relijiusitas dengan Perilaku Hubungan Religiusitas dengan Perilaku
Seksual Pra Nikah Remaja SMA di Jakarta Selatan. Jurnal Al Azhar
Indonesia Seri Humaniora, Vol. 1(4), September.
Gunarsah, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:
Gunung Mulia.
Handayani, W. S. (2009). Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam
Mengatasi Siswa Bermasalah Kelas VIII B Di MTsN Bantul. Skripsi
S1 Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Yogyakarta.
Hanifah, L. (2007). Gender dan HIV/ AIDS. www.miranti.org diunduh pada
5 Mei 2015.
Hanifah, N., & Cahyo, K. (2012). Prilaku Seksual Pranikah Pada Siswa SLTP
Pengungsi Eks Timor Timur di Kecamatan Kupang. Jurnal promosi
kesehatan Indonesia, Vol. 7(2).
Hamidy, M. I. (2004). Ancaman Virus dan Upaya Pencegahanya (Dalam
perspektif sosiologi dan agama. Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama,
Vol. 5(1); 60-77.
Hastono, S. P., & Sabri, L. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali
Heffner, J. L. (2005). Sistem reproduksi. Jakarta: Erlangga Medical Series
John, R. (2006). Promosi kesehatan melalui pendidikan teman sebaya (peer
education) terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dalam
pencegahan penularan HIV/AIDS pada siswa SMP di kabupaten
Muara Enim. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas
Gadjah Mada
Kadir, A. (2003). Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: ANDI
Khofifah, A., Sano, A., Syukur, Y. (2013). Permasalahan Yang Disampaikan
Siswa Kepada Guru BK. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 2(2); 26-33
Kusuma, S. A., Sumiwi, A. S., Febrina, E., Tjitraresmi, A. (2009).
Pengembangan Sirih Merah Sebagai Herbal Terstandar Untuk
Mengatasi Keputihan Terhadap Trichomonas vaginalis. Artikel
Ilmiah Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran
LAKIP. (2013). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Kabupaten Bogor tahun 2013. www.bogorkab.go.id diunduh pada
12 Juni 2015.
Maentiningsih, D. (2008). Hubungan Antara Secure Attachment Dengan
Motivasi Berprestasi pada Remaja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi,
Universitas Gunadarma.
Maulana, H. (2009). Promosi Kesehatan;ed,Egi Komara Yudha. Jakarta:
EGC
Mauliddiana, S., & Albar, R. (2013). Bimbingan dan Konseling Islam
Sebagai Upaya Pencegahan Pada Married By Accident.. Jurnal
Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 3(1); 36-49.
Muhajir, M. (2007). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta:
Yudhistira
Muijiran, (2014). Dokter Boyke Hadiri Seminar Kespro Bagi Remaja di
Depok. www.depoknews.com diunduh pada 28 November 2014.
Morgan, G. (2009). Obstetri & Ginekologi:Panduan Praktik-Ed,2:561.
Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. (2010a). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
. (2010b). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Panenga, T. D., Noor, M. R., & Triawanti. (2014). Tingkat pengetahuan
tentang penyakit menular seksual pada siswa SMA Negeri di
Banjarmasin. Jurnal berkala kedokteran, Vol. 1(2); 95-101.
PKI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. www.depkes.go.id
diunduh pada 3 Juli 2015.
Ralph, C. B. (2008). Buku Saku Obstetric dan Ginekologi-Ed.9;837. Jakarta:
EGC.
Riskesdas. (2010). Riset Kesehatan Dasar.Badan Penelitian
Pengembangan Kesehatan RI Tahun 2010: Bakti Husada
dan
Riwidikdo, H. (2012). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Nuha-Medika
. (2013). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Rohima-Press
Rofiq, M. S. (2009). Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas 1 dan 2 Tentang
Infeksi Menular Seksual Di Sekolah Menengah Kejuruan Bogor
Tahun 2009. Skripsi S1 Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri
Jakarta.
Rompas, S., Karundeng, M., Mamonto, F. S. (2013). Pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang
penyakit menular seksual di SMK Fajar Bolaang Mongondow
Timur. Jurnal Keperawatan, Vol. 2(2).
Romli, A. (2013). Pengertian Media Massa. www.komunikasi.uinsgd.ac.id
diunduh pada 20 Februari 2015.
