Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala ISSN 2302-0172 pp. 64- 76 13 Pages PENGARUH PENDAPATAN PERKAPITA, PERTUMBUHAN PENDUDUK, DAN TINGKAT UPAH TERHADAP BIAYA HIDUP DI INDONESIA Safarul Aufa1, Raja Masbar2, Muhammad Nasir2 1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh 2) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Abstract: This research is aimed to know the influence of per capita income, population growth, and wage rate which influence the cost of living difference in Indonesia. The data used is secondary data namely panel data, in which the object of the research is conditioned to the towns found in Cost Living Survey by Statistic Institute Center (BPS) in 1989,1996,2002,2007. The model used is Linear Regession Model. Overall, the result shows that per capita income and wage rate influence the cost of living in Indonesia at level of significance 0,05. While the variabel of population growth do not have significant influence to the cost of living. Keywords : Cost of living, per capita income, population growth, wage rate Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah yang mempengaruhi perbedaan biaya hidup di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data panel, dimana objek penelitiannya disesuaikan dengan kota-kota yang terdapat dalam Survei Biaya Hidup (SBH) oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 1989,1996,2002, dan 2007. Model yang digunakan adalah Linear Regression Model. Secara keseluruhan hasil regresi menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan tingkat upah mempengaruhi biaya hidup di Indonesia pada tingkat signifikansi 0,05. Adapun variabel pertumbuhan penduduk tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya hidup. Kata Kunci : Biaya hidup, pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara yang memiliki kota dalam SBH tersebut, maka didapatlah biaya hidup di Indonesia, yaitu sebesar teritorial yang luas, memiliki banyak kota serta Rp.787.221 perbulan. Secara garis besar, lebih ragam corak budaya yang membuat perbedaa dari setengahnya atau 39 kota di antaranya biaya hidup antar suatu wilayah dengan wilayah memiliki variasi biaya hidup di bawah rata-rata. lainnya. Kegiatan Survey Biaya Hidup (SBH) Selebihnya 27 kota lainnya memiliki variasi yang diadakan 5 tahun sekali oleh Badan Pusat biaya hidup yang tinggi. Berdasarkan peringkat, Statistik (BPS), merupakan salah satu cara dari dari data tersebut, pengeluaran untuk biaya pemerintah untuk melihat variasi perbedaan hidup tertinggi terdapat di Kota Batam dengan biaya hidup yang mencerminkan pola konsumsi biaya hidup sebersar Rp 1.410.172, disusul antar wilayah di Indonesia. Berdasarkan hasil dengan Kota Jakarta di urutan ke-dua sebesar survei terakhir BPS pada tahun 2007 yang Rp 1.382.742 dan Kota Dumai di urutan ke-tiga dilaksanakan di 33 ibukota provinsi dan 33 kota, sebesar Rp 1.182.830. Adapun daerah yang terdapat variasi perbedaan biaya hidup yang memiliki biaya hidup terendah adalah Kota sangat beragam. Jika diambil rata-rata dari 66 Volume 1, No. 1, Februari 2013 - 64 Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Sibolga dengan biaya hidup sebesar Rp 554.602, mengalami pertumbuhan dalam waktu yang Maumere sebesar Rp 558.459 dan Purwokerto relatif singkat cenderung memiliki kebutuhan sebesar Rp 573.234. pasar untuk banyak barang dan jasa. Dalam Dalam kalangan para pekerja, perbedaan situasi tersebut, cenderung menyebabkan harga biaya hidup menjadi suatu hal yang menarik pasar lebih tinggi jika pasokan barang-barang karena tingkat upah yang mereka terima akan yang berhubungan dengan biaya hidup yang harus menanggapi ditanggung. Berdasarkan variasi perbedaan Adapun biaya memperlihatkan juga akan meningkatkan kepadatan penduduk ketidak-adilan, apabila upah bagi pekerja tidak per area yang bisa saja memiliki efek pada disesuaikan wilayah biaya hidup. Andaikan dua kota masing-masing berdasarkan tingkat biaya hidup, terutama pada memiliki satu juta penduduk; jika salah satu kalangan guru, dosen, dan pengawai-pegawai kota tersebut memiliki area yang lebih kecil, pemerintahan lainnya yang memiliki gaji pokok maka kita dapat melihat bahwa kota itu memilki yang sama seantero Indonesia. kemacetan