laju polutan dalam ekosistem laut

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXXII, Nomor 2, Tahun 2007 : 21 -28
ISSN 0216-1877
LAJU POLUTAN DALAM EKOSISTEM LAUT
Oleh
Rachma Puspitasari 1)
ABSTRACT
POLLUTANT FATE IN MARINE ECOSYSTEM. A toxic pollutant which enters
an aquatic ecosystem can change the organism life. Three phases will be happen to
organism if a pollutant enters marine system continuously i.e bioconcentration,
bio accumulation, and biomagnification. If a concentration of pollutan raise
simultanously, bioconcentration will be happened. Bioconcentration refers to an
increase in concentration of a pollutant in the environment; bioaccumulation refers
to how pollutants enter a food chain (from the environment to the first organism in a
food chain); biomagnification refers to the tendency of pollutants to be concentrated
as they move from one trophic level to the next level.
PENDAHULUAN
biota akuatik yang aman. Bila konsentrasi
polutan yang masuk terus bertambah maka akan
terjadi biokonsentrasi yaitu peningkatan
konsentrasi suatu polutan dalam suatu ekosistem
(ANONYM, 1993). Keberadaan polutan dalam
suatu lingkungan akan sangat mempengaruhi
kehidupan makhluk hidup di dalamnya.
Tulisan ini bertujuan memberikan gambaran
tentang laju suatu polutan yang masuk ke suatu
ekosistem di laut dan bagaimana pengaruhnya
terhadap organisme yang berada di dalamnya.
Masuknya bahan-bahan yang bersifat
toksik ke suatu ekosistem akuatik akan
menimbulkan perubahan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup organisme
yang ada di dalamnya. Perubahan ini juga
mempengaruhi fungsi dan kegunaan air laut
menjadi tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. Air yang tercemar tidak lagi bisa
digunakan untuk kehidupan karena tidak
memenuhi syarat-syarat kesehatan dan tidak
bisa menjadi habitat
21
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
LAJU POLUTAN DALAM
EKOSISTEM LAUT
Polutan dapat masuk ke suatu
lingkungan dengan berbagai cara. Misalnya
unsur logam yang dapat masuk secara alami
karena sudah berada di bumi, batuan dan tanah
secara alamiah kemudian masuk ke lingkungan
laut melalui hujan dan erosi. Sumber lainnya
adalah melalui buangan industri, limbah rumah
tangga, pertanian. Laut sering dijadikan sebagai
lokasi pembuangan akhir dari berbagai sisa
aktivitas manusia di daratan. Banyak sumber
polutan pencemar lingkungan akuatik, salah
satunya adalah logam, yang kini banyak dipakai
dalam proses industri dan dipakai oleh manusia
dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik,
bahan bakar dan lainnya. Limbah tersebut
mengandung bahan kimia yang bersifat toksik
terhadap biota perairan misalnya mengandung
logam berat dan pestisida. Keadaan ini
menyebabkan kondisi lingkungan tidak sesuai
lagi dengan peruntukannya, yang pada
gilirannya akan berpengaruh pula terhadap
sumberdaya hayati perairan. Selain itu
pencemaran yang terjadi akan berdampak bagi
manusia sebagai pengguna sumberdaya laut.
Gambar 1 memperlihatkan pengaruh
masuknya suatu polutan ke dalam ekosistem
laut. Polutan dapat masuk ke air dan sedimen
dan dapat mempengaruhi rantai makanan.
Respon yang timbul akan bermacam-macam,
dari tingkat organisme contohnya adalah efek
psikologis, patologis, penurunan kondisi
lingkungan, pertumbuhan, fekunditas dan
ketahanan hidup. Pada tingkat populasi dapat
menimbulkan penurunan kelimpahan dan
reproduksi dan pada tingkat komunitas, dapat
menimbulkan penurunan keanekaragaman dan
kepadatan serta perubahan struktur tropik
(ANONYM, 1998). Jadi, masuknya suatu
polutan akan membawa dampak yang luas mulai
dari tingkat organisme sampai tingkat komunitas
bahkan bisa meluas sampai ekosistem.
22
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
BIOKONSENTRASI DAN
BIOAKUMULASI
Tahap pengambilan, penyimpanan dan eliminasi
dari proses bioakumulasi ini akan dijelaskan
lebih lanjut dalam Gambar 2. Gambar 2
menjelaskan tentang salah satu contoh proses
uptake, distribusi, metabolisme, dan
penyimpanan polutan serta ekskresi polutan dari
dalam tubuh mamalia.
Biokonsentrasi merupakan kondisi
peningkatan konsentrasi polutan di lingkungan.
Biasanya kadar polutan akan di atas kadar
normal yang diperbolehkan. Organisme yang
mengalami pemaparan bahan toksik terus
menerus akan mengalami bioakumulasi.
Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana
substansi kimia mempengaruhi makhluk hidup
dan ditandai dengan peningkatan konsentrasi
bahan kimia di tubuh organisme dibandingkan
dengan konsentrasi bahan kimia itu di
lingkungan. Karena penyerapan bahan kimia ini
lebih cepat daripada proses metabolisme dan
ekskresi tubuh organisme, maka bahan-bahan
kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh
(ANONYM, 1993). Menurut MADER (1996),
bioakumulasi merupakan peningkatan
konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan
dari lingkungan ke organisme pertama pada
rantai makanan. ANONYM (1993) menyatakan
bahwa proses bioakumulasi melibatkan tahaptahap antara lain:
1. Pengambilan (Uptake), yaitu masuknya
bahan-bahan kimia (melalui pernafasan,
atau adsorbsi melalui kulit, pada ikan
biasanya dapat melalui insang);
2. Penyimpanan (Storage), yaitu penyimpanan
sementara di jaringan tubuh atau organ.
Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah
di dalam tubuh organisme dan bila kadarnya
sampai melebihi kadar bahan tersebut di
lingkungan (air atau udara) maka proses
bioakumulasi telah terjadi; dan
3. Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan
kimia menjadi senyawa yang lebih
sederhana, dapat dilakukan dengan proses
biologik disebut metabolisme
23
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PROSES MASUKNYA BAHAN KIMIA
KE DALAM TUBUH ORGANISME
dapat diadsorbsi oleh partikel sedimen, sehingga
membatasi mobilitas polutan dan availibilitas
terhadap organisme akuatik. Namun,
keberadaan polutan dalam sedimen
memungkinkan terambilnya polutan tersebut
oleh organisme benthik tertentu, misalnya
makroinvertebrata benthik (grazer), yang
menggunakan partikel sedimen (organik)
sebagai sumber makanannya. Selain itu,
organisme benthik yang bersifat filter feeder
(bivalvia), memungkinkan berinteraksi langsung
dengan polutan.
a. Uptake (pengambilan)
Proses penyerapan bahan kimia ke
dalam tubuh organisme melalui sel umumnya
melibatkan proses difusi, yaitu proses
perpindahan dari tempat yang berkonsentrasi
tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.
Kemampuan bahan kimia untuk berpindah
tempat itu disebut potensial kimia. Banyak
faktor yang mempengaruhi potensial kimia dari
suatu bahan diantaranya adalah kelarutan bahan
tersebut dalam air. Ada bahan yang bersifat
mudah larut dalam air disebut lipofobik/
hidrofilik dan ada yang sukar larut dalam air
tetapi mudah larut dalam lemak disebut
lipofilik/hidrofobik. Bahan yang lipofilik akan
dengan mudah terserap masuk ke dalam sel
suatu oganisme karena ada kesamaan sifat
lingkungan dengan sel sehingga dapat dengan
mudah menembus lapisan lemak pada membran
sel. Bahan yang hidrofilik umumnya mempunyai
peluang yang kecil untuk terbioakumulasi
karena mengalami kesulitan melewati membran
sel (ANONYM, 1993).
Senyawa yang mempunyai stabilitas
kimiawi yang rendah, cenderung mengalami
hidrolisis, sehingga tidak menimbulkan efek
merugikan bagi ekosistem akuatik, kecuali bila
senyawa tersebut mengalami transformasi
menjadi senyawa (produk) yang toksik. Dalam
ekosistem akuatik, senyawa yang bersifat volatil
cenderung tidak berada dalam waktu yang lama.
Polaritas senyawa berperan penting dalam
menentukan distribusi dan persistensi senyawa
tersebut. Senyawa hidrofilik cenderung terlarut
dan terdistribusi pada permukaan air. Sebaliknya
senyawa lipofilik berasosiasi dengan materi
organik yang berada di dalam sedimen
(ANONYM, 1993).
Pada sedimen sungai dan danau
terdapat bentuk asosiasi antara partikel organikanorganik dengan organisme. Polutan organik
b. Storage (penyimpanan)
Faktor yang sama seperti stabilitas
kimia, potensial kimia, sifat kelarutan bahan
juga berpengaruh pada penyerapan di dalam
tubuh organisme. Beberapa bahan kimia akan
dengan mudah berikatan dengan protein atau
dapat juga terlarut dalam lemak. Jika bahan kima
yang masuk ke dalam tubuh hanya sedikit atau
proses penyerapan hanya bersifat sementara,
bahan kimia tidak terikat kuat di dalam sel dan
dapat dieliminasi oleh tubuh. Walaupun
demikian ada beberapa perkecualian untuk
jenis logam berat seperti merkuri (Hg), copper
(Cu), cadmium (Cd), kobalt (Co) dan timbal
(Pb), walaupun bersifat hidrofilik tetapi mereka
dapat terikat erat dengan tempat-tempat tertentu
dalam tubuh sehingga dapat terakumulasi
(ANONYM, 1993).
c. Eliminasi
Bioakumulasi sebenarnya merupakan
proses yang esensial dan normal untuk proses
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh bagi
semua makhluk hidup. Tanpa proses ini, tubuh
tidak akan dapat menyimpan unsur-unsur yang
diperlukan. Organisme melakukan bioakumulasi
nutrien-nutrien penting seperti vitamin A, K dan
D, unsur mineral, asam lemak esensial dan asam
amino (ANONYM, 1993). Yang menjadi
perhatian untuk para ekotoksikologis adalah
berapa kadar bioakumulasi bahan kimia yang
24
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
membahayakan tubuh. Ketika suatu bahan kimia
masuk ke dalam tubuh dan terdistribusi, maka
bahan tersebut dapat diekskresikan, disimpan
atau dimetabolisme oleh tubuh tergantung
konsentrasi dan potensial kimia dari bahan
tersebut. Pada umumnya bahan-bahan kimia
yang masuk ke dalam tubuh organisme akan
dipecah dan diekskresikan. Proses pemecahan
bahan-bahan kimia secara biologi disebut
metabolisme. Kemampuan ini tergantung dari
jenis organisme juga tergantung pada
karakteristik dari bahan kimianya. Bahan kimia
yang lipofilik akan lebih lambat dieliminasi
daripada yang hidrofilik. Tetapi ada beberapa
perkecualian untuk insektisida diantaranya
Pyretin yaitu insektisida alami yang berasal dari
tanaman chrysanthemum yang bersifat lipofilik
(mudah larut dalam lemak), tetapi dapat dengan
mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi.
Chloropyrifos, bersifat hidrofilik tetapi sulit
terdegradasi, dan cenderung untuk terakumulasi.
Faktor lain yang mempengaruhi bioakumulasi
adalah lamanya terpapar bahan kimia tersebut.
Jadi bioakumulasi bervariasi pada setiap
individu dan jenis biota tergantung ukuran,
umur, laju metabolisme dan laju ekskresinya
(ANONYM, 1993).
air, maka polutan akan diekskresikan oleh
organisme sedangkan polutan yang larut dalam
lemak akan dapat bertahan di tempat-tempat
penyimpanan lemak dalam waktu yang cukup
lama (MADER, 1996). Keberadaan atau lama
waktu suatu polutan dalam suatu rantai makanan
juga sangat tergantung dari waktu paruh dan bioavailibilitas senyawa polutan tersebut dalam
organisme. Polutan lipofilik, misalnya PAHs,
tidak menunjukkan keberadaan dalam jangka
waktu yang lama dan menyebabkan terjadinya
biomagnifikasi, dalam suatu rantai makanan
(WALKER et at., 1996). Hal ini disebabkan
waktu paruh senyawa tersebut yang relatif
singkat. Beberapa invertebrata pada tingkat
trofik yang rendah (misal Mytilus edulis),
mempunyai kemampuan yang rendah dalam
melakukan metabolisme terhadap PAHs,
sehingga PAHs terakumulasi dalam kadar yang
rendah (WALKER et ah, 1996).
Jika bioakumulasi ini terus berlanjut
maka dapat terjadi biomagnifikasi.
Biomagnifikasi melibatkan rantai makanan
sebagai penghubungnya. Pada biomagnifikasi,
terlihat adanya peningkatan konsentrasi bahan
kimia pada tiap tingkatan trofik, jadi semakin
tinggi tingkatan trofiknya akan diikuti
peningkatan kadar bahan kimia tersebut.
Biomagnifikasi adalah kecenderungan
peningkatan kadar bahan kimia seiring
peningkatan level trofik pada jaring atau rantai
makanan. Proses ini dimulai ketika produsen
mengambil nutrien dari lingkungan sekitar untuk
disintesis menjadi molekul kompleks yang
berguna untuk proses biologis. Karena
ketersediaan nutrien terbatas di lingkungan,
tanaman umumnya menggunakan energinya
untuk memompa secara aktif nutrien masuk ke
dalam sel. Mereka kadang mengambil lebih dari
yang dibutuhkan dan menyimpannya dalam
jaringan. Akhirnya konsentrasi nutrien di dalam
jaringan tanaman akan lebih tinggi daripada
konsentrasi di lingkungan sekitar. Bahan-bahan
kimia secara kimia bersifat sama dengan
beberapa nutrien anorganik, mereka akan ikut
BIOMAGNIFIKASI
Bioakumulasi mengacu pada
bagaimana suatu polutan memasuki rantai
makanan sedangkan biomagnifikasi mengacu
pada kecenderungan polutan untuk terkonsentrasi dan berpindah dari satu tingkat
trofik ke tingkat berikutnya. Senyawa polutan
penyebab biomagnifikasi umumnya bersifat
mobile (mudah berpindah), long-lived (berumur
panjang), larut lemak dan bersifat aktif secara
biologis (MADER, 1996). Jika polutan berumur
pendek maka polutan akan dipecah sebelum
menjadi berbahaya; jika polutan tidak mobile,
maka polutan akan menetap di satu tempat dan
organisme yang terpengaruh hanya dalam
kisaran geografi sempit; jika polutan larut dalam
25
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
diserap dan tersimpan di jaringan tubuh
tanaman.
