1 JURNAL ILMIAH PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (STUDI DI PT. FIF GROUP MATARAM) Oleh : DIAN PRAMUDITA D1A 212 107 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016 2 Halaman pengesahan Jurnal Ilmiah PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (STUDI DI PT. FIF GROUP MATARAM) Oleh : DIAN PRAMUDITA D1A 212 107 Menyetujui: Pembimbing Pertama, Dr.H.Hirsanuddin, SH.,M.Hum Nip.196212311988031011 3 PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (STUDI DI PT. FIF GROUP MATARAM) DIAN PERAMUDITA D1A.212.107 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mengetahui penerapan perinsip syariah dalam perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan (PT. FIF Group mataram),untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila salah satu pihak wanprestasi.. Adapun metode yang digunakan yaitu metode pendekatan undang undang dan pendekatan sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian didalam operasionalnya akad yang digunakan oleh FIF cabang mataram adalah akad murabahah, akan tetapi dari segi penerapan perinsip syariahnya masih belum diterapkan sama sekali karna tidak sesuai dengan perinsip islam seperti biasanya, dan upaya yang dilakukan oleh pihak FIF cabang mataram untuk menyelesaikan sengketa konsumen adalah melalui musyawarah jika tidak bisa diselesaikan secara musyawarah maka pihak perusahaan menyelesaikan sengketa tersebut melalui pengadilan agama dan tidak membatasi kesepakatan para pihak untuk menyelesaikannya di peradilan lain. Kata kunci : perinsip syariah, pembiayaan konsumen APPLICATION OF ISLAMIC PRINCIPLES OF CONSUMER FINANCING AGREEMENT ( STUDY IN PT . FIF GROUP Mataram ) ABSTRACT The aim of research to determine the application of Islamic perinsiple in consumer financing agreements undertaken by finance companies (PT.FIF group mataram), to know what the dispute settlement if one party defaults. The method used is the method of approach and ppendekatan sociological laws. Based on the research results in operational covenants used by FIF branch mataram is murabahah, but in terms of the application of Islamic perinsiple is still yet to be implemented at all because we are not in accordance with Islamic perinsiple as usual, and the efforts made by the FIF branch mataram to resolve consumer disputes is through consensus if it could not be solved amicably then the company settle it through religious courts whose jurisdiction includes the first party branch office with no limit agreement of the parties to resolve it in the other court. Keywords: perinsip Islamic consumer financ i I. PENDAHULUAN Pembiayaan konsumen merupakan salah salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan finansial yang bergerak dalam bidang pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala.1 Pada saat ini perusahaan pembiayaan syariah berkembang sangat pesat dikarenakan lembaga ini memiliki keistimewaan yaitu melekat pada konsep (built in concept) dengan orientasi pada kebersamaan. Orientasi kebersamaan inilah yang menjadikan perusahaan pembiayaan syariah mampu tampil sebagai alternatif pemberian pembiayaan dengan mengganti sistem bunga seperti pada pembiayaan konvensional lainnya. Selain itu pembiayaan syariah ini merupakan penyaluran dana ke masyarakat yg berupaya menghindarkan diri dari riba. Secara etimologis riba berarti perluasan, pertambahan, dan pertumbuhan dan secara teknis riba merupakan suatu pengambilan tambahan dari harga pokok atau modal secara bathil.2 Perusahaan pembiayaan syariah memiliki kegiatan usaha berupa sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan akad ijarah atau akad ijarah Muntahiyah bittamlik, Anjak piutang yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujroh, pembiayaan konsumen yang dilakukan Akad Murabahah, Akad Salam atau Akad Istisna, dan usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, serta kegiatan pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Penerapan prinsip Syariah dalam pembiayaan konsumen perusahaan pembiayaan dapat menggunakan Akad Murabahah, Akad Salam, atau Akad Istisna. Secara bahasa Arab Akad (alaqdu) merupakan terjemahan dari suatu perikatan atau perjanjian, persetujuan dan lainnya. Salah 1 2 Ibid. http://www.google.co.id/search?ie=ISO-88591&q=pembiayaan+konsumen+berbasis+syariah&btnG/diakses tanggal 19 Januari Tahun 2016,Jam 09:20. ii satu kegiatan pembiayaan konsumen pada perusahaan pembiayaan syariah menggunakan akad Murabahah. Murabahah merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang sudah disepakati. Karakteristik Murabahah adalah bahwa penjual harus memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut, dengan adanya jual beli berarti antara kedua belah pihak telah melakukan perikatan. Dalam pelaksanan kegiatan pembiayaan konsumen perusahaan pembiayaan dalam hal ini PT. FIF Group apakah telah melakukan akad sesuai dengan prinsip syariah. Terkait dengan perkembangan pembiayaan FIF Group tidak lupa pula dalam penerapan prinsip Syariah pada pembiayaan konsumen harus ditunjang dengan penerapan asas kesetaraan dan keseimbangan para pihak, terutama dalam menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam melaksanakan akad Murabahah. Penerapan asas persamaan dan kesetaraan pada akad Murabahah bertujuan untuk menjamin segala hak dan kewajiban para pihak baik dalam menentukan klausula akad, dalam pelaksanaan akad, dan hak kewajiban para pihak apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak. Berdasarkan permasalahan di atas, maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana penerapan prinsip syariah dalam perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan (PT. FIF Group Mataram)? 2. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan prinsip syariah dalam perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan (PT. FIF Group iii Mataram), untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa apabila salah satu pihak wanprestasi. Sedangkan manfaat Penelitian ini adalah mamfaat Secara Teoritis dan mamfaat Secara praktis Jenis Penelitian ini adalah penelitian Normatif ditunjang dengan penelitian Empirik. Metode Pendekatan yang digunakan : Pendekatan Undang-Undang (statue approach) adalah pendekatan yang mengkaji tentang asas-asas hukum, norma-norma hukum, dan peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan penerapan prinsip syariah dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Pendekatan sosiologis (sociological Approach) Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang mengambil bahan-bahan atau data dari lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. iv II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penerapan Prinsip Syariah Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Pembiayaan (PT.FIF Group Mataram) Perkembangan perusahaan yang bergerak di bidang industri multi finance mengalami pertumbuhan pesat pada tahun 2010, begitu banyaknya perusahaan multi finance yang beroperasi di Indonesia tetapi sampai awal 2016 ini belum ada UndangUndang khusus yang mengatur usaha tersebut. Regulasi yang berlaku sampai saat ini baru sampai pada tingkat Keputusan Menteri dan Peraturan Pemerintah (PP No.9/2009 Tentang Lembaga Pembiayaan dan Peraturan Menteri Keuangan No.84/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan ) FIF syariah dibentuk oleh Astra Group yang mana sebelumnya ditangani oleh PT AMF (Astra Multi Finance), namun seiring berjalannya waktu FIF syariah mengambil alih perusahaan sehingga masuk dalam PT. FIF. Dari tahun 2005 hingga tahun 2009 FIF syariah mampu mencakup 165 cabang diseluruh Indonesia, dan perusahaan ini hanya menjual produk Honda saja dalam pembiayaan motor karna Honda masih satu anak perusahaan PT. Astra Tbk. Sementara itu FIF Syariah mulai diterapkan oleh PT. FIF Group Cabang Mataram sejak tahun 2010. Mengenai produk pada FIF Sejauh ini produk pembiayaan