MESIN ASINKRON 1 a.

advertisement
BAB III. Motor Induksi 3-Fase
Umum.
Motor-motor induksi 3-fase banyak digunakan secara luas di Industri. Sesungguhnya
motor-motor tersebut mempunyai kecepatan putar yang setabil baik berbeban maupun tanpa
beban. Kecepatannya tergantung pada frekuensi, sebagai akibatnya motor-motor tersebut tidak
mudah diatur kecepatannya. Biasanya kita lebih memilih motor-motor dc, karena variasi
kecepatannya luas. Meskipun demikian, motor induksi 3- fase lebih mempunyai keunggulan,
yaitu : simple (sederhana), rugged (kokoh), low-price (murah harganya), easy to maintain
(mudah perawatannya), dan dapat diproduksi dengan karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan
industri
3.1 Motor induksi 3-Fase.
Seperti motor listrik yang lain, motor induksi 3-phase juga mempunyai stator dan rotor.
Stator memiliki sebuah belitan 3-phase (disebut belitan stator) sedangkan rotor memiliki sebuah
belitan yang terhubung singkat (disebut belitan rotor). Hanya belitan stator yang dapat
dihubungkan ke sumber listrik 3-phase. Hal ini berlainan dengan motor dc yang kedua belitan
stator (field winding) dan belitan rotor (armature winding) dapat saling dihubungkan ke sumber
listrik. Belitan rotor memperoleh tegangan dan daya melalui induksi elektromagnetik dari daya
eksternal belitan stator. Motor induksi dapat digambarkan sebagai mesin ac tipe transformator
dengan bagian sekunder yang dapat berputar yang mengubah energi listrik menjadi energi
mekanik.
Kebaikannya :
1. Mempunyai konstruksi yang sederhana (simple) dan kasar/ lugu/ kokoh (rugged).
2. Harganya relatif murah.
3. Membutuhkan perawatan yang sedikit.
4. Mempuyai efisiensi yang tinggi dan faktor daya (power factor ) yang baik
5. Membangkitkan torsi awal (starting torque) sendiri.
Kejelekannya :
1. Mempunyai kecepatan yang konstan dan kecepatan tidak mudah diganti.
2. Torsi awal lebih rendah dari pada motor dc shunt.
3.2 Konstruksi.
Motor induksi mempunyai 2 bagian utama yaitu stator sebagai bagian yang diam dan
rotor sebagai bagian yang berputar. Rotor merupakan bagian yang terpisah dari stator dengan
dipisahkan oleh celah udara (air-gap) yang kecil yang berkisar antara 0,4 mm sampai 4 mm,
tergantung daya motor.
3.2.1 Stator.
Terdiri atas rangka baja yang mengelilingi sebuah lubang, silinder inti dilapis dengan
baja silikon tipis untuk mengurangi rugi-rugi hysterisis dan Eddy current. Dilengkapi sejumlah
alur (slot) dengan jarak yang sama rata (seragam) pada bagian dalam lapisan (lihat gambar 3.2.11). Penghantar ber-isolasi diletakkan pada alur stator dan dengan mudah disambung dalam
Bahan Kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
1
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
bentuk rangkaian star atau delta yang seimbang. Belitan stator 3-fase digulung untuk membatasi
jumlah kutub (pole) per kecepatan yang dibutuhkan. Makin besar jumlah kutub, makin kecil
kecepatannya dan sebaliknya. Jika sumber 3-fase dipasang pada belitan stator, maka timbul
medan magnet yang berputar dengan magnitude yang konstan. Medan putar akan meng-induksi
arus ke rotor dengan cara induksi elektromagnet
Keterangan gambar 1:
-1. Cincin untuk mengait.
-2. Alur stator (slot).
-3. Terminal box.
-4. Belitan medan stator.
-5. Dudukan / kaki motor.
Gambar 3.2.1-1. Bentuk stator
3.2.2 Rotor.
Rotor tersambung pada sebuah batang poros (shaft), inti yang dilapis dengan semacam
lekukan mempunyai alur pada bagian luarnya. Belitan diletakkan pada slot (disebut belitan
rotor) adalah salah satu dari 2 type:
1. type squirrel cage (sangkar tupai) dan
2. type belitan (wound).
3.2.2.1 Rotor Sangkar Tupai (Squirrel Cage Rotor).
Terdiri atas inti yang berlapis dan mempunyai alur yang sejajar pada permukaannya.
Sebuah batang aluminium (aluminium bar) diletakkan pada masing-masing alur. Semua batang
disambung ujungnya dengan cincin logam dan biasa disebut dengan “end ring”. (lihat gambar
3.2.2.1-1(a). Hal tersebut dapat digambarkan sebagai bentuk belitan yang hubung singkat secara
permanen yang tidak dapat dirusak. Seluruh konstruksi (batang dan end ring) menyerupai
sangkar tupai, maka dinamakan dengan sangkar tupai. Rotor tidak dihubungkan secara listrik
dengan sumber tegangan, tetapi mendapatkan induksi arus akibat aksi transformasi dari stator
(seolah-olah transformator).
Motor induksi yang bekerja dengan rotor sangkar tupai disebut dengan motor induksi
sangkar tupai (squirrel cage induction motor). Kebanyakan motor induksi yang menggunakan
sangkar tupai mempunyai konstruksi yang sederhana dan kokoh yang memungkinkan digunakan
untuk kerja kasar. Meskipun demikian motor ini mempunyai torsi awal yang rendah. Hal tersebut
dikarenakan batang rotor secara permanen terhubung singkat dan tidak akan mungkin ditambah
dengan hambatan luar pada rangkaian rotornya untuk memperbesar torsi awal.
(a)
(b)
Gambar 3.2.2.1-1 (a) Rotor sangkar tupai, (b) Rotor lilit
Bahan Kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
2
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
3.2.2.2 Rotor Lilit (Wound Rotor).
Berisi inti silinder yang berlapis dan memiliki belitan 3-fase seperti terlihat pada gambar
3.2.2.1-1(b). Belitan rotor terdistribusi dengan sama rata pada alur rotor dan biasanya terhubung
star. Ujung belitan rotor mencuat keluar dan disambung dengan 3 buah slip ring yang masingmasing terisolasi dan terpasang pada batang poros (shaft). Pada masing-masing slip-ring ini
nantinya akan terhubung dengan sikat (brush). Ketiga sikat masing-masing terhubung secara
bintang (star) dengan rheostat 3-fase seperti terlihat pada gambar 3.2.2.2-1. Pada saat asutan
(start) resistan (hambatan) luar meliputi rangkaian rotor untuk mendapatkan torsi awal yang
besar. Hambatan ini secara berangsur-angsur dikurangi sampai nol sehingga motor berjalan
dengan cepat.
Hambatan luar hanya digunakan selama periode asutan (start) saja. Setelah motor
berputar normal, ketiga sikat akan dihubung singkat, sehingga rotor lilit ini akan bekerja seperti
rotor sangkar tupai.
Gambar 3.3.2.2-1 Pengasutan rotor lilit.
3.3 Medan Putar Magnetik oleh Arus 3-Fase.
Belitan 3-fase jika disuplai daya dari sumber 3-fase, maka akan menimbulkan medan
putar magnetik. Medan yang demikian kutub-nya tidak berada pada posisi yang tetap pada stator,
tetapi selalu bergeser kedudukannya mengelilingi stator. Keadaan ini disebut medan putar. Hal
tersebut dapat dilihat bahwa magnitude medan putar tetap dan sama dengan 1,5 m dimana m
adalah fluks maksimum untuk setiap fase.
Untuk melihat bagaimana medan putar dihasilkan, anggap belitan 2-kutub, 3-fase (ketiga
belitan terpisah secara listrik sebesar 120) seperti pada gambar 3.3-2(i), ketiga fase X, Y dan Z
diberi daya dari sumber 3-fase dan arus pada masing-masing fase ditandai oleh Ix, Iy dan Iz [lihat
gambar 3.3-2 (ii)]. Pembahasan Gambar 3.3-2 (ii) (fluks dibangkitkan oleh arus dengan fase
yang sama dengan arus yang membangkitkannya). Fluks dihasilkan/ dibangkitkan oleh arus yang
diberikan oleh :
x = m sin t
y = m sin (t - 120)
z = m sin (t - 240)
Gambar 3.3-1
Bahan Kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
3
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
Disini m adalah fluks maksimum untuk setiap fase. Gambar 3.3-1 memperlihatkan
diagram dari ketiga fluks. Sekarang akan ditunjukkan bahwa suplai 3-fase menghasilkan medan
putar dengan magnitude konstan sama dengan 1,5 m.
Gambar 3.3-2 Fluks yang dibangkitkan oleh arus.
(i)
Saat yang pertama [lihat gambar 3.3.2 (ii) dan (iii)], arus pada fase X adalah nol dan arus
pada fase Y dan Z sama dan berlawanan. Pada konduktor bagian atas arus mengalir keluar
dan masuk pada bagian konduktor bawah. Keadaan tersebut menghasilkan fluks kearah
kanan. Magnitude dari resultan fluks konstan dan besarnya 1,5 m ditunjukkan seperti
dibawah :
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
4
Pertama kali, t = 0. Maka, ketiga fluks diberikan oleh :
x = 0 ;
y = m sin (-120) = 
3
m ;
2
3
m
2
Penjumlahan fasor dari -y dan z adalah resultan fluks r (lihat gambar 3.3-3). Terlihat
jelas bahwa :
60
3
3
3
Resultan fluks, r = 2 
m cos
=2 
m 
2
2
2
2
= 1,5 m .
z = m sin (-240) =
Gambar 3.3-3 Fasor resultan fluks saat pertama.
(ii)
Saat yang ke 2, arusnya maksimum (negative) pada fase Y dan 0,5 maksimum (positif)
pada fase X dan Z . Magnitude dari resultan fluks adalah 1,5 m seperti ditunjukkan
dibawah :
Pada saat yang kedua, t = 30, maka ketiga fluks adalah :
x = m sin 30 =
m
;
2
y = m sin (-90) = - m ;
z = m sin (-210) =
m
2
Penjumlahan fasor dari x , -y dan z adalah r .
Penjumlahan fasor x dan z , ’r = 2 
Penjumlahan fasor ’r dan -y , r =
m
2
m
2
cos
120 m
=
… …..
2
2
+ m = 1,5 m … ……..
sepanjang -y
sepanjang -y ,
Sebagai catatan, resultan fluks menyimpang 30 searah jarum jam dari posisi 1.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
5
Gambar 3.3-4 Fasor resultan fluks saat ke 2.
(iii)
Pada saat ke 3, arus pada fase Z adalah nol dan arus pada fase X dan Y adalah sama besar
dan berlawanan (arus pada fase X dan Y adalah 0,866 x nilai maksimum). Magnitude dari
resultan fluks adalah 1,5 m seperti ditunjukkan dibawah:
Pada saat yang ketiga, t = 60, maka ketiga fluks diberikan oleh;
3
m
2
3
y = m sin (-60) =
m
2
z = m sin (-180) = 0
x = m sin 60 =
Resultan x adalah penjumlahan fasor x dan -y ( z = 0).
 r = 2  3 m cos 60 = 1,5 m
2
2
Catatan bahwa resultan fluks menyimpang 60 searah jarum jam dari posisi pertama.
Gambar 3.3-5 Fasor resultan fluks pada saat ke 3.
(iv)
Pada saat yang ke empat, arus pada fase X maksimum (positif) dan arus pada fase Y dan Z
sama dan negative (arus pada fase Y dan Z 0,5 nilai maksimum). Membentuk sebuah
resultan fluks ke arah bawah sebagai berikut:
Pada saat yang ke 4, t = 90. Maka fluks diberikan oleh:
3
x = m sin 60 =
m
2
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
6
y = m sin (-30) = -
m
z = m sin (-150) = -
2
m
2
Penjumlahan fasor dari x , -y dan -z adalah resultan fluks r .
120 m
m
Penjumlahan fasor dari -z dan -y , ’r = 2 
cos
=
… sepanjang +x
2
2
2
Penjumlahan fasor dari ’r dan x , r =
m
+ m = 1,5 m … …..
sepanjang -x
2
Catatan bahwa resultan fluks mengarah ke bawah, menyimpang 90 searah jarum jam
dari posisi pertama.
Gambar 3.3-6 Fasor resultan fluks pada saat ke 4.
Mengikuti pembahasan diatas bahwa suplai 3-fase menghasilkan sebuah medan putar
dengan nilai konstan (=1,5 m dimana m adalah fluks maksimum untuk setiap fase.
3.3.1 Kecepatan Medan Putar Magnetik.
Kecepatan pada saat medan putar magnetik berputar (revolusion) disebut dengan
kecepatan sinkron (synchronous speed) Ns . Pembicaraan pada gambar 3.3-2(ii), pada saat yang
ke 4 menggambarkan penyelesaian dari seper empat siklus (cycle) arus rangga (bolak-balik) Ix
dari saat ke 1. Selama seper empat siklus medan berputar sepanjang 90. Pada saat
penggambaran titik 13 yaitu saat Iz, Iy dan Iz menyelesaikan satu siklus penuh dari titik pusat,
maka medan juga menyelesaikan satu revolusi. Sehingga, untuk sebuah belitan stator 2-pole,
medan membuat satu revolusi dalam satu siklus arus. Pada belitan stator 4-pole, dapat dilihat
bahwa medan putar membuat satu revolusi dalam dua siklus arus. Secara umum, untuk P pole,
medan putar membuat satu revolusi dalam P siklus arus.

