Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh

advertisement
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 17-35.
INOVASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PERIZINAN USAHA DI ACEH BESAR
DAN ACEH BARAT DAYA
ONE TOP SERVICE INNOVATION OF BUSINESS LICENCE IN ACEH BESAR AND ACEH
BARAT DAYA DISTRICTS
Muhammad Insa Ansari
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1 Banda Aceh 23111
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tuntutan terhadap pelayanan perizinan usaha yang baik, cepat, mudah dan murah
merupakan kebutuhan penting bagi dunia usaha. Dalam memberikan pelayanan kepada
pelaku usaha maka diperlukan upaya dari pemerintah untuk menerapan pelayanan yang
baik dengan menerapkan prinsip-prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel, sehingga
masyarakat sebagai kelompok yang dilayani akan mendapatkan pelayanan yang baik.
Kabupaten Aceh Besar melalui Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh
Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya melalui Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Kabupaten Aceh Barat Daya telah melakukan inovasi dalam pelayanan perizinan usaha.
Inovasi penting yang dilakukan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh
Besar adalah membuka kantor pelayanan perizinan di Lambaro untuk memudahkan
masyarakat menjangkaunya, sementara inovasi penting yang dilakukan oleh Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya adalah membuka loket
perizinan di beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Inovasi pelayanan
yang diberikan oleh institusi penyelenggara perizinan sangat membantu para pelaku
usaha dalam memperoleh perizinan untuk melakukan usaha di kabupaten tersebut.
Kata Kunci: Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Perizinan Usaha.
ABSTRACT
Demand on good, quick, easy and cheap business licence service in the important need
for the business. In providing the service for the businessmen hence it is required the
efforts from the government to apply good service by implementing the principles of
transparant, participating and accountable hence the people as the group serviced will
accept good service. Aceh Besar and Aceh Barat Daya Districts through the On Stop
Service Offices have innovated in providing the services. Important innovations done by
the office in Aceh Besar District in the opening of the office in Aceh Besar District of
the Lambaro to ease the service for the people, while the office in Aceh Barat Daya is
the opening the locket of licence in several subdistricts. The one stop service
innovations provided by the institutions holding the licence is really helpful the
businessmen in obtain the licence to conduct the business in the districts.
Keywords: One Stop Service, Business licence.
ISSN: 0854-5499
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
PENDAHULUAN
Kabupaten Aceh Besar terletak pada garis 5,05° - 5,75° Lintang Utara dan 94,99° 95,93° Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Kota Sabang, dan Kota
Banda Aceh, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya, Sebelah Timur degan
Kabupaten Pidie, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia .1 Kedudukan yang
sangat strategis ini menjadikan kawasan Aceh Besar merupakan sasaran pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan usaha.
Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.903,50 km2, sebagian besar wilayahnya
berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Sekitar 10% desa di Kabupaten
Aceh Besar merupakan desa pesisir. 2 Perpaduan antara wilayah daratan dan pesisir ini kian
menambah keinginan para pelaku bisnis untuk mengembangkan sayap usaha di kabupaten ini.
Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 Kecamatan, 68 Mukim, dan 604 Gampong/Desa.
Wilayah kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Seulimeum yang meliputi lebih dari
16 persen dari luas wilayah Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan kecamatan yang mempunyai
wilayah paling kecil yaitu Kecamatan Krueng Barona Jaya yang luasnya hanya 0,3 persen dari
luas Kabupaten Aceh Besar. 3
Jarak antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten sangat bervariasi.
Kecamatan Lhoong merupakan daerah yang paling jauh, yaitu berjarak 106 km dengan pusat
ibukota kabupaten (ibukota terletak di Kecamatan Kota Jantho). 4 Berikut ini adalah jarak
antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten dan pusat provinsi:
1
BPS Kabupaten Aceh Besar, Aceh Besar Dalam Angka 2015 (Aceh Besar in Figures 2015), BPS Kabupaten Aceh Besar,
Kota Jantho, 2015, hlm. 3.
2
Ibid.
3
BPS Kabupaten Aceh Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, Aceh Besar Dalam Angka 2012, BPS Kabupaten Aceh
Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho, 2012, hlm. 3.
4
BPS Kabupaten Aceh Besar, Op. Cit.
18
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Tabel 1.
Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar
Jarak ke Ibukota (km)
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
(1)
(2)
(3)
01. L h o o n g
106
54
02. Lhoknga
68
16
03. Leupung
72
24
04. Indrapuri
27
25
05. Kuta Cot Glie
20
32
06. Seulimeum
12
42
07. Kota Jantho
0
52
08. Lembah Seulawah
49
77
09. Mesjid Raya
74
31
10. Darussalam
55
13
11. Baitussalam
57
11
12. Kuta Baro
50
12
13. Montasik
40
16
14. Blang Bintang
47
16
15. Ingin Jaya
44
08
16. Krueng Barona Jaya
52
08
17. Sukamakmur
37
15
18. Kuta Malaka
33
19
19. Simpang Tiga
40
18
20. Darul Imarah
48
05
21. Darul Kamal
45
08
19
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Jarak ke Ibukota (km)
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
(1)
(2)
(3)
22. Peukan Bada
50
06
23. Pulo Aceh
82
30
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Aceh Besar Dalam Angka Tahun 2015 (Aceh Besar in Figures 2015)
Dengan kondisi geografis yang berdekatan dengan Kota Banda Aceh yang merupakan
ibukota Provinsi Aceh menjadikan kabupaten ini menjadi sasaran pelaku usaha untuk
melakukan kegiatan usaha di kabupaten ini. Di lain pihak jarak tempuh ke ibukota kabupaten
yang relatif jauh mengharuskan pemerintah Kabupaten Aceh Besar melakukan terobosanterobosan untuk mempermudahkan pelaku usaha dalam memperoleh izin sesuai dengan
prinisip-prinsip yang baik dalam pemerintah dan tidak melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku.
Kabupaten Aceh Barat Daya secara geografis terletak di bagian barat selatan Provinsi
Aceh. Kabupaten Aceh Barat Daya terletak pada 3°34’24” - 4°05’37” Lintang Utara dan
96°34’57” - 97°09’19” Bujur Timur dengan Ibukota Blang Pidie. Sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Gayo Lues, Sebelah Timur degan Kabupaten Aceh Selatan, Sebelah
Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Nagan Raya. 5
Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya adalah 1.882,05 km2, dengan hutan
mempunyai lahan terluas yaitu mencapai 129.219,10 ha, diikuti dengan lahan perkebunan
seluas 27.504, 28 ha. 6 Luasnya wilayah hutan dan perkebunan menambah minat para pelaku
bisnis untuk mengembangkan sayap usaha di Kabupaten Aceh Barat Daya.
Kabupaten Aceh Barat Daya terdiri dari 9 Kecamatan, dan 152 Gampong/Desa. Wilayah
kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Babah Rot seluas 528,28 km2, sedangkan
5
BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Barat Daya Dalam Angka 2015 (Aceh Barat Daya in Figures 2015), BPS
Kabupaten Aceh Barat Daya, Blang Pidie, 2015, hlm. 3.
6
Ibid, hlm. 4.
20
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
kecamatan yang mempunyai wilayah paling kecil yaitu Kecamatan Susuoh yang luasnya
hanya 19.05 km2 persen. 7
Jarak antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten sangat bervariasi.
Kecamatan Babahrot merupakan daerah yang paling jauh, yaitu berjarak 32 km dengan pusat
ibukota kabupaten (ibukota terletak di Kecamatan Blang Pidie). 8 Berikut ini adalah jarak
antara pusat-pusat kecamatan dengan pusat kabupaten dan pusat provinsi:
Tabel 2.
Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya
Jarak ke Ibukota (km)
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
(1)
(2)
(3)
01.
Manggeng
22
02.
Lembah Sabil
26
03.
Tangan Tangan
11
04.
Setia
7
05.
Blangpidie
2
06.
Jeumpa
12
07.
Susoh
5
08.
Kuala Batee
19
09.
Babahrot
32
Sumber: BPS, Aceh Barat Daya Dalam Angka Tahun 2015 (Aceh Barat Daya in Figures 2015).
Dengan kondisi geografis Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya
sebagaimana digambarkankan di atas, maka dalam penelitian 9 singkat ini mendeskripsikan
7
Ibid, hlm. 7.
