pengaruh pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk, dan

advertisement
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0172
pp. 64- 76
13 Pages
PENGARUH PENDAPATAN PERKAPITA, PERTUMBUHAN
PENDUDUK, DAN TINGKAT UPAH TERHADAP BIAYA
HIDUP DI INDONESIA
Safarul Aufa1, Raja Masbar2, Muhammad Nasir2
1)
Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh
2)
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Abstract: This research is aimed to know the influence of per capita income, population
growth, and wage rate which influence the cost of living difference in Indonesia. The data used
is secondary data namely panel data, in which the object of the research is conditioned to the
towns found in Cost Living Survey by Statistic Institute Center (BPS) in 1989,1996,2002,2007.
The model used is Linear Regession Model. Overall, the result shows that per capita income
and wage rate influence the cost of living in Indonesia at level of significance 0,05. While the
variabel of population growth do not have significant influence to the cost of living.
Keywords : Cost of living, per capita income, population growth, wage rate
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh pendapatan perkapita,
pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah yang mempengaruhi perbedaan biaya hidup di
Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data panel, dimana objek
penelitiannya disesuaikan dengan kota-kota yang terdapat dalam Survei Biaya Hidup (SBH)
oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 1989,1996,2002, dan 2007. Model yang digunakan
adalah Linear Regression Model. Secara keseluruhan hasil regresi menunjukkan bahwa
pendapatan perkapita dan tingkat upah mempengaruhi biaya hidup di Indonesia pada tingkat
signifikansi 0,05. Adapun variabel pertumbuhan penduduk tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap biaya hidup.
Kata Kunci : Biaya hidup, pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang memiliki
kota dalam SBH tersebut, maka didapatlah
biaya
hidup
di
Indonesia,
yaitu sebesar
teritorial yang luas, memiliki banyak kota serta
Rp.787.221 perbulan. Secara garis besar, lebih
ragam corak budaya yang membuat perbedaa
dari setengahnya atau 39 kota di antaranya
biaya hidup antar suatu wilayah dengan wilayah
memiliki variasi biaya hidup di bawah rata-rata.
lainnya. Kegiatan Survey Biaya Hidup (SBH)
Selebihnya 27 kota lainnya memiliki variasi
yang diadakan 5 tahun sekali oleh Badan Pusat
biaya hidup yang tinggi. Berdasarkan peringkat,
Statistik (BPS), merupakan salah satu cara dari
dari data tersebut, pengeluaran untuk biaya
pemerintah untuk melihat variasi perbedaan
hidup tertinggi terdapat di Kota Batam dengan
biaya hidup yang mencerminkan pola konsumsi
biaya hidup sebersar Rp 1.410.172, disusul
antar wilayah di Indonesia. Berdasarkan hasil
dengan Kota Jakarta di urutan ke-dua sebesar
survei terakhir BPS pada tahun 2007 yang
Rp 1.382.742 dan Kota Dumai di urutan ke-tiga
dilaksanakan di 33 ibukota provinsi dan 33 kota,
sebesar Rp 1.182.830. Adapun daerah yang
terdapat variasi perbedaan biaya hidup yang
memiliki biaya hidup terendah adalah Kota
sangat beragam. Jika diambil rata-rata dari 66
Volume 1, No. 1, Februari 2013
- 64
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Sibolga dengan biaya hidup sebesar Rp 554.602,
mengalami pertumbuhan dalam waktu yang
Maumere sebesar Rp 558.459 dan Purwokerto
relatif singkat cenderung memiliki kebutuhan
sebesar Rp 573.234.
pasar untuk banyak barang dan jasa. Dalam
Dalam kalangan para pekerja, perbedaan
situasi tersebut, cenderung menyebabkan harga
biaya hidup menjadi suatu hal yang menarik
pasar lebih tinggi jika pasokan barang-barang
karena tingkat upah yang mereka terima akan
yang
berhubungan dengan biaya hidup yang harus
menanggapi
ditanggung. Berdasarkan variasi perbedaan
Adapun
biaya
memperlihatkan
juga akan meningkatkan kepadatan penduduk
ketidak-adilan, apabila upah bagi pekerja tidak
per area yang bisa saja memiliki efek pada
disesuaikan
wilayah
biaya hidup. Andaikan dua kota masing-masing
berdasarkan tingkat biaya hidup, terutama pada
memiliki satu juta penduduk; jika salah satu
kalangan guru, dosen, dan pengawai-pegawai
kota tersebut memiliki area yang lebih kecil,
pemerintahan lainnya yang memiliki gaji pokok
maka kita dapat melihat bahwa kota itu memilki
yang sama seantero Indonesia.
kemacetan
hidup,
tentu
akan
dengan
kondisi
dibutuhkan
tersebut
perubahan
belum
dalam
mampu
permintaan.
pertumbuhan penduduk yang tinggi
yang
lebih
besar
dari
segi
Berbagai ragam penelitian sebelumnya
transportasi yang dihasilkan, harga tanah yang
seperti penelitian Haworth and Ramussen
lebih tinggi, dan memiliki lingkungan yang
(1973), Mc.Mahoon and Melton (1978), Cebula
lebih buruk, akan mengakibatkan biaya hidup
(1980) dan (1983), McMahoon (1991), Kurre
yang lebih tinggi di kota tersebut (Kurre:2003).
