BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman ini juga diperkuat dengan melihat tugas misi sebagai tugas pengutusan oleh Kristus. Tentunya hal ini akan menimbulkan suatu pertanyaan siapakah yang mengutus dan siapa yang diutus? David Bosch mendekati pertanyaan ini dengan menguraikan makna misi sebagai orang-orang yang diutus, oleh si pengutus dengan sebuah tugas pengutusan.1 Si pengutus diandaikan memiliki “kuasa” untuk mengutus. Berdasarkan hal ini, penulis memahami bahwa yang mengutus adalah Allah yang mempunyai kuasa yang pasti untuk menetapkan orang-orang yang diutus untuk melakukan kehendak-Nya. Persoalannya kemudian, apakah kehendak Allah itu? Yesus Kristus disalibkan dan mengorbankan nyawa-Nya sebagai bagian dari misi pembebasan Allah bagi manusia. Allah menghendaki Putra-Nya menjadi bagian dari misi-Nya untuk melakukan segala pekerjaan-Nya di bumi. Sebagaimana Allah menyatakan kasih-Nya dan segala kehendak-Nya terhadap Putera, demikian Yesus menyatakan kasih-Nya dan kehendak-Nya kepada manusia (Yohanes 15: 9-10), supaya setiap orang melakukan segala kehendak Bapa di Sorga (Yohanes 15: 12). Pengertian melakukan kehendak Bapa yang dikerjakan oleh Yesus dinyatakan dalam pengakuannya: “Roh Tuhan ada padaKu oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang,” (Lukas 4: 18-19). 1 David J. Bosch Transformasi Misi Kristen. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2005, hal. 2. 1 Pengakuan Yesus di atas memberikan implikasi yang sangat luas tentang kehendak Bapa yang dikerjakan-Nya. Bahwa misi pembebasan Yesus melingkupi seluruh bidang kehidupan manusia dan konteks kehidupannya. Oleh sebab itu misi pembebasan yang dilakukan Yesus adalah tanda kedatangan dan kehadiran kerajaan Allah di tengah dunia. Maka sebagaimana kehendak Bapa yang dikerjakan oleh Yesus lewat misi pembebasan itu, demikian juga keterlibatan manusia dibutuhkan dalam perspektif pengutusan Yesus terhadap para murid. Manusia perlu mengambil bagian dalam misi Allah bagi dunia yang mewujud dalam misi gereja dalam seluruh aspek kehidupan manusia di bidang: sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Berdasarkan pemikiran di atas, Gereja dipanggil dan diutus tidak pada “ruang hampa”, tetapi hadir pada suatu konteks masyarakat tertentu. Karena itu, panggilan misi harus bertitik tolak dari konteks masyarakat di mana gereja tinggal dan berada. Kemudian merefleksikan apa yang dikehandaki Bapa dan apa yang harus dikerjakan gereja. Untuk mempertajam pemikiran ini, dapat dilihat bahwa upaya misi terkait erat dengan upaya kontekstualisasi yakni membaca dan memahami konteks manusia dan pergumulannya, kemudian berupaya menemukan solusi sebagaimana yang Allah kehendaki. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa upaya melakukan misi seharusnya diikuti dengan upaya kontekstualisasi. Selaras dengan itu pula, apa yang dinyatakan oleh E. Gerrit Singgih tentang kontekstualisasi tampaknya dapat memperjelas wacana kontekstualisasi, bahwa: “... Kontekstualisasi adalah masalah Praxis, itu berarti berhubungan dengan masalah bagaimana orang kristen memahamai diri di dalam situasinya yang real dan konkret, supaya dengan demikian dan pada waktu yang sama, karyanya real dan konkret pula.”2 Jika pernyataan Singgih ini dikaitkan dengan misi, maka upaya-upaya misi kristen seharusnya memiliki akar konteks yang jelas sehingga misi kristen benar-benar menjawab konteks kebutuhan manusia. Paragaraf di atas dengan jelas membangun suatu asumsi bahwa misi seharusnya memahami konteks masyarakat di mana gereja berada sehingga dapat melakukan kehendak Bapa dengan karya yang real dan konkret. Selaras dengan itu pula, gerejagereja yang hadir di Indonesia perlu memahami konteks masyarakat Indonesia sehingga mampu melakukan misi yang kontekstual. 