atau
2
Siklus arus = P  revolusi medan.
2
Siklus arus per detik = P  revolusi medan per detik.
2
Ketika revolusi medan per detik sama dengan revolusi per menit (Ns) dibagi dengan 60 dan
jumlah siklus per detik adalah frekuensi f.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
7
Maka
N P
f = P  Ns = s
2
Atau
60
120
N s = 120 f
P
Kecepatan putar medan magnetik sama dengan kecepatan alternator yang menyuplai daya
ke motor jika keduanya mempunyai jumlah pole yang sama. Maka fluks magnetik tersebut
dikatakan berputar pada kecepatan sinkron.
3.3.2 Arah Medan Putar Magnetik.
Urutan fase dari tegangan tiga-fase yang digunakan untuk belitan stator pada gambar 3.32(ii) adalah X-Y-Z. Jika urutan diubah menjadi X-Z-Y, maka arah putaran medan terbalik (jika
arah sebelumnya berlawanan arah jarum jam, maka menjadi searah jarum jam). Meskipun
jumlah pole dan kecepatan putar yang terjadi pada medan magnetik tidak berubah. Maka hal
tersebut hanya diperlukan untuk mengganti urutan fase dalam hal untuk mengubah putaran
medan magnetik. Untuk suplai 3-fase, maka dapat dilakukan perubahan salah satu dari dua cara
pada tiga jalur suplai (X-Z-Y atau Y-X-Z). Sebagaimana akan kita lihat, rotor pada motor
induksi 3-fase berputar dalam arah yang sama dengan putaran medan magnetik. Oleh karena itu,
arah putaran dari motor induksi 3-fase dapat dibalik dengan cara menukar dua dari tiga jalur
suplai.
3.4 Analisa Mathematik untuk Medan Magnetik.
Sekarang akan menggunakan metoda yang lain untuk mendapatkan besaran (magnitude)
dan kecepatan (speed) dari resultan fluks akibat arus tiga-fase. Arus sinusoidal tiga-fase
menghasilkan fluks 1, 2 dan 3 yang berubah secara sinusoidal. Resultan fluks pada setiap saat
merupakan jumlahan vektor dari ketiga fase pada saat yang sama. Fluks digambarkan oleh tiga
variabel magnitude vektor (lihat gambar 3.4-1). Pada gambar 3.4-1, arah fluks individual adalah
tetap, tetapi magnitude-nya berubah secara sinusoidal sebagaimana arus membangkitkannya.
Untuk mendapatkan magnitude (besaran) dari resultan fluks, tetapkan fluks kedalam komponen
horisontal dan vertikal dan kemudian dicari jumlahan vektornya.
Gambar 3.4-1 Arah fluks.
h = m cos t - m cos (t -120) cos 60- m cos (t -240) cos 60 = 3 m cos t .
v = 0 - m cos (t -120) sin 60 + m cos (t -240) sin 60
3
= - m sin t .
2
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
2
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
8
 (m adalah fluks maksimum tiap fase. Catatan bahwa cara yang valid adalah  = m sin t ).
Diperoleh resultan fluks :
r =
h2  v2 =

3
m cos 2 ω t  ( sinω t ) 2
2

1/ 2
=
3
m = 1,5 m = konstan
2
Gambar 3.4-2 Resultan fluks.
Maka resultan fluks mempunyai magnitude yang konstan (=1.5 m) dan tidak berubah terhadap
waktu.
Simpangan angguler (angular displacement) dari r relatif terhadap aksis OX adalah:

3
 m sin ω t
v
tg θ =
= 2
= tg ω t
3
h
 m cos ω t
2
 = t
Maka resultan medan magnetik berputar secara konstan pada kecepatan angular  (= 2f )
radian/ detik. Untuk sebuah mesin P-pole, (kita akan mencari kecepatan putar/rotasi fluks dalam
r.p.m) maka kecepatan rotasi (m) adalah :
2
 rad/ dt
P
2  Ns
2
=
 2  f
60
P
120 f
Ns =
P
m =
atau

… Ns dalam r.p.m
Sehingga resultan fluks oleh arus 3-fase adalah nilai konstan (=1.5 m dimana m adalah fluks
maksimum tiap fase) dan fluks-nya berputar mengelilingi belitan stator pada kecepatan sinkron
120 f / P r.p.m .
Sebagai contoh, untuk sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole, 50 Hz, maka :
Ns =
120  50
= 1000 r.p.m
6
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
9
3.5 Prinsip Operasi.
Anggap sebuah bagian motor induksi 3-fase seperti gambar 3.5-1.
Gambar 3.5-1 Gerakan medan putar.
Operasi motor dapat di terangkan sebagai berikut :
(i) Jika belitan stator 3-fase disuplai daya dari sumber 3-fase, sebuah medan putar mulai
berputar mengelilingi stator pada kecepatan sinkron Ns (= 120 f / P ).
(ii)
Medan putar menembus celah udara (air gap) dan memotong penghantar pada rotor,
dengan keadaan stasioner. Dengan kecepatan relatif antara putaran fluks dan rotor
stasioner, e.m.f diinduksikan dalam penghantar rotor. Ketika rangkaian rotor dihubung
singkat, arus mulai mengalir dalam penghantar rotor.
(iii) Arus bawaan penghantar rotor berada pada medan magnetik yang dihasilkan oleh stator.
Akibatnya, tenaga mekanik bertindak berdasarkan penghantar rotor. Penjumlahan
tenaga mekanik pada semua penghantar rotor menghasilkan torsi yang memelihara
gerakan rotor dalam arah yang sama sebagaimana medan putar.
(iv)
Kenyataan bahwa rotor didorong mengikuti medan stator (rotor bergerak dalam arah
medan stator) dapat diterangkan dengan hukum Lenz. Menurut hukum tersebut, arah
arus rotor akan sesuai dengan yang mereka jaga untuk menentang penyebab produknya.
Sekarang, penyebab timbulnya arus rotor adalah kecepatan relatif antara medan putar
dan penghantar rotor stasioner. Oleh sebab itu untuk mengurangi kecepatan relatif,
rotor mulai bergerak dalam arah sama seperti medan stator dan mencoba untuk
menahannya.
3.6 Slip.
Kita dapat melihat diatas bahwa rotor berputar secara cepat dalam arah medan putar.
Secara praktis, rotor tidak pernah dapat menjangkau kecepatan fluks stator. Jika demikian, akan
terjadi tanpa kecepatan relatif antara medan stator dan penghantar rotor, tanpa induksi arus rotor
dan oleh karena itu tanpa torsi untuk memutar rotor. Gesekan (friction) dan belitan (windage)
akan segera menjadikan/ menyebabkan rotor berkurang putarannya. Maka kecepatan rotor (N)
selalu lebih kecil dari pada kecepatan medan stator (Ns). Perbedaan kecepatan tergantung pada
beban yang ada pada motor.
Perbedaan antara kecepatan sinkron Ns dari putaran medan stator dan kecepatan aktual
rotor N dinamakan slip (istilah slip digunakan karena menggambarkan bagaimana pengamat naik
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
10
pada medan stator dan menghadap kearah rotor-akan tampak tergelincir kebelakang). Hal
tersebut biasanya digambarkan sebagai prosentase (percentage) kecepatan sinkron, yaitu :
(i)
Kuantitas Ns – N kadang-kadang disebut kecepatan slip.
(ii)
Jika rotor stasioner (yaitu N = 0), slip s = 1 atau 100%.
(iii) Pada motor induksi, perubahan pada slip dari tanpa beban (no load) sampai beban
penuh (full load) biasanya hanya 0,1% sampai 3%, karena pada dasarnya motor
tersebut kecepatannya konstan.
% age slip, s =
Ns  N
 100
Ns
3.7 Frekuensi Arus Rotor.
Frekuensi dari tegangan atau arus yang diinduksikan untuk kecepatan relatif antara
belitan dan medan magnetik diberikan oleh rumus umum :
NP
Frekuensi =
120
Dengan : N = Kecepatan relatif antara medan magnetik dan belitan.
P = Jumlah pole.
Untuk kecepatan rotor N , maka kecepatan relatif antara fluks putar dan rotor adalah Ns –
N. Sebagai akibatnya, frekuensi arus rotor f’ adalah:
(N s  N )P
f’ =
120
s Ns P

Ns  N 
=
 s 

Ns 
120

 f  N s P / 120
=s.f
yaitu, frekuensi arus rotor = fractional slip x frekuensi suplai
(i)
Jika rotor dalam keadaan berhenti atau stasioner (yaitu, s=1), frekuensi
arus rotor sama seperti frekuensi suplai ( f’ = s . f = 1  f = f ).
(ii)
Ketika rotor melaju, kecepatan relatif antara fluks putar dan rotor
berkurang. Sebagai akibatnya, slip s dan frekuensi arus rotor berkurang.
Catatan. Kecepatan relatif antara medan putar dan belitan stator adalah N s - 0 = N s . Maka
frekuensi arus induksi dan belitan stator adalah :
Ns P
f=
adalah frekuensi suplai.
120
Contoh Sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole dihubungkan pada suplai 50 Hz. Jika berputar pada
kecepatan 970 r.p.m, berapa slip-nya.
Jawab :
120  50
120  f
=
= 1000 r.p.m
6
P
N N
s= s
 100 = 1000  970  100 = 3% atau 0,03
1000
Ns
Kecepatan sinkron, N s =
Slip,
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
11
Contoh Sebuah alternator 6-pole berputar pada kecepatan 1000 r.p.m, menyuplai sebuah motor
induksi 8-pole. Hitung kecepatan aktual dari motor jika slip-nya 2,5%.
Jawab :
Frekuensi suplai 3-fase diberikan kepada motor induksi ditentukan dari kecepatan alternator
dan jumlah pole.
Frekuensi suplai, f = N P / 120 = 1000  6/ 120 = 50 Hz
Kecepatan sinkron, N s = 120 f / P = 120  50/ 8 = 750 r.p.m
Ns  N
 100
Ns
750  N
2,5 =
 100
750
Slip, s =

N = 731,25 r.p.m
3.8 Pengaruh Slip pada Rangkaian Rotor.
Ketika rotor dalam keadaan stasioner, s = 1. Pada keadaan tersebut, e.m.f rotor per-fase
E2 mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi suplai f . Pada setiap slip s, kecepatan relatif
antara medan stator dan rotor berkurang. Sebagai akibatnya, e.m.f rotor dan frekuensi ter-reduksi
secara proporsional berturut-turut ke s.E2 dan sf . Pada saat yang sama, reaktansi rotor per-fase
X2 , menjadi tergantung frekuensi, berkurang sampai s.X2.
Anggap sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole 50 Hz, mempunyai kecepatan sinkron N s
=120.f / P =120  50/6 = 1000 r.p.m. Pada keadaan stasioner, kecepatan relatif antara fluks stator
dan rotor adalah 1000 r.p.m dan e.m.f rotor per-fase = E2. Jika kecepatan beban-penuh motor
adalah 960 r.p.m, maka
s=
(i)
1000  960
= 0,04
1000
Kecepatan relative antara fluks stator dan rotor sekarang hanya 40 r.p.m. Sebagai
akibatnya, e.m.f rotor / fase berkurang menjadi :
E2  40 = 0,04 E2 atau s. E2
1000
 [Jika kecepatan relative antara fluks stator dan rotor adalah 1000 r.p.m, e.m.f rotor/ fase
= E2. Jika kecepatan relatif 40 r.p.m, e.m.f rotor/ fase adalah =
40
 E2 … …
1000
… metode unitary]
(ii)
frekuensi juga tereduksi dengan perbandingan yang sama, menjadi :
50  40 = 50  0,04 atau s . f
1000
(iii) Reaktansi rotor per-fase X2 demikian juga tereduksi menjadi :
X2  40 = 0,04 X2 atau s. X2
1000
Maka pada setiap slip s,
e.m.f rotor/ fase = s.E2
reaktansi rotor/ fase = s.X2
frekuensi rotor/ fase = s.f
Dimana E2, X2, dan f nilainya saling berhubungan pada keadaan diam.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
12
Contoh Sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole dihubungkan ke suplai 60 Hz. Ketika dalam
keadaan diam tegangan yang diinduksikan pada rotor bars adalah 4 V. Hitung tegangan dan
frekuensi yang terinduksi pada rotor bars pada 300 r.p.m .
Jawab :
Kecepatan sinkron, N s =120.f / P = 120  60/ 6 = 1200 r.p.m
Slip, s =
N s  N 1200  300
=
= 3/4
1200
Ns
Hubungannya terhadap slip,
Tegangan induksi = 4  s = 4  ¾ = 3 V
Frekuensi = f  s = 60  ¾ = 45 Hz
Catatan. Subscript 1 (misalnya R1, X1, Z1 dsb.) digunakan untuk nilai stator, sedangkan
subscript 2 (misalnya R2, X2, Z2 dsb.) digunakan untuk nilai rotor pada keadaan diam.
Sedangkan superscript/ (dash) bersamaan dengan subscript 2 (misalnya X 2' , Z 2' dsb.) digunakan
untuk nilai rotor dalam keadaan berputar (running). Perhatikan bahwa f menunjukkan frekuensi
stator dan f ’ (=s f ) menunjukkan frekuensi rotor.
3.9 Arus Rotor.
Gambar 3.9-1 memperlihatkan rangkaian motor induksi 3-fase pada suatu slip s. Rotor
diasumsikan sebagai suatu tipe belitan dengan hubungan star. Catatan bahwa e.m.f rotor/ fase
dan reaktansi rotor/ fase adalah s.E2 dan s.X2. Resistansi rotor/ fase adalah R2 dan tidak tergantung frekuensi, maka tidak tergantung slip. Demikian juga, nilai belitan stator E1 dan X1 tidak
tergantung slip.
Gambar 3.9-1 Skema belitan 3-fase.
Jika motor digambarkan sebagai sebuah beban seimbang 3-fase, diperlukan anggapan
seolah-olah hanya satu fase saja; demikian juga untuk dua fase yang lain juga dianggap sama.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
13
Gambar 3.9-2 Skema rangkaian rotor.
Pada keadaan diam.
saat diam/ berhenti.
Gambar 3.9-2 (i) memperlihatkan sebuah fase dari rangkaian rotor pada
Arus rotor/ fase, I2’ =
E2
=
Z2
Faktor daya (power factor) rotor, cos 2 =
R2
=
Z2
E2
R 22  X 22
R2
R 22  X 22
Ketika berputar pada slip s. Gambar 3.9-2(ii) memperlihatkan satu fase dari rangkaian rotor
ketika motor berputar pada slip s.
s .E 2
s .E 2
'
Arus rotor, I 2 =
=
'
Z2
R 22  (s .X 2 ) 2
Faktor daya (p.f) motor, cos ’2 =
R2
R2
=
'
2
Z2
R 2  (s .X 2 ) 2
Contoh Sebuah motor 3-fase, 400 V dengan rotor tipe belitan (wound rotor motor), belitan stator
disambung secara delta dan belitan rotor disambung star. Stator mempunyai 48 belitan/ fase
sedangkan rotornya mempunyai 24 belitan/ fase. Hitung tegangan yang lewat slip-ring pada
keadaan diam/ berhenti (standstill) dan keadaan rangkaian terbuka (open circuited).
Gambar 3.9-3 Keadaan belitan.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
14
Jawab :
e.m.f stator/ fase, E1 = 400 V
belitan stator/ fase, N1 = 48
belitan rotor/ fase, N2 = 24



