PERAN KHALIFAH HARUN Al - RASYID DALAM

advertisement
PERAN KHALIFAH HARUN Al - RASYID
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
LAILY AGUSTINI
111-12-199
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2016
PERAN KHALIFAH HARUN Al - RASYID
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
LAILY AGUSTINI
111-12-199
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2016
MOTTO
Membaca sejarah adalah cara menemukan harapan.
Harapanlah yang membuat kita rela dan berani melakukan
kebajikan-kebajikan hari ini, walaupun buah kebajikan itu
akan dipetik oleh mereka yang baru lahir esok hari
(Muhammad Anis Matta)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

Bapak dan Ibu tercinta, Sriyono dan Siti Sopiyah yang telah memberikan
semua
pengorbanan,
bimbingan
dan
mendidik
penulis
dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang.

Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd., M.Ag yang telah membimbing penulis
dalam pembuatan skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan.
Sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai.

Semua kakakku, Siti Khoiriyah dan M. Rifai yang selalu memberi
semangat dalam hidupku, untuk selalu mengejar cita-cita setinggi
mungkin.

Saudaraku Lia S sekeluarga yang telah memberi dukungan.

Kawan-kawanku seperjuangan Nuriya, Dita Indi, Animatul, Azza, dan
Mbak Mega juga PAI F tercinta, yang selalu menjadi teman terbaikku.

Kawan-kawan aktivis Kopma Fatawa, yang banyak memberikan
pengalaman.

Semua pihak yang telah banyak membantu, yang tidak bisa saya sebut satu
persatu yang selalu memberikan dukungan & semangat pada penulis.
KATA PENGANTAR
‫حيم‬
ِ ‫بِسم هللا ال ّرحم ِن ال ّر‬
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah meberikan
kekuatan dan pertolongan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Sholawat
serta
salam
penulis
haturkan
kepada
junjungan
kita
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan kebenaran
dan keadilan, serta kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Peran Khalifah Harun Al
Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah”.
“Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Dengan penuh
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK).
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd., selaku pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan dukungan kepada
penulis, sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai.
5. Bapak Dr. Adang Kuswaya M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik
yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa
kuliah.
6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi
ini.
7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan
serta bantuan.
Semoga
amal
mereka
diterima
oleh
Allah
SWT
serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya serta
bermanfaat bagi dunia pendidikan, bagi agama, nusa dan bangsa.
Amin – amin yarobbal 'alamin.
Salatiga, 02 Mei 2016
Penulis
Laily Agustini
111-12-199
ABSTRAK
Agustini, Laily. 2016. Peran Khalifah Harun Al Rasyid dalam Pengembangan
Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah. Skripsi. Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra, Hj. Maryatin M.Pd.
Kata kunci: Pendidikan Islam, khalifah, Harun Al-Rasyid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji peran Khalifah
Harun Al Rasyid dalam pengembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1)
Bagaimana biografi Khalifah Harun Al-Rasyid?, dan (2) Bagaimana peran
Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan pada masa Dinasti Abbasiyah?,
dan (3) Bagaimana sumbangan Khalifah Harun Al-Rasyid terhadap
pengembangan pendidikan Islam pada masa
Dinasti Abbasiyah?. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan
kepustakaan.
Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian literer, sumber
data primernya adalah buku yang berjudul Harun Al-Rasyid Amir Para Khalifah
dan Raja Teragung di Dunia dan Kejayaan Sang Khalifah Harun Ar–Rasyid
Kemajuan Peradaban Dunia Pada Zaman Keemasan Islam. Sedangkan sumber
data sekundernya adalah buku-buku lain yang relevan dengan obyek pembahasan
penulis. Metode pengolahan data yang dipakai adalah metode analisis isi.
Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yaitu (1) Biografi dari
Khalifah Harun Al Rasyid seorang putera mahkota dari keluarga penguasa
Abbasiyah. ayahnya adalah khalifah Al Mahdi dan ibunya adalah Khairuzan. (2)
Peran Khalifah Harun Al Rasyid dalam pemerintahan yaitu memberikan
kemajuan pembangunan pada masanya, diantaranya: Pembangunan masjid,
Bidang Kesehatan, Bidang militer, Bidang administrasi, Peran Zubaidah dalam
mengembangkan pembangunan, Bidang ekonomi. Ia menggunakan kekuasaan
dan kekayaannya untuk melakukan gerakan-gerakan dalam pembangunan,
memberi fasilitas kepada siapa saja yang mau bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu. (3) Peran Khalfah Harun Al Rasyid dalam Pengembangan
Pendidikan Islam yaitu selain sebagai seorang khalifah ia juga sebagai seorang
cendekiawan. ia memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan. Ia
menjadikan istana sebagai tempat berkumpulnya para ahli alim ulama; syair,
sejarah, fikih, kedokteran, musik dan berbagai ilmu dan kesenian lainnya.
DAFTAR ISI
Sampul ………………………………………………….............................
i
Lembar Berlogo.............................................................................................
ii
Judul..............................................................................................................
iii
Persetujuan Pembimbing..............................................................................
iv
Pengesahan Kelulusan..................................................................................
v
Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................................
vi
Motto dan Persembahan................................................................................
vii
Kata Pengantar..............................................................................................
ix
Abstrak .........................................................................................................
xi
Daftar Isi.......................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………… .........
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………...........
5
C . Tujuan Penelitian ………………………………………. ..........
5
D. Kegunaan Penelitian ……………………………………...........
5
E. Metodologi Penelitian …………………………………............
6
F. Penegasan Istilah…………………………………….................
8
G. Sistematika Penulisan…………………………………….........
10
BAB II BIOGRAFI HARUN Al RASYID
A. Riwayat Hidup Harun Al Rasyid …………………………......
12
B. Pendidikan Harun Al Rasyid…………………........................ ..
15
C. Pernikahan Harun Al Rasyid…………...... ................................
16
D. Jabatan yang pernah diduduki....................................................
20
E. Setting Sosial .............................................................................
21
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A.
Peran
Khalifah Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan
Pendidikan Islam pada Masa Abbasiyah………………......
25
B. Peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam Pemerintahan pada
Masa Abbasiyah ……………………………………………...
37
BAB IV PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Keluarga Harun Al-Rasyid................................
49
B. Signifikansi Peran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan
Pendidikan Islam………………………………………………
58
C. Relevansi Peran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan
Pendidikan Islam......................................................................
65
D. Implikasi Pemikiran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan
Pendidikan Islam……………………………………………..
68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………….........................
72
B. Saran-Saran………………………………………..........................
74
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pengembangan Pendidikan Islam, memerlukan tokoh yang
menjadi pemimpin dan pembina. Nabi Muhammad saw sebagai pembawa
ajaran Islam berperan memimpin dan membina masyarakat jahiliyah
menjadi masyarakat yang bertaqwa dan berakhlak terpuji.
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi dapat
dibedakan menjadi dua tahap, baik dari segi isi dan materi pendidikanya,
yaitu: (1) tahap fase Makkah, sebagai fase awal pembinaan pendidikan
Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatanya, dan (2) tahap atau fase
Madinah, sebagai fase lanjutan (penyempurnaan atau pembinaan)
pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya. Peristiwa
hijrah telah membedakan kedua fase tersebut (Zuhairini dkk,1986:18).
Menurut Ahmad Syafii Maarif, dalam buku Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islam, disebutkan bahwa Islam hadir ditengah kerasnya
peradaban jahiliah. Melalui Nabi Muhammad SAW, Islam selanjutnya
berhasil bermetamorfosa menyebar ke hampir sepertiga bagian jagad ini.
Setelah Rasulullah, peran perjuangan dilanjutkan oleh Al-Khulafau
Al-Rasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya. Mereka
berhasil membangun peradaban dan kekuasaan politik yang menandingi
kekuatan raksasa saat itu, Byzantium dan Persia (Karim,2009:7).
Masa kekhalifahan Bani Umayah selain digunakan dengan
program-program besar, mendasar, dan strategis, juga banyak melahirkan
golongan dan aliran dalam Islam, serta perkembangan ilmu agama, ilmu
umum dan kebudayaan, dan peradaban (Nata,2011:127).
Meski diawali dengan pertumpahan darah dengan Bani Umayah,
Dinasti Abbasiyah telah mencatat tonggak-tonggak penting dalam sejarah
Islam. Pada masa pemerinthan Bani Abbas peradaban mencapai
puncaknya. Semua bidang ilmu pengetahuan tumbuh subur. Ilmu
pengetahuan yang sebelumnya tidak dirumuskan dalam bentuk formil kini
muncul. Pada masa ini ilmu kedokteran, anatomi tubuh, ilmu astronomi,
optik, aljabar, dan lain-lain berkembang pesat. Kemajuan ini didukung
oleh adanya khalifah yang senang dengan ilmu pengetahuan modern (As
Suyuthi,2012:XIII).
Pada masa Abbasiyah, Khalifah Manshur memunculkan kembali
bahwa “pengembaraan mencari ilmu” (‫ )الرحلة فى طلب العلم‬merupakan satu
bentuk kesalehan paripurna. Sejalan dengan itu, diyakini pula bahwa
mereka yang meninggal dalam perjalanan mencari ilmu adalah syahid.
Salah satu langkah strategis yang diterapkan Dinasti Abbasiyah dalam
memajukan dunia intelektual kaum muslim adalah kebijakan untuk
menerjemahkan literatur-literatur asing dari Yunani, Aramik (sekarang
Suriah) dan India, kedalam bahasa arab. Berbekal karya-karya terjemahan
itu, para cendekiawan muslim mengembangkannya menjadi penemuanpenemuan baru (Effendi,2015: 238).
Dalam pendidikan Islam, seorang muslim harus memiliki
kecerdasan, baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional dan
spiritual. Bahkan dalam Al-Quran disebutkan betapa pentingnya dan
keutamaan pendidikan atau menuntut ilmu. Seperti yang tercantum dalam
Q.S. Mujaadillah ayat: 11 Allah SWT berfirman:
ِ ِ
ِ َّ
ِ ِ‫س ُحوا فِي ال َْم َجال‬
‫س ُحوا يَ ْف َس ِح اللَّهُ لَ ُك ْم‬
َّ ‫يل لَ ُك ْم تَ َف‬
َ ‫ين‬
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
َ ْ‫س فَاف‬
َ ‫آمنُوا إ َذا ق‬
ِ ِ
ٍ ‫شزوا ي رفَ ِع اللَّهُ الَّ ِذين آمنُوا ِمن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا ال ِْعلْم َدرج‬
ُ ‫يل ان‬
ُ‫ات َواللَّه‬
ََ َ
َ َ
ْ َ ُ ُ ‫ش ُزوا فَان‬
َ َْ
َ ‫َوإذَا ق‬
‫بِ َما تَ ْع َملُو َن َخبِير‬
Artinya:Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa der ajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Masa kejayaan pendidikan Islam,
dimulai dengan berkembang
pesatnya kebudayaan Islam, yang ditandai dengan berkembang luasnya
lembaga-lembaga Pendidikan Islam dan madrasah-madrasah (sekolahsekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat
kebudayaan Islam. Lembaga pendidikan, sekolah dan universitas tersebut
nampak dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola
budaya kaum muslimin. Berbagai ilmu pengetahuan berkembang melalui
lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan
berbagai macam aspek budaya kaum muslimin (Zuhairini dkk,1986 : 87).
Harun Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang berwibawa,
dicintai rakyat, disenangi lawan atau kawan, sholeh, halus budinya,
dermawan, taat beragama dan piawai dalam memegang pemerintahan
sehingga dikenal sebagai penguasa terbesar di dunia. Ia merupakan
mutiara sejarah Abbasiyah dan raja paling agung dalam sejarah
(Khoiriyah,2012:93).
Baghdad
yang menjadi ibukota pemerintahan
pada masa
kepemimpinan Ar Rasyid, menjadi pusat ilmu pengetahuan bertaraf
internasional. Dalam sejarah kota tersebut, belum pernah terjadi gerakan
cinta ilmu dan pemikiran yang begitu dahsyat kecuali di masanya. Dari
Baghdad, gerakan tersebut menyebar keseluruh pelosok negeri Islam
(Khalil,1997:xi).
Kejayaan
yang
dicapai
dinasti
Abbasiyah
pada
masa
kepemimpinan Harun Al-Rasyid tidak dapat terlepas dari adanya upaya
yang dilakukan khalifah sebagai pemimpin dinasti Abbasiyah. Kuatnya
kemiliteran yang membuat pemerintahan bertahan selama 23 tahun dan
majunya perekonomian dapat menciptaan kemakmuran rakyat di bawah
kepemimpinannya. Dalam mencapai kejayaan tersebut Khalifah Harun AlRasyid melakukan beberapa upaya, yaitu dengan mempertahankan
wilayah
kekuasaannya
yang
luas,
memperkuat
kemiliteran,
dan
memajukan perekonomian Dinasti Abbasiyah (Chasanah dkk, 2013: 9).
Dari latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul : “Peran Khalifah Harun AlRasyid Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti
Abbasiyah”, sebagai sebuah pembelajaran bagi kaum muslim untuk
mengetahui sejarah sehingga memperoleh semangat belajar agar dimasa
depan Islam mampu menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi dunia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana biografi Khalifah Harun Al-Rasyid ?
2. Bagaimana peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan pada
masa Dinasti Abbasiyah ?
3. Bagaimana
sumbangan
Khalifah
Harun
Al-Rasyid
terhadap
pengembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan objek permasalahan maka tujuan yang ingin
dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui biografi Khalifah Harun Al-Rasyid pemerintahan
pada masa Abbasiyah.
2. Untuk
mengetahui
peran
Khalifah
Harun
Al-Rasyid
dalam
pemerintahan pada masa dinasti Abbasiyah.
3. Untuk mengetahui sumbangan Khalifah Harun Al-Rasyid terhadap
pengembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kegunaan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Teoritis :
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan
khususnya bagi pengembangan Pendidikan Islam. Serta memperkaya
wawasan pengetahuan tentang perkembangan Pendidikan Islam pada
masa Khalifah Harun Al-Rasyid .
2. Praktis :
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wahana dalam
memperoleh informasi dan pengetahuan peneliti untuk melatih diri
dalam masalah yang terjadi pada sejarah Islam. Khususnya tentang
masa kejayaan Pendidikan Islam, yang terjadi pada Dinasti
Abbasiyah dalam masa kepemimpinan Harun Al-Rasyid.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan kajian
tentang Sejarah Pendidikan Islam pada masa Khalifah Harun AlRasyid untuk pertimbangan dan perbandingan dalam penerapan
dan pengembangan Pendidikan Islam pada masa sekarang.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian literer yang terfokus pada
referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian literer
lebih di fokuskan kepada studi kepustakaan (Amirin, 1995: 135).
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini
menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data dapat berupa
buku, kitab, jurnal, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Dengan
demikian, penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut (Suryabrata, 1995: 66).
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data bersifat kepustakaan
yang sumber datanya diambil dari dokumen-dokumen kepustakaan
seperti buku, majalah, paper, koran, kitab dan sumber literatur lainnya
yang dibutuhkan. Dalam pengumpulan data ini digunakan dua sumber
data yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama
digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku yang
berjudul Harun Al-Rasyid Amir Para Khalifah dan Raja Teragung
di Dunia dan Kejayaan Sang Khalifah Harun Ar–Rasyid Kemajuan
Peradaban Dunia Pada Zaman Keemasan Islam.
b. Sumber data Sekunder
Sumber data sekunder adalah buku - buku, dan sumber lain
yang
mendukung
penelitian
ini,
berbagai
literatur
yang
berhubungan dan relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa
transkrip, wawancara, buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid,
website, dan blog di internet yang berupa jurnal.
4. Metode Analisis Data
Setelah
data
dikumpulkan,
langkah
berikutnya
adalah
menganalisis data. Metode pengolahan data yang dipakai adalah
metode analisis isi, yaitu menghimpun dari majalah, dokumendokumen resmi, buku-buku kemudian diklarifikasi sesuai dengan
masalah yang di bahas dan dianalisis isinya.
Penelitian dengan metode analisis isi digunakan untuk
memperoleh keterangan dari sumber data yang disampaikan dalam
bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan.
Metode ini dapat dipakai untuk majalah semua bentuk komunikasi,
seperti pada surat kabar,buku, puisi, film, cerita rakyat, peraturan
perundang-undangan dan sebagainya (Hariyono,1998:175).
F. Penegasan Istilah
Untuk memahami judul dan mempermudah serta menghindari
kesalahan, maka akan dijelasan beberapa kata pokok yang terdapat pada
judul di atas, yaitu:
1. Peran Khalifah Harun Al-Rasyid
Peran adalah serangkaian perilaku atau tindakan yang diharapkan
pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara
formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada ketentuan dan
harapan peran yang menerangkan tentang individu - individu harus
lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-
harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peranperan tersebut (Friedman,1998:286).
Istilah Khalifah dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah
wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw. Setelah nabi wafat yang
melaksanakan Syari‟at Islam dalam kehidupan negara, (gelar) kepala
agama dan raja di negara Islam.
Harun Al-Rasyid adalah nama pemimpin negara pada masa
dinasti Abbasiyah. Nama lengkapnya Ar-Rasyid Abu Ja‟far bin Al
Mahdi bin Al Manshur Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah
bin Al Abbas (As Suyuthi,2012:340).
Maka peran Khalifah Harun Al-Rasyid adalah tindakan yang
dilakukan oleh Harun Al-Rasyid untuk melaksanakan syari‟at Islam
dalam mengatur kehidupan bernegara.
2. Pengembangan Pendidikan Islam
Istilah Pengembangan dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”,
adalah proses, cara perbuatan mengembangkan (pemerintah selalu
berusaha), pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus
ke sasaran yang dikehendaki.
Pendidikan Islam adalah sebagai usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada
padanya menuju manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan
norma Islam (Achmadi, 1992:20).
Maka pengembangan pendidikan Islam adalah prosesuntuk
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya
insani menuju insan kamil yang sesuai dengan norma Islam.
3. Dinasti Abbasiyah
Istilah Dinasti dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, adalah
keturunan dari raja-raja yang memerintah, dan semuanya berasal dari
satu keluarga. Secara harfiah dinasti adalah kekuasaan yang dipegang
secara turun temurun dalam satu garis keturunan atau kerabat.
Sedangkan istilah Abbasiyah diambil dari nama salah seorang dari
paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Al Abbas ibn Abd AlMuttalib ibn Hasyim (Karim,2009:143).
Maka Dinasti Abbasiyah adalah kekuasaan yang dipegang secara
turun temurun oleh keturunan dari Al Abbas ibn Abd Al-Muttalib ibn
Hasyim.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bagaimana peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pengembangan
pendidikanIslam pada masa dinasti Abbasiyah, melalui tindakan dan
proses yang dilakukan dalam menumbuhkan, memelihara dan
mengembangkan sumber daya yang ada demi kemajuan Pendidikan
Islam pada masa itu.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga
bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri
dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan
pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan
orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar,
halaman abstrak, halaman daftar isi. Bagian inti atau isi dalam penelitian
ini, akan disusun ke dalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini akan memaparkan yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
metode penelitan, penegasan istilah dan sistematika
penulisan.
BAB II
BIOGRAFI KHALIFAH HARUN AL-RASYID
Bab ini akan memaparkan tentang Biografi Harun AlRasyid, yang meliputi kelahiran, keluarga, pendidikan,
jabatan yang pernah di duduki dan setting sosial.
BAB III
PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID
Bab ini akan memaparkan tentang peran Harun Al-Rasyid
dalam
pengembangan
Pendidikan
Islam
pada
masa
Abbasiyah
BAB IV
ANALISIS PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID
Bab ini akan mengulas tentang signifikansi peran, relevansi,
dan implikasi Harun Al-Rasyid terhadap pengembangan
Pendidikan Islam.
BAB V
PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran
BAB II
BIOGRAFI KHALIFAH HARUN AL-RASYID
A. Riwayat Hidup Khalifah Harun Al-Rasyid
Harun Al-Rasyid dilahirkan di Ray pada tahun 150 H. Ia adalah
putera dari Mahdi, seorang Khalifah Abbasiyah yang populer dengan sikap
sangat lunak terhadap rival poitiknya, dermawan, dan berperan dalam
pembelaan Islam. Periodenya identik dengan negara yang aman dan
kekayaan negeri bertambah (Karim,2009:148).
Ibunya
adalah
Khairuzan
seorang
ratu
yang
tegas
dan
berpengetahuan luas, berasal dari Yaman. Ia belajar fikih dari Imam Al
Auza‟i. Pada mulanya, ia merupakan seorang salah satu jariyah (budak) Al
Mahdi. Lalu dimerdekakan dan menikah dengannya. Ketika Al Mahdi
meninggal dunia, dan anaknya menduduki kursi khalifah, ia memegang
kendali atas urusan penting pemerintahan (Khalil,1997:15).
Sewaktu kanak-kanak, ia menghabiskan sebagian waktunya di
harem kerajaan, ia diawasi oleh staf harem, seperti lazimnya perlakuan
untuk pewaris tahta yang sedang tumbuh. Masa tinggalnya disana kerap
menerima kunjungan dari Manshur, sang kakek yang mengesankan,
melangkah dengan sepatu bot hitamnya yang besar dan serban hitam serta
kisah-kisah mengenai kekuasaan yang bercampur dengan “nasihat bijak
mengenai kebijakan kehidupan” (Bobrick,2012:58).
Dalam akhlaknya, Al-Rasyid selalu mencontoh Al Manshur dan
menerapkannya kecuali dalam kedermawanan dan pemberian hadiah. AlRasyid dikenal sebagai seorang yang mudah memberi, baik karena
kemauannya sendiri maupun karena diminta. Dia tidak pernah menunda
pemberian hari ini ke hari esok (Khalil,1997:3)
Ketika tumbuh menjadi seorang remaja, Harun telah dipercaya
oleh ayahnya dalam urusan pemerintahan. Harun yang belum genap dua
puluh tahun berhasil merebut benteng Samalu setelah 38 hari. Ekspedisi
Harun terhadap Byzantium menaikkan kekuatan politiknya dan ketika ia
kembali pada tanggal 31 Agustus 782, dia digelari “ Al-Rasyid”, berarti
“Yang Mendapat Petunjuk” (Bobrick,2012:39).
Harun Al-Rasyid berkulit putih, tinggi, gemuk, tampan, fashih,
memiliki wawasan tentang ilmu dan sastra, menyukai ilmu dan ulama,
senantiasa menhindari apa-apa yang diharamkan dalam Islam, tidak
menyukai pembantahan dalam agama atau mengeluarkan kata-kata yang
bertentangan dengan Nash (Al-Qur‟an dan As Sunnah), sering menangisi
dirinya sendiri, terutama ketika ia sedang dinasehati (Khalil,1997:1).
Pada pengangkatannya sebagai khalifah terjadi keserentakan tiga
peristiwa. Pada saat itu Harun tengah tertidur ketika Wazir Yahya Al
Barmeki datang ke tempatnya dan kemudian ia dibangunkan dengan suatu
panggilan kehormatan tertinggi (Amirul Mukminin). Yahya menceritakan
meninggalnya Khalifah Al Hadi dan menyerahkan cincin kebesaran dan
memasangkan
kejarinya.
Selanjutnya
Wazir
Yahya
Al
Barmaki
menyampaikan lagi suatu berita gembira bahwa istrinya telah melahirkan
putra, yaitu Al Makmun. Sejarah mencatat bahwa malam itu, seorang
khalifah wafat, dan seorang khalifah di bai‟at, dan seorang calon khalifah
lahir yang terjadi pada satu malam secara bersamaan (Sou‟yb,1977:103).
Dalam hal keimanan, Harun tak pernah lupa melaksanakan ritual
ibadah agamanya. Setiap pagi, dia memberikan seribu dirham untuk amal
dan melakukan shalat seratus rakaat (masing-masing disertai banyak
bacaan dzikir dan doa) setiap hari. Dia berhaji ke Mekkah (1.750 Mil dari
Baghdad pulang pergi) menggunakan unta sebanyak tujuh kali, dimulai
pada tahun setelah dia naik tahta, dan haji yang kedelapan dari Rakkah (di
Syiria) ke Mekkah dengan berjalan kaki. Saat perjalanan haji, dia juga
memberikan harta dalam jumlah yang besar kepada penduduk Mekkah dan
Madinah, dua kota paling suci dalam Islam, dan pada jamaah haji yang
miskin sepanjang perjalanan. Selalu ada orang zuhud yang dibiayai dalam
rombongannya, dan ketika pada tahun tertentu, ketika dia tidak bisa
berangkat
haji
sendiri,
dia
mengirimkan
beberapa
wakil
yang
berkedudukan tinggi bersama tiga ratus pegawai atas biaya darinya untuk
pergi berhaji (Bobrick,2012:64).
Al-Rasyid meninggal saat memimpin perang Thus, sebuah kota di
wilayah Khurasan. Dia dikuburkan ditempat itu pada tanggal 3 Jumadil
Akhir tahun 193 H. Anaknya bernama Shalih menjadi imam atas
jenazahnya. Setelah Harun meninggal, Al Amin, segera dilantik. Saat itu
Al Amin berada di Baghdad di tengah-tengah pasukan tentara. Setelah
kabar kematian ayahnya sampai padanya, dia kemudian melakukan sholat
bersama
kaum
muslimin
di
tempat
itu.
Dia
berkutbah
serta
memberitahukan kematian ayahnya kepada penduduk Baghdad (As
Suyuthi,2012:356).
B. Pendidikan Harun Al-Rasyid
Harun memperoleh pendidikan awalnya di istana, baik ilmu agama
maupun ilmu pemerintahan. Ia di didik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin
Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang beperan dalam masa
pemerintahan Bani Abbasiyah. Sehingga Ia menjadi orang yang terpelajar,
cerdas, fasih berbicara dan berkepribadian kuat.
Harun mempelajari Sejarah, Geografi, dan Retorika (kefasihan);
musik dan syair; serta ekonomi dalam bentuk pelajaran keuangan.
Pelajaran keagamaan mewarnai semua mata pelajaran, dan dibawah
kepengawasan Ali bin Hamzah Al Kisa‟i, seorang teolog terkemuka,
energi terbesar Harun digunakan untuk menguasai hadis atau sunah nabi
dan teks Al Qur‟an. Latihan fisiknya sebagai calon tentara tuhan juga
ditekankan dan memadukan latihan militer seperti permainan pedang,
panahan, dan pertempuran berkuda dengan pelajaran seni perang
(Bobrick,2012:58-59).
Harun Al-Rasyid adalah seorang cendekiawan yang memiliki
wawasan sangat luas yang berkaitan dengan semua yang berbau Arab
(sejarah, bahasa, kesusastraan dan lain-lain). Dia juga memiliki citra rasa
yang tinggi terhadap syair dan bahasa sehingga sebagian orang ada yang
berkata, “Pengetahuan Al-Rasyid adalah pengetahuan semua ulama”
(Khalil,1997:57).
Dalam buku Harun Ar Rasyid, Amir para Khalifah dan Raja
Teragung Di Dunia disebutkan bahwa guru-gurunya adalah:
1. Al Mufadhal Adh Dhabbi, seorang sastrawan besar yang mengajarinya
sya‟ir, sastra dan Sejarah Arab.
2. Al Kisa‟i mengajarinya Nahwu, Bahasa Arab, Sejarah dan Fiqih
3. Al Ashmui telah mengajarinya tentang banyak kisah. Ia adalah salah
satu sarjana kesukaanya dan kadang muncul di Istana bersama Abu
Ubaidah, juga seorang sarjana yang serba bisa.
4. Imam Malik adalah gurunya dalam Fikih dan Hadits.
Kecintaanya terhadap fikih dan para fukaha sangat mendalam,
begitu juga penghormatan dan kecenderungan dirinya terhadap ilmu
pengetahuan dan para ulama (ilmuwan). Dia juga sangat menyukai syair,
bahkan menghafalnya. Dia sering menerima kunjungan para penyair dan
mendengarkan bait-bait mereka. Selain itu, ia juga menyukai sastra dan
para sastrawan dan sangat membenci debat dalam masalah agama
(Khalil,1997:3).
C. Pernikahan Harun Al-Rasyid
Memiliki fisik yang menarik, kecakapan dan juga kedudukannya,
tidak mustahil Harun menjadi pemuda yang membuat banyak wanita jatuh
cinta. Dia jatuh cinta kepada saudara sepupunya sendiri yang bernama
Zubaidah dan menjadikannya seorang permaisuri.
Zubaidah adalah seorang ibu yang agung, banyak melibatkan
dirinya dalam diskusi-diskusi peadaban dan pengetahuan, berlaku lemah
lembut
kepada
para
sastrawan,
penyair
dan
dokter.
Memiliki
intelektualitas yang tinggi, penuh gagasan, fasih dan balighah . Al-Rasyid
menikahinya pada tahun 165 H di Baghdad (Khalil,1997:19).
Selain menikahi Zubaidah, Ia juga menikahi wanita merdeka
dengan mahar yang tinggi diantaranya yaitu:
1. Ummatul Aziz Ummu Walad Musa
2. Ummu Muhammad binti Shalih Al Miskin
3.
Al Abbasah binti Sulaiman
4. Al Juraisyiyyah Al Ustmaniyyah
Dalam buku Harun Ar Rasyid, Amir Para Khalifah Dan Raja
Teragung Di Dunia halaman; 38 disebutkan bahwa Khalifah Harun
dikaruniai banyak putera dan puteri dari istri-istrinya yaitu:
1. Muhammad Al Akbar (Al Amin) ibunya adalah Zubaidah
2. Abdullah Al Ma‟mun dan Sakinahibunya adalah bernama Qashf
3. Muhammad bin Ishaq Al Mu‟tashimdan Ummu Habibibunya bernama
Maaridah
4. Ali ibunya bernama Ummu Walad Musa Ratsm
5. Muhammad Abu Isa dan Ummul Hasan ibunya bernama „Iraabah
6. Muhammad Abu Ya‟qub ibunya bernama Syadzarah
7. Muhammad Abul Abbas, ibunya bernama Khubts
8. Muhammad Abu Sulaiman ibunya bernama Rawaah
9. Muhammad Abu Ali ibunya bernama Dawaaj
10. Muhammad Abu Ahmad ibunya bernama Kitman.
11. Arwa ibunya bernama Halub
12. Fatimah, ibunya bernama Mushaffa
13. Ummu Abiha ibunya bernama Sakkar
14. Ummu Salamah ibunya bernama Rahiq
15. Khadijah ibunya bernama Syajar
16. Ummu Qasim ibunya bernama Khazaq
17. Ramlah Ummu Ja‟far ibunya bernama Halyun
18. Ummu Ali ibunya bernama Aniq
19. Ummu Al Ghaliyah ibunya bernama Samandal
20. Rithah ibunya bernama Zainah.
Diantara sekian banyak putera dan putri yang dimiliki oleh
Khalifah Harun Al-Rasyid, hanya Muhammad Al Amin dan Abdullah Al
Ma‟mun yang paling berpengaruh dalam masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Mereka berdua menjadi khalifah selanjutnya menggantikan
posisi ayahnya.
Harun Al-Rasyid mengangkat puteranya Muhammad Al Amin
sebagai putera mahkota pada hari kamis, bulan Sya‟ban tahun 173 H.
Kemudian ia mengangkat Abdullah Al Ma‟mun untuk menjadi khalifah
setelah Al Amin di Riqqah pada tahun 183 H, dan mengangkatnya menjadi
gubernur mulai dari wilayah Hamdzan hingga ke ujung Masyriq (Khalil,
1997:39).
Pada tahun 186 H, Al-Rasyid melaksanakan ibadah haji dengan Al
Amin dan Al Ma‟mun beserta para pimpinan pasukannya. Setelah ia
menyelesaikan manasik haji, ia menulis dua dokumen untuk anaknya.
Pertama, untuk mengingatkan Al Amin untuk memenuhi syarat yang telah
ditetapkan baginya, yaitu menyerahkan kekhilafahan setelahnya kepada
Abdullah Al Ma‟mun. Kedua, salinan naskah yang telah bai‟at yang telah
disetujui oleh orang-orang dekat khalifah maupun publik. Kedua dokumen
itu diletakkan di Baitul Haram, setelah sebelumnya memberikan bai‟at
kepada Al Amin dan mempersaksikannya kepada Allah, para malaikatNya dan semua orang yang ada di sekeliling Ka‟bah, seperti anak-anaknya,
keluarganya, mawalinya, para menterinya, sekretarisnya dan lain-lain
(Khalil,1997:41).
Al Amin adalah putera Khalifah Harun Al-Rasyid yang memiliki
keturunan darah Arab, ayah dan ibunya berasal dari bani Hasyim. Al-Amin
menduduki kursi khilafah pada usia 23 tahun. Masa kekhalifahannya
hanya berlangsung sebentar, dan dipenuhi pertikaian dengan saudaranya,
al-Ma‟mun.
Perang saudara antara Al Amin dan Al Ma‟mun dimenangkan oleh
Al Ma‟mun. Al Amin akhirnya menyetujui untuk menyerah ditangan
panglima Al Ma‟mun, yang bernama Harsama. Kemudiania terbunuh pada
malam hari (September 813 H) ditangan sekelompok orang yang fanatik.
Kekalahan Al Amin dan pengukuhan Al Ma‟mun sebagai khalifah
membawa era baru dalam sejarah Islam (Karim,2009:151).
Pada masa pemerintahan Al Ma‟mun perkembangan ilmu
mengalami kemajuan yang pesat. Dia sering mengumpulkan para fukoha
dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yang sangat luas
dalam masalah Fiqih, Bahasa Arab, dan Sejarah. Saat ia dewasa, ia banyak
mempelajari filsafat dan ilmu-ilmu yang pernah berkembang di Yunani
sehingga membuatnya menjadi seorang pakar dalam bidang ilmu ini. Ilmu
filsafat yang telah ia pelajari telah membawanya kepada pendapat yang
menganggap bahwa Al Qur‟an adalah makhluk (As Suyuthi,2012:369).
Diantara jasa-jasanya dalam buku Reorientasi Wawasan Sejarah
Islam dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti Islam; halaman 96, antara
lain :
1. Mendirikan Baitul Hikmah, meneruskan dari masa pemerintahan
ayahnya, yaitu perpustakaan besar yang berfungsi sebagai perguruan
tinggi dan kantor penerjemahan.
2. Perluasan wilayah membentang luas dari timur (tembok besar Cina)
sampai ke barat (Pantai Atlantik).
D. Jabatan yang pernah di duduki
Sebelum menjadi seorang khalifah, di usia yang masih remaja ia
telah menunjukan ketangkasan dan kecerdasannya. Sehingga dalam
pemerintahan ayahnya Al Mahdi, dia dipercaya menjadi panglima pasukan
dan membantu para panglima senior. Dalam ekpedisi peperangan Ia
mampu menakhlukan musuhnya dan membuat bangga ayahnya.
Pada saat itu Mahdi, meluncurkan dua ekspedisi besar (pada 779
dan 781-782) dibawah kepemimpinan puteranya (Harun). Dalam hal ini
Mahdi mendidik puteranya untuk memimpin, seperti dulu ayahnya
mendidik dirinya. Pada saat itu, Byzantium diduduki oleh seorang
bernama Konstantinus VI yang ibunya, Irene memerintah sebagai wali atas
namanya. Kekuasaanya rapuh dan kemudian terjadi pertikaian dalam
negeri. Dibawah bimbingan para jenderal, negarawan, dan ajudan
berpengalaman, Harun yang belum genap dua puluh tahun berhasil
merebut benteng Samalu setelah pengepungan 38 hari (Bobrick,2012:3839).
Pada pemerintahan ayahnya, Al-Rasyid juga turut berperang
melawan Ash Shaa‟ifah beberapa kali; mengadakan gencatan senjata
dengan Romawi, setelah ia berhasil mengepung Konstantinopel;
mengadakan perjanjian damai dengan istri Leon yang bergelar Agusthah,
dengan syarat mereka harus membayar jizyah kepada kaum muslimin
setiap tahun (Khalil,1997:158).
Dia di daulat ayahnya (Mahdi) menjadi gubernur di Assafah tahun
779 M dan di Maghrib pada tahun 780 M. Dua tahun setelah menjadi
gubernur, dilihat dari kualitas yang dimiliki Harun jauh lebih baik
daripada kakaknya (Al Hadi), kemudian sang ayah mengukuhkannya
sebagai putra mahkota setelah saudaranya.
E. Setting Sosial
Harun sebagai putra mahkota yang hidup dalam lingkungan
kerajaan Islam, menjadikan ia menguasai ilmu pemerintahan dan ilmu
tentang agama. Kecerdasan dan ketangkasannya yang dimiliki dalam
berbagai hal, ia dapat dipercaya dalam ekpedisi-ekpedisi melawan musuh
pada masa pemerintahan ayahnya.
Harun berasal dari keturunan Abbasiyah yang didirikan oleh
Assafah seorang dengan darah Arab, namun Harun Al-Rasyid sangat dekat
dengan keluarga Barmaki dari Persia. Pendiri keluarga Barmak adalah
Khalid Al Barmaki, ayahnya menjabat sebagai ketua Bhiksu biara Budha.
Ia masuk Islam saat kawasan Asia Tengah ditakhlukan oleh Qutaibah ibn
Muslim. Keluarga Barmak memiliki kecerdasan dan kesetiaan untuk
mengabdi kepada Abbasiyah. Usaha mereka menghasilkan peningkatan
kesejahteraan, kebahagiaan rakyat, serta memperkokoh dinasti Abbasiyah
sehingga kekayaan negara meningkat, dan adanya banyak usaha
meningkatkan berbagai macam budaya yang membawa dinasti Abbasiyah
pada zaman keemasan (Karim,2009:149).
Peran pentingnya yaitu menjadi penasihat Khalifah Manshur, dan
setelah itu keluarga Barmak mulai berpengaruh besar dalam pemerintahan
Abbasiyah. Keturunan Barmak selanjutnya juga diberi kepercayaan
penting untuk mengasuh dan memberikan pendidikan dasar untuk putera
mahkota.
Pada masa pemerintahan Harun, Baghdad mampu menjadi pusat
peradaban. Baghdad memiliki sejuta pesona, dipinggir kota terdapat
banyak wilayah dengan taman, kebun, vila; beberapa dihiasi
dengan
lukisan dinding yang dipernis berwarna biru cerah dan merah terang, atau
panel tembikar berlapis kaca dan lukisan ubin keramik. Sebuah lapangan
yang sangat luas di depan istana utama digunakan untuk turnamen dan
balapan, pemeriksaan dan apel militer. Sebuah hutan menara mendominasi
cakrawala dan seratus lima puluh jembatan menyebrangi kanal-kanal
(Bobrick,2012:100).
Kota Baghdad padasaat itu muncul menjadi pusat dunia dengan
tingkat kemakmuran dan peraninternasional yang luar biasa. Dinasti
Abbasiyah memasuki tatanan yang sangat besar di dalam pemerintahan
terutama dalam sistem perpajakan dan administrasi peradilan. Kejayaan ini
berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan terutama ibukotanya. Istana
kerajaan dengan bangunan-bangunan seperti ruang pertemuan yang
dilengkapi dengan karpet, gorden, dan bantal terbaik dari Timur (Ismiyati
dkk, 2015: 12)
Keindahan kota Baghdad dan istana pada masa itu, membuktikan
bahwa perkembangan ilmu bidang arsitektur telah mengalami kemajuan
pesat hingga menjadi kota dengan daya tarik nilai seni yang tinggi.
Khalifah Harun juga mencintai olahraga. Dia adalah khalifah
pertama yang bermain hoki dan bola. Dia juga khalifah yang melemparkan
anak panah ke lilin yang diletakan diatas kuda dan dia juga khalifah
Abbasiyah pertama yang bermain catur (As Suyuthi,2012:355).
Sebagai seorang khalifah, Harun sangat
perduli terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan. Baik dalam bidang ilmu agama, sains,
seni maupun olahraga. Ia akan mendukung siapa saja yang membutuhkan
bantuan dalam perkembangan ilmu dan menyediakan fasilitas yang
memadai. Ia juga tak segan memberikan hadiah bagi
para penerjemah
kitab-kitab, syair, dan membiayai para sufi.
Tokoh penting dalam Islam di sekitar Al-Rasyid yang mendukung
pada masanya yaitu diantaranya, Abu Yusuf (Penulis kitab “Al-Kharaj”),
Muhammad bin Al Hasan (Qadhi Al Qudhat-Hakim tertinggi), Abdullah
bin Mubarak (Ilmuwan Timur dan Barat), fudhail bin Iyadh (seorang yang
zuhud dan penasehat ulung), Imam Malik (Imam Dar Al Hijrah), dan
Imam Asy Syafi‟i (Khalil, 1997:165).
Ilmu pengetahuan dan kebudayaan telah tumbuh dan berkembang
dan penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka
berdirilah toko-toko kitab. Saudagar-saudagar buku tersebut bukan hanya
mencari keuntungan, akan tetapi kebanyakan dari mereka adalah sastrawan
yang cerdas, agar mereka dapat kesempatan yang baik untuk membaca dan
menelaah, serta bergaul dengan para ulama dan pujangga-pujangga.
Mereka juga menyalin kitab-kitab yang penting dan menyodorkan kepada
orang yang memerlukan dan mendapat imbalan (Zuhairini dkk,1986:94).
Seperti kekuasaan sebelumnya, Khalifah Harun juga mengalami
pemberontakan, penghianatan serta pembangkangan rakyat di berbagai
daerah yang mewarnai masa pemerintahaanya. Pada pemerintahan AlRasyid, pemimpin Khawarij yang mencoba melakukan pemberontakan
adalah Al Walid bin Tharif Asy-Syaibani di pinggiran kota Nushaiban
pada tahun 178 H, dan berhasil ditumpas oleh Yazid bin Mazid Asy
Syaibani, yaitu anak dari saudara Ma‟an bin Zaa‟idah pada tahun 179 H
(Khalil,1997:139).
Pada tahun 183 H, orang-orang Khazar melakukan pemberontakan
di Armenia. Peristiwa ini memberikan pukulan yang sangat memilukan
bagi kaum muslimin karena pada saat itu kaum muslimin banyak menjadi
korban, bahkan lebih dari seratus ribu penduduk ditawan. Satu peristiwa
yang menoreh goresan sejarah yang dalam, karena peristiwa seperti ini
belum pernah terjadi sebelumnya (As Suyuthi,2012:344).
Kondisi masyrakat di masa Al-Rasyid, mengalami kesejahteraan
meliputi seluruh penjuru negeri. Begitu juga ketenangan, ia selalu
menghadapi permasalahan rakyatnya dan ia tidak pernah tergesa-gesa
dalam mengambil keputusan sebelum mempertimbangkannya kepada para
penasehat dan ahli ilmu.
BAB III
PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID
A. Pengembangan Pendidikan Islam
Dinasti Abbasiyah yang berdiri setelah jatuhnya kekuasaan Dinasti
Umayah.
