IMPLIKASI SIGNALLING THEORY ATAS PENGUMUMAN PEMBAGIAN DIVIDEND CUTS TERHADAP REAKSI PASAR Dian Indri Purnamasari Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 IMPLIKASI SIGNALLING THEORY ATAS PENGUMUMAN PEMBAGIAN DIVIDEND CUTS TERHADAP REAKSI PASAR Abstract Many argues about the impact of dividend payment or policy on company’s value. Many studies prove that dividend announcement increase securities buying but decrease securities selling. In this case, the amount of dividend payment perform as a signal for investor. The problem is, dividend cuts announcement is perceived as a bad signals by investors and caused negative reaction by the market. In reality, the contrary is true, since the market and investors do not react as suggested by the signalling theory. Investors, however, could see another content of dividend cuts beyond the decreasing amount on the dividend. Consistent with the investor, market also see another content of dividend cuts and give emphasizes on company’s rationale behind the policy. Keywords: Dividend Cuts, Signalling Theory, Market Reaction, Company Values. Latar Belakang Banyak perdebatan tentang bagaimana dividen dapat mempengaruhi nilai perusahaan yang perlu dipertimbangkan. Dividen merupakan distribusi keuntungan perusahaan kepada investor yang dibagikan baik dalam bentuk kas maupun non kas, misalnya dividen dapat dibagikan dalam bentuk saham, aktiva, dan dividen dalam bentuk surat hutang. Dividen berasal dari pembagian keuntungan perusahaan dan karena mengisyaratkan prospek masa depan perusahaan, pengumuman dividen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham di pasar modal. Pengumuman penurunan dividen oleh perusahaan biasanya dianggap sebagai berita buruk oleh investor dan akan menurunkan harga saham. Sebaliknya, pengumuman kenaikan dividen dianggap sebagai berita baik dan akan menaikkan harga saham. Hal inilah yang disebut dengan kandungan informasi dividen (Brealey et al. 2000). Pengumuman akan dibagikannya dividen kepada para pemegang saham secara teori merupakan “good news” bagi investor. Hal ini disebabkan investor mempunyai dugaan bahwa perusahaan melakukan pembagian dividen karena perusahaan mempunyai keyakinan bahwa kinerjanya saat ini sangat baik sehingga profitabilitasnya meningkat dan prospeknya di masa mendatang akan membaik. Dividen mencerminkan sinyal dari firm’s current performance dan future prospect, oleh karena itu pengumuman dividen dilihat sebagai sinyal bahwa akan ada peningkatan harga saham di pasar modal (Fama dan Barbiak 1968; Ross 1977 dalam Sukmawati 2000). Pasar modal yang secara informasional efisien adalah pasar modal yang harga sekuritas mencerminkan semua informasi yang relevan (Hendriksen et al. 1992). Pada pasar modal efisien bentuk semi kuat, harga saham akan sangat cepat berubah bila ada informasi baru di pasar. Salah satu informasi tersebut adalah pengumuman dividen. Secara umum, pengumuman dividen merupakan kabar baik bagi investor sehingga investor akan mempunyai pengharapan positif terhadap laba perusahaan di masa mendatang. Hal ini akan mendorong investor untuk membeli saham perusahaan, sehingga jika demand terhadap suatu saham meningkat otomatis akan meningkatkan harga sahamnya (Sharpe et al. 1999). Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengumuman dividen menyebabkan pembelian sekuritas secara umum meningkat dengan pesat, sedangkan penjualan mengalami penurunan. Hal ini membuktikan bahwa investor akan bereaksi dengan cepat bila ada Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 informasi baru di pasar (Sharpe et al. 1999). Terdapat penelitian yang membahas pengaruh pengumuman dividen pada reaksi harga dan volume, dan seberapa jauh pengaruh pengumuman dividen yang besar pada volume tetapi kecil pada harga, dan sebaliknya (Bandi dan Jogiyanto 2000). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengumuman dividen menghasilkan reaksi volume yang berbeda dengan reaksi harga, hal ini terlihat dari proporsi reaksi berbeda lebih tinggi daripada reaksi sama atas pengumuman dividen. Besarnya dividen juga merupakan sinyal bagi pihak investor. Dividen yang besar merupakan sinyal baik bagi pihak investor dan mengakibatkan investor mempunyai pengharapan yang positif terhadap perusahaan, sehingga harga saham akan meningkat. Semakin besar dividen yang dibayarkan mengindikasikan bahwa keuntungan perusahaan juga semakin besar sehingga akan meningkatkan harga saham, sebaliknya dividen yang kecil merupakan sinyal buruk bagi investor dan mengakibatkan investor mempunyai pengharapan yang negatif terhadap perusahaan, sehingga harga saham akan menurun (Husnan 1998). Dividend signalling theory mengatakan bahwa pengumuman perubahan pembayaran dividen memiliki kandungan informasi yang dapat mempengaruhi retur saham, karena dividen mempunyai sinyal yang akan mempengaruhi pasar yang tercermin dalam perubahan harga saham. Sehingga apabila jumlah dividen yang dibagikan berubah maka akan memberikan sinyal perubahan aliran kas masa depan (Ghosh dan Woolridge 1988; Denis et al. 1994). Permasalahannya adalah apakah pengumuman pembagian dividen yang jumlahnya menurun (dividend cuts) selalu merupakan sinyal yang buruk (bad signals) bagi investor sehingga pasar bereaksi negatif ? Kajian Literature dan Penelitian Sebelumnya Dividen Teori yang mendasari kebijakan dividen oleh perusahaan, diantaranya adalah Modigliani dan Miller (M&M (1961)) yang mengatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (earnings before interest and tax) dan tingkat resiko perusahaan. Jadi menurut M&M, dividen adalah tidak relevan. Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah seperti pasar modal sempurna, semua investor adalah rasional, tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru, tidak ada pajak, kebijakan investasi perusahaan tidak berubah. Asumsi ini dikatakan lemah karena pada prakteknya pasar modal yang sempurna sulit ditemui, biaya emisi saham baru pasti ada, pajak pasti ada, dan kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah (Lukas 1999). Gordon (1959 dalam Sukmawati (2000)) dan Litner (1956 dalam Sukmawati (2000)) menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika dividend payout ratio rendah karena investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains. Menurut mereka, investor memandang keuntungan dividen (dividend yield) lebih pasti dari pada keuntungan capital gains (capital gains yield). Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham atau dengan kata lain biaya modal sendiri adalah keuntungan dari dividen (dividend yield) ditambah keuntungan dari capital gain (capital gains yield). Menurut M&M, pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama (Lukas 1999). Litzenberger dan Ramaswamy (1979 dalam Hess 1999) yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, maka para investor lebih menyukai capital gains daripada dividen karena dapat menunda pembayaran pajak. Capital gains dapat menunda pajak karena pajaknya baru dibayar jika saham betul-betul sudah dijual. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 3 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Oleh karena itu investor mengisyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi dan capital gains yieldnya rendah daripada saham dengan dividend yield rendah dan capital gains yieldnya tinggi. Perbedaan ini akan makin terasa jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak atas capital gains (Lukas 1999). Gordon dan Bradford (1979 dalam Sukmawati (2000)) melihat bahwa dividen lebih disukai oleh kelompok low tax bracket investor karena mereka menganggap bahwa capital gain lebih beresiko dibandingkan dengan dividen. Sedangkan untuk kelompok high tax bracket investor dividen malah tidak disukai, mereka lebih menyukai capital gain karena pajaknya dapat ditunda. Dari teori di atas, terlihat bahwa kebijakan dividen tetap merupakan misteri dengan banyak masalah yang belum terjawab. Beberapa yang terjawabpun masih menimbulkan pertentangan dan beberapa yang lainnya masih tetap menjadi persoalan yang masih memerlukan jawaban (Sukmawati 2000). Informasi mengenai dividen menyebabkan investor harus memprediksi future earning untuk mengetahui nilai perusahaan, maka dividen dihubungkan dengan future profitability perusahaan (Bhattacharya 1979,1980; Jensen et al. 1992 dalam Sukmawati (2000); Miller dan Rock 1985). Secara teori, semakin besar profitabilitas yang dapat dihasilkan oleh perusahaan maka jumlah dividen yang akan dibagi semakin meningkat, tetapi semakin kecil profitabilitas yang dapat dihasilkan oleh perusahaan maka jumlah dividen yang akan dibagikan akan menurun. Dividen fungsinya tidak hanya tergantung dari profitabilitas, aspekaspek lainnya seperti resiko bisnis, investasi, dan pertumbuhan harus dipertimbangkan. Jadi, jika jumlah dividen yang akan dibagikan menurun hal tersebut bisa jadi dikarenakan perusahaan akan melakukan investasi ke proyek baru yang lebih menguntungkan (Sukmawati 2000). Watts (1973) meneliti hubungan antara dividen dan earnings perusahaan di masa depan dan menyimpulkan bahwa perubahan relatif dividen pada saat ini mengandung informasi tentang perubahan earnings perusahaan dimasa depan. Karena earnings memiliki kandungan informasi, berdasarkan penelitiannya maka Watts menyimpulkan bahwa perubahan dividen memiliki kandungan informasi. Informasi yang terkandung dalam perubahan dividen akan mempengaruhi keuntungan saham dari perusahaan. Asquith dan Mullins (1983) meneliti pengaruh pengumuman dividen terhadap keuntungan saham menemukan adanya keuntungan saham yang abnormal pada perusahaanperusahaan yang memberikan dividen untuk pertama kalinya. Penelitian tersebut mendokumentasikan bahwa sifat abnormal return yang dialami pemegang saham berhubungan secara proporsional dengan ukuran dividen yang diukur dengan dividend yield atau dividend payout ratio. Pengumuman dividen merupakan sumber informasi dan menyebabkan reaksi pasar kuat dan positif (Asquith dan Mullins 1983). Kebijakan dividen mempunyai banyak aspek daya tarik seperti mekanisme transmisi informasi. Kandungan informasi atas dividen menghipotesiskan bahwa manajer menggunakan pengumuman dividen untuk memberi sinyal perubahan dalam pengharapannya tentang prospek perusahaan yang akan datang (Aharony dan Swary 1980). Hankansson (1982) melihat bahwa informasi mengenai dividen akan meningkatkan efisiensi bila investornya heterogen atau bila pasar tidak sempurna. Adanya informasi yang tidak simetri antar investor dan manajer menyebabkan perubahan dividen dapat digunakan sebagai jawabannya dalam market price reaction (Miller dan Rock 1985). Signalling Theory Signalling theory secara konsisten berhubungan dengan masalah pengungkapan, dimana apabila perusahaan mengungkapkan bad news maka pasar akan memberikan reaksi yang negatif dan hal ini konsisten dengan hipotesis pasar efisien (Wolk et al. 2001). Signalling Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 4 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 hypothesis theory mengatakan bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains (Lukas 1999). Menurut teori sinyal, terdapat asimetri informasi antara manajer dan investor. Manajer mengetahui prospek perusahaan di masa depan, sedangkan investor tidak (Setiawan dan Jogiyanto 2002). Signalling hypothesis theory juga mengatakan bahwa penurunan dividen mencerminkan manajemen yang tidak optimis terhadap prospek perusahaan dan akan memberikan sinyal negatif bagi pasar. Sebaliknya peningkatan dividen menunjukkan bahwa manajemen yakin akan prospek masa depan perusahaan dan merupakan sinyal yang direspon pasar positif (Anom dan Jogiyanto 2002). Perubahan besarnya dividen juga merupakan sinyal bagi investor. Dividen yang semakin besar mengakibatkan investor mempunyai pengharapan positif terhadap manajemen, yaitu meningkatnya laba perusahaan. Perubahan dividen yang semakin besar akan menyebabkan investor tertarik untuk membeli saham perusahaan, sehingga harga saham akan meningkat. Sebaliknya, bila dividen menjadi semakin kecil, maka investor mempunyai pengharapan yang negatif terhadap perusahaan sehingga