(2003),
Sementara itu, Cebula dan Toma (2008) dari
Cebula
and
Toma
(2008)
mengidentifikasikan berbagai ragam variabel
hasil
independen yang mempengaruhi perbedaan
semakin tinggi pendapatan per kapita di suatu
biaya hidup antar wilayah. Dalam ragam
wilayah/negara bagian, semakin tinggi pula
penelitian tersebut, ada beberapa variabel yang
permintaan terhadap barang dan jasa dan
lazim sama dan sering digunakan dalam
karenanya semakin tinggi tingkat keseluruhan
mengidentifikasi
harga barang dan jasa di wilyah/negara bagian
tersebut.
adalah
perbedaan
Variabel-variabel
pendapatan
biaya
yang
hidup
dimaksud
perkapita,
pertumbuhan
populasi
penduduk
dapat
bahwa
Selain itu, terkadang tingkat upah juga
dapat
Dilihat dari segi demografi, ternyata
menyimpulkan
tersebut.
tingkat
pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah.
penelitiannya
menunjukkan
pengaruhnya
terhadap
biaya hidup di suatu wilayah. Karakter pekerja
atau
sumber
daya
yang
tinggi
akan
cenderung
dalam penelitian sebelumnya Haworth dan
meningkatkan biaya produksi yang
Rasmussen (1973), Mc Mahaoon (1991) , Kurre
ditanggung di wilayah tersebut.
(2003) dan peneliti lainnya, sebuah kota yang
Samuelson dan Nordhaus (2004:300), bukti-
Volume 1, No. 1, Februari 2013
upah
lokal
mempengaruhi biaya hidup. Secara ulasan teori
65 -
menuntut
manusia
harus
Menurut
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
bukti dari negara-negara Eropa yang memiliki
penelitian ini, yaitu rata-rata pengeluaran
perserikatan-perserikatan pekerja yang sangat
perkapita/perindividu dalam suatu rumahtangga
banyak menyatakan bahwa ketika serikat
selama sebulan menurut kota berdasarkan SBH.
pekerja
berhasil
menaikkan
tingkat
upah
nominal pekerja maka ini biasanya memicu
inflasi yang bersifat spiral (yang dipicu oleh
Pengertian Pendapatan dan Penerimaan
Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan rata-rata
kenaikan upah nominal) sehingga tidak ada
pengaruh permanen terhadap upah riil. Dalam
Rahardja dan Manurung (2008:365), kenaikan
upah minimum yang mennyebabkan kenaikan
biaya produksi merupakan salah contoh yang
dapat menyebabkan cost push inflation. Begitu
pendapatan untuk setiap individu atau untuk
setiap anggota keluarga yang diperoleh dengan
membandingkan rata-rata pendapatan rumah
tangga
perbulan
memiliki
legislasi
yang
mengarah
lemah
terhadap tuntutan pekerja, membuat biaya
tenaga kerja (upah) rendah, sehingga membuat
keseluruhan tingkat harga barang dan jasa lebih
rendah di wilayah yang memiliki legislasi
tersebut. Oleh karena itu, terkadang tingkat
upah bisa saja mempengaruhi biaya hidup
jumlah
anggota
keluarga pada suatu wilayah kota tertentu.
Dalam
juga sebaliknya, menurut Cebula (1980, 1983,
dan bersama Toma 2008), wilayah yang
dengan
pendapatan
publikasi
perkapita
SBH,
rata-rata
dimasukan
bersama
dengan penerimaan perkapita (pendapatan +
penerimaan). Menurut BPS dalam SBH 2007
(SBH BPS, 2008: 33-34), penerimaan adalah
seluruh
penerimaan
dari
semua
Anggota
Rumahtangga Ekonomi (ARTE) baik berupa
uang maupun barang. Penerimaan mencakup:
pengambilan tabungan/simpanan, penjualan dan
atau penggadaian barang, penerimaan piutang,
disuatu wilayah.
Perumusan masalah pada penelitian ini
yaitu: berapa besar pendapatan perkapita,
arisan, pinjaman, kiriman/hadiah, tidak rutin
dan warisan/hibah
pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah
mempengaruhi perbedaan biaya
hidup di
Pengertian Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah angka yang
Indonesia?. Sehingga penelitian ini bertujuan
untuk
mengetahui
besarnya
pengaruh
pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk,
dan
tingkat
upah
yang
mempengaruhi
menunjukkan tingkat pertambahan penduduk
per tahun dalan jangka waktu tertentu (BPS,
2010:82). Adapun secara formula:
perbedaan biaya hidup di Indonesia.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
di mana:
Pengertian Variabel Biaya Hidup
Pgt
Variabel biaya hidup yang dimaksud dalam
P
= Pertumbuhan penduduk pada
tahun t
= Jumlah penduduk pada tahun t
Volume 1, No. 1, Februari 2013
- 66
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
P t – 1 = Pertumbuhan penduduk pada
tahun sebelum tahun t
rata-rata pemintaan untuk barang dan jasa di
daerah tersebut. Pada gilirannya, berdasarkan
respon dari kondisi pasar, pemintaan yang lebih
Pengertian Upah Minimum
Berdasarkan
tata
cara
penangguhan
pelaksanaan upah minimum, dalam Keputusan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Republik Indonesia No: KEP. 231/MEN/2003,
bahwa upah minimum adalah upah minimum
yang ditetapkan oleh Gubernur. Oleh karenanya,
upah minimum antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya memiliki besaran yang berbeda.
Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap
Biaya Hidup
Pendapatan rumah tangga amat besar
pengaruhnya
Biasanya
terhadap
makin
tingkat
baik
konsumsi.
(tinggi)
tingkat
pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Hal
ini disebabkan
ketika tingkat
pendapatan
meningkat, kemampuan rumah tangga untuk
membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi
makin besar atau mungkin juga pola hidup
menjadi makin konsumtif, setidak-tidaknya
semakin menuntut kualitas yang baik. Hal
inilah yang menyebabkan pendapatan rumah
tangga
sebagai
salah
satu
faktor
yang
menentukan tingkat konsumsi (Rahardja dan
Pendapatan akan menjadi ukuran besarnya
tingkat permintaan barang dan jasa. Secara
regional dan spasial dalam suatu wilayah,
pendapatan
dapat
dilihat
dari
pendapatan perkapita. Menurut Cebula dan
Toma
(2008),
semakin
besar
pendapatan
perkapita di suatu daerah, semakin besar tingkat
67 -
(mendorong) tinginya harga rata-rata komoditi
barang dan jasa tersebut, dengan asumsi cateris
paribus.
Pengaruh
Pertumbuhan
Terhadap Biaya Hidup
Penduduk
Haworth dan Rasmussen (1973), Mc
Mahaoon (1991) , Kurre (2003) dan peneliti
lainnya, menyatakan bahwa sebuah kota yang
mengalami pertumbuhan populasi tinggi dalam
waktu relatif singkat cenderung memiliki
kebutuhan pasar untuk banyak barang dan jasa.
Dalam
situasi
tersebut,
cenderung
menyebabkan harga pasar lebih tinggi jika
pasokan
barang-barang
yang
dibutuhkan
tersebut belum mampu menanggapi perubahan
dalam permintaan.
Pendekatan ini mengakui bahwa elastisitas
jangka pendek dan jangka panjang pasokan
barang dapat bervariasi di semua jenis produk.
Sebagai contoh di mana perumahan (property)
lebih
lambat
menanggapi
peningkatan
permintaan dari pada produk yang lebih mudah
diangkut seperti bahan makanan (Kurre: 2003).
Manurung, 2008: 265).
ukuran
besar untuk barang dan jasa mensyiratkan
Volume 1, No. 1, Februari 2013
Adapun
pertumbuhan
penduduk
yang
tinggi dan cepat juga akan meningkatkan
kepadatan penduduk. Menurut Todaro dan
Smith (2006:384-385), semakin tinggi tingkat
kepadatan penduduk daerah kota, semakin
tinggi pula harga tempat tinggal, membangun
secara
vertikal
(bertingkat)
lebih
mahal
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
daripada secara horizontal, sehingga saat
manusia dan tenaga kerja yang biasanya lebih
kekuatan pasar berfungsi sebagaimana mestinya,
menuntut upah tinggi merupakan kendala yang
gedung-gedung bertingkat hanya dibangun
harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan.
apabila harga tanah meningkat
Biasanya di kota-kota besar, para tenaga kerja
Kemudian
menyatakan
seperti ini berkumpul di dalam serikat pekerja.
bahwa tingkat kepadatan penduduk merupakan
Serikat pekerja merupakan kelompok yang
salah
tergabung untuk meningkatkan posisi tawar-
satu
perbedaan
Kurre
faktor
biaya
(2003)
yang
hidup
mempengaruhi
antar
wilayah.
menawar mereka (Mc Eachern, 2001: 229).
Menurutnya, jika dua kota masing-masing
Tuntutan upah yang layak dan setara
memiliki satu juta penduduk, namun salah satu
merupakan
kota tersebut memiliki area yang lebih kecil,
diperjuangkan. Startegi yang telah digunakan
maka kita dapat melihat bahwa kota yang
selama hampir 100 tahun di banyak negara
memilki kemacetan yang lebih besar dan
yaitu upah minimum. Upah minimum adalah
masalah transportasi yang dihasilkan, biaya
tingkat upah terendah yang harus dibayarkan
tanah yang lebih tinggi, serta masalah buruk
oleh perusahaan kepada pekerjanya (Case dan
dari isu lingkungan akan mengakibatkan biaya
Fair, 2007: 417).
hidup yang lebih tinggi di kota tersebut.
agenda
utama
yang
lazim
Penentuan tingkat upah akan tercapai
apabila ada legalisasi yang sering disebut
Pengaruh Tingkat Upah Atas Penggunaan
Sumber Daya Manusia Terhadap Biaya
Hidup
Peratuaran
atau
Undang-undang
Upah
Minimum. Adapun peraturan atau undangundang tersebut akan legal apabila telah
Di dalam mengelola input menjadi output
di suatu daerah, sudah pasti perusahaanperusahaan
atau
produsen
perusahaan
berupaya
untuk
menggunakan tenaga kerja lokal dari pada
tenaga kerja luar daerah. Hal ini semata untuk
mempermudah
akses
antara
memiliki wewenang dalam mengesahkannya.
membutuhkan
sumber daya manusia sebagai tenaga kerja.
