EFFECTIVENESS MUSCLE PROGRESSIVE RELAXATION (PMR

advertisement
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
EFFECTIVENESS MUSCLE PROGRESSIVE RELAXATION (PMR) TOWARD TO
BLOOD GLUCOSE LEVELS OF DIABETES MELLITUS TYPE 2 PATIENTS GROUP IN
THE MARTAPURA PUBLIC HEALTH CENTRE
Asni Hasaini1
ABSTRACT
Background: Diabetes Mellitus (DM) became a serious health problem because of its
incidence continues to increase, the proportion on incident DM type 2 is 95% of the world
population. Treatment of hyperglycemia can be done nonpharmacologic but people with DM
type 2 but still showed mixed result so given the alternative, namely is progressive muscles
relaxation (PMR).
Objective: The purpose of this research is the effectiveness of progressive muscles
relaxation on blood glucose in a group of patients DM Type 2 in Puskesmas Martapura.
Methods: The methodology which is used is quasi experimental with the unthreated control
group design with pretest and posttest. There are 34 patients. Progressive muscles relaxation
is given 1 to 3 times a day for ± 15-20 menit.
Result: The result of this research is there is different significant blood glucose 1 day, 2 day,
and 3 day between the intervention group with control group (p value<0,05) with a mean 1
day at 35,18 mg/dl, 2 day at 26,41 mg/dl, 3 days at 21,24 mg/dl. Progressive muscles
relaxation can be used a independent nursing interventions for DM type 2. However, to be
able to implement PMR need sosialisation, training or workshop.
Key Words: Progressive Muscles Relaxations, Blood Glucose, DM Type 2.
1
Akper Intan Martapura
Efektifitas Progresive Muscles Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Martapura
16
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
EFEKTIFITAS PROGRESSIVE MUSCLES RELAXATION(PMR) TERHADAP
KADAR GLUKOSA DARAH PADA KELOMPOK PENDERITA DIABETES
1
MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS MARTAPURA
Asni Hasaini1
INTISARI
Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) menjadi masalah kesehatan yang serius karena
insidennya yang terus meningkat, proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia. Terapi hiperglikemia dapat dilakukan secara nonfarmakologis tetapi
penderita DM Tipe 2 tetapi masih menujukkan hasil yang bervariasi sehingga diberikan
alternative lain yaitu relaksasi relaksasi otot progresif (Progressive Muscle Relaxation
(PMR)
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengukur efektifitas latihan relaksasi otot progresif
terhadap kadar glukosa darah pada kelompok penderita DM tipe 2 di Puskesmas Martapura.
Metode: Jenis penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan The Unthreatad Control
Group Design with Pretest and posttest. Sampel 34 responden yang terdiri dari kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Relaksasi otot progresif diberikan 1 kali dalam 3 hari
selama ± 15-20 menit.
Hasil: Hasil analisis uji beda mean ada perbedaan yang signifikan selisih mean KGD hari 1,
hari ke 2 dan hari ke 3 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan (p value
<0,05) dengan selisih mean KGD hari 1 sebesar 35,18 mg/dl, KGD hari ke 2 sebesar 26,41
mg/dl dan KGD hari ke 3 sebesar 21,24 mg/dl dengan nilai efektifitas sebesar 67%.
Progressive Muscles Relaxations (PMR) dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan
mandiri bagi klien dengan DM Tipe 2. Namun untuk dapat melaksanakan latihan PMR,
perawat pelaksana harus dapat melaksanakannya dengan benar sehingga diperlukan
sosialisasi kemudian pelatihan atau seminar.
Kata Kunci: Progressive Muscles Relaxations, Kadar Glukosa Darah, DMT2.
1
Akper Intan Martapura
PENDAHULUAN
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
17
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
Peningkatan kesejahteraan masyarakat di
negara berkembang, diiringi meningkatnya
juga penyakit degenaratif yaitu Diabetes
Mellitus (DM). Meningkatnya prevalensi
kejadian DM semakin menarik perhatian
terutama kalangan kesehatan di negara
berkembang. DM dikenal dengan penyakit
metabolik akibat tingginya kadar glukosa
dalam
darah.
Kadar
glukosa
perlu
dipertahankan dalam batas normal (tidak
terjadi hiperglikemia) karena glukosa dapat
berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan
ekstra seluler (Robbin, et al, 2007; Ignatavicius
& Walkman, 2006). Saat ini DM menjadi
masalah global dan menjadi salah satu
penyakit
degeneratif
kronis
penyebab
kematian, kecacatan, dan kesakitan tertinggi
baik akibat tertinggi, baik akibat perjalanan
penyakitnya sendiri maupun akibat komplikasi
yang ditimbulkannya. (WHO, 2006).
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000
jumlah penderita Diabetes di atas 20 tahun
berjumlah 150 juta orang, dan pada tahun 2025
akan terus meningkat menjadi 300 juta orang
(Suroyo dalam Soegondo et al, 2009). WHO
memprediksi bahwa negara berkembang akan
menanggung beban epidemik penyakit ini di
abad 21 (Show, 2010). Angka prevalensi oleh
International Diabetes Federation (IDF) tahun
2006 dimana angka prevalensi Amerika
Serikat 8,3% dan China 3,9%. Sedangkan di
Indonesia menurut Litbang Depkes tahun 2008
adalah 5,7%, meningkat 1,1% dari 4,6% pada
tahun 2000. Sehingga di Indonesia Diabetes
Mellitus (DM) menjadi masalah kesehatan
yang serius dikarenakan insidennya yang terus
meningkat (Suroyo dalam Soegondo et al,
2009).
