PERAN KHALIFAH HARUN Al - RASYID DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh LAILY AGUSTINI 111-12-199 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2016 PERAN KHALIFAH HARUN Al - RASYID DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh LAILY AGUSTINI 111-12-199 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2016 MOTTO Membaca sejarah adalah cara menemukan harapan. Harapanlah yang membuat kita rela dan berani melakukan kebajikan-kebajikan hari ini, walaupun buah kebajikan itu akan dipetik oleh mereka yang baru lahir esok hari (Muhammad Anis Matta) PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada : Bapak dan Ibu tercinta, Sriyono dan Siti Sopiyah yang telah memberikan semua pengorbanan, bimbingan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd., M.Ag yang telah membimbing penulis dalam pembuatan skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan. Sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai. Semua kakakku, Siti Khoiriyah dan M. Rifai yang selalu memberi semangat dalam hidupku, untuk selalu mengejar cita-cita setinggi mungkin. Saudaraku Lia S sekeluarga yang telah memberi dukungan. Kawan-kawanku seperjuangan Nuriya, Dita Indi, Animatul, Azza, dan Mbak Mega juga PAI F tercinta, yang selalu menjadi teman terbaikku. Kawan-kawan aktivis Kopma Fatawa, yang banyak memberikan pengalaman. Semua pihak yang telah banyak membantu, yang tidak bisa saya sebut satu persatu yang selalu memberikan dukungan & semangat pada penulis. KATA PENGANTAR حيم ِ بِسم هللا ال ّرحم ِن ال ّر Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah meberikan kekuatan dan pertolongan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan kebenaran dan keadilan, serta kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Peran Khalifah Harun Al Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah”. “Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 4. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd., selaku pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan dukungan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai. 5. Bapak Dr. Adang Kuswaya M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa kuliah. 6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi ini. 7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan. Semoga amal mereka diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi dunia pendidikan, bagi agama, nusa dan bangsa. Amin – amin yarobbal 'alamin. Salatiga, 02 Mei 2016 Penulis Laily Agustini 111-12-199 ABSTRAK Agustini, Laily. 2016. Peran Khalifah Harun Al Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra, Hj. Maryatin M.Pd. Kata kunci: Pendidikan Islam, khalifah, Harun Al-Rasyid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji peran Khalifah Harun Al Rasyid dalam pengembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana biografi Khalifah Harun Al-Rasyid?, dan (2) Bagaimana peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan pada masa Dinasti Abbasiyah?, dan (3) Bagaimana sumbangan Khalifah Harun Al-Rasyid terhadap pengembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian literer, sumber data primernya adalah buku yang berjudul Harun Al-Rasyid Amir Para Khalifah dan Raja Teragung di Dunia dan Kejayaan Sang Khalifah Harun Ar–Rasyid Kemajuan Peradaban Dunia Pada Zaman Keemasan Islam. Sedangkan sumber data sekundernya adalah buku-buku lain yang relevan dengan obyek pembahasan penulis. Metode pengolahan data yang dipakai adalah metode analisis isi. Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yaitu (1) Biografi dari Khalifah Harun Al Rasyid seorang putera mahkota dari keluarga penguasa Abbasiyah. ayahnya adalah khalifah Al Mahdi dan ibunya adalah Khairuzan. (2) Peran Khalifah Harun Al Rasyid dalam pemerintahan yaitu memberikan kemajuan pembangunan pada masanya, diantaranya: Pembangunan masjid, Bidang Kesehatan, Bidang militer, Bidang administrasi, Peran Zubaidah dalam mengembangkan pembangunan, Bidang ekonomi. Ia menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk melakukan gerakan-gerakan dalam pembangunan, memberi fasilitas kepada siapa saja yang mau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. (3) Peran Khalfah Harun Al Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam yaitu selain sebagai seorang khalifah ia juga sebagai seorang cendekiawan. ia memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan. Ia menjadikan istana sebagai tempat berkumpulnya para ahli alim ulama; syair, sejarah, fikih, kedokteran, musik dan berbagai ilmu dan kesenian lainnya. DAFTAR ISI Sampul …………………………………………………............................. i Lembar Berlogo............................................................................................. ii Judul.............................................................................................................. iii Persetujuan Pembimbing.............................................................................. iv Pengesahan Kelulusan.................................................................................. v Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................................ vi Motto dan Persembahan................................................................................ vii Kata Pengantar.............................................................................................. ix Abstrak ......................................................................................................... xi Daftar Isi....................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………… ......... 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………........... 5 C . Tujuan Penelitian ………………………………………. .......... 5 D. Kegunaan Penelitian ……………………………………........... 5 E. Metodologi Penelitian …………………………………............ 6 F. Penegasan Istilah……………………………………................. 8 G. Sistematika Penulisan……………………………………......... 10 BAB II BIOGRAFI HARUN Al RASYID A. Riwayat Hidup Harun Al Rasyid …………………………...... 12 B. Pendidikan Harun Al Rasyid…………………........................ .. 15 C. Pernikahan Harun Al Rasyid…………...... ................................ 16 D. Jabatan yang pernah diduduki.................................................... 20 E. Setting Sosial ............................................................................. 21 BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam pada Masa Abbasiyah………………...... 25 B. Peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam Pemerintahan pada Masa Abbasiyah ……………………………………………... 37 BAB IV PEMBAHASAN A. Latar Belakang Keluarga Harun Al-Rasyid................................ 49 B. Signifikansi Peran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam……………………………………………… 58 C. Relevansi Peran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam...................................................................... 65 D. Implikasi Pemikiran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam…………………………………………….. 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………......................... 72 B. Saran-Saran……………………………………….......................... 74 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pengembangan Pendidikan Islam, memerlukan tokoh yang menjadi pemimpin dan pembina. Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam berperan memimpin dan membina masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang bertaqwa dan berakhlak terpuji. Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi dua tahap, baik dari segi isi dan materi pendidikanya, yaitu: (1) tahap fase Makkah, sebagai fase awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatanya, dan (2) tahap atau fase Madinah, sebagai fase lanjutan (penyempurnaan atau pembinaan) pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya. Peristiwa hijrah telah membedakan kedua fase tersebut (Zuhairini dkk,1986:18). Menurut Ahmad Syafii Maarif, dalam buku Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, disebutkan bahwa Islam hadir ditengah kerasnya peradaban jahiliah. Melalui Nabi Muhammad SAW, Islam selanjutnya berhasil bermetamorfosa menyebar ke hampir sepertiga bagian jagad ini. Setelah Rasulullah, peran perjuangan dilanjutkan oleh Al-Khulafau Al-Rasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya. Mereka berhasil membangun peradaban dan kekuasaan politik yang menandingi kekuatan raksasa saat itu, Byzantium dan Persia (Karim,2009:7). Masa kekhalifahan Bani Umayah selain digunakan dengan program-program besar, mendasar, dan strategis, juga banyak melahirkan golongan dan aliran dalam Islam, serta perkembangan ilmu agama, ilmu umum dan kebudayaan, dan peradaban (Nata,2011:127). Meski diawali dengan pertumpahan darah dengan Bani Umayah, Dinasti Abbasiyah telah mencatat tonggak-tonggak penting dalam sejarah Islam. Pada masa pemerinthan Bani Abbas peradaban mencapai puncaknya. Semua bidang ilmu pengetahuan tumbuh subur. Ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak dirumuskan dalam bentuk formil kini muncul. Pada masa ini ilmu kedokteran, anatomi tubuh, ilmu astronomi, optik, aljabar, dan lain-lain berkembang pesat. Kemajuan ini didukung oleh adanya khalifah yang senang dengan ilmu pengetahuan modern (As Suyuthi,2012:XIII). Pada masa Abbasiyah, Khalifah Manshur memunculkan kembali bahwa “pengembaraan mencari ilmu” ( )الرحلة فى طلب العلمmerupakan satu bentuk kesalehan paripurna. Sejalan dengan itu, diyakini pula bahwa mereka yang meninggal dalam perjalanan mencari ilmu adalah syahid. Salah satu langkah strategis yang diterapkan Dinasti Abbasiyah dalam memajukan dunia intelektual kaum muslim adalah kebijakan untuk menerjemahkan literatur-literatur asing dari Yunani, Aramik (sekarang Suriah) dan India, kedalam bahasa arab. Berbekal karya-karya terjemahan itu, para cendekiawan muslim mengembangkannya menjadi penemuanpenemuan baru (Effendi,2015: 238). Dalam pendidikan Islam, seorang muslim harus memiliki kecerdasan, baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional dan spiritual. Bahkan dalam Al-Quran disebutkan betapa pentingnya dan keutamaan pendidikan atau menuntut ilmu. Seperti yang tercantum dalam Q.S. Mujaadillah ayat: 11 Allah SWT berfirman: ِ ِ ِ َّ ِ ِس ُحوا فِي ال َْم َجال س ُحوا يَ ْف َس ِح اللَّهُ لَ ُك ْم َّ يل لَ ُك ْم تَ َف َ ين َ يَا أَيُّ َها الذ َ ْس فَاف َ آمنُوا إ َذا ق ِ ِ ٍ شزوا ي رفَ ِع اللَّهُ الَّ ِذين آمنُوا ِمن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا ال ِْعلْم َدرج ُ يل ان ُات َواللَّه ََ َ َ َ ْ َ ُ ُ ش ُزوا فَان َ َْ َ َوإذَا ق بِ َما تَ ْع َملُو َن َخبِير Artinya:Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa der ajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Masa kejayaan pendidikan Islam, dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam, yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga Pendidikan Islam dan madrasah-madrasah (sekolahsekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga pendidikan, sekolah dan universitas tersebut nampak dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya kaum muslimin. Berbagai ilmu pengetahuan berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya kaum muslimin (Zuhairini dkk,1986 : 87). Harun Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang berwibawa, dicintai rakyat, disenangi lawan atau kawan, sholeh, halus budinya, dermawan, taat beragama dan piawai dalam memegang pemerintahan sehingga dikenal sebagai penguasa terbesar di dunia. Ia merupakan mutiara sejarah Abbasiyah dan raja paling agung dalam sejarah (Khoiriyah,2012:93). Baghdad yang menjadi ibukota pemerintahan pada masa kepemimpinan Ar Rasyid, menjadi pusat ilmu pengetahuan bertaraf internasional. Dalam sejarah kota tersebut, belum pernah terjadi gerakan cinta ilmu dan pemikiran yang begitu dahsyat kecuali di masanya. Dari Baghdad, gerakan tersebut menyebar keseluruh pelosok negeri Islam (Khalil,1997:xi). Kejayaan yang dicapai dinasti Abbasiyah pada masa kepemimpinan Harun Al-Rasyid tidak dapat terlepas dari adanya upaya yang dilakukan khalifah sebagai pemimpin dinasti Abbasiyah. Kuatnya kemiliteran yang membuat pemerintahan bertahan selama 23 tahun dan majunya perekonomian dapat menciptaan kemakmuran rakyat di bawah kepemimpinannya. Dalam mencapai kejayaan tersebut Khalifah Harun AlRasyid melakukan beberapa upaya, yaitu dengan mempertahankan wilayah kekuasaannya yang luas, memperkuat kemiliteran, dan memajukan perekonomian Dinasti Abbasiyah (Chasanah dkk, 2013: 9). Dari latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Peran Khalifah Harun AlRasyid Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah”, sebagai sebuah pembelajaran bagi kaum muslim untuk mengetahui sejarah sehingga memperoleh semangat belajar agar dimasa depan Islam mampu menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi dunia. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana biografi Khalifah Harun Al-Rasyid ? 2. Bagaimana peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan pada masa Dinasti Abbasiyah ? 3. Bagaimana sumbangan Khalifah Harun Al-Rasyid terhadap pengembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah ? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan objek permasalahan maka tujuan yang ingin dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui biografi Khalifah Harun Al-Rasyid pemerintahan pada masa Abbasiyah. 2. Untuk mengetahui peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan pada masa dinasti Abbasiyah. 3. Untuk mengetahui sumbangan Khalifah Harun Al-Rasyid terhadap pengembangan pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kegunaan penelitian ini sebagai berikut: 1. Teoritis : Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan khususnya bagi pengembangan Pendidikan Islam. Serta memperkaya wawasan pengetahuan tentang perkembangan Pendidikan Islam pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid . 2. Praktis : a. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wahana dalam memperoleh informasi dan pengetahuan peneliti untuk melatih diri dalam masalah yang terjadi pada sejarah Islam. Khususnya tentang masa kejayaan Pendidikan Islam, yang terjadi pada Dinasti Abbasiyah dalam masa kepemimpinan Harun Al-Rasyid. b. Bagi Lembaga Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan kajian tentang Sejarah Pendidikan Islam pada masa Khalifah Harun AlRasyid untuk pertimbangan dan perbandingan dalam penerapan dan pengembangan Pendidikan Islam pada masa sekarang. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian literer yang terfokus pada referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian literer lebih di fokuskan kepada studi kepustakaan (Amirin, 1995: 135). 2. Metode Pengumpulan Data Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data dapat berupa buku, kitab, jurnal, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Dengan demikian, penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut (Suryabrata, 1995: 66). 3. Sumber Data Penelitian ini menggunakan sumber data bersifat kepustakaan yang sumber datanya diambil dari dokumen-dokumen kepustakaan seperti buku, majalah, paper, koran, kitab dan sumber literatur lainnya yang dibutuhkan. Dalam pengumpulan data ini digunakan dua sumber data yaitu: a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku yang berjudul Harun Al-Rasyid Amir Para Khalifah dan Raja Teragung di Dunia dan Kejayaan Sang Khalifah Harun Ar–Rasyid Kemajuan Peradaban Dunia Pada Zaman Keemasan Islam. b. Sumber data Sekunder Sumber data sekunder adalah buku - buku, dan sumber lain yang mendukung penelitian ini, berbagai literatur yang berhubungan dan relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa transkrip, wawancara, buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid, website, dan blog di internet yang berupa jurnal. 4. Metode Analisis Data Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah menganalisis data. Metode pengolahan data yang dipakai adalah metode analisis isi, yaitu menghimpun dari majalah, dokumendokumen resmi, buku-buku kemudian diklarifikasi sesuai dengan masalah yang di bahas dan dianalisis isinya. Penelitian dengan metode analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari sumber data yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan. Metode ini dapat dipakai untuk majalah semua bentuk komunikasi, seperti pada surat kabar,buku, puisi, film, cerita rakyat, peraturan perundang-undangan dan sebagainya (Hariyono,1998:175). F. Penegasan Istilah Untuk memahami judul dan mempermudah serta menghindari kesalahan, maka akan dijelasan beberapa kata pokok yang terdapat pada judul di atas, yaitu: 1. Peran Khalifah Harun Al-Rasyid Peran adalah serangkaian perilaku atau tindakan yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada ketentuan dan harapan peran yang menerangkan tentang individu - individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan- harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peranperan tersebut (Friedman,1998:286). Istilah Khalifah dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw. Setelah nabi wafat yang melaksanakan Syari‟at Islam dalam kehidupan negara, (gelar) kepala agama dan raja di negara Islam. Harun Al-Rasyid adalah nama pemimpin negara pada masa dinasti Abbasiyah. Nama lengkapnya Ar-Rasyid Abu Ja‟far bin Al Mahdi bin Al Manshur Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al Abbas (As Suyuthi,2012:340). Maka peran Khalifah Harun Al-Rasyid adalah tindakan yang dilakukan oleh Harun Al-Rasyid untuk melaksanakan syari‟at Islam dalam mengatur kehidupan bernegara. 2. Pengembangan Pendidikan Islam Istilah Pengembangan dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, adalah proses, cara perbuatan mengembangkan (pemerintah selalu berusaha), pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Pendidikan Islam adalah sebagai usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Achmadi, 1992:20). Maka pengembangan pendidikan Islam adalah prosesuntuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani menuju insan kamil yang sesuai dengan norma Islam. 3. Dinasti Abbasiyah Istilah Dinasti dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, adalah keturunan dari raja-raja yang memerintah, dan semuanya berasal dari satu keluarga. Secara harfiah dinasti adalah kekuasaan yang dipegang secara turun temurun dalam satu garis keturunan atau kerabat. Sedangkan istilah Abbasiyah diambil dari nama salah seorang dari paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Al Abbas ibn Abd AlMuttalib ibn Hasyim (Karim,2009:143). Maka Dinasti Abbasiyah adalah kekuasaan yang dipegang secara turun temurun oleh keturunan dari Al Abbas ibn Abd Al-Muttalib ibn Hasyim. Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bagaimana peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pengembangan pendidikanIslam pada masa dinasti Abbasiyah, melalui tindakan dan proses yang dilakukan dalam menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan sumber daya yang ada demi kemajuan Pendidikan Islam pada masa itu. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi. Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, akan disusun ke dalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan memaparkan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitan, penegasan istilah dan sistematika penulisan. BAB II BIOGRAFI KHALIFAH HARUN AL-RASYID Bab ini akan memaparkan tentang Biografi Harun AlRasyid, yang meliputi kelahiran, keluarga, pendidikan, jabatan yang pernah di duduki dan setting sosial. BAB III PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID Bab ini akan memaparkan tentang peran Harun Al-Rasyid dalam pengembangan Pendidikan Islam pada masa Abbasiyah BAB IV ANALISIS PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID Bab ini akan mengulas tentang signifikansi peran, relevansi, dan implikasi Harun Al-Rasyid terhadap pengembangan Pendidikan Islam. BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran BAB II BIOGRAFI KHALIFAH HARUN AL-RASYID A. Riwayat Hidup Khalifah Harun Al-Rasyid Harun Al-Rasyid dilahirkan di Ray pada tahun 150 H. Ia adalah putera dari Mahdi, seorang Khalifah Abbasiyah yang populer dengan sikap sangat lunak terhadap rival poitiknya, dermawan, dan berperan dalam pembelaan Islam. Periodenya identik dengan negara yang aman dan kekayaan negeri bertambah (Karim,2009:148). Ibunya adalah Khairuzan seorang ratu yang tegas dan berpengetahuan luas, berasal dari Yaman. Ia belajar fikih dari Imam Al Auza‟i. Pada mulanya, ia merupakan seorang salah satu jariyah (budak) Al Mahdi. Lalu dimerdekakan dan menikah dengannya. Ketika Al Mahdi meninggal dunia, dan anaknya menduduki kursi khalifah, ia memegang kendali atas urusan penting pemerintahan (Khalil,1997:15). Sewaktu kanak-kanak, ia menghabiskan sebagian waktunya di harem kerajaan, ia diawasi oleh staf harem, seperti lazimnya perlakuan untuk pewaris tahta yang sedang tumbuh. Masa tinggalnya disana kerap menerima kunjungan dari Manshur, sang kakek yang mengesankan, melangkah dengan sepatu bot hitamnya yang besar dan serban hitam serta kisah-kisah mengenai kekuasaan yang bercampur dengan “nasihat bijak mengenai kebijakan kehidupan” (Bobrick,2012:58). Dalam akhlaknya, Al-Rasyid selalu mencontoh Al Manshur dan menerapkannya kecuali dalam kedermawanan dan pemberian hadiah. AlRasyid dikenal sebagai seorang yang mudah memberi, baik karena kemauannya sendiri maupun karena diminta. Dia tidak pernah menunda pemberian hari ini ke hari esok (Khalil,1997:3) Ketika tumbuh menjadi seorang remaja, Harun telah dipercaya oleh ayahnya dalam urusan pemerintahan. Harun yang belum genap dua puluh tahun berhasil merebut benteng Samalu setelah 38 hari. Ekspedisi Harun terhadap Byzantium menaikkan kekuatan politiknya dan ketika ia kembali pada tanggal 31 Agustus 782, dia digelari “ Al-Rasyid”, berarti “Yang Mendapat Petunjuk” (Bobrick,2012:39). Harun Al-Rasyid berkulit putih, tinggi, gemuk, tampan, fashih, memiliki wawasan tentang ilmu dan sastra, menyukai ilmu dan ulama, senantiasa menhindari apa-apa yang diharamkan dalam Islam, tidak menyukai pembantahan dalam agama atau mengeluarkan kata-kata yang bertentangan dengan Nash (Al-Qur‟an dan As Sunnah), sering menangisi dirinya sendiri, terutama ketika ia sedang dinasehati (Khalil,1997:1). Pada pengangkatannya sebagai khalifah terjadi keserentakan tiga peristiwa. Pada saat itu Harun tengah tertidur ketika Wazir Yahya Al Barmeki datang ke tempatnya dan kemudian ia dibangunkan dengan suatu panggilan kehormatan tertinggi (Amirul Mukminin). Yahya menceritakan meninggalnya Khalifah Al Hadi dan menyerahkan cincin kebesaran dan memasangkan kejarinya. Selanjutnya Wazir Yahya Al Barmaki menyampaikan lagi suatu berita gembira bahwa istrinya telah melahirkan putra, yaitu Al Makmun. Sejarah mencatat bahwa malam itu, seorang khalifah wafat, dan seorang khalifah di bai‟at, dan seorang calon khalifah lahir yang terjadi pada satu malam secara bersamaan (Sou‟yb,1977:103). Dalam hal keimanan, Harun tak pernah lupa melaksanakan ritual ibadah agamanya. Setiap pagi, dia memberikan seribu dirham untuk amal dan melakukan shalat seratus rakaat (masing-masing disertai banyak bacaan dzikir dan doa) setiap hari. Dia berhaji ke Mekkah (1.750 Mil dari Baghdad pulang pergi) menggunakan unta sebanyak tujuh kali, dimulai pada tahun setelah dia naik tahta, dan haji yang kedelapan dari Rakkah (di Syiria) ke Mekkah dengan berjalan kaki. Saat perjalanan haji, dia juga memberikan harta dalam jumlah yang besar kepada penduduk Mekkah dan Madinah, dua kota paling suci dalam Islam, dan pada jamaah haji yang miskin sepanjang perjalanan. Selalu ada orang zuhud yang dibiayai dalam rombongannya, dan ketika pada tahun tertentu, ketika dia tidak bisa berangkat haji sendiri, dia mengirimkan beberapa wakil yang berkedudukan tinggi bersama tiga ratus pegawai atas biaya darinya untuk pergi berhaji (Bobrick,2012:64). Al-Rasyid meninggal saat memimpin perang Thus, sebuah kota di wilayah Khurasan. Dia dikuburkan ditempat itu pada tanggal 3 Jumadil Akhir tahun 193 H. Anaknya bernama Shalih menjadi imam atas jenazahnya. Setelah Harun meninggal, Al Amin, segera dilantik. Saat itu Al Amin berada di Baghdad di tengah-tengah pasukan tentara. Setelah kabar kematian ayahnya sampai padanya, dia kemudian melakukan sholat bersama kaum muslimin di tempat itu. Dia berkutbah serta memberitahukan kematian ayahnya kepada penduduk Baghdad (As Suyuthi,2012:356). B. Pendidikan Harun Al-Rasyid Harun memperoleh pendidikan awalnya di istana, baik ilmu agama maupun ilmu pemerintahan. Ia di didik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang beperan dalam masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Sehingga Ia menjadi orang yang terpelajar, cerdas, fasih berbicara dan berkepribadian kuat. Harun mempelajari Sejarah, Geografi, dan Retorika (kefasihan); musik dan syair; serta ekonomi dalam bentuk pelajaran keuangan. Pelajaran keagamaan mewarnai semua mata pelajaran, dan dibawah kepengawasan Ali bin Hamzah Al Kisa‟i, seorang teolog terkemuka, energi terbesar Harun digunakan untuk menguasai hadis atau sunah nabi dan teks Al Qur‟an. Latihan fisiknya sebagai calon tentara tuhan juga ditekankan dan memadukan latihan militer seperti permainan pedang, panahan, dan pertempuran berkuda dengan pelajaran seni perang (Bobrick,2012:58-59). Harun Al-Rasyid adalah seorang cendekiawan yang memiliki wawasan sangat luas yang berkaitan dengan semua yang berbau Arab (sejarah, bahasa, kesusastraan dan lain-lain). Dia juga memiliki citra rasa yang tinggi terhadap syair dan bahasa sehingga sebagian orang ada yang berkata, “Pengetahuan Al-Rasyid adalah pengetahuan semua ulama” (Khalil,1997:57). Dalam buku Harun Ar Rasyid, Amir para Khalifah dan Raja Teragung Di Dunia disebutkan bahwa guru-gurunya adalah: 1. Al Mufadhal Adh Dhabbi, seorang sastrawan besar yang mengajarinya sya‟ir, sastra dan Sejarah Arab. 2. Al Kisa‟i mengajarinya Nahwu, Bahasa Arab, Sejarah dan Fiqih 3. Al Ashmui telah mengajarinya tentang banyak kisah. Ia adalah salah satu sarjana kesukaanya dan kadang muncul di Istana bersama Abu Ubaidah, juga seorang sarjana yang serba bisa. 4. Imam Malik adalah gurunya dalam Fikih dan Hadits. Kecintaanya terhadap fikih dan para fukaha sangat mendalam, begitu juga penghormatan dan kecenderungan dirinya terhadap ilmu pengetahuan dan para ulama (ilmuwan). Dia juga sangat menyukai syair, bahkan menghafalnya. Dia sering menerima kunjungan para penyair dan mendengarkan bait-bait mereka. Selain itu, ia juga menyukai sastra dan para sastrawan dan sangat membenci debat dalam masalah agama (Khalil,1997:3). C. Pernikahan Harun Al-Rasyid Memiliki fisik yang menarik, kecakapan dan juga kedudukannya, tidak mustahil Harun menjadi pemuda yang membuat banyak wanita jatuh cinta. Dia jatuh cinta kepada saudara sepupunya sendiri yang bernama Zubaidah dan menjadikannya seorang permaisuri. Zubaidah adalah seorang ibu yang agung, banyak melibatkan dirinya dalam diskusi-diskusi peadaban dan pengetahuan, berlaku lemah lembut kepada para sastrawan, penyair dan dokter. Memiliki intelektualitas yang tinggi, penuh gagasan, fasih dan balighah . Al-Rasyid menikahinya pada tahun 165 H di Baghdad (Khalil,1997:19). Selain menikahi Zubaidah, Ia juga menikahi wanita merdeka dengan mahar yang tinggi diantaranya yaitu: 1. Ummatul Aziz Ummu Walad Musa 2. Ummu Muhammad binti Shalih Al Miskin 3. Al Abbasah binti Sulaiman 4. Al Juraisyiyyah Al Ustmaniyyah Dalam buku Harun Ar Rasyid, Amir Para Khalifah Dan Raja Teragung Di Dunia halaman; 38 disebutkan bahwa Khalifah Harun dikaruniai banyak putera dan puteri dari istri-istrinya yaitu: 1. Muhammad Al Akbar (Al Amin) ibunya adalah Zubaidah 2. Abdullah Al Ma‟mun dan Sakinahibunya adalah bernama Qashf 3. Muhammad bin Ishaq Al Mu‟tashimdan Ummu Habibibunya bernama Maaridah 4. Ali ibunya bernama Ummu Walad Musa Ratsm 5. Muhammad Abu Isa dan Ummul Hasan ibunya bernama „Iraabah 6. Muhammad Abu Ya‟qub ibunya bernama Syadzarah 7. Muhammad Abul Abbas, ibunya bernama Khubts 8. Muhammad Abu Sulaiman ibunya bernama Rawaah 9. Muhammad Abu Ali ibunya bernama Dawaaj 10. Muhammad Abu Ahmad ibunya bernama Kitman. 11. Arwa ibunya bernama Halub 12. Fatimah, ibunya bernama Mushaffa 13. Ummu Abiha ibunya bernama Sakkar 14. Ummu Salamah ibunya bernama Rahiq 15. Khadijah ibunya bernama Syajar 16. Ummu Qasim ibunya bernama Khazaq 17. Ramlah Ummu Ja‟far ibunya bernama Halyun 18. Ummu Ali ibunya bernama Aniq 19. Ummu Al Ghaliyah ibunya bernama Samandal 20. Rithah ibunya bernama Zainah. Diantara sekian banyak putera dan putri yang dimiliki oleh Khalifah Harun Al-Rasyid, hanya Muhammad Al Amin dan Abdullah Al Ma‟mun yang paling berpengaruh dalam masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Mereka berdua menjadi khalifah selanjutnya menggantikan posisi ayahnya. Harun Al-Rasyid mengangkat puteranya Muhammad Al Amin sebagai putera mahkota pada hari kamis, bulan Sya‟ban tahun 173 H. Kemudian ia mengangkat Abdullah Al Ma‟mun untuk menjadi khalifah setelah Al Amin di Riqqah pada tahun 183 H, dan mengangkatnya menjadi gubernur mulai dari wilayah Hamdzan hingga ke ujung Masyriq (Khalil, 1997:39). Pada tahun 186 H, Al-Rasyid melaksanakan ibadah haji dengan Al Amin dan Al Ma‟mun beserta para pimpinan pasukannya. Setelah ia menyelesaikan manasik haji, ia menulis dua dokumen untuk anaknya. Pertama, untuk mengingatkan Al Amin untuk memenuhi syarat yang telah ditetapkan baginya, yaitu menyerahkan kekhilafahan setelahnya kepada Abdullah Al Ma‟mun. Kedua, salinan naskah yang telah bai‟at yang telah disetujui oleh orang-orang dekat khalifah maupun publik. Kedua dokumen itu diletakkan di Baitul Haram, setelah sebelumnya memberikan bai‟at kepada Al Amin dan mempersaksikannya kepada Allah, para malaikatNya dan semua orang yang ada di sekeliling Ka‟bah, seperti anak-anaknya, keluarganya, mawalinya, para menterinya, sekretarisnya dan lain-lain (Khalil,1997:41). Al Amin adalah putera Khalifah Harun Al-Rasyid yang memiliki keturunan darah Arab, ayah dan ibunya berasal dari bani Hasyim. Al-Amin menduduki kursi khilafah pada usia 23 tahun. Masa kekhalifahannya hanya berlangsung sebentar, dan dipenuhi pertikaian dengan saudaranya, al-Ma‟mun. Perang saudara antara Al Amin dan Al Ma‟mun dimenangkan oleh Al Ma‟mun. Al Amin akhirnya menyetujui untuk menyerah ditangan panglima Al Ma‟mun, yang bernama Harsama. Kemudiania terbunuh pada malam hari (September 813 H) ditangan sekelompok orang yang fanatik. Kekalahan Al Amin dan pengukuhan Al Ma‟mun sebagai khalifah membawa era baru dalam sejarah Islam (Karim,2009:151). Pada masa pemerintahan Al Ma‟mun perkembangan ilmu mengalami kemajuan yang pesat. Dia sering mengumpulkan para fukoha dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam masalah Fiqih, Bahasa Arab, dan Sejarah. Saat ia dewasa, ia banyak mempelajari filsafat dan ilmu-ilmu yang pernah berkembang di Yunani sehingga membuatnya menjadi seorang pakar dalam bidang ilmu ini. Ilmu filsafat yang telah ia pelajari telah membawanya kepada pendapat yang menganggap bahwa Al Qur‟an adalah makhluk (As Suyuthi,2012:369). Diantara jasa-jasanya dalam buku Reorientasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti Islam; halaman 96, antara lain : 1. Mendirikan Baitul Hikmah, meneruskan dari masa pemerintahan ayahnya, yaitu perpustakaan besar yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dan kantor penerjemahan. 2. Perluasan wilayah membentang luas dari timur (tembok besar Cina) sampai ke barat (Pantai Atlantik). D. Jabatan yang pernah di duduki Sebelum menjadi seorang khalifah, di usia yang masih remaja ia telah menunjukan ketangkasan dan kecerdasannya. Sehingga dalam pemerintahan ayahnya Al Mahdi, dia dipercaya menjadi panglima pasukan dan membantu para panglima senior. Dalam ekpedisi peperangan Ia mampu menakhlukan musuhnya dan membuat bangga ayahnya. Pada saat itu Mahdi, meluncurkan dua ekspedisi besar (pada 779 dan 781-782) dibawah kepemimpinan puteranya (Harun). Dalam hal ini Mahdi mendidik puteranya untuk memimpin, seperti dulu ayahnya mendidik dirinya. Pada saat itu, Byzantium diduduki oleh seorang bernama Konstantinus VI yang ibunya, Irene memerintah sebagai wali atas namanya. Kekuasaanya rapuh dan kemudian terjadi pertikaian dalam negeri. Dibawah bimbingan para jenderal, negarawan, dan ajudan berpengalaman, Harun yang belum genap dua puluh tahun berhasil merebut benteng Samalu setelah pengepungan 38 hari (Bobrick,2012:3839). Pada pemerintahan ayahnya, Al-Rasyid juga turut berperang melawan Ash Shaa‟ifah beberapa kali; mengadakan gencatan senjata dengan Romawi, setelah ia berhasil mengepung Konstantinopel; mengadakan perjanjian damai dengan istri Leon yang bergelar Agusthah, dengan syarat mereka harus membayar jizyah kepada kaum muslimin setiap tahun (Khalil,1997:158). Dia di daulat ayahnya (Mahdi) menjadi gubernur di Assafah tahun 779 M dan di Maghrib pada tahun 780 M. Dua tahun setelah menjadi gubernur, dilihat dari kualitas yang dimiliki Harun jauh lebih baik daripada kakaknya (Al Hadi), kemudian sang ayah mengukuhkannya sebagai putra mahkota setelah saudaranya. E. Setting Sosial Harun sebagai putra mahkota yang hidup dalam lingkungan kerajaan Islam, menjadikan ia menguasai ilmu pemerintahan dan ilmu tentang agama. Kecerdasan dan ketangkasannya yang dimiliki dalam berbagai hal, ia dapat dipercaya dalam ekpedisi-ekpedisi melawan musuh pada masa pemerintahan ayahnya. Harun berasal dari keturunan Abbasiyah yang didirikan oleh Assafah seorang dengan darah Arab, namun Harun Al-Rasyid sangat dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia. Pendiri keluarga Barmak adalah Khalid Al Barmaki, ayahnya menjabat sebagai ketua Bhiksu biara Budha. Ia masuk Islam saat kawasan Asia Tengah ditakhlukan oleh Qutaibah ibn Muslim. Keluarga Barmak memiliki kecerdasan dan kesetiaan untuk mengabdi kepada Abbasiyah. Usaha mereka menghasilkan peningkatan kesejahteraan, kebahagiaan rakyat, serta memperkokoh dinasti Abbasiyah sehingga kekayaan negara meningkat, dan adanya banyak usaha meningkatkan berbagai macam budaya yang membawa dinasti Abbasiyah pada zaman keemasan (Karim,2009:149). Peran pentingnya yaitu menjadi penasihat Khalifah Manshur, dan setelah itu keluarga Barmak mulai berpengaruh besar dalam pemerintahan Abbasiyah. Keturunan Barmak selanjutnya juga diberi kepercayaan penting untuk mengasuh dan memberikan pendidikan dasar untuk putera mahkota. Pada masa pemerintahan Harun, Baghdad mampu menjadi pusat peradaban. Baghdad memiliki sejuta pesona, dipinggir kota terdapat banyak wilayah dengan taman, kebun, vila; beberapa dihiasi dengan lukisan dinding yang dipernis berwarna biru cerah dan merah terang, atau panel tembikar berlapis kaca dan lukisan ubin keramik. Sebuah lapangan yang sangat luas di depan istana utama digunakan untuk turnamen dan balapan, pemeriksaan dan apel militer. Sebuah hutan menara mendominasi cakrawala dan seratus lima puluh jembatan menyebrangi kanal-kanal (Bobrick,2012:100). Kota Baghdad padasaat itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peraninternasional yang luar biasa. Dinasti Abbasiyah memasuki tatanan yang sangat besar di dalam pemerintahan terutama dalam sistem perpajakan dan administrasi peradilan. Kejayaan ini berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan terutama ibukotanya. Istana kerajaan dengan bangunan-bangunan seperti ruang pertemuan yang dilengkapi dengan karpet, gorden, dan bantal terbaik dari Timur (Ismiyati dkk, 2015: 12) Keindahan kota Baghdad dan istana pada masa itu, membuktikan bahwa perkembangan ilmu bidang arsitektur telah mengalami kemajuan pesat hingga menjadi kota dengan daya tarik nilai seni yang tinggi. Khalifah Harun juga mencintai olahraga. Dia adalah khalifah pertama yang bermain hoki dan bola. Dia juga khalifah yang melemparkan anak panah ke lilin yang diletakan diatas kuda dan dia juga khalifah Abbasiyah pertama yang bermain catur (As Suyuthi,2012:355). Sebagai seorang khalifah, Harun sangat perduli terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Baik dalam bidang ilmu agama, sains, seni maupun olahraga. Ia akan mendukung siapa saja yang membutuhkan bantuan dalam perkembangan ilmu dan menyediakan fasilitas yang memadai. Ia juga tak segan memberikan hadiah bagi para penerjemah kitab-kitab, syair, dan membiayai para sufi. Tokoh penting dalam Islam di sekitar Al-Rasyid yang mendukung pada masanya yaitu diantaranya, Abu Yusuf (Penulis kitab “Al-Kharaj”), Muhammad bin Al Hasan (Qadhi Al Qudhat-Hakim tertinggi), Abdullah bin Mubarak (Ilmuwan Timur dan Barat), fudhail bin Iyadh (seorang yang zuhud dan penasehat ulung), Imam Malik (Imam Dar Al Hijrah), dan Imam Asy Syafi‟i (Khalil, 1997:165). Ilmu pengetahuan dan kebudayaan telah tumbuh dan berkembang dan penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Saudagar-saudagar buku tersebut bukan hanya mencari keuntungan, akan tetapi kebanyakan dari mereka adalah sastrawan yang cerdas, agar mereka dapat kesempatan yang baik untuk membaca dan menelaah, serta bergaul dengan para ulama dan pujangga-pujangga. Mereka juga menyalin kitab-kitab yang penting dan menyodorkan kepada orang yang memerlukan dan mendapat imbalan (Zuhairini dkk,1986:94). Seperti kekuasaan sebelumnya, Khalifah Harun juga mengalami pemberontakan, penghianatan serta pembangkangan rakyat di berbagai daerah yang mewarnai masa pemerintahaanya. Pada pemerintahan AlRasyid, pemimpin Khawarij yang mencoba melakukan pemberontakan adalah Al Walid bin Tharif Asy-Syaibani di pinggiran kota Nushaiban pada tahun 178 H, dan berhasil ditumpas oleh Yazid bin Mazid Asy Syaibani, yaitu anak dari saudara Ma‟an bin Zaa‟idah pada tahun 179 H (Khalil,1997:139). Pada tahun 183 H, orang-orang Khazar melakukan pemberontakan di Armenia. Peristiwa ini memberikan pukulan yang sangat memilukan bagi kaum muslimin karena pada saat itu kaum muslimin banyak menjadi korban, bahkan lebih dari seratus ribu penduduk ditawan. Satu peristiwa yang menoreh goresan sejarah yang dalam, karena peristiwa seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya (As Suyuthi,2012:344). Kondisi masyrakat di masa Al-Rasyid, mengalami kesejahteraan meliputi seluruh penjuru negeri. Begitu juga ketenangan, ia selalu menghadapi permasalahan rakyatnya dan ia tidak pernah tergesa-gesa dalam mengambil keputusan sebelum mempertimbangkannya kepada para penasehat dan ahli ilmu. BAB III PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID A. Pengembangan Pendidikan Islam Dinasti Abbasiyah yang berdiri setelah jatuhnya kekuasaan Dinasti Umayah. Dinasti Abbasiyah dikenal dengan masa kebangkitan pendidikannya, terutama di bawah kepemimpinan khalifah yang kelima yaitu Khalifah Harun Al-Rasyid dan puteranya Khalifah Al Makmun. Pada masa pemerintahannya, Harun ar-Rasyid banyak berperan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan dengan memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan yang didirikan kakeknya, AlMansur. Kemurahan hati Al-Rasyid, para menteri dan anggota istana yang berbakat terutama keluarga Barmak, yang membantu ilmu pengetahuan dan kesenian, membuat Baghdad menjadi pusat yang menarik orang-orang terpelajar dari seluruh dunia (Syalabi, 2003: 110). Istana Al-Rasyid merupakan tempat berkumpulnya para ahli bijak dan ulama; pasar bagi para balaghah, syair,sejarah, fikih, kedokteran, musik dan berbagai ilmu dan kesenian lainnya. Di istananya, ia sering menemui mereka dengan penuh penghormatan dan kemuliaan, bahkan ia memberikan hadiah yang melimpah kepada masing-masing ahli dalam bidangnya. Masa kepemimpinannya adalah masa kemegahan peradaban Islam yang tidak ada tandingannya (Khalil,1997:101) Dibawah pemerintahan Harun, Baghdad juga terkenal dengan tokotoko bukunya, yang berkembang pesat setelah produksi kertas diperkenalkan. Para perajin dari China, yang terampil membuat kertas, termasuk mereka yang ditangkap oleh pasukan Arab dalam Perang Talas pada 751. Sebagai tawanan perang, mereka dkirim ke Samarkand, disana pabrik kertas pertama Arab didirikan. Pada akhirnya kertas menggantikan perkamen sebagai media yang biasa digunakan untuk menulis, dan produksi bukupun meningkat sangat pesat. Semua ini memberi dampak intelektual dan kultural yang dapat dibandingkan dengan pengenalan percetakan di Barat. Harun memfasilitasi dan mendorong korespodensi dan pembuatan buku-buku catatan. Hal ini membawa kesibukan baru dalam perdagangan, perbangkan, dan kerja administrasi. Pada 794-795, Ja‟far al Barmak mendirikan pabrik kertas pertama di Baghdad, dan dari sinilah teknologi menyebar. Harun berusaha keras agar kertas digunakan dalam catatan pemerintah, karena sesuatu yang tertulis di kertas tidak dapat diubah atau dihapus dengan mudah. Kemudian sebuah jalan di kawasan komersial kota disediakan untuk penjualan kertas dan buku (Bobrick, 2012:120). Pada masa kepemimpinannya ada Jabir bin Hayyan, Al Khuwarizmi dan Al Kindi, yang telah meninggalkan peninggalan bagi khazanah keilmuan dunia dengan muatan ilmiah yang tiada banding. Ia sering berkunjung ke berbagai wilayah kerajaan bersama perawi, ulama dan qadhi (Khalil,1997:xvii). Pada masanya hidup tiga pemuka terbesar dalam madzhab hukum yaitu Malik Ibn Anas (wafat 179 H/795M) dan Muhammad Ibn Idris Al Syafi‟i (wafat 204 H/817 M) dan Ahmad Ibn Hanbal (164-242 H/780-855 M). Juga tokoh-tokoh Iktizal Aliran Basrah Yaitu Abu Huzail Al Allaf (135-236 H) Dan Ibrahim A Nazzaham (160-231 H) dan Amru ibn Bahar Al Jahidz (159-255 H). Bahkan pada masa itulah muncul aliran bagdad dari kalangan iktizal itu dibawah pimpinan Bisyrilibn Mu‟tamir (wafat 210 H/826 M), seseorang pemikir dan pembicara yang tangkas di dalam diskusi-diskusi di depan balai penghadapan khalif (Sou‟yb, 1997:130). Tokoh ahli bahasa terkenal yang memepelopori penyusunan tata bahasa dan seni bahasa dan nada saja yaitu Khalaf Al Ahmar (wafat 180 H) dan Al Ashma‟i (wafat 214 H) dan Khalil ibn Ahmad Al Farahidi (wafat 180 H) dan Akhfasy Al Akbar (wafat 176 H) dan Akhfasy Al Awsath (wafat 215 H) dan Sibawaihi (wafat 180 H) dan Al Kisai (wafat 189 H) (Sou‟yb, 1997:130). Tokoh sufi angkatan pertama (daur-al-awwal) yaitu ibrahim ibn idham (wafat 166 H/783 M), seorang pangeran dari kota Balkh yang meninggalkan kebangsawanannya dan kekayaanya dan mengembara sebagai seorang faqir dan hidup dari hasil kerajinan tangan sendiri dan wafat dalam pertempuran lautan sewaktu armada islam menghadapi Armada Byzantium, dan Rabiatul Adawiyah (wafat 185 H/801 M), seorang sufi wanita dari Basrah yang amat terkenal dengan sajak-sajak mistik itu dan Abu Ali Syaqiqq Al Balki (wafat 194 H/ 810 M) seorang tokoh mistik yang menjadi tokoh legendaris pada masa belakangan dikalangan aliran-aliran mistik (thariqat-thariqat) dalam sejarah Islam (Sou‟yb, 1997:130). Perkembangan intelektual dimulai dengan menterjemahkan khazanah intelektual Yunani klasik seperti filsafat Aristoteles. Khalifah sendiri mengalokasikan anggaran khusus untuk menggaji para penerjemah dari golongan Kristen, kaum Sabi, dan bahkan juga para penyembah bintang (Didin Saefudin, 2002: 7). Beberapa upaya yang dilaksanakan terkait dengan kemajuan dan perkembangan peradaban Islam. Peradaban-peradaban tersebut pada dasarnya merupakan akulturasi dari peradaban Islam dengan peradaban lainnya, terutama Persia atau Yunani, di antaranya yaitu: 1. Gerakan Penerjemahan Kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak masa Umayyah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami keemasannya pada masa Abbasiyah. Para ilmuwan di utus ke daerah Byzantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu filsafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah dalam bidang sastra dan tata negara. Para penerjemah tidak hanya dari kalangan Islam tetapi juga dari pemeluk Nasrani di Syiria dan Majusi dari Persia. Biasanya naskah berbahasa Yunani diterjemahkan ke Bahasa Syiria kuno sebelum ke dalam Bahasa Arab. Hal ini di karenakan penerjemah biasanya adalah para Pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri yang berbeda dari Bahasa Arab. Kemudian para ilmuwan yang memahami Bahasa Syiria dan Arab menerjemahkan naskah tersebut kedalam Bahasa Arab (Sodiqin dkk, 2002: 103). Pelopor gerakan penerjemah pada awal pemerintahan Abbasiyah adalah Khalifah Al Manshur yang juga membangun ibukota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang persia yang baru masuk Islam seperti Nawbaht, Ibrahim Al Fazari, dan Ali ibn Isa untuk menerjemahkan karya- karya berbahasa Persia dalam bidang Astrologi (ilmu perbintangan) yang sangat berguna bagi kafilah dagang, baik melalui darat maupun laut. Buku tentang ketata negaraan dan politik serta moral seperti Kalila Wa Dimna Dab Sindhind dalam Bahasa Persia diterjemahkan kedalam Bahasa Arab. Selain itu, manuskrip berbahasa Yunani seperti Logika karya Aristoteles, Almagest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dari Gerasa, Geometri karya Euclid juga diterjemahkan (Sodiqin dkk, 2002: 104). Pada masa Harun al-Rasyid, dikenal Yuhanna Yahya ibn Masawayh (w.857) yang menerjemahkan beberapa manuskrip tentang kedokteran yang dibawa oleh khalifah dari Ankara dan Amorium. Pada masa Makmun dikenal Hunayn ibn Ishaq (Joannitius, 809-873), ia dijuluki “ketua para penerjemah” (sebutan orang Arab), seorang sarjana terbesar dan figur terhormat. Makmun mengangkatnya menjadi pengawas perpustakaan akademinya yang bertugas menerjemahkan karya-karya ilmiah, dibantu oleh anaknya Ishaq, dan keponakannya Hubaisyib al-Hasan yang telah ia latih (Mahroes,2015:85). Kegiatan penerjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu abad, babak penerjemahan itu dalam rentang ±750-850. Diantara cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan ialah Ilmu Kedokteran, Matematika, Optika, Geografi, Fisika, Astronomi, dan Sejarah di samping Filsafat (Mahroes,2015:86). 2. Membangun Bait al-Hikmah Bait al-Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Instuisi ini merupakan kelanjutan dari instuisi yang serupa di masa imperium Sasania Persia yang bernama Jundi Shapur Academy. Perbedaannya, pada masa Persia institusi ini hanya menyimpan puisi - puisi dan cerita-cerita untuk raja, sedangkan pada masa Abbasiyah (Harun Al-Rasyid) instutusi ini diberi nama Khizanah al-Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian (Sodiqin, 2002: 105). Tahun 791, Harun menjadikan persoalan pendidikan sebagai tujuan nasional (yakni, kerajaan) ketika ia menulis surat pada seluruh gubernur provinsi mendesak mereka untuk memajukan pembelajaran, dan mengadakan ujian negara dengan hadiah uang bagi siwa yang berhasil mendapat nilai yang bagus (Bobrick,2012:124). Perhatiannya yang tinggi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan usaha penting Harun Al-Rasyid, membawa namanya ke puncak kemasyhuran adalah Peradaban Islam dengan taraf yang belum pernah dicapai sebelumnya. Ia mendirikan beberapa lembaga pendidikan, seperti Bait al Hikmah, Majelis al Muzakarah, lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan, rumah-rumah, masjid, istana khalifah dan rumah sakit (Suwito,2005:101). Dalam buku Sejarah Sosial Pendidikan Islam karya Prof. Dr. Suwito, MA halaman 101; disebutkan bahwa Lembaga-lembaga Pendidikan Islam yang berkembang pada masa Harun Al- Rasyid meliputi: 1. Kuttab atau Maktab Kuttab atau maktab, berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Kemudian memiliki pengertian sebagai lembaga pendidikan dasar. Menurut catatan sejarah, Kuttab telah ada sejak pra Islam. Diperkirakan mulai dikembangkan oleh pendatang ke tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani sebagai cara mereka mengajarkan taurat dan injil, filsafat, jadal (ilmu debat) dan topik-topik yang berkenaan dengan agama mereka. Di awal perkembangan Islam, kuttab tersebut dilaksanakan di rumah guru yang bersangkutan dan materi yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca (syair-syair), kemudian pada akhir abad 1 H, mulai timbul kuttab yang disamping mendirikan pendidikan menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca Al Qur‟an dan pokok ajaran agama. Pada mulanya Kuttab jenis ini merupakan pemindahan dari pengajaran Al Qur‟an yang berlangsung di masjid, yang sifatnya umum (berlaku untuk anak-anak dan dewasa). Namun karena anak-anak susah dalam menjaga kebersihan di masjid, maka disediakan tempat khusus disamping masjid untuk mereka belajar Al Qur‟an dan pokok-pokok agama. Selanjutnya berkembanglah tempattempat khusus (baik yang dihubungkan dengan masjid maupun terpisah) untuk pengajaran anak-anak dan berkembanglah kuttabkuttab yang bukan hanya mengajarkan Al Qur‟an, tetapi juga pengetahuan dasar lainnya. Dengan demikian kuttab berkembang menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal. 2. Pendidikan rendah di istana Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat, adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugastugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran tersebut, khalifah beserta keluarganya dan para pembesar istana lainya berusaha menyiapkan anak-anaknya agar sejak kecil sudah di perkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas yang akan di embannya nanti. Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anakanak di kuttab pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran dan tujuan yang di kehendaki oleh orang tuanya. 3. Toko-toko buku Selama masa kejayaan dinasti Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Toko-toko buku tidak hanya menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tapi juga menjadi pusat studi dengan lingkaran-lingkaran studi berkembang di dalamnya. Pemilik toko buku biasanya menjadi tuan rumah dan kadang menjadi pemimpin lingkaran studi tersebut. Ini semua menunjukan betapa antusiasnya umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu. 4. Majelis atau Salon kesusastraan Majelis atau salon kesusastraan adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis seperti ini telah ada sejak masa khulafa AlRasyidin dan diadakan di masjid. Namun pada masa dinasti Umayyah, pelaksanaannya dipindah ke istana dan hanya dihadiri oleh orangorang tertentu saja. Salon sastra yang berkembang disekitar khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya, menjadi tempat bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Al-Rasyid (170-193), majelis sastra mengalami kemajuan yang luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif di dalamnya. Pada masa beliau, sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair, perdebatan antar fukaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga. 5. Rumah sakit Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat untuk merawat dan mengobati orang sakit, tetapi juga berfungsi sebagai tempat mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan keperawatan dan pengobatan. Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Kemudian ini diterapkan dalam dunia modern. Para khalifah Abbasiyah mengatur pendidikan kedokteran agar mahasiswa, setelah dan praktis, melalui pendidikan teoritis menulis sebuah karya (semacam tesis) dan dengan diterimanya karya tersebut, mereka akan menerima ijazah dari gurunya dan sekaligus diberi izin untuk membuka praktek kedokteran (Asari,1994:120). 6. Perpustakaan Salah satu ciri perpustakaan pada masa dinasti Abbasiyah ini adalah tumbuh kembangnya dengan pesat perpustakaan-perpustakaan, baik yang besifat umum; didirikan oleh pemerintah, maupun perpustakaan yang sifatnya khusus; didirikan oleh para ulama dan sarjana. Bait al Hikmah yang didirikan masa Harun Al-Rasyid berkembang pesat masa Al Makmun, merupakan salah satu contoh dari perpustakaan dunia Islam yang lengkap. Di dalamnya terdapat macam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa Yunani, Persia, India, Qibti, Aramy. 7. Masjid Merupakan institusi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi bagi kaum muslimin, termasuk kegiatan pendidikan. Pada masa Umayyah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan utama dalam bidang keagamaan. Pada masa Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para penguasa pada umumnya, dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas pendidikan, seperti tempat pendidikan untuk anak-anak, pengajaran orang dewasa (halaqah) juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap. Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam yang khas. Pada masa dinasti Abbasiyah, penyelengaraan pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah, seperti Harun Al-Rasyid dan khalifah selanjutnya. Pada kekhalifahan Abbasiyah menganggap kepentingan masjid bukan hanya sebagai tempat peribadatan, melainkan sebgai pusat pengajaran bagi kaum muda. 8. Rumah para ulama Digunakan untuk melakukan transmisi ilmu agama dan ilmu umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah. Ulama yang tidak diberi kesempatan mengajar di institusi pendidikan formal akan mengajar di rumah-rumah mereka. Diantara rumah ulama yang dijadikan tempat belajar adalah rumah Abu Muhammad ibn Hatim al Razy al Hafish seorang muhaddits yang terkenal ketsiqahanya. Kemudian rumah ibn Sina, al Ghazali, Ali ibn Muhammad al Fasihi. 9. Madrasah Madrasah sangat diperlukan sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Madrasah pertama yang didirikan adalah madrasah al Baihaqiyyah di kota Naisabur. Sebab didirikannya madrasah ini adalah karena masjidmasjid telah dipenuhi dengan pengajian-pengajian dari guru yang semakin banyak, sehinnga mengganggu orang yang shalat. Disamping itu juga karena perkembangan ilmu yang sangat pesat setelah berkembnagnya penerjemahan-penerjemahan buku yang berbahasa asing kedalam bahasa Arab. Madrasah berfungsi sangat penting karena kelengkapan ruangannya untuk belajar, yang dikenal dengan ruangan muhadhaarah serta bangunan-bangunan yang berkaitan, pengamanan bagi muridmurid dan gurunya. Proses belajar mengajar, metode mengajar juga salah satu aspek yang penting untuk mentransferkan pengetahuan dan kebudayaan dari seorang guru kepada pelajar. Maka metode pelajaran yang dipakai pada masa ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu : lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan dapat berupa dikte, ceramah, qirah, dan diskusi. B. Sumbangan dalam Pemerintahan Masuknya pengaruh asing dalam dunia Islam, telah merubah bentuk pemerintahan dari masa rosul yang berbentuk demokrasi menjadi dinasti. ini mulai terasa pada masa Bani Umayyah dan semakin menjadi nyata pada masa Bani Abbasiyah, yang menentukan tahta kerajaan berdasarkan keturunan. Dalam perkembangan Dinasti Abbasiyah banyak mengalami kemajuan yang pesat, dimulai pada masa Khalifah Manshur, Khalifah Mahdi, dan berada pada puncaknya masa Harun dan puteranya Al Makmun. Dalam mengembangkan Dinasti Abbasiyah khalifah Harun al-Rasyid memiliki peranan yang sangat penting dan tidak lepas dari pengaruh keluarga Barmak dari Persia yang banyak membantu menjadikan Baghdad sebagai pusat peradaban masa itu. Dalam menjalankan pemerintahan, ada keluarga Barmak yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan Abbasiyah. Keluarga ini telah berperan pada masa Khalifah Al Manshur. Yahya ibn Khalid yang menjadi guru dan wazir Harun Al-Rasyid. Keluarga Barmak memiliki kecakapan dan kemampuan luar biasa dalam menjalankan pemerintahan dan pendukung utama bagi perkembangan ilmiah dan kebudayaan. Kedudukannya dalam pemerintahan, menjadikan kekayaan yang mereka miliki semakin melimpah hingga kemegahan serta kemegahan hidupnya hampir sama seperti seorang khalifah (Sou‟yb, 1997:127). Setelah perannya dan kekuasaanya dalam pemerintahan Harun, mengalami kedudukan yang tinggi. Kejatuhan keluarga Barmak terjadi pada tahun 803 M, persisi setelah perjalanan haji ke Mekkah, ketika pengaturan suksesi disahkan (Bobrick,2012:235). Keluarga ini mendapat fitnah dari banyak kalangan yang tidak menyukai mereka, dan menyebabkan Ja‟far terbunuh. Mengutip pendapat Hitti dalam buku Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam halaman 150, bahwa; semua kekayaan dari keluarga Barmak berjumlah 30.676.000 dinar, belum termasuk ladang, istana, perabotan, dan lain-lain disita. Historian’s history of the world vol. VIII edisi 1926 dalam buku Sejarah Daulat Abbasiyah I karangan Joesoef Sou‟yb hal 103; menyatakan masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid dengan :The magnificence of all previous reigns paled before that of harun ar rashid, Harun the just (786-809). This famous potentate, in whom the peculiar genius of the arab race seems to have reached its highest development,merits particular mention among the vicegerents of mohammed. Brave, genereous, and magnanimous, he resisted all temptations to use despotically his supreme power over a people who never murmured at his will,and governed with sole view to assuring the happiness of his will, and governed with subjects, yang berarti: “Keagungan dari keseluruhan kekuasaan-kekuasaan sebelumnya telah suram didepan Harun Al-Rasyid, Harun maha adil (786809). Penguasa yang termasyhur ini, yang pada masanya kecakapan khusus bangsa Arab mencapai perkembangan tertinggi, memiliki keistimewaan diantara para penguasa yang menggantikan Muhammad. Gagah berani, dermawan, dan maha agung, ia menolak setiap rayuan untuk mempergunakan kekuasaan terhadap rakyat yang tidak pernah menggerutu atas setiap kehendaknya dan ia memerintah dengan keseluruhan perhatian tertuju bagi menjaminkan kebahagiaan rakyatnya. Dalam hal pemerintahan, ia memiliki idola dari Raja Persia kuno yang bernama Darius, yang melakukan banyak hal untuk meroformasi kerajaannya. Sang raja menciptakan sistem perpajakan yang tertata, percetakan koin yang seragam, serta ukuran dan timbangan yang standar; membangun sistem irigasi di Asia Tengah dan Gurun Syiria, Pelabuhan di Teluk Persia, sebuah terusan dari Nil ke Suez, dan sistem jalan raya pertama yang pernah dibangun untuk kendaraan beroda, yang dapat digunakan oleh para petugas untuk membawa sebuah peran secara estafet lebih dari 600 mil dalam sepekan (Bobrick,2012:60). Khalifah Harun Al-Rasyid sering keluar meninggalkan istana menjelajahi sepanjang jalan Baghdad, hal ini Harun Al-Rasyid lakukan untuk memberikan keadilan dan meringankan penderitaan rakyatnya. Sering kali khalifah Harun Al-Rasyid mengunjungi wilayah jajahannya untuk melenyapkan hukum rimba dan untuk mengetahui keadaan rakyatnya, meninjau langsung perbatasan dan tidak pernah menghindarkan diri dari kesukaran dan tugas-tugas pemerintahan. Selain itu Khalifah Harun Al-Rasyid juga telah meletakkan pondasi dan prinsip dengan kokoh seperti di bidang politik, ekonomi, sosial dan ilmu pengetahuan sehingga tercipta kerja sama yang baik antar komponen pemerintahan dan masyarakat. Semua ini akan mendukung dan menciptakan terobosan yang baru bagi kenyamanan serta mensejahterakan kehidupan umat Islam (Ismiyati dkk, 2015: 7). Kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh Khalifah Harun pada masa pemerintahannya meliputi: 1. Bidang Pembangunan Dalam hal pembangunan suatu negara Islam, masjid merupakan hal pokok bagi kaum muslim. Evolusi masjid (kata Bahasa Arab “masjid” berarti “tempat sujud”) mengikuti perkembangan Islam. Di masa awal, umat Islam menjadkan ruang terbuka yang cukup luas untuk menampung jemaah, Nabi Muhammad SAW sendiri juga beribadah di ruang terbuka. Kemudian ruangan itu dibatasi dan dijadikan ruang tengah yang dikelilingi serambi tiang (Bobrick,2012;118). Masjid-masjid berikutnya, dekorasinya berupa mozaik, terilhami oleh arsitektur Byzantium di Syiria dan Palestina. Yang paling terkenal adalah masjid Umayyah di Damaskus. Dibangun di situs bekas basilika Kristen yang dipersembahkan untuk Santo Yohanes sang Pembaptis, masjid agung ini secara arsitektural dengan tiga ruang dalam dan sebuah ruang samping yang dinaungi kubah. Dibagian di dalamnya terdapat mozaik yang berkilauan, mural yang indah, ukiran pualam berwarna, dan tulisan dari Al Qur‟an yang bergaya dekoratif. Menara batunya yang persegi diadaptasi dari menara penjaga yang dimiliki gereja Kristen. Di akhir masa Umayyah, setiap masjid meliputi sebuah ceruk setengah lingkaran yang dikenal sebagai mihrab, yang menunjukan arah Mekkah, sebuah halaman luas yang dikelilingi lorong beratap, dan sebuah lorong shalat (Bobrick,2012;119). Pada masa Harun, ciri paling khas dari masjid adalah menara yang menjulang yang dihubungkan dengan masjid dan sebuah jembatan. Sebuah tangga spiral mengitarinya dari dasar sampai puncak dengan diselingi balkon atau galeri dan sebuah kerucut atau paviliun terbuka dipuncaknya. Menara-menara ini bertingkat-tingkat menuju langit, seperti zigurat bertingkat buatan bangsa kaldea dimasa lalu, menambah ketinggian masjid merupakan bangunan kerajaaan yang dihubungkan dengan tingginya kedudukan keagamaan sang khalifah yang ditetapkannya sendiri (Bobrick,2012:119). Sebagai isteri seorang khalifah, Zubaidah ikut berperan dalam pemerintahan. Ia memberi subsidi proyek-proyek bangunan publik termasuk penggalian kanal-kanal untuk irigasi dan persediaan air, dan pendirian berbagai asrama dan masjid (Bobrick,2012:92). Berkat pembangunan saluran irigasi dan kanal yang luas tersebut, menjadikan produksi pertanian yang melimpah memudahkan pertumbuhannya (Bobrick,2012:110). Diantara peninggalan dan salah satu kerja yang utama dan bermanfaat bagi kaum muslimin adalah ia telah menggratiskan air bagi penduduk Mekkah, setelah sebelumnya harus membayar satu dinar. Dia telah membuat saluran air sepanjang 10 mil dengan membelah gunung dan memahat bebatuan yang dialirkan dari luar tanah haram ke Mekkah dan melewati dataran rendah, dataran tinggi, lembah, dan gunung-gunung batu. Mata airnya dikenal dengan sebutan Ain Asy Syamas atau Air Mata Zubaidah. Untuk keperluan pembangunan tersebut, dijelaskan dalam sebuah riwayat bahwa Zubaidah mengeluarkan uang sebesar 1 juta 700 ribu dinar (Khalil,1997:25). 2. Bidang Kesehatan Kaum muslim adalah kaum yang pertama kali membangun apotek di dunia dan mendirikan sekolah farmasi pertama, dengan pengetahuan mereka telah menyusun buku daftar obat-obatan. Semuanya tidak terlepas dari jasa Jabir bin Hayyan, Bapak Kimia Arab (Effendi,2015:251). Khalifah Harun memerintahkan Sinan bin Tsabit bin Qurrah untuk mendirikan rumah sakit pertama di dunia Islam. Kemudian ia terkenal dengan tokoh yang berada dibalik kesuksesan standar profesi kedokteran. Rumah sakit yang dibangun pada awal abad ke 9 itu mengikuti model Persia (Effendi,2015:251). Lembaga pendidikan dokter dan farmasi, pada masa itu sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter (Ensiklopedi Islam,1993: 89). 3. Bidang militer Selain ilmu pengetahuan, kemajuan yang dicapai oleh kaum muslim Abbasiyah adalah teknologi militer. Pada masa Abbasiyah, selain pedang, tombak, dan panah, para pasukannya juga menggunakan senjata “berat” untuk menembus dinding benteng (seperti Dababbah, Kabsi, atau sejenis meriam) dan pelontar misil (Manjanik, jenis senjata pembakar yang disebut sebagai Naft). Mereka yang ditugaskan khusus membawa Naft ini dinamai pasukan Naffatun. Mereka juga telah menguasai tekhnik destilasi minyak bumi. Zat pembakarnya dibuat dengan mencampurkan minyak bumi, produkproduk minyak (tir atau resin dengan belerang), atau campuran antara batu kapur dan belerang. “Proyektil” atau “zat pembakar” itu kemudian dilontarkan melalui sebuah pipa, semacam laras panjang pada zaman sekarang (Effendi,2015:263). Harun mewarisi sistem yang sangat maju dari pemerintahan sebelumnya, namun dia juga menggali saluran baru, membuat persilangan kanal-kanal disekitar Baghdad, Samarra, dan Rakkah. Dia juga memikirkan untuk membuat sebuah terusan dari Teluk Suez ke arah Laut Mediterania (Bobrick,2012:116). Salah satu kotribusinya dalam dunia militer adalah mendirikan “Kantor Suplai” (Diiwan Al ‘Ardhi) merupakan bagian dari (Diiwan Al Harbi) yaitu yang bertugas untuk menyiapkan para tentara dan meneliti tingkat kemampuan mereka, yang dilakukan oleh para pengawas khusus; menyusun tekhnik peperangan seperti mobilisasi; cara menguasai benteng musuh; memperkuat benteng pertahanan, mengendarai kuda perang; dan bagaimana mengepung musuh (Khalil,1997:158). Pada pemerintahan Harun, terdapat juga satuan tentara tetap, yang menerima pembayaran rutin, dan pasukan pengawal kerajaan dan pasukan pengawal kerajaan yang berjumlah besar yang merupakan sebuah pasukan elite. Sebuah kesatuan yang terdiri atas seratus orang membentuk sebuah kompi atau skuadron; beberapa kompi membentuk sebuah kelompok; seribu orang membentuk batalion; dan sepuluh ribu membentuk korps, dikepalai oleh seorang amir atau jenderal. Setiap saat, 125.000 serdadu muslim ditempatkan disepanjang perbatasan Byzantium, di Baghdad, Madinah, Damaskus, Rayy, dan lokasi-lokasi strategis lainnya, untuk menangani kerusuhan. Garnius Baghdad, bermarkas “di bagian utara dan barat Kota Bundar (jauh dari distrik komersial di selatan) dimana para perwira terkemuka memiliki kediaman mereka sendiri, termasuk kepala kepolisian, yang memiliki rumah tepat diluar Gerbang Kufah”. Para serdadu dari wilayahwilayah kerajaan yang berbeda cenderung membentuk distrik etnis mereka sendiri, dan menciptakan, misalnya, “Bukhara kecil”, “Tabaristan kecil” , atau “Balakh kecil” (Bobrick,2012:67). Apel militer resmi kadang digelar di ibukota, dengan kavaleri yang ringan dan berat, infanteri, dan pasukan panah berbaris di lapangan. Kavaleri berat benar-benar dilapisi besi, dengan helm dan perisai dada yang tebal. Seperti kesatria abad pertengahan, titik yang tidak terlindungi ditubuh mereka hanyalah ujung hidung dan dua lubang kecil pada mata mereka (Bobrick,2012: 67-68). 4. Bidang Administrasi Struktur organisasi Dinasti Abbasiyah terdiri dari al khilafah, al wizarah (kementrian), al kitabah dan al hijabah. Lembaga al khilafah dijabat oleh seorang khalifah. Jabatan khalifah berjalan secara turun temurun di lingkungan Dinasti Abbasiyah. Lembaga al wizarah (kementrian) dipimpin oleh seorang wazir seperti halnya menteri pada zaman sekarang. Lembaga dan jabatan ini baru dalam sejarah pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Khalifah Abu Ja‟far al Mansur. Lembaga al kitabah terdiri dari beberapa katib (sekertaris). Lembaga al hijabah dipimpin oleh al hajib, tugas al hajib ialah mengawal serta mengatur siapa saja yang ingin bertemu dengan khalifah. Pada zaman Khalifah Abbasiyah birokrasi diperketat hanya rakyat dan pejabat yang mempunyai urusan penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah (Ismiyati dkk, 2015:8). Sebuah “biro penyitaan” dibentuk sebagai sebuah departemen pemerintah reguler dalam hal ini wazir akan menyita hak milik gubernur yang dipecat dari kedudukannya dan khalifah juga dapat menghukum dengan menyita hak dari wazir yang dipecat (Bobrick,2012:69). Peraturan juga diperkenalkan dalam wilayah peradilan dan keuangan. Pendapatan mengalir kedalam perbendaharaan kerajaan dari beragam pajak, termasuk pajak tanah; pajak hewan ternak, emas dan perak, barang komersial; pajak setiap kepala (dikenakan pada non-muslim, harus membayar jumlah yang ditentukan dari seluruh harta yang mereka miliki); dan bea cukai (ditetapkan sebesar sepersepuluh dari nilai barang impor (Bobrick, 2012:70). Selain biro pajak, Harun memiliki kantor pemeriksa atau pelaporan lain (yang diperkenalkan Mahdi); sebuah dewan suratmenyurat atau kantor arsip yang menangani semu dokumen resmi; dan sebuah departemen untuk memeriksa pengaduan, yang berfungsi sebagai pengadilan banding. Setiap kota besar juga memiliki pasukan khusus, selain menjaga ketertiban juga bertugas mengawasi pasarpasar umum (untuk memastikan, misalnya: penggunaan ukuran dan timbangan yang tepat); menegakkan pembayaran hutangyang sah; dan menindak aktivitas terlarang seperti perjudian, riba, dan penjualan anggur secra umum (Bobrick,2012:71). Dibawah pemerintahan Harun, setiap ibukota provinsi juga diberi kantor pos sendiri dan ratusan rute dikembangkan untuk menghubungkan ibukota kerajaan dengan kota-kota besar maupun kota-kota kecil lain. Untuk pengiriman surat, sebuah sistem estafet menghubungkan berbagai wilayah. Kantor pos pusat di Baghdad dilengkapi dengan buku alamat dan peta yang menunjukan jarak antar masing-masing kota (Bobrick,2012:72). 5. Bidang ekonomi Untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan negara Harun AlRasyid memajukan ekonomi, perdagangan dan pertanian dengan sistem irigasi. Kemajuan sektor-sektor ini menjadikan Bagdad, sebagai pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia. Pada saat itu, banyak terjadi pertukaran barang serta valuta dari berbagai penjuru. Dengan demikian, negara banyak memperoleh pendapatan dari kegiatan perdagangan tersebut lewat sektor pajak sehingga negara mampu membiayai pembangunan sektor-sektor lain. Gedung-gedung yang megah, sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan juga sarana perdagangan mulai dibangun di kota Bagdad. Ia juga membiayai pengembangan ilmu pengetahuan dibidang penerjemahan dan penelitian. Negara mampu memberikan gaji yang tinggi kepada ulama dan ilmuwan (Ensiklopedi Islam,1993: 88). Dalam upaya memajukan perekonomian Khalifah Harun AlRasyid menjalin hubungan kerjasama antara Daulat Abbasiyah dan China, menggiatkan penerjemahan literatur-literatur asing yang berhubungan dengan pertanian, dan menetapkan adanya pembayaran pajak dan zakat. Hubungan kerjasama yang terjalin, menjadikan perdagangan Daulat Abbasiyah berkembang. Hal ini terjadi dikarenakan pada saat itu China memang sudah menjadi negara perdagangan maju, yang mana dengan terjalinnya hubungan kerjasama dengan China tersebut kemudian Daulat Abbasiyah bisa mendapatkan barang-barang seperti sutera, porselen, kertas dan akhirnya dapat mendirikan juga pabrik kertas pertama yang memajukan perindustrian Daulat Abbasiyah (Chasanah, 2013:11). Kaum pedagang memegang peranan penting dalam kalangan masyarakat Baghdad. Anggota dari tiap perusahaan dan tiap macam perdagangan mempunyai toko-tokonya sendiri dalam setiap pekan. Orang-orang yang mempunyai pekerjaan bebas sampai tabib, pengacara, guru, pujangga, dan sebagainya mulai mendapat kedudukan yang paling penting (Hitti, 1960:117). Poduksi pertanian yang melimpah memudahkan pertumbuhannya, berkat saluran irigasi dan kanal yang luas. Harun mewarisi sistem yang sangat maju, namun dia juga menggali saluran baru, membuat persilangan kanal-kanal disekitar Baghdad, Samarra, dan Rakkah. Dia juga memikirkan unruk membuat sebuah terusan dari Teluk Suez ke arah Laut Mediterania (Bobrick,2012:116). BAB IV ANALISIS PERAN KHALIFAH HARUN AL RASYID A. Signifikansi Peran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam Khalifah Harun mengawali pemerintahan dengan mempercayakan Yahya bin Khalid untuk memberi saran dalam menentukan dan mengambil keputusan. Yahya adalah seorang wazir cerdas dari keluarga Barmak yang memberi pembelajaran dasar di istana ketika ia masih anak-anak. Berdasarkan keputusannya, Khalifah Harun memilih para pejabat untuk mengisi dan membantu menjalankan pemerintahannya. Dimulai dari masa pemerintahan Al Manshur, keluarga Barmak telah banyak berperan dalam pemerintahan Bani Abbasiyah hingga mencapai kemajuan. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Harun, menjadikan masyarakat mengalami kesejahteraan dan ketentraman karena keamanan dan fasilitas yang tersedia untuk mempermudah rakyat terus mengalami perkembangan. Terutama perkembangan ilmu pengetahuan, yang menjadi tonggak puncak peradaban Islam karena di antaranya institusi pendidikan Islam yang ada telah menerapkan konsep pendidikan berbasis multikultural. Dalam mewujudkan semua kemajuan tersebut, Ia memanfaatkan kekayaan yang banyak untuk kegiatan sosial. Selama kekuasaannya, dinasti Abbasiyah banyak mengalami perubahan pola pemerintahan, dinamika politik, sosial dan budaya yang berkembang pada masanya. Perolehan kekayaan yang melimpah, menjadikan ia mampu membuat terobosan di masa pemerintahannya, seperti membangun gedung megah, sarana peribadatan, sarana pendidikan, kesehatan, sarana perdagangan, lembaga ilmu pengetahuan, penerjemahan, penelitian serta mampu memberikan gaji yang tinggi kepada para ulama dan ilmuwan. Disamping itu, ia juga memberikan penghargaan yang tinggi pada karya-karya tulis dengan imbalan yang mahal (Suwito, 2005:99). Peran Harun Al-Rasyid dalam mencapai kemajuan yang terjadi pada masa pemerintahannya dipengaruhi dengan banyak faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya yaitu : 1. Latar belakang keluarga Nasab dapat diartikan sebagai keturunan atau kerabat, yaitu pertalian keluarga yaitu pertalian keluarga melalui akad nikah dalam perkawinan yang sah (Ensiklopedi Islam,1993;13). Kemudian dalam Ensiklopedi Indonesia, nasab didefinisikan sebagai keturunan ikatan keluarga sebagai hubungan darah, baik karena hubungan darah ke atas (bapak, kakek, ibu, nenek, dan seterusnya), ke bawah (anak, cucu, dan seterusnya) maupun ke samping (saudara, paman, bibi dan lain-lain) (Ensiklopedi Indonesia,1990;2337). Dapat disimpulkan bahwa nasab secara terminologi adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah, baik ke atas, ke bawah maupun ke samping yang semuanya itu merupakan salah satu akibat dari perkawinan yang sah. Silsilah nasab keturunan dari keluarga Harun Al-Rasyid adalah keluarga yang dihormati karena jasa dan akhlak terpuji yang mereka miliki. Kakek buyutnya adalah Abdul Mutahalib, kakek yang mengasuh dan turut mendidik Nabi Muhammad SAW, sebelum akhirnya di asuh oleh pamannya. Nasab keluarga yang baik akan berpengaruh terhadap kualitas seoang anak. Nasab dalam istilah psikologi disebut hereditas. Hereditas adalah proses penurunan sifat-sifat atau ciri-ciri dari satu generasi ke generasi lain dengan perantara plasma benih. Pada umumnya ini berarti bahwa strukturlah dan bukan bentuk-bentuk tingkah laku yang diturunkan (Witherington,1991;203). Hereditas atau bawaan merupakan segala ciri, sifat, potensi dan kemampuan yang dimiliki individu karena kelahirannya. Ciri, sifat dan kemampuan-kemampuan tersebut dibawa individu dari kelahirannya dan diterima sebagai keturunan dari kedua orang tuanya (Sukmadinata, 2004: 44). Sifat kecakapan individu sebagian besar diperoleh melalui hubungannya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu (Sukmadinata, 2004: 47). Pentingnya mengetahui silsilah nauntuk menjaga keturunan serta menyambung silaturahim antar saudara jauh. Nasab keluarga yang baik merupakan salah satu pengaruh perkembangan seseorang menjadi baik juga. Potensi pemimpin dalam diri Harun merupakan keturunan dari orangtuanya. Sifat bijak, pemberani, tegas, dan dapat di andalkan ia pelajari dari para pendahulunya. Selain dari faktor keturunan, ada lingkungan istana yang ikut mempengaruhi perkembangan dan pemikiran Harun Al-Rasyid. 2. Lingkungan Lingkungan alam dan geografis pada tempat tinggal mempengaruhi perkembangan dan perilaku seseorang. Perilaku yang diperlihatkan oleh seseorang bukan sesuatu yang dilakukan sendiri tetapi selalu dalam interaksinya dengan lingkungan. Demikian juga dengan sifat dan kecakapan-kecakapan yang dimiliki seseorang sebagian besar diperoleh melalui hubungannya dengan lingkungan. Sifat kecakapan-kecakapan individu sebagian besar diperoleh melalui hubungannya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku seorang individu (Sukmadinata,2004:47). Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dan perilaku seperti lingkungan ekonomi, lingkungan politik, lingkungan keamanan dan lain sebagainya sehingga manusia mengambil pembelajaran dan pengalaman darinya sehingga perkembangan dan perilaku akan sesuai dengan lingkungan keberadaannya. Harun, dilahirkan dan tumbuh di lingkungan istana. Ia dibesarkan dan mendapat pendidikan dasar dalam ilmu agama maupun ilmu pemerintahan di lingkungan yang akan mendukung peran dan tugas yang akan di embannya kelak ketika menjadi seorang khalifah. Ia menghabiskan sebagian waktunya di harem kerajaan, diawasi oleh staf Harem, seperti lazimnya perlakuan untuk pewaris tahta yang sedang tumbuh. Masa tinggalnya disana kerap menerima kunjungan dari Manshur, sang kakek yang mengesankan, melangkah dengan sepatu bot hitamnya yang besar dan serban hitam serta kisah-kisah mengenai kekuasaan yang bercampur dengan “nasihat bijak mengenai kebijakan kehidupan” (Bobrick,2012:58). Dibesarkan di lingkungan istana, bergaul dengan para penasihat, ahli sufi, dan para ahli ilmu menghindarkannya dari pengaruh buruk luar yang akan merusak. Ia tumbuh menjadi seorang khalifah yang memiliki akhlak terpuji dan dapat diandalkan. Pada masa pertumbuhannya keadaan ekonomi dan politik termasuk dalam kondisi stabil, maka pembelajaran yang diperoleh juga tidak mendapat hambatan yang berarti. Dalam akhlaknya, Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat dermawan, ia tidak pernah menunda pemberian hari ini ke hari esok. Ia selalu tegas dalam bersikap menghadapi para musuh dan pemberontak.ia menolak setiap rayuan untuk mempergunakan kekuasaan terhadap rakyat yang tidak pernah menggerutu atas setiap kehendaknya dan ia memerintah dengan keseluruhan perhatian tertuju bagi menjaminkan kebahagiaan rakyatnya. 3. Kedudukan Harun sebagai seorang khalifah Kedudukannya sebagai seorang khalifah Abbasiyah, memberi ruang baginya untuk mengatur berjalannya sebuah pemerintahan. Seorang khalifah memiliki kekuasaan yang mutlak dan tidak terbatas, apa yang menjadi aturan kebijakannya harus dijalankan dan semua perintah yang diberikan harus dipatuhi oleh para pejabat negara dan seluruh rakyatnya. Termasuk dalam urusan pendidikan Islam, harus dikembangkan oleh semua lapisan masyrakat, baik itu pejabat negara maupun rakyat biasa. Selain sebagai seorang khalifah ia juga sebagai seorang cendekiawan. Ia menggunakan kekuasaan dan kekayaan negara untuk membangun peradaban. Perlu perjuangan dan biaya yang banyak, namun karena sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga ia berusaha dengan keras untuk memajukan pendidikan Islam pada masa pemerintahannya. 4. Asimilasi budaya Arab dengan budaya bangsa lain Model pemerintahan para khalifah Abbasiyah berbeda dengan kekuasaan dinasti sebelumnya, yang memiliki budaya Arab kental. Meski pendiri Abbasiyah sendiri adalah Abu Saafah seorang keturunan Arab. Pada masa kekuasaan Al Manshur, dinasti Abbasiyah lebih menerima kebudayaaan dari luar bangsanya. Seperti kepercayaan terhadap keluarga Barmak dari Persia yang ikut andil dalam pemerintahan. Ia juga melakukan hubungan internasional dengan negara-negara wilayah barat dan timur. Penerjemahan ilmu pengetahuan secara besar-besaran pada masa Harun, dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab juga berpengaruh pada pemikiran tokoh filsafat di masanya. Sikapnya yang toleran dengan menerima pemikiran bangsa lain, menjadi salah satu cara ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat pada masa Harun Al-Rasyid. 5. Pendidikan Ia memperoleh pendidikan awalnya di istana, baik ilmu agama maupun ilmu pemerintahan. Ia di didik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang beperan dalam masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Seperti pendidikan rendah di istana pada masa itu, guru menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugastugasnya kelak setelah ia dewasa. Harun mempelajari Sejarah, Geografi, dan Retorika (kefasihan); musik dan syair; serta ekonomi dalam bentuk pelajaran keuangan. Pelajaran keagamaan mewarnai semua mata pelajaran, dan dibawah kepengawasan Ali bin Hamzah Al Kisa‟i, seorang teolog terkemuka, energi terbesar Harun digunakan untuk menguasai hadis atau sunah nabi dan teks Al Qur‟an. Latihan fisiknya sebagai calon tentara tuhan juga ditekankan dan memadukan latihan militer seperti permainan pedang, panahan, dan pertempuran berkuda dengan pelajaran seni perang (Bobrick,2012:58-59). Dari semua pendidikan yang telah ia peroleh, menjadikannya sebagai seorang khalifah yang mempunyai ilmu pengetahuan luas. Ini juga yang menjadikan Khalifah Harun sangat perhatian dengan perkembangan ilmu pengetahuan.Ia sangat menghargai karya-karya para ilmuwan, sehingga pada masa pemerintahannya mengalami masa keemasan dalam Islam. 6. Tokoh yang membantu dalam masa pemerintahan Dalam menjalankan pemerintahanhingga mencapai pada puncaknya, Harun Al-Rasyid dibantu oleh para tokoh yang menguasai dalam bidangnya. Tokoh-tokoh itu antara lain: a. Keluarga Barmak Keluarga ini awalnya adalah penganut Budha, kemudian masuk Islam. Keluarga ini mulai berperan dalam pemerintahan dari masa Khalifah Al Manshur. Pada masa Harun Al-Rasyid, keluarga Barmak yang berkuasa yaitu Yahya bin Khalid menjadi seorang wazir, kemudian digantikan oleh anaknya. Dikenal memiliki kecerdasan dan kecakapan dalam perannya di pemerintahan Abbasiyah, yang membantu perkembangan pendidikan dan kebudayaan pada masa keemasan Al-Rasyid. b. Guru dan para tokoh ilmuwan Guru-guru dan para ilmuwan yang telah menghasilkan karyakarya sangat berperan dalam kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ilmuwan yang ada pada masanya seperti ibn Khaldun, dan Al Kindi juga menjadi bagian dalam perkembangan ilmu. Tiga pemuka terbesar dalam madzhab hukum yaitu Malik Ibn Anas, Muhammad Ibn Idris Al Syafi‟i dan Ahmad Ibn Hanbal. Tokoh sufi angkatan pertama (daur –al-awwal) yaitu ibrahim ibn idham, seorang pangeran dari kota Balkh yang meninggalkan kebangsawanannya dan kekayaanya, ia mengembara sebagai seorang faqir dan hidup dari hasil kerajinan tangan sendiri dan wafat dalam pertempuran lautan sewaktu armada islam menghadapi Armada Byzantium, dan Rabiatul Adawiyah, seorang sufi wanita dari Basrah yang amat terkenal dengan sajak-sajak mistik itu dan Abu Ali Syaqiqq Al Balki seorang tokoh mistik yang menjadi tokoh legendaris pada masa belakangan dikalangan aliran-aliran mistik (thariqat-thariqat) dalam sejarah Islam. c. Peran Zubaidah sebagai permaisuri Dalam keberhasilan dan kesuksesan seorang suami, pasti ada seorang istri hebat yang mendukung dibelakangnya. Istilah ini tepat dengan kehidupan Khalifah Harun Al-Rasyid, dalam keberhasilannya menjadikan Islam sebagai pusat peradaban dunia pada masa Abbasiyah, ada isteri yang setia mendampingi dan mendukungnya, dia adalah Zubaidah binti Ja‟far. Ia juga sepupu dari Harun, sikapnya telah terdidik dari kecil, karena keturunan bangsawan yang telah memperoleh fasilitas dan pendidikan yang ia peroleh. Zubaidah adalah saudara sepupunya yang menjadi permaisuri Khalifah Harun Al-Rasyid.Ia memiliki kecerdasan dan kecakapan dalam banyak hal. Sebagai seorang istri, ia banyak berperan dalam pemerintahan suaminya. Ia banyak memberikan sumbangan dan mendirikan bangunan untuk kepentingan masyarakat. Bangunan yang ada dan bermanfaat sampai sekarang adalah mata air yang dikenal dengan sebutan Ain Asy Syamas atau Air Mata Zubaidah. B. Relevansi Peran Harun Al-Rasyid dengan Pengembangan Pendidikan Islam Perkembangan pendidikan Islam mengalami kemajuan pada masa awal kekuasaan Abbasiyah, khususnya pada masa Harun Al-Rasyid. Kemajuan perkembangan terjadi tentunya di dasari oleh berbagai faktor, faktor yang menjadi perhatian pertama kali tentunya mengenai relevansi antara peran Harun Al-Rasyid sebagai seorang khalifah dengan pengembangan pendidikan Islam yang terjadi pada masa Abbasiyah. Kualitas pendidikan pada kerajaan Islam mulanya biasa saja, bahkan mungkin masih dibawah standar dari bangsa-bangsa non muslim lainnya. Para penguasa sebelum Abbasiyah fokus pemerintahannya untuk perluasan wilayah dan memperbaiki bidang militer yang mereka miliki. Permulaan berdirinya dinasti Abbasiyahpun banyak terjadi peperangan dan pembunuhan dalam perebutan kekuasaan. Mulai dari Khalifah Al Manshur yang mengadakan pembangunan kota Baghdad sebagai ibukota negara; melakukan perdamaian untuk memperoleh dukungan; dan merintis perkembangan ilmu pengetahuan. Kemudian dilanjutkan dengan putranya yaitu Al Mahdi yang meneruskan perjuangan dalam pembelaan Islam, dan pada masa pemerintahan Harun perkembangan ilmu lebih ditekankan dengan melakukan upaya-upaya untuk mewujudkan terbentuknya muslim yang memilliki pemikiran dalam Intelektual yang tinggi. Peran Harun Al-Rasyid sebagai seorang khalifah memiliki relevansi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pendidikan Islam. Perhatian dan usahanya yang tinggi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, membawa namanya ke puncak kemasyhuran. Peradaban Islam mencapai taraf tinggi yang belum pernah dicapai sebelumnya. Dalam pergaulannya dengan para ulama dan ilmuwan, ia menggunakan istana sebagai majelisnya. Kemudian para ulama dan ilmuwan akan datang untuk berdiskusi tentang keilmuwan dengannya, terkadang ia yang akan mengunjungi majelis-majelis ilmu yang di adakan di rumah-rumah para ulama. Istana Al-Rasyid merupakan tempat berkumpulnya para ahli bijak dan ulama; pasar bagi para balaghah, syair, sejarah, fikih, kedokteran, musik dan berbagai ilmu dan kesenian lainnya. Di istananya, ia sering menemui mereka dengan penuh penghormatan dan kemuliaan, bahkan ia memberikan hadiah yang melimpah kepada masing-masing ahli dalam bidangnya. Masa kepemimpinannya adalah masa kemegahan peradaban Islam yang tidak ada tandingannya (Khalil,1997:101). Perhatiannya dalam mengembangkan kemajuan pendidikan Islam sangat serius, hingga Harun menjadikan persoalan pendidikan sebagai tujuan nasional. Ia menulis surat pada seluruh gubernur provinsi dan mendesak mereka untuk memajukan pembelajaran, dan mengadakan ujian negara dengan hadiah uang bagi siwa yang berhasil mendapat nilai yang bagus. Harun mendirikan beberapa lembaga pendidikan seperti Bait al Hikmah, rumah sakit dan lain-lain. Ia juga mempertahankan lembaga pendidikan yang telah ada sejak masa rosul. Kehidupan masyarakat Abbasiyah terbuka dengan hal-hal yang baru. Pada masa ini terjadi percampuran kebudayaan, mulai dari budaya Arab, Persia hingga budaya Yunani. Ia menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk melakukan gerekan-gerakan dalam pembangunan, memberi fasilitas kepada siapa saja yang mau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Ia juga selalu dermawan dan tak pernah pilih kasih dalam menyiapkan biaya bulanan kepada para ilmuwan, baik itu dari kalangan muslim sendiri maupun dari kalangan non muslim. Selama mereka bermanfaat dalam pengkajian dalam ilmu pengetahuan maka ia akan memberi hadiah kepadanya. Khalifah sendiri mengalokasikan anggaran khusus untuk menggaji para penerjemah dari golongan Kristen, kaum Sabi, dan bahkan juga para penyembah bintang (Didin Saefudin, 2002:7). Meski mereka adalah non muslim, tapi Khalifah Harun tetap netral dan bertanggung jawab dalam pemberian biaya untuk kemajuan pendidikan Islam. C. Implikasi Pemikiran Harun Al-Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam Sebagai seorang khalifah di negara Islam yang memiliki kekuasaan yang luas Harun banyak melibatkan diri dalam berbagai hal, mulai dari kegiatan yang bersifat pemerintahan, keagamaan, kegiatan sosial, kesenian dan juga pendidikan. Pengalaman serta ilmu yang ia peroleh menjadikannya sosok khalifah yang gagah berani, tegas dan cakap dalam menghadapi segala hal. Harun menjaga amanah kekhalifahannya dengan memanfaatkannya untuk kepentingan bersama, ia menggunakan kekayaan negara untuk meningkatkan kualitas kerajaan. Ia menggerakan para penerjemah ilmu, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan dan juga meratakan pembagian zakat. Sehingga pada masa pemerintahannya, bisa dikatakan hampir tidak ada rakyat yang perlu diberi zakat karena kemakmuran kerajaan. Para khalifah Abbasiyah mengatur pendidikan kedokteran agar mahasiswa, setelah dan praktis, melalui pendidikan teoritis menulis sebuah karya (semacam tesis) dan dengan diterimanya karya tersebut, mereka akan menerima ijazah dari gurunya dan sekaligus diberi izin untuk membuka praktek kedokteran (Asari,1994:120). Harun juga menyeleksi para murid dan mahasiswa dengan ujian ketat keprofesian sebelum diberi kepercayaan dalam menjalankan tugasnya. Ia juga memberi motivasi dengan mmeberi hadiah yang besar bagi siapa saja yang dapat lulus ujian dengan nilai terbaik. Implikasinya terhadap pendidikan Islam adalah menuntut terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang Islami, kondusif, harmonis, dan penuh dengan diskusi. Proses pembelajaran yang seperti ini, akan mendorong peserta didik