122 bab vii dampak dan makna upaya sekolah dalam

advertisement
BAB VII
DAMPAK DAN MAKNA UPAYA SEKOLAH DALAM PEMBERDAYAAN
KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU PADA
SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI
DI KABUPATEN TABANAN
7.1 Dampak Pemberdayaan Keterampilan Vokasional
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), antara lain berisikan
tentang aturan proses pembelajaran di sekolah, yaitu mengenai komposisi antara
pengetahuan akademik dan keterampilan vokasional yang terintegrasi dalam
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang menyebutkan
bahwa pengetahuan akademik 40% dan keterampilan vokasional 60%.
Berdasarkan hal tersebut keterampilan vokasional lebih diutamakan sehingga
diselenggarakan program pemberdayaan keterampilan vokasional bagi anak
tunarungu pada SLB.B Negeri di Kabupaten Tabanan.
Melihat kondisi anak yang tunarungu, maka mereka lebih memerlukan
perhatian dalam mempersiapkan masa depannya melalui keterampilan yang akan
digunakan sebagai bekal mencari nafkah. Untuk itu, diperlukan pembongkaran
dalam arti menemukan potensi siswa agar dapat berkembang dan diikuti
pembangunan kembali yaitu memberikan pelatihan keterampilan.
Teori dekontruksi digunakan untuk membongkar dampak dan makna
pemberdayaan keterampilan vokasional yang diselenggarakan di SLB.B N
Tabanan bagi anak tunarungu, sekolah, maupun orang tua siswa.
Adapun dampak-dampak tersebut terdiri atas dampak positif dan dampak negatif.
122
123
7.1.1 Dampak Positif
a) Bagi siswa
Pelatihan keterampilan yang dilaksanakan melalui program pemberdayaan
pada SLB.B N Tabanan merupakan suatu proses pembelajaran dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan potensi siswa di bidang
keterampilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (1996: 53) bahwa “belajar
adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan
berbekas”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar
adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam
diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya
untuk memeroleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman,
tingkah laku, ketrampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Berkembangnya potensi peserta didik melalui pelatihan keterampilan
memberikan motivasi untuk maju bagi siswa anak tunarungu sehingga rasa
percaya diri dalam diri seseorang itu tumbuh. Motivasi dapat diartikan sebagai
kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari
dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik).
124
Berikut penuturan Ni Wayan Nadi Utami siswa kelas X (1 SMALB).
“…saya sangat senang mengikuti pelatihan keterampilan karena
pengetahuan saya jadi meningkat terutama keterampilan menjahit yang
merupakan hobi saya, dengan begitu saya bisa membuat kebaya kreasi
sendiri dan saya yakin saya bisa. Setelah lulus saya punya keinginan untuk
membuka jasa menjahit…” (wawancara 10 Mei 2013).
Ungkapan di atas menggambarkan bahwa anak tersebut memiliki motivasi dan
rasa percaya diri yang tinggi untuk mencapai cita-cita membuka jasa menjahit.
Hal tersebut sesuai dengan teori Herzberg yang dikenal dengan teori dua faktor,
yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini,
yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi
yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. Sebaliknya
yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor
yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional, antara lain
ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sebaliknya faktor-faktor
hygiene atau pemeliharaan mencakup, antara lain status seseorang dalam
organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang
dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para
penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi
kerja, dan sistem imbalan yang berlaku.
Berdasarkan teori Herzberg ini maka yang berpengaruh kuat pada diri
Nadi Utami adalah faktor motivasional yang bersumber dari dalam diri individu /
125
faktor instrinsik, yaitu menjahit merupakan hobi. McClelland dikenal sebagai
tokoh teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach)
Dia menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan melaksanakan sesuatu tugas
atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi objekobjek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin
dan seindependen mungkin, sesuai dengan kondisi yang berlaku. Upaya mengatasi
kendala-kendala dan mencapai standar tinggi, mencapai performa puncak untuk
diri sendiri, dan mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Upaya meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil, yaitu mengikuti pelatihan keterampilan menjahit yang merupakan bakat
Nadi Utami sampai ia berhasil mewujudkan cita-cita membuka jasa menjahit.
Dampak bagi siswa dengan mengikuti pelatihan adalah meningkatnya
pengetahuan dan terlatihnya siswa di bidang keterampilan.
b) Bagi Sekolah
Pelaksanaan pelatihan keterampilan vokasional memberikan fungsi nyata
bagi siswa tunarungu untuk mengembangkan bakat dan minat di bidang
keterampilan dalam mempersiapkan siswa untuk mandiri dalam hidup
bermasyarakat. Berikut penuturan bapak I Wayan Arnawa.
“…dua tahun terakhir ini antusias masyarakat untuk menyekolahkan
anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus sangat bagus,
dibuktikan dengan jumlah siswa meningkat ini berarti kepercayaan
126
masyarakat terhadap sekolah meningkat pula dan masyarakat mulai sadar
akan pentingnya pendidikan…”(wawancara 9 Mei 2013).
Penuturan di atas menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap SLB.B
N Tabanan meningkat karena dengan adanya pelatihan keterampilan, sekolah
memang benar-benar memerhatikan, memikirkan, dan memberikan bekal hidup
agar peserta didik dapat hidup mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidupnya. Hal ini memberikan pengaruh positif pada masyarakat sekitar mengenai
kualitas dan mutu pendidikan di SLB.B N Tabanan. Kualitas merupakan kondisi
baik-buruknya suatu hal dalam kemampuannya memberikan manfaat dan
mempertahankan kemampuannya dalam memberikan manfaat (Aris, 1998: 12
http://thomyhands.blogspot.com/2011/10/pengaruh-pelaksanaan-manajemen
berbasis.html). Dalam konteks pendidikan, kualitas mengacu pada proses
pendidikan
dan
hasil
pendidikan
(Suryobroto,2004:210
http://thomyhands.blogspot.com/2011/10/pengaruh-pelaksanaan-manajemenberbasis.html ).
Berdasarkan teori di atas, diketahui bahwa kualitas/mutu pendidikan di
sekolah sangat dipengaruhi oleh manfaat yang diberikan sekolah kepada siswa.
Hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan
termasuk proses pelatihan keterampilan dan hasil pendidikan berupa keterampilan
yang telah dikuasai oleh siswa untuk bekal hidup mandiri di masyarakat. Dalam
proses pendidikan yang bermutu, terlibat berbagai input seperti bahan ajar
(kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai dengan
kemampuan guru di sekolah), sarana sekolah, dukungan administrasi, dan sarana
serta sumber
daya lainnya. Penciptaan suasana
yang kondusif untuk
127
penyelenggaraan pendidikan di sekolah juga termasuk dalam kerangka proses
pendidikan.
Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai
oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil
pendidikan dapat berupa hasil tes kemampuan akademis, misalnya ujian seolah
dan ujian nasional. Prestasi dapat pula berupa bidang lain, seperti prestasi di suatu
cabang olahraga, seni, atau keterampilan tambahan tertentu, misalnya komputer
dan berbagai jenis teknik/jasa, pembuatan batako, menjahit, desain grafis, dan
lain-lain.
Faktor-faktor yang memengaruhi mutu sekolah
Mutu dalam konteks output pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh
berbagai kondisi atau faktor. Oemar (1983:115) mengemukakan bahwa cara
pembelajaran, sarana dan prasarana pendukung, kesesuaian bahan ajar, serta
manajemen sekolah memiliki hubungan yang erat dengan keberhasilan proses
pendidikan di sekolah. Apabila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh
Suryobroto, maka konsep ini memandang keberhasilan sebagai hal yang
dipengaruhi oleh aspek input pendidikan di sekolah. Faktor input tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
1) Faktor Internal
a)
Cara pembelajaran
Cara pembelajaran berkaitan dengan penerapan metode pembelajaran yang
dilaksanakan. Metode pembelajaran yang baik adalah metode pembelajaran yang
memiliki kesesuaian dengan kondisi sekolah, baik berkaitan dengan sumber daya
128
manusia pendidik dan peserta didik maupun berkaitan dengan sumber daya
pendukung yang dimiliki sekolah. Metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan
sumber daya yang ada dan dipaksakan untuk tetap dilaksanakan dalam pendidikan
akan memiliki dampak yang kurang baik terhadap output pendidikan.
b)
Sarana dan prasarana pendukung
Sarana dan prasarana pendukung merupakan hal yang cukup penting untuk
menunjang keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Termasuk sebagai sarana
dan prasarana pendukung ini di antaranya adalah alat peraga, laboratorium,
fasilitas gedung sekolah, dan fasilitas sekolah lainnya. Sarana dan prasarana
pendukung berperan dalam membantu kemudahan proses belajar mengajar serta
membantu terjadinya transformasi pengetahuan yang baik dalam pembelajaran.
