PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh : Ardila Dewi Setyarsi NIM. 12305141002 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 i PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA Oleh: Ardila Dewi Setyarsi NIM. 12305141002 ABSTRAK Pada umumnya masalah persamaan differensial parsial terlalu rumit apabila diselesaikan secara analitik, salah satunya adalah kasus pada persamaan panas dimensi satu. Pada kasus ini, akan diketahui bagaimana memodelkan persamaan panas dimensi satu, yang selanjutnya persamaan panas dimensi satu akan diselesaikan secara analitik menggunakan separasi variabel dan syarat batas robin. Selain penyelesaian analitik, persamaan panas dimensi satu akan diselesaikan secara numerik menggunakan metode volume hingga dengan syarat batas robin. Dari kedua penyelesaian yang telah diperoleh akan dilihat bagaimana perbandingan antara kedua penyelesaian tersebut. Penyelesaian analitik dari persamaan panas diperoleh dengan menggunakan teknik separasi variabel dan menerapkan syarat batas robin. Sedangkan penyelesaian numerik untuk persamaan panas dimensi satu diperoleh menggunakan metode volume hingga dimana persamaan panas dimensi satu akan diintegralkan terhadap kontrol volume dan waktu. Persamaan panas yang telah diintegralkan menghasilkan sistem persamaan aljabar untuk selanjutnya diperoleh suhu pada masing-masing kontrol volume. Hasil akhir dari penelitian ini adalah metode volume hingga dapat mendekati penyelesaian analitik dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perbandingan suhu kedua penyelesaian tersebut yang berupa grafik. Perbandingan yang disajikan dalam bentuk grafik menunjukkan nilai awal dari kedua penyelesaian sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu 𝑊(𝑥, 0) = 50. Suhu di setiap 𝑥 pada saat 𝑡 dari kedua metode tersebut hasilnya saling beriringan. Kemudian penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik berakhir pada suhu nol di 𝑥 = 0.1. Kata Kunci : persamaan panas dimensi satu, separasi variabel, syarat batas robin, penyelesaian numerik, metode volume hingga. ii HALAMANPERNYATAAN Saya, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Ardila Dewi Setyarsi NIM 12305141002 Program Studi Matematika Judul TAS PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA menyatakan pengetahuan lipublikasikan bahwa Skripsi ini benar-benar saya, orang tidak terdapat lain kecuali karya atau yang tertentu ditulis atau yang diambil tata penulisan karya ilmiah yang terbukti pernyataan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pendapat pada bagian-bagian - bagai acuan atau kutipan dengan mengikuu elah lazim. Apabila ternyata karya saya sendiri dan sepanjang saya ini tidak benar, maka saya, dan saya bersedia menerima sanksi - suai ketentuan yang berlaku. Yogyakarta, April 2017 Yang Menyatakan, Ardila Dewi Setyarsi NIM.12305141002 111 HALAMAN PERSETUJUAN Tugas Akhir Skripsi dengan Judul "PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA" Disusun oleh: Ardila Dewi Setyarsi NIM.1230514]002 - ah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Tugas Akhir Skripsi bagi yang bersangkutan. Yogyakarta, _ engetahui, Program Studi Matematika, April 2017 Disetujui, Dosen Pembimbing, Maman Abadi ~ _ 19700828 199502 1 001 Fitriana Yuli Saptaningtyas, M.Si. NIP. 19840707 20080] 2 003 __~lWs IV · > HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA Disusun oleh: Ardila Dewi Setyarsi ~. 12305141002 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Pada tanggal 28 April 2017 ! DEWAN PENGUJI NAMA JABATAN Fitriana Yuli S, M.Si 19840707200801 2003 Ketua Penguji Husna 'Arifah, M.Se. 197810152002122001 Sekretaris Penguji Nikenasih Binatari, M.Si. 19841019200812 2 005 Penguji I (Utama) Eminugroho R. S, M.Si. 198504142009122003 Penguji II (pendamping) TANDA TANGAN ...Ai) ~¥ ~. v TANGGAL I~ 11.017 ............. 3017 ""1 " ............. 7 ~JU)t7 ............. q~ 8J.olI017 ............. MOTTO Tak ada yang tidak mungkin selagi masih ada niat, usaha dan do’a. (@ardila_ds) Do’a tanpa usaha adalah bohong. Usaha tanpa do’a adalah sombong. (anonym) “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Q.S. Al-Baqarah : 286) Selalu ada kekuatan dari belakang, ketika uluran tangan tak mampu melawan. (AFAYR) vi PERSEMBAHAN Teruntuk Bapak dan Ibuk tersayang, yang selalu memberi semangat dan do’a tanpa henti. Kalian alasanku bertahan, kalian alasanku berjuang. Mas Dian dan Mbak Garin, saudara dan ipar yang Tuhan berikan untukku. Putri, Asnay, Kanthy, Fulan, Ebby, Ryan, Desi Tuparman Orang-orang yang telah menemaniku membuat kenangan di setiap sudut Jogja. Keluarga “Jodoh Pasti Bertamu” Yang membuat ku merasa memiliki keluarga baru di Jogja. Keluarga besar LIMUNY Tempat lain dimana aku bisa pulang. Keluarga MATSUB 2012 Terimakasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu selesainya skripsi ini. Kalian gula dalam segelas espresso ku, membuat semua pahitku menjadi sesuatu yang manis. Terimakasih vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA”. Tugas Akhir Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan guna meraih gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, 2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 3. Bapak Dr. Agus Maman Abadi, selaku Ketua Program Studi Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 4. Ibu Fitriana Yuli Saptaningtyas, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, 5. Ibu Himmawati Puji L., M.Si. selaku Penasehat Akademik penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan studi, viii 6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis. 7. Orangtua dan keluarga yang selalu memberi semangat dan doa yang tak pernah putus, 8. Teman-teman Matematika Subsidi 2012 yang telah memberi semangat dan motivasi kepada penulis, 9. Teman-teman operator LIMUNY atas kebersamaan dan kerjasamanya 10. Seluruh pihak yang telah memberi dukungan, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar akan adanya kekurangan dan kesalahan dalam penulisan tugas akhir skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga penulisan tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang terkait. Yogyakarta, April 2017 Penulis Ardila Dewi Setyarsi ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v MOTTO ................................................................................................................ vi PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv DAFTAR SIMBOL ............................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1 B. IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................... 4 C. PEMBATASAN MASALAH .............................................................. 5 D. RUMUSAN MASALAH ...................................................................... 6 E. TUJUAN ............................................................................................... 6 F. MANFAAT ........................................................................................... 7 BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 8 A. PERPINDAHAN PANAS .................................................................... 8 B. PERSAMAAN DIFERENSIAL ......................................................... 11 C. NILAI RATA-RATA INTEGRAL .................................................... 14 D. PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ........ 14 E. METODE VOLUME HINGGA ......................................................... 30 x BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 33 A. PENURUNAN PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU ............... 33 B. PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU .................................................................................................. 38 C. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU DENGAN METODE VOLUME HINGGA ............................ 49 D. PERBANDINGAN PENYELESAIAN ANALITIK DAN PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU .................................................................................................. 65 BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 73 A. KESIMPULAN ................................................................................... 73 B. SARAN ............................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 76 LAMPIRAN ......................................................................................................... 77 xi DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Hasil penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan metode separasi variabel ................................................................................. 49 Tabel 3.2 Hasil penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga ....................................................................... 64 Tabel 3.3 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 0............................................................................................ 66 Tabel 3.4 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 80 ......................................................................................... 68 Tabel 3.5 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 160 ....................................................................................... 70 Tabel 3.6 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 200 ....................................................................................... 72 xii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Aliran panas melalui penampang logam ........................................... 11 Gambar 2.2 Bagan alur metode volume hingga .................................................... 32 Gambar 3.1 Batang logam dengan energi panas yang mengalir searah sumbu-𝑥 35 Gambar 3.2 Ilustrasi syarat batas Robin (Campuran) pada penampang logam. ... 40 Gambar 3.3 Distribusi suhu terhadap sumbu-𝑥 .................................................... 40 Gambar 3.4 Grafik penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu ............ 50 Gambar 3.5 Ilustrasi kontrol volume pada batang logam ..................................... 52 Gambar 3.6 Kontrol volume pada batang logam .................................................. 52 Gambar 3.7 Grafik penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu ........... 65 Gambar 3.8 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 0 .......................................................... 67 Gambar 3.9 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 80 ........................................................ 69 Gambar 3.10 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 160 ..................................................... 