Saputra, I. (2013). Pengaruh Penggunaan Media dan Interaksi Komunikasi
Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Remaja.
www.skpm.ipb.ac.id diunduh pada tanggal 13 Juni 2015.
Sari, K. P., Muslim, M. H., & Ulfah, S. (2012). Kejadian Infeksi Gonore pada
Pekerja seks komersial di Lokalisasi Pembantuan Kecamatan
Landasan Ulin Banjarbaru. Jurnal Buski, Vol. 4(1), 29-35.
Samkange, N. F., Spallek, L., & Zeeb, H. (2011). Awareness and Knowledge
of Sexually Transmitted Diseases (STDs) Among School-going
Adolescents in Europe: A Systematic Review of Published
Literature. BMC Public Health, 25 September.
Santrock, W. J. (2007). Remaja. Jakarta: EGC.
Sarwono, S. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
SDKI. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja.Jakarta: Survei Demografi
Kesehatan Indonesia.
Shipitsyna, E. (2012). Sexual behaviours, knowledge and attitudes regarding
safe sex, and prevalence of non-viral sexually transmitted infections
among attendes of youth clinics in St. Petersburg. J.Eur Acad
Dermatol Venereol, 16 Maret.
Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Siregar, S. (2013). Statistik parametik untuk penelitian kuantitatif:dilengkapi
dengan perhitungan manual dan aplikasi SPSS versi 17. Jakarta:
Bumi Aksara
Sudoyo, W. A. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Trani, F., Gnisci, F., Nobile, C. G., Angelillo, I.F. (2005). Adolescents and
sexually transmitted infections: Knowledge and behavior in Italy. J.
Paediatr Child Health, 41, 260-264.
Wahyuni, S. (2012). Hubungan Antara Pengetahuan Remaja Tentang
Penyakit Menular Seksual (PMS) dengan Jenis Kelamin dan Sumber
Informasi. Jurnal Ilmiah STIKES U’Budiyah, Vol. 1(2).
WHO. (2013a). Adolescent Health:World Helath Organization. www.who.int
diunduh pada tanggal 27 Desember 2014.
. (2013b). Sexually transmitted infections: World Helath Organization.
www.who.int diunduh pada 15 Desember 2014.
Wirakusuma, A., Darmada, I., Rusyati., Made, L. (2011). Spektrum Infeksi
Menular Seksual di Poliklinik dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Periode 2009-2011. Jurnal Medika Udayana, Vol.
3(8).
Wulandari, F. V., Nirwana, H., Nurfarhanah. (2012). Pemahaman Siswa
Mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Layanan
Informasi. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 1(1); 1-9.
Yolanda, M. (2013). Hubungan pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang
penyakit menular seksual (PMS) dengan perilaku remaja di SMAS
PSM. Bukittinggi: Jurnal Stikes Prima Nusantara Bukit Tinggi, Vol.
(1)
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 1
Lampiran 1
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth
Saudara/i
Di Tempat
Assalamualaikum wr. wb.
Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatukkah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir
untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan
dengan penelitian. Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar
kiranya Saudara/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang
telah disediakan. Kerahasiaan jawaban Saudara/i akan dijaga dan hanya
diketahui oleh peneliti.
Kuesioner ini mohon diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang
dipertanyakan sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk
penelitian ini.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Saudara/i dalam
pengisian kuesioner ini
Apakah Saudara/i bersedia menjadi responden?
YA/TIDAK
Tertanda
Responden.
Lampiran 3
KUESIONER
TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG
INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI SMA
AL-ASIYAH
Tujuan:
Kuesioner ini dirancang untuk menjelaskan “Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Al-Asiyah Cibinong”:
Kode responden
:
Tanggal pengambilan data
:
(diisi oleh peneliti)
Petunjuk umum
1. Kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu (A) karakteristik responden dan (B)
pengetahuan IMS
2. Setiap bagian kuesioner memiliki petunjuk khusus yang harus Anda baca
terlebih dahulu sebelum mengisi.
3. Bacalah setiap pertanyaan atau pernyataan dengan teliti. Pilihlah jawaban
yang menurut Anda paling tepat.