hidup, tentu akan dengan kondisi dibutuhkan tersebut perubahan belum dalam mampu permintaan. pertumbuhan penduduk yang tinggi yang lebih besar dari segi Berbagai ragam penelitian sebelumnya transportasi yang dihasilkan, harga tanah yang seperti penelitian Haworth and Ramussen lebih tinggi, dan memiliki lingkungan yang (1973), Mc.Mahoon and Melton (1978), Cebula lebih buruk, akan mengakibatkan biaya hidup (1980) dan (1983), McMahoon (1991), Kurre yang lebih tinggi di kota tersebut (Kurre:2003). (2003), Sementara itu, Cebula dan Toma (2008) dari Cebula and Toma (2008) mengidentifikasikan berbagai ragam variabel hasil independen yang mempengaruhi perbedaan semakin tinggi pendapatan per kapita di suatu biaya hidup antar wilayah. Dalam ragam wilayah/negara bagian, semakin tinggi pula penelitian tersebut, ada beberapa variabel yang permintaan terhadap barang dan jasa dan lazim sama dan sering digunakan dalam karenanya semakin tinggi tingkat keseluruhan mengidentifikasi harga barang dan jasa di wilyah/negara bagian tersebut. adalah perbedaan Variabel-variabel pendapatan biaya yang hidup dimaksud perkapita, pertumbuhan populasi penduduk dapat bahwa Selain itu, terkadang tingkat upah juga dapat Dilihat dari segi demografi, ternyata menyimpulkan tersebut. tingkat pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah. penelitiannya menunjukkan pengaruhnya terhadap biaya hidup di suatu wilayah. Karakter pekerja atau sumber daya yang tinggi akan cenderung dalam penelitian sebelumnya Haworth dan meningkatkan biaya produksi yang Rasmussen (1973), Mc Mahaoon (1991) , Kurre ditanggung di wilayah tersebut. (2003) dan peneliti lainnya, sebuah kota yang Samuelson dan Nordhaus (2004:300), bukti- Volume 1, No. 1, Februari 2013 upah lokal mempengaruhi biaya hidup. Secara ulasan teori 65 - menuntut manusia harus Menurut Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala bukti dari negara-negara Eropa yang memiliki penelitian ini, yaitu rata-rata pengeluaran perserikatan-perserikatan pekerja yang sangat perkapita/perindividu dalam suatu rumahtangga banyak menyatakan bahwa ketika serikat selama sebulan menurut kota berdasarkan SBH. pekerja berhasil menaikkan tingkat upah nominal pekerja maka ini biasanya memicu inflasi yang bersifat spiral (yang dipicu oleh Pengertian Pendapatan dan Penerimaan Perkapita Pendapatan perkapita merupakan rata-rata kenaikan upah nominal) sehingga tidak ada pengaruh permanen terhadap upah riil. Dalam Rahardja dan Manurung (2008:365), kenaikan upah minimum yang mennyebabkan kenaikan biaya produksi merupakan salah contoh yang dapat menyebabkan cost push inflation. Begitu pendapatan untuk setiap individu atau untuk setiap anggota keluarga yang diperoleh dengan membandingkan rata-rata pendapatan rumah tangga perbulan memiliki legislasi yang mengarah lemah terhadap tuntutan pekerja, membuat biaya tenaga kerja (upah) rendah, sehingga membuat keseluruhan tingkat harga barang dan jasa lebih rendah di wilayah yang memiliki legislasi tersebut. Oleh karena itu, terkadang tingkat upah bisa saja mempengaruhi biaya hidup jumlah anggota keluarga pada suatu wilayah kota tertentu. Dalam juga sebaliknya, menurut Cebula (1980, 1983, dan bersama Toma 2008), wilayah yang dengan pendapatan publikasi perkapita SBH, rata-rata dimasukan bersama dengan penerimaan perkapita (pendapatan + penerimaan). Menurut BPS dalam SBH 2007 (SBH BPS, 2008: 33-34), penerimaan adalah seluruh penerimaan dari semua Anggota Rumahtangga Ekonomi (ARTE) baik berupa uang maupun barang. Penerimaan mencakup: pengambilan tabungan/simpanan, penjualan dan atau penggadaian barang, penerimaan piutang, disuatu wilayah. Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu: berapa besar pendapatan perkapita, arisan, pinjaman, kiriman/hadiah, tidak rutin dan warisan/hibah pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah mempengaruhi perbedaan biaya hidup di Pengertian Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah angka yang Indonesia?. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah yang mempengaruhi menunjukkan tingkat pertambahan penduduk per tahun dalan jangka waktu tertentu (BPS, 2010:82). Adapun secara formula: perbedaan biaya hidup di Indonesia. KAJIAN KEPUSTAKAAN di mana: Pengertian Variabel Biaya Hidup Pgt Variabel biaya hidup yang dimaksud dalam P = Pertumbuhan penduduk pada tahun t = Jumlah penduduk pada tahun t Volume 1, No. 1, Februari 2013 - 66 Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala P t – 1 = Pertumbuhan penduduk pada tahun sebelum tahun t rata-rata pemintaan untuk barang dan jasa di daerah tersebut. Pada gilirannya, berdasarkan respon dari kondisi pasar, pemintaan yang lebih Pengertian Upah Minimum Berdasarkan tata cara penangguhan pelaksanaan upah minimum, dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No: KEP. 231/MEN/2003, bahwa upah minimum adalah upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur. Oleh karenanya, upah minimum antara satu wilayah dengan wilayah lainnya memiliki besaran yang berbeda. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Biaya Hidup Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya Biasanya terhadap makin tingkat baik konsumsi. (tinggi) tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Hal ini disebabkan ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar atau mungkin juga pola hidup menjadi makin konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan rumah tangga sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat konsumsi (Rahardja dan Pendapatan akan menjadi ukuran besarnya tingkat permintaan barang dan jasa. Secara regional dan spasial dalam suatu wilayah, pendapatan dapat dilihat dari pendapatan perkapita. Menurut Cebula dan Toma (2008), semakin besar pendapatan perkapita di suatu daerah, semakin besar tingkat 67 - (mendorong) tinginya harga rata-rata komoditi barang dan jasa tersebut, dengan asumsi cateris paribus. Pengaruh Pertumbuhan Terhadap Biaya Hidup Penduduk Haworth dan Rasmussen (1973), Mc Mahaoon (1991) , Kurre (2003) dan peneliti lainnya, menyatakan bahwa sebuah kota yang mengalami pertumbuhan populasi tinggi dalam waktu relatif singkat cenderung memiliki kebutuhan pasar untuk banyak barang dan jasa. Dalam situasi tersebut, cenderung menyebabkan harga pasar lebih tinggi jika pasokan barang-barang yang dibutuhkan tersebut belum mampu menanggapi perubahan dalam permintaan. Pendekatan ini mengakui bahwa elastisitas jangka pendek dan jangka panjang pasokan barang dapat bervariasi di semua jenis produk. Sebagai contoh di mana perumahan (property) lebih lambat menanggapi peningkatan permintaan dari pada produk yang lebih mudah diangkut seperti bahan makanan (Kurre: 2003). Manurung, 2008: 265). ukuran besar untuk barang dan jasa mensyiratkan Volume 1, No. 1, Februari 2013 Adapun pertumbuhan penduduk yang tinggi dan cepat juga akan meningkatkan kepadatan penduduk. Menurut Todaro dan Smith (2006:384-385), semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk daerah kota, semakin tinggi pula harga tempat tinggal, membangun secara vertikal (bertingkat) lebih mahal Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala daripada secara horizontal, sehingga saat manusia dan tenaga kerja yang biasanya lebih kekuatan pasar berfungsi sebagaimana mestinya, menuntut upah tinggi merupakan kendala yang gedung-gedung bertingkat hanya dibangun harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan. apabila harga tanah meningkat Biasanya di kota-kota besar, para tenaga kerja Kemudian menyatakan seperti ini berkumpul di dalam serikat pekerja. bahwa tingkat kepadatan penduduk merupakan Serikat pekerja merupakan kelompok yang salah tergabung untuk meningkatkan posisi tawar- satu perbedaan Kurre faktor biaya (2003) yang hidup mempengaruhi antar wilayah. menawar mereka (Mc Eachern, 2001: 229). Menurutnya, jika dua kota masing-masing Tuntutan upah yang layak dan setara memiliki satu juta penduduk, namun salah satu merupakan kota tersebut memiliki area yang lebih kecil, diperjuangkan. Startegi yang telah digunakan maka kita dapat melihat bahwa kota yang selama hampir 100 tahun di banyak negara memilki kemacetan yang lebih besar dan yaitu upah minimum. Upah minimum adalah masalah transportasi yang dihasilkan, biaya tingkat upah terendah yang harus dibayarkan tanah yang lebih tinggi, serta masalah buruk oleh perusahaan kepada pekerjanya (Case dan dari isu lingkungan akan mengakibatkan biaya Fair, 2007: 417). hidup yang lebih tinggi di kota tersebut. agenda utama yang lazim Penentuan tingkat upah akan tercapai apabila ada legalisasi yang sering disebut Pengaruh Tingkat Upah Atas Penggunaan Sumber Daya Manusia Terhadap Biaya Hidup Peratuaran atau Undang-undang Upah Minimum. Adapun peraturan atau undangundang tersebut akan legal apabila telah Di dalam mengelola input menjadi output di suatu daerah, sudah pasti perusahaanperusahaan atau produsen perusahaan berupaya untuk menggunakan tenaga kerja lokal dari pada tenaga kerja luar daerah. Hal ini semata untuk mempermudah akses antara memiliki wewenang dalam mengesahkannya. membutuhkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja. Lazimnya disahkan oleh instansi/lembaga terkait yang tenaga kerja dengan tempat kerja (mempertimbangkan cost of transport). Meski ketersediaan tenaga kerja lokal dianggap baik, terkadang di beberapa daerah berbeda, penggunaan tenaga kerja tersebut memiliki masalah. Karakteristik sumber daya Pada dasarnya tuntutan tersebut merupakan upaya dari para pekerja untuk meningkatkan upah riil. Terkadang menjadi sebuah pertanyaan apakah dengan tuntutan peningkatan upah tersebut dapat mendorong peningkatan upah riil? Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:300), bukti-bukti dari negara-negara Eropa yang memiliki perserikatan-perserikatan pekerja yang sangat banyak menyatakan bahwa ketika serikat pekerja berhasil menaikkan tingkat upah nominal pekerja maka ini biasanya memicu inflasi yang bersifat spiral (yang dipicu Volume 1, No. 1, Februari 2013 - 68 Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala oleh kenaikan upah nominal) sehingga tidak ada bersifat pengaruh permanen terhadap upah riil. Sudarsono (1995:53) jumlah dayaguna total Sebaliknya, menurut Cebula (1980, 1983, pertambahan (additive). Menurut yang diperoleh konsumen dapat ditulis dalam dan bersama Toma 2008), wilayah yang bentuk memiliki UT = U(p) + U(s) + U(t) + U(j) + U(l), legislasi yang mengarah lemah terhadap tuntutan pekerja, membuat biaya di mana UT adalah dayaguna (utilitas) total, tenaga kerja (upah) rendah, sehingga membuat U(p) dayaguna keseluruhan tingkat harga barang dan jasa lebih sandang, U(t) dayaguna barang tahan lama, rendah di wilayah yang memiliki legislasi tersebut. rumahtangga lainnya. Kebutuhan konsumen dibedakan menjadi Sistem Pengeluaran Linier pengeluaran U(s) dayaguna U(j) dayaguna jasa, dan U(l) dayaguna pengeluaran Sistem pangan, linear merupakan dua yaitu yang pertama bersifat minimum generalisasi dari fungsi utilitas (dayaguna) untuk mengisi kehidupan subsitensi agar Cobb-Douglas. Model ini dikembangkan oleh sekadar dapat hidup dan yang lain bersifat Klein dan Rubin (1947-48) dan Samuelson berkelebihan atau supernumerary. (1947-48) dan digunakan secara empiris oleh Pembahasan fungsi selanjutnya daya guna kita mulai yang telah Stone (1954) dan Geary (1950), dan karenya dengan fungsi ini sering dikenal dengan fungsi Stone- ditransformasikan ke dalam fungsi log, yaitu Geary (Silberberg, 1990:406). Sebagai sistem yang menggunakan konsumen sebagai permintaan, sistem pendekatan dasar ini dayaguna atau dapat ditulis penyusunan mengelompokkan yang dibutuhkan Untuk menyusun permintaan tinggal mengikuti beberapa kelompok. prosedur standar seperti mencari titik optimum Hubungan antara kelompok barang satu dengan biasa dan maksimumkan. Selanjutnya sebagai barang lain bersifat komplementer. Barang- pemecahan barang yang dibeli konsumen misalnya dapat permintaan, maka diterapkan metode Lagrange barang-barang konsumen konsumsi menjadi untuk mendapatkan fungsi dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu kelompok pangan, sandang, barang-barang Selanjutnya tahan lama, jasa-jasa (seperti angkutan), dan diperoleh pengeluaran-pengeluaran rumah tangga lainnya. kelompok barang tersebut yaitu: Masing-masing kelompok dari penyelesaiannya, permintaan terhadap maka kelompok- mendatangkan dayaguna bagi konsumen yang satu sama lain bersifat independen, sehingga fungsi dayaguna 69 - Volume 1, No. 1, Februari 2013 Apabila dikalikan dengan , maka kita dapat Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala menulis fungsi permintaan dalam bentuk pengeluaran teori menyatakan bahwa sebuah kota yang mengalami pertumbuhan populasi tinggi dalam waktu relatif singkat cenderung memiliki kebutuhan pasar untuk banyak barang dan jasa sehingga menyebabkan harga pasar lebih tinggi yang dalam Phlips (1983: 126) ditulis: jika pasokan barang-barang yang dibutuhkan belum mampu menanggapi perubahan dalam ket dimana: permintaan, sehingga pertumbuhan populasi memiliki dampak yang positif terhadap biaya dan qi > γi ; γi = hidup. Namun, berdasarkan penelitian mereka jumlah minimum (subsisten) komoditas ke-i yang dikonsumsi dengan judul “Determinants of Metropolitan Cost of menunjukkan i, j = 1,2,..,n Living Variations”, hubungan ternyata signifikansi yang lemah di antara pertumbuhan populasi terhadap Penelitian Sebelumnya biaya hidup dan tingkat signifikansi ini terdapat Cebula (1980 dan Ostrosky (1983) dalam hasil penelitiannya menunjukkan kepadatan hanya di kalangan penduduk yang berpenghasilan moderat. penduduk dan tingkat pendapatan perkapita bersifat positif dan memiliki pengaruh yang Hipotesis Berdasarkan seluruh uraian di atas maka signifikan terhadap biaya hidup antar wilayah. Sementara itu, Kurre (2000 dan 2003) yang dijadikan hipotesis dalam penelitian ini, dalam penelitiannya menunjukkan variabel yaitu: “diduga pendapatan perkapita, tingkat pertumbuhan populasi penduduk, pendapatan pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah perkapita dan tingkat pertumbuhan pendapatan mempengaruhi perbedaan biaya secara positif mempengaruhi total biaya hidup. Indonesia”. hidup di Pada penelitian lainnya, Cebula (1983) juga menunjukkan bahwa biaya hidup dipengaruhi oleh variabel kepadatan penduduk METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian dan Sumber Data Ruang lingkup penelitian ini adalah biaya dan variabel pendapatan perkapita dengan dengan hidup (sebagai variabel dependent/terikat) yang variabel lain, yaitu total jumlah penduduk dan dilihat dari rata-rata nilai konsumsi per kapita variabel dummy yang menunjukkan adanya per undang-undang yang mendukung hak pekerja Indonesia berdasarkan Survei Biaya Hidup atas upah pada tingkat signifikansi statistik 0,01. (SBH) 4 kali terakhir, yakni tahun 1989, 1996, Haworth dan Rasmussen (1973) secara 2002 dan 2007 oleh Badan Pusat Statistik didampingi secara bersama-sama bulan berdasarkan kota di Volume 1, No. 1, Februari 2013 wilayah - 70 Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala (BPS). Biaya hidup ini dipengaruhi oleh pada model regresi berdistribusi normal atau variable-variabel (independent/bebas), yaitu: tidak. Pada penelitian ini digunakan uji Jarque- pendapatan perkapita, jumlah pertumbuhan Bera yang merupakan uji normalitas dengan populasi penduduk, dan tingkat upah. Data berdasarkan vairabel-variabel independent tersebut juga (kurtosis) diperoleh dari BPS (skewness). pada dan Uji membandingkan Model Analisis melalui keruncingan koefesien kemiringan ini dilakukan dengan statistik Jarque-Bera (JB) 2 dengan nilai X tabel. Jika nilai Jarque-Bera Data-data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis koefesien model regresi yang diestimasikan oleh McMahon (1991): (JB) ≤ tabel maka nilai residual terstandarisasi dinyatakan berdistribusi normal. Untuk menghitung nilai statistik Jarque-Bera (JB) di mana COL= pq = biaya hidup, Y= pendapatan X2 digunakan rumus sebagai berikut (Suliyanto: 2011,75): perkapita, H = nilai/biaya rumah, dan ∆P = persentase pertumbuhan populasi . Persamaan di atas ditransformasikan ke dalam dimana JB = statistik Jarque-Bera, S = variable-variabel penelitian, sehingga untuk koefesien skewness, K = koefesien kurtosis. biaya hidup, menjadi: COLi = β 1 + β2 Yi + β 3 Pgi + β 5 Upi + ut Multikolinieritas Multikolinieritas adalah kondisi di mana dimana COLi = Biaya hidup (Cost of Living) di kota i Yi = Pendapatan perkapita di kota i Pgi = Pertumbuhan penduduk di kota i Upi = Tingkat upah pekerja di kota i β1 = Faktor titik potong (nilai konstanta) β 2,β3,β 4, β 5,β 6 = Koefisien Regresi u = Faktor gangguan satu atau lebih variabel bebas berkorelasi tinggi atau sempurna dengan variabel bebas lainnya, atau dengan kata lain suatu variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya masalah multikolinieritas dalam penelitian ini digunakan metode Variance Inflation Factor Dalam menganalisis keakuratan data, akan dilakukan beberapa uji statistik dan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 19. Uji yang dimaksud antara lain: (VIF). Uji ini dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Jika nilai VIF tidak lebih besar dari 10, maka model dinyatakan tidak terdapat Pengujian Asumsi Klasik, meliputi: Uji Normalitas Uji normalitas dimaksud untuk menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi 71 - Volume 1, No. 1, Februari 2013 gejala multikolibier (Suliyanto, 2011:90). Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana suatu variabel pengganggu tidak mempunyai varians yang sama. Pada penelitian Tidak ada autokorelasi positif atau negatif dU < d < 4 – dU Jangan tolak Sumber: Gujarati (2007:122) ini digunakan uji White. Uji White dengan Uji F meregresi semua variabel bebas, variabel bebas Uji F untuk menganalisis apakah model yang kuadrat dan perkalian (interaksi) variabel bebas digunakan eksis atau tidak. Perhitungan uji F terhadap nilai residual kuadratnya. Jika nilai X 2 adalah sebagai berikut: hitung lebih besar dari X2 tabel dengan df = α, Ftabel = F(α, k-1, k-n) jumlah variabel bebas, maka dalam model dimana α = derajat signifikansi, n = jumlah data, terdapat masalah heteroskedastisitas. Nilai X 2 dan k = jumlah parameter dalam model hitung dalam metode ini diperoleh dari n x R2, termasuk konstanta. dimana n = jumlah pengamatan, sedangkan R2 koefesien determinasi regresi tahap kedua R 2 /( k 1) Fhitung = ..................... (2) 1 R 2 /( n k ) (Suliyanto, 2011:107). Berikut persamaan uji di mana R = koefesien determinasi, k = jumlah White dalam penelitian ini: parameter dalam model, dan n = jumlah data. α + β1Yi + β2 Pgi + β3Kpi + β4Upi + β5Yi2 + β6 Pgi2 + β7Kpi2 + β8Upi2 + β9YiPgiKpiUpi + υi di mana, Ui = Nilai residual; Yi, Pgi, Kpi, Upi = variabel independen secara bersama-sama tidak Variabel bebas. signifikan (model tidak eksis), sebaliknya jika Ui2 = Jika nilai F hitung ≤ F tabel artinya mempengaruhi variabel dependen secara nilai F hitung > F tabel artinya variabel Autokorelasi Autokorelasi terjadi apabila kesalahan pengganggu suatu periode berkorelasi dengan independen secara mempengaruhi variabel bersama-sama dependen secara signifikan. kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Adapun untuk mendeteksinya dapat dilakukan dengan aturan keputusan uji d Durbin-Watson sebagai berikut (Gujarati, 2007:122): Tabel 1. Aturan Keputusan Uji d Durbin-Watson Hipotesa Nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negtif Keputusan Jika 0 < d < dL Tolak Tidak ada keputusan dL ≤ d ≤ dU 4 – dL < d < 4 Tolak Tidak ada keputusan 4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL Uji t Uji t digunakan pengaruh independen dari ntuk menguji validitas masing-masing terhadap variabel variabel dependen. perhitungan nilat t sebagai berikut: thitung = Bi S ............. (3) e ( Bi ) di mana Bi adalah koefesien regresi variabel independen ke-1; Se(Bi) adalah standart error variabel independen ke-1. Jika thit > ttabel berarti Volume 1, No. 1, Februari 2013 - 72 Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala variabel independen ke i berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, dan Tabel 2. VIF Variabel Yi Pgi Upi sebaliknya. Sumber: Hasil penelitian 2013 Definisi Operasional Variabel a. Biaya Hidup adalah rata-rata pengeluaran Berdasarkan Tabel di atas, nilai VIF perkapita atau rata-rata pengeluaran untuk setiap anggota keluarga per bulan di kota i Pendapatan Perkapita (Variance Inflation Factor) dari semua variabel bebas bernilai lebih kecil dari 10, maka pada berdasarkan SBH BPS. b. VIF 6,528 1,020 6,568 adalah rata-rata pendapatan dan penerimaan perkapita atau rata-rata pendapatan dan penerimaan untuk model regresi yang terbentuk tidak terjadi gejala multikolinearitas diantara variabel- variabel bebas. setiap anggota keluarga per bulan di kota i Heterokedastisitas berdasarkan SBH BPS. c. Pertumbuhan Penduduk adalah angka yang menunjukkan persentase tingkat pertambahan penduduk per tahun di kota i . d. Tingkat Upah Pekerja adalah Upah Minimum Provinsi yang berlaku di kota i. HASIL PEMBAHASAN Berdasarkan pengolahan SPSS dihasilkan output sebagai berikut: Tabel 3. Uji Heterokedastisitas R R Square ,378a ,143 Adjusted R Square ,104 Std. Error of the Estimate 4,80771E9 Sumber: hasil penelitian 2013 Berdasarkan output di atas, maka Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Biaya Hidup di Indonesia diperoleh nilai X2 hitung = 164 x 0,143 = Uji Normalitas 0,05, 7 adalah sebesar 14,067. Karena X2 hitung Berdasarkan hasil output SPSS didapat nilai (23,452) > X2 tabel (14,067) maka pada model skewness sebesar 0,364 dan kurtosis sebesar regresi tersebut terjadi gejala heterokedastisitas. 2,670, Uji Autokorelasi maka didapatkanlah nilai statistik Jarque-Bera (JB) sebesar 4,365707. Sementara 2 23,452. Sedangkan nilai X2 tabel dengan df = Pada awalnya berdasarkan hasil itu, nilai X tabel dengan df: 0,05, 3 adalah pengolahan dengan SPSS 19, diperoleh nilai 7,815. Jarque-Bera Durbin-Watson yaitu sebesar 1,766. Adapun tabel (7,815), nilai berdasarkan tabel Durbin-Watson dengan n = Karena nilai (4,365707) < nilai X statistik 2 residual terstandarisasi berdistribusi normal. 164 dan K = 4, maka diperoleh nilai dL = 1,7075 dan dU =1,7820, sehingga dari nilai- Multikolinearitas Berdasarkan hasil output SPSS, didapatlah nilai VIF yang disimpulakn pada tabel di bawah ini 73 - Volume 1, No. 1, Februari 2013 nilai tersebut tidak ada keputusan bahwa hipotesa nol yang menyatakan tidak ada Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala autokorelasi positif. Hal ini menyebabkan biasnya keputusan masalah autokorelasi pada model regresi, sedangkan yang diharapkan lebih baik adalah tidak adanya masalah autokorelasi. Namun setelah dilakukan perbaikan uji melalui transformasi menggunakan metode variabel estimasi dengan ρ (rho) Tabel 4. Uji t, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Hidup di Indonesia Unstandardized Coefficients Model t Sig. B (Constant) Yi Pgi Upi -399902,622 1,066 1,223 ,092 -2,950 70,975 1,281 4,342 ,004 ,000 ,202 ,000 Sumber: Hasil penelitian 2013 Durbin-Watson Untuk tingkat signifikansi 0,05 variabel (Gujarati:1993:221), maka diperolehlah nilai pendapatan perkapita (Yi) memiliki nilai hitung Durbin-Watson yang lebih baik yakni sebesar sebesar (70,975) > t tabel (1,65443 ) dan nilai 1,990. Dikatakan lebih baik karena nilai Sig Durbin-Watson (d)-nya lebih besar dari nilai dU pendapatan perkapita memiliki pengaruh positif (1,7820) dan lebih kecil 4 – dU (2,218). terhadap biaya hidup. Adapun variabel upah Berdasarkan Tabel 4.9 Aturan Keputusan Uji (Upi) secara uji t statistik memiliki pengaruh Durbin-Watson (d) jika dU < d < 4 – dU maka secara positif dengan nilai t hitung sebesar keputusanya jangan tolak hipotesa nol yang (4,342) > t tabel (1,65443) nilai signifikan menyatakan tidak ada autokorelasi positif atau 0,010 < 0,05. Adapun variabel pertumbuhan negatif. penduduk (Pgi) tidak memiliki pengaruh secara berdasarkan statistik 0,000 < 0,05. Sehingga variabel positif terhadap biaya hidup pada tingkat kepecayaan 0,05. Uji F Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah diatasi masalah asumsi klasik autokorelasi diperoleh nilai F hitung sebesar 2006,245 lebih besar dari nilai F tabel (2,66) dan nilai Sig. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada tingkat signifikansi 0,05, pendapatan 0,000 < 0,05. Sehingga dapat dikatakan secara perkapita dan tingkat upah bersama-sama variabel-variabel independent biaya hidup perkapita antar wilayah (antar kota) signifikan mempengaruhi biaya hidup, dan model dinyatakan cocok atau fit atau persamaan mempengaruhi di Indonesia secara positif. Adapun variabel pertumbuhan penduduk dan tingkat kepadatan regresi yang terbentuk mampu menggambarkan penduduk, tidak ditemukan pengaruh positif ke keadaan yang sesungguhnya. dua variabel tersebut terhadap biaya hidup perkapita. Uji t Berdasarkan hasil pengolahan data, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Saran 1. Bagi penelitian selanjutnya, perlu diteliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi perbedaan biaya hidup antar wilayah, seperti Volume 1, No. 1, Februari 2013 - 74 Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala tingkat pengangguran, budaya, jarak dengan tempat produksi dan sebagainya yang dapat berhubungan dengan biaya hidup. 