BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka terdiri dari teori – teori yang menyangkut penelitian “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan tingkat kesempatan kerja terhadap Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah 2007-2010. Teori – teori yang tertulis adalah teori – teori yang berkaitan dengan kemiskinan, karakteristik kemiskinan, teori kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja. 2.1.1. Kemiskinan Kemiskinan dapat dipahami sebagai suatu kondisi dimana masyarakat mengalami kekurangan uang dan kekurangan barang dalam menjamin kebutuhan hidupnya sehari – hari selama hidupnya. Kemiskinan merupakan efek negatif dari pendistribusian pendapatan yang tidak merata. Sehingga rakyat jelata masih jauh bahkan tidak tersentuh sama sekali dalam pendistribusian pendapatan. Menurut The Worth Bank 2007 dalam Firdausi 2010, kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup yang layak, kebebasan, harga diri, dan rasa di hormati seperti orang lain (kemiskinan absolut). Bank Dunia mengukur kemiskinan absolut sebagai orang yang hidup di bawah USD $1 per hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan di bawah $2 per hari. “Menurut Andre Bayo Ala kemiskinan itu bersifat multidimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam- 10 macam, maka kemiskinanpun memiliki banyak aspek. Aspek primer serta aspek sekunder. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatanyang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Dimensi – dimensi kemiskinan tersebut saling berkaitan, baik secara langsung mapun tidak langsung. Hal ini berarti kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhim kemajuan atau kemunduran aspek lainya”.1 Secara umum kemiskinan dapat di bagi menjadi empat macam, yaitu kemiskinan Absolut, Kemiskinan Relatif, Kemiskinan struktural dan kemiskinan Sosial Budaya. “Pertama, kemiskinan Absolut yang menunjukan keadaan seseorang atau sekelompok masyarakat yang taraf hidupnya (pendapatanya) begitu rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (makanan dan bukan makanan). Kedua, kemiskinan relatif berkitan dengan kepincangan dalam pendistribusian pendapatan nasional terhadap golongan – golongan masyarakat. Ketiga, kemiskinan struktural menunjukan ketidakmampuan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang di sebabkan oleh (sebagai akibat dari) struktur masyarakat yang menghalanginya. Dan keempat, kemiskinan sosial budaya merupakan kemiskinan yang berkaitan dengan nilai – nilai budaya yang dianut oleh masyarakat. Namun, dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada kemiskinan absolut, karena mengingat sangat sulit sekali dalam mengurangi tingkat kemiskinan absolut”.2 Dalam membedakan penduduk miskin dan bukan penduduk miskin maka di perlukan suatu garis pemisah yang di sebut “garis kemiskinan” (proverty line). Garis tersebut menunjukan besarnya nilai rupiah yang harus dikeluarkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal atau “tingkat subsistensi”. Menurut BPS atau Badan Pusat Statistik tingkat kemiskinan juga dapat di ukur menggunakan dasar asupan kalori sebesar hal. 237. 1 Lincolin Arsyad, 1998, Ekonomi Pembangunan, Penerbit BP STIE, Yogyakarta, 2 Gilarso T, 2004, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, hlm 326-328 11 2100 kalori per hari per kapita (dari 52 jenis komoditi yang di anggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak di bedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). BPS menggunakan dua macam pendekatan dalam penghitung tingkat kemiskinan, yaitu: pendekatan kebutuhan dasar (dasic needs approach) dan pendekatan headcount index. a. Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), kemiskinan di artikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. b. Pendekatan headcount index, merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Penduduk miskin merupakan jumlah penduduk yang berada di bawah batas garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Oleh karena itu, garis kemiskinan terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan nonmakanan (nonfood line). 1. Faktor – faktor Penyebab Kemiskinan Timbulnya tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. “Menurut Sharp et al, kemiskinan dapat bersumber dari beberapa hal berikut: a. Rendahnya Kualitas Angkatan kerja Penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat dari angka buta huruf. 12 b. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal Kepemilikan modal yang masih sangat sedikit serta ratio antara modal dan tenaga kerja (capital-to-labour ratio) menghasilkan produktifitas yangrendah yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab kemiskinan. c. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi Negar – negara dengan penguasaan tehnologi yang rendah memiliki tingkat produktifitas yang rendah pula. Tingkat produktifitas yang rendah menyebabkan terjadinya pengangguran. Hal itu di sebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi tehnik produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan tehnologi yang rendah salah satunya bisa dilihat dari penggunaan alat – alat produksi yang masih bersifat tradisional. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien d. Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakakn secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan terjadinya inefisiensi. e. Pertumbuhan penduduk yang tinggi Menurut teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai deret ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuau deret hitung. Hal itu menyebabkan kelebihan penduduk dan kekurangan pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan”.3 Faktor – faktor di atas masih dialami oleh Provinsi Jawa Tengah, pertumbuhan penduduk masih tergolong sangat tinggi. Sehingga terjadinya kepadatan penduduk di daerah – daerah pinggiran. Tingkat pendidikan yang rendah, daerah kumuh serta penghasilan yang rendah masih dialami oleh sebagian besar masyarakat yang ada di provinsi Jawa Tengah. 2. Aspek dan Karakteristik Kemiskinan Selain beberapa faktor diatas, tingkat kemiskinan juga dipengaruhi oleh beberapa aspek. “Andre Bayo Ala menyebutkan terdapat beberapa aspek kemiskinan yaitu : 3 Nurfitri, Yanti, 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Tingkat Kesempatan kerja terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 1999 – 2009. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional Veteran. 13 1. Kemiskinan itu multidimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan pendidikan yang juga kurang baik. 2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak.hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kmunduran pada aspek lainnya. Bahwa kemiskinan adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif”.4 3. Teori Kemiskinan Penyebab kemiskinan dalam suatu wilayah pada dasarnya berlandaskan pada Teori Lingkaran setan Kemiskinan (vicious crcle proverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, serta kurangnya modal sebagai penyebab rendahnya produktifitas masyarakat sehingga jumlah pendapatan yang mereka terimapun juga rendah. Apabila pendapatan yang diterima masyarakat rendah, maka akan berimbas pada rendahnya tabungan dan permintaan masyarakat. Hal tersebut juga yang akan mengakibatkan rendahnya investasi dan seterusnya. Ragnar Nurkse (1953) meringkas masalah tersebut dengan ungkapan: “a poor country is poor because its poor” (negara miskin itu miskin karena mereka itu miskin).5 4 5 Lincolin, Arsyad, op.cit. hal. 69. Gilarso, op.cit. hal. 329. 14 PRODUKTIVITAS Rendah MODAL Kurang PENDAPATAN RILL Rendah INVESTASI Rendah TABUNGAN Rendah PERMINTAAN Rendah Gambar 2.1. Lingkaran Setan Kemiskinan (vicious circle poverty) 2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi dapat diartikan sebagai suatu kenaikan GDP (Gross Domestic Bruto) atau output per kapita dalam jangka panjang. Pengertian pertumbuhan ekonomi menurut Sukirno adalah: “Pertumbuhan Ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila di bandingkan dengan tahun berikutnya”.6 Angka pertumbuhan ekonomi dinyatakan dalam bentuk persentase yang merupakan perbandingan antara perubahan pendapatan nasional pada tahun sekarang di bandingkan dengan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dihitung hanya untuk satu periode, dapat di hitung berdasarkan rumus berikut:7 6 Sukirno, op.cit. hal. 9. Asfia, Murni, 2006, Ekonomika Makro, Cetakan 1, Penerbit: PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 39. 7 15 x 100% .......................................................... (2.1) Dengan perhitungan tersebut, GNP yang di gunakan adalah nilai GNP rill atau GNP harga konstan. Karena dengan menggunakan GNP Rill pengaruh inflasi telah di hilangkan. “Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Definisi atau Indikasi dari perkembangan ekonomi ini dapat di definisikan dalam tiga cara: pertama, perkembangan ekonomi harus di ukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka waktu yang panjang. Kedua, berkaitan dengan pendapatan perkapita dalam jangka panjang. Dan ketiga, ada kecenderungan lain untuk mendefinisikan perkembangan ekonomi dari titik titik kesejahteraan ekonomi”.8 Selain menurut schumpeter, terdapat beberapa pendapat lain, yaitu menurut Boediono yang menyatakan bahwa: “Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Perhatikan tekananya pada tiga aspek, yaitu: proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses”, bukan suatu gambaran ekonomis pada suatu saat”.9 Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan proses perekonomian yang secara perlahan dan mantab dalam jangka panjang. 1. Faktor – Faktor Pertumbuhan Ekonomi 8 Jhingan, 2010, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 5. 9 Boediono, 1981, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Penerbit: BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 9. 16 Menurut Asfia, terdapat 4 faktor yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu: (1) Sumber Daya Manusia, (2) Sumber Daya Alam, (3) Sumber Daya Modal, dan (4) Tekhnologi dan Inovasi. a. Sumber Daya Manusia Input tenaga kerja terdiri dari kuantitas tenaga kerja dan ketrampilan angkatan kerja. Kualitas input tenaga kerja yaitu keterampilan, pengetahuan, dan disiplin adalah satu – satunya unsur penting dari pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tehnologi dalam kegiatan perekonomian sangat menuntut ketersediaan tenaga kerja yang terlatih dan terampil. Misalnya perkembangan tehnologi informasi harus di dukung oleh tenaga kerja yang terlatih dan terampil di bidang komputer. b. Sumber Daya Alam Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan, hasil laut, serta jumlah dan hasil kekayaan tambang. Kekayaan alam akan dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekomian suatu negara, terutama pada masa – masa permulaan proses pertumbuhan ekonomi. c. Sumber Daya Modal Sumber daya modal ada yang di sebut barang modal, dan ada pula yang di sebut modal uang. Barang – barang modal penting peranaanya dalam meningkatkan pertumbuhan di bidang ekonomi. d. Tekhnologi dan Inovasi Kemajuan ekonomi yang berlaku di berbagai negara secara umum di timbulkan oleh kemajuan tehnologi. Kemajuan tehnologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi. Efek yang di timbulkan, yang pertama, dapat mempertinggi efisiensi dalam kegiatan produksi, kedua, menimbulkan penemuan barang – barang baru yang belum pernah di produksi sebelumnya, dan ketiga, meninggikan mutu barang yang diproduksi tanpa meningkatkan harga”.10 Selain menurut Asfia, Jhingan juga menjelaskan faktor - faktor pertumbuhan ekonomi, Yang terdiri dari faktor ekonomi dan nonekonomi. Faktor ekonomi yang terdiri dari (1) sumber alam, (2) akumulasi modal, (3) organisasi, (4) kemajuan 10 Asfia, Murni, op.cit. hal. 177. 17 tehnologi, dan (5) pembagian kerja dan skala produksi. Serta faktor nonekonomi terdiri dari (1) faktor sosial, (2) faktor manusia, (3) faktor politik dan administrasi. 1. a. b. c. d. e. 2. a. b. c. 2. Ekonomi Sumber Alam : faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber alam atau tanah. “Tanah’ sebagaimana di pergunakan dalam ilju ekonomi mencakup sumber alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunanya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Akumulasi Modal : modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat diproduksi. Organisasi : organisasi merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaaan faktor produksi di dalam kegiatan ekonomi. Orgganisasi bersifat melengkapi (komponen) modal, buruh dan membantu meningkatkan produktifitasnya. Perubahan tehnologi : dianggap sebagai faktor paling penting di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari tehnik penelitian baru. Pembagian kerja dan skala produksi : spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktifitas. Keduanya membawa ke arah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri. Faktor Nonekonomi Faktor Sosial : kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur dan nilai – nilai sosial. Faktor Manusia : sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam perubahan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak semata – mata tergantung pada sumber daya manusia saja, tetapi lebih menekan pada efisiensi mereka. Faktor politik dan administratif : Faktor politik dan administratif juga membantu pertumbuhan ekonomi modern”.11 Teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertamabahan penyediaan faktor – faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan 11 Jhingan, op.cit. hal. 9 18 akumulasi modal) dan tingkat kemajuan tehnologi. Berdasarkan penelitianya, Solow (1957) mengatakan bahwa peran dari kemajuan teknologi di dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi. “Pandangan teori ini didasarkan kepada anggapan yang mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya di gunakan sepanjang waktu”.12 b. Teori Pertumbuhan Baru (NGT) Sebagaian besar pertumbuhan ekonomi merupakan faktor eksogen atau proses yang sama sekali independen dari kemajuan tekhnologi. Berikut teori NGT yang kemukakan oleh Paul Romer yang menyatakan bahwa: “Teori NGT merupakan berkembangan dari Teori pertumbuhan Neoklasik. Romer memasukan variabel teknologi di dalam model Solow, bukan sebagai variabel di luar model. Oleh karena itu, kemampuan pengembangan teknologi dan pengetahuan merupakan hal yang krusial dalam menciptakan pertumbuhan. Romer mengungkapkan bahwa ide merupakan barang ekonomi yang jauh lebih penting dari pada tujuan yang dititikberatkan dalam banyak model ekonomi. Ide memungkinkan terjadinya pertumbuhan ekonomi secara terus menerus dalam dunia yang penuh keterbatasan fisik”.13 “Teori pertumbuhan baru tersebut memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan endogen, yaitu pertumbuhan GNI yang persien, yang di tentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi dan bukan oleh kekuatan – kekuatan di luar sistem. Berlawanan dengan teori neoklasik tradisional, model – model ini menganggap bahwa pertumbuhan GNI merupakan konsekuensi alamiah dari ekuilibriumjangka panjang. Motivasi utama dari teori pertumbuhan baru ini adalah untuk menjelaskan perbedaan tingkat pertumbuhan antar negara maupun faktor – faktor yang memberi proporsi lebih besar dalam pertumbuhan yang diobservasi. Lebih jelas lagi, teori pertumbuhan endogen berusaha untuk menjelaskan faktor – faktor yang menentukan besarnya λ, yaitu tingkat pertumbuhan GDP yang tidak di jelaskan dan dianggap sebagai 12 13 Lincolin Arsyad, op.cit. hal.207 Mudrajad, Kuncoro, op.cit. hal. 19 variabel eksogen dalam perhitungan teori pertumbuhan neoklasik Solow (residu Solow)”.14 2.1.3. Inflasi Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus. Dari definisi tersebut ada tiga kriteria yang perlu diamati utnuk melihat telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan terjadi terus menerus dalam rentan waktu tertentu. Berikut pengertian inflasi menurut Gilarso: “Inflasi dapat dirumuskan sebagai kenaikan harga umum, yang bersumber pada terganggunya keseimbangan antara arus uang dan arus barang”.15 Selain pengertian inflasi menurut Gilarso, juga terdapat pengertian inflasi menurut Nopirin, yang menyatakan bahwa: “Inflasi adalah proses kenaikan harga – harga umum barang – barang secara terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga – harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama”.16 Inflasi sering menjadi momok dalam perekonomian, adanya inflasi mengakibatkan melejitnya harga – harga barang umum serta menjadikan nilai mata uang rendah. Inflasi juga dapat menimbulkan jumlah angka pengangguran serta dapat memperluas (gap) antara si kaya dan si miskin. Namun, tidak selamanya inflasi berdampak negatif, orang – orang bisnis justru berpendapat bahwa inflasi yang lunak (disebut mild inflation atau creeping inflation, artinya 14 Todaro, Pembangunan Ekonomi, Edisi 9, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006, hal. 172. 