PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME) BERBANTUAN MEDIA RAINBOW BLOCK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SEKOLAH DASAR Yuliani Rahayu, Edy Bambang Irawan, Subanji Pendidikan Dasar, Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: [email protected] ABSTRACT: The purposes of this article is to describe RME approach asited rainbow blocks manipulative media and the it’s step on fraction matter in elementary school. The following stages of instructional that using RME approach consist of: (1) understanding the contextual issues, (2) solving the contextual problems with manipulative media assisted, (3) discussing and comparing answers, and (4) Concluding. The use of RME’s approach can made a meaningfull learning because of the concept building process related to students’s real world context. To help connecting students’s real world context used manipulative media as learning tools to aimed instructional mathematic purposes. Key words: Realistic Mathematic Education (RME), rainbow blocks manipulative media, fraction ABSTRAK: Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan pendekatan RME berbantuan media manipulative rainbow block beserta langkah-langkahnya pada pembelajaran matematika materi pecahan di sekolah dasar. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan RME berbantuan media manipulatif terdiri dari: (1) memahami masalah kontektual, (2) menyelesaikan masalah kontekstual dengan bantuan media manipulative rainbow blocks, (3) mendiskusikan dan membandingkan jawaban, dan (4) Menyimpulkan. Penggunaan pendekatan RME dalam pembelajaran dapat membuat pembelajaran lebih bermakna karena proses membangun konsep dihubungkan dengan konteks dunia nyata siswa. Untuk membantu menghubungkan konteks dunia nyata siswa digunakan media manipulatif sebagai alat bantu belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Kata kunci: Realistic Mathematic Education (RME), media manipulative rainbow blocks, pecahan Pembelajaran matematika di sekolah dasar kerap kali dipandang sebagai pelajaran yang sulit bagi siswa. Dalam proses pembelajarannya, kerap kali siswa menghadapi pembelajaran matematika dengan rasa takut. Siswa memandang matematika sebagai sejumlah hitungan dan rumus yang harus mereka hitung dan hafalkan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Noyes dalam Wijaya (2012: 5) yang menyebutkan “many children are trained to do mathematical calculations rather than being educated to think mathematically”, bahwa banyak siswa yang dilatih mengerjakan perhitungan matematika dibandingkan mereka yang dididik untuk berfikir matematis membuat siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah kontekstual dalam pemecahan masalah matematika. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual ini tentu akan menghambat tercapainya tujuan pembelajaran matematika di sekolah. Berdasarkan PERMENDIKNAS no. 22 tahun 2006 mata pelajaran matematika salah satunya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah di sini adalah bagimana matematika dapat diajarkan secara bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat mengaplikasikan konsep matematika yang mereka peroleh dalam konteks kehidupan nyata sehari-hari siswa. Dunia nyata (real world) untuk pengembangan ide dan konsep matematika biasanya kurang disentuh guru dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika biasanya hanya berupa penyampaian konsep dari guru, dan diakhiri dengan test. Siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran matematika bahkan sebagian besar siswa menganggap matematika itu sulit. Berdasarkan hasil observasi pada kelas 4 di SDN 7 Lembang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat pada tanggal 26 februari 2016, penulis menemukan siswa yang kesulitan melakukan penjumlahan pecahan yang tidak 1 2 3 sama penyebutnya, seperti pada soal + = dimana 2 3 5 siswa hanya menambahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Banyaknya siswa yang tidak mengetahui cara penyelesaian operasi hitung pecahan membuat rata-rata nilai evaluasi pecahan kurang maksimal. Dari hasil refleksi tersebut terungkap beberapa masalah sebagai berikut: 1) guru masih mendominasi di kelas (teacher centered); 2) guru belum bisa merepresentasikan konsep pecahan dengan nyata sehingga sulit dikonstruksi oleh siswa; 3) guru tidak menggunakan media yang dapat diaplikasikan dan dapat dimanipulasi oleh siswa secara langsung, membuat siswa menjadi pasif dan partisipasi siswa berkurang; 4) guru dalam pembelajaran tidak mengaitkan materi dengan skema atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa akibatnya siswa merasa jenuh dan bosan. Dengan memperhatikan temuan di lapangan, maka diperlukan pendekatan pembelajaran yang dapat membangun pemhaman konsep matematis siswa dalam pembelajaran. Pemahaman konsep matematis dapat dilakukan dengan proses siswa membangun konsep secara mandiri melalui penggunaan media pembelajaran yang kontekstual dengan kehidupan siswa. Pendekatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dengan mengaitkan konsep pembelajaran kedalam konteks kehidupan siswa adalah dengan menggunkan pendekatan Realistic Mathematic Education, disingkat RME. Selain pendekatan RME, diperlukan juga media untuk membantu siswa dalam menemukan dan membangun sendiri konsep matematika. Media yang dipilih haruslah media yang dapat dimanipulasi atau diotak-atik siswa dan dapat mengantarkan siswa dalam proses membangun konsep. Schweyer (2000:4) menyatakan bahwa bahan manipulatif matematika didefinisikan sebagai bahan atau objek dari dunia nyata yang dimanfaatkan siswa untuk menunjukan suatu konsep matematika. Sedangkan Shaw (2002:1) menyatakan bahwa bahan manupulatif terdiri dari banyak bentuk dalam sekolah dasar dan menengah, contohnya kepingan pecahan dan bangun geometri padat yang dapat membelajarkan konsep matematika. Dalam pembelajaran konsep matematika dengan materi pecahan di kelas 4 sekolah dasar, maka penulis memilih media manipulatif rainbow block untuk digunakan dalam pembelajaran konsep pecahan. Rainbow block adalah semacam balok berwarna yang mewakili bilangan pecahan untuk memudahkan siswa memahami konsep pecahan. Dengan demikian diharapkan siswa dapat membangun konsep pecahan dengan baik. Usaha untuk membangun konsep pecahan dengan menggunakan pendekatan RME juga telah dilakukan oleh Yudhistira (2015) dimana pendekatan RME berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika khususnya pada kompetensi dasar mengenal konsep pecahan senilai dan melakukan operasi hitung pecahan menggunakan benda konkret/gambar. Namun, kegiatan yang dilakukan dalam langkah pembelajaran di RPP serta benda konkret yang digunakan masih belum begitu nyata. Konsep pecahan dikenalkan dengan media nyata yang dimanipulasi berupa kertas warna yang dijadikan berbagai nilai pecahan. Penggunaan kertas warna untuk mengenalkan konsep pecahan senilai harus disempurnakan dengan pemilihan media lain yang lebih mudah dimanipulasi siswa dan lebih tahan lama sehingga dapat digunakan berulang kali pada pembelajaran selanjutnya. Untuk itu, dapat dipilih media rainbow block sebagai usaha penyempurnaan media manipulative (kertas lipat) yang sudah digunakan oleh peneliti sebelumnya. HASIL KAJIAN Penerapan pendekatan RME diulas Anwar,dkk (2012) yang menyatakan bahwa dengan menambahkan langkah pembelajaran dengan karakteristik RME pada pembelajaran matematika menunjukkan pengaruh adanya peningkatan minat dan aktifitas siswa sehingga pemahaman siswa akan konsep matematika meningkat. Sementara itu, dalam RME, konteks adalah sebagai pengantar dunia nyata ke dalam konsep matematika. Kesalahan dalam menanamkan konsep matematika yang beragam dapat menjadi penyebab kesulitan dalam mempelajari konsep dalam pecahan. Seperti kegiatan pembelajaran matematika dengan materi