8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1.
Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di Sekolah Dasar
a.
Pengertian Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis
Kata keterampilan (skill) sama artinya dengan kemahiran. Pengertian
tersebut merujuk pada pendapat Sanjaya (2009: 70) yang menyatakan bahwa
kemahiran (skill), yaitu kemampuan individu untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan yang dibebankan kepadanya secara praktik. Sejalan dengan hal
tersebut, Gordon (1988) menjelaskan bahwa keterampilan (skill) adalah
sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan
yang dibebankan (Sanjaya, 2008: 7). Dengan mempunyai kemahiran atau
keterampilan, seorang siswa mampu menyelesaikan tugas dari guru secara
praktik. Selain itu, kata keterampilan sama artinya dengan kata kecakapan
dan juga kecekatan. Pengertian tersebut merujuk pada pendapat Soemarjadi,
Ramanto, dan Zahri (2001: 2) yang menjelaskan bahwa kata keterampilan
memiliki arti yang sama dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah
kepandaian seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dengan cepat dan
benar. Tugas dari guru dapat dikerjakan oleh siswa dengan baik, cepat, dan
benar apabila siswa mempunyai keterampilan.
Syah (2010: 117) menjelaskan keterampilan juga didefinisikan
sebagai kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-ototyang
biasanya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik,
olahraga, dan sebagainya. Keterampilan memerlukan koordinasi gerak yang
teliti dan kesadaran yang tinggi meskipun sifatnya motorik. Di samping itu,
Reber (1998) menyatakan bahwa keterampilan adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi
secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu (Syah,
2010: 117). Oleh karena itu, keterampilan bukan hanya meliputi kegiatan
motorik saja, melainkan juga kegiatan kognitif.
8
9
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan adalah kegiatan jasmaniah yang dilakukan secara sadar
sehingga mampu melakukan tugas yang diberikan secara praktik dengan baik,
benar, dan cepat. Pada dasarnya keterampilan sering diidentikan dengan
psikomotor. Pada penelitian ini keterampilan yang dimaksud termasuk dalam
ranah psikomotor, yaitu pada ranah membiasakan, artinya siswa mampu
menampilkan tindakan praktik dengan baik, benar, dan cepat secara mandiri
dari proses latihan yang dilaksanakannya.
Kata memainkan memiliki kata dasar main. MenurutKBBIEdisi III
(2002: 697), main artinya,“melakukan permainan untuk menyenangkan hati
(dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak)”. Kata main mendapat
imbuhan me-kan menjadi memainkan. Menurut KBBI Edisi III (2002: 698),
memainkan memiliki beberapa arti, yaitu1) memakai (melakukan dan
sebagainya) sesuatu untuk bermain-main, 2) membunyikan alat musik dan
sebagainya dengan memukul (memetik dan sebagainya), 3) melagukan musik
dansebagainya dengan bunyi-bunyian; 4) melakukan (sebagai sandiwara),
menyandiwarakan, memperagakan;5) mempertontonkan, mempertunjukkan;
dan 6) melakukan peranan, memerankan. Arti kata memainkan yang sesuai
dengan konteks ini adalah membunyikan alat musik dan sebagainya dengan
memukul (memetik dan sebagainya).
Kennedy (1988: 351) menjelaskan bahwa alat musik atau instrumen
musik adalah, “Objects or device for producing music sound by mechanical
energy or electrical impulses.” Alat musik adalah benda-benda atau
perangkat untuk memproduksi suara musik dengan energi mekanik atau
impuls listrik. Sejalan dengan pendapat Kennedy, Kusdinar (2014: 11)
menjelaskan bahwa alat musik adalah alat yang sengaja dibuat oleh manusia
dengan tujuan agar dapat menghasilkan suara musik. Lebih lanjut, Safrina
(2002: xiii) menjelaskan bahwa alat musik adalah, “suatu hasil karya seni
bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran
dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik”. Jadi alat musik adalah
hasil karya seni bunyi yang menghasilkan suara musik.
10
Menurut fungsinya alat musik digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu alat
musik ritmis dan alat musik melodis. Kusdinar (2014: 16) menjelaskan bahwa
alat musik ritmis adalah alat musik yang memberikan irama (ritme) tertentu
dalam suatu pagelaran. Variasi pukulannya sesuai dengan selera seni,
kecakapan menyusun aransemen, dan kebutuhan. Contohnya ketipung,
gendang, drum set, lain-lain. Kusdinar (2014: 16) menjelaskan bahwa alat
musik melodis adalah alat musik yang digunakan untuk memainkan nadanada (melodi) sebuah lagu. Fungsinya dapat sebagai alat ritmis bernada dan
dapat juga sebagai alat melodis. Contohnya seruling, pianika, dan lain-lain.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan memainkan alat musik melodis adalah kegiatan jasmani yang
dilakukan secara sadar untuk membunyikanhasil karya seni bunyi yang
menghasilkan nada dengan baik dan benar. Hasil karya seni bunyi yang
menghasilkankan nada tersebut adalah alat musik melodis. Jadi seorang siswa
yang terampil dalam memainkan alat musik melodis harus mampu melakukan
tugas memainkan alat musik melodis secara praktik dengan baik dan benar.
Di dalam penelitian ini, alat musik melodis yang digunakan adalah pianika.
Pianika dipilih karena pianika mudah untuk dipelajari, mudah untuk
dimainkan anak SD, dan mudah didapat.
b. Karakteristik Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di
Sekolah Dasar
Pendidikan seni musik lebih menekankan pada pemberian pengalaman
seni musik, yang nantinya akan melahirkan kemampuan untuk memanfaatkan
seni musik pada kehidupan sehari-hari. Pendidikan seni musik diberikan di
sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap
kebutuhan perkembangan siswa, yang terletak pada pemberian pengalaman
estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi.
Pembelajaran seni musik dilaksanakan melalui pendekatan: “belajar dengan
seni”, “belajar melalui seni”, dan “belajar tentang seni” (BSNP, 2006). Peran
ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.
11
1) Pendekatan “Belajar dengan Seni”
Pendekatan ini menekankan pada proses pemerolehan dan
pemahaman pengetahuan yang didapatkan dengan kegiatan seni musik
misalnya siswa belajar menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka dengan
mempelajari lagu tersebut siswa dapat mengetahui dan memahami sikap
apa yang terdapat pada lagu. Siswa seharusnya tahu tentang apa yang
diceritakan lagu dan dari pengetahuan tersebut mereka bisa mengambil
suatu simpulan bahwa lagu Indonesia Raya menginginkan terwujudnya
sikap cinta tanah air dan menanamkan jiwa patriotis.
2) Pendekatan “Belajar melalui Seni”
Pendekatan ini menekankan pada pemahaman emosional yang
tercermin ke dalam penanaman nilai-nilai atau sikap yang terbentuk
melalui kegiatan berkesenian. Seperti dalam menyanyikan atau
memainkan sebuah lagu, siswa dituntut untuk membuat keteraturan
tempo/ketukan. Apabila siswa tidak bisa mengikuti tempo tersebut maka
lagu yang dibawakan menjadi kacau atau tidak teratur. Jadi melalui
bernyanyi atau bermain alat musik akan tertanam sikap disiplin yang
tinggi untuk membuat keteraturan.
3) Pendekatan “Belajar tentang Seni”
Pendekatan ini lebih menekankan pada pembelajaran tentang
penguasaan materi seni musik yang tergambar pada unsur-unsurnya
seperti irama, melodi, dan harmoni.Mahmud (1995) menyatakan bahwa,
“unsur pokok musik adalah irama, melodi, dan harmoni” (Rachmawati,
2005: 16). Dalam sebuah lagu, semua unsur musik itu muncul sebagai
satu kesatuan. Berikut ini penejelasan unsur-unsur musik.
a) Irama
Penggunaan istilah yang berhubungan dengan irama ini
bermacam-macam, dan berasal dari istilah-istilah asing, seperti
ritme, ritem, ritmik. Perbedaan istilah ini terjadi karena belum
adanya
pembakuan
istilah
bidang
musik.
Mahmud
(1995)
menyatakan irama adalah denyut jantung musik yang memberi rasa
12
hidup (Rachmawati, 2005: 16). Sejalan dengan pendapat Mahmud,
Sukarya, dkk. (2008: 2.2.7) menjelaskan bahwa,“Ritme adalah
pengaturan bunyi dalam waktu”. Lebih lanjut Safrina (2002: 63)
menjelaskan bahwa irama ialah rangkaian gerak yang menjadi unsur
dasar dalam musik dan tari. Irama dalam musik terbentuk dari
sekelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam lama waktu
atau panjang-pendeknya sehingga membentuk pola irama, bergerak
menurut pulsa dalam ayunan birama. Irama dapat dirasakan, kadangkadang dirasakan dan didengar, atau dirasakan dan dilihat, ataupun
dirasakan dan didengar serta dilihat.Jadi irama adalah pengaturan
bunyi dalam waktu yang dapat dirasakan, didengar, atau bahkan
dilihat sehingga memberi rasa hidup.
