30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang merupakan salah satu kawasan konservasi yang teletak di provinsi Sulawawesi Utara dan memiliki topografi bergelombang, berbukit sampai bergunung dan sebagian kecil landai, mulai dari dataran rendah hingga berbukit dan ketinggian mulai dari 700 sampai dengan 1.869 m dpl. Tetapi ketinggian yang masih memiliki vegetasi hanya sampai pada ketinggian 1450 m dpl. Sedangkan untuk ketinggian 1500-1869 m dpl masih memiliki vegetasi akan tetapi vegetasi yang tumbuh di ketinggian ini hanya sejenis Saraca indica untuk vegetasi tumbuhan paku (Pteridophyta) sudah tidak ada lagi karena pada ketinggian terdapat kawah belerang. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode jelajah pada 4 ketinggian yakni dari ketinggian 700 m dpl terletak pada titik koordinat N 00⁰43’57,2” dan E 124⁰24’26,1”, ketinggian 1000 m dpl terletak pada titik koordinat N 00⁰44’18,3” dan E 124⁰24’47,8”, ketinggian 1200 m dpl terletak pada titik koordinat N 00⁰45’5,33” dan E 124⁰25’46,3”, dan ketinggian 1450 m dpl N 00⁰45’09,3” dan E 124⁰25’10,7”. 31 4.2 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang akan di uraikan adalah keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) dan bioekologi tumbuhan paku di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang. 4.2.1 Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Pada penelitian ini teridentifikasi 21 spesies tumbuhan paku (Pteridophyta), yang dikelompokan ke dalam 12 famili yang terdapat di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang, untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 3. Jumlah individu dari masing-masing spesies pada ketinggian 700 m dpl dapat dilihat pada Gambar 18. 250 Adiantum peruvianum 205 Angiopteris angustivolia Jumlah Individu 200 Selagenella weldonowi 150 100 Asplenium nidus 81 Polypodium sinuosum 90 71 63 51 56 50 22 35 Draymoglosum piloselloides Microsorum pustulatum Pyrrosia sp 0 Spesies Tumbuhan Paku Lygodium sp Gambar 18 : Grafik Jumlah Individu Masing-Masing Spesies Tumbuhan Paku (Pteridophyta) pada Ketinggian 700 m dpl Berdasarkan Gambar 18 diperoleh bahwa jumlah individu yang tertinggi pada ketinggian 700 m dpl adalah spesies Selagenella weldonowi dengan jumlah 205, spesies Draymoglosum piloselloides dengan jumlah 90, spesies Adiantum 32 peruvianum dengan jumlah 81, spesies Angiopteris angustivolia 71, spesies Pyrrosia sp dengan jumlah 63, spesies Polypodium sinuosum dengan jumlah 56, spesies Asplenium nidus 51, spesies Lygodium sp 35, dan jumlah individu yang terendah adalah spesies Microsorum pustulatum dengan jumlah 22. Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan pada ketinggian 700 m dpl diperoleh suhu 34,0⁰C, kelembaban 67%, intensitas cahaya 129,5 f.c dan pH tanah 6,6. 179 180 Jumlah Individu 160 Dipteris conjugata 140 120 Thelypteris paleata 88 100 80 60 53 Davallia trichomanoides Selagenella weldonowi 59 40 21 20 Cyathea sp 0 Spesies Tumbuhan Paku Gambar 19 : Grafik Jumlah Individu Masing-Masing Spesies Tumbuhan Paku (Pteridophyta) pada Ketinggian 1000 m dpl Berdasarkan Gambar 19 diperoleh bahwa jumlah individu yang tertinggi pada ketinggian 1000 m dpl adalah spesies Thelypteris paleata dengan jumlah 179, spesies Davalia trichomanoides dengan jumlah 88, spesies Selagenella weldonowi dengan jumlah 59, spesies Dipteris conjugata 53, dan jumlah individu terendah adalah spesies Cyathea sp dengan jumlah 21. Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan pada ketinggian 1000 m dpl diperoleh suhu 28,3⁰C, kelembaban 84%, intensitas cahaya 115,0 f.c dan pH tanah 6,8. 33 250 231 Dipteris conjugata Jumlah Individu 200 Cyathea sp 157 150 Gleichenia linearis 110 100 75 63 50 21 23 Dicranopteris dichotoma Hymenophylum autralle Gonioplebium persicfolium Blechnum capense 0 Spesies Tumbuhan Paku Gambar 20 : Grafik Jumlah Individu Masing-Masing Spesies Tumbuhan Paku (Pteridophyta) pada Ketinggian 1200 m dpl Berdasarkan Gambar 20 diperoleh bahwa jumlah individu yang tertinggi pada ketinggian 1200 m dpl adalah spesies Gleichenia linearis dengan jumlah 231, spesies Cyathea sp dengan jumlah 157, spesies Dicranopteris dichotoma dengan jumlah 110, spesies Hymenophylum autralle dengan jumlah 75, spesies Blechnum capense dengan jumlah 63, spesies Gonioplebium persicfolium 23, dan jumlah individu terendah adalah spesies Dipteris conjugata dengan jumlah 21. Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan pada ketinggian 1200 m dpl diperoleh suhu 26,5⁰C, kelembaban 77%, intensitas cahaya 170,2 f.c dan pH tanaha 5,8. 34 700 624 Dicranopteris linearis 561 600 Jumlah Individu 500 Lycopodium sp.1 400 Lycopodium sp.2 300 200 219 217 Blechnum capense 89 100 Hymenophylum autralle 0 Spesies Tumbuhan Paku Gambar 21 : Grafik Jumlah Individu Masing-Masing Spesies Tumbuhan Paku (Pteridophyta) pada Ketinggian 1450 m dpl Berdasarkan Gambar 21 diperoleh bahwa jumlah individu yang tertinggi pada ketinggian 1450 m dpl adalah spesies Dricnopteris linearis dengan jumlah 624, spesies Blechnum capense dengan jumlah 561 , spesies Lycopodium sp.1 dengan jumlah 219, spesies Hymenophylum autralle dengan jumlah 217, spesies Lycopodium sp.2 dengan jumlah 89,. Berdasarkan pengukuran faktor lingkungan ketinggian 1450 m dpl diperoleh suhu 21,9⁰C, kelembaban 88% , intensitas cahaya 183,3 f.c, dan pH tanah 5,8. Diketahui bahwa jumlah spesies tumbuhan paku yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu 21 spesies, walaupun pada ketinggian 1750 tidak ditemukan spesies tumbuhan paku (Pteridophyta) karena pada ketinggian ini sudah terdapat kawah belerang. Jumlah individu dari masing-masing spesies juga berbeda. Selanjutnya data diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kuntitatif untuk menghitung indeks keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta). 35 Untuk lebih jelasnya, indeks keanekaragaman pada masing-masing ketinggian yang diperoleh dengan menggunakan Shannon-Wiener, dapat dilihat pada Gambar 22. Indeks Keanekaragaman 2.5 2.01 1.97 2 700 m dpl 1.5 1000 m dpl 1200 m dpl 1 0.77 0.5 1450 m dpl 0.10 0 Spesies Tumbuhan Paku Gambar 22 : Grafik Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Berdasarkan Gambar 22 diperoleh bahwa indeks keanekaragaman sedang ada pada ketinggian 700 m dpl dengan nilai 2,01, dan ketinggian 1000 m dpl dengan nilai 1,97, kemudian ketinggian 1200 m dpl dengan nilai 0,77 dan ketinggian 1450 m dpl dengan nilai 0.10 ini termasuk indeks keanekaragaman terendah. Indeks keanekaragaman dikategorikan berada pada skala H 1 ≤, H < 3 (Nilai H’ < 2,01,) diperoleh keanekaragaman spesies sedang, bila ditinjau dari kriteria keanekaragaman spesies yang diungkapkan oleh Fachrul (2007), bahwa keanekaragaman spesies keanekaragamannya sedang. pada kawasan tersebut dikategorikan 36 4.2.2 Faktor Lingkungan Bersifat Biologis (Biotik) Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Pengamatan faktor lingkungan yang bersifat biologis (biotik) yang dilakukan pada lokasi penelitian terdiri dari organisme sebagai tempat inangnya (epifit) tumbuhan paku, yang menaungi dan tumbuhan yang dinaunginya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 : Hasil Pengamatan Faktor Biologis (Biotik) Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang. No Spesies Paku (Pteridophyta) 1 Polypodium sinuosum, Asplenium nidus 2 Pyrrosia sp 3 Microsorum pustulatum 4 Draymoglosum piloselloides 5 6 Gleichenia linearis, Davallia sp Dicranopteris dichotoma, Angiopteris angustifolia Spesies Pohon Inang Eucalypthus urophylla, Pandanus tectoricus Leucaena leucocephala Calophyllum inophyllum Eugenia aromaticum, Leucaena leucocephala, Coffea Arabica - - Spesies Tumbuhan Menaungi Spesies Tumbuhan Dinaungi - - - - - - - - Acacia coa, Palaquium obtusifolium - 7 Hymenophylum autralle, Pandanus tectoricus, Piper aduncum 8 Gonioplebium persicfolium Cyathea sp Murdannia keisak 37 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur ditemukan 21 jenis tumbuhan paku (Pteridophyta). Kawasan ini memiliki potensi beragam untuk tumbuhan paku, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan hasil analisis data yang telah dipaparkan pada hasil penelitian dengan indeks