MENEGUHKAN HATI MENGHADAPI TANTANGAN HIDUP MUSLIM H.Masruri PTA Pontianak Bismillah.. Tahukah kita mengapa Orang Muslim demikian tabah menghadapi berbagai tekanan, penderitaan dan siksaan, bagaimana Rasulullah shalallahu „alaihi wasalam dan sahabatnya yang disiksa karena memilih islam sebagai agamanya? Tentang Bilal, yang pernah ditimpa batu besar di tengah padang pasir yang terik. Tentang Abu Bakar diinjak-injak kaum Quraisy. Tentang Rasulullah, yang pernah dicekik, diludahi, dan dilempari batu/kotoran. Pernahkah kita bertanya, mengapa orang-orang Muslim demikian tabah menghadapi berbagai tekanan, penderitaan dan siksaan tersebut? Yang mungkin hal itu, mendengarnya saja bisa membuat kuduk kita merinding dan hati kita turut bergetar. Apa saja faktor yang menjadi pengokoh kesabaran dan keteguhan hati mereka? 1. Kuatnya keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala Penyebab yang paling mendasar adalah keimanan kepada Allah subhanahu wata‟ala. Orang yang memiliki keimanan yang mantap dan keteguhan hati yang kuat akan memandang bahwa kesulitan dunia walaupun demikian banyak dan berat, hanyalah sekumpulan buih yang terapung di atas air yang siap menghantam dan menjebol dinding bendungan yang kokoh. Seperti firman Allah dalam Qur‟an Surat Ar Ra‟d ayat 17 : “Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi.” 2. Ketauladanan dan kepemimpinan (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam) yang dapat menyatukan hati manusia Rasulullah adalah sosok pemimpin tertinggi bagi seluruh umat Islam, bahkan bagi seluruh umat manusia. Beliau memiliki sosok tubuh yang bagus, jiwa yang sempurna, akhlak yang mulia, ciri-ciri yang menawan, sifat-sifat yang terhormat serta berbagai kelebihan yang dapat menawan hati dan membuat manusia tunduk kepada beliau. Ditambah lagi dengan kemuliaan, kecerdasan, kebaikan, keutamaan, amanah, jujur, dan segala hal yang baik terhimpun pada diri beliau. Musuh-musuh beliau pun mengakui hal itu. Apalagi sahabatsahabat beliau. Bahkan Abu Bakar pernah disiksa, namun pertanyaan yang keluar dari lisannya, “Apa yang terjadi pada Rasulullah shalallahu „alaihi wasalam?”. Abu Bakar bahkan berkata, “Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum, kecuali setelah bertemu beliau.”. Betapa ia, begitu mengkhawatirkan dan mencintai Rasulullah. 3. Besar rasa tanggung jawab Para Sahabat menyadari betul bahwa terdapat tanggung jawab yang besar di pundak mereka, tanggung jawab kemanusiaan yang tidak bisa dielakkan di dalam kondisi apa pun. Jika mereka berlari dari tanggung jawab besar itu, mereka mengetahui akibat yang akan menimpa mereka di kemudian hari akan lebih berat dari apa yang mereka hadapi saat itu, demikian pula kita semua mempunyai tanggung jawab dan amanah dari Allah swt yang nantinya akan diminta pertanggung jawabannya, atau artinya apakah kita mau tunaikan tugas dan tanggung jawab tersebut sebagai hidup mulia dan kemenangan atau lari dari amanah dan tanggung jawab yang telah dibebankan sebagai hidup hina nista tak ada ketenangan. 4. Keimanan pada hari akhir Mereka benar-benar yakin bahwa mereka akan bangkit kembali menghadap Tuhan Alam Semesta. Setiap amal mereka akan diperhitungkan, baik yang tersembunyi maupun yang nyata, baik yang kecil maupun yang besar. Maka dua pilihan yang tidak dapat dihindari, mendapat kenikmatan di surga atau mendapat siksa yang pedih di neraka. Mereka melalui kehidupan mereka dengan rasa takut kepada siksa-Nya dan penuh harap akan ridha-Nya. Mereka seperti yang difirmankan Allah: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.[1]” (QS Al Mu’minun: 60) 5. Al Quran Pada saat keadaan kritis, rawan dan menakutkan, turun ayat-ayat Al Quran yang mempertegas bukti tentang benarnya prinsip-prinsip Al Quran yang menjadi inti dari perjalanan dakwah mereka. Dengan ayat-ayat tersebut gejolak perasaan kaum Muslimim kembali bangkit sehingga membentuk kesabaran dan keteguhan hati. Diantaranya : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana hanya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka diminta oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al Baqarah: 214) “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang merak tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang yang dusta.” (QS Al Ankabut:1-3) 6. Datangnya kemenangan Sejak awal orang-orang Muslim mengerti bahwa tujuan dari dakwah Islam itu adalah untuk menyingkirkan kehidupan Jahiliyah yang bodoh serta peraturan kehidupannya yang sewenang-wenang. Tujuan yang fundamental lainnya adalah untuk menyebarkan pengaruh di bumi dan menguasai sektor politik dalam kehidupan dunia, untuk menuntun manusia dan masyarakat kepada keridhaan Allah subahanahu wata‟ala. Juga mengeluarkan mereka dari penyembahan terhadap makhluk menuju penyembahan terhadap Allah. Al Quran turun dengan membawa kabar genbira, bahwa Islam kelak akan meraih kemenangan setelah berdakwah Islamiyah dan orang-orang Kafir Quraisy akan gagal. “Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada, yang sesungguhnya tentara Kami[2] itulah yang pasti menang, (yaitu) sesungguhnhya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang, maka berpalinglah kamu (Muhammad) dari mereka sampai suatu ketika [3]. Dan lihatlah mereka, kelak mereka akan melihat (azab itu). Maka apakah mereka meminta supaya siksa Kami disegerakan? Maka apabila siksaan itu turun di halaman mereka, mereka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingati itu”. (QS Ash-Shaffaar : 171-172) Dengan adanya kabar gembira yang menjamin kemenangan mereka di masa yang akan datang secara gemilang maka para shabat tidak lagi merasa bahwa yang dihadapinya adalah suatu beban yang menyesakkan. Rasulullah pun tak henti memberikan santapan ruhani bagi jiwa para sahabat dan pengikutnya dengan kekuatan iman. Beliau menyucikan jiwa-jiwa mereka dengan ajaran ilmu, hikmah serta Al Quran. Hati mereka dibersihkan sehingga mereka keluar dari gelapnya kesesatan menuju terangnya hidayah, maka kesabaran menyertai derita mereka, diiringi keteguhan dan berlapang dada. *** [1] Maksudnya: karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan untuk dihisab maka mereka khawatir kalau-kalau pemberian-pemberian (sedekah-sedekah) yang mereka berikan, dan amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak diterima Tuhan. [2] Yang dimaksud dengan „tentara Kami‟ di sini ialah Rasul beserta pengikut [3] Maksudnya : sampai Rasulullah shalallahu „alaihi wasalam memiliki kekuatan sumber : Shahih Sirah Nabawiyah – Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury Allahua‟lam bishowab