analisis kebutuhan dan ketersediaan air baku di

advertisement
ANALISIS KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR BAKU
DI KABUPATEN TANGERANG
DEDI ADE PAHRIN HASIBUAN
F44090044
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kebutuhan dan
Ketersediaan Air Baku di Kabupaten Tangerang adalah benar karya saya sendiri
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Dedi Ade Pahrin Hasibuan
NIM : F44090044
ABSTRAK
DEDI ADE PAHRIN HASIBUAN. Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Air Baku
di Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh ROH SANTOSO BUDI WASPODO
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk melangsungkan
kehidupan dan meningkatkan kesejahteraannya. Indonesia terletak di daerah tropis
dan mempunyai tingkat ketersediaan air baku yang cukup. Rawan kekeringan
merupakan salah satu permasalahan dalam penyediaan air baku akibat dari
distribusi air yang tidak merata di wilayah Indonesia. Kabupaten Tangerang sebagai
salah satu wilayah Indonesia yang terletak di Propinsi Banten memiliki tantangan di
masa yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan air baku, karena meningkatnya
jumlah penduduk dan menurunnya kemampuan lingkungan baik secara kualitas
maupun kuantitas dalam penyediaan air baku. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kebutuhan dan ketersediaan air baku di Kabupaten Tangerang di masa
yang akan datang. Metode yang digunakan pada analisis kebutuhan air adalah
metode pendekatan eksponensial, sedangkan untuk ketersediaan air baku dianalisis
berdasarkan persamaan linear yang diperoleh dari regresi linear menggunakan
Microsoft Excel 2007. Kebutuhan air baku dianalisa berdasarkan keperluannya,
seperti kebutuhan air untuk keperluan domestik, non-domestik, perikanan, industri,
ternak, dan irigasi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat kebutuhan air dari
tahun 2010 sampai 2030 secara keseluruhan mengalami peningkatan, dimana untuk
tahun 2010 sebesar 71,61 m3/det, tahun 2015 sebesar 72,86 m3/det, tahun 2020
sebesar 76,24 m3/det, tahun 2025 sebesar 82,75 m3/det, dan tahun 2030 sebesar
95,35 m3/det. Sedangkan total ketersediaan air dari tahun 2010 sampai 2030 dari
sumber air sungai dan air tanah mengalami penurunan, dimana tahun 2010 sebesar
143,17 m3/det, tahun 2015 sebesar 127,28 m3/det, tahun 2020 sebesar 114,02
m3/det, tahun 2025 sebesar 100,75 m3/det, dan tahun 2030 sebesar 87,50 m3/det.
Pada tahun 2030 ketersediaan air tidak dapat memenuhi kebutuhan air, dimana
terjadi defisit air sebesar -7,85 m3/det.
Kata kunci : Air Baku, Kebutuhan Air Baku, Ketersediaan Air Baku, Air Sungai,
Airtanah
ABSTRACT
DEDI ADE PAHRIN HASIBUAN. Analysis is the need and availability of raw
water in Tangerang Regency. Supervised by ROH SANTOSO BUDI WASPODO
Water is one of the basic necessities of human beings to make life and increase
their welfare. Indonesia is located in the tropics and have raw water availability.
Drought-prone was one problem in the raw water supply as a result of the uneven
distribution of water in the region of Indonesia. Tangerang Regency is one of the
areas of Indonesia's Banten Province has its challenges in the future to meet the
needs of the raw water, due to the increasing population and decreasing ability of
the environment both in quality and quantity in the raw water supply. This research
aims to know the needs and availability of raw water in the near future. Water
demand was analyzed by exponential approximation is a method, and water
availability was analyzed based on linear equations obtained from linear regression
using Microsoft Excel 2007. Water requirements were analyzed based on demand,
such as the water needs for domestic, non-domestic, industrial, fisheries, livestock
and irrigation. From the results obtained that level of water needs from 2010 to
2030 as a whole has increased, which for 2010 of 71,61 m3/sec, 2015 amounting to
72,86 m3/sec, by 2020 of 76,24 m3/sec, 2025 of 82,75 m3/sec, and 2030 of 95,35
m3/sec. While the total availability of water from 2010 to 2030 from water source
river and groundwater degradation, which in 2010 of 143,17 m3/sec, 2015
amounting to 127,28 m3/sec, by 2020 of 114,02 m3/sec, 2025 of 100,75 m3/sec, and
2030 of 87,50 m3/sec. By 2030 water availability can’t meet water demand, with a
water deficit -7,85 m3/sec.
Keywords : Raw water, water demands, water availability, river, groundwater
ANALISIS KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR BAKU
DI KABUPATEN TANGERANG
DEDI ADE PAHRIN HASIBUAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Air Baku di Kabupaten
Tangerang” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini merupakan tahap akhir dari penelitian yang dilaksanakan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen
Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Roh
Santoso Budi Waspodo, MT yang telah membimbing dan memberikan dukungan
serta semangat sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ayahanda Jurman Hasibuan dan Ibunda Juita Harahap yang telah
memberikan kasih sayang dan dukungannya, serta kepada kakak dan adikadik
Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah memberikan
dukungan baik secara moril maupun materil unuk pengembangan putra putri
daerah
Para dosen dan staf di Departemen Teknik Sipil dan Lingkunngan IPB
Tim BUD Institut Pertanian Bogor yang selalu membantu dalam mengurus
berbagai keperluan selama berada di Institut Pertanian Bogor
Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan
46 IPB
Abang, Kakak, Teman, dan Adik-adik keluarga besar Imatapsel Bogor atas
masukan dan nesahat kepada penulis
Diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan mudah-mudahan
penelitian ini menjadi amal ibadah bagi penulis. Amin.
