aktualisasi nilai-nilai kebersamaan dalam islam

advertisement
ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol. 1, No. 1 Januari-Juni 2013
P3M STAIN Datokarama Palu
AKTUALISASI NILAI-NILAI KEBERSAMAAN DALAM ISLAM
BERBASIS MULTIKULTURALISME DI KOTA PALU
SULAWESI TENGAH
Hamzah
(Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu)
A. Markarma
(Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu)
Abstract
Islam and multiculturalism should not be viewed in two different perspectives.
However, both should be apprehended functionally and comprehensively. This
study tried to assess the actualization of shared multiculturalism-based values in
Islam in the city of Palu. The study used a quantitative-descriptive correlative
approach to find the relationship between these two variables. The findings showed
that the majority of Palu people had a monocultural view so that they ignore
plurality. This brought about a narrow-minded religious attitude. They tended to
be partial, exclusive, and anarchist. On the other hand, multiculturalism
encouraged people to actualize togetherness values in Islam in diversity.
Keywords: Values Togetherness, multiculturalism, Kota Palu.
A. PENDAHULUAN
Islam sebagai agama rahmatan lilalamin sangat memaklumi adanya perbedaan
dan multikulturaliseme dalam masyarakat. Salah satu upaya mengaktulisasikan nialinilai kebersamaan dalam Islam adalah dengan membangun wawasan multikultural yang
baik. “Wawasan multikultural memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
bagaimana cara hidup menghormati, tulus dan toleran.”1
Pemahaman monokultural selama ini mengakar dalam pemikiran masyarakat
Kota Palu, mengabaikan keunikan dan pluralitas sehingga melahirkan sikap beragama
1
Choirul Mahfud, Pendidikan Berbasis Multikultural, (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), h. 64.
ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah, ISSN: 2338-025X
Vol. 1, No. 1 Januari-Juni 2013
Aktualisasi Nilai-Nilai Kebersamaan
13
yang parsial, ekslusif, tradisional dan cederung anarkhis. Menyadari hal tersebut, maka
sikap beragama masyarakat berbasis wawasan multikultural sangat penting dibangun
dalam kehidupan sosial keagamaan.
Dalam konteks masyarakat yang plural, wawasan multikultural masyarakat Kota
Palu, sangat penting dalam rangka mengaktualisasikan nilai-nilai kebersamaan dalam
Islam. Harus diakui bahwa saat ini, semangat kebersamaan dalam Islam sudah mulai
luntur bahkan nyaris hilang terkikis oleh perilaku egoisme beragama yang terkadang
berujung pada konflik sosial atas nama agama.
Peningkatan dan eksistensi wawasan multikultural adalah satu di antara indikator
keberhasilan mengaktualisasikan nilai-nilai universal agama dalam kehidupan masyarat
yang plural. 2 Toleransi umat beragama masyarakat Kota Palu, sampai saat ini masih
belum baik. Kesimpulan tersebut, bukan sebatas wacana, tetapi dapat dibuktikan secara
ilmiah.
Secara ekonomi banyak warga masyarakat Kota Palu, hidup dalam kondisi paspasan, kanibalizem dalam arti simbolik dan defisit (hidup dipenuhi hutang di mana
jumlah hutang lebih besar dibanding aset yang dipunyai dan cenderung memperbesar
jumlahnya). Inilah potret kesulitan hidup yang paling nyata yang dapat disaksikan di
hampir di semua lapisan masyarakat.
Dalam kondisi mengalami kesulitan hidup masyarakat, secara sosial budaya,
masyarakat juga cenderung mengalami kesulitan dalam memahami dirinya sendiri.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat begitu cepat, yang sebagian besar disebabkan
oleh berkuasanya media dan pasar yang begitu besar dan makin sulit dipahami oleh
masyarakat itu sendiri sendiri.
Layak dicermani, kenapa dalam masyarakat Kota Palu yang santun tiba-tiba
muncul konflik dan kekerasan dalam skala pribadi, keluarga dan kelompok. Konflik ini
kadang kadang berbasis kepentingan, kadang berbasis sebab yang sepele. Karena sulit
memahami diri sendiri, rentetan berikutnya adalah munculnya kesulitan untuk
memahami orang lain dan kelompok lain.
Berangkat dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pemahaman masyarakat tentang
niali-nilai kebersamaan dalam Islam di Kota Palu? 2) Bagaimana aktualisasi nilai-nilai
kebersamaan dalam Islam berbasis multikulturalisme di Kota Palu?
