Seminar Tugas Akhir Juni 2017 Monitoring Gizi Buruk (Panjang Badan, Angka Kebutuhan Energi dan Protein) Ris Fuziah Pitaloka1, Hj Her Gumiwang2, I Dewa Gede Hari Wisana3 Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya Jln. Pucang Jajar Timur No.10 Surabaya ABSTRAK Pertumbuhan bayi dapat dipantau secara kuantitatif yaitu dengan cara mengukur berat badan dan lingkar kepala. Panjang badan bayi menjadi sangat penting, karena panjang badan bayi menunjukkan pertumbuhan tulang pada bayi. Sehingga diperlukan alat ukur untuk memantau pertumbuhan tersebut. Secara manual panjang badan bayi diukur menggunakan alat infantometer. Namun dengan semakin berkembangnya teknologi, pertumbuhan panjang badan bayi dapat diukur dengan timbangan yang dilengkapi dengan pengukuran panjang badan. Alat pengukur panjang badan bayi menggunakan variabel resistor (potensiometer) sebagai sensor untuk mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi. Hasil pengukuran panjang badan bayi berupa ratarata pengambilan data yang akan ditampilkan ke PC. Rancangan penelitian ini menggunakan metode preekperimental dengan jenis penelitian After Only design. Berdasarkan hasil pengukuran panjang sebanyak 5 kali per 5 cm diperoleh hasil error terbesar dengan nilai 0.25% pada pengukuran 40 cm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa alat ini dapat digunakan sesuai fungsinya, karena % errornya masih dibawah standar ± 5%. Kata Kunci: panjang, PC, potensiometer 1.1 Latar Belakang Masalah Timbangan bayi merupakan alat penunjang medis yang dapat membantu memperlancar kinerja perawat atau dokter dalam menentukan perkembangan tumbuh kembang bayi. Mengingat tumbuh kembang bayi sangat penting untuk dipantau secara bertahap dan berkelanjutan, maka diperlukan alat bantu untuk memonitoring perkembangan bayi. Salah satu program pemerintah untuk melakukan kegiatan memonitoring perkembangan bayi melalui pemberdayaan posyandu. Salah satu kegiatan yang dilakukan posyandu adalah mendeteksi gizi buruk balita secara dini melalui penimbangan bayi secara rutin. Tujuan kegiatan tersebut untuk mengetahui apakah pertumbuhan balita terjadi ketidaksesuaian pada pertumbuhannya. Ketidaksesuaian pertumbuhan bayi terjadi dikarenakan tubuh kekurangan satu atau beberapa zat gizi yang dibutuhkan. Pada tingkat dini, hal ini ditandai dengan berat badan bayi yang tetap dalam jangka waktu tertentu kemudian menurun. Pada tingkat selanjutnya, berat badan makin rendah diabanding dengan umurnya, dalam kondisi seperti ini bayi mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi, kulit kering dan kusam serta muka pucat. Jika kondisi seperti ini terjadi secara terus-menerus akan mengakibatkan gizi buruk. Gizi buruk merupakan salah satu klasifikasi status gizi berdasarkan pengukuran antropometri (Gibson,2005). Pengukuran antropometri dapat menentukan apakah balita tersebut terdapat tanda-tanda gizi buruk atau tidak Menurut perkiraan WHO, sebanyak 54% penyebab kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi anak yang buruk. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supriasa, dkk., 2001). Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan makanan. Susunan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh pada umumnya dapat menciptakan status gizi yang memuaskan (Suhardjo,1986). Adapun kebutuhan nutrisi pada bayi adalah, kebutuhan energi, kebutuhan protein, kebutuhan lemak dan kebutuhan karbohidrat. 1 Seminar Tugas Akhir Untuk penentuan status gizi buruk, posyandu menggunakan metode antropemetri dimana melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Sedangkan di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, namun juga dari kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral setiap harinya. Sebelumnya alat ini pernah dibuat oleh Brian Prayoga Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Jurusan Teknik Elektronika dengan judul “Rancang Bangun Sistem Deteksi Gizi Buruk Pada Balita Usia Dini Di Posyandu Berdasar Berat Badan Dan Tinggi Badan Yang Terhubung Dengan PC Berbasis Internet Gateway”. Kekurangan pada alat ini adalah hanya mengukur tinggi badan dan berat badan. Berdasarkan identifikasi pada alat tersebut, penulis akan membuat alat “Monitoring Gizi Buruk Berbasis PC” dimana pada alat tersebut tidak hanya berfungsi untuk mengukur tinggi badan, tetapi dapat mengukur angka kebutuhan protein dan energi 1.2 Batasan Masalah 1.2.1 Menggunakan mikrokontroller Atmega8535 sebagai pengolah data dan pengontrol kinerja sistem. 1.2.2 Pengukuran Panjang Badan pada bayi berumur 0-2 tahun. 1.2.3 Sensor jarak yang digunakan untuk mengukur panjang adalah variable resistor (potensiometer) dengan pengukuran manual karena tubuh bayi masih sensitive. 1.2.4 Range berat badan yang digunakan yaitu 30 cm – 100 cm. 1.2.5 Hasil akan di tampilkan pada PC (Personal Computer). 1.2.6 Hasil pengukuran dapat disimpan dalam PC dan dicetak. 1.3 Rumusan Masalah “Dapatkah dibuat alat Monitoring Gizi Buruk Berbasis PC?” 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Juni 2017 Dibuatnya Monitoring Gizi Buruk Berbasis PC. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Membuat rangkaian dan program mikrokontroller Atmega8535. 1.4.2.2 Menggunakan load cell sebagai sensor pendeteksi berat badan bayi. 1.4.2.3 Menggunakan modul Bluetooth HC05. 1.4.2.4 Membuat program pada PC (Personal Computer) untuk menampilkan dan mencetak data panjang badan, angka kebutuhan energi dan protein 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1.5.1.1 Untuk menambah pengetahuan mahasiswa Teknik Elektromedik di bidang life support. 1.5.1.2 Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5.2 Manfata Praktis 1.5.2.1 Untuk menambah pengetahuan mahasiswa Teknik Elektromedik di bidang life support. 1.5.2.2 Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. . 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Panjang Badan Panjang Badan merupakan parameter penting bagi keadaan gizi yang telah lalu. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting Karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quack stick), faktor umu dapat dikesampingkan. Nilai tinggi badan dan meningkat terus, walaupun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi lalu melambat dan kemudian menjadi pesat lagi pada masa remaja. Keuntungan indikator Panjang Badan ialah pengukurannya yang objektif dan dapat diulang. Selain itu, Panjang Badan merupakan indikator yang baik juga untuk menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunted). Adapun kerugiannya yakni perubahan tinggi badan relative pelan, sukar mengukur tinggi badan yang tepat, dan terkadang perlu lebih dari seorang tenaga (Soetjiningsih, 2002). 2 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 2.2 Kebutuhan Energi Balita Kebutuhan energi bayi diukur dalam satuan kalori. Kebutuhan kalori pada bayi meningkat sejalan dengan kenaikan berat badannya. Oleh Karena pada masa bayi terjadi proses pertumbuhan begitu cepat sehingga kebutuhan akan kalori juga besar. Kebutuhan kalori pada bayi antara 80-20kal/kg BB. Namun sejak bayi dilahirkan sampai usia 6 bulan kebutuhan akan kalori sebanyak 108 kal/kg BB, sedangkan untuk bayi usia 6 bulan sampai 12 bulan ratarata kebutuhan kalorinya 98 kal/kg BB. Kebutuhan energi dipengaruhi oleh usia, aktivitas, dan basal metabolisme. Sekitar 55% kalori total digunakan untuk aktivitas metabolism, 25% untuk aktivitas fisik, 12% untuk pertumbuhan, dan 8% zat yang dibuang atau sekitar 90-100 kkal/kg BB (Karyadi D,1996; Pudjiadi S,2001). Cara Menghitung Kebutuhan Energi Gizi Buruk : BB Actual x 110 Gizi Kurang, Normal : BB Ideal x Energi (Tabel RDA) 3.2 Kebutuhan Protein Balita Protein adalah jenis nutrient berupa struktur kompleks yang terbuat dari asam amino. Sumber protein dalam makanan berasal dari hewan dan tumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian, protein susu, telur, daging, dan ikan memiliki nilai gizi protein yang paling tinggi dan cocok untuk bayi (Krisnatuti dan Yenrina, 2006). Kecukupan protein ini hanya dapat dipakai dengan syarat kebutuhan energi terpenuhi. Bila kebutuhan energi tidak terpenuhi, maka sebagian protein yang dikonsumsi akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan energi. Pertumbuhan dan rehabilitasi membutuhkan tambahan protein. Dalam hal rehabilitasi, kecukupan protein dan energi lebih tinggi Karena akan digunakan untuk sintesis jaringan baru yang susunannya sebagian besar terdiri dari protein (Karyadi dan Muhilal, 2985). Rumus Angka Kebutuhan Protein Gizi Buruk : : BB Actual x 1,5 : 4 = X gram Gizi kurang dan Gizi Normal 15% x Energi : 4 = X gram 2.3 Sensor Jarak Potensiometer (POT) adalah salah satu jenis resistor yang nilai resistansinya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan rangkaian elektronika ataupun kebutuhan pemakainya. Potensiometer (POT) terdiri dari 2 terminal yang terhubung ke kedua ujung elemen resistif yang membentuk jalur (track), dan terminal ketiga terhubung ke penyapu (Wiper) yang dipergunakan untuk menentukan tegangan keluar dari potensiometer. Bentuk paling umum dari potmeter adalah potmeter putar. Jenis pot sering digunakan dalam kontrol volume suara audio dan berbagai aplikasi lainnya. Unsur resistif pada potensiometer biasanya terbuat dari bahan seperti karbon, keramik logam, gulungan kawat (wirewound), plastik konduktif, atau film logam. Protein dalam tubuh digunakan untuk pertumbuhan otot dari imunitas tubuh. Kebutuhan protein balita, FAO menyarankan konsumsi protein sebesar 1,5-2 g/kg BB, dimana 2/3 diantaranya didapat dari protein bernilai biologi inggi. Pada umur 3-5 tahun konsumsi protein menjadi 1,57 g/kg/hari (Karyadi D., 1996; Pudjiadi S., 2001). Gambar 2.2 Potensiometer 3 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 3. Metode Penelitian 3.1 Diagram Blok Sistem yang akan dibuat. Dalam diagram alir ini terdapat beberapa tahapan atau proses. Diagram blok pada modul ini terdapat beberapa bagian blok, diantaranya blok sensor berat yang menggunakan sensor loadcell, PSA, sensor jarak menggunakan mikrokontroller dengan ATMega 8535 Gambar 3.1 Diagram Blok Modul Keterangan Blok panjang : Penjelasan Blok Diagram: Sensor berat dan sensor jarak akan mendeteksi berat dan panjang yang akan dikonversi menjadi tegangan Sensor berat akan mendeteksi berat dan akan mengkonversinya menjadi tegangan. Pada output sensor berat diberi PSA karena tegangan yang dikeluarkan oleh load cell masih kecil sehingga akan dirubah oleh PSA untuk mendapatkan tegangan yang tepat. Sensor jarak yang digunakan adalah potensiometer yang akan mendeteksi tinggi atau panjang bayi. Kemudian dari pembacaan potensiometer dan load cell akan diolah oleh mikrokontroller dan hasilnya dikirim oleh HC05 untuk ditampilkan pada PC, dimana pada PC hasil pengukuran akan disimpan dengan database sehingga perkembangan bayi dapat dimonitoring. Hasil pengukuran berupa Berat Badan, Panjang Badan, Angka Kebutuhan Energi, Protein, Karbohidrat dan Lemak. Serta menampilkan Makanan yang dianjurkan. Kemudian data tersebut bisa disimpan dalam bentuk pdf yang sewaktu-waktu dapat dicetak. Gambar 3.2 Diagram Alir Transmiter Saat alat dinyalakan, sensor berat dan sensor jarak akan mulai bekerja, kemudian hasil outputan dari sensor akan dioleh oleh mikrokontroller Atmega 8535. Hasil dari pengolahan data tersebut akan dikirim ke PC melalui Bluetooth HC-05. 3.2 Diagram Alir Diagram alir digunakan untuk menunjukkan proses bekerjanya modul 4 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 Gambar 3.3 Diagram Alir receiver 5. PEMBAHASAN 5.1 Rangkaian 3.3 Diagram Mekanik Sistem a. Rangkaian Minsis J2 IC1 J4 1 2 3 4 5 MOSI 6 MISO 7 SCK 8 RESET9 VCC 10 11 XTAL2 12 XTAL1 13 RX 14 TX 15 PD2 16 17 18 19 20 8 7 6 5 4 3 2 1 RX TX 4 3 2 1 VCC HC 05 Port B J8 5 4 3 2 1 MOSI MISO SCK RESET J9 CON5 8 7 6 5 4 3 2 1 J3 PB0(XCK/T0) PA0(ADC0) PB1(T1) PA1(ADC1) PB2(INT2/AIN0) PA2(ADC2) PB3(OC0/AIN1) PA3(ADC3) PB4(SS) PA4(ADC4) PB5(MOSI) PA5(ADC5) PB6[MISO) PA6(ADC6) PB7[SCK) PA7(ADC7) RESET AREF VCC AGND GND AVCC XTAL2 PC7(TOSC2) XTAL1 PC6(TOSC1) PD0(RXD) PC5 PD1(TXD) PC4 PD2(INT0) PC3 PD3(INT1) PC2 PD4(OC1B) PC1(SDA) PD5(OC1A) PC0(SCL) PD6(ICP) PD7(OC2) 40 39 38 37 36 35 34 33 32 AREF 31 30 VCC DO7 29 DO6 28 DO5 27 DO4 26 25 EN 24 RW 23 RS 22 21 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 J5 J6 1 2 VCC berat 1 2 3 panjang Port A J7 Port C ATMEGA8535-DIL40 Port D J11 XTAL1 power out 2 R4 R 1 1 SW1 C3 CAP 1 R5 POT AREF CON1 J15 RESET 2 2 2 SW2 Self Test CON1 J14 2 1 2 RESET 1k PD2 J13 R6 1 R2 1k LED R3 1k XTAL2 22PF VCC 1 2 1 C2 D1 POWER SUPPLY 1 Y1 11.9Mhz VCC 2 1 VCC 22PF J12 1 C1 1 CON1 J16 1 CON1 5.2 Kinerja Sistem Keseluruhan Gambar 3.4 Mekanik Alat 4. Pengambilan Data dan Analisis Tabel 4.1 Data panjang badan Cara kerja dari modul ini yaitu, saat alat dihidupkan semua blok rangkaian akan mendapatkan supply. Pengujian dilakukan menggunakan meteran agar didapatkan pengukuran yang sesuai. Kemudian mikrokontroller melakukan insilaisasi dan mendeteksi nilai dari ADC1 yang akan mengkonversi ke dalam satuan panjang (cm), dimana panjang yang terdeteksi adalah meteran panjang. 5 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 Modul ini menggunakan PC untuk displaynya dengan setting baud rate adalah 9600. Sehingga ketika meteran panjang tidak ditarik maka pada PC tidak akan muncul nominal berat. Ketika meteran panjang badan ditarik, mikrokontroller akan kembali melakukan pembacaan pada ADC1 yang akan dikonversikan ke satuan panjang (cm). Hasil pengukuran akan dikirim oleh HC-05 ke PC. Pada PC akan ditampilkan hasil pengukuran berat badan dan panjang badan, yang kemudian akan diolah untuk mengetahui apakah terkena gizi buruk atau tidak. Selain data panjang dan berat badan, PC akan menampilkan angka kebutuhan Energi, protein, Karbohidrat dan lemak. 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Setelah dilakukan pengukuran dan analisa data dapat disimpulkan bahwa: pengukuran, didapatkan nilai error rata-rata pengukuran, yaitu sebesar 0,19% untuk panjang badan bayi. Nilai error pada panjang badan tidak cukup banyak hal ini dikarenakan sensor potensiometer sedikit lebih linier, sehingga didapatkan nilai rata-rata error pada pengukuran yang lebih sedikit. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sensor potensiometer pada alat ‘MONITORING GIZI BURUK’ dapat digunakan. Saran Karena berbagai faktor alat yang penulis buat ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi perencanaan bentuk fisik ataupun kinerjanya. Adapun analisa kekurangan dari alat yang penulis buat ini adalah: 1. Mengurangi nilai error pada sensor panjang bayi menggunakan sensor yang lebih bagus. 2. Menggunakan IC Mikrokontroler yang lebih bagus spesifikasinya sehingga dapat meminimalisir nilai error pada saat pembacaan pada PC. Daftar Pustaka Ardi Winoto, (2008). Mikrokontroller AVR Atmega8/16/32/8535 dan Pemrogramannya dengan Bahasa C pada WinAVR. Informatika. Bandung Ardhanang Gumilang Megantara, 2014. Monitoring Timbangan Bayi Berbasis PC Dengan Komunikasi Via Serial. RS 232 (Dilengkapi Dengan Data Pasien). Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektromedik Poltekkes Surabaya. Brian Prayoga, 2010, Rancang Bangun Sistem Deteksi Gizi Buruk Pada Balita Dini Di Posyandu Berdasar Berat Badan dan Tinggi Badan Yang Terhubung Dengan PC Berbasis Internet Gateway. Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU. Diagnostik dan Tata Laksana Gizi Buruk GDS K-50. RS.H. Adam Malik. Medan Dewi Laelatul Badriah, 2011. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT Refika Aditama Dewi Nofitasari A, 2012. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Yang Dirawat Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tugas Akhir Hasil Akhir Penelitian, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Dian Handayani, Olivia Anggraeny,dkk , 2015. Nutrition Care Process (NCP). Yogyakarta: Graha Ilmu. F.G. Winarno, 1995. Gizi Dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan 6 Seminar Tugas Akhir Juni 2017 Pengadahan dan Pengolahannya. Jakarta: Pustaka Sinar. Fyke, Mary K, and Rebbeca J. Frey. “Malnutrition” The Gale Encyclopedia of Medicine, 3rd ed. Vol.3, Gale. Instalasi Gizi RSU Dr. Soetomo Surabaya. Asuhan Gizi Ruang Rawat. 2010. Surabaya Merryana Adriani, Bambang Wirjatmadi, 2014. Gizi dan Kesehatan Balita Peranan Mikro Zinc pada Petumbuhan Balita. Jakarta: KENCANA. PERMENKES RI NO.75 Tahun 2013 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan RSCM dan Persagi., 2003. Penuntun Diit Anak. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Splash Tronic. (2013). HC-05 Bluetooth To Serial Module + Level Converter. http://splashtronic.wordpress.com/tag /hc-05/ Diakses pada Kamis, 1 Desember 2016, pukul 16:05 WIB 7