Alat musik pembawa irama yang dipelajari di SD masih
sederhana, seperti maracas, kendang, tamborin, dan sebagainya.
Pembelajaran irama diajarkan sebelum pembelajaran melodi karena
berkaitan dengan unsur waktu dan keteraturan pembunyian.
b) Melodi
Alat musik pembawa melodi yang dipejari di SD contohnya
rekorder dan pianika. Pembelajaran melodi di SD berkaitan dengan
penguasaan tinggi rendahnya nada, berbeda dengan
irama yang
tanpa menggunakan ketinggian nada.
Sukarya, dkk. (2008: 2.2.7) menjelaskan bahwa,“Melodi
adalah serangkaian nada dalam waktu”. Lebih lanjut, Safrina (2002:
124) menjelasakan melodi ialah susunan rangkaian nada yang
terdengar berurutan serta berirama, dan mengungkapkan suatu
gagasan, pikiran, dan perasaan. Rangkaian tersebut dapat dibunyikan
sendirian, yaitu tanpa iringan, atau dapat merupakan bagian dari
rangkaian akord dalam waktu (biasanya merupakan rangkaian nada
tertinggi dalam akord-akord tersebut). Sejalan dengan hal tersebut,
Mahfud (1995) menyatakan bahwa, “melodi adalah jiwa musik yang
13
menyimpan daya kekuatan serta dapat menggerakkan pikiran dan
perasaan” (Rachmawati, 2005: 16).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bawa melodi adalah serangkaian nada dalam waktu yang berurutan
dan berirama serta menggerakan pikiran dan perasaan. Rachmawati
(2005: 17) menjelaskan bahwa di dalam melodi terkandung (1)
jangkauan atau pola yang pasti akan tinggi rendah nada, (2) selingan
tinggi nada yang disimak melalui sedikit atau banyaknya interval,
dan (3) pengaturan nada.
Melodi dituliskan dalam berbagai lambang atau notasi, yaitu
notasi huruf, notasi angka, dan notasi balok.Notasi huruf adalah
melodi yang dituliskan atau dilambangkan dengan huruf. Notasi
huruf merupakan notasi paling mudah yang didasarkan pada bunyi
nadanya. Kita membaca notasi melodi dengan do re mi fa sol la si
do. Tangga nada do re mi fa sol la si do apabila ditulis dengan notasi
huruf menjadi d r m f s l t d’. Agar tidak ada keraguan untuk
membaca atau menyanyikan nada sol dan si maka si diganti dengan
ti sehingga notasinya menjadi t.
Notasi
angka
adalah
melodi
yang
dituliskan
atau
dilambangkan dengan angka. Angka-angka yang digunakan adalah
angka:
1
2
3
4
5
6
7
i
Do
Re
Mi
Fa
Sol
La
Si
do
Notasi angka juga menggunakan tanda titik (∙) untuk memperjelas
penulisan notasi. Tanda titik (∙) digunakan dalam dua macam fungsi,
yaitu sebagai tanda tinggi rendah nada dan sebagau tanda
jumlah/panjang ketukan.Untuk nada rendah, titik diletakkan di
bawah nada yang dimaksud, sedangkan untuk nada tinggi diletakkan
di atas nada yang dimaksud. Berikut ini contoh penggunaan tanda
titik (∙) yang berfungsi sebagai tanda tinggi rendah nada.
14
Nada Rendah
5
∙
6
∙
Nada Tinggi
∙
5
7
∙
6
∙
7
∙
Tanda titik digunakan untuk tanda penambahan jumlah atau panjang
ketukan suatu nada. Titik diletakkan setelah nada yang dimaksud.
Contoh:
(1) Penambahan 2 ketukan │3 ∙ ∙ 4│
(2) Penambahan 1 ketukan │2 ∙ 3 4│
Notasi
balok
adalah
melodi
yang
dituliskan
atau
dilambangkan dengan gambar. Gambar-gambar yang melambangkan
bunyi tersebut dituliskan dalam not balok sesuai dengan tinggirendah dan sifat bunyi yang dilambangkan. Contoh penulisan melodi
dengan notasi balok ditunjukkan dengan Gambar 2.1.
Gambar
2.1Contoh Rangkaian Notasi Balok pada Melodi
(Sumber:musicindonesianlady21century.blogspot.com)
Pada pembelajaran di SD notasi balok jarang digunakan karena
memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada notasi lainnya.
c) Harmoni
Harmoni disebut juga dengan paduan nada. Sukarya, dkk.
(2008: 2.2.7) menyatakan bahwa harmoni adalah kejadian dua nada
atau lebih dengan tinggi nada yang berbeda dan dibunyikan
bersamaan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Safrina (2002: 156)
15
menjelaskan bahwa harmoni adalah susunan gabungan dua nada atau
lebih dengan tinggi nada yang berbeda yang kita dengar serentak.
Musik dikatakan harmoni jika ia berhasil memadukan dua jenis
bunyi-bunyian atau lebih menjadi bunyi yang indah dan enak
didengar. Mahfud (1995) mengungkapkan bahwa,“harmoni adalah
bingkai komposisi yang menopang melodi serta memberi sifat dan
warna tertentu pada musik” (Rachmawati, 2005: 16).
Jadi harmoni adalah dua nada atau lebih yang dibunyikan
secara serentak serta memberi sifat dan warna tertentu pada musik.
Harmoni yang terdiri dari tiga nada atau lebih yang dibunyikan
bersamaan biasanya disebut akord.
Karakter musik untuk siswa SD adalah musik anak yang seyogyanya
tepat dengan hakikat perkembangan anak ditinjau dari segi biologis, jiwa,
maupun kemampuan berpikir serta minat anak (Sukarya, 2008: 4.3.5).
Karakter musik anak harus dibuat atau dipilih yang memiliki ciri-ciri sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Musik tersebut harus
memberikan kesempatan seluas-luasnya yang mendorong perkembangan
kreativitas berpikir serta kreativitas seni anak.
Pemilihan musik atau lagu untuk siswa harus memperhatikan
perkembangan gerak psikomotorik. Misalnya bila musik tersebut untuk musik
instrumentalia maka pemilihan alat-alat musik yang digunakan disesuaikan
dengan kemampuan gerak siswa. Tidak mungkin siswa usia 10 tahun harus
memainkan cello atau saxophon. Ukuran alat musik harus disesuaikan dengan
pertumbuhan tubuh anak. Aspek perkembangan berpikir siswa SD adalah hal
lain yang perlu menjadi pertimbangan guru yang ingin mengajarkan
nyanyian.
Salah satu daya tarik siswa SD mau berlatih menyanyi atau
memainkan alat musik adalah karena siswa berminat pada hal-hal yang
menarik perhatian mereka. Guru perlu memilih tema lagu yang menjadi minat
siswa. Lagu yang dipilih sebaiknya lagu yang memiliki nilai pendidikan yang
baik. Pada awal usia sekolah, anak sudah mampu menghasilkan pitch secara
16
tepat. Anak lebih mudah memahami perubahan serangkaian nada yang teratur
daripada yang acak. Hal tersebut merujuk pada pendapat Djohan (2009: 4546) yang menyatakan:
Anak-anak sudah mampu mereproduksi sebuah frase pendek dalam
berbagai variasi dengan pitch yang tepat. Oleh sebab itu, kemampuan
untuk menghasilkan pitch secara akurat dan apresiatif terhadap tangga
nada serta kunci nada dasar telah berkembang ketika awal usia
sekolah. Perubahan yang terjadi dalam serangkaian tangga nada yang
teratur lebih mudah dideteksi daripada rangkaian nada yang acak.
Dan, pilihan yang timbul untuk mengakhiri sebuah kalimat melodi
lebih pada nada yang stabil dari kunci yang didengar.
Selain harus sesuai dengan perkembangan fisik, daya pikir, dan minat
siswa, musik siswa juga harus musik yang mampu menjadikan dirinya
sebagai media pengungkapan perasaan, pikiran, dan isi hati anak. Musik
siswa seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi perkembangan
kreativitas berpikir dan kreativitas seni (rasa keindahan) siswa, serta dunia
siswa. Menurut Pamadhi, dkk. (2011: 3.25-3.26) beberapa karakteristik yang
sebaiknya muncul dalam musik siswa adalah:
1) Musik sesuai dengan minat dan kehidupan siswa sehari-hari. Musik
harus mengandung hal-hal yang menarik perhatian anak, seperti lagu
yang menggambarkan tentang khayalan anak dan cerita peristiwa
tingkah laku binatang yang jenaka.
2) Ritme musik dan pola melodinya pendek agar mudah diingat
sehingga guru dapat meminta siswa untuk berimprovisasi, mengubah
melodi, atau teks lagu sesuai dengan kemampauan dan kreativitas
siswa.