15 Gilarso, op.cit. hal. 200. Nopirin, 1987, Ekonomi Moneter, Buku 2, Edisi 1, Penerbit BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 25 16 20 2% - 5% per tahun) itu baik, justru malah dapat meningkatkan produktifitas dunia usaha sehingga dapat menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan. Laju inflasi merupakan perubahan tingkat harga secara umum untuk beranekaragam jenis produk dalam waktu tertentu. Laju inflasi dapat diukur dengan rumus berikut: ............................................... (2.2) Indikator dalam perhitungan laju inflasi terdapat tiga indeks penting, yaitu Indeks Harga Konsumen (Consumers Price Index), Indeks Harga Produsen (Wholesale Prece index), dan indeks Harga Implisit (GNP Deflator). Menurut Nanga 2001, Indeks harga konsumen (CPI/IHK) adalah suatu indeks yang mengukur biaya sekelompok (basket) barang- barang dan jasa- jasa yang di beli untuk menunjang kehidupan sehari –hari. Indeks Harga Produsen (PPI/IHP) adalah suatu indeks dari harga bahan – bahan baku, produk antara danperalatan modal dan mesin ayng di beli oleh sektor bisnis atau perusahaan. Sedangkan GNP deflator adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan antara GNP nominal dan GNP Rill dan dikalikan dengan 100. 1. Jenis Inflasi Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005), mengkategorikan inflasi menurut sifatnya menjadi tiga yaitu: a. Low Inflation Atau di sebut juga inflasi satu dijit (single dijit inflation), yaitu inflasi di bawah 10%. Inflasi ini masih di anggap normal. Dalam rentang inflasi ini, orang masih percaya pada uang dan masih mau memegang uang. b. Galloping Inflation, atau Double Digit bahkan Triple digit inflation 21 Yang didefinisikan antara 20% sampai 200% per tahun. Inflasi seperti ini terjadi karena pemerintahan yang lemah, perang, revolusi atau kejadian lain yang menyebabkan barang tidak tersedia sementara uang berlimpah, sehingga orang tidak percaya kepada uang. c. Hyperinflation Yaitu inflasi diatas 200% per tahun. Dalam keadaan seperti ini orang tidak percaya terhadap uang. Lebih baik membelanjakan uang dan menyimpan dalam bentuk barang daripada menyimpan uang”. Selain menurut sifatnya, jenis inflasi dapat juga Ditinjau dari asal terjadinya, “menurut Khalwaty inflasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Domestic inflation “Domestic inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal dari dalam negri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya kejutan (shock) dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebiajakn – kebijakan yang secara psikologi berdampak inflator. Keniakan harga – harga terjadi secara absolut. Akibatnya terjadilah inflasi atau semakin meningkatnya angka (laju) inflasi. b. Imported Inflation Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi didalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena di pengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri terutama barang – barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat di produksi di dalam negeri”.17 Jenis inflasi dapat juga dilihat menurut sebabnya, “Nopirin menyebutkan sebagai berikut: a. Demand – Pull Inflation Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total di samping menaikan harga juga dapat menaikan hasil produksi (output). Apabila kenaikan 17 Khalwaty, op.cit. hal. 31 22 permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNp berada di atas/melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya “inflationary gap”. Inflationary inilah yang akan menimbulkan inflasi. b. Cosh – Push Inflation Cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunya produksi. Jadi, inflasi yang di barengi dengan resesi. Keadaan ini timbul biasanya di mulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi”.18 2. Dampak Inflasi Menurut Khalwaty inflasi yang terus berlanjut dapat berdampak pada: a. “Equity Effect Eqity Effect adalah dampak inflasi terhadap pendapatan. Dampak inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama mereka yang berpenghasilan tetap dan adapula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya inflasi. Mereka yang berpenghasilan tetap akan mengalami penurunan nilai rill dari penghasilanya, sehingga daya belinya menjadi lemah. Demikian juga terhadap orang – orang yang gemar menumpuk kekayaan dalam bentuk uang tunai akan sangat menderita dan mengalami kerugian besar dengan adanya inflasi. Sebaliknya, dengan terjadi inflasi, kelompok – kelompok yang mendapatkan keuntungan adalah mereka yang memperoleh kenaikan atau peningkatan pendapatan dengan tingkat presentase yang lebih besar dari pada tingkat inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan tidak dalam bentuk uang tunai. b. Efficiency Effect Harga – harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat mengubah pola alokasi faktor – faktor produksi. Perubahan tersebut dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang selanjutnya mendorong perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi, permintaan barang – barang tertentu akan mendorong peningkatan produksi terhadap barang – barang tersebut. Kenaikan produksi yang demikian akan mengubah pola alokasi faktor produksi barang – barang tersebut menjadi lebih efisien yang disebut Efficiency Effect. c. Output Effect Inflasi dinilai dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa produksi akan mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah atau gaji para pekerja. Kenaikan harga produksi mengakibatkan 18 Nopirin, op.cit. hal. 28 23 terjadinya keuntungan (laba) yang di terima produsen. Jadi syaratnya dalah kenaikan kenaikan harga produksi atau kenaikan harga – harga faktor produksi.19 Faktor – faktor Penyebab Inflasi 3. Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya inflasi, antara lain: a. Penawaran Uang (Jumlah Uang yang Beredar) Pengertian uang yang paling sempit adalah uang kertas dan uang logam yang ada di tangan masyarakat. Uang tunai ini di sebut uang kartal (currency). Para ekonom klasik cenderung untuk mengartikan uang beredar sebagai currency karena uang inilah yang benar – benar merupakan daya beli yang langsung bisa digunakan dan langsung mempengaruhi harga barang – barang. Dengan perkembangan peran Bank dalam perekonomian maka pengertian uang beredar di ganti dengan uang kertal sudah di tinggalkan. Saldo rekening koran/giro milik masyarakat umum yang disimpan di Bank (uang giral demand deposit) mempunyai status yang sama dengan currency dan harus di masukan dalam pengertian uang beredar. Uang beredar yang di definisikan sebagai uang kartal di tambah uang giral disebut uang dalam arti sempit (narrow money). Uang merupakan pelancar kegiatan ekonomi, tetapi juga sering menimbulkan permasalah. Peredaran uang harus distabilkan, peredaran uang yang terlalu banyak di masyarakat akan menimbulkan inflasi sebaliknya peredaran uang yang yang terlalu sedikit akan menimbulkan deflasi. Keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang dapat dijelaskan dalam teori Kuantitas dari Irving Fisher.20 19 20 Khalwaty, op.cit. hal. 52 Gilarso, op.cit. hal 274. 24 M.V = P.T .............................................................................................. (2.3) Dimana: M = Money Supply, jumlah uang beredar V= Velocity of circulation, kecepatan beredar P= Price Level, tingkat harga T = Trade Volum/Transactions, jumlah uang yang di perjual-belikan = NNP Rill b. Nilai Tukar Rupian Rupiah merupakan mata uang negara Indonesia. Nilai tukar merupakan harga suatu mata uang rupiah terhadap mata uang negara asing lainya. Nilai tukar atau kurs juga dapat di definisikan sebagai harga 1 unit mata uang domestik dalam satuan valuta asing. Sehingga yang di maksud dengan nilai tukar rupiah adalah harga per satu unit dolar AS. Nilai tukar mata uang suatu negara dapat berfluktuasi sewaktu – waktu. Gejala fluktuasi mata uang tersebut dapar berimbas kenegara yang bersangkutan atau yang bekerjasama dalam kegiatan ekspor impor. Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar masih menggunakan bahan baku impor. Apabila negara yang mengekspor ke Indonesia sedang mengalami kenaikan harga bahan baku, sudah dapat di pastikan bahan baku yang di inpor Indonesia pasti akan naik dan harganya lebih mahal. Hal ini akan mengakibatkan produk dalam negeri akan mengalami kenaikan tinggi yang dapat menimbulkan inflasi. c. Pendapatan Nasional Pendapatan nasional adalah nilai barang akhir yang di hasilkan oleh suatu negara dalam kurun waktu tertentu (1 tahun). Indonesia menggunakan GNP untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonominya (pendapatan nasional). 25 “GNP (Gross National Produck) adalah nilai (dalam uang) barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu negara (perekonomian) selama satu periode tertentu, biasanya satu tahun”.21 Inflasi yang berkelanjutan dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap kegiatan perekonomian. Inflasi yang serius cenderung dapat mengurangi aktivitas investasi, mengurangi ekspor dan menaikan impor. Negara yang mengalami inflasi tinggi memiliki daya beli yang rendah yang akan mengakibatkan pendapatan nasional juga menurun. d. Tingkat Suku Bunga SBI “SBI (Sertifikat Bank Indonesia) adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk kebijakan open market operation dari Bank sentral (BI). Kebijakan open market operation (Politik Pasar Terbuka) meliputi tindakan menjual dan membeli surat – surat berharga oleh Bank Sentral. Tindakan pembelian atau penjualan surat berharga akan mempengaruhi harga (dan dengan demikian juga tingkat bunga) surat berharga. Akibatnya tingkat bunga umum juga akan terpengaruh”.22 Saat terjadi inflasi, para spekulan yang memiliki investasi biasanya akan menjual investasinya, misalnya surat berharga. Spekulan adalah orang yang mencari keuntungan dari selisih penjualan surat berharga. Inflasi dapat mengakibatkan inventor semakin kaya, namun juga dapat mengakibatkan investor semakin miskin. Investor yang memiliki investasi dalam bentuk surat berharga akan menjual investasinya saat inflasi karena harganya akan lebih tinggi. Kegiatan para spekulator ini akan mengakibatkan inflasi semakin parah, karena akan menambah peredaran uang di masyarakat. 4. Teori Inflasi 21 Nopirin, 2008, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama, Penerbit: BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 63 22 Ibid. hal.119 26 a. Teori Kuantitas Teori kuantitas adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembanganya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum monetaris (monetarist model). “Teori kuantitas ini pada prinsipnya menyatakan bahwa timbulnya inflasi hanya di sebabkan oleh satu faktor yaitu bertambahnya jumlah uang yang beredar, dan tidak di sebabkan oleh faktor lain. Ini dari teori ini adalah sebagai berikut (Boediono, 1982) : a) Inflasi hanya terjadi kalau ada penambahan jumlah uang yang beredar, baik uang kertal mapun uang giral. Penambahan jumlah uang ibarat “bahan bakar” bagi api inflasi. Bila junlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dari kenaikan harga tersebut. b) Laju inflasi di tentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan leh harapan (ekpektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang.23 b. Teori Keynes Menurut teori ini inflasi terjadi karena masyarakat memiliki permintaan terhadap barang – barang melebihi jumlah uang yang dimilikinya. Sehingga menyebabkan permintaan agregat (keseluruhan) melebihi jumlah barang yang tersedia atu penawaran agregat yang mengakibatkan harga secara umu naik. Hal tersebut akan menimbulkan inflanatory gap. Daya beli terhadap barang dan jasa antara golongan yang terdapat di masyarakat tidak sama (heterogen), berangkat dari hal tersebut maka akan 23 Boediono, op.cit. hal. 161. 27 terjadi realokasi barang – barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah terhadap golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Dengan begitu laju inflasi dapat berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa tidak akan melebihi penawaran agregat (supply) barang, serta dapat di katakan bahwa inflationary gap menghilang. c. Teori Strukturalis “Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (inflexibilities) dari struktur perekonomian negara – negara berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor – faktor struktural dari perekonomian (yang menurut definisi, faktor – faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang), maka teori ini bisa disebut teori inflasi “jangka panjang”.24 Faktor – faktor yang menurut teori ini sebagai penyebab timbulnya inflasi jangka panjang di negara – negara yang sedang berkembang, sebagai berikut: a) Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor yang tumbuh secara lamban di bandingkan dengan pertumbuhan sektor – sektor lain. Kelambanan ini disebabkan oleh: (1) harga di pasar dunia terhadap barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan (dibanding dengan barang inpor yang harus di bayar) atau sering di sebut istilah dasar penukaran (terms of trade) yang makin memburuk. (2) supply atau produksi barang – barang eksport yang tidak responsif terhadap kenaikan harga. b) Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Pertumbuhan bahan makanan dalam negeri tidak secepat pertumbuhan penduduk serta penghasilan perkapitanya, 24 Ibid. hal. 166. 28 sehingga harga bahan makanan cenderung selalu menaik melebihi harga barang-barang lain. Akibat selanjutnya yang ditimbulkan adalah para buruh yang menginginkan tambahan gaji/upah”. Umumnya kedua proses tersebut tidak berdisi sendiri-sendiri melainkan saling berkaitan bahkan sering kali memperkuat satu sama lain. 2.1.4. Kesempatan Kerja Kesempatakn kerja merupakan peluang untuk bekerja yang tersedia di lapangan pekerjaan untuk anggakatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Gilarso menyatakan bahwa: “Kesempatan kerja (employment) adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Masalah kesempatan kerja merupakan tantang bagi generasi muda. Persoalan muncul karena pertumbuhan angkatan kerja yang cepat (karena laju pertambahan penduduk), yang kurang diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Mutu dan produktivitas tenaga kerja ynag masih rendah. Masalah lain adalah penyebaran angkatan kerja yang tidak merata, baik sektoral maupun regional. Sementara itu angkatan muda terdidik bertambah dengan cepatnya, jumlah wanita yang mencari pekerjaan semakin banyak dan setengah pengangguran di sektor informal semakin meluas”.25 Perluasan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran pemerataan pembangunan yang sekaligus berfungsi untuk menciptakan ketahanan nasional serta partisipasi aktif masyarakat pada umumnya, khususnya generasi muda dan wanita dalam memikul beban, tanggung jawab serta hak untuk menikmati kembali hasil pembangunan, tidak dapat terlepas dari faktor – faktor dominan yang mempengaruhinya, seperti : 1. Kependudukan Penduduk mencerminkan kondisi dua dimensional, disatu pihak dapat merupakan modal dasar kearah tercapainya sasaran pembangunan nasional, tetapi juga sekaligus dapat 25 Gilarso, op.cit. hal. 207 29 2. 3. 4. 5. menjadi beban nasional jikalau angka pertumbuhan penduduk tersebut tidak di sertai oleh adanya perluasan kesempatan kerja. Kedudukan Geografi dan Sumber Daya Alam Kedudukan geografi yang strategis dapat merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai wadah maupun wahana untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Kondisi Ekonomi Sektor formal dengan padat modal dengan teknologi maju serta sektor informal yang padat karya, merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kemungkinan perluasan kesempatan kerja. Sosial Budaya Sosial budaya bangsa dengan pranata sosialnya merupakan nilai – nilai yang dapat mendorong atau menghambat mobilitas angkatan kerja baik secara geografis, sektoral ataupun jenis pekerjaan, untuk tercapainya perluasan angkatan kerja. Politik Politik dalam pengertian pengambilan keputusan suatu kebijakan yang akan diambil, merupakan faktor dominan yang tidak dapat diabaikan dalam kebijaksanaan nasional untuk menciptakan iklim yang sehat bagi perluasan kesempatan kerja”.26 Kebijakan politik yang diambil pada dasarnya harus dapat meningkatkan produktifitas sumber daya manusia yang lebih tinggi agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang luas. Program – program yang di susun oleh pemerintahpun harus mampu meningkatkan kesempatan kerja. Selain itu perlua adanya kebijakan yang terpadu dalam masalah ketenagakerjaan yang meliputi: a) Pengadaan lapangan kerja yang baru yang dapat menyerap angkatan kerja yang tersedia. b) Pola pendidikan untuk menaikan produktifitas tenaga kerja yang tersedia melalui pendidikan yang bersifat formal dna informal. 26 Sagir, Soeharsono, Kesempatan kerja, Ketahanan nasional dan Pembangunan Manusia Seutuhnya. Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 43. 30 c) Kebijakan mengenai teknologi tepat untuk sektor – sektor tertentu sehingga kegiatan dalam sektor tersebut tidak saja dapat meningkat tetapi juga sekaligus dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar. d) Pengarahan lebih nyata mengenai adanya keharusan pembaharuan antara golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah. 2.2. Pengaruh Variabel Independen terhadap Dependen 1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan Suatu pembangunan membutuhkan pendapatan nasional yang tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Namun, yang perlu di tekankan adalah tidak hanya bagaimana memacu cepatnya pertumbuhan tetapi juga siapa yang akan melaksanakan dan siapa pula yang berhak menikmati hasilnya. “Menurut Kuznet pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang”.27 2. Pengaruh Inflasi terhadap Kemiskinan Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga – barga barang kebutuhan. Masyarakat miskin yang memiliki daya beli rendah tidak akan mampu mencapai harga – harga kebutuhan tersebut. 27 Tulus, Tambunan, Perekonomian Indonesia: kajian Teoritis dan analisis empiris, penerbit: Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hal. 185. 31 Hal tersebut mengakibatkan kondisi masyarakat miskin yang semakin terpuruk dan dapat menambah tingkat kemiskinan. 3. Pengaruh Tingkat Kesempatan Kerja terhadap Kemiskinan Tidak hanya dari sisi perintaan (konsumsi) dan sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. 2.3. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Tingkat kesempatan kerja dan Tingkat kemiskinan yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan daerah dan periode waktu yang berbeda, sebagai acuan penulis dalam pembuatan skripsi ini, antar lain: a. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurfitri Yanti (2011) yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan Tingkat Kesempatan Kerja terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 1999 – 2009” bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan, mengetahui pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia, serta mengetahui pengaruh tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Hal ini dilakukan karena jumlah penduduk miskin di Indonesia tidak kunjung berkurang bahkan memiliki kecenderungan 32 yang meningkat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, kesempatan kerja serta kemiskinan. Data berupa data sekunder yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan diolah menggunakan analisis regresi berganda. Kesimpulan yang di peroleh dari penelitian ini adalah: (1) pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap variabel tingkat kemiskinan, (2) inflasi tidak berpengaruh terhadap variabel tingkat kemiskinan, dan (3) tingkat kesempatan kerja berpengaruh negatif terhadap variabel tingkat kemiskinan. b. Pada penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prasetyo (2010) yang berjudul “Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi kasus 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2003- 2007)” dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan serta untuk menganalisis perbedaan kondisi tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi regional, upah minimum kabupaten/kota, pendidikan, dan tingkat pengangguran terbuka. Data berupa data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time-series data) dari kurun waktu tahun 2003 – 2007 serta data kerat lintang (cross-section data) yang meliputi 35 kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah, data di peroleh dari Badan Pusat Statustik (BPS) Jawa Tengah provinsi Jawa Tengah, Dan di olah menggunakan analisis panel data. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dapat di ketahui bahwa yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat 33 kemiskinan adalah variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum dan tingkat pengangguran. c. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ravi Dwi Wijayanto (2010) yang berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di kabupaten / Kota jawa Tengah tahun 2005-2008” dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, pendidikan dan Pengangguran terhadap kemiskinan di jawa Tengah. variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Kemiskinan, PDRB, Pendidikan dan Pengangguran. Data berupa data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time-series data) dari kurun waktu tahun 2005 – 2008 serta data kerat lintang (cross-section data) yang meliputi 35 kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah, data di peroleh dari Badan Pusat Statustik (BPS) Jawa Tengah provinsi Jawa Tengah, Dan di olah menggunakan analisis panel data. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dapat di ketahui bahwa pendidikan (melek huruf) dan pengangguran memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan variabel PDRB mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan. 34 2.4. Kerangka Dasar Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi (X1) Inflasi (X2) Tingkat Kemiskinan (Y) Tingkat kesempatan Kerja (X3) Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Dalam kerangka pemikiran di atas dapat di jelaskan bahwa tingkat kemiskinan di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan aktivitas kinerja masyarakat untuk memaksimalkan hasil produktivitas dalam perekonomian dalam rangka memperoleh tambahan pendapatan masyarakat selama periode tertentu. Tambahan pendapatan dari aktivitas ekonomi masyarakat akan berpengaruh besar terhadap pengurangan tingkat kemiskinan jika pendistribusian pendapatan tersebut merata. Tidak hanya golongan kaya saja yang merasakan pendapatan besar tetapi pendapatan tersebut juga harus mampu menyentuh golongan miskin, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara si kaya menjadi semakin kaya dan si miskin menjadi semakin miskin. Semakin banyak golongan miskin tertolong dan dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi, maka kemiskinan akan berkurang serta akan terciptanya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. 35 Inflasi juga di perlukan dalam perekonomian, namun hanya inflasi lunak yang dapat bermanfaat bagi perekonomian. Inflasi memiliki dampak negatif juga dampak positif. Inflasi berdampak negatif apabila inflasi sudah ditingkat parah (hyperiflation), hal ini dapat melemahkan daya beli masyarakat serta melumpuhkan produksi yang nantinya akan menimbulkan krisis produksi dan konsumsi. Inflasi dapat pula berdampak positif apabila inflasi masih di taraf wajar, justru inflasi ringan inilah yang dibutuhkan oleh para produsen untuk mengembangkan produksinya. Apabila tidak terjadi inflasi justru lebih membahayakan perekonomian lagi, karena tidak akan ada perubahan harga – harga dan ini dapat melemahkan sektor industri. Inflasi memiliki pengaruh terhadap perluasan kesempatan kerja. Apabila kesempatan kerja luas dan semakin banyak menyerap tenaga kerja, maka masyarakat miskin akan semakin berkurang. Negara Indonesia mungkin dapat dinilai berhasil jika dinilai dari sudut laju pertumbuhan ekonominya, namun tetap terlihat miskin dan terbelakang jika dilihat dari sudut cepatnya dan besarnya angkatan kerja yang memasuki pasaran kerja yang belum atau tidak memperoleh kesempatan kerja, serta belum dimanfaatkan secara produktif dan maksimal. Para angkatan kerjapun juga harus di bekali pengetahuan agar mereka memiliki kualitas dalam penciptaan kesempatan kerja, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Perluasan kesempatan kerja berarti pula perluasan kesejahteraan umum bagi masyarakat luas, sehingga manusia Indonesia yang termasuk dalam kelompok 36 angkatan kerja tidak saja turut berpartisipasi memikul beban pembangunan, tetapi juga ikut serta menikmati hasil pembangunan. Akar dari permasalahan kemiskinan di Indonesia adalah tingginya disparitas antar daerah sehingga pendistribusian pendapatan antar daerah provinsi tidak merata. Pemerintah terlalu memfokuskan pada pertumbuhan dan perkembangan provinsi jawa saja, sedangkan provinsi – provinsi lain di seluruh Indonesia tidak mendapatkan perhatian yang sama. Dengan begitu semakin terlihat jelas perbedaan dalam pembangunan antar provinsi. Namun, meskipun demikian pemerintah selalu mengupayakan pemberantasan masyarakat miskin, tetapi jumlah penduduk miskin tidak mengalami penurunan yang signifikan dari tahun ketahun, justru cenderung bertambah. 2.5. Definisi Operasional Variabel 2.5.1. Kemiskinan (KM) Kemiskinan merupakan prosentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dinyatakan dalam satuan persen. 2.5.2. Pertumbuhan Ekonomi (PE) Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang di maksud adalah laju pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan tahun 2000 tahun 2007-2010 yang dinyatakan dalam satuan persen. 2.5.3. Inflasi (IF) 37 Inflasi merupakan presentase perandingan dari tingkat inflasi pada tahun dasar dibandingkan dengan inflasi pada tahun sekarang. Inflasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah laju inflasi yang terjadi di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2007-2010 yang dinyatakan dalam satuan persen 2.5.4. Kesempatan Kerja (KK) Kesempatan kerja (employment) adalah jumlah penduduk yang bekerja dan jumlah angkatan kerja. Tingkat kesemapatan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingakt kesempatan kerja yang terjadi di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2007-2010. 2.6. Hipotesis a. Hipotesis Kerja 1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat kemiskinan adalah negatif. 2. Pengaruh Inflasi terhadap tingkat kemiskinan adalah negatif. 3. Pengaruh Kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan adalah negatif. b. Hipotesis Statistik - Ho : ß1 = 0 Ha : ß1 < 0 - Ho : ß2 = 0 Ha : ß2 > 0 - Ho : ß3 = 0 Ha : ß3 > 0 38