BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1

advertisement
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1 Karakteristik responden masyarakat Kampung Sinarwangi
5.1.1 Umur
Menurut Teori Papalia dan Olds (1981) diacu dalam Puspitawati et al.
(2008) membagi kategori umur manusia dewasa menjadi tiga, yaitu dewasa awal
(20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun) dan dewasa lanjut (>65 tahun).
Sedangkan usia remaja diperkirakan dalam rentang usia 15-19 tahun. Berdasarkan
ketentuan ini dibuat klasifikasi umur responden seperti dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi umur responden
No.
1.
2.
3.
Klasifikasi
Dewasa awal
Dewasa madya
Dewasa lanjut
Umur (Tahun)
20-40
41-65
>65
Jumlah Responden
16
12
2
Persentase (%)
53
40
7
Responden yang termasuk ke dalam kategori dewasa awal dan dewasa
madya banyak memberikan informasi tentang tumbuhan pangan dan obat. Hal ini
dikarenakan
dalam
kehidupan
sehari-hari
mereka
menggunakan
dan
memanfaatkan tumbuhan pangan dan obat secara langsung. Responden dewasa
lanjut sebenarnya memiliki pengetahuan akan tumbuhan pangan dan obat yang
tinggi. Faktor daya ingat yang menurun (pikun) menyebabkan responden
klasifikasi dewasa lanjut kurang dapat memberikan informasi. Manusia memiliki
batasan kemampuan daya ingat, saat mencapai umur lebih dari 65 tahun
kemampuan daya ingat tersebut menurun.
5.1.2 Jenis kelamin
Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara dengan masyarakat mengenai
pengetahuan tumbuhan pangan dan obat, jenis kelamin perempuan lebih
mendominasi dibandingkan jenis kelamin laki-laki seperti dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Jenis kelamin responden.
No.
1.
2.
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah Responden
6
24
Persentase (%)
20
80
19
Jenis kelamin perempuan lebih mendominasi dalam hal pengetahuan
tentang tumbuhan obat dan tumbuhan pangan. Hal ini dikarenakan perempuan
yang mengurus rumah tangga baik dalam hal memasak maupun mengurus anak.
Perempuan yang kesehariannya seperti memasak, secara tidak langsung lebih
banyak tahu akan tumbuhan pangan yang digunakan. Dalam hal tumbuhan obat
pun tidak jauh berbeda. Misalnya dalam mengurus anak yang sakit menggunakan
tumbuhan obat, sehingga lebih memiliki pengetahuan tumbuhan obat dibanding
jenis kelamin laki-laki. Perempuan lebih banyak memberikan informasi tentang
tumbuhan pangan dan obat beserta cara penggunaannya.
5.1.3 Pendidikan
Responden masyarakat Sinarwangi sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan sampai sekolah dasar. Selain itu terdapat pula responden yang tidak
tamat sekolah dasar. Masyarakat Sinarwangi sebanyak 9 orang yang tidak
sekolah, 1 orang sekolah rakyat, 1 orang lulusan sekolah madrasah, 16 orang
hanya sampai sekolah dasar, 3 orang sekolah menengah pertama. Tingkat
pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Tingkat pendidikan responden
No
Pendidikan
Jumlah
Presentase (%)
1
TS
9
30
2
SR
1
4
3
SM
1
3
4
SD
16
53
5
SMP
3
10
Keterangan :
TS (Tidak Sekolah), SR (Sekolah Rakyat), SM (Sekolah Madrasah),
SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Rendahnya tingkat pendidikan tersebut dipengaruhi oleh kurangnya
motivasi orang tua terhadap pendidikan anaknya. Kurangnya motivasi karena pola
fikir orang tua yang beranggapan bahwa melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi memerlukan biaya yang mahal. Selain itu orang tua lebih
menginginkan anaknya seperti mereka sebagai petani. Sang anak dari sejak dini
sudah diarahkan untuk dengan ikut orang tua bertani atau berkebun.
20
5.1.4 Mata pencaharian
Masyarakat Kampung Sinarwangi sebagian besar bermatapencaharian
sebagai petani. Sawah dan kebun memiliki areal yang cukup luas. Sawah dan
kebun merupakan lahan dimana masyarakat memanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan akan pangan. Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 57% sebagai
petani, 37% sebagai buruh, 3% sebagai pedagang dan peramu jamu (Gambar 2).
Petani di Kampung Sinarwangi terdiri dari petani kebun dan sawah. Selain petani,
buruh juga merupakan mata pencaharian yang sebagian besar dimiliki oleh
masyarakat Sinarwangi. Pekerjaan buruh ini terdiri dari buruh tani, buruh
karyawan, buruh bangunan dan sebagai tukang ojeg. Jenis pekerjaan masyarakat
Kampung Sinarwangi tidak bervariasi hanya terdiri dari 2-3 jenis pekerjaan, hal
ini terkait dengan kondisi Kampung Sinarwangi yang kaya akan sumberdaya
alamnya sehingga masyarakat lebih banyak bermatapencaharian sebagai petani.
penjual peramu jamu
3%
3%
tani
57%
buruh
37%
Gambar 2 Mata pencaharian masyarakat Kampung Sinarwangi.
Jumlah anggota keluarga responden masyarakat Kampung Sinarwangi
bervariasi. Dalam satu keluarga ada yang terdiri dari tiga orang hingga 7 orang.
Satu keluarga menempati satu rumah, namun terdapat juga beberapa keluarga
yang tinggal dalam satu rumah. Satu rumah ada yang terdiri dari 3 keluarga.
Jumlah anggota keluarga yang bekerja satu sampai dua orang dalam satu keluarga.
Penghasilan masyarakat Kampung Sinarwangi tidak menentu, hal ini dikarenakan
mata pencaharian sebagai petani mengandalkan hasil pertaniannya baik dari kebun
dan sawah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hasil panen baik dari sawah sebagian besar tidak dipasarkan namun hasil
panen dari kebun yang sebagian dipasarkan. Hasil panen tersebut digunakan untuk
21
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak semua masyarakat Sinarwangi memiliki
lahan kebun dan sawah sendiri. Sebagian masyarakat sinarwangi yaitu sebagai
buruh tani yang menggarap lahan sawah ataupun kebun milik orang lain. Para
petani maupun buruh biasa melakukan kegiatan bertani dari pagi hingga sore hari.
Pada pukul 07.00 WIB berangkat menuju sawah ataupun kebun sampai pada
pukul 12.00 WIB. Siang hari para petani dan buruh pulang ke rumah untuk
istirahat yaitu makan dan solat. Kemudian pukul 14.00 WIB kembali ke sawah
dan kebun hingga pukul 17.00 WIB. Ada juga petani yang berkebun hanya
setengah hari yaitu sampai pukul 12.00 WIB yang kemudian dilanjutkan kegiatan
mengambil rumput untuk pakan ternak.
Buruh bangunan merupakan salah satu mata pencaharian responden
masyarakat sinarwangi. Masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan bekerja
selama satu minggu penuh dan pulang dalam waktu satu minggu sekali. Ada juga
yang pulang tiap bulannya. Kegiatan seorang istri dari buruh bangunan ini pun
beragam ada yang menjadi buruh tani baik dari tani sawah maupun tani kebun.