3) Nyanyian harus mengandung unsur musik lainnya, seperti tempo,
dinamik, bunyi, dan ekspresi musik yang dapat diolah dan diganti
serta
diekspresikan
siswa
sehingga
siswa
berkesempatan
memperloleh pengalaman mengolah bunyi melalui musik. Misalnya
siswa diberi kesempatan untuk memainkan musik dengan tempo
yang berbeda-beda, menambahkan suara lain dalam karya tersebut.
17
4) Siswa diberi kesempatan untuk bergerak melalui musik. Siswa dapat
menghasilkan
bunyi
melalui
gerak
tubuhnya
dengan
cara
memukulkan tongkat, bertepuk tangan, menghentakkan kaki, dan
sebagainya.
c.
Urgensi Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di Sekolah
Dasar
Safrina (2002: xiii) mengemukakan tentang pendapat para pakar
pendidikan yang menyatakan bahwa seni musik mempunyai peranan yang
penting dalam kehidupan seorang siswa. Siswa yang berpartisipasi dalam
kegiatan musik bisa mengembangkan kreativitasnya, sensitivitasnya, dan rasa
keindahannya. Di samping itu, kegiatan musik juga bisa mengungkapkan
ekspresi siswa, memberikan tantangan pada siswa, melatih kedisiplinan, dan
mengenalkan pada siswa tentang sejarah budaya bangsa.
Menurut Safrina (2002: xiv) ada tujuh tujuan pendidikan musik.
Pertama, melalui pendidikan musik potensi rasa keindahan yang dimiliki
anak bisa ditanamkan dan dikembangkan. Kedua, pendidikan musik bisa
membantu anak memiliki kemampuan perasaan dan pikirannya melalui
musik. Ketiga, melalui pendidikan musik anak bisa memiliki selera
intelektual dan selera artistik sehingga bisa menilai musik. Keempat,
kepekaan anak terhadap lingkungannya bisa dikembangkan melalui
pendidikan musik. Kelima, melalui pendidikan musik anak mendapatkan
kesempatan
untuk
dapat
meningkatkan
sendiri
pengetahuan
dan
keterampilannya dalam bidang musik.
Pendidikan
konsentrasi,
seni
keseriusan,
musik
dan
juga
berfungsi
kepekaan
terhadap
untuk
meningkatkan
lingkungan.
Untuk
menyajikan atau memainkan musik yang indah diperlukan konsentrasi penuh,
keseriusan, dan kepekaan rasa terhadap tema lagu atau musik yang
dimainkan. Dengan demikian pesan yang terdapat pada lagu atau musik bisa
tersampaikan dan diterima oleh pendengar.
18
Berdasarkan beberapa pandangan tentang fungsi pendidikan seni
musik siswa tersebut, berikut ini dikemukan fungsi keterampilan memainkan
alat musik melodis.
1) Sebagai sarana/media ekspresi
Ekspresi
merupakan
ungkapan atau pernyataan sesorang.
Perasaan dapat berupa sedih, gembira, risau, marah, menyeramkan, atau
sesuai dengan kondisi malasah yang dihadapi. Siswa yang bisa
memainkan alat musik, khususnya alat musik melodis memungkinkan
siswa untuk mengeksplorasi ekspresinya dalam memunculkan karyakarya baru.
2) Sebagai media komunikasi
Ekspresi yang dieksplorasikan akan dikomunikasikan kepada
orang lain. Artinya karya-karya seni musik yang dimainkan siswa
melalui alat musik melodis dikomunikasikan sehingga pesan yang
terdapat dalam karya tersebut bisa tersampaikan kepada orang lain.
3) Sebagai sarana bermain
Memainkan alat musik melodis merupakan salah satu kegiatan
bermain. Bermain merupakan dunia anak-anak. Anak-anak memerlukan
kegiatan yang bersifat rekreatif yang menyenangkan bagi pertumbuhan
jiwanya. Bermain sekaligus memberikan penyeimbang dan penyelaras
atas perkembangan individu anak secara fisik dan psikis.
4) Sebagai media pengembangan bakat
Setiap siswa memiliki potensi di bidang musik. Berlatih
memainkan alat musik, khususnya alat musik melodis akan memupuk
bakat siswa sehingga bakat siswa di bidang musik akan tumbuh dan
berkembang.
5) Sebagai media kreativitas
Kreatif merupakan sifat yang dilekatkan pada diri manusia yang
dikaitkan dengan kemampuan atau daya menciptakan. Sifat kreatif ini
senantiasa diperlukan untuk mengiringi tingkah laku manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhannya.
19
6) Sebagai penunjang kognisi
Lirik sebuah lagu akan lebih mudah dihafakan daripada materi
pelajaran. Oleh karena itu, lirik sebuah lagu bisa diganti dengan lirik
tentang materi pelajaran sehingga siswa bisa menghafalkan materi
pelajaran dengan bernanyi. Dengan demikian siswa lebih mudah
menghafalkan materi pelajaran.
Memainkan alat musik melodis merupakan keterampilan yang penting
untuk dimiliki oleh siswa. Hal tersebut karena memainkan alat musik melodis
memiliki manfaat yang sangat banyak bagi siswa.
Bermain musik dapat membantu pengembangan keterampilan motorik
dan gangguan belajar, serta membangun rasa percaya diri dan disiplin diri.
Hal tersebut merujuk pada pendapat Djohan (2009: 249) yang menjelaskan
bahwa bermain musik dapat membantu pengembangan dan koordinasi
kemampuan motorik pada anak. Bermain alat musik secara ansambel bisa
membantu anak yang mengalami gangguan belajar untuk mengontrol impuls
saraf yang kacau melalui latihan secara terstruktur dalam kelompok.
Mempelajari sebuah karya musik dengan cara memainkannya dapat
mengembangkan keterampilan musik serta membangun rasa percaya diri dan
disiplin diri pada anak.
Bermain musik dapat membangun percaya diri. Setelah siswa
menyadari bahwa siswa dapat melakukan sesuatu dengan baik, bermain
pianika misalnya, siswa secara alami menjadi lebih percaya diri. Bermain
musik dapat membangun disiplin diri. Berlatih bermain musik membutuhkan
latihan yang teratur sehingga membentuk kedisiplinan pada diri siswa.
Memainkan alat musik bisa meningkatkan keterampilan kognisi siswa.
Hal tersebut merujuk pada pendapat Djohan (2009: 171) yang menjelaskan
bahwa, “Keterampilan kognisi juga dapat ditingkatkan melalui kegiatan
kreatif dalam permainan musik. Karena aktivitas musik banyak melibatkan
kegiatan yang mendorong terjadinya penciptaan-penciptaan”.
Bermain musik bisa mempengaruhi otak. Hal ini merujuk pada
penjelasan Deardorff (2015):
20
Results from a series of studies involving thousands of participants
from birth to age 90 suggest that the brain’s ability to process sound
is influenced by everything from playing music and learning a new
language to aging, language disorders and hearing loss. Studies
indicate that across the lifespan, people who actively play music (as a
hobby) can hear better in noise than those who don’t play music.
Hasil dari serangkaian penelitian yang melibatkan ribuan peserta dari lahir
sampai usia 90 menunjukkan bahwa kemampuan otak untuk memproses
suara dipengaruhi oleh segala sesuatu dari bermain musik dan belajar bahasa
baru untuk penuaan, gangguan bahasa dan gangguan pendengaran. Studi
menunjukkan bahwa seluruh jangka hidup, orang-orang yang aktif bermain
musik (sebagai hobi) bisa mendengar lebih baik dalam kebisingan
dibandingkan mereka yang tidak memainkan musik.
Memainkan alat musik bisa mempengaruhi pengolahan saraf. Locker
(2015) menyatakan, “The study showed that students who played instruments
in class had more improved neural processing than the children who attended
the music appreciation group.” Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang
bermain instrumen di kelas memiliki pengolahan saraf yang lebih
ditingkatkan daripada anak-anak yang menghadiri kelompok apresiasi musik.
Bermain musik bisa mempengaruhi kemampuan bahasa, prestasi
akademik, dan pendengaran siswa. Kraus, et al. (2014: 2) menyatakan:
A number of studies have revealed that children undergoing music
training have stronger cognitive abilities, vocabulary, rhythm
perception and production (linked to reading skill), perception of
vocal pitch, and perception of speech in noisy backgrounds than nonmusician children. Additionally, musical practice can strengthen
children’s auditory encoding of speech, auditory discrimination and
attention, and lead to structural changes in auditory cortical areas.
The auditory benefits of music training have direct implications for
language skills and academic achievement accordingly, music may
serve as an effective training tool for children with learning and
attention impairments.
Sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa anak-anak yang menjalani
pelatihan musik memiliki kemampuan kognitif yang lebih kuat, kosakata,
persepsi ritme dan produksi (terkait dengan keterampilan membaca), persepsi
lapangan vokal, dan persepsi berbicara di latar belakang bising daripada anak-
21
anak nonmusisi.Selain itu, praktik musik dapat memperkuat encoding
pendengaran anak-anak berbicara, diskriminasi pendengaran dan perhatian,
dan menyebabkan perubahan struktural di daerah kortikal pendengaran.