untuk secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan iman, pengetahuan ilmu yang luas, dan ketrampilan profesional, sehingga dapat bertanggung jawab dalam mengemban tugas hidupnya sebagai hamba Allah, sekaligus sebagai pemimpin di bumi, dalam rangka mewujudkan rahmatan lil ‘alamin. Sistem pendidikan Islam klasik berkembang menjadi peradaban dan tonggak puncak kejayaan Islam disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya sistem pendidikan yang diterapkan menggunakan konsep multikultural, nilai-nilai yang dikembangkan adalah semangat toleransi, keterbukaan, kesederajatan, kebebasan, keadilan, keragaman, demokrasi. Pesatnya peradaban ilmu pengetahuan didukung oleh pendidik yang memiliki visi dan misi berbasis kultural. Lembaga-lembaga yang ada pada masa pemerintahan Harun juga memiliki komponen-komponen pendidikan yang mendukung, seperti memiliki materi-materi, metode pembelajaran, serta pendidik yang membantu proses belajar dengan baik. Sehingga lembaga pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dikutip dari buku Sejarah Sosial Pendidikan Islam, disebutkan bahwa beberapa komponen pendidikan dalam mendidik anak-anak pada masa awal Abbasiyah, yaitu: 1. Pendidik a. Pendidik harus mampu memberi pembelajaran dengan mendetail b. Menguasai materi sesuai bidangya. c. Dapat menjaga sikapnya dengan baik d. Dapat menjadi teladan untuk muridnya 2. Metode pembelajaran a. Metode lisan yang berupa dikte, ceramah, qira‟ahdan diskusi. Metode dikte dalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman yang akan membantu murid ketika lupa. Metode ceramah biasanya digunakan oleh guru untuk menyampaiakan materi dengan hafalan dan murid mendengarkan. Sedang metode qira‟ah biasanya belajar membaca, sedangkan metode diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini yang akan menambah wawasan mereka. b. Metode menghafal, murid-murid harus membaca secara berulangulang pelajaran sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka. Sehingga murid dapat mengkontekstualisasikan pelajaran yang dihafal untuk diskusi dn perdebatan murid agar dapat merespon dengan baik. c. Metode tulisan, merupakan penyalinan karya-karya para ulama untuk meningkatkan proses intelektualitas murid. 3. Materi pendidikan a. Materi pelajaran bersifat wajib yang harus dipelajari murid adalah Al Qur‟an, shalat dan doa; dasar-dasar ilmu nahwu dan bahasa Arab; membaca dan menulis. b. Materi pelajaran pilihan bagi murid yaitu berhitung, ilmu nahwu dan bahasa Arab secara detaik dan keseluruhan; syair dan riwayat/ tarikh Arab. 4. Pembagian waktu belajar a. Pagi hari sampai waktu dhuha, untuk belajar Al qur‟an b. Dhuha sampai Zuhur, untuk kegiatan menulis. Setelah itu mereka diperbolehkan pulang ke rumahnya masing-masing untuk makan siang. c. Setelah Zuhur sampai Ashar, untuk pelajaran ilmu yang lain seperti, nahwu, bahasa Arab dan sya‟ir; dan berhitung, riwayat atau tarikh. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Peran Khalifah Harun AlRasyid Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1. Harun Al Rasyid dilahirkan di Ray pada tahun 150 H. Ayahnya adalah khalifah Al Mahdi dan ibunya adalah Khairuzan. Ia memperoleh pendidikan awalnya di istana, baik ilmu agama maupun ilmu pemerintahan. 2. Peran Khalifah Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan adalah memberikan kemajuan pembangunan pada masanya, diantaranya: Bidang Pembangunan, Bidang Kesehatan, Bidang militer, Bidang administrasi, Bidang ekonomi. Ia menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk melakukan gerakan-gerakan dalam pembangunan, memberi fasilitas kepada siapa saja yang mau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Ia juga selalu dermawan dan tak pernah pilih kasih dalam menyiapkan biaya bulanan kepada para ilmuwan, baik itu dari kalangan muslim sendiri maupun dari kalangan non muslim. 3. Peran Harun Al-Rasyid dalam pengembangan pendidikan Islam yaitu, ia memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan. Ia menjadikan istana sebagai tempat berkumpulnya para ahli alim ulama; syair, sejarah, fikih, kedokteran, musik dan berbagai ilmu dan kesenian lainnya. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam yang dikembangkan pada masa Harun Al- Rasyid yaitu, kuttab atau maktab, Pendidikan rendah di istana, Toko-toko buku, Majelis atau Salon kesusastraan, Rumah sakit, Perpustakaan, Masjid, Rumah para ulama, Madrasah. B. Saran-saran Berdasarkan pembahasan Peran Khalifah harun Al Rasyid dalam Pengembangan Pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah, maka perlu diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Dunia Pendidikan Untuk meningkatkan pembelajaran dalam pendidikan, maka dunia pendidikan harus semakin dikembangkan. Mempelajari sejarah pendidikan Islam dapat menjadi sebuah pembelajaran bagi pendidikan terutama bagi kaum muslim untuk memperoleh semangat dalam belajar, agar dimasa depan Islam mampu kembali menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi dunia. 2. Bagi Dunia Penelitian Dalam proses penelitian kajian pustaka memerlukan bahan bacaan yang lebih banyak. Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian ini, perlu lebih awal melakukan kegiatan membaca untuk mendukung pengetahuan dan mempermudah penelitian. Banyak hal yang masih perlu dikaji tidak hanya melalui lingkungan sekitar akan tetapi kita juga dapat mengkaji tokoh dan karya-karya yang hebat untuk menginspirasi, yang justru belum banyak diketahui oleh banyak orang. DAFTAR PUSTAKA Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media As Suyuthi, Imam. 2012. Tarikh Khulafa’ Sejarah Para Penguasa Islam. Terjemahan oleh Samson Rahman. Cet-IX. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. Asari, Hasan. 1994. Menyikap zaman keemasan Islam. Cet-1. Bandung:Mizan Bobrick, Benson. 2012. Kejayaan Sang Khalifah Harun Al Rasyid Kemajuan Peradaban Dunia Pada Zaman Keemasan Islam.Terjemahan oleh Indi Anullah. 2013. Cet-1. Tanggerang: PT Pustaka Alvabet. Chasanah, Dian A dkk. 2013. Tinjauan Historis Tentang Daulat Abbasiyah Pada Masa Kepemimpinan Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M). Jurnal FKIP, (online), Vol 1 No 2 (http//:www.Jurnal.fkip.unila.ac.id, diakses 09 April 2016) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Efendi, Yusuf. 2015. Kebangkitan Kedua Umat Islam Jalan Menuju Kemuliaan. Jakarta:Penerbit Noura books (PT Mizan Publika) . Friedman, Marylin M. 1992. Family Nursing Theory & Practice. Terjemahan oleh. Debora Ina R.L.1998. Jakarta: EGC. Hadi Amirul, Haryono. 1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. Hitti, Philip K. 1960. Dunia Arab. Terjemahan oleh Usuludin Hutagulung. Bandung: Sumur Bandung Ismiyati, Nani dkk. 2015. Peranan Harun Al-Rasyid Dalam Kekhalifahan Abbasiyah Tahun 786–809. Artikel Ilmiah Mahasiswa, (online), (http://www.repository.unej.ac.id, diakses 06 April 2016) Karim, M. Abdul. 2009. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Khalil, Syauqi Abu. 1997. Harun Ar-Rasyid: Amir Para Khalifah & Raja Teragung Di Dunia. Terjemahan oleh A.E Ahsami. Cet-1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar Khoiriyah. 2014. Reorientasi Wawasan Sejarah Islah dari Arab sebelum Islam hingga dinasti-dinasti Islam. Cet-2. Yogyakarta : Teras. M.Amirin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta:Raja Grafindo Persada. Mahroes, Serli. 2015. Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan Islam. Jurnal Tarbiyah, (online), Volume: 1 No: 1(http//:www.journal.uinsgd.ac.id, diakses 09 April 2016). Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Saefudin, Didin. 2002. Zaman Keemasan Islam. Jakarta:Grasindo. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sodiqin, Ali dkk. 2004. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik hingga Modern. Cet-2, Yogyakarta: LESFI Suryabrata, Sumadi. 1995. Metodologi Penelitian. Cet-IX, Jakarta: Raja grafindo Persada. Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Cet-1, Jakarta: Prenada Media Syalabi, Ahmad. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam III. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru Tim Penyusun Ensiklopedi. 1993. Ensiklopedi Islam. Cet-1. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve Tim Penyusun Ensiklopedi Indonesia. 1990. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta : PT. Ichtiar baru van hoeve Witherington H.C. 1991. Psikologi Pendidikan, Terjemahan oleh M. Bukhori. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Zuhairini dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. Cet-2, Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Jakarta: Direktorat DAFTAR NILAI SKK Nama : Laily Agustini Jurusan : PAI NIM Dosen P.A. : Dr. Adang Kuswaya,M.Ag. : 111-12-199 No 1 2 3 4 5 5 Nama Kegiatan Tanggal Piagam Penghargaan OPAK STAIN 5-7 September Salatiga 2012 Piagam Nilai Peserta 3 Peserta 3 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 4 2012 Penghargaan OPAK 8-9 September Tarbiyah STAIN Salatiga 2012 2012 Piagam Penghargaan Orientas Dasar 10 September Keislaman (ODK) STAIN Salatiga 2012 Sertifikat Seminar Entrepreneurship 11 September Dan Perkoperasian 2012 2012 Piagam Penghargaan Achievement 12 September Motivation Training (AMT) 2012 Sertifikat UPT Perpustakaan STAIN 13 September Salatiga 2012 Sertifikat Pra Youth Leadership 6 Oktober 2012 6 Keterangan Training “Surat Cinta Pembasmi Galau” Certificate Comunicative English 13-14 Oktober 7 Club (CEC) “English Friendship 2012 Camp and Sosial Work in Merbabu Foothill 2012” Piagam Penghargaan Gema Ittaqo “ 27-28 October 8 Aktualisasi Bahasa Arab dalam 2012 Menjaga Khazanah Keilmuan Islam Mutakhir” 9 Seminar Regional “ Indonesia Satu”. 29 Oktober 2012 Sertifikat Diskusi Publik Dan Rujak 9 November 2012 10 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 8 Peserta 8 Peserta 2 Peserta 8 Party “Merefleksi Hari Pahlawan bagi Para Perempuan Muda (Pemudi)” 11 Sertifikat penerimaan Anggota Baru 17 – 18 November JQH STAIN Salatiga Piagam 12 2012 Penghargaan “Tafsir 1 Desember 2012 Tematik dalam Upaya Menjawab Persoalan Israel dan Palestina. Landasan QS. Al Fath: 26-27” 13 14 Sertifikat Bedah Buku “24 Cara 5 Desember 2012 Mendongkrak IPK” Piagam Pelatihan Kaligrafi Piagam Penghargaan Pencegahan 15 NAPZA, 8 Desember 2012 “Seminar 29 April 2013 HIV/AIDS Mewaspadai Pergaulan Bebas untuk membentuk remaja yang tangguh dan Launching PIK SAHAJA” 16 Sertifikat Gorah Masal dan 24-25 Mei 2013 Bimbingan Tilawah Nasional Seminar Nasional Entrepreneurship 27 Mei 2013 17 “Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur Generasi Muda” Sertifikat Akhirussanah Ma‟had 30 Juni 2013 STAIN Salatiga “Pesantren Sebagai 18 Wadah Perkembangan Karakter Pemuda Islam yang Berakhlakul Karimah dan Bernalar Ilmiah” 19 Seminar Nasional Sains dan Aplikasi 25 September Komputasi 2013 Sertifikat 20 Pendidikan Dasar 27 -29 Desember Peserta 2 Peserta 8 Peserta 8 Peserta 8 Peserta 2 Panitia 3 Peserta 8 Peserta 2 Pengurus 4 Peserta 8 Perkoperasian “Menumbuhkan Jiwa 2013 Berwirausaha melalui Koperasi Mahasiswa” 21 Seminar Nasional “Korupsi Dalam 29 Januari 2014 Kepelbagaian” Piagam Sarasehan Akbar Bersama 15 Maret 2014 22 Tokoh Nasional “Komitmen Politik Islam dalam menata Arah Masa Depan Bangsa Indonesia” Sertifikat pelatihan ”Pemasyarakatan 25 Maret 2014 23 Pemahaman Koperasi Melalui Gerakan Kewirausahaan Nasional” Sertifikat Training of Trainer (TOT) 27-28 September 24 “Menguatkan Jiwa Berkoperasi dan 2014 Mental Entrepreneurship”. Sertifikat 25 Pendidikan Dasar 28 November 2014 Perkoperasian (PDP) “Membangun Jiwa Entrepreneur Dengan Berkoperasi” 26 27 Piagam Workshop 16 Desember 2014 Nasional Seminar Harmonisasi Lingkungan Surat 28 Penghargaan Keputusan Pengurus Koperasi 27 Desember 2014 Pengangkatan 17 Maret 2015 Mahasiswa (KOPMA) Fatawa IAIN Salatiga Masa Bakti 2015 Seminar 29 Nasional “Peranan 15 April 2015 Technopreneur dalam Mendukung Program Pemerintah Melalui DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Laily Agustini Tempat,tanggal lahir : Jaya Bhakti, 29 Agustus 1993 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat Asal : RT.03/RW.01 Desa Jaya Bhakti, Kec. Mesuji, Kab.OKI Sumatera Selatan Nama Ayah : Sriyono Pekerjaan : Petani Nama Ibu : Siti Sopiyah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat Orang Tua : RT.03/RW.01 Desa Jaya Bhakti, Kec. Mesuji, Kab.OKI Sumatera Selatan Jenjang Pendidikan : a. SD Negeri 11 Jaya Bhakti 1999 – 2005 b. MTs Nurul Qolam 2005 – 2008 c. SMK Negeri 1 Kayuagung 2008 – 2011 d. IAIN Salatiga 2012 –sekarang Salatiga, 02 Mei 2016 Penulis Laily Agustini