Mata pencaharian yang tidak beranekaragam tersebut dipengaruhi juga oleh
tingkat pendidikan masyarakat tersebut. Sebagian besar responden
memiliki
tingkat pendidikan sekolah dasar, tidak sekolah dan masih banyak yang tidak
tamat SD. Semakin rendah tingkat pendidikannya, maka jenis pekerjaan yang
diperoleh juga semakin rendah, misalnya hanya sebagai buruh bangunan, buruh
tani ataupun tukang ojeg. Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi sebagai
tidak menutup kemungkinan mereka bekerja di bidang pemerintahan. Masyarakat
lebih memilih untuk bekerja daripada mengenyam pendidikan di jenjang yang
lebih tinggi. Karena mereka berfikir untuk menghasilkan uang dan memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Rendahnya pendidikan berimbas kepada jenis pekerjaan
yang diperoleh. Padahal, pendidikan sangat dibutuhkan bagi generasi muda
penerus bangsa sehingga kita tidak hanya mengandalkan kekuatan/tenaga saja
untuk melakukan suatu pekerjaan, namun juga diimbangi dengan cara berfikir/
pola pikir yang cerdas dalam usaha untuk menyelesaikan suatu masalah.
22
5.1.5 Kondisi kesehatan
Sakit kepala, flu, batuk dan pegal-pegal adalah jenis penyakit yang banyak
diderita oleh masyarakat Sinarwangi dan semua responden pernah mengalaminya
(Gambar 3). Penyakit lainnya seperti paru-paru dan diabetes merupakan penyakit
yang dialami oleh sebagian masyarakat. Penyakit maag adalah penyakit yang
dialami masyarakat yang diakibatkan oleh pola makan yang tidak teratur.
4
meriang
2
sakit perut
3
sakit pinggang
1
Jenis penyakit yang pernah diderita
darah tinggi
23
batuk
30
flu
3
asam urat
2
maag
7
pegal-pegal
1
sakit gigi
30
sakit kepala
3
panas
diabetes
1
amandel
1
2
anemia
1
paru-paru
gatal-gatal
2
mencret
2
3
luka
0
10
20
30
40
Jumlah responden
Gambar 3 Klasifikasi penyakit yang pernah dialami responden.
Sakit pegal-pegal adalah penyakit yang biasa diderita oleh masyarakat.
Penyakit ini tidak setiap hari dialami akan tetapi masyarakat pernah
mengalaminya. Dilihat dari kegiatan masyarakat yang sering berjalan jauh, atau
pun seperti petani itu merupakan hal yang wajar dialami. Dalam menjaga
kebugaran tubuh dan mengobati pegal-pegal tersebut, masyarakat lebih banyak
23
mengkonsumsi jamu godogan yang dipercaya berkhasiat dan merupakan obat
yang digunakan sejak dahulu.
5.1.6 Jumlah pengeluaran
Masyarakat kampung Sinarwangi memanfaatkan sumberdaya alam yang ada
di sekitarnya. Sumberdaya alam tersebut dapat berupa lahan sawah, hutan dan
kebun. Untuk memenuhi kebuhan sehari-hari, masyarakat memperoleh hasil
pangan yang beragam seperti sumber karbohidrat, sayur-sayuran, buah-buahan
dan protein yang berasal dari hewan atau protein hewani.
Sumberdaya alam di kampung Sinarwangi sangat melimpah. Sebagai contoh
jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai sumber protein yaitu padi, talas,
jagung dan singkong. Jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai penghasil
buah-buahan yaitu pepaya, pisang, jambu biji, nangka dan sebagainya. Protein
hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat Sinarwangi yaitu tutut. Tutut
merupakan sejenis keong sawah yang diperoleh dari sawah yang sudah diundur.
Tutut menjadi makanan favorit masyarakat karena memperolehnya mudah tanpa
mengeluarkan biaya. Tutut diambil dari sawah, kemudian dibersihkan sebelum
diolah. Dalam membersihkan tutut mudah, pertama tutut yang baru diambil
dibersihkan menggunakan air yang sebelumnya dibersihkan dengan memotong
ekor cangkang keong tersebut menggunakan pisau atau gegep. Hal tersebut
dilakukan agar saat tutut dimakan, daging tutut mudah dikeluarkan dari cangkang.
Bumbu yang digunakan sama seperti halnya membuat sop biasa. Tutut diolah
menjadi sayur sebagai menu untuk makan mereka.
Masyarakat Kampung Sinarwangi biasa makan 2 kali dalam sehari.
Sebagian besar responden masyarakat Sinarwangi mengeluarkan biaya sebesar Rp
15.000 per hari untuk membeli kebutuhan pangan 2 kali dalam sehari.
Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 2 responden yang mengeluarkan biaya
Rp 5.000 per hari, kemudian sebanyak 15 responden yang mengeluarkan biaya Rp
10.000-25.000 per hari dan sebanyak 13 responden masyarakat Sinarwangi yang
mengeluarkan biaya Rp 25.000-30.000 per hari (Tabel 7). Besarnya pengeluaran
untuk membeli beras dan lauk pauk saja, kebutuhan sayur masyarakat diperoleh
langsung dari lingkungan sekitarnya.
24
Tabel 7 Pengeluaran belanja masyarakat dalam sehari
No
Jumlah Pengeluaran (Rp/hari)
Jumlah responden
1
5.000
2
2
10.000-25.000
15
3
25.000-30.000
13
Jumlah pengeluaran akan kebutuhan pangan yang dibutuhkan setiap harinya
berbanding lurus dengan tingkat pendapatan yang diperoleh dan jumlah anggota
keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga dalam tiap keluarga, semakin
besar juga jumlah pengeluaran yang dibutuhkan. Selain itu, jumlah pendapatan
juga mempengaruhi besarnya pengeluaran misalnya dalam segi memilih makanan
baik itu sumber karbohidrat maupun protein.
5.1.7 Kegiatan harian
Hasil observasi menunjukkan 9 responden dari 30 responden atau sebesar
30% masyarakat dengan usia diatas 50 tahun dengan kondisi badan sehat dan
mampu melakukan aktivitas berat seperti mencangkul. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh pola hidup sehat yaitu dengan aktivitas harian dan jenis makanan yang biasa
dikonsumsi setiap harinya. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat pun
berasal dari alam sekitarnya, seperti dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Aktivitas sehari-hari masyarakat Kampung Sinarwangi
Waktu kegiatan (WIB)
06.00-07.00
Jenis kegiatan
Sarapan
07.00-12.00
Bertani
12.00-13.30
Istirahat, makan siang
13.30-16.00
Bertani
16.00-18.00
Pulang, istirahat
Deskripsi
-Jenis pangan yang dimakan untuk sarapan
berupa singkong rebus, pisang goreng, ubi
jalar rebus
-Kegiatan pergi ke hutan, sawah, atau
kebun. Kegiatan yang dilakukan meliputi
mencangkul, mencari bahan pangan,
memberi pakan ternak, dan lain-lain
-Kegiatan istirahat setelah melakukan
pekerjaan seharian
-Kegiatan makan siang. Menu makan siang
meliputi nasi, sayur (bayam, kacang
panjang, sayur kukuk, dll, dan buah
(pisang, pepaya). Makan siang dilakukan
di rumah atau di ladang.
-Kegiatan bertani melanjutkan kegiatan
yang tertunda
-Kegiatan merumput untuk pakan ternak
-Kegiatan pulang ke rumah, beristirahat
-Kegiatan makan sore (menu makan sore
hamper sama dengan makan siang).
25
Pola hidup sehat mempengaruhi kondisi tubuh masyarakat. Kegiatan harian
yang dilakukan masyarakat membentuk pola hidup sehat bagi masyarakat. Badan
yang melakukan kegiatan harian yang teratur seperti berangkat berkebun atau ke
sawah secara tidak langsung menjadikan masyarakat yang sehat. Selain itu
makanan yang dikonsumsi pun makanan yang alami sehingga masyarakat lebih
sehat. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan pangan secara intensif karena dalam
kegiatan sehari-hari mereka selalu memanfaatkan tumbuhan pangan. Lain halnya
dengan tumbuhan obat yang dimanfaatkan pada waktu tertentu saja yaitu jika
sedang mengalami penyakit.