2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu juga dianalisis perbedaan biaya hidup antar wilayah agar informasi hasil penelitian mengenai biaya hidup lebih bervariatif dan lebih menarik. 3. Bagi pemerintah dan praktis diharapkan mampu mengambil kebijakan yang baik dan by the Board of Regents of the University of Wisconsin System. 56 (4). 477- 481. -----------------------, 1983. Right-to-Work Laws and Geographic Differences in Living Costs: An Analysis of Effects of the „Union Shop‟ Ban for the Years 1974,1976, and 1978. American Journal of Economics and Sociology. 42 (3). 329-340. -----------------------. dan Toma, Michael, 2008. An Empirical Analysis of Determinants of Interstate Living-Cost Differentials, 2005. The Journal of Regional Analysis & Policy. ©2008 MCRSA, All rigats reserved. 38 (3). 222-228. Gujarati, D.N., 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. sesuai, yang berhubungan dengan biaya hidup seperti gaji tenaga kerja sebagai akibat setiap wilayah memiliki biaya hidup yang berbeda dengan wilayh lainnya. 4. Peran aktif pemerintah di dalam menjaga distribusi dan pengontrolan terhadap harga beberapa jenis barang yang langsung berkenaan dengan kehidupan masyarakat, terutama barang yang bersifat subtansi; ajakan moral untuk menabung; penyediaan saran publik yang baik; membuka kawasan produksi produksi baru, semua itu dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengurangi tingkat biaya hidup yang tinggi di suatu wilayah DAFTAR KEPUSTAKAAN Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, 2010. Statistik Indonesia. Statistical Yearbook of Indonesia 2010. No Publikasi: 07330.10.16. Katolog BPS:1101001. Case, Karl E dan Fair, Ray C., 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro. Edisi ketujuh. Jakarta: PT. Indeks. --------------------------------------, 2009. PrinsipPrinsip Ekonomi Makro. Edisi lima. Cetakan ke-tiga. Jakarta: PT. Indeks. Cebula, R.J., 1980. Determinants of Geographic Living-Cost Differentials in the United States: An Empirical Note. Land Economics, ©1980 75 - Volume 1, No. 1, Februari 2013 ------------------------------ dan Zain Sumarno. (1993) Ekonometrika Dasar. Jakarta:Erlangga Haworth C.T, dan Rasmussen, D.W. (1973). Determinants of Metropolitan Cost of Living Variations. Southern Economic Journal. 40 (2). 183-192. Kurre, J. A., 2000. Differences in the Cost of Living Across Pennsylvania’ 67 Counties. The Center for Rural Pennsylvania, A Legislative Agency of the Pennsylvania General Assembly. pp: 188. ---------------------, 2003. Is the Cost of Living Less in Rural Areas. International Regional Science Review. 26 :86-116. McEachern, 2001. Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat. McMahon, W.W., dan Melton, 1978. Measuring Cost of Living Variation. Industrial Relations. by The Regents of the University of California. 17 (3), 324-332. McMahoon, W.W., 1991. Geographical Cost of Living Differences: An Update. AREUEA Journal. 19 (3). 426-450. Nicholson, W., 1992. Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya. Edisi ketiga. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Ostrosky, A. L., 1983. Determinants of Geographic Living-Cost Differentials in the United States: Comments. Land Economics by the Board of Regents of the University of Wisconsin System. 59 (3), 350-352. Phlips, L., 1983. Applied Consumption Analysis, Revised and Enlarged Edition. New- York: North-Holland Publishing Company Amsterdam-New York-Oxford. Rahardja, P., dan Manurung, Mandala, 2008. Pengantara Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Makroekonomi). Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Samuelson, P.A., dan Nordhaus, Wiliam D, 2004. Ilmu Makroekonomi. Edisi tujuh belas. Jakarta: P.T. Media Global Edukasi Silberberg, E., 1990. The Structure of Economics: A Mathematical Analysis, International Edition. Singapore: McGraw Hill. Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Cetakan kedelapan (edisi revisi). Jakarta: LP3ES. Suliyanto, 2011. Ekonometrika Terapan: TeoriAplikasi. Yogyakarta: Andi Todaro, P. M., dan Smith, C. Stephen, 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi kesembilan. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Volume 1, No. 1, Februari 2013 - 76