4. Anda dapat bertanya langsung kepada peneliti apabila terdapat pertanyaan
atau pernyataan yang Anda tidak mengerti
5. Sebelum mengembalikan lembar kuesioner, pastikan Anda telah mengisi
semua pertanyaan atau pernyataan yang dianjurkan.
A. Karateristik Responden
1)
Isilah titik di bawah ini dengan jawaban singkat
2)
1. Usia
Berilah tanda check list (√) pada kotak sesuai dengan jawaban Anda.
:
2. Jenis Kelamin :
… 15 tahun
…)
… Laki-laki
…
16 tahun
… Perempuan
… 17 tahun
3. Sumber Informasi
Kesehatan Reproduksi
:
… Orang tua
… Teman
.
…
. Internet
…
… Tv
… Sekolah
B. Pengetahuan Infeksi Menular Seksual
1)
Pernyataan yang diberikan berjumlah 30 buah. Pilihlah jawaban
yang menurut Anda paling tepat.
2)
Isilah dengan memberikan tanda check list (√) pada kolom yang
tersedia
3)
No
Keterangan :
B: Benar
S: Salah
Pernyataan
1.
Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
2.
Infeksi menular seksual disebut juga sebagai
penyakit kelamin.
3.
Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui
berjabat tangan dengan penderita.
4.
Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang
disebabkan oleh kutukan nenek moyang.
5.
Virus HIV/AIDS merupakan penyebab infeksi
menular seksual.
6.
Virus Hepatitis A merupakan penyebab infeksi
menular seksual.
7.
Parasit Trichomonas termasuk organisme
penyebab infeksi menular seksual.
8.
Infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri
(gonore).
9.
Infeksi menular seksual dapat ditularkan dengan
cara penggunaan jarum suntik bekas penderita
infeksi menular seksual.
B
S
No
Pernyataan
10.
Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui
hubungan seksual dengan orang yang sudah
terinfeksi penyakit seksual.
11.
Tindakan aborsi yang tidak steril bisa
menyebabkan terkena infeksi menular seksual.
12.
Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui
penggunakan WC umum dan kolam renang secara
bersama-sama dengan penderita.
13.
Pada pria rasa sakit saat buang air kecil dan disertai
nanah perlu diwaspadai terkena infeksi menular
seksual.
14.
Susah buang air kecil merupakan gejala dari infeksi
menular seksual.
15.
Rasa gatal dan panas pada daerah kelamin biasa
dirasakan oleh penderita infeksi menular seksual.
16.
Perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri
sekitar perut bagian bawah merupakan gejala yang
muncul pada infeksi menular seksual.
17.
Terlambat datang bulan (haid) pada perempuan
merupakan salah satu gejala infeksi menular
seksual.
18.
Resiko tinggi infeksi menular seksual disebabkan
karena penggunakan fasilitas umum bersama
penderita.
19.
Bersentuhan dengan penderita beresiko tertular
infeksi menular seksual.
20.
Homo seksual beresiko tinggi terkena infeksi
menular seksual.
21.
Remaja yang rajin beribadah dan banyak
melakukan aktifitas seperti (olahraga) dapat
terhindar dari infeksi menular seksual.
22.
Wanita hamil yang mengalami penyakit menular
seksual beresiko terjadi keguguran.
23.
Komplikasi yang dirasakan oleh penderita penyakit
menular seksual adalah nyeri pada perut bagian
bawah.
B
S
No
Pernyataan
24.
Infeksi menular seksual dapat mengakibatkan
komplikasi seperti penyakit radang panggul.
25.
Infeksi menular seksual yang tidak ditangani
dengan benar bisa menyebabkan kemandulan.
26.
Promosi kesehatan yang diadakan di sekolah dapat
merubah perilaku remaja menjadi positif.
27.
Menunda melakukan hubungan seksual sebelum
menikah adalah salah satu pencegahan yang
efektif agar terhindar dari infeksi menular seksual.
28.
Mengkonsumsi minuman terlarang (alkohol)
membuat remaja terhindar dari infeksi menular
seksual.
29.
Mencari informasi yang benar tentang infeksi
menular seksual merupakan cara untuk menambah
pengetahuan remaja.
30.
Pencegahan infeksi menular seksual dapat
dilakukan dengan cara selalu mengganti pakaian
dalam.