Bogor, Mei 2013
Dedi Ade Pahrin Hasibuan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii i
DAFTAR GAMBAR
vii i
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Topik penelitian
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Air Baku
Ketersediaan Air Baku
Kebutuhan Air Baku
2
2
3
4
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Metodologi Penelitian
Kebutuhan Air Baku
Ketersediaan Air Baku
5
5
5
6
6
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Wilayah Kabupaten Tangerang
Kebutuhan Air Baku
Ketersediaan Air Baku
Keseimbangan Air di Wilayah Kabupaten Tangerang
8
8
9
12
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
16
16
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Standar Kebutuhan Air yang Digunakan dalam Penelitian
Besarnya Kebutuhan Air Non-domestik Menurut Jumlah Penduduk
Proyeksi Ketersediaan Air Baku
Keseimbangan Air Wilayah
7
7
14
15
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Metodologi Penelitian
Proyeksi Jumlah Penduduk
Proyeksi Luas Lahan Budidaya Perikanan
Proyeksi Jumlah Ternak
Proyeksi Kebutuhan Air untuk Semua Jenis Penggunaan
Proyeksi Total Kebutuhan Air
Sungai Cisadane
Sungai Cidurian
Sungai Cimanceri
Sungai Cirarab
Debit Sungai dalam 10 Tahun Terakhir
Proyeksi Ketersediaan Air Aliran Sungai
Keseimbangan Air Wilayah
6
10
10
10
11
12
12
12
12
12
13
14
15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan air
semakin meningkat. Air sebagai kebutuhan dasar bagi kehidupan makhluk hidup
akan selalu meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan
kebutuhan air sering tidak diiringi dengan ketersediaan air baku yang memadai.
Keterbatasan air baku baik air pemukaan, air hujan maupun airtanah diakibatkan
kurangnya pembangunan dibidang sumberdaya air baik pada air, sumber air, dan
daya air yang terkandung di dalamnya. Selain kurangnya pembangunan dibidang
sumberdaya air, masalah tingkat pembangunan dan perubahan tata guna lahan
yang tinggi sering kurang mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan
ekosistem air yang ada di sekitarnya.
Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai
tingkat ketersediaan air yang cukup. Namun secara nyata Indonesia memiliki
kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi dan ditambah dengan
pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga air yang tersedia tidak
selalu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Bumi meiliki potensi air yang sangat besar, yaitu sekitar 1,454 juta km,
dengan komposisi 97,5% berupa air laut dan 2,5% berupa air tawar. Air yang
berupa air permukaan (sungai dan danau) dan 0,4% berupa air tanah (sumur dan
mata air).
Kondisi alam dan musim yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang
lain dapat menyebabkan beberapa daerah mengalami kondisi rawan air
(kekeringan). Hal ini disebabkan potensi ketersediaan air relatif tetap dan beragam
menurut tempat dan waktu. Sumber-sumber air utama yang ada di bumi terdiri
dari air permukaan (surface water), air tanah (ground water), air laut, dan air
hujan.
Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah Indonesia yang
terletak di Proponsi Banten memiliki potensi permasalahan tersebut. Dimana pada
tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Tangerang menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS) adalah sebesar 2.834.376 jiwa dengan luas wilayah 959,60 km 2
dan memiliki rata-rata kepadatan penduduk sebesar 2.954 jiwa per km2.
Diperkirakan dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun di Kabupaten
Tangerang akan mempengaruhi tingkat pembangunan di wilayah tersebut, baik
dibidang struktur maupun infrastruktur. Dimana hal ini akan mempengaruhi
besarnya kebutuhan akan air oleh masyarakat, namun pembangunan yang tidak
memperhatikan keseimbangan lingkungan akan memberikan dampak negatif bagi
ketersediaan air baku.
Topik Penelitian
Topik penelitian ini adalah “Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Air Baku
di Kabupaten Tangerang”.
Perumusan Masalah
Air merupakan kebutuhan dasar bagi makhluk hidup dalam melangsungkan
kegiatan sehari-hari. Air sebagai kebutuhan dasar bagi kehidupan makhluk hidup
2
akan selalu meningkat dalam artian akan meningkat berdasarkan peningkatan
jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi faktorfaktor lain yang mempengaruhi jumlah kebutuhan air seperti indutri, ternak,
pertanian, dan perikanan dalam suatu wilayah. Peningkatan jumlah kebutuhan air
tidak diikuti dengan pengelolaan sumberdaya air yang tersedia agar tetap dapat
memenuhi kebutuhan air. Ketersediaan air dalam suatu wilayah akan mengalami
penurunan akibat dari tingginya tingkat pembangunan tanpa memperhatikan
kelestarian lingkungan di sekitarnya yang merupakan dampak dari peningkatan
jumlah penduduk.
Tujuan Penelitian
1.
2.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
Untuk menganalisis jumlah kebutuhan air baku untuk domestik, nondomestik, irigasi, perikanan, ternak dan industri di Kabupaten Tangerang
pada masa yang akan datang.
Untuk menduga jumlah ketersediaan air baku yang berasal dari air sungai
dan airtanah di Kabupaten Tangerang pada masa yang akan datang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pada
khususnya bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Sebagai informasi
awal ataupun bahan perencanaan dalam pengelolaan sumberdaya air agar
ketersediaan air yang ada tetap dapat memenuhi kebutuhan air baik dari segi
kuantitas maupun kualitas di masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
Air Baku
Air baku adalah air yang dijadikan sebagai sumber untuk pengolahan air
bersih. Air baku dapat berasal dari berbagai macam sumberdaya air. Pengertian air
bersih adalah air yang terbebas dari zat-zat terlarut dan telah memenuhi syarat
kualitas sehingga dapat dikonsumsi sebagai air minum (Ariansyah 2009). Namun
tidak selamanya air bersih dapat diartikan sebagai air yang dapat langsung
dikonsumsi atau diminum, karena air yang digunakan untuk menunjang kegiatan
seperti mandi, cuci, irigasi, ternak, industri, dan perikanan membutuhkan air
bersih yang kualitas airnya tidak perlu seperti air layak minum. Sumber air baku
yang dapat digunakan untuk penyediaan air bersih yaitu air hujan, air permukaan,
dan air tanah.
Standar kualitas air bersih yang ada di Indonesia saat ini menggunakan
Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat–Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air dan PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan standar kualitas air baku diatur
dalam PP No.20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1990, air dibagi menjadi
empat golongan yaitu :
3
Golongan A
: Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu;
Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum;
Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan;
Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik
tenaga air.
Hal-hal yang mempengaruhi kualitas air bersih ataupun air baku adalah
pencemaran air baik pencemar berupa padatan maupun komponen organik yang
dapat menimbulkan penampakan fisik, bau, dan reaksi kimia yang tidak
diinginkan. Limbah rumah tangga merupakan salah satu sumber pencemar air.
Dari limbah rumah tangga cair dapat dijumpai berbagai bahan orgamik yang
terbawa air parit, kemudian ikut aliran sungai. Adapula bahan-bahan anorganik
seperti plastik, alumunium, dan botol yang hanyut terbawa arus air.