Tabel 9 Contoh menu makanan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Kampung Sinarwangi
Keluarga
Responden
I
Sarapan
Makan siang
-Pisang goreng
-Ubi goreng pakai
tepung
-Nasi
-Sayur asem, sayur bayam
-Ikan asin (lauk japuh)
-Sambal
-pisang
-Nasi
-Lalab surawung
-Sambal
-Ikan asin (lauk peda)
-Nasi
-Sambel
-Ikan teri pake kacang
-Sayur asem
-Nasi
-Lalab jaat
-Sambel terasi
-Ceplok telor
-Nasi
-Lalab daun singkong, daun
papaya
-Sambel
-Tahu, tempe
-Nasi
-Tumis labu siam
-Jeruk
-Kadang daging ayam
II
-Rebus singkong
-Goreng singkong
III
-Pisang goreng
-Nasi goreng
IV
-Goreng sukun
-Nasi
-Ceplok telor
V
-Seupan taleus
VI
-Pisang goreng
Makan sore
-Nasi
-Sayur bayam
-Ikan asin
-Nasi
-Tumis kangkung
-Lauk peda
-Nasi
-Sayur asem
-Tahu, tempe
-Nasi
-Jengkol atau peteuy
-Sambel
-kerupuk
-Nasi
-Sayur kukuk
-Nasi
-Sambel
-Bonteng
-Tahu, tempe
-Telor
Menu makanan sehari-hari masyarakat Kampung Sinarwangi beragam
untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Tabel 9).
Sebagian besar makanan diperoleh langsung dari hasil kebun, sawah maupun
pekarangan. Kebutuhan protein seperti ikan diperoleh oleh masyarakat dengan
membeli.
26
5.2 Keanekaragaman Tumbuhan pangan
5.2.1 Tumbuhan pangan
Tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat Kampung Sinarwangi
sebanyak 79 spesies tumbuhan pangan yang terdiri dari 40 famili. Famili
Cucurbitaceae adalah famili dengan jumlah spesies terbanyak ditemukan
sebanyak 8 spesies (Tabel 10). Famili Cucurbitaceae atau labu-labuan ini banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat dan menjadi komoditas utama dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Selain spesiesnya yang beranekaragam, jumlahnya pun
melimpah. Banyak spesies dari famili Cucurbitaceae yang buahnya dimakan
sebagai buah segar atau digunakan sebagai sayuran. Famili Cucurbitaceae telah
dikenal sebagai sumber metabolit sekunder (terpenoid, karotenoid, steroid
alkaloid dan sebagainya) (Whitaker 1962 diacu dalam Suryanti et al. 2005).
Tabel 10 Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama Famili
Cucurbitaceae
Fabaceae
Solanaceae
Asteraceae
Myrtaceae
Anacardiaceae
Arecaceae
Liliaceae
Poaceae
Famili lainnya (31 Famili)
Jumlah Spesies
8
7
6
4
4
3
3
3
3
38
Karotenoid merupakan salah satu contoh senyawa metabolit sekunder dari
jenis terpenoid. Karotenoid adalah kelompok pigmen alami yang berwarna merah,
orange atau kuning dan larut dalam lipid. Senyawa ini telah banyak digunakan
sebagai pewarna alami makanan dan kosmetik, selain itu juga dikenal sebagai
komponen penting pada pertumbuhan tanaman dan fotosintesis, serta sebagai
sumber vitamin A pada manusia (Medplant.nmsu.edu).
Tumbuhan pangan banyak ditemukan di pekarangan sebanyak 57%, kebun
33%, hutan 9% dan sawah 1% (Gambar 4). Hal tersebut diakibatkan banyaknya
tumbuhan yang dibudidayakan di lahan mereka. Areal pekarangan milik
masyarakat sebagian besar ditanami dengan spesies tumbuhan pangan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekarangan merupakan lahan di sekitar rumah
27
yang dibatasi dengan pagar, sehingga mudah diusahakan oleh seluruh anggota
keluarga dengan memanfaatkan waktu luang yang tersedia. Pemanfaatan
pekarangan yang baik dapat mendatangkan berbagai manfaat salah satunya yaitu
sumber pangan. Berbagai macam tumbuhan pangan yang berada di pekarangan
diantaranya buah dan sayur. Banyaknya tumbuhan pangan yang ditemukan di
pekarangan menunjukkan pemanfaatan pekarangan oleh masyarakat yang optimal.
sawah
1%
hutan
9%
kebun
33%
pekarangan
57%
Gambar 4 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan.
Potensi tumbuhan pangan berdasarkan habitus atau perawakannya
dikelompokkan menjadi lima kelompok habitus yang meliputi pohon, herba,
perdu, liana dan semak. Kelompok habitus tertinggi yaitu habitus pohon sebesar
38%, herba 30%, perdu 14%, liana 12% dan semak 6% (Gambar 5). Hal tersebut
menunjukkan bahwa tumbuhan yang memiliki habitus pohon memiliki tingkat
keanekaragaman spesies yang tinggi. Pohon terdiri dari berbagai bagian yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tidak hanya buah yang dimanfaatkan untuk
pangan tetapi juga bagian lainnya seperti daun. Selain itu, hal ini menunjukkan
bahwa areal Kampung Sinarwangi memiliki penutupan lahan yang baik dengan
banyaknya areal yang ditumbuhi oleh pohon.
liana
12%
semak
6%
pohon
38%
perdu
14%
herba
30%
Gambar 5 Persentase tumbuhan pangan berdasarkan habitus.
28
Pemanfaatan bagian tumbuhan pangan dikelompokkan menjadi 6 bagian
tumbuhan yang meliputi buah, daun, umbi, biji, rimpang dan tunas. Pemanfaatan
terbesar sebagai bahan pangan adalah buah sebesar 61%, daun 25%, biji dan umbi
5% dan lain-lain (Gambar 6). Buah-buahan merupakan salah satu kelompok
pangan dalam penggolongan FAO yang dikenal dengan Desirable Dietary Pattern
(Pola Pangan Harapan/PPH) (Karsin 2004 diacu dalam Aswatini et al. 2008).
Kelompok bahan pangan ini berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral
sehingga kekurangan konsumsinya berpengaruh terhadap kondisi gizi. Oleh
karena itu, konsumsi buah-buahan dengan kelompok bahan pangan lainnya dapat
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan (Aswatini et al. 2008). Masyarakat
Kampung Sinarwangi memanfaatkan bagian buah dari tumbuhan pangan untuk
dikonsumsi langsung seperti buah-buahan ataupun sebagai bahan sayuran.
Beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan buahnya yaitu picung (Pangium
edule), rambutan (Nephelium lappaceum), sawo (Manilkara zapota), semangka
(Citrullus vulgaris) dan lain-lain.
rimpang
3%
tunas
1%
umbi
5%
biji
5%
daun
25%
buah
61%
Gambar 6 Persentase bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan.
Tumbuhan pangan yang terdapat di Kampung Sinarwangi menurut status
budidayanya tergolong ke dalam tumbuhan yang dibudidayakan dan tumbuhan
liar atau yang belum dibudidayakan. Tumbuhan pangan di Kampung Sinarwangi
sebagian besar adalah tumbuhan hasil budidaya yaitu sebesar 78% dan sebanyak
22% adalah tumbuhan liar yang belum dibudidayakan oleh masyarakat (Gambar
7).
29
liar
22%
Budidaya
78%
Gambar 7 Persentase status tumbuhan pangan.
Tumbuhan pangan yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan
yang
sering
dikonsumsi.
Pekarangan
rumah
menjadi
tempat
untuk
membudidayakan tumbuhan yang sering dimanfaatkan masyarakat. Tumbuhan
tersebut meliputi pepaya, pisang, bawang, cabe dan lain-lain. Tumbuhan pangan
yang dimanfaatkan dan berasal dari hutan diantaranya sukun (Artocarpus
communis), bambu (Gigantochloa apus), canar (Smilax macrocarpa) dan lainlain.
5.2.2 Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat
Berdasarkan Sunarti et al. (2007), tumbuhan pangan dikelompokkan
menjadi 4 kelompok berdasarkan pemanfaatannya yaitu kelompok buah-buahan,
sayur-sayuran, sereal dan umbi-umbian. Kelompok sayur-sayuran adalah
kelompok tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebanyak 41
spesies, kelompok buah-buahan 34 spesies, kelompok sereal 2 spesies dan umbi 2
spesies (Tabel 11).
Tabel 11 Pengelompokkan spesies tumbuhan pangan berdasarkan manfaat
No
1
2
3
4
Manfaat
Kelompok umbi-umbian
Kelompok sereal
Kelompok buah-buahan
Kelompok sayur-sayuran
Jumlah spesies
2
2
34
41
Contoh spesies
Singkong dan taleus
Padi dan jagung
Canar, papaya, kemang, dll.
Kukuk, oyong, bunut, bolostrok, dll.
5.2.2.1 Kelompok sayur-sayuran
Sayur-sayuran merupakan sumber makanan yang mengandung gizi lengkap
dan sehat. Sayuran sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral. Masyarakat
Sunda memiliki kebiasaan suka memakan sayuran segar tanpa diolah dan dengan
diolah yaitu direbus yang disebut lalaban. Sayuran yang dikonsumsi dalam
30
bentuk segar mengandung zat gizi dan atau metabolit sekunder lebih baik
daripada sayuran yang tidak segar. Meskipun demikian, bukan berarti sayuran
yang tidak segar tidak mengandung gizi dan atau metabolit sekunder yang
dibutuhkan tubuh. Sayuran mengandung serat pangan yang tinggi untuk
mencegah sembelit, diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (Anonymous 2003
diacu dalam Alsuhendra 2004).
Lalaban biasa dimakan bersamaan dengan
sambal terasi atau garam cabai. Daun pepaya merupakan salah satu daun yang
dijadikan sebagai sumber pangan dengan cara dilalab. Daun pepaya yang dicocol
dengan sambal terasi atau garam-cabai akan hilang rasa pahit (papain) dan sepat
(tanin) daun itu sehingga rasa manis. Selain karena taninnya mengendap, diduga
juga terbentuk glikosida yang rasanya manis karena bereaksi dengan garam dan
tanin bisa melunturkan getah (Fakhrurrozi 2011). Spesies yang sering dimakan
dan melimpah yaitu daun singkong (Manihot utilissima). Daun singkong (Manihot
utilissima) dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pelengkap karbohidrat dengan
cara dilalab. Dilalab dengan cara direbus kemudian langsung dimakan atau diolah
menjadi sayur (tumis).
Selain itu, sayuran yang dihasilkan tidak hanya dimanfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari tetapi juga dipasarkan. Buah juga merupakan sumber
pangan yang banyak dimanfaatkan. Akan tetapi tumbuhan penghasil buah
sebagian besar merupakan tumbuhan yang dapat dipanen secara berkala setiap
berbuah. Untuk mendapatkan buah pada musim berbuah, membutuhkan waktu
yang lama antara jarak penanaman sampai tumbuhan tersebut berbuah. Kebutuhan
gizi masyarakat akan terpenuhi jika manfaat dari spesies tumbuhan pangan
dimanfaatkan secara optimal.
Suku Fabaceae atau polong-polongan merupakan salah satu sumber protein
dan lemak, selain itu dimanfaatkan juga sebagai sayuran. Spesies yang
dimanfaatkan yaitu jaat (Psophocarpus tetragonolobus), jengkol (Pithecolobium
lobatum), kacang panjang (Phaseolus radiates), dan kacang suuk (Arachis
hypogaea).
Jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya
jaat (Gambar 8). Jaat biasa ditanam oleh masyarakat di pagar pembatas kebun
31
atau sawah. Di antara tanaman sayuran tropis, jaat tergolong unik karena
mempunyai banyak manfaat (multifungsi).
Gambar 8 Jaat (Psophocarpus tetragonolobus).
Polongnya merupakan sumber protein, karbohidrat dan vitamin A, dapat
dikonsumsi sebagai lalaban, sup dan kari. Polong muda dapat direbus,
dikeringkan atau dipanggang. Multifungsi lain tumbuhan jaat adalah sebagai
tumbuhan penutup tanah dan pupuk hijau karena memiliki pertumbuhan yang
cepat dan termasuk sebagai tumbuhan pengikat nitrogen dari udara yang baik.
Dengan demikian, budidaya jaat ini hampir tidak memerlukan pemupukan N.
Selain berfungsi sebagai penyubur tanah, tanaman jaat berpotensi sebagai bahan
baku ternak, obat dan pengendali erosi pada lahan kering (Krisnawati 2010).
5.2.2.2 Kelompok buah-buahan
Buah merupakan sumber gula dan karbohidrat lain, vitamin, mineral dan
lemak. Jenis buah yang biasa dimanfaatkan masyarakat yaitu pepaya (Carica
papaya), pisang (Musa paradisiacal) dan sebagainya. Buah tersebut diperoleh di
kebun dan pekarangan. Jenis tumbuhan buah yang berasal dari hutan diantaranya
hareeus (Rubus moluccanus) dan canar (Smilax macrocarpa). Tumbuhan
penghasil sumber vitamin terdiri dari buah-buahan yang dimanfaatkan masyarakat
bervariasi. Tumbuhan penghasil buah yang banyak ditemukan yaitu pohon pala
(Myristica fragrans). Hampir di setiap pekarangan rumah masyarakat Kampung
Sinarwangi terdapat pohon pala (Myristica fragrans). Setiap menjelang hari raya
idul fitri maupun hari raya lainnya masyarakat memanfaatkan buah pala untuk
dijadikan manisan pala. Selain pala, buah-buahan yang sering dimakan oleh
masyarakat diantaranya kelapa (Cocos nucifera), pepaya (Carica papaya), jambu
klutuk (Psidium guajava), dan jeruk bali (Citrus maxima).
32
Buah yang dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat yaitu sukun
(Artocarpus communis). Sukun dimanfaatkan sebagai makanan kecil dengan cara
digoreng, direbus atau dikukus. Sukun dapat dijadikan sebagai bahan pangan
alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan pangan konvensional,
artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi kekosongan produksi pangan
utama konvensional pada bulan Januari, Februari dan September, dimana pada
bulan-bulan tersebut terjadi paceklik (Maruhum & Yuliantini 1991) tanaman
sukun sangat mudah dikembangkan karena teknik budidaya sukun relative mudah,
dapat tumbuh di lahan marjinal dan tahan terhadap kemarau panjang (Sturrock
1940 diacu dalam Manullang & Yohani 1995).
Gambar 9 Sukun.
Menurut
Manullang
dan
Yohani
(1995)
menyebutkan
kandungan
karbohidrat tepung sukun setara dengan kandungan karbohidrat tepung beras
tetapi lebih tinggi dari kandungan karbohidrat tepung terigu. Basrin dan Nasser
(2012) juga menyebutkan buah sukun bisa digunakan sebagai makanan diet
karena kandungan kalorinya sangat rendah. Kandungan nutrisinya mempunyai
potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai salah satu makanan pokok
pendamping beras. Kandungan vitamin dan mineral buah sukun lebih lengkap
dibandingkan dengan beras, namun kalorinya lebih rendah sehingga dapat
digunakan sebagai sumber pangan lokal.
Kelapa merupakan salah satu tumbuhan pangan yang banyak dimanfaatkan
sebagai buah. Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk dibuat menjadi
minuman fermentasi, karena kandungan zat gizinya, kaya akan nutrisi yaitu gula,
protein, lemak dan relatif lengkap sehingga sangat baik
untuk pertumbuhan
bakteri penghasil produk pangan. Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu
protein 0,2 %, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27 %, gula, vitamin, elektrolit dan
33
hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimun 3 gram per 100 ml air kelapa.
Jenis gula yang terkandung adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol. Gulagula inilah yang menyebabkan air kelapa muda lebih manis dari air kelapa yang
lebih tua (Warisno 2004).
Berdasarkan informasi dari masyarakat terdapat jenis tumbuhan pangan
yang dahulu banyak dimanfaatkan yaitu buah canar (Smilax macrocarpa)
(Gambar 10). Buah canar merupakan tumbuhan liar yang berada di sekitar hutan
Gunung Salak. Namun sekarang ini pemanfaatan tumbuhan ini sudah jarang
dilakukan oleh masyarakat karena keberadaann di alam sudah berkurang dan
belum adanya budidaya terhadap tumbuhan ini. Canar merupakan tumbuhan khas
Jawa Barat. Sampai saat ini, tumbuhan canar dilaporkan keberadaannya di
Indonesia hanya di daerah Jawa Barat. Dengan demikian tumbuhan ini merupakan
tumbuhan endemik Jawa Barat terutama di Kawasan Hutan Gunung Salak.
Sumber : Suwena 2006
(a)
(b)
Gambar 10 Buah canar masak panen (a) yang biasa dipanen dan dijual petani dan
buah hasil olahan (b) yang diperdagangkan.
Habitat tumbuh canar (Smilax macrocarpa) adalah ekosistem hutan
produksi dan hutan alam pada ketinggian ± 800 m di atas permukaan laut. Tipe
iklim A (Schmidt Ferguson), jenis tanah asosiasi andosol, latosol, dan regusol.
Canar termasuk tumbuhan liana, panjang 5 - 15 m, bunga uniseksual dan
bergerombol, buah bergerombol pada setiap tangkai dengan jumlah 10 - 15 buah.
Berat buah pada saat masak panen berkisar 12 - 4 g, berat buah masak fisiologis
berkisar 9 - 12 g. Buah masak terdiri atas 2 - 3 biji dengan berat rata-rata 0,15 –
0,21 g. Warna buah siap panen (mentah) hijau muda sedangkan pada saat masak
fisiologis biru tua keunguan. Biji buah pada saat masak fisiologis bertekstur keras
34
berbentuk lempengan-lempengan. Perbanyakan tumbuhan dapat dilakukan dengan
biji dan tunggul (stump). Hasil buah canar dapat mencapai 500 kg/rumpun.
Buahnya dapat diolah menjadi manisan dan asinan. Keunggulan tumbuhan ini
yang dimiliki diantaranya: kandungan kalsium (Ca) yang tinggi (0,30%),
kandungan tannin (positif sangat kuat) dan saponin (positif kuat) sebagai bahan
industry (Suwena 2006).
5.2.2.3 Kelompok sereal
Sereal adalah biji masak dan kering dari keluarga rumput-rumputan
(Poaceae) yang kaya akan pati (karbohidrat) dan juga mengandung lemak, protein,
mineral dan vitamin (Anonim 1990 diacu dalam Sunarti et al. 2007). Jenis dari
suku Poaceae yang dimanfaatkan yaitu padi (Oryza sativa) dan jagung (Zea
mays).
5.2.2.4 Kelompok umbi-umbian
Umbi-umbian juga merupakan sumber karbohidrat. Spesies tumbuhan
pangan jenis umbi-umbian meliputi taleus (Colocasia esculenta), singkong
(Manihot
utilissima).
Spesies
tumbuhan
penghasil
karbohidrat
selain
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan pokok, juga menjadi makanan
sampingan atau sebagai cemilan menjadi kue dan makanan kering. Masyarakat
mendapatkan tumbuhan penghasil karbohidrat tersebut dari hasil tumbuhan yang
sudah dibudidaya.
Taleus yang dimanfaatkan oleh masyarakat berada di pekarangan dan liar.
Bagian yang dimanfaatkan dari taleus yaitu umbi nya dan bagian batangnya.
Umbi taleus dimanfaatkan dengan cara digoreng, direbus dan dikukus. Bagian
batang umbi taleus dimanfaatkan sebagai sayur, masyarakat biasa menyebutnya
sayur lompong. Sayur diolah dengan cara bagian batang dipotong sebesar ibu jari,
dicuci dan diolah menggunakan bumbu seperti laja, bawang merah, terasi dan
asem.
35
Gambar 11 Taleus (Colocasia esculenta).
Gambar 12 Umbi taleus.
Gambar 13 Batang taleus yang disayur (lompong).
5.3 Keanekaragaman Tumbuhan Obat
5.3.1 Tumbuhan obat
Berdasarkan hasil observasi lapang di Kampung Sinarwangi, ditemukan
tumbuhan obat sebanyak 89 spesies dari 47 famili. Menurut penelitian Roosita et
al. (2006) spesies tumbuhan obat yang digunakan oleh Batra Desa Sukajadi
sebanyak 117 spesies. Desa Sukajadi terdiri dari tiga dusun, Kampung Sinarwangi
merupakan Dusun II. Kampung Sinarwangi memiliki keanekaragaman tumbuhan
obat yang tinggi. Famili Zingiberaceae dan Fabaceae merupakan famili yang
memiliki jumlah spesies yang paling banyak sebanyak 8 spesies (Tabel 12).
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan dan berasal dari hutan antara lain bungur
(Lagerstroemia speciosa), buntiris (Kalanchoe crenata), dadap (Erythrina
lithosperma),
hantap
(Sterculia
longifolia),
harendong
(Melastoma
malabathricm), kimules (Desmodium heterophyllum), kisepet (Commelina
oblique) dan lain-lain.
36
Tabel 12 Pengelompokkan tumbuhan obat berdasarkan famili
No
Famili
Jumlah spesies
1
Zingiberaceae
8
2
Fabaceae
8
3
Asteraceae
7
5
Solanaceae
5
6
Acanthaceae
4
7
Piperaceae
4
8
Arecaceae
3
9
Annonaceae
2
10
Famili lainnya (38 Famili)
48
Tumbuhan obat Kampung Sinarwangi sebagian besar ditemukan di
pekarangan sebanyak 67%, 15% dari hutan dan kebun, dan 3% dari sawah
(Gambar 14). Hal tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat diperoleh
dari lahan masyarakat. Tumbuhan obat merupakan kebutuhan yang penting dan
dibutuhkan untuk mengobati penyakit.
Sawah
3%
hutan
15%
kebun
15%
pekarangan
67%
Gambar 14 Persentase tipe habitat tumbuhan obat.
Pekarangan merupakan lahan yang paling dekat dengan rumah sebagai
tempat tinggal. Hal ini dimaksudkan agar pada saat masyarakat membutuhkan
tumbuhan obat dapat dengan cepat diperoleh sehingga memudahkan masyarakat
dalam memperoleh tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan
biasanya tumbuhan obat yang banyak dimanfaatkan dan sering digunakan oleh
masyarakat. Salah satu spesies tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan yaitu
sirih. Sirih dimanfaatkan untuk mengobati masalah kewanitaan. Masalah
kewanitaan dapat muncul sewaktu-waktu, dengan adanya sirih di pekarangan
dapat memudahkan masyarakat terutama wanita dengan mudah memperoleh
tumbuhan obat dan mengobati penyakit tersebut.