pecahan yang dilakukan oleh Sari, dkk (2012) mengungkapkan bahwa makna pecahan yang bervariasi merupakan salah satu dari penyebab-penyebab kesulitan dalam pembelajaran pecahan. Siswa-siswa seharusnya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengeksplorasi makna pecahan sebelum mereka mempelajari hubungan antar pecahan dan operasi pada pecahan. Walaupun siswa dapat mengarsir daerah yang merepresentasikan suatu pecahan, tidak berarti mereka benar-benar memahami makna pecahan secara menyeluruh. Dengan pendekatan matematika realistik, siswa diberi permasalahan kontekstual tentang pembagian adil dan pengukuran yang melibatkan pecahan. Senada dengan Sari, Natole (2014) menyebutkan melalui RME siswa diberikan kesempatan untuk menemukan konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai masalah kontekstual dalam pembelajaran. Dwiyana (2015) mengungkapkan bahwa RME dapat dikembangkan dengan meenggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Cara ini dapat meningkatkan aktivitas siswa. Lebih lanjut, Dwiyana (2015) mengungkapkan The implementation of this model is conducted through five stages: 1) previous study phase; 2) model planning phase; 3) model implementation phase; 4) practicality assessment phase, and 5) model effectiveness phase. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa model yang dikembangkan dapat digunakan oleh guru dengan memusatkan perhatian pada ide-ide siswa, disamping itu, pendekatan RME juga dapat digunakan untukk meningkatkan kualitas pembelajaran matematik dan juga meningkatkan keprofesionalisasian guru. Pembelajaran dengan pendekatan RME juga dilakukan Irawan (2014) yang menyatakan bahwa terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis segitiga menggunakan pendekatan Pembelajaran Realistik Matematik (PMR) dimana siswa belajar mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui konteks masalah sehari- hari yang dapat dibayanggkan oleh siswa. Sementara itu Julie,dkk (2013) yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelas yang diberikan treatment dengan RME dan kelas konvensional. Kelas dengan perlakuan RME menunjukkan peningkatan dalam penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian menggunakan pendekatan matematika realistik dilakukan Usdiyana (2009) dimana berdasarkan analisa terhadap jawaban siswa, siswa dalam kelompok sedang dan tingggi baik untuk kelas eksperimen maupun untuk kelas kontrol kemampuan berpikir logisnya sudah cukup memadai hanya perlu ditingkatkan lagi. Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik pada kelas eksperimen untuk kelompok rendah cukup membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan berpikir logis siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibanding dengan siswa di kelas kontrol. Pada umumnya siswa merasa senang, tertarik, dan mudah mengerti belajar matematika dengan pendekatan realistik, terutama siswa kelompok sedang dan rendah. Palinussa (2013) mengungkapkan bahwa kemampuan berfikir kritis matematis dan karakter siswa dapat dibangun melalui penggunaan pendekatan PMR yang dikaitkan dengan kearifan local yang ada di daerah. Kearifan local ini dikitkan dengan masalah kontekstual yang memang harus muncul dalam RME untuk kemudian ditemukan pemecahan masalahnya dalam rangka membangun konsep. Sementara itu, Hirza,dkk (2014) mengungkapkan adanya peningkatan kemampuan intuisi siswa pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME. Lebih lanjut Hirza menyarankan agar penggunaan RME dalam pembelajaran juga didukung dengan penguunaan media untuk membantu siswa menyelesaikan masalah kontekstual dalam rangka membangun konsep pembelajaran matematika. PEMBAHASAN RME merupakan suatu pendekatan yang didasarkan pada asumsi (anggapan) Hans Freudenthal (1905-1990) bahwa matematika adalah aktifitas/kegiatan manusia (Fauzan, 2002:35). Seperti yang diungkapkan Soviawati (2011), bahwa RME pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami siswa. Lingkungan dalam hal ini disebut juga aktivitas sehari-hari. Haeuvel-Panhuizen (2003:9) menuturkan “In RME, students should learn mathematics by developing and applying mathematical concepts and tools in daily-life problem situations that make sense to them”. Lain lagi pendapat Barnes (2005:52) menjelaskan, Pendekatan RME digunakan untuk membayangkan realitas dan lingkungan buatan sebagai dasar untuk analisis matematis dan eksplorasi struktur matematika. Maknanya, pada pembelajaran RME, siswa harus belajar mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep matematika serta caracaranya dalam permasalahan kehidupan kehidupan seharihari sehingga bermakna bagi siswa. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa RME adalah suatu pendekatan yang menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika formalnya melalui masalah-masalah realitas yang ada. Dalam RME dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam RME digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange (dalam Hadi, 2005) sebagai lingkaran tak berujung, dapat dilihat seperti berikut: Real World Mathematization and Aplications Mathematization and Reflection Abstraction and Formalization Gambar 2.1 Matematisasi Konseptual Selanjutnya, Treffers (Hadi, 2005) menjelaskan matematisasi dibedakan menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Kedua proses ini digambarkan oleh Gravenmeijer seperti berikut : Gambar 2.2 Matematisasi Horizontal dan Vertical Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langung tanpa bantuan konteks. Matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal, sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal. Sebagai suatu pendekatan pembelajaran matematika, menurut Gravemeijer (Julie et al, 2014:152) RME memiliki lima karakteristik utama sebagai berikut: the use of context, bridging by vertical instruments; student contributions; interactivity; dan intertwining. Penggunaan media untuk mendukung RME dioptimalkan berasal dari benda-benda yang telah dikenal siswa, seperti kertas atau kayu. Menurut Arsyad (2013:3) kata media berasal dari bahasa Latin “medius” yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Pendapat lain dijelaskan oleh Munadi (2013:9) bahwa media dalam konteks pembelajaran adalah bahasa guru. Bahasa guru dalam pembelajaran tersebut dapat secara verbal maupun non-verbal. Dapat disimpulkan bahwa media adalah alat bantu/peraga pembelajaran untuk menyampaikan suatu konsep kepada siswa. Boggan, Whitmire & Harper (2010:2) menjelaskan bahwa manipulatif bisa datang dari berbagai bentuk dan sering didefinisikan sebagai benda-benda fisik yang digunakan dalam pengajaran untuk melibatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Marshall, Linda & Paul (2008), yang menyimpulkan bahwa media manipulatif pada matematika sangat efektif jika direncanakan dengan hati-hati, dan manipulatif membantu siswa menghubungkan dengan konsep yang sedang dikembangkan. Menurut Subanji (2013: 81) benda-benda fisik atau manipulative untuk memodelkan konsep-konsep matematika merupakan alat yang penting untuk membantu siswa belajar matematika. Dalam hal ini konsep matematika berisi hubunganhuubungan logis yang dikonstruksi didalamnya dan yang ada dalam pikiran sebagai bagian dari jaringan ide. Jadi media manipulatif digunakan sebagai alat bantu belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Dari paparan di atas sangat jelas bahwa bantuan media manipulative akan berperan penting dalam membantu anak mengkonstruksi masalah kontekstual. Media manipulatif mempunyai banyak kelebihan yaitu: (1) membantu siswa untuk mengkonkretkan ide abstrak; (2) membantu siswa memahami kata-kata dan simbol matematika; (3) membantu siswa membangun kepercayaan dengan memberikan mereka tes dan konfirmasi; (4) sangat berguna untuk memecahkan masalah; (5) membuat pembelajaran