Ketersediaan Air Baku
Ketersediaan air baku merupakan kemampuan suatu sumberdaya untuk
memenuhi kebutuhan air baik secara kuantitas maupun kualitas dalam suatu
wilayah. Ketersediaan air baku dapat diperoleh dari beberapa sumber air yang ada
di bumi. Sumber air adalah keberadaan air sebagai air baku untuk air bersih bagi
kebutuhan hidup manusia, hewan, dan tumbuhan dalam mempertahankan
hidupnya (Sumarman, 2006). Definisi sumber air dalam UU Sumberdaya Air (UU
No. 7 Tahun 2004) menyebutkan bahwa sumber air adalah tempat atau wadah air
alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air
laut yang berada di darat.
Berikut adalah sumber-sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air
baku untuk pengolahan air bersih :
1.
Air Laut
Dua per tiga dari luas permukaan bumi merupakan lautan. Namun jumlah
yang besar ini tidak membuat air laut dapat dengan mudah dimanfaatkan
sebagai air baku untuk penyediaan air bersih. Air laut mempunyai sifat yang
asin karena mengandung garam NaCl.
2.
Air Atmosfir
Air atmosfir adalah air yang terdapat di lapisan atmosfir dan turun ke bumi
dalam bentuk air hujan. Pada dasarnya air ini dalam keadaan murni dan
bersih, namun dengan adanya pengotoran udara sehingga membutuhkan
pengelolaan lebih lanjut.
3.
Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir secara langsung di
permukaan bumi. Sebelum pemanfaatan air permukaan sebagai air baku
diperlukan pengelolaan terlebih dahulu dikarenakan selama pengaliran air
mendapat pengotoran berupa lumpur, dedaunan, limbah domestik, dan
sampah. Air permukaan terbagi 2 macam, yaitu air sungai dan air
rawa/danau
4
4.
Air Tanah
Air tanah adalah air yang berasal dari air hujan yang mengalami infiltrasi
dan perkolasi. Air yang telah meresap ke dalam tanah akan terus bergerak
ke bawah hingga menemui lapisan tanah yang kedap air sehingga air akan
terkumpul sebagai air tanah. Air tanah terbagi menjadi tiga jenis, yaitu air
tanah dangkal, air tanah dalam, dan mata air.
Kebutuhan Air Baku
Kebutuhan mengembangkan sumberdaya air timbul dari adanya kebutuhan
air untuk suatu tujuan. Kebutuhan air adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan dalam suatu wilayah. Kebutuhan air suatu kota besarnya
sebanding dengan jumlah penduduk dan pola konsumsi perkapita, sehingga
perkembangan jumlah penduduk di kota tersebut sangat menentukan tingkat
kebutuhan air di masa mendatang (Pawitan et al, 1994).
Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang pengairan,
terdapat urutan prioritas pemanfaatan air, yaitu sebagai berikut :
1.
Air minum (kebutuhan air rumah tangga dan perkotaan)
2.
Pertanian (pertanian rakyat dan usaha pertanian lainnya)
3.
Peternakan
4.
Perkebunan
5.
Perikanan
6.
Ketenagaan
Industri
7.
8.
Pertambangan
9.
Lalu lintas air
10. Rekreasi
Kebutuhan air yang dimaksud berdasarkan jenis kebutuhan air adalah untuk
menunjang segala kegiatan manusia, secara garis besar dibedakan menjadi 2
(Kodoatie dan Sjarief, 2005), yaitu :
1.
Kebutuhan Air Domestik, yaitu kebutuhan air yang digunakan sebagai
keperluan rumah tangga. Kebutuhan air ini ditentukan oleh jumlah
penduduk dan konsumsi perkapita. Kecenderungan populasi dan sejarah
populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama
dalam penentuan kecenderungan laju pertumbuhan.
2.
Kebutuhan Air Non-Domestik, yaitu kebutuhan air yang meliputi
pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi, dan kebutuhan industri.
Kebutuhan air komersil untuk suatu daerah cenderung meningkat sejalan
dengan peningkatan penduduk dan perubahan tataguna lahan. Kebutuhan
institusi antara lain meliputi kebutuhan- kebutuhan air untuk sekolah, rumah
sakit, gedung-gedung pemerintah, tempat ibadah dan lain-lain.
Kebutuhan air baku juga dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan fungsinya,
yaitu kebututuhan air untuk fungsi irigasi dan kebutuhan air untuk non-irigasi,
dimana kebutuhan air irigasi adalah jumlah kebutuhan air irigasi mulai dari
mengolah tanah, persemaian, masa pertumbuhan, dan masa berbunga dengan ratarata kebutuhan sebesar 1,2 liter/detik/hektar (Balitbang Padi, 2007). Sedangkan
kebutuhan air non-irigasi mencakup kebutuhan air domestik, non-domestik,
perikanan, peternakan, dan industri.
5
Pengertian kebutuhan air perikanan adalah kebutuhan air yang mencakup
kebutuhan air untuk penggenangan kolam dan pengaliran/pembilasan. Dan
kebutuhan air industri adalah besaran air yang digunakan berdasarkan jenis proses
industri yang dilakukan atau luas areal industri. Sedangkan kebutuhan air
peternakan adalah jumlah kebutuhan air yang dibutuhkan ternak, dimana jumlah
kebutuhan air ternak didasarkan pada jenis ternak. Hasil penelitian dari FIDP yang
dimuat dalam Technical Report National Water Resources Policy pada tahun
1992 jenis ternak dikelompokkan pada 4 jenis, yaitu sapi/kerbau/kuda,
kambing/domba, babi, dan unggas.
Penentuan standar kebutuhan air untuk menunjang segala kegiatan dapat
didasarkan kepada beberapa pedoman, seperti Puslitbang Padi tahun 2007 untuk
standar perencanaan irigasi, Buku Pedoman Konstruksi dan Bangunan yang
dikeluarkan Departemen Pekerjaan Umum untuk perencanaan air domesik, nondomestik, dan industri, serta standar yang dikeluarkan FIDP pada tahun 1992
dalam Technical Report National Water Resources Policy untuk perencanaan
pemberian air untuk perikanan dan ternak.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitiaan
Penelitiaan mengenai analisis kebutuhan dan ketersediaan air baku
dilakukan di Kabupaten Tangerang. Penelitiaan ini dilaksanakan selama 3 bulan
terhitung dari Februari sampai April 2013.
1.
2.
3.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitiaan yaitu :
Peta administratif Kabupaten Tangerang
Data debit Sungai Cisadane dan Sungai Cidurian
Data Kabupaten Tangerang dalam angka :
a. Data kependudukan
b. Data peternakan
c. Data perikanan
d. Data industri
e. Data pertanian
6
Metodologi Penelitian
Pengumpulan Data
1.