Ibid, hlm. 9.
9
Peter Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm .141, disebutkan:
“Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber
penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum
primer dan bahan-bahan hukum tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hokum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang8
21
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
pelayanan satu pintu untuk perizinan usaha di kedua kabupaten tersebut. Dengan harapan,
praktek perizinan tersebut dapat dijadikan pedoman dan pembelajaran berharga ( lesson learn)
bagi kabupaten yang lain dalam memberikan pelayanan perizinan bagi dunia usaha. Karena
menurut pengamatan dan penelitian, penulis menemukan beberapa inovasi
10
pemerintah
dikedua kabupaten ini untuk memudahkan dan melayani masyarakat yang melakukan kegiatan
usaha.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam wilayah di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh
Barat Daya. Semula direncanakan hanya melakukan penelitian pada Kabupaten Aceh Besar
saja dikarenakan berbagai keterbatasan. Namun dikarenakan perlu perbandingan, maka
dilakukan perbandingan dengan kabupaten yang lain, maka dipilihlah Kabupaten Aceh Barat
Daya.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan
(library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan (library
research) ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang meliputi bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum primer adalah
peraturan perundang-undangan berkaitan dengan penanaman modal. Bahan-bahan hukum
sekunder berupa buku-buku, jurnal, majalah, hasil-hasil pertemuan ilmiah, makalah, laporan
hasil penelitian dan literatur lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Bahanbahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi. Penelitian lapangan (field research) ini
dilakukan untuk memperoleh data primer melalui observasi di lokasi penelitian dan
undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku
teks, kamus-kamus hokum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.”
10
Falih Suaedi, Bintoro Wardianto, Ed., Revitalisasi Administrasi Negara (Reformasi Birokrasi dan e-Governance), Graha
Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm 47. Dimana dalam buku tersebut terdapat tulisan M.R. Khairul Muluk, Dari Good ke Sound
Governance: Pendorong Inovasi Administrasi Publik, disebutkan: “Inovasi di sector public dibutuhkan untuk memberikan layanan
publik yang lebih mencerminkan ketersediaan bagi pilihan-pilihan publik dan menciptakan keanekaragaman metode pelayanan.
22
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
wawancara terstruktur dan terarah kepada responden dan informan. Pemilihan responden dan
informan dalam penelitian ini dilakukan secara kelayakan dengan memanfaatkan data awal
dari unit kerja yang terkait perizinan usaha.
Pada penelitian kepustakaan, dikumpulkan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer dikumpulkan dengan cara melakukan
indentifikasi dan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perizinan
usaha. Bahan hukum sekunder diperoleh melalui buku, jurnal dan literatur lain dikumpulkan
dengan menggunakan sistem kartu (card system). Kartu-kartu ini disusun berdasarkan nama
pengarang (subyek), sementara penguraian dan penelaahannya dilakukan berdasarkan pokok pokok masalah. Bahan hukum tersier diperoleh melalui kamus, ensiklopedi dikumpulkan
sitem kartu (card system) juga seperti bahan hukum sekunder.
Pada tahapan penelitian lapangan, data diperoleh dengan melakukan wawancara dengan
responden dan informan yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Wawancara dilakukan
secara bebas terpimpin yang berpedoman kepada kerangka wawancara, dengan pertimbangan
efesiensi dan efektifitas serta dapat memperoleh data yang mendalam terutama untuk
mengakomodasikan pendapat atau pandangan para responden dan informan.
Data yang diperoleh dari penelitian lapangan diolah dan dianalisis dengan menggunakan
pendekatan kualitatif dan selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif analitis. Metode ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fakta-fakta yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1) Pelayanan dan Pemerintahan yang Baik
Pendekatan tradisional yang dipengaruhi pendekatan legalistic ketat hanya akan menciptakan satu pendekatan tunggal dalam praktek
administrasi public (one-size-fits-all approach).
23
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang
baik, bersih dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata
pemerintah yang baik, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi,
supremasi hukum, dan partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian,
dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
11
Bahkan di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk
memperlancar proses pembangunan.12
Tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsep yang akhirakhir ini diperjuangkan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini
lahir sejalan dengan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil,
partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan.
Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam
reformasi sektor publik. 13
Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik.
Sementara Word Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. 14 Sementara itu
United
Nation
Development
Program
(UNDP)
memberikan
beberapa
karakteristik
pelaksanaan good governance, yaitu: participation, rule of law, transparency, responsiveness,
consensus orientation, equity, efficiency and effectiveness, accountability, strategic vision .15
11
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional (PPHN) Bidang Hukum Administrasi
Negara, BPHN Depkumham RI, Jakarta, 2008, hlm. 1
12
Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 107
13
Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2007, hlm. 61.
14
Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004, hlm. 24
15
Ibid.
24
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government)
adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang
dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal.
Untuk melaksanakan prinsip good governance dan clean government, maka pemerintah harus
melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta
mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independent),
serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait
(stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. 16
Dalam kaitannya dengan masalah perizinan usaha sebenarnya bukanlah persoalan baru,
bahkan pada tahun 1984 presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984
tentang Pedoman Penyelenggara dan Pengendalian di Bidang Usaha. Menurut Richard Burton
Simartupang, 17 bahwa Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tersebut ada 7 (tujuh) hal
penting yang menjadi tolok ukur setiap perizinan yang dikeluarkan, yaitu: Pertama, perlu
dikurangi jumlah perizinan yang harus dimiliki pengusaha, sehingga yang benar -benar
diperlukan saja diberikan izin. Kedua, perlu disederhanakan persyaratan administrasi dengan
mengurangi jumlah dan menghindari pengurangan persyaratan yang sealur dalam rangkaian
perizinan yang bersangkutan. Ketiga, perlu diberikan jangka waktu yang cukup panjang,
sehingga dapat memberi jaminan bagi kepastian dan kelangsungan usaha. Keempat, perlu
dikurangi bila perlu meringankan dan menghilangkan sama sekali biaya pengurusan perizinan.
Kelima, perlu disederhanakan tata cara pelaporan, sehingga satu laporan dapat dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan berbagai departemen/instansi pemerintah, baik di pusat maupun
di daerah. Keenam, perlu dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan di bidang
usaha, dan ditekankan agar penerima izin dapat diwajibkan untuk memberikan laporan paling
banyak satu kali setiap satu semester (enam bulan). Ketujuh, perlu dilakukan penerbitan
16
Paragraf Pertama Penjelasan Umum atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
25
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
terhadap pelaksanaan perizinan yang menyangkut personel sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepegawaian, termasuk tuntutan ganti rugi, disiplin pegawai negeri dan
tuntutan pidana.
2) Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk Perizinan Usaha di Aceh Besar
Dalam penyelenggaraan pemerintah, maka diperlukan adanya sejumlah asas penting,
seperti asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum,
asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. 18 Asasasas tersebut perlu diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk dalam hal
perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Dalam hal perizinan tentunya setiap pihak yang berurusan dengan masalah perizinan
mengingikan agar perizinan dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Namun demikian
tentunya ketentuan-ketentuan harus dijalankan. Beragam organ pemerintah yang berwenang
memberikan izin dapat menyebabkan tujuan dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang
membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak
dicapai.19
Untuk menjawab masalah perizinan di Kabupaten Aceh Besar telah dibentuk Kantor
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) untuk perizinan usaha. Pelayanan Terpadu Satu Pintu
untuk perizinan usaha di Kabupaten Aceh Besar mendapat pengaturan dalam Peraturan Bupati
Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar. 20
17
Richard Burton Simartupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 147.
18
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 254-255.
19
Ibid, hlm. 214
Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar, diberlakukan sejak tanggal 25 Januari 2012 dan Peraturan Bupati ini mencabut Peraturan
Bupati Aceh Besar Nomor 32 Tahun 2010 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Satu Pintu di Kabupaten Aceh
Besar.
20
26
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun
2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di
Kabupaten Aceh Besar, bahwa terdapat 45 (empat puluh lima) jenis izin yang dikelola oleh
Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP). 21
Pelayanan bidang perizinan tersebut dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (KPTSP) Kabupaten Aceh Besar. Pelayanan yang baik dan terpadu ini dimaksudkan
untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal di Kabupaten
Aceh Besar.