matematika menjadi lebih menarik dan menyenangkan (Burns, 1996:47). Atas dasar itu, diharapkan media manipulatif dapat membantu siswa mengkonstruksi pemaham matematikanya, menyederhanakan konsep yang sulit, mengkonkretkan benda, konsep atau pengertian abstrak terkait operasi hitung pecahan melalui pendekatan RME. Media manipulatif yang digunkan adalah rainbow 1 1 1 block, yaitu balok pecahan yang terdiri dari pecahan , , 4 , 2 3 1 dan . Media manipulative rainbow block ini terbuat dari 10 kayu yang memiliki papan sebagai satu bagian utuh dari pecahan 1/1, 2/2, dan seretusnya. Setiap keping pecahan diberi warna berbeda sehingga pada balok pecahan per sepuluh diberi warna pelangi sehingga diharapkan menarik bagi siswa. 1 Gambar Media Block Pecahan 10 (sumber: doc. Pribadi) Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman konsep merupakan bagian yang sangat penting. Pemahaman konsep matematik merupakan landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari. Menurut Schoenfeld (1992) berpikir secara matematik berarti (1) mengembangkan suatu pandangan matematik, menilai proses dari matematisasi dan abstraksi, dan memiliki kesenangan untuk menerapkannya, (2) mengembangkan kompetensi, dan menggunakannya dalam pemahaman matematik. Implikasinya adalah bagaimana seharusnya guru merancang pembelajaran dengan baik, pembelajaran dengan karakteristik yang bagaimana sehingga mampu membantu siswa membangun pemahamannya secara bermakna. Penggunaan pendekatan RME dipadukan dengan media manipulative untuk membantu siswa lebih aktif mengkonstruksi pemahaman. Media manipulative yang digunakan adalah rainbow blocks, media ini digunakan untuk membangun konsep pecahan. Untuk membangun konsep awal pecahan, misalnya untuk membangun konsep bahwa pecahan merupakan suatu bagian dari keseluruhan bagian maka digunakan kepingan raibow blocks untuk menjelaskannya. Misal untuk 1 menanamkan bahwa adalah 1 bagian dari 4 bagian maka 4 ditunjukkan melalui satu balok pecahan dari rainbow blocks perempat. Satu keping balok pecahan dari rainbow blocks perempat adalah satu bagian dari empat bagian keseluruhan 1 atau dapat ditulis . http://www.aabri.com/manuscripts/10451.pdf Diakses 07 April 2016. Burns, Marilyn. 1996. How to make the most of Math Manipulatives. Instructor Magazine, Agustus. Hlm..45-49. 4 Dwiyana. 2015. Realistic Mathematics LearningUsing Cooperative Model in Junior High School. (online). (www.iiste.org › Home › Vol 6, No 29 (2015)). Diakses 28 Juli 2016. Fauzan, Ahmad, 2002. Applying Realistic Mathematics Education (RME) In Teaching Geometry In Indonesian Primary Schools. Thesis : University of Twente, Enschede. - With refs. - With summary in Ducth (tidak diterbitkan). 1 Gambar Media Block Pecahan 4 (sumber: doc. Pribadi) SIMPULAN Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekaran RME dilakukan dengan tahapan pengenalan konteks, menyelesaikan masalah kontekstual dengan bantuan media manipulatif rainbow block, mendiskusikan dan membandingkan jawaban, serta menyimpulkan. Dalam penggunaan konteks dan pemecahan masalah terkait konteks terjadi proses membangun konsep matematis sehingga mampu meningkatkan pemahaman, kemampuan berfikir kritis, kemampuan intuisi, dan kemampuan pemecahan masalah matematis. DAFTAR RUJUKAN Anwar, Lathiful; Budayasa, I.K; Amin, S.M; De Haan, D. 2012. Eliciting Mathematical Thinking of Students through Ralistic Mathematics Education. Indo MS. J.M.E Vol.3 No.1 January 2012, pp. 55-70. (isjd.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id =1010409&idc=32). Diakses 14 Juli 2016. Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Depok: PT. Rajagrafindo Persada Barnes, Heyley. 