Jurnal Farmasi Higea, Vol. 2, No. 1, 2010 ISOLASI FLAVONOID DARI HERBA Sida Rhombifolia, Linn. Junuarti Jubahar, Husnal Hayati, Krisyanella Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang Abstract Flavonoid compounds have been isolated from Sida rhombifolia, Linn herbs. One kilogram of the dried herbs produced 1,7339 g ( 0.17339 % ) congealed extract and 3.87 mg of flavonoid A. Flavonoid A was yellow in colour, amorph solid which was decomposed at 232-234º C. Based on ultraviolet and infrared data and product of its hydrolysis, compound A was Flavonol-3-O-Galaktose. Keyword : Flavonoid compounds, Sida Rhombifolia Herbs steroid dan asam amino. Masing-masing zat kimia tersebut ditemui pada bagian yang berbeda-beda pada tanaman. Alkaloid dan steroid ditemui pada akar. Alkaloid, kalsium oksalat, saponin, fenol, asam amino, dan minyak atsiri ditemui pada daun. Kalsium oksalat dan tanin ditemui pada batang (Dalimarta, 2003). Pendahuluan Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman nenek moyang dan sudah meluas sampai sekarang. Obat tradisional memiliki manfaat yang beranekaragam misalnya untuk pengobatan, mencegah penyakit dan meningkatkan stamina. Kebanyakan orang memilih obat tradisional untuk penyembuhan penyakit karena mudah didapatkan dan tidak memiliki efek samping yang membahayakan dalam penggunaannya. Upaya pengobatan dengan obat-obat tradisional merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan sekaligus merupakan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan (Depkes RI, 1995; Depkes RI, 1989; Djoko, 1995). Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba melakukan isolasi Flavonoid dari herba S. rhombifolia, Linn. Isolasi dilakukan dengan metode perebusan kemudian difraksinasi. Pemisahan dilakukan dengan kromatografi kolom yang dimonitor dengan kromatografi kertas dan selanjutnya dimurnikan. Senyawa hasil isolasi dikarakterisasi dengan menentukan organoleptis, sifat fisika, kimia, dan analisis fisiko kimia. Metode Penelitian Sida rhombifolia, Linn adalah salah satu tanaman yang telah dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Tanaman ini memiliki nama daerah yang berbeda-beda seperti Saliguri (Minangkabau), Sidaguri (Melayu, Jawa Tengah), Sidagori (Sunda), Taghuri (Madura), Kahindu (Sumba), Hutugamo (Halmahera), Digo (Ternate). S. rhombifolia, Linn memiliki khasiat sebagai anti inflamasi, diuretik, dan analgesik. S. rhombifolia, Linn juga digunakan untuk pengobatan kulit gatal, bisul, borok, kudis, cacing, demam, rematik, disentri dan ketombe. Selain itu, sebagai obat sariawan, obat bengkak, peluruh haid, sakit perut, dan sengatan serangga biasa. Akhir-akhir ini S. rhombifolia, Linn banyak dimanfaatkan untuk penyakit asam urat (Depkes RI, 1995; Kusuma, 1995; Heyne, 1987). Alat Seperangkