Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 17-35. INOVASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PERIZINAN USAHA DI ACEH BESAR DAN ACEH BARAT DAYA ONE TOP SERVICE INNOVATION OF BUSINESS LICENCE IN ACEH BESAR AND ACEH BARAT DAYA DISTRICTS Muhammad Insa Ansari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1 Banda Aceh 23111 E-mail: [email protected] ABSTRAK Tuntutan terhadap pelayanan perizinan usaha yang baik, cepat, mudah dan murah merupakan kebutuhan penting bagi dunia usaha. Dalam memberikan pelayanan kepada pelaku usaha maka diperlukan upaya dari pemerintah untuk menerapan pelayanan yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel, sehingga masyarakat sebagai kelompok yang dilayani akan mendapatkan pelayanan yang baik. Kabupaten Aceh Besar melalui Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya melalui Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya telah melakukan inovasi dalam pelayanan perizinan usaha. Inovasi penting yang dilakukan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar adalah membuka kantor pelayanan perizinan di Lambaro untuk memudahkan masyarakat menjangkaunya, sementara inovasi penting yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya adalah membuka loket perizinan di beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Inovasi pelayanan yang diberikan oleh institusi penyelenggara perizinan sangat membantu para pelaku usaha dalam memperoleh perizinan untuk melakukan usaha di kabupaten tersebut. Kata Kunci: Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Perizinan Usaha. ABSTRACT Demand on good, quick, easy and cheap business licence service in the important need for the business. In providing the service for the businessmen hence it is required the efforts from the government to apply good service by implementing the principles of transparant, participating and accountable hence the people as the group serviced will accept good service. Aceh Besar and Aceh Barat Daya Districts through the On Stop Service Offices have innovated in providing the services. Important innovations done by the office in Aceh Besar District in the opening of the office in Aceh Besar District of the Lambaro to ease the service for the people, while the office in Aceh Barat Daya is the opening the locket of licence in several subdistricts. The one stop service innovations provided by the institutions holding the licence is really helpful the businessmen in obtain the licence to conduct the business in the districts. Keywords: One Stop Service, Business licence. ISSN: 0854-5499 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari PENDAHULUAN Kabupaten Aceh Besar terletak pada garis 5,05° - 5,75° Lintang Utara dan 94,99° 95,93° Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Kota Sabang, dan Kota Banda Aceh, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya, Sebelah Timur degan Kabupaten Pidie, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia .1 Kedudukan yang sangat strategis ini menjadikan kawasan Aceh Besar merupakan sasaran pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan usaha. Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.903,50 km2, sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Sekitar 10% desa di Kabupaten Aceh Besar merupakan desa pesisir. 2 Perpaduan antara wilayah daratan dan pesisir ini kian menambah keinginan para pelaku bisnis untuk mengembangkan sayap usaha di kabupaten ini. Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 Kecamatan, 68 Mukim, dan 604 Gampong/Desa. Wilayah kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Seulimeum yang meliputi lebih dari 16 persen dari luas wilayah Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan kecamatan yang mempunyai wilayah paling kecil yaitu Kecamatan Krueng Barona Jaya yang luasnya hanya 0,3 persen dari luas Kabupaten Aceh Besar. 3 Jarak antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten sangat bervariasi. Kecamatan Lhoong merupakan daerah yang paling jauh, yaitu berjarak 106 km dengan pusat ibukota kabupaten (ibukota terletak di Kecamatan Kota Jantho). 4 Berikut ini adalah jarak antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten dan pusat provinsi: 1 BPS Kabupaten Aceh Besar, Aceh Besar Dalam Angka 2015 (Aceh Besar in Figures 2015), BPS Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho, 2015, hlm. 3. 2 Ibid. 3 BPS Kabupaten Aceh Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, Aceh Besar Dalam Angka 2012, BPS Kabupaten Aceh Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho, 2012, hlm. 3. 4 BPS Kabupaten Aceh Besar, Op. Cit. 18 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Tabel 1. Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar Jarak ke Ibukota (km) Kecamatan Kabupaten Provinsi (1) (2) (3) 01. L h o o n g 106 54 02. Lhoknga 68 16 03. Leupung 72 24 04. Indrapuri 27 25 05. Kuta Cot Glie 20 32 06. Seulimeum 12 42 07. Kota Jantho 0 52 08. Lembah Seulawah 49 77 09. Mesjid Raya 74 31 10. Darussalam 55 13 11. Baitussalam 57 11 12. Kuta Baro 50 12 13. Montasik 40 16 14. Blang Bintang 47 16 15. Ingin Jaya 44 08 16. Krueng Barona Jaya 52 08 17. Sukamakmur 37 15 18. Kuta Malaka 33 19 19. Simpang Tiga 40 18 20. Darul Imarah 48 05 21. Darul Kamal 45 08 19 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Jarak ke Ibukota (km) Kecamatan Kabupaten Provinsi (1) (2) (3) 22. Peukan Bada 50 06 23. Pulo Aceh 82 30 Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Aceh Besar Dalam Angka Tahun 2015 (Aceh Besar in Figures 2015) Dengan kondisi geografis yang berdekatan dengan Kota Banda Aceh yang merupakan ibukota Provinsi Aceh menjadikan kabupaten ini menjadi sasaran pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha di kabupaten ini. Di lain pihak jarak tempuh ke ibukota kabupaten yang relatif jauh mengharuskan pemerintah Kabupaten Aceh Besar melakukan terobosanterobosan untuk mempermudahkan pelaku usaha dalam memperoleh izin sesuai dengan prinisip-prinsip yang baik dalam pemerintah dan tidak melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku. Kabupaten Aceh Barat Daya secara geografis terletak di bagian barat selatan Provinsi Aceh. Kabupaten Aceh Barat Daya terletak pada 3°34’24” - 4°05’37” Lintang Utara dan 96°34’57” - 97°09’19” Bujur Timur dengan Ibukota Blang Pidie. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, Sebelah Timur degan Kabupaten Aceh Selatan, Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya. 5 Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya adalah 1.882,05 km2, dengan hutan mempunyai lahan terluas yaitu mencapai 129.219,10 ha, diikuti dengan lahan perkebunan seluas 27.504, 28 ha. 6 Luasnya wilayah hutan dan perkebunan menambah minat para pelaku bisnis untuk mengembangkan sayap usaha di Kabupaten Aceh Barat Daya. Kabupaten Aceh Barat Daya terdiri dari 9 Kecamatan, dan 152 Gampong/Desa. Wilayah kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Babah Rot seluas 528,28 km2, sedangkan 5 BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Barat Daya Dalam Angka 2015 (Aceh Barat Daya in Figures 2015), BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, Blang Pidie, 2015, hlm. 3. 6 Ibid, hlm. 4. 20 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). kecamatan yang mempunyai wilayah paling kecil yaitu Kecamatan Susuoh yang luasnya hanya 19.05 km2 persen. 7 Jarak antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten sangat bervariasi. Kecamatan Babahrot merupakan daerah yang paling jauh, yaitu berjarak 32 km dengan pusat ibukota kabupaten (ibukota terletak di Kecamatan Blang Pidie). 8 Berikut ini adalah jarak antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten dan pusat provinsi: Tabel 2. Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya Jarak ke Ibukota (km) Kecamatan Kabupaten Provinsi (1) (2) (3) 01. Manggeng 22 02. Lembah Sabil 26 03. Tangan Tangan 11 04. Setia 7 05. Blangpidie 2 06. Jeumpa 12 07. Susoh 5 08. Kuala Batee 19 09. Babahrot 32 Sumber: BPS, Aceh Barat Daya Dalam Angka Tahun 2015 (Aceh Barat Daya in Figures 2015). Dengan kondisi geografis Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya sebagaimana digambarkankan di atas, maka dalam penelitian 9 singkat ini mendeskripsikan 7 Ibid, hlm. 7. Ibid, hlm. 9. 9 Peter Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm .141, disebutkan: “Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hokum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang8 21 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari pelayanan satu pintu untuk perizinan usaha di kedua kabupaten tersebut. Dengan harapan, praktek perizinan tersebut dapat dijadikan pedoman dan pembelajaran berharga ( lesson learn) bagi kabupaten yang lain dalam memberikan pelayanan perizinan bagi dunia usaha. Karena menurut pengamatan dan penelitian, penulis menemukan beberapa inovasi 10 pemerintah dikedua kabupaten ini untuk memudahkan dan melayani masyarakat yang melakukan kegiatan usaha. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam wilayah di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Semula direncanakan hanya melakukan penelitian pada Kabupaten Aceh Besar saja dikarenakan berbagai keterbatasan. Namun dikarenakan perlu perbandingan, maka dilakukan perbandingan dengan kabupaten yang lain, maka dipilihlah Kabupaten Aceh Barat Daya. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan (library research) ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan berkaitan dengan penanaman modal. Bahan-bahan hukum sekunder berupa buku-buku, jurnal, majalah, hasil-hasil pertemuan ilmiah, makalah, laporan hasil penelitian dan literatur lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Bahanbahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi. Penelitian lapangan (field research) ini dilakukan untuk memperoleh data primer melalui observasi di lokasi penelitian dan undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hokum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.” 10 Falih Suaedi, Bintoro Wardianto, Ed., Revitalisasi Administrasi Negara (Reformasi Birokrasi dan e-Governance), Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm 47. Dimana dalam buku tersebut terdapat tulisan M.R. Khairul Muluk, Dari Good ke Sound Governance: Pendorong Inovasi Administrasi Publik, disebutkan: “Inovasi di sector public dibutuhkan untuk memberikan layanan publik yang lebih mencerminkan ketersediaan bagi pilihan-pilihan publik dan menciptakan keanekaragaman metode pelayanan. 22 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). wawancara terstruktur dan terarah kepada responden dan informan. Pemilihan responden dan informan dalam penelitian ini dilakukan secara kelayakan dengan memanfaatkan data awal dari unit kerja yang terkait perizinan usaha. Pada penelitian kepustakaan, dikumpulkan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer dikumpulkan dengan cara melakukan indentifikasi dan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perizinan usaha. Bahan hukum sekunder diperoleh melalui buku, jurnal dan literatur lain dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu (card system). Kartu-kartu ini disusun berdasarkan nama pengarang (subyek), sementara penguraian dan penelaahannya dilakukan berdasarkan pokok pokok masalah. Bahan hukum tersier diperoleh melalui kamus, ensiklopedi dikumpulkan sitem kartu (card system) juga seperti bahan hukum sekunder. Pada tahapan penelitian lapangan, data diperoleh dengan melakukan wawancara dengan responden dan informan yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Wawancara dilakukan secara bebas terpimpin yang berpedoman kepada kerangka wawancara, dengan pertimbangan efesiensi dan efektifitas serta dapat memperoleh data yang mendalam terutama untuk mengakomodasikan pendapat atau pandangan para responden dan informan. Data yang diperoleh dari penelitian lapangan diolah dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif analitis. Metode ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1) Pelayanan dan Pemerintahan yang Baik Pendekatan tradisional yang dipengaruhi pendekatan legalistic ketat hanya akan menciptakan satu pendekatan tunggal dalam praktek administrasi public (one-size-fits-all approach). 23 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintah yang baik, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, supremasi hukum, dan partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian, dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 11 Bahkan di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk memperlancar proses pembangunan.12 Tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsep yang akhirakhir ini diperjuangkan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. 13 Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Sementara Word Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. 14 Sementara itu United Nation Development Program (UNDP) memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good governance, yaitu: participation, rule of law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, efficiency and effectiveness, accountability, strategic vision .15 11 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional (PPHN) Bidang Hukum Administrasi Negara, BPHN Depkumham RI, Jakarta, 2008, hlm. 1 12 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 107 13 Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2007, hlm. 61. 14 Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004, hlm. 24 15 Ibid. 24 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip good governance dan clean government, maka pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independent), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. 16 Dalam kaitannya dengan masalah perizinan usaha sebenarnya bukanlah persoalan baru, bahkan pada tahun 1984 presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyelenggara dan Pengendalian di Bidang Usaha. Menurut Richard Burton Simartupang, 17 bahwa Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tersebut ada 7 (tujuh) hal penting yang menjadi tolok ukur setiap perizinan yang dikeluarkan, yaitu: Pertama, perlu dikurangi jumlah perizinan yang harus dimiliki pengusaha, sehingga yang benar -benar diperlukan saja diberikan izin. Kedua, perlu disederhanakan persyaratan administrasi dengan mengurangi jumlah dan menghindari pengurangan persyaratan yang sealur dalam rangkaian perizinan yang bersangkutan. Ketiga, perlu diberikan jangka waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memberi jaminan bagi kepastian dan kelangsungan usaha. Keempat, perlu dikurangi bila perlu meringankan dan menghilangkan sama sekali biaya pengurusan perizinan. Kelima, perlu disederhanakan tata cara pelaporan, sehingga satu laporan dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan berbagai departemen/instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Keenam, perlu dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan di bidang usaha, dan ditekankan agar penerima izin dapat diwajibkan untuk memberikan laporan paling banyak satu kali setiap satu semester (enam bulan). Ketujuh, perlu dilakukan penerbitan 16 Paragraf Pertama Penjelasan Umum atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 25 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari terhadap pelaksanaan perizinan yang menyangkut personel sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepegawaian, termasuk tuntutan ganti rugi, disiplin pegawai negeri dan tuntutan pidana. 2) Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk Perizinan Usaha di Aceh Besar Dalam penyelenggaraan pemerintah, maka diperlukan adanya sejumlah asas penting, seperti asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. 18 Asasasas tersebut perlu diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk dalam hal perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal perizinan tentunya setiap pihak yang berurusan dengan masalah perizinan mengingikan agar perizinan dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Namun demikian tentunya ketentuan-ketentuan harus dijalankan. Beragam organ pemerintah yang berwenang memberikan izin dapat menyebabkan tujuan dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai.19 Untuk menjawab masalah perizinan di Kabupaten Aceh Besar telah dibentuk Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) untuk perizinan usaha. Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk perizinan usaha di Kabupaten Aceh Besar mendapat pengaturan dalam Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar. 20 17 Richard Burton Simartupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 147. 18 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 254-255. 19 Ibid, hlm. 214 Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar, diberlakukan sejak tanggal 25 Januari 2012 dan Peraturan Bupati ini mencabut Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 32 Tahun 2010 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar. 20 26 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar, bahwa terdapat 45 (empat puluh lima) jenis izin yang dikelola oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP). 21 Pelayanan bidang perizinan tersebut dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) Kabupaten Aceh Besar. Pelayanan yang baik dan terpadu ini dimaksudkan untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal di Kabupaten Aceh Besar. KPTSP ini sendiri dibentuk sebagai perwujudan dari pelaksanaan misi menciptakan pelayanan pemerintahan yang baik dan bersih serta bebas dari unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 22 KPTSP ini sendiri dibentuk dengan Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar. Sebelum KPTSP ini dibentuk, telah terlebih dahulu dibentuk Kantor SAMSAT dengan Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 15 Tahun 2006 tentang Pendirian SAMSA T yang berada di bawah Dinas Pendapatan. Dimana pada waktu itu belum diatur tentang proses, waktu, persyaratan dan biaya dari semua proses perizinan dalam suatu Standar Operasional Prosedur (SOP). 21 Izin-izin usaha yang ditangani oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTS) Kabupaten Aceh Besar terdiri dari: 1). izin mendirikan bangunan; 2). izin gangguan; 3). surat izin tempat usaha; 4). izin usaha perdagangan; 5). tanda daftar industri/izin usaha industri; 6). izin usaha jasa konstruksi; 7). tanda daftar perusahaan; 8). tanda daftar gudang; 9). izin pertambangan daerah; 10). izin reklame; 11). izin usaha perikanan; 12). izin usaha kapal penangkap ikan; 13). izin kapal pengangkut ikan; 14). izin usaha peternakan; 15). tanda daftar usaha peternakan; 16). izin usaha obat hewan; 17). izin usaha penggilingan padi (huller); 18). izin usaha perkebunan; 19). izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung wallet; 20). izin penyelenggaraan kursus; 21). izin operasional pendidikan anak usia dini; 22). izin usaha jasa pariwisata; 23). izin usaha obyek dan daya tarik wisata; 24). izin usaha sarana wisata; 25). izin praktik apoteker/izin kerja apoteker; 26). izin kerja radiographer; 27). izin kerja asisten apoteker; 28). izin mendirikan rumah sakit; 29). izin operasional rumah sakit; 30). izin optikal; 31). izin pengobatan tradisional/ surat terdaftar pengobat tradisional; 32). izin praktik bersama dokter; 33). izin praktik bidan/izin kerja bidan; 34). izin praktek dokter gigi; 35). izin praktik dokter spesialis; 36). izin praktik dokter umum; 37). izin praktik perawat gigi/izin kerja perawat gigi; 38). izin praktik perawat umum/izin kerja perawat umum; 39). izin praktik fisiotrapis/izin kerja fisiotrapis; 40). izin praktik okupasi terapis; 41). izin operasional klinik/balai pengobatan; 42). izin operasional rumah bersalin; 43). izin operasional apotik; 44). izin operasional depot obat; 45). izin sanitasi. 22 Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Laporan Akhir Masa Jabatan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Besar Periode 20072012, Kota Jantho: Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, hal. IV-380 27 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Sebelum KPTSP ini dibentuk, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Besar bekerjasama dengan OSS Center dan LOGICA melaksanakan pendampingan untuk membentuk pelayanan terpadu satu pintu dengan menerapkan sistem pelayanan perijinan satu pintu (PTSP) , dimana menjadikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai acuan dalam pembentukan KPTSP . Setelah konsepsinya disesuaikan Permendargi tersebut, Bupati Aceh Besar membentuk KTPST dengan Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar. Sampai dengan tahun 2011 ada 18 izin yang sudah sudah dilimpahkan pengelolaannya dan penandatanganannya kepada Kepala KPTSP sebagaimana telah ditetapkan sesuai dengan Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 205 Tahun 2007 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Perizinan dan Non Perizinan Kepada Kepala Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar. 23 Dari Tahun 2008 sampai dengan 2010 Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) Kabupaten Aceh Besar melakukan kerja sama dengan The Asia Foundation dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan demi mewujudkan pelayanan kepada masyarakat. Kerjasama dimaksud kemudian dilanjutkan dengan B-Trust dan INA terhitung selama bulan Oktober hingga Desember 2010. 24 Adapun prosedur pelayanan perizinan berdasarkan Pasal 5 Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut: “Prosedur Pelayanan Perizinan pada KPTSP adalah sebagai berikut: 1. Pemohon mendapatkan informasi dari petugas informasi tentang perizinan dan kemungkinan apakah perizinan yang dimohonkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 23 24 Ibid. Dalam kerjasama dengan kedua lembaga dimaksud, maka ada sejumlah hasil yang telah didapatkan, diantaranya adalah: a). Pembuatan SOP (Standar Operasi Prosudur); b). Pembuatan SPM (Standar Pelayanan Minimal); c). Penyederhanaan Kebijakan Perizinan; d). Peningkatan Pelayanan; e). Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia); f). Sistem IT dan Akses Informasi; g). Pengembangan Sarana dan Prasarana; h). Pengembangan Sistem Monev. 28 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). 2. Pemohon mengisi formulir permohonan yang telah disediakan dan melengkapi persyaratan yang ditetapkan; 3. Pemohon menyerahkan formulir permohonan dan persyaratan yang diperlukan ke loket pendaftaran; 4. Petugas di loket pendaftaran melakukan pemeriksaan berkas permohonan dan kelengkapan persyaratan; 5. Jika tidak lengkap maka berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi; 6. Jika lengkap, maka: a. Petugas pelayanan dan pendaftaran melakukan pendataan dan mencetak tanda terima permohonan; b. Petugas pelayanan dan pendaftaran menyampaikan tanda terima kepada pemohon; c. Petugas pelayanan dan pendaftaran meneruskan berkas permohonan kepada petugas pengolahan dan penerbitan. 7. Petugas pengolahan dan penerbitan menetapkan apakah perizinan dapat langsung diterbitkan atau harus melalui pemeriksaan teknis terlebih dahulu; 8. Jika ditetapkan bahwa perizinan dapat langsung diproses tanpa melakukan pemeriksaan teknis, permohonan langsung diproses untuk penerbitan perizinan; 9. Jika ditetapkan bahwa proses perizinan harus melalui pemeriksaan tim teknis, maka: a. Petugas pengolahan dan penerbitan menyampaikan permintaan kepada Tim Teknis untuk melakukan pemeriksaan teknis; b. Petugas administrasi tim teknis melakukan penjadwalan dan perencanaan untuk melakukan pemeriksaan lapangan; c. Tim Teknis melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau pembahasan dilanjutkan dengan pembuatan berita acara pemeriksaan; d. Hasil pemeriksaan teknis yang dilakukan oleh tim teknis dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan rekomendasi apakah perizinan dapat diizinkan atau tidak dan/atau diizinkan dengan syarat tertentu. 10. Jika hasil rekomendasi tim teknis menyatakan bahwa perizinan ditolak atau ditangguhkan karena memerlukan penyesuaian persyaratan teknis, maka: a. Kepala Seksi Pelayanan menyampaikan kepada pemohon bahwa perizinan yang dimohon ditolak atau ditangguhkan; b. Kepala Seksi Pelayanan membuat surat penolakan atau penangguhan dan diteruskan kepada Kasi Pemrosesan Perizinan untuk melakukan penomoran dan pengarsipan; c. Kepala Seksi Pemrosesan Perizinan meneruskan surat penolakan atau penangguhan kepada petugas pengambilan berkas untuk disampaikan kepada pemohon. 