KPTSP ini sendiri dibentuk sebagai perwujudan dari pelaksanaan misi
menciptakan pelayanan pemerintahan yang baik dan bersih serta bebas dari unsur Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). 22 KPTSP ini sendiri dibentuk dengan Peraturan Bupati Aceh
Besar Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar.
Sebelum KPTSP ini dibentuk, telah terlebih dahulu dibentuk Kantor SAMSAT dengan
Keputusan
Bupati Aceh Besar Nomor 15 Tahun 2006 tentang Pendirian SAMSA T yang
berada di bawah Dinas Pendapatan. Dimana pada waktu itu belum diatur tentang proses,
waktu, persyaratan dan biaya dari semua proses perizinan dalam suatu Standar Operasional
Prosedur (SOP).
21
Izin-izin usaha yang ditangani oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTS) Kabupaten Aceh Besar terdiri dari: 1).
izin mendirikan bangunan; 2). izin gangguan; 3). surat izin tempat usaha; 4). izin usaha perdagangan; 5). tanda daftar industri/izin
usaha industri; 6). izin usaha jasa konstruksi; 7). tanda daftar perusahaan; 8). tanda daftar gudang; 9). izin pertambangan daerah; 10).
izin reklame; 11). izin usaha perikanan; 12). izin usaha kapal penangkap ikan; 13). izin kapal pengangkut ikan; 14). izin usaha
peternakan; 15). tanda daftar usaha peternakan; 16). izin usaha obat hewan; 17). izin usaha penggilingan padi (huller); 18). izin
usaha perkebunan; 19). izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung wallet; 20). izin penyelenggaraan kursus; 21). izin
operasional pendidikan anak usia dini; 22). izin usaha jasa pariwisata; 23). izin usaha obyek dan daya tarik wisata; 24). izin usaha
sarana wisata; 25). izin praktik apoteker/izin kerja apoteker; 26). izin kerja radiographer; 27). izin kerja asisten apoteker; 28). izin
mendirikan rumah sakit; 29). izin operasional rumah sakit; 30). izin optikal; 31). izin pengobatan tradisional/ surat terdaftar
pengobat tradisional; 32). izin praktik bersama dokter; 33). izin praktik bidan/izin kerja bidan; 34). izin praktek dokter gigi; 35). izin
praktik dokter spesialis; 36). izin praktik dokter umum; 37). izin praktik perawat gigi/izin kerja perawat gigi; 38). izin praktik
perawat umum/izin kerja perawat umum; 39). izin praktik fisiotrapis/izin kerja fisiotrapis; 40). izin praktik okupasi terapis; 41). izin
operasional klinik/balai pengobatan; 42). izin operasional rumah bersalin; 43). izin operasional apotik; 44). izin operasional depot
obat; 45). izin sanitasi.
22
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Laporan Akhir Masa Jabatan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Besar Periode 20072012, Kota Jantho: Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, hal. IV-380
27
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Sebelum KPTSP ini dibentuk, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Besar bekerjasama
dengan OSS Center dan LOGICA melaksanakan pendampingan untuk membentuk pelayanan
terpadu satu pintu dengan menerapkan sistem pelayanan perijinan satu pintu (PTSP) , dimana
menjadikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai acuan dalam pembentukan KPTSP .
Setelah konsepsinya disesuaikan Permendargi tersebut, Bupati Aceh Besar
membentuk
KTPST dengan Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar.
Sampai dengan tahun 2011 ada 18 izin yang sudah sudah dilimpahkan pengelolaannya
dan penandatanganannya kepada Kepala KPTSP sebagaimana telah ditetapkan sesuai dengan
Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 205 Tahun 2007 tentang Pelimpahan Sebagian
Kewenangan di Bidang Perizinan dan Non Perizinan Kepada Kepala Kantor Perizinan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar. 23
Dari Tahun 2008 sampai dengan 2010 Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP)
Kabupaten Aceh Besar melakukan kerja sama dengan The Asia Foundation dalam rangka
peningkatan kapasitas kelembagaan demi mewujudkan pelayanan kepada masyarakat.