37
Potensi tumbuhan obat Kampung Sinarwangi berdasarkan bagian tumbuhan
yang dimanfaatkan, dikelompokkan menjadi 9 bagian yang digunakan meliputi
daun, buah, rimpang, akar, umbi, semua bagian, biji dan air buah. Daun
merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan yaitu sebanyak 50
spesies tumbuhan obat. Bagian tumbuhan lainnya meliputi rimpang sebanyak 7
spesies, akar 5 spesies dan sebagainya (Tabel 13).
Tabel 13 Bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bagian tumbuhan yang digunakan
Daun
Buah
Rimpang
Akar
Umbi
Semua bagian (herba)
Tunas
Biji
Air
Jumlah
50
21
7
5
3
3
1
1
1
Hal ini disebabkan daun merupakan bagian tumbuhan yang memiliki laju
pertumbuhan yang cepat. Selain itu daun juga mudah diperoleh masyarakat tanpa
harus menunggu proses yang lama seperti buah karena buah dapat diperoleh
dalam waktu tertentu yaitu musim berbuah. Menurut Zuhud et al. (1994),
penggunaan daun, buah, cabang dan ranting sebagai bahan mentah dalam
pengobatan tradisional tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup
tumbuhan. Tetapi bila akar, kulit kayu atau seluruh bagian tumbuhan yang
digunakan maka hal itu sudah menjadi ancaman bagi keberadaan spesies tersebut.
Berdasarkan habitus, tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Sinarwangi
dikelompokkan ke dalam 5 kelompok habitus yang meliputi herba, pohon, perdu,
liana dan semak yang disajikan pada Gambar 15.
pohon
25%
semak
liana
9%
6%
perdu
22%
herba
38%
Gambar 15 Persentase habitus tumbuhan obat.
38
Herba memiliki jumlah spesies yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai tumbuhan obat. Hal ini diakibatkan tumbuhan dengan habitus herba
memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat serta masa umur pendek sehingga
ketersediaan di alam pun melimpah. Dengan adanya ketersediaan habitus herba
yang melimpah perlu dilakukan pemanfaatan yang optimal misalnya dengan
dilakukan pemanenan terhadap tumbuhan obat.
Tumbuhan obat yang berada di Kampung Sinarwangi berdasarkan status
budidaya terbagi menjadi 2 yaitu tumbuhan yang sudah dibudidaya dan tumbuhan
obat yang belum dibudidaya atau liar. Tumbuhan obat liar paling banyak
ditemukan dengan persentase sebanyak 53% dan sisanya sebanyak 47% adalah
tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat (Gambar 16).
Tumbuhan obat yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah tumbuhan yang
sering digunakan dan mudah dalam proses budidayanya. Proses budidayanya pun
menggunakan metode yang praktis dengan menanam di pekarangan atau pun
didalam pot.
liar
53%
budidaya
47%
Gambar 16 Persentase status tumbuhan obat.
Status budidaya tumbuhan obat di Kampung Sinarwangi sebagian besar
yaitu liar. Liar yang dimaksud yaitu tumbuh secara alami atau tidak sengaja
ditanam oleh masyarakat. Tumbuhan obat yang liar ditemukan diberbagai habitat
di Kampung Sinarwangi. Hal ini menunjukkan bahwa Kampung Sinarwangi
merupakan kampung yang kaya dengan berbagai spesies tumbuhan obat.
5.3.2 Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat
Pengetahuan masyarakat Kampung Sinarwangi terhadap tumbuhan obat
masih tinggi. Hal tersebut terbukti bahwa masyarakat masih menggunakan
tumbuhan obat yang ada di sekitarnya untuk mengobati penyakit. Masyarakat
39
Sinarwangi sangat mengetahui 26,67% dan 53,33% mengetahui, dan 10% kurang
mengetahui terkait tumbuhan yang berkhasiat untuk obat. Beberapa spesies
tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat Kampung Sinarwangi
diantaranya adalah spesies-spesies yang mempunyai fungsi lain seperti digunakan
sebagai sayur dan bumbu. Sayur dan bumbu dapur merupakan bahan yang selalu
digunakan dalam sehari-hari oleh masyarakat. Selain untuk konsumsi pangan
sehari-hari, sayur dan bumbu dapur memiliki banyak khasiat sebagai obat.
Beberapa spesies tumbuhan penghasil bumbu dan sayuran yang memiliki khasiat
obat adalah bawang merah (Allium cepa), takokak (Solanum torvum), lengkuas
(Alpinia galanga) dan sebagainya.
Masyarakat Kampung Sinarwangi sebagian besar mengetahui spesies
tumbuhan obat dari turun-temurun. Hasil wawancara sebesar 86,67% mengetahui
tumbuhan obat dari turun-temurun, sisanya berasal dari tetangga 10% dan
informasi lain sebesar 3,33%. Masyarakat Kampung Sinarwangi sebesar 90%
menyatakan bahwa tumbuhan obat berkhasiat manjur dalam menyembuhkan
penyakit, 10% menyatakan kurang manjur. Masyarakat yang merasakan khasiat
manjur sering menggunakan tumbuhan secara terus menerus, sehingga khasiat
tumbuhan obat dapat dirasakan bagi pengguna tumbuhan obat tersebut.
Sedangkan masyarakat yang menyatakan kurang manjur adalah masyarakat yang
mengkonsumsi tumbuhan obat tidak rutin atau terus menerus dalam mengobati
penyakitnya, sehingga efek dari khasiat tumbuhan obat belum dirasakan oleh
pengguna. Telah diketahui bahwa tumbuhan obat memerlukan waktu yang lama
untuk menyembuhkan penyakit.
Di samping penggunaan tumbuhan obat, masyarakat pun menggunakan obat
warung dalam mengobati penyakitnya. Sebanyak 17,24% membeli obat warung,
72,41% kadang-kadang membeli obat warung dan 10,34% masyarakat Kampung
Sinarwangi yang tidak membeli obat warung. Alasan masyarakat membeli obat
warung adalah lebih praktis penggunaannnya serta lebih cepat menyembuhkan
dibanding dengan menggunakan tumbuhan obat.
Tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat masing-masing tergantung
jenis dan penyakit baik cara penggunaan maupun pengolahan. Teridentifikasi 11
spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat dalam mengobati
40
penyakitnya (Tabel 14). Penyakit yang sering diderita oleh masyarakat
Sinarwangi adalah pegal-pegal. Sebanyak 4 spesies tumbuhan obat yang
digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit demam tersebut, yaitu meliputi
akar gedang gandul, akar cecenet, akar alang-alang, daun alpuket.
Tabel 14 Spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat
No
1
Nama Lokal
Rane
Bagian yang digunakan
Daun
Lempuyang
Baluntas
Nama Ilmiah
Selaginella
willdenowii
Zingiber aromaticum
Pluchea indica
2
3
4
Buntiris
Kalanchoe crenata
Daun
5
6
7
8
Pohpohan
Kisepet
Babadotan
Bawang merah
Pilea trinervia
Commelina obliqua
Ageratum conyzoides
Allium cepa
Daun
Daun
Daun
Umbi
9
Alang-alang
Imperata cylindrical
Akar
10
Cecenet
Physalis peruviana
Akar
11
Sirih
Piper betle
Daun
Air
Daun
Manfaat
Luka luar, luka dalam
(Setelah persalinan)
Nafsu makan
Luka dalam, bau
badan
Demam, bisul, sakit
gigi
Bau mulut
Setelah melahirkan
Luka
Masuk angin, perut
kembung pada anak,
sakit gigi
Pegal-pegal, menjaga
kesehatan
Pegal-pegal, menjaga
kesehatan
Keputihan
Proses pembuatan obat untuk mengobati pegal-pegal dan menjaga
kesehatan yaitu dengan cara membuat godogan. Godogan tersebut terdiri dari
beberapa spesies tumbuhan yang direbus secara bersamaan. Penyediaan jenis
tumbuhan tersebut ada yang berupa simplisia kering dan segar. Simplisia kering
yaitu dengan mengambil berbagai jenis tumbuhan tersebut kemudian dijemur dan
dipotong-potong menjadi potongan halus. Simplisia segar berupa bagian
tumbuhan yang langsung diperoleh dari alam dan langsung diproses.
Gambar 17 Jamu godogan.
Gambar 18 Simplisia kering.
41
Jamu godogan merupakan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat
Kampung Sinarwangi. Jamu godogan dimanfaatkan masyarakat untuk menjaga
kondisi kesehatan tubuh agar tubuh terasa lebih segar dan sehat. Jenis tumbuhan
yang digunakan untuk ramuan jamu godogan yaitu akar cecenet, akar gedang
gendol, daun alpuket, kumis kucing dan akar alang-alang. Spesies tumbuhan
tersebut diambil kemudian dicuci, dijemur dan disimpan. Masyarakat biasa
membuat jamu godogan dengan menyimpan simplisia kering sebelum dikonsumsi
sebagai jamu godogan.
Masyarakat Kampung Sinarwangi juga memanfaatkan tumbuhan obat
dengan membuat jamu golohgor. Jamu golohgor merupakan jamu habis bersalin
yaitu jamu yang diberikan kepada ibu yang baru melahirkan dengan tujuan untuk
memperbaiki sirkulasi darah, menguatkan tubuh, mempercepat pemulihan rahim,
mendorong involusi uterus dan meningkatkan produksi air susu (Tilaar 1994 diacu
dalam Masruroh 2004). Jamu golohgor biasanya diminum 2 kali sehari (pagi dan
sore) sehabis melahirkan sampai 40 hari setelah melahirkan. Secara empirik jamu
golohgor memiliki manfaat antara lain meningkatkan kondisi kesehatan ibu
setelah melahirkan dan meningkatkan produksi ASI (Masruroh 2004).
Jamu golohgor terdiri dari 56 spesies tumbuhan obat diantaranya daun rane,
lampuyang, rendeu, kisepet, kunyit, hantap dan sebagainya. Proses pembuatan
jamu golohgor, pertama jenis tumbuhan obat di ambil langsung, disangrai,
kemudian ditumbuk. Tumbuhan yang digunakan terdiri dari beberapa bagian yaitu
daun, rimpang dan seluruh bagian tumbuhan (herba). Berdasarkan hasil penelitian
Masruroh (2004), jamu golohgor mengandung antioksidan alami, antara lain
vitamin C, karotenoid, vitamin E dan senyawa fenol yang terdiri dari 2Chlorophenol,
2-Methylphenol,
3-Methylphenol
dan
2,4-Dichlorophenol.
Sumbangan antioksidan alami dari jamu untuk ibu menyusui setiap hari adalah
8,68 mg vitamin C; 15 mg betakaroten; 0,2 mg vitamin E dan 1,507 mg total
fenol.
Jumlah spesies tumbuhan obat tertinggi yang digunakan untuk mengobati
kelompok penyakit perawatan kehamilan dan persalinan, yaitu sebanyak 15
spesies. Spesies yang digunakan untuk mengobati kelompok penyakit tersebut
diantaranya Rane (Selaginella willdenowii), kibeling (Clinacantlzus nutans),
42
dadap (Erythrina lithosperma), kisepet (Commelina obliqua), rendeu (Staurogyne
elongate), singugu (Clerodendrum serratum), kapol (Amomum cardamomum),
hantap (Sterculia longifolia) dan lain-lain.
Terdapat juga 1 spesies tumbuhan yang digunakan untuk mengobati 1
kelompok penyakit yaitu nangka yang digunakan untuk mengobati kelompok
penyakti saluran pendengaran. Nangka (Artocarpus heterophyllus) yang
digunakan yaitu buah nangka berukuran ibu jari dan merupakan buah yang gagal
menjadi buah. Masyarakat biasa menyebutnya dengan nama tongtolang nangka.
Tongtolang nangka diambil kemudian cairan yang ada didalamnya di teteskan ke
dalam telinga.
Sadagori (Sida cordifolia) merupakan tumbuhan yang digunakan untuk
mengobati kelompok penyakit otot dan persendian (pegal-pegal) dan kelompok
penyakit saluran pernafasan (asma). Bagian daun dan batang sadagori digunakan
untuk mengobati pegal-pegal. Untuk mengobati penyakit asma, bagian yang
digunakan yaitu akar sadagori. Kedua bagian tumbuhan sadagori tersebut
digunakan dengan cara digodog.
Gambar 19 Sadagori.
Gambar 20 Akar sadagori.
Proses pengolahan akar sadagori yaitu akar sadagori yang baru diambil
kemudian dicuci, setelah dicuci bersih masak bersamaan dengan air sebanyak 4
gelas (digodog), diamkan mendidih sampai air rebusan mencapai 1 gelas, disaring
kemudian diminum.
43
5.4 Pangan fungsional
Menurut Muchtadi (2004), istilah pangan fungsional (functional food)
merupakan nama yang paling dapat diterima oleh semua pihak untuk segolongan
pangan (makanan dan minuman) yang mengandung bahan (bahan-bahan) yang
telah terbukti dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya
penyakit tertentu. Teridentifikasi sebanyak 32 spesies sebagai tumbuhan pangan
fungsional yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Sinarwangi. Spesies
tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung
Sinarwangi diantaranya pohpohan (Pilea trinervia) dan surawung (Ocimum
sanctum).
Masyarakat Kampung Sinarwangi biasa memakan sayuran dengan cara
dilalab (dimakan langsung tanpa diolah), lalaban merupakan sayuran pelengkap
pada saat makan bersamaan dengan nasi dan ikan. Daun pohpohan merupakan
salah satu sayuran favorit bagi masyarakat yang dijadikan lalaban (Gambar 21).
Pohpohan memiliki rasa yang enak dan wangi. Disamping memiliki rasa yang
enak, daun pohpohan memiliki manfaat lain yaitu dapat menghindari bau mulut
dan bau badan. Pohpohan merupakan salah satu pangan fungsional karena
memiliki tiga fungsi dasar pangan fungsional. Pangan fungsional mempunyai tiga
fungsi dasar yaitu :sensory (warna dan penampilannya menarik, cita rasanya
enak); nutritional (bernilai gizi); dan physiological (memberikan pengaruh
fisiologis menguntungkan bagi tubuh) (Muchtadi 2004).
Gambar 21 Pohpohan (Pilea trinervia).
Pohpohan merupakan salah satu jenis pangan fungsional yang potensial. Hal
ini disebabkan pohpohan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan serta dalam
pemenuhan gizi masyarakat. Pohpohan mengandung banyak vitamin antara lain
44
kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C dan vitamin B1. Tubuh manusia
sangat memerlukan kalsium untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang dan gigi
pada masa pertumbuhan anak-anak hingga remaja, pada saat hamil dan selama
masa menyusui. Kecukupan kebutuhan kalsium dapat mencegah pengapuran pada
tulang (osteoporosis) pada usia dewasa.
Pekarangan rumah menjadi tempat yang strategis bagi masyarakat untuk
menanam sayuran walaupun tidak selengkap di kebun atau sayur yang jenisnya
banyak ditanam, akan tetapi menanam sayuran di pekarangan juga dapat
mempermudah masyarakat dalam memperoleh sayuran. Tumbuhan penghasil
sayuran yang ditanam di pekarangan yaitu kacang panjang (Phaseolus radiatus),
gambas atau labu siam (Sechium edule). Selain itu pekarangan pun ditanam
tumbuhan penghasil bumbu seperti bawang merah (Allium cepa) dan cabe rawit
(Capsicum frutescens).
