BAB II KERANGKA TEORI II.1 Corporate Social Responsibility (CSR) Program tanggung jawab sosial perusahaan atau yang sekarang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953 yang menyebutkan pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan hanya berorientasi pada filantropi. Perkembangan CSR sendiri secara umum terdiri dari 3 (tiga) periode, yaitu era tahun 1950-1960an, tahun 1970-1980an dan tahun 1990an sampai sekarang. Masing-masing periode berkembang sesuai dengan keadaan dimasing-masing periodenya, sampai pada saat ini CSR dijadikan salah satu strategi untuk meningkatkan citra perusahaan. Namun istilah Corporate Social Responsibility (CSR) baru mulai digunakan sejak tahun 1970an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. CSR sendiri belum mempunyai satu definisi yang general. Bahkan tidak jarang para ahli berbeda pandangan mengenai CSR. Berikut beberapa pendapat ahli mengenai CSR : 1. Menurut World Business Council on Sustainable Development CSR adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berprilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas local dan masyarakat lainnya. 9 Universitas Sumatera Utara 10 2. Menurut Wibisono (2007) CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersaman dengan peningkatan taraf hidup pekerja beserta keluarganya. 3. Menurut Suharto (2008) CSR adalah operasi bisnis dengan komitmen yang tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan finansial, melainkan juga untuk membangun sosial-ekonomi kawan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. 4. Menurut Widjaja & Yeremia (2008) CSR merupakan bentuk kerjasamaantara perusahaan (tidak hanya Perseroan Terbatas) dengan segala hal (stake-holders) yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan perusahaan untuk tetap menjamin keberadaan & kelangsungan hidup usaha (sustainability) perusahaan. 5. Menurut Kotler & Nance, 2005 Mendefinisikannya CSR sebagai komitmen korporasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui kebijakan praktik bisnis dan pemberian kontribusi sumber daya korporasi. Dari .pengertian tersebut tampak bahwa CSR merupakan social responsibility dan perusahaan dalam hubungannya dengan pihak internal dan eksternal. Sedangkan Menurut Ismail Solihin (2009) CSR diartikan kedalam 3 (tiga) hal, yaitu : Universitas Sumatera Utara 11 a. Corporate Social Responsibility is a commitment to improve community well-being throught, discretionary business practices & contributions of corporate resources. b. Achieving commercial success in ways that honor ethical value and respect people, communities and the natural environment. c. The willingness of an organization to incorporate social and environment consideration in its decision making and be accountable for the impact of its decisions and activities on society and environment. Ketiga definisi yang disampaikan Ismail Solihin diatas setidaknya mewakili beberapa pengertian CSR lainnya yang pada dasarnya terdiri dari 3 (tiga) elemen kunci, yaitu : 1. CSR adalah komitmen, kontribusi, cara pengelolaan bisnis dan pengambilan keputusan dari perusahaan. 2. Komitmen, kontribusi, cara pengelolaan bisnis dan pengambilan keputusan perusahaan didasarkan pada akuntabilitas, mempertimbangkan aspek sosial juga lingkungan, memenuhi tuntutan etis, legal dan professional. 3. Perusahaan memberikan dampak nyata pada pemangku kepentingan dan secara khusus pada masyarakat sekitar. II.1.1 Konsep Piramida CSR Dalam pandangan Archie B. Carrol, CSR adalah puncak piramida yang erat terkait dan bahkan identik dengan tanggung jawab filantropis (Zaim Saidi, Hamid Abidin. 2004:59-60). Dan menurut Carrol, konsep piramida yang Universitas Sumatera Utara 12 dikembangkannya akan menjustifikasi secara teoritis dan logis mengapa sebuah perusahaan melakukan CSR. Berikut Carrol menjelaskan konsep piramidanya : Gambar 1 Konsep Piramida Archie B. Carrol Sumber : Zaim Saidi. Hamid Abidin. 2004 Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia, Depok: Piramida 1. Tanggung jawab ekonomis (economic responsibility) Kata kuncinya adalah make profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba yang merupakan fondasi perusahaan. Perusahaan harus mempunyai nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat bagi perusahaan tetap hidup dan berkembang. 2. Tanggung jawab legal (legal responsibility) Kata kuncinya adalah obey the law. Perusahaan harus taat akan hukum yang berlaku dan melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh hukum. Hal ini sebagai bagian perusahaan mengikuti peraturan dari setiap negara. Universitas Sumatera Utara 13 3. Tanggung jawab etis (ethical responsibility) Perusahaan perlu menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. Dalam hal ini kata kuncinya adalah be ethical. 4. Tanggung jawab filantropis (philanthropic responsibility) Perusahaan dituntut memberi kontribusi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Kata kuncinya adalah be good citizen. Hal ini membuat pemilik dan pegawai perusahaan dikenal dengan istilah nonfiduciary responsibility, yaitu tanggung jawab ganda yakni kepada perusahaan dan kepada publik. II.1.2 Komponen CSR Menurut Wibisono (2007:134), CSR terdiri dari beberapa komponen utama yaitu perlindungan lingkungan, perlindungan dan jaminan karyawan, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, kepemimpinan dan pemegang saham, penanganan produk dan pelanggan, pemasok (supplier) serta komunikasi dan laporan. a. Perlindungan lingkungan Perlindungan lingkungan dilakukan perusahaan sebagai wujud kontrol sosial yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan. Lingkungan tempat usaha harus dijaga keadaannya jangan sampai terjadi kerusakan, sehingga eksistensi perusahaan juga dapat terjamin. Contohnya: pengelolaan limbah yang dihasilkan sebagai residu dari proses produksi harus terlebih dahulu dinetralisir sebelum akhirnya dibuang. Universitas Sumatera Utara 14 b. Perlindungan dan jaminan karyawan Tanpa karyawan perusahaan sudah dapat dipastikan tidak mampu menjalankan kegiatannya. Kesejahteraan karyawan merupakan hal mutlak yang menjadi tolak ukur bagi perusahaan dalam menghargai karyawannya. Pada saat karyawan merasa bahwa dirinya bersinergi dengan perusahaan, hal ini akan berdampak positif bagi perusahaan. Perusahaan memberikan imbalan yang sesuai maka karyawan akan memberikan kontribusi yang positif demi perusahaan. Contohnya adalah dengan melaksanakan pelatihan bagi karyawan. c. Interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat Peran masyarakat dalam menentukan kebijakan perusahaan penting, sehingga perusahaan dengan masyarakat sekitar harus menjaga harmonisasi agar bersinergi. Pada saat masyarakat lokal memboikot keberadaan perusahaan ini merupakan masalah yang serius bagi keberlanjutan usaha. Contoh kegiatan ini adalah memperkerjakan native atau penduduk lokal di perusahaan. d. Kepemimpinan dan pemegang saham Pemegang saham merupakan pihak yang paling memiliki kepentingan terhadap pencapaian keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini disebabkan mereka telah berinvestasi dan mengharapkan hasil investasi yang paling maksimal dari saham yang mereka miliki. Contohnya: semua informasi tentang program yang dilakukan perusahaan dapat melibatkan pemegang saham dalam hal-hal yang bersifat non finansial. Universitas Sumatera Utara 15 e. Penanganan pelanggan dan produk Pada saat pelanggan merasa puas dengan produk yang dihasilkan maka mereka akan repeat order. Hal ini yang membuat bisnis dapat terus bergulir dan keuntungan dapat dinikmati. Pada saat hal-hal yang mendetail mengenai pelanggan diabaikan mereka akan melakukan brandswitching. Hal ini yang akan membuat perusahaan mengalami kerugian. Contohnya adalah menanggapi keluhan pelanggan dengan menyediakan customer service yang mudah diakses. f. Pemasok (supplier) Pemasok merupakan pihak yang menguasai jaringan distribusi. Hubungan yang baik dengan pemasok menguntungkan perusahaan. Karena pemasok telah mengetahui keinginan perusahaan dan memenuhinya. Contohnya adalah komunikasi dengan pemasok. g. Komunikasi dan laporan Keterbukaan terhadap komunikasi dan pelaporan yang tercermin melalui sistem informasi akan membantu dalam pengambilan keputusan. Diperlukan keterbukaan informasi material dan relevan bagi stakeholder. Contohnya yaitu mencantumkan pengungkapan kontribusi sosial kedalam laporan tahunan. II.1.3 Jenis-Jenis CSR Kotler dan Lee (2006) dalam Solihin Ismail menyebutkan ada 6 (enam) jenis aktivitas program CSR yang umum dilaksanakan oleh perusahaan, yaitu : 1. Promosi kegiatan sosial (Cause Promotions) Universitas Sumatera Utara 16 Pada aktivitas CSR ini perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu. Fokus utama dari kategori aktivitas CSR ini adalah komunikasi persuasif, dengan tujuan menciptakan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial. 2. Pemasaran terkait kegiatan sosial (Cause Related Marketing) Pada aktivitas CSR ini perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannnya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu serta untuk aktivitas derma tertentu. 3. Kegiatan filantropis perusahaan (Corporate Philantrophy) Pada aktivitas CSR ini perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, bingkisan/paket bantuan atau pelayanan secara gratis. Kegiatan filantropi biasanya berkaitan dengan berbagai kegiatan sosial yang menjadi prioritas perhatian perusahaan. 