Kerjasama dimaksud kemudian dilanjutkan dengan
B-Trust dan INA terhitung selama bulan
Oktober hingga Desember 2010. 24
Adapun prosedur pelayanan perizinan berdasarkan Pasal 5 Peraturan Bupati Aceh Besar
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut:
“Prosedur Pelayanan Perizinan pada KPTSP adalah sebagai berikut:
1. Pemohon mendapatkan informasi dari petugas informasi tentang perizinan dan
kemungkinan apakah perizinan yang dimohonkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
23
24
Ibid.
Dalam kerjasama dengan kedua lembaga dimaksud, maka ada sejumlah hasil yang telah didapatkan,
diantaranya adalah: a). Pembuatan SOP (Standar Operasi Prosudur); b). Pembuatan SPM (Standar Pelayanan Minimal);
c). Penyederhanaan Kebijakan Perizinan; d). Peningkatan Pelayanan; e). Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia);
f). Sistem IT dan Akses Informasi; g). Pengembangan Sarana dan Prasarana; h). Pengembangan Sistem Monev.
28
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
2. Pemohon mengisi formulir permohonan yang telah disediakan dan melengkapi
persyaratan yang ditetapkan;
3. Pemohon menyerahkan formulir permohonan dan persyaratan yang diperlukan ke loket
pendaftaran;
4. Petugas di loket pendaftaran melakukan pemeriksaan berkas permohonan dan
kelengkapan persyaratan;
5. Jika tidak lengkap maka berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi;
6. Jika lengkap, maka:
a. Petugas pelayanan dan pendaftaran melakukan pendataan dan mencetak tanda terima
permohonan;
b. Petugas pelayanan dan pendaftaran menyampaikan tanda terima kepada pemohon;
c. Petugas pelayanan dan pendaftaran meneruskan berkas permohonan kepada petugas
pengolahan dan penerbitan.
7. Petugas pengolahan dan penerbitan menetapkan apakah perizinan dapat langsung
diterbitkan atau harus melalui pemeriksaan teknis terlebih dahulu;
8. Jika ditetapkan bahwa perizinan dapat langsung diproses tanpa melakukan pemeriksaan
teknis, permohonan langsung diproses untuk penerbitan perizinan;
9. Jika ditetapkan bahwa proses perizinan harus melalui pemeriksaan tim teknis, maka:
a. Petugas pengolahan dan penerbitan menyampaikan permintaan kepada Tim Teknis
untuk melakukan pemeriksaan teknis;
b. Petugas administrasi tim teknis melakukan penjadwalan dan perencanaan untuk
melakukan pemeriksaan lapangan;
c. Tim Teknis melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau pembahasan dilanjutkan
dengan pembuatan berita acara pemeriksaan;
d. Hasil pemeriksaan teknis yang dilakukan oleh tim teknis dituangkan dalam berita
acara pemeriksaan dan rekomendasi apakah perizinan dapat diizinkan atau tidak
dan/atau diizinkan dengan syarat tertentu.
10. Jika hasil rekomendasi tim teknis menyatakan bahwa perizinan ditolak atau
ditangguhkan karena memerlukan penyesuaian persyaratan teknis, maka:
a. Kepala Seksi Pelayanan menyampaikan kepada pemohon bahwa perizinan yang
dimohon ditolak atau ditangguhkan;
b. Kepala Seksi Pelayanan membuat surat penolakan atau penangguhan dan diteruskan
kepada Kasi Pemrosesan Perizinan untuk melakukan penomoran dan pengarsipan;
c. Kepala Seksi Pemrosesan Perizinan meneruskan surat penolakan atau penangguhan
kepada petugas pengambilan berkas untuk disampaikan kepada pemohon.