B
==TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASI ANDA==
S
Lampiran 4
Lampiran 4
Lampiran 5
Hasil Olahan SPSS Univariat
A. Karakteristik Responden
Statistics
usia
N
jenis kelamin
sumber
informasi
Valid
132
132
132
Missing
0
2.11
.826
0
1.56
.498
0
2.89
1.486
Mean
Std. Deviation
usia
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
< 16 tahun
38
28.8
28.8
28.8
> 16 tahun
94
71.2
71.2
100.0
132
100.0
100.0
Total
jenis kelamin
Frequency
laki-laki
Valid
perempuan
Total
58
Percent
43.9
Valid Percent
Cumulative
Percent
43.9
43.9
100.0
74
56.1
56.1
132
100.0
100.0
sumber informasi
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
orang tua
33
25.0
25.0
25.0
teman
25
18.9
18.9
43.9
Media masa
45
34.1
34.1
78.0
sekolah
29
22.0
22.0
100.0
132
100.0
100.0
Total
B. MEAN DAN STANDAR DEVIASI
Descriptive Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Definisi IMS
132
3.39
.602
Jenis IMS
132
2.35
.751
Cara Penularan IMS
132
2.97
.800
Tanda dan Gejala IMS
132
3.48
.977
Faktor Resiko IMS
132
2.82
1.054
Komplikasi IMS
132
2.55
.886
Pencegahan IMS
132
3.96
.703
Valid N (listwise)
132
C. TINGKAT PENGETAHUAN IMS
Pengertian IMS
definisi
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
baik
59
44.7
44.7
44.7
cukup
72
54.5
54.5
99.2
kurang
1
.8
.8
100.0
132
100.0
100.0
Valid
Total
Jenis IMS
jenis_ims
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
baik
cukup
10
7.6
7.6
7.6
121
91.7
91.7
99.2
1
.8
.8
100.0
132
100.0
100.0
Valid
kurang
Total
Cara Penularan IMS
carapen_ims
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
baik
36
27.3
27.3
27.3
cukup
92
69.7
69.7
97.0
kurang
4
3.0
3.0
100.0
132
100.0
100.0
Valid
Total
Tanda dan Gejala IMS
tandaG_ims
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
baik
cukup
19
14.4
14.4
14.4
110
83.3
83.3
97.7
3
2.3
2.3
100.0
132
100.0
100.0
Valid
kurang
Total
Faktor Resiko IMS
faktorR_ims
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
baik
40
30.3
30.3
30.3
cukup
88
66.7
66.7
97.0
kurang
4
3.0
3.0
100.0
132
100.0
100.0
Valid
Total
Komplikasi IMS
komplikasi_ims
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
baik
cukup
18
13.6
13.6
13.6
112
84.8
84.8
98.5
2
1.5
1.5
100.0
132
100.0
100.0
Valid
kurang
Total
Pencegahan IMS
pencegahan_ims
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
baik
cukup
29
22.0
22.0
22.0
102
77.3
77.3
99.2
1
.8
.8
100.0
132
100.0
100.0
Valid
kurang
Total
D. PENGETAHUAN REMAJA TENTANG IMS
No.1
Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
10
7.6
7.6
7.6
benar
122
92.4
92.4
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.2
Infeksi menular seksual disebut juga sebagai penyakit kelamin.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
15
11.4
11.4
11.4
benar
117
88.6
88.6
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.3
Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui berjabat tangan dengan
penderita.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
48
36.4
36.4
36.4
salah
84
63.6
63.6
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.4
Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang disebabkan oleh
kutukan nenek moyang.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
7
5.3
5.3
5.3
salah
125
94.7
94.7
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.5
Virus HIV/AIDS merupakan penyebab infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
26
19.7
19.7
19.7
benar
106
80.3
80.3
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.6
Virus Hepatitis A merupakan penyebab infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
82
62.1
62.1
62.1
salah
50
37.9
37.9
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.7
Parasit Trichomonas termasuk organisme penyebab infeksi menular
seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
55
41.7
41.7
41.7
benar
77
58.3
58.3
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.8
Infeksi menular seksual disebabkan oleh bakteri (gonore).
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
55
41.7
41.7
41.7
benar
77
58.3
58.3
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.9
Infeksi menular seksual dapat ditularkan dengan cara penggunaan jarum
suntik bekas penderita infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
31
23.5
23.5
23.5
benar
101
76.5
76.5
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.10
Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui hubungan seksual
dengan orang yang sudah terinfeksi penyakit seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
11
8.3
8.3
8.3
benar
121
91.7
91.7
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.11
Tindakan aborsi yang tidak steril bisa menyebabkan terkena infeksi
menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
58
43.9
43.9
43.9
salah
74
56.1
56.1
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.12
Infeksi menular seksual dapat ditularkan melalui penggunaan WC umum
dan kolam renang secara bersama-sama dengan penderita.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
36
27.3
27.3
27.3
salah
96
72.7
72.7
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.13
Pada pria rasa sakit saat buang air kecil dan disertai nanah perlu
diwaspadai terkena infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
18
13.6
13.6
13.6
benar
114
86.4
86.4
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.14
Susah buang air kecil merupakan gejala dari infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
42
31.8
31.8
31.8
salah
90
68.2
68.2
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.15
Rasa gatal dan panas pada daerah kelamin biasa dirasakan oleh penderita
infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
41
31.1
31.1
31.1
benar
91
68.9
68.9
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.16
Perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri sekitar perut bagian
bawah merupakan gejala yang muncul pada infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
82
62.1
62.1
62.1
benar
50
37.9
37.9
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.17
Terlambat datang bulan (haid) pada perempuan merupakan salah satu
gejala infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
18
13.6
13.6
13.6
salah
114
86.4
86.4
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.18
Resiko tinggi infeksi menular seksual disebabkan karena penggunakan
fasilitas umum bersama penderita.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
56
42.4
42.4
42.4
salah
76
57.6
57.6
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.19
Bersentuhan dengan penderita beresiko tertular infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
46
34.8
34.8
34.8
salah
86
65.2
65.2
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.20
Homo seksual beresiko tinggi terkena infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
25
18.9
18.9
18.9
benar
107
81.1
81.1
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.21
Remaja yang rajin beribadah dan banyak melakukan aktifitas seperti
(olahraga) dapat terhindar dari infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
29
22.0
22.0
22.0
benar
103
78.0
78.0
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.22
Wanita hamil yang mengalami penyakit menular seksual beresiko terjadi
keguguran.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
46
34.8
34.8
34.8
benar
86
65.2
65.2
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.23
Komplikasi yang dirasakan oleh penderita penyakit menular seksual
adalah nyeri pada perut bagian bawah.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
68
51.5
51.5
51.5
salah
64
48.5
48.5
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.24
Infeksi menular seksual dapat mengakibatkan komplikasi seperti penyakit
radang panggul.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
53
40.2
40.2
40.2
benar
79
59.8
59.8
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.25
Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dengan benar bisa
menyebabkan kemandulan.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
25
18.9
18.9
18.9
benar
107
81.1
81.1
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.26
Promosi kesehatan yang diadakan di sekolah dapat merubah perilaku
remaja menjadi positif.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
4
3.0
3.0
3.0
benar
128
97.0
97.0
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.27
Menunda melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah salah
satu pencegahan yang efektif agar terhindar dari infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
15
11.4
11.4
11.4
benar
117
88.6
88.6
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.28
Mengkonsumsi minuman terlarang (alkohol) membuat remaja terhindar
dari infeksi menular seksual.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
42
31.8
31.8
31.8
salah
90
68.2
68.2
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.29
Mencari informasi yang benar tentang infeksi menular seksual merupakan
cara untuk menambah pengetahuan remaja.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
salah
2
1.5
1.5
1.5
benar
130
98.5
98.5
100.0
Total
132
100.0
100.0
No.30
Pencegahan infeksi menular seksual dapat dilakukan dengan cara selalu
mengganti pakaian dalam.
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
benar
74
56.1
56.1
56.1
salah
58
43.9
43.9
100.0
Total
132
100.0
100.0
Lampiran 6
A.