harga saham akan mengalami penurunan (Sharpe et al. 1999). Pengumuman dividen mengandung informasi mengenai laba saat ini dan masa depan (Miller dan Rock 1985). Apabila pengumuman dividen tersebut merupakan kabar baik (buruk), yaitu: pengumuman dividen meningkat (menurun), maka investor akan bereaksi positif (negatif). Jadi, dividen mempunyai kandungan informasi yang berguna bagi investor (Setiawan dan Jogiyanto 2002). Teori clientele effect menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai dividend payout ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari clientele ini ada. Tapi menurut M&M hal ini tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih baik daripada dividen kecil, demikian sebaliknya efek clientele ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan mereka (Lukas 1999). Lev ( 1992 dalam Wolk et al. (2001)) mendukung pengungkapan berita tidak baik (bad news) seperti berkurangnya dividen, sebab pengumuman tersebut dapat mengurangi efek yang kurang baik dari peristiwa itu sendiri Apabila perusahaan dengan sukarela mengungkapkan apa yang terjadi maka pasar tidak akan bereaksi terlalu negatif dibandingkan pasar bertanya-tanya atau bahwa mencurigai ada yang tidak beres dengan kondisi perusahaan, maka pasar akan bereaksi negatif. Dengan pengungkapan sukarela mengenai dividen cuts maka pasar akan melihat lebih jauh alasan yang melatarbelakangi keberanian perusahaan mengungkapkan yang dianggap pasar sebagai bad news. Untuk menganalisa reaksi pasar terhadap keputusan dividen dan peristiwa lainnya, dividen cuts dan omissions disertai (1) pengumuman managerial secara ekplisit bahwa keputusan dividen dimotivasi oleh kemungkinan pertumbuhan dan (2) penentuan pembayaran dividen. Informasi positif yang terkandung mengenai peluang pertumbuhan, diimbangi dengan dampak negatif yang biasanya dihubungkan dengan pemotongan dividen (Gosh dan Woolridge 1988). Pada dasarnya makalah ini adalah untuk mencari bukti yang mendukung atau bertentangan dengan signaling hypothesis theory yang menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pemotongan dividen Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 5 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 (dividend cuts) pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Seperti teori dividen lainnya, signaling hypothesis theory ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau preferensi terhadap dividen (Lukas 1999). Analisis Dividen Cuts Dividend cuts sendiri merupakan kebijakan dividen perusahaan yang membagikan dividen tunai (cash dividend) kumulatif di laporan keuangan semula dengan saat ini menurun jumlahnya. Pengumuman dividend cuts oleh perusahaan public utilities akan menyebabkan harga saham turun dibandingkan pengumuman yang dilakukan oleh perusahaan lainnya (Impson 1997). DeAngelo et al. (1992) menyimpulkan bahwa pemotongan dividen merupakan sinyal bahwa perusahaan dalam kondisi yang distress dan hal ini sesuai dengan signalling theory dimana dividen cuts memberikan sinyal bahwa perusahaan dalam kondisi menurun. Benartzi et al. (1997) menunjukkan bahwa investor bereaksi lebih kuat terhadap pengumuman dividen yang menurun dibandingkan pengumuman dividen yang meningkat. Umumnya, dividend cuts memberikan sinyal yang buruk (bad signals) tetapi ada hipotesis alternatif lain yang menyatakan dividend cuts bisa menjadi berita baik (good news). Hal ini disebabkan oleh alasan yang dijabarkan berikut ini (Woolridge dan Gosh 1992) : Dibawah kondisi kepastian, sinyal yang terkirim ke pasar dari pemotongan dividen adalah positif. Secara spesifik, jika suatu perusahaan mempunyai banyak peluang investasi yang menguntungkan, tapi kas yang tersedia sedikit, dan jika biayanya dari pendanaan luar adalah substansial, nilai dari saham perusahaan tersebut mungkin meningkat dengan mengurangi dividen saat ini dengan meningkatkan investasi. Pada saat yang sama, jika suatu perusahaan mempunyai peluang investasi yang menguntungkan yang terbatas, pemegang saham merasa lebih baik bila sisa uang kas dibayarkan