motor syariah pada dasarnya adalah sama jenisnya dengan produk konvensional dan yang membedakan hanya terletak pada moralitas dan penerapan akadnya.. Akad yang digunakan dalam pembiayaan syariah menggunakan murabahah atau dengan cara dicicil.3 3 Hasil Wawancara Dengan Bapak L. Pending Dadieh Permana (Kepala Departemen CR2), Tanggal 04 Agustus 2016,Jam 10:00. v Karakteristik pembiayaan Syariah Pembiayaan konsumen syariah merupakan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran berdasarkan prinsip syariah, antara lain yang pertama : yaitu penjualan dengan batas laba yang disetujui bersama antara pembeli dan penjual dengan pembayaran harga dapat dilakukan dengan tunai ataupun cicilan sesuai dengan kesepakatan. Kedua Salam, akad pembiayaan untuk pengadaan barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak. Ketiga, Istisna’ yaitu akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Mustashni) dan penjual (Shani) dengan harga yang disepakati bersama oleh para pihak.4 Secara teori ada tiga hal yang menjadi ciri dari pembiayaan berbasis syariah : 1)Bebas bunga,2) Berprinsip bagi hasil dan risiko, 3) Perhitungan bagi hasil tidak dilakukan dimuka. Dasar pemikiran tentang prinsip syariah dan penerapannya dalam perjanjian pembiayaan konsumen (FIF Group) Mengenai pemikiran tentang prinsip Syariah, Maisyir, Gharar, Riba,dan Bathil merupakan hal-hal mendasar yang harus dihindari oleh pelaku kegiatan perniagaan dalam islam, apapun bentuknya entah itu perdagangan jasa, perbankan,Asuransi, pegadaian, dan kegiatan perniagaan atau bisnis lainnya. 4 Eldri Salahudin Azhar, Loc.cit, hlm.33. vi Dalam hal ini pembiayaan konsumen prinsip yang digunakan oleh para pihak adalah prinsip jual beli dengan akad sebagai berikut :5 a. Murhabahah, dalam prinsip ini antara perusahaan pembiayaan dan konsumen dapat melakukan perikatan jual beli dengan system murhabahah, yaitu jual beli dengan adanya tambahan dari harga asal. Konsumen yang memiliki kebutuhan benda tertentu dapat mengajukan permohonan kepada perusahaan pembiayaan untuk membeli benda tersebut. Benda yang telah dibeli oleh perusahaan pembiayaan, kemuadian akan dijual kembali kepada konsumen dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal. Kelebihan harga ini tentunya didasarkan pada kesepakatan diantara keduanya. Pembayaran yang dilakukan oleh konsumen biasanya dalam bentuk angsuran, meskipun tidak dilarang untuk membayar secara tunai. b. Istishna’, perikatan jual beli yang dilakukan antara perusahaan pembiayaan dan konsumen dapat juga dilakukan dengan istishna, yaitu perusahaan pembiayaan sebagai pernjual (shani’) mendapat pesanan dari konsumen sebagai pembeli (mustashni’) dengan cara pembayaran dimuka, secara angsuran atau ditangguhkan pada waktu tertentu. Dalam hal ini, barang yang dibutuhkan oleh konsumen tidak seketika itu ada, tetapi harus dilakukan proses pembuatannya terlebih dahulu. Karna perusahaan pembiayaan adalah lembaga keuangan bukan perusahaan industri, maka perusahaan pembiayaan (mustashni’) akan melakukan pemesanan kembali kepada perusahaan industri (shani’) untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh konsumen. Dalam hal jual beli yang kedua ini, disebut juga dengan ishtisna’ parallel. Keuntungan yang diperoleh perusahaan pembiayaan adalah berupa selisih harga dari konsumen dengan harga jual kepada pembeli. c. Salam, perikatan 5 Gemala Dewi dan wirdianingsih, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm.157-158. vii salam pada perusahaan pembiayaan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perikatan ishtisna’ yang telah diuraikan sebelumnya. Perbedaan terletak pada pembayaran harga dan sifat akadnya. Pembayaran harga pada salam dilakukan pada saat akad dilakukan. Sifat akad dari salam adalah mengikat secara asli (thahabi’i), yaitu mengikat semua pihak sejak awal, sedangkan sifat akad dari istishna’adalah mengikat secara ikutan (thaba’i), yaitu mengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen secara tidak bertanggung jawab. Pada perikatan salam konsumen berkedudukan sebagai pembeli (muslam), sedangkan perusahaan pembiayaan sebagai penjual (muslam ilaih). Perusahaan pembiayaan juga dapat melakukan salam parallel dengan supplier. Pada salam parallel perusahaan pembiayaan adalah muslam dan supplier adalah muslam ilaih. Dalam oprasionalnya di FIF Group Mataram akad yang digunakan Juga adalah Murabahah. Meskipun akad yang digunakan adalah berdasarkan akad syariah, tetapi dari penerapan prinsip syariahnya masih belum sesuai dengan prinsip syariah yang sebenarnya. Karna dilihat dari praktik sehari-hari tidak ada yang membedakan antara syariah dan konvensional. Contohnya dalam penetapan bunga pada konvensional, di dalam pembiayaan syariahpun menetapkan bunga (Bagi hasil). Cuma bedanya pada saat konsumen (Costumer) melakukan pelunasan dimuka tidak dikenakan biaya Administrasi, kalau pemotongan bunganya jika pelunasan dimuka tetap sama dengan yang konvensional.6 6 Hasil Wawancara Dengan Bapak L. Pending Dadieh Permana (Kepala Departemen CR2), Tanggal 04 Agustus 2016,Jam 10:00 viii Contohnya jika konsumen (Costumer) mengambil kredit kendaraan selama dua tahun, tetapi membayar satu tahun dan melakukan pelunasan dimuka untuk kredit satu tahun lagi. Bunga dan jumlah biaya pokok tetap dibayar akan tetapi biaya Administrasi tidak dibayar, tetapi dalam konvensional tetap dikenakan biaya administrasi jika melakukan pelunasan dimuka. Penghitungan biaya bunga yang harus dibayar jika telat sehari membayar cicilan adalah 0,05%, sebut saja angsuran yang harus dibayar perbulan adalah Rp.500.000 perbulan, biaya pokok yang harus dibayar Rp.450.000 dan bunga yang harus dibayar adalah Rp.50.000.7 Menurut peraturan Otoritas Jasa keungan Bagi perusahaan yang melakukan jual beli untuk kendaraan bermotor wajib menerapkan ketentuan uang muka (down payment/urbun) kepada konsumen sebagai berikut : a. Bagi kendaraan bermotor roda dua dan tiga paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan. b. Bagi kendaraan roda empat atau lebih yang digunakan untuk tujuan produktif paling rendah 20% (dua puluh persen) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan, atau c. Bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan non produktif paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jualyang bersangkutan. Terkait dengan uang muka (down payment/Urbun) yang ditentukan yang diserahkan oleh customer diawal dihitung sebagai biaya angsuran pertama ditambah dengan biaya asuransi. Asuransi syariah yang digunakan adalah akad dengan niat tabarru’ (takaful) yaitu suatu niat tolong menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan 7 Hasil Wawancara Dengan Bapak L. Pending Dadieh Permana (Kepala Departemen CR2), Tanggal 04 Agustus 2016,Jam 10:00 ix mendapat musibah. Pada akhir periode asuransi, jika perusahaan asuransi memperoleh laba dan konsumen tidak pernah mengajukan klaim, maka konsumen yang bersangkutan berhak atas nisbah (hadiah/bonus) dengan jumlah tertentu sesuai tingkat investasi tahun tersebut. Apabila nisbah yang menjadi hak konsumen tidak diambil dalam jangka waktu yang disepakati maka akan diserahkan sebagai dana sosial. Apabila pada waktunya konsumen tidak dapat/lalai melakukan kewajibannya yaitu berupa pembayaran asuransi maka akan dikenakan penalty. Dalam hal konvensional, maka konsumen akan dikenakan bunga yang besarnya telah ditentukan. 8 Bentuk Penyelasaian Sengketa Para Pihak Apabila Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi Dalam suatu perjanjian kredit, seperti umumnya juga dalam perjanjian-perjanjian lainnya, biasanya diperinci hal-hal yang apabila dilakukan oleh salah satu pihak maka terjadilah wanprestasi dan menyebabkan pihak lain dapat memutuskan perjanjian tersebut. Hal-hal atau kejadian-kejadian sepert ini sering disebut dengan istilah “events of Default”. Banyak hal apabila dilakukan oleh pihak debitur, maka debitur dapat dianggap dalam keadaan default (wanprestasi). Penyelesaian sengketa dalam perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance) Keberadaan lembaga pembiayaan konsumen di Indonesia yang belum mempunyai aturan secara umum dalam Undang-Undang Republik Indonesia, sehingga jika terjadi atau muncul permasalahan dalam perjajian pembiayaan konsumen, para pihak melalui kesulitan dalam menentukan dasar hukum apa yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah sengketa tersebut. 8 Ibid.hlm.51 x Bedasarkan Hasil Wawancara Dengan Bapak L.Pending Dadieh permana (Kepala Departemen CR2) bahwa penyelesaian sengketa pembiayaan syariah yang ditempuh oleh pihak PT. Federal Internasional finance cabang Mataram jika salah satu pihak wanprestasi salah satu contoh kredit macet antara lain diselesaikan secara musyawarah dengan menunjukkan bukti BSTBJ (Bukti Serah Terima Barang Jaminan dan Persetujuan). Jika konsumen tetap tidak mau membayar cicilan hutangnya maka barang jaminan dikembalikan (Ditarik) kepada pihak Perusahaan. Pihak Perusahaan memberikan jangka waktu paling lambat tujuh hari setelah penarikan. Jika pihak konsumen ada I’tikad baik untuk melakukan pembayaran maka pihak perusahaan memberikan kebijakan perpanjangan jangka waktu pelunasan tunggakan. Akan tetapi jika pihak konsumen tidak menunjukkan I’tikad baik sama sekali maka pihak perusahaan berhak melakukan eksekusi terhadap barang jaminan tersebut dengan cara pihak perusahaan bantu menjual barang jaminan dengan harga pasaran. Hasil penjualan tersebut itu nanti yang akan dibagi oleh perusahaan dengan konsumen, tetapi terkadang hasil penjualan tidak sebanding dengan jumlah tonggakan/hutang konsumen kepada perusahaan. 9 Dari penjelasan di atas penyelesaian di luar pengadilan didasarkan pada pertimbangan mengingat jumlah pembiayaan yang diberikan masih relatif kecil, sehingga jika dilihat dari pertimbangan waktu,biaya dan tenaga dirasakan kurang efisien. Dengan tingkat pendidikan dan pemahaman konsumen yang masih rendah, proses perdamaian dan musyawarah dirasakan lebih memungkinkan dan lebih menguntungkan dalam penyelesaian perselisihan yang terjadi selama ini. 9 Hasil Wawancara Dengan Bapak L. Pending Dadieh Permana (Kepala Departemen CR2), Tanggal 04 Agustus 2016,Jam 10:00. xi III. PENUTUP Simpulan a, Didalam operasionalnya akad yang digunakan oleh FIF Cabang Mataram adalah akad Murabahah atau jual beli. Akan tetapi dari segi penerapan prinsip syariahnya masih belum diterapkan sama sekali karena tidak sesuai dengan prinsip islam seperti biasanya. Kata Syariah hanya dikemas dalam bahasa marketing untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya bukan murni syariah secara Islam. Selain itu juga Pembiayaan syariah yang satu ini juga menarik bunga dari konsumen seperti pembiayaan konsumen konvensional yang lainnya. b. Penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pengadilan (litigasi) dan diluar pengadilan (non litigasi). Cara litigasi dilakukan dengan cara memasukkan gugatan secara perdata kepada pengadilan yang berwenang sedangkan cara non litigasi dapat dilakukan dengan cara musyawarah atau mufakat, apabila tidak tercapai kesepatan melalui musyawarah maka penyelesainnya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Upaya yang dilakukan oleh pihak FIF Cabang Mataram untuk menyelesaikan sengketa konsumen adalah melalui musyawarah. Jika memang sudah tidak bisa diselesaikan secara musyawarah maka pihak perusahaan menyelesaikan sengketa tersebut melalui Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi kantor cabang pihak pertama dengan tidak membatasi kesepakatan para pihak untuk menyelesaikannya di peradilan lain. Saran a, Dari hasil pembahasan penulis menyarankan supaya Dewan Pengawas Syariah (DPS) benar-benar mengawasi pembiayaan syariah di FIF Cabang mataram mengenai penerapan perinsip Syariah dalam operasionalnya karna FIF cabang Mataram tidak menerapkan xii prinsip syariah Islam sama sekali. Penulis juga menyarankan mengenai FIF kedepannya mampu berdiri sendiri (independen) dan terpisah dengan induknya yang konvensional dan memiliki kebijakan yang tidak sama dengan FIF konvensional, karna bila dilihat saat ini FIF syariah hadir hanya sebagai alternative pembiayaan bagi masyarakat Indonesia dimana tidak terdapat perbedaan dalam hal penetapan margin sehingga pengaruhnya sangat kecil bagi FIF secara Umum. b. Selain itu penulis juga menyarankan supaya kedepannya ada Undang-Undang khusus yang mengatur usaha pembiayaan tersebut baik yang konvensional maupun syariah. Karna sampai saat ini begitu banyak perusahaan multi finance yang beroprasi di Indonesia tetapi masih belum ada Undang-Undang khusus yang mengatur usaha tersebut, baik itu mengenai penerapan prinsip syariahnya maupun penyelesaian sengketa. xiii DAFTAR PUSTAKA Asikin Zainal dan Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum Cet.1, Ed.1, Rajawali Pers, Jakarta, 2010. Azhar Salahudin Eldri, Analisis Segmentasi, Targeting, Positioning, dan Proses Penyaluran Pembiayaan Syariah Pada Perusahaan Pembiayaan (Studi FIF Syariah), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010. Azzam Muhammad Abdul Aziz, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqih Islam, Hamzah, Jakarta, 2010. Barkatullah Abdul Halim, Hukum Perlindungan Konsumen Perkembangan Pemikiran ), Nusa Media,Bandung ,2008. (Kajian Teoritis Dan Dewi Gemala dan Widianingsih, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006. Hariani Arika Baiq, Penerapan Asas Kebebasan berkontrak Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram, 2015. Hasan M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. HS, Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Sinar Grafika,Jakarta,2011. Ibrahim Johny, Teori dan Megode Penelitian Hukum Normatif, Banyu Metode Publishing, Malang, 2007. Krisyanti Tri Siwi Celina, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009 Muhammad Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Muhammad, Abdul kadir Dan Murniati, Rilda, Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan,Edisi Revisi,PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Nasution Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, PT.Diadit Media,Jakarta,2001. Nugroho Adi Harimurti, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah melalui Peradilan Agama dan Badan Arbitrase Syariah Nasional, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Airlangga), 2006 Rivai Veithzal, dkk. Principle Of Islamic Finance atau Dasar-dasar Keuangan Islam, BPFEJOGYAKARTA, Yogyakarta, 2014. xiv Shopie Yusuf, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau UUPK, Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Citra Aditya Bakti, Mataram, 2002. Suherman Ade Maman, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004. Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Cet.3, Sinar Grafika, Jakarta,2013 TM. Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1978. Indonesia,peraturan No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Indoneesia,Peraturan Presiden No. 9/2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Kepres No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata cara pelaksanaan Lembaga Pembiayaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/Pmk.010/2012tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan PembiayaanYang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor31/Pojk.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.LN No. 42 Tahun 1999 TLN No. 3821 http://www.google.co.id/search?ie=ISO-88591&q=pembiayaan+konsumen+berbasis+syariah&btnG/diakses tanggal 19 januari Tahun 2016,Jam 09:20. http://www.google.co.id.pembiayaan.konsumen.syariah, diakses tanggal 20 Januari 2016, jam 08:40. Hasil Wawancara Dengan Bapak L. Pending Dadieh Permana (Kepala Departemen CR2), Tanggal 04 Agustus 2016,Jam 10:00.