2005. The Theory of Realistic Mathematics Education as a Theoretical Framework for Teaching Low Attainers in Mathematics. Journal: Pythagoras 61, June, 2005, pp. 42-57. Boggan M, Harper S, & Whitmire A. 2010. Using manipulatives to teach elementary mathematics. Journal of Instructional Pedagogies pp. 1-6 (online) Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Penerbit Tulip. Heuvel-Panhuizen, Marja van den. 2003. The Didactical Use Models In Realistic Mathematic Education: An Example From A Longitudinal Trajectory On Percentage. Journal: Education Studies in Mathematic Vol 54, pp. 9-35. Hirza, Bonita; Kusmah, YS; Darhim dan Zulkardi. 2014. Improving Intuition Skills with Realistic Mathematics Edcation. (online). (files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1079612.pdf). Diakses 28 Juli 2016. Hopkins, David. 2011. A Teacher’s Guide To Classroom Research (alih bahasa Ahmad Fawaid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Irawan, E.B., M. Muksar. 2014. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis SegitigaMenggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) pada Siswa Kelas VII-F SMP Negeri 19 Malang/Idalaila. Jurnal (online). Um.ic.id. diakses17 November 2016. Julie, Hongki; Suwarsono, St dan Juniati, Dwi. 2013. The First Cycle of Developing Teaching Materials for Fractions in Grade Five Using Realistic Mathematics Education. (online). (ejournal.unsri.ac.id/index.php/jme/article/view/415). Diakses 28 Juli 2016. Julie, Hongkie et al. 2014. Understanding Profile From The Philosophy, Principles, And Characteristics Of RME. Jurnal: IndoMS-JME Vol.5 No. 2 July 2014, pp. 148159. Marshalll, Linda & Paul, Swan. 2008. Exploring the Use of Mathematics Manipulative Materials: Is It What We Tink It Is?. Journal: EDU-COM International Conference Conferences, Symposia and Campus Events. 19-21 November 2008.pp.338-350 (research online) http://ro.ecu.edu.au/ceducom/33 diakses 12 April 2016. Munadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta : Referensi. Nalole, Martianty. 2008. Pembelajaran Pengurangan Pecahan Melalui Pendekatan Realistik Matematik di Kelas V Sekolah Dasar. (online). (ejurnal.ung.ac.id/index.php/JIN/article/download/84 7/789). Diakses 28 Juli 2016 Palinussa, Anderson L. 2013. Students’ Critical Mathematical Thinking Skills and Character: Experiments for Junior High School Students through Realistic Mathematics Education Culture-Based. (online). (ejournal.unsri.ac.id/index.php/jme/article/view/566) . Diakses 28 Juli 2016. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Sari, E.A.P; Juniati, Dwi dan Patahudin, S.M. 2012. Early Fractions Learning of 3rd Grade Students in SD Laboratorium Unesa. Indo MS. J.M.E Vol.3 No.1 January 2012, pp. 17-28. (files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1078505.pdf). Diakses 14 Juli 2016. Schoenfeld, A.H. (1992). Learning to Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition and Sense of Mathematics., Dalam Handbook of Reasearch on Mathematics Teaching and Learning (pp. 334- 370). D. A. Grouws (Ed). New York: Macmillan Schweyer, Stephanie. R. 2000. The Effective Use of Manipulative. (online). (www.gphillymath.org/ExempPaper/Documents/mani pulative.pdf). Diakses 12 April 2016 Shaw, Jean, M. 2002. Manipulative Enchane The Learning of Mathematic. (online) (www.eduaplace.com) diakses 12 April 2016 Soviawati, Evi. 2011. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) untuk meningkatkan Kemampuan Berfikir Siswa di tingkat Sekolah Dasar. Jurnal : Upi edu Edisi kshusus No. 2 ISSN 1412-565X Hal. 79-85. Subanji. 2013. Pebelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM PRESS Usdiyana, Dian; Purniati, Tia; Yulianti, K; Harningsih, E. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berfikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 13 No.1 April 2009. Diakses 14 Juli 2016. Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu Yudhistira, C.F. 2015. Penerapan Pendekatan Mathematic Education (RME) berbantuan media manipulative untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cilumber. Tesis. Universitas Negeri Malang. Tidak Diterbitkan.