Manfaat pendengaran pelatihan musik memiliki implikasi langsung untuk
kemampuan bahasa dan prestasi akademik, musik dapat berfungsi sebagai
alat pelatihan yang efektif untuk anak-anak dengan gangguan belajar dan
perhatian.
Memainkan alat musik merupakan hal yang penting. Berikut ini
adalah sepuluh alasan seseorang sebaiknya belajar memainkan alat musik,
yaitu:
1) playing a musical instrument relieves stress, 2) playing a musical
instrument makes you smarter, 3) playing a musical instrument
improves your sosial life, 4) playing a musical instrument helps
building confidence, 5) playing a musical instrument teaches patience,
6) playing a musical instrument fosters creativity, 7) playing a
musical instrument improves memory, 8) playing a musical instrument
develops discipline, 9) playing a musical instrument gives you a sense
of achievement, 10) playing a musical instrument is fun (“Ten
Reasons,” 2013).
Sepuluh alasan seseorang sebaiknya belajar memainkan alat musik yaitu 1)
memainkan alat musik mengurangi stres, 2) memainkan alat musik
membuatmu lebih pintar, 3) memainkan alat musik meningkatkan kehidupan
sosialmu, 4) memainkan alat musik membantu membangun kepercayaan diri,
5) memainkan alat musik mengajarkan kesabaran, 6) memainkan alat musik
menumbuhkan kreativitas, 7) memainkan alat musik meningkatkan memori,
8) memainkan alat musik mengembangkan kedisiplinan, 9) memainkan alat
musik memberimu rasa prestasi, dan 10) memainkan alat musik
menyenangkan.
Dari
berbagai
pendapat
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
keterampilan memainkan alat musik, khususnya alat musik melodis
merupakan keterampilan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang siswa. Hal ini
karena ada banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh dari memainkan alat
musik. Memainkan alat musik melodis memegang peranan penting untuk
22
membantu pengembangan individu siswa yang nantinya akan berdampak
pada pertumbuhan akal, pikiran, sosial, dan emosional.
d. Pembelajaran Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di
Sekolah Dasar
Pembelajaran seni musik sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), tercakup dalam satu mata pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan. Pada kelas IV semester II, salah satu kompetensi dasar
berbunyi: “Memainkan alat musik melodis sederhana (12.1)”. Kompetensi ini
menekankan pada keterampilan siswa dalam memainkan musik melodis
sederhana. Keterampilan ini merupakan bentuk kegiatan pengalaman musik
yang produktif, artinya siswa mampu menampilkan keterampilannya.
Pembelajaran seni musik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pembelajaran seni musik yang bersifat apresiatif dan pembelajaran seni musik
yang bersifat kreatif. Pembelajaran seni musik yang bersifat apresiatif
menekankan pada sikap dan apresiasi siswa terhadap suatu karya musik.
Pembelajaran musik yang bersifat kreatif menekankan pada aktivitas siswa
dalam bermusik atau bermain musik. Keterampilan memainkan musik
melodis sederhana termasuk dalam pembelajaran seni musik yang bersifat
kreatif, karena siswa terlibat langsung dalam penyajian karya musik.
Ada dua model orientasi dalam belajar musik, yaitu model orientasi
visual dan model orientasi nonvisual. Pada model orietasi visual, siswa
belajar memainkan musik dengan cara membaca notasi musik. Apabila siswa
itu sudah banyak berlatih memainkan lagu terebut, lama-kelamaan siswa
memainkan lagu tersebut tanpa notasi, sehingga ia memainkan lagu tersebut
berdasarkan memorinya. Model orientasi visual dalam belajar musik menurut
Djohan (2009: 202) dapat dilihat pada Gambar 2.2.
23
Membaca notasi
Penyajian musik yang telah
dilatih
Main melalui pendengaran
Gambar 2.2 Model Orientasi Visual dalam Belajar Musik
Model orientasi nonvisual disebut juga model orientasi aural/kreatif.
Pada model orientasi nonvisual, siswa belajar memainkan musik tanpa
membaca notasi musik. Notasi hanya sebagai alat bantu belajar di awal saja.
Siswa belajar memainkan musik dengan cara menirukan musik yang
didengarnya, kemudian ia mengkreasi musik sendiri melalui improvisasi.
Model orientasi aural/kreatif dalam belajar musik menurut Djohan (2009:
203) dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Main melalui pendengaran
Improvisasi
Gambar 2.3 Model Orientasi Aural/Kreatif dalam Belajar Musik
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model orientasi visual dalam
belajar musik.
Langkah pembelajaran keterampilan memainkan alat musik melodis
di sekolah dasar yang pertama guru mengenalkan siswa pada unsur-unsur
musik (dasar) seperti melodi dan notasinya. Kemudian guru memberikan
contoh
cara
memainkan
alat
musik
tersebut,
kemudian
siswa
mendemonstrasikannya. Siswa berlatih memainkan alat musik melodis. Pada
akhir pelajaran siswa menampilkan atau mementaskan karya mereka.
Alat musik melodis sederhana maksudnya yaitu alat musik melodis
yang masih sederhana. Sederhana di sini artinya alat musik tersebut tidak
24
menggunakan listrik (nonelektrik), oktafnya pendek, mudah dicari, dan
harganya murah.
Alat musik melodis sederhana yang biasa digunakan dalam
pembelajaran musik di SD adalah rekorder dan pianika. Fokus dalam
penelitian ini pada pengajaran melodis pianika. Alat musik pianika
ditunjukkan dengan Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Alat Musik Pianika(Sumber: juzdeals.com)
Soewito (1998: 105) berpendapat bahwa pianika, melodika, melodeon
merupakan jenis alat musik yang berbilah-bilah atau bertuts seperti piano.
Sejenis alat ini ukurannya bermacam-macam, dari yang kecil sampai yang
besar. Lebih lanjut, Kusdinar (2014: 48) meyatakan bahwa,“Pianika adalah
alat musik tiup kecil sejenis harmonika, tetapi memakai bilah-bilah keyboard
yang luasnya sekitar tiga oktaf”. Pianika dimainkan dengan tiupan langsung
atau memakai pipa lentur yang dihubungkan ke mulut. Umumnya, pianika
dimainkan sebagai alat pendidikan di sekolah.
Depdikbud (1996: 49) menjelaskan bahwa pianika merupakan alat
musik melodi yang bunyinya merdu serta mudah dimainkan. Diperlukan
sedikit tenaga untuk meniup pianika apabila ingin memainkannya. Bilahbilah papan pianika disentuh dengan jari tangan. Pianika merupakan alat
musik tiup yang menggunakan sistem keyboard.
25
Dengan belajar bermain pianika, pada hakikatnya siswa belajar dasardasar alat musik keyboard. Kelak, siswa diharapkan dapat melanjutkan pula
memainkan jenis alat musik semacam ini, seperti akordeon, piano, atau organ.
Pianika tergolong alat musik tiup. Dalam bermain musik, pianika
dapat digunakan untuk memainkan melodi pokok, kontra melodi, bila
memungkinkan dapat juga untuk mengiringi lagu.
Dalam pianika terdapat dua tuts, yaitu:
1) Tuts putih berfungsi untuk memainkan nada-nada pokok/asli.
2) Tuts hitam berfungsi untuk memainkan nada-nada kromatis.
Posisi tuts pada pianika ditunjukkan dengan Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Posisi Tuts pada Pianika (Sumber: partiturku-partiturku.
blogspot.com)
Dalam memainkan alat musik pianika, tangan kiri memegang pianika
dan tangan kanan menekan untuk memainkan melodi lagu, sedangkan mulut
meniupnya. Posisi tangan kiri yang baik saat memainkan pianika dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Posisi Tangan Kiri Saat Memainkan Pianika (Sumber:
yokimirantiyo.blogspot.co.id)
26
Penjarian pada pianika biasanya menggunakan tangan kanan.
Memainkan pianika dengan lima jari, setiap jari mempunyai tugas untuk
menekan tuts-tuts tertentu. Seperti halnya memainkan rekorder sopran, untuk
memainkan pianika, jari diberi sebutan nomor sebagai berikut.
1) Ibu jari, sebagai jari no 1
2) Ibu telunjuk, sebagai jari no 2
3) Jari tengah, sebagai ibu jari no 3
4) Jari manis, sebagai ibu jari no 4
5) Jari kelingking, sebagai ibu jari no 5
Untuk lebih jelasnya, ilustrasi penomoran jari pada tangan kanan ditunjukkan
dengan Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Penomoran pada Jari Tangan Kanan (Sumber: bersama
musik.blogspot.com)
Susunan jari-jari tangan untuk membunyikan:
1 oktaf ( C-C’)
1-2-3-1-2-3-4-5 (8 nada)
2 oktaf ( C-C’)
1-2-3-1-2-3-4-1-2-3-1-2-3-4-5 (15 nada)
Perpindahan jari 3 ke jari 1 melalui bawah, demikian juga perpindahan jari 4
ke jari 1. Penomoran jari apabila diletakkan di papan tuts dapat dilihat pada
Gamber 2.8.
27
Gambar 2.8 Penomoran Jari di Papan Tuts (Sumber: partiturku-partiturku.
blogspot.co.id)
Posisi tuts pianika pada tangga nada C ditunjukkan dengan Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Posisi Tuts Pianika pada Tanda Mula Natural/Tangga Nada C
(Sumber: yokimirantiyo.blogspot.co.id)
Posisi lengan dan bentuk jari yang baik saat memainkan pianika
adalah antara punggung tangan, pergelangan, dengan lengan bawah seolah
membentuk garis lurus. Bentuk jari seperti sedang memegang bola tenis.
Dengan posisi jari sedemikian, bilah-bilah papan pianika disentuh. Bentuk
jari yang baik saat memainkan pianika dapat dilihat dari Gambar 2.10.
28
Gambar 2.10 Bentuk Jari Saat Memainkan Pianik (Sumber: blog.isi-dps.ac.id)
Hal yang perlu diperhatikan saat meniup pianika adalah pernapasan.
Pernapasan yang baik adalah pernapasan diafragma. Napas yang dihirup
langsung menekan diafragma, kemudian dikeluarkan sedikit demi sedikit
sehemat mungkin. Cara meniup diusahakan halus dan rata.
Pianika dapat dimainkan dengan cara duduk atau berdiri. Baik dengan
duduk atau berdiri, tubuh dalam keadaan bebas, tanpa terpaksa, tanpa rasa
tegang di bagian tubuh yang lain.Bahu jangan ditarik ke belakang, atau
ditekuk ke depan. Otot lengan dan jari tangan lemas, sehingga mudah
digerak-gerakkan dengan terampil.
e.
Penilaian Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis
Penilaian keterampilan bermain musik disesuaikan dengan tingkat
perkembangan fisik anak. Menurut Jamalus dan Busroh (1992: 163),
beberapa aspek yang dinilai dalam penilaian keterampilan bermain musik
yaitu irama, melodi, harmoni, bentu lagu, dan ekspresi yang didalamnya
termasuk tempo, dinamik, daan gaya melodi yang sesuai.
Berdasarkan aspek penilaian keterampilan bermain musik di atas serta
berdasarkan pendapat ahli, dalam penelitian ini digunakan beberapa aspek
penilaian keterampilan memainkan alat musik melodis dari adopsi pendapatpendapat tersebut. Aspek penilaian tersebut terdiri dari ketepatan panjang
pendek nada, kualitas produksi bunyi (tiupan), kelancaran teknik penjarian,
dan penghayatan sajian. Setiap aspek mempunyai skor dengan rentang skala 1
sampai 5. Setiap tingkatan skor memiliki deskriptor masing-masing. Rubrik
29
penilaian keterampilan memainkan alat musik melodis dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Rubrik Penilaian Keterampilan Memainkan Alat MusikMelodis
Sangat
Tidak
Sangat
Aspek
Baik
Cukup
baik
baik
tidak baik
Ketepatan panjang
I
5
4
3
2
1
pendek nada
Kualitas produksi
II
5
4
3
2
1
bunyi (tiupan)
Kelancaran teknik
III
5
4
3
2
1
penjarian
IV Pengayatan sajian
5
4
3
2
1
Pada aspek ketepatan panjang pendek nada, siswa mendapatkan skor 1
apabila ketepatan panjang pendek nada dalam memainkan alat musik melodis
(pianika) sangat tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila ketepatan
panjang pendek nada dalam memainkan alat musik melodis (pianika) tidak
baik. Siswa mendapatkan skor 3 apabila ketepatan panjang pendek nada
dalam memainkan alat musik melodis (pianika) cukup. Siswa mendapatkan
skor 4 apabila ketepatan panjang pendek nada dalam memainkan alat musik
melodis (pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5 apabila ketepatan panjag
pendek nada dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat baik.
Pada aspek kualitas produksi bunyi (tiupan), siswa mendapatkan skor
1 apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik
melodis (pianika) sangat tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila
kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik melodis
(pianika) tidak baik. Siswa mendapatkan skor 3 apabila kualitas produksi
bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik melodis (pianika) cukup. Siswa
mendapatkan skor 4 apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam
memainkan alat musik melodis (pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5
apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik
melodis (pianika) sangat baik.
30
Pada aspek kelancaran teknik penjarian, siswa mendapatkan skor 1
apabila kelancaran teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis
(pianika) sangat tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila kelancaran
teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) tidak baik.
Siswa mendapatkan skor 3 apabila kelancaran teknik penjarian dalam
memainkan alat musik melodis (pianika) cukup. Siswa mendapatkan skor 4
apabila kelancaran teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis
(pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5 apabila kelancaran teknik penjarian
dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat baik.
Pada aspek penghayatan sajian, siswa mendapatkan skor 1 apabila
penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat
tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila penghayatan sajian dalam
memainkan alat musik melodis (pianika) tidak baik. Siswa mendapatkan skor
3 apabila penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika)
cukup. Siswa mendapatkan skor 4 apabila penghayatan sajian dalam
memainkan alat musik melodis (pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5
apabila penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika)
sangat baik.
2.
Model Quantum
a.
Pengertian Model Quantum
Model
pembelajaran
dijadikan
pedoman
untuk
merencakan
pembelajaran. Joyce, Weil, dan Calhoun (2011: 7) berpendapat, “Modelmodel pengajaran sebenarnya juga bisa dianggap sebagai model-model
pembelajaran.” Lebih lanjut, Joyce et al. (2011: 30) menyatakan:
Suatu model pengajaran merupakan gambaran suatu lingkungan
pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat
model tersebut diterapkan. Model-model ini memiliki banyak
kegunaan yang menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari
materi perencanaan dan kurikulum hingga materi perancangan
instruksional, termasuk program-program multimedia.
31
Suwarto (2014: 136) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Pedoman tersebut
berguna untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat
akan memberikan makna yang mendalam bagi siswa. Winataputra (2001)
menyatakan:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
`prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas pembelajaran (Sugiyanto, 2009: 3).
Penerapan model pembelajaran di kelas harus memperhatikan
kebutuhan dan karakteristik siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni
(2010: 73) yang menyatakan bahwa model pembelajaran mengarah pada
suatu penerapan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik
karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan
tekanan utama yang berbeda-beda.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah pola yang dijadikan pedoman dalam merencanakan
pembelajaran dan menentukan perangkat pembelajaran sehingga pengalaman
belajar terorganisir dan tujuan belajar juga tercapai.
Menurut DePorter et al. (2007: 5) Quantum adalah “interaksi yang
mengubah energi menjadi cahaya”. Menurut Rusman (2014: 330) maksud
dari energi menjadi cahaya adalah mengubah semua hambatan belajar
menjadi sebuah manfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang lain dengan cara
memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa. Dengan demikian,
pembelajaran Quantum adalah penggabungan bermacam-macam interaksi
yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini
mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan
siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa
32
menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang
lain.
Pembelajaran Quantum merupakan cara baru yang memudahkan
proses belajar, yang memadukan unsur seni dan pencapaian yang terarah,
untuk segala mata pelajaran. DePorter dan Hernacki (2001) menyatakan:
Pembelajaran Quantumadalah penggabungan belajar yang meriah
dengan segala nuansanya, yang menyertakan segala kaitan, interaksi,
dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar serta berfokus
pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-kelas yang
mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar (Wena, 2009: 160161)
Sa’ud (Kosasih & Sumarna, 2013: 75) mendefinisikan bahwa
pembelajaran Quantum mengkonsep tentang “menata pentas lingkungan
belajar yang tepat”, maksudnya upaya penataan situasi lingkungan belajar
yang optimal baik secara fisik maupun mental. Melalui upaya tersebut, siswa
diharapkan mendapatkan langkah pertama yang efektif untuk mengatur
pengalaman belajar. Lingkungan belajar adalah tempat peserta didik
melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi.
Sugiyanto
(Kosasih
&
Sumarna,
2013:
76)
berpendapat
bahwa,“Pembelajaran Quantum yaitu seperangkat metode dan falsafah belajar
yang terbukti efektif untuk semua umur”. Sejalan dengan pendapat di atas,
Kosasih dan Sumarna (2013: 76) menyatakan bahwa pembelajaran Quantum
adalah model pembelajaran yang menyenangkan dan menyertakan semua hal
yang menunjang keberhasilan pembelajaran itu sendiri serta dapat
memaksimalkan momentum untuk belajar.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
Quantum adalah pembelajaran yang menyenangkan dengan menciptakan
lingkungan belajar yang menarik sehingga menunjang keberhasilan
pembelajaran.
33
b. Asas Model Quantum
DePorter, et al. (2007: 6) menjelaskan bahwa asas utama dari model
Quantum adalah Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia
Kita ke Dunia Mereka. Seorang guru memasuki dunia atau kehidupan anak
sebagai langkah awal dalam melaksanakan sebuah pembelajaran. Memahami
dunia dan kehidupan anak merupakan lisensi bagi para guru untuk
memimpin, menuntun dan memudahkan perjalanan peserta didik dalam
meraih hasil belajar yang optimal. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam
hal ini adalah mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan peristiwaperistiwa, pikiran atau perasaan, tindakan yang diperoleh peserta didik dalam
kehidupan baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Setelah kaitan itu terbentuk, maka guru dapat memberikan pemahaman
tentang materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan,
perkembangan, dan minta bakat peserta didik.
Pemahaman terhadap hakikat peserta didik menjadi lebih penting
sebagai jembatan untuk menghubungkan dan memasukkan dunia kita kepada
dunia mereka. Apabila seorang guru telah memahami dunia peserta didik,
maka peserta didik telah merasa diperlakukan sesuai dengan tingkat
perkembangan mereka, sehingga pembelajaran akan menjadi harmonis seperti
sebuah orkestrasi yang saling bertautan dan saling mengisi.
c.
Prinsip Model Quantum
Menurut DePorter, et al. (2007: 7-8) model Quantum memiliki lima
prinsip, yaitu 1) segalanya berbicara, 2) segalanya bertujuan, 3) pengalaman
sebelum pemberian nama, 4) akui setiap usaha, dan 5) jika layak dipelajari,
maka layak pula dirayakan.
Secara rinci penerapan prinsip model Quantum di kelas dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
34
Tabel 2.2 Penerapan Prinsip Model Quantum (Wena, 2009:161-162)
No.
Prinsip
Penerapan di Kelas
1. Segalanya berbicara : segalanya Dalam hal ini guru dituntut untuk
dari lingkungan kelas hingga
mampu merancang / mendesain segala
bahasa tubuh guru, dari kertas
aspek yang ada di lingkungan kelas
yang dibagikan guru hingga
(guru, media pembelajaran, dan siswa)
rancangan pembelajaran yang
maupun sekolah (guru lain, kebun
dibuat oleh guru, semuanya
sekolah, sarana olahraga, kantin
mengirim pesan tentang belajar. sekolah, dan sebagainya) sebagai
sumber belajar bagi siswa.
2. Segalanya bertujuan : semua
Dalam hal ini setiap kegiatan belajar
yang terjadi dalam penggubahan harus jelas tujuannya. Tujuan
guru mempunyai tujuan.
pembelajaran harus dijelaskan pada
siswa.
3. Pengalaman sebelum Pemberian Dalam mempelajari sesuatu (konsep,
Nama : otak berkembang pesat
rumus, teori dan sebagainya) harus
dengan adanya rangsangan
dilakukan dengan cara memberi siswa
kompleks, yang akan
tugas (pengalaman / eksperimen)
menggerakkan rasa ingin tahu.
terlebih dahulu. Dengan tugas tersebut
Oleh karena itu, proses belajar
akhirnya siswa mampu menyimpulkan
paling baik terjadi ketika siswa
sendiri konsep, rumus, dan teori
telah mengalami informasi
tersebut. Dalam hal ini guru harus
sebelum siswa memperoleh
mampu merancang pembelajaran yang
nama untuk apa yang siswa
mendorong siswa untuk melakukan
pelajari.
penelitian sendiri dan berhasil
menyimpulkan. Dalam hal ini guru
harus menciptakan simulasi konsep
agar siswa memperoleh pengalaman,
4. Akui setiap usaha : belajar
Guru harus mampu memberi
mengandung risiko. Belajar
penghargaan/pengakuan pada setiap
berarti melangkah keluar dari
usaha siswa. Jika usaha siswa jelas
kenyamanan. Pada saat siswa
salah, guru harus mampu memberi
mengambil langkah ini, siswa
pengakuan/penghargaan walaupun
patut mendapatkan pengakuan
siswa salah, dan secara perlahan
atas kecakapan dan kepercayaan membetulkan jawaban siswa yang
diri mereka.
salah. Jangan mematikan semangat
siswa untuk belajar.
5. Jika layak dipelajari, maka layak Dalam hal ini guru harus memiliki
pula dirayakan : Perayaan adalah strategi untuk memberi umpan balik
sarapan pelajar juara. Perayaan
(feedback) positif yang dapat
memberikan umpan balik
mendorong semangat belajar siswa.
mengenai kemajuan dan
Berilah umpan balik positif pada
meningkatkan asosiasi emosi
setiap usaha siswa, baik secara
positif dengan belajar.
kelompok maupun secara individu.
35
Menurut DePorter, et al. (2005: 31-33) bentuk-bentuk perayaan yaitu:
a) Tepuk tangan
Cara ini dapat memberi inspirasi. Tepuk tangan dapat dilakukan
bervariasi, misalnya bertepuk tangan membentuk lingkaran.
b) Tiga kali hore
Jika diberi aba-aba, semua siswa melompat berdiri dan berteriak
senyaring mungkin, “Hore, hore, hore!” sambil mengayunkan tangan ke
depan dan ke atas. Cara ini mengasyikan sekali jika dilakukan
“bergelombang” ke seluruh ruangan.
c) Wussss
Jika diberi aba-aba, semua siswa bertepuk tangan tiga kali secara
serentak, lalu mengirimkan segenap energi positif mereka kepada orang
yang dituju. Cara melakukannya adalah setelah bertepuk, tangan
mendorong kearah orang tersebut sambil berteriak “Wussss”.
d) Jentikan jari
Jika guru memerlukan perayaan yang tenang, daripada tepuk
tangan, gunakan jentikan jari berkesinambungan.
e) Poster umum
Mengakui prestasi kelas secara keseluruhan dengan membuat
poster, misalnya “Kelas Lima Keren”.
f)
Catatan pribadi
Guru menyampaikan kepada siswa secara perseorangan untuk
mengakui usaha keras, sumbangan pada kelas, atau perilaku baik.
g) Persekongkolan
Guru mengakui seseorang secara tidak terduga. Misalnya, kelas
yang diampu oleh seorang guru bersekongkol untuk mengakui kelas lain
(misalnya kelas Bapak Ahmad) dengan cara memasang poster positif
yang bertuliskan hal-hal seperti, “Kelas Pak Ahmad hebat lho!”.
36
h) Kejutan
Misalnya, pemberian makanan, tidak ada perkerjaan rumah,
bersantai sepanjang pelajaran. Kejutan ini sebaiknya terjadi secara acak
sehingga tidak menjadi hadiah yang mulai diharapkan siswa.
i)
Pengakuan kekuatan
Pemberian penghargaan kepada seorang atau sekelompok siswa
yang berprestasi.
j)
“Katakan kepada teman sebangku …”
Guru meminta setiap murid untuk berkata kepada teman
sebangkunya, “Kamu pintar sekali menggambar!” atau kata-kata yang
sesuai materi yang dipelajari atau diperagakan.
k) Pujian untuk tetangga
Memberi pujian kepada teman atau kelompok yang pekerjaannya
paling bagus atau yang berprestasi pada kegiatan saat itu.
l)
Pernyataan afirmasi
Dilakukan oleh seluruh siswa sebagai perayaan proses belajar
dengan kata-kata “Kita mengerti.”, “Kita berhasil.”.
d. Karakteristik Model Quantum
Karakteristik pembelajaran Quantum sebagaimana diungkapkan oleh
Kosasih dan Sumarna (2013: 79) adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran Quantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan
fisika Quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep Quantum
dipakai.
2) Pembelajaran Quantum lebih manusiawi, individu menjadi pusat
perhatian, potensi diri kemampuan berpikir, motivasi dan sebagainya
diyakini dapat berkembang secara maksimal.
3) Pembelajaran Quantum lebih bersifat konstruktif namun juga
menekankan pentingnya peranan lingkungan pembelajaran yang
efektif dan optimal dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
37
4) Pembelajaran Quantum mensinergikan faktor potensi individu
dengan lingkungan fisik dan psikis dalam konteks pembelajaran.
Dalam lingkungan pandangan Quantum, faktor lingkungan dan
kemampuan memiliki posisi yang sama-sama penting.
5) Pembelajaran Quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang
bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna. Interaksi
menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran
Quantum. Karena itu, pembelajaran Quantum memberikan tekanan
pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang
bermutu dan bermakna. Dalam kaitan inilah faktor komunikasi
menjadi sangat penting dalam pembelajaran Quantum.
6) Pembelajaran
Quantum
sangat
menekankan
pada
akselerasi
pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Proses pembelajaran
harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Jadi, segala
sesuatu yang menghalangi harus dihilangkan pada satu sisi dan pada
sisi lain segala sesuatu yang mendukung harus diciptakan dan
dikelola sebaik-baiknya.
7) Pembelajaran Quantum sangat menekankan kealamiahan dan
kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan
yang dibuat-buat.
8) Pembelajaran Quantum sangat menekankan kebermaknaan dan
kebermutuan proses.
9) Pembelajaran Quantum memiliki model yang memadukan konteks
dan isi pembelajaran.
10) Pembelajaran Quantum memusatkan perhatian pada pembentukan
keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal atau
material.
11) Pembelajaran Quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai
bagian penting proses pembelajaran. Misalnya, individu perlu
memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan
38
tanda bahwa ia telah belajar, kesalahan atau kegagalan bukan tanda
bodoh atau akhir segalanya.
12) Pembelajaran Quantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan,
bukan keseragaman dan ketertiban.
13) Pebelajaran Quantum mengintegrasikan totalitas fisik dan pikiran
dalam proses pembelajaran.
e.
Urgensi Model Quantum
Quantum
merupakan
sebuah
model
pembelajaran
yang
memberdayakan seluruh potensi dan lingkungan belajar yang ada, sehingga
proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan dan bukan sebagai sesuatu
yang memberatkan.
Sa’ud (2009: 130) menyebutkan tujuan pokok pembelajaran Quantum
yaitu 1) untuk meningkatkan partisipasi siswa melalui penggubahan keadaan,
2) meningkatkan motivasi dan minat belajar, 3) meningkatkan daya ingat
danmeningkatkan rasa kebersamaan, 4) meningkatkan daya dengar, dan 5)
meningkatkan kehalusan perilaku.
Rusman (2014: 331) menjelaskan bahwa pembelajaran Quantum ini
memuat tujuan-tujuan yang menjadi tujuan pokok dalam suatu proses
pembelajaran untuk siswa. Tujuannyaialah 1) meningkatkan partisipasi siswa,
2) meningkatkan motivasi dan minat belajar, 3) meningkatkan daya ingat, 4)
meningkatkan rasa kebersamaan, 5) meningkatkan daya dengar, dan 6)
meningkatkan kehalusan perilaku.Tujuan-tujuan pokok tersebut diharapkan
dapat mengubah pembelajaran yang sebelumnya satu arah menjadi dua arah,
yang sebelumnya menakutkan dan menegangkan menjadi menyenangkan.
Menurut DePorter, et al. (2007: 4) pembelajaran Quantum
merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket
multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak, sehingga akan
melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk
berprestasi.
39
Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan model
Quantum karena selama proses pembelajaran berlangsung siswa selalu
terlibat aktif. Keterlibatan siswa ini terjadi karena siswa merasa tertarik pada
pembelajaran yang menyenangkan. Pada pembelajaran Quantum ini semua
usaha siswa mendapatkan apresiasi sehingga siswa merasa dihargai.
f.
Penerapan
Model
Quantumpada
Pembelajaran
Keterampilan
Memainkan Alat Musik Melodis
Sugiyanto (2009: 83) menjelaskan bahwa untuk mempermudah
mengingat dan untuk keperluan operasional pembelajaran Quantum
dikenalkan dengan konsep TANDUR yang merupakan akronim dari
Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Unsurunsur ini membentuk basis struktur yang melandasi model Quantum.
Sejalan dengan pendapat Sugiyanto,Kusno dan Purwanto (2011: 84)
menyatakan:
Quantum model of learning is one used as a guide in planning and
executing classroom learning which include the strategy called, in
Indonesian language, TANDUR (Tumbuhkan – grow, Alami –
experience, Namai – give a name, Demonstrasikan – demonstrate,
Ulangi – repeat, and Rayakan – celebrate), context, content, principle,
and main paradigm.
Model pembelajaran Quantum adalah salah satu yang digunakan sebagai
pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang
meliputi strategi yang disebut dalam Bahasa Indonesia sebagai TANDUR
(Tumbuhkan – tumbuh, Alami – pengalaman, Namai – memberi nama,
Demonstrasikan – memperagakan, Ulangi – rulangi, and Rayakan –
merayakan), konteks, konten, prinsip, dan paradigma utama
Kerangka TANDUR memastikan siswa mengalami pembelajaran,
berlatih, dan menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri, dan akhirnya
dapat mencapai kesuksesan belajar.Kerangka pembelajaran TANDUR
(Sugiyanto, 2009: 84) adalah sebagai berikut:
40
1) Tumbuhkan
: Sertakan
diri
mereka,
pikat
mereka,
puaskan
keingintahuan mereka. Buatlah mereka tertarik atau
penasaran tentang materi yang akan kita ajarkan.
2) Alami
: Berikan
mereka
pengalaman
belajar,
tumbuhkan
minat
memuncak
kebutuhan untuk mengetahui.
3) Namai
: Berikan
“data”
mengenalkan
tepat
saat
konsep-konsep
pokok
dan
materi
pelajaran.
4) Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan
pengalaman dengan data baru, sehingga mereka
menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman
pribadi.
5) Ulangi
: Rekatkan
gambaran
keseluruhannya.
Ini
dapat
dilakukan melalui pertanyaan post test, ataupun
penugasan atau membuat ikhtisar hasil belajar.
6) Rayakan
: Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.
Perayaan menambah belajar dengan asosiasi positif.
Secara rinci pelaksanaan pembelajaran TANDUR dapat dilihat pada Tabel 2.3.
41
Tabel 2.3 Langkah-langkah Penerapan Model Quantum (Sugiyanto, 2009: 84-94)
Fase
Pertanyaan Tuntutan
Strategi
Fase-1 (Tumbuhkan)
Hal apa yang mereka
Sertakan pertanyaan,
Sebagai konsep
pahami? Apakah manfaat
pantomime, lakon
operasional dari prinsip atau makna materi pelajaran pendek dan lucu,
“Bawalah dunia mereka tersebut bagi mereka? Pada drama, puisi, video dan
ke dunia kita”.
bagian apa mereka
cerita.
tertarik/bermakna?
Fase-2 (Alami)
Apa cara yang terbaik agar
Gunakan jembatan
Memberi pengalaman
siswa memahami informasi? keledai, permainan dan
kepada siswa,
Permainan atau kegiatan apa simulasi. Memberi
yang memanfaatkan
tugas
pengetahuan yang sudah
individu/kelompok
mereka miliki? Kegiatan
yang mengaktifkan
apa yang memfasilitasi
pengetahuan yang
“kebutuhan untuk
mereka miliki.
mengetahui” mereka?
Fase-3 (Namai)
Perbedan apa yang perlu
Gunakan susunan
Saatnya untuk
dibuat dalam belajar? Apa
gambar, warna, alat
mengajarkan konsep,
yang harus kita tambahkan
bantu, kertas tulis dan
keterampilan berpikir
pada pengertian mereka?
poster di dinding.
dan strategi belajar.
Strategi, kiat jitu, alat
berpikir apa yang berguna
untuk mereka ketahui atau
mereka gunakan?
Fase-4
Dengan cara apa siswa
Mempraktikan
(Demonstrasikan)
dapat memperagakan
sandiwara, membuat
Memberi siswa peluang tingkat kecakapan mereka
puisi, membuat video,
untuk menerjemahkan
dengan pengetahuan yang
menyusun laporan,
dan menerapkan
baru ini?
mmenyusun skenario,
pengetahuan mereka ke
menyelesaikan kasus,
dalam pembelajaran
membuat lagu, puisi,
yang lebih riil.
menganalisis data.
Fase-5 (Ulangi)
Cara apa yang terbaik bagi
Membuat isian,
Memperkuat koneksi
siswa untuk mengulang
memberi kesempatan
saraf dan
pelajaran ini? Dengan cara
untuk mengajarkan
menumbuhkan rasa
apa setiap siswa
kepada orang lain,
“aku tahu bahwa aku
mendapatkan kesempatan
menirukan tokoh seperti
tahu ini”.
untuk mengulang?
guru, dan tokoh
lainnya.
Fase-6 (Rayakan)
Untuk pelajaran ini, cara
Pujian, bernyanyi
Perayaan memberi rasa apa yang sesuai merayakan? bersama, pamer pada
“rampung” untuk
Bagaimana Anda dapat
pengunjung, pesta
menghormati usaha dan mengakui setiap orang atas
kelas, pemberian
ketekunan.
prestasi mereka?
reward.
42
Penerapan
model
Quantumpada
pembelajaran
keterampilan
memainkan alat musik melodis sebagai berikut.
1) Siswa diajak untuk menyanyikan lagu model yang akan dimainakan
dengan pianika (tumbuhkan).
2) Siswa mencoba memainkan pianika berdasarkan partitur yang
dimilikinya (alami).
3) Siswa bersama
guru
menamai
bagian-bagian pianika, cara
memegang pianika, dan cara memainkan piaika (namai).
4) Siswa memperagakan cara memainkan pianika yang baik dan benar.
(domonstrasi).
5) Siswa bersama kelompoknya berlatih memainkan lagu model dengan
menggunakan pianika (ulangi).
6) Siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 5 siswa.
7) Siswa bersama kelompokknya tampil memainkan lagu model dengan
menggunakan pianika di depan kelas sedangkan siswa yang lainnya
memperhatikan dan menikmati sajian kelompok yang sedang tampil.
Di akhir pelajaran, separuh siswa di dalam kelas menyanyikan lagu
model dengan diiringi permainan pianika siswa yang lainnya
(rayakan).
g.
Kelebihan dan Kekurangan Model Quantum
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan,
demikian juga dengan model Quantum. Berikut ini kelebihan dan kekurangan
model Quantum.
1) Kelebihan model Quantum
DePorter, et al. (2007: 4) mengungkapkan bahwa model Quantum
merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket
multisensori, multikecerdasan, kompatibel dengan otak, sehingga
melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid
untuk berpreatasi. Sejalan dengan DePorter, Huda (2013: 196)
43
mengungkapkan bahwa model Quantum dapat memadukan berbagai
sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan belajar yang
memengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Lingkungan belajar yang
menyenangkan dapat menimbulkan motivasi pada diri siswa sehingga
mempengaruhi proses belajar mereka.
Hamid (2013: 103-104) menjelaskan keunggulan Quantum dari
beberapa kunci keunggulan yang dimiliki oleh Quantum untuk
mendapatkan keselarasan dan kerja sama bagi terciptanya pembelajaran
yang menyenangkan, di antaranya a) integritas, b) kegagalan merupakan
awal kesuksesan, c) bicaralah dengan niat baik, d) memusatkan perhatian
pada saat sekarang dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, e)
memiliki komitmen, f) bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukan, g) bersikap luwes/fleksibel, dan h) keseimbangan, yaitu
dengan menjaga keselarasan antara pikiran, tubuh, dan jiwa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kelebihan model Quantum adalah:
a) Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung bagi guru
maupun siswa.
b) Melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan
murid untuk berprestasi.
c) Memudahkan siswa dalam mencapai kesuksesan belajar karena
terdapat 8 prinsip keunggulan Quantum.
2) Kekurangan model Quantum
Model Quantum tidak terlepas dari beberapa kekurangan. Berikut
ini beberapa kekurangan model Quantum menurut Huda (2013: 196).
a) Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih
khusus.
b) Memerlukan proses perancangan dan persiapan pembelajaran
yang cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik.
c) Tidak semua kelas memiliki sumber belajar, alat belajar, dan
fasilitas yang dijadikan persyaratan dalam Quantum.
44
d) Menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak.
3.
Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai pembanding
mengenai prosedur penelitian dan hasil yang diperoleh sebagai berikut.
Penelitian Praptomo (2013) menyimpulkan bahwa penerapan metode drill
dapat meningkatkan keterampilan bermain instrumen musik dalam pembelajaran
ansambel bagi siswa kelas V SD Negeri Kalasan 1. Kesimpulan tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai yang dicapai siswa yang dilihat dari
rata-rata pelaksanaan penelitian, yaitu pada prasiklus, rata-rata yang dicapai siswa
sebesar 69,7; pada siklus pertama rata-rata yang dicapai siswa sebesar 78,7; pada
siklus kedua rata-rata yang dicapai siswa sebesar 83,7.
Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel terikatnya,
yaitu peningkatan keterampilan memainkan alat musik. Perbedaannya terletak
pada aspek variabel bebasnya, yaitu Praptomo menggunakan metode drill
sedangkan penelitian ini menggunakan model Quantum. Selain itu, penelitian ini
hanya terfokus pada alat musik melodis sedangkan penelitian Praptomo memiliki
cakupan yang lebih luas yaitu instrumen musik yang mencakup melodis dan
ritmis.
Penelitian
pembelajaran
Tanti
kooperatif
(2015)
tipe
menyimpulkan
jigsaw
dapat
bahwa
penerapan
meningkatkan
model
keterampilan
memainkan musik ansambel pada siswa kelas V SD Negeri 2 Gemawang
Temanggung tahun ajaran 2015/2016. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan
melihat persentase ketuntasan klasikal pada tahap pratindakan sebesar 15,625% (5
dari 32 siswa), meningkat pada siklus I menjadi 26,67% (8 dari 30 siswa). Pada
siklus II, persentase ketuntasan klasikal 53,33% (16 dari 30 siswa). Pada siklus
III, persentase ketuntasan klasikal mencapai 83,33% (25 dari 30 siswa).
Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel terikatnya,
yaitu peningkatan keterampilan memainkan alat musik. Perbedaannya terletak
pada aspek variabel bebasnya, yaitu Tanti menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw sedangkan penelitian ini menggunakan model Quantum.
45
Selain itu, penelitian ini hanya terfokus pada alat musik melodis sedangkan
penelitian Tanti memiliki cakupan yang lebih luas yaitu instrumen musik yang
mencakup melodis dan ritmis.
Penelitian Ikawati (2013) menyimpulkan bahwa model Quantum dapat
meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada peserta didik
kelas V SDN Palur 01 Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo tahun ajaran
2012/2013. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya persentase sikap
peserta didik pada aspek minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan pada
siklus I dan siklus II. Pada siklus I persentase klasikal sikap peserta didik adalah
minat 86,95%, keaktifan 78,26%, kerja sama 82,6%, dan kesungguhan 86,95%.
Pada siklus II persentase klasikal peserta didik adalah minat 91,30%, keaktifan
86,95%, kerja sama 86,95%, dan kesungguhan 91,30%. Kualitas hasil dibuktikan
dengan diperoleh nilai rata-rata hasil tes awal sebelum tindakan (pratindakan)
yaitu 59,30 dengan ketuntasan klasikal 17,39%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas
meningkat mencapai 68,43 dengan ketuntasan klasikal 65,21%. Setelah tindakan
pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 75,13 dengan ketuntasan
klasikal 86,95%.
Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel bebasnya,
yaitu penggunaan model Quantum. Perbedaannya terletak pada aspek variabel
terikatnya, yaitu penelitan Ikawati bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
berbicara sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
memainkan alat musik melodis.
Penelitian Hidayati (2012) menyimpulkan bahwa hasil belajar IPA materi
magnet dapat meningkat dengan menggunakan model Quantum pada siswa kelas
V SDN Masaran 2. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata tes awal sebesar
52,68; siklus I 67,46; dan siklus II meningkat menjadi 77,57. Untuk siswa tuntas
belajar (nilai ketuntasan 66) pada nilai test awal sebesar 32,14%, tes siklus I
64,29%, dan siklus II 89,29%.
Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel bebasnya,
yaitu penggunaan model Quantum. Perbedaannya terletak pada aspek variabel
terikatnya, yaitu penelitan Hidayati bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
46
IPA pada materi magnet sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan memainkan alat musik melodis.
B. Kerangka Berpikir
Permasalahan yang terjadi di SD Negeri 1 Baturetno Wonogiri adalah
rendahnya keterampilan memainkan alat musik melodis pada pembelajaran SBK,
terbukti dari 30 siswa hanya 2 siswa yang tuntas, nilainya berada di atas KKM
(KKM ≥75). Hal ini disebabkan karena guru belum menggunakan model
pembelajaran yang inovatif secara tepat dan maksimal sehingga menjadikan
proses pembelajaran lebih berpusat pada guru. Guru cenderung menggunakan
metode ceramah dan pemberian tugas sehingga siswa partisipasi siswa dalam
pembelajaran rendah dan siswa merasa bosan.
Berdasarkan hal tersebut, maka guru perlu menciptakan pembelajaran
yang dapat membuat siswa tertarik sehingga siswa mau dan mampu untuk
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Melalui model Quantumdiharapkan siswa
dapat berperan aktif dalam pembelajaran sehingga keterampilan memainkan alat
musik melodis siswa meningkat. Penerapan model Quantum dilakukan selama
tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Siklus II dilakukan berdasarkan refleksi dari siklus I. Siklus III dilakukan
berdasarkan refleksi dari siklus II. Peneliti menetapkan indikator kinerja yaitu
persentase ketuntasan klasikal mencapai 80% dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) 75.
Penerapan model Quantumdapat meningkatkanketerampilan memainkan
alat musik melodis pada pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK)
siswa kelas IV SD Negeri 1 Baturetno Wonogiri tahun ajaran 2015/2016.
Berdasarkan uraian di atas, maka alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
dijelaskan pada Gambar 2.11.
47
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Pembelajaranmemaink
an alat musik
melodiscenderung
menggunakan
ceramah dan sedikit
demonstrasi
Pembelajaranmemainka
n alat musikmelodis
dengan menerapkan
model Quantum
Keterampilan
memainkan alat musik
melodis dapat
ditingkatkan melalui
penerapan model
Quantum
Keterampilan
memainkan alat
musik melodis
siswa kelas IV SD
Negeri 1 Baturetno
Wonogiri rendah
Siklus I
a. Perencanaan
b. Tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
Lagu berbirama
Siklus II
a. Perencanaan
b. Tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
Lagu berbirama
Siklus III
a. Perencanaan
b. Tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
Lagu berbirama
dan
Gambar 2.11 Kerangka Berpikir Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis
melalui Model Quantum
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan di
atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah keterampilan
memainkan alat musik melodis dapat ditingkatkan melalui penerapan model
Quantum pada pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) siswa kelas
IV SD Negeri 1 Baturetno Wonogiri tahun ajaran 2015/2016.
Download