keanekaragaman serta kondisi faktor lingkungan (fisik dan biologis) pada masingmasing ketinggian yang terdapat di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang. Ketinggian 700 m dpl (Gambar 18) ditemukan 9 jenis tumbuhan paku indeks keanekaragamannya sedang, karena pada ketinggian tersebut terjadi pembukaan lahan yang dijadikan perkebunan masyarakat, maka terjadi perubahan habitat sehingga keanekaragaman tumbuhan paku sedang. Kondisi keanekaragaman paku di sub kawasan Cagar Alam Gunung Ambang dipengaruhi oleh faktor bioekologi yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang terdiri dari jenis-jenis tumbuhan sebagai substrat atau habitat tumbuhan paku, karena pada ketinggian ini selain paku terestrial terdapat juga beberapa jenis paku epifit, paku epifit ini dapat ditemukan pada bagian percabangan tumbuhan inangnya berupa Eucalypthus urophylla, Leucaena leucocephala, Pandanus tectoricus, Calophyllum inophyllum, Coffea arabica, Eugenia aromaticum bagian percabangan pohon didominasi oleh jenis-jenis paku epifit yang menyukai cahaya matahri yang cukup, dengan keadaan temperatur yang sesuai menyebabkan jenis tumbuhan paku epifit yang hidup mendominasi percabangan pohon inang. 38 Faktor abiotiknya berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan pH tanah, kisaran kelembaban udara di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang yaitu 75 % - 87 %. Sedangkan paku terestrial lebih menyukai kondisi lingkungan yang lembab, karena terjadi interaksi antara tumbuhan paku dengan tumbuhan yang menaunginya, sehingga itu tumbuhan paku di kawasan ini masih memiliki keanekaragaman spesies. Menurut Azemi et al (1996) dalam Hariyadi (2000) variasi epifit lebih disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim mikro. Masingmasing strata pohon memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda. Pada bagian bawah dan tengah banyak mendapatkan perlindungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro yang berbeda dibandingkan dengan kondisi bagian atas. Bagian bawah dan tengah pohon lebih lembab sedangkan untuk bagian atas pohon merupakan bagian yang terkena cahaya matahari langsung. Ketinggian 1000 m dpl (Gambar 19) ditemukan 5 jenis tumbuhan paku indeks keanekaragamannya sedang, karena pada ketinggian tersebut sudah termasuk kawasan hutan dimana tumbuhan paku di ketinggian ini jenisnya sedikit karena terjadi interaksi yang dipengaruhi oleh faktor bioekologi yaitu faktor abiotik berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan pH tanah. tempat ini memiliki kelembaban tinggi dan terlindungi dari cahaya matahari langsung. Jenis tumbuhan paku yang terdapat di ketinggian ini tergolong tumbuhan paku yang hidup di bawah naungan atau terlindungi. Faktor biotiknya berupa tumbuhan yang menaungi antara lain yaitu Laucaena leucocephal, Palaquium obtusifolium, Cyathea sp, Calophyllum inophyllum. Hal ini didukung oleh pernyataan Hidayat 39 dalam Dayat (2000) bahwa ada jenis tumbuhan paku yang hidup di bawah naungan atau terlindung (shadefern). Ketinggian 1200 m dpl (Gambar 20) ditemukan 7 jenis tumbuhan paku. indeks keanekaragaman tumbuhan paku pada ketinggian ini adalah keanekaragamannya rendah, karena pada ketinggian tersebut termasuk kawasan tegalan, karena terjadi interaksi antara tumbuhan paku dengan kondisi bioekologinya berupa faktor (abiotik) lingkungannya lembab dan intensitas cahaya yang kurang sehingga menyebabkan keanekaragamannya rendah. Sedangkan untuk faktor biotiknya berupa tumbuhan yang menaungi jenis paku, di ketinggian ini banyak jenis paku pohon yang lebih mendominasi tempat yang ternaung antara lain Palaquium obtusifolium, Piper aduncum, Cyathea sp. Menurut LIPI dalam Lubis (2009) paku di hutan umumnya paku yang menyukai naungan dan terlindung dari panas serta angin kencang, di hutan yang tertutup ditandai dengan intensitas yang kurang dan kelembaban yang tinggi. Ketinggian 1450 m dpl (Gambar 21) ditemukan 4 jenis tumbuhan paku spesies yang ditemukan pada ketinggian 1450 m dpl yakni spesies Dicranopteris linearis, Blechnum capense, Lycopodium sp.1, Lycopodium