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat, yaitu: 1) Manfaat teoritis, sebagai
landasan pemikiran bagi masyarakat dan pemerintah Kota Palu dalam membangun
kehidupan beragama yang harmonis dalam bingkai keberagaman suku, budaya dan
agama. 2) Manfaat praktis, sebagai pemahaman dan kesadaran masyarakat, khususnya
2
Ridwan, Review Teoritis dan Beberapa Catatan kritis dalam Hak Minoritas:
Multikulturalisme dan Dilema Negara, (Cet. III. Jakarta: Intereksi Foundation, 2007), h. 42.
14
Hamzah & A. Markarma
umat Islam tentang pentingnya wawasan multikultural dalam mengaktualisasikan nilainilai kebersamaan dalam kehidupan masyarakat plural di Kota Palu.
Upaya membangun wawasan multikultural dimaksudkan untuk merespons
fenomena konflik etnis, sosial, budaya yang kerap muncul ditengah-tengah masyarakat
yang plural. 3 Konflik horizontal di Kota Palu hingga kini ibarat api dalam sekam, yang
suatu saat bisa muncul akibat suhu politik, agama, sosial budaya yang memanas.
Itulah peta kasar dari kondisi masyarakat Kota Palu terutama mereka para
pendatang yang tinggal dan mencari penghidupan di kota. Mereka dipenuhi masalah
yang berakar pada kesulitan hidup yang dialami setiap hari. Dalam kondisi demikian,
wawasan multikultural dalam mengaktulisasikan nilai-nilai kebersamaan dalam Islam
menjadi hal yang tidak boleh dinstakan.
2F
B. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kota Palu dengan mengambil empat kelurahan yang
mewakili masing-masing kecamatan yang ada di kota Palu. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif deskriptif korelatif untuk mencari hubungan kedua variabel
penelitian yakni aktualisasi nilai-nilai kebersamaan dalam Islam dan multikulturalisme.
Alasan peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif adalah karena dalam
penelitian ini data yang dihasilkan berupa data statistik yang diperoleh dari berbagai
sumber dan informan yang dapat dipercaya. Semua data yang dikumpulkan peneliti
kemungkinan akan menjadi kata kunci terhadap permasalahan yang diteliti.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian baik terdiri dari benda nyata dan
yang abstrak, peristiwa ataupun gejala-gejala yang merupakan sumber data dan memiliki
karakteristik tertentu dan sama. 4 Jadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat yang tinggal di Kota Palu.
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat atau
karakteristik yang sama dari obyek yang merupakan sumber data. 5 Sampel adalah
3F
4F
3
Kamanto Sunarto, Multicultural Education in Schools and Challenges in its
Implementation, dalam Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, edisi I,
tahun 2004, h. 47.
4
Julie Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2003), h. 114.
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Cet. VII, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), h. 49.
Aktualisasi Nilai-Nilai Kebersamaan
15
sebagian atau wakil keseluruhan populasi yang diteliti. 6 Metode penentuan sampel dari
populasi yang ada menggunakan rujukan rumus Slovin sebagai berikut:
n= N
1 + Ne2
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi
e = Prosen Kelonggaran 7
Berdasarkan metode penentuan sampel di atas, maka Peneliti menentukan jumlah
sampel sebanyak 400 warga masyarakat Kota Palu yang mewakili keseluruhan populasi
yang ada di empat kecamatan yaitu Kecamatan Palu Selatan, Palu Timur, Palu Utara
dan Palu Barat. Jumlah sampel yang ditentukan di atas merupakan generalisasi dari
keseluruhan populasi yang ada.
3. Instrumen Penelitian
Kehadiran Peneliti di lokasi penelitian disampaikan melaui surat izin penelitian
dan mutlak dilakukan sebagai bagian dari instrument penelitian. Kehadiran peneliti di
lokasi penelitian dilakukan secara terencana dan terjadwal sesuai dengan kesepakatan
dengan pihak-pihak yang terkait.
Peneliti harus membuat instrumen sendiri termasuk menguji validitas dan
reliabilitas data penelitian. 8 Titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel
penelitian.Jadi instrumen penelitian dijadikan acuan melihat hubungan kedua variabel
penelitian yaitu aktualisasi niali-nilai kebersamaan dalam Islam dan multikulturalisme.
4. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti mengeksplorasi jenis data kuantitatif berupa kata-kata dan tindakan yang
terkait dengan masing-masing fokus penelitian yang diamati. Data penelitian diperoleh
dari informan yang mewakili segenap elemen masyarakat dan sumber-sumber lainnya
yang dimungkinkan dapat memberikan informasi.
Adapun teknik pengumpulan data dalam proses penyusunan penelitian ini
menggunakan teknik: (a) Observasi, peneliti melakukan observasi dan mengamati
langsung objek penelitian yaitu bagaiman suasana dan peraktek keagamaan masyarakat
dalam mengaktualisasikan nilai-nilai kebersamaan dalam Islam sehubungan dengan
suasana kehidupan sosial masyarakat berbasis wawasan multikultural. (b) Dokumentasi,
6
Saifullah, Buku Panduan Metodologi Penelitian (Cet. III; Malang: Fakultas Syari’ah
UIN, 2006), h. 21.
7
Julie Brannen, op., cit. h. 99.
8
Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Cet IV. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2006), h.18.
16
Hamzah & A. Markarma
dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis.9 Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki berbagai benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian,
profil daerah dan sebagainya. (c) Kuesioner, merupakan suatu bentuk instrumen
pengumpulan data yang sangat fleksibel dan relatif mudah di gunakan. 10 Data yang
diperoleh melalui kuesioner adalah data yang Peneliti kategorikan sebagai data-data
faktual. Peneliti melakukan pra survai untuk penyusunan pertanyaan kuesioner.
8F
9F
5. Analis Data
Analis data adalah proses mengatur urutan-urutan data dan mengorganisasikannya
ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 11 Metode analisis data yang
digunakan adalah alat analisis yang bersifat kuantitatif yaitu model statistik. Hasil
analisis nantinya akan disajikan dalam bentuk angka-angka.
Data yang diperoleh Peneliti disajikan secara kuantitatif deskriptif melalui tehnik
analisa statistik. Agar data yang terkumpul dapat terbaca dan dapat dipercaya, maka data
tersebut dianalisis sehingga diperoleh kesimpulan yang menyeluruh (holistic) untuk
menjawab rumusan masalah penelitian.
10F
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pemahaman Masyarakat Tentang Nilai-Nilai Kebersamaan dalam Islam di
Kota Palu
Konflik atas nama agama sering kali terjadi disebabkan karena kurangnya
pemahaman masyarakat Kota Palu terhadap agama orang lain. Keyakinan bahwa agama
yang dianut sebagai agama yang paling benar memang harus dimiliki oleh setiap
pemeluk agama, tetapi keyakinan tersebut tidak boleh menyinggung agama yang juga
diyakini kebenarannya oleh orang lain.
Berbicara mengenai pemahaman masyarakat Kota Palu tentang nilai-nilai
kebersamaan dalam Islam, maka menarik untuk dicermati bahwa hampir tidak ada yang
tidak mendasarkan paham inklusifitas Islam tanpa mengaitkan dengan dasar keyakinan
Tauhid. Masyarakat menyadari bahwa tauhid merupakan suatu doktrin yang paling
esensial Islam yang tidak bisa ditawar.
9
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian : Teori dan Praktek (Cet. IV; Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), h. 23. .
10
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Cet. IV; Jakarta : Rineka Cipta Press,
2004), h. 27.
11
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Cet. IV; Jakarta: Bumi
Aksara, 2004), h. 19.
Aktualisasi Nilai-Nilai Kebersamaan
17
Meskipun demikian, ternyata hasil temuan penelitin menunjukkan bahwa
pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai kebersamaan dalam Islam masih sanagat
rendah. Dari 400 responden yang tersebar di empat kecamatan, ternyata 56% saja yang
tingkat pamahamannya baik, 40% yang pemahamannya sedang, sementara yang pemahamannya kurang juga masih banyak yaitu 30%.
Bagi masyarakat Kota Palu yang pemahamannya tentang nilai-nilai kebersamaan
dalam Islam baik, lebih dewasa menyikapi perbedaan latar belakang budaya, sosial dan
agama. Menurut meraka umat beragama lain tak perlu kawatir dengan Islam. Islam tak
akan memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam sebagaimana doktrin
Islam mengajarkan demikian.
Selain itu ditemukan bahwa pemahaman masyarakat Kota Palu tentang nilai-nilai
kebersamaan dalam Islam berbeda berdasarkan kelompok usia mereka. Kelompok usia
muda (15-25 Tahun) cenderung memahaminya sebagai sebuah kebiasaan dan bukan
sebuah keharusan, sementara kelompok usia tua (26-45 Tahun) menganggapnya sebagai
sebuah anjuran agama.
Berdasarkan hasil pengamatan Peneliti, kebanyakan dari kelompok usia muda
belum memiliki pemahaman yang benar tentang nilai-nilai kebersamaan dalam Islam.
Kelompok usia muda menganggap bahwa keinginan dan hasrat untuk bersama-sama dan
berkelompok adalah sesuatu kebutuhan dan bersifat alamiah, meskipun hal tersebut tidak
diajarkan oleh agama.
Anggapan seperti ini dapat dipahami karena kelompok usia muda lebih
mendasarkan pikirannya pada apa yang mereka liat dan rasakan, bukan pada apa yang
mereka pelajari dan ketahui. Sementara kelompok usia tua dalam memaknai dan
memahami nilai-nilai kebersamaan dalam Islam, cerderung mendasarkan pikirannya
pada apa yang diketehui dan berdasarkan pengalaman hidup mereka.
Namun demikian secara umum masyarakat Kota Palu menyadari bahwa dalam
konteks pergaulan sosial, Islam sangat menekankan kebersamaan. Islam mengajarkan
bahwa setiap individu, tidak dapat hidup sendiri. Kebersamaan penting untuk mencapai
hakikat hidup yang sebenarnya. Sebuah kehidupan yang harominis, damai dan jauh dari
sikap ekslusif yang berlebihan.
Implikasi pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai kebersamaan dalam Islam,
membawa kepada perinsip kegotong-royongan, tingkat kesetiawanan dan rasa solidaritas
sosial yang baik. Nilai kekeluargaan juga dijaga seluruh elemen masyarakat Kota Palu
sehingga tercipta sebuah komunikasi dan saling pengertian dan dapat menerima segala
perbedaan dan keragaman budaya.
Sebagai masyarakat yang plural dan agamis, masyarakat Kota Palu memiliki
tingkat kesetiawanan dan rasa solidaritas sosial yang baik. Dari keseluruhan jawaban
responden ditemukan bahwa 61% masyarakat memiliki kesetiawanan sosial dan rasa
solidaritas yang baik. Sementara yang sedang juga masih cukup tinggi yaitu sebanyak
29%, sedang yang kurang hanya sekitar 15% saja.
18
Hamzah & A. Markarma
Dengan demikian kesetiakawanan sosial masih akan tumbuh dan melekat dalam
diri masyarakat kota Palu jika dilandasi dan diilhami oleh nilai-nilai kebersamaan dalam
Islam. Islam mengajarkan kebersamaan sebagaimana multikulturalisme mewujudkan
kesetiakawanan dalam mencapai kehidupan masyarakat yang sejahtera, damai, bahagia
dan bersama membangun bangsa.
Masyarakat Kota Palu sangat memperhatikan potensi dan kemampuan mereka
dalam melihat pengejewantahan dari realisasi konkrit semangat kesetiakawanan sosial.
Dengan prinsip dari dan untuk masyarakat dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai
dukungan dari keluarga dan peran aktif seluruh komponen/elemen masyarakat, bukan
hanya tanggungjawab pemerintah saja.
Berdasarkan hasil pengolahan data ditemukan bahwa sumber pemahaman
masyarakat Kota Palu tentang nilai-nilai kebersamaan dalam Islam berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Sebagian dari responden mendapatkan pengetahuan melalui
pendidikan formal dan sebagian yang lain dari lingkungan keluarga serta dari
lingkungan masyarakat melalui pengalaman hidup yang dilaluinya.
Lebih jauh ditemukan bahwa pemahaman masyarakat Kota Palu tentang nilainilai kebersamaan dalam Islam lebih banyak bersumber dari pendidikan formal yaitu
sebanyak 60%. Sementara yang bersumber dari pendidikan keluarga juga cukup
signifikan yaitu sebanyak 29%, sedangkan yang bersumber dari lingkungan masyarakat
sanagat sedikit yaitu hanya sekitar 10% saja.
Persentase tersebut mudah dipahami karena hampir semua masyarakat Kota Palu
pernah melalui pendidikan formal. Di samping itu pendidikan dalam lingkungan
keluarga juga sangat diperhatikan dan ditanamkan oleh para orang tua dan keluarga.
Libih dari pada itu, sebagian masyarakat juga mengambil pelajaran dan aktif dalam
setiap kegiatan sosial kegamaan. Melalui ketiga sumber tersebut, masyarakat Kota Palu
menyadari bahwa Islam memiliki nilai-nilai kebersamaan yang bersifat universal. Nilainilai ideal dalam Islam harus diterima dan dipercayai. Proses mencari pemahaman
bertitik tolak dari nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu dalam banyak hal batas-batas nilai
kebersamaan dalam Islam sudah jelas, pasti, dan harus diimani.
Nilai-nilai kebersamaan dalam Islam menjadi bagian dari keyakinan dan
kepercayaan masyarakat Kota Palu yang dipahami dari berbagai sumber yang ada dan
tidak dapat dipisahkan dalam kodratnya sebagai individu dalam kehidupan sosial. Nilainilai kebersamaan tersebut merupakan integritas hidup yang tercermin dalam interaksi
sosial dialami dalam masyarakat Kota Palu.
2. Aktualisasi Nilai-Nilai Kebersamaan dalam Islam Berbasis Multikulturalisme di
Kota Palu
Agama seharusnya menjadi pendorong bagi ummat beragama di kota Palu untuk
selalu menegakkan perdamaian dan solidaritas serta saling pengertian di antara mereka
Aktualisasi Nilai-Nilai Kebersamaan
19
dalam menjalankan perintah agama. Namun, realitanya agama terkadang malah menjadi
penyebab terjadinya kekerasanan, karena itu diperlukan upaya-upaya preventif agar
masalah pertentangan agama tidak akan terulang kembali.
Dalam konteks ini, aktualisasi niali-nilai kebersamaan dalam Islam berbasis
multikulturalisme di Kota Palu menjadi sangat signifikan untuk menciptakan suasana
beragama masyarakat yang damai dan kondusif. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengintensifkan forum-forum dialog antar ummat beragama untuk membangun
pemahaman keagamaan berbasis multikulturalisme.
Masyarakat Kota Palu sebenarnya menerima Islam sebagai agama yang
mengayomi dan melindungi keluruh kepentingan agama lain sebagaimana dalam doktrin
Islam yaitu rahmatan lilalamin. Oleh karena itu sikap beragama mereka seharusnya
moderat, toleran, menerima segala bentuk perbedaan dan jauh dari sikap ekslusifisme
serta menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama.
Namun faktanya tidak demikian, doktrin Islam yang sangat populer ini, kurang
membumi dalam kehidupan beragama masyarakat Kota Palu. Bahwa aktualisasi nialinilai kebersamaan dalam Islam berbasis multikulturalisme belum berjalan sebagaimana
mestinya. Sikap bergama masyarakat berbasis wawasan multikultural perlu ditingkatkan
untuk membangun kehidupan beragama yang harmonis.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat kota yang mengaktualisasikan niali-nilai kebersamaan dalam Islam berbasis multikulturalisme dengan baik
hanya sekitar 27% saja. Sementara yang kurang mengaktualisasikan masih cukup tinggi
yaitu sekitar 40%. Bahkan libih dari pada itu, jumlah responden yang menempati posisi
sedang juga masih sangat tinggi yaitu sekitar 34%.
Jika keduanya digabung, maka sekitar 74% masyarakat Kota Palu belum mampu
mengaktualisasikan dengan baik niali-nilai kebersamaan dalam Islam berbasis
multikulturalisme. Akibatnya konflik sosial sering kali diperkeras oleh adanya legitimasi
keagamaan sehingga semakin sulit diatasi, karena dipahami sebagai bagian dari
panggilan agamanya.
Ketidakmampuan masyarakat Kota Palu mengaktualisasikan niali-nilai kebersamaan dalam Islam berbasis multikulturalisme disebabkan karena pemahaman
keagamaan mereka yang parsial dan menafikan multikulturalisme. Realitas tersebut
menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat lebih bercorak eksklusif. Islam dipahami
dengan cara menafikan kebenaran agama lain.
Berkaitan dengan hal ini, maka penting bagi masyarkat Kota Palu untuk
memahami Islam sebagai agama perdamaian dan resolusi konflik serta menentang sikap
bergama yang eksklusif dan tidak toleran. Artinya, masyarakat mendapat tantangan
untuk membebaskan diri dan keluar dari sikap eksklusifitas beragama.
Masyarakat Kota Palu sangat eksklusif dalam menjalankan perintah agama.
Bahwa ada sekitar 53% masyarakat memiliki sikap eksklusifitas beragama yang tinggi.
20
Hamzah & A. Markarma
Sementara yang sedang juga cukup signifikan yaitu sebanyak 26%, sedankan mereka
yang memiliki sikap beragama yang baik sedikit sekali yaitu hanya sekitar 10 % saja.
Dapat disimpulkan bahwa aktualisasi niali-nilai kebersamaan dalam Islam
berbasis multikulturalisme di Kota Palu belum maksimal. Kondisi ini menjadikan sikap
bergama masyarakat sangat eksklusif dan tidak toleran. Padahal masyarakat seharusnya
melakukan reorientasi filosofis terhadap pemahaman dan sikap keberagamaan yang
lebih inklusif, dialogis, persuasif, humanis. dan rasional.
Masyarakat terkadang mengabaikan nilai-nilai kebersamaan dalam beragama.
Padahal dalam beragama harus dapat mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan;
menghormati hak asasi orang lain, peduli terhadap orang lain. Pradigma dialogispersuasif mengedepankan dialog dan cara-cara damai dalam melihat perselisihan dan
perbedaan pemahaman keagamaan masyarakat.
Hal ini merupakan salah satu indikasi untuk menilai bagaimana nilai-nilai
kebersamaan dalam Islam tersebut ditegakkan. Semangat keberagamaan masyarakat
Kota Palu kurang didasari dengan wawasan multikultural, akibatnya mereka cenderung
mengabaikan keberagaman dan perbedaan budaya sehingga seringkali menimbulkan
konflik sosial atas nama agama.
Keberagamaan tanpa wawasan multikultural yang demikian membawa
masyarakat Kota Palu hanya berlaku baik kepada sesama agama tetapi tidak untuk
agama lain. Sehingga lahir sikap tidak objektif dalam memandang agama lain dan
primordialisme sempit yang mengakibatkan berbagai konflik sosial.
Masyarakat Kota Palu memiliki wawasan multikultural yang sangat rendah yaitu
sekitar 53% dari keseluran responden yang ada. Sementara yang memiliki wawasan
multikultural sedang juga cukup signifikan yaitu sebanyak 32%, sedangkan mereka yang
memiliki wawasan multikultural yang baik sedikit sekali yaitu hanya sekitar 24% saja.
Berdasarkan persentase di atas, dapat disimpulkan bahwa wawasan multikultural
masyarakat Kota Palu masih perlu ditingkatkan kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai
kebersamaaan dalam Islam. Bahwa wawasan multikultural mengembangkan sikap
solidaritas dan persaudaraan tanpa membedakan asal-usul suku dan budaya, ras maupun
agama.
Pengaruh wawasan multikultural masyarakat Kota Palu sangat signifikan dalam
menaktualisasikan nilai-nilai kebersamaan dalam Islam. Sebagaimana temuan penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 41% masyarakat yang menaktualisasikan nilai-nilai
kebersamaan dalam Islam adalah mereka yang memiliki wawasan multikultural yang
baik.
Sementara 27% yang wawasannya biasa-biasa saja, juga terbatas dalam
menaktualisasikan nilai-nilai kebersamaan dalam Islam. Adapun mereka yang kurang
memiliki wawasan multikultural tidak dapat memahami hubungan fungsional di antara
Aktualisasi Nilai-Nilai Kebersamaan
21
keduanya. Bahkan melihat Islam dan multikulturalisme secara terpisah dan tidak
memiliki hubungan sama sekali.
Mereka yang berpandangan seperti ini cukup banyak yaitu sekitar 35% dari
keseluruhan responden. Kelompok ini tidak memahami Islam dan multikulturalisme
secara fungsional dan komprehensif sehingga kurang mampu mengaktualisasikan nilainilai kebersamaan dalam Islam. Artinya sikap beragama masyarakat tanpa wawasan
multikultural tidak membawa pesan kebersamaan.
Akibat minimnya wawasan multikultural masyarakat menyebabkan mereka tidak
dapat mengaktualisasikan nilai-nilai kebersamaan yang diajarkan Islam. Wawasan
multikultural yang rendah membawa sikap ekslusif dan tidak toleran. Itulah sebabnya
masyarakat kurang menyadari bahwa konflik horizontal bertentangan dengan nilai-nilai
kebersamaan dalam Islam.
D. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini maka mengacu pada sub pokok
masalah dalam penelitian ini, maka Penulis dapat simpulkan dua hal sebagai berikut: (1)
Pemahaman masyarakat tentang niali-nilai kebersamaan dalam Islam di Kota Palu
didasarkan paham inklusifitas Islam dalam bingkai Tauhid. Namun demikian, dalam
konteks kehidupan masyarakat yang plural, pemahaman mereka perlu direvitalisasi.
Kelompok masyarakat usia muda cenderung memahami niali-nilai kebersamaan dalam
Islam sebagai sebuah kebiasaan dan bukan keharusan. Berbeda dengan kelompok
masyarakat usia tua menganggapnya sebagai sebuah pengamalan dan anjuran agama. (2)
Aktualisasi niali-nilai kebersamaan berbasis multikulturalisme di Kota Palu belum
berjalan sebagaimana mestinya. Bahwa dari keseluruhan responden, yang mengaktualisasikan niali-nilai kebersamaan dalam Islam berbasis multikulturalisme hanya sekitar
27% saja. Karena itu sikap bergama masyarakat berbasis wawasan multikultural penting
dalam membangun kehidupan beragama yang harmonis, saling memahami dan
menghormati antar sesama umat beragama.
Dalam menyikapi ketegangan yang sering muncul di tengah-tengah umat beragama di kota Palu, sangat diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang nilai-nilai
kebersamaan dalam Islam berbasis wawasan multikultural. Peran tokoh agama sangat
signifikan dalam memberikan pencerahan dan pemahaman bahwa Islam mengakomodir
kepentingan masyarakat yang plural.
Masyarakat Kota Palu harus memahami dan menyadari bahwa wawasan
multikultural memiliki posisi yang sangat strategis dalam penanggulangan konflik
horizontal dalam masyarakat. Sebab persinsip dasar multikulturalisme sejalan dengan
nilia-nilai kebersamaan dalam Islam, yakni penanaman nilai toleransi, empati, simpati
dan solidaritas dalam kehidupan masyarakat yang plural.
22
Hamzah & A. Markarma
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cet. VII, Jakarta:
Rineka Cipta.
Banawiratma, JB. (2007). Agama dalam Pandangan Fundamentalis. Cet. III; Yokyakarta:
Adicita Karya Nusa.
Brannen, Julie. (2003). Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Dawam, Ainurrofiq. (2003). Menuju Pendidikan Multikultural. Cet. II; Yogyakarta: INSPEAL
Press
Daya, Burhanuddin. (2004). Agama Dialogis: Dialektika Lokalitas dan Realita Hubungan Antar
Agama. Cet. II; Yogyakarta: LKiS.
Harun, Farida (2005). Fenomena Pendidikan Multikultural pada Mahasiswa Aktivis FIP
Penelitian Mandiri. Yogyakarta:FIP UNY.
Hasan, S. Hamid. (2000). Multikulturalisme Untuk Penyempurnaan Kurikulum Nasional. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, 6 Oktober.
Hasbullah, Moeflich. (2003) Krisis Sosial Ekonomi dan Revivalisme Islam di Asia Tenggara. Cet.
III; Bandung: Fokusmedia.
Mahfud, Choirul. (2009). Pendidikan Berbasis Multikultural. Cet. II; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Margono, S. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Cet. IV, Jakarta: Rineka Cipta Press.
Moelong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. I; Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. (2004). Metodologi Penelitian. Cet. IV. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ridwan. (2007) Review Teoritis dan Beberapa Catatan kritis dalam Hak Minoritas:
Multikulturalisme dan Dilema Negara, Cet. III. Jakarta: Intereksi Foundation.
Sada, Clarry. (2004). Multicultural Education in Kalimantan Barat; an Overview, dalam Jurnal
Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, edisi I.
Sauqi, Achmad. (2008). Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Cet. II; Jogjakarta: ARuzz Media.
Sentana, Aso. (2008). Paradigma Nilai-Nilai Kebersamaan. Cet. III; Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Subagyo, P. Joko. (2004). Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek Cet. IV; Jakarta: Rineka
Cipta.
Sumartana, TH. (2004). Dialog Lintas Agama di Indonesia. Cet. II, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sunarto, Kamanto. (2004). Multicultural Education in Schools, Challenges in its Implementation,
dalam Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, edisi I.
Yakin, Ainul. (2005). Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi
dan Keadilan. Cet.I; Yogyakarta: Pilar Media.
Download