2.
3.
4.
5.
Jumlah Penduduk
Jumlah Industri
Jumlah Ternak
Luas Lahan Pertanian
Luas Lahan Perikanan
Kebutuhan Air
Baku
1. Debit Sungai Cisadane
2. Debit Sungai Cidurian
3. Potensi Airtanah
Ketersediaan Air
Baku
Total Kebutuhan dan
Ketersediaan Air Baku
Gambar 1 Metodologi penelitian
Kebutuhan Air Baku
Kebutuhan air adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dari pengguna air. Tingkat kebutuhan air suatu wilayah
ditentukan jumlah pengguna air itu sendiri. Penduduk, luas lahan, dan jenis ternak
merupakan beberapa diantara contoh pengguna air. Data yang digunakan dalam
perhitungan jumlah kebutuhan air di Kabupaten Tangerang merupakan data
skunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tangerang,
yaitu jumlah penduduk, jumlah industri, luas lahan pertanian, jumlah ternak, dan
luas tempat budidaya perikanan.
Jumlah penduduk, ternak, industri, dan luas lahan irigasi ataupun perikanan
pada saat ini akan memberikan jumlah kebutuhan air yang dibutuhkan dalam
suatu wilayah saat ini. Sedangkan untuk mengetahui kebutuhan air di masa yang
akan datang dibutuhkan jumlah pengguna di masa itu sendiri. Dalam penelitian ini
untuk mengetahui jumlah pengguna air di masa yang akan datang sebagai faktor
utama dalam perhitungan kebutuhan air menggunakan metode pendekatan
eksponensial yang telah direkomendasikan di dalam buku Pedoman Perencanaan
Sumberdaya Air Wilayah Sungai yang telah diterbitkan Direktorat Jenderal
Sumberdaya Air tahun 2001. Metode ini memakai anggapan persentase
pertumbuhan pengguna tiap-tiap tahun adalah konstan.
Keterangan :
Pn
P0
r
n
: Jumlah Pengguna pada tahun n (jiwa/luas)
: Jumlah pengguna pada tahun awal dasar (jiwa/luas)
: angka pertumbuhan pengguna (%)
: Periode waktu (tahun)
7
Sedangkan untuk memperoleh besaran jumlah kebutuhan air dalam satu
wilayah digunakan persamaan yang merupakan perkalian antara jumlah pengguna
dengan standar kebutuhan air untuk setiap jenis penggunaan. Berikut adalah
persamaan umum yang digunakan dalam perhitungan :
Keterangan :
Qy
: Kebutuhan Air (m3/detik)
dy
: Standar Kebutuhan
Py
: Jumlah Pengguna
Besarnya konsumsi air dapat mengacu pada berbagai macam standar yang
digunakan dalam perhitungan. Standar kebutuhan air yang digunakan dapat
didasarkan pada kriteria jumlah pengguna dan jenis proses yang dilakukan
pengguna air itu sendiri. Jumlah pengguna air yang digunakan dalam standar
perhitungan adalah jumlah pengguna yang menetap pada suatu wilayah. Standar
kebutuhan air yang digunakan dalam penelitian untuk semua jenis penggunaan air
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Kebutuhan Air yang Digunakan dalam Penelitian
Standar
No. Jenis Pengguna
Satuan
Sumber
Kebutuhan
1.
Domestik
100
liter/orang/hari Direktorat
Pengairan
Ternak :
dan Irigasi,
1. Sapi/kerbau/kuda 40
BAPPENAS, 2006
2.
liter/ekor/hari
2. kambing/domba
5
3. Babi
6
idem
4. Unggas
0,6
3.
Perikanan
7
mm/hari/ha
idem
Balitbang Padi,
4.
Irigasi
1,2
liter/detik/ha
2007
Kebutuhan air industri dihitung berdasarkan jumlah pemberian air dari
PDAM Kerta Raharja Kabupaten Tangerang karena kurangnya informasi
mengenai jumlah dan proses industri yang ada. Untuk besaran air kebutuhan nondomestik diperoleh dari persentase jumlah kebutuhan air domestik/rumah tangga
yang didasarkan pada kriteria jumlah penduduk. Besaran kebutuhan air nondomestik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Besarnya Kebutuhan Air Non-Domestik Menurut Jumlah Penduduk
Kriteria
Jumlah Kebutuhan Air Non-Domestik
(Jumlah Penduduk)
(% Kebutuhan Air Rumah Tangga)
> 500.000
40
100.000-500.000
35
< 100.000
25
Sumber : Direktorat Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS
8
Ketersediaan Air Baku
Air hujan, air permukaan (sungai, rawa, dan danau), dan airtanah
merupakan sumber utama dalam sistem penyediaan air baku. Besarnya
ketersediaan air dalam suatu wilayah dari semua sumber air yang akan
dipengaruhi musim dan iklim. Selain dari pengaruh musim dan iklim ketersediaan
air baku juga akan dipengaruhi pola penyebaran pengguna air terhadap sumber air
yang ada.
Sumber air baku yang digunakan pada perhitungan ketersediaan air adalah
air permukaan dan airtanah, dimana air permukaan yang digunakan adalah air
aliran sungai. Pada penelitian ini sungai yang digunakan adalah data debit Sungai
Cisadane dan Cidurian. Data debit air aliran sungai yang digunakan adalah data
debit dalam 10 tahun terakhir. Untuk mengetahui jumlah ketersediaan air di masa
yang akan datang dilakukan analisis regresi linear menggunakan program
Microsoft Excel 2007 dengan menggunakan data debit yang telah diperoleh dari
Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane dan Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliman-Ciujung-Cidurian. Hasil analisis regresi linear akan diperoleh persamaan
linear yang akan digunakan sebagai persamaan dalam proyeksi ketersediaan air
permukaan. Data debit yang digunakan adalah data yang memberikan hasil
optimum. Berikut adalah bentuk umum dari persamaan linear :
Keterangan :
y
: Peubah tidak bebas
m
: Kemiringan/gradien
x
: Peubah bebas
n
: Intersep/perpotongan dengan sumbu tegak
Untuk besaran potensi airtanah diperoleh dari hasil penelitian sumber air
baku Kabupaten Tangerang oleh BAPPEDA pada tahun 2012. Dimana diperoleh
potensi airtanah untuk aquifer dangkal sebesar 776,15 m3/hari dan 4342,47
m3/hari untuk aquifer dalam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Wilayah Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang adalah wilayah yang terletak di Propinsi Banten.
Secara geografis Kabupaten Tangerang berada pada 1060 20’ BT sampai 1060 43’
BT dan 60 00’ LS sampai 60 20’ LS. Peta adminstrasi Kabupaten Tangerang
disajikan pada Lampiran 1.
Luas wilayah Kabupaten Tangerang seluruhnya adalah 959,60 km2 yang
terbagi atas 29 kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa. Kabupaten Tangerang
merupakan wilayah dengan ketinggian 0 sampai 85 meter diatas permukaan laut
dengan kemiringan tanah rata-rata 0 sampai 3 % menurun ke Utara. Dimana
diantaranya terdapat 10 Kecamatan yang berada dengan ketinggian dibawah
9
25mdpl yaitu Kecamatan Kronjo, Mauk, Paku Haji, Teluk Naga, Kosambi,
Kresek, Rajeg, Sepatan, Balaraja dan Pasar Kemis. Penutupan lahan di Kabupaten
Tangerang di dominasi oleh sawah irigasi sekitar 48 % yang banyak terdapat di
bagian Barat. Jenis penutupan lahan pemukiman juga cukup dominan, yaitu
sekitar 25.5% yang menyebar di bagian Timur atau berdekatan dengan wilayah
Jakarta.
Kondisi geologi Kabupaten Tangerang mempunyai 5 jenis yaitu Holosen,
Middle Miocene, Pleitocene, Plio-Pleistocene dan Pliocene. Untuk Holosen
tersebar di Kecamatan Kronjo, Mauk, Paku Haji, Kosambi dan Sepatan. Middle
Miocene tersebar di Kecamatan Tiga raksa dan Cikupa. Pleitocene tersebar di
Kecamatan Kresek, Balaraja dan Cisoka. Plio-Pleistocene tersebar di Kecamatan
Rajeg, Pasar Kemis, Cikupa dan Curug. Pliocene tersebar di Kecamatan Cisoka,
Tigaraksa dan Legok.
Iklim di Kabupaten Tangerang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Iklim tropis dengan temperatur rata-rata 27,70 C,
temperatur maksimum 32,70 C, dan temperatur minimum 23,80 C. Rata-rata curah
tahunan adalah 1900-2150 mm/tahun. DAS Cimanceri dan Cisadane rata-rata
mempunyai kondisi curah hujan tahunan yang lebih besar jika dibandingkan
dengan DAS Cidurian dan Kaliangke. Untuk setiap DAS, masing-masing
mempunyai empat bulan basah dengan curah hujan diatas 200 mm/bulan, empat
bulan lembab (curah hujan 100-200 mm/bulan) dan empat bulan kering dengan
curah hujan kurang dari 100 mm/bulan. Bulan basah rata-rata terjadi pada bulan
Desember-Maret, sedangkan bulan kering dimulai pada bulan Juni sampai dengan
September. Sebaran hujan wilayah Kab. Tangerang menunjukkan bahwa wilayahwilayah di bagian Selatan relatif mempunyai curah hujan yang lebih besar jika
dibandingkan dengan bagian Utara. Pada bulan-bulan basah (Januari-Februari)
wilayah bagian Barat seperti DAS Cidurian dan Cimanceri mempunyai curah
hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian Utara (DAS Cisadane dan
Kaliangke).
Kebutuhan Air Baku
Tinjauan jumlah penduduk, ternak, industri, dan luas penggunaan lahan
untuk perikanan maupun irigasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi
besaran kebutuhan air suatu wilayah saat ini, sedangkan untuk kebutuhan air di
masa yang akan datang dilakukan metode pendekatan eksponensial untuk
mengetahui perubahan jumlah pengguna air sehingga diketahui jumlah kebutuhan
air di masa yang akan datang dimana faktor-faktor utama yang mempengaruhi
kebutuhan air tersebut telah mengalami perubahan. Hasil dan analisa
perkembangan jumlah pengguna air akan digunakan sebagai dasar dalam
perhitungan perencanaan sistem penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan air
saat ini dan masa yang akan datang.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang sampai
tahun 2010 jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Tangerang tercatat sejumlah
2.834.376 penduduk yang tersebar di 29 kecamatan. Jumlah penduduk terbanyak
terdapat pada Kecamatan Cikupa dan jumlah penduduk terendah terdapat pada
Kecamatan Mekar Baru. Jumlah ternak dan luas lahan budidaya perikanan
Kabupaten Tangerang pada tahun 2010 adalah sebesar 21.814.067 ekor dan
5.059,32 ha, serta luas total lahan irigasi sebesar 52.367 ha. Dari hasil metode
10
pendekatan eksponensial diketahui perubahan jumlah pengguna air untuk
kebutuhan air domestik, kebutuhan air perikanan, dan kebutuhan air ternak.
20,000,000
Jiwa
15,000,000
10,000,000
5,000,000
0
2010
2015
2020
2025
2030
2035
Tahun
Gambar 2 Proyeksi jumlah penduduk
6000
ha
5000
4000
3000
2000
1000
2010
2015
2020
2025
Tahun
2030
2035
Ekor
Gambar 3 Proyeksi luas lahan budidaya perikanan
35000000
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
5000000
0
2005
2010
2015
2020
2025
Tahun
Gambar 4 Proyeksi jumlah ternak
2030
2035
11
Grafik garis pada gambar 2 menunjukkan hubungan antara dua peubah yang
menampilkan perubahan jumlah penduduk dan tahun. Dimana jumlah penduduk
mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 6,75%.
Gambar 3 menunjukkan hubungan antara perubahan luas lahan budidaya
perikanan dengan tahun dengan laju perubahan sebesar -41,7% atau setiap
tahunnya mengalami penurunan.
Gambar 4 menunjukkan hubungan antara jumlah ternak dan tahun dengan
laju pertumbuhan ternak sebesar 1,5% setiap tahunnya. Dimana laju pertmbuhan
ternak ini merupakan hasil penelitian tentang analisa kebutuhan dan pemanfaatan
air oleh Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane pada tahun
2009. Kebutuhan air industri dihitung berdasarkan jumlah pemberian air oleh
PDAM Kerta Raharja Kabupaten Tangerang dengan laju pertumbuhan sebesar 7%
setiap tahunnya. Dan pada penelitian ini luas lahan irigasi dianggap tetap setiap
tahunnya.
70.00
60.00
Debit (m3/detik)
50.00
Air Domestik
Air Non-domestik
40.00
Air Peternakan
30.00
Air Industri
20.00
Air perikanan
10.00
Air Irigasi
0.00
2010
2015
2020
Tahun
2025
2030
Gambar 5 Proyeksi kebutuhan air untuk semua jenis penggunaan
Gambar 5 menunjukkan hubungan antara kebutuhan air untuk keperluan
domestik, non-domestik, peternakan, industri, perikanan, dan irigasi dengan
tahun. Pada gambar ditunjukkan kebutuhan air domestik, non-domestik, industri,
dan peternakan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan jumlah
kebutuhan air untuk keperluan domestik, non-domestik, dan ternak dipengaruhi
dari pertambahan jumlah penduduk dan jumlah ternak. Kebutuhan air perikanan
pada gambar 5 menunjukkan penurunan setiap tahunnya. Dan kebutuhan air
irigasi setiap tahunnya tetap. Peningkatan dan penurunan jumlah kebutuhan air
domestik, non-domestik, industri, ternak, perikanan, dan irigasi sangat
dipengaruhi dari perubahan pertumbuhan jumlah pengguna. Seperti jumlah
penduduk, ternak, luas lahan irigasi, luas lahan perikanan, dan industri.
Secara keseluruhan kebutuhan air di Kabupaten Tangerang mengalami
peningkatan, seperti disajikan pada Gambar 6.
12
Debit (m3/detik)
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
2010
2015
2020
2025
2030
Gambar 6 Proyeksi total kebutuhan air
Ketersediaan Air Baku
Pemanfaatan sumberdaya air sebagai sumber ketersediaan untuk memenuhi
kebutuhan air di Kabupaten Tangerang pada penelitian ini adalah air aliran sungai
(air permukaan) dan potensi airtanah. Kabupaten Tangerang dilewati oleh 4
sungai utama, yaitu Sungai Cisadane, Sungai Cidurian, Sungai Cimanceri, dan
Sungai Cirarab. Tetapi berdasarkan kualitasnya hanya dua sungai yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air baku, yaitu Sungai Cisadane dan Sungai
Cidurian. Hal ini dikuatkan dari hasil laporan Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD) Kabupaten Tangerang pada tahun 2009.
Gambar 7 Sungai Cisadane
Gambar 8 Sungai Cidurian
Gambar 9 Sungai Cimanceri
Gambar 10 Sungai Cirarab
13
Debit (m3/detik)
Dari sisi kandungan kimiawi, sungai yang memiliki kandungan BOD
(Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) lebih
besar dari baku mutu adalah Sungai Cimanceri dan Sungai Cirarab terutama di
bagian muara sungai. Besarnya kandungan BOD dan COD dipengaruhi besarnya
limbah domestik yang dibuang langsung ke badan sungai. Beberapa logam berat
seperti Khrom dan Tembaga kandungannya dalam air sungai sudah melewati
ambang batas baku mutu. Kandungan tembaga di Sungai Cimanceri dan Sungai
Cirarab pada bagian muara tercatat mencapai 3,41 mg/l dan 2,43 mg/l sementara
ketetapan baku mutu adalah 0,02 mg/L. Di sungai Cimanceri kandungan Khorm
tercatat telah melampaui baku mutu terutama pada bagian hulu dan tengah yakni
tercatat 0,07 mg/L dan 0,06 mg/l. Kandungan klorida bebas dan belerang (H2S)
tercatat juga telah melebihi baku mutu yang ditetapkan yakni masing-masing
sebesar 0,03 mg/L dan 0,002 mg/L. Hal itu terjadi pada seluruh bagian sungai
pada ketiga sungai yakni Cisadane, Cimanceri dan Cirarab (BLHD Kab.
Tangerang, 2009).
Tingkat ketersediaan air baku yang berasal dari air aliran sungai dihitung
berdasarkan persamaan linear yang diperoleh dari hasil regresi linear
menggunakan program Microsoft excel 2007. Persamaan yang digunakan adalah
persamaan yang memberikan hasil paling optimum atau persamaan yang memiliki
nilai R2 tertinggi. Data yang digunakan adalah data debit Sungai Cisadane dan
Sungai Cidurian. Untuk Sungai Cisadane digunakan data debit dari tahun 2002
sampai 2011 dan Sungai Cidurian digunakan data debit tahun 2000 sampai 2010.
160
140
120
100
80
60
40
20
0
2000
y = -1,733x + 3604,
R² = 0,275
Cidurian
y = -0,919x + 1867,
R² = 0,423
2005
2010
Cisadane
2015
Tahun
Gambar 11 Debit sungai dalam 10 tahun terakhir
Hasil analisis regresi linear diperoleh persamaan yang digunakan untuk
memproyeksikan debit Sungai Cisadane dan Sungai Cidurian. Persamaan untuk
memproyeksikan debit Sungai Cisadane adalah y = -1,733x + 3604 dengan nilai
R2 sebesar 0,275. Untuk Sungai Cidurian digunakan persamaan y = -0,919x +
1867 dengan nilai R2 sebesar 0,423. Nilai x pada persamaan ini adalah tahun dan
y adalah debit. Hasil proyeksi debit Sungai Cisadane dan Sungai Cidurian
disajikan pada Gambar 12.
Debit (m3/detik)
14
140
120
100
80
60
40
20
0
2010
Cidurian
Cisadane
2015
2020
2025
2030
Tahun
Gambar 12 Proyeksi ketersediaan air aliran sungai
Potensi airtanah yang diperoleh dari hasil penelitian sumber air baku oleh
BAPPEDA Kabupaten Tangerang adalah sebesar 776,15 m3/hari untuk aquifer
dangkal dan 4342,47 m3/hari dari aquifer dalam. Total ketersediaan air baku dari
sumber air aliran sungai dan airtanah secara umum setiap tahunnya mengalami
penurunan. Besaran debit sungai dan potensi airtanah untuk berbagai sumber
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Proyeksi Total Ketersediaan Air Baku
Proyeksi Ketersediaan Air Baku (m3/detik)
No.
Sumber
2010
2015
2020
2025
2030
1.
Sungai Cisadane 123,3
112,01 103,34 94,66
86,01
2.
Sungai Cidurian 19,81
15,21
10,62
6,03
1,43
3.
Aquifer Dangkal 0,0090 0,0090 0,0090 0,0090 0,0090
4.
Aquifer Dalam
0,050
0,050
0,050
0,050
0,050
143,17 127,28 114,02 100,75 87,50
Total
Sumber : Hasil perhitungan
Keseimbangan Air di Wilayah Kabupaten Tangerang
Keseimbangan air dalam suatu wilayah dinyatakan seimbang apabila
ketersediaan air yang ada mampu memenuhi seluruh kebutuhan air untuk semua
keperluan dalam satu wilayah. Dimana ketersediaan yang ada mampu memenuhi
kebutuhan air dalam suatu wilayah baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Keseimbangan air wilayah dapat dihitung dengan cara membandingkan kebutuhan
air total yang meliputi kebutuhan air untuk semua keperluan dengan ketersediaan
air yang ada.
Keseimbangan air di wilayah Kabupaten Tangerang dapat diperoleh dari
hasil perbandingan jumlah kebutuhan air dengan jumlah ketersediaan air yang
ada. Jumlah kebutuhan air yang digunakan dalam perhitungan adalah jumlah air
untuk berbagai keperluan yang meliputi kebutuhan air domestik, non-domestik,
industri, ternak, irigasi, dan perikanan. Dari hasil perbandingan jumlah kebutuhan
air dan ketersediaan air Kabupaten Tangerang dapat kita lihat kondisi
keseimbangan air wilayah untuk beberapa tahun kedepan. Berikut gambar kondisi
keseimbangan air wilayah Kabupaten Tangerang.
15
Debit (m3/detik)
150.00
135.00
120.00
105.00
90.00
75.00
60.00
45.00
2010
2015
2020
2025
2030
2035
Tahun
Kebutuhan Air Baku
Ketersediaan Air Baku
Gambar 13 Keseimbangan air wilayah
Gambar 13 menunjukkan bahwa ketersediaan air baku yang ada di
Kabupaten Tangerang saat ini bisa memenuhi kebutuhan air wilayah hingga tahun
2025. Dan pada tahun 2030 diprediksi terjadi defisit air sebesar -7,85 m3/detik.
Dimana kebutuhan air setiap tahunnya mengalami peningkatan, sedangkan
ketersediaan air yang ada setiap tahunnya mengalami penurunan. Berikut besaran
surplus dan defisit air wilayah Kabupaten Tangerang untuk beberapa tahun
kedepan.
Tabel 4. Keseimbangan Air Wilayah
2010
2015
2020
2025
2030
Ketersediaan
143,17
127,28
114,02
100,75
87,50
Kebutuhan
71,67
72,86
76,24
82,75
95,35
Selisih
71,50
54,41
37,78
18,00
-7,85
Sumber : Hasil perhitungan
Perubahan jumlah kebutuhan dan keteresediaan air di Kabupaten Tangerang
tidak terlepas dari laju perkembangan wilayah tersebut. Perkembangan wilayah
Kabupaten Tangerang tidak terlepas dari perkembangan Jakarta sebagai pusat
kegiatan nasional, perubahan kebijakan dalam penggunaan lahan atau rencana tata
ruang wilayah di DKI Jakarta akan berpengaruh langsung terhadap wilayah yang
berada
disekitarnya,
termasuk
diantaranya
Kabupaten
Tangerang.
Ketidakmampuan DKI Jakarta untuk menampung segala aktifitas perekonomian
dan penyediaan ruang sebagai tempat hunian bagi penduduk yang bekerja di
Jakarta menyebabkan Kabupaten Tangerang sebagai salah satu wilayah
penyangga yang menjadi alternatif pilihan untuk menampung sebagian dari
aktifitas di DKI Jakarta.
Pertambahan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Tangerang akan mempengaruhi tingkat kebutuhan dan ketersediaaan
air baku. Pertama kebutuhan air sebagai kebutuhan dasar manusia untuk
melakukan aktifitasnya merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Semakin besar
pertumbuhan dan jumlah penduduk dalam suatu wilayah akan mempengaruhi
tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara teoritis
cenderung menyebabkan beberapa sektor ekonomi akan tumbuh pesat dan
pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahunnya akan terus meningkat.
16
Pertambahan jumlah penduduk secara langsung akan mempengaruhi jumlah
kebutuhan air. peningkatan jumlah penduduk secara tidak langsung juga akan
mempengaruhi sektor indutri, peternakan, perikanan, pertanian, dan penyediaan
fasilitas umum dimana merupakan faktor penentu jumlah kebutuhan air suatu
wilayah. Selain mempengaruhi faktor-faktor diatas, pertambahan jumlah
penduduk juga akan mempengaruhi perubahan tata guna lahan.
Perubahan tata guna lahan akibat pertumbuhan jumlah penduduk di
Kabupaten Tangerang secara langsung akan mempengaruhi jumlah limpasan
permukaan dan besarnya penguapan yang terjadi. Besarnya ruang terbangun di
Kabupaten Tangerang untuk memenuhi kebutuhan penduduk baik sebagai tempat
tinggal, industri, dan pusat pelayanan publik akan mempengaruhi besar limpasan
permukaan yang terjadi. Dimana besaran limpasan permukaan secara langsung
akan mempengaruhi besaran ketersediaan air di Kabupaten Tangerang. Perubahan
tata guna lahan sebagai salah satu faktor penentu besarnya limpasan permukaan
akan mempengaruhi jumlah air yang tersedia baik dari potensi air tanah maupun
aliran sungai. Tingginya limpasan langsung yang terjadi akan mengakibatkan
hujan yang jatuh ke tanah akan langsung mengalir saluran dan jumlah air yang
terserap ke dalam tanah sedikit. Selain besarnya limpasan langsung yang terjadi
dan besarnya air hujan yang terserap tanah, kemungkinan terjadinya erosi akan
semakin besar. Tingginya limpasan langsung, rendahnya air hujan yang terserap
tanah, dan besarnya erosi yang terjadi akan mempengaruhi jumlah potensi
airtanah dan air aliran sungai sebagai sumber dari ketersediaan air baku wilayah.
Selain jumlah penduduk dan perubahan tata guna lahan, perubahan iklim
global juga memiliki peranan tersendiri dalam penurunan jumlah ketersediaan air
baku. Dimana perubahan iklim akan mempengaruhi pola penyebaran hujan, baik
dari segi waktu terjadinya hujan maupun besar curah hujan yang terjadi dan
perubahan musim. Perubahan iklim global juga akan mengakibatkan suhu di
permukaan bumi meningkat sehingga evapotranspirasi yang terjadi cukup tinggi.
Perubahan iklim global dipengaruhi terjadinya kerusakan lingkungan dan efek gas
rumah kaca.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.
2.