11. Jika hasil rekomendasi tim teknis menyatakan bahwa perizinan disetujui, maka
permohonan dilanjutkan kepada petugas penerbitan dokumen perizinan;
12. Petugas pengolahan dan penerbitan mencetak naskah perizinan dan SKRD atau SKP
Daerah untuk ditandatangani oleh Kepala KPTSP;
13. Atas perizinan yang disetujui, petugas pengolahan dan penerbitan perizinan
menginformasikan kepada pemohon bahwa perizinan telah selesai beserta ketetapan
Retribusi atau Pajak yang harus dibayarkan;
14. Perizinan yang telah ditandatangani oleh Kepala Kantor disampaikan kepada Kasi
Penyuluh dan Data untuk melakukan pengadministrasian dan pengarsipan;
15. Petugas bagian pelayanan menyampaikan dokumen perizinan kepada petugas
penyerahan dokumen;
16. Untuk perizinan yang memiliki Retribusi atau Pajak, pemohon mengambil surat perintah
pembayaran dari petugas penyerahan dokumen dan melakukan pembayaran di Kasir dan
menyampaikan bukti pembayaran Retribusi atau Pajak kepada petugas penyerahan
dokumen;
29
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
17. Petugas penyerahan dokumen menyampaikan dokumen perizinan kepada pemohon
setelah pemohon menandatangani bukti penerimaan dokumen.”
Ketentuan Pasal 5 tersebut di atas sudah menunjukkan bahwa perizinan usaha dapat
dilakukan
secara
mudah,
bahkan
Peraturan
Bupati
tersebut
dalam
lampirannya
mendeskripsikan bagan alir tentang tata cara memperoleh izin usaha.
Salah satu inovasi penting yang dilakukan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(KPTSP) Kabupaten Aceh Besar untuk memudahkan masyarakat adalah membuka kantor
Pelayanan di Lambaro. Pembukaan kantor pelayanan di Lambaro dilakukan untuk
memudahkan masyarakat untuk mengurus segala perizinan, termasuk perizinan melakukan
kegiatan usaha.
3) Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk Perizinan Usaha di Aceh Barat Daya
Pada tanggal 11 Maret 2009 Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya menetapkan dan
mengesahkan Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat
Daya. 25
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 8 Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya
Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya, Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya pada
tanggal 23 Maret 2009 menetapkan Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009
tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. 26
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
25
Wawancara dengan Darul Arqam, S.H. (Staf Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya), tanggal 11
Agustus 2014.
26
Ibid.
30
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Kabupaten Aceh Barat Daya ada 64 (enam puluh empat) perizinan yang dilimpahkan kepada
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. 27
Dalam perjalanan waktu Peraturan Bupati Aceh Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Kabupaten Aceh Barat Daya diubah dengan Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 37
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009
tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya. 28 Dalam perubahan tersebut ditambahkan 3 (tiga) izin
lain, yaitu: Izin Klinik (IK), Izin Praktik Ahli Teknologi Laboraturium Medic (IP -ATLM),
dan Izin Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT). 29
Semua perizinan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten
Aceh Barat Daya masih mempergunakan secara manual, dimana pemohon harus langsung
datang sendiri ke Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya untuk
mengurus perizinan yang diperlukannya.
Salah satu inovasi Salah satu inovasi penting yang dilakukan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya untuk memudahkan masyarakat adalah
membuka loket perizinan di beberapa kecamatan. Pembukaan loket perizinan di beberapa
kecamatan dilakukan untuk memudahkan masyarakat untuk mengurus segala perizinan,
termasuk perizinan melakukan kegiatan usaha. 30
4) Lesson Learn dari Pelayanan Perizinan Usaha Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Tuntutan akan pelayanan kepada pelayanan publik yang semakin baik, cepat dan murah
semakin dibutuhkan dan akan merupakan salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat,
27
Wawancara dengan Cut Rifzaniar, S.E. (Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten
Aceh Barat Daya), tanggal 11 Agustus 2014.
28
Ibid.
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
yang menganut prinsip-prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel, dimana masyarakat
sebagai kelompok yang dilayani akan mendapatkan pelayanan yang lebih prima. Berdasarkan
kajian terhadap pelayanan terpadu satu pintu pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(KPTSP) Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh
Barat Daya, maka terdapat sejumlah pembelajaran berharga (lesson learn), diantaranya adalah
sebagai berikut:
a) Keberadaan institusi penyelenggara pelayanan perizinan. Di Kabupaten Aceh Besar sebelum
lahirnya Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor
12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perizinan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar, telah terlebih dulu hadir SAMSAT dengan Surat
Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 15 Tahun 2006. Keberadaan lembaga tersebut
memiliki dasar hukum yang sangat jelas. Pembentukan lembaga baru tentunya dapat
berpedoman pada lembaga sejenis yang telah ada lebih dahulu atau dapat juga belajar pada
tempat lain yang telah ada. Sementara di Kabupaten Aceh Barat Daya pementukan Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu dilakukan melalui Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor
5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya.