Prevalensi angka kejadian diabetes mellitus
pada tahun 2012 berjumlah 371 juta jiwa dari
populasi dunia (IDF, 2013), dimana proporsi
kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95%
dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut
menderita diabetes mellitus tipe 1 (CDC,
2014).
Berdasarkan
pola
pertambahan
penduduk seperti ini, diperkirakan pada tahun
2020 akan ada 178 juta penduduk beusia di
atas 20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi
DM sebesar 4,6% dari 8,2 juta penderita
diabetes (Diabetes Atlas 2000 dalam Suyono,
2009).
Pedoman pengelolaan DM sudah ada dan
disepakati oleh para ahli Diabetes di Indonesia
yang dituangkan dalam suatu konsensus
pengelolaan DMT2 yang mulai disebarluaskan
sejak tahun 1994 dan beberapa kali mengalami
revisi, yang terakhir tahun 2006 (Soegondo,
2006). Berdasarkan konsensus tersebut
disepakati ada 5 pilar pengelolaan DM, yaitu
perencanaan makan (diit), latihan jasmani, obat
hipoglikemi, edukasi, dan pemantauan kadar
gula glukosa darah secara mandiri (home
monitoring). (Subekti, 2009; Batubara, 2009).
Salah satu intervensi wajib yang bisa dilakukan
penderita DM Tipe 2 adalah Latihan jasmani
yaitu yang dianjurkan seperti jalan kaki,
jogging, naik turun tangga, bersepeda
merupakan alternatif pilihan yang dianjukan
bagi penderita DM Tipe 2 tetapi masih
menujukkan hasil yang bervariasi sehingga
diberikan alternative lain yaitu relaksasi.
Sebuah penelitian oleh Rooijen, et al (2004)
yang meneliti Efek latihan dibandingkan
relaksasi terhadap Hb A1C pada wanita hitam
penderita DM Tipe 2 di Afrika Selatan.
Didapatkan hasil relaksasi lebih efektif 97%
dengan CI 95% -1,38-0,55 dibanding latihan
yang hanya 39% dengan CI 95% -0,80-0,02.
Berbagai penelitian dan evidence menunjukkan
beberapa terapi sudah diterapkan, namun
hasilnya masih sangat bervariasi (Game,
2011). Penelitian tentang relaksasi di Indonesia
sudah banyak dilakukan relaksasi salah
satunya PMR telah terbukti efektif mengurangi
ketegangan dan kecemasan. Yildirim &
Fadiloglu (2006) dari hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa PMR menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menjalani dialysis. Penelitian oleh
Mashudi (2012) dengan tujuan ingin
mengetahui
pengaruh Progressive Muscle
Relaxation (PMR) terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe
2 (DMT2). Didapatkan hasil adanya pengaruh
PMR secara signifikan dalam menurunkan
KGD pasien DMT2. Berdasarkan penelitian
Istiarini (2009) menilai pengaruh terapi
refleksologi terhadap kadar glukosa darah pada
pasien diabetes di Yogyakarta. Serta penelitian
menurut Kuswandi (2008) menyatakan bahwa
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
18
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
relaksasi dapat menurunkan kadar glukosa
darah.
Penelitian lain oleh Ekowati, dkk (2006),
Nursiswati, dkk (2008) disimpulkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kadar gula
darah pengukuran pertama dan kedua pada
kelompok intervensi begitu juga pada
kelompok kontrol.
Berdasarkan data di Puskesmas Martapura
jumlah anggota Program Prolanis sebanyak
154 orang dengan jumlah penderita DM tipe 2
sebanyak 60 orang. Berdasarkan hasil
rekapitulasi pelayanan pemeriksaan penunjang
(glukosa darah puasa) bulan Februari 2015
didapatkan dari 17 penderita DM tipe 2
didapatkan 6 penderita (35%) mengalami
hiperglikemia, pada Maret 2015 didapatkan
dari 21 penderita DM tipe 2 didapatkan 12
penderita (57%) mengalami hiperglikemia.
dari data tersebut didapatkan bahwa KGD
masih ada yang mengalami peningkatan
padahal latihan jasmani seperti senam diabetes
rutin dilaksanakan setiap kamis. Dan
berdasarkan keterangan pengurus program
belum ada intervensi progressive muscle
relaxations (PMR), hanya senam diabetes
setiap minggu serta edukasi tentang DM yang
diberikan.
Mengacu pada hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan peran terapi non
farmakologis adalah sangat penting, tetapi
latihan relaksasi otot progresif merupakan
terapi komplementer dalam keperawatan
sehingga keberadaan perawat profesional
memiliki posisi kunci yang dapat memberikan
kegiatan perawatan utama. Penelitian yang
berfokus pada latihan relaksasi otot progresif
dan efeknya terhadap kadar gula darah sampai
sekarang ini di Indonesia masih belum banyak
dipublikasikan dan masih ada perbedaan pada
hasil penelitian. Dengan demikian, masalah
penelitian ini adalah diketahuinya masih
sedikit bukti efektifitas latihan relaksasi otot
progresif terhadap kadar glukosa darah dengan
penderita DM tipe 2.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian kuasi eksperimen dengan
rancangan The Unthreatad Control Group
Design with Pretest and posttest. Sampel 34
responden yang masing-masing 17 kelompok
intervensi dan kelompok control dengan
menggunakan consecutive sampling. Relaksasi
otot progresif diberikan 1 kali dalam 3 hari
selama ± 15-20 menit. pengumpulan data
dimulai pada bulain mei sampai bulan agustus
2015 di Puskesmas Martapura. Data dianalisis
secara univariat dan bivariat.
HASIL
Umur responden kelompok intervensi dan
kelompok kontrol hampir sama. Rata-rata
umur responden kelompok intervensi adalah
55,00 tahun dengan standar deviasi 6,423
tahun. Sedangkan rata-rata umur responden
kelompok kontrol adalah 58,35 tahun dengan
standar deviasi 5,098 tahun. Jenis kelamin
perempuan lebih banyak, yaitu sebanyak 9
orang (52,9%) untuk kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Paling banyak lama
responden menderita DM Tipe 2 kurang atau
sama dengan 10 tahun, yaitu sebanyak 16
orang (94,1%) untuk kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Paling banyak responden
menderita DM Tipe 2 disertai dengan penyakit
penyerta, yaitu sebanyak 10 orang (58,8%)
untuk kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
Paling
banyak
responden
menggunakan terapi obat, yaitu sebanyak 10
orang (58,8%) untuk kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Dan paling banyak
responden mengalami tingkat stres ringan
sebanyak 14 orang (82,4%) pada kelompok
intervensi, serta paling banyak IMT responden
tergolong normal sebanyak 8 orang (47,1%)
pada kelompok intervensi.
Responden dengan ada penyakit penyerta lebih
banyak, yaitu sebanyak 10 orang (58,8%)
untuk kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Dengan jenis penyakit hipertensi
paling banyak sebesar 5 orang (50%) pada
kelompok intervensi dan 7 orang (70%) pada
kelompok control. Paling banyak responden
menderita DM Tipe 2 ada melakukan aktivitas
fisik, yaitu sebanyak 12 orang (64,7%) dengan
jenis senam diabetes sebanyak 10 orang
(83,3%) pada kelompok intervensi dan 9 orang
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
19
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
(75%) pada kelompok kontrol. Dan
berdasarkan uji homogenitas didapatkan nilai p
> 0,05 sehingga data dikatakan homogen.
Rata-rata kadar glukosa darah (KGD) pada hari
1 sebelum dilakukan PMR pada kelompok
intervensi adalah 158,47 mg/dl, dengan standar
deviasi 34,966 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa
darah (KGD) setelah dilakukan PMR pada
kelompok intervensi adalah 123,29 mg/dl,
dengan standar deviasi 26,828 mg/dl. Rata-rata
kadar glukosa darah (KGD) pada hari 2
sebelum dilakukan PMR pada kelompok
intervensi adalah 153,29 mg/dl, dengan standar
deviasi 38,363 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa
darah (KGD) setelah dilakukan PMR pada
kelompok intervensi adalah 126,88 mg/dl,
dengan standar deviasi 23,919 mg/dl. Rata-rata
kadar glukosa darah (KGD) pada hari 3
sebelum dilakukan PMR pada kelompok
intervensi adalah 147,06 mg/dl, dengan standar
deviasi 31,671 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa
darah (KGD) setelah dilakukan PMR pada
kelompok intervensi adalah 125,82 mg/dl,
dengan standar deviasi 26.099 mg/dl.
Rata-rata pengukuran kadar glukosa darah
(KGD) pada hari 1 sebelum pada kelompok
kontrol adalah 147,41 mg/dl, dengan standar
deviasi 28,014 mg/dl. Rata-rata pengukuran
kadar glukosa darah (KGD) setelah pada
kelompok kontrol adalah 138,88 mg/dl, dengan
standar deviasi 22,605 mg/dl. Rata-rata
pengukuran kadar glukosa darah (KGD) pada
hari 2 sebelum pada kelompok kontrol adalah
127,24 mg/dl, dengan standar deviasi 21,329
mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar glukosa
darah (KGD) setelah pada kelompok kontrol
adalah 126,18 mg/dl, dengan standar deviasi
14,209 mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar
glukosa darah (KGD) pada hari 3 sebelum
pada kelompok kontrol adalah 131,12 mg/dl,
dengan standar deviasi 24,275 mg/dl. Rata-rata
pengukuran kadar glukosa darah (KGD)
setelah dilakukan pada kelompok kontrol
adalah 152.59 mg/dl, dengan standar deviasi
25,483 mg/dl.
Setelah itu dilakukan uji normalitas data
terhadap KDG hari 1, hari ke 2 dan hari ke 3
baik pada kelompok
intervensi maupun
kelompok kontrol adalah berditribusi normal
(p>0,05). Hasil analisis terhadap perbedaan
KGD sebelum dan setelah intervensi pada
20
kelompok kontrol dan intervensi dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
Tabel 1
Perbedaan PMR terhadap rerata kadar glukosa
darah DM Tipe 2 sebelum dan setelah pada
kelompok intervensi dan kontrol
di Puskesmas Martapura, 2015
Variabel
KGD
hari 1
Kelom
pok
Inter
vensi
Sebelum
Setelah
KGD
hari 2
Sebelum
Setelah
KGD
hari 3
Sebelum
Setelah
KGD
hari 1
Kontrol
Sebelum
Setelah
KGD
hari 2
Sebelum
Setelah
KGD
hari 3
Sebelum
Setelah
Mean
SE
SD
158.4
7
8.
92
8
36.8
09
123.2
9
153.2
9
126.8
8
147.0
6
P
value
95%CI
0.001
16.251
54.102
8.
85
7
36.5
17
0.009
7.63645.187
9.
63
8
39.7
37
0.043
0.80441.666
7.
24
3
29.8
62
0.258
6.82423.883
5.
28
9
21.8
07
0.844
10.153
12.271
7.
12
3
29.3
68
0.015
34.453
+4.253
125.8
2
147.4
1
138.8
8
127.2
4
126.1
8
131.2
4
152.5
9
Hasil analisis terhadap perbedaan KGD setelah
intervensi pada kelompok intervensi dan
kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 1
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
Hasil Analisis Perbedaan Selisih Mean
Antara Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol pada Kelompok DM Tipe 2
Di Puskesmas Martapura, 2015
Kelompok
Mean
SD
P
value
95%CI
KGD hari 1
Intervensi
35.18
36.809
0.027
7.68652.666
8.53
29.862
26.41
36.517
0.020
4.34046.366
0.002
18.98966.423
Kontrol
KGD hari 2
Intervensi
Kontrol
KGD hari 3
Intervensi
1.06
31.807
21.24
39.737
Kontrol
-19.35
29.368
Hasil Analisis Analisis Efektifitas Latihan
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar
Glukosa Darah Selama 3 Hari dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
Tabel 3
Hasil Analisis Analisis Efektifitas Latihan
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar
Glukosa Darah pada Kelompok Penderita DM
Tipe 2 Di Puskesmas Martapura, 2015
Penderita
DM Tipe 2
Diberikan
latihan PMR
Tidak
diberikan
latihan PMR
Total
Kadar Glukosa Darah
Hari 2
Menurun
Meningkat
13
4
Total
17
5
12
17
18
16
34
Dapat disimpulkan efektifitas pemberian
latihan relaksasi otot progresif dalam
menurunkan kadar glukosa darah pada
kelompok penderita DM Tipe 2 selama 3 hari
adalah 67% dan sebaliknya risiko peningkatan
kadar glukosa darah adalah 33% pada
kelompok penderita DM Tipe 2 yang tidak
mendapatkan latihan PMR. Dan dari analisis
hubungan dengan variabel pengganggu
didapatkan tidak terdapat hubungan antara
jenis kelamin,lama menderita, penyakit
penyerta, terapi obat, usia dengan selisish
KGD (p>0,05) dan terdapat hubungan
stres,IMT, aktivitas fisik dengan selisih kadar
glukosa darah pada kelompok penderita DM
tipe 2 dengan nilai p<0,05.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
kelompok penderita DMT2 yang sebelumnya
selama 1 bulan 4x pertemuan latihan PMR
pada kelompok intervensi sebelum penelitian,
dan selama tiga hari dengan frekuensi latihan
satu kali sehari dan durasi ± 15-20 menit
adalah adanya perbedaan rata-rata KGD baik
KGD hari 1, hari 2 dan hari 3 sebelum dan
setelah latihan PMR, yaitu mengalami
penurunan kadar glukosa darah. Dengan nilai
efektifitas rerata selama 3 hari adalah 67%
dalam penelitian ini dengan beberapa alasan,
diantaranya penelitian ini menggunakan desain
quasi eksperiman dengan pre and post with
control group, variabel karakteristik responden
homogen antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol, dan variabel rata-rata kadar
glukosa darah pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
Mekanisme PMR dalam menurunkan KGD
pada pasien DM Tipe 2 erat kaitannya dengan
stres yang dialami penderita baik fisik maupun
psikologis. Selama stress, hormon-hormon
yang mengarah pada peningkatan kadar
glukosa darah seperti epinefrin, kortisol,
glukagon, ACT, kortikosteroid, dan tiroid akan
meningkat. Selain itu selama stress emosional,
pasien DM tipe 2 juga dikaitkan dengan
perawatan diri yang buruk seperti pola makan,
latihan,
dan
penggunaan
obat-oabatan
(Smeltzer & Bare , 2008; Price & Wilson,
2006).
Stres fisik maupun emosional
mengaktifkan system neuroendokrin dan
system saraf simpatis melalui hipotalamuspituitari-adrenal
(Price&Wilson,
2006;
Smeltzer, 2008; Di Nardo, 2009).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ghazavi, et al (2007) bahwa
latihan PMR yang diberikan kepada penderita
DM dapat menurunkan kadar Hb A1C.
perbedaannya dengan penelitian ini adalah
penelitian tersebut membandingkan dengan
terapi komplementer lain yaitu masase dan
sampel pada anak-anak dengan DM Tipe 1
tidak untuk mengukur KGD melainkan Hb
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
21
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
A1C. hasilnya kelompok PMR dan kelompok
terapi masase menunjukkan penurunan HbA1c
secara signifikan dibandingkan kelompok
kontrol (p=0,026, p=0,036, p<0,05). dengan
menimbulkan kondisi rileks.
Pernyataan di atas dan dari hasil penelitian ini
jelas
bahwa
relaksasi
otot
progresif
memunculkan kondisi yang rileks. Pada
kondisi yang rileks akan terjadi perubahan
impuls syaraf pada jalur aferen ke otak dimana
aktivasi menjadi inhibisi. Perubahan impuls
saraf ini menyebabkan perasaan tenang, baik
secara fisik maupun secara mental dengan
menurunnya metabolism tubuh dalam hal ini
mencegah
peningkatan
glukosa
darah.
Hipofisis anterior juga diinhibisi sehingga
ACTH yang menyebakan sekresi kortisol
menurun sehingga proses glukoneogenesis,
katabolisme protein dan lemak yang berperan
dalam penurunan KGD (Sudoyo, et al, 2006).
Jacobs (2001) menyatakan jika pada organ
pankreas ada kerusakan pasokan aliran darah,
maka produksi pankreas akan menurun
berakibat pada ketidakstabilan gula darah.
Maka dengan relaksasi otot progresif cara
untuk mengatasi hal tersebut sehingga
pankreas bisa berfungsi dengan baik dan
mampu menghasilkan insulin secara normal
sehingga kadar gula darah stabil dalam tubuh
dan dapat mengurangi dosis insulin.
Berdasarkan hasil penelitian tabel 1, mean
KGD selama 3 hari mengalami penurunan baik
sebelum maupun setelah dilakukan intervensi.
Asumsi peneliti latihan PMR merupakan salah
satu bagian dari latihan jasmani dimana dengan
adanya
latihan
atau
aktivitas
dapat
meningkatkan transfort glukosa ke dalam
membrane
sel.
Dengan
meningkatnya
intensitas dan durasi latihan akan lebih banyak
menggunakan
pemecahan
karbohidrat
sehingga KGD akan mendekati normal atau
stabil. Hal tersebut sejalan dengan Greenberg
(2002) bahwa relaksasi akan memberikan hasil
setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan. Hal
tersebut berbeda pada kelompok kontrol, pada
hari ke-3 KGD mengalami peningkatan 19.35
mg/dl, asumsi peneliti kemungkinan banyak
faktor yang mempengaruhi peningkatan KGD
salah satunya pada kelompok kontrol terdapat
10 responden (58,8%).
Perbedaan penurunan KGD pada hari 1 sampai
dengan hari ke 3 ini, dipengaruhi oleh banyak
factor diantaranya diet. Pada responden yang
tidak mengalami penurunan setelah intervensi
PMR kemungkinan disebebkan oleh pengaruh
makanan karena dalam penelitian ini diet
kelompok penderita DM tidak dilakukan
observasi secara ketat selama 24 jam. Selain
itu, kemungkinan disebabkan oleh adanya
penyakit penyerta yang diderita yang menurut
asumsi peneliti dapat meningkatkan KGD
melalui
peningkatan
metabolism.
Kemungkinan lain adalah penggunaan terapi
obat dari penderita DM tipe 2 yang dapat
mempengaruhi
dalam
KGD.
Selain
kemungkinan tersebut adalah ketidakmampuan
responden melaksanakan PMR dengan benar.
Meskipun sebelumnya diberikan latihan
sehingga seluruh kelompok intervensi dapat
dinilai benar dan tepat dalam melakukan
semua prosedur dan langkah PMR, tetapi jika
responden tidak mampu memusatkan pikiran
dalam melaksanakan PMR juga kurang
memberikan hasil yang maksimal, karena PMR
merupakan suatu bentuk mind-body therapy.
Setiap orang memiliki sifat yang multidimensi,
respon setiap orang dalam mengatasi
permasalahannya berbeda-beda. Tampak pada
penelitian ini dengan perlakuan yang sama
yaitu latihan Progressive Muscles Relaxations
(PMR) dimana rentang penurunan KGD hari 1
sampai hari ke 3 setiap responden berbedabeda. Responden dalam penelitian ini
melaporkan bahwa pada saat melakukan PMR
terdapat dua sensasi yang berbeda yaitu
merasakan ketegangan otot ketika bagian otototot tubuhnya ditegangkan dan merasakan
rileks, otot-otot menjadi kendur pada otot yang
sebelumnya ditegangkan. Beberapa responden
menyatakan kurang bisa membedakan kedua
sensasi tersebut dikarenakan kurang bisa
konsentrasi dalam melakukan PMR, meskipun
responden tersebut benar dan tepat melakukan
langkah atau prosedur PMR. Hal ini sesuai
dengan Richmond (2007), bahwa PMR
merupakan salah satu bentuk mind-body
therapy, oleh karena itu saat melaksanakan
PMR perhatian diarahkan untuk membedakan
perasaan yang dialami saat kelompok otot
dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot
dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi
tegang.
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
22
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
PMR telah menunjukkan manfaat dalam
mengurangi ansietas atau kecemasan dan
berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi
berbagai gejala psikologis dan kondisi medis.
Yildirium & Fadiloglu (2006) dari hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa PMR
menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis.
Penelitian Sheu, et al (2003) memperlihatkan
bahwa PMR menurunkan rata-rata tekanan
darah sistolik sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata
tekanan darah diastolic sebesar 3,48 mmHg
pada pasien hipertensi di Taiwan. Gazavi, et al
(2007) menyebutkan bahwa PMR dan massase
menurunkan tingkat HbA1C pada pasien
Diabetes Mellitus tipe 1 (DM pada anak-anak).
Maryani
(2008)
menyebutkan
PMR
mengurangi kecemasan yang berimplikasi pada
penurunan mual dan muntah pada pasien yang
menjalani kemoterapi. Selanjutnya relaksasi
otot progresif efektif menurunkan tekanan
darah pada pasien hipertensi primer di Kota
Malang (Hamamo, 2010).
dilakukan PMR pada kelompok penderita DM
Tipe 2 sehingga PMR dapat menuunkan KGD
melalui mekanisme reduksi aktivasi hormonehormon stres.
Pada pankreas mengalami kerusakan pasokan
aliran darah, maka produksi hormone pankreas
akan
menurun
yang
berakibat
pada
ketidakstabilan KGD. Dengan PMR adalah
upaya untuk mengatasi hal tersebut diharapkan
terjadi sehingga pankreas berfungsi dengan
baik dan mampu menghasilkan insulin secara
normal. Lewis et al (2003) mengemukakan
perlunya terapi komplementer dalam setting
Rumah Sakit.
Menurut Dunning (2003) bahwa terapi
komplementer memberikan manfaat pada
pasien diabetes diantaranya meningkatkan
penerimaan kondisi DM saat ini, menurunkan
stres,
kecemasan,
dan
depresi,
mengembangkan strategi untuk mencegah stres
berkelanjutan, meningkatkan
keterlibatan
pasien
dalam
proses
penyembuhan.
Keuntungan terapi komplementer secara
spesifik
bagi
pasien
diabetes
juga
dikemukakan oleh Riyadi&Sukarmin (2008)
yaitu menurunkan KGD, meningkatkan kontrol
metabolik, mencegah neuropati perifer,
menurunkan katekolamin dan aktivitas
otonom.
Menurut Orem dalam Tomey & Alligood
(2006) perawatan merupakan suatu kebutuhan
universal untuk menjaga dan meningkatkan
eksistensi diri, kesehatan, dan kesejahteraan
hidup. Pasien DM Tipe 2 yang menjalani
perawatan di rumah sakit sering mengalami
stress fisik maupun psikologis akibat
penyakitnya. Stress fisik maupun psikologis ini
dapat memicu meningkatnya kadar glukosa
darah. Oleh karena itu selain memberikan
terapi kolaboratif, perawat juga dapat
membantu pasien mencapai kemampuan dalam
mengontrol kadar glukosa darahnya melalui
latihan relaksasi otot progresif (PMR).
Kesimpulan akhir bahwa ada perbedaan KGD
sebelum dan setelah PMR. Hal ini
membuktikan
hipotesis
peneliti
yang
menyatakan ada perbedaan KGD setelah
Relaksasi PMR merupakan relaksasi yang
mudah untuk diajarkan kepada pasien dalam
rangka meningkatkan kemandirian pasien
dalam mengatasi masalah kesehatannya. Peran
perawat dalam memfasilitasi kemandirian
pasien, hal ini sesuai dengan konsep self care
Orem. Menurut teori self care Orem, pasien
dipandang sebagai individu yang memiliki
potensi untuk merawat dirinya sendiri dalam
memenuhi kebutuhan hidup, memelihara
kesehatan, dan mencapai kesejahteraan.
Kesejahteraan atau kesehatan yang optimal
dapat dicapai pasien apabila dia mengetahui
dan dapat melakukan perawatan yang tepat
sesuai dengna kondisi dirinya sendiri. Perawat
menurut teori self-care berperan sebagai
pendukung atau pendidik bagi pasien (Tomey
& Alligood, 2006).
Aspek VIA (Validity Important Applications)
dalam penelitian ini, Validity yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah 1) memprediksi
akan munculnya variabel pengganggu, dan
mengontrol variabel tersebut dimana kelompok
intervensi yang diatur secara intensif agar
karakteristik keduanya mendekati sama, 2)
memanipulasi variabel bebas yang artinya
intervensi yang diberikan atas dasar
pertimbangan ilmiah, intervensi yang diberikan
bisa dipertanggung jawabkan, 3) responden,
setting tempat dan waktu dikonsentrasikan
sama agar memperoleh satu kelompok modal
populasi. 4) menggunakan target populasi yang
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
23
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
spesifik (individu, setting, waktu)
memenuhi target yang ingin dicapai.
untuk
Media Farmasi Vol II No.2 September
2014 Hal:208-220
Aspek Important dalam penelitian ini adalah
karena desain penelitian ini eksperimen
sehingga setelah terbukti hipotesis penelitian
dimana latihan PMR memiliki efektifitas 67%
dapat menurunkan kadar glukosa darah, maka
hasil penelitian bisa digunakan sebagai
alternatif
terapi
komplementer
dalam
penatalaksanaan DM Tipe 2.
Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 yang mengalami
hiperglikemi bisa melaksanakan terapi PMR
tanpa penggunaan terapi obat-obatan.
Aspek Applications dalam penelitian ini adalah
latihan PMR pada kelompok DM Tipe 2,
efektif dilakukan sebanyak 3 kali, dilaksanakan
dalam keadaan duduk, selalu latihan ditempat
yang
tenang,
sendirian,
tanpa
atau
menggunakan
audio
untuk
membantu
konsentrasi pada kelompok otot.
CDC, (2014). National Diabetes Statistic
Report2014.
http://www.cdc.gov/
diabetes (Acsessed Januari 20, 2015)
KESIMPULAN
Relaksasi Progressive Muscles Relaxations
(PMR) merupakan terapi komplementer yang
melalui dua proses yaitu menegangkan dan
merilekkan otot tubuh. Dan telah dibuktikan
manfaatnya melalui penelitian ini yang
membuktikan bahwa adanya perbedaan
sebelum dan setelah intervensi pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol secara
signifikan sehingga diketahui efektifitas latihan
PMR dapat menurunkan kadar glukosa darah
sebesar 67% selama tiga hari dengan frekuensi
latihan satu kali sehari dan durasi ± 15-20
menit melalui mekanisme reduksi aktivasi
hormon-hormon
stres.
Penelitian
ini
berlangsung di Puskesmas Martapura pada 34
kelompok penderita DM Tipe 2 yang terbagi
masing-masing 17 responden kelompok
intervensi dan 17 responden kelompok kontrol.
Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa
darah pada penelitian ini adalah stres, aktivitas
fisik dan IMT.
DAFTAR RUJUKAN
Adikusuma, dkk (2014). Evaluasi Kepatuhan
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Rumah
Sakit
Umum
PKU
Muhammadiyah Bantul Jogyakarta.
Charlesworth, E.A., & Nathan, R.G. (1996).
Manajemen stres dengan tehnik
relaksasi, dalam Haryati (2009).
Pengaruh latihan PMR terhadap status
fungsional dalam konteks asuhan
keperawatan pasien kanker dengan
kemoterapi di RS. Dr. Wahidin
Sudirohusodo
Makasar,
(tesis).
Perpustakaan FIK-UI
Cohen, S. (1994). Perceived Stress Scale. USA
: Mind Garden, Inc
Copstead, L.C., & Banasik, J.L. (2000).
Pathophysiology, (2th ed). Philadelphia
: W.B. saunders company.
Dahlan,
M. S. (2008). Statistik untuk
kedokteran dan kesehatan, deskriptif,
bivariat, dan multivariat dilengkapi
aplikasi dengan menggunakan SPSS.
Seri evidence based medicine (seri 1),
Jakarta : Sagung Seto.
Departemen Kesehatan RI. (2003). Petunjuk
Teknis Pemantauan Status Gizi Orang
Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT).
Jakarta.
http://www.
depkes.go.id/index.php. vw=2&id=A137. Di unduh tanggal 13 Maret 2015
Di Nardo, M.M. (2009). Mind-bodies therapy
in diabetes management. Diabetes
spectrum,.
http://proquet.umi.com/
pqdweb?Index=8&dib=1662109331&
Srchmode=2&side=14&Fmt.
(Acsessed Februari 17, 2015)
Dochterman, J.M., dan Bulechek,G.M (2004).
Nursing interventions classification,
(4theed). St. Louis, Missouri : Mosby.
Dunning, T. (2003). Care of people with
diabetes: a manual nursing practice.
Melbourne: Blackwell Puslishing.
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
24
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
Drew & Hardman. (2007). Ethical Issues In
Conducting Research. http://www.
sagepub.com/upm-data/260943.pdf
(Acessed Februari 27, 2015).
Juliano, J. (1998). When diabetes complicates
your life : controlling diabetes and
related complication. New York : John
Wiley & Sons.
Ekowati, dkk, (2006). Pengaruh Terapi
Relaksasi Terhadap Control Glikemik
Pada Pasien Diabetes Mellitus Di
Purwokerto. Jurnal Keperawatan dan
kesehatan
Universitas
jenderal
Soedirman. Di unduh tanggal 20
Januari 2015.
Moyad,
Greenberg, S.S. (2002). Comprehensive stress
management, (7th ed). New York : The
McGraw-Hill Companies.
Ghazavi, Z., Talakood, S., Abdeyazdan, Z,
Attari, A., dan Joazi, M. (2007).
Effects of Massage Therapy and
Muscle Relaxation on Glycosylated
Hemoglobin in Diabetic Children.
http://dennyhendrata.wordpress.com/2
007/07/30/stres-dan-sistem-imuntubuh-suatu-pendekatan-psiko
neuroimunologi-2/. (Acsessed Januari,
20 2015).
Holt, Richard, I.G, et al, (2010). Textbook of
diabetes. Fourth Edition. Uk : A John
Wiley & Sons, Ltd. UK
International Diabetes Federation
(IDF), (2013). http://idf.org. Diunduh
tanggal 23 Februari 2015
Ignatavicius, D., & Wolkman, M.L (2006).
Medical surgical nursing, critical
thingking for collaborative care, (5th
ed). St. Louis : Missouri.
Ilyas, E.I. (2009). Olahraga bagi diabetes,
dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,&
Subekti, I, Ed. Penatalaksanaan
diabetes mellitus terpadu (hlm 69110). Jakarta : FKUI.
Istiarini, C.H. (2009). Pengaruh terapi
refleksologi terhadap kadar glukosa
darah pada klien diabetes mellitus tipe
dalam konteks asuhan keperawatan di
Sleman
Yogyakarta,
(tesis).
Perpustakaan FIK-UI.
M., dan Hawks, J.H. (2009).
Complementary
and
alternative
therapies, dalam Black, J.M., &
Hawks. Medical surgical nursing;
clinical management for positive
outcomes (8th ed). Elsevier Saunders.
Notoatmodjo, (2005). Metodologi Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta
Nofal, Z. (2013) A New Bivariate Class of Life
Distributions. Applied mathematic
science. September Vol. 7.No.2.p 4960
Nursalam, (2013). Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pendekatan Praktis
Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika
Nursiswati, Anna, Kosasih, (2008). Perbedaan
Kadar Gula Darah Sebelum dan
Sesudah Terapi Relaksasi pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah
Sakit Umum Cianjur. Vol 10 No.
XVIII Maret-September 2008 Hal –
89. Di unduh pada tanggal 20 Januari
2015
Pandey, et al, (2011). Alternative therapies
useful in the management of diabetes :
A systematic review. Journal of
Pharmacy & BioAllied Sciences.
(Acsessed 23 Februari, 2015)
Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktek Edisi 4. Vol 1. Alih Bahasa :
Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC
Price,
S.A., & Wilson, L.M. (2006).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Rekam Medis Puskesmas Martapura (2015)
Rekam Medis Puskesmas Martapura (2014)
Sigal, J.R, Kenny, G.P., Wasserman, D.H, and
Castaneda, S.C (2004). Physical
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
25
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
activity/ exercise and type 2 diabetes.
ADA statements. Diabetes Care.
Volume 27 Number 10 p 2518-253
Schwickert, J. Lanhorst, A, Paul., A.
Michalsen, JG, Dobis, (2006). Stres
managemen
dalam
Pengobatan
Hipertensi
Arteri
Esensial.
http://www.jpnoguida.net
diakses
tanggal 22 Februari 2015
Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddart (edisi 8). Jakarta :
EGC
Snyder,
M. dan Linquist, R. (2002).
Complementary/ alternative therapies
in nursing, (4th ed). New York :
Springer Publishing Company.
Soewondo, P. (2009). Pemantauan kendali
diabetes mellitus, dalam Soegondo, S.
Soewondo, P dan Subekti, I. Ed
Penatalaksanaan diabetes mellitus
terpadu. Jakarta : FKUI
1937-1939). Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Suyono,
S.
(2009).
Kecenderungan
peningkatan
jumlah
penyandang
diabetes,
dalam
Soegondo,
S.,
Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanan
kendali
diabetes
mellitus terpadu. Jakarta : FKUI.
Suyono, S. (2009). Patofisiologi diabetes
mellitus,
dalam
Soegondo,
S.,
Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanan
kendali
diabetes
mellitus terpadu. Jakarta : FKUI.
Tarigan, T.J.E. (2009). Rumor tentang insulin,
mana yang benar, mana yang salah ?
dalam Soegondo, S., Soewondo, P., &
Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali
diabetes mellitus terpadu. Jakarta :
FKUI.
Tomey, AM., dan Alligood, MR., (2006).
Nursing theorist and their work, (6 th
ed). Elsevier Mosby.
Soegondo, S. (2009). Prinsip penanganan
diabetes, insulin dan obat oral
hipoglikemik, dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanan
kendali
diabetes
mellitus terpadu. Jakarta : FKUI.
Tripplitt, et al (2005). Diabetes Mellitus dalam
Dipiro, JT, Talbert RI, Yee, GC,
Matze GR, Pharmacotheraphy : A
Pathophysiologic Approach, 6th ed,
Aplleton & Lang, New York, pp.
1333-1364
Subekti, I. (2009). Apa itu diabetes :
patofisiologi, gejala dan tanda dalam
Soegondo, S., Soewondo, P., &
Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali
diabetes mellitus terpadu. Jakarta :
FKUI.
Umpierre et al, 2011. Phisical Activity Adviced
Only or Structures Exercise Training
and Associations with HbA1c levels in
Type 2 Diabetes. American Medical
Association. 35-107
Sukardji,
K.
(2009).
Bagaimanakah
perencanaan makan pada penyandang
diabetes,
dalam
Soegondo,
S.,
Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanan
kendali
diabetes
mellitus terpadu. Jakarta : FKUI.
Sumadji,
D.W.
(2006).
Hipoglikemia
iatrogenic, dalam Sudoyo, A.W. dalam
Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., dan Setiati, S. Buku
ajar ilmu penyakit dalam (4th Ed) (hlm
Waspadji, S. (2009). Diabetes Mellitus:
mekanisme dasar dan pengelolaannya
yang rasional, dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanan
kendali
diabetes
mellitus terpadu. Jakarta : FKUI.
WHO, (2006). Definition and diagnosis of
diabetes mellitus and intermediate
hyperglycemia Geneva, Switzerland :
WHO Document Production Services
Wolever, M.T. (2003). Carbohydrate and the
regulation of blood glucose and
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
26
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
metabolism.
International
Sciences Institute.
Life
Yildirim, Y.K., dan Fadiloglu, T (2006). The
effect of progressive muscle relaxation
training on anxiety levels and quality
of lufe in dialysis patients.
EDNA/ERCA Journal. (Acsessed
Januari 20, 2015)
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan
Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
27
Download