Sarana dan prasarana pendukung seperti fasilitas bangunan gedung sekolah yang
memadai memiliki fungsi memberikan rasa nyaman, baik pada siswa maupun
pendidik, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang.
c)
Kesesuaian bahan ajar
Bahan ajar berkaitan dengan penyususnan kurikulum yang dilakukan
sekolah. Kurikulum yang baik disusun dengan memerhatikan kondisi atau kualitas
siswa
yang
ada.
Kurikulum
yang
terlalu
banyak
menyajikan
materi
pengembangan yang rumit, sedangkan kondisi kualitas siswa yang ada tidak
sesuai dapat berakibat pada kegagalan proses pendidikan yang dilaksanakan di
sekolah.
129
d)
Manajemen sekolah
Manajemen sekolah berkaitan dengan bagaimana cara pengelolaan sekolah
agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan sekolah. Beberapa unsur
yang dapat dimasukkan dalam manajemen sekolah adalah menajemen sumber
daya manusia pendidik, manajemen pengembangan kurikulum pendidikan,
manajemen pemberdayaan atau penguatan kualitas pendidkan, dan unsur-unusr
lainnya. Manajemen sumber daya manusia pendidik dapat berkaitan dengan
bagaimana meningkatkan kualitas pendidik, bagaimana mengembangkan metode
pembelajaran yang dilakukan pendidik, dan juga bagaimana membuat strategi
dalam mengatasi kendala-kendala pelaksanaan pendidikan yang muncul di
sekolah.
2) Faktor eksternal
Aris (1998: 68) mengemukakan bahwa terdapat berbagai faktor eksternal
yang memengaruhi mutu sekolah, yaitu sebagai berikut.
a) Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah merupakan hal yang terkait erat dengan kondisi
politik suatu negara. Kebijakan pemerintah, khususnya di bidang pendidikan
merupakan hal yang sangat urgen dan memengaruhi kualitas sekolah. Kebijakan
tersebut dapat berupa, baik peraturan-peraturan, anjuran, maupun pemberdayaan
pendidikan yang dilakukan pemerintah terhadap satuan-satuan pendidikan.
b) Kondisi sosial ekonomi masyarakat
Kondisi sosial masyarakat berkaitan dengan kebiasaan tentang cara
pandang masyarakat terhadap arti penting pendidikan dan belajar bagi anak-
130
anaknya serta kebiasaan masyarakat dalam merespons suatu keadaan pendidikan
di sekitarnya. Di lingkungan sosial yang berbudaya maju, masyarakat cenderung
memandang penting pendidikan dan melakukan berbagai upaya untuk
kepentingan pendidikan anak-anaknya sehingga kondisi ini sangat mendukung
terciptanya mutu sekolah yang ada dilingkungan masyarakat setempat.
Sebaliknya, di lingkungan yang kurang maju, pada umumnya masyarakat masih
belum begitu memandang penting pendidikan yang layak bagi anak-anaknya,
sehingga sekolah-sekolah yang ada dilingkungan seperti ini sangat sulit untuk
berkembang karena kurangnya dukungan dari orang tua siswa. Sementara itu,
kondisi ekonomi berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membiayai
berbagai keperluan pendidikan bagi anak-anaknya. Sekolah akan sulit
berkembang apabila berada di lingkungan masyarakat yang memiliki taraf
ekonomi rendah.
c) Kondisi pendidikan masyarakat
Pada umumnya, masyarakat akan berpikir dan bertindak sesuai dengan
kemampuan berpikirnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan
wawasan masyarakat. Di lingkungan masyarakat yang berpendidikan tinggi,
terdapat kecenderungan besarnya support yang diberikan orang tua kepada
anaknya untuk maju dalam pendidikan.