Secara umum kebutuhan air di Kabupaten Tangerang mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Besaran kebutuhan air baku wilayah tahun
2010 adalah sebesar 71,67 m3/detik, tahun 2015 sebesar 72,86 m3/detik,
tahun 2020 sebesar 76,24 m3/detik, tahun 2025 sebesar 82,75 m3/detik, dan
tahun 2030 sebesar 95,35 m3/detik. Peningkatan kebutuhan air terjadi pada
penggunaan air untuk keperluan domestik, non-domestik, ternak, dan
industri. Sedangkan untuk kebutuhan perikanan mengalami penurunan serta
kebutuhan air irigasi dianggap tetap setiap tahunnya.
Untuk ketersediaan air baku di Kabupaten Tangerang terutama dari sumber
air aliran sungai dari tahun ketahun mengalami perubahan, dimana debit
sungai setiap tahunnya mengalami penurunan. Sedangkan air dari sumber
potensi airtanah dianggap tetap setiap tahunnya. Besaran ketersediaan air
17
3.
baku wilayah tahun 2010 adalah sebesar 143,17 m3/detik, tahun 2015
sebesar 127,28 m3/detik, tahun 2020 sebesar 114,02 m3/detik, tahun 2025
sebesar 100,75 m3/detik, dan tahun 2030 sebesar 87,50 m3/detik.
Ketersediaan air baku yang ada di Kabupaten Tangerang dari 2010 sampai
2025 masih dapat memenuhi kebutuhan air baku. Diperkirakan pada tahun
2030 terjadi defisit air sebesar -7,85 m3/detik.
Saran
Untuk menjaga ketersediaan air agar tetap dapat memenuhi kebutuhan air di
Kabupaten Tangerang perlu dilakukan berbagai tindakan, diantaranya :
1.
Perlu dilakukan survei dan pengamatan langsung mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah kebutuhan air terutama untuk kebutuhan air
domestik, non-domestik, ternak, dan industri untuk mengetahui waktuwaktu penggunaan air terbesar sebagai bahan perencanaan dalam
penyediaan air agar tidak terjadi penggunaan air secara berlebihan.
2.
Pembuatan sumur resapan pada setiap kawasan perkantoran, industri,
perumahan, dan perdagangan untuk mengurangi terjadinya limpasan
langsung dan meningkatkan cadangan airtanah.
3.
Perencanaan pola penyebaran penduduk dan kawasan industri yang
disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah agar kepadatan penduduk
dan industri tidak terpusat dalam satu kawasan sehingga kelestarian
sumberdaya air yang ada tetap terjaga dan air terdistribusi secara merata.
4.
Terkait dengan analisis ketersediaan air, diperlukan penelitian lanjutan
dengan memperhatikan kondisi klimatologi, geologi, topografi, dan
penutupan lahan sehingga sumber air yang diperhitungkan tidak hanya
terletak pada sumber air aliran sungai dan airtanah, namun juga mencakup
kepada seluruh komponen neraca air.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, R. D. 2003. Model Pendugaan Kebutuhan Air Kawasan Pemukiman dan
Industri di Cilegon, Banten [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Apriyanto, B. 2011. Analisis Kebutuhan Air dan Head Loss Pada Distribusi Air
Bersih di Kampus IPB Darmaga Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor
Ariansyah. 2009. Tinjauan Sistem Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih Di
Kelurahan Talang Betutu Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya.
Palembang.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2010. Tangerang Dalam Angka Tahun 2010.
Kabupaten Tangerang
18
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah [BAPPEDA]. 2012. Penelitian
Sumber Air Baku. Kabupaten Tangerang
Badan Lingkungan Hidup Daerah [BLHD]. 2009. Kondisi Lingkungan Hidup dan
Kecenderungannya. Kabupaten Tangerang
Direktorat Pengairan dan Irigasi. 2006. Identifikasi Masalah Pengelolaan Sumber
Daya Air di Pulau Jawa. BAPPENAS. Jakarta
Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta
Kodoatie dan Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumberdarya Air (Edisi Revisi). Penerbit
Andi. Yogyakarta.
Linsley, R. K. 1964. Water Resources Enginering. McGraw Hill Inc. New York.
Nurdhawata, S. 2009. Analisa Potensi Waduk Rukoh Dalam Memenuhi
Kebutuhan Air di Kabupaten Pidie [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor
Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1990. PP No. 20 Tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta
Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2004. PP No. 7 Tahun 2004
tentang Sumberdaya Air. Jakarta
Pawitan, H., H. Suharsono dan Bambang D. Dasanto. 1994. Kesetimbangan Air
Wilayah Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Riyadi, M. 2000. Kajian Pendayagunaan Sumber Air Ciparay di Cinagara Kec.
Caringin Kab. Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Sekar, D. R. 2012. Analisis Kapasitas Simpan Air di Wilayah Kampus IPB
Dramaga Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Suhendar, D. 2005. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Ketersediaan Sumberdaya Air di Kota Tangerang [tesis]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor
Sumarman. 2006. Kajian Kompensasi Air Baku untuk Air Bersih dari Pemerintah
Kota Cirebon ke Pemerintah Kabupaten Kuningan [tesis]. Semarang (ID).
Universitas Diponegoro
19
LAMPIRAN
19
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sosopan Pargarutan, Kabupaten Tapanuli
Selatan, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 24 Agustus 1991 sebagai anak
kedua dari enam bersaudara dari pasangan Jurman Hasibuan (ayah) dan Juita
Harahap (ibu). Penulis menempuh pendidikan SD Inpres Pargarutan Jae lulus
pada tahun 2003, Pondok Pesantren Modern Baharuddin Tapanuli Selatan lulus
pada tahun 2006, dan SMA N 2 Plus Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan lulus
pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima sebgai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada program
studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Selama melaksanakan studi, penulis aktif di organisasi mahasiswa daerah
dan kepanitiaan diantaranya Pengurus Bidang Olahraga Ikatan Mahasiswa
Tapanuli Selatan Bogor pada tahun 2010, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa
Tapanuli Selatan Bogor pada tahun 2011 sampai bulan Februari 2013, Ketua
Pelaksana Bakti Sosial yang bertema “SD Ceria Tahun 2010” Himpunan
Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan, Ketua Pelaksana Masa Perkenalan
Departemen Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan pada tahun
2011, dan Ketua Divisi Konsumsi acara SIL-Expo 2011. Pada bulan Juli hingga
Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapang (PL) di Perum Jasa Tirta II,
Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Analisis Kebutuhan dan
Ketersediaan Air Baku di Kabupaten Tangerang” di bawah bimbingan Dr. Ir.
Roh Santoso Budi Waspodo, MT.
Download