Langkah pertama dari proses
biomagnifikasi adalah ketika konsentrasi
kontaminan yang tersimpan pada tubuh
tanaman (produsen) lebih tinggi daripada
lingkungan sekitar. Tahap kedua terjadi ketika
produsen dimakan oleh konsumen. Artinya,
konsumen di atasnya akan mengkonsumsi
sejumlah biomassa dari tingkat trofik di
bawahnya. Jika biomassa mengandung
kontaminan maka kontaminan akan diambil oleh
konsumen. Padahal kontaminan dapat masuk
tidak hanya yang diperoleh dari produsen tetapi
juga dapat berasal dari penyerapan oleh tubuh
organisme itu sendiri (ANONYM, 2003).
Organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi,
misalnya ikan, mempunyai kemampuan untuk
mendetoksifikasi senyawa tersebut melalui
mekanisme induksi enzim mono-oksigenase,
sehingga kecenderungan terjadinya biomagnifikasi pada tingkat trofik yang lebih tinggi,
menjadi lebih kecil.
Contoh klasik fenomena biomagnifikasi yang terkenal adalah biomagnifikasi
senyawa PCB (Poly Chrolo Biphenyl) di Danau
Ontario, Kanada. Di danau itu, konsentrasi PCB
dalam fitoplankton mencapai 250 kali lipat
konsentrasi PCB air. Pada tingkat tropik
berikutnya, zooplankton mampu menimbun
PCB 500 kali lipat konsentrasi PC dalam air.
Nilai biokonsentrasi ini semakin bertambah
seiring dengan peningkatan taraf tropik, melalui
kelompok udang (Crustacea), ikan kecil (smelt)
ikan besar dan pada puncaknya burung Herring
Gull yang menimbun PCB dua puluh lima juta
kali lipat konsentrai PCB dalam air (COLBORN
et al., dalam WIDIANARKO, 1998).
Fenomena biomagnifikasi ini berimplikasi
pada manusia karena manusia menduduki
posisi puncak tingkat trofik pada hampir
semua rantai makanan dalam ekosistem.
Jadi dengan demikian, manusia adalah
makhluk
yang
menanggung
resiko
biomagnifikasi paling tinggi.
26
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
27
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
KESIMPULAN
ANONYM 2003. Bioconcentration,
Bioaccumulation and biomagnification
[online], http://web.ead.anl.gov/ecorisk/
fundamentals/html/th2/2.2.htm. 5th
August 2005.
Polutan yang memasuki lingkungan
laut secara terus menerus dapat mengalami
biokonsentrasi. Proses ini biasanya diikuti oleh
bioakumulasi dan biomagnifikasi yang akan
menimbulkan efek merugikan bagi organisme
akuatik. Bila biomagnifikasi terus berlanjut,
efeknya akan menimpa manusia sebagai
konsumen tertinggi dalam jaring-jaring
makanan. Oleh karena itu, pemantauan
konsentrasi polutan dalam lingkungan mutlak
diperlukan untuk dapat dilakukan antisipasi
sejak dini.
MADER, S.S. 1996. Biology 5th Ed. [online],
www. marietta. edu/~biol/102/
2bioma95.htm. 6th August 2006.
MANAHAN, S.E. 1994. Environmental
Chemistry. Sixth edition. CRC Press, Inc.
USA : 267 pp.
WIDIANARKO, B. 1998. Kontribusi
Toksikologi Lingkungan Untuk Kajian
Keamanan Pangan. Jurnal Pusat Studi
Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh
Indonesia Volume 18 No 1. Universitas
Indonesia : 35-44.
DAFTAR PUSTAKA
ANONYM 1993. Bioaccumulation [online].
http:// exto xnet.o rst .edu/tibs/
bioaccum.htm. 4 th August 2005.
WALKER, C.H.; S.P. HOPKINS; R.M SIBLY
and D.B. PEAKALL 1996. Principles of
Ecotoxicology. Taylor & Francis Ltd.
New York: 16-18.
ANONYM 1998. How does the aquatic
ecosystem react on pollutants? Toxicity
of aquatic life.http://www.lenntech.com/
aquatic/toxicity-response.htm. 23th
August 2006.
28
Oseana, Volume XXXII No. 2, 2007
Download