K = N2/ N1 = 24/48 = 1/ 2
e.m.f rotor/ fase = K.E1 = (1/2)  400 = 200 V
tegangan antara slip ring = tegangan jalur rotor = 3  200 = 346 V
3.10 Torsi Rotor.
Torsi T
(i)
(ii)
(iii)
maka,
dihasilkan oleh rotor secara langsung dan proporsional terhadap :
arus rotor
e.m.f rotor
faktor daya rangkaian rotor
T  E2 I2 cos 2
T = K E2 I2 cos 2
Dimana :
I2 = arus rotor saat berhent
E2 = e.m.f rotor saat berhenti
cos 2 = faktor daya rotor saat berhenti
Catatan bahwa nilai e.m.f rotor, arus rotor dan faktor daya rotor digunakan untuk memberikan
suatu keadaan.
3.11 Torsi Awal/ Torsi Pengasutan (Starting torque) Ts.
Jika
E2 = e.m.f rotor per fase saat berhenti
X2 = reaktansi rotor per fase saat berhenti
R2 = resistansi rotor per fase
Impedansirotor/ fase, Z2 = R 22  X 22
Arus rotor/ fase, I2 =
E2
=
Z2
Faktor daya rotor, cos 2 =
R2
=
Z2
E2
R  X 22
R2
2
2
R 22  X 22
Torsi awal, Ts = K E2 I2 cos 2
E2
= K E2 x

2
2
R2  X 2
R2
R 22  X 22
KE 22 R2
= 2
R2  X 22
Secara umum, tegangan suplai stator V konstan sehingga fluks per pole  diatur (set up)
oleh stator sehingga bersifat tetap (fix). Maksudnya bahwa dalam belitan tersebut induksi e.m.f
E2 didalam rotor akan menjadi tetap.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
15

Ts =
K R
K 1R 2
= 1 22
2
2
R2  X 2
Z2
dimana K1 adalah konstanta dari stator.
Hal tersebut menjelaskan bahwa magnitude torsi awal akan tergantung pada nilai relatif
dari R2 dan X2 , yaitu resistan rotor / fase dan reaktansi rotor/ fase saat diam.
Dapat dilihat bahwa K = 3/2  Ns .
E 22  R2
3

,
Ts =
2 N s R22  X 22

Ns dalam r.p.s
3.12 Keadaan pada Torsi Pengasutan/Awal Maksimum.
Dapat dibuktikan bahwa torsi pengasutan/ awal akan menjadi maksimum jika resistan
rotor/ fase sama dengan reaktan rotor/ fase saat berhenti.
Sekarang
Ts =
K 1R 2
R 22  X 22
… (i)
Mendeferensialkan persamaan (i) ke R2 dan persamaan menghasilkan nol, maka akan diperoleh,
dTs
1
R (2R 2 ) 
= K1  2  22
=0
2 2 
dR2
R
(
R

X
)
2
2
 2

atau
atau
R22  X 22 = 2R22
R2 = X2
Maka torsi awal akan maksimum jika :
Resitan rotor/ fase = Reaktan rotor/ fase saat berhenti
!!!
Pada keadaan torsi awal maksimum, 2 = 45 dan faktor daya rotor 0,707 lagging [Lihat
gambar 3.12-1(ii)].
Gambar 3.12-1
Gambar 3.12-1(i) memperlihatkan variasi torsi awal dengan resistan rotor. Terlihat
resistansi rotor bertambah dari rendah ke maksimum ketika R2 = X2. Jika resistan rotor
bertambah dan melewati nilai maksimum, maka torsi awal akan turun.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
16
3.13 Pengaruh Perubahan Tegangan Suplai.
K  E22 R2
Ts =
R22  X 22
Kalau E2  tegangan suplai V

K  E22 R2
Ts =
R22  X 22
Dimana K2 adalah konstanta.

Ts  V 2
Maka, torsi awal sangat sensitif terhadap perubahan nilai tegangan suplai. Sebagai
contoh, tegangan suplai jika turun (drop) 10% akan mengurangi torsi awal sekitar 20%. Hal
tersebut sama dengan kegagalan motor untuk mulai mengasut jika tidak dapat menghasilkan
sebuah torsi yang lebih besar dari pada torsi beban ditambah torsi gesekan (friction).
3.14 Torsi Awal Motor Induksi 3-Fase.
Rangkaian rotor motor induksi mempunyai resistan rendah dan induktan tinggi (karena
penghantar rotor seakan melekat pada besi). Pada saat asutan, frekuensi rotor sama dengan
frekuensi stator (yaitu 50 Hz) maka reaktan rotor adalah besar dibanding dengan resistan rotor.
Maka arus rotor ketinggalan terhadap e.m.f rotor dengan sudut yang besar, faktor dayanya
rendah dan sebagai akibatnya torsi awal/ asut-nya kecil. Ketika resistan ditambahkan pada
rangkain rotor, faktor daya rotor akan diperbaiki, sehingga meningkatkan torsi asut. Hal tersebut
tentu saja dikarenakan dengan menambah impedan rotor akan menurunkan besarnya arus rotor
sehingga pengaruh peningkatan faktor daya menonjol dan torsi awal bertambah.
(i) motor sangkar tupai (squirrel-cage motor). Ketika batangan rotor (rotor bars)
terhubung singkat secara permanen, hal tersebut tidak memungkinkan untuk menambah
resistan lain diluar rangkaian rotor pada saat pengasutan. Sebagai akibatnya, torsi asut
untuk motor jenis ini rendah. Motor sangkar tupai mempunyai torsi asut 1,5 sampai 2
kali nilai beban-penuh dengan arus pengasutan 5 sampai 9 kali arus beban-penuh.
(ii) motor rotor lilit (wound rotor motor). Resistan rangkaian rotor motor jenis ini dapat
ditambah melalui penambahan resistan luar (external resistance). Dengan menyisipkan
resistan luar dengan nilai yang tepat (sehingga R2 = X2), torsi asut maksimum dapat
dicapai. Sebagai percepatan motor (motor accelerates), resistan luar di turunkan
nilainya secara berangsur-angsur sampai rangkaian rotor hubung singkat, sehingga
rotor dapat berputar sendiri.
Gambar 3.14-1 Rangkaian rotor terhubung rheostat.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
17
Contoh Resistan rotor dan reaktan rotor saat diam motor induksi 3-fase adalah 0,2  dan 1,0 
per fase. Tegangan antara slip ring dengan rotor terkunci dan tegangan penuh pada stator adalah
110 V.
(i) Carilah arus asutan rotor/ fase jika slip ring terhubung singkat untuk membuat keadaan
putaran normal.
(ii) Berapakah nilai resistan luar per fase yang harus disisipkan pada rangkaian rotor untuk
memperoleh torsi maksimum pada asutan? Carilah juga arus rotor/ fase pada keadaan
tersebut.
Gambar 3.14-2
Jawab :
(i) Gambar 3.14-2(i) memperlihatkan keadaan kasus.
e.m.f rotor/ fase saat berhenti, E2 = 110/ 3 = 63,5 V
Impedan rotor/ fase saat berhenti, Z2 =
R22  X 22 =
0,2 2  12 = 1,02 
E 2 63,5
=
= 62,3 A
Z 2 1,02
(ii) Resistan luar yang perlu ditambahkan Rx / fase [lihat gambar 3.14-2(ii)] untuk mendapatkan torsi asut maksimum.
 Torsi asut akan menjadi maksimum jika:
Arus fase rotor saat berhenti, I2 =
Resistan rotor/ fase = Reaktan rotor/ fase saat berhenti
atau
atau
0,2 + Rx = 1 
Rx = 0,1 – 0,2 = 0,8 / fase
Impedan rotor/ fase = (0,8  0,2) 2  12 = 1,414 
Arus rotor/ fase = 63,5/ 1,414 = 44,7 A
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
18
Catatan, bahwa arus rotor/ fase berkurang sekitar 30%. Hal tersebut lebih meningkatkan torsi
menjadi dua kali lipat dengan perbaikan faktor daya rangkaian rotor. Efisiensi berkurang menjadi
3 I 2 R = 3  62,32  0,2 = 3  (44,7)2  1 = 5994,3 W. Maka resistan eksternal harus diganti
segera untuk menambah kecepatan.
3.15 Motor Berbeban.
Sekarang akan dibahas perilaku motor induksi 3-fase berbeban.
(i) Ketika digunakan beban mekanik pada poros (shaft ) motor, hal tersebut akan mulai
menurunkan putaran dan fluks putar akan memotong konduktor rotor dengan tingkatan
yang makin lama makin tinggi. Tegangan induksi dan resultan arus pada penghantar rotor
makin lama makin bertambah, membangkitkan torsi makin lama makin besar.
(ii) Motor dan beban mekanik akan segera mencapai keseimbangan ketika torsi motor secara
pasti sama dengan torsi beban. Ketika keadaan tersebut dicapai, kecepatan akan berhenti
menurun lagi dan motor akan berputar pada kecepatan baru dengan laju yang konstan.
(iii) Penurunan kecepatan motor induksi pada beban yang ditambah adalah kecil. Hal tersebut
dikarenakan impedan rotor rendah [nilai resistan rotor bernilai kecil dan tetap. Frekuensi
rotor saat berputar sangat kecil ( f '  sf ) dan oleh karena itu reaktan rotor rendah. Hal
tersebut menghasilkan impedan rotor yang rendah selama kondisi berputar.] dan
penurunan kecepatan yang dihasilkan oleh arus rotor yang besar adalah sedikit. Hal
tersebut membuktikan mengapa motor induksi dipertimbangkan untuk tujuan mesin
dengan kecepatan konstan. Selain itu, karena dalam kenyataanya tidak pernah berputar
pada kecepatan sinkron, maka mesin tersebut biasa disebut dengan mesin asinkron.
Catatan, bahwa perubahan beban pada motor induksi akan menyebabkan penyesuaian
slip. Jika beban pada motor bertambah, slip akan bertambah sedikit (karena kecepatan motor
berkurang sedikit). Hal tersebut akan mengakibatkan kecepatan relatif lebih besar antara fluks
putar dan penghantar rotor. Sebagai akibatnya, arus rotor bertambah dan membangkitkan torsi
yang lebih besar untuk memenuhi/ menyesuaikan pertambahan beban. Akan terjadi sebaliknya
jika beban pada motor berkurang.
Gambar 3.15-1
(iv) Dengan bertambahnya beban, arus beban I 2' meningkat sejalan dengan berkurangnya
fluks stator (hukum Lenz), dengan demikian e.m.f pada belitan stator juga berkurang.
Pengurangan jumlah e.m.f tersebut, menyebabkan arus stator ( I 1 ) meningkat, sehingga
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
19
daya masukan ke motor bertambah. Hal tersebut ditandai dengan adanya aksi motor
induksi dalam menyesuaikan (adjusting) statornya (arus primer) dengan mengubah arus
rotor (sekunder) menjadi sangat besar seperti halnya perubahan keadaan yang dialami
oleh sebuah transformator sewaktu bebannya berubah.
3.16 Torsi Dalam Keadaan Berputar.
Umpamakan rotor dalam keadaan diam mempunyai e.m.f induksi per fase E2, reaktan X2
dan resistan R2. Jika dalam keadaan berputar mempunyai slip s, maka:
e.m.f rotor/ fase, E ’2 = s E2
reaktan rotor/ fase, X ’2 = s X2
impedan rotor/ fase, Z ’2 = R 22  (sX 2 ) 2
arus rotor/ fase, I ’2 =
faktor daya rotor, cos ’ =
E 2'
sE 2
=
2
Z 2'
R 2  (sX 2 ) 2
R2
R  (sX 2 ) 2
2
2
Gambar 3.16-1
Torsi saat berputar, Tr  E ’2 I ’2 cos ’
  I ’2 cos ’
sE 2
.
.
R 22  (sX 2 ) 2
sE R
 2 2 2 2
R 2  (sX 2 )
sE R
=K 2 2 2 2
R 2  (sX 2 )
sE R
= K1 2 2 2 2
R 2  (sX 2 )
R2
( E ’2  )
R 22  (sX 2 ) 2
( E 2  )
Jika tegangan suplai stator V konstan, maka fluks stator konstan dan oleh karena itu E2
akan menjadi konstan.
K sR
Tr = 2 2 2 2
untuk K 2 adalah konstanta yang lain
R 2  (sX 2 )
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
20
Dapat dilihat bahwa torsi berputarnya adalah :
(i) Berbanding lurus terhadap slip sehingga jika slip bertambah (berarti kecepatan motor
berkurang), torsi akan bertambah dan sebaliknya.
(ii) berbanding lurus dengan kuadrat tegangan suplai ( E 2  V).
Dapat dilihat bahwa nilai dari K1 =3/2  Ns, untuk Ns dalam r.p.s.
s E 22 R2
s E 22 R2
3
3
.
Tr =
=
.
2 N s R22  ( s X 2 ) 2 2 N s ( Z 2' ) 2
Pada saat asutan s = 1, maka torsi asutan adalah :
E2R
3
. 22 22
Ts =
… sama seperti paragraf 3.11
2 N s R2  X 2
3.17 Torsi Maksimum pada Kondisi Berjalan.
K 2 s R2
… (i)
R22  s 2 X 22
Untuk menemukan nilai resistan rotor yang memberikan tenaga putaran/ torsi maksimum
(maximum torque) pada kondisi berjalan, turunkan ekspresi (i) ke dalam s dan samakan hasilnya
terhadap nol, maka
K [ R ( R 2  s 2 X 22 )  2sX 22 ( sR2 )]
dTr
= 2 2 2 2
=0
ds
( R2  s 2 X 22 ) 2
Tr =
atau
atau
atau
( R22  s 2 X 22 )  2s 2 X 22 = 0
R22 = s 2 X 22
R2 = s X 2
Maka untuk torsi maksimum (T m) kondisi berjalan :

Resistan Rotor/ fase = Fractional slip x Reaktan Rotor/ fase saat diam
sR
Sekarang
… dari ekspresi (i) diatas
Tr  2 22 2
R2  s X 2
Untuk torsi maksimum, R2 = s X2 . Ambil R2 = s X2 dalam ekspresi diatas, maka torsi maksimum
Tm diberikan oleh :
Tm 
1
2X 2
Slip saling berhubungan dengan torsi maksimum, s = R2 / X2 .
Dengan demikian dapat ditampilkan bahwa :
E 22
3
Tm =
N-m

2X 2
2 π Ns
Dari persamaan diatas teranglah bahwa :
(i) Nilai hambatan rotor tidak mengubah nilai torsi maksimum tetapi hanya mengubah nilai
slip pada saat kejadian.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
21
(ii)
Torsi maksimum bervariasi secara terbalik seperti reaktansi saat diam. Dengan demikian
hal tersebut akan terjaga sekecil mungkin.
(iii) Torsi maksimum bervariasi secara langsung dengan kuadrat tegangan terpasang.
(iv) Untuk memperoleh torsi maksimum pada saat asutan (s = 1), hambatan rotor harus dibuat
sama dengan rektansi rotor saat diam.
3.18 Karakteristik Torsi-Slip
Seperti diperlihatkan dalam paragraf 3.16, torsi motor keadaan berjalan dinyatakan oleh :
K 2 s R2
T = 2
2
R2  s 2 X 2
Gambar 3.18-1 Karakteristik torsi-slip
Jika kurva digambar antara torsi dan slip untuk sebuah nilai tersendiri dari resistan rotor
R2 , grafik yang dihasilkan disebut karakteristik torsi-slip. Gambar 3.18-1 memperlihatkan
keluarga karakteristik torsi-slip untuk rentang slip s = 0 sampai s = 1 untuk nilai resistan rotor
yang bervariasi.
Titik-titik yang mengikuti dapat ditandai secara baik. :
(i) Pada s = 0, T = 0 dengan demikian liku torsi-slip mulai dari titik pusat.
(ii) Pada kecepatan normal, slip kecil sehingga s X 2 diabaikan seperti disamakan dengan R2 .

T  s/ R2
 s
. . . R2 konstan
Maka kurva torsi-slip adalah garis langsung dari slip nol ke slip yang sesuai dengan beban
penuh.
(iii) Slip yang bertambah terus sampai melewati slip beban-penuh, akan membuat torsi
bertambah dan setelah mencapai maksimum akan menurun. Nilai tersebut paling sedikit
dua kali nilai ketika motor beroperasi pada tegangan dan frekuensi kerjanya.
(iv) Ketika slip bertambah melebihi torsi maksimum, faktor-faktor yang berhubungan dengan
s 2 X 22 bertambah sangat cepat sehingga R22 dapat diabaikan sebagaimana dibanding
dengan s 2 X 22 .

T  s / s 2 X 22
 1/ s
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
22
Maka sekarang torsi terbalik secara proporsional terhadap slip. Dengan demikian kurva
torsi-slip berbentuk hiperbola segi panjang (rectangular hyperbola).
(v) Torsi maksimum tetap sama dan tak tergantung pada nilai resistan rotor.
 Maka, penambahan nilai resistan pada rangkaan motor tidak mengubah nilai
maksimum torsi tetapi hanya mengubah nilai slip pada saat terjadi torsi maksimum.
3.19 Torsi Pengasutan dan Torsi Maksimum, Beban-Penuh
Tf 
s R2
. . . lihat 3.16
R22  ( s X 2 ) 2
R2
R  X 22
1
Tm 
2 X2
Catatan bahwa s berhubungan dengan slip beban-penuh.
R22  ( s X 2 ) 2
Tm
(i) 
=
Tf
2 s R2 X 2
Ts 
2
2
. . . lihat 3.11
. . . lihat 3.17
Membagi pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) pada R.H.S dengan X 22 , akan
diperoleh :
Tm
(R / X 2 ) 2  s 2
a2  s2
= 2
=
Tf
2 s ( R2 / X 2
2 as
Dimana
(ii)
a=
R2
Resistan rotor/ fase
=
Reaktan rotor/ fase saat diam
X2
Tm
R 2  X 22
= 2
2 R2 X 2
Ts
Membagi pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) pada R.H.S dengan X 22 , akan
diperoleh :
Tm
( R2 / X 2 ) 2  1 a 2  1
=
=
2( R2 / X 2 )
2 a
Ts
Dimana
a=
R2
Resistan rotor/ fase
=
Reaktan rotor/ fase saat diam
X2
3.20 Perbandingan Motor Induksi dan Transformator
Motor induksi bisa dipertimbangkan sebagai transformator dengan bagian sekundernya
yang berputar karena dihubung-singkat. Belitan stator setara dengan bagian primer transformator
dan belitan rotor setara dengan bagian sekunder transformator. Berikut ini adalah perbedaan
tanpa nilai antara keduanya :
(i)
Tidak seperti pada transformator, rangkaian magnetik dari motor induksi 3-fase
mempunyai celah dara (air gap). Maka, arus magnetisasi motor induksi 3-fase lebih besar
daripada yang terdapat pada transformator. Sebagai contoh, pada sebuah motor induksi
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
23
(ii)
(iii)
(iv)
diperkirakan rating arusnya mencapai 30-50% dibanding dengan transformator yang
hanya 1-5% saja.
Pada motor induksi, terdapat celah udara dan belitan rotor dan stator tersebut terdistribusi
sepanjang batas luar celah udara tidak seperti yang terdapat pada transformator yang
terkonsentrasi pada intinya saja. Maka reaktansi bocor dari belitan stator dan rotor benarbenar besar dibanding dengan transformator.
Pada motor induksi, masukan pada stator dan rotor berupa listrik, tetapi keluaran dari
rotor adalah mekanik. Sedangkan pada transformator, masukan maupun keluarannya
tetap berupa listrik.
Perbedaan utama antara motor induksi dan transformator terletak pada faktor tegangan
dan frekuensinya yang keduanya proporsional terhadap slip s. Jika f adalah frekuensi
stator, E 2 adalah e.m.f rotor per fase saat diam dan X 2 adalah reaktan rotor/ fase saat
diam, maka pada setiap slip s, nilainya adalah :
e.m.f rotor/ fase, E 2 = s E 2
Reaktan rotor/ fase, X 2' = s X 2
Frekuensi rotor, f ' = s f
3.21 Regulasi Kecepatan Motor Induksi
Seperti setiap motor elektrik yang lain, regulasi kecepatan motor induksi dapat
dinyatakan dengan :
N  N FL
% age regulasi kecepatan = 0
 100
N FL
Dimana N 0 = kecepatan motor tanpa-beban (no-load)
N FL = kecepatan motor beban-penuh (full-load)
Jika kecepatan tanpa-beban motor adalah 800 r.p.m dan kecepatan beban-penuhnya 780
r.p.m, maka perubahan kecepatannya adalah 800 – 780 = 20 r.p.m dan persentase regulasi
kecepatannya = 20  100/ 780 = 2,56 %.
Pada keadaan tanpa beban, hanya sedikit torsi diperlukan untuk mengatasi sedikit
rugirugi mekanik, maka slip motor kecil, yaitu sekitar 1 %. Ketika motor berbeban penuh, slip
agak bertambah, tandanya yaitu kecepatan motor agak berkurang. Hal tersebut dikarenakan
impedansi rotor rendah dan sedikit pengurangan kecepatan mengakibatkan arus rotor membesar.
Pertambahan arus rotor menghasilkan torsi yang tinggi untuk memenuhi beban penuh pada
motor. Sebagai alasan, perubahan kecepatan motor dari tanpa-beban ke beban-penuh adalah
kecil, yaitu regulasi kecepatan motor induksi adalah rendah. Regulasi kecepatan motor induksi
adalah 3% sampai 5%. Walaupun kecepatan motor berkurang sedikit dengan adanya
pertambahan beban, regulasi kecepatan cukup rendah, oleh karena itu motor induksi adalah
motor dengan klasifikasi kecepatan-konstan.
3.22 Kendali Kecepatan Motor Induksi 3-Fase
N = (1 – s) N s
120 f
= (1 – s)
P
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
. . . (i)
24
Memeriksa persamaan (i) menyatakan bahwa kecepatan N dari motor induksi dapat
divariasi dengan mengubah (i) frekuensi suplai f (ii) jumlah kutub P pada stator dan (iii) slip s.
Mengubah frekuensi jala-jala biasanya tidak mungkin dilakukan karena suplai komersial
memiliki frekuensi konstan, kecuali membuat sendiri suplai dengan frekuensi dapat diubah-ubah.
Maka metode praktis pengendali kecepatan umumnya dilakukan dengan mengganti jumlah kutub
stator atau slip motor.
1. Motor sangkar tupai. Kecepatan motor sangkar tupai diubah dengan mengganti jumlah
kutub stator (slip motor induksi dapat diubah dengan mengubah karakteristik rangkaian rotor.
Jika batang-batang/ jeruji rotor sangkar tupai secara permanen terhubung-singkat, slip motor
tidak dapat diubah). Hanya dua atau empat kecepatan yang memungkinkan jika
menggunakan metode seperti ini. Motor dua-kecepatan memiliki satu belitan stator yang
memungkinkan ditukar (switched) melalui perlengkapan pengendali yang sesuai untuk
menyediakan dua kecepatan, salah satunya merupakan setengah bagian yang lain. Misalnya,
mungkin belitan untuk 4 atau 8 kutub, untuk memperoleh kecepatan sinkron 1500 dan 750
r.p.m. Motor empat-kecepatan dilengkapi dengan dua belitan stator terpisah masing-masing
menyediakan dua kecepatan. Kerugian metoda seperti ini adalah :
(i) Tidak mungkin mendapatkan kendali kecepatan kontinyu secara gradual (berangsurangsur).
(ii) Karena komplikasi disain dan pertukaran interkoneksi dari belitan stator, metoda ini
dapat menyediakan maksimum dari empat perbedaan kecepatan sinkron untuk setiap motor.
2. Motor rotor lilit. Kecepatan motor rotor lilit diubah dengan mengganti slip motor (kendali
kecepatan dengan mengubah-kutub umumnya tidak dipraktekkan pada motor rotor lilit). Hal
tersebut dapat dicapai dengan :
(i) memvariasi tegangan jala-jala stator
(ii) memvariasi resistan rangkaian rotor
(iii) menyisipan dan memvariasi tegangan lain pada rangkaian rotor
3.23 Faktor Daya Motor Induksi
Layaknya mesin a.c yang lain, faktor daya motor induksi diberikan oleh :
Komponen aktif arus ( I cos  )
Faktor daya, cos  =
Total arus ( I )
Kehadiran celah udara antara stator dan rotor motor induksi menambah secara besar
reluktan rangkaian maknetik. Sebagai akibatnya motor induksi mengurangi arus magnetisasi
( I m ) dalam jumlah besar untuk membangkitkan fluk yang diperlukan pada celah udara.
(i) Pada keadaan tanpa beban, motor induksi menurunkan arus magnetisasi dalam jumlah
besar dan sedikit komponen aktif untuk menutupi rugi-rugi tanpa-beban. Maka motor
induksi mengakibatkan arus tanpa-beban tinggi mengikut (lagging) pada tegangan dengan
sudut besar (sebanding dengan arus transformator tanpa-beban). Maka faktor daya motor
induksi pada keadaan tanpa beban adalah rendah, yaitu sekitar 0,1 lagging.
(ii) Ketika motor induksi dibebani, komponen aktif arus bertambah sedangkan magnetisasi
komponen lainnya kira-kira sama. Sebagai akibatnya, faktor daya motor bertambah.
Meskipun demikian, karena nilai besar arus magnetisasi yang ada kurang mendukung
beban, faktor daya motor induksi tetap pada beban penuh dan jarang melebihi 0,9 lagging.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
25
3.24 Tingkatan Daya pada Motor Induksi
Masukan daya elektrik ke stator motor dikonversi ke dalam daya mekanik pada batang
poros (shaft) motor. Variasi rugi-rugi selama konversi energi adalah :
1. Rugi-rugi tetap (fixed losses), meliputi :
(i) rugi-rugi besi stator
(ii) rugi-rugi gesekan (friction) dan belitan (windage)
Rugi-rugi besi rotor dapat diabaikan karena frekuensi arus rotor dibawah kondisi putaran
normal adalah kecil.
2. Rugi-rugi variabel, meliputi :
(i) rugi-rugi tembaga stator
(ii) rugi-rugi tembaga rotor
Gambar 3.24-1 memperlihatkan bagaimana daya elektrik mengumpan stator sebuah
motor induksi mengalami rugi-rugi dan akhirnya dikonversi ke daya mekanik.
Gambar 3.24-1
Dari gambar diagram diatas dapat ditandai :
(i) Masukan stator, Pi = Keluaran stator + rugi-rugi stator
= keluaran stator + rugi-rugi besi stator + rugi-rugi Cu stator
(ii) Masukan stator, Pr = Keluaran stator
Hal tersebut karena keluaran stator sepenuhnya ditransfer ke rotor melalui celah
udara (air-gap) dengan cara induksi elektromagnetik.
(iii) Penyedia daya mekanik, Pm = Pr - rugi-rugi Cu rotor
Penyedia daya mekanik ini adalah keluaran kotor rotor (gross rotor output) dan
akan menghasilkan torsi kotor (gross torque), T g .
(iv) Daya mekanik pada batang poros, Pout = Pm - rugi-rugi gesekan dan belitan
Penyedia daya mekanik pada batang poros menghasilkan torsi batang poros (shaft torque)
Tsh .
Secara jelas, Pm - Pout = rugi-rugi gesekan dan belitan
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
26
3.25 Torsi Motor Induksi
Daya mekanik P tersedia dari setiap motor elektrik yang dapat di ekspresikan sebagai :
2  NT
P=
Watt
60
Dimana
N = kecepatan motor dalam r.p.m
T = torsi yang berkembang dalam N-m
60 P
P

T=
= 9,55
N-m
2  N
N
Jika keluaran kotor dari rotor motor induksi adalah Pm dan kecepatannya N r.pm, maka
torsi kotor (total torsi) T g yang berkembanhg adalah :
Pm
N-m
N
P
Sama halnya,
Tsh = 9,55 out N-m
N
Catatan, jika rugi-rugi belitan dan gesekan kecil, T g = Tsh . Hal tersebut dengan asumsi hampir
tidak terjadi beberapa eror yang signifikan.
T g = 9,55
3.26 Keluaran Rotor (Rotor Output)
Jika T g Newton-meter adalah torsi gross yang dibangkitkan dan N r.p.m adalah laju
(kecepatan) rotor, maka
2  N Tg
Gross rotor output =
Watt
60
Catatan : gross bisa diartikan total, Gross rotor output = Rotor input – Rotor Cu losses
Rotor gross output adalah konversi ke dalam energi mekanik dan menyebabkan
bangkitnya gross torque. Diluar gross trque tersebut, beberapa rugi-rugi seperti rugirugi belitan dan gesekan pada rotor dan sisanya kelihatan sebagai dayaguna (useful)
atau torsi batang poros (shaft torque) Tsh .
Jika tidak ada tembaga pada rotor, keluaran akan sama seperti masukan rotor dan rotor
akan berputar pada kecepatan sinkron N s .

Masukan rotor =
2  N s Tg
Watt
60
 Rugi-rugi tembaga rotor = Masukan rotor – Keluaran rotor
2  Tg
(N s  N )
=
60
Rotor Cu loss
N N
(i)
= s
=s
Ns
Rotor input
 Rugi-rugi tembaga rotor = s  Masukan rotor
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
27
(ii) Gross rotor output, Pm = Rotor input – Rotor Cu loss = Rotor input - s  Rotor input

Pm = Rotor input (1 – s)
Gross rotor output
N
(iii)
=1–s =
Rotor input
Ns
Rotor Cu loss
(iv)
Gross rotor output
=
s
1 s
Jelaslah bahwa, jika daya masukan ke rotor adalah Pr , maka s Pr adalah rotor Cu loss
(rugi-rugi tembaga rotor) dan menetapkan (1 – s) Pr adalah konversi ke dalam daya mekanik.
Sebagai akibatnya, motor induksi yang beroperasi pada slip tinggi akan mempunyai efisiensi
rendah.
Catatan :
Gross rotor output
=1–s
Rotor input
Jika rugi-rugi stator seperti rugi-rugi gesekan dan belitan dapat diabaikan, maka :
Grossrotor output = Useful output
Rotor input = stator input
Useful output

= 1 – s = efisiensi
Stator input
Maka perkiraan efisiensi motor induksi adalah 1 – s. Sehingga jika slip dari motor
induksi adalah 0,125, maka efisiensinya kira-kira 1 – 0,125 = 0,875 atau 87,5 %.
3.27 Persamaan Torsi Motor Induksi
Torsi kotor T g yang dibangkitkan oleh sebuah motor induksi disajikan sebagai :
Tg =
=
Sekarang
Rotor input =
Rotor input
… N s dalam r.p.m
2  Ns
60  Rotor input
… N s dalam r.p.m
2  Ns
Rotor Cu loss
s
=
3( I 2' ) 2 R2
s
… (i)
Seperti diperlihatkan dalam paragraf 3.16, kondisi sedang berputar,
I 1' =
sE 2
R22  ( s X 2 ) 2
Dimana
=
s K E1
R22  ( s X 2 ) 2
K = Perbandingan transformasi =
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
Rotor turns/fase
Stator turns/fase
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
28
s 2 E 22 R2
3 s E 22 R2
1
Rotor input = 3  2
 = 2
R2  ( s X 2 ) 2 s
R2  ( s X 2 ) 2

Selain itu

….
… (mengambil nilai I 2' dalam persamaan (i))
s 2 K 2 E12 R2 1
3 s K 2 E12 R2
Rotor input = 3  2
….
 =
R2  ( s X 2 ) 2 s
R22  ( s X 2 ) 2
… (mengambil nilai I 2' dalam persamaan (i))
s E 22 R2
Rotor input
3
=
berkaitan dengan E2
Tg =
 2
2  Ns
2  Ns
R2  ( s X 2 ) 2
=
3
2  Ns

3 s K 2 E12 R2
R22  ( s X 2 ) 2
… berkaitan dengan E1
Catatan bahwa dalam ekspresi T g diatas, nilai E1, E2, R2 dan X2 menggambarkan nilai fase.
3.28 Kurva Unjuk-Kerja Motor Sangkar-Tupai
Liku (kurva) unjuk kerja motor induksi 3-fase menunjukkan variasi kecepatan, faktor
daya, efisiensi arus stator dan torsi untuk nilai beban yang berbeda. Sebelum menunjukkan kurva
unjuk kerja pada grafik, diharapkan membahas variasi torsi dan arus stator terhadap slip.
(i) Variasi torsi dan arus stator terhadap slip.
Gambar 3.28-1 memperlihatkan variasi torsi dan arus stator terhadap slip untuk motor
sangkar-tupai standard. Pada umumnya, resistan rotornya rendah, sehingga terjadi arus
beban-penuh yang rendah pada slip rendah. Oleh karena itu keadaan pada beban-penuh, f '
(= s f) dan X 2' (= 2  f ' L2 ) kemudian juga rendah. Antara nol dan beban-penuh, faktor
daya rotor (= cos  '2 ) dan impedansi rotor (= Z 2' ) secara praktis tetap konstan (Pada motor
sangkar-tupai standard, perubahan slip sangat kecil sebagai pertambahan beban dari nol ke
beban-penuh. Oleh karena itu perubahan impedansi rotor dari tanpa-beban sampai bebanpenuh dapat diabaikan), oleh karena arus rotor I 2' (= E 2' / Z 2' ) dan oleh karena torsi ( Tr )
secara langsung bertambah terhadap slip. Sekarang arus stator I 1 menambah proporsi I 2' . Hal
tersebut diperlihatkan pada gambar 3.28-1 dimana Tr dan I 1 ditunjukkan oleh garis
langsung (straight-lines) dari tanpa-beban (no-load) sampai beban-penuh (full-load).
Sebagaimana beban dan slip bertambah melebihi beban-penuh, pertambahan tersebut dalam
reaktan rotor menjadi cukup besar. Pertambahan nilai impedansi rotor tidak hanya
mengurangi faktor daya rotor cos  '2 (= R2 / Z 2' ) tetapi juga menurunkan laju (rate)
pertambahan arus rotor. Sebagai akibatnya, torsi Tr dan arus stator I 1 tidak bertambah
secara langsung terhadap slip seperti ditunjukkan dalam gambar 3.28-1.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
29
Gambar 3.28-1
Dengan adanya penurunan faktor daya dan penurunan laju pertambahan arus rotor,
arus stator I1 dan torsi Tr bertambah pada laju yang lebih rendah (lower rate). Akhirnya
torsi Tr mencapai nilai maksimum kira-kira pada 25 % slip dalam motor sangkar-tupai
standard. Nilai maksimum torsi tersebut dinamakan pull-out torque atau breackdown torque.
Jika beban bertambah melebihi nilai titik dadal (breakdown point), maka penurunan faktor
daya lebih besar daripada pertambahan arus rotor sehingga mengakibatkan pengurangan
torsi. Akibatnya motor tersebut dengan segera melambat dan bahkan sampai berhenti.
Pada gambar 3.28-1, nilai torsi saat asutan (yaitu s = 100 %) adalah 1,5 kali torsi
beban-penuh. Arus asutan kira-kira lima kali arus beban-penuh. Motor tersebut pada
dasarnya adalah sebuah mesin kecepatan-konstan yang memiliki karakteristik mirip motor
d.c shunt.
(ii) Kurva unjuk kerja.
Gambar 3.28-2 memperlihatkan kurva unjuk kerja motor induksi sangkar-tupai 3fase.
Pada poin berikut mungkin dapat dicatat, bahwa :
(a) Pada keadaan tanpa-beban, fluks rotor mengikut (lag) terhadap stator hanya dalam jumlah
kecil, ketika torsi yang dibutuhkan hanya untuk mengatasi rugi-rugi tanpa-beban.
Sebagaimana beban mekanik ditambahkan, kecepatan rotor berkurang. Pengurangan
kecepatan rotor memberikan medan putar kecepatan-konstan untuk menyapu sepanjang
(sweep across) konduktor rotor pada laju yang lebih cepat, dengan cara demikian dapat
menginduksi arus rotor yang besar. Hal tersebut mengakibatkan, keluaran torsi lebih
besar untuk sedikit pengurangan kecepatan. Keterangan tersebut untuk kurva kecepatanbeban (speed-load) dalam gambar 3.28-2.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
30
Gambar 3.28-2
(b) Pada tanpa-beban (no-load), arus yang ditarik oleh motor induksi sebagian besar adalah
arus magnetisasi; arus tanpa-beban mengikut (lagging) tegangan terpasang dengan sudut
besar. Maka faktor-daya motor induksi dengan beban yang ringan sangat rendah. Hal
tersebut dikarenakan pada celah udara (air gap) reluktan rangkaian magnetiknya tinggi
yang menghasilkan arus tanpa-beban dengan nilai tinggi pula, sebanding dengan yang
terjadi pada transformator. Sebagai beban yang ditambahkan, komponen aktif atau daya
dari arus bertambah, menghasilkan faktor daya yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena
nilai besar arus magnetisasi yang hadir tanpa memperhatikan adanya beban, faktor daya
motor induksi tetap pada beban-penuh jarang melebihi 90%. Gambar 3.28-2
memperlihatkan variasi faktor daya terhadap beban motor induksi sangkar-tupai tipikal.
(c)
Output
Output  Losses
Rugi-rugi yang terjadi pada motor induksi 3-fase adalah rugi-rugi tembaga (Cu) dalam
belitan stator dan rotor, rugi-rugi besi dalam inti stator dan rotor dan rugi-rugi gesekan
dan belitan. Rugi-rugi besi dan rugi-rugi gesekan dan belitan hampir *)independen dalam
beban. Ketika I 2 R menjadi konstan, efisiensi motor akan bertambah terhadap beban,
tetapi rugi-rugi I 2 R tergantung pada beban. Oleh karena itu, efisiensi motor bertambah
terhadap beban tetapi kurvanya menurun pada beban tinggi.
Efisiensi =
*) Rugi-rugi dalam stator tergantung pada fluks stator dan frekuensi suplai. Ketika
kedua faktor tersebut konstan, rugi-rugi-besi stator konstan pada semua beban.
Ketika frekuensi rotor kecil, rugi-rugi besi dalam rotor kecil dan bisa diabaikan.
Sebagaimana kecepatan motor tidak sangat besar terhadap beban, rugi-rugi gesekan
dan belitan bisa diasumsikan konstan.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
31
(d) Ketika tanpa-beban, kebutuhan torsi hanya diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi tanpabeban. Oleh karena itu stator mengambil sedikit arus dari suplai. Ketika beban mekanik
ditambahkan, kecepatan rotor berkurang. Pengurangan kecepatan rotor tersebut
memberikan medan putar dengan kecepatan konstan untuk menyapu melewati konduktor
rotor pada laju yang lebih cepat, dengan cara demikian menginduksi arus rotor lebih
besar. Dengan bertambahnya beban, pertambahan arus rotor dalam arah seperti pada
pengurangan fluks stator, dengan cara demikian secara temporer mengurangi hitungan
e.m.f dalam belitan stator. Berkurangnya hitungan e.m.f tersebut membuat aliran arus
stator semakin banyak.
(e)
Output = Torsi  Kecepatan
Ketika kecepatan motor berubah tidak terlalu besar terhadap beban, maka torsi bertambah
dengan bertambahnya beban.
3.29 Rangkaian Ekuivalen Motor Induksi 3-Fase Berbagai Slip
Pada motor induksi 3-fase, belitan stator terhubung ke suplai 3-fase dan belitan rotor
terhubung-singkat. Energi ditransfer secara magnetik dari belitan stator ke belitan rotor yang
terhubung-singkat. Maka motor induksi bisa dipertimbangkan menjadi transformator dengan
bagian sekunder berputar (hubung-singkat). Belitan stator dapat disamakan dengan bagian
primer transformator dan belitan rotor disamakan dengan bagian sekunder transformator. Dalam
pandangan yang sama fluks dan tegangan juga seperti kondisi pada transformator, sehingga
merupakan suatu hal yang dapat diharapkan bahwa rangkaian ekuivalen motor induksi akan
sama dengan transformator. Gambar 3.29-1 memperlihatkan rangkaian ekuivalen (lebih dulu
tidak hanya satu) per fase untuk motor induksi. Sekarang kita akan membahas rangkaian stator
dan rotor secara terpisah.
Gambar 3.29-1 Rangkaian lengkap kesetaraan motor induksi
3.29.1 Rangkaian Stator
Pada stator, keadaan sangat persis dengan bagian primer transformator. Tegangan per
fase yang digunakan pada stator adalah V1 , sedangkan R1 dan X 1 berturut-turut adalah resistan
stator dan reaktan bocor per fase. Tegangan V1 digunakan untuk membangkitkan fluks magnetik
yang membuat terjalinnya hubungan antara belitan stator (sebagai bagian primer) dengan belitan
rotor (sebagai bagian sekunder). Sebagai hasilnya, induksi diri (self-induced) e.m.f E1
menginduksi belitan stator dan terjalin induksi imbal balik (mutually induced) e.m.f E 2' (= s E 2 =
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
32
s K E1 dimana K adalah perbandingan transformasi) yang menginduksi belitan rotor. Aliran arus
stator I 1 menyebabkan drop tegangan pada R1 dan X 1 .

V1 = - E1 + I 1 ( R1 + j X 1 )
. . . penjumlahan fasor
Ketika motor tanpa-beban, belitan stator menarik arus I 0 yang memiliki dua komponen,
yaitu :
(i) I w yang menyuplai rugi-rugi motor tanpa-beban
(ii) komponen magnetisasi I m yang mengatur fluks magnetik dalam inti dan celah udara.
Kombinasi paralel dari Rc dan X m , berturut-turut menggambarkan rugi-rugi motor tanpa-beban
dan pembangkitan fluks magnetik.
I0 = I w + Im
3.29.2 Rangkaian Rotor
Disini R2 dan X 2 berturut-turut menggambarkan resistan rotor dan reaktan rotor saat
diam per fase. Pada setiap slip s , reaktan rotor akan menjadi s X 2 . Tegangan terinduksi/ fase
dalam rotor adalah E 2' = s E 2 = s K E1 . Ketika belitan rotor terhubung-singkat, keseluruhan
e.m.f E 2' digunakan dalam sirkulasi arus rotor I 2' .

E '2 = I '2 ( R2 + j s X 2 )
Arus rotor I '2 terefleksi sebagai I '2' (= K I 2' ) dalam stator. Penjumlahan fasor I '2' dan I 0
memberikan arus stator I 1 .
Hal yang penting untuk dicatat, bahwa masukan ke primer dan keluaran dari sekunder
sebuah transformator berujud elektrik. Oleh karena itu, di dalam motor induksi, masukan ke
stator dan rotor adalah elektrik, tetapi keluaran dari rotor adalah mekanik. Untuk memfasilitasi
perhitungan, diharapkan dan diperlukan untuk mengganti beban mekanik dengan beban elektrik
yang setara, sehingga kita dapat mempunyai rangkaian ekuivalen transformator dari motor
induksi.
Perlu dicatat juga, bahwa meskipun frekuensi stator dan rotor berbeda, keberadaan medan
magnetik masih dalam putaran pada kecepatan sinkron N s . Arus stator menghasilkan fluks
magnetik yang berputar pada kecepatan N s . Pada slip s , kecepatan putaran medan rotor relatif
terhadap permukaan rotor dalam arah rotasi rotor, yaitu
120 f ' 120 s f
=
=
= s Ns
P
P
Tetapi rotor berputar pada kecepatan N yang relatif terhadap inti stator. Maka, kecepatan
medan rotor relatif terhadap inti stator
= s N s + N = ( N s - N) + N = N s
Maka tanpa adanya nilai slip s , masing-masing medan magnetik stator dan rotor adalah
sinkron jika dilihat oleh pengamat yang tetap dalam suatu tempat (space). Sebagai akibatnya,
motor induksi 3-fase dapat dipandang sebagai ekuivalen suatu transformator yang memiliki
sebuah celah udara yang memisahkan bagian besi bawaan rangkaian magnetik belitan primer dan
sekunder. Gambar 3.29.2-1 memperlihatkan diagram fasor motor induksi.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
33
Gambar 3.29.2-1 Diagram fasor motor induksi.
3.30 Rangkaian Ekuivalen Rotor
Sekarang kita akan melihat bagaimana beban mekanik motor diganti dengan beban
mekanik ekuivalen. Gambar 3.30-1 (i) memperlihatkan rangkaian ekuivalen per fase dari rotor
pada slip s. Arus fase rotor dinyatakan dengan :
s E2
I 2' =
R22  ( s X 2 ) 2
Secara matematik, nilai tersebut tidak berubah dengan menulisnya sebagai :
E2
I 2' =
( R2 / s ) 2  ( X 2 ) 2
Seperti terlihat pada gambar 3.30-1 (ii), kita sekarang mempunyai reaktan X 2 tetap yang
terhubung secara seri dengan resistan R2 / s dan suplai dengan tegangan konstan E 2 . Catatan
bahwa gambar 3.30-1 (ii) mentransfer variabel tersebut ke resistan tanpa merubah kondisi daya
atau faktor daya.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
34
Gambar 3.30-1
Kuantitas R2 / s lebih besar daripada R2 maka s adalah fraksi. Maka R2 / s dapat dibagi
kedalam bagian yang tetap (fixed part) R2 dan bagian variabel ( R2 / s - R2 ) adalah :
R2
1 
= R2 + R2  1
s
s 
(i) Bagian pertama R2 adalah resistan rotor/ fase dan menggambarkan rugi-rugi tembaga
rotor.
1 
(ii) Bagian ke dua R2  1 adalah beban resistan-variabel. Daya yang dikirim ke beban
s 
menggambarkan daya mekanik total yang berkembang di dalam rotor. Maka beban
mekanik pada motor induksi dapat diganti dengan beban resistan-variabel dari nilai
1 
R2  1 . Hal tersebut diketahui sebagai resistan beban R L .
s 
3.31 Rangkaian Ekuivalen Transformator dari Motor Induksi
Gambar 3.31-1 memperlihatkan rangkaian ekuivalen 3-fase motor induksi. Catatan
bahwa beban mekanik pada motor telah diganti dengan resistan elektrik ekuivalen R L yang
dinyatakan sebagai :
1 
. . . (i)
R L = R2  1
s 
Gambar 3.31-1
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
35
Catatan bahwa rangkaian dalam gambar 3.31-1 sama dengan rangkaian ekuivalen
transformator dengan beban sekunder sama dengan R L yang diberikan oleh persamaan (i). E.m.f
rotor dalam rangkaian ekuivalen sekarang hanya tergantung pada perbandingan transformasi K
(= E 2 / E1 ).
Dengan demikian, motor induksi dapat digambarkan/ diwujutkan sebagai trafo ekuivalen
yang disambung ke resistan-variabel R L yang diberikan oleh persamaan (i). Daya dikirimkan ke
R L menggambarkan daya mekanik total yang dibangkitkan dalam rotor. Maka rangkaian
ekuivalen dari gambar 3.31-1 adalah transformator dengan nilai sekunder (yaitu rotor) yang
dapat ditransfer ke primer (yaitu stator) melalui penggunaan perbandingan transformasi K yang
tepat/ cocok. Ingat bahwa menggeser resistan/ reaktan dari sekunder ke primer, hal tersebut perlu
dibagi dengan K 2 mengingat arus akan di kalikan dengan K. Rangkaian ekuivalen motor induksi
berkenaan dengan bagian primer diperlihatkan dalam gambar 3.31-2.
Gambar 3.31-2
Catatan bahwa elemen (yaitu R L' ) yang dibatasi oleh segi empat bergaris putus-putus
adalah resistan elektrik ekuivalen berhubungan dengan beban mekanik pada motor. Berikut
adalah catatan dari rangkaian ekuivalen motor induksi :
(i) Pada tanpa-beban, slip secara praktis nol dan beban R L' tak berhingga. Kondisi ini mirip pada
transformator yang belitan sekundernya terbuka (open-circuited).
(ii) Pada saat berhenti, slip adalah satu (unity) dan beban R L' nol. Keadaan seperti ini mirip
dengan transformator yang belitan sekundernya hubung-singkat.
(iii) Ketika motor berputar dengan beban, nilai R L' akan tergantung pada nilai slip s. Kondisi ini
mirip transformator yang sekundernya disuplai variabel dan semata-mata berbeban resistif.
(iv) Resistan elektrik ekuivalen R L' berkurang dan arus rotor bertambah dan motor akan lebih
menghasilkan daya mekanik. Hal tersebut yang diharapkan karena slip motor bertambah
dengan bertambahnya beban pada batang poros motor.
3.32 Hubungan Daya
Rangkaian ekuivalen transformator dari motor induksi sungguh berguna dalam
menganalisa hubungan variasi daya dalam motor. Gambar 3.32-1 memperlihatkan rangkaian
ekuivalen per-fase motor induksi yang seluruh nilainya berkenaan/ berhubungan terhadap bagian
primer (stator).
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
36
Gambar 3.32-1
(i)
(ii)
R'
1 
Total beban elektrik = R2'  1 + R2' = 2
s
s 
Daya masukan stator = 3 V1 I 1 cos 1
Ada rugi-rugi inti stator dan rugi-rugi tembaga stator. Daya tetap akan ditransfer
daya menyeberangi celah-udara, yaitu input ke rotor.
3( I 2'' ) 2 R2'
s
'' 2 '
Rugi-rugi tembaga rotor = 3( I 2 ) R2
Daya mekanik total yang ditimbulkan oleh rotor adalah
Pm = Rotor input – Rotor Cu loss
Masukan rotor =
3( I 2'' ) 2 R2'
1 
=
- 3( I 2'' )2 R2' = 3( I 2'' )2 R2'  1
s
s 
Hal tersebut sangat jelas dari rangkaian ekuivalen yang terlihat pada gambar 3.32-1.
(iii) Jika T g adalah gross torsi yang dikembangkan oleh rotor, maka
Pm =
Atau
Atau
Atau

Atau
2  N Tg
s
2  N Tg
1 
3 (I 2'' ) 2 R2'  1 =
60
s 
 1  s  2  N Tg
3 (I 2'' ) 2 R2' 
=
60
 s 
 1  s  2  N s (1  s)Tg
3 (I 2'' ) 2 R2' 
=
60
 s 
'' 2 '
3( I 2 ) R2 / s
N-m
Tg =
60
3( I 2' ) 2 R2' / s
N-m
T g = 9,55
Ns
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
 N  N s (1  s)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
37
Catatan bahwa torsi batang poros (shaft) tersebut Tsh akan lebih kecil daripada T g
dengan torsi yang dibutuhkan untuk menyesuaikan rugi-rugi belitan dan gesekan.
3.33 Rangkaian Ekuivalen Pendekatan dari Motor Induksi
Seperti pada kasus transformator, rangkaian ekuivalen pendekatan motor induksi
diperoleh dengan menggeser cabang shunt ( Rc - X m ) ke terminal masukan pada gambar 3.33-1.
Langkah ini diambil pada asumsi bahwa drop tegangan pada R1 dan X 1 kecil dan tegangan
terminal V1 tidak cukup besar bedanya dari tegangan induksi E1 . Gambar 3.33-1
memperlihatkan rangkaian ekuivalen pendekatan per fase dari sebuah motor induksi yang semua
nilainya berasal dari bagian primer (stator).
Gambar 3.33-1
Rangkaian pendekatan motor induksi diatas tidak dengan mudah/cepat memberi
kebenaran seperti pada transformator. Berikut ini adalah alasannya :
(i) Tidak seperti transformator daya, rangkaian magnetik motor induksi memiliki bagian yang
merupakan celah/ spasi udara (air gap). Maka arus eksitasi motor induksi (30 sampai 40%
arus beban-penuh) lebih tinggi daripada pada transformator daya. Sebagai akibatnya,
rangkaian ekuivalen eksak harus digunakan untuk hasil yang akurat.
(ii) Nilai relatif dari X 1 dan X 2 pada motor induksi lebih besar daripada suatu penyesuai yang
diperoleh dari transformator. Karena kenyataan ini, maka tidak dibenarkan menggunakan
rangkaian ekuivalen pendekatan.
(iii) Dalam transformator, belitan/ kumparan-nya terkonsentrasi sedangkan dalam motor induksi
belitannya terdistribusi. Hal tersebut mempengaruhi perbandingan transformasi.
Contoh Motor induksi terkoneksi-star, 3-fase, 4-pole, 400 V, 50 Hz mempunyai impedan per
fase Z 1 = (0,07 + j 0,3)  dan impedan rotor per fase diambil dari sisi stator Z 2' = (0,08 + j 0,3)
. Reaktan magnetisasi per fase adalah 10  dan resistan yang menunjukkan rugi-rugi inti 50
 . Slip 4%. Dengan menggunakan rangkaian ekuivalen pendekatan, hitunglah (i)arus stator dan
faktor daya stator (ii)torsi yang dibangkitkan (iii)efisiensi gross.
Jawab :
R1 = 0,07  ; X 1 = 0,3  ; R2' = 0,08  ; X 2' = 0,3 
Resistan elektrik ekuivalen berkenaan dengan stator adalah
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
38
 1

1 
R L' = R2'  1 = 0,08 
1 = 1,92 
s 
 0,04 
Gambar 3.33-2 memperlihatkan rangkaian ekuivalen pendekatan per fase dengan nilai
komponennya. Disini V1 = 400/ 3 Volt.
Gambar 3.33-2
(i) Mengacu pada gambar 3.33-2, kita memiliki,
V1
(400 / 3 )0 0
''
=
I2 =
( R1  R2'  RL' )  j ( X 1  X 2' ) (0,07  0,08  1,92)  j (0,3  0,3)
(400 / 3 )0 0
= 107   16,2 0 A
(2,07  j 0,6)
V
V
Arus tanpa-beban, I 0 = I w + I m = 1 + 1
Rc
jX m
=
(400 / 30 0
(400 / 3 )
(400 / 3 )
(400 / 30 0
+
=
-j
50
50
10
j10
0
= (4,6 – j 23) A = 23,4   79 A
Arus stator, I 1 = I '2' + I 0 = 107   16,2 0 + 23,4   79 0 = 119,7   26,30 A
 Magnitute arus stator = 119,7 A
Faktor daya = cos (-26,30) = 0,89 lagging
=
(ii)
Kecepatan sinkron, N s = 120f / P = 120  50/ 4 = 1500 r.p.m
Kecepatan rotor, N = N s (1 - s) = 1500 (1 – 0,04) = 1440 r.p.m
Gross rotor output, Pm = 3 (I 2'' ) 2 R L' = 3  (107)2  1,92 = 65946 W
Jika T g adalah torsi gross dalam N-m, maka
P
65946
= 437,35 N-m
T g = 9,55  m = 9,55 
1440
N
(iii)
Masukan ke stator, Pi = 3 V1 I 1 cos 1 = 3 
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
400
3
 119,7  0,89 = 73808 W
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
39

Efisiensi gross =
Pm
65946
 100 =
 100 = 89,4 %
73808
Pi
3.34 Pengasutan Motor Induksi 3-fase
Motor induksi pada dasarnya adalah transformator dengan bagian statornya adalah primer
dan bagian rotornya merupakan bagian sekunder yang dihubung-singkat. Pada saat asutan,
tegangan menginduksi rotor motor secara maksimum ( . s = 1). Maka impedansi rotornya
menjadi mrendah, arus rotor banyaknya berkelebihan. Arus rotor yang besar membalik ke stator
karena aksi transformasi. Sebagai akibatnya pada asutan dengan arus besar (4 sampai 10 kali)
arus beban penuh) dalam stator dengan faktor daya rendah *) mengakibatkan nilai torsi asutannya
rendah. Karena durasi/ lamanya hubung-singkat pendek, maka nilai arus besar tidak merusak
motor jika motor berputar secara normal. Meskipun demikian, arus asutan yang besar tersebut
akan membuat saluran tegangan/ jala-jala menjadi drop. Hal tersebut berefek merugikan operasi
peralatan elektrik lain yang berada pada jala-jala yang sama. Oleh karena itu, diharapkan dan
diperlukan untuk mengurangi magnitude arus stator saat asutan dan beberapa metode yang cocok
dapat digunakan untuk keadaan ini.
*)Saat asutan (s = 1), reaktan rotor tinggi dibanding resistannya mengakibatkan p.f asutan
rendah..
3.35 Metoda Pengasutan Motor Induksi 3-fase
Metode yang duterapkan dalam pengasutan motor induksi tergantung pada ukuran motor
dan jenis motor. Metode berikut digunakan untuk mengasut motor induksi :
(i) Direct-on-line starting
(iv) Star-delta starting
(ii) Stator resistance starting
(v) Rotor resistance starting
(iii) Autotransformer starting
Metode (i) sampai (iv) digunakan untuk kedua jenis motor squirrel-cage dan slip-ring.
Walaupun metode ke (v) penggunaannya hanya untuk motor slip-ring, tetapi dalam prakteknya
salah satu dari empat metode digunakan untuk mengasut motor sangkar-tupai (squirrel-cage),
tergantung pada ukuran motor. Tetapi motor slip-ring selalu diasut dengan rotor resistance
starting.
3.36 Metoda Pengasutan Motor Sangkar-Tupai
Kecuali direct-on-line starting, semua metode yang lain dalam pengasutan motor
sangkar-tupai menerapkan pengurangan tegangan melalui terminal motor pada saat asutan.
(i) Direct-on-line starting.
Metode pengasutan ini hanya menyatakan secara tidak langsung – motor di asut dengan
menyambung langsung ke suplai 3-fase. Impedan motor saat berhenti relatif rendah dan ketika
disambung secara langsung ke sistem suplai, arus asutannya akan menjadi tinggi (4 sampai 10
kali arus beban-penuh) dan faktor dayanya rendah. Sebagai akibatnya, metode pengasutan ini
cocok untuk mesin yang relatif kecil (sampai 7,5 kW).
 Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Rotor input = 2  N s T = k T
. . . N s dalam r.p.s (lihat bagian 3.27)
Tetapi
Rotor Cu loss = s  Rotor input
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
40

Atau
Atau
3 ( I 2' )2 R2 = s  k T
T  ( I 2' )2/ s
T  I12 / s
. . . untuk R2 yang sma
( I 2'  I1 )
Jika I st adalah arus asutan, maka torsi asutan Tst adalah
( saat asutan s = 1)
Tst  I st2
Jika I f adalah arus beban-penuh dan s f adalah slip beban-penuh, maka
T f  I 2f / s f
2

Tst  I st 
=
 sf
If 
Tf


Ketika motor diasut secara direct-on-line, arus asutannya adalah arus short-circuit
(blocked-rotor) I sc .
2
I 
Tst

=  sc   s f
If 
Tf


Marilah kita ilistrasikan hubungan diatas dengan contoh numerik. Andaikata I sc = 5 I f
dan slip beban-penuh s f = 0,04, maka
2

I 
5 I f
Tst
=  sc   s f = 
If 
 If
Tf



Tst = T f
2

  0,04 = (5)2  0,04 = 1


Catatan bahwa arus asutan besarnya lima kali arus beban penuh tetapi torsi asutannya
hanya sebesar torsi beban penuh saja.
(ii) Stator resistance starting.
Dalam metoda ini, resistan eksternal disambung secara seri dengan setiap fase belitan
stator selama pengasutan. Hal tersebut menyebabkan drop tegangan melalui resistan, sehingga
tegangan yang menuju terminal tereduksi dan selanjutnya arus asutnya juga. Resistan asut secara
gradual/ bertahap dikurangi (cut out in steps) dengan cara menutup MC (Magnetik Contactor)
penghubung-singkat resistan tersebut dari rangkaian stator setelah motor memperoleh putaranya.
Ketika motor mencapai kecepatan rated-nya, semua resistan cut-out dan secara penuh motor
menggunakan tegangan jala-jala.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
41
Gambar 3.36-1
Metoda ini memiliki dua kekurangan :
1. Pengurangan tegangan kerja ke motor selama periode pengasutan *) mengurangi torsi asut dan
menambah waktu akselerasi.
*) Seperti terlihat pada bagian 3.13, Ts  V 2 dimana V adalah tegangan suplai.
2. Banyak daya terbuang dalam resistan asut.
 Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Apabila V sebagai tegangan rated/ fase. Jika tegangan terreduksi oleh fraksi x dengan cara
menyisipkan resistan pada jala-jala, maka tegangan terpasang pada motor per fase akan menjadi
x V.
I st = x I sc
Sekarang
I
Tst
=  st
If
Tf

2

  s
f


2
I 
Tst
Atau
= x 2  sc   s f
If 
Tf


Maka meskipun arus asutan berkurang oleh fraksi x dari rated-voltage arus asut ( I sc ),
torsi asut tereduksi oleh fraksi x 2 dari yang diperoleh dengan penyaklaran langsung (direct
switching). Pengurangan tegangan terpakai ke motor selama periode asutan menurunkan arus
asutan tetapi kadang-kadang menambah waktu akselerasi karena nilai pereduksi dari torsi asutan
tersebut. Oleh karena itu, metoda ini hanya digunakan untuk pengasutan motor kecil saja.
(iii) Autotransformer starting.
Metoda ini juga dimaksudkan untuk mereduksi suplai pada sambungan (terminal) motor
induksi pada saat asutan dan kemudian menghubungkannya secara langsung ke jala-jala setelah
motor cukup memperoleh kecepatannya. Gambar 3.36-2 memperlihatkan penataan rangkaian
untuk pengasutan dengan transformator. Tap penyadap (tapping) pada autotransformer diatur
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
42
sedemikian sehingga rangkaian berada pada 65% sampai 80% tegangan jala-jala yang digunakan
pada motor.
Gambar 3.36-2
Permulaan pengasutan, saklar tukar (change-over switch) diatur pada posisi “start”. Hal tersebut
untuk meletakkan autotransformer pada rangkaian dan akan mereduksi tegangan kerja pada
rangkaian. Sebagai akibatnya, arus asutan dibatasi pada nilai yang aman. Ketika motor kira-kira
mencapai 80% kecepatan normal, saklar tukar dipindah ke posisi “run”. Hal tersebut untuk
melepaskan (takes-out) autotransformer dari rangkaian dan motor secara penuh mengambil
tegangan jala-jala. Pengasutan autotransformer memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
1. rugi-rugi daya kecil
2. arus asutan rendah
3. radiasi panas rendah
Untuk mesin besar (diatas 25 H.P), metoda pengasutan ini sering digunakan. Metoda ini
juga bisa digunakan untuk motor terhubung star dan delta.
 Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Anggaplah motor induksi sangkar tupai terhubung-star. Jika V adalah tegangan jala-jala,
maka tegangan melalui fase motor pada sambungan langsung adalah V / 3 dan arus asutan
adalah I st = I sc . Dalam kasus autotransformer, jika perbandingan tap sadap transformator K
(sebuah fraksi) digunakan, maka tegangan fase melalui motor adalah KV /
2
2
Sekarang
I
Tst
=  st
If
Tf


I 
Tst
= K 2  sc   s f
If 
Tf


3 dan I st = K I sc
2





  s =  K I sc   s = K 2  I sc   s
f
f
f

 If 
If 





2
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
43
Gambar 3.36-3
Arus yang diambil dari suplai atau dengan autotransformer adalah I1 = K I 2 = K 2 I sc .
Catatan bahwa arus motor adalah K kali, arus jala-jala suplai adalah K 2 kali dan torsi asut juga
K 2 kali nilai yang akan terjadi pada direct-on-line starting.
(iv) Pengasutan Star-Delta
Belitan stator dari motor dirancang untuk operasi delta dan dihubungkan star selama
periode pengasutan. Ketika mesin mencapi kecepatannya, sambungannya diganti menjadi delta.
Susunan rangkaian pengasutan star-delta diperlihatkan dalam gambar 3.36-4.
Gambar 3.36-4
Enam ujung sambungan (leads) belitan stator disambungkan ke saklar tukar (change-over
switch) seperti diperlihatkan gambar. Pada saat asutan, saklar tukar diatur pada posisi “start”
yang membuat belitan stator membentuk hubungan star. Maka, setiap fase stator akan
memperoleh V / 3 Volt dari tegangan jala-jala. Keadaan ini dapat mengurangi besarnya arus
asutan. Ketika motor menghasilkan kecepatan, saklar-tukar diganti ke posisi “Run” yang
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
44
membuat belitan stator terhubung delta. Sekarang setiap fase stator memperoleh tegangan jalajala secara penuh, yaitu V. Kerugian metoda ini adalah :
a. Dengan sambungan-star selama asutan, tegangan fase stator menjadi I / 3 kali tegangan jalajala. Sebagai akibatnya, torsi asutan adalah (1/ 3 )2 atau 1/3 kali nilai ketika membentuk
hubungan delta. Hal tersebut mereduksi cukup besar torsi asutan.
b. Pengurangan tegangan adalah tetap.
Metoda pengasutan ini digunakan untuk mesin ukuran menengah (sampai sekitar 25 H.P).
 Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Arus asutan / fase, I sc = V / Z sc
dimana V adalah tegangan jala-jala
Arus jala-jala asutan =
3 I sc
Pada pengasutan star, diperoleh :
V/ 3
1
Arus asutan/ fase, I st =
=
I sc
Z sc
3
Sekarang
Tst
Tf
I
=  st
If