4. Pekerja sosial kemasyarakatan secara sukarela (Community Volunteering) Pada aktivitas CSR ini perusahaan mendukung dan mendorong para karyawan, rekan pedagang eceran atau para pemegang franchise agar Universitas Sumatera Utara 17 menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasiorganisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program. 5. Pemasaran kemasyarakatan korporat (Corporate Societal Marketing) Pada aktivitas CSR ini perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu isu tertentu. Fokus dari aktivitas kategori ini adalah untuk mendorong perubahan perilaku yang berkaitan dengan: a. Isu-isu Kesehatan (health issues) b. Isu-isu Perlindungan Terhadap Kecelakaan (injury prevention issues) c. Isu-isu Lingkungan (environmental issues) d. Isu-isu Keterlibatan Masyarakat (community involvement issues) 6. Praktika bisnis yang mempunyai tanggung jawab sosial (Socially Responsible Business Practice). Pada aktivitas CSR ini perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Universitas Sumatera Utara 18 Komunitas dalam hal ini mencakup karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Sedangkan kesejahteraan dalam hal ini mencakup didalamnya aspek-aspek kesehatan, keselamatan, pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional. II.1.4 Tahapan Pelaksanaan CSR Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan CSR, yaitu: 1. Tahap perencanaan Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assessement, dan CSR Manual Building. a. Awareness Building merupakan langkah utama membangun kesadaran pentingnya CSR dan komeitmen manajeman, upaya ini dapat berupa seminar, lokakarya, dan lain-lain. CSR. b. Assessement merupakan upaya memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasikan aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya membangun CSR c. Manual Building, dapat melalui bencmarking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisian. Universitas Sumatera Utara 19 2. Tahap implementasi Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang penting diperhatikan, yaitu penggorganisasian (organizing) sumber daya, penyusunan (staffing), pengarahan (direction), pengawasan atau koreksi (controlling), pelaksanaan sesuai rencana, dan penilaian (evaluation) tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama, yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. 3. Tahap evaluasi Tahap evaluasi perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR. 4. Pelaporan Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan inforrmasi material dan relevan mengenai perusahaan. II.1.5 Motif CSR Meskipun secara hakikatnya CSR adalah bagian dari tanggung jawab perusahaan terhadap sekitar, namun tidak ada satupun perusahaan yang melaksanakan CSR tanpa memliki motivasi. Wibisono (2007:78 menyatakan bahwa sulit untuk menentukan benefit perusahaan yang menerapkan CSR, karena tidak ada yang dapat menjamin bahwa bila perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR dengan baik akan mendapat kepastian benefit-nya. Oleh karena itu terdapat beberapa motif dilaksanakanya CSR, diantaranya: 1. Mempertahankan dan Mendongkrak Reputasi dan Citra Perusahaan Universitas Sumatera Utara 20 Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif pasti akan mendongkrak citra dan reputasi positif perusahaan. Karena itu penting bagi perusahaan agar terus menjaga citra perusahaannya agar selalu memiliki penilaian baik dari konsumen. Bahkan tidak hanya menjaga, tapi perusahaan juga harus melakukan usaha-usaha yang mampu menaikkan elaktabilitasnya dimata masyarakat. 2. Layak Mendapatkan Social Licence to Operate Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberikan kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya dikawasan tersebut. Sebaliknya, jika masyarakat sekitar tidak merasa dampak positif bagi mereka, perusahaan bisa saja diganggu dengan berbagai hal. 3. Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program Corporate Social Responsibility.. 4. Melebarkan Akses Sumber Daya Track records yang baik dalam pengelolaan CSR merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan. Universitas Sumatera Utara 21 Jika tidak, dikhawatirkan perusahaan bisa kalah dalam bersaing dengan perusahaan lain yang telah menerapkan CSR secara lebih sempurna. 5. Membentangkan Akses Menuju Market Investasi yang ditanamkan untuk program CSR ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk didalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. Sehingga konsumen akan terus merasa ingin menggunakan produk dari perusahaan tersebut. 6. Mereduksi Biaya Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan CSR, misalnya dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan. 7. Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust stakeholders kepada perusahaan. 8. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator Perusahaan yang melaksanakan CSR umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat. Sehingga perusahaan ikut aktif terlibat dalam proses mensejahterakan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 22 9. Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan Citra perusahaan yang baik dimata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka. Hal ini secara psikologis membuat karyawan bekerja lebih nyaman tanpa adanya tekanan dari masyarakat sekitar. 10. Peluang Mendapatkan Penghargaan Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku CSR sekarang, akan menambah kans bagi perusahaan untuk mendapatkan penghargaan atau award itu sendiri. Keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi dengan beberapa kepentingan. Menurut Mulyadi (2003) setidaknya bisa diidentifikasi tiga motif keterlibatan perusahaan, yaitu: motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada masyarakat lokal. Tabel 2.1 dibawah ini menggambarkan motif tersebut : Tabel 2.1 Motif Perusahaan dalam Menjalankan Program CSR Motif Keamanan - Program dilakukan setelah ada Motif memenuhi kewajiban kontraktual - Pertanggungjawaban Komitmen Moral - Wacana CSR tuntutan masyarakat yang program CSR kepada biasanya diwujudkan melalui pemerintah daerah dan kegiatan CSR demonstrasi pemerintah pusat. melakukan media - Program tidak dilakukan - Propaganda kegiatan - Propaganda massa Universitas Sumatera Utara 23 setelah kontrak ditandatangani. CSR melalui media Kecendrungannya program massa. dilakukan ketika kebebasan masyarakat sipil semakin besar pasca desentralisasi Sumber : Mulyadi (2003) Pada umumnya perusahaan di Indonesia menjalankan CSR atas dasar memenuhi kewajiban kontraktual, dalam hal ini mematuhi peraturan baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah. Secara normatif, idealnya tanpa adanya protes dan kewajiban kontraktual, perusahaan seharusnya berusaha memberdayakan masyarakat lokal dan meningkatkan kesejahteraan. Ide mengenai konsep CSR juga dilandasi pemikiran demikian (UN Global Compact, hal. 20). Secara filantropis perusahaan seharusnya mendistribusikan keuntungan setelah mereka memanfaatkan resources dilokasi dimana masyarakat berada. Hal ini adalah kewajiban moral, namun motif yang didasarkan pada komitmen moral tersebut masih sebatas wacana dan belum terlihat nyata. Mulyadi (2003) membagi stakeholders berdasarkan kepentingannya. Hal ini bisa dilihat dari tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 Kepentingan Stakeholders dalam Pelaksanaan Program CSR Perusahaan - Keamanan fasilitas produksi - Kewajiban Pemerintah Daerah - Mendukung pembangunan daerah LSM Masyarakat - Mengontrol - Penerima - Menjadi mitra program yang kerja perusahaan diberdayakan kontrak Sumber : Mulyadi (2003) Universitas Sumatera Utara 24 Dalam konteks hubungan kemitraan antara pemerintah dengan perusahaan, pemerintah daerah mengharapkan agar program-program CSR bisa membantu menyelesaikan permasalahan sosial, seperti masalah pengangguran, kemiskinan, masalah pendidikan, kesehatan, perumahan. Selain itu menyelesaikan masalah lingkungan yang dihadapi pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan swasta dituntut untuk membantu pemerintah daerah untuk mendukung program pembangunan regional yang diimplementasikannya. Pemerintah yang menjadi penanggungjawab utama dalam mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan tidak akan menanggung beban tersebut jika dilakukan sendiri, melainkan membutuhkan partisipasi, salah satunya yang paling potensial adalah dari perusahaan, agar akselerasi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Setiap perusahaan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap CSR dan cara pandang inilah yang bisa dijadikan indikator kesungguhan perusahaan tersebut dalam melaksanakan CSR atau hanya sekedar membuat pencitraan di masyarakat. Setidaknya terdapat tiga kategori paradigma perusahaan dalam menerapkan program CSR menurut Wibisono (2007), diantaranya : 1. Sekedar basa basi dan keterpaksaan Dalam hal ini CSR dipraktekkan lebih karena faktor eksternal, baik karena mengendalikan aspek sosial (social driven) maupun mengendalikan aspek lingkungan (environmental driven). Artinya pemenuhan tanggungjawab sosial lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan daripada kesukarelaan. Berikutnya adalah mengendalikan reputasi (reputation driven), yaitu motivasi pelaksanaan CSR untuk Universitas Sumatera Utara 25 mendongkrak citra perusahaan. Banyak korporasi yang sengaja berupaya mendongkrak citra dengan mamanfaatkan peristiwa bencana alam seperti memberi bantuan uang, sembako, medis dan sebagainya yang kemudian perusahaan berlomba menginformasikan kontribusinya melalui media massa. Tujuannya adalah untuk mengangkat reputasi. 2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena ada kendali dalam aspek pasar (market driven). Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring dengan maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial. Selain market driven, driven lain yang yang sanggup memaksa perusahaan untuk mempraktkan CSR adalah adanya penghargaanpenghargaan (reward) yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Misalnya CSR Award baik yang regional maupun global, Padma (Pandu Daya Masyarakat) yang digelar oleh Depsos, dan Proper (Program Perangkat Kinerja Perusahaan) yang dihelat oleh Kementrian Lingkungan Hidup. 3. Bukan sekedar kewajiban (compliance), tapi lebih dari sekedar kewajiban (beyond compliance) atau (compliance plus). Diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggungjawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi Universitas Sumatera Utara 26 kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggungjawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Selain itu, implementasi CSR diperusahaan pada umumnya dipengaruhi beberapa faktor (Wibisono, 2007), yaitu : 1. Terkait dengan komitmen pemimpinnya. Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah sosial, jangan harap memperdulikan masalah sosial. 2. Menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan. Hal ini dapat dimengerti karena setiap perusahaan yang melakukan CSR biasanya merupakan perusahaan yang sudah mempunyai tingkat ekspansi yang tinggi sehingga mempunyai tingkat kematangan yang baik dalam manajemennya. 3. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat. II.I.6 Ukuran Keberhasilan Melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan CSR bagi suatu perusahaan sangat penting. Secara umum, melihat sejauh mana efektifitas pelaksanaan CSR dapat dilakukan melalui dua indikator, yaitu indikator internal dan indikator Universitas Sumatera Utara 27 eksternal. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Yusuf Wibisono dalam bukunya, “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”. 1. Indikator Internal Indikator Internal adalah parameter pelaksanaan CSR yang melihat sejauh mana efek dari pelaksanaan CSR dari sudut pandang perusahaan. Dalam hal ini unsur-unsur dari dalam perusahaan yang terlibat dalam pelaksanaan CSR dapat dijadikan indikator. Terdapat 3 aspek dalam indikator internal, yaitu : a. Minimize Meminimalkan perselisihan/konflik/potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif b. Asset Aset perusahaan yang terdiri dari pemilik/pimpinan perusahaan, karyawan, pabrik dan fasilitas pendukungya terjaga dan terpelihara dengan aman c. Operational Seluruh kegiatan terjaga dan terpelihara dengan aman. 2. Indikator Eksternal Indikator Eksternal merupakan parameter yang dilakukan dengan mengukur faktor-faktor yang terjadi diluar perusahaan. Hal ini menyangkut kepada apa yang dirasakan penerima program CSR. Indikator eksternal dapat dilihat melalui dua aspek, yaitu Aspek Ekonomi dan Aspek Sosial. Universitas Sumatera Utara 28 a. Aspek Ekonomi Aspek Ekonomi dapat ditilik melalui beberapa hal-hal, seperti : - Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum - Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis - Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan b. Aspek Sosial Aspek Sosial dapat ditilik melalui hal-hal berikut : - Frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial - Tingkat kualitas Hubungan Sosial antara perusahaan dengan masyarakat - Tingkat Kepuasan Masyarakat II.1.7 Manfaat CSR Dalam buku, “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”, Yusuf Wibisono (2007:99) menguraikan keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang ditinjau dari aspek stakeholder dari CSR itu sendiri , yaitu: 1. Bagi Perusahaan Terdapat empat manfaat yang diperoleh perusahaan dengan mengimplementasikan CSR, yaitu: a. Keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra yang positif dari masyarakat luas. b. Perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital). Universitas Sumatera Utara 29 c. Perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas. d. Perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management). 2. Bagi Masyarakat Praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai-tambah adanya perusahaan disuatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial didaerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek CSR akan menghargai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut. 3. Bagi Lingkungan Praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannnya. Hal ini pastinya untuk tetap mempertahankan keberlangsungan lingkungan itu sendiri. 4. Bagi Negara Praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat hukum yang memicu tingginya korupsi. Selain itu, negara akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang tidak Universitas Sumatera Utara 30 digelapkan) oleh perusahaan. Karena instrumen ini merupakan salah satu pendapatan paling besar dalam pendapatan per kapita Negara. II.1.8 Acuan Pelaksanaan CSR Dalam pelaksanaan CSR, setiap perusahaan biasanya mengacu pada Guidance ISO 26000. Berbeda dari bentuk ISO yang lain seperti ISO 9001: 2000 dan 14001: 2004, ISO 26000 hanya sekedar standar dan panduan, tidak menggunakan mekanisme sertifikasi. Dengan menggunakan istilah Guidance Standard on Social Responsibility, menunjukkan bahwa ISO 26000 tidak hanya diperuntukkan bagi corporate (perusahaan) melainkan juga untuk semua sektor publik dan privat. Tanggung jawab sosial dapat dilakukan oleh institusi pemerintah Non Governmental Organisation (NGO) dan tentunya sektor bisnis dikarenakan setiap organisasi dapat memberikan akibat bagi lingkungan sosial maupun alam. Sehingga adanya ISO 26000 ini membantu organisasi dalam pelaksanaan Social Responsibility, dengan cara memberikan pedoman praktis serta memperluas pemahaman publik terhadap Social Responsibility. ISO 26000 mencakup beberapa aspek berikut : a. ISO 26000 menyediakan panduan mengenai tanggung jawab sosial kepada semua bentuk organisasi tanpa memperhatikan ukuran dan lokasi. b. ISO 26000 mendorong organisasi untuk melaksanakan aktivitas lebih sekedar dari apa yang diwajibkan. c. ISO 26000 menyempurnakan/melengkapi instrumen dan inisiatif lain yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial Universitas Sumatera Utara 31 d. Mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan tanggung jawab sosial dan semakin memperluas pengetahuan mengenai tanggung jawab sosial. e. Konsisten dan tidak berkonflik dengan traktat internasional dan standarisasi ISO lainnya serta tidak bermaksud mengurangi otoritas pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab sosial oleh suatu organisasi. f. Prinsip ketaatan pada hukum/legal compliance, prinsip penghormatan terhadap instrumen internasional, prinsip akuntabilitas, prinsip transparasi, prinsip pembangunan keberlanjutan, prinsip ethical conduct, prinsip penghormatan hak asasi manusia, prinsip pendekatan dengan pencegahan dan prinsip penghormatan terhadap keanekaragaman. II.2 Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990- an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Selain CSA, CSR juga dikenal dengan nama-nama lain seperti Pemberian/Amal Perusahaan (Corporate Giving/Charity), Kedermawanan Perusahaan (Corporate Philanthropy), Relasi Kemasyarakatan Perusahaan (Corporate Community/Public Relations) dan Pengembangan Masyarakat (Community Development). Dan penerapan-penerapan dengan 4 Universitas Sumatera Utara 32 (empat) nama diatas bisa pula dilihat dari dimensi atau pendekatan CSR dalam konteks Investasi Sosial Perusahaan (Corporate Social Investmen/Investing) yang didorong oleh spektrum motif yang terentang dari motif “amal” hingga “pemberdayaan” (Brilliant, 1998: 299-313). Dan baru pada tahun 2003, Departemen Sosial melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt” tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Dari sekian banyak definisi CSR, salah satu yang menggambarkan CSR di Indonesia adalah definisi Suharto (2006) yang menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk membangun sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Dari sini dapat dilihat bahwa penerapan CSR harusnya menggunakan pendekatan yang mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara ad-hoc, partial, dan tidak lembaga. CSR tataran ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori ”perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan ”tebar pesona” (promosi) ketimbang ”tebar karya” (pemberdayaan) (Suharto, 2008). Perusahaan-perusahaan seperti PT Unilever, Freeport, Rio Tinto, Inco, Riau Pulp, Kaltim Prima Coal, Pertamina Universitas Sumatera Utara 33 serta perusahaan BUMN lainnya telah cukup lama terlibat dalam menjalankan CSR. Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang kurang menyukai pendekatan karitatif semacam itu karena tidak mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal. Pendekatan community development kemudian semakin banyak diterapkan karena lebih mendekati konsep empowerment dan sustainable development. Prinsip-prinsip good corporate governance, seperti fairness, transparency, acaountability, dan responbility kemudian menjadi pijakan untuk mengukur keberhasilan program CSR. Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga sudah mulai beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan need assesment. Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal, pengembangan skema perlindungan sosial berbasis masyarakat dan seterusnya. CSR pada tataran ini tidak sekadar do good dan to look good, melainkan pula to make good, menciptakan kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. II.2.1 Implementasi CSR di Indonesia Dalam beberapa tahun terakhir, CSR mengalami peningkatan baik dalam hal kuantitas dan juga kualitas. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh PIRAC pada tahun 2001 menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah atau sekitar 11.5 juta dollar AS dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang terekam oleh media massa. Meskipun dana ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dana CSR di Amerika Serikat, dilihat dari angka kumulatif tersebut, perkembangan CSR di Universitas Sumatera Utara 34 Indonesia cukup menggembirakan. Angka rata-rata perusahaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS porsi sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21.51 miliar dollar dan tahun 2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah (Saidi, 2004:64) Tingginya angka pelaksanaan CSR di Indonesia menunjukkan bahwa perusahaan sudah mulai untuk membuka diri kepada lingkungan sekitar (terlepas apapun motifnya). Namun hal ini juga juga bukan tanpa celah, karena disadari atau tidak pelaksanaan CSR di Indonesia masih dilakukan secara aksidental tanpa adanya arah yang jelas. Padahal sangat banyak manfaat andaikan CSR dilakukan dengan arahan yang jelas. Contoh sederhananya adalah adndai CSR diarahkan pada bidang pendidikan, tentu memberikan manfaat ganda baik kepada masyarakat maupun negara. Bagi masyarakat, kalangan kurang mampu akan mampu menikmati pendidikan dengan layak sesuai kualitas yang memenuhi standar. Begitu juga dengan negara, dengan CSR dapat menolong pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawabnya dalam mencerdaskan anak bangsa. Halhal seperti ini pastinya akan dapat terealisasi seandainya terdapat regulasi jelas yang mengatur tentang hal ini. Sebenarnya di Indonesia sudah ada UU tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur tentang pelaksanaan CSR yang dalam hal ini disebut sebagai Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL). Namun UU ini belum mampu sepenuhnya mendorong pelaksanaan kegiatan CSR secara sistematis. Apalagi dalam UU tersebut hal yang diatur sangat terbatas. Hal yang diatur sangatlah bersifat abstrak sehingga akhirnya membuat pelaksanaan CSR hanya Universitas Sumatera Utara 35 bergantung pada inisiatif perusahaannya saja. Padahal jika kita bercermin dari negara-negara maju, perusahaan sudah wajib melaksanakan CSR dan melaporkannya secara periodik. Hal ini dilakukan untuk memantau dan mengontrol pelaksanaan CSR setiap perusahaan. Regulasi yang ada juga mengatur tentang sanksi yang tegas bagi pelanggaran terhadap pelaksanaan CSR. Sanksi yang diberikan mulai dari yang ringan seperti peringatan tertulis hingga dikeluarkan dari lantai bursa bagi perusahaan go public. Karena itu perlunya kembali dirumuskan UU yang lebih konkret tentang CSR sesuai dengan kondisi di Indonesia. UU yang dikeluarkan harus mampu mengakomodir kepentingan semua pihak. Karena bagaimanapun, para pelaku usaha sebagai pemilik modal tidak akan setuju bila ada regulasi yang mengganggu kepentingan mereka terkait omset yang mereka bangun. II.2.2 Model CSR Sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia (Saidi, 2004:64-65), yaitu: 1. Keterlibatan langsung Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan Universitas Sumatera Utara 36 Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan diperusahaan-perusahaan dinegara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan), Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund. 3. Bermitra dengan pihak lain Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/ LSM), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial/Ornop yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos); universitas (UI, ITB, IPB); media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar). 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang Universitas Sumatera Utara 37 mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama. II.2.3 Landasan Hukum CSR di Indonesia Selain (Guidance) ISO 26000 yang menjadi acuan bagi setiap perusahaan dalam melakukan CSR, tentunya disetiap negara memiliki peraturan tersendiri dalam melaksanakan CSR. Di Indonesia sendiri khususnya dalam sitem perundang-undangnya, Indonesia memakai istilah Tanggung Jawab Sosial Lingkungan. Berikut 3 (tiga) peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk menjalankan program tanggungjawab sosial perusahaan atau CSR, yaitu : 1. Keputusan Menteri BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Adapun ruang lingkup bantuan Program BL BUMN, berdasarkan Permeneg BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah: Universitas Sumatera Utara 38 a. Bantuan korban bencana alam; b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; c. Bantuan peningkatan kesehatan; d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; e. Bantuan sarana ibadah; f. Bantuan pelestarian alam. 2. Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Peraturan lain yang mewajibkan CSR adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal, baik penanaman modal dalam negeri, maupun penenaman modal asing. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL). Yang dimaksud dengan TJSL adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. 3. Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001 Khusus bagi perusahaan yang operasionalnya mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dalam hal ini minyak dan gas bumi, terikat oleh Undangundang Nomor 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan Undang-undang tersebut, perusahaan wajib melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat dan menjamin hak-hak masyarakat adat yang berada di sekitar perusahaan. Universitas Sumatera Utara 39 II.3 Penelitian Terdahulu Salah satu faktor yang mendukung penelitian ini adalah penelitian- penelitian terdahulu yang mempunyai tema pembahasan yang juga sama. Hal ini tentu untuk menambah referensi bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Dan berikut beberapa penelitian yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini : 1. Seravina (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Loyalitas Nasabah Tabungan Britama (Studi Kasus Pada Nasabah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Cabang Bogor)”. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peranan program CSR terkait dengan loyalitas nasabah, khususnya pada nasabah tabungan Britama. Penelitian eksplanatori ini menjelaskan kaitan atau hubungan antar variabel dalam penelitian melalui pengujian hipotesa. Untuk mempermudah dalam menjabarkan hasil penelitiannya, penulis menggunakan alat analisis deskriptif serta analisis rank spearman dalam menganalisa hubungan yang terjadi antara program CSR terhadap loyalitas nasabah. Dari hasil penelitiannya tersebut, menunjukkan bahwa terdapat 96% responden yang memberikan tanggapan positif terhadap pelaksanaan CSR BRI. 2. Prasetya (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Corporate Social Responsibility „Lifebuoy Berbagi Sehat‟ Terhadap Loyalitas Konsumen dan Citra Perusahaan Unilever Indonesia (Studi Kasus di Kota Bogor)”. Universitas Sumatera Utara 40 Pada penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa Brand Awareness produk Lifebuoy di Kota Bogor mencapai 100 persen aware dengan posisi Top of Mind 61 persen, Brand Recall 33 persen dan Brand Recognition 6 persen. Sementara efektifitas iklan televisi CSR “Lifebuoy Berbagi Sehat” melalui perhitungan CRI adalah sebesar 76,99 persen. Kemudian terdapat hubungan positif yang kuat antara kegiatan CSR dengan loyalitas konsumennya (39,2%) serta positif lemah dengan citra perusahaan (16,1%). 3. Panggabean (2009) dengan judul penelitian “Pengaruh Kegiatan Filantropi Perusahaan Terhadap Citra Medco (Studi Kajian Bidang Pendidikan)” Penelitian menghasilkan bahwa terdapat pengaruh positif antara kegiatan filantropi terhadap citra Medco. Hasil ini didapatkan setelah mengkorelasikan dan meregresikan antara kegiatan filantropi Medco dengan teori citra yang telah dilakukan survey lapangan. 4. M. Faroid (2014) dengan judul penelitian Pengaruh Penerapan Corporate Social Responbility Terhadap Citra Perusahaan PT. Tirta Investama Keboncandi pada Masyarakat Desa Jeladri Winongan Pasuruan. Hasil penelian menunjukkan adanya pengaruh dari variabel Community Support dan variabel product pada program Corporate Social Responsibility secara signifikan dan berpengaruh positif terhadap citra perusahaan dan variabel Environment pada program CSR secara signifikan dan berpengaruh negatif terhadap citra perusahaan PT. Tirta Universitas Sumatera Utara 41 Investama Keboncandi Jeladri Winongan Pasuruan. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi dari perusahan terhadap indikator lingkungan perusahaan yang perlu perbaikan agar citra perusahaan tetap terjaga dan hubungan antara perusahaan dengan masyarakat dalam menjalankan program-program CSR tetap berjalan secara harmonis dan berkesinambungan. Universitas Sumatera Utara