Perhitungan Infeksi Menular Seksual (IMS)
1. Pengertian IMS
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Pengertian Infeksi
Menular Seksual (IMS)
3.39
0.602
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar
3.39 dan standar deviasi sebesar 0.602. Berdasarkan nilai mean dan
standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean +1 SD
(x) > 3.39 + (1 x 0.602)
(x) > 3.9
Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.9
b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
3.39 – 0.602 ≤ x ≤ 3.39 + 0.602
2.7 ≤ x ≤ 3.9
Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.7 ≤ x ≤ 3.9
c. Kurang : (x) < mean – 1 SD
(x) < 3.39 – 0.602
(x) < 2.7
Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 2.7
2. Jenis-jenis IMS
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Jenis-Jenis Infeksi
Menular Seksual (IMS)
2.35
0.751
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.35
dan standar deviasi sebesar 0.751 Berdasarkan nilai mean dan standar
deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean +1 SD
(x) > 2.35 + 0.751
(x) > 3.1
Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.1
b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
2.35 – 0.751 ≤ x ≤ 2.35 + 0.751
1.5 ≤ x ≤ 3.1
Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.5 ≤ x ≤ 3.1
c. Kurang : (x) < mean – 1 SD
(x) < 2.35 – 0.751
(x) < 1.5
Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) <1.5
3. Cara Penularan IMS
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Cara Penularan Infeksi
Menular Seksual (IMS)
2.97
0.800
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.97
dan standar deviasi sebesar 0.800 Berdasarkan nilai mean dan standar
deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean +1 SD
(x) > 2.97 + 0.800
(x) > 3.7
Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.7
b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
2.97 – 0.800 ≤ x ≤ 2.97 + 0.800
2.17 ≤ x ≤ 3.7
Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.17 ≤ x ≤ 3.7
c. Kurang : (x) < mean – 1 SD
(x) < 2.97 – 0.800
(x) < 2.17
Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 2.17
4. Tanda dan Gejala IMS
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Tanda dan Gejala Infeksi
Menular Seksual (IMS)
3.48
0.977
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 3.48
dan standar deviasi sebesar 0.977 Berdasarkan nilai mean dan standar
deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean +1 SD
(x) > 3.48 + 0.977
(x) > 4.4
Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 4.4
b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
3.48 – 0.977 ≤ x ≤ 3.48+ 0.977
2.5 ≤ x ≤ 4.4
Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 2.5 ≤ x ≤ 4.4
c. Kurang : (x) < mean – 1 SD
(x) < 3.48 – 0.977
(x) < 2.5
Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 2.5
5. Faktor Resiko IMS
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Faktor Resiko Infeksi
Menular Seksual (IMS)
2.82
1.05
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.82
dan standar deviasi sebesar 1.05 Berdasarkan nilai mean dan standar
deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean +1 SD
(x) > 2.82 + 1.05
(x) > 3.8
Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.8
b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
2.82 – 1.05 ≤ x ≤ 2.82 + 1.05
1.7 ≤ x ≤ 3.8
Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.7 ≤ x ≤ 3.8
c. Kurang : (x) < mean – 1 SD
(x) < 2.82 – 1.05
(x) < 1.7
Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 1.7
6. Komplikasi IMS
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Komplikasi Infeksi
Menular Seksual (IMS)
2.55
0.886
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 2.55
dan standar deviasi sebesar 0.886 Berdasarkan nilai mean dan standar
deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean +1 SD
(x) > 2.55+ 0.886
(x) > 3.4
Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 3.4
b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
2.55 – 0.886 ≤ x ≤ 2.55 + 0.886
1.6 ≤ x ≤ 3.4
Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 1.6 ≤ x ≤ 3.5
c. Kurang : (x) < mean – 1 SD
(x) < 2.55 – 0.886
(x) < 1.6
Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 1.6
7. Pencegahan IMS
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Pencegahan Infeksi
Menular Seksual (IMS)
3.96
0.703
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai mean sebesar 3.96
dan standar deviasi sebesar 0.703 Berdasarkan nilai mean dan standar
deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Baik
: (x) > mean +1 SD
(x) > 3.96 + 0.703
(x) > 4.6
Jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 4.6
b. Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
3.96 – 0.703 ≤ x ≤ 3.96 + 0.703
3.2 ≤ x ≤ 4.6
Jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 3.2 ≤ x ≤ 4.6
c. Kurang : (x) < mean – 1 SD
(x) < 3.96 – 0.703
(x) < 3.2
Jadi pengetahuan kurang jika nilai responden (x) < 3.2
Download