kepada mereka dalam bentuk dividen dengan jumlah yang lebih tinggi. Dalam kedua situasi di atas, sinyal yang terkirim ke pasar tentang peluang investasi perusahaan prospek kinerja perusahaan akan menjadi lawan dari yang diperkirakan model konvensional dari perubahan dividen; dalam hipotesis alternatif ini sinyal kenaikan dividen mengurangi peluang investasi lainnya dan mengakibatkan pendapatan di masa mendatang lebih kecil sedangkan dividend cuts memberikan sinyal sebaliknya yaitu suatu peluang investasi yang menguntungkan. Perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting adalah apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan net present value (NPV) yang positif, tidak peduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan dengan menahan laba atau dari luar perusahaan melalui menerbitkan saham baru (Husnan 1998). Perusahaan yang menjanjikan peluang investasi yang hanya memberikan earnings yang sedikit, akan menghadapi kesulitan untuk meyakinkan pasar akan misi dan visinya di masa yang akan datang. Jika peluang investasi yang menguntungkan tersedia dan jika pendanaan dari luar, misalnya menerbitkan saham baru sangat mahal biayanya karena harus membayar biaya untuk penjamin emisi dan biaya-biaya lainnya untuk menerbitkan saham baru, kemakmuran pemegang saham (stockholder) mungkin dapat ditingkatkan melalui keputusan manajemen untuk memotong jumlah dividen kas yang dibagikan untuk menyediakan dana yang murah bagi investasi baru. Dalam menghadapi masalah di atas dividend cuts mungkin dapat menjadi salah satu alternatif, karena sinyal yang efektif dari peluang pertumbuhan di masa yang akan datang dapat memberikan informasi yang positif ke pasar, yang Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 6 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 mengakibatkan meningkatnya harga saham (Divecha dan Morse (1983) dalam Gosh dan Woolridge (1988)). Woolridge dan Gosh (1992) menjelaskan kebanyakan kasus, perusahaan memotong atau tidak membayar dividen dikarenakan kinerja perusahaannya yang jelek sehingga mengakibatkan earningsnya turun. Dikarenakan kasus ini sering terjadi, pasar telah terbiasa dengan perilaku manajemen dan menginterpretasikan bahwa dividend cuts merupakan sinyal buruk (bad news) sehingga harga saham akan turun. Saat ini telah ada sejumlah kasus dalam akhir sepuluh tahun ini, bahwa dividend cuts digunakan untuk mendanai peluang investasi baru. Disebabkan kondisi dividend cuts yang digunakan untuk mendanai investasi baru jarang terjadi dan investor sudah terbiasa dengan keadaan ini maka investor memandang secara skeptis terhadap dividend cuts akan perubahannya pada sepuluh tahun terakhir ini, meskipun manajemen berusaha meyakinkan bahwa dividend cuts digunakan untuk investasi dimasa depan. Dalam rangka untuk menghapus sikap skeptis dari para investor ini dan reaksi yang jelek terhadap pengumuman dividend cuts, manajemen harus hati-hati dalam memberi penjelasan ke pasar tentang prospeknya. Pengumuman peningkatan dividen meskipun mengurangi fleksibilitas pendanaan manajemen tetapi dapat menjadi hal yang efektif untuk mengurangi jarak antara manajemen dan investor, khususnya karena manajemen sudah terbiasa enggan untuk memotong dividen. Dalam kenyataannya, perubahan dividen dapat menjadi sinyal yang efektif, karena dividen yang tinggi dapat menyebabkan biaya yang mahal bagi manajemen dan mengurangi fleksibilitasnya dalam hal pendanaan. Sebaliknya, keengganan manajemen untuk memotong dividen menyebabkan pengumuman pemotongan dividen mengkomunikasikan bahwa manajemen telah kehilangan kepercayaan dirinya dalam hal kemampuannya mencapai keuntungan perusahaan di masa yang akan datang (Woolridge dan Gosh 1992). Makin besar resiko bisnis menyebabkan hubungan langsung antara current dan expected profitability menjadi kurang pasti. Resiko bisnis yang tinggi akan menyebabkan pembayaran dividen menurun. Rencana investasi dan pertumbuhan yang tinggi akan mendorong perusahaan untuk tidak melakukan pembayaran dividen karena dana dapat digunakan untuk investasi yang lebih menguntungkan (Myers dan Majluf 1984). Semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan cenderung melakukan dividen cuts (Anom dan Jogiyanto 2002). Hal tersebut dapat disebabkan perusahaan besar lebih tertarik untuk menginvestasikan kembali dananya agar memberikan keuntungan yang lebih besar. Kesimpulan Hasil empiris terbaru menunjukkan bahwa reaksi pemegang saham terhadap perubahan dividen tergantung pada interpretasi mereka terhadap perubahan variable yang berhubungan (Gosh dan Woolridge 1988). Dikatakan pula oleh Gosh dan Woolridge (1988), ia setuju bahwa pengurangan pembayaran dividen memberikan sinyal akses untuk kesempatan investasi yang lebih menguntungkan. Tidak selamanya dividen cuts memberikan signal yang buruk sesuai dengan signalling theory, pasar tidak lagi bereaksi negatif terhadap pengumuman tersebut karena pasar mampu melihat kandungan informasi lain dibalik alasan perusahaan melakukan dividen cuts yang umumnya dilakukan karena investasi yang lebih menguntungkan. Penelitian yang dilakukan oleh Woolridge dan Gosh (1992) bahwa pengumuman dividend cuts tidak selalu menjadi berita buruk (bad news), tidak selalu menjadi sinyal yang buruk (bad signals) yang mengakibatkan pasar bereaksi negatif. Pengumuman pembagian dividen yang jumlahnya menurun (dividend cuts) memberikan sinyal yang buruk dengan menurunnya tingkat keuntungan saham tidak terbukti. Artinya dividen yang jumlahnya kecil tidak selalu menjadi sinyal buruk, dividen yang jumlahnya kecil bukan merupakan sinyal Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 7 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 buruk bagi investor dan tidak mengakibatkan investor mempunyai pengharapan yang negatif terhadap perusahaan. Hal ini akhirnya bertentangan dengan dividen signalling theory. Seperti yang dikemukakan M&M (1961) dimana dividen tidak relevan apabila dikaitkan dengan nilai perusahaan dan juga investor pada umumnya akan smenginvestasikan kembali dividen yang diterimanya, sehingga apabila perusahaan melakukan dividen cuts karena investasi maka hal tersebut tidak berpengaruh pada investor. Dividen bukan satusatunya variabel yang menentukan nilai ataupun prospek perusahaan di masa mendatang. Dilain pihak dividen fungsinya tidak hanya tergantung dari profitabilitas namun dapat dari aspek lain seperti investasi (Sukmawati 2000). Demikian juga adanya peluang investasi yang tinggi dapat mendorong perusahaan untuk menurunkan dividen karena dana dapat digunakan untuk investasi yang menguntungkan (Myers dan Majluf 1984). Pasar tidak selamanya bereaksi negatif terhadap pengumuman dividen cuts dan tidak lagi menganggap sebagai bad signals karena pasar mampu melihat kandungan informasi lain dibalik bottom line dari dividen cuts. Perusahaan yang melakukan dividen cuts pada umumnya sengaja memotong dividen yang akan dibagikan karena perusahaan membutuhkan dana untuk investasi lain yang lebih menguntungkan. Investasi lain tersebut nantinya juga akan memberikan keuntungan yang lebih kepada investor, itulah sebabnya investor tidak lagi menganggap dividen cuts sebagai bad signals atas kondisi perusahaan, kecuali apabila perusahaaan memang dalam kondisi buruk. Pasar tidak lagi melihat signal dari informasi bottom line saja melainkan melihat kandungan informasi lain dibalik bottom line yang mendasari alasan perusahaan melakukan dividen cuts. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 8 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 DAFTAR PUSTAKA Aharony, J. and Swary, I., 1980, Quarterly Dividend and Dividend and Earning announcement and stockholders’Return: An Empirical Analysis, Journal of Finance, 35(1), 1-12. Asquith, P. and Mullins Jr., D. W., 1983, The Impact of Initiating Dividend Payments on Shareholders “Wealth”, Journal of Business, 56 (1), 77-96. Anom, Putu dan Jogiyanto, 2002, Uji Teori Keagenan dalam Hubungan Interdependensi antara Kebijakan Hutang dengan Kebijakan Dividen, SNA 5, September, 635-647. Atmaja, Lukas S., 1999, Manajemen Keuangan, Edisi Revisi, Andi Offset, Yogyakarta. Bandi dan Jogiyanto, 2000, Perilaku Reaksi Harga dan Volume Perdagangan Saham terhadap Pengumuman Deviden, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Volume 3, No.2, Juli, 203-213. Benartzi, Shlomo, Roni Michaely and Richard H. Thealer, 1997, Do Changes in Dividen Signal the Future or the Past?, The Journal of Finance 52 (July), 1007-1034. Brealey, Richard A., Stewart C. and Myers, 2000, Principles Of Corporate Finance, 6th ed, Irwin McGraw-Hill. Charest, G., 1978, Dividend Information Stock Returns and Market Efficiency, Journal of Financial Economics, 6 (2/3), 297-330. Denis, Denis, and Sarin, 1994, The Information Content of Dividen Changes : Cash Flow Signalling, Overinvestment, and Dividend Clienteles, Journal of Financial and Quantitative Analysis (December), 567-587. DeAngelo, Harry, Linda DeAngelo and Douglas, 1992, Dividend and Losses, The Journal of Finance 47 (December), 1837-1863. Ghosh, Chinmory and J.R. Woolridge, Winter 1988, An Analysis Of Shareholders Reaction To Devidend Cuts And Omissions, The Journal of Financial Research, Vol. XI, No.4, 281-294. Hankansson, N.H., 1982, To Pay or not Pay Dividend, Journal of Finance, 37 (2), 415-428. Hendriksen, Eeldon, and Michael van Breda, 1992, Accounting Theory, 5th ed, Richard D. Irwin Hess, Patrick, 1999, The Dividend Debate Twenty Years of Discussion, The Revolution in Corporate Finance, Second Edition, edited by: Joel M. Stern and Donald , Chew Jr, Blackwell, 445-454. Husnan, S., 1998, Dasar-Dasar Teori Portofolio, Analisis Sekuritas di Pasar Modal, Edisi Pertama, UPP-AMP.YKPN, Yogyakarta. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 9 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Impson, Michael, 1997, Market Reaction To Dividend Decrease Announcements: Public Utilities Vs Unregulated Industrial Firms, The Journal of Financial Research, Vol. XX, No.3, 407-422. Jogiyanto, 2000, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Miller, M.H. and Modigliani, F., 1961, Dividend Polivy, Growth, and the Valuation of Shares, Journal of Business, 34 (4), 411-433. Miller, Merton H. and Kevin Rock, 1985, Dividend Policy Under Asymetric Information, The Journal of Finance, Vol.XL, No.4, September 1965, 1031-1051. Myers, S. and Majluf, N.F., 1984, Corporate Financing and Investment Decisions when Firms Have Information That Investor Do Not Have, Journal of Finance, 39, 187221. Sharpe, William F., Gordon J. Alexander, and Jeffrey V. Bailey, 1999, Investments, 6th ed, Prentice-Hall International, Inc. Sukmawati, S., 2000, Optimal Dividend Payout, Jurnal Bisnis dan Ekonomi Kinerja, Volume 4, No.1, Th. 2000, 53-64. Setiawan, Doddy dan Jogiyanto, 2002, Pengujian Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat Secara Keputusan : Analisis Pengumuman Dividen Meningkat, SNA 5, 334-347 Watts, R., 1973, The Information Content of Dividends, The Journal of Business, 46, 191-211 Woolridge,J. R. and Ghosh, Chinmory, 1992, Devidend Cuts: Do They Always Bad News?, The Revolution in Corporate Finance, 2nd ed, edited by: Joel M. Stern and Donald , Chew Jr, Blackwell, 462-473 Wolk, I.Harry, Michael G. Tearney, and James L. Dodd, 2001, Accounting Theory : A Conceptual and Institutional Approach, 5ed, South-Werstern College Publishing. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 10 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Curriculum Vitae 1. Judul Implikasi Signalling Theory atas Pengumuman Pembagian Dividend Cuts terhadap Reaksi Pasar 2. Nama Peneliti Dian Indri Purnamasari, SE., M.Si 3. Instansi Peneliti Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta 4. Latar Belakang Pendidikan Peneliti S2 : Program Magister Sains Ilmu Akuntansi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta S1 : Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Atma Jaya Yogyakarta 5. Alamat Korespondensi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin 5-19 Yogyakarta 55224 HP. 08121570410 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 11