11. Jika hasil rekomendasi tim teknis menyatakan bahwa perizinan disetujui, maka permohonan dilanjutkan kepada petugas penerbitan dokumen perizinan; 12. Petugas pengolahan dan penerbitan mencetak naskah perizinan dan SKRD atau SKP Daerah untuk ditandatangani oleh Kepala KPTSP; 13. Atas perizinan yang disetujui, petugas pengolahan dan penerbitan perizinan menginformasikan kepada pemohon bahwa perizinan telah selesai beserta ketetapan Retribusi atau Pajak yang harus dibayarkan; 14. Perizinan yang telah ditandatangani oleh Kepala Kantor disampaikan kepada Kasi Penyuluh dan Data untuk melakukan pengadministrasian dan pengarsipan; 15. Petugas bagian pelayanan menyampaikan dokumen perizinan kepada petugas penyerahan dokumen; 16. Untuk perizinan yang memiliki Retribusi atau Pajak, pemohon mengambil surat perintah pembayaran dari petugas penyerahan dokumen dan melakukan pembayaran di Kasir dan menyampaikan bukti pembayaran Retribusi atau Pajak kepada petugas penyerahan dokumen; 29 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari 17. Petugas penyerahan dokumen menyampaikan dokumen perizinan kepada pemohon setelah pemohon menandatangani bukti penerimaan dokumen.” Ketentuan Pasal 5 tersebut di atas sudah menunjukkan bahwa perizinan usaha dapat dilakukan secara mudah, bahkan Peraturan Bupati tersebut dalam lampirannya mendeskripsikan bagan alir tentang tata cara memperoleh izin usaha. Salah satu inovasi penting yang dilakukan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) Kabupaten Aceh Besar untuk memudahkan masyarakat adalah membuka kantor Pelayanan di Lambaro. Pembukaan kantor pelayanan di Lambaro dilakukan untuk memudahkan masyarakat untuk mengurus segala perizinan, termasuk perizinan melakukan kegiatan usaha. 3) Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk Perizinan Usaha di Aceh Barat Daya Pada tanggal 11 Maret 2009 Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya menetapkan dan mengesahkan Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. 25 Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 8 Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya, Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya pada tanggal 23 Maret 2009 menetapkan Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. 26 Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu 25 Wawancara dengan Darul Arqam, S.H. (Staf Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya), tanggal 11 Agustus 2014. 26 Ibid. 30 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Kabupaten Aceh Barat Daya ada 64 (enam puluh empat) perizinan yang dilimpahkan kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. 27 Dalam perjalanan waktu Peraturan Bupati Aceh Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya diubah dengan Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 37 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. 28 Dalam perubahan tersebut ditambahkan 3 (tiga) izin lain, yaitu: Izin Klinik (IK), Izin Praktik Ahli Teknologi Laboraturium Medic (IP -ATLM), dan Izin Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT). 29 Semua perizinan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya masih mempergunakan secara manual, dimana pemohon harus langsung datang sendiri ke Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya untuk mengurus perizinan yang diperlukannya. Salah satu inovasi Salah satu inovasi penting yang dilakukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya untuk memudahkan masyarakat adalah membuka loket perizinan di beberapa kecamatan. Pembukaan loket perizinan di beberapa kecamatan dilakukan untuk memudahkan masyarakat untuk mengurus segala perizinan, termasuk perizinan melakukan kegiatan usaha. 30 4) Lesson Learn dari Pelayanan Perizinan Usaha Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Tuntutan akan pelayanan kepada pelayanan publik yang semakin baik, cepat dan murah semakin dibutuhkan dan akan merupakan salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat, 27 Wawancara dengan Cut Rifzaniar, S.E. (Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya), tanggal 11 Agustus 2014. 28 Ibid. 29 Ibid. 30 Ibid. 31 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari yang menganut prinsip-prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel, dimana masyarakat sebagai kelompok yang dilayani akan mendapatkan pelayanan yang lebih prima. Berdasarkan kajian terhadap pelayanan terpadu satu pintu pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya, maka terdapat sejumlah pembelajaran berharga (lesson learn), diantaranya adalah sebagai berikut: a) Keberadaan institusi penyelenggara pelayanan perizinan. Di Kabupaten Aceh Besar sebelum lahirnya Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar, telah terlebih dulu hadir SAMSAT dengan Surat Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 15 Tahun 2006. Keberadaan lembaga tersebut memiliki dasar hukum yang sangat jelas. Pembentukan lembaga baru tentunya dapat berpedoman pada lembaga sejenis yang telah ada lebih dahulu atau dapat juga belajar pada tempat lain yang telah ada. Sementara di Kabupaten Aceh Barat Daya pementukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dilakukan melalui Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. b) Pengembangan kapasitas institusi penyelenggara pelayanan perizinan. Pengembangan kapasitas lembaga terus dilakukan dan didukung dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada lembaga dimaksud. Disamping itu juga dilakukan upaya-upaya untuk memungkinkan dilakukan perizinan secara online (electronic government), namun untuk yang satu hal ini masih terkendala pada infrastruktur yang ada. c) Adanya standarisasi dalam setiap kegiatan. Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi di bidang pelayanan, telah memiliki Standar Operasi Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Minimal, Penyederhanaan Kebijakan Perizinan, 32 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Peningkatan Pelayanan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sistem Informasi dan Akses Informasi serta Pengembangan Sistem Monitoring dan Evaluasi. Keberadaan standarisasi ini menjadikan kinerja dari Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya semakin terarah dan terukur. d) Menjadi aturan yang lebih tinggi sebagai acuan Pembuatan Kerangka Kerja. Dalam pembuatan standarisasi pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTS) Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya menjadikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai pedoman dalam menyusun semua standarisasi yang diperlukan. e) membuka kantor perwakilan pelayanan atau loket pelayanan. Untuk menyesuaikan dengan kondisi geografis yang jarak antara kecamatan dengan ibu kota kabupaten yang relatif jauh, maka Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTS) Kabupaten Aceh Besar membuka kantor Perwakilan di Lambaro. Dimana inovasi yang dilakukan ini sangat membantu masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan perizinan dari pemerintah kabupaten tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka ada sejumlah kesimpulan yang dapat diambil dari pelayanan terpadu satu pintu untuk perizinan usaha di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya, diantaranya adalah: Pertama, bahwa keberadaan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki landasan hukum yang kuat dan dalam menjalankan tugas memiliki pelimpahan kewenangan dari atasannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 33 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kedua, bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya selalu berpedoman pada standar operating prosedur (SOP), dimana sejumlah SOP tersebut diatur dalam peraturan bupati. Ketiga, bahwa Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya telah menerapkan sistem pelayanan ke bawah. Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar membentuk kantor perwakilan di Lambaro dalam melayani perizinan dari pelaku usaha dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya membuka loket perizinan di beberapa kecamatan. Ini merupakan inovasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya dalam rangka membantu pelaku usaha. DAFTAR PUSTAKA Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2008, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional (PPHN) Bidang Hukum Administrasi Negara, BPHN Depkumham RI, Jakarta. BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, 2015, Aceh Barat Daya Dalam Angka 2015 (Aceh Barat Daya in Figures 2015), BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, Blang Pidie. BPS Kabupaten Aceh Besar, 2015, Aceh Besar Dalam Angka 2015 (Aceh Besar in Figures 2015), BPS Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho. BPS Kabupaten Aceh Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, 2012, Aceh Besar Dalam Angka 2012, BPS Kabupaten Aceh Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho. Falih Suaedi, Bintoro Wardianto, ed., 2010, Revitalisasi Administrasi Negara: Reformasi Birokrasi dan e-Governance, Graha Ilmu, Yogyakarta. Mardiasmo, 2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta. 34 Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016). Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, 2012, Laporan Akhir Masa Jabatan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Besar Periode 2007-2012, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho. Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Richard Burton Simartupang, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Wahyudi Kumorotomo, 2005, Etika Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Peraturan Perundang-undangan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyelenggara dan Pengendalian di Bidang Usaha. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu. Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya . Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar (Berita Daerah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 Nomor 7). 35