Masyarakat ada yang memanfaatkan daun kelingsir (Gynura sarmentosa)
untuk sayuran. Daun kalingsir (Gynura sarmentosa) merupakan tumbuhan obat
yang bermanfaat untuk mengobati kencing batu atau memperlancar buang air
kecil. Masyarakat pada awalnya hanya mencoba menggunakan daun kalingsir
(Gynura sarmentosa) yang dimasak sebagai sayur pelengkap mie rebus. Ternyata
daun kalingsir (Gynura sarmentosa) memiliki rasa yang mirip seperti daun caisin.
Berawal dari sebagai pelengkap mie rebus namun daun kalingsir (Gynura
sarmentosa) ini menjadi sayuran yang banyak dimanfaatkan.
5.5 Praktek Konservasi Masyarakat Kampung Sinarwangi
5.5.1 Kearifan lokal dan upaya konservasi tumbuhan
Kearifan tradisional mengandung tiga unsur penting. Pertama, nilai religius
dan etika sosial yang mendasari praktek-praktek pengelolaan sumber daya
hayatinya. Kedua, norma/aturan adat yang mengatur hubungan antar komunitas
dan lingkungan alamnya. Ketiga, pengetahuan lokal dan keterampilan yang
diperoleh dari pengalaman empirik berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun
mengelola sumber daya hayati dan lingkungannya. Kesemuanya ini merupakan
satu kesatuan sistem yang melandasi tatanan kehidupan sosial, budaya, ekonomi
dan politik komunitas masyarakat. Sumber daya hayati merupakan bagian dari
kebudayaan komunitas masyarakat. Pemanfaatan dan kelestarian Sumber daya
45
hayati ini sangat erat kaitannya dengan kearifan tradisional yang dimiliki oleh
komunitas tersebut.
Sudah banyak studi yang menunjukkan bahwa masyarakat adat di Indonesia
secara tradisional berhasil menjaga dan memperkaya keanekaragaman hayati
alami. Hal ini merupakan suatu realitas bahwa masyarakat masih memiliki
kearifan tradisional yang kuat. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain
sesuai kondisi budaya dan tipe ekosistem setempat. Mereka umumnya memiliki
sistem pengetahuan dan pengelolaan sumberdaya lokal yang diwariskan dan
ditumbuhkembangkan terus menerus secara turun menurun. Melakukan
konservasi tumbuhan tentunya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan konservasi sumber daya alam hayati secara keseluruhan.
Masyarakat Kampung Sinarwangi merupakan Suku Sunda. Dalam
masyarakat sunda dikenal dengan mitos Nyi Pohaci yang dilambangkan sebagai
dewi padi. Nyi Pohaci yang menyimbolkan padi berasal dari kata Sundakuno,
pwahaci yang berarti sumber kehidupan. Mitologi Sunda mengandung filsafat
atau struktur pemikiran masyarakatnya, dari mitologi inilah masyarakat sunda
sangat menghargai keanekaragaman hayati yang dijadikan sebagai sumber bahan
pangan demi kelangsungan hidup. Mitologi Nyi Pohaci mengajarkan bahwa
semua tanaman memberikan manfaat hidup kepada manusia. Jadi, mitos Nyi
Pohaci mengandung hasil renungan pemikiran manusia Sunda lama tentang
bagaimana asal-usul dan segala macam tumbuhan yang amat bermanfaat bagi
masyarakat Sunda dan semua itu diperlukan orang Sunda setiap hari bagi
kepentingan kelangsungan hidupnya.
5.5.2 Kegiatan budidaya tumbuhan
Budidaya tumbuhan merupakan permasalahan yang dialami masyarakat
Sinarwangi merupakan permasalahan dalam upaya konservasi tumbuhan secara
umum baik dalam hal tumbuhan pangan maupun tumbuhan obat. Kurangnya
informasi dan publikasi hasil penelitian melalui teknik budidaya menjadi
penyebabnya. Zuhud dan Haryanto (1991) menyatakan bahwa penelitian sebagai
upaya memperoleh data dasar yang diperlukan bagi pelestarian pemanfaatan
tumbuhan potensial mulai dari penelitian bioekologi hingga teknik budidayanya
dan eksplorasi bahan aktif yang berguna belum dilakukan secara intensif.
46
Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh masyarakat Sinarwangi yaitu di lahanlahan pekarangan, sawah dan kebun. Tumbuhan pangan yang dibudidayakan
yaitu padi, singkong, labu siam, kukuk, jaat dan lain-lain. Untuk tumbuhan obat
diantaranya jahe, kunyit, lengkuas, sirih, lempuyang, karuk dan lain-lain.
Penanaman spesies tanaman di pekarangan disesuaikan dengan fungsinya, yaitu
sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, tanaman obat dan lainlain.
Gambar 22 Budidaya di kebun.
Gambar 23 Budidaya di pekarangan.
Minat masyarakat terhadap budidaya tumbuhan disebabkan oleh berbagai
faktor, diantaranya yaitu masih tersedianya tumbuhan yang dibutuhkan di sekitar
mereka (pekarangan, tepi jalan, kebun, hutan, dan lain-lain), adanya pengetahuan
mengenai tumbuhan tersebut, kebutuhan hidup sehari-sehari, pemenuhan
kebutuhan terkait ekonomi, dan adanya informasi mengenai tumbuhan-tumbuhan
tersebut. Budidaya tumbuhan obat dalam skala ekonomi belum menjadi bagian
kebudayaan dan kelembagaan para petani, khususnya di Indonesia (Afrianti
2007).
5.5.3 Penggunaan lahan
Kesesuaian kehidupan masyarakat dengan alam diperlihatkan dengan
kondisi alam lingkungannya dengan mempertahankan keberadaan lingkungan
yang tetap. Lahan dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan
mereka, hal ini terdiri dari komposisi tanaman yang berada pada lahan
masyarakat. Profil penggunaan lahan masyarakat Kampung Sinarwangi seperti
tersaji pada Gambar 24.
Kebun merupakan lahan yang ditanami berbagai tumbuhan terutama
tumbuhan penghasil pangan. Lahan kebun merupakan lahan khusus yang terletak
47
tidak terlalu jauh dari rumah. Ada anggota masyarakat yang memiliki kebun yang
terletak di samping atau di sekitar rumahnya dan ada juga masyarakat yang
memiliki kebun yang agak jauh dari tempat tinggalnya. Tumbuhan pangan yang
ditanam di kebun terdiri dari sayuran, buah, umbi-umbian dan sebagainya. Jenis
tumbuhan yang biasa ditanam di kebun diantaranya labu siam (Sechium edule),
kukuk (Legenaria leucantha), singkong (Manihot utilissima) dan lain-lain.
Gambar 24 Profil penggunaan lahan di Kampung Sinarwangi.
Untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, masyarakat memanfaatkan
padi. Padi diperoleh dari lahan sawah. Sawah di Kampung Sinarwangi biasa
ditanami padi. Namun spesies tumbuhan lain pun biasanya ditanami di pagar yang
digunakan untuk membatasi sawah dan jalan. Tumbuhan yang biasa ditanami di
pagar yaitu jenis tumbuhan merambat salah satunya yaitu jaat (Psophocarpus
tetragonolobus).
Lahan berikutnya adalah hutan. Hutan tersebut dijaga kelestariannya oleh
masyarakat. Menurut masyarakat hutan memiliki banyak fungsi sehingga mereka
ikut menjaga hutan. Hutan memiliki keanekaragaman tumbuhan di dalamnya yang
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya tumbuhan obat yaitu hantap
(Sterculia longifolia), sembung (Blumea balsamifera), buntiris (Kalanchoe
crenata) dan sebagainya.
Download