BAB VII DAMPAK DAN MAKNA UPAYA SEKOLAH DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI DI KABUPATEN TABANAN 7.1 Dampak Pemberdayaan Keterampilan Vokasional Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), antara lain berisikan tentang aturan proses pembelajaran di sekolah, yaitu mengenai komposisi antara pengetahuan akademik dan keterampilan vokasional yang terintegrasi dalam Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang menyebutkan bahwa pengetahuan akademik 40% dan keterampilan vokasional 60%. Berdasarkan hal tersebut keterampilan vokasional lebih diutamakan sehingga diselenggarakan program pemberdayaan keterampilan vokasional bagi anak tunarungu pada SLB.B Negeri di Kabupaten Tabanan. Melihat kondisi anak yang tunarungu, maka mereka lebih memerlukan perhatian dalam mempersiapkan masa depannya melalui keterampilan yang akan digunakan sebagai bekal mencari nafkah. Untuk itu, diperlukan pembongkaran dalam arti menemukan potensi siswa agar dapat berkembang dan diikuti pembangunan kembali yaitu memberikan pelatihan keterampilan. Teori dekontruksi digunakan untuk membongkar dampak dan makna pemberdayaan keterampilan vokasional yang diselenggarakan di SLB.B N Tabanan bagi anak tunarungu, sekolah, maupun orang tua siswa. Adapun dampak-dampak tersebut terdiri atas dampak positif dan dampak negatif. 122 123 7.1.1 Dampak Positif a) Bagi siswa Pelatihan keterampilan yang dilaksanakan melalui program pemberdayaan pada SLB.B N Tabanan merupakan suatu proses pembelajaran dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan potensi siswa di bidang keterampilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (1996: 53) bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memeroleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Berkembangnya potensi peserta didik melalui pelatihan keterampilan memberikan motivasi untuk maju bagi siswa anak tunarungu sehingga rasa percaya diri dalam diri seseorang itu tumbuh. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). 124 Berikut penuturan Ni Wayan Nadi Utami siswa kelas X (1 SMALB). “…saya sangat senang mengikuti pelatihan keterampilan karena pengetahuan saya jadi meningkat terutama keterampilan menjahit yang merupakan hobi saya, dengan begitu saya bisa membuat kebaya kreasi sendiri dan saya yakin saya bisa. Setelah lulus saya punya keinginan untuk membuka jasa menjahit…” (wawancara 10 Mei 2013). Ungkapan di atas menggambarkan bahwa anak tersebut memiliki motivasi dan rasa percaya diri yang tinggi untuk mencapai cita-cita membuka jasa menjahit. Hal tersebut sesuai dengan teori Herzberg yang dikenal dengan teori dua faktor, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini, yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. Sebaliknya yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional, antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sebaliknya faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup, antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja, dan sistem imbalan yang berlaku. Berdasarkan teori Herzberg ini maka yang berpengaruh kuat pada diri Nadi Utami adalah faktor motivasional yang bersumber dari dalam diri individu / 125 faktor instrinsik, yaitu menjahit merupakan hobi. McClelland dikenal sebagai tokoh teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) Dia menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi objekobjek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai dengan kondisi yang berlaku. Upaya mengatasi kendala-kendala dan mencapai standar tinggi, mencapai performa puncak untuk diri sendiri, dan mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Upaya meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil, yaitu mengikuti pelatihan keterampilan menjahit yang merupakan bakat Nadi Utami sampai ia berhasil mewujudkan cita-cita membuka jasa menjahit. Dampak bagi siswa dengan mengikuti pelatihan adalah meningkatnya pengetahuan dan terlatihnya siswa di bidang keterampilan. b) Bagi Sekolah Pelaksanaan pelatihan keterampilan vokasional memberikan fungsi nyata bagi siswa tunarungu untuk mengembangkan bakat dan minat di bidang keterampilan dalam mempersiapkan siswa untuk mandiri dalam hidup bermasyarakat. Berikut penuturan bapak I Wayan Arnawa. “…dua tahun terakhir ini antusias masyarakat untuk menyekolahkan anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus sangat bagus, dibuktikan dengan jumlah siswa meningkat ini berarti kepercayaan 126 masyarakat terhadap sekolah meningkat pula dan masyarakat mulai sadar akan pentingnya pendidikan…”(wawancara 9 Mei 2013). Penuturan di atas menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap SLB.B N Tabanan meningkat karena dengan adanya pelatihan keterampilan, sekolah memang benar-benar memerhatikan, memikirkan, dan memberikan bekal hidup agar peserta didik dapat hidup mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini memberikan pengaruh positif pada masyarakat sekitar mengenai kualitas dan mutu pendidikan di SLB.B N Tabanan. Kualitas merupakan kondisi baik-buruknya suatu hal dalam kemampuannya memberikan manfaat dan mempertahankan kemampuannya dalam memberikan manfaat (Aris, 1998: 12 http://thomyhands.blogspot.com/2011/10/pengaruh-pelaksanaan-manajemen berbasis.html). Dalam konteks pendidikan, kualitas mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan (Suryobroto,2004:210 http://thomyhands.blogspot.com/2011/10/pengaruh-pelaksanaan-manajemenberbasis.html ). Berdasarkan teori di atas, diketahui bahwa kualitas/mutu pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh manfaat yang diberikan sekolah kepada siswa. Hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan termasuk proses pelatihan keterampilan dan hasil pendidikan berupa keterampilan yang telah dikuasai oleh siswa untuk bekal hidup mandiri di masyarakat. Dalam proses pendidikan yang bermutu, terlibat berbagai input seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru di sekolah), sarana sekolah, dukungan administrasi, dan sarana serta sumber daya lainnya. Penciptaan suasana yang kondusif untuk 127 penyelenggaraan pendidikan di sekolah juga termasuk dalam kerangka proses pendidikan. Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa hasil tes kemampuan akademis, misalnya ujian seolah dan ujian nasional. Prestasi dapat pula berupa bidang lain, seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni, atau keterampilan tambahan tertentu, misalnya komputer dan berbagai jenis teknik/jasa, pembuatan batako, menjahit, desain grafis, dan lain-lain. Faktor-faktor yang memengaruhi mutu sekolah Mutu dalam konteks output pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh berbagai kondisi atau faktor. Oemar (1983:115) mengemukakan bahwa cara pembelajaran, sarana dan prasarana pendukung, kesesuaian bahan ajar, serta manajemen sekolah memiliki hubungan yang erat dengan keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Apabila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Suryobroto, maka konsep ini memandang keberhasilan sebagai hal yang dipengaruhi oleh aspek input pendidikan di sekolah. Faktor input tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Faktor Internal a) Cara pembelajaran Cara pembelajaran berkaitan dengan penerapan metode pembelajaran yang dilaksanakan. Metode pembelajaran yang baik adalah metode pembelajaran yang memiliki kesesuaian dengan kondisi sekolah, baik berkaitan dengan sumber daya 128 manusia pendidik dan peserta didik maupun berkaitan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki sekolah. Metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan sumber daya yang ada dan dipaksakan untuk tetap dilaksanakan dalam pendidikan akan memiliki dampak yang kurang baik terhadap output pendidikan. b) Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung merupakan hal yang cukup penting untuk menunjang keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Termasuk sebagai sarana dan prasarana pendukung ini di antaranya adalah alat peraga, laboratorium, fasilitas gedung sekolah, dan fasilitas sekolah lainnya. Sarana dan prasarana pendukung berperan dalam membantu kemudahan proses belajar mengajar serta membantu terjadinya transformasi pengetahuan yang baik dalam pembelajaran. Sarana dan prasarana pendukung seperti fasilitas bangunan gedung sekolah yang memadai memiliki fungsi memberikan rasa nyaman, baik pada siswa maupun pendidik, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang. c) Kesesuaian bahan ajar Bahan ajar berkaitan dengan penyususnan kurikulum yang dilakukan sekolah. Kurikulum yang baik disusun dengan memerhatikan kondisi atau kualitas siswa yang ada. Kurikulum yang terlalu banyak menyajikan materi pengembangan yang rumit, sedangkan kondisi kualitas siswa yang ada tidak sesuai dapat berakibat pada kegagalan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. 129 d) Manajemen sekolah Manajemen sekolah berkaitan dengan bagaimana cara pengelolaan sekolah agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan sekolah. Beberapa unsur yang dapat dimasukkan dalam manajemen sekolah adalah menajemen sumber daya manusia pendidik, manajemen pengembangan kurikulum pendidikan, manajemen pemberdayaan atau penguatan kualitas pendidkan, dan unsur-unusr lainnya. Manajemen sumber daya manusia pendidik dapat berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kualitas pendidik, bagaimana mengembangkan metode pembelajaran yang dilakukan pendidik, dan juga bagaimana membuat strategi dalam mengatasi kendala-kendala pelaksanaan pendidikan yang muncul di sekolah. 2) Faktor eksternal Aris (1998: 68) mengemukakan bahwa terdapat berbagai faktor eksternal yang memengaruhi mutu sekolah, yaitu sebagai berikut. a) Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah merupakan hal yang terkait erat dengan kondisi politik suatu negara. Kebijakan pemerintah, khususnya di bidang pendidikan merupakan hal yang sangat urgen dan memengaruhi kualitas sekolah. Kebijakan tersebut dapat berupa, baik peraturan-peraturan, anjuran, maupun pemberdayaan pendidikan yang dilakukan pemerintah terhadap satuan-satuan pendidikan. b) Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kondisi sosial masyarakat berkaitan dengan kebiasaan tentang cara pandang masyarakat terhadap arti penting pendidikan dan belajar bagi anak- 130 anaknya serta kebiasaan masyarakat dalam merespons suatu keadaan pendidikan di sekitarnya. Di lingkungan sosial yang berbudaya maju, masyarakat cenderung memandang penting pendidikan dan melakukan berbagai upaya untuk kepentingan pendidikan anak-anaknya sehingga kondisi ini sangat mendukung terciptanya mutu sekolah yang ada dilingkungan masyarakat setempat. Sebaliknya, di lingkungan yang kurang maju, pada umumnya masyarakat masih belum begitu memandang penting pendidikan yang layak bagi anak-anaknya, sehingga sekolah-sekolah yang ada dilingkungan seperti ini sangat sulit untuk berkembang karena kurangnya dukungan dari orang tua siswa. Sementara itu, kondisi ekonomi berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan pendidikan bagi anak-anaknya. Sekolah akan sulit berkembang apabila berada di lingkungan masyarakat yang memiliki taraf ekonomi rendah. c) Kondisi pendidikan masyarakat Pada umumnya, masyarakat akan berpikir dan bertindak sesuai dengan kemampuan berpikirnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan wawasan masyarakat. Di lingkungan masyarakat yang berpendidikan tinggi, terdapat kecenderungan besarnya support yang diberikan orang tua kepada anaknya untuk maju dalam pendidikan. d) Kuatnya persaingan Persaingan merupakan hal yang memiliki andil cukup penting terhadap kualitas sekolah. Seperti halnya di daerah yang maju seperti perkotaan pada umumnya terdapat banyak sekolah yang masing-masing berusaha untuk 131 memeroleh nama baik di masyarakat. Persaingan ini menimbulkan tuntutan untuk melakukan pengembangan diri yang lebih baik. Oleh sebab itu, pada umumnya rata-rata kualitas sekolah-sekolah di perkotaan jauh lebih baik dibandingkan dengan di daearah-daerah terpencil yang memiliki tingkat persaingan yang cukup rendah. e) Keterlibatan pihak lain Pada era modern ini, banyak organisasi baik profit maupun non-profit asing dan luar negeri yang melibatkan diri dalam upaya memajukan pendidikan nasional. Sekolah-sekolah yang tersentuh organisasi-organsiasi semacam ini (seperti Save The Children dan Islamic Relief) yang mengembangkan programprogram pemberdayaan pendidikan tingkat dasar secara umum akan lebih mudah dalam mengembangkan diri. Hal itu terjadi karena adanya support dalam berbagai bentuk seperti sarana dan prasarana, pengembangan wawasan dan referensi yang berkualitas, dan support-support lainnya. Konsep-konsep tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan dan kebijakan pemerintah memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan mutu sekolah. Peranan manajemen menyinkronkan berbagai input pendidikan di sekolah dan kebijakan pemerintah melalui aturan-aturan yang ada khususnya di bidang kurikulum, yang pada akhirnya berkaitan dengan output atau hasil pendidikan di sekolah. c) Bagi Orang tua Siswa Pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di sekolah membuat anak saya yang mempunyai kebutuhan khusus, yaitu tunarungu dapat memiliki 132 pengetahuan dan kemampuan di bidang keterampilan untuk hidup mandiri di masyarakat dan mengubah anak saya yang semula tidak berdaya menjadi berdaya. Berikut ini penuturan orang tua siswa Ni Wayan Nadi Utami. “…Pelatihan keterampilan yang dilaksanakan di sekolah ini, membuat anak saya memiliki keahlian yang bisa dijadikannya sebagai modal untuk hidup di masyarakat. Keterampilan yang dikuasainya adalah dalam hal menjahit, terbukti untuk saat ini ia sudah bisa menjahit bajunya sendiri dan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya…”(wawancara 10 Mei 2013). Penuturan di atas menggambarkan bahwa pelatihan keterampilan memberikan setitik harapan dan kebanggaan bahwa anak tunarungu bisa melakukan seperti yang bisa dilakukan anak normal, yaitu menjahit dan semua itu menepis anggapan dari masyarakat yang selama ini tidak benar. Fenomena tersebut menepis anggapan masyarakat yang memandang rendah anak tunarungu. Mereka menganggap anak tunarungu ini lemah, tidak bisa berbuat apa-apa, dan selalu tergantung pada keluarga. Pandangan masyarakat tersebut sejalan dengan Peter Coleridge (1997:xii) yang menyatakan adanya kultur bahwa penyandang cacat adalah manusia yang tidak beruntung, lemah, tidak mampu, menderita, memalukan, bahkan sebagai penyandang cobaan Tuhan, baik bagi mereka sendiri maupun keluarganya, lebih memperkuat proses penyisihan terhadap penyandang cacat dari lingkungan kehidupannya. Disamping itu, dengan adanya pelatihan keterampilan ini orang tua dapat mengetahui bakat dan potensi anak yang harus dikembangkan dengan memberikan dorongan, motivasi, fasilitasi, dan lain-lain yang dibutuhkan anak dalam membantu pengembangan kemampuan keterampilannya. Selain itu, mampu menyikapi dengan penuh perhatian berdasarkan kemampuan yang dimilikinya 133 sehingga sinergis antara kebutuhan anak, sekolah, dan peranan orang tua untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatan kualitas sumber daya anak tunarungu. 7.1.2 Dampak negatif Aktivitas dalam mengikuti keterampilan vokasional yang diprogramkan sekolah selain berdampak positif juga berdampak negatif. Dampak negatif cenderung ada pada diri siswa. Adanya program keterampilan yang harus diikuti oleh siswa menyebabkan waktu luang sangat terbatas sehingga anak-anak cepat lelah dan mudah pusing/ stres. Waktu untuk menikmati masa remaja bermain dengan teman-teman berkurang karena sudah terjadwal dari pagi pukul 08:00 Wita -- 12:30 Wita bersekolah. Istirahat sebentar kemudian pukul 14:00 Wita -16:00 Wita mengikuti ekstrakurikuler. Setelah itu bagi mereka yang tinggal di panti merapikan tempat tidur dan membersihkan lingkungan panti. Pada pukul 20:00 Wita -- 21:00 Wita belajar untuk materi yang akan diajarkan besok di sekolah. Selanjutnya istirahat (tidur) dan begitu seterusnya. Melihat jadwal yang begitu padat memang benar-benar waktu untuk bermain dan rileks sangat terbatas dan membuat anak terkekang. Bermain dan rileks hanya bisa di sela-sela jadwal dan hari Minggu. Berikut ungkapan Sapta mengenai perlunya bermain. “…Saya bosan dengan aktivitas keseharian yang begitu padat tanpa ada waktu luang untuk bermain sepak bola yang merupakan kegemaran saya, tiap hari selalu dalam rutinitas belajar dan belajar…”(wawancara 9 Mei 2013). Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak membutuhkan waktu untuk bermain. Sejalan dengan ungkapan tersebut sesuai dengan pendapat David Elkind (Soemiarti Padmonodewo, 2003: 15) bahwa anak- 134 anak membutuhkan dukungan yang kuat untuk bermain dan kegiatan yang dipilih sendiri dengan tujuan untuk bertahan dalam stres yang ada sekarang dalam lingkungan anak. Metode bermain adalah metode pembelajaran di mana anakanak diajak untuk melakukan kegiatan bersama yang berupa: kegiatan yang menggunakan alat dan atau melakukan kegiatan (permainan), baik secara sendiri maupun bersama teman-temannya, yang mendatangkan kegembiraan, rasa senang, dan asyik bagi anak. Bermain adalah sesuatu yang sangat berharga bagi anakanak. Manfaat bermain adalah sebagai berikut. 1. Bermain dapat melatih fungsi fisik anak karena anak-anak perlu sekali belajar untuk menggerakkan dan belajar mengkoordinasi fungsi tubuhnya atau anggota tubuhnya. 2. Bermain berpotensi menumbuhkan daya saing dan kemampuan bersaing secara sehat, dengan kata lain melalui permainan anak dilatih untuk berpikir menang, tetapi dia melakukannya secara sehat. Jadi, bukan saja dia mau menang, melainkan dia harus belajar menang dengan cara yang sehat. 3. Bermain adalah hal yang penting untuk pengembangan daya kreativitas anak. 4. Sewaktu bermain sebetulnya anak belajar mengembangkan keterampilan bergaul atau keterampilan bersosialisasi. Waktu bermain anak-anak tidak bisa tidak dia harus belajar menempatkan dirinya pada diri temannya. Dia tidak bisa semaunya sendiri. Anak yang kurang bergaul dapat bertumbuh menjadi anak yang egosentris, yang memikirkan pandangannya sendiri dan 135 kurang mampu untuk berempati atau menempatkan diri pada posisi orang lain. Melalui permainan sebetulnya anak-anak belajar memahami keinginan orang lain dan belajar juga menaati peraturan. 5. Bermain menciptakan suatu keadaan di mana anak belajar menerima kekalahan tanpa merasa kalah atau tanpa merasa bersalah. Maksudnya permainan memungkinkan anak menerima kekalahan dalam suasana yang menyenangkan sebab dia senang bermain. Jadi, kalah di sini tidak mengancam harga dirinya secara fatal. 6. Bermain sangat penting untuk menghilangkan stres anak, dengan bermain berarti menguras tenaganya, melenturkan ketegangan-ketegangan pada saraf-sarafnya. Jadi anak-anak yang bermain dengan cukup akan melepaskan ketegangannya dengan sehat. 7. Bermain sangat penting bagi pertumbuhan intelektual anak. 8. Di dalam bermain anak juga belajar untuk memecahkan masalah seefisien dan secepat mungkin. Tantangan-tantangan dalam permainan secara tidak langsung merangsang anak untuk berpikir secara tepat dan cermat. 9. Bermain juga melatih konsentrasi anak. 7.2 Makna Pemberdayaan Keterampilan Vokasional 7.2.1 Makna psikologis Aspek psikologis, umumnya disebabkan oleh kondisi anak yang mengalami gangguan pendengaran, kesulitan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial sehingga reaksi lingkungan sosial kurang 136 kondusif bagi kehidupan anak tunarungu. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai pribadi yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian tersebut, anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga serta memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap perkembangan fungsi sosialnya. Misalnya, disingkirkan dari pergaulan sosial, tidak dibiasakan terlibat dalam aktivitas sosial, dianggap selalu tidak mampu berbuat apa-apa, lemah, adanya perasaan rendah diri, menyebabkan aktivitas dalam lingkungan sosial menjadi terhambat. Adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini mengakibatkan kecenderungan menyendiri serta memiliki sifat egosenstris. Pendidikan di SLB.B Negeri Tabanan bertujuan untuk membantu anak tunarungu agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar. Selain itu, dapat mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pemberdayaan adalah suatu upaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak tunarungu dan merupakan suatu tindakan usaha perbaikan atau peningkatan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan meningkatkan martabatnya, baik secara individual maupun social sehingga anak tunarungu dipandang sebagai manusia yang potensial, yang berupaya untuk menumbuhkan keinginan untuk mengaktualisasikan diri dan membuat mereka merasa berdaya untuk melakukan pekerjaan Kegiatan pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak tunarungu ini mempunyai tujuan mendorong aspirasi, menanamkan gagasan-gagasan baru agar mereka memiliki keterampilan praktis yang bisa digunakan untuk bekerja, baik untuk bekerja secara pribadi, 137 home industri, maupun untuk bekerja di perusahaan-perusahaan agar kebutuhan hidupnya bisa tercukupi. Program pemberdayaan keterampilan vokasional keterampilan komputer, meronce, pembuatan batako, menjahit, dan salon kecantikan berusaha yang meliputi melukis, pertamanan, semaksimal mungkin untuk mengupayakan agar anak tunarungu dapat menjadi manusia yang produktif, dapat menolong dirinya sendiri dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Di samping itu, juga sangat berpengaruh pada aspek psikologis anak tunarungu yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka mampu melakukan sesuatu yang dilakukan anak normal. Berikut ungkapan Agus Heri Cahyana. “…dulu saya tidak percaya kalau saya bisa membuat batako, setelah mengikuti pelatihan keterampilan cara pembuatan batako ternyata saya bisa dan itu membuat saya senang sehingga timbul rasa percaya diri dalam diri saya dapat hidup mandiri di masyarakat…” ( wawancara 9 Mei 2013). Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan yang diprogramkan oleh sekolah dan dimiliki peserta didik dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri di lingkungan masyarakat. 7.2.2 Makna kebersamaan Manusia disebut juga sebagai zoon politicon atau makhluk sosial yang selalu memerlukan bantuan dan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia tidak terlepas dari kebutuhan itu. Anak tunarungu dengan gangguan emosi dan sosial cenderung dijauhi dan ditinggalkan oleh temantemannya. Untuk itu perlu pelatihan sosial agar anak menyadari bahwa betapa pentingnya dapat berinteraksi, bersahabat, dan berkomunikasi secara sehat dengan teman-teman sebaya. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan 138 keterampilan vokasional yang di dalamnya terdapat interaksi dan kolaborasi untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan, baik oleh guru maupun instruktur untuk mencapai tujuan yang sama dengan hasil sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar di tiap-tiap kegiatan keterampilan. Berikut ungkapan Ida Ayu Pradnyawati. “…Saya sangat senang mengikuti pelatihan keterampilan ini karena selain menambah pengetahuan juga dapat bergaul dengan teman-teman dari jenjang SMPLB. Jadi saya bertambah teman tidak hanya teman-teman SMALB saja…” (wawancara 9 Mei 2013) Ungkapan tersebut sesuai dengan dampak positif dari konsep kebersamaan yang terjalin dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan, yaitu munculnya perasaan sosial dan perasaan sosial akan memengaruhi sikap sosial seseorang seperti (1) kemampuan bergaul, (2) kemampuan bekerjasama dengan orang lain, (3) dimilikinya peran sosial yang sesuai dan jelas, (4) kemampuan mengadakan penyesuaian sosial. Kata "kebersamaan" memiliki makna sebuah ikatan yang terbentuk karena rasa kekeluargaan/persaudaraan, lebih dari sekadar bekerja sama atau hubungan profesional biasa. Kebersamaan memiliki empat unsur yang harus diciptakan dan dijaga oleh setiap individu yang tergabung di dalamnya. 1. Sehati dan sepikir (satu visi) Visi pemberdayaan keterampilan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (anak tunarungu) dengan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga mampu hidup mandiri dalam lingkungan bermasyarakat. 139 2. Tidak egois Bukan rahasia lagi jika manusia itu adalah makhluk egois, tidak terkecuali anak tunarungu. Dengan banyaknya teman dalam mengikuti pelatihan keterampilan maka rasa ego itu mulai menurun. 3. Kerendahan hati Organisasi akan memiliki anggota yang heterogen (campuran). Terkadang ada sebagian siswa yang belum mengerti dan belum bisa mengerjakan tugas maka siswa yang sudah mengerti, harus rela bekerja sama (menuntun) siswa lainnya. Kerendahan hati akan menghindarkan dari rasa benci, iri hati, dan timbulnya kelompok yang terkotak-kotak. 4. Kerelaan berkorban. Setiap individu memiliki sumbangsih yang berbeda-beda. Ada yang menyumbangkan dana, pikiran, fasilitas, tenaga, atau waktu. Pihak yang mempunyai financial menyumbangkan dana untuk transportasi dan konsumsi, sementara yang memiliki waktu menyumbangkan tenaga dan waktunya untuk melaksanakan tugas. Perbedaan sumbangsih jangan sampai membuat gesekan negatif yang bisa berdampak pada perpecahan. Jika ingin bekerja bersamasama, maka siapkan kerelaan untuk mau berkorban dan jangan pernah hitunghitungan. Jika setiap individu dalam sebuah organisasi memahami dan terus belajar untuk memenuhi empat unsur di atas, maka lambat laun tujuan pemberdayaan yang dikembangkan akan mencapai tujuan yang diharapkan. Kesadaran diri untuk menjadi insan yang lebih baik dan terus bertumbuh akan sangat membantu proses perubahan. 140 Kegiatan pendidikan keterampilan vokasional ini diikuti dari jenjang SMPLB hingga SMALB dengan anggota yang heterogen (campuran/beragam) tingkat usianya. Tingkat usia yang lebih tua memengaruhi cara berpikir, tingkat pemahaman, keahlian, dan pengalaman biasanya lebih tinggi dan dapat membimbing siswa yang belum memiliki keahlian dan pengalaman. Dalam proses ini kebersamaan muncul dalam bentuk saling memberi dan menerima. Di samping merupakan pembelajaran bagi mereka yang lebih menguasai bidang keterampilan tertentu untuk menekan rasa sombong dalam diri dan rela bekerja sama (sambil menuntun) siswa lainnya. Sebaliknya, bagi siswa yang belum menguasai bidang keterampilan itu merupakan motivasi untuk menyelesaikan tugas semaksimal mungkin dengan lebih baik. 7.2.3 Makna motivasi kerja Pemberdayaan sebagai konsep pembangunan yang memiliki makna upaya pengembangan, memandirikan, menswadayakan anak tunarungu yang semula menjadi masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan di segala bidang dan sektor kehidupan menjadi masyarakat yang lebih berdaya di bidang pekerjaan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan untuk menjadi masyarakat yang bermartabat. Di samping itu, pemberdayaan juga memiliki makna melindungi dan membela dengan cara berpihak kepada yang lemah untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pemberdayaan anak tunarungu merupakan suatu cara sekolah untuk mengorganisasi dan mengarahkan anak tunarungu agar mampu menguasai dan meniti kehidupannya melalui keterampilan yang diberikan. 141 Pendekatan prinsip motivasi kerja memungkinkan anak tunarungu untuk menikmati kebebasan, pemerataan, dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam rangka memperbaiki diri di bidang pekerjaan melalui pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di SLB.B N Tabanan. Pemberdayaan merupakan suatu tindakan usaha perbaikan atau peningkatan kualitas anak tunarungu dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan meningkatkan martabat anak tunarungu, baik secara individual maupun sosial sehingga mereka dipandang sebagai manusia yang potensial. Di samping itu, berupaya untuk menumbuhkan keinginnan agar mereka bisa mengaktualisasikan diri dan membuat merasa berdaya untuk melakukan pekerjaan. Untuk mencapai itu semua harus ada kemauan dan semangat dari pihak-pihak yang terkait, terutama dari guru, siswa dan pemerintah. Dengan adanya program pemberdayaan keterampilan vokasional motivasi kerja pada siswa untuk disiplin, semangat tinggi, ulet, tekun dalam mengikuti dan melaksanakan program keterampilan dapat tumbuh. Dalam konsteks tersebut sesuai dengan ungkapan Sunantara berikut ini. “…pelatihan keterampilan ini saya ikuti dengan semangat kerja yang tinggi agar mencapai hasil maksimal karena saya yakin keterampilan ini bermanfaat untuk masa depan saya, baik untuk pribadi maupun kehidupan di masyarakat…” (wawancara 9 Mei 2013). Sejalan dengan ungkapan di atas menurut Toto Tasmara (2002) etos kerja adalah totalitas kepribadian diri seseorang serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan makna pada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high performance). Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting, seperti di bawah ini. 142 a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, maupun kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin. b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja. c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan. d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk ke depan. e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri. Cara menumbuhkan motivasi kerja di antaranya adalah menumbuhkan sikap optimis , keberanian untuk memulai, menghargai waktu, dan konsentrasikan diri pada pekerjaan. Adanya motivasi kerja pada diri seorang anak tunarungu akan menimbulkan semangat untuk menjalankan sebuah usaha dengan sungguhsungguh, adanya keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal hasil yang akan didapat tentunya maksimal pula. Dengan motivasi kerja tersebut jaminan keberlangsungan dalam mengikuti pelatihan keterampilan akan terus berjalan mengikuti waktu. Secara umum, motivasi kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Sejalan dengan pola pikir di atas menurut A. Tabrani Rusyan (1989), fungsi etos kerja adalah pendorong timbulnya 143 perbuatan, penggairah dalam aktivitas, dan penggerak. Selain itu, motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan . Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani. Akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh, maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan maupun karena tanggung jawab yang tinggi (http://hbis.wordpress.com/2007/11/27/etos-kerja/). Etos kerja juga mempunyai arti semua kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dsb. Sikap kerja keras dan berusaha untuk mengubah nasib, rajin, dan sungguh-sungguh merupakan motivasi dan sumber gerak serta dinamika untuk bekerja dan mengubah nasibnya sendiri untuk meraih prestasi dan kesuksesan hidup.