Dinasti
Abbasiyah
dikenal
dengan
masa
kebangkitan
pendidikannya, terutama di bawah kepemimpinan khalifah yang kelima
yaitu Khalifah Harun Al-Rasyid dan puteranya Khalifah Al Makmun.
Pada masa pemerintahannya, Harun ar-Rasyid banyak berperan
dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan dengan memperbesar
departemen studi ilmiah dan penerjemahan yang didirikan kakeknya, AlMansur. Kemurahan hati Al-Rasyid, para menteri dan anggota istana yang
berbakat terutama keluarga Barmak, yang membantu ilmu pengetahuan
dan kesenian, membuat Baghdad menjadi pusat yang menarik orang-orang
terpelajar dari seluruh dunia (Syalabi, 2003: 110).
Istana Al-Rasyid merupakan tempat berkumpulnya para ahli bijak
dan ulama; pasar bagi para balaghah, syair,sejarah, fikih, kedokteran,
musik dan berbagai ilmu dan kesenian lainnya. Di istananya, ia sering
menemui mereka dengan penuh penghormatan dan kemuliaan, bahkan ia
memberikan hadiah yang melimpah kepada masing-masing ahli dalam
bidangnya. Masa kepemimpinannya adalah masa kemegahan peradaban
Islam yang tidak ada tandingannya (Khalil,1997:101)
Dibawah pemerintahan Harun, Baghdad juga terkenal dengan tokotoko
bukunya,
yang berkembang pesat
setelah produksi
kertas
diperkenalkan. Para perajin dari China, yang terampil membuat kertas,
termasuk mereka yang ditangkap oleh pasukan Arab dalam Perang Talas
pada 751. Sebagai tawanan perang, mereka dkirim ke Samarkand, disana
pabrik kertas pertama Arab didirikan. Pada akhirnya kertas menggantikan
perkamen sebagai media yang biasa digunakan untuk menulis, dan
produksi bukupun meningkat sangat pesat. Semua ini memberi dampak
intelektual dan kultural yang dapat dibandingkan dengan pengenalan
percetakan di Barat. Harun memfasilitasi dan mendorong korespodensi
dan pembuatan buku-buku catatan. Hal ini membawa kesibukan baru
dalam perdagangan, perbangkan, dan kerja administrasi. Pada 794-795,
Ja‟far al Barmak mendirikan pabrik kertas pertama di Baghdad, dan dari
sinilah teknologi menyebar. Harun berusaha keras agar kertas digunakan
dalam catatan pemerintah, karena sesuatu yang tertulis di kertas tidak
dapat diubah atau dihapus dengan mudah. Kemudian sebuah jalan di
kawasan komersial kota disediakan untuk penjualan kertas dan buku
(Bobrick, 2012:120).
Pada masa kepemimpinannya ada Jabir bin Hayyan, Al
Khuwarizmi dan Al Kindi, yang telah meninggalkan peninggalan bagi
khazanah keilmuan dunia dengan muatan ilmiah yang tiada banding. Ia
sering berkunjung ke berbagai wilayah kerajaan bersama perawi, ulama
dan qadhi (Khalil,1997:xvii).
Pada masanya hidup tiga pemuka terbesar dalam madzhab hukum
yaitu Malik Ibn Anas (wafat 179 H/795M) dan Muhammad Ibn Idris Al
Syafi‟i (wafat 204 H/817 M) dan Ahmad Ibn Hanbal (164-242 H/780-855
M). Juga tokoh-tokoh Iktizal Aliran Basrah Yaitu Abu Huzail Al Allaf
(135-236 H) Dan Ibrahim A Nazzaham (160-231 H) dan Amru ibn Bahar
Al Jahidz (159-255 H). Bahkan pada masa itulah muncul aliran bagdad
dari kalangan iktizal itu dibawah pimpinan Bisyrilibn Mu‟tamir (wafat 210
H/826 M), seseorang pemikir dan pembicara yang tangkas di dalam
diskusi-diskusi di depan balai penghadapan khalif (Sou‟yb, 1997:130).
Tokoh ahli bahasa terkenal yang memepelopori penyusunan tata
bahasa dan seni bahasa dan nada saja yaitu Khalaf Al Ahmar (wafat 180
H) dan Al Ashma‟i (wafat 214 H) dan Khalil ibn Ahmad Al Farahidi
(wafat 180 H) dan Akhfasy Al Akbar (wafat 176 H) dan Akhfasy Al
Awsath (wafat 215 H) dan Sibawaihi (wafat 180 H) dan Al Kisai (wafat
189 H) (Sou‟yb, 1997:130).
Tokoh sufi angkatan pertama (daur-al-awwal) yaitu ibrahim ibn
idham (wafat 166 H/783 M), seorang pangeran dari kota Balkh yang
meninggalkan kebangsawanannya dan kekayaanya dan mengembara
sebagai seorang faqir dan hidup dari hasil kerajinan tangan sendiri dan
wafat dalam pertempuran lautan sewaktu armada islam menghadapi
Armada Byzantium, dan Rabiatul Adawiyah (wafat 185 H/801 M),
seorang sufi wanita dari Basrah yang amat terkenal dengan sajak-sajak
mistik itu dan Abu Ali Syaqiqq Al Balki (wafat 194 H/ 810 M) seorang
tokoh mistik yang menjadi tokoh legendaris pada masa belakangan
dikalangan aliran-aliran mistik (thariqat-thariqat) dalam sejarah Islam
(Sou‟yb, 1997:130).
Perkembangan
intelektual
dimulai
dengan
menterjemahkan
khazanah intelektual Yunani klasik seperti filsafat Aristoteles. Khalifah
sendiri mengalokasikan anggaran khusus untuk menggaji para penerjemah
dari golongan Kristen, kaum Sabi, dan bahkan juga para penyembah
bintang (Didin Saefudin, 2002: 7).
Beberapa upaya yang dilaksanakan terkait dengan kemajuan dan
perkembangan peradaban Islam. Peradaban-peradaban tersebut pada
dasarnya merupakan akulturasi dari peradaban Islam dengan peradaban
lainnya, terutama Persia atau Yunani, di antaranya yaitu:
1. Gerakan Penerjemahan
Kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak masa Umayyah,
upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip berbahasa asing
terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami
keemasannya pada masa Abbasiyah. Para ilmuwan di utus ke daerah
Byzantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai
bidang ilmu filsafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip
di daerah timur seperti Persia adalah dalam bidang sastra dan tata
negara. Para penerjemah tidak hanya dari kalangan Islam tetapi juga
dari pemeluk Nasrani di Syiria dan Majusi dari Persia. Biasanya
naskah berbahasa Yunani diterjemahkan ke Bahasa Syiria kuno
sebelum ke dalam Bahasa Arab. Hal ini di karenakan penerjemah
biasanya adalah para Pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami
bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri yang berbeda dari Bahasa
Arab. Kemudian para ilmuwan yang memahami Bahasa Syiria dan
Arab menerjemahkan naskah tersebut kedalam Bahasa Arab (Sodiqin
dkk, 2002: 103).
Pelopor
gerakan
penerjemah
pada
awal
pemerintahan
Abbasiyah adalah Khalifah Al Manshur yang juga membangun ibukota
Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang persia yang baru masuk
Islam seperti Nawbaht, Ibrahim Al Fazari, dan Ali ibn Isa untuk
menerjemahkan karya- karya berbahasa Persia dalam bidang Astrologi
(ilmu perbintangan) yang sangat berguna bagi kafilah dagang, baik
melalui darat maupun laut. Buku tentang ketata negaraan dan politik
serta moral seperti Kalila Wa Dimna Dab Sindhind dalam Bahasa
Persia diterjemahkan kedalam Bahasa Arab. Selain itu, manuskrip
berbahasa Yunani seperti Logika karya Aristoteles, Almagest karya
Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dari Gerasa, Geometri karya
Euclid juga diterjemahkan (Sodiqin dkk, 2002: 104).
Pada masa Harun al-Rasyid, dikenal Yuhanna Yahya ibn
Masawayh (w.857) yang menerjemahkan beberapa manuskrip tentang
kedokteran yang dibawa oleh khalifah dari Ankara dan Amorium. Pada
masa Makmun dikenal Hunayn ibn Ishaq (Joannitius, 809-873), ia
dijuluki “ketua para penerjemah” (sebutan orang Arab), seorang
sarjana terbesar dan figur terhormat. Makmun mengangkatnya menjadi
pengawas perpustakaan akademinya yang bertugas menerjemahkan
karya-karya ilmiah, dibantu oleh anaknya Ishaq, dan keponakannya
Hubaisyib al-Hasan yang telah ia latih (Mahroes,2015:85).
Kegiatan penerjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu
abad, babak penerjemahan itu dalam rentang ±750-850. Diantara
cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan ialah Ilmu Kedokteran,
Matematika, Optika, Geografi, Fisika, Astronomi, dan Sejarah di
samping Filsafat (Mahroes,2015:86).
2. Membangun Bait al-Hikmah
Bait al-Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi
sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Instuisi ini merupakan
kelanjutan dari instuisi yang serupa di masa imperium Sasania Persia
yang bernama Jundi Shapur Academy. Perbedaannya, pada masa
Persia institusi ini hanya menyimpan puisi - puisi dan cerita-cerita
untuk raja, sedangkan pada masa Abbasiyah (Harun Al-Rasyid)
instutusi ini diberi nama Khizanah al-Hikmah yang berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat penelitian (Sodiqin, 2002: 105).
Tahun 791, Harun menjadikan persoalan pendidikan sebagai tujuan
nasional (yakni, kerajaan) ketika ia menulis surat pada seluruh gubernur
provinsi mendesak mereka untuk memajukan pembelajaran, dan
mengadakan ujian negara dengan hadiah uang bagi siwa yang berhasil
mendapat nilai yang bagus (Bobrick,2012:124).
Perhatiannya
yang
tinggi
terhadap
pengembangan
ilmu
pengetahuan dan usaha penting Harun Al-Rasyid, membawa namanya ke
puncak kemasyhuran adalah Peradaban Islam dengan taraf yang belum
pernah dicapai sebelumnya. Ia mendirikan beberapa lembaga pendidikan,
seperti Bait al Hikmah, Majelis al Muzakarah, lembaga pengkajian
masalah-masalah keagamaan, rumah-rumah, masjid, istana khalifah dan
rumah sakit (Suwito,2005:101).
Dalam buku Sejarah Sosial Pendidikan Islam karya Prof. Dr.
Suwito, MA halaman 101; disebutkan bahwa Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam yang berkembang pada masa Harun Al- Rasyid meliputi:
1. Kuttab atau Maktab
Kuttab atau maktab, berasal dari kata dasar kataba yang berarti
menulis atau tempat menulis. Kemudian memiliki pengertian sebagai
lembaga pendidikan dasar. Menurut catatan sejarah, Kuttab telah ada
sejak pra Islam. Diperkirakan mulai dikembangkan oleh pendatang ke
tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani sebagai cara
mereka mengajarkan taurat dan injil, filsafat, jadal (ilmu debat) dan
topik-topik yang berkenaan dengan agama mereka.
Di awal perkembangan Islam, kuttab tersebut dilaksanakan di
rumah guru yang bersangkutan dan materi yang diajarkan adalah
semata-mata menulis dan membaca (syair-syair), kemudian pada akhir
abad 1 H, mulai timbul kuttab yang disamping mendirikan pendidikan
menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca Al Qur‟an dan
pokok ajaran agama. Pada mulanya Kuttab jenis ini merupakan
pemindahan dari pengajaran Al Qur‟an yang berlangsung di masjid,
yang sifatnya umum (berlaku untuk anak-anak dan dewasa). Namun
karena anak-anak susah dalam menjaga kebersihan di masjid, maka
disediakan tempat khusus disamping masjid untuk mereka belajar Al
Qur‟an dan pokok-pokok agama. Selanjutnya berkembanglah tempattempat khusus (baik yang dihubungkan dengan masjid maupun
terpisah) untuk pengajaran anak-anak dan berkembanglah kuttabkuttab yang bukan hanya mengajarkan Al Qur‟an, tetapi juga
pengetahuan dasar lainnya. Dengan demikian kuttab berkembang
menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.
2. Pendidikan rendah di istana
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para
pejabat, adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus
bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugastugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran tersebut,
khalifah beserta keluarganya dan para pembesar istana lainya berusaha
menyiapkan anak-anaknya agar sejak kecil sudah di perkenalkan
dengan lingkungan dan tugas-tugas yang akan di embannya nanti.
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anakanak di kuttab pada umumnya. Di istana orang tua murid (para
pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran dan
tujuan yang di kehendaki oleh orang tuanya.
3. Toko-toko buku
Selama masa kejayaan dinasti Abbasiyah, toko-toko buku
berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Toko-toko buku tidak hanya menjadi pusat pengumpulan
dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tapi juga menjadi pusat studi
dengan lingkaran-lingkaran studi berkembang di dalamnya. Pemilik
toko buku biasanya menjadi tuan rumah dan kadang menjadi
pemimpin lingkaran studi tersebut. Ini semua menunjukan betapa
antusiasnya umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu.
4. Majelis atau Salon kesusastraan
Majelis atau salon kesusastraan adalah suatu majelis khusus yang
diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu
pengetahuan. Majelis seperti ini telah ada sejak masa khulafa AlRasyidin dan diadakan di masjid. Namun pada masa dinasti Umayyah,
pelaksanaannya dipindah ke istana dan hanya dihadiri oleh orangorang tertentu saja. Salon sastra yang berkembang disekitar khalifah
yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya, menjadi
tempat bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan.
Pada masa Harun Al-Rasyid (170-193), majelis sastra mengalami
kemajuan yang luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu
pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif di dalamnya. Pada
masa beliau, sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair,
perdebatan antar fukaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan
pujangga.
5. Rumah sakit
Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi
sebagai tempat untuk merawat dan mengobati orang sakit, tetapi juga
berfungsi sebagai tempat mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan
dengan keperawatan dan pengobatan. Rumah sakit juga merupakan
tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah
sakit. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi
sebagai lembaga pendidikan. Kemudian ini diterapkan dalam dunia
modern.
Para khalifah Abbasiyah mengatur pendidikan kedokteran agar
mahasiswa, setelah dan praktis, melalui pendidikan teoritis menulis
sebuah karya (semacam tesis) dan dengan diterimanya karya tersebut,
mereka akan menerima ijazah dari gurunya dan sekaligus diberi izin
untuk membuka praktek kedokteran (Asari,1994:120).