2 E. Gerrit Singgih, Dari Israel ke Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982. hal. 19 2 A.2. Perumusan Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan pelayanan kepada warga gereja dan masyarakat yang ada di sekitarnya. Misi pelayanan tersebut adalah sebagai bentuk tanggapan terhadap karya penyelamatan yang telah dilakukan Tuhan Yesus. Gereja hadir di dalam dunia untuk melayani dunia ini, meskipun gereja bukan berasal dari dunia3. Oleh karena itu misi yang dijalankan gereja di dunia harus mempunyai tujuan yang sejalan dengan misi Tuhan Yesus, yang adalah Raja gereja yaitu untuk melayani dan menolong manusia agar dapat mengalami damai sejahtera. Mengacu pada pemikiran di atas, gereja harus sadar akan konteks di mana gereja berada. Gereja dipanggil dan diutus untuk membangun tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah dunia.4 Misi yang dikerjakan oleh gereja harus memperhatikan dengan cermat konteks masyarakat di mana gereja hadir agar misi itu dapat terlaksana dengan baik. Gereja sangat dituntut untuk tanggap dalam mengatasi perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga pelayanan dan kesaksian dapat terwujud dengan baik di tengah-tengah dunia. Dalam hal ini, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) merupakan salah satu gereja misioner yang hadir di tengah masyarakat Indonesia.5 Konteks kemiskinan, penderitaan, kerusakan ekologi, pluralitas religius, krisis sosial tentunya juga menjadi bagian dari pergumulan gereja GPIB sebagai bagian dari gereja-gereja yang hadir di Indonesia, dan bagian dari masyarakat Indonesia. Sebagai gereja misioner, GPIB dalam hidup bermasyarakat telah merumuskan pengutusan dan panggilannya di tengah masyarakat Indonesia sebagai usaha dalam mengemban tugas yang Allah kehendaki yaitu menjadi rekan sekerja Allah untuk mewujudkan pembebasan dari segala bentuk kemiskinan, ketidakadilan, kekerasan, kebodohan, ketamakan dan lain sebagainya. Untuk itu maka GPIB dalam menyongsong masa depan mengembangkan strategi sebagai sebuah cara mempersiapkan warga gereja 3 E. Gerrit Singgih, Ph.D, “Reformasi dan Transformasi Pelayanan dan Gereja: Menyonsong Abad ke-21”, Yogyakarta: Kanisius, 1997, hal. 23 4 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan-ketetapan Persidangan Sinode XIV Tahun 1986, Jakarta: Majelis Sinode GPIB. hlm. 32 5 PKUPPG GPIB Jangka panjang II (2006-2026) hlm. iv 3 untuk hidup sebagai garam dan terang dalam suatu masyarakat yang bersifat majemuk, dimana dalam dan melalui pendidikan pembinaan sikap dan mental superioritas diganti dengan kebersamaan dalam hak, kewajiban, kebebasan, kebutuhan dan pembangunan suatu masa depan bersama melalui pelayanan dan kesaksian (PELKES) bersama yang dijiwai oleh teladan Yesus Kristus untuk mengangkat manusia kepada pengakuan akan ketuhanan-Nya.6 Dengan adanya kesadaran bersama untuk mewujudkan hal di atas, GPIB sebagai gereja misioner dapat memberikan sumbangan yang cukup nyata sebagai usaha untuk mencapai citra diri pembawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan dunia. Dalam hal ini, secara khusus penulis akan meneliti GPIB ”ATK”7 Ambarawa yang merupakan bagian dari jemaat GPIB yang ada di tengah-tengah keberadaan Indonesia. Adapun alasan penulis memilih GPIB ”ATK” Ambarawa adalah sebagai sebuah model dalam rangka melihat bagaimana jemaat tersebut melakukan pelayanan dan kesaksian di tengah-tengah kehadirannya dalam kehidupan berjemaat dan bermasyarakat. Berdasarkan gambaran permasalahan di atas maka penulis merumuskan pokok-pokok permasalahan yang perlu dikaji: 1. Sampai sejauh mana GPIB “ATK” Ambarawa dalam pelayanan dan kesaksiaannya sebagai rekan sekerja Allah menyikapi dan mengkritisi keadaan dalam konteks masyarakat di mana gereja berada? 2. Apakah PELKES GPIB “ATK” Ambarawa itu mampu mengarahkan terciptanya perubahan baru yang sesuai dengan konteks masyarakat sekitarnya? 6 S. W. Lontoh dkk (peny), Bahtera Guna Dharma GPIB. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982. hlm. 52 GPIB “ATK” Ambarawa merupakan pengembangan dari tiga Pos Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes), yaitu ‘Ambarawa, Tambakrejo, dan Kebondowo’. Ketiga Pos Pelayanan tersebut sebelumnya adalah bagian pelayanan dari GPIB “Tamansari” Salatiga yang dianggap telah mampu untuk menjadi jemaat yang mandiri. Selanjutnya penulis akan menyingkat GPIB ‘Ambarawa, Tambakrejo, dan Kebondowo’ menjadi GPIB “ATK” dan kemudian akan memakai GPIB “ATK” dalam penulisan skripsi ini. 7 4 B. Rumusan Judul B.1. Rumusan Judul Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penulis melanjutkan skripsi ini dengan judul: “TINJAUAN TERHADAP KEGIATAN PELAYANAN DAN KESAKSIAN GPIB “ATK” AMBARAWA DI TENGAH MASYARAKAT” B.2. Alasan Pemilihan Judul 1. Pembahasan ini menarik bagi penulis karena berhasilnya bermisi di Indonesia merupakan tugas dan tanggungjawab gereja dengan upaya melihat dengan cermat pegumulan hidup konteks masyarakat sekitarnya. 2. Pembahasan ini masih baru dan belum dibahas dalam satu tulisan skripsi. 3. Pembahasan ini bermanfaat bagi penulis jika nanti menjadi seorang pendeta GPIB dapat menjadi acuan dalam rangka mengembangkan pelayanan dan kesaksian di tengah-tengah jemaat. C. Tujuan Pembahasan Pembahasan dalam skripsi ini bertujuan untuk menyumbangkan beberapa pemikiran yang terkait dengan usaha untuk menghasilkan sebuah PELKES yang kontekstual dan bisa menjadi dasar bagi relasi sosial kehidupan bergereja dan bermasyarakat dengan memanfaatkan dan menimbang ulang pemikiran dari konsep dan bentuk-bentuk kegiatan pelayanan dan kesaksian GPIB “ATK” Ambarawa. 5 D. Metode Pembahasan D.1. Metode Penulisan Metode yang digunakan oleh penyusun dalam penulisan skripsi ini adalah metode penulisan deskriptif-analitis. Pengertian dari Deskriptif yang dimaksudkan adalah untuk memaparkan/menggambarkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pembahasan secara tertulis dan konkret sebagai langkah awal sebelum masuk dalam analitis. Pada bagian analitis, penulis mengkaji dan mengolah data-data berdasarkan bahan-bahan yang telah dipaparkan sebelumnya. D.2. Metode Pengumpulan Bahan Penyusun menggunakan metode studi pustaka yaitu pengumpulan bahan-bahan dengan kajian literatur (buku-buku, jurnal-jurnal) yang berkaitan dengan pembahasan dan pengamatan terhadap pelayanan dan kesaksian GPIB dilihat berdasarkan Tata Gereja dan PKUPPG (Penetapan kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja). D.3. Metode Penelitian 1. Pengumpulan data dengan cara membagikan kuisioner yang ditujukan kepada anggota jemaat GPIB “ATK” Ambarawa sebanyak 40 orang. 2. Wawancara dengan beberapa anggota jemaat yang penulis anggap memiliki pengaruh besar bagi warga jemaat GPIB “ATK” Ambarawa. Teknik yang dilakukan oleh penulis adalah wawancara terbuka dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh responden sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki. 3. Observasi yang dilakukan penulis dengan cara tinggal di tengah-tengah kelompok warga jemaat GPIB “ATK” Ambarawa (± 1 bulan). Dengan hal ini, penulis dapat masuk di tengah-tengah komunitas warga GPIB “ATK” Ambarawa dan menggali informasi guna menunjang penelitian yang berkaitan dengan pelayanan dan kesaksian di jemaat tersebut. 6 E. Sistematika Pembahasan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini berisi hal-hal yang mendasar meliputi latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, rumusan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II WAWASAN MISI GPIB DALAM MENGHADAPI KONTEKS INDONESIA Pada bagian ini penulis menjelaskan tentang sejarah berdirinya gereja GPIB secara umum dan dilanjutkan dengan membahas dinamika bermisi GPIB dalam konteks masyarakat Indonesia, sebagai salah satu bentuk usaha Pelayanan dan Kesaksian GPIB untuk pembangunan gereja misioner BAB III PENELITIAN TERHADAP KEGIATAN PELAYANAN DAN KESAKSIAN DI JEMAAT GPIB ”ATK” AMBARAWA Dalam bab ini penulis menjelaskan: 1. Bentuk-bentuk kegiatan pelayanan dan kesaksian yang telah dan akan dilakukan GPIB “ATK” Ambarawa, yaitu memaparkan secara dalam dan luas mengenai bentuk-bentuk pelayanan dan kesaksian yang ada di GPIB “ATK” Ambarawa 2. Pemahaman jemaat tentang pelayanan dan kesaksian yang telah dilakukan 3. Dampak dari pelayanan dan kesaksian bagi waga jemaat GPIB “ATK” Ambarawa 7 BAB IV ANALISIS TERHADAP KEGIATAN PELAYANAN DAN KESAKSIAN GPIB ”ATK” AMBARAWA Bagian ini berisi analisa terhadap pelayanan dan kesaksian yang dilakukan oleh jemaat GPIB “ATK” Ambarawa . Analisa ini dapat dipakai sebagai landasan pemikiran tentang pentingnya Pelayanan dan Kesaksian sebagai wujud nyata bermisi di Indonesia dalam memenuhi tugas dan panggilan gereja. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir penulisan ini penyusun merumuskan suatu kesimpulan dari semua yang sudah penyusun paparkan pada bagianbagian sebelumnya kemudian penyusun akan memberikan saran bagi pengembangan Pelayanan dan Kesaksian di tengah-tengah warga jemaat GPIB “ATK” Ambarawa. 8