2


  s =  I sc
f
 3I

f


2

  s
f


2
Atau
Dimana
Tst
1 I 
=  sc   s f
3  I f 
Tf
I sc = arus fase asutan (delta)
I f = arus fase F.L (delta)
Gambar 8.40
Catatan bahwa pengasutan star-delta, arus jala-jala asutan berkurang sampai *) sepertiga
dibandingkan pengasutan secara delta. Lebih jauh, torsi asutan tereduksi sampai sepertiganya
perolehan torsi ketika menggunakan pengasutan secara delta secara langsung. Metoda ini murah,
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
45
tetapi terbatas penggunaannya, yaitu digunakan untuk keadaan yang tidak membutuhkan torsi
asutan tinggi seperti piranti mesin (machine tool), pompa dan sebagainya.
*)
arus jala  jala pada star
arus jala  jala pada delta
I sc
=
3

3 I sc =
I sc
3

1
3 I sc
=
1
3
Contoh Motor induksi sangkar-tupai 3-fase membutuhkan arus pengasutan 6 kali arus bebanpenuh. Carilah torsi asutan sebagai prosentase torsi beban-penuh jika motor diasut (i) direct-online (ii) menggunakan starter star-delta. Slip beban-penuh motor adalah 0,04.
Jawab :
I sc = 6 I f atau I sc / I f = 6 ; s f = 0,04
(i) Direct-on-line starting :
2
I 
Tst
=  sc   s f = (6)2  0,04 = 1,44 = 144 %
If 
Tf


Maka, torsi asutannya adalah 144 % dari torsi beban-penuh.
(ii) Star-delta starting :
2
Tst
1 I 
1
=  sc   s f = (6)2  0,04 = 0,48 = 48 %
3  I f 
3
Tf
Maka, torsi asutannya adalah 48 % dari torsi beban-penuh.
Contoh Tentukan secara pendekatan torsi asutan motor induksi dalam keadaan beban-penuh
ketika diasut dengan menggunakan (i) star-delta switch (ii) autotransformer dengan sadapan
(tapping) 50 %. Arus hubung-singkat motor pada tegangan normal lima kali arus beban penuh
dan slip beban-penuh adalah 5 %. Abaikan arus magnetisasinya.
Jawab :
I sc = 5 I f atau I sc / I f = 5 ; s f = 0,05
(i) star-delta starting :
2
Tst
1 I 
1
=  sc   s f = (5)2  0,05 = 0,42 = 42 %
3  I f 
3
Tf
Maka, torsi asutan 42 % dari torsi beban-penuh
(ii) Autotransformer starting :
2
I 
 sc   s = (0,5)2  (5)2  0,05 = 0,31 = 31 %
f
If 


Maka, torsi asutan 31 % dari torsi beban-penuh
Tst
= K2
Tf
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
46
3.37 Pengasutan Motor Slip-Ring
Motor slip-ring selalu diasut menggunakan rotor resistance starting. Pada metoda ini,
sebuah rheostat terhubung-variable star dihubungkan pada rangkaian rotor melalui slip-ring dan
tegangan penuh disambungkan pada belitan stator seperti terlihat pada gambar 3.37-1
Gambar 3.37-1
(i) Saat asutan, pemutar (handle) rheostat diatur pada posisi OFF sehingga resistan maksimum
berada pada setiap fase rangkaian stator. Hal tersebut untuk mereduksi arus asutan dan pada
saat yang sama torsi asut bertambah.
(ii) Setelah motor mendapatkan kecepatannya, pemutar rheostat secara berangsur-angsur diputar
searah jarum jam dan keluar dari resistan eksternal untuk setiap fase rangkaian rotor. Ketika
motor mencapai kecepatan normal. Change-over switch berada pada posisi ON dan seluruh
resistan eksternal keluar dari rangkaian rotor.
3.38 Motor Slip-Ring versus Motor Sangkar-Tupai
Motor induksi slip-ring mempunyai kelebihan dibanding motor sangkar-tupai antara lain
sebagaiberikut :
(i) Torsi asut tinggi dengan arus asut rendah.
(ii) Percepatan yang mulus (smooth) pada kondisi beban ringan.
(iii) Tanpa panas abnormal selama asutan.
(iv) Karakteristik putaran bagus setelah keluar dari resistan rotor eksternal.
(v) Kecepatan dapat diatur.
Sedangkan kekurangan motor slip-ring adalah :
(i) Biaya inisial dan perawatan lebih tinggi daripada motor sangkar-tupai.
(ii) Regulasi kecepatannya jelek ketika berputar dengan resistan pada rangkaian rotor.
3.39 Rating Motor Induksi
Papan nama (nameplate) dari motor induksi 3-fase menyediakan informasi sebagai berikut :
(i) Horsepower
(ii) Line voltage
(iii) Line current
(iv) Speed
(v) Frequency
(vi) Temperature rise
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
47
Horsepower rating adalah output mekanik dari motor ketika dioperasikan pada rated
lines voltage (tegangan jala-jala tertulis pada nameplate), rated freqency dan rated speed. Dalam
kondisi tersebut, arus jala-jala sesuai ketentuan pada nameplate dan temperature rise tidak keluar
dari spesifikasinya.
Kecepatan yang diberikan pada nameplate adalah kecepatan aktual dari motor induksi
bisa mencapai 1710 r.p.m. Hal tersebut adalah rated kecepatan beban-penuh.
3.40 Motor Sangkar-Tupai Ganda (Double Squirrel-Cage Motor)
Salah satu keuntungan motor slip-ring adalah resistan dapat disisipkan dalam rangkaian
rotor untuk mendapatkan torsi asut yang tinggi (pada arus asutan yang rendah) dan kemudian
mematikan rangkaian asut (cut out) untuk memperoleh keadaan putaran yang optimum.
Meskipun demikian, keadaan semacam itu tidak dapat diadopsikan pada motor sangkar tupai
karena sangkarnya terhubung singkat secara permanan. Dalam hal untuk memperoleh torsi asut
yang tinggi pada arus asut rendah, konstruksi double squirrel cage diterapkan.
(i)
(ii)
Gambar 3.40-1
Konstruksi. Sesuai namanya, rotor dari motor mempunyai dua belitan sangkar-tupai yang
masing-masing diletakkan di bagian atas seperti terlihat pada gambar 3.40-1.
(i) Belitan luar (outer winding), terdiri dari batang-batang melintang dengan penampang lebih
kecil ukurannya dan terhubung-singkat oleh end-ring. Sehingga resistan pada belitan
tersebut tinggi, maka belitan luar memiliki slot yang relatif terbuka dan lintasan fluksnya
yang lebih sedikit (kecil) berada disekeliling batang. Lihat gambar 3.40 (ii), bagian ini
memiliki induktan yang rendah. Resistan belitan sangkar-tupai bagian luar adalah tinggi
dan induktansinya rendah.
(ii) Belitan dalam (inner winding), terdiri dari batang-batang melintang dengan penampang
lebih besar yang terhubung singkat oleh end-ring, sehingga resistan belitan ini rendah.
Karena batang-batang pada belitan bagian dalam sepenuhnya terpendam dalam besi, maka
memiliki induktan yang tinggi (lihat gambar 3.40 (ii). Sehingga resistan belitan dalam
sangkar-tupai rendah dan induktansinya tinggi.
Cara kerja. Ketika medan putar magnetik menyapu melintasi dua belitan, masing-masing
terinduksi e.m.f yang sama.
(i) Saat asutan, frekuensi rotor sama dengan jala-jala (yaitu 50Hz), membuat reaktan pada
belitan bagian bawah jauh lebih tinggi daripada yang terdapat pada belitan atas. Karena
pada belitan bawah reaktannya tinggi, maka hampir semua arus rotor mengalir dalam
resistan tinggi belitan sangkar bagian luar. Hal ini memberikan karakteristik asutan yang
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
48
baik dari resistan-tinggi belitan sangkar. Maka belitan luar memberikan torsi asut yang
tinggi dengan arus asut rendah.
(ii) Ketika motor makin cepat, frekuensi rotor berkurang, dengan demikian akan menurunkan
reaktan belitan bagian dalam, membuat aliran arus rotor total dalam proporsi yang lebih
besar. Pada kecepatan operasi normal motor, frekuensi rotor sangat lambat (2 sampai 3 Hz)
yang hampir semua arus rotor mengalir dalam resistan rendah belitan sangkar bagian
dalam. Hal ini mengakibatkan efisiensi operasi dan regulasi kecepatan menjadi baik.
Gambar 3.40-2 memperlihatkan karakteristik operasi motor double squirell-cage. Torsi
asut motor ini berkisar antara 200 sampai 250 persen torsi beban penuh dengan arus asut 4
sampai 6 kali nilai beban-penuh. Hal tersebut diklasifikasikan sebagai motor torsi-tinggi dengan
arus asut rendah (high-torque, low starting current motor).
Gambar 3.40-2
3.41 Rangkaian Ekuivalen Double Squirrel-Cage Motor
Gambar 3.41-1 memperlihatkan bagian dari motor sangkar-tupai ganda. Disini Ro dan Ri
adalah resistan belitan per fase sangkar luar dan belitan sangkar dalam dimana X o dan X i
berhubungan dengan reaktan per fase saat berhenti. Untuk sangkar luar, resistan sengaja dibuat
tinggi, untuk memperoleh torsi asut tinggi. Untuk belitan sangkar dalam, resistannya rendah dan
reaktan bocornya tinggi, memberikan torsi asut rendah tetapi efisiensi tinggi pada beban.
Catatan, bahwa dalam motor sangkar-tupai ganda, belitan luar menghasilkan asutan tinggi dan
torsi percepatan sedangkan belitan bagian dalam menghasilkan torsi putar dengan efisiensi yang
baik.
Gambar 3.41-2 (i) memperlihatkan rangkaian ekuivalen untuk motor sangkar ganda satu
fase berkenaan dengan stator. Impedansi kedua sangkar secara efektif paralel. Resistan dan
reaktan luar dan dalam rotor berkenaan dengan/ dipandang dari sisi stator. Rangkaian eksitasi
(exciting) dihitung sebagai motor sangkar tunggal. Jika arus magnetisasi ( I o ) diabaikan, maka
rangkaian menjadi sederhana seperti diperlihatkan dalam gambar 3.41-2 (ii).
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
49
Gambar 3.41-1
Dari rangkaian ekuivalen, performansi motor dapat diprediksikan.
Impedansi total berkenaan dengan/ mengacu stator adalah :
Z o1 = R1 + j X 1 +
1
1 / Z 'i  1 / Z '
= R1 + j X 1 +
o
Z 'i Z 'o
Z 'i

Z'
o
Contoh Pada saat diam, impedan/ fase ekuivalen dari sangkar dalam dan sangkar luar suatu rotor
sangkar-ganda (double-cage rotor) mengacu stator berturut-turut adalah (0,4 + j 2)  .
Hitunglah perbandingan torsi yang dihasilkan oleh kedua sangkar (i) saat diam (ii) pada slip 5 %.
Jawab :
(i) Pada saat diam (s =1)
Impedan sangkar dalam, Z i' =
(0,4) 2  (2) 2 = 2,04 
Impedan sangkar luar, Z o =
(2) 2  (0,4) 2 = 2,04 
Daya masukan ke sangkar luar, Po = I o2 Ro' = 2 I o2
Daya masukan ke sangkar dalam, Pi = I i2 Ri' = 0,4 I i2

2 I o2
 Io 
Po
 
=
=
=
5
I 
Torsi sangkar dalam (Ti )
Pi
0,4 I i2
 i 
Torsi sangkar luar (To )
 Z'
= 5  i'
 Zo

2
2

 2,04 
 = 5
 =5

 2,04 

2
To
=5
Ti
Catatan,
bahwa pada saat asutan, torsi sangkar luar adalah 5 kali yang terjadi pada sangkar dalam.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
50
(i)
(ii)
Gambar 3.41-3
(ii) Ketika slip s = 0,05

Z o' =
(2 / 0,05) 2  (0,4) 2 = 40 
Z i' =
(0,4 / 0,05) 2  (2) 2 = 8,25 
Io
8,25
=
= 0,206
40
Ii
Po =
I o2 Ro'
I o2  2
=
= 40 I o2 ;
0,05
s
2
Pi =

I i Ri'
s
=
I i2  0,4
= 8 I i2
0,05
40 I o2
To
Po
=
=
=5
Ti
Pi
8 I i2
 Io

I
 i
2

 = 5  (0,206)2 = 0,21


Catatan, bahwa selama keadaan berputar, sangkar bagian dalam menghasilkan torsi yang
lebih besar. Gambar 3.41-3 (ii) memperlihatkan karakteristik torsi-kecepatan dari sangkar
individual dan gabungan karakteristik torsi-kecepatan.
Terjemahan dari buku:
V.K. Mehta, Rohit Mehta “Principles of Electrical machines”, 2002.
Bahan kuliah Mesin Elektrik 2 (Asinkron)
(diterjemahkan oleh: Kunto. W -2006)
51
Download