sp.2. Kondisi keanekaragaman tumbuhan paku di sub kawasan Cagar Alam Gunung Ambang dipengaruhi oleh faktor bioekologi yang terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang berupa suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya dan pH tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan paku. Selain itu juga disebabkan karena adanya upaya tumbuhan paku dalam merespon pengaruh kondisi lingkungan untuk usaha mempertahankan hidup. Pada ketinggian 1450 m dpl jenis tumbuhan 40 paku yang ditemukan sedikit, hal ini disebabkan karena faktor biotik yang dijadikan tempat untuk berinteraksi antara lain berupa pepohonan sebagai tempat naungan kurang sehingga mengakibatkan intensitas cahaya matahari langsung menyinari tumbuhan paku, keadaan seperti ini menyebabkan hanya jenis paku tertentu yang bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Menurut Holdridge dalam Lubis (2009) menjelaskan bahwa berkurangnya jumlah jenis dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketinggian dan curah hujan yang berkurang. Sedangkan ketinggian 1750 m dpl sudah tidak ditemukan lagi spesies tumbuhan paku hal ini disebabkan karena pada ketinggian ini terdapat kawah belerang sehingga menyebabkan tidak ada spesies tumbuhan paku yang bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan tersebut. Jenis Blechnum capense selain ditemukan pada ketinggian 1450 m dpl dapat juga ditemukan pada ketinggian 1200 m dpl, ditinjau dari faktor bioekologi yaitu faktor abiotik dan biotik jenis paku ini mampu beradaptasi dan cocok untuk lingkungan yang ternaungi yang memiliki intensitas cahaya yang kurang serta kelembaban yang tinggi. Sehingga keanekaragaman di ketinggian ini dikategorikan keanekaragamannya rendah, hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Arini, 2009) jenis paku tersebut ditemukan hidup pada habitat berpasir yang dekat dengan kawah Gunung Ambang yaitu di atas ketinggian 1.200 m dpl. Nilai indeks keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) yang berada di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang diperoleh dengan analisis data memiliki nilai yang dikategorikan pada skala H 1 ≤, H < 3 (Nilai H’ < 2,01,) bahwa indeks keanekaragamannya sedang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan (abiotik) 41 dan biologis (biotik) yang diperoleh dengan suhu yang berada pada masingmasing ketinggian yaitu ketinggian 700 m dpl diperoleh suhu 34,0⁰C, kelembaban 67%, intensitas cahaya 129,5 f.c dan pH tanah 6,6. Ketinggian 1000 m dpl diperoleh suhu 27,3⁰C, kelembaban 71%, intensitas cahaya 115,6 f.c dan pH tanah 6,8, ketinggian 1200 m dpl diperoleh suhu 26,5⁰C, kelembaban 77%, intensitas cahaya 170,2 f.c dan pH tanaha 5,8. Serta ketinggian 1450 m dpl diperoleh suhu 21,9⁰C, kelembaban 88% , intensitas cahaya 183,3 f.c, dan pH tanah 5,8. Tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki kisaran 21-27 o C untuk pertumbuhannya. Dengan keadaan temperatur yang sesuai menyebabkan banyak jenis tumbuhan paku yang hidup di kawasan hutan tropis. Kisaran kelembaban udara di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang yaitu 75 % - 87 % sehingga itu tumbuhan paku di kawasan ini masih memiliki keanekaragaman, karena kisaran kelembaban tersebut merupakan kelembaban yang baik untuk pertumbuhan paku. Hal ini didukung oleh pernyataan Hoshizaki dan Moran, (2001) kelembaban relatif yang baik bagi pertumbuhan tumbuhan paku pada umumnya berkisar antara 60-80 %. Intensitas cahaya yang baik bagi pertumbuhan paku berkisar antara 200-600 f.c (foot-candles), dan pH tanah netral berkisar 7-7,2 dengan substrat tanah tempat tumbuh tumbuhan paku dengan tipe tanah lembab dan ada pula spesies paku yang tumbuh dengan substrat tanah berpasir. Berdasarkan hal tersebut sesuai apa yang diungkapkan oleh Irwanto (2007) bahwa suatu kawasan yang hanya didominasi oleh spesies-spesies tertentu 42 saja, maka kawasan tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman yang rendah. Selain itu Indriyanto (2008), mengungkapkan bahwa suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan.