PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI KOLAGENASE DARI ORGAN DALAM IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) TATTY YUNIARTI Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Purifikasi dan Karakterisasi Kolagenase dari Organ Dalam Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2010 Tatty Yuniarti C351070071 ABSTRACT TATTY YUNIARTI. Purification and Characterization of a Collagenase from Internal Organ of Milkfish (Chanos chanos, Forskal). Under direction of Tati Nurhayati and Agoes Mardiono Jacoeb. The texture of fish is an important quality characteristic,and soft fillets are a problem for the fish industry. The quality of fish muscle will deteriorate during iced storage of raw fish. Endogenous proteases, which are able to hydrolyze different proteins in the muscle, are important early in the deterioration process. Endogenous fish muscle proteases are located in intracellular fluids and in the sarcoplasm, or they are associated with various cell organelles. In the live animal, the proteases function in muscle protein turnover. After death, the biological regulation of the enzymes is lost, and the enzymes hydrolyze muscle proteins and resolve the rigor mortis contraction. The proteolytic enzymes to be important for the textural properties of fish muscle, namely calpains, cathepsins, and collagenases. Endogenous collagenases may break down the connective tissue in the fish muscle and thereby lead to undesirable textural changes and gaping, in addition to rendering the components of the extracellular matrix more vulnerable to attack by other proteases. So that is important to know its characterization of collagenase. The milkfish (Chanos chanos, Forskal) is the most widely cultured marine fish in the Indonesia. Milkfish constitutes 269.530 ton of total production volume 2.625.800 ton from aquaculture. Collagenases activity in milkfish found in internal organ, and the higest was at post rigor. We observed collagenase at crude extract from milkfish internal organ at post rigor such as intestine, piloric caeca and liver. The objectives of this study were to study where a part of internal organ has the highest collagenase activity, to purify that’s enzyme, and to characterize the enzyme with respect to it responses to pH, temperature, and inhibitors. We also observed temperature and pH stabilization of that’s collagenase and the molecular mass of the purified. Collagenase was purified from internal organ of milkfish (Chanos chanos, Forskal), by extraction, ammonium sulfate presipitation, ion exchange chromatography on DEAE Sephadex A-50 and gel filtration on a Sephadex G-100 column. The molecular mass of the purified enzyme was estimated by gel filtration and SDS polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Crude extract from intestine had the higest collagenase activity. The purification were 114,731 fold. The optimum temperature and pH of collagenase were 50 oC and pH 7-9, it was strongly inhibited by serine proteinase inhibitor (PMSF), and that activity was increased by Ca2+ and Na+. The molecular mass of milkfish serine collagenase was estimated to be 14,63 kDa dan 27,46 kDa. Collagenase stabilized at 10-50 oC and pH 8-9. Keywords: collagenase, purification, internal organ of milkfish, characterization RINGKASAN TATTY YUNIARTI. Purifikasi dan Karakterisasi Kolagenase dari Organ Dalam Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (Dibawah bimbingan Tati Nurhayati dan Agoes Mardiono Jacoeb). Kolagenase adalah enzim yang dapat menghidrolisa kolagen, yaitu protein yang berbentuk serabut, terdapat hanya pada hewan, misalnya otot achilles dan pada kulit. Aktivitas kolagenase pada post mortem ikan menyebabkan kerusakan tekstur daging ikan, yaitu terpisahnya jaringan ikat daging ikan (gaping). Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pada ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal) terdapat aktivitas kolagenase pada fase post rigor. Namun letak kolagenase di dalam organ dalam, aktivitas serta sifat-sifat katalitiknya belum diketahui. Hal ini diperlukan untuk mempelajari kemunduran mutu ikan bandeng. Selain itu, sebagai produk bioteknologi, kolagenase dapat digunakan sebagai alternatif sumber enzim baru, sebab sumber-sumber enzim baru masih diperlukan. Dalam penelitian ini dilakukan purifikasi dan karakterisasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan letak sumber kolagenase dari organ dalam ikan bandeng beserta aktivitasnya, dan mendapatkan kolagenase yang murni beserta sifat-sifat katalitiknya. Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi letak sumber kolagenase dan sifat-sifat katalitiknya sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan sifatnya. Penelitian terbagi dalam tiga tahap, yaitu preparasi, purifikasi dan karakterisasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng. Preparasi bertujuan untuk memisahkan organ dalam ikan bandeng yaitu hati, pilorik kaeka dan usus. Purifikasi dilakukan secara bertahap yaitu ekstraksi, pengendapan menggunakan ammonium sulfat, dialisis, kromatografi penukar ion DEAE Sephadex A-50 dan kromatografi gel filtrasi Sephadex G-100. Karakterisasi meliputi penentuan pH dan suhu optimum, pengaruh inhibitor, ion logam, kestabilan terhadap suhu, kestabilan terhadap pH dan penentuan berat molekul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preparasi organ dalam ikan banding dengan berat ikan bandeng 188–547 g/ekor atau dengan berat rata-rata 375,57 g/ekor mempunyai prosentase berat usus sebesar 2,49%, hati sebesar 1,23% dan pilorik kaeka sebesar 1,26%. Prosentase ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya, pada spesies ikan yang lain, karena perbedaan fisiologi ikan antara seperti jenis spesies ikan, ukuran ikan, cara makan dan jenis makanan, habitat dan tingkat kematangan gonad. Aktivitas kolagenase tertinggi organ dalam ikan bandeng terdapat pada organ usus yaitu 0,141 U/ml. Tingginya aktivitas kolagenase pada organ usus diduga karena kolagenase diproduksi oleh sel-sel jenis sel stromal, sel ephitel, makrofagus dan leukosit, dan usus adalah organ pencernaan yang terbangun dari sel-sel epitelium. Beberapa jenis proteinase telah ditemukan dalam usus ikan, antara lain tripsin, kimotripsin, kolagenase, elastase, karboksipeptidase dan karboksi esterase, yang secara normal disekresikan oleh pilorik kaeka dan pancreas. Kolagenase ini telah dapat dimurnikan dengan baik. Purifikasi menghasilkan aktivitas spesifik kolagenase sebesar 20,642 U/mg dengan kelipatan pemurnian yang tinggi sebesar 114,731 kali, dan yield yang dihasilkan dari pemurnian ini adalah 1,26%. Kelipatan pemurnian ini lebih tinggi daripada kolagenase yang telah dipurifikasi dari organ dalam ikan makarel (Scomber japanicus), organ dalam ikan filefish (Novoden modestrus), pilorik kaeka ikan tuna(Thunnus thynnus) dan hepatopancreas udang (Pandalus eous) Aoki et al. (2003) Kolagense mempunyai suhu dan pH optimum 50 oC. Hal ini disebabkan karena ikan adalah hewan yang bersifat poikiloterm yaitu suhu badannya dipengaruhi oleh suhu lingkungan perairan. Perbedaan suhu lingkungan dapat menyebabkan perbedaan sifat enzim. Sifat enzim juga Enzim pada umumnya mempunyai temperatur optimum seperti temperatur sel. Kondisi pH optimum kolagenase ini adalah 7-9. Kolagenase ini tergolong dalam enzim yang bekerja dengan optimum pada pH netral cenderung basa. Kolagenase meningkat aktivitasnya jika ditambah dengan ion Ca2+ dan + Na . Penambahan ion logam sebagai kofaktor dapat mempengaruhi stabilitas enzim. Kolagenolitik proteinase yang dipurifikasi dari usus ikan Atlantic cod (Gadus morhua) mempunyai sifat termo stabil, atau stabil pada suhu tinggi dengan penambahan ion Ca2+, tetapi tanpa ion tersebut, enzim ini tidak stabil pada suhu di atas 30 oC. Kolagenase dihambat dengan baik oleh PMSF hingga 23%. Dari prosentase penghambatannya, kolagenase ini diduga adalah jenis serin protease. Kolagenase jenis serin umumnya ditemukan pada ikan. Tetapi kolagenase dari daging ikan Pasific rockfish (Sebastes sp), termasuk dalam jenis metallo. Diduga kolagenase ini terlibat dalam degradasi kolagen dan softening pada produk seafood. Berat molekul kolagenase adalah 27,61 kDa dan 14,36 kDa. Kolagenase jenis serin dari berbagai sumber diketahui mempunyai berat molekul bervariasi, yaitu kurang dari 30 kDa. Kolagenase jenis metallo biasanya mempunyai berat molekul metallokolegenase bervariasi dari 30 hingga 150 kDa. Kolagenase stabil selama penyimpanan pada suhu 10-50 oC. Selanjutnya, kolagenase mengalami penurunan aktivitasnya setelah penyimpanan pada suhu 60 o C. Enzim-enzim dari organ pencernaan hewan laut mempunyai sifat bersifat termostabil yang rendah, erta stabil pada suhu rendah. Kestabilan aktivitas kolagenase pada suhu dingin ini, pada beberapa spesies ikan masih dapat mengakibatkan perubahan sifat tekstur daging ikan, selama penyimpanan dingin. Kolagenase pada pH 3-4 mempunyai aktivitas yang rendah, tetapi pada pH 6-11 kolagenase mempunyai aktivitas yang masih tinggi. Aktivitas tertinggi kolagenase stabil pada pH 7-9. Hal tersebut umumnya terjadi pada proteinase dari ikan mempunyai sifat stabil pada pH netral mendekati basa. Mengingat pemurnian kolagenase dari usus ikan bandeng ini belum sempurna, karena masih terdapat dua band, maka disarankan untuk dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan metoda penelitian yang lain, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kolagenase yang benar-benar murni. Kata kunci: kolagenase, organ dalam ikan bandeng, purifikasi, karakterisasi ©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa emncantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunanlaporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB. PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI KOLAGENASE DARI ORGAN DALAM IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) TATTY YUNIARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis: Dra. Pipih Suptijah, MBA LEMBAR PENGESAHAN TESIS Judul Proposal : Purifikasi dan Karakterisasi Kolagenase dari Organ Dalam Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) Nama : Tatty Yuniarti NIM : C351070071 Disetujui: Komisi Pembimbing Dr. Tati Nurhayati, S.Pi ,M.Si Ketua Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Tanggal Ujian: 5 Februari 2010 Dr.rer.nat. Ir. Agoes M Jacoeb, Dpl.-Biol Anggota Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Lulus: 19 Februari 2010 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul Purifikasi dan Karakterisasi Kolagenase dari Organ Dalam Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) telah selesai. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, M.S, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Teknologi Hasil Perairan dan ketua komisi pembimbing serta Bapak Dr. Ir. rer.nat. Agoes Mardiono Jacoeb, Dpl.-Biol selaku anggota komisi pembimbing, serta seluruh staf pengajar pada Departemen THP, FPIK, IPB. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan atas ijin menjalankan tugas belajar, kepada Ibu Dr. Iin Siti Djunaidah, selaku Kepala BPSDM, Departemen Kelautan dan Perikanan, Bapak. Dr. Maimun, M.Ed selaku Direktur Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Bapak Iskandar Musa, A.Pi, MM selaku Ketua Jurusan Penyuluhan Perikanan STP serta segenap rekan-rekan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta khususnya Jurusan Penyuluhan Perikanan. Terima kasih juga atas terselenggaranya penelitian ini yang dibiayai oleh Dana Hibah Bersaing Batch DP2M-Ditjen Dikti-DEPDIKNAS Thun 2009 atas nama Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si. Penulis juga menyampaikan terima kasih atas kerja sama yang baik selama penelitian, kepada Ibu Ema, Ibu Ika, Mbak Selin, Mas Wahyu, Mbak Ida, Widodo Setiyo Pranowo, Sefri, Febri, Ari, Fahrul, Zen, Nina, Kiki, Riri, Iful, Krisan, Elin, Ulina, Diah, Mbak Rita, Mbak Julin, Rafitah, Sitkun dan tanpa mengurangi rasa terima kasih ini, kepada temen-teman lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian bermanfaat. Bogor, Februari 2010 Tatty Yuniarti RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 16 Juni 1975 dari Ayah M.Soetiro dan Ibu Emiliati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis menikah dengan Gunawan, ST, dan dikaruniai putra Rama Akbar Hanifan dan putri Diyah Ayu Vania. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purwokerto dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Program Diploma III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. Selanjutnya, pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman pada tahun 1998 hingga tahun 2004. Tahun 2004 penulis mutasi ke Jurusan Penyuluhan Perikanan, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor, Departemen Pertanian. Selanjutnya mulai tahun 2006 hingga sekarang penulis bekerja pada Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .............................................................................. v DAFTAR TABEL ................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... viii 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 1.5 Hipotesis...................................................................................... 1.6 Kerangka Pemikiran .................................................................... 1 2 2 2 2 3 3 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Klasifikasi Bandeng (Chanos chanos, Forskal) .......................... 2.2 Organ Dalam sebagai Sumber Enzim Protease........................... 2.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan .................................................. 2.4 Peranan Kolagenase pada Perubahan Tekstur Daging ikan ........ 2.5 Kolagen dan Kolagenase ............................................................. 2.6 Ekstraksi dan Pemurnian enzim .................................................. 2.7 Elektroforesis .............................................................................. 4 4 6 7 9 10 13 16 3 METODOLOGI ............................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................ 3.3 Metode Penelitian ....................................................................... 3.3.1 Pembuatan Kolagen dari Kulit Ikan Bandeng (Modifikasi Lestari 2005) ............................................................... 3.3.2 Preparasi Organ Dalam Ikan Bandeng (Kim et al. (2002) . 3.3.3 Ekstraksi Kolagenase Organ Dalam Ikan Bandeng (Kim et al. 2002) ................................................................ 3.3.4 Pengendapan dan Dialisis .................................................. 3.3.5 Pemurnian dengan Kolom Kromatografi ........................... 3.3.6 Karakterisasi Kolagenase Organ Dalam Ikan Bandeng ..... 3.3.7 Analisis............................................................................... 18 18 18 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 4.1 Preparasi Organ Dalam Ikan Bandeng ........................................ 4.2 Ekstraksi Kolagenase .................................................................. 4.3 Pengendapan ............................................................................... 4.4 Dialisis ........................................................................................ 4.5 Kromatografi Penukar ion ........................................................... 4.6 Kromatografi Gel Filtrasi ............................................................ 4.4 Karakterisasi................................................................................ 4.4.1 Suhu Optimum ..................................................................... 4.4.2 pH Optimum ........................................................................ 28 28 29 31 33 35 35 37 37 40 4 iv 21 21 22 22 23 24 24 4.4.3 Pengaruh Ion Logam ............................................................ 4.4.4 Pengaruh Inhibitor................................................................ 4.4.5 Kestabilan Terhadap Suhu ................................................... 4.4.6 Kestabilan Terhadap pH....................................................... 4.4.7 Penentuan Berat Molekul ..................................................... 41 41 43 44 45 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 5.1 Simpulan ..................................................................................... 5.2 Saran............................................................................................ 47 47 47 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 48 5 v DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram kerangka pemikiran penelitian purifikasi dan karakterisasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng (Chanos chanos,Forskal) ................................................................. 3 2. Ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal) ........................................ 4 3. Anatomi ikan secara umum ............................................................ 6 4. Penampang serat daging ikan .......................................................... 10 5. Penampang jaringan penghubung pada serat daging ikan ............... 10 6. Reaksi hidrolisis protein oleh enzim ............................................... 12 7. Mekanisme kromatografi penukar ion ............................................. 15 8. Mekanisme kromatografi gel filtrasi ............................................... 15 9. Reaksi pembentukan gel poliakrilamide.......................................... 16 10. Diagram alir penelitian .................................................................... 20 11. Aktivitas kolagenase pada berbagai organ dalam bandeng fase post rigor .................................................................................. 29 12. Penampang dinding usus.................................................................. 30 13. Konsentrasi protein pada hasil pengendapan menggunakan ammonium sulfat 30-80 % ............................................................... 32 14. Aktivitas kolagenase hasil pemisahan dengan pengendapan menggunakan NH4(SO4)2 ................................................................ 33 15. Aktivitas kolagenase pada jenis ukuran kantong dan waktu dialisis .............................................................................................. 34 16. Hasil kromatografi penukar ion ....................................................... 35 17. Hasil kromatografi gel filtrasi .......................................................... 36 18. Aktivitas kolagenase dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan pada berbagai suhu ..................................................... 39 19. Aktivitas kolagenase dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan pada berbagai pH ....................................................... 40 20. Pengaruh ion logam terhadap ekstrak kasar dan hasil pengendapan .................................................................................... 41 21. Pengaruh inhibitor spesifik terhadap ekstrak kasar dan hasil pengendapan..................................................................................... 42 22. Kestabilan kolagenase terhadap suhu .............................................. 43 23. Kestabilan kolagenase terhadap pH ................................................. 44 24. Elektrogram hasil pemurnian ........................................................... 45 vi DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi gizi bandeng (dalam 85 g) ....................................... 5 2. Tipe matriks kolom jenis dextran dan kisaran fraksinansinya .. 16 3. Proses kemunduran mutu ikan dan perubahan sensori yang tampak ........................................................................................ 21 4. Pembuatan larutan standar BSA ................................................. 26 5. Komposisi gel penahan dan pemisah .......................................... 27 6. Prosentase organ dalam beberapa spesies ikan dan bandeng ...... 28 7. Sumber kolagenase dan metoda pemurniannya .......................... 31 8. Hasil pemurnian kolagenase ....................................................... 36 9. Karakteristik kolagenase dari berbagai sumber. ......................... 38 vii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Roadmap penelitian....................................................................... 54 2. Tabel konversi dari g (gravity) ke rpm (revolutions per minute) .......................................................................................... 55 3. Ammonium sulfate precipitation table .......................................... 56 4. Gambar organ dalam bandeng ...................................................... 57 5. Hasil perhitungan elektroforesis ................................................... 58 viii 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal) merupakan spesies penting dalam perikanan budidaya di Indonesia. Ikan bandeng menjadi salah satu produk yang mendominasi produksi perikanan budidaya, yaitu sebesar 269.530 ton dari total produksi perikanan budidaya, yaitu sebesar 2.625.800 ton (Ditjen Perikanan Budidaya 2007). Kandungan gizi ikan bandeng dalam 85 g yaitu protein 17 g, lemak 5,7 g dan karbohidrat 0,0 g (USDA SR-21 2009). Kandungan gizi ikan bandeng menjadi tidak bernilai tinggi apabila tidak ditangani dengan baik setelah penangkapan atau pemanenan. Hal ini disebabkan ikan bandeng sebagai bahan pangan ikani sangat rentan terhadap kerusakan (highly perishabe food). Kerusakan ini dapat terjadi secara fisik, biokimiawi maupun mikrobiologi. Kerusakan daging ikan yang terjadi pada fase rigor mortis hingga fase post rigor, ditandai dengan melemasnya daging ikan (softening). Pelemasan ini bukan disebabkan oleh terpecahnya protein aktomiosin yang telah terbentuk tetapi karena kerusakan jaringan daging ikan. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim proteolisis yang memecah protein menjadi molekul yang lebih sederhana (autolisis) (Clucas dan Ward 1996). Enzim-enzim proteolisis mampu menghidrolisis protein pada daging ikan. Enzim-enzim tersebut antara lain kolagenase, katepsin dan kalpain. Aktivitas kolagenase menyebabkan terpisahnya jaringan ikat daging ikan (gaping) (Hultman 2003). Enzim kolagenase memisahkan serat-serat daging ikan, yang terdapat jaringan kolagen pada serat ikan yang dihubungkan oleh myocotoma. Akibatnya tekstur ikan menjadi lembek dan protein daging ikan terpecah menjadi peptida-peptida sederhana. Peptida ini merupakan substrat bagi bakteri, sehingga setelah autolisis, peranan mikroorganisme penyebab kebusukan menjadi dominan. Hultman dan Rustrad (2004) menyatakan bahwa enzim endogeneus kolagenase mempengaruhi perubahan tekstur daging ikan (fillet) Atlantic salmon (Salmo salar) pada fase post mortem. Bagian organ dalam ikan bandeng diketahui mempunyai aktivitas kolagenase tertinggi pada fase post rigor (Fentiana 2009). Namun letak kolagenase di dalam organ dalam, aktivitas serta sifat-sifat katalitiknya belum 2 diketahui. Hal ini diperlukan untuk mempelajari kemunduran mutu ikan bandeng. Selain itu, sebagai produk bioteknologi, kolagenase ini dapat digunakan sebagai alternatif sumber enzim baru, sebab sumber-sumber enzim baru masih diperlukan (BPPT 2003). Oleh karena itu dilakukan purifikasi dan karakterisasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng. 1.2 Perumusan Masalah Letak kolagenase pada organ dalam ikan bandeng beserta sifat-sifat katalitiknya belum diketahui. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, maka diharapkan peristiwa yang menurunkan kesegaran mutu ikan misalnya gaping, dapat dihindari. Sifat-sifat tersebut antara lain konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu Untuk mengetahui sifat-sifat tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai purifikasi dan karakterisasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian purifikasi dan karakterisasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng adalah sebagai berikut: a. menentukan letak sumber kolagenase dari organ dalam ikan bandeng yang mempunyai aktivitas kolagenase tertinggi; b. mendapatkan kolagenase yang murni; c. mendapatkan sifat-sifat katalitik kolagenase yang diperoleh. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang letak sumber kolagenase pada organ dalam ikan bandeng yang mempunyai aktivitas tertinggi dan sifat-sifat katalitiknya sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan sifatnya. 3 1.5 Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah: a. terdapat kolagenase pada salah satu organ dalam ikan bandeng; b. kolagenase yang diperoleh dapat dimurnikan; c. dapat dilakukan karakterisasi terhadap kolagenase yang diperoleh. 1.6 Kerangka Pemikiran Ikan akan mengalami perubahan-perubahan biokimia setelah mati. Kolagenase merupakan salah satu penyebab kerusakan tekstur pada daging ikan. Karakteristik kolagenase dari organ dalam ikan bandeng hingga saat ini belum diketahui. Pada penelitian ini dilakukan purifikasi dan karakterisasi kolagenase. Roadmap penelitian disajikan pada Lampiran 1. Diagram kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Kerusakan tekstur daging ikan fase post rigor Penyebab: kolagenase, kalpain, katepsin Ikan bandeng Organ dalam mengandung kolagenase Purifikasi Kolagenase Karakterisasi • Diketahui letak sumber kolagenase • Diketahui sifat-sifat katalitik kolagenase • Mempelajari kemunduran mutu ikan bandeng • Alternatif sumber kolagenase Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran penelitian purifikasi dan karakterisasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) Ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal) merupakan hasil utama budidaya tambak. Badannya langsing berbentuk torpedo dengan sirip ekor yang bercabang (suatu tanda bahwa ia ikan perenang cepat), berwarna putih keperak-perakkan. Sepintas lalu ia mirip dengan ikan salem. Namun dagingnya tidak berwarna merah, melainkan putih susu, sampai di berbagai negara yang berbahasa Inggris, ia dikenal sebagai milkfish. Di laut panjang badannya bisa mencapai 1 meter, tetapi di tambak ukuran badannya tidak dapat melebihi 50 cm karena pengaruh faktor ruang dan sengaja diambil sebelum menjadi dewasa benar (Soeseno 1988). Secara taksonomi, ikan bandeng termasuk dalam kelas Pices (bangsa ikan), subkelas Teleostei (ikan bertulang sejati), ordo Malacopterygii (ikan berjari-jari sirip lemah), keluarga Chanidae (bandeng-bandengan), genus Chanos, spesies Chanos chanos (Forskal). Dalam bahasa daerah, mereka kita kenal juga dengan nama-nama ikan bandeng, bolu, muloh dan ikan agam (Mudjiman 1991). Morfologi ikan bandeng disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal). Sumber: Mansyur dan Tonnek (2003). 5 Pengembangan budidaya ikan bandeng di masyarakat tidak banyak menemui kesulitan karena ikan ini memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan ikan lainnya, yaitu: 1) cara pembudidayaannya relatif mudah, 2) bersifat euryhaline, toleran terhadap perubahan salinitas antara 0-158 ppt (Ismail et al. 1994), 3) bersifat herbivorous dan tanggap terhadap pakan buatan, 4) formulasi pakan buatan untuk ikan bandeng relatif mudah, 5) tidak bersifat kanibal dan mampu hidup dalam kondisi berjejal, 6) dapat dibudidayakan secara polikultur dengan spesies lainnya seperti baronang, 7) meskipun dagingnya bertulang, tetapi rasanya lezat dan di beberapa daerah memiliki tingkat preferensi konsumsi yang tinggi, dan 8) dapat digunakan sebagai umpan bagi industri penangkapan tuna (Rachmansyah et al. 1997). Ikan bandeng sebagai bahan pangan mempunyai komposisi gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Zat untuk pertumbuhan tersebut, yaitu protein, pada ikan bandeng jumlahnya tinggi. Ikan bandeng juga mengandung komponen gizi berupa mikro nutrien seperti mineral dan vitamin. Beberapa mineral tersebut antara lain, magnesium, kalsium, kalium, fosfor dan zat besi. Vitamin, baik yang larut pada lemak seperti vitamin A dan yang larut dalam air seperti vitamin B kompleks terdapat pada ikan bandeng. Komposisi gizi ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi gizi ikan bandeng (dalam 85 g). Zat gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Air Kalsium Kalium Magnesium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B6 Vitamin B12 Sumber: USDA SR-21 (2009) Jumlah 126 17,4 5,7 0,0 60,2 43,4 248 25,5 138 0,3 85,0 0,4 2,9 Satuan kilokalori gram gram gram gram miligram miligram miligram miligram miligram miligram miligram miligram 6 2.2 Organ Dalam sebagai Sumber Enzim Protease Berbagai jenis enzim protease dari ikan ditemukan pada organ dalam, terutama organ pencernaan. Organ dalam merupakan organ-organ yang berada di dalam rongga dada dan perut ikan. Organ tersebut misalnya lambung, usus halus, pilorik kaeka dan kelenjar pankreas. Sebagian organ dalam ikan mengandung enzim proteolitik. Berat organ organ ikan berbeda-beda, tergantung pada jenis makanan dan cara makan dari setiap jenis ikan. Anatomi organ dalam ikan secara umum disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Anatomi ikan secara umum. Sumber: http://www.infovisual.info/02/ 033 _en. html. [5 Januari 2010]. Pilorus atau pilorik merupakan segmen yang terletak antara lambung dan usus depan. Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang mengecil atau menyempit. Pada beberapa ikan terdapat usus-usus kecil dan pendek yang disebut pyloric caeca (pilorik kaeka). Dengan menyempitnya saluran pencernaan pada segmen ini berarti bahwa segmen pilorus berfungsi sebagai pengatur pengeluaran makanan (chyme) dari lambung ke segmen usus (Fujaya 2004). Usus halus mensekresikan enzim. Enzim kemudian bercampur dengan sari makanan di bagian usus dan bekerja pada pH netral sampai basa. Enzim proteolitik yang disekresikan oleh mukosa usus atau pankreas bekerja pada ikatan peptida, baik pada bagian pusat maupun terminal rantai polipeptida. Enzim usus disekresikan dalam keadaan tidak aktif sebagai zimogen, setelah terjadi perubahan kimia di dalam lumen dari usus yang mengaktifkan enzim tersebut. Perubahan ini dilakukan oleh enterokinase (Sukarsa 1978, diacu dalam Peranginangin 2000). 7 Enzim-enzim proteolisis ditemukan pada keseluruhan jaringan makhluk hidup. Distribusi dan aktivitasnya berbeda-beda. Aktivitas protease tertinggi ditemukan pada bagian organ dalam dan hati, tetapi aktivitasnya pada jaringan sangat signifikan, dimana enzim berperan dalam protein turnover. Enzim protease endogeneus dari ikan terletak pada cairan intraseluler dan sarkoplasma, atau berasosiasi dengan organel sel. Pada ikan hidup, protease berfungsi dalam protein turnover. Setelah mati, regulasi biologis terhenti, dan enzim menghidrolisis protein daging dan terlibat dalam kontraksi rigor mortis (Foegeding et al. 1996). Aktivitas protease ditemukan pada beberapa organ dalam ikan bandeng. Tiro dan Benitez (1985) meneliti aktivitas protease dari berbagai organ dalam ikan bandeng. Terdapat aktivitas protease pada ekstrak kasar organ pencernaan, seperti esofagus, pilorik kaeka, anterior usus, posterior usus, hati dan pankreas. Aktivitas protease berbeda pada setiap organ dalam, tergantung pada jenis makanan ikan bandeng. Aktivitas protease pada lambung sangat kecil, bahkan hampir tidak terdeteksi. Hal tersebut disebabkan suasana pH yang asam yaitu pH 2,0 sehingga hanya jenis protease tertentu yang aktif pada kondisi tersebut, seperti pepsin. Beberapa enzim protease yang telah diisolasi dari organ dalam ikan antara lain, pepsin, kimosin, tripsin, kimotripsin, elastase, katepsin B, mettaloproteinase dan kolagenase (Simpson 2000; An & Vessesanguan 2000). Protease secara umum, berdasarkan sisi aktifnya, digolongkan menjadi empat kelas. Kelas-kelas tersebut adalah serin, sistein, metallo dan aspartik protease. Protease juga digolongkan menjadi dua kelas, berdasarkan cara kerjanya. Kelas yang pertama, yaitu endopeptidase, adalah protease yang menghidrolisis ikatan peptida pada bagian tengah rantai. Kedua, yaitu eksopeptidase, yaitu protease yang terlibat dalam hidrolisis rantai peptida pada bagian terminal residu asam amino dari rantai polipeptida (Beynon & Bond 2001). 2.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan dan kemunduran mutu (perishable food). Kerusakan ini dapat terjadi secara biokimiawi maupun mikrobiologis. Proses kerusakan ikan ini berlangsung cepat terutama di daerah tropis yang mempunyai kelembaban harian yang tinggi. Proses tersebut dipercepat dengan praktek-praktek penangkapan atau pemanenan 8 yang tidak baik, cara penanganan yang kurang tepat, sanitasi dan higiene yang tidak memadai, terbatasnya sarana distribusi dan sarana pemasaran dan sebagainya. Wang et al. (1998) melaporkan bahwa setelah ikan mati, perubahanperubahan biokimiawi berlangsung diikuti dengan perubahan secara fisik pada dagingnya. Pada keadaan relaksasi, fosfat berenergi tinggi (ATP) diperoleh dari penguraian keratin fosfat. Adenosin trifosfat (ATP) mulai mengalami penguraian ketika konsentrasi keratin fosfat sama dengan ATP. Penurunan ATP disebut sebagai fase rigor mortis, dan fase rigor mortis secara penuh tercapai ketika ATP berkurang hingga 1 μmol/g. Pada fase ini daging ikan mengkerut dan menjadi kaku karena terbentuknya ikatan secara permanen antar protein aktin dan myosin menjadi protein kompleks aktomyosin. Pada fillet daging ikan Atlantic salmon (Salmo salar) yang diambil post mortem, fase ini dapat diperlambat dengan penyimpanan pada suhu 0 oC sehingga fase rigor mortis secara penuh dapat dicapai pada jam ke- 60 sampai dengan jam ke-70. Daging ikan menjadi lunak pada fase rigor mortis hingga fase post rigor. Pelunakan ini bukan disebabkan oleh terpecahnya protein aktomyosin yang telah terbentuk tetapi karena kerusakan jaringan daging ikan. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim proteolisis yang memecah protein menjadi molekul yang lebih sederhana (autolisis). Biasanya proses autolisis diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, sebab semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain. Pelunakan tekstur daging ikan akibat autolisis, terjadi sebelum flavor off dan odor off akibat aktivitas bakteri (Clucas & Ward 1996). Enzim-enzim yang terlibat dalam peristiwa autolisis antara lain: katepsin (dalam daging), tripsin, kemotripsin dan pepsin (dalam organ pencernaan), serta enzim dari mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh ikan. Enzim-enzim yang dapat menguraikan protein berperan penting dalam proses penurunan mutu ikan. Selain itu kalpain, katepsin dan kolagenase diketahui berperan dalam perubahan sifat tekstur daging ikan pada post mortem (Hultman 2003). Aktivitas protease tergantung pada lokasi pada daging, siklus hidup ikan, pH dan temperatur, endogeneus aktivator dan inhibitor (inhibitor spesifik 9 ditemuakan pada daging ikan). Enzim protease ini terlibat dalam katabolisme proteiin daging, pematangan gonad selama proses sexual maturation, dan migrasi spawning (ikan tidak makan, tetapi menggunakan protein untuk mematangkan gonad). Ikan dari budidaya, perlakuan terhadap kultur dapat mempengaruhi kandungan enzim dan aktivitas enzim dalam daging ikan (Tiro & Benitez 1985; Haard 1992). 2.4 Peranan Kolagenase pada Perubahan Tekstur Daging Ikan Tekstur daging ikan adalah indikator tingkat kesegaran mutu ikan. Kerusakan tekstur daging ikan berakibat fatal pada industri pengolahan ikan. Salah satu penyebab kerusakan tekstur daging ikan adalah enzim endogeneus kolagenase. Endogeneus kolagenase mengakibatkan kerusakan protein fibril kolagen. Pelunakan dan pemecahan fibril kolagen ikan pelagis lebih cepat ketika ikan disimpan tanpa dibersihkan darahnya. Hal tersebut tidak terjadi pada ikan demersal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelunakan daging ikan tergantung pada jenis spesies ikan (Hultman 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Hultman dan Rustrad (2004) melaporkan tidak terjadi penghambatan yang berarti terhadap aktivitas kolagenase pada ikan salmon atlantik (Salmo salar) yang diiradiasi menggunakan sinar γ selama 3,5 jam pada suhu 20-22 oC, sedangkan enzim lain, yaitu katepsin B dapat dihambat secara signifikan, yaitu75-90%. Enzim kolagenase memisahkan serat-serat daging ikan. Serat-serat daging ikan dihubungkan oleh jaringan ikat. Jaringan ikat terdiri dari serat protein kolagen dan elastin yang mengandung polisakarida dan bermacam-macam komponen organik dan anorganik. Jaringan kolagen pada serat daging ikan dihubungkan oleh myocotoma (myocomma). Selama penyimpanan dingin ikatan antara serat daging dan myocotoma dan seluruh sarkolemma akan didegradasi dan serat daging menjadi terpisah dari lembar myocomatal oleh enzim kolagenase. Akibat aktivitas enzim tersebut, menyebabkan terjadinya keadaan yang tidak diinginkan yaitu terpisahnya jaringan ikat daging ikan (gaping) ikan king salmon, kod dan Athlantic salmon (Hultman 2003). Penampang serat daging ikan ditunjukkan pada Gambar 4, dan penampang jaringan penghubung pada serat daging ikan ditunjukkan pada Gambar 5. 10 Gambar 4 Penampang serat daging ikan (1) penampang menyilang, (2) penampang searah. Sumber: Hultman (2003) myocomma sarkolemma myofibril Serat daging ikan +100 µm Gambar 5 Penampang jaringan penghubung pada serat daging ikan. Sumber: Clucas dan Ward (1996) 2.5 Kolagen dan Kolagenase Kolagen adalah protein yang berbentuk serabut, terdapat hanya pada hewan, misalnya otot achilles dan pada kulit. Kolagen merupakan jenis protein yang berupa agregat supramolekul serat. Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang besar dan berulang dan terdiri dari lebih dari 1000 residu asam amino. Polipeptida tersebut adalah glisin-prolin dan hidroksiprolin atau Gly-X-Y, dimana residu glisin tersenbunyi pada bagian dalam rantai, dan asam amino X-Y berada di bagian permukaan rantai tripel polipeptida (Hulmes 2008). Masingmasing rantai polipeptida berisi sekitar 100 residu asam amino dengan jarak molekul rantai 3000 Å (Branden & Tooze 1998). Kolagen mengandung kira-kira 35% glisin dan kira-kira 11% alanin; persentase asam amino ini luar biasa tinggi. Demikian pula kandungan prolin dan 4-hidroksiprolin kadarnya tinggi. Asam amino tersebut jarang terdapat pada protein selain kolagen dan elastin. Jumlah hidrosksi prolin dan prolin mencapai 11 21% dari residu asam amino pada kolagen (Lehninger 1993). Kolagen pada daging dan kulit ikan mengandung lebih sedikit hidroksiplrolin, tetapi mengandung lebih banyak asam amino esensialnya dibandingkan kolagen dari daging sapi (Hargin 2001). Kolagen dapat digolongkan menjadi dua, yaitu fibril dan non fibril. Kolagen tipe I, II, III, V, XI merupakan jenis kolagen fibril. Kolagen jenis I, II dan III menyusun sebagian besar dari kulit, tendon, tulang, dan tulang rawan (cartilage). Kolagen jenis II dan XI merupakan kolagen spesifik tulang rawan. Kolagen jenis V tersebar pada jaringan penghubung, dan kolagen jenis IV adalah penyusun membran sel. Kolagen yang lain terdapat pada permukaan kolagen fibril dan antara kolagen fibril dan membran (Sato et al. 2008). Kolagen non fibril yaitu tipe IV, VI, VII, VIII, XV terdapat bagian dalam membran sel, sel jaringan, sel epitelium, sel endotelium, otot dan sel urat syaraf (Hulmes 2008). Kolagen dari berbagai jenis ikan telah diekstraksi. Nagai et al. (2004) mengekstraksi kolagen dari beberapa jenis ikan menggunakan NaOH 0,1 N selama 3 hari pada suhu 4 oC, kemudian dicuci, dikeringkan, disimpan pada suhu 85 oC, selanjutnya direndam dalam asam asetat 0,5 M selama 3 hari, dan disentrifuse 50.000 g selama 1 jam. Supernatan diendapkan dengan NaCl. Yield kolagen yang dihasilkan sangat tinggi, yaitu kolagen dari ikan sardin (Sardinops melanosticus) 50,9%, ikan red sea bream (Pagrus major) 37,5%, dan ikan Japanese sea bass (Lateobrax japonicus) 41,0%. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nomura et al. (1996), kolagen hasil ektraksi dengan asam sulfat dari ikan sardin menghasilkan yield 5%. Yunoki et al. (2003) melaporkan bahwa kolagen dari kulit ikan relatif lebih mudah diekstrak dan menghasilkan yield yang lebih tinggi dari pada kolagen dari kulit hewan mamalia, seperti sapi. Pemanfaatan kolagen dari kulit ikan mempunyai resiko yang lebih rendah terkontaminasi patogen seperti bovine spongiform enchepalopathy (BSE) daripada kolagen dari kulit sapi. Matriks kolagen dari kulit ikan chum salmon (Oncorhynchus keta) mempunyai kelebihan yaitu lebih tahan terhadap kolagenase, daripada kolagen dari kulit sapi. Menurut Chung et al. (2004), konformasi triple heliks pada kolagen menyebabkan kolagen resisten terhadap sebagian besar proteinase. Tetapi 12 kolagenase dapat memecah tripolipeptida ini walaupun pada suhu tubuh 37 oC bahkan 4 oC dan 10 oC walaupun lebih sedikit kolagen yang terpecah. Kolagenase adalah enzim endopeptidase yang dapat menghidrolisis kolagen. Kolagenase disintesa oleh pre-proenzim dan disekresikan sebagai proenzim yang inaktif (zimogen) berisi propeptida, domain katalitik, bagian yang kaya prolin dan domain C-terminal hemopexin (Hpx) (Visse & Nagase 2003). Reaksi hidrolisis protein oleh enzim pada umumnya ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6 Reaksi hidrolisis protein oleh enzim. Sumber: Hultman (2003). Chung et al. (2004) menyatakan bahwa pemecahan struktur tiga rantai heliks polipeptida sebagai penyusun kolagen sangat penting pada saat perkembangan embrio, morfogenesis organ dan pembentukan serta perbaikan jaringan Kolagenolisis yang tidak normal menyebabkan tidak dapat dikendalikannya sistem regulasi sel, sehingga menyebabkan artristis, kanker, aterosklerosis, aneurisme dan fibrosis. Pada invertebrata, kolagenase termasuk dalam kelompok matriks metalloproteinase (MMP). Peranan kolagenase bukan hanya sekedar memecah kolagen, tetapi juga mengontrol fungsi seluler selama perbaikan jaringan. Berdasarkan fungsi fisiologisnya, kolagenase digolongkan menjadi dua tipe, yaitu serin kolagenase dan metallokolagenase. Serin kolagenase terlibat pada produksi hormon dan farmakologi peptida aktif, sebagai fungsi seluler. Fungsi tersebut meliputi pencernaan protein, penggumpalan darah, fibrinolisis, aktivasi kompleks dan fertilisasi. Enzim tipe ini juga secara luas digunakan dalam industri kimia, industri obat, makanan dan eksperimen biologi molekuler. Serin kolagenase yang diisolasi dari ikan macakarel telah diuji mampu memecah kolagen type I, II, III dan V. Pemecahan yang lebih tinggi terlihat pada kolagen yang kuat seperti kolagen type I (Kim et al. 2008). 13 Metallokolagenase terdiri dari zink yang mengandung enzim yang membutuhkan kalsium untuk kestabilan. Selain itu, metallokolagenase termasuk dalam enzim ekstraseluler yang terlibat dalam pembentukan kembali matriks ekstraseluler. Jenis enzim ini telah banyak dipelajari dari berbagai jaringan mamalia, dari bakteri, dan bisa ular (Park et al. 2002). Penggunaan kolagenase yang cukup penting dalam bidang biomedis adalah dalam perbaikan jaringan pada peradangan, transplantasi klinis, fungsi seluler dalam penggumpalan darah, fibrinolisis dan fertilisasi (Simpson 2000) dan mempercepat proses penyembuhan luka (Rilley & Herman 2005). Kolagenase sangat efektif untuk mengempukan daging, sehingga pengeraman tidak lama untuk memperoleh daging dengan tekstur yang lunak. Penggunaan kolagenase berkembang untuk mencegah penuaan kulit pada manusia. Kolagenase dari hepatopankreas kepiting telah digunakan untuk deskinning pada cumi-cumi (Lopez & Carreno 2000). 2.6 Ekstraksi dan Pemurnian Enzim Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Metode ekstraksi enzim pada perinsipnya mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya adalah: sumber enzim, jenis, sifat serta bentuk ekstrak atau preparat yang diinginkan. Enzim-enzim hewan pada umumnya terletak pada organ-organ khusus seperti organ pencernaan dan jaringan. Ekstraksi enzim dari organ tersebut dilakukan dengan cara memisahkan enzim kasar dari lemak kemudian dihancurkan dengan pengontrolan suhu sehingga tidak terjadi denaturasi protein enzim (Suhartono 1989). Pemisahan berbagai partikel non enzim yang tercampur dengan enzim dapat dilakukan dengan pengendapan partikel tersebut tanpa menggumpalkan enzim. Tahap ini disebut klarifikasi. Penambahan senyawa dapat membantu mempermudah penggumpalkan partikel non enzim. Contoh senyawa tersebut adalah ammonium sulfat, asam askorbat, garam-garam kalsium, serat selulosa, sistein, tanah diatome, gelatin, asam fosfat, garam Na fosfat, Na sulfat, dan Na sitrat (Suhartono 1989). 14 Apabila diinginkan produk enzim yang lebih murni, sebelum pengeringan, dilakukan penggumpalan enzim terlebih dahulu. Tahap ini disebut presipitasi. Tahap ini dapat dilakukan dengan dua jenis metode kimiawi, yaitu penambahan pelarut organik dan garam. Penambahan pelarut organik dapat menurunkan konstanta dielektrik dan menyebabkan medium kurang cocok untuk permukaan enzim yang polar. Ion garam seperti ion dari garam ammonium sulfat, yaitu ion NH4+ dan SO42- yang ditambahkan mempengaruhi kelarutan protein. Pada konsentrasi rendah, ion-ion garam tersebut akan melingkungi molekul protein dan mencegah bersatunya molekul-molekul ini, sehingga protein melarut. Peristiwa ini disebut salting in. Pada konsentrasi tinggi, terjadi peningkatan muatan listrik disekitar protein, yang akan menarik mantel air dari koloid protein. Interaksi hidrofobik diantara sesama molekul protein pada suasana ionik yang tinggi akan menurunkan kelarutan protein. Peristiwa ini disebut salting out (Suhartono 1989). Proses pemurnian enzim dapat dilakukan menggunakan metode kromatografi dan elektroforesis. Kromatografi didefinisikan sebagai sistem pengaliran suatu fluida melalui kolom yang mengandung matriks bahan pengisi dan substanta yang ingin dipisahkan menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan daya ikat terhadap bahan pengisi. Harris dan Angel (1989) membagi metode kromatografi menjadi empat kelompok, yaitu: a. kromatografi adsorbsi yang bekerja berdasarkan perbedaan polaritas komponen sampel; b. kromatografi penukar ion untuk melakukan pemisahan berdasarkan perbedaan jenis muatan adsorben dan komponen sampel; c. kromatografi filtrasi gel yang memisahkan molekul berdasarkan ukurannya; d. kromatografi afinitas yang memisahkan komponen sampel berdasarkan interaksi biokimia antara sampel dengan ligan yang terlibat pada matriks adsorban. Mekanisme kromatografi penukar ion disajikan pada Gambar 7 dan gel filtrasi disajikan pada Gambar 8. 15 Gambar 7 Mekanisme kromatografi penukar ion (1) media kromatografi sebagai fase diam, mengandung resin bermuatan (+) di dalam kolom dialiri buffer, (2) larutan molekul yang bermuatan (+), (-), dan tidak bermuatan dialiri ke media, (3) molekul yang bermuatan berlawanan berikatan dengan resin, (4) dielusi dengan buffer, atau larutan yang mempunyai kekuatan ionik tertentu (fase bergerak), (5) buffer akan mengganti sampel yang bermuatan untuk berikatan dengan media (fase diam). Sumber: Boyer (1993). Gambar 8 Mekanisme kromatografi gel filtrasi (A) Sampel terdiri dari molekul besar dan kecil, (B) Molekul yang besar tidak terperangkap dalam matriks gel sehingga keluar dari kolom lebih cepat, (C) Pengelusian molekul-molekul sampel. Sumber: Boyer (1993). Media yang digunakan dalam memisahkan molekul-molekul yang berbeda ukurannya pada kromatografi gel filtarasi adalah dekstran yang telah mengalami reaksi cross linkage dengan bantuan epikhlorhidrin. Hasilnya adalah dekstran yang tidak larut air, tetapi dapat menyerap air dalam molekulnya sendiri. Daya serap tergantung pada jumlah cross linkage atau ikatan silang yang terjadi. Makin banyak ikatan silang, maka daya serapnya kurang baik (Scopes 1982; Harris & Angal 1989). Dekstran bersifat hidrofilik, karena akan membentuk partikel gel hidrofilik. Istilah yang terkenal adalah sephadex. Sifat-sifatnya adalah tahan terhadap garam atau basa pada konsentrasi yang tinggi, tetapi rusak oleh asam (pH<2) dan oleh oksidator kuat. Sifat-sifat sephadex tersebut dikembangkan (swelling) dengan air. Nomor belakang menunjukkan besarnya pengembangan. Misalnya 100, berarti pengembangannya 100 kali setelah direndam dalam air. Tipe matriks kolom dan fraksinya disajikan pada Tabel 2. 16 Tabel 2 Tipe matriks kolom jenis dextran (Sephadex) dan kisaran fraksinasinya. Tipe Kisaran fraksinasi G10 Sampai 700 G15 Sampai 1500 G25 1000-5000 G50 1500–30000 G75 3000–80000 G100 4000–150000 G150 5000–400000 G200 5000–800000 Sumber: Scopes (1982). Air yang diserap (g/g gel kering) 1,0 1,5 2,5 5,0 7,5 10,0 15,0 20,0 Volume kolom gel (mg/g gel kering) 2 3 5 10 12 – 15 15 – 20 20 – 30 30 - 40 2.7 Elektroforesis Protein dapat dipisahkan satu dari yang lain oleh elektroforesis berdasarkan tanda dan jumlah muatan listrik pada gugus R dan gugus terminal amino dan terminal karboksil yang bermuatan. Seperti peptida sederhana, rantai polipeptida protein, mempunyai titik isoelektrik yang khas, yang akan mencerminkan jumlah relatif gugus R asam dan basa. Pada setiap pH tertentu, suatu campuran protein akan mengandung beberapa gugus yang bermuatan total negatif, beberapa yang bermuatan total positif dan beberapa yang tidak bermuatan. Jika campuran ini ditempatkan dalam medan listrik, maka protein yang bermuatan positif akan bergerak menuju elektroda yang bermuatan negatif, serta protein yang bermuatan total negatif akan bergerak menuju elektroda positif., serta protein yang tidak bermuatan akan tinggal diam. Molekul protein dengan densitas muatan yang relatif lebih tinggi akan bergerak menuju elektroda secara lebih cepat dibandingkan dengan protein dengan densitas muatan yang lebih rendah (Lehninger 1993). Detergen sodium dodesil sulfat (SDS) bereaksi dengan protein mengakibatkan protein bermuatan negatif. Ketika dipisahkan dengan gel poliakrilamid maka metode pemisahan protein ini disebut sebagai Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Poliakrilamid terbentuk dari polimerisasi oleh akrilamid dan N,N’-metilen diamine bis akrilamid. Bis adalah ikatan silang pembentuk gel. Proses polimerisasi ini dikatalisasi oleh ammonium persulfat dan katalisator N,N,N,N’, tetra metilen diamin (TEMED). Gel menjadi netral, hidrofilik, membentuk matriks tiga dimensi 17 dengan ikatan silang hidrokarbon yang panjang kelompok methylen (Heidcamp 1995). Gambar 9 menunjukkan reaksi pembentukan gel poliakrilamide. Gambar 9 Reaksi pembentukan gel poliakrilamide. Sumber: Heidcamp (1995) Berat molekul protein dapat ditentukan dengan menggunakan protein baku yang telah diketahui berat molekulnya dan membandingkan nilai Rf (mobilitas relatif) yang diperoleh. Band atau pita berwarna dapat diketahui dengan reaksi pewarnaan seperti, pewarnaan, dengan coommasie blue. Elektrogram yang dihasilkan oleh metode elektroforesis dapat segera dikuantitatifkan dengan alat densitometer (Suhartono 1989). 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan bulan November 2009. Ikan bandeng diperoleh dari tambak di desa Dadap, Tangerang. Tempat penelitian utama dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; Laboratorium Penyakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan; dan Laboratorium Bioteknologi, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian adalah organ dalam ikan bandeng pada fase post rigor yaitu pilorik kaeka, hati dan usus. Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi adalah buffer tris HCl (Applicchem), Triton-X 100 (Merck), CaCl2 (Merck). Pengendapan menggunakan ammonium sulfat (NH4(SO4)2) teknis. Dialisis menggunakan kantong dialisis 8 MWCO dan 12 MWCO (Sigma). Bahan kimia untuk kromatografi adalah matriks DEAE- Sephadex A-50 dan Sephadex G-100 dari Sigma. Uji aktivitas kolagenase menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam trikloro asetat (Merck), L-leusin (Applichem), 1-propanol (Merck), buffer tris (Applichem). Analisa protein menggunakan pereaksi Bradford yang terbuat dari commasieve brilliant blue (CBB) G-250 (Merck), ethanol 95% (Merck), asam fosfat 85% (Merck). Logam-logam yang digunakan untuk karakterisasi yaitu NaCl (Merck), CaCl2 (Merck), BaCl2(Merck), MnCl2 (Merck), dan CoCl2 (Merck). Inhibitor yang digunakan adalah EDTA (Merck), PMSF dan pepstatin. Penentuan berat molekul menggunakan gel elektroforesis SDS polyacrylamide (SDS-PAGE), marker dari Pharmacia yaitu bovine serum albumin (66,0 kDa), carbonic anhydrous (29,0 kDa), cytochrom C (12,4 kDa) dan aprotinin (6,5 kDa), pewarna Commasive Brilliant Blue R-250 serta reagen lain seperti TEMED, APS, kasein, gliserol, bromphenol blue, tris base, glisin dan AgNO3 (Merck). 19 Peralatan yang digunakan antara lain spektrofotometer sinar tampak (Yamato), sentrifus dingin (Sorvall), pH meter (Orion), inkubator (Thermoline), shaker inlubator, mikropipet (Pipetman), timbangan analitik (Sartorius), oven (Memmert), homogenizer (Nissei AM-3), magnetic stirer hot plate (Thermoline), peralatan elektroforesis dan kolom kromatografi. 3.4 Metode Penelitian Penelitian diawali dengan preparasi organ dalam ikan bandeng. Kemudian dilanjutkan dengan pemurnian kolagenase. Pemurnian terdiri dari empat tahap, yaitu ekstraksi, pengendapan, dialisis dan kromatografi. Karakterisasi kolagenase dilakukan terhadap ekstrak kasar dan hasil pengendapan terbaik, meliputi penentuan pH optimum, dengan pH yang diujikan yaitu pH 4-11, suhu optimum, dengan suhu yang diujikan 20-70 oC, pengaruh kolagenase terhadap inhibitor EDTA, PMSF, pepstatin dan penambahan ion logam Na+, Ca2+, Co2+, Mn2+ masing-masing dengan konsentrasi 1 dan 5 mM. Selain itu karakterisasi juga dilakukan untuk mengetahui kestabilan kolagenase terhadap suhu dan pH selama penimpanan 30 menit. Pada setiap tahap penelitian, dilakukan uji aktivitas kolagenase dan analisis protein. Substrat untuk uji aktivitas kolagenase adalah kolagen yang dibuat dari kulit ikan bandeng. Pada setiap tahapan pemurnian juga ditentukan berat molekul menggunakan elektroforesis. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 10. 20 Ikan bandeng fase post Preparasi Pilorik kaeka, hati, usus Ektraksi Uji aktivitas kolagenase; analisis protein Ekstrak kasar dengan aktivitas tertinggi Ammonium sulfat tingkat kejenuhan 30-70% Pengendapan Supernatan dan endapan Karakterisasi: pH 4-11, suhu 20-70 oC, inhibitor EDTA, PMSF, Pepstatin, penambahan ion logam Na+, Ca2+, Co2+, Mn2+ masing-masing 1 dan 5 mM Berat molekul Uji aktivitas kolagenase; konsentrasi protein Hasil pengendapan dengan aktivitas tertinggi Kantong dialisis 8 dan 12 kDa; waktu 6 dan 12 jam Berat molekul Dialisis Hasil dialisis aktivitas tertinggi Kromatografi penukar ion Berat molekul Fraksi dengan aktivitas tertinggi Kromatografi gel filtrasi Berat molekul Kolagenase Gambar 10 Diagram alir penelitian. Karakterisasi: pH 4-11, suhu 20-70 oC, inhibitor EDTA, PMSF, Pepstatin, penambahan ion logam Na+, Ca2+, Co2+, Mn2+ masing-masing 1 dan 5 mM Berat molekul 21 3.4.1 Pembuatan Kolagen dari Kulit Ikan Bandeng (modifikasi Lestari 2005). Tahap awal pembuatan kolagen, mula-mula kulit ikan bandeng dibersihkan dari sisa daging, lemak dan kotoran lainnya. Kulit kemudian dipotong-potong sekitar 3x3 cm untuk memudahkan perendaman dan ekstraksi sehingga larutan menjadi homogen. Setelah itu kulit direndam dalam asam asetat 1,5% selama 18 jam dengan perbandingan berat/volume (b/v) kulit: volume asam asetat adalah 1:2. Selanjutnya kulit dicuci dengan akuades hingga pH menjadi mendekati netral (sekitar 6,5). Kulit yang telah mengembang diekstrak menggunakan akuades, perbandingan b/v antara kulit:akuades sebesar 2:1. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam pada suhu 40 oC. Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring menjadi larutan kolagen. 3.3.2 Preparasi Organ Dalam Ikan Bandeng (Kim et al. (2002) Preparasi, yaitu mengumpulkan dan menyediakan sampel organ dalam ikan bandeng dari Tangerang. Ikan bandeng yang dipilih adalah ikan bandeng yang sudah berada pada fase post rigor. Organ dalam ikan bandeng dikumpulkan dan dipisahkan bagian pilorik kaeka, hati dan usus, kemudian dicuci dengan akuades dingin dan dikemas dalam kantung plastik. Jika tidak langsung diekstraksi, organ dalam yang sudah dibersihkan, segera disimpan pada suhu -20 oC sampai digunakan untuk penelitian. Pemilihan ikan bandeng fase post rigor berdasarkan pengamatan secara visual perubahan sensori ikan bandeng seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Proses kemunduran mutu ikan dan perubahan sensori yang tampak. Indikator Penampakan utuh Lendir di permukaan kulit Insang Warna Bau Daging Konsistensi Pre rigor Rigor mortis Cerah dengan kilau metalik Bersih dan transparan Post rigor Tidak mengkilap Keruh opak atau seperti susu Busuk warna pudar tebal,kotor dan keabu-abuan Merah cerah atau pink Bau segar merah kecoklatan Asam atau amis coklat, abu-abu Sangat asam Tidak elastis Lembut lembek Keruh Lembut dan elastis Penampakan Agak transparan Sumber : Sakaguchi (1990). Keras dan elastis dan 22 3.3.3 Ekstraksi Kolagenase Organ Dalam Ikan Bandeng (Kim et al. 2002) Organ dalam segar yang telah dipreparasi dan dipisahkan antara pilorik kaeka, hepatopankreas dan usus, masing-masing ditambahkan buffer Tris-HCl (pH 8,0) yang terdiri dari 0,25 % Triton X-100 dan 10 mM CaCl2, perbandingan berat: volume (b/v) organ dalam:larutan buffer sama dengan 1:5 dan dihomogenisasi dengan homogenizer. Langkah selanjutnya homogenat disentrifugasi pada 7000xg (konversi g ke rpm terlampir pada Lampiran 2) selama 20 menit pada suhu dingin (4 oC). Endapan diekstraksi kembali dengan penambahan buffer yang sama sebanyak 3xvolume endapan. Supernatan dari hasil sentrifugasi terakhir diambil kemudian ditambah dengan 20 mM Tris-HCl (pH 8,0) yang terdiri dari 0,36 mM CaCl2 dan dibiarkan selama 48 jam pada suhu rendah (+4 oC). Hasil ekstraksi dianalisis aktivitas kolagenasenya dan dipilih organ dalam yang mempunyai aktivitas tertinggi untuk dimurnikan lagi dengan pengendapan dan dialisis. 3.3.4 Pengendapan dan Dialisis Ekstrak kolagenase kasar selanjutnya dimurnikan dengan penambahan ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan 30-80%, untuk menentukan konsentrasi garam optimal. Tabel penambahan ammonium sulfat sesuai persen kejenuhan dilampirkan pada Lampiran 3. Pengendapan dilakukan dengan menambahkan garam ammonium sulfat padat ke dalam ekstrak kasar sedikit demi sedikit hingga dicapai konsentrasi ammonium sulfat yang diperlukan, yaitu 30%, 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%. Selanjutnya larutan disentrifuse pada 12.000xg selama 30 menit. Endapan dan supernatan yang dihasilkan, diuji aktivitas kolagenasenya. Hasil pengendapan yang mempunyai aktivitas kolagenase tertinggi didialisis menggunakan kantong dialisis dengan ukuran molecular weight cut off (MWCO) yang sesuai. Preparasi kantong dialisis dilakukan untuk menghilangkan sulfat yang mungkin terdapat pada kantong dialisis. Kantong dialisis dicuci menggunakan metoda Richmond et al. (1985), diacu dalam Bollag dan Edelstein (1991). Kantong dialisis direbus dalam larutan NaHCO3 2% yang mengandung EDTA 1 mM hingga seluruh kantong tercelup selama 10 menit. Kemudian larutan dibuang, dan kantung direbus dengan akuades selama 10 menit. Perebusan 23 dengan akuades ini dilakukan dua kali. Selanjutnya kantung dialisis didinginkan dan kantung siap digunakan. Pemilihan kantong dan waktu dialisis yang tepat dilakukan agar terjaga aktivitas kolagenase tetap tinggi. Ukuran kantong dialisis yang diujikan adalah 8.000 dan 12.000 MWCO. Waktu yang diujikan adalah 6 dan 12 jam. Buffer yang digunakan adalah buffer tris HCl 2 mM mengandung CaCl2 0,036 mM, dengan volume 100 kali volume sampel (Scopes 1982). 3.3.5 Pemurnian dengan Kolom Kromatografi Pemurnian enzim kolagenase dilakukan menggunakan kromatografi penukar ion dan gel filtrasi. Kromatografi penukar ion menggunakan kolom kromatografi berukuran 2,5x30 cm dengan media pendukung DEAE Sephadex A50 yang diekuilibrasi menggunakan buffer 20 mM Tris-HCl dengan pH optimum. Matriks kolom dibuat dengan cara melarutkan 1,5 g dalam akuades bebas ion, selanjutnya perendaman dilakukan selama 12 jam. Matriks kemudian divakum selama 6 jam. Ukuran kolom adalah 1,5x40 cm. Pada awalnya, kolom dielusi menggunakan buffer tris HCl 20 mM pH 8,0 mengandung CaCl2 0,36 mM pada yang terlarut dalam akuades bebas ion, kolom dielusi menggunakan NaCl bergradien dari 0,1-0,7 mM dalam buffer yang sama. Kecepatan rata-rata pemisahan adalah 0,5 ml/menit dan volume fraksi 5 ml. Sebanyak 62 fraksi yang dihasilkan kemudian diukur. Kolom dicuci dan dielusi menggunakan NaCl secara bertahap (0-0,7 M) pada buffer yang sama. Kecepatan aliran adalah 0,5 ml/menit, dan volume fraksi yang ditampung sebanyak 5 ml. Seluruh fraksi yang dihasilkan diuji aktivitas kolagenasenya dan konsentrasi proteinnya pada panjang gelombang 280 nm. Kromatografi gel filtrasi menggunakan matriks Sephadex G-100. Matriks kolom dibuat dengan melarutkannya 2 g dalam akuades, kemudian direndam selama 12 jam. Matriks kemudian divakum selama 6 jam. Ukuran kolom adalah 1,5x40 cm. Kolom dielusi menggunakan buffer tris HCl 20 mM pH 8,0 mengandung CaCl2 0,36 mM. Kecepatan rata-rata pemisahan adalah 0,5 ml/menit dan volume fraksi yang ditampung sebanyak 5 ml. Seluruh fraksi yang dihasilkan diuji aktivitas kolagenase dan konsentrasi proteinnya pada panjang gelombang 280 nm. 24 3.3.6 Karakterisasi Kolagenase Organ Dalam Ikan Bandeng Karakterisasi bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum aktivitas kolagenase sehingga penggunaannya dapat disesuaikan dengan karakter tersebut. Selain itu juga untuk mengetahui dan mengontrol kemurnian pada setiap tahap dalam proses pemurnian. Karakterisasi kolagenase meliputi penentuan suhu optimum, pH optimum, pengaruh ion logam serta pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim kolagenase yang dihasilkan dari setiap tahap pemurnian. Adapun kisaran pH yang akan diujikan, yaitu 6,0-10,0; suhu 30-80 oC; pengaruh ion logam (NaCl, CaCl2 BaCl2, MnCl2 dan CoCl2) masing masing dengan konsentrasi 1 dan 2 mM; dan inhibitor EDTA, PMSF, dan pepstatin. 3.3.7 Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas uji aktivitas kolagenase, analisis kadar protein dan penentuan berat molekul. (1) Uji aktivitas kolagenase (Moore dan Stein (1954) diacu dalam Kim et al. (2002)) yang dimodifikasi. Aktivitas kolagenase dianalisis menggunakan metoda spektrofotometri. Sebanyak 0,1 ml larutan kolagenase ditambah dengan 5 ml larutan kolagen dan 1 ml 0,05 mM tris-HCl pada pH 8,0 yang mengandung 5 mM CaCl2. Reaksi ini dilakukan pada suhu 37 oC selama 1 jam. Reaksi dihentikan dengan penambahan 0,2 ml 0,5% TCA. Setelah 10 menit pada suhu ruang, larutan disentrifus pada 1.800 rpm selama 20 menit. Supernatan, sebanyak 1 ml dicampur dengan 1,0 ml larutan ninhidrin, diinkubasi pada suhu 100 oC selama 20 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Campuran kemudian ditambah dengan 5 ml 50% 1-propanol dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm. Larutan buffer Tris-HCl digunakan sebagai blanko, dan L-leusin digunakan sebagai standar (asam amino hasil hidrolisis kolagenase). dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Aktivitas enzim 25 UA = Asp – Abl 1 x Px Ast – Abl Dimana: T \ A = Jumlah enzim yang menyebabkan perubahan 1 μmol substrat per menit pada suhu 37oC, pH 8,0 Asp = Absorbansi sampel Ast = Absorbansi standar Abl = Absorbansi blanko P = faktor pengenceran T = waktu inkubasi (2) Analisis kadar protein (Bradford 1967) Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan cara melarutkan 5 mg coomassie brilliant blue jenis G-250 dalam 2,5 ml etanol 95%, lalu ditambahkan dengan 5 ml asam fosfat 85% (w/v). Jika telah larut dengan sempurna, maka ditambahkan akuades hingga 250 ml dan disaring dengan kertas saring Whatman#1 dan diencerkan 5 kali sesaat sebelum digunakan. Konsentrasi protein ditentukan dengan cara, sebanyak 0,1 ml sampel (larutan enzim) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan sebanyak 5 ml pereaksi Bradford, diinkubasi selama lima menit dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Larutan standar segar dibuat menggunakan protein bovine serum albumin (BSA). Sebanyak 100 mg BSA ditimbang dan ditambahkan 25 ml akuades. Larutan kemudian dikocok pelan-pelan, setelah larut, diencerkan sampai 50 ml. Konsentrasi akhir larutan stock untuk standar ini adalah 2 mg/ml. Kemudian sederetan larutan standar dibuat menggunakan larutan stock di atas dengan cara mengencerkan larutan stok sehingga konsentrasinya 0,01-0,3 mg/ml. Absorban standar dan blanko (akuades) ditentukan dengan cara yang sama pada penentuan absorban sampel. 26 Tahap terakhir membuat kurva standar dengan absorbansi sebagai ordinat (sumbu Y) dan konsentrasi protein sebagai absis (sumbu X). Berdasarkan kurva tersebut dapat ditentukan konsentrasi protein dalam sampel. Hubungan antara konsentrasi larutan standar dan serapannya (absorbansi) dinyatakan sebagai persamaan regresi linear: Y=a+bx, dimana y=serapan (absorbansi); x=konsentrasi standar (mg/ml); a=interscept dan b=slope. Komposisi volume larutan pada pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 0,01-0,3 mg/ml dari larutan stok BSA konsentrasi 2 mg/ml disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Pembuatan larutan standar BSA. Konsentrasi BSA (mg/ml) 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,08 0,10 0,20 0,30 Volume BSA (ml) 0 0,06 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,40 0,60 0,10 1,50 Volume aquades (ml) 10,00 9,94 9,90 9,85 9,80 9,75 9,70 9,60 9,40 9,00 8,50 (3) Penentuan berat molekul Berat molekul ditentukan menggunakan gel elektroforesis SDS-PAGE. Marker adalah standar protein berat molekul rendah (LMW) yaitu BSA (bovine serum albumin) (66,0 kDa), carbonic anhydrous (29,0 kDa), cytochromC (12,4 kDa) dan aprotinin (6,5 kDa). Gel terdiri dari dua jenis, yaitu 10% gel pemisah dan 4% gel penahan. Komposisi gel poliakrilamid disajikan pada Tabel 5. 27 Tabel 5 Komposisi gel penahan dan gel pemisah. Nama bahan Akrilamid 30% Buffer gel pemisah Buffer gel pengumpul SDS Substrat kolagen (0,25%) TEMED APS Gel penahan (4%) 0,5 ml1,26 ml - Gel pemisah (10%) 3,34 1,25 - 0,005 ml 0,05 ml 0,005 0,05 Konsentrasi akrilamid yang digunakan dalam analisis ini adalah 10% (w/v). Deteksi SDS-PAGE dilakukan dengan melepaskan gel hasil elektroforesis dari cetakan dan diukur jarak migrasi bromphenol blue. Gel tersebut dicelup dan direndam dalam larutan fiksasi (25% methanol+12% asam asetat) selama 1 jam sambil digoyang konstan. Kemudian direndam dalam 50% (v/v) etanol selama 20 menit, kemudian diganti dengan 30% (v/v) etanol selama 2x20 menit. Larutannya diganti dengan pengembang kemudian dicuci dengan akuabidestilata. Setelah dicuci ditambahkan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,1% selama 30 menit kemudian dicuci lagi dengan akuabidestilata 2x20 detik dan ditambahkan larutan campuran Na2CO3 dan formaldehida dan terakhir dengan larutan fiksasi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Organ Dalam Bahan utama penelitian adalah organ dalam ikan bandeng. Apabila tidak langsung digunakan untuk penelitian, sampel organ dalam dikemas dalam kantung plastik dan segera disimpan pada suhu -20 oC (Kim et al. 2002; Park et al. 2002; Byun et al 2002). Pembekuan merupakan salah satu cara penyimpanan dan amobilisasi enzim. Aoki et al. (2002) menggunakan suhu -80 oC untuk menyimpan bahan utama pemurnian kolagenase yaitu hepatopankreas udang (Pandalus oeus) sebelum diteliti. Gambar organ dalam bandeng dapat dilihat pada Lampiran 4. Penimbangan pada setiap organ dalam dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan utama pemurnian enzim kolagenase sehingga dapat diketahui yield hasil pemurnian. Berdasarkan hasil penimbangan, maka berat ikan bandeng 188–547 g/ekor atau dengan berat rata-rata 375,57 g/ekor mempunyai prosentase berat usus sebesar 2,49%, hati sebesar 1,23% dan pilorik kaeka sebesar 1,26%. Data hasil prosentase berat organ dalam ikan bandeng selengkapnya terlampir pada Lampiran 5. Prosentase ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Heruwati (1997) pada ikan nila (Oreochromis niloticus), kakap merah (Lutjanus sp), Tongkol (Katsuwonus pelamis). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan fisiologi ikan antara lain spesies ikan, ukuran ikan, cara makan dan jenis makanan, habitat dan tingkat kematangan gonad (Clucas & Ward 1996). Hasil prosentase organ dalam beberapa spesies ikan dan ikan bandeng hasil penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Prosentase organ dalam beberapa spesies ikan. Jenis ikan Manyunga Tongkola Kakap meraha Nilaa Salmonb Bandengc Pilorik Kaeka 0,23 1,58 0,23 0,95 1,26 Lambung Intestin Hati 2,78 1,44 0,61 0,81 - 1,59 0,37 0,48 2,87 2,49 1,5-2 1,23 Keterangan: a = Heruwati (1997);b= Clucas dan Ward (1996); c=hasil penelitian 29 4.2 Ekstraksi Kolagenase Ekstraksi merupakan tahap awal pemurnian kolagenase, secara terpisah terhadap tiga organ dalam, yaitu hati, usus dan pilorik kaeka ikan bandeng yang telah berada pada fase post rigor. Pada penelitian ini, ekstraksi kolagenase menggunakan buffer Tris-HCl dengan pH 8,0 untuk menjaga lingkungan enzim, sehingga tidak terjadi perubahan pH yang ekstrim selama proses ekstraksi. Triton X-100 sebesar 0,25% w/v ditambahkan untuk memisahkan enzim kolagenase yang masih melekat pada dinding sel atau sisa polimer substrat (Suhartono 1989). Selanjutnya sebesar CaCl2 100 mM ditambahkan dalam proses ekstraksi untuk menjaga kemungkinan terjadinya penurunan aktivitas enzim, sebab ion Ca2+ dapat digunakan sebagai kofaktor (Bollag & Edelstein 1991). Penampang organ dalam ikan bandeng disajikan pada Lampiran 4. Hasil ekstraksi berupa ekstrak kasar kolagenase. Ekstrak kasar tersebut kemudian diuji aktivitas kolagenasenya. Hasil uji aktivitas kolagenase terhadap ekstrak kasar kolagenase memperlihatkan bahwa terdapat aktivitas kolagenase pada ketiga organ dalam tersebut. Aktivitas kolagenase beberapa organ dalam dapat dilihat pada Gambar 11. Aktivitas kolagenase tertinggi terdapat pada usus yaitu sebesar 0,141 Unit/ml dan konsentrasi proteinnya adalah 1,712 mg/ml. Aktivitas kolagenase Unit/m 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 sisa organ dalam usus pilorik kaeka Organ dalam hati Gambar 11 Aktivitas kolagenase pada berbagai organ dalam ikan bandeng fase post rigor. Kolagenase diproduksi oleh sel-sel jenis sel stromal, sel ephitel, makrofagus dan leukosit (Strenlicht & Werb 2001). pencernaan yang terbangun dari sel-sel epitelium. Usus adalah organ Khojasteh et al. (2009) 30 melaporkan bahwa secara histologi, struktur dinding sel usus halus pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) hampir sama dengan hewan vertebtara lain. Usus halus merupakan tempat sebagian pencernaan secara kimiawi terjadi. Sebagian besar enzim pencernaan yang bekerja pada usus disekresikan oleh pankreas melalui pankreatik duct. Khojasteh et al. (2009) juga menyatakan usus halus terbentuk dari mukosa tonika dangan jaringan penghubung tonika muskularis (di bagian dalam berbentuk lingkaran, di bagian luar searah dengan daging) dan lapisan tonika serosa. Mukosa muskolaris terdapat diantara lamina propria dan submukosa, dan kelenjar mukosal turbular. Lapisan tipis jaringan penghubung bersifat asam memisahkan mukosa dan sub mukosa. Pada permukaan mukosa terdapat villi, mengurangi lebar bagian depan dan ujung usus, dan epitelium yang membentuk lapisan tunggal kolom sel dengan basal nukleus yang mengandung nukleus, garis apical brush dan sitoplasma asidofilik. Kolagenase dari usus ini selanjutnya digunakan oleh organ-organ tertentu yang memerlukannya dengan mekanisme transport sel. Penampang dinding usus disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 Penampang dinding usus. Sumber:http://www.anselm.edu/homepage/jpito cch/genbio/intestwallcells.JPG. [5 Februari 2010] Kandungan enzim protease tinggi, pada jeroan dan daging. Jeroan (organ dalam) ikan mempunyai prosentase yang besar, yaitu sekitar 5%. Proteinase telah ditemukan dalam usus ikan, seperti tripsin, kimotripsin, kolagenase, elastase, 31 karboksipeptidase dan karboksi esterase, yang secara normal disekresikan oleh pilorik kaeka dan pankreas (An & Vessesanguan 2000). Terdapat aktivitas kolagenase pada sisa organ dalam yaitu campuran organ seperti ginjal, lambung, pankreas, dan empedu. Adanya aktivitas tersebut, menandakan bahwa pada organ-organ tersebut juga merupakan sumber kolagenase. Kolagenase telah dimurnikan dengan metode yang berbeda pada hepatopankreas udang (Pandalus eous) (Aoki et al. 2003) dan hepatopankreas kepiting raja (Paralithodes camtschaticus) (Rudenskaya et al. 2004). Beberapa sumber kolagenase dari hewan perairan dan metode pemurniannya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sumber kolagenase dan metoda pemurniannya. Kelipatan pemurnian 39,5 Yield (%) 0,1 pengendapan ammonium sulfat; Penukar ion DEAE Sephadex A-50 dua kali; Gel filtrasi Sephadex G-150 92,4 10,9 Pilorik kaeka ikan tuna(Thunnus thynnus) Byun et al. (2002) pengendapan aceton; gel filtrasi Sephadex G100;penukar ion DEAE Sephadex A-50;gel filtrasi Sephadex G-75 30,5 Hepatopancreas udang (Pandalus eous) Aoki et al. (2003) pengendapan aceton; kolom hydroxypapatite; kolom MonoQ 37,4 Sumber Metode pemurnian Organ dalam ikan makarel (Scomber japanicus) Park et al. (2002). pengendapan aceton; Penukar ion DEAE Sephadex A-50; Gel filtrasi Sephadex G-100; Penukar ion DEAE Sephacel; Gel filtrasi G-75 Organ dalam ikan filefish (Novoden modestrus) Kim et al. (2002) . 0,023 2,9 4.3. Pengendapan Pengendapan ekstrak kasar kolagenase dari usus ikan bandeng garam ammonium sulfat (NH4(SO4)2). Konsentrasi NH4(SO4)2 yang ditambahkan yaitu dari 30 sampai dengan 80% (w/v) tingkat kejenuhan NH4(SO4)2. Ammonium 32 sulfat dipilih karena sifatnya yang mudah larut, murah dan umumnya tidak mempengaruhi struktur protein pada konsentrasi tertentu (Beynon & Bond 2000). Penambahan ammonium sulfat pada ekstrak kasar menghasilkan endapan dan supernatan, yang masing-masing diuji aktivitas kolagenasenya. Hasil uji aktivitas terhadap hasil pengendapan diperoleh aktivitas tertinggi terdapat pada endapan dengan penambahan 70% (w/v) tingkat kejenuhan NH4(SO4)2, yaitu sebesar 0,496 unit/ml dengan konsentrasi protein sebesar 1,185 mg/ml, dan aktivitas spesifiknya 35,42 Unit/mg. Meningkatnya aktivitas enzim pada endapan hingga penambahan ammonium sulfat 70% disebabkan berkurangnya pengotor, seperti non protein (karbohidrat), protein non enzim dan lain-lain (Suhartono 1989). Konsentrasi protein pada hasil pengendapan menggunakan ammonium sulfat 30-80% disajikan pada Gambar 13. Konsentrasi protein mg/m 1,600 1,400 1,200 1,000 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi Ammonium sulfat % kejenuhan Gambar 13 Konsentrasi protein pada hasil pengendapan menggunakan supernatan ammonium sulfat 30-80%. endapan Aktivitas kolagenase pada konsentrasi ammonium sulfat tingkat kejenuhan 80% menurun. Penurunan ini disebabkan karena ammonium sulfat tidak bersifat buffer dan dapat membebaskan ammonia, sehingga memungkinkan terjadinya kenaikan pH (Boyer 1993). Ammonium sulfat dipilih karena sifatnya yang mudah larut, murah dan umumnya tidak mempengaruhi struktur protein pada konsentrasi tertentu (Beynon & Bond 2000). Akibatnya, aktivitas enzim menjadi menurun, karena aktivitasnya tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti pH. Aktivitas enzim menurun ketika pH lingkungan enzim melebihi pH 33 optimumnya. Hasil uji aktivitas kolagenase pada endapan dan supernatan larutan enzim kolagenase yang ditambah dengan NH4(SO4)2 dalam berbagai tingkat Aktivitas kolagenase Unit/m kejenuhannya disajikan pada Gambar 14. 0,600 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi ammonium sulfat % kejenuhan Gambar 14 Aktivitas kolagenase (Unit/ml) hasil pengendapan menggunakan NH4(SO4)2 . supernatan pemisahan dengan endapan Kim et al. (2002) mengendapkan ekstrak kasar kolagenase dari organ dalam ikan filefish (Novodon modestrus) menggunakan garam NH4(SO4)2 secara bertingkat dari 30% hingga 80% w/v tingkat kejenuhan. Park et al. (2002) menggunakan aseton dingin untuk mengendapkan ekstrak kasar kolagenase dari organ dalam ikan makarel (Scromber japanicus). Aktivitas spesifik pada pengendapan ekstrak kolagenase dari ikan filefish yaitu 145,34 Unit/mg, lebih besar dibandingkan aktivitas spesifik ekstrak kasar kolagense dari ikan makarel, yaitu 42,3 Unit/mg. 4.4 Dialisis Dialisis dilakukan untuk mengurangi kadar garam (desalting) yang tersisa dari pengendapan menggunakan garam NH4(SO4)2. Perbedaan tekanan osmosis dari larutan buffer yang mengandung konsentrasi garam rendah (hipotonik) dengan larutan enzim dalam kantong dialisis yang mengandung garam tinggi (hipertonik) menyebabkan garam terdifusi keluar membran kantung dialisis, biasanya bersifat semipermeabel. Dialisis mengeluarkan protein dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran pori-pori kantung dialisis. Dialisis yang dilakukan 34 dengan mengganti buffer beberapa kali akan meningkatkan kemurnian enzim (Syukri 1999). Lama waktu diffusi dan ukuran kantong dialisis serta konsentrasi buffer menentukan hasil dialisis (Bollag & Edelstein 1991). Aktivitas kolagenase pada Aktivitas kolagenase Unit/m jenis ukuran kantong dan waktu dialisis disajikan pada Gambar 15. 0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 8 mwco 12 mwco Ukuran kantong dialisis Gambar 15 Aktivitas kolagenase pada jenis ukuran kantong dan waktu 6 jam 12 jam dialisis. Aktivitas kolagenase hasil presipitasi adalah 0,496 U/ml. didialisis, aktivitas kolagenase mengalami penurunan. Setelah Dialisis selama 6 jam menggunakan kantong dialisis dengan ukuran 8 kDa MWCO, menghasilkan aktivitas tertinggi yaitu 0,451 U/ml dibandingkan dengan proses dialisis menggunakan kantong dialisis dengan ukuran 12kDa MWCO pada waktu yang sama yaitu 0,101 U/ml sedangkan proses dialisis selama 12 jam menggunakan kantong dialisis dengan ukuran 8 kDa MWCO, menghasilkan aktivitas kolagenase yaitu 0,289 U/ml dibandingkan dengan proses dialisis menggunakan kantong dialisis dengan ukuran 12 kDa MWCO pada waktu yang sama yaitu 0,079 U/ml. Aktivitas kolagenase pada kantong yang sama yaitu 8 kDa dengan lama waktu dialisis yang berbeda menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas kolagenase. Perlakuan fisik dapat menyebabkan turunnya aktivitas kolagenase. Pada ukuran kantong dialisis yang berbeda yaitu 12 kDa, aktivitas kolagenase mengalami penurunan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena kemungkinan adanya molekul-molekul enzim yang keluar bersamaan dengan keluarnya ion dari garam NH4(SO4)2. 35 4.5 Kromatografi Penukar ion Penelitian ini menggunakan matriks DEAE Sephadex A 50. Matriks ini termasuk dalam golongan fungsional diethylaminoethyl, terbuat dari dextran, sejenis polysakarida. Dextran termasuk dalam golongan penukar ion yang lemah. Kode A-50 adalah penukar ion jenis anionik dengan kapasitas 50, artinya jumlah 50 muatan dan potensi muatannya per unit berat atau miliequivalen grup ion per miligram berat kering matrik (Boyer 1993). Hasil kromatografi pertukaran ion 0,7 0,8 0,6 0,7 0,5 0,6 0,4 0,5 0,3 0,4 0,2 0,3 0,1 0,2 0 Konsentrasi NaCl M Aktivitas kolagenase Unit/ml; Absorban 280 n disajikan pada Gambar 16. 0,1 0 10 20 30 40 -0,1 50 60 70 0 Nomer fraksi Gambar 16 Hasil kromatografi penukar ion. (◊) absorban pada 280 nm, (■) aktivitas kolagenase Terdapat tiga puncak aktivitas kolagenase. Aktivitas kolagenase tertinggi terdapat pada fraksi yang ke-11 sebesar 0,658 U/menit dengan absorban 0,352 pada panjang gelombang 280 nm. Fraksi yang ke-11 ini selanjutnya dimurnikan lagi menggunakan gel filtrasi. 4.6 Kromatogafi Gel Filtrasi Purifikasi kolagenase selanjutnya adalah kromatografi gel filtrasi. Penelitian ini kromatografi menggunakan matriks Sephadex G-100. Kode G-100 artinya adalah matriks untuk gel filtrasi dengan perkiraan berat molekul yang akan dipisahkan sebesar 4.000-150.000 Dalton. Selanjutnya fraksi-fraksi yang dihasilkan, diuji aktivitas kolagenase dan proteinnya. Hasil kromatografi gel filtrasi disajikan pada Gambar 17. 0,14 0,14 0,12 0,12 0,1 0,1 0,08 0,08 0,06 0,06 0,04 0,04 0,02 0,02 0 Absorban 280 nm Aktivitas kolagenase Unit/m 36 0 1 10 19 28 37 46 55 Nomer Fraksi Gambar 17 Hasil kromatografi gel filtrasi. (◊) aktivitas kolagenase, (■) absorban pada 280 nm. Aktivitas kolagenase tertinggi terdapat pada fraksi yang ke-7 sebesar 0,133 U/ml dengan absorban 0,126 pada panjang gelombang 280 nm. Gel Sephadex G100 dapat digunakan untuk memisahkan kolagenase dengan pengotor lainnya. Tahapan proses pemurnian telah berjalan dengan baik hal ini dapat dilihat dengan peningkatan kelipatan pemurniannya Kelipatan tingkat pemurnian kolagenase disajikan pada Tabel 8. Purifikasi kolagenase dari organ dalam ikan bandeng, menghasilkan tingkat kemurnian akhir sebesar 114,371 kali dan yield sebesar 1,26%. Tabel 8 Hasil pemurnian kolagenase. Tahapan Ekstraksi Hasil pengendapan 70% ZA Dialisis DEAE Sephadex A-50 Sephadex G100 450 Aktvitas enzim Unit/ml 0,141 45 0,496 2,32 20 0,451 5 5 Volume (ml) Konsentrasi protein (mg/ml) 63 0,785 Aktivitas (U) Derajat Protein Aktivitas Yield (mg) spesifik U/mg kemurnian 353,25 0,178 1,00 100,00 1,185 53,325 0,419 2,347 35,42 9,020 1,020 23,260 0,388 2,484 14,32 0,657 1,314 0,095 0,190 6,916 38,778 2,08 0,133 0,798 0,0065 0,039 20,462 114,731 1,26 37 4.4 Karakterisasi Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu (Suhartono 1989). Karakterisasi kolagenase dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat katalitik enzim sehingga dapat diketahui pula kondisi optimum aktivitas enzim. Kolagenase dari berbagai sumber, mempunyai sifat-sifat katalitik yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor seperti spesies, umur, jenis makanan, kualitas air, suhu lingkungan. Perbedaan sifat katalitik enzim juga terdapat pada spesies yang sama yang disebabkan oleh faktor interspesies. Faktor-faktor tersebut antara lain umur, ukuran jenis kelamin, fase spawning, riwayat spawning, komposisi makanan, riwayat stress dan lain-lain (Haard 2000). Perbedaan sifatsifat katalitik kolagenase dari berbagai sumber, termasuk mikroorganisme disajikan pada Tabel 9. 4.4.1 Suhu Optimum Enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitasnya meningkat seiring dengan peningkatan suhu hingga mencapai suhu optimum. Setelah kenaikan suhu lebih lanjut, akan menyebabkan aktivitas menurun (Pelezar & Chan 1988). Suhu optimum kolagenase yang diperoleh dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan adalah sebesar 50 oC. Kolagenase baik dari ekstrak kasar maupun hasil pengendapan ammonium sulfat 70% kejenuhan, mempunyai aktivitas 0,151 dan 0,36 Unit/ml pada suhu 20 o C. Aktivitasnya semakin bertambah hingga suhu 50 oC, yaitu 0,669 dan 1,056 Unit/ml. Kecepatan reaksi maksimum memerlukan temperatur optimum. Di atas temperatur optimum, kecepatan reaksi menurun tajam, terutama disebabkan denaturasi oleh panas. Hasil karakterisasi suhu ekstrak kasar kolagenase dan hasil pengendapan disajikan pada Gambar 18. 38 Tabel 9 Karakteristik kolagenase dari berbagai sumber. spesifitas substrat Berat molekul kDa Jenis kolagen ase kolagen tipe I 14,8 serin K+, Li+, Ba2+, Ca2+, Mg2+ - 27,0 serin - - kolagen tipe I 22,0-23,0 serin Hg2+, Zn2+ - kolagen tipe I 15,0 serin type I collagen 29,27,26 metallo Mg2+, Ca2+, Ba2+ gelatin dan kolagen type I 116, 97 metallo gelatin 125 metallo ion logam pH optimum Suhu optimum oC Inhibitor organ dalam ikan makarel (Scomber japanicus) (Park et al. 2002). 7,5 55 PMSF, TLCK, Soybean trypsin inhibitor Hg2+, Zn2+ organ dalam ikan filefish (Novoden modestrus) (Kim et al. 2002) . 7,0-8,0 55 TLCK Zn2+, Cd2+, Cu2+ Ni2+ 7,5-8,5 40-45 PMSF , antipain 7,5 55 PMSF, TLCK, Soybean trypsin inhibitor 20 1,10-phenanthroline, cysteine±zinc Sumber hepatopancreas udang (Pandalus eous) (Aoki et al. 2003) . Pilorik kaeka ikan tuna (Thunnus thynnus) (Byun et al. 2002) Rainbow trout Oncorhynchus mykiss tail (RTT) (Saito et al. 2000) Penghambat Streptomyces strain 3B (Petrova et al. 2005) 7,5 37 1,10-phenanthroline, EDTA Bacillus subtillus FS-2 (Nagano & Kim 1999) 9 50 EDTA, Soybean tripsin inhibitor, iodoecetamida, iodoacetic acid Ca2+ , Mg2+ , dan Zn2+ 7,2 42 1,10-phenanthroline Ca2+ , Mg2+ dan Zn2+ 120 metallo Zn2+, Co2+ 74 metallo 47, 95 metallo Clostridium perfringens (Matshishita et al.1994) Photorhabdus luminescens (Marokhazi et al. 2004) Daging ikan Pasific rockfish (Sebastes sp) (Brocho & Haard 1995) 1,10-phenanthroline and EDTA 7,0 7,5-8,5 60-70 1,10-phenanthroline and EDTA Cu2+, Zn2+ Hg2+, Fe2+ Pengaktif Mn2+ dan Ca2+ Ca2+ Lingcod skin type I collagen, Gelatln 39 Aktivitas kolagenase U/m 1,200 1,000 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 20 30 40 50 60 70 o Suhu C Gambar 18 Aktivitas kolagenase dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan kolagenase pada berbagai suhu. (◊) ekstrak kasar, (□) hasil pengendapan Enzim pada umumnya mempunyai temperatur optimum seperti temperatur sel. Enzim yang terdapat dalam mikroorganisme yang hidup di mata air panas, mempunyai suhu optimum mendekati titik didih air. Kenaikan kecepatan reaksi di bawah temperatur optimum disebabkan oleh kenaikan energi kinetika molekulmolekul yang bereaksi. Akan tetapi bila temperatur tetap dinaikkan terus, energi kinetika molekul menjadi sedemikian besar sehingga melampaui penghalang energi untuk memecahkan ikatan-ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam keadaan aktifnya atau keadaan katalitik aktif. Akibatnya struktur sekunder dan tersier hilang disertai dengan hilangnya aktivitas katalitiknya (Boyer 1993). Suhu optimum kolagenase dari ikan bandeng, yaitu 50 oC, lebih tinggi dari suhu optimum kolagenase dari hepatopancreas udang (Pandalus eous) (Aoki et al. 2003), yaitu 40-45 oC. Namun suhu optimum ini lebih rendah dari suhu optimum kolagenase dari daging ikan Pasific rockfish (Sebastes sp) (Brocho & Haard 1995), yaitu 60-70 oC. Hal ini disebabkan karena ikan adalah hewan yang bersifat poikiloterm yaitu suhu badannya dipengaruhi oleh suhu lingkungan perairan. Perbedaan suhu lingkungan dapat menyebabkan perbedaan sifat enzim (Clucas & Ward 1996). Kiessling et al. (2006) menyatakan manipulasi suhu lingkungan perairan mempengaruhi mutu tekstur daging ikan, akibat keterlibatan 40 enzim-enzim endogeneus. Namun pada ikan Antartik krill (Euphausia superba, Dana), kolagenase inaktiv secara sempurna pada suhu 50 oC (Kolakowski & Sikorski 2000). 4.4.2 pH Optimum Kolagenase dari organ dalam ikan bandeng mempunyai pH optimum 7-9. Aktivitas kolagenase dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan pada berbagai pH disajikan pada Gambar 19. Nilai ini sesuai dengan pernyataan bahwa pada umumnya proteinase dari organ pencernaan hewan laut mempunyai sifat unik, yaitu energi aktivitas Arrhenius yang rendah, konstanta Michaelis-Menten tinggi, stabil pada suhu dingin, mempunyai suhu optimum yang rendah, mempunyai pH optimum yang tinggi (Simpson 2000). Pada spesies yang lain, seperti ikan makarel (Scomber japanicus) (Park et al. 2002) dan ikan tuna (Thunnus thynnus) ( (Byun et al. 2002), kolagenase mempunyai pH optimum 7,5. Kolagenase lain, yaitu dari udang (Aoki et al. 2003) dan Daging ikan Pasific rockfish (Sebastes sp) (Brocho & Haard 1995), mempunyai pH optimum 7,5-8,5. Sedangkan kolagenase dari Bacillus subtillus FS-2 (Nagano & Kim 1999) mempunyai pH optimum 9,0. Aktivitas kolagenase U/ml 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 4 5 6 7 8 9 10 11 pH Gambar 19 Aktivitas kolagenase dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan pada berbagai pH. (◊) ekstrak kasar, (□) hasil pengendapan 41 Profil aktivitas pH enzim menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada pada tingkat ionisasi yang diinginkan. Kadang pH optimum enzim tidak sama dengan pH lingkungan normalnya, sedikit di atas atau di bawah pH lingkungannya. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel diatur sebagian oleh perubahan pada pH lingkungannya (Lehninger 1993). 4.4.3 Pengaruh Ion Logam Penambahan ion logam seperti Mn2+ dan Co2+, kolagenase mengalami penurunan aktivitas, tetapi penambahan ion Ca2+ dan Na+ dapat meningkatkan aktivitas kolagenase. Pada ion logam yang sama, tetapi konsentrasinya berbeda, terjadi perbedaan aktivitas. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi tertentu, ion logam dapat berfungsi sebagai aktivator, dan pada konsentrasi tertentu pula ion logam dapat bertindak sebagai inhibitor (Bollag & Edelstein 1991). Hasil uji aktivitas kolagenase terhadap pengaruh ion logam pada ekstrak kasar kolagenase Aktivitas relatif (% dan hasil pengendapan disaji pada Gambar 20. 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Kontrol Ca 1 mM Ca 5 mM Co 1 mM Co 5 mM Ion logam Mn 1 mM Mn 5 mM Na 1 mM Na 5 mM Gambar 20 Pengaruh ion logam terhadap ekstrak kasar kolagenase dan pengendapan hasil pengendapan. ekstrak kasar Penambahan ion logam sebagai kofaktor dapat mempengaruhi stabilitas enzim. Kolagenolitik proteinase yang dipurifikasi oleh Kristjánsson et al. (1995) 42 dari usus ikan Atlantic cod (Gadus morhua) mempunyai sifat termo stabil, atau stabil pada suhu tinggi dengan penambahan ion Ca2+, tetapi tanpa ion tersebut, enzim ini tidak stabil pada suhu di atas 30oC. 4.4.4 Pengaruh Inhibitor Kolagenase ekstrak kasar dapat dihambat dengan baik oleh PMSF 1 mM hingga 47% dan tidak ada penghambatan yang berarti dari EDTA 1 dan 5 mM (aktivitas relatifnya 93-96%). Sedangkan pada kolagenase hasil pengendapan, penghambatan terhadap PMSF 1 mM dan 5 mM mencapai 30 % dan 26%. Pengaruh beberapa jenis inhibitor terhadap aktivitas kolagenase dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan disajikan dalam Gambar 21. Terdapat lima jenis protease berdasarkan gugus fungsionalnya pada sisi aktif im protease. Protease tersebut yaitu serin protease, sistein protease, aspartik protease, dan metallo protease. Jenis protease tesebut dapat ditentukann dengan mengetahui pengaruh inhibitor spesifik tehadap aktivitas enzim. Adapun inhibitor spesifik itu antara lain DFP, PMSF, 3,4 DCl (inhibitor untuk serin protease); E64, cistatin, kimostatin (inhibitor untuk sistein protease); pepstatin (inhibitor untuk aspartik protease) dan EDTA, 1,10 phenantrolin (inhibitor untuk metallo protease) (Nagase & Salvesen 2000). Dari prosentase penghambatan dan jenis inhibitornya, terdapat dugaan bahwa kolagenase dari organ dalam ikan bandeng ini merupakan jenis serin protease. 43 120 Aktivitas relatif (% 100 80 60 40 20 Fo rm am id e m M PS M F 5 m M 1 PS M F 5 m M m M ED TA 1 ED TA ko nt ro l 0 inhibitor Gambar 21 Pengaruh beberapa inhibitor spesifik terhadap ekstrak kasar kolagenase dan hasil pengendapan Ekstrak kasar Pengendapan Gel suwari terbentuk ketika pasta surimi yang dibuat dengan mencampurkan daging dengan garam dipanaskan. Pembentukan gel suwari terjadi pada pemanasan dengan suhu mencapai 50 °C. Ketika pemanasan gel ditingkatkan hingga 50-60 °C, maka struktur gel tersebut akan hancur. Fenomena ini disebut dengan modori. Pada rentang suhu tersebut enzim alkali proteinase akan aktif. Enzim tersebut dapat menguraikan kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk (Jiang 2000). Protease yang terlibat dalam degradasi gel surimi, hanya jenis serin dan sistein (Kang & Lanier 2000). Kolagenase jenis serin umumnya ditemukan pada ikan. Tetapi Brocho & Haard (1995) menemukan koalgenase jenis metallo pada daging ikan Pasific rockfish (Sebastes sp). Kolagenase jenis metallo dapat menghidrolisis kolagen dan gelatin dengan baik, tetapi kurang dapat menghidrolisis kolagen jenis fibrillar. Diduga kolagenase ini terlibat dalam degradasi kolagen dan softening pada produk seafood. 44 4.4.5 Kestabilan Terhadap Suhu Tujuan pengujian kestabilan kolagenase terhadap suhu adalah untuk mengetahui pada suhu berapa kolagenase tetap aktif selama masa penyimpanan 30 menit. Kolagenase stabil selama penyimpanan pada suhu 10-50 oC. Selanjutnya, kolagenase mengalami penurunan aktivitasnya setelah penyimpanan pada suhu 60 oC. Enzim-enzim dari organ pencernaan hewan laut mempunyai sifat bersifat termostabil yang rendah (Simpson 2000). Kestabilan kolagenase terhadap suhu disajikan pada Gambar 22. Aktivitas kolagenase Unit/m 1,400 1,200 1,000 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 10 20 30 40 50 60 70 80 o Suhu C Gambar 22 Kestabilan kolagenase terhadap suhu. (◊) ekstrak kasar, (□) hasil pengendapan Kolagenase dari ikan bandeng ini stabil pada penyimpanan 10 oC. Kestabilan aktivitas kolagenase pada suhu dingin ini, pada beberapa spesies ikan masih dapat mengakibatkan perubahan sifat tekstur daging ikan. Hernandez et al. (2003) melaporkan daging ikan cod (Gadus morhua) mengalami softening selama penyimpanan dingin akibat aktivitas kolagenase yang memecah protein myofibrilar. Hultman dan Rustrad (2004) melaporkan, bahwa aktivitas kolagenase stabil pada suhu dingin selama penyimpanan 5, 10 dan 14 hari pada fillet ikan Atlantic salmon (Salmo salar) walaupun fillet telah diiradiasi sinar γ selama 3,5 jam pada suhu 20-22 oC. Kolagenase sangat baik mengkatalisis reaksi 45 hidrolisis pada suhu rendah 0-12 oC pada ikan Antartik krill (Euphausia superba, Dana) (Kolakowski & Sikorski 2000). 4.4.6 Kestabilan terhadap pH Kolagenase dari ekstrak kasar dan hasil pengendapan diuji kestabilan terhadap pH. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan enzim ketika disimpan pada pH tertentu selama 30 menit. Dari hasil analisis, terlihat bahwa kolagenase pada pH 3-4 mempunyai aktivitas yang rendah, tetapi pada pH 6-11 kolagenase mempunyai aktivitas yang masih tinggi. Aktivitas tertinggi kolagenase stabil pada pH 7-9. Kestabilan kolagenase terhadap pH ditunjukkan pada Gambar 23. Aktivitas kolagenase Unit/m 0,900 0,800 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 4 5 6 7 8 9 10 11 pH Gambar 23 Kestabilan kolagenase terhadap pH. (◊) ekstrak kasar, (□) hasil pengendapan Proteinase dari ikan mempunyai sifat stabil pada pH netral mendekati basa (Kim et al. 2008). Tetapi kolagenolitik proteinase yang dipurifikasi oleh Kristjánsson et al. (1995) dari usus ikan Atlantic cod (Gadus morhua) dengan berat molekul 24,1 kDa, mempunyai pH optimum 8,0-9,5 dan suhu optimum 4550 oC, tetapi enzim ini tidak stabil pada pH dibawah 7,0. Beberapa proteinase jenis serin yang mempunyai kestabilan pH 7-9 antara lain tripsin, kimotripsin dan elastase (Simpson 2000). 46 4.4.7 Penentuan Berat Molekul Penentuan berat molekul dilakukan terhadap sampel dari semua tahapan pemurnian dengan menggunakan elektroforesis. Berat molekul diketahui dengan membandingkannya dengan berat molekul marker yang telah diketahui. Berat molekul ditentukan berdasarkan kurva standar marker, Y=-1,253X+5,1929 dimana Y=log berat molekul (D), X=mobilitas relatif protein. Hasil pemurnian akhir terdapat dua band dan mempunyai berat molekul 27,61 kDa serta 14,36 kDa. Hasil ini memperkuat dugaan bahwa kolagenase hasil purifikasi organ dalam ikan bandeng fase post rigor tergolong dalam serin kolagenase. Hasil perhitungan berat molekul kolagenase dapat dilihat pada Lampiran 5. Elektrogram hasil pemurnian disajikan pada Gambar 24. 27,61 kDa 14,36 kDa Gambar 24 Elektrogram hasil pemurnian Kolagenase jenis serin dari berbagai sumber diketahui mempunyai berat molekul bervariasi. Kolagenase dari ikan bandeng ini mempunyai berat molekul yang hampir sama dengan kolagenase yang ditemukan pada ikan makarel (Scromber japanicus), yaitu 14,8 kDa (Park et al. 2002) dan ikan filefish (Novodon modestrus), yaitu 27 kDa (Kim et al. 2002). Kolagenase dari hepatopankreas udang (Pandalus eous) mempunyai berat molekul 22-23 kDa (Aoki et al. 2003), kolagenase hepatopankreas kepiting raja (Paralithodes camtschaticus) mempunyai berat molekul 24,8 kDa dan 23,5 kDa (Rudenskaya et al. 2004), dan kolagenase dari pilorik kaeka ikan tuna (Thunnus thynnus) mempunyai berat molekul 15 kDa (Byun et al. 2002). 47 Kolagenase dari daging ikan Pasific rockfish (Sebastes sp) menyerupai kolagenase yang ditemukan pada hewan mamalia, mempunyai berat molekul 47 dan 95 kDa (Brocho & Haard 1995). Jenis mettalokolagenase ini telah banyak dipelajari dari berbagai jaringan mamalia, bakteri, dan bisa ular (Park et al. 2002). Berat molekul metallokolagenase dari Bacillus subtillus FS-2 125 kDa (Nagano & Kim 1999), Clostridium perfringens 120 kDa (Matsusita et al. 1994), Photorhabdus luminescens 74 kDa (Marokhazi et al. 2004), Streptomyces sp Strain 3B 116 kD dan 97 kDa (Petrova et al. 2006) dan Streptomyces parvulus 52 kDa (Sakurai et al. 2009). 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Organ dalam ikan bandeng pada fase post rigor menunjukkan aktivitas kolagenase. Aktivitas kolagenase ini terdapat pada usus, hati dan pilorik kaeka serta sisa organ dalam lainnya. Aktivitas kolagenase tertinggi terdapat pada usus, yaitu sebesar 0,141 U/ml dan aktivitas spesifik sebesar 0,864 U/mg. Pemurnian kolagenase dari organ dalam ikan bandeng fase post rigor dapat dimurnikan. Kolagenase hasil pemurnian menghasilkan aktivitas spesifik sebesar 20,642 U/ml dengan kelipatan pemurnian sebesar 114,731 kali. Kolagense ini mempunyai suhu optimum 50 oC dan pH optimum 7-9. Kolagenase ini tergolong dalam enzim yang bekerja dengan optimal pada pH netral cenderung basa (alkalin protease). Kolagenase ini meningkat aktivitasnya jika ditambah dengan ion Ca2+ dan Na+. Kolagenase dihambat dengan baik oleh PMSF hingga 23% , sehingga diduga kolagenase ini adalah jenis serin protease. Penyimpanan pada suhu 10-80 o C selama 30 menit menunjukkan ketidakstabilan kolagenase terutama pada suhu diatas 60 oC. Penyimpanan pada pH 4-11, kolagenase tidak stabil, bahkan pada pH 4 dan 5 kolagenase mempunyai aktivitas yang kecil. Berat molekul kolagenase hasil pemurnian adalah 14,63 kDa dan 27,46 kDa. 5.2 Saran Mengingat pemurnian kolagenase dari usus ikan bandeng ini belum sempurna, karena masih terdapat dua band, maka disarankan untuk dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan metoda penelitian yang lain, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kolagenase yang benar-benar murni. DAFTAR PUSTAKA An H, Vessesanguan W. 2000. Recovery of enzymes from seafood-processing wastes. Di dalam: Haard NF, Simpson BK, editor. Seafood Enzymes Utilization and Influence on Postharvest Seafood Quality. New York : Marcel Dekker. Inc; 191-207. Aoki H, Ahsan MN, Matsuo K, Hagiwara T, Watanabe S. 2003. Purification and characterization of collagenolytic proteases from the hepatopancreas of northern shrimp (Pandalus eous). J Agric Food Chem. 51(3):777-83. [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2003. Seminar Industri Enzim dan Bioteknologi. Jakarta: Humas BPPT. http://www.bppt.go.id/ index. php? option =com_ content &task=view&id=1549&Itemid=30. Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Methods. New York: A Jhon Willey and Sons Inc. Publication. Branden C, Tooze J. 1998. Introduction to Protein Structure. Edisi kedua. New York: Garland Publishing Inc. Brocho GE, Haard NF. 1995. Identification of two matrix metalloproteinases in the skeletal muscle of pacific rockfish (Sebastes sp.). J Food Biochem. 19:299-319. Beynon RJ, Bond JS. 2001. Proteolisis Enzymes: a Practical Approach. New York: Oxford University Press. Byun HG, Park JP, Sung NI, Kim SK. 2002. Purification and characterization of a serine proteinase from the tuna piloric caeca. J Food Biochem 26(6): 479-494. Boyer RF. 1993. Modern Experimental Biochemistry. Edisi kedua. Redwoodcity. California: The Benjamin/Cummings Publishing Co. Inc Chung L, Dinakarpandian D, Yoshida N, Laurel-Fields JL, Fields GB, Visse R, Nagase H. 2004. Collagenase unwinds triple helical collagen proir to peptida bond hydrolysis. EMBO Journal. 23 (15): 3020-3030. Clucas IJ, Ward AR. 1996. Post-Harvest Fisheries Development: A Guide to Handling, Preservation, Processing and Quality. Chanatam Maritime, UK: Natural Resources Institute. [Dit.Jen. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran]. 2004. Direktori Ikan Konsumsi dan Produk Olahan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan; Dasar Pengembangan dan Teknologi Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta. 50 Foegeding EA, Lanier T C, Hultin, H. O. 1996. Characteristics of edible muscle tissues. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. Edisi ke-3 New York, USA: Marcel Dekker, Inc. Hargin KD. 2001. Measurement of the fish content in fish products. Di dalam: Alasavar C. Taylor T, editor. Seafood, Quality Technology And Nutraceutical Applicaltions. Berlin: Springer. Haard NF. 1992. Control of chemical composition and food quality attributes of cultured fish. Food Research International. 25(4):289-307. Harris ELV. Angal S. 1989. Protein Purification Methods. A Practical Approach. Oxford New York Tokyo: IRL Press. Heidchamp WH. 1995. Cell Biology Laboratory Manual. Saint Peter: Gustavus Adolphus Collage. Hernandez-Herrero MM, Duflos G, Malle P, & Bouquelet S. 2003. Collagenase activity and protein hydrolysis as related to spoilage of iced cod (Gadus morhua). Food Research International. 36: 141-147. Hulmes DJS. 2008. Collagen diversity, synthesis and assembly. Di dalam: Peter Fratzl, editor. Collagen Structure and Mechanics. ISBN: 978-0-38773905-2 e-ISBN: 978-0-387-73906-9. New York:Springer Science+Business Media, LLC. Hultmann L, Rustad T. 2004. Iced storage of Atlantic salmon (Salmo salar)effects on endogeneus enzymes and their impact on muscle proteins and texture. J Food Chem. 87: 31-41 Hultmann L. 2003. Endogenous proteolytic enzymes - Studies of their impact on fish muscle proteins and texture. [thesis]. Norwegian: Faculty of Natural Sciences and Technology. Department of Biotechnology. Norwegian NTNU. Ismail A, Poernomo A, Sunyoto P, Wedjatmiko, Dharmadi, Budiman RAI. 1994. Pedoman teknis usaha pembesaran ikan bandeng di Indonesia. Seri Pengembangan Hasil Penelitian No. 26/1993. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Jiang ST. 2000. Enzymes and their effects on seafood texture. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcell Dekker Inc. Kang IS, Lanier TC. 2000. Heat induced shoftening of surimi gels by proteinases. Di dalam: Park JW, editor. 2000. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcell Dekker Inc. Kim SK, Park PJ, Kim JB dan Sahidi F. 2002. Purification and characterization of a collagenolytic protease from filefish (Novodon modestrus). J. Biochem Mol Bio 35(2): 165-171. 51 Kim SK, Mendis E, Sahidi F. 2008. Marine fisheries by-product as potential nutraceuticals: overview. Di dalam: Sahidi F, Barrow C, editor. Marine Nutraceuticals and Functional Foods. Boca Raton: CRC Press Kim YT, Kim SK. 1991. Purification and characterization of a collagenase from tissue of filefish (Novodon modestrus). Korean Biochem J 24: 401-409. Kiessling A, Stien LH, Torslett, Suontama J, Slinde E. 2006. Effect of post mortem temperature on rigor in Atlantic salmon (Salmo salar) muscle as measured by four different techniques. Aquaculture. 259: 390-402. Khojasteh SMN, Seikhzadeh F, Mohammadnejad D, Azami A. 2009. Histological, histochemical and ultrastructural study of the intestine of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). World Appl Sci J. 6 (11):15251531. Kolakowski E, Sikorski ZE. 2000. Endogeneus enzymes in antartic krill: control of activity during storage and utilization. Di dalam: Haard NF. Simpson BK. , editor. Seafood Enzymes Utilization and Influence on Postharvest Seafood Quality. New York : Marcel Dekker. Inc. Kristjánsson MM, Guthmundsdóttir S, Fox JW, Bjarnason JB. 1995. Characterization of a collagenolytic serine proteinase from the Atlantic cod (Gadus morhua). Comp Biochem Physiol B Biochem Mol Biol. 110(4):707-717. Kumaila R. 2008. Ekstraksi karakterisasi dan aplikasi enzim kolagenase dari organ dalam ikan tuna (Thunnus sp.) [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Lehninger. 1993. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Diterjemahkan oleh Maggy Thenawidjaya. Jakarta: Erlangga. Lestari SD. 2005. Analisis sifat fisika, kimiawi dan rheologi gelatin kulit hiu gepeng (Alloipis sp.) dengan penambahan MgSO4, sukrosa dan gliserol. [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lopez MD, Carreno LG. 2000. Applications of fish and shellfish enzymes in food and feed products. Di dalam: Haard NF. Simpson BK, editor. Seafood Enzymes Utilization and Influence on Postharvest Seafood Quality. New York : Marcel Dekker. Inc. Mansyur A, Tonnek S. 2003. Prospek budi daya bandeng dalam karamba jaring apung laut dan muara sungai. Jurnal Litbang Pertanian, 22: 79-85. Matsusita O, Yoshihara K, Katayama S, Minami J, Okabe A. 1994. Purification and characterization of a clostridium perfringens120-kilodalton collagenase and nucleotide sequence of the corresponding gene. J of Bacteriol . 67(3):149-156 52 Marokhazi J, K’ochzan G, Hudecz F, Graf L, Fodor A, Veneki I. 2004. Enzymic characterization with progress curve analysis of a collagen peptidase from an enthomopathogenic bacterium, Photorhabdus luminescens. Biochem. J. 379: 633–640. Mudjiman A. 1991. Budidaya Bandeng di Tambak. Jakarta: Penebar Swadaya. Nagano H, To KA. 1999. Purification of collagenase and specificity of its releted enzyme from Bacillus subtillis FS-2. Bioschi, Biotechnol, Biochem. 63: 181-183. Nagai T, Izumi M, Ishii M. 2004. Fish collagen. Preparation and partial characterization. International Journal of Food Science and Technology. 39: 239-244. Nagase H, Salvesen GS. 2000. Inhibition of proteolytic enzymes. Di dalam: Bond JS, Beynon, editor. Proteolytic Enzymes A Practical Approach. Oxford: Oxford University Press. Nomura Y, Sakai H, Ishii Y, Shirai K. 1996. Preparation and some properties of collagen from fish scales. Biosci, Biotech and Biochem. 60:2092-2094. Nurhayati T. 2000. Pemurnian dan karakterisasi protease Enteropathogenic Escherichia coli K1.1 sebagai bahan antigen. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. USDA SR-21. (2009). Fish, milkfish, raw. http://www.nutritiondata.com/facts/finfish -and-shellfish-products/4079/2 [6 Desember 2009] Park PJ, Lee SH, Byun HG, Kim SH, Kim SK. 2002. Purification and characterization of a collagenase from the Mackarel, Scomber japonicus. J Biochem Mol Bio. 35(6): 576-582. Pasaribu AM. 2004. Kajian sistem modular pada usaha tani ikan bandeng (Chanos-Chanos, Forskal) Di Sulawesi Selatan J Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 7: 187-192 Peranginangin R. 2000. Pemanfaatan Enzim Proteolitik dari Isi Perut Ikan Untuk Produksi Karateno Protein dari Limbah Krustase. Laporan Riset Unggulan Terpadu. Jakarta: Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Petrova D, Derekova A, Vlahov S. 2006. Purification and properties of individual collagenases from Streptomyces sp Strain 3B. Folia Microbiol. 51: 93-98. Rilley KM, Herman IM. 2005. Collagenase promotes the celuller responses to injury and wound healing in vivo. J Burns and Wounds. Vol 4. www.Journalofburnsand wounds.com [7 Mei 2008]. 53 Rudenskaya GN, Kislitsin YA, Rebrikov DV. 2004. Collagenolityc serine protease PC and trypsin PC from king crab Paralithodes camtschaticus: cDNA cloning and primary structure of the enzymes. BMC Structural Biology 4:1487-1496. Rachmansyah, Tonnek S, Usman. 1997. Produksi ikan bandeng super dalam karamba jaring apung di laut. Dipresentasikan pada Seminar Regional Hasil-Hasil Penelitian Berbasis Perikanan, Peternakan dan Sistem-Sistem Usaha Tani Di Kawasan Timur Indonesia, Naibonat-Kupang, 28−30 Juli 1997. hlm 22 Sakaguchi M. 1990. Sensory and non sensory methods for measuring fressness of fish and fisheries products. Di dalam: Motohiro T, Kodota H, Hashimoto K, Kayama M, Tokunaga T, editor. Science of Processing Marine Food Products. Vol I. JICA and Hyogo International Centre. Sakurai Y, Inoue H, Nishii W, Takashi T, Iino Y, Yamamoto M, Takashi K. 2009. Purification and characterization of major collagenase from Streptomyces parvulus. Biosci. Biothechnol. Biochem. 73 (1): 21-28. Salinas I, Meseguer J, Esteban MA. 2007. Assessment of different protocols for the isolation and purification of gut associated lymphoid cells from the gilthead seabream (Sparus aurata L). Biomol. Proceed. Online 9(1):4355. Sato K, Kitahashi T, Itho C, Tsutsami M. 2008. Shark cartilage: potential for therapeutic application for cancer-review article. Di dalam: Sahidi F, Barrow C, editor. Marine Nutraceutical and Functional Foods. New York: CRC Press. Saito M, Sato K, Kunisaki N, Kimura S. 2000. Characterization of a rainbow trout (Oncorhynchus Mykiss) matrix metalloproteinase capable of degrading type I collagen. Eur. J. Biochem. 267: 6943-6950. Scopes, RK. 1982. Protein Purification. Principles and Practice. New York. Heidelberg Berlin: Springer-Verlag. Simpson BK. 2000. Digestives proteinases from marine animals. Di dalam: Haard NF, Simpson BK, editor. Seafood Enzymes Utilization and Influence on Postharvest Seafood Quality. New York : Marcel Dekker. Inc. Soeseno S. 1988. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. Edisi kedua. Jakarta: Gramedia Strenlicht Md, Werb Z. 2001. How Matrixmetalloproteinases Regulate Cell behavior. Annu. Rev. Cell Dev. Biol. 17:463–516. Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: IPB. 54 Suzuki T. 1981. Fish Krill Protein Processing Technology. London: Applied Science Published Ltd. Syukri S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Bandung: ITB. Visse R, Nagase H. 2003. Matrix mettaloproteinase and tissue inhibitors of mettalloproteinasea: structure, function, and biochemistry. Circ Res. 92:827-839. Wang D, Tang J, Correia LR. Gill TA. 1998. Postmortem changes of cultivated atlantic salmon and their effects on salt uptake. J Food Sci. 63: 635-638. Yunoki S, Suzuki T, Takai M. 2003. Stabilization of low denaturation temperature collagen from fish by physical cross-linking methods. J.Biosci.Bioseng. 96(6): 575-577. LAMPIRAN 54 LAMPIRAN 1 ROADMAP PENELITIAN Sumber kolagenase organisme perairan Pilorik kaeka: Byun (2002) Tuna (Thunnus thynnus) Organ dalam Kim (2002): filefish (Novodon modestrus) Park (2002): makerel (Scomber japanicus) Hepatopankreas Aoki (2003) : Udang (Pandalus eolus) Rudenskaya (2004) : Kepiting raja (Paralithodes camtschaticus) Usus Jaringan Kim (1991): (Novodon modestrus) Yuniarti (2008) Bandeng (Chanos chanos, forskal) Pilorik kaeka Kelenjar pencernaan Simpson (2000): Kepiting, lobster, udang Hati Purifikasi dan karakterisasi Kolagenase KOLAGENASE 55 Lampiran 2 Tabel Konversi dari g (gravity) ke rpm (revolutions per minute) Konversi dari g ke rpm berdasarkan rumus: Dimana: g = gravity atau gaya sentrifugal relatif (RCF = Relative Centrifugal Force) R = jari-jari rotor (cm) S = kecepatan putaran dalam rpm (revolutions per minute) Sumber: Pierce Biotechnology, Inc. 2005. Technical Resource Convert Between Times Gravity (×G) And Centrifuge Rotor Speed (Rpm). Rockford, USA: Pierce Biotechnology, Inc. www.piercenet.com. 56 Lampiran 3 57 Lampiran 4 Organ dalam ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal) Hati Usus Pilorik kaeka 58 Lampiran 5 Hasil perhitungan elekroforesis 4 5 6 7 8 Marker Phosphorilase b Albumin Oval bumin Carbonic anhidrase tripsin inhibitor α-laktalbumin Band 1 Band 2 Batas atas (cm) 0,7 1,5 2,3 BM 97.000 66.000 45.000 Rf 0,14 0,3 0,46 Log BM 4,986772 4,819544 4,653213 5 5 5 5 5 3,1 3,4 4,0 3,0 4,1 30.000 20.100 14.400 27.612,14 14.636,59 0,62 0,68 0,80 0,60 0,82 4,477121 4,303196 4,158362 4,44110 4,16544 Kurva regresi linear berat molekul marker dan Rf 6 5 4 Log BM No 1 2 3 Batas bawah (cm) 5 5 5 y = -1,253x + 5,1929 2 3 R = 0,9828 2 1 0 0 0,2 0,4 0,6 Rf 0,8 1