b) Pengembangan kapasitas institusi penyelenggara pelayanan perizinan. Pengembangan
kapasitas lembaga terus dilakukan dan didukung dengan peningkatan kapasitas sumber daya
manusia pada lembaga dimaksud. Disamping itu juga dilakukan upaya-upaya untuk
memungkinkan dilakukan perizinan secara online (electronic government), namun untuk
yang satu hal ini masih terkendala pada infrastruktur yang ada.
c) Adanya standarisasi dalam setiap kegiatan. Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Aceh
Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsi di bidang pelayanan, telah memiliki Standar Operasi
Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Minimal, Penyederhanaan Kebijakan Perizinan,
32
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Peningkatan Pelayanan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sistem Informasi dan Akses
Informasi serta Pengembangan Sistem Monitoring dan Evaluasi. Keberadaan standarisasi ini
menjadikan kinerja dari Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar dan
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya semakin terarah dan
terukur.
d) Menjadi aturan yang lebih tinggi sebagai acuan Pembuatan Kerangka Kerja. Dalam
pembuatan standarisasi pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTS) Kabupaten Aceh
Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya menjadikan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai pedoman dalam menyusun semua standarisasi yang
diperlukan.
e) membuka kantor perwakilan pelayanan atau loket pelayanan. Untuk menyesuaikan dengan
kondisi geografis yang jarak antara kecamatan dengan ibu kota kabupaten yang relatif jauh,
maka Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTS) Kabupaten Aceh Besar membuka
kantor Perwakilan di Lambaro.
Dimana inovasi yang dilakukan ini sangat membantu
masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan perizinan dari pemerintah kabupaten
tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka ada sejumlah kesimpulan yang dapat
diambil dari pelayanan terpadu satu pintu untuk perizinan usaha di Kabupaten Aceh Besar dan
Kabupaten Aceh Barat Daya, diantaranya adalah:
Pertama, bahwa keberadaan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh
Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki
landasan hukum yang kuat dan dalam menjalankan tugas memiliki pelimpahan kewenangan
dari atasannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
33
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kedua, bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Aceh Besar dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya
selalu berpedoman pada standar operating prosedur (SOP), dimana sejumlah SOP tersebut
diatur dalam peraturan bupati.
Ketiga, bahwa Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar dan Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya telah menerapkan sistem pelayanan
ke bawah. Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Besar membentuk kantor
perwakilan di Lambaro dalam melayani perizinan dari pelaku usaha dan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya membuka loket perizinan di beberapa
kecamatan. Ini merupakan inovasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya dalam rangka membantu pelaku usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2008, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional
(PPHN) Bidang Hukum Administrasi Negara, BPHN Depkumham RI, Jakarta.
BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, 2015, Aceh Barat Daya Dalam Angka 2015 (Aceh Barat
Daya in Figures 2015), BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, Blang Pidie.
BPS Kabupaten Aceh Besar, 2015, Aceh Besar Dalam Angka 2015 (Aceh Besar in Figures
2015), BPS Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho.
BPS Kabupaten Aceh Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, 2012, Aceh Besar Dalam
Angka 2012, BPS Kabupaten Aceh Besar dan BAPPEDA Kabupaten Aceh Besar, Kota
Jantho.
Falih Suaedi, Bintoro Wardianto, ed., 2010, Revitalisasi Administrasi Negara: Reformasi
Birokrasi dan e-Governance, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Mardiasmo, 2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
34
Inovasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Perizinan Usaha di Aceh Besar dan Aceh Barat Daya
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, 2012, Laporan Akhir Masa Jabatan Bupati dan Wakil
Bupati Aceh Besar Periode 2007-2012, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Kota Jantho.
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Richard Burton Simartupang, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wahyudi Kumorotomo, 2005, Etika Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyelenggara dan Pengendalian di
Bidang Usaha.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Satu Pintu.
Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat Daya .
Peraturan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan di
Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Aceh Barat
Daya.
Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 7 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Aceh Besar (Berita Daerah
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 Nomor 7).
35
Download