d) Kuatnya persaingan
Persaingan merupakan hal yang memiliki andil cukup penting terhadap
kualitas sekolah. Seperti halnya di daerah yang maju seperti perkotaan pada
umumnya terdapat banyak sekolah yang masing-masing berusaha untuk
131
memeroleh nama baik di masyarakat. Persaingan ini menimbulkan tuntutan untuk
melakukan pengembangan diri yang lebih baik. Oleh sebab itu, pada umumnya
rata-rata kualitas sekolah-sekolah di perkotaan jauh lebih baik dibandingkan
dengan di daearah-daerah terpencil yang memiliki tingkat persaingan yang cukup
rendah.
e)
Keterlibatan pihak lain
Pada era modern ini, banyak organisasi baik profit maupun non-profit
asing dan luar negeri yang melibatkan diri dalam upaya memajukan pendidikan
nasional. Sekolah-sekolah yang tersentuh organisasi-organsiasi semacam ini
(seperti Save The Children dan Islamic Relief) yang mengembangkan programprogram pemberdayaan pendidikan tingkat dasar secara umum akan lebih mudah
dalam mengembangkan diri. Hal itu terjadi karena adanya support dalam berbagai
bentuk seperti sarana dan prasarana, pengembangan wawasan dan referensi yang
berkualitas, dan support-support lainnya.
Konsep-konsep tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan
dan kebijakan pemerintah memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan
mutu sekolah. Peranan manajemen menyinkronkan berbagai input pendidikan di
sekolah dan kebijakan pemerintah melalui aturan-aturan yang ada khususnya di
bidang kurikulum, yang pada akhirnya berkaitan dengan output atau hasil
pendidikan di sekolah.
c) Bagi Orang tua Siswa
Pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di sekolah membuat anak
saya yang mempunyai kebutuhan khusus, yaitu tunarungu dapat memiliki
132
pengetahuan dan kemampuan di bidang keterampilan untuk hidup mandiri di
masyarakat dan mengubah anak saya yang semula tidak berdaya menjadi berdaya.
Berikut ini penuturan orang tua siswa Ni Wayan Nadi Utami.
“…Pelatihan keterampilan yang dilaksanakan di sekolah ini, membuat
anak saya memiliki keahlian yang bisa dijadikannya sebagai modal untuk
hidup di masyarakat. Keterampilan yang dikuasainya adalah dalam hal
menjahit, terbukti untuk saat ini ia sudah bisa menjahit bajunya sendiri dan
ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya…”(wawancara 10 Mei
2013).
Penuturan di atas menggambarkan bahwa pelatihan keterampilan
memberikan setitik harapan dan kebanggaan bahwa anak tunarungu bisa
melakukan seperti yang bisa dilakukan anak normal, yaitu menjahit dan semua itu
menepis anggapan dari masyarakat yang selama ini tidak benar. Fenomena
tersebut menepis anggapan masyarakat yang memandang rendah anak tunarungu.
Mereka menganggap anak tunarungu ini lemah, tidak bisa berbuat apa-apa, dan
selalu tergantung pada keluarga.
Pandangan masyarakat tersebut sejalan dengan Peter Coleridge (1997:xii)
yang menyatakan adanya kultur bahwa penyandang cacat adalah manusia yang
tidak beruntung, lemah, tidak mampu, menderita, memalukan, bahkan sebagai
penyandang cobaan Tuhan, baik bagi mereka sendiri maupun keluarganya, lebih
memperkuat proses penyisihan terhadap penyandang cacat dari lingkungan
kehidupannya. Disamping itu, dengan adanya pelatihan keterampilan ini orang tua
dapat mengetahui bakat dan potensi anak yang harus dikembangkan dengan
memberikan dorongan, motivasi, fasilitasi, dan lain-lain yang dibutuhkan anak
dalam membantu pengembangan kemampuan keterampilannya. Selain itu, mampu
menyikapi dengan penuh perhatian berdasarkan kemampuan yang dimilikinya
133
sehingga sinergis antara kebutuhan anak, sekolah, dan peranan orang tua untuk
mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatan kualitas sumber daya anak
tunarungu.
7.1.2 Dampak negatif
Aktivitas dalam mengikuti keterampilan vokasional yang diprogramkan
sekolah selain berdampak positif juga berdampak negatif. Dampak negatif
cenderung ada pada diri siswa. Adanya program keterampilan yang harus diikuti
oleh siswa menyebabkan waktu luang sangat terbatas sehingga anak-anak cepat
lelah dan mudah pusing/ stres. Waktu untuk menikmati masa remaja bermain
dengan teman-teman berkurang karena sudah terjadwal dari pagi pukul 08:00
Wita -- 12:30 Wita bersekolah. Istirahat sebentar kemudian pukul 14:00 Wita -16:00 Wita mengikuti ekstrakurikuler. Setelah itu bagi mereka yang tinggal di
panti merapikan tempat tidur dan membersihkan lingkungan panti. Pada pukul
20:00 Wita -- 21:00 Wita belajar untuk materi yang akan diajarkan besok di
sekolah. Selanjutnya istirahat (tidur) dan begitu seterusnya. Melihat jadwal yang
begitu padat memang benar-benar waktu untuk bermain dan rileks sangat terbatas
dan membuat anak terkekang. Bermain dan rileks hanya bisa di sela-sela jadwal
dan hari Minggu. Berikut ungkapan Sapta mengenai perlunya bermain.
“…Saya bosan dengan aktivitas keseharian yang begitu padat tanpa ada
waktu luang untuk bermain sepak bola yang merupakan kegemaran saya,
tiap hari selalu dalam rutinitas belajar dan belajar…”(wawancara 9 Mei
2013).
Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak
membutuhkan waktu untuk bermain. Sejalan dengan ungkapan tersebut sesuai
dengan pendapat David Elkind (Soemiarti Padmonodewo, 2003: 15) bahwa anak-
134
anak membutuhkan dukungan yang kuat untuk bermain dan kegiatan yang dipilih
sendiri dengan tujuan untuk bertahan dalam stres yang ada sekarang dalam
lingkungan anak. Metode bermain adalah metode pembelajaran di mana anakanak diajak untuk melakukan kegiatan bersama yang berupa: kegiatan yang
menggunakan alat dan atau melakukan kegiatan (permainan), baik secara sendiri
maupun bersama teman-temannya, yang mendatangkan kegembiraan, rasa senang,
dan asyik bagi anak. Bermain adalah sesuatu yang sangat berharga bagi anakanak. Manfaat bermain adalah sebagai berikut.
1. Bermain dapat melatih fungsi fisik anak karena anak-anak perlu sekali
belajar untuk menggerakkan dan belajar mengkoordinasi fungsi tubuhnya
atau anggota tubuhnya.
2. Bermain berpotensi menumbuhkan daya saing dan kemampuan bersaing
secara sehat, dengan kata lain melalui permainan anak dilatih untuk
berpikir menang, tetapi dia melakukannya secara sehat. Jadi, bukan saja
dia mau menang, melainkan dia harus belajar menang dengan cara yang
sehat.
3. Bermain adalah hal yang penting untuk pengembangan daya kreativitas
anak.
4. Sewaktu bermain sebetulnya anak belajar mengembangkan keterampilan
bergaul atau keterampilan bersosialisasi. Waktu bermain anak-anak tidak
bisa tidak dia harus belajar menempatkan dirinya pada diri temannya. Dia
tidak bisa semaunya sendiri. Anak yang kurang bergaul dapat bertumbuh
menjadi anak yang egosentris, yang memikirkan pandangannya sendiri dan
135
kurang mampu untuk berempati atau menempatkan diri pada posisi orang
lain. Melalui permainan sebetulnya anak-anak belajar memahami
keinginan orang lain dan belajar juga menaati peraturan.
5. Bermain menciptakan suatu keadaan di mana anak belajar menerima
kekalahan tanpa merasa kalah atau tanpa merasa bersalah. Maksudnya
permainan memungkinkan anak menerima kekalahan dalam suasana yang
menyenangkan sebab dia senang bermain. Jadi, kalah di sini tidak
mengancam harga dirinya secara fatal.
6. Bermain sangat penting untuk menghilangkan stres anak, dengan bermain
berarti menguras tenaganya, melenturkan ketegangan-ketegangan pada
saraf-sarafnya. Jadi anak-anak yang bermain dengan cukup akan
melepaskan ketegangannya dengan sehat.
7. Bermain sangat penting bagi pertumbuhan intelektual anak.
8. Di dalam bermain anak juga belajar untuk memecahkan masalah seefisien
dan secepat mungkin. Tantangan-tantangan dalam permainan secara tidak
langsung merangsang anak untuk berpikir secara tepat dan cermat.
9. Bermain juga melatih konsentrasi anak.
7.2 Makna Pemberdayaan Keterampilan Vokasional
7.2.1 Makna psikologis
Aspek psikologis, umumnya disebabkan oleh kondisi anak yang
mengalami
gangguan
pendengaran,
kesulitan
untuk
berkomunikasi
dan
berinteraksi dengan lingkungan sosial sehingga reaksi lingkungan sosial kurang
136
kondusif bagi kehidupan anak tunarungu. Pada umumnya lingkungan melihat mereka
sebagai pribadi yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang
kurang berkarya. Dengan penilaian tersebut, anak tunarungu merasa benar-benar kurang
berharga serta memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap perkembangan
fungsi sosialnya. Misalnya, disingkirkan dari pergaulan sosial, tidak dibiasakan
terlibat dalam aktivitas sosial, dianggap selalu tidak mampu berbuat apa-apa,
lemah, adanya perasaan rendah diri, menyebabkan aktivitas dalam lingkungan
sosial menjadi terhambat. Adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini
mengakibatkan kecenderungan menyendiri serta memiliki sifat egosenstris.
Pendidikan di SLB.B Negeri Tabanan bertujuan untuk membantu anak
tunarungu agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar. Selain itu, dapat
mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Pemberdayaan adalah suatu upaya untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki anak tunarungu dan merupakan suatu tindakan usaha perbaikan atau
peningkatan dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu kehidupan dan
meningkatkan martabatnya, baik secara individual maupun social sehingga anak
tunarungu dipandang sebagai manusia yang potensial, yang berupaya untuk
menumbuhkan keinginan untuk mengaktualisasikan diri dan membuat mereka
merasa berdaya untuk melakukan pekerjaan Kegiatan pendidikan keterampilan
yang diberikan kepada anak tunarungu ini mempunyai tujuan mendorong
aspirasi, menanamkan gagasan-gagasan baru agar mereka memiliki keterampilan
praktis yang bisa digunakan untuk bekerja, baik untuk bekerja secara pribadi,
137
home industri, maupun untuk bekerja di perusahaan-perusahaan agar kebutuhan
hidupnya bisa tercukupi.
Program
pemberdayaan
keterampilan
vokasional
keterampilan komputer, meronce, pembuatan batako,
menjahit,
dan
salon
kecantikan
berusaha
yang
meliputi
melukis, pertamanan,
semaksimal
mungkin
untuk
mengupayakan agar anak tunarungu dapat menjadi manusia yang produktif, dapat
menolong dirinya sendiri dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Di
samping itu, juga sangat berpengaruh pada aspek psikologis anak tunarungu yaitu
dapat menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka mampu melakukan sesuatu
yang dilakukan anak normal. Berikut ungkapan Agus Heri Cahyana.
“…dulu saya tidak percaya kalau saya bisa membuat batako, setelah
mengikuti pelatihan keterampilan cara pembuatan batako ternyata saya
bisa dan itu membuat saya senang sehingga timbul rasa percaya diri dalam
diri saya dapat hidup mandiri di masyarakat…” ( wawancara 9 Mei 2013).
Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan yang
diprogramkan oleh sekolah dan dimiliki peserta didik dapat menumbuhkan rasa
percaya diri dan harga diri di lingkungan masyarakat.
7.2.2 Makna kebersamaan
Manusia disebut juga sebagai zoon politicon atau makhluk sosial yang
selalu memerlukan bantuan dan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula
anak tunarungu, ia tidak terlepas dari kebutuhan itu. Anak tunarungu dengan
gangguan emosi dan sosial cenderung dijauhi dan ditinggalkan oleh temantemannya. Untuk itu perlu pelatihan sosial agar anak menyadari bahwa betapa
pentingnya dapat berinteraksi, bersahabat, dan berkomunikasi secara sehat dengan
teman-teman sebaya. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan
138
keterampilan vokasional yang di dalamnya terdapat interaksi dan kolaborasi untuk
menyelesaikan suatu tugas yang diberikan, baik oleh guru maupun instruktur
untuk mencapai tujuan yang sama dengan hasil sesuai dengan standar kompetensi
dan kompetensi dasar di tiap-tiap kegiatan keterampilan. Berikut ungkapan Ida
Ayu Pradnyawati.
“…Saya sangat senang mengikuti pelatihan keterampilan ini karena selain
menambah pengetahuan juga dapat bergaul dengan teman-teman dari
jenjang SMPLB. Jadi saya bertambah teman tidak hanya teman-teman
SMALB saja…” (wawancara 9 Mei 2013)
Ungkapan tersebut sesuai dengan dampak positif dari konsep kebersamaan yang
terjalin dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan, yaitu munculnya perasaan
sosial dan perasaan sosial akan memengaruhi sikap sosial seseorang seperti (1)
kemampuan bergaul, (2) kemampuan bekerjasama dengan orang lain, (3)
dimilikinya peran sosial yang sesuai dan jelas, (4) kemampuan mengadakan
penyesuaian sosial.
Kata "kebersamaan" memiliki makna sebuah ikatan yang terbentuk karena
rasa kekeluargaan/persaudaraan, lebih dari sekadar bekerja sama atau hubungan
profesional biasa. Kebersamaan memiliki empat unsur yang harus diciptakan dan
dijaga oleh setiap individu yang tergabung di dalamnya.
1. Sehati dan sepikir (satu visi)
Visi pemberdayaan keterampilan adalah meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (anak tunarungu) dengan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
siswa sehingga mampu hidup mandiri dalam lingkungan bermasyarakat.
139
2. Tidak egois
Bukan rahasia lagi jika manusia itu adalah makhluk egois, tidak terkecuali
anak tunarungu. Dengan banyaknya teman dalam mengikuti pelatihan
keterampilan maka rasa ego itu mulai menurun.
3. Kerendahan hati
Organisasi akan memiliki anggota yang heterogen (campuran). Terkadang ada
sebagian siswa yang belum mengerti dan belum bisa mengerjakan tugas maka
siswa yang sudah mengerti, harus rela bekerja sama (menuntun) siswa lainnya.
Kerendahan hati akan menghindarkan dari rasa benci, iri hati, dan timbulnya
kelompok yang terkotak-kotak.
4. Kerelaan berkorban.
Setiap individu memiliki sumbangsih yang berbeda-beda. Ada yang
menyumbangkan dana, pikiran, fasilitas, tenaga, atau waktu. Pihak yang
mempunyai financial menyumbangkan dana untuk transportasi dan konsumsi,
sementara yang memiliki waktu menyumbangkan tenaga dan waktunya untuk
melaksanakan tugas. Perbedaan sumbangsih jangan sampai membuat gesekan
negatif yang bisa berdampak pada perpecahan. Jika ingin bekerja bersamasama, maka siapkan kerelaan untuk mau berkorban dan jangan pernah hitunghitungan. Jika setiap individu dalam sebuah organisasi memahami dan terus
belajar untuk memenuhi empat unsur di atas, maka lambat laun tujuan
pemberdayaan yang dikembangkan akan mencapai tujuan yang diharapkan.
Kesadaran diri untuk menjadi insan yang lebih baik dan terus bertumbuh akan
sangat membantu proses perubahan.
140
Kegiatan pendidikan keterampilan vokasional ini diikuti dari jenjang
SMPLB hingga SMALB dengan anggota yang heterogen (campuran/beragam)
tingkat usianya. Tingkat usia yang lebih tua memengaruhi cara berpikir, tingkat
pemahaman, keahlian, dan pengalaman biasanya lebih tinggi dan dapat
membimbing siswa yang belum memiliki keahlian dan pengalaman. Dalam proses
ini kebersamaan muncul dalam bentuk saling memberi dan menerima. Di samping
merupakan pembelajaran bagi mereka yang lebih menguasai bidang keterampilan
tertentu untuk menekan rasa sombong dalam diri dan rela bekerja sama (sambil
menuntun) siswa lainnya. Sebaliknya, bagi siswa yang belum menguasai bidang
keterampilan itu merupakan motivasi untuk menyelesaikan tugas semaksimal
mungkin dengan lebih baik.
7.2.3 Makna motivasi kerja
Pemberdayaan sebagai konsep pembangunan yang memiliki makna upaya
pengembangan, memandirikan, menswadayakan anak tunarungu yang semula
menjadi masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan di segala bidang
dan sektor kehidupan menjadi masyarakat yang lebih berdaya di bidang pekerjaan
yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan untuk menjadi masyarakat yang
bermartabat. Di samping itu, pemberdayaan juga memiliki makna melindungi dan
membela dengan cara berpihak kepada yang lemah untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa pemberdayaan anak tunarungu merupakan suatu
cara sekolah untuk mengorganisasi dan mengarahkan anak tunarungu agar mampu
menguasai dan meniti kehidupannya melalui keterampilan yang diberikan.
141
Pendekatan prinsip motivasi kerja memungkinkan anak tunarungu untuk
menikmati kebebasan, pemerataan, dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam
rangka memperbaiki diri di bidang pekerjaan melalui pelatihan keterampilan yang
diselenggarakan di SLB.B N Tabanan. Pemberdayaan merupakan suatu tindakan
usaha perbaikan atau peningkatan kualitas anak tunarungu dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu kehidupan dan meningkatkan martabat anak tunarungu, baik
secara individual maupun sosial sehingga mereka dipandang sebagai manusia
yang potensial. Di samping itu, berupaya untuk menumbuhkan keinginnan agar
mereka bisa mengaktualisasikan diri dan membuat merasa berdaya untuk
melakukan pekerjaan. Untuk mencapai itu semua harus ada kemauan dan
semangat dari pihak-pihak yang terkait, terutama dari guru, siswa dan pemerintah.
Dengan adanya program pemberdayaan keterampilan vokasional motivasi kerja
pada siswa untuk disiplin, semangat tinggi, ulet, tekun dalam mengikuti dan
melaksanakan program keterampilan dapat tumbuh. Dalam konsteks tersebut
sesuai dengan ungkapan Sunantara berikut ini.
“…pelatihan keterampilan ini saya ikuti dengan semangat kerja yang
tinggi agar mencapai hasil maksimal karena saya yakin keterampilan ini
bermanfaat untuk masa depan saya, baik untuk pribadi maupun kehidupan
di masyarakat…” (wawancara 9 Mei 2013).
Sejalan dengan ungkapan di atas menurut Toto Tasmara (2002) etos kerja
adalah totalitas kepribadian diri seseorang serta caranya mengekspresikan,
memandang, meyakini, dan memberikan makna pada sesuatu, yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high performance). Etos
kerja berhubungan dengan beberapa hal penting, seperti di bawah ini.
142
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik
waktu, maupun kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat
penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan
sesuatu
yang
harus
dikerjakan
dengan
ketekunan
dan
kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros,
sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk ke depan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan
tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Cara menumbuhkan motivasi kerja di antaranya adalah menumbuhkan sikap
optimis , keberanian untuk memulai, menghargai waktu, dan konsentrasikan diri
pada pekerjaan.
Adanya motivasi kerja pada diri seorang anak tunarungu akan
menimbulkan semangat untuk menjalankan sebuah usaha dengan sungguhsungguh, adanya keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal hasil yang
akan didapat tentunya maksimal pula. Dengan motivasi kerja tersebut jaminan
keberlangsungan dalam mengikuti pelatihan keterampilan akan terus berjalan
mengikuti waktu. Secara umum, motivasi kerja berfungsi sebagai alat penggerak
tetap perbuatan dan kegiatan individu. Sejalan dengan pola pikir di atas menurut
A. Tabrani Rusyan (1989), fungsi etos kerja adalah pendorong timbulnya
143
perbuatan, penggairah dalam aktivitas, dan penggerak. Selain itu, motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan .
Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani.
Akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter
moral. Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dengan perhatian yang penuh, maka pekerjaaan itu akan terlaksana
dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena
motivasi
kebutuhan
maupun
karena
tanggung
jawab
yang
tinggi
(http://hbis.wordpress.com/2007/11/27/etos-kerja/). Etos kerja juga mempunyai
arti semua kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat
kerja, seperti disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif,
bersemangat, mampu bekerja sama, sadar lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap
santun, dsb. Sikap kerja keras dan berusaha untuk mengubah nasib, rajin, dan
sungguh-sungguh merupakan motivasi dan sumber gerak serta dinamika untuk
bekerja dan mengubah nasibnya sendiri untuk meraih prestasi dan kesuksesan
hidup.
Download