Lazimnya
disahkan oleh instansi/lembaga terkait yang
tenaga
kerja
dengan tempat kerja (mempertimbangkan cost
of transport).
Meski ketersediaan tenaga kerja lokal
dianggap baik, terkadang di beberapa daerah
berbeda, penggunaan tenaga kerja tersebut
memiliki masalah. Karakteristik sumber daya
Pada dasarnya tuntutan tersebut merupakan
upaya dari para pekerja untuk meningkatkan
upah riil. Terkadang menjadi sebuah pertanyaan
apakah dengan tuntutan peningkatan upah
tersebut dapat mendorong peningkatan upah
riil?
Menurut
Samuelson
dan
Nordhaus
(2004:300), bukti-bukti dari negara-negara
Eropa yang memiliki perserikatan-perserikatan
pekerja yang sangat banyak menyatakan bahwa
ketika serikat pekerja berhasil menaikkan
tingkat upah nominal pekerja maka ini biasanya
memicu inflasi yang bersifat spiral (yang dipicu
Volume 1, No. 1, Februari 2013
- 68
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
oleh kenaikan upah nominal) sehingga tidak ada
bersifat
pengaruh permanen terhadap upah riil.
Sudarsono (1995:53) jumlah dayaguna total
Sebaliknya, menurut Cebula (1980, 1983,
pertambahan
(additive).
Menurut
yang diperoleh konsumen dapat ditulis dalam
dan bersama Toma 2008), wilayah yang
bentuk
memiliki
UT = U(p) + U(s) + U(t) + U(j) + U(l),
legislasi
yang
mengarah
lemah
terhadap tuntutan pekerja, membuat biaya
di mana UT adalah dayaguna (utilitas) total,
tenaga kerja (upah) rendah, sehingga membuat
U(p) dayaguna
keseluruhan tingkat harga barang dan jasa lebih
sandang, U(t) dayaguna barang tahan lama,
rendah di wilayah yang memiliki legislasi
tersebut.
rumahtangga
lainnya.
Kebutuhan konsumen dibedakan menjadi
Sistem Pengeluaran Linier
pengeluaran
U(s) dayaguna
U(j) dayaguna jasa, dan U(l) dayaguna
pengeluaran
Sistem
pangan,
linear
merupakan
dua yaitu yang pertama bersifat minimum
generalisasi dari fungsi utilitas (dayaguna)
untuk mengisi kehidupan subsitensi agar
Cobb-Douglas. Model ini dikembangkan oleh
sekadar dapat hidup dan yang lain bersifat
Klein dan Rubin (1947-48) dan Samuelson
berkelebihan atau supernumerary.
(1947-48) dan digunakan secara empiris oleh
Pembahasan
fungsi
selanjutnya
daya
guna
kita
mulai
yang
telah
Stone (1954) dan Geary (1950), dan karenya
dengan
fungsi ini sering dikenal dengan fungsi Stone-
ditransformasikan ke dalam fungsi log, yaitu
Geary (Silberberg, 1990:406). Sebagai sistem
yang
menggunakan
konsumen
sebagai
permintaan,
sistem
pendekatan
dasar
ini
dayaguna
atau dapat ditulis
penyusunan
mengelompokkan
yang
dibutuhkan
Untuk menyusun permintaan tinggal mengikuti
beberapa
kelompok.
prosedur standar seperti mencari titik optimum
Hubungan antara kelompok barang satu dengan
biasa dan maksimumkan. Selanjutnya sebagai
barang lain bersifat komplementer. Barang-
pemecahan
barang yang dibeli konsumen misalnya dapat
permintaan, maka diterapkan metode Lagrange
barang-barang
konsumen
konsumsi
menjadi
untuk
mendapatkan
fungsi
dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu
kelompok pangan, sandang, barang-barang
Selanjutnya
tahan lama, jasa-jasa (seperti angkutan), dan
diperoleh
pengeluaran-pengeluaran rumah tangga lainnya.
kelompok barang tersebut yaitu:
Masing-masing
kelompok
dari
penyelesaiannya,
permintaan
terhadap
maka
kelompok-
mendatangkan
dayaguna bagi konsumen yang satu sama lain
bersifat independen, sehingga fungsi dayaguna
69 -
Volume 1, No. 1, Februari 2013
Apabila dikalikan dengan
, maka kita dapat
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
menulis fungsi
permintaan dalam bentuk
pengeluaran
teori menyatakan bahwa sebuah kota yang
mengalami pertumbuhan populasi tinggi dalam
waktu relatif singkat cenderung memiliki
kebutuhan pasar untuk banyak barang dan jasa
sehingga menyebabkan harga pasar lebih tinggi
yang dalam Phlips (1983: 126) ditulis:
jika pasokan barang-barang yang dibutuhkan
belum mampu menanggapi perubahan dalam
ket dimana:
permintaan, sehingga pertumbuhan populasi
memiliki dampak yang positif terhadap biaya
dan qi > γi ;
γi
=
hidup. Namun, berdasarkan penelitian mereka
jumlah minimum (subsisten)
komoditas ke-i yang dikonsumsi
dengan judul “Determinants of Metropolitan
Cost
of
menunjukkan
i, j = 1,2,..,n
Living
Variations”,
hubungan
ternyata
signifikansi
yang
lemah di antara pertumbuhan populasi terhadap
Penelitian Sebelumnya
biaya hidup dan tingkat signifikansi ini terdapat
Cebula (1980 dan Ostrosky (1983) dalam
hasil penelitiannya menunjukkan kepadatan
hanya
di
kalangan
penduduk
yang
berpenghasilan moderat.
penduduk dan tingkat pendapatan perkapita
bersifat positif dan memiliki pengaruh yang
Hipotesis
Berdasarkan seluruh uraian di atas maka
signifikan terhadap biaya hidup antar wilayah.
Sementara itu, Kurre (2000 dan 2003)
yang dijadikan hipotesis dalam penelitian ini,
dalam penelitiannya menunjukkan variabel
yaitu: “diduga pendapatan perkapita, tingkat
pertumbuhan populasi penduduk, pendapatan
pertumbuhan penduduk, dan tingkat upah
perkapita dan tingkat pertumbuhan pendapatan
mempengaruhi perbedaan biaya
secara positif mempengaruhi total biaya hidup.
Indonesia”.
hidup di
Pada penelitian lainnya, Cebula (1983)
juga
menunjukkan
bahwa
biaya
hidup
dipengaruhi oleh variabel kepadatan penduduk
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian dan Sumber Data
Ruang lingkup penelitian ini adalah biaya
dan variabel pendapatan perkapita dengan
dengan
hidup (sebagai variabel dependent/terikat) yang
variabel lain, yaitu total jumlah penduduk dan
dilihat dari rata-rata nilai konsumsi per kapita
variabel dummy yang menunjukkan adanya
per
undang-undang yang mendukung hak pekerja
Indonesia berdasarkan Survei Biaya Hidup
atas upah pada tingkat signifikansi statistik 0,01.
(SBH) 4 kali terakhir, yakni tahun 1989, 1996,
Haworth dan Rasmussen (1973) secara
2002 dan 2007 oleh Badan Pusat Statistik
didampingi
secara
bersama-sama
bulan
berdasarkan
kota
di
Volume 1, No. 1, Februari 2013
wilayah
- 70
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
(BPS). Biaya hidup ini dipengaruhi oleh
pada model regresi berdistribusi normal atau
variable-variabel (independent/bebas), yaitu:
tidak. Pada penelitian ini digunakan uji Jarque-
pendapatan perkapita, jumlah pertumbuhan
Bera yang merupakan uji normalitas dengan
populasi penduduk, dan tingkat upah. Data
berdasarkan
vairabel-variabel independent tersebut juga
(kurtosis)
diperoleh dari BPS
(skewness).
pada
dan
Uji
membandingkan
Model Analisis
melalui
keruncingan
koefesien
kemiringan
ini
dilakukan
dengan
statistik Jarque-Bera
(JB)
2
dengan nilai X tabel. Jika nilai Jarque-Bera
Data-data yang diperoleh selanjutnya akan
dianalisis
koefesien
model
regresi
yang
diestimasikan oleh McMahon (1991):
(JB)
≤
tabel
maka
nilai
residual
terstandarisasi dinyatakan berdistribusi normal.
Untuk menghitung nilai statistik Jarque-Bera
(JB)
di mana COL= pq = biaya hidup, Y= pendapatan
X2
digunakan
rumus
sebagai
berikut
(Suliyanto: 2011,75):
perkapita, H = nilai/biaya rumah, dan ∆P =
persentase pertumbuhan populasi .
Persamaan di atas ditransformasikan ke dalam
dimana JB = statistik Jarque-Bera, S =
variable-variabel penelitian, sehingga untuk
koefesien skewness, K = koefesien kurtosis.
biaya hidup, menjadi:
COLi
= β 1 + β2 Yi + β 3 Pgi + β 5 Upi + ut
Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah kondisi di mana
dimana
COLi = Biaya hidup (Cost of Living) di
kota i
Yi
= Pendapatan perkapita di kota i
Pgi
= Pertumbuhan penduduk di kota i
Upi = Tingkat upah pekerja di kota i
β1
= Faktor titik potong (nilai konstanta)
β 2,β3,β 4, β 5,β 6 = Koefisien Regresi
u
= Faktor gangguan
satu atau lebih variabel bebas berkorelasi tinggi
atau sempurna dengan variabel bebas lainnya,
atau dengan kata lain suatu variabel bebas
merupakan fungsi linier dari variabel bebas
lainnya.
Untuk
mengetahui
ada
tidaknya
masalah multikolinieritas dalam penelitian ini
digunakan metode Variance Inflation Factor
Dalam menganalisis keakuratan data, akan
dilakukan beberapa uji statistik dan dilakukan
dengan menggunakan program SPSS versi 19.
Uji yang dimaksud antara lain:
(VIF). Uji ini dilakukan dengan melihat nilai
Variance Inflation Factor (VIF) dari masingmasing
variabel
bebas
terhadap
variabel
terikatnya. Jika nilai VIF tidak lebih besar dari
10, maka model dinyatakan tidak terdapat
Pengujian Asumsi Klasik, meliputi:
Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksud untuk menguji
apakah nilai residual yang telah distandarisasi
71 -
Volume 1, No. 1, Februari 2013
gejala multikolibier (Suliyanto, 2011:90).
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana
suatu variabel pengganggu tidak mempunyai
varians
yang
sama.
Pada
penelitian
Tidak ada
autokorelasi
positif atau
negatif
dU < d < 4 – dU
Jangan tolak
Sumber: Gujarati (2007:122)
ini
digunakan uji White. Uji White dengan
Uji F
meregresi semua variabel bebas, variabel bebas
Uji F untuk menganalisis apakah model yang
kuadrat dan perkalian (interaksi) variabel bebas
digunakan eksis atau tidak. Perhitungan uji F
terhadap nilai residual kuadratnya. Jika nilai X
2
adalah sebagai berikut:
hitung lebih besar dari X2 tabel dengan df = α,
Ftabel = F(α, k-1, k-n)
jumlah variabel bebas, maka dalam model
dimana α = derajat signifikansi, n = jumlah data,
terdapat masalah heteroskedastisitas. Nilai X
2
dan k = jumlah parameter dalam model
hitung dalam metode ini diperoleh dari n x R2,
termasuk konstanta.
dimana n = jumlah pengamatan, sedangkan R2
koefesien determinasi regresi tahap kedua
R 2 /( k  1)
Fhitung =
..................... (2)
1  R 2 /( n  k )
(Suliyanto, 2011:107). Berikut persamaan uji
di mana R = koefesien determinasi, k = jumlah
White dalam penelitian ini:
parameter dalam model, dan n = jumlah data.
α + β1Yi + β2 Pgi + β3Kpi + β4Upi +
β5Yi2 + β6 Pgi2 + β7Kpi2 + β8Upi2 +
β9YiPgiKpiUpi + υi
di mana, Ui = Nilai residual; Yi, Pgi, Kpi, Upi =
variabel independen secara bersama-sama tidak
Variabel bebas.
signifikan (model tidak eksis), sebaliknya jika
Ui2 =
Jika nilai F hitung ≤ F tabel artinya
mempengaruhi
variabel
dependen
secara
nilai F hitung > F tabel artinya variabel
Autokorelasi
Autokorelasi terjadi apabila kesalahan
pengganggu suatu periode berkorelasi dengan
independen
secara
mempengaruhi
variabel
bersama-sama
dependen
secara
signifikan.
kesalahan pengganggu periode sebelumnya.
Adapun untuk mendeteksinya dapat dilakukan
dengan aturan keputusan uji d Durbin-Watson
sebagai berikut (Gujarati, 2007:122):
Tabel 1.
Aturan Keputusan Uji d Durbin-Watson
Hipotesa Nol
Tidak ada
autokorelasi
positif
Tidak ada
autokorelasi
positif
Tidak ada
autokorelasi
negatif
Tidak ada
autokorelasi
negtif
Keputusan
Jika
0 < d < dL
Tolak
Tidak ada
keputusan
dL ≤ d ≤ dU
4 – dL < d < 4
Tolak
Tidak ada
keputusan
4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL
Uji t
Uji
t
digunakan
pengaruh
independen
dari
ntuk
menguji
validitas
masing-masing
terhadap
variabel
variabel
dependen.
perhitungan nilat t sebagai berikut:
thitung =
Bi
S
.............
(3)
e ( Bi )
di mana Bi adalah koefesien regresi variabel
independen ke-1; Se(Bi) adalah standart error
variabel independen ke-1. Jika thit > ttabel berarti
Volume 1, No. 1, Februari 2013
- 72
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
variabel independen ke i berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen, dan
Tabel 2. VIF
Variabel
Yi
Pgi
Upi
sebaliknya.
Sumber: Hasil penelitian 2013
Definisi Operasional Variabel
a.
Biaya Hidup adalah rata-rata pengeluaran
Berdasarkan Tabel di atas, nilai VIF
perkapita atau rata-rata pengeluaran untuk
setiap anggota keluarga per bulan di kota i
Pendapatan
Perkapita
(Variance Inflation Factor) dari semua variabel
bebas bernilai lebih kecil dari 10, maka pada
berdasarkan SBH BPS.
b.
VIF
6,528
1,020
6,568
adalah
rata-rata
pendapatan dan penerimaan perkapita atau
rata-rata pendapatan dan penerimaan untuk
model regresi yang terbentuk tidak terjadi
gejala
multikolinearitas
diantara
variabel-
variabel bebas.
setiap anggota keluarga per bulan di kota i
Heterokedastisitas
berdasarkan SBH BPS.
c.
Pertumbuhan Penduduk adalah angka yang
menunjukkan
persentase
tingkat
pertambahan penduduk per tahun di kota i .
d.
Tingkat
Upah
Pekerja
adalah
Upah
Minimum Provinsi yang berlaku di kota i.
HASIL PEMBAHASAN
Berdasarkan pengolahan SPSS dihasilkan
output sebagai berikut:
Tabel 3. Uji Heterokedastisitas
R
R Square
,378a
,143
Adjusted R
Square
,104
Std. Error of
the Estimate
4,80771E9
Sumber: hasil penelitian 2013
Berdasarkan
output
di
atas,
maka
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Biaya
Hidup di Indonesia
diperoleh nilai X2 hitung = 164 x 0,143 =
Uji Normalitas
0,05, 7 adalah sebesar 14,067. Karena X2 hitung
Berdasarkan hasil output SPSS didapat nilai
(23,452) > X2 tabel (14,067) maka pada model
skewness sebesar 0,364 dan kurtosis sebesar
regresi tersebut terjadi gejala heterokedastisitas.
2,670,
Uji Autokorelasi
maka
didapatkanlah
nilai
statistik
Jarque-Bera (JB) sebesar 4,365707. Sementara
2
23,452. Sedangkan nilai X2 tabel dengan df =
Pada
awalnya
berdasarkan
hasil
itu, nilai X tabel dengan df: 0,05, 3 adalah
pengolahan dengan SPSS 19, diperoleh nilai
7,815.
Jarque-Bera
Durbin-Watson yaitu sebesar 1,766. Adapun
tabel (7,815), nilai
berdasarkan tabel Durbin-Watson dengan n =
Karena
nilai
(4,365707) < nilai X
statistik
2
residual terstandarisasi berdistribusi normal.
164 dan K = 4, maka diperoleh nilai dL =
1,7075 dan dU =1,7820, sehingga dari nilai-
Multikolinearitas
Berdasarkan hasil output SPSS, didapatlah nilai
VIF yang disimpulakn pada tabel di bawah ini
73 -
Volume 1, No. 1, Februari 2013
nilai tersebut tidak ada keputusan bahwa
hipotesa nol yang menyatakan tidak ada
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
autokorelasi positif. Hal ini menyebabkan
biasnya keputusan masalah autokorelasi pada
model regresi, sedangkan yang diharapkan lebih
baik adalah tidak adanya masalah autokorelasi.
Namun setelah dilakukan perbaikan uji
melalui
transformasi
menggunakan
metode
variabel
estimasi
dengan
ρ
(rho)
Tabel 4.
Uji t, Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Biaya Hidup di Indonesia
Unstandardized
Coefficients
Model
t
Sig.
B
(Constant)
Yi
Pgi
Upi
-399902,622
1,066
1,223
,092
-2,950
70,975
1,281
4,342
,004
,000
,202
,000
Sumber: Hasil penelitian 2013
Durbin-Watson
Untuk tingkat signifikansi 0,05 variabel
(Gujarati:1993:221), maka diperolehlah nilai
pendapatan perkapita (Yi) memiliki nilai hitung
Durbin-Watson yang lebih baik yakni sebesar
sebesar (70,975) > t tabel (1,65443 ) dan nilai
1,990. Dikatakan lebih baik karena nilai
Sig
Durbin-Watson (d)-nya lebih besar dari nilai dU
pendapatan perkapita memiliki pengaruh positif
(1,7820) dan lebih kecil 4 – dU (2,218).
terhadap biaya hidup. Adapun variabel upah
Berdasarkan Tabel 4.9 Aturan Keputusan Uji
(Upi) secara uji t statistik memiliki pengaruh
Durbin-Watson (d) jika dU < d < 4 – dU maka
secara positif dengan nilai t hitung sebesar
keputusanya jangan tolak hipotesa nol yang
(4,342) > t tabel (1,65443) nilai signifikan
menyatakan tidak ada autokorelasi positif atau
0,010 < 0,05. Adapun variabel pertumbuhan
negatif.
penduduk (Pgi) tidak memiliki pengaruh secara
berdasarkan
statistik
0,000
<
0,05.
Sehingga
variabel
positif terhadap biaya hidup pada tingkat
kepecayaan 0,05.
Uji F
Berdasarkan hasil pengolahan data yang
telah diatasi masalah asumsi klasik autokorelasi
diperoleh nilai F hitung sebesar 2006,245 lebih
besar dari nilai F tabel (2,66) dan nilai Sig.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada tingkat signifikansi 0,05, pendapatan
0,000 < 0,05. Sehingga dapat dikatakan secara
perkapita dan tingkat upah
bersama-sama variabel-variabel independent
biaya hidup perkapita antar wilayah (antar kota)
signifikan mempengaruhi biaya hidup, dan
model dinyatakan cocok atau fit atau persamaan
mempengaruhi
di Indonesia secara positif. Adapun variabel
pertumbuhan penduduk dan tingkat kepadatan
regresi yang terbentuk mampu menggambarkan
penduduk, tidak ditemukan pengaruh positif ke
keadaan yang sesungguhnya.
dua variabel tersebut terhadap biaya hidup
perkapita.
Uji t
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
Saran
1. Bagi penelitian selanjutnya, perlu diteliti
faktor-faktor
lain
yang
mempengaruhi
perbedaan biaya hidup antar wilayah, seperti
Volume 1, No. 1, Februari 2013
- 74
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
tingkat pengangguran, budaya, jarak dengan
tempat produksi dan sebagainya yang dapat
berhubungan dengan biaya hidup.
2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu juga
dianalisis perbedaan biaya hidup antar
wilayah agar informasi hasil penelitian
mengenai biaya hidup lebih bervariatif dan
lebih menarik.
3. Bagi pemerintah dan praktis
diharapkan
mampu mengambil kebijakan yang baik dan
by the Board of Regents of the University of
Wisconsin System. 56 (4). 477- 481.
-----------------------, 1983. Right-to-Work Laws and
Geographic Differences in Living Costs: An
Analysis of Effects of the „Union Shop‟ Ban for
the Years 1974,1976, and 1978. American
Journal of Economics and Sociology. 42 (3).
329-340.
-----------------------. dan Toma, Michael, 2008. An
Empirical Analysis of Determinants of
Interstate Living-Cost Differentials, 2005. The
Journal of Regional Analysis & Policy. ©2008
MCRSA, All rigats reserved. 38 (3). 222-228.
Gujarati, D.N., 2007. Dasar-dasar Ekonometrika.
Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta: Erlangga.
sesuai, yang berhubungan dengan biaya
hidup seperti gaji tenaga kerja sebagai akibat
setiap wilayah memiliki biaya hidup yang
berbeda dengan wilayh lainnya.
4. Peran aktif pemerintah di dalam menjaga
distribusi dan pengontrolan terhadap harga
beberapa
jenis
barang
yang
langsung
berkenaan dengan kehidupan masyarakat,
terutama barang yang bersifat subtansi;
ajakan moral untuk menabung; penyediaan
saran publik yang baik; membuka kawasan
produksi produksi baru, semua itu dapat
dijadikan sebagai upaya untuk mengurangi
tingkat biaya hidup yang tinggi di suatu
wilayah
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia,
2010. Statistik Indonesia. Statistical Yearbook
of Indonesia 2010. No Publikasi: 07330.10.16.
Katolog BPS:1101001.
Case, Karl E dan Fair, Ray C., 2007. Prinsip-Prinsip
Ekonomi Mikro. Edisi ketujuh. Jakarta: PT.
Indeks.
--------------------------------------, 2009. PrinsipPrinsip Ekonomi Makro. Edisi lima. Cetakan
ke-tiga. Jakarta: PT. Indeks.
Cebula, R.J., 1980. Determinants of Geographic
Living-Cost Differentials in the United States:
An Empirical Note. Land Economics, ©1980
75 -
Volume 1, No. 1, Februari 2013
------------------------------ dan Zain Sumarno. (1993)
Ekonometrika Dasar. Jakarta:Erlangga
Haworth C.T, dan Rasmussen, D.W. (1973).
Determinants of Metropolitan Cost of Living
Variations. Southern Economic Journal. 40 (2).
183-192.
Kurre, J. A., 2000. Differences in the Cost of Living
Across Pennsylvania’ 67 Counties. The Center
for Rural Pennsylvania, A Legislative Agency
of the Pennsylvania General Assembly. pp: 188.
---------------------, 2003. Is the Cost of Living Less
in Rural Areas. International Regional Science
Review. 26 :86-116.
McEachern, 2001. Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba
Empat.
McMahon, W.W., dan Melton, 1978. Measuring
Cost of Living Variation. Industrial Relations.
by The Regents of the University of California.
17 (3), 324-332.
McMahoon, W.W., 1991. Geographical Cost of
Living Differences: An Update. AREUEA
Journal. 19 (3). 426-450.
Nicholson, W., 1992. Mikroekonomi Intermediate
dan Penerapannya. Edisi ketiga. Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Ostrosky, A. L., 1983. Determinants of Geographic
Living-Cost Differentials in the United States:
Comments. Land Economics by the Board of
Regents of the University of Wisconsin System.
59 (3), 350-352.
Phlips, L., 1983. Applied Consumption Analysis,
Revised and Enlarged Edition. New- York:
North-Holland
Publishing
Company
Amsterdam-New York-Oxford.
Rahardja, P., dan Manurung, Mandala, 2008.
Pengantara Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi &
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Makroekonomi). Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Samuelson, P.A., dan Nordhaus, Wiliam D, 2004.
Ilmu Makroekonomi. Edisi tujuh belas. Jakarta:
P.T. Media Global Edukasi
Silberberg, E., 1990. The Structure of Economics: A
Mathematical Analysis, International Edition.
Singapore: McGraw Hill.
Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro.
Cetakan kedelapan (edisi revisi). Jakarta:
LP3ES.
Suliyanto, 2011. Ekonometrika Terapan: TeoriAplikasi. Yogyakarta: Andi
Todaro, P. M., dan Smith, C. Stephen, 2006.
Pembangunan Ekonomi. Edisi kesembilan.
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Volume 1, No. 1, Februari 2013
- 76
Download