6. Perpustakaan
Salah satu ciri perpustakaan pada masa dinasti Abbasiyah ini
adalah tumbuh kembangnya dengan pesat perpustakaan-perpustakaan,
baik yang besifat umum; didirikan oleh pemerintah, maupun
perpustakaan yang sifatnya khusus; didirikan oleh para ulama dan
sarjana.
Bait al Hikmah yang didirikan masa Harun Al-Rasyid
berkembang pesat masa Al Makmun, merupakan salah satu contoh
dari perpustakaan dunia Islam yang lengkap. Di dalamnya terdapat
macam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa
itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa Yunani, Persia, India,
Qibti, Aramy.
7. Masjid
Merupakan institusi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa
Nabi Muhammad SAW. Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan
informasi bagi kaum muslimin, termasuk kegiatan pendidikan. Pada
masa Umayyah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan utama dalam bidang keagamaan.
Pada masa Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan
Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para penguasa pada
umumnya,
dilengkapi
dengan
berbagai
sarana
dan
fasilitas
pendidikan, seperti tempat pendidikan untuk anak-anak, pengajaran
orang dewasa (halaqah) juga ruang perpustakaan dengan buku-buku
yang lengkap.
Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam yang
khas. Pada masa dinasti Abbasiyah, penyelengaraan pendidikan di
masjid sangat didukung oleh pemerintah, seperti Harun Al-Rasyid dan
khalifah selanjutnya. Pada kekhalifahan Abbasiyah menganggap
kepentingan masjid bukan hanya sebagai tempat peribadatan,
melainkan sebgai pusat pengajaran bagi kaum muda.
8. Rumah para ulama
Digunakan untuk melakukan transmisi ilmu agama dan ilmu
umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah. Ulama yang tidak
diberi kesempatan mengajar di institusi pendidikan formal akan
mengajar di rumah-rumah mereka.
Diantara rumah ulama yang dijadikan tempat belajar adalah
rumah Abu Muhammad ibn Hatim al Razy al Hafish seorang
muhaddits yang terkenal ketsiqahanya. Kemudian rumah ibn Sina, al
Ghazali, Ali ibn Muhammad al Fasihi.
9. Madrasah
Madrasah sangat diperlukan sebagai tempat untuk menerima
ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Madrasah
pertama yang didirikan adalah madrasah al Baihaqiyyah di kota
Naisabur. Sebab didirikannya madrasah ini adalah karena masjidmasjid telah dipenuhi dengan pengajian-pengajian dari guru yang
semakin banyak, sehinnga mengganggu orang yang shalat. Disamping
itu juga karena perkembangan ilmu yang sangat pesat setelah
berkembnagnya penerjemahan-penerjemahan buku yang berbahasa
asing kedalam bahasa Arab.
Madrasah berfungsi
sangat
penting karena
kelengkapan
ruangannya untuk belajar, yang dikenal dengan ruangan muhadhaarah
serta bangunan-bangunan yang berkaitan, pengamanan bagi muridmurid dan gurunya. Proses belajar mengajar, metode mengajar juga
salah satu aspek yang penting untuk mentransferkan pengetahuan dan
kebudayaan dari seorang guru kepada pelajar. Maka metode pelajaran
yang dipakai pada masa ini dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam, yaitu : lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan dapat berupa
dikte, ceramah, qirah, dan diskusi.
B. Sumbangan dalam Pemerintahan
Masuknya pengaruh asing dalam dunia Islam, telah merubah
bentuk pemerintahan dari masa rosul yang berbentuk demokrasi menjadi
dinasti. ini mulai terasa pada masa Bani Umayyah dan semakin menjadi
nyata pada masa Bani Abbasiyah, yang menentukan tahta kerajaan
berdasarkan keturunan. Dalam perkembangan Dinasti Abbasiyah banyak
mengalami kemajuan yang pesat, dimulai pada masa Khalifah Manshur,
Khalifah Mahdi, dan berada pada puncaknya masa Harun dan puteranya
Al Makmun. Dalam mengembangkan Dinasti Abbasiyah khalifah Harun
al-Rasyid memiliki peranan yang sangat penting dan tidak lepas dari
pengaruh keluarga Barmak dari Persia yang banyak membantu menjadikan
Baghdad sebagai pusat peradaban masa itu.
Dalam menjalankan pemerintahan, ada keluarga Barmak yang
sangat berpengaruh dalam pemerintahan Abbasiyah. Keluarga ini telah
berperan pada masa Khalifah Al Manshur. Yahya ibn Khalid yang menjadi
guru dan wazir Harun Al-Rasyid. Keluarga Barmak memiliki kecakapan
dan kemampuan luar biasa dalam menjalankan pemerintahan dan
pendukung
utama
bagi
perkembangan
ilmiah
dan
kebudayaan.
Kedudukannya dalam pemerintahan, menjadikan kekayaan yang mereka
miliki semakin melimpah hingga kemegahan serta kemegahan hidupnya
hampir sama seperti seorang khalifah (Sou‟yb, 1997:127).
Setelah perannya dan kekuasaanya dalam pemerintahan Harun,
mengalami kedudukan yang tinggi. Kejatuhan keluarga Barmak terjadi
pada tahun 803 M, persisi setelah perjalanan haji ke Mekkah, ketika
pengaturan suksesi disahkan (Bobrick,2012:235). Keluarga ini mendapat
fitnah dari banyak kalangan yang tidak menyukai mereka, dan
menyebabkan Ja‟far terbunuh. Mengutip pendapat Hitti dalam buku
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam halaman 150, bahwa; semua
kekayaan dari keluarga Barmak berjumlah 30.676.000 dinar, belum
termasuk ladang, istana, perabotan, dan lain-lain disita.
Historian’s history of the world vol. VIII edisi 1926 dalam buku
Sejarah Daulat Abbasiyah I karangan Joesoef Sou‟yb hal 103; menyatakan
masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid dengan :The magnificence
of all previous reigns paled before that of harun ar rashid, Harun the just
(786-809). This famous potentate, in whom the peculiar genius of the arab
race seems to have reached its highest development,merits particular
mention among the vicegerents of mohammed. Brave, genereous, and
magnanimous, he resisted all temptations to use despotically his supreme
power over a people who never murmured at his will,and governed with
sole view to assuring the happiness of his will, and governed with subjects,
yang
berarti:
“Keagungan
dari
keseluruhan
kekuasaan-kekuasaan
sebelumnya telah suram didepan Harun Al-Rasyid, Harun maha adil (786809). Penguasa yang termasyhur ini, yang pada masanya kecakapan
khusus bangsa Arab mencapai perkembangan tertinggi, memiliki
keistimewaan diantara para penguasa yang menggantikan Muhammad.
Gagah berani, dermawan, dan maha agung, ia menolak setiap rayuan untuk
mempergunakan kekuasaan terhadap rakyat yang tidak pernah menggerutu
atas setiap kehendaknya dan ia memerintah dengan keseluruhan perhatian
tertuju bagi menjaminkan kebahagiaan rakyatnya.
Dalam hal pemerintahan, ia memiliki idola dari Raja Persia kuno
yang bernama Darius, yang melakukan banyak hal untuk meroformasi
kerajaannya. Sang raja menciptakan sistem perpajakan yang tertata,
percetakan koin yang seragam, serta ukuran dan timbangan yang standar;
membangun sistem irigasi di Asia Tengah dan Gurun Syiria, Pelabuhan di
Teluk Persia, sebuah terusan dari Nil ke Suez, dan sistem jalan raya
pertama yang pernah dibangun untuk kendaraan beroda, yang dapat
digunakan oleh para petugas untuk membawa sebuah peran secara estafet
lebih dari 600 mil dalam sepekan (Bobrick,2012:60).
Khalifah Harun Al-Rasyid sering keluar meninggalkan istana
menjelajahi sepanjang jalan Baghdad, hal ini Harun Al-Rasyid lakukan
untuk memberikan keadilan dan meringankan penderitaan rakyatnya.
Sering kali khalifah Harun Al-Rasyid mengunjungi wilayah jajahannya
untuk melenyapkan hukum rimba dan untuk mengetahui keadaan
rakyatnya, meninjau langsung perbatasan dan tidak pernah menghindarkan
diri dari kesukaran dan tugas-tugas pemerintahan. Selain itu Khalifah
Harun Al-Rasyid juga telah meletakkan pondasi dan prinsip dengan kokoh
seperti di bidang politik, ekonomi, sosial dan ilmu pengetahuan sehingga
tercipta kerja sama yang baik antar komponen pemerintahan dan
masyarakat. Semua ini akan mendukung dan menciptakan terobosan yang
baru bagi kenyamanan serta mensejahterakan kehidupan umat Islam
(Ismiyati dkk, 2015: 7).
Kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh Khalifah Harun pada
masa pemerintahannya meliputi:
1. Bidang Pembangunan
Dalam hal pembangunan suatu negara Islam, masjid merupakan
hal pokok bagi kaum muslim. Evolusi masjid (kata Bahasa Arab
“masjid” berarti “tempat sujud”) mengikuti perkembangan Islam. Di
masa awal, umat Islam menjadkan ruang terbuka yang cukup luas
untuk menampung jemaah, Nabi Muhammad SAW sendiri juga
beribadah di ruang terbuka. Kemudian ruangan itu dibatasi dan
dijadikan
ruang
tengah
yang
dikelilingi
serambi
tiang
(Bobrick,2012;118).
Masjid-masjid berikutnya, dekorasinya berupa mozaik, terilhami
oleh arsitektur Byzantium di Syiria dan Palestina. Yang paling
terkenal adalah masjid Umayyah di Damaskus. Dibangun di situs
bekas basilika Kristen yang dipersembahkan untuk Santo Yohanes
sang Pembaptis, masjid agung ini secara arsitektural dengan tiga ruang
dalam dan sebuah ruang samping yang dinaungi kubah. Dibagian di
dalamnya terdapat mozaik yang berkilauan, mural yang indah, ukiran
pualam berwarna, dan tulisan dari Al Qur‟an yang bergaya dekoratif.
Menara batunya yang persegi diadaptasi dari menara penjaga yang
dimiliki gereja Kristen. Di akhir masa Umayyah, setiap masjid
meliputi sebuah ceruk setengah lingkaran yang
dikenal sebagai
mihrab, yang menunjukan arah Mekkah, sebuah halaman luas yang
dikelilingi
lorong
beratap,
dan
sebuah
lorong
shalat
(Bobrick,2012;119).
Pada masa Harun, ciri paling khas dari masjid adalah menara yang
menjulang yang dihubungkan dengan masjid dan sebuah jembatan.
Sebuah tangga spiral mengitarinya dari dasar sampai puncak dengan
diselingi balkon atau galeri dan sebuah kerucut atau paviliun terbuka
dipuncaknya. Menara-menara ini bertingkat-tingkat menuju langit,
seperti zigurat bertingkat buatan bangsa kaldea dimasa lalu,
menambah ketinggian masjid merupakan bangunan kerajaaan yang
dihubungkan dengan tingginya kedudukan keagamaan sang khalifah
yang ditetapkannya sendiri (Bobrick,2012:119).
Sebagai isteri seorang khalifah, Zubaidah ikut berperan dalam
pemerintahan. Ia memberi subsidi proyek-proyek bangunan publik
termasuk penggalian kanal-kanal untuk irigasi dan persediaan air, dan
pendirian berbagai asrama dan masjid (Bobrick,2012:92). Berkat
pembangunan saluran irigasi dan kanal yang luas tersebut, menjadikan
produksi pertanian yang melimpah memudahkan pertumbuhannya
(Bobrick,2012:110).
Diantara peninggalan dan salah satu kerja yang utama dan
bermanfaat bagi kaum muslimin adalah ia telah menggratiskan air
bagi penduduk Mekkah, setelah sebelumnya harus membayar satu
dinar. Dia telah membuat saluran air sepanjang 10 mil dengan
membelah gunung dan memahat bebatuan yang dialirkan dari luar
tanah haram ke Mekkah dan melewati dataran rendah, dataran tinggi,
lembah, dan gunung-gunung batu. Mata airnya dikenal dengan
sebutan Ain Asy Syamas atau Air Mata Zubaidah. Untuk keperluan
pembangunan tersebut, dijelaskan dalam sebuah riwayat bahwa
Zubaidah mengeluarkan uang sebesar 1 juta 700 ribu dinar
(Khalil,1997:25).
2. Bidang Kesehatan
Kaum muslim adalah kaum yang pertama kali membangun
apotek di dunia dan mendirikan sekolah farmasi pertama, dengan
pengetahuan mereka telah menyusun buku daftar obat-obatan.
Semuanya tidak terlepas dari jasa Jabir bin Hayyan, Bapak Kimia Arab
(Effendi,2015:251).
Khalifah Harun memerintahkan Sinan bin Tsabit bin Qurrah
untuk mendirikan rumah sakit pertama di dunia Islam. Kemudian ia
terkenal dengan tokoh yang berada dibalik kesuksesan standar profesi
kedokteran. Rumah sakit yang dibangun pada awal abad ke 9 itu
mengikuti model Persia (Effendi,2015:251). Lembaga pendidikan
dokter dan farmasi, pada masa itu sudah terdapat paling tidak sekitar
800 orang dokter (Ensiklopedi Islam,1993: 89).
3. Bidang militer
Selain ilmu pengetahuan, kemajuan yang dicapai oleh kaum
muslim Abbasiyah adalah teknologi militer. Pada masa Abbasiyah,
selain
pedang,
tombak,
dan
panah,
para
pasukannya
juga
menggunakan senjata “berat” untuk menembus dinding benteng
(seperti Dababbah, Kabsi, atau sejenis meriam) dan pelontar misil
(Manjanik, jenis senjata pembakar yang disebut sebagai Naft). Mereka
yang ditugaskan khusus membawa Naft ini dinamai pasukan Naffatun.
Mereka juga telah menguasai tekhnik destilasi minyak bumi. Zat
pembakarnya dibuat dengan mencampurkan minyak bumi, produkproduk minyak (tir atau resin dengan belerang), atau campuran antara
batu kapur dan belerang. “Proyektil” atau “zat pembakar” itu
kemudian dilontarkan melalui sebuah pipa, semacam laras panjang
pada zaman sekarang (Effendi,2015:263).
Harun mewarisi sistem yang sangat maju dari pemerintahan
sebelumnya, namun dia juga menggali saluran baru, membuat
persilangan kanal-kanal disekitar Baghdad, Samarra, dan Rakkah. Dia
juga memikirkan untuk membuat sebuah terusan dari Teluk Suez ke
arah Laut Mediterania (Bobrick,2012:116).
Salah satu kotribusinya dalam dunia militer adalah mendirikan
“Kantor Suplai” (Diiwan Al ‘Ardhi) merupakan bagian dari (Diiwan Al
Harbi) yaitu yang bertugas untuk menyiapkan para tentara dan
meneliti tingkat kemampuan mereka, yang dilakukan oleh para
pengawas khusus; menyusun tekhnik peperangan seperti mobilisasi;
cara menguasai benteng musuh; memperkuat benteng pertahanan,
mengendarai kuda perang; dan bagaimana mengepung musuh
(Khalil,1997:158).
Pada pemerintahan Harun, terdapat juga satuan tentara tetap,
yang menerima pembayaran rutin, dan pasukan pengawal kerajaan dan
pasukan pengawal kerajaan yang berjumlah besar yang merupakan
sebuah pasukan elite. Sebuah kesatuan yang terdiri atas seratus orang
membentuk sebuah kompi atau skuadron; beberapa kompi membentuk
sebuah kelompok; seribu orang membentuk batalion; dan sepuluh ribu
membentuk korps, dikepalai oleh seorang amir atau jenderal. Setiap
saat, 125.000 serdadu muslim ditempatkan disepanjang perbatasan
Byzantium, di Baghdad, Madinah, Damaskus, Rayy, dan lokasi-lokasi
strategis lainnya, untuk menangani kerusuhan. Garnius Baghdad,
bermarkas “di bagian utara dan barat Kota Bundar (jauh dari distrik
komersial di selatan) dimana para perwira terkemuka memiliki
kediaman mereka sendiri, termasuk kepala kepolisian, yang memiliki
rumah tepat diluar Gerbang Kufah”. Para serdadu dari wilayahwilayah kerajaan yang berbeda cenderung membentuk distrik etnis
mereka sendiri, dan menciptakan, misalnya, “Bukhara kecil”,
“Tabaristan kecil” , atau “Balakh kecil” (Bobrick,2012:67).
Apel militer resmi kadang digelar di ibukota, dengan kavaleri
yang ringan dan berat, infanteri, dan pasukan panah berbaris di
lapangan. Kavaleri berat benar-benar dilapisi besi, dengan helm dan
perisai dada yang tebal. Seperti kesatria abad pertengahan, titik yang
tidak terlindungi ditubuh mereka hanyalah ujung hidung dan dua
lubang kecil pada mata mereka (Bobrick,2012: 67-68).
4. Bidang Administrasi
Struktur organisasi Dinasti Abbasiyah terdiri dari al khilafah, al
wizarah (kementrian), al kitabah dan al hijabah. Lembaga al khilafah
dijabat oleh seorang khalifah. Jabatan khalifah berjalan secara turun
temurun di lingkungan Dinasti Abbasiyah. Lembaga al wizarah
(kementrian) dipimpin oleh seorang wazir seperti halnya menteri pada
zaman sekarang. Lembaga dan jabatan ini baru dalam sejarah
pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Khalifah Abu Ja‟far al
Mansur. Lembaga al kitabah terdiri dari beberapa katib (sekertaris).
Lembaga al hijabah dipimpin oleh al hajib, tugas al hajib ialah
mengawal serta mengatur siapa saja yang ingin bertemu dengan
khalifah. Pada zaman Khalifah Abbasiyah birokrasi diperketat hanya
rakyat dan pejabat yang mempunyai urusan penting yang boleh
bertemu langsung dengan khalifah (Ismiyati dkk, 2015:8).
Sebuah “biro penyitaan” dibentuk sebagai sebuah departemen
pemerintah reguler dalam hal ini wazir akan menyita hak milik
gubernur yang dipecat dari kedudukannya dan khalifah juga dapat
menghukum
dengan
menyita
hak
dari
wazir
yang
dipecat
(Bobrick,2012:69).
Peraturan juga diperkenalkan dalam wilayah peradilan dan
keuangan. Pendapatan mengalir kedalam perbendaharaan kerajaan
dari beragam pajak, termasuk pajak tanah; pajak hewan ternak, emas
dan perak, barang komersial; pajak setiap kepala (dikenakan pada
non-muslim, harus membayar jumlah yang ditentukan dari seluruh
harta yang mereka miliki); dan bea cukai (ditetapkan sebesar
sepersepuluh dari nilai barang impor (Bobrick, 2012:70).
Selain biro pajak, Harun memiliki kantor pemeriksa atau
pelaporan lain (yang diperkenalkan Mahdi); sebuah dewan suratmenyurat atau kantor arsip yang menangani semu dokumen resmi; dan
sebuah departemen untuk memeriksa pengaduan, yang berfungsi
sebagai pengadilan banding. Setiap kota besar juga memiliki pasukan
khusus, selain menjaga ketertiban juga bertugas mengawasi pasarpasar umum (untuk memastikan, misalnya: penggunaan ukuran dan
timbangan yang tepat); menegakkan pembayaran hutangyang sah; dan
menindak aktivitas terlarang seperti perjudian, riba, dan penjualan
anggur secra umum (Bobrick,2012:71).
Dibawah pemerintahan Harun, setiap ibukota provinsi juga diberi
kantor
pos
sendiri
dan
ratusan
rute
dikembangkan
untuk
menghubungkan ibukota kerajaan dengan kota-kota besar maupun
kota-kota kecil lain. Untuk pengiriman surat, sebuah sistem estafet
menghubungkan berbagai wilayah. Kantor pos pusat di Baghdad
dilengkapi dengan buku alamat dan peta yang menunjukan jarak antar
masing-masing kota (Bobrick,2012:72).
5. Bidang ekonomi
Untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan negara Harun AlRasyid memajukan ekonomi, perdagangan dan pertanian dengan
sistem irigasi. Kemajuan sektor-sektor ini menjadikan Bagdad,
sebagai pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia. Pada saat
itu, banyak terjadi pertukaran barang serta valuta dari berbagai
penjuru. Dengan demikian, negara banyak memperoleh pendapatan
dari kegiatan perdagangan tersebut lewat sektor pajak sehingga negara
mampu membiayai pembangunan sektor-sektor lain. Gedung-gedung
yang megah, sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan juga sarana
perdagangan mulai dibangun di kota Bagdad. Ia juga membiayai
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang penerjemahan dan
penelitian. Negara mampu memberikan gaji yang tinggi kepada ulama
dan ilmuwan (Ensiklopedi Islam,1993: 88).
Dalam upaya memajukan perekonomian Khalifah Harun AlRasyid menjalin hubungan kerjasama antara Daulat Abbasiyah dan
China, menggiatkan penerjemahan literatur-literatur asing yang
berhubungan dengan pertanian, dan menetapkan adanya pembayaran
pajak dan zakat. Hubungan kerjasama yang terjalin, menjadikan
perdagangan
Daulat
Abbasiyah
berkembang.
Hal
ini
terjadi
dikarenakan pada saat itu China memang sudah menjadi negara
perdagangan maju, yang mana dengan terjalinnya hubungan
kerjasama dengan China tersebut kemudian Daulat Abbasiyah bisa
mendapatkan barang-barang seperti sutera, porselen, kertas dan
akhirnya dapat mendirikan juga pabrik kertas pertama yang
memajukan perindustrian Daulat Abbasiyah (Chasanah, 2013:11).
Kaum pedagang memegang peranan penting dalam kalangan
masyarakat Baghdad. Anggota dari tiap perusahaan dan tiap macam
perdagangan mempunyai toko-tokonya sendiri dalam setiap pekan.
Orang-orang yang mempunyai pekerjaan bebas sampai tabib,
pengacara,
guru, pujangga, dan sebagainya
mulai
mendapat
kedudukan yang paling penting (Hitti, 1960:117).
Poduksi
pertanian
yang
melimpah
memudahkan
pertumbuhannya, berkat saluran irigasi dan kanal yang luas. Harun
mewarisi sistem yang sangat maju, namun dia juga menggali saluran
baru, membuat persilangan kanal-kanal disekitar Baghdad, Samarra,
dan Rakkah. Dia juga memikirkan unruk membuat sebuah terusan dari
Teluk Suez ke arah Laut Mediterania (Bobrick,2012:116).
BAB IV
ANALISIS PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID
A. Signifikansi Peran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan
Islam
Khalifah Harun mengawali pemerintahan dengan mempercayakan
Yahya bin Khalid untuk memberi saran dalam menentukan dan mengambil
keputusan. Yahya adalah seorang wazir cerdas dari keluarga Barmak yang
memberi pembelajaran dasar di istana ketika ia masih anak-anak.
Berdasarkan keputusannya, Khalifah Harun memilih para pejabat untuk
mengisi dan membantu menjalankan pemerintahannya. Dimulai dari masa
pemerintahan Al Manshur, keluarga Barmak telah banyak berperan dalam
pemerintahan Bani Abbasiyah hingga mencapai kemajuan.
Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Harun, menjadikan
masyarakat mengalami kesejahteraan dan ketentraman karena keamanan
dan fasilitas yang tersedia untuk mempermudah rakyat terus mengalami
perkembangan. Terutama perkembangan ilmu pengetahuan, yang menjadi
tonggak puncak peradaban Islam karena di antaranya institusi pendidikan
Islam yang ada telah menerapkan konsep pendidikan berbasis multikultural.
Dalam mewujudkan semua kemajuan tersebut, Ia memanfaatkan
kekayaan yang banyak untuk kegiatan sosial. Selama kekuasaannya, dinasti
Abbasiyah banyak mengalami perubahan pola pemerintahan, dinamika
politik, sosial dan budaya yang berkembang pada masanya. Perolehan
kekayaan yang melimpah, menjadikan ia mampu membuat terobosan di
masa pemerintahannya, seperti membangun gedung megah, sarana
peribadatan, sarana pendidikan, kesehatan, sarana perdagangan, lembaga
ilmu pengetahuan, penerjemahan, penelitian serta mampu memberikan gaji
yang tinggi kepada para ulama dan ilmuwan. Disamping itu, ia juga
memberikan penghargaan yang tinggi pada karya-karya tulis dengan
imbalan yang mahal (Suwito, 2005:99).
Peran Harun Al-Rasyid dalam mencapai kemajuan yang terjadi pada
masa pemerintahannya dipengaruhi dengan banyak faktor. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi diantaranya yaitu :
1. Latar belakang keluarga
Nasab dapat diartikan sebagai keturunan atau kerabat, yaitu pertalian
keluarga yaitu pertalian keluarga melalui akad nikah dalam perkawinan
yang sah (Ensiklopedi Islam,1993;13). Kemudian dalam Ensiklopedi
Indonesia, nasab didefinisikan sebagai keturunan ikatan keluarga sebagai
hubungan darah, baik karena hubungan darah ke atas (bapak, kakek, ibu,
nenek, dan seterusnya), ke bawah (anak, cucu, dan seterusnya) maupun ke
samping
(saudara,
paman,
bibi
dan
lain-lain)
(Ensiklopedi
Indonesia,1990;2337). Dapat disimpulkan bahwa nasab secara terminologi
adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah, baik ke atas,
ke bawah maupun ke samping yang semuanya itu merupakan salah satu
akibat dari perkawinan yang sah. Silsilah nasab keturunan dari keluarga
Harun Al-Rasyid adalah keluarga yang dihormati karena jasa dan akhlak
terpuji yang mereka miliki. Kakek buyutnya adalah Abdul Mutahalib,
kakek yang mengasuh dan turut mendidik Nabi Muhammad SAW,
sebelum akhirnya di asuh oleh pamannya. Nasab keluarga yang baik akan
berpengaruh terhadap kualitas seoang anak.
Nasab dalam istilah psikologi disebut hereditas. Hereditas
adalah proses penurunan sifat-sifat atau ciri-ciri dari satu generasi ke
generasi lain dengan perantara plasma benih. Pada umumnya ini
berarti bahwa strukturlah dan bukan bentuk-bentuk tingkah laku
yang diturunkan (Witherington,1991;203).
Hereditas atau bawaan merupakan segala ciri, sifat, potensi dan
kemampuan yang dimiliki individu karena kelahirannya. Ciri, sifat
dan
kemampuan-kemampuan
tersebut
dibawa
individu
dari
kelahirannya dan diterima sebagai keturunan dari kedua orang
tuanya (Sukmadinata, 2004: 44).
Sifat kecakapan individu sebagian besar diperoleh melalui
hubungannya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku individu (Sukmadinata, 2004: 47).
Pentingnya mengetahui silsilah nauntuk menjaga keturunan
serta menyambung silaturahim antar saudara jauh. Nasab keluarga
yang baik merupakan salah satu pengaruh perkembangan seseorang
menjadi baik juga. Potensi pemimpin dalam diri Harun merupakan
keturunan dari orangtuanya. Sifat bijak, pemberani, tegas, dan dapat
di andalkan ia pelajari dari para pendahulunya. Selain dari faktor
keturunan, ada lingkungan istana yang ikut mempengaruhi
perkembangan dan pemikiran Harun Al-Rasyid.
2. Lingkungan
Lingkungan alam dan geografis pada tempat tinggal mempengaruhi
perkembangan dan perilaku seseorang. Perilaku yang diperlihatkan oleh
seseorang bukan sesuatu yang dilakukan sendiri tetapi selalu dalam
interaksinya dengan lingkungan. Demikian juga dengan sifat dan
kecakapan-kecakapan yang dimiliki seseorang sebagian besar diperoleh
melalui hubungannya dengan lingkungan.
Sifat kecakapan-kecakapan individu sebagian besar diperoleh
melalui hubungannya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku seorang individu (Sukmadinata,2004:47).
Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dan perilaku seperti
lingkungan ekonomi, lingkungan politik, lingkungan keamanan dan lain
sebagainya sehingga manusia mengambil pembelajaran dan pengalaman
darinya sehingga perkembangan dan perilaku akan sesuai dengan
lingkungan keberadaannya.
Harun, dilahirkan dan tumbuh di lingkungan istana. Ia dibesarkan
dan mendapat pendidikan dasar dalam ilmu agama maupun ilmu
pemerintahan di lingkungan yang akan mendukung peran dan tugas yang
akan di embannya kelak ketika menjadi seorang khalifah. Ia menghabiskan
sebagian waktunya di harem kerajaan, diawasi oleh staf Harem, seperti
lazimnya perlakuan untuk pewaris tahta yang sedang tumbuh. Masa
tinggalnya disana kerap menerima kunjungan dari Manshur, sang kakek
yang mengesankan, melangkah dengan sepatu bot hitamnya yang besar
dan serban hitam serta kisah-kisah mengenai kekuasaan yang bercampur
dengan “nasihat bijak mengenai kebijakan kehidupan” (Bobrick,2012:58).
Dibesarkan di lingkungan istana, bergaul dengan para penasihat, ahli
sufi, dan para ahli ilmu menghindarkannya dari pengaruh buruk luar yang
akan merusak. Ia tumbuh menjadi seorang khalifah yang memiliki akhlak
terpuji dan dapat diandalkan. Pada masa pertumbuhannya keadaan
ekonomi dan politik termasuk dalam kondisi stabil, maka pembelajaran
yang diperoleh juga tidak mendapat hambatan yang berarti.
Dalam akhlaknya, Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat
dermawan, ia tidak pernah menunda pemberian hari ini ke hari esok. Ia
selalu tegas dalam bersikap menghadapi para musuh dan pemberontak.ia
menolak setiap rayuan untuk mempergunakan kekuasaan terhadap rakyat
yang tidak pernah menggerutu atas setiap kehendaknya dan ia memerintah
dengan keseluruhan perhatian tertuju bagi menjaminkan kebahagiaan
rakyatnya.
3. Kedudukan Harun sebagai seorang khalifah
Kedudukannya sebagai seorang khalifah Abbasiyah, memberi ruang
baginya untuk mengatur berjalannya sebuah pemerintahan. Seorang
khalifah memiliki kekuasaan yang mutlak dan tidak terbatas, apa yang
menjadi aturan kebijakannya harus dijalankan dan semua perintah yang
diberikan harus dipatuhi oleh para pejabat negara dan seluruh rakyatnya.
Termasuk dalam urusan pendidikan Islam, harus dikembangkan oleh
semua lapisan masyrakat, baik itu pejabat negara maupun rakyat biasa.
Selain
sebagai
seorang
khalifah
ia
juga
sebagai
seorang
cendekiawan. Ia menggunakan kekuasaan dan kekayaan negara untuk
membangun peradaban. Perlu perjuangan dan biaya yang banyak, namun
karena sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga ia berusaha dengan
keras untuk memajukan pendidikan Islam pada masa pemerintahannya.
4. Asimilasi budaya Arab dengan budaya bangsa lain
Model pemerintahan para khalifah Abbasiyah berbeda dengan
kekuasaan dinasti sebelumnya, yang memiliki budaya Arab kental. Meski
pendiri Abbasiyah sendiri adalah Abu Saafah seorang keturunan Arab.
Pada masa kekuasaan Al Manshur, dinasti Abbasiyah lebih menerima
kebudayaaan dari luar bangsanya. Seperti kepercayaan terhadap keluarga
Barmak dari Persia yang
ikut
andil dalam pemerintahan. Ia juga
melakukan hubungan internasional dengan negara-negara wilayah barat
dan timur.
Penerjemahan ilmu pengetahuan secara besar-besaran pada masa
Harun, dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab juga berpengaruh pada
pemikiran tokoh filsafat di masanya. Sikapnya yang toleran dengan
menerima pemikiran bangsa lain, menjadi salah satu cara ilmu
pengetahuan berkembang dengan pesat pada masa Harun Al-Rasyid.
5. Pendidikan
Ia memperoleh pendidikan awalnya di istana, baik ilmu agama
maupun ilmu pemerintahan. Ia di didik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin
Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang beperan dalam masa
pemerintahan Bani Abbasiyah. Seperti pendidikan rendah di istana pada
masa itu, guru menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugastugasnya kelak setelah ia dewasa.
Harun mempelajari Sejarah, Geografi, dan Retorika (kefasihan);
musik dan syair; serta ekonomi dalam bentuk pelajaran keuangan.
Pelajaran keagamaan mewarnai semua mata pelajaran, dan dibawah
kepengawasan Ali bin Hamzah Al Kisa‟i, seorang teolog terkemuka,
energi terbesar Harun digunakan untuk menguasai hadis atau sunah nabi
dan teks Al Qur‟an. Latihan fisiknya sebagai calon tentara tuhan juga
ditekankan dan memadukan latihan militer seperti permainan pedang,
panahan, dan pertempuran berkuda dengan pelajaran seni perang
(Bobrick,2012:58-59).
Dari semua pendidikan yang telah ia peroleh, menjadikannya sebagai
seorang khalifah yang mempunyai ilmu pengetahuan luas. Ini juga yang
menjadikan Khalifah Harun sangat perhatian dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.Ia sangat menghargai karya-karya para ilmuwan, sehingga
pada masa pemerintahannya mengalami masa keemasan dalam Islam.
6. Tokoh yang membantu dalam masa pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahanhingga mencapai pada puncaknya,
Harun Al-Rasyid dibantu oleh para tokoh yang menguasai dalam
bidangnya. Tokoh-tokoh itu antara lain:
a. Keluarga Barmak
Keluarga ini awalnya adalah penganut Budha, kemudian masuk
Islam. Keluarga ini mulai berperan dalam pemerintahan dari masa
Khalifah Al Manshur. Pada masa Harun Al-Rasyid, keluarga Barmak
yang berkuasa yaitu Yahya bin Khalid menjadi seorang wazir,
kemudian digantikan oleh anaknya. Dikenal memiliki kecerdasan dan
kecakapan dalam perannya di pemerintahan Abbasiyah, yang
membantu perkembangan pendidikan dan kebudayaan pada masa
keemasan Al-Rasyid.
b. Guru dan para tokoh ilmuwan
Guru-guru dan para ilmuwan yang telah menghasilkan karyakarya
sangat
berperan
dalam
kemajuan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Ilmuwan yang ada pada masanya seperti
ibn Khaldun, dan Al Kindi juga menjadi bagian dalam perkembangan
ilmu.
Tiga pemuka terbesar dalam madzhab hukum yaitu Malik Ibn
Anas, Muhammad Ibn Idris Al Syafi‟i dan Ahmad Ibn Hanbal. Tokoh
sufi angkatan pertama (daur –al-awwal) yaitu ibrahim ibn idham,
seorang
pangeran
dari
kota
Balkh
yang
meninggalkan
kebangsawanannya dan kekayaanya, ia mengembara sebagai seorang
faqir dan hidup dari hasil kerajinan tangan sendiri dan wafat dalam
pertempuran lautan sewaktu armada islam menghadapi Armada
Byzantium, dan Rabiatul Adawiyah, seorang sufi wanita dari Basrah
yang amat terkenal dengan sajak-sajak mistik itu dan Abu Ali Syaqiqq
Al Balki seorang tokoh mistik yang menjadi tokoh legendaris pada
masa belakangan dikalangan aliran-aliran mistik (thariqat-thariqat)
dalam sejarah Islam.
c. Peran Zubaidah sebagai permaisuri
Dalam keberhasilan dan kesuksesan seorang suami, pasti ada
seorang istri hebat yang mendukung dibelakangnya. Istilah ini tepat
dengan kehidupan Khalifah Harun Al-Rasyid, dalam keberhasilannya
menjadikan Islam sebagai pusat peradaban dunia pada masa
Abbasiyah, ada isteri yang setia mendampingi dan mendukungnya, dia
adalah Zubaidah binti Ja‟far. Ia juga sepupu dari Harun, sikapnya telah
terdidik dari kecil, karena keturunan bangsawan yang telah
memperoleh fasilitas dan pendidikan yang ia peroleh.
Zubaidah adalah saudara sepupunya yang menjadi permaisuri
Khalifah Harun Al-Rasyid.Ia memiliki kecerdasan dan kecakapan
dalam banyak hal. Sebagai seorang istri, ia banyak berperan dalam
pemerintahan suaminya. Ia banyak memberikan sumbangan dan
mendirikan bangunan untuk kepentingan masyarakat. Bangunan yang
ada dan bermanfaat sampai sekarang adalah mata air yang dikenal
dengan sebutan Ain Asy Syamas atau Air Mata Zubaidah.
B. Relevansi Peran Harun Al-Rasyid dengan Pengembangan Pendidikan
Islam
Perkembangan pendidikan Islam mengalami kemajuan pada masa
awal kekuasaan Abbasiyah, khususnya pada masa Harun Al-Rasyid.
Kemajuan perkembangan terjadi tentunya di dasari oleh berbagai faktor,
faktor yang menjadi perhatian pertama kali tentunya mengenai relevansi
antara
peran
Harun
Al-Rasyid
sebagai
seorang
khalifah
dengan
pengembangan pendidikan Islam yang terjadi pada masa Abbasiyah.
Kualitas pendidikan pada kerajaan Islam mulanya biasa saja, bahkan
mungkin masih dibawah standar dari bangsa-bangsa non muslim lainnya.
Para penguasa sebelum Abbasiyah fokus pemerintahannya untuk perluasan
wilayah dan memperbaiki bidang militer yang mereka miliki. Permulaan
berdirinya
dinasti
Abbasiyahpun
banyak
terjadi
peperangan
dan
pembunuhan dalam perebutan kekuasaan. Mulai dari Khalifah Al Manshur
yang mengadakan pembangunan kota Baghdad sebagai ibukota negara;
melakukan perdamaian untuk memperoleh dukungan; dan merintis
perkembangan ilmu pengetahuan. Kemudian dilanjutkan dengan putranya
yaitu Al Mahdi yang meneruskan perjuangan dalam pembelaan Islam, dan
pada masa pemerintahan Harun perkembangan ilmu lebih ditekankan
dengan melakukan upaya-upaya untuk mewujudkan terbentuknya muslim
yang memilliki pemikiran dalam Intelektual yang tinggi.
Peran Harun Al-Rasyid sebagai seorang khalifah memiliki relevansi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pendidikan Islam.
Perhatian dan usahanya yang tinggi terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan, membawa namanya ke puncak kemasyhuran. Peradaban Islam
mencapai taraf tinggi yang belum pernah dicapai sebelumnya.
Dalam pergaulannya dengan para ulama dan ilmuwan, ia
menggunakan istana sebagai majelisnya. Kemudian para ulama dan
ilmuwan akan datang untuk berdiskusi tentang keilmuwan dengannya,
terkadang ia yang akan mengunjungi majelis-majelis ilmu yang di adakan di
rumah-rumah para ulama.
Istana Al-Rasyid merupakan tempat berkumpulnya para ahli bijak
dan ulama; pasar bagi para balaghah, syair, sejarah, fikih, kedokteran,
musik dan berbagai ilmu dan kesenian lainnya. Di istananya, ia sering
menemui mereka dengan penuh penghormatan dan kemuliaan, bahkan ia
memberikan hadiah yang melimpah kepada masing-masing ahli dalam
bidangnya. Masa kepemimpinannya adalah masa kemegahan peradaban
Islam yang tidak ada tandingannya (Khalil,1997:101).
Perhatiannya dalam mengembangkan kemajuan pendidikan Islam
sangat serius, hingga Harun menjadikan persoalan pendidikan sebagai
tujuan nasional. Ia menulis surat pada seluruh gubernur provinsi dan
mendesak mereka untuk memajukan pembelajaran, dan mengadakan ujian
negara dengan hadiah uang bagi siwa yang berhasil mendapat nilai yang
bagus.
Harun mendirikan beberapa lembaga pendidikan seperti Bait al
Hikmah, rumah sakit dan lain-lain. Ia juga
mempertahankan lembaga
pendidikan yang telah ada sejak masa rosul. Kehidupan masyarakat
Abbasiyah terbuka dengan hal-hal yang baru. Pada
masa ini terjadi
percampuran kebudayaan, mulai dari budaya Arab, Persia hingga budaya
Yunani.
Ia menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk melakukan
gerekan-gerakan dalam pembangunan, memberi fasilitas kepada siapa saja
yang mau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Ia juga selalu
dermawan dan tak pernah pilih kasih dalam menyiapkan biaya bulanan
kepada para ilmuwan, baik itu dari kalangan muslim sendiri maupun dari
kalangan non muslim. Selama mereka bermanfaat dalam pengkajian dalam
ilmu pengetahuan maka ia akan memberi hadiah kepadanya.
Khalifah sendiri mengalokasikan anggaran khusus untuk menggaji
para penerjemah dari golongan Kristen, kaum Sabi, dan bahkan juga para
penyembah bintang (Didin Saefudin, 2002:7). Meski mereka adalah non
muslim, tapi Khalifah Harun tetap netral dan bertanggung jawab dalam
pemberian biaya untuk kemajuan pendidikan Islam.
C. Implikasi
Pemikiran
Harun
Al-Rasyid
dalam
Pengembangan
Pendidikan Islam
Sebagai seorang khalifah di negara Islam yang memiliki kekuasaan
yang luas Harun banyak melibatkan diri dalam berbagai hal, mulai dari
kegiatan yang bersifat pemerintahan, keagamaan, kegiatan sosial, kesenian
dan juga pendidikan. Pengalaman serta ilmu yang ia peroleh menjadikannya
sosok khalifah yang gagah berani, tegas dan cakap dalam menghadapi
segala hal.
Harun menjaga amanah kekhalifahannya dengan memanfaatkannya
untuk kepentingan bersama, ia menggunakan kekayaan negara untuk
meningkatkan kualitas kerajaan. Ia menggerakan para penerjemah ilmu,
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan dan juga meratakan
pembagian zakat. Sehingga pada masa pemerintahannya, bisa dikatakan
hampir tidak ada rakyat yang perlu diberi zakat karena kemakmuran
kerajaan.
Para khalifah Abbasiyah mengatur pendidikan kedokteran agar
mahasiswa, setelah dan praktis, melalui pendidikan teoritis menulis sebuah
karya (semacam tesis) dan dengan diterimanya karya tersebut, mereka akan
menerima ijazah dari gurunya dan sekaligus diberi izin untuk membuka
praktek kedokteran (Asari,1994:120).
Harun juga menyeleksi para murid dan mahasiswa dengan ujian
ketat keprofesian sebelum diberi kepercayaan dalam menjalankan tugasnya.
Ia juga memberi motivasi dengan mmeberi hadiah yang besar bagi siapa
saja yang dapat lulus ujian dengan nilai terbaik.
Implikasinya
terhadap
pendidikan
Islam
adalah
menuntut
terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang Islami, kondusif,
harmonis, dan penuh dengan diskusi. Proses pembelajaran yang seperti ini,
akan mendorong peserta didik untuk secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan iman, pengetahuan ilmu yang luas, dan
ketrampilan profesional, sehingga dapat bertanggung jawab dalam
mengemban tugas hidupnya sebagai hamba Allah, sekaligus sebagai
pemimpin di bumi, dalam rangka mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.
Sistem pendidikan Islam klasik berkembang menjadi peradaban dan
tonggak puncak kejayaan Islam disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya
sistem pendidikan yang diterapkan menggunakan konsep multikultural,
nilai-nilai yang dikembangkan adalah semangat toleransi, keterbukaan,
kesederajatan, kebebasan, keadilan, keragaman, demokrasi. Pesatnya
peradaban ilmu pengetahuan didukung oleh pendidik yang memiliki visi dan
misi berbasis kultural.
Lembaga-lembaga yang ada pada masa pemerintahan Harun juga
memiliki komponen-komponen pendidikan yang mendukung, seperti
memiliki materi-materi, metode pembelajaran, serta pendidik yang
membantu proses belajar dengan baik. Sehingga lembaga pendidikan dapat
menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Dikutip dari buku Sejarah Sosial Pendidikan Islam, disebutkan
bahwa beberapa komponen pendidikan dalam mendidik anak-anak pada
masa awal Abbasiyah, yaitu:
1. Pendidik
a. Pendidik harus mampu memberi pembelajaran dengan mendetail
b. Menguasai materi sesuai bidangya.
c. Dapat menjaga sikapnya dengan baik
d. Dapat menjadi teladan untuk muridnya
2. Metode pembelajaran
a. Metode lisan yang berupa dikte, ceramah, qira‟ahdan diskusi.
Metode dikte dalah metode penyampaian pengetahuan yang
dianggap baik dan aman yang akan membantu murid ketika lupa.
Metode
ceramah
biasanya
digunakan
oleh
guru
untuk
menyampaiakan materi dengan hafalan dan murid mendengarkan.
Sedang metode qira‟ah biasanya belajar membaca, sedangkan
metode diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini yang
akan menambah wawasan mereka.
b. Metode menghafal, murid-murid harus membaca secara berulangulang pelajaran sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak
mereka. Sehingga murid dapat mengkontekstualisasikan pelajaran
yang dihafal untuk diskusi dn perdebatan murid agar dapat
merespon dengan baik.
c. Metode tulisan, merupakan penyalinan karya-karya para ulama
untuk meningkatkan proses intelektualitas murid.
3. Materi pendidikan
a. Materi pelajaran bersifat wajib yang harus dipelajari murid adalah
Al Qur‟an, shalat dan doa; dasar-dasar ilmu nahwu dan bahasa
Arab; membaca dan menulis.
b. Materi pelajaran pilihan bagi murid yaitu berhitung, ilmu nahwu
dan bahasa Arab secara detaik dan keseluruhan; syair dan riwayat/
tarikh Arab.
4. Pembagian waktu belajar
a. Pagi hari sampai waktu dhuha, untuk belajar Al qur‟an
b. Dhuha sampai Zuhur, untuk kegiatan menulis. Setelah itu mereka
diperbolehkan pulang ke rumahnya masing-masing untuk makan
siang.
c. Setelah Zuhur sampai Ashar, untuk pelajaran ilmu yang lain
seperti, nahwu, bahasa Arab dan sya‟ir; dan berhitung, riwayat
atau tarikh.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Peran Khalifah Harun AlRasyid Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti
Abbasiyah, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Harun Al Rasyid dilahirkan di Ray pada tahun 150 H. Ayahnya adalah
khalifah Al Mahdi dan ibunya adalah Khairuzan. Ia memperoleh
pendidikan awalnya di istana, baik ilmu agama maupun ilmu
pemerintahan.
2. Peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan adalah
memberikan kemajuan pembangunan pada masanya, diantaranya:
Bidang Pembangunan, Bidang
Kesehatan, Bidang militer, Bidang
administrasi, Bidang ekonomi. Ia menggunakan kekuasaan dan
kekayaannya untuk melakukan gerakan-gerakan dalam pembangunan,
memberi fasilitas kepada siapa saja yang mau bersungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu. Ia juga selalu dermawan dan tak pernah pilih
kasih dalam menyiapkan biaya bulanan kepada para ilmuwan, baik itu
dari kalangan muslim sendiri maupun dari kalangan non muslim.
3. Peran Harun Al-Rasyid dalam pengembangan pendidikan Islam yaitu,
ia memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan. Ia
menjadikan istana sebagai tempat berkumpulnya para ahli alim ulama;
syair, sejarah, fikih, kedokteran, musik dan berbagai ilmu dan kesenian
lainnya. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam yang dikembangkan
pada masa Harun Al- Rasyid yaitu, kuttab atau maktab, Pendidikan
rendah di istana, Toko-toko buku, Majelis atau Salon kesusastraan,
Rumah sakit, Perpustakaan, Masjid, Rumah para ulama, Madrasah.
B. Saran-saran
Berdasarkan pembahasan Peran Khalifah harun Al Rasyid dalam
Pengembangan Pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah, maka
perlu diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Dunia Pendidikan
Untuk meningkatkan pembelajaran dalam pendidikan, maka dunia
pendidikan harus semakin dikembangkan. Mempelajari
sejarah
pendidikan Islam dapat menjadi sebuah pembelajaran bagi pendidikan
terutama bagi kaum muslim untuk memperoleh semangat dalam
belajar, agar dimasa depan Islam mampu kembali menjadi pusat ilmu
pengetahuan bagi dunia.
2. Bagi Dunia Penelitian
Dalam proses penelitian kajian pustaka memerlukan bahan bacaan
yang lebih banyak. Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian
ini, perlu lebih awal melakukan kegiatan membaca untuk mendukung
pengetahuan dan mempermudah penelitian. Banyak hal yang masih
perlu dikaji tidak hanya melalui lingkungan sekitar akan tetapi kita
juga dapat mengkaji tokoh dan karya-karya yang hebat untuk
menginspirasi, yang justru belum banyak diketahui oleh banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya
Media
As Suyuthi, Imam. 2012. Tarikh Khulafa’ Sejarah Para Penguasa Islam.
Terjemahan oleh Samson Rahman. Cet-IX. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Asari, Hasan. 1994. Menyikap zaman keemasan Islam. Cet-1. Bandung:Mizan
Bobrick, Benson. 2012. Kejayaan Sang Khalifah Harun Al Rasyid Kemajuan
Peradaban Dunia Pada Zaman Keemasan Islam.Terjemahan oleh Indi
Anullah. 2013. Cet-1. Tanggerang: PT Pustaka Alvabet.
Chasanah, Dian A dkk. 2013. Tinjauan Historis Tentang Daulat Abbasiyah Pada
Masa Kepemimpinan Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M). Jurnal
FKIP, (online), Vol 1 No 2 (http//:www.Jurnal.fkip.unila.ac.id, diakses
09 April 2016)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Efendi, Yusuf. 2015. Kebangkitan Kedua Umat Islam Jalan Menuju Kemuliaan.
Jakarta:Penerbit Noura books (PT Mizan Publika) .
Friedman, Marylin M. 1992. Family Nursing Theory & Practice. Terjemahan
oleh. Debora Ina R.L.1998. Jakarta: EGC.
Hadi Amirul, Haryono. 1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Hitti, Philip K. 1960. Dunia Arab. Terjemahan oleh Usuludin Hutagulung.
Bandung: Sumur Bandung
Ismiyati, Nani dkk. 2015. Peranan Harun Al-Rasyid Dalam Kekhalifahan
Abbasiyah Tahun 786–809.
Artikel Ilmiah Mahasiswa, (online),
(http://www.repository.unej.ac.id, diakses 06 April 2016)
Karim, M. Abdul. 2009. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher.
Khalil, Syauqi Abu. 1997. Harun Ar-Rasyid: Amir Para Khalifah & Raja
Teragung Di Dunia. Terjemahan oleh A.E Ahsami. Cet-1. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar
Khoiriyah. 2014. Reorientasi Wawasan Sejarah Islah dari Arab sebelum Islam
hingga dinasti-dinasti Islam. Cet-2. Yogyakarta : Teras.
M.Amirin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta:Raja Grafindo
Persada.
Mahroes, Serli. 2015. Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah
Pendidikan Islam. Jurnal Tarbiyah, (online), Volume: 1 No:
1(http//:www.journal.uinsgd.ac.id, diakses 09 April 2016).
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Saefudin, Didin. 2002. Zaman Keemasan Islam. Jakarta:Grasindo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sodiqin, Ali dkk. 2004. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik hingga
Modern. Cet-2, Yogyakarta: LESFI
Suryabrata, Sumadi. 1995. Metodologi Penelitian. Cet-IX, Jakarta: Raja grafindo
Persada.
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Cet-1, Jakarta: Prenada Media
Syalabi, Ahmad. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam III. Jakarta: Pustaka Al
Husna Baru
Tim Penyusun Ensiklopedi. 1993. Ensiklopedi Islam. Cet-1. Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Houve
Tim Penyusun Ensiklopedi Indonesia. 1990. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta : PT.
Ichtiar baru van hoeve
Witherington H.C. 1991. Psikologi Pendidikan, Terjemahan oleh M. Bukhori.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Zuhairini dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. Cet-2,
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Jakarta: Direktorat
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Laily Agustini
Jurusan
: PAI
NIM
Dosen P.A.
: Dr. Adang Kuswaya,M.Ag.
: 111-12-199
No
1
2
3
4
5
5
Nama Kegiatan
Tanggal
Piagam Penghargaan OPAK STAIN 5-7 September
Salatiga 2012
Piagam
Nilai
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
4
2012
Penghargaan
OPAK 8-9 September
Tarbiyah STAIN Salatiga 2012
2012
Piagam Penghargaan Orientas Dasar 10 September
Keislaman (ODK) STAIN Salatiga
2012
Sertifikat Seminar Entrepreneurship
11 September
Dan Perkoperasian 2012
2012
Piagam Penghargaan Achievement 12 September
Motivation Training (AMT)
2012
Sertifikat UPT Perpustakaan STAIN 13 September
Salatiga
2012
Sertifikat Pra Youth Leadership 6 Oktober 2012
6
Keterangan
Training “Surat Cinta Pembasmi
Galau”
Certificate Comunicative English 13-14 Oktober
7
Club (CEC) “English Friendship 2012
Camp and Sosial Work in Merbabu
Foothill 2012”
Piagam Penghargaan Gema Ittaqo “ 27-28 October
8
Aktualisasi
Bahasa
Arab
dalam 2012
Menjaga Khazanah Keilmuan Islam
Mutakhir”
9
Seminar Regional “ Indonesia Satu”.
29 Oktober 2012
Sertifikat Diskusi Publik Dan Rujak 9 November 2012
10
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
8
Peserta
8
Peserta
2
Peserta
8
Party “Merefleksi Hari Pahlawan
bagi
Para
Perempuan
Muda
(Pemudi)”
11
Sertifikat penerimaan Anggota Baru 17 – 18 November
JQH STAIN Salatiga
Piagam
12
2012
Penghargaan
“Tafsir 1 Desember 2012
Tematik dalam Upaya Menjawab
Persoalan
Israel
dan
Palestina.
Landasan QS. Al Fath: 26-27”
13
14
Sertifikat Bedah Buku “24 Cara 5 Desember 2012
Mendongkrak IPK”
Piagam Pelatihan Kaligrafi
Piagam
Penghargaan
Pencegahan
15
NAPZA,
8 Desember 2012
“Seminar 29 April 2013
HIV/AIDS
Mewaspadai Pergaulan Bebas untuk
membentuk remaja yang tangguh
dan Launching PIK SAHAJA”
16
Sertifikat
Gorah
Masal
dan 24-25 Mei 2013
Bimbingan Tilawah Nasional
Seminar Nasional Entrepreneurship 27 Mei 2013
17
“Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur
Generasi Muda”
Sertifikat
Akhirussanah
Ma‟had 30 Juni 2013
STAIN Salatiga “Pesantren Sebagai
18
Wadah
Perkembangan
Karakter
Pemuda Islam yang Berakhlakul
Karimah dan Bernalar Ilmiah”
19
Seminar Nasional Sains dan Aplikasi 25 September
Komputasi
2013
Sertifikat
20
Pendidikan
Dasar 27 -29 Desember
Peserta
2
Peserta
8
Peserta
8
Peserta
8
Peserta
2
Panitia
3
Peserta
8
Peserta
2
Pengurus
4
Peserta
8
Perkoperasian “Menumbuhkan Jiwa 2013
Berwirausaha
melalui
Koperasi
Mahasiswa”
21
Seminar Nasional “Korupsi Dalam 29 Januari 2014
Kepelbagaian”
Piagam Sarasehan Akbar Bersama 15 Maret 2014
22
Tokoh Nasional “Komitmen Politik
Islam dalam menata Arah Masa
Depan Bangsa Indonesia”
Sertifikat pelatihan ”Pemasyarakatan 25 Maret 2014
23
Pemahaman
Koperasi
Melalui
Gerakan Kewirausahaan Nasional”
Sertifikat Training of Trainer (TOT) 27-28 September
24
“Menguatkan Jiwa Berkoperasi dan 2014
Mental Entrepreneurship”.
Sertifikat
25
Pendidikan
Dasar 28 November 2014
Perkoperasian (PDP) “Membangun
Jiwa
Entrepreneur
Dengan
Berkoperasi”
26
27
Piagam
Workshop 16 Desember 2014
Nasional
Seminar Harmonisasi Lingkungan
Surat
28
Penghargaan
Keputusan
Pengurus
Koperasi
27 Desember 2014
Pengangkatan 17 Maret 2015
Mahasiswa
(KOPMA) Fatawa IAIN Salatiga
Masa Bakti 2015
Seminar
29
Nasional
“Peranan 15 April 2015
Technopreneur dalam Mendukung
Program Pemerintah Melalui
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Laily Agustini
Tempat,tanggal lahir : Jaya Bhakti, 29 Agustus 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat Asal
: RT.03/RW.01 Desa Jaya Bhakti, Kec. Mesuji, Kab.OKI
Sumatera Selatan
Nama Ayah
: Sriyono
Pekerjaan
: Petani
Nama Ibu
: Siti Sopiyah
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat Orang Tua
: RT.03/RW.01 Desa Jaya Bhakti, Kec. Mesuji, Kab.OKI
Sumatera Selatan
Jenjang Pendidikan
: a. SD Negeri 11 Jaya Bhakti
1999 – 2005
b. MTs Nurul Qolam
2005 – 2008
c. SMK Negeri 1 Kayuagung
2008 – 2011
d. IAIN Salatiga
2012 –sekarang
Salatiga, 02 Mei 2016
Penulis
Laily Agustini
Download