71 Gambar 3.11 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 200 ..................................................... 72 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel perhitungan dari sistem persamaan aljabar............................. 79 Lampiran 2. M-script untuk mendeskripsikan Persamaan (3.33) ........................ 80 Lampiran 3. M-Script penyelesaian persamaan panas dimensi satu ..................... 80 xiv DAFTAR SIMBOL 𝑤 : Besar aliran panas 𝐾 : Konduktivitas panas 𝑊(𝑥, 𝑡) : Suhu di 𝑥 pada waktu 𝑡 𝑙 : Panjang logam 𝜆 : Konstanta pemisah 𝑒(𝑥, 𝑡) : Jumlah energi panas per satuan volume 𝑄(𝑡) : Total energi panas 𝑉 : Volume 𝑐 : Panas jenis 𝜌 : Kerapatan massa 𝑡 : Waktu 𝑥 : Simbol untuk posisi di sepanjang batang logam 𝜃 : Simbol untuk aproksimasi 𝐴 : Luas penampang 𝑚 : Massa logam 𝑋 ′′ (𝑥) : Turunan kedua fungsi 𝑋 terhadap 𝑥 𝑇′(𝑡) : Turunan pertaman fungsi 𝑇 terhadap waktu 𝑘2 : Difusi termal ( 𝑘 2 = 𝜌𝑐) 𝑥𝑖 : Posisi pada 𝑥 di titik 𝑖 𝑖 : Titik pusat kontrol volume dengan 𝑖 = 1,2,3, … , 10 𝑊𝑖 : Suhu di 𝑖 pada waktu 𝑡 + ∆𝑡 𝐾 xv 𝑊𝑖0 : Suhu di 𝑖 pada waktu 𝑡 ∆𝑥 : Panjang kontrol volume xvi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu termodinamika merupakan ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari perbedaan suhu (Holman, 2010 : 1). Ilmu termodinamika mengajarkan bahwa transfer energi yang dimaksud didefinisikan sebagai panas. Ilmu perpindahan panas tidak hanya menjelaskan bagaimana energi panas dapat ditransfer, akan tetapi juga untuk memprediksi tingkat dimana pertukaran berlangsung di bawah kondisi tertentu. Menurut jenis perambatannya, perpindahan panas digolongkan menjadi tiga yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Adakalanya energi panas diisolasi agar dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya pada mesin pembakaran internal kendaraan bermotor yang menghasilkan panas dalam jumlah besar selama siklus pembakaran. Hal tersebut memberi efek negatif apabila sampai pada komponen yang peka terhadap panas, maka dari itu isolasi energi panas diperlukan supaya panas tidak sampai pada komponen-komponen tersebut. Contoh lain pemanfaatan energi panas dalam kehidupan sehari-hari adalah pada setrika listrik. Setrika dipanaskan oleh sumber panas berupa kumparan yang dialiri arus listrik. Kumparan akan memanaskan logam setrika secara konduksi. Selain itu pemanfaatan perpindahan panas dalam dunia industri salah satunya pada tungku boiler, oven dan pada pembangkit listrik tenaga uap, dimana pemanfaatan perpindahan panas digunakan untuk menghasilkan 1 energi listrik. Bahan bakar yang diubah menjadi energi panas dalam bentuk uap bertekanan dan bersuhu tinggi, energi panas tersebut diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran, dari energi panas yang diubah menjadi energi mekanik tersebut dihasilkan energi listrik. Pada kebanyakan kasus, untuk menggambarkan keadaan fisis dari perpindahan panas digunakan model matematika yang disebut dengan persamaan diferensial dimana besaran-besarannya berubah terhadap ruang dan waktu. Pada salah satu kasus persamaan untuk perpindahan panas disebut dengan persamaan panas. Definisi dari persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari satu atau lebih variabel terikat (Dependent Variable) terhadap satu atau lebih dari variabel bebas (Independent Variable). (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2) Persamaan diferensial digolongkan menjadi dua yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Untuk menyelesaikan persamaan diferensial dapat dilakukan secara analitik maupun secara numerik. Dalam menyelesaikan persamaan panas secara analitik terdapat 3 jenis syarat batas yaitu syarat batas Dirichlet, Neumann dan Robin. Ketiga syarat batas tersebut masingmasing memiliki kondisi suhu di titik awal dan titik akhir yang berbeda. Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Ahmadi (2016) tentang bagaimana penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu menggunakan teknik separasi variabel dengan menerapkan tiga jenis kondisi syarat batas. Hasil dari penelitian tersebut adalah diperoleh penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu berdasarkan masing-masing kondisi syarat batas yang diterapkan dan penyelesaian digambarkan dalam bentuk grafik dua dimensi. Berdasarkan 2 penelitian tersebut, penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu yang telah diteliti akan dihampiri menggunakan metode numerik. Persamaan dimensi satu menarik untuk menjadi bahan yang akan diteliti karena persamaan panas dimensi satu merupakan persamaan panas dengan dimensi paling dasar, sebelum meneliti lebih lanjut ke persamaan panas dengan dimensi lebih tinggi. Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan persoalan matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan atau aritmetika biasa (tambah, kurang, kali, dan bagi) (Munir, Rinaldi, 2010 : 5). Terdapat beberapa metode numerik untuk menyelesaikan persamaan panas antara lain Finite Difference Methods, Finite Element Methods, dan Finite Volume Methods (Metode Volume Hingga). Secara garis besar metode volume hingga menggunakan bentuk integral dari persamaan. Penyelesaian yang diperoleh dibagi kedalam sejumlah kontrol volume yang berhingga, dan persamaan umum yang telah terintegral terhadap kontrol volume dan waktu akan diaplikasikan pada tiap kontrol volume. Dalam proses penyelesaian persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga terdapat beberapa skema yang dapat digunakan antara lain UDS (Upwind Difference Scheme), CDS (Central Difference Scheme), LUDS (Linier Upwind Difference Scheme), QUICK (Quadratic Upwind Difference Scheme). Metode volume hingga tidak hanya diaplikasikan pada persamaan panas saja, telah banyak peneliti yang mengaplikasikan metode volume hingga untuk menyelesaikan permasalahan fisis lainnya. Beberapa contoh peneliti yang mengaplikasikan metode volume hingga adalah Novian Nur Fatihah (2015) yang 3 mengkaji tentang pola sebaran air panas dari spray pond dengan metode volume hingga untuk mengetahui suhu air yang berada pada spray pond apakah dapat dialirkan ke sungai tanpa mengganggu biota sungai. Hasil dari penelitian tersebut adalah dibutuhkan tekanan air yang tinggi agar proses penurunan suhu air panas yang dikeluarkan dari spray pond semakin banyak dan penyebaran air semakin luas. Selain itu peneliti lain yang membahas tentang metode volume hingga adalah Setyo Budi Utami (2008) yang membahas bagaimana penyelesaian persamaan matematika dari distribusi panas dengan metode volume hingga dan diperoleh perubahan konsentrasi distribusi aliran panas dipengaruhi oleh kecepatan, panjang penampang dan lebar penampang. Penambahan rata-rata kecepatan menyebabkan semakin pendek daerah penyebaran panas serta penambahan lebar penampang dan panjang penampang menyebabkan adanya kenaikan konsentrasi penyebaran panas. Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, pada Tugas Akhir Skripsi ini penulis mengambil judul “PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA”. B. IDENTIFIKASI MASALAH Dari penjabaran latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Penyelesaian masalah fisika yang terlebih dahulu harus dimodelkan secara matematis hingga mendapat suatu persamaan secara matematis. 4 2. Persamaan matematis dari masalah fisika mayoritas berupa persamaan diferensial parsial. 3. Penyelesaian persamaan diferensial parsial dapat diperoleh secara analitik, namun langkah-langkah yang cukup rumit dapat menjadi hambatan. 4. Penyelesaian analitik yang berupa fungsi matematika masih harus dihitung lagi untuk mendapatkan hasil akhir. 5. Terdapat beberapa metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan dari permasalahan fisika tersebut namun dengan langkah-langkah yang cukup panjang juga. C. PEMBATASAN MASALAH Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis perpindahan panas yang akan dibahas adalah perpindahan panas secara konduksi, 2. Persamaan panas yang akan dibahas adalah persamaan panas dimensi satu, 3. Penyelesaian panas secara analitik dan numerik hanya mengambil satu syarat batas yaitu syarat batas Robin (campuran), 4. Skema yang digunakan dalam proses pendiskritan adalah Central Difference Scheme (CDS). 5 D. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dijabarkan di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana model matematika persamaan panas dimensi satu? 2. Bagaimana penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan metode separasi variabel? 3. Bagaimana penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga? 4. Bagaimana perbandingan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu? E. TUJUAN Berdasarkan penjabaran latar belakang hingga RUMUSAN masalah, maka diperoleh tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memodelkan persamaan panas dimensi satu, 2. Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik menggunakan metode separasi variabel, 3. Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik menggunakan metode volume hingga, 4. Mengetahui perbandingan antara penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu. 6 F. MANFAAT Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa a) Menambah pengetahuan tentang penurunan model panas dimensi satu, b) Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan nilai awal dan syarat batas yang telah ditentukan, c) Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik dengan metode volume hingga, d) Menambah pengetahuan tentang bagaimana perbandingan dari penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dalam menyelesaikan persamaan panas dimensi satu. 2. Bagi Universitas a) Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah bahan referensi bagi Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya untuk jurusan Pendidikan Matematika tentang penyelesaian analitik dan numerik dari persamaan panas dimensi satu. 3. Bagi Pembaca a) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang persamaan panas dimensi satu, dan aplikasi dari metode volume hingga. 7 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dalam pembahasan pada bab III. Teori – teori dan beberapa kajian matematika yang akan dirangkum pada bab ini antara lain tentang perpindahan panas, persamaan diferensial yang terdiri dari persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial, teorema integral rata-rata, penyelesaian persamaan diferensial parsial dan metode volume hingga untuk menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik. Berikut adalah penjelasan lebih lanjutnya. A. PERPINDAHAN PANAS Definisi 2.1 PERPINDAHAN PANAS Ilmu termodinamika adalah ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari perbedaan suhu. (Holman, 2010 : 1) Ilmu termodinamika berusaha untuk tidak hanya menjelaskan bagaimana energi panas dapat ditransfer, tetapi juga untuk memprediksi tingkat dimana pertukaran panas akan berlangsung dibawah kondisi tertentu. Terdapat tiga jenis mekanisme yang berbeda dimana panas dapat mengalir dari sumber panas menuju ke penerima panas. Ketiga jenis mekanisme perambatan panas tersebut adalah radiasi, konveksi dan konduksi. Dari ketiga jenis perpindahan panas tersebut, hanya perpindahan panas secara konduksi yang akan dibahas lebih dalam. 8 Definisi 2.2 PERPINDAHAN PANAS SECARA KONDUKSI Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah karena interaksi antar partikel. (Bergman, Lavine, Incropera, & Dewitt, 2011 : 3) Konduksi merupakan perpindahan panas melalui materi tetap seperti penampang logam yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Panas merambat atau berpindah dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa diikuti perpindahan partikel-partikel. Menurut Hukum Fourier atau juga yang sering disebut dengan Hukum Konduksi Panas menyatakan bahwa besar aliran panas pada saat melalui suatu material adalah sebanding dengan negatif dari perubahan suhu dan ketebalan benda. Dengan kata lain besar aliran panas menurut Hukum Fourier dapat dituliskan sebagai berikut. 𝑤 = 𝐴𝐾 (− 𝜕𝑊 ) 𝜕𝑥 (2.1) dimana 𝑤 menunjukkan besar aliran panas, 𝑊 menunjukkan suhu, 𝑥 adalah panjang penampang logam yang dilalui panas, 𝐴 luas penampang logam dan 𝐾 merupakan konduktifitas panas. 9 Penampang logam Arah aliran panas − 𝜕𝑊 𝜕𝑥 𝑥=0 𝑥=𝑙 Gambar 2.1 Aliran panas melalui penampang logam Konduktifitas panas pada benda padat memiliki berbagai nilai numerik, hal tersebut tergantung pada jenis material padat tersebut apakah merupakan konduktor yang relatif baik dalam menerima panas atau berfungsi sebagai isolator. Menurut Holman (2010), terdapat beberapa sifat dalam proses perambatan panas. Sifat-sifat tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Panas hanya mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah, 2. Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh konduktifitas bahan penyusunnya, 3. Kecepatan perambatan panas juga dipengaruhi oleh ketebalan batang logam, luas penampang, panjang bahan dan volume bahan. 10 B. PERSAMAAN DIFERENSIAL Definisi 2.3 PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi dari variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2) Berdasarkan jenisnya, persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Definisi dari kedua jenis persamaan diferensial tersebut adalah sebagai berikut. Definisi 2.4 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan biasa dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu variabel bebas. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2) Definisi 2.5 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan parsial dari satu atau lebih variabel terikat terhadap dua atau lebih variabel bebas. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2) Berikut adalah beberapa contoh untuk persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial biasa. Contoh 2.1 𝑑𝑦 +𝑦 =3 𝑑𝑥 (2. 2) 𝑑𝑢 𝑑 2 𝑣 + = 3𝑢 + 𝑣 𝑑𝑡 𝑑𝑡 2 (2. 3) 11 𝜕 2𝑢 𝜕 2𝑢 2 = 𝑐 𝜕𝑡 2 𝜕𝑥 2 (2. 4) Dari Contoh 2.1 serta mengacu pada Definisi 2.4 dan Definisi 2.5, Persamaan (2.2) dan Persamaan (2.3) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial biasa. Pada Persamaan (2.2), terdapat satu variabel tak bebas y dan satu variabel bebas 𝑥. Begitu pula pada Persamaan (2.3), terdapat dua variabel tak bebas yaitu 𝑢 dan 𝑣 serta satu variabel bebas yaitu 𝑡. Sedangkan untuk Persamaan (2.4) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial parsial dengan variabel tak bebas 𝑢 dan variabel bebas 𝑡 dan 𝑥. Persamaan diferensial juga dibedakan berdasarkan ordernya, berikut adalah pejelasannya. Definisi 2.6 ORDER DARI PERSAMAAN DIFERENSIAL Urutan (order) persamaan diferensial (baik ODE atau PDE) adalah urutan turunan tertinggi dalam persamaan. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 3) Secara umum persamaan diferensial orde pertama dapat ditulis sebagai berikut. 𝑀(𝑥, 𝑦)𝑑𝑥 𝑁(𝑥, 𝑦)𝑑𝑦 = 0 (2. 5) Begitu pula untuk persamaan diferensial orde-𝑛, secara umum ditulis sebagai berikut. 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , . . . , 𝑦 𝑛 ) = 0 (2. 6) dengan 𝑦 (𝑛) menyatakan turunan y terhadap 𝑥 yang ke-n. Berikut adalah beberapa contoh persamaan dengan orde yang berbeda. Contoh 2.2 𝑑𝑦 +𝑦 =3 𝑑𝑥 12 (2. 7) 𝑑𝑢 𝑑 2 𝑣 + = 𝑒𝑥 𝑑𝑡 𝑑𝑡 2 (2. 8) 𝑑2𝑦 − 4𝑦 = 0 𝑑𝑥 2 (2. 9) berdasarkan Definisi (2.6), Persamaan (2.7) merupakan persamaan diferensial orde satu. Persamaan (2.7) dan Persamaan (2.8) merupakan persamaan diferensial orde dua. Klasifikasi persamaan diferensial selanjutnya adalah berdasarkan linieritasnya. Klasifikasi berdasarkan kelinieran suatu persamaan diferensial adalah sebagai berikut. Definisi 2.7 PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER Persamaan diferensial biasa orde-n dikatakan linier jika F adalah linier di 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 𝑛 . Dengan kata lain bentuk umum persamaan diferensial linier orde n adalah sebagai berikut. 𝑎𝑛 (𝑥)𝑦 𝑛 + 𝑎𝑛−1 (𝑥)𝑦 𝑛−1 + ⋯ + 𝑎1 (𝑥)𝑦 ′ + 𝑎0 (𝑥)𝑦 − 𝑔(𝑥) = 0 (2. 10) atau, 𝑎𝑛 (𝑥) 𝑑𝑛 𝑦 𝑑𝑛−1 𝑦 𝑑𝑦 (𝑥) (𝑥) + 𝑎 + ⋯ + 𝑎 + 𝑎0 (𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) 𝑛−1 1 𝑑𝑥 𝑛 𝑑𝑥 𝑛−1 𝑑𝑥 (2. 11) Dimana variabel terikat y dan semua turunan 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 𝑛 merupakan derajat pertama. Koefisien 𝑎0 , 𝑎1 , 𝑎2 , ⋯ , 𝑎𝑛 dari 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 𝑛 bergantung pada variabel bebas 𝑥. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 4) Berikut adalah beberapa contoh persamaan diferensial linier. Contoh (2.3) (𝑦 − 𝑥)𝑑𝑥 + 4𝑥 𝑑𝑦 = 0 13 (2. 12) 𝑦" − 2𝑦′ + 𝑦 = 0 (2. 13) 𝑑3𝑦 𝑑𝑦 +𝑥 − 5𝑦 = 𝑒 𝑒 3 𝑑𝑥 𝑑𝑥 (2. 14) berdasarkan definisi (2.7), Persamaan (2.12) Merupakan persamaan linier orde pertama. Persamaan (2.13) merupakan persamaan linier orde kedua dan Persamaan (2.14) merupakan persamaan diferensial linier orde 2. C. TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL Teorema nilai rata-rata integral pada kasus ini akan digunakan untuk menentukan integral dari titik pusat kontrol volume. TEOREMA (2.1) TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL Jika fungsi f kontinu pada interval [𝑎, 𝑏] dengan 𝑐 ∈ [𝑎, 𝑏], maka, 𝑏 ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 𝐹(𝑐) = 𝑎 𝑏−𝑎 (2. 15) (Varberg, Purcell, & Rigdon, 2007:253) D. PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Penyelesaian dari persamaan diferensial parsial akan dicari dengan menerapkan syarat batas tertentu dan menggunakan beberapa teori yang dipakai hingga mendapat penyelesaian umumnya. 1. MASALAH NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Untuk memahami apa itu masalah nilai awal, misal diberikan suatu lempengan logam dengan panjang 𝑙. Sehingga diperoleh interval untuk 𝑥 yaitu 0 ≤ 14 𝑥 ≤ 𝑙. Diberikan 𝑊(𝑥, 0) yang merupakan suhu di seluruh posisi 𝑥 pada saat 𝑡 sama dengan nol, hal tersebut dikatakan sebagai nilai awal. Selanjutnya akan dibahas tentang masalah syarat batas. Menurut (Humi & Miller, 1992 : 42), untuk persamaan diferensial parsial orde 2 terdapat 3 syarat batas yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut : a) Syarat batas Dirichlet Syarat batas dirichlet merupakan nilai-nilai yang tidak diketahui dari suatu fungsi 𝑢 pada bagian perbatasan. Dengan kata lain, syarat batas dirichlet adalah mempertahankan suhu pada posisi 𝑥 = 0 dan posisi 𝑥 = 𝑙 supaya tetap nol derajat celcius. Apabila diberikan 𝑊(𝑥, 𝑡) merupakan suhu di 𝑥 pada saat 𝑡, maka syarat batas dirichlet secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. 𝑊(0, 𝑡) = 𝑊(𝑙, 𝑡) = 0 dengan 𝑡 > 0. b) Syarat batas Neumann Syarat batas Neumann merupakan syarat batas yang nilai-nilai perubahan suhu pada posisi 𝑥 = 0 dan posisi 𝑥 = 𝑙 dipertahankan nol. Apabila diberikan 𝑊(𝑥, 𝑡) merupakan suhu di 𝑥 pada saat 𝑡, maka syarat batas neumann secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. 𝜕𝑊(0, 𝑡) 𝜕𝑊(𝑙, 𝑡) = =0 𝜕𝑥 𝜕𝑥 dengan 𝑡 > 0. c) Syarat batas Robin Syarat batas robin merupakan syarat batas dimana perubahan suhu pada 𝑥 = 0 dipertahankan nol, sedangkan suhu pada posisi 𝑥 = 𝑙 dipertahankan nol. Apabila 15 diberikan 𝑊(𝑥, 𝑡) merupakan suhu di 𝑥 pada saat 𝑡, maka syarat batas robin secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. 𝜕𝑊(0, 𝑡) = 𝑊(𝑙, 𝑡) = 0 𝜕𝑥 dengan 𝑡 > 0. 2. MASALAH STURM-LIOUVILLE Definisi 2.9 Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut, [𝑟(𝑥)𝑦 ′ (𝑥)]′ + [𝑝(𝑥) + 𝜆𝑠(𝑥)]𝑦(𝑥) = 0 (2. 16) dengan syarat batas, 𝑎1 𝑦(𝑎) + 𝑎𝑦 ′ (𝑏) = 0 (2. 17) 𝑏1 𝑦(𝑎) + 𝑏2 𝑦 ′ (𝑏) = 0 (2. 18) untuk 𝑟, 𝑝, 𝑠 adalah terdiferensial kontinu di [𝑎, 𝑏], dengan 𝑟(𝑥) > 0 dan 𝑠(𝑥) > 0 pada [𝑎, 𝑏], sedangkan 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑏1 , 𝑏2 adalah konstanta riil. Salah satu dari 𝑎1 atau 𝑎2 tidak nol dan salah satu dari 𝑏1 atau 𝑏2 tidak nol. (Humi & Miller, 1992:148) Persamaan (2.16) dengan syarat batas Persamaan (2.17) dan syarat batas Persamaan (2.18) disebut dengan Masalah Sturm-Liouville Reguler. Menyelesaikan Masalah Sturm-Liouville Reguler artinya mencari nilai dari 𝜆 yang disebut sebagai Nilai Eigen. Nilai dari 𝜆 yang sesuai penyelesaian nontrivial disebut dengan Fungsi Eigen. (Agarwal & O'Regan, 2009 : 145) Secara umum, akar-akar karakteristik dari suatu persamaan diferensial linier orde 2 dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Akar karakteristik riil berbeda 16 Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah 𝑎 dan 𝑏, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut. 𝑦 = 𝐴𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑎𝑥) + 𝐵𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑏𝑥) 2. Akar karakteristik riil sama/kembar Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah 𝑎, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut. 𝑦 = 𝐴𝑒 𝑎𝑥 + 𝐵𝑥𝑒 𝑎𝑥 3. Akar karakteristik bilangan kompleks Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah 𝑎 + 𝑖𝑏 dan 𝑎 − 𝑖𝑏, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut. 𝑦 = 𝐴𝑐𝑜𝑠(𝑏𝑥) + 𝐵𝑠𝑖𝑛(𝑏𝑥) (Ross, 2004) Contoh 2.3 Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada pada persamaan berikut ini. 𝑋 ′′ (𝑥) + 𝑘 2 𝑋(𝑥) = 0 (2. 19) Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.19) adalah, 𝑚2 + 𝑘 2 = 0 dengan menggunakan rumus 𝑚1,2 = 𝑚1,2 = −𝑏±√𝑏 2 −4𝑎𝑐 2𝑎 (2. 20) , diperoleh. −𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐 2𝑎 17 𝑚1,2 0 ± √0 − 4(1)(𝑘 2 ) = 2(1) 𝑚1,2 = ±√−4𝑘 2 2 𝑚1,2 = ±2𝑘𝑖 2 𝑚1,2 = ±𝑘𝑖 Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.20) adalah 𝑚1 = 𝑘𝑖 dan 𝑚2 = −𝑘𝑖, dimana 𝑚1 dan 𝑚2 merupakan bilangan kompleks. Sehingga diperoleh penyelesaian umum dari Persamaan (2.19) adalah. 𝑋(𝑥) = 𝐴𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥) + 𝐵𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥) Contoh 2.4 Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan berikut ini. 𝑋 ′′ (𝑥) − 𝑘 2 𝑋(𝑥) = 0 (2. 21) Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.21) adalah. 𝑚2 − 𝑘 2 = 0 (2. 22) (𝑚 − 𝑘)(𝑚 + 𝑘) = 0 𝑚1 = 𝑘 dan 𝑚2 = −𝑘 Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.22) adalah 𝑚1 = 𝑘 dan 𝑚2 = −𝑘, dimana 𝑚1 dan 𝑚2 merupakan bilangan riil. Sehingga diperoleh penyelesaian umum dari Persamaan (2.21) adalah. 𝑋(𝑥) = 𝐴𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑘𝑥) + 𝐵𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥) Contoh 2.5 18 Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan berikut ini. 𝑋 ′′ (𝑥) + 6𝑘𝑋′(𝑥) + 9𝑘 2 𝑋(𝑥) = 0 (2. 23) Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.23) adalah. 𝑚2 + 6𝑘𝑥 + 9𝑘 2 = 0 (2. 24) (𝑚 + 3𝑘)(𝑚 + 3𝑘) = 0 𝑚1 = −3𝑘 dan 𝑚2 = −3𝑘 Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.24) adalah 𝑚1 = −3𝑘 dan 𝑚2 = −3𝑘, dimana 𝑚1 dan 𝑚2 merupakan bilangan riil yang sama besar. Sehingga diperoleh penyelesaian umum dari Persamaan (2.23) adalah. 𝑋(𝑥) = 𝐴𝑒 −3𝑥 + 𝐵𝑥𝑒 −3𝑥 ) 3. METODE SEPARASI VARIABEL Definisi 2.10 Diberikan perasamaan diferensial, 𝑑𝑦 = 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 (2. 25) dengan fungsi f pada Persamaan (2.25) dapat dipisah menjadi fungsi dalam x dikalikan fungsi dalam y, atau dapat dituliskan sebagai berikut. 𝑑𝑦 = 𝑔(𝑥)ℎ(𝑥) 𝑑𝑥 (2. 26) Hal tersebut disebut dengan separasi variabel. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 433) 19 Langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu persamaan dengan menggunakan metode separasi variabel menurut (Humi & Miller, 1992:113) sebagai berikut. 1. Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk 𝑇(𝑥, 𝑡) = 𝑋(𝑥)𝑇(𝑡). Dimana variabel 𝑥 hanya muncul dalam fungsi 𝑋, sedangkan 𝑇 merupakan fungsi dari 𝑡 saja. 2. Menentukan konstanta pemisah misalnya 𝜆, dengan 𝜆 merupakan bilangan riil. 3. Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah variabel (𝜆) belum diketahui dan ditentukan bahwa 𝜆 harus riil maka masalah nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta 𝜆 yaitu 𝜆 < 0 , 𝜆 = 0 , 𝜆 > 0. 4. Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen. 5. Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dnegan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya. 6. Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh 𝑋(𝑥)dan 𝑇(𝑡) maka 𝑋(𝑥) akan dikalikan dengan 𝑇(𝑡). Hal ini terjadi karena pada langkah 1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan adalah 𝑇(𝑥, 𝑡) = 𝑋(𝑥)𝑇(𝑡). Berikut adalah contoh separasi variabel untuk menyelesaikan persamaan Laplace. Contoh 2.6 20 𝜕 2𝑢 𝜕 2𝑢 + =0 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 (2. 27) 𝑢(𝑥, 0) = 0 (2.28) 𝑢(𝑥, 𝑏) = 0 (2.29) 𝑢(0, 𝑦) = 0 (2.30) 𝑢(𝑎, 𝑦) = 0 (2.31) Dengan syarat batas, Langkah penyelesaian. 1. Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk 𝑈(𝑥, 𝑦) = 𝑋(𝑥)𝑌(𝑦). Dimana variabel 𝑥 hanya muncul dalam fungsi 𝑋, sedangkan 𝑌 merupakan fungsi dari 𝑦 saja. Diberikan penyelesaian untuk 𝑢(𝑥, 𝑦) = 𝑋(𝑥)𝑌(𝑦), apabila disubstitusikan pada Persamaan (2.27) maka diperoleh bentuk sebagai berikut. 𝑋 ′′ (𝑥)𝑌(𝑦) + 𝑋(𝑥)𝑌 ′′ (𝑦) = 0 (2.32) Apabila Persamaan (2.32) dikelompokkan sesuai variabelnya, maka diperoleh bentuk sebagai berikut. 𝑋 ′′ (𝑥) 𝑌 ′′ (𝑦) =− 𝑋(𝑥) 𝑌(𝑦) 2. (2.33) Menentukan konstanta pemisah misalnya 𝜆, dengan 𝜆 merupakan bilangan riil. Diambil konstanta pemisah 𝜆, sehingga Persamaan (2.33) menjadi. 𝑋 ′′ (𝑥) 𝑌 ′′ (𝑦) =− =𝜆 𝑋(𝑥) 𝑌(𝑦) (2.34) Dari Persamaan (2.34) diperoleh masalah Sturm Liouville sebagai berikut. 21 3. 𝑋 ′′ (𝑥) − 𝜆𝑋(𝑥) = 0 (2.35) 𝑌 ′′ (𝑦) + 𝜆𝑌(𝑦) = 0 (2.36) Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah variabel (𝜆) belum diketahui dan ditentukan bahwa 𝜆 harus riil maka masalah nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta 𝜆 yaitu 𝜆 < 0 , 𝜆 = 0 , 𝜆 > 0. Dari Persamaan (2.35) akan dicari kemungkinan nilai 𝜆 yang memenuhi sebagai berikut. Kemungkinan I untuk nilai 𝜆 = 𝑘 2 > 0, sehingga Persamaan (2.35) menjadi, 𝑋 ′′ (𝑥) − 𝑘 2 𝑋(𝑥) = 0 (2.37) Penyelesaian umum dari Persamaan (2.37) adalah. 𝑋(𝑥) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥) Dengan syarat batas, 𝑋(0) = 0 → 𝑋(𝑥) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥) 𝑋(0) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(0) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(0) 0 = 𝑐1 𝑋(𝑎) = 0 → 𝑋(𝑥) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥) 𝑋(𝑎) = 0 + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑎) 0 = 𝑐2 Karena 𝑐1 = 𝑐2 = 0, maka untuk nilai 𝜆 = 𝑘 2 > 0 diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan II untuk nilai 𝜆 = 0, sehingga Persamaan (2.35) menjadi. 22 𝑋 ′′ (𝑥) = 0 (2.38) Apabila kedua ruas pada Persamaan (2.38) diintegralkan, maka diperoleh hasil sebagai berikut. ∫ 𝑋 ′′ (𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 0 𝑑𝑥 𝑋′(𝑥) = 𝐶1 ∫ 𝑋 ′ (𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 𝐶1 𝑑𝑥 𝑋(𝑥) = 𝐶1 𝑥 + 𝐶2 dengan syarat batas, 𝑋(0) = 0 → 𝑋(𝑥) = 𝐶1 𝑥 + 𝐶2 𝑋(0) = 𝐶1 (0) + 𝐶2 0 = 𝑐2 𝑋(𝑎) = 0 → 𝑋(𝑥) = 𝐶1 𝑥 + 𝐶2 𝑋(𝑎) = 𝐶1 (𝑎) + 0 0 = 𝑐1 Karena 𝑐1 = 𝑐2 = 0, maka untuk nilai 𝜆 = 0 diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan III untuk nilai 𝜆 = −𝑘 2 < 0, sehingga Persamaan (2.35) menjadi, 𝑋 ′′ (𝑥) + 𝑘 2 𝑋(𝑥) = 0 Penyelesaian umum dari Persamaan (2.39) adalah, 𝑋(𝑥) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥) dengan syarat batas, 𝑋(0) = 0 → 𝑋(𝑥) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥) 23 (2.39) 𝑋(0) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠(0) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(0) 0 = 𝑐1 𝑋(𝑎) = 0 → 𝑋(𝑥) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥) 𝑋(𝑎) = 0 + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑎) 0 = 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑎) Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka 𝑐2 ≠ 0, sehingga nilai 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑎) = 0. 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑎) = 0 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑎) = sin(𝑛𝜋) 𝑘𝑎 = 𝑛𝜋 , 𝑛 = 1,2,3, … 4. (2.40) Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen. Nilai dari 𝑘 pada Persamaan (2.40) bergantung pada 𝑛, sehingga 𝑘 = 𝑘𝑛 . Sehingga. 𝑘𝑛 𝑎 = 𝑛𝜋 𝑘𝑛 = 𝑛𝜋 𝑎 Karena nilai dari 𝑋(𝑥) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥), dengan 0 = 𝑐1 . Sehingga 𝑋(𝑥) = 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥). Karena nilai 𝑘 bergantung pada 𝑛, hal ini berakibat pada nilai 𝑋(𝑥) yang juga bergantung pada 𝑛. Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai berikut. 𝑛𝜋𝑥 𝑋𝑛 (𝑥) = 𝐶2 𝑠𝑖𝑛 ( 𝑎 ) 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑛 = 1,2,3,4 …. 24 (2.41) 5. Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dengan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya. Dengan menggunakan nilai dari konstanta pemisah yang telah diperoleh, maka Persamaan (2.36) dapat ditulis sebagai berikut. 𝑌 ′′ (𝑦) + 𝜆𝑌(𝑦) = 0 𝑌 ′′ (𝑦) − 𝑘 2 𝑌(𝑦) = 0 (2.42) Penyelesaian umum dari Persamaan (2.47) adalah, 𝑌(𝑦) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥) (2.43) dengan syarat batas, 𝑌(0) = 0 𝑌(𝑦) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥) 𝑌(0) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(0) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(0) 0 = 𝑐1 𝑌(𝑎) = 0 𝑌(𝑦) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥) 𝑌(𝑎) = 0 + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑎) 0 = 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑎) Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka 𝑐2 ≠ 0, sehingga nilai 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑎) = 0. 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑎) = 0 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑎) = sinh(𝑛𝜋) 𝑘𝑎 = 𝑛𝜋 , 𝑛 = 1,2,3, … (2.44) Nilai dari 𝑘 pada Persamaan (2.44) bergantung pada 𝑛, sehingga 𝑘 = 𝑘𝑛 . Sehingga dapat ditulis sebagai berikut. 25 𝑘𝑛 𝑎 = 𝑛𝜋 𝑘𝑛 = 𝑛𝜋 𝑎 Karena nilai dari 𝑌(𝑦) = 𝑐1 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑘𝑥) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥), dengan 0 = 𝑐1 . Sehingga 𝑌(𝑦) = 𝑐2 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝑘𝑥). Karena nilai 𝑘 bergantung pada 𝑛, hal ini berakibat pada nilai 𝑌(𝑦) yang juga bergantung pada 𝑛. Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai berikut. 𝑛𝜋 𝑌𝑛 (𝑦) = 𝐶2 𝑠𝑖𝑛ℎ ( 𝑎 𝑥) 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑛 = 1,2,3,4 …. 6. (2.45) Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh 𝑋(𝑥) dan 𝑌(𝑦) maka 𝑋(𝑥) akan dikalikan dengan 𝑌(𝑦). Hal ini terjadi karena pada langkah 1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan adalah 𝑈(𝑥, 𝑦) = 𝑋(𝑥)𝑌(𝑦). Nilai 𝑋(𝑥) dan 𝑌(𝑦) yang bergantung pada 𝑛 berakibat pada penyelesaian 𝑈(𝑥, 𝑦) yang bergantung pula pada 𝑛, sehingga: 𝑈𝑛 (𝑥, 𝑦) = 𝑋𝑛 (𝑥)𝑌𝑛 (𝑦). 𝑛𝜋 𝑛𝜋 Dimana 𝑋(𝑥) = 𝐶2 𝑠𝑖𝑛 ( 𝑎 𝑥) dan 𝑌(𝑦) = 𝐶2 sinh ( 𝑎 𝑥), maka diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑛𝜋 𝑛𝜋 𝑈𝑛 (𝑥, 𝑡) = 𝐶𝑛 𝑠𝑖𝑛 ( 𝑎 𝑥) 𝑠𝑖𝑛ℎ ( 𝑎 𝑥) dengan 𝑛 = 1,2,3, …. 𝑛𝜋 𝑛𝜋 𝑈(𝑥, 𝑡) = ∑∞ 𝑛=1 𝐶𝑛 𝑠𝑖𝑛 ( 𝑎 𝑥) 𝑠𝑖𝑛ℎ ( 𝑎 𝑥) 4. (2.46) DERET FOURIER Definisi 2.11 Diberikan deret fourier dari fungsi 𝑓 yang terdefinisi pada interval (−𝐿, 𝐿) adalah, 26 𝑎0 2 + ∑∞ 𝑛=1 {𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑠 𝑛𝜋𝑥 𝐿 + 𝑏𝑛 𝑠𝑖𝑛 𝑛𝜋𝑥 𝐿 } (2.47) Dimana, 𝐿 1 𝑎0 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 𝐿 −𝐿 𝐿 1 𝑛𝜋𝑥 𝑎𝑛 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑐𝑜𝑠 𝑑𝑥 𝐿 𝐿 −𝐿 𝐿 1 𝑛𝜋𝑥 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑥 𝐿 𝐿 −𝐿 Deret fourier untuk fungsi 𝑓 tidak secara otomatis menjamin bahwa rangkaian tersebut benar-benar konvergen pada 𝑓(𝑥). Jika 𝑓 kontinu pada 𝑥0 maka deret fourier konvergen pada pada 𝑓(𝑥0 ). Sebaliknya, apabila 𝑓 diskontinu di 𝑥0 maka deret fourier konvergen pada. 𝑓(𝑥0+ ) + 𝑓(𝑥0− ) 2 dimana. 𝑓(𝑥0+ ) = 𝑙𝑖𝑚 𝑓(𝑥), dengan 𝑥 > 𝑥0 𝑥→𝑥0 𝑓(𝑥0− ) = 𝑙𝑖𝑚 𝑓(𝑥), dengan 𝑥 < 𝑥0 𝑥→𝑥0 (Humi & Miller, 1992:75). Contoh 2.7 1 0<𝑥<𝜋 Akan ditentukan deret Fourier dari 𝑓(𝑥) = { 2 𝜋 < 𝑥 < 2𝜋 Berdasarkan Definisi 2.17 diperoleh penyelesaian sebagai berikut. 27 2𝜋 1 𝑎0 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 𝜋 0 𝜋 2𝜋 1 𝑎0 = (∫ 1 𝑑𝑥 + ∫ 2 𝑑𝑥) 𝜋 0 𝑎0 = 𝜋 1 ([𝑥]𝜋0 + [2𝑥]2𝜋 𝜋 ) 𝜋 𝑎0 = 1 (3𝜋) 𝜋 𝑎0 = 3 2𝜋 1 𝑛𝜋𝑥 𝑎𝑛 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑐𝑜𝑠 ( ) 𝑑𝑥 𝜋 𝜋 0 𝜋 2𝜋 1 𝑛𝜋𝑥 𝑛𝜋𝑥 𝑎𝑛 = (∫ 1 𝑐𝑜𝑠 ( ) 𝑑𝑥 + ∫ 2 𝑐𝑜𝑠 ( ) 𝑑𝑥) 𝜋 𝜋 𝜋 0 𝜋 𝜋 2𝜋 1 𝑎𝑛 = (∫ 1 𝑐𝑜𝑠(𝑛𝑥) 𝑑𝑥 + ∫ 2 𝑐𝑜𝑠(𝑛𝑥) 𝑑𝑥) 𝜋 0 𝜋 𝜋 2𝜋 1 1 2 𝑎𝑛 = (( sin(𝑛𝑥)) + ( sin(𝑛𝑥)) ) 𝜋 𝑛 𝑛 0 𝜋 𝜋 2𝜋 1 1 2 𝑎𝑛 = (( sin(𝑛𝑥)) + ( sin(𝑛𝑥)) ) 𝜋 𝑛 𝑛 0 𝜋 𝑎𝑛 = 0 2𝜋 1 𝑛𝜋𝑡 𝑏𝑛 = ∫ 𝑓(𝑡) 𝑠𝑖𝑛 ( ) 𝑑𝑥 𝜋 𝜋 0 𝜋 2𝜋 1 𝑛𝜋𝑡 𝑛𝜋𝑡 𝑏𝑛 = (∫ 1 𝑠𝑖𝑛 ( ) 𝑑𝑥 + ∫ 2 𝑠𝑖𝑛 ( ) 𝑑𝑥) 𝜋 𝜋 𝜋 0 𝜋 28 𝜋 2𝜋 1 𝑏𝑛 = (∫ 1 𝑠𝑖𝑛(𝑛𝑥) 𝑑𝑥 + ∫ 2 𝑠𝑖𝑛(𝑛𝑥) 𝑑𝑥) 𝜋 0 𝑏𝑛 = 𝜋 𝑏𝑛 = 𝜋 2𝜋 1 1 2 ((− cos(𝑛𝑥)) + (− cos(𝑛𝑥)) ) 𝜋 𝑛 𝑛 0 𝜋 𝑏𝑛 = 𝜋 2𝜋 1 1 2 ((− cos(𝑛𝑥)) + (− cos(𝑛𝑥)) ) 𝜋 𝑛 𝑛 0 𝜋 1 1 1 2 2 ((− cos(𝑛𝜋)) − (− cos(0)) + (− cos(2𝑛𝜋)) − (− cos(𝑛𝜋))) 𝜋 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑏𝑛 = 1 1 2 1 ( − + ( cos(𝑛𝜋))) 𝜋 𝑛 𝑛 𝑛 𝑏𝑛 = 1 1 1 (− + ( (−1)𝑛 )) 𝜋 𝑛 𝑛 (−1)𝑛 1 𝑏𝑛 = − + 𝑛𝜋 𝑛𝜋 dengan 𝑛 = 1, 2, 3, …. dan 𝑏𝑛 = 0 apabila 𝑛 genap. Setelah diketahui hasil dari 𝑎0 , 𝑎𝑛 dan 𝑏𝑛 . Maka deret Fourier dari 𝑓(𝑥) adalah. ∞ 𝑎0 𝑛𝜋𝑡 𝑛𝜋𝑥 𝑓(𝑥) = + ∑ 𝑎𝑛 cos ( ) + 𝑏𝑛 sin ( ) 2 𝜋 𝜋 𝑛=1 ∞ (−1)𝑛 3 1 𝑛𝜋𝑥 𝑓(𝑥) = + ∑ − + sin ( ) 2 𝑛𝜋 𝑛𝜋 𝜋 𝑛=1 ∞ 3 1 1 (−1)𝑛 𝑓(𝑥) = + ∑ − + sin(𝑛𝑥) 2 𝜋 𝑛 𝑛 𝑛=1 ∞ (−1)𝑛 − 1 3 1 𝑓(𝑥) = + ∑ sin(𝑛𝑥) 2 𝜋 𝑛 𝑛=1 29 E. METODE VOLUME HINGGA Metode volume hingga merupakan salah satu metode numerik untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial pada masalah-masalah fisis. Pada dasarnya metode volume hingga adalah mengubah masalah persamaan diferensial menjadi sebuah sistem dalam persamaan aljabar. Metode volume hingga sering digunakan untuk mencari pendekatan terhadap penyelesaian analitik dari suatu persamaan diferensial parsial. Dibandingkan dengan metode beda hingga, metode volume hingga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut : 1. Diskritisasi terhadap ruang yang fleksibel. Apabila terdapat suatu bidang yang akan didiskritisasi, maka bidang tersebut dipartisi ke dalam ukuran lebih kecil yang sering disebut dengan kontrol volume. Partisi tersebut dapat berbentuk tidak beraturan untuk mengurangi kesalahan geometri dan partisi dapat dibuat lebih rinci untuk mendapat penyelesaian yang mendekati penyelesaian analitik. 2. Persamaan ditulis dalam bentuk integral yang seringkali berasal dari hukumhukum fisika. 3. Dari Nomor (2), kelebihan selanjutnya dari metode volume hingga adalah tidak ada kebutuhan untuk variabel dependent untuk menjadi terdiferensial. 30 Langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu persamaan diferensial parsial dengan metode volume hingga hampir mirip dengan finite difference method ataupun finite element method. Menurut (Moukalled, et al : 2016), adapun tahaptahap dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan metode volume hingga secara garis besar dapat dilihat dari Gambar 2.2 berikut. Fenomena fisika Objek fisik Membangun persamaan dari permasalahan fisika yang terjadi pada objek Diskritisasi objek Diskritisasi persamaan Sistem persamaan aljabar Perhitungan aljabar Penyelesaian numerik Gambar 2.2 Bagan alur metode volume hingga Langkah awal dalam metode volume hingga adalah menurunkan persamaan matematik untuk fenomena fisika yang dialami oleh suatu objek. Setelah ditentukan persamaan matematik (dalam hal ini persamaan matematik yang dimaksud adalah 31 persamaan diferensial parsial) untuk permasalahan fisika tersebut, lalu dilakukan diskritisasi terhadap objek (benda). Benda akan dibagi menjadi beberapa kontrol volume (dipartisi menjadi beberapa bagian dengan panjang yang sama). Sehingga akan terdapat beberapa titik yang mewakili tiap kontrol volume tersebut. Langkah selanjutnya setelah menentukan kontrol volume adalah melakukan diskritisasi terhadap persamaan matematik yang telah diperoleh. Kedua ruas persamaan matematik diintegralkan terhadap waktu dan terhadap kontrol volume. Hingga diperoleh suatu sistem persamaan aljabar. Dengan diperoleh sistem persamaan aljabar maka akan diperoleh juga matrik dari sistem persamaan aljabar. Untuk mendapat penyelesaian numerik maka dilakukan penyelesaian terhadap matrik untuk mendapat nilai dari variabel terikat. Beberapa cara untuk memperoleh hasil dari matrik tersebut adalah dengan metode Jacobi, eliminasi sistem Gauss-Jordan, Forward Elimination, Backward Subtitution. 32 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu akan dihampiri dengan penyelesaian numerik menggunakan metode volume hingga. Berikut penjelasan lebih lanjut. A. PENURUNAN PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU Ilmu termodinamika merupakan salah satu bidang ilmu yang banyak digunakan di industri-industri dalam perencanaan macam-macam alat seperti boiler, heater dan ruang bakar. Terdapat tiga jenis perambatan panas yaitu perambatan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perambatan panas secara konduksi yaitu perpindahan panas dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. Sedangkan perpindahan panas secara konveksi yaitu perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida dimana proses perpindahan panas melalui perpindahan massa fluida. Selanjutnya perpindahan panas secara radiasi yaitu perpindahan panas tanpa melalui zat perantara, artinya panas dipancarkan oleh sumber panas dan terpancar ke segala arah. Menurut ketiga jenis perambatan panas yang telah disebutkan, persamaan panas dimensi satu termasuk dalam jenis perpindahan panas secara konduksi karena panas mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa disertai 33 perpindahan partikel-partikelnya. Pada sub-bab ini, akan dibahas bagaimana penurunan persamaan panas dimensi satu secara konduksi yang terjadi pada benda padat. Diberikan sebuah batang logam dengan panjang 𝑙 terbentang disepanjang sumbu 𝑥 seperti pada Gambar (3.1). Batang logam dipartisi menjadi beberapa bagian kecil dan dipilih satu bagian kecil yang akan mewakili sebagai kontrol volume. Dalam proses penurunan persamaan panas dimensi satu, akan diasumsikan beberapa hal sebagai berikut. 1. Luas penampang batang logam (𝐴) adalah konstan, 2. Jumlah kalor pada seluruh bagian 𝐴 adalah konstan, 3. Batang logam terbuat dari bahan yang homogen, 4. Batang logam terisolasi sempurna diseluruh permukaannya, sehingga tidak ada kalor yang dapat melewati permukaan batang logam, 5. Aliran panas merambat dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah, Panas jenis dan konduksi termal adalah konstan. 𝑊(𝑥, 𝑡) 𝑥=0 𝑊(𝑥 + ∆𝑥, 𝑡) 𝑥 𝑥 + ∆𝑥 A x= 𝑙 Gambar 3.1 Batang logam dengan energi panas yang mengalir searah sumbu-x Selanjutnya, akan ditinjau partisi batang logam sebesar ∆𝑥. Diberikan 𝑄(𝑡) merupakan total energi panas dan 𝑒(𝑥, 𝑡) yaitu jumlah energi panas per satuan 34 volume yang selanjutnya disebut dengan massa jenis panas. Apabila massa jenis panas adalah konstan di seluruh volume dari batang logam, maka jumlah energi panas pada ∆𝑥 merupakan hasil dari massa jenis panas dan volume. Sehingga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝑒(𝑥, 𝑡) = 𝑄(𝑡) 𝑉 𝑒(𝑥, 𝑡) = 𝑄(𝑡) 𝐴∆𝑥 dengan 𝑉 = 𝐴∆𝑥, sehingga. 𝑄(𝑡) = 𝑒(𝑥, 𝑡)𝐴∆𝑥 (3.1) Perubahan panas pada interval [𝑥, 𝑥 + ∆𝑥] terjadi apabila terdapat aliran panas di sepanjang titik 𝑥 hingga 𝑥 + ∆𝑥. Berdasarkan Hukum Konservasi Panas, dasar proses aliran panas adalah laju perubahan panas sama dengan energi panas yang mengalir per satuan waktu ditambah energi panas yang dihasilkan dari dalam batang logam per satuan waktu. Karena batang logam bersifat homogen dan terisolasi diseluruh permukaannya maka tidak ada panas yang dihasilkan dari dalam batang logam. Sehingga diperoleh rumusan laju perubahan panas sebagai berikut. 𝜕 𝜕𝑡 (𝑒(𝑥, 𝑡)𝐴∆𝑥) (3.2) Pada Gambar (3.1) perambatan panas pada batang logam terdapat perbedaan suhu antara kedua ujung batang logam, yaitu 𝑊(𝑥, 𝑡) dan 𝑊(𝑥 + ∆𝑥, 𝑡) dengan 𝑊(𝑥, 𝑡) > 𝑊(𝑥 + ∆𝑥, 𝑡). Sehingga untuk energi panas yang merambat pada potongan logam per satuan waktu adalah sebagai berikut. 𝑤 = 𝑊(𝑥, 𝑡)𝐴 − 𝑊(𝑥 + ∆𝑥, 𝑡)𝐴 35 (3.3) Selanjutnya akan dicari hubungan antara laju perubahan panas dan energi panas yang merambat pada potongan logam. Menurut Holman (2010), laju difusi diberikan oleh Hukum Fick, yang menyatakan bahwa fluks berbanding lurus dengan laju perubahan panas. Sehingga diperoleh rumusan sebagai berikut. 𝜕 (𝑒(𝑥, 𝑡)𝐴∆𝑥) = 𝑤 𝜕𝑡 𝜕 𝐴 𝜕𝑡 (𝑒(𝑥, 𝑡)∆𝑥) = 𝑤 (3.4) Apabila Persamaan (3.4) dibagi dengan 𝐴, maka akan menjadi seperti berikut. 𝜕 ∆𝑥 𝜕𝑡 (𝑒(𝑥, 𝑡)) = 𝑤 𝐴 (3.5) Selanjutnya, apabila Persamaan (3.5) dibagi dengan ∆𝑥, maka diperoleh. 𝜕 𝑤 (𝑒(𝑥, 𝑡)) = 𝐴∆𝑥 𝜕𝑡 (3.6) Karena ∆𝑥 sangat kecil, maka nilai limitnya mendekati nol. Sehingga Persamaan (3.6) menjadi. 𝜕 𝑤 (𝑒(𝑥, 𝑡)) = lim ∆𝑥→0 𝐴∆𝑥 𝜕𝑡 𝜕𝑒 𝜕𝑡 = 1 𝜕𝑤 𝐴 𝜕𝑥 (3.7) Diketahui c merupakan panas jenis yaitu energi panas yang harus disuplai untuk satu satuan massa sebuah zat untuk menaikan suhunya satu unit. Karena telah diasumsikan bahwa batang logam terbuat dari bahan yang homogen maka c bernilai konstan, sehingga energi panas per satuan massa diberikan oleh 𝑐𝑊(𝑥, 𝑦). Kemudian diberikan 𝜌 yang merupakan kerapatan massa yaitu massa per unit volume, karena batang logam bersifat homogen maka total massa pada potongan 36 logam adalah 𝑚 𝑉 . Sehingga total energi panas pada potongan logam dapat ditulis sebagai. 𝑄 = 𝑚𝑐∆𝑊 karena 𝜌 = 𝑚 𝑉 (3.8) dan 𝑉 = 𝐴∆𝑥 , sehingga Persamaan (3.8) dapat ditulis menjadi. 𝑄 = 𝜌𝐴∆𝑥𝑐𝑊(𝑥, 𝑡) (3.9) Kemudian, apabila Persamaan (3.1) dan Persamaan (3.9) disederhanakan, diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑒(𝑥, 𝑡)𝐴∆𝑥 = 𝜌𝐴∆𝑥𝑐𝑊(𝑥, 𝑡) 𝑒(𝑥, 𝑡) = 𝜌𝐴∆𝑥𝑐𝑊(𝑥, 𝑡) 𝐴∆𝑥 𝑒(𝑥, 𝑡) = 𝜌𝑐𝑊(𝑥, 𝑡) (3.10) Apabila Persamaan (3.10) disubstitusikan pada Persamaan (3.7) diperoleh hasil. 𝜕 1 𝜕𝑤 𝜕𝑡 𝜌𝑐𝑊(𝑥, 𝑡) = 𝐴 𝜕𝑥 (3.11) Menurut Hukum Fourier, laju perambatan panas yang melewati permukaan bidang berbanding lurus dengan perubahan suhu yang melewati potongan logam dan ketebalan dinding. Dengan kata lain dapat dituliskan sebagai berikut. 𝑤 = −𝐾𝐴 ∆𝑊(𝑥,𝑡) ∆𝑥 (3.12) Pada Persamaan (3.12), 𝐾 merupakan konduktivitas termal. Dengan pendekatan ∆𝑥 → 0 maka Persamaan (3.12) berubah menjadi. 𝑤 = lim −𝐾𝐴 ∆𝑥→0 ∆𝑊(𝑥, 𝑡) ∆𝑥 ∆𝑊(𝑥, 𝑡) ∆𝑥→0 ∆𝑥 𝑤 = −𝐾𝐴 lim 𝑤 = −𝐾𝐴 37 𝜕𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 (3.13) Apabila Persamaan (3.13) disubstitusikan pada Persamaan (3.11) maka diperoleh. 𝜌𝑐 𝜕𝑊(𝑥, 𝑡) 1 𝜕 𝜕𝑊(𝑥, 𝑡) = (−𝐾𝐴 ) 𝜕𝑡 𝐴 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜌𝑐 𝜕𝑊(𝑥, 𝑡) 𝜕 2 𝑊(𝑥, 𝑡) =𝐾 𝜕𝑡 𝜕𝑥 2 𝜕𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 =( 𝐾 ) 𝜌∙𝑐 𝜕2 𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 2 (3.14) 𝐾 Misalkan 𝑘 2 = 𝜌𝑐 , sehingga Persamaan (3.13) dapat ditulis menjadi. 𝜕𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 = 𝑘2 𝜕2 𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 2 (3.15) Kemudian Persamaan (3.15) disebut Persamaan Panas Dimensi Satu.. B. PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang 𝑙. Lilin diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin dinyalakan beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada posisi 𝑥 = 0 dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi 𝑥 = 𝑙 dipertahankan nol derajat. Untuk ilustrasi lebih jelasnya tampak pada Gambar (3.2). 38 𝑊𝑥 (0, 𝑡) = 0 𝑊(𝑙, 𝑡) = 0 Gambar 3.2 Ilustrasi syarat batas Robin (Campuran) pada penampang logam Gambar 3.2 apabila diilustrasikan pada bidang koordinat kartesius dengan pembanding suhu terhadap sumbu x, maka akan tampak pada Gambar 3.3. 𝑊(𝑥, 𝑡) 𝜕𝑊(0, 𝑡) =0 𝜕𝑋 0 𝑊(𝑙, 𝑡) = 0 𝑥 Gambar 3.3 Distribusi suhu terhadap sumbu-x Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu menggunakan metode separasi variabel. Diberikan persamaan panas dimensi satu sebagai berikut. 𝜕𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 = 𝑘2 𝜕2 𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 2 , 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝑙 dengan 𝑡 > 0 39 (3.16) dengan nilai awal, 𝑊(𝑥, 0) = 50 ; 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝑙 (3.16a) 𝑊𝑥 (0, 𝑡) = 0 , 𝑡 > 0 (3.16b) 𝑊(𝑙, 𝑡) = 0 , 𝑡 > 0 (3.16c) syarat batas, Diambil substitusi 𝑊(𝑥, 𝑡) = 𝑋(𝑥)𝑇(𝑡) terhadap Persamaan (3.16), diperoleh. 𝜕(𝑊(𝑥,𝑡)) = 𝑋(𝑥)𝑇′(𝑡) 𝜕𝑡 2 𝑘 ( (3.17) 𝜕(𝑊(𝑥,𝑡)) ) 𝜕𝑥 𝜕( 𝜕𝑥 ) = 𝑘 2 (𝑋 ′′ (𝑥)𝑇(𝑡)) (3.18) Apabila Persamaan (3.17) dan Persamaan (3.18) disubstitusikan pada Persamaan (3.16) maka diperoleh. 𝑋(𝑥)𝑇 ′ (𝑡) = 𝑘 2 (𝑋 ′′ (𝑥)𝑇(𝑡)) Akan dilakukan pemisahan variabel, dimana persamaan yang (3.19) mengandung variabel x dikelompokkan pada ruas kanan dan persamaan yang mengandung variabel t akan dikelompokkan pada ruas kiri. 𝑇 ′ (𝑡) 𝑘 2 𝑇(𝑡) = 𝑋 ′′ (𝑥) 𝑋(𝑥) (3.20) ditentukan konstanta pemisah riil yaitu negatif λ, sehingga Persamaan (3.20) menjadi. 𝑇 ′ (𝑡) 𝑘 2 𝑇(𝑡) = 𝑋 ′′ (𝑥) 𝑋(𝑥) = −λ dari Persamaan (3.21) diperoleh masalah Sturm-Liouville sebagai berikut. 𝑇 ′ (𝑡) 𝑋 ′′ (𝑥) = = −λ 𝑘 2 𝑇(𝑡) 𝑋(𝑥) 40 (3.21) 𝑇 ′ (𝑡) 𝑘 2 𝑇(𝑡) 𝑋 ′′ (𝑥) 𝑋(𝑥) = −λ (3.22) = −λ (3.23) Kemudian akan diselesaikan terlebih dahulu untuk Persamaan (3.22). 𝑋 ′′ (𝑥) = −λ 𝑋(𝑥) 𝑋 ′′ (𝑥) = −λ𝑋(𝑥) 𝑋 ′′ (𝑥) + λ𝑋(𝑥) = 0 (3.24) karena nilai dari konstanta pemisah (λ) belum diketahui dan ditentukan bahwa λ harus riil. Maka akan ditinjau 3 kemungkinan nilai untuk λ. Kemungkinan I. Untuk nilai λ = −𝛼 2 < 0, sehingga Persamaan (3.24) menjadi. 𝑋 ′′ (𝑥) − 𝛼 2 𝑋(𝑥) = 0 Penyelesaian umum dari Persamaan (3.25) adalah. 𝑋(𝑥) = 𝐴 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝛼𝑥) + 𝐵𝑠𝑖𝑛ℎ (𝛼𝑥) Dengan syarat batas 𝑋′(0) = 0, diperoleh. 𝑋 ′ (𝑥) = −𝛼𝐴 𝑠𝑖𝑛ℎ(𝛼𝑥) + 𝛼𝐵𝑐𝑜𝑠ℎ (𝛼𝑥) 𝑋 ′ (0) = −𝛼𝐴 𝑠𝑖𝑛ℎ(0) + 𝛼𝐵𝑐𝑜𝑠ℎ (0) 0 = 𝛼𝐵 𝑐𝑜𝑠ℎ(0) 0 = 𝛼𝐵 ∙ 1 Karena 𝛼 ≠ 0, sehingga berakibat pada nilai 𝐵 = 0 . Untuk syarat batas 𝑋(𝑙) = 0, diperoleh. 𝑋(𝑙) = 𝐴 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝛼𝑙) + 𝐵𝑠𝑖𝑛ℎ (𝛼𝑙) 0 = 𝐴 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝛼𝑙) + 0𝑠𝑖𝑛ℎ (𝛼𝑙) 0 = 𝐴 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝛼𝑙) 41 (3.25) 𝐴 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝛼𝑙) = 0 Karena 𝛼 ≠ 0 dan 𝑙 ≠ 0 maka nilai 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝛼𝑙) ≠ 0, hal tersebut berakibat pada nilai 𝐴 = 0. Sehingga untuk λ = −𝛼 2 < 0 diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan II. Untuk nilai λ = 0, sehingga Persamaan (3.24) menjadi. 𝑋 ′′ (𝑥) = 0 (3.26) Penyelesaian umum dari Persamaan (3.26) adalah. 𝑋(𝑥) = 𝐴 + 𝐵𝑥 Dengan syarat batas 𝑋′(0) = 0, diperoleh. 𝑋 ′ (𝑥) = 𝐵 𝑋′(0) = 𝐵 𝐵=0 Untuk syarat batas 𝑋(𝑙) = 0, diperoleh. 𝑋(𝑙) = 𝐴 + 𝐵(𝑙) 𝑋(𝑙) = 𝐴 + 0(𝑙) 0=𝐴 Karena nilai 𝐴 = 0 dan 𝐵 = 0 sehingga diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan III. Untuk nilai λ = 𝛼 2 > 0, sehingga Persamaan (3.24) menjadi. 𝑋 ′′ (𝑥) + 𝛼 2 𝑋(𝑥) = 0 Penyelesaian umum dari Persamaan (3.27) adalah. 𝑋(𝑥) = 𝐴 cos(𝛼𝑥) + 𝐵 sin(𝛼𝑥) Dengan syarat batas 𝑋′(0) = 0, diperoleh. 𝑋 ′ (𝑥) = −𝛼𝐴 sin(𝛼𝑥) + 𝛼𝐵 cos(𝛼𝑥) 𝑋 ′ (0) = −𝛼𝐴 sin(0) + 𝛼𝐵 cos(0) 42 (3.27) 𝛼𝐵 = 0 Karena nilai 𝛼 ≠ 0 maka berakibat pada nilai 𝐵 = 0. Dengan syarat batas 𝑋(𝑙) = 0, diperoleh. 𝑋(𝑥) = 𝐴 cos(𝛼𝑥) + 𝐵 sin(𝛼𝑥) 𝑋(𝑙) = 𝐴 cos(𝛼𝑙) + 0 sin(𝛼𝑙) 0 = 𝐴 cos(𝛼𝑙) + 0 𝐴 cos(𝛼𝑙) = 0 Supaya diperoleh penyelesaian non-trivial, maka. cos(𝛼𝑙) = 0 cos(𝛼𝑙) = cos ( 𝛼= 2𝑛−1 2𝑙 2𝑛−1 2 𝜋), dengan n = 1, 2, 3, ... 𝜋, dengan n = 1, 2, 3, ... (3.28) Karena nilai 𝛼 bergantung pada 𝑛, maka 𝛼 = 𝛼𝑛 . Sehingga Persamaan (3.28) dapat ditulis sebagai berikut. 𝛼𝑛 = 2𝑛−1 2𝑙 𝜋, n = 1, 2, 3, ... (3.29) Karena diperoleh nilai 𝐵 = 0, maka penyelesaian dari Persamaan (3.24) adalah 𝑋(𝑥) = 𝐵 cos(𝛼𝑥). Kemudian, diketahui jika nilai 𝛼 bergantung pada n maka berakibat pada nilai 𝑋(𝑥) juga bergantung pada n. Sehingga, fungsi eigen dari Persamaan (3.24) adalah. 𝑋𝑛 (𝑥) = 𝐴𝑐𝑜𝑠 ( 2𝑛−1 2𝑙 𝜋𝑥), dengan n=1, 2, 3, ... (3.30) Selanjutnya, akan dicari penyelesaian dari Persamaan (3.22). Telah diketahui bahwa nilai 𝛼 bergantung pada n, maka berakibat pada nilai 𝑇(𝑡) yang juga bergantung pada n. Sehingga dari Persamaan (3.22) diperoleh hasil sebagai berikut. 43 𝑇𝑛 ′ (𝑡) = −λ 𝑘 2 𝑇𝑛 (𝑡) 𝑇𝑛 ′(𝑡) 2𝑛 − 1 2 = −( 𝜋) 𝑘 2 𝑇𝑛 (𝑡) 2𝑙 𝑇𝑛 ′(𝑡) 2𝑛 − 1 2 = −( 𝜋) 𝑘 2 𝑇𝑛 (𝑡) 2𝑙 2𝑛 − 1 2 2 𝑇𝑛 ′(𝑡) = − ( 𝜋) 𝑘 𝑇𝑛 (𝑡) 2𝑙 2𝑛 − 1 2 2 𝑇𝑛 ′(𝑡) = − ( 𝜋) 𝑘 𝑇𝑛 (𝑡) 2𝑙 𝑑(𝑇𝑛 (𝑡)) 2𝑛 − 1 2 2 = −( 𝜋) 𝑘 𝑇𝑛 (𝑡) 𝑑𝑡 2𝑙 𝑑(𝑇𝑛 (𝑡)) 2𝑛 − 1 2 2 = −( 𝜋) 𝑘 𝑑𝑡 𝑇𝑛 (𝑡) 2𝑙 Kedua ruas akan diintegralkan, dan diperoleh hasil sebagai berikut, ∫ 1 2𝑛 − 1 2 2 𝑑(𝑇𝑛 (𝑡)) = − ∫ ( 𝜋) 𝑘 𝑑𝑡 𝑇𝑛 (𝑡) 2𝑙 2𝑛 − 1 2 2 ln|𝑇𝑛 (𝑡)| = − ( 𝜋) 𝑘 𝑡 + 𝑐 2𝑙 𝑇𝑛 (𝑡) = 𝑒 −( 𝑇𝑛 (𝑡) = 𝑒 −( 𝑇𝑛 (𝑡) = 𝑒 2𝑛−1 2 2 𝜋) 𝑘 𝑡+𝑐 2𝑙 2𝑛−1 2 2 𝜋) 𝑘 𝑡 2𝑙 × 𝑒𝑐 2𝑛−1 2 2 𝜋) 𝑘 𝑡 2𝑙 ×𝐷 −( 𝑇𝑛 (𝑡) = 𝐷𝑒 −( dengan D suatu konstanta. 44 2𝑛−1 2 2 𝜋) 𝑘 𝑡 2𝑙 (3.31) Karena nilai 𝑋𝑛 (𝑥) dan 𝑇𝑛 (𝑡) bergantung pada n, hal tersebut berakibat pada nilai 𝑊(𝑥, 𝑡) yang juga bergantung pada n. Sehingga penyelesaian dari 𝑊(𝑥, 𝑡) dapat ditulis sebagai berikut. 2𝑛−1 2 2 2𝑛 − 1 −( 𝑊𝑛 (𝑥, 𝑡) = 𝐴𝑛 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑒 2𝑙 𝜋) 𝑘 𝑡 2𝑙 ∞ 2𝑛−1 2 2 2𝑛 − 1 𝑊(𝑥, 𝑡) = ∑ 𝐴𝑛 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑒 −( 2𝑙 𝜋) 𝑘 𝑡 2𝑙 𝑛=1 𝑙 dengan 𝐴𝑛 = 2𝑛−1 ∫0 𝑓(𝑥)𝑐𝑜𝑠( 2𝑙 𝜋𝑥)𝑑𝑥 . 1 2𝑛−1 𝜋𝑥)𝑑𝑥 ∫0 cos2 ( 2𝑙 𝑙 Selanjutnya akan dicari penyelesaian dari ∫0 𝑓(𝑥)𝑐𝑜𝑠 ( 𝑙 ∫ 50𝑐𝑜𝑠 ( 0 2𝑛−1 2𝑙 𝜋𝑥) 𝑑𝑥. 2𝑛 − 1 𝜋𝑥) 𝑑𝑥 2𝑙 𝑙 2𝑛 − 1 = 50 ∫ 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑑𝑥 2𝑙 0 = 50 = (50 = 2𝑛−1 Karena nilai𝑠𝑖𝑛 ( 2 𝑙 2𝑙 2𝑛 − 1 𝜋𝑠𝑖𝑛 ( 𝜋𝑥)] 2𝑛 − 1 2𝑙 0 2𝑙 2𝑛 − 1 𝜋𝑠𝑖𝑛 ( 𝜋)) − 0 2𝑛 − 1 2 100𝑙 2𝑛 − 1 𝑠𝑖𝑛 ( 𝜋) (2𝑛 − 1)𝜋 2 𝜋) = (−1)𝑛+1 , sehingga diperoleh hasil. 𝑙 2𝑛 − 1 100𝑙(−1)𝑛+1 ∫ 50𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑑𝑥 = 2𝑙 (2𝑛 − 1)𝜋 0 𝑙 2𝑛−1 Kemudian akan dicari hasil dari ∫0 cos2 ( 45 2𝑙 𝜋𝑥) 𝑑𝑥. 𝑙 2𝑛 − 1 ∫ cos 2 ( 𝜋𝑥) 2𝑙 0 𝑙 2𝑛 − 1 2𝑛 − 1 = ∫ 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑑𝑥 2𝑙 2𝑙 0 1 Dengan menggunakan sifat 𝑐𝑜𝑠𝐴𝑐𝑜𝑠𝐵 = 2 (cos(𝐴 + 𝐵) + cos(𝐴 − 𝐵)), diperoleh bentuk sebagai berikut. 𝑙 =∫ 0 1 2𝑛 − 1 (𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) + 𝑐𝑜𝑠(0)) 𝑑𝑥 2 𝑙 𝑙 =∫ 0 = =( 1 2𝑛 − 1 1 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) + 𝑑𝑥 2 𝑙 2 2𝑙 2𝑛 − 1 1 𝑙 𝑠𝑖𝑛 ( 𝜋𝑥) + 𝑥] (2𝑛 − 1)𝜋 𝑙 2 0 2𝑙 𝑙 2𝑙 𝑠𝑖𝑛((2𝑛 − 1)𝜋) + ) − ( 𝑠𝑖𝑛(0) + 0) (2𝑛 − 1)𝜋 (2𝑛 − 1)𝜋 2 = 𝑙 Sehingga hasil dari 𝐴𝑛 = 𝑙 2 2𝑛−1 ∫0 𝑓(𝑥)𝑐𝑜𝑠( 2𝑙 𝜋𝑥)𝑑𝑥 1 2𝑛−1 𝜋𝑥)𝑑𝑥 ∫0 cos2( adalah. 2𝑙 100𝑙(−1)𝑛+1 (2𝑛 − 1)𝜋 𝐴𝑛 = 𝑙 2 100𝑙(−1)𝑛+1 2 𝐴𝑛 = × (2𝑛 − 1)𝜋 𝑙 𝐴𝑛 = 200(−1)𝑛+1 (2𝑛 − 1)𝜋 Setelah diketahui 𝐴𝑛 maka penyelesaian dari Persamaan (3.16) adalah. 46 ∞ 2𝑛−1 2 2 200(−1)𝑛+1 2𝑛 − 1 −( 𝑊(𝑥, 𝑡) = ∑ 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑒 2𝑙 𝜋) 𝑘 𝑡 (2𝑛 − 1)𝜋 2𝑙 𝑛=1 𝑊(𝑥, 𝑡) = 200 𝜋 ∑∞ 𝑛=1 (−1)𝑛+1 (2𝑛−1) 𝑐𝑜𝑠 ( 2𝑛−1 2𝑙 𝜋𝑥) 𝑒 −( 2𝑛−1 2 2 𝜋) 𝑘 𝑡 2𝑙 (3.32) Diketahui panjang logam adalah 0.1 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟, maka Persamaan (3.32) menjadi sebagai berikut. 𝑊(𝑥, 𝑡) = 200 𝜋 ∑∞ 𝑛=1 (−1)𝑛+1 (2𝑛−1) 𝑐𝑜𝑠 ( 2𝑛−1 0.2 𝜋𝑥) 𝑒 −( 2𝑛−1 2 2 𝜋) 𝑘 𝑡 0.2 (3.33) dengan 𝑊(𝑥, 𝑡) adalah suhu di 𝑥 pada waktu 𝑡, nilai dari 𝑊(𝑥, 𝑡) bergantung pada posisi dan waktu yang diinginkan. Dari Persamaan (3.33), selanjutnya akan diambil sampel perambatan panas pada 𝑡 = 0,40, 80, 120, 160, 200. Hasil suhu pada 𝑡 yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 3.1. 47 Tabel 3.1 Hasil penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan metode separasi variabel TIME TITIK 𝑡=0 𝑡 = 40 𝑡 = 80 𝑡 = 120 𝑡 = 160 𝑡 = 200 0 0 48.4142 49.9719 49.9996 50 50 49.9999 1 0.005 50.0062 50.0010 50.0000 50.0000 50.0000 49.9999 2 0.015 49.9806 49.9970 49.9999 50.0000 49.9999 49.9989 3 0.025 50.0352 50.0053 50.0001 49.9999 49.9986 49.9912 4 0.035 49.9438 49.9918 49.9998 49.9986 49.9860 49.9423 5 0.045 50.0874 50.0122 49.9996 49.9808 49.8946 49.7020 6 0.055 49.8609 49.9821 49.9810 49.8162 49.4058 48.7776 7 0.065 50.2372 50.0216 49.7175 48.8066 47.4800 45.9941 8 0.075 49.5376 49.7030 47.5942 44.6708 41.8875 39.4350 9 0.085 51.1826 45.3741 38.2166 33.3539 29.9132 27.3373 10 0.095 43.646 21.1321 15.3678 12.6557 11.0073 9.8706 11 0.1 50 0 0 0 0 0 48 Apabila penyelesaian analitik diplot dalam bentuk grafik, maka hasilnya sebagai berikut. 𝑠𝑢ℎ𝑢 Keterangan : Suhu saat 𝑡 = 0 Suhu saat 𝑡 = 40 Suhu saat 𝑡 = 80 Suhu saat 𝑡 = 120 Suhu saat 𝑡 = 160 Suhu saat 𝑡 = 200 𝑥 Gambar 3.4 Grafik penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang 𝑥 pada saat 𝑡 = 0 berkisar pada angka 50, hal tersebut sesuai dengan nilai awal yang diterapkan pada kasus ini. Pada saat 𝑡 > 0 suhu mulai mengalami penurunan secara bertahap hingga mencapai 0 di titik 𝑥 = 0.1. hal tersebut juga sesuai dengan syarat batas yaitu 𝑊(0.1 , 𝑡) = 0 dengan 𝑡 > 0. C. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU DENGAN METODE VOLUME HINGGA 1. PROSES DALAM METODE VOLUME HINGGA Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang 0.1 𝑚. Lilin diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin 49 dinyalakan beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada posisi 𝑥 = 0 dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi 𝑥 = 0.1 dipertahankan nol derajat, panas hanya mengalir dari suhu tinggi menuju suhu yang lebih rendah. Akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu pada batang logam menggunakan metode volume hingga. Diberikan persamaan panas dimensi satu sebagai berikut. 𝜕𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑡 = 𝑘2 𝜕2 𝑊(𝑥,𝑡) 𝜕𝑥 2 , 0 ≤ 𝑥 ≤ 0.1 dengan 𝑡 > 0 (3.34) dengan nilai awal. 𝑊(𝑥, 0) = 50 ; 0 ≤ 𝑥 ≤ 0.1 (3.34a) 𝑊𝑥 (0, 𝑡) = 0 , 𝑡 > 0 (3.34b) 𝑊(0.1, 𝑡) = 0 , 𝑡 > 0 (3.34c) dan syarat batas, Batang logam terbentang disepanjang 𝑥, dipartisi sebesar ∆𝑥 dan akan dipilih partisi pada interval [𝑥𝑖 , 𝑥𝑖 + 𝛥𝑥] dengan 𝑖 = 0,1,2 … 𝑛 yang selanjutnya disebut sebagai kontrol volume. Ilustrasi dari partisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut. 50 𝑡 0 𝑥𝑖 0.1 𝑥𝑖 + ∆𝑥 𝑥 Gambar 3.5 Ilustrasi kontrol volume pada batang logam Diasumsikan ∆𝑡 merupakan waktu perambatan panas dari 𝑥𝑖 menuju 𝑥𝑖 + ∆𝑥. Sehingga interval waktu perambatan panas pada kontrol volume adalah [𝑡, 𝑡 + ∆𝑡]. Dari Gambar 3.5 akan ditunjukkan sistem kontrol volume yang lebih detail sebagai berikut. ∆𝑥 = 0.01 𝑥 𝑖 𝑖−1 𝑥𝑖 𝑖+1 𝑥𝑖 + ∆𝑥 Gambar 3.6 Kontrol volume Selanjutnya, karena 𝑊(𝑥, 𝑡) merupakan fungsi atas 𝑥 dan 𝑡 yang dalam hal ini 𝑥 sebagai posisi dan 𝑡 sebagai waktu. Apabila Persamaan 3.33 diintegralkan terhadap 𝑥 dengan interval [𝑥𝑖 , 𝑥𝑖 + ∆𝑥], sehingga Persamaan (3.33) menjadi. 51 𝑥𝑖 +∆𝑥 𝑥𝑖 +∆𝑥 𝜕𝑊 𝜕2 𝑊 ∫ 𝜌𝑐 𝜕𝑥 = ∫ 𝐾 2 𝜕𝑥 𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝑥𝑖 (3.35) 𝑥𝑖 Apabila Persamaan (3.35) diintegralkan terhadap 𝑡 dengan interval [𝑡, 𝑡 + ∆𝑡], sehingga Persamaan (3.35) menjadi. 𝑡+∆𝑡 𝑥𝑒 𝑥𝑒 𝑡+∆𝑡 𝜕𝑊(𝑥, 𝑡) 𝜕 2 𝑊(𝑥, 𝑡) ∫ ( ∫ (𝜌𝑐 ) 𝑑𝑥) 𝑑𝑡 = ∫ ( ∫ (𝐾 ) 𝑑𝑥 ) 𝑑𝑡 𝜕𝑡 𝜕𝑥 2 𝑡 𝑥𝑤 𝑡 (3.36) 𝑥𝑤 Apabila diasumsikan besar suhu pada titik 𝑖 merupakan besar suhu pada seluruh kontrol volume 𝑖. Maka ruas kiri dari Persamaan (3.36) dapat diselesaikan sebagai berikut. 𝑡+∆𝑡 𝑥𝑖 +∆𝑥 𝑥𝑒 𝑡+∆𝑡 𝜕𝑊 𝜕 ∫ ( ∫ 𝜌𝑐 𝜕𝑣) 𝜕𝑡 = ∫ ∫ 𝜌𝑐 𝑊 𝜕𝑡𝜕𝑥 𝜕𝑡 𝜕𝑡 𝑡 𝑥𝑖 𝑥𝑤 (3.37) 𝑡 Persamaan (3.37) terlebih dahulu akan diintegralkan terhadap waktu, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑥𝑒 𝑡+∆𝑡 ∫ ∫ 𝜌𝑐 𝑥𝑤 𝑡 𝜕 𝑊 𝜕𝑡𝜕𝑥 𝜕𝑡 𝑥𝑖 +∆𝑥 = ∫ 𝜌𝑐𝑊(𝑥, 𝑡)]𝑡+∆𝑡 𝜕𝑥 𝑡 𝑥𝑖 𝑥𝑖 +∆𝑥 = ∫ 𝜌𝑐𝑊(𝑥, 𝑡 + ∆𝑡) − 𝜌𝑐𝑊(𝑥, 𝑡) 𝜕𝑥 (3.38) 𝑥𝑖 Proses pengintegralan berlanjut dengan mengintegralkan Persamaan 3.38 terhadap kontrol volume dan diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑥𝑖 +∆𝑥 = ∫ 𝜌𝑐(𝑊𝑡+∆𝑡 − 𝑊𝑡 ) 𝜕𝑥 𝑥𝑖 52 𝑥 +∆𝑥 = 𝜌𝑐(𝑊𝑡+∆𝑡 − 𝑊𝑡 )𝑥]𝑥𝑖𝑖 = 𝜌𝑐(𝑊𝑡+∆𝑡 − 𝑊𝑡 )(𝑥𝑖 + ∆𝑥) − 𝜌𝑐(𝑊𝑡+∆𝑡 − 𝑊𝑡 )𝑥𝑖 = 𝜌𝑐(𝑊𝑡+∆𝑡 − 𝑊𝑡 )(𝑥𝑖 + ∆𝑥 − 𝑥𝑖 ) = 𝜌𝑐(𝑊𝑡+∆𝑡 − 𝑊𝑡 )∆𝑥 = 𝜌𝑐(𝑊𝑖 − 𝑊𝑖0 )∆𝑥 (3.39) Dari Persamaan 3.39 , 𝑊𝑖 merupakan suhu di 𝑖 pada waktu 𝑡 + ∆𝑡 dan 𝑊𝑖0 merupakan suhu di 𝑖 pada waktu 𝑡. Setelah diperoleh hasil integral dari ruas kiri Persamaan 3.36, selanjutnya akan ditentukan hasil integral dari ruas kanan Persamaan 3.36 sebagai berikut. 𝑡+∆𝑡 𝑥𝑖 +∆𝑥 ∫ ∫ 𝐾 𝑡 𝑥𝑖 𝜕2 𝑊 𝜕𝑣𝜕𝑡 𝜕𝑥2 𝑡+∆𝑡 𝑥𝑖 +∆𝑥 𝜕2 𝑊 ∫ 𝐾 𝜕𝑤𝜕𝑡 𝜕𝑥2 = ∫ 𝑡 𝑥𝑖 𝑡+∆𝑡 𝑥𝑖 +∆𝑥 = ∫ ∫ 𝐾 𝑡 𝑥𝑖 𝑡+∆𝑡 = ∫ 𝐾 𝑡 𝑡+∆𝑡 = ∫ 𝐾 𝑡 𝜕 𝜕𝑊 𝜕𝑥𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝑥 +∆𝑥 𝜕𝑊 𝑖 ] 𝜕𝑥 𝑥 𝜕𝑡 𝑖 𝜕𝑊(𝑥𝑖 + ∆𝑥, 𝑡) 𝜕𝑊(𝑥𝑖 , 𝑡) −𝐾 𝜕𝑡 𝜕(𝑥𝑖 + ∆𝑥) 𝜕𝑥𝑖 𝑡+∆𝑡 𝜕𝑊(𝑥𝑖 + ∆𝑥, 𝑡) 𝜕𝑊(𝑥𝑖 , 𝑡) = ∫ 𝐾( − ) 𝜕𝑡 𝜕(𝑥𝑖 + ∆𝑥) 𝜕𝑥𝑖 𝑡 53 (3.40) Teorema integral rata-rata digunakan untuk memperoleh hasil dari dan 𝜕𝑊 𝜕𝑊 | 𝜕𝑥 𝑥𝑖 +∆𝑥 | , sehingga diperoleh hasil sebagai berikut. 𝜕𝑥 𝑥𝑖 𝜕𝑊 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖 | = 𝜕𝑥 𝑥𝑖 +∆𝑥 ∆𝑥 𝜕𝑊 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 | = 𝜕𝑥 𝑥𝑖 ∆𝑥 dengan 𝑊𝑖+1 merupakan suhu di 𝑖 + 1 pada waktu 𝑡, 𝑊𝑖 merupakan suhu di 𝑖 pada waktu 𝑡 dan 𝑊𝑖−1 merupakan suhu di 𝑖 − 1 pada waktu 𝑡. Sehingga hasil integral Persamaan 3.40 adalah sebagai berikut. 𝑡+∆𝑡 𝑥𝑖 +∆𝑥 ∫ 𝑡 𝑡+∆𝑡 𝜕 2𝑊 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 ∫ 𝐾 𝜕𝑣𝜕𝑡 = ∫ 𝐾 ( − ) 𝜕𝑡 𝜕𝑥 2 ∆𝑥 ∆𝑥 𝑥𝑖 (3.41) 𝑡 Apabila Persamaan 3.39 dan Persamaan 3.41 disubstitusikan pada Persamaan 3.33 maka diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑡+∆𝑡 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 𝜌𝑐(𝑊𝑖 − 𝑊𝑖0 )∆𝑥 = ∫ 𝐾 ( − ) 𝜕𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 (3.42) 𝑡 Kedua ruas dari Persamaan 3,42 apabila dibagi dengan ∆𝑡 akan diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑡+∆𝑡 (𝑊𝑖 − 𝑊𝑖0 )∆𝑥 ∫𝑡 𝜌𝑐 = ∆𝑡 𝐾( 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 − ) 𝜕𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 ∆𝑡 (3.43) Untuk mendapat hasil integral terhadap waktu yang terdapat di ruas kanan Persamaan (3.40), perlu diberikan suatu asumsi untuk 𝑊𝑖+1 , 𝑊𝑖 dan 𝑊𝑖−1 . Menurut (Versteeg & Malalasekera, 1995 : 170), untuk menghitung integral terhadap waktu pada ruas kanan Persaman (3.40) dapat digunakan suhu pada saat 𝑡 atau suhu pada 54 saat 𝑡 + ∆𝑡, atau bisa juga dengan menggunakan kombinasi suhu pada saat 𝑡 dan 𝑡 + ∆𝑡. Selanjutnya dilakukan aproksimasi menggunakan parameter 𝜃 dimana 0 ≤ 𝜃 ≤ 1. Sehingga diperoleh asumsi integral suhu terhadap waktu sebagai berikut. 𝑡+∆𝑡 𝑊𝑖 𝑑𝑡 = [𝜃𝑊𝑖 + (1 − 𝜃)𝑊𝑖 0 ] ∆𝑡 𝐼𝑡 = ∫𝑡 (3.44) dimana, 𝜃 0 1 2 𝐼𝑇 𝑊𝑖 0 ∆𝑡 1 (𝑊 + 𝑊𝑖 0 )∆𝑡 2 𝑖 1 𝑊𝑖 ∆𝑡 Dengan mengaplikasikan Persamaan 3.44 ke dalam Persamaan 3.43 diperoleh hasil sebagai berikut. 𝜌𝑐 (𝜃 (𝐾 = (𝑊𝑖 − 𝑊𝑖 0 )∆𝑥 ∆𝑡 0 0 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖0 𝑊𝑖0 − 𝑊𝑖−1 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 − 𝐾 ) + (1 − 𝜃) − 𝐾 (𝐾 )) ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 ∆𝑥 ∆𝑥 ∆𝑡 𝜌𝑐 = (𝜃 (𝐾 (𝑊𝑖 − 𝑊𝑖 0 )∆𝑥 ∆𝑡 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖 𝑊𝑖 − 𝑊𝑖−1 −𝐾 ) + (1 ∆𝑥 ∆𝑥 0 0 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖0 𝑊𝑖0 − 𝑊𝑖−1 − 𝜃) (𝐾 −𝐾 )) ∆𝑥 ∆𝑥 55 (3.345) 2. PENYELESAIAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU DENGAN METODE VOLUME HINGGA Diberikan suatu permasalahan, sebuah batang logam dengan panjang 0.1 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟. Batang logam dipartisi menjadi 10 kontrol volume, dengan jarak antar titik pusat kontrol volume (∆𝑥) = 0.01. Dalam kasus ini diketahui persamaan panas dimensi satu sesuai dengan Persamaan (3.33), dengan nilai awal 𝑊(𝑥, 0) = 50. Syarat batas dari kasus ini adalah 𝑊𝑥 (0, 𝑡) = 0 dan 𝑊(0.1, 𝑡) = 0. Telah diketahui pula bahwa 𝜌𝑐 = 10 × 106 dan 𝐾 = 10. Dengan menggunakan Explicit Method untuk teknik diskritisasi, maka nilai untuk 𝜃 adalah 𝜃 = 0 sehingga diperoleh hasil persamaan umum dari solusi kasus ini sebagai berikut. 0 0 (𝑊𝑖 − 𝑊𝑖 0 )∆𝑥 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖0 𝑊𝑖0 − 𝑊𝑖−1 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 (3.46) Menurut (Versteeg & Malalasekera, 1995 : 175), untuk menentukan time step pada metode eksplisit harus memenuhi aturan sebagai berikut. 𝜌𝑐(∆𝑥)2 ∆𝑡 < 2𝑘 (3.47) Dari Pertidaksamaan (3.47) maka diperoleh batas untuk time step sebagai berikut. ∆𝑡 < 𝜌𝑐(∆𝑥)2 2𝑘 10 × 106 (0.01)2 ∆𝑡 < 2 × 10 ∆𝑡 < 50𝑠 Setelah diperoleh batas untuk time step, maka untuk kasus ini akan diambil time step sebesar ∆𝑡 = 2𝑠. Selanjutnya, akan dihitung nilai dari konstanta pada Persamaan 3.46 untuk memudahkan perhitungan selanjutnya sebagai berikut. 56 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 = 10 = 1000 0.01 Untuk mengetahui suhu pada masing-masing kontrol volume, akan dicari persamaan aljabar untuk masing-masing titik pusat kontrol volume dengan menggunakan persamaan awal yaitu Persamaan (3.46). 1. Titik pusat kontrol volume 1, dengan 𝑥 = 0.005. (𝑊1 − 𝑊1 0 )∆𝑥 𝑊20 − 𝑊10 𝑊10 − 𝑊00 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑥 ∆𝑡 ∆𝑥 2 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 0 50000(𝑊𝑖 − 𝑊𝑖 0 ) = 1000(𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖0 ) 50000𝑊1 = 50000𝑊10 − 1000𝑊10 + 1000𝑊20 50𝑊1 = 49𝑊10 + 𝑊20 2. Titik pusat kontrol volume 2, dengan 𝑥 = 0.015. (𝑊2 − 𝑊2 0 )∆𝑥 𝑊30 − 𝑊20 𝑊20 − 𝑊10 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 57 (3.48) 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh. 50000(𝑊2 − 𝑊2 0 ) = 1000(𝑊3 0 − 𝑊2 0 ) − 1000(𝑊2 0 − 𝑊1 0 ) 50000𝑊2 − 50000𝑊2 0 = 1000𝑊3 0 − 1000𝑊2 0 − 1000𝑊2 0 + 1000𝑊1 0 50000𝑊2 = 1000𝑊3 0 − 1000𝑊2 0 − 1000𝑊2 0 + 50000𝑊2 0 + 1000𝑊1 0 50000𝑊2 = 1000𝑊1 0 + 48000𝑊2 0 + 1000𝑊3 0 50𝑊2 = 𝑊1 0 + 48𝑊2 0 + 𝑊3 0 3. (3.49) Titik pusat kontrol volume 3, dengan 𝑥 = 0.025. 𝜌𝑐 (𝑊3 − 𝑊3 0 )∆𝑥 𝑊40 − 𝑊30 𝑊30 − 𝑊20 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000(𝑊3 − 𝑊3 0 ) = 1000(𝑊4 0 − 𝑊3 0 ) − 1000(𝑊3 0 − 𝑊2 0 ) 50000𝑊3 − 50000𝑊3 0 = 1000𝑊4 0 − 1000𝑊3 0 − 1000𝑊3 0 + 1000𝑊2 0 50000𝑊3 = 1000𝑊4 0 − 1000𝑊3 0 − 1000𝑊3 0 + 50000𝑊3 0 + 1000𝑊2 0 50000𝑊3 = 1000𝑊4 0 + 48000𝑊3 0 + 1000𝑊4 0 50𝑊3 = 𝑊4 0 + 48𝑊3 0 + 𝑊2 0 4. Titik pusat kontrol volume 4, dengan 𝑥 = 0.035. 58 (3.50) 𝜌𝑐 (𝑊4 − 𝑊4 0 )∆𝑥 𝑊50 − 𝑊40 𝑊40 − 𝑊30 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000𝑊4 − 50000𝑊4 0 = 1000𝑊5 0 − 1000𝑊4 0 − 1000𝑊4 0 + 1000𝑊3 0 50000𝑊4 = 1000𝑊5 0 − 1000𝑊4 0 − 1000𝑊4 0 + 50000𝑊4 0 + 1000𝑊3 0 50000𝑊4 = 1000𝑊5 0 + 48000𝑊4 0 + 1000𝑊3 0 50𝑊4 = 𝑊5 0 + 48𝑊4 0 + 𝑊3 0 5. (3.51) Titik pusat kontrol volume 5, dengan 𝑥 = 0.045. (𝑊5 − 𝑊5 0 )∆𝑥 𝑊60 − 𝑊50 𝑊50 − 𝑊40 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000𝑊5 − 50000𝑊5 0 = 1000𝑊6 0 − 1000𝑊5 0 − 1000𝑊5 0 + 1000𝑊4 0 50000𝑊5 = 1000𝑊6 0 − 1000𝑊5 0 − 1000𝑊5 0 + 50000𝑊5 0 + 1000𝑊4 0 50000𝑊5 = 1000𝑊6 0 + 48000𝑊5 0 + 1000𝑊4 0 50𝑊5 = 𝑊6 0 + 48𝑊5 0 + 𝑊4 0 59 (3.52) 6. Titik pusat kontrol volume 6, dengan 𝑥 = 0.055. 𝜌𝑐 (𝑊6 − 𝑊6 0 )∆𝑥 𝑊70 − 𝑊60 𝑊60 − 𝑊50 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000𝑊6 − 50000𝑊6 0 = 1000𝑊7 0 − 1000𝑊6 0 − 1000𝑊6 0 + 1000𝑊5 0 50000𝑊6 = 1000𝑊7 0 − 1000𝑊6 0 − 1000𝑊6 0 + 50000𝑊6 0 + 1000𝑊5 0 50000𝑊6 = 1000𝑊7 0 + 48000𝑊6 0 + 1000𝑊5 0 50𝑊5 = 𝑊6 0 + 48𝑊5 0 + 𝑊4 0 7. (3.53) Titik pusat kontrol volume 7, dengan 𝑥 = 0.065. (𝑊7 − 𝑊7 0 )∆𝑥 𝑊80 − 𝑊70 𝑊70 − 𝑊60 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000𝑊7 − 50000𝑊7 0 = 1000𝑊8 0 − 1000𝑊7 0 − 1000𝑊7 0 + 1000𝑊6 0 50000𝑊7 = 1000𝑊8 0 − 1000𝑊7 0 − 1000𝑊7 0 + 50000𝑊7 0 + 1000𝑊6 0 50000𝑊7 = 1000𝑊8 0 + 48000𝑊7 0 + 1000𝑊6 0 60 50𝑊7 = 𝑊8 0 + 48𝑊6 0 + 𝑊5 0 8. (3.54) Titik pusat kontrol volume 8, dengan 𝑥 = 0.075. (𝑊8 − 𝑊8 0 )∆𝑥 𝑊90 − 𝑊80 𝑊80 − 𝑊70 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000𝑊8 − 50000𝑊8 0 = 1000𝑊9 0 − 1000𝑊8 0 − 1000𝑊8 0 + 1000𝑊7 0 50000𝑊8 = 1000𝑊9 0 − 1000𝑊8 0 − 1000𝑊8 0 + 50000𝑊8 0 + 1000𝑊7 0 50000𝑊8 = 1000𝑊9 0 + 48000𝑊8 0 + 1000𝑊7 0 50𝑊8 = 𝑊9 0 + 48𝑊8 0 + 𝑊7 0 9. (3.55) Titik pusat kontrol volume 9, dengan 𝑥 = 0.085. 0 (𝑊9 − 𝑊9 0 )∆𝑥 𝑊10 − 𝑊90 𝑊90 − 𝑊80 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑡 ∆𝑥 ∆𝑥 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000𝑊9 − 50000𝑊9 0 = 1000𝑊10 0 − 1000𝑊9 0 − 1000𝑊9 0 + 1000𝑊8 0 50000𝑊9 = 1000𝑊10 0 − 1000𝑊9 0 − 1000𝑊9 0 + 50000𝑊9 0 + 1000𝑊8 0 61 50000𝑊9 = 1000𝑊10 0 + 48000𝑊9 0 + 1000𝑊8 0 50𝑊9 = 𝑊10 0 + 48𝑊9 0 + 𝑊8 0 10. (3.56) Titik pusat kontrol volume 9, dengan 𝑥 = 0.085. (𝑊10 − 𝑊10 0 )∆𝑥 𝑊0.1 − 𝑊10 0 𝑊10 0 − 𝑊9 0 𝜌𝑐 =𝐾 −𝐾 ∆𝑥 ∆𝑡 ∆𝑥 2 dengan, 𝜌𝑐 ∆𝑥 0.01 = 10 × 106 × = 50000 ∆𝑡 2 𝐾 ∆𝑥 = 10 = 1000 0.01 sehingga diperoleh, 50000(𝑊10 − 𝑊10 0 ) = 2000(𝑊0.1 − 𝑊10 0 ) − 1000(𝑊10 0 − 𝑊9 0 ) 50000(𝑊10 − 𝑊10 0 ) = 2000(0 − 𝑊10 0 ) − 1000(𝑊10 0 − 𝑊9 0 ) 50000𝑊10 − 50000𝑊10 0 = 2000𝑊10 0 − 1000𝑊10 0 + 1000𝑊9 0 50000𝑊10 = 50000𝑊10 0 − 2000𝑊10 0 − 1000𝑊10 0 + 1000𝑊9 0 50000𝑊10 = 47000𝑊10 0 + 1000𝑊9 0 50000𝑊10 = 𝑊9 0 + 47𝑊10 0 (3.57) Dari persamaan yang telang diperoleh, akan dihitung suhu pada masingmasing titik di setiap waktu 𝑡, proses perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 75. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, akan diambil penyelesaian numerik pada saat 𝑡 = 0, 40, 80, 120, 160, 200. Hasil penyelesaian numerik pada 𝑡 yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 3.2. 62 Tabel 3.2 Hasil penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga TIME TITIK 𝑡=0 𝑡 = 40 𝑡 = 80 𝑡 = 120 𝑡 = 160 𝑡 = 200 0 0 50 50 50 50 49.9998 49.9991 1 0.005 50 50 50 50 49.9998 49.9991 2 0.015 50 50 50 49.9999 49.9991 49.9959 3 0.025 50 50 49.9999 49.9990 49.9941 49.9794 4 0.035 50 50 49.9993 49.9924 49.9668 49.9073 5 0.045 50 49.9999 49.9927 49.9503 49.8369 49.6307 6 0.055 50 49.9971 49.9378 49.7219 49.3064 48.7109 7 0.065 50 49.9559 49.5631 48.6934 47.4842 46.1059 8 0.075 50 49.4867 49.5521 44.9684 42.3550 39.9540 9 0.085 50 45.6783 39.4978 34.5854 30.9234 28.1500 10 0.095 50 25.2291 17.7222 13.7134 11.6429 10.3033 11 50 0 0 0 0 0 0.1 Apabila hasil penyelesaian numerik ditampilkan dalam bentuk grafik, maka dapat dilihat sebagai berikut. 63 suhu Keterangan : Suhu saat 𝑡 = 0 Suhu saat 𝑡 = 40 Suhu saat 𝑡 = 80 Suhu saat 𝑡 = 120 Suhu saat 𝑡 = 160 Suhu saat 𝑡 = 200 𝑥 Gambar 3.7 Grafik penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu Dari Gambar 3.7 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang 𝑥 pada saat 𝑡 = 0 adalah 50, hal tersebut sesuai dengan nilai awal yang diterapkan pada kasus ini. Pada saat 𝑡 > 0 suhu mulai mengalami penurunan secara bertahap hingga mencapai 0 di titik 𝑥 = 0.1. Hal tersebut juga sesuai dengan syarat batas yaitu 𝑊(0.1 , 𝑡) = 0 dengan 𝑡 > 0. 64 D. PERBANDINGAN PENYELESAIAN ANALITIK DAN PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU Setelah diperoleh penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu, selanjutnya akan dilihat bagaimana perbandingan dari kedua penyelesaian tersebut. Perbandingan akan ditampilkan dalam bentuk grafik pada 𝑡 yang telah dipilih, selain itu akan dihitung pula rata-rata error relatif pada masing-masing 𝑡. Menurut (Rinaldi Munir, 2010 : 24), error relatif berasosiasi dengan seberapa dekat solusi hampiran terhadap solusi sejatinya. Error relatif dapat diperoleh dengan rumusan sebagai berikut : 𝜀𝑅 = |𝑎−𝑎̂| 𝑎 (3.49) dimana 𝜀𝑅 merupakan error relatif, 𝑎 merupakan nilai dari solusi analitik dan 𝑎̂ merupakan nilai hampiran (nilai dari solusi numerik). Hasil dari perbandingan solusi analitik dan numerik adalah sebagai berikut. 1. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 0. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat 𝑡 = 0 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.3 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 0 Titik Analitik Numerik Error relatif 0 48.4142 50 0.0328 0.005 50.0062 50 0.0001 0.015 49.9806 50 0.0004 0.025 50.0352 50 0.0007 0.035 49.9438 50 0.0011 0.045 50.0874 50 0.0017 0.055 49.8609 50 0.0028 65 0.065 0.075 0.085 0.095 0.1 50.2372 49.5376 51.1826 43.646 50 Rata-rata error 50 50 50 50 50 0.0047 0.0093 0.0231 0.1456 0.0000 0.0185 Berdasarkan Tabel 3.3 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik dua dimensi sebagai berikut. suhu Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik 𝑥 Gambar 3.8 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 0 Berdasarkan Gambar 3.8 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang 𝑥 pada saat 𝑡 = 0 berkisar pada angka 50 dengan rata-rata error relatif sebesar 0.0185. Hal ini sesuai dengan nilai awal yang ditentukan pada kasus ini. Penyelesaian secara analitik dan numerik tidak dapat memberikan hasil yang sama, akan tetapi metode numerik dapat mendekati hasil perhitungan dari metode 66 analitik. Maka dari itu, terdapat beberapa perbedaan bentuk grafik dari kedua solusi karena hasil penyelesaian yang memang tidak sama persis. 2. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 80. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat 𝑡 = 80 dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 80 Titik Error relatif Analitik Numerik 0 49.9996 50 0.0000 0.005 50 50 0.0000 0.015 49.9999 50 0.0000 0.025 50.0001 49.9999 0.0000 0.035 49.9998 49.9993 0.0000 0.045 49.9996 49.9927 0.0001 0.055 49.981 49.9378 0.0009 0.065 49.7175 49.5631 0.0031 0.075 47.5942 49.5521 0.0411 0.085 38.2166 39.4978 0.0335 0.095 15.3678 17.7222 0.1532 0.1 0 0 0.0000 Rata-rata error 0.0193 Berdasarkan Tabel 3.4 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik pada Gambar 3.9. 67 suhu Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik 𝑥 Gambar 3.9 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 80 Berdasarkan Gambar 3.9 batang logam mulai mengalami penurunan suhu, hal ini dapat dilihat dari grafik yang menuju ke nol dengan rata-rata error 0.0193. Rata-rata error relatif mengalami kenaikan sebesar 0.0008 dikarenakan sistem yang telah berjalan pada saat 𝑡 > 0, sedangkan pada saat 𝑡 = 0 sistem belum berjalan dan masih menggunakan nilai awal. Grafik untuk 𝑡 = 40 menunjukkan hal yang sesuai dengan syarat batas 𝑊(0.1, 𝑡) = 0. Pada 𝑥 > 0.06, terjadi perbedaan suhu antara solusi analitik dan solusi numerik, namun dari perbedaan tersebut kedua solusi tersebut sama-sama menuju ke nol pada 𝑥 = 0.1. 68 3. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 160. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat 𝑡 = 80 dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 160 Titik Analitik Numerik Error relatif 0 50 49.9998 0.0000 0.005 50 49.9998 0.0000 0.015 49.9999 49.9991 0.0000 0.025 49.9986 49.9941 0.0001 0.035 49.986 49.9668 0.0004 0.045 49.8946 49.8369 0.0012 0.055 49.4058 49.3064 0.0020 0.065 47.48 47.4842 0.0001 0.075 41.8875 42.355 0.0112 0.085 29.9132 30.9234 0.0338 0.095 11.0073 11.6429 0.0577 0.1 0 0 0.0000 Rata-rata error 0.0089 Berdasarkan Tabel 3.5 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik pada Gambar 3.10. 69 suhu Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik 𝑥 Gambar 3.10 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 160 Berdasarkan Gambar 3.10 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan solusi dari kedua penyelesaian, namun tidak sebesar pada saat 𝑡 = 80. Rata-rata error relatif saat 𝑡 = 160 adalah 0.0089, rata-rata error mengalami penurunan sebesar 0.0105. Keseluruhan dari kedua solusi hampir sama, dengan memenuhi syarat batas yang telah ditentukan. 4. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 200. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat 𝑡 = 80 dapat dilihat pada Tabel 3.6. 70 Tabel 3.6 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 200 Titik Analitik Numerik Error relatif 0 49.9999 49.9991 0.0000 0.005 49.9999 49.9991 0.0000 0.015 49.9989 49.9959 0.0001 0.025 49.9912 49.9794 0.0002 0.035 49.9423 49.9073 0.0007 0.045 49.702 49.6307 0.0014 0.055 48.7776 48.7109 0.0014 0.065 45.9941 46.1059 0.0024 0.075 39.435 39.954 0.0132 0.085 27.3373 28.15 0.0297 0.095 9.8706 10.3033 0.0438 0.1 0 0 0.0000 Rata-rata error 0.0077 Berdasarkan Tabel 3.6 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik dua dimensi sebagai berikut. suhu Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik 𝑥 Gambar 3.11 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat 𝑡 = 200 71 Berdasarkan Gambar 3.11 dapat dilihat apabila penyelesaian dari kedua metode memiliki hasil yang hampir sama pada 𝑡 = 200 dan rata-rata error sebesar 0.007. Rata-rata error relatif mengalami penurunan sebesar 0.0011 dari rata-rata error pada 𝑡 sebelumnya. Tidak terlihat adanya jarak antara dua grafik garis masing-masing solusi. Suhu pada saat 𝑡 = 320 mulai mengalami penurunan di 𝑥 > 0.02, hingga mencapai nol pada 𝑥 = 0.1. Setelah melihat 4 contoh grafik penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu, dapat dilihat bahwa metode numerik dengan volume hingga dapat digunakan untuk mendekati solusi analitik dengan baik. Selain itu terpenuhi juga nilai awal dan syarat batas dengan 2 metode yang berbeda. 72 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan pada BAB III, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Model persamaan panas dimensi satu adalah sebagai berikut. 𝜕𝑊(𝑥, 𝑡) 𝜕 2 𝑊(𝑥, 𝑡) = 𝑘2 𝜕𝑡 𝜕𝑥 2 dimana 𝑥 menggambarkan posisi titik antara 0 hingga 𝑙 . 𝑊(𝑥, 𝑡) merupakan suhu pada posisi 𝑥 saaat waktu 𝑡. 𝑘 2 merupakan difusi thermal. 2. Penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan nilai awal syarat batas robin adalah sebagai berikut. ∞ 2𝑛−1 2 2 (−1)𝑛+1 200 2𝑛 − 1 −( 𝑊(𝑥, 𝑡) = ∑ 𝑐𝑜𝑠 ( 𝜋𝑥) 𝑒 0.2 𝜋) 𝑘 𝑡 𝜋 (2𝑛 − 1) 0.2 𝑛=1 3. Langkah-langkah metode volume hingga dalam menyelesaikan persamaan panas dimensi satu adalah: a. Membagi objek ke dalam beberap kontrol volume. b. Melakukan diskritisasi pada persamaan dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan terhadap kontrol volume dan terhadap waktu. c. Diperoleh sistem persamaan aljabar. d. Menyelesaikan sistem persamaan aljabar yang telah diperoleh dengan membentuknya sebagai matriks atau dapat diselesaikan dengan metode lain yang telah dipilih. 73 Dari persamaan panas dimensi satu dengan nilai awal 50, sistem persamaan aljabar yang diperoleh sebagai berikut. 50𝑊1 = 49𝑊1 0 + 𝑊2 0 50𝑊2 = 48𝑊2 0 + 𝑊3 0 + 𝑊1 0 50𝑊3 = 48𝑊3 0 + 𝑊4 0 + 𝑊2 0 50𝑊4 = 48𝑊4 0 + 𝑊5 0 + 𝑊3 0 ⋮ 50𝑊10 = 47𝑊10 0 + 𝑊9 0 . 4. Setelah melihat 4 contoh grafik penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu, dapat dilihat bahwa metode numerik dengan volume hingga dapat digunakan untuk mendekati solusi analitik dengan baik. Grafik juga menunjukkan apabila penyelesaian memenuhi nilai awal yaitu 𝑊(𝑥, 0) = 50, serta memenuhi syarat batas pula yaitu 𝑊𝑥 (0, 𝑡) = 0 dan 𝑊(0.1, 𝑡) = 0. B. SARAN Dalam Tugas Akhir Skripsi ini hanya dibahas bagaimana penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu. Diharapkan pada penelitian-penelitian selanjutnya dapat dibahas bagaimana perbandingan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik pada persamaan panas dimensi dua, tiga atau pada permasalahan fisis lainnya. Selain itu, diharapkan pula untuk penelitian selanjutnya dapat dibahas lebih akurat lagi tentang perbandingan dari 74 penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dalam menyelesaikan suatu masalah. 75 DAFTAR PUSTAKA Agarwal, R. P., & O'Regan, D. (2009). Ordinary and Partial Differential Equations. New York: Springer Science+Business Media. Ahmadi. (2016). Tinjauan Kasus Persamaan Panas Dimensi Satu Secara Analitik. Skripsi. Yogyakarta. Bergman, T. L., Lavine, A. S., Incropera, F. P., et al. (2011). Fundamental of Heat and Mass Transfer 7th Edition. Jefferson City: John Wiley and Sons Inc. Budi Utami, Setyo. (2008). Analisa Distribusi Aliran Panas pada Sebuah Pelat Besi dengan Menggunakan Metode Volume Hingga. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Fatihah, Novian Nur. (2015). Pemodelan Sebaran Air Panas Spray Pond di Pabrik Gula Menggunakan Metode Volume Hingga. Jember: Digital Repository UNEJ. Humi, M., & Miller, W. B. (1991). Boundary Value Problems and Partial Differential Equations. Boston: PWS-Kent. Holman, J. P. (2010). Heat Transfer 10th edition. New York: McGraw-Hill. Moukalled, F., Mangani, L., & Darwish, M. (2016). The Finite Volume Method in Computational Fluid Dynamics. Fluid Mechanics and Its Applications. Switzerland: Springeer International Publishing. Munir, Rinaldi. (2010). METODE NUMERIK. Bandung: Informatika. Ross, S. L. (2004). Differential Equation (third edition). New York: John Wiley&Sons Inc. Varberg, D., Purcell, E., & Rigdon, S. (2007). Calculus (9th Edition). New Jersey: Prentice Hall. Versteeg, H., & Malalasekera, W. (1995). An Introduction to Computational Fluid Dynamics the Finite Volume Method. New York: John Wiley and Sons, Inc. Zill, D. G., Wright, W. S., & Cullen, M. R. (2012). Differential Equation with Boundary-Value Problems 8th Edition. Boston: Richard Stratton. 76 LAMPIRAN 77 Lampiran 1. Tabel perhitungan dari sistem persamaan aljabar 79 Lampiran 2. M-script untuk mendeskripsikan Persamaan (3.33) function y = step(x,t,n) k=10/(10^7); m=(2*n)-1; y=(200/pi)*((((-1)^(n+1))/m)*(cos((m*pi*x)/0.2))*((2.71828182846)^((1)*(t*k*((m*pi)/0.2)^2)))); Lampiran 3. M-Script penyelesaian persamaan panas dimensi satu function y = panas(x,t) y=step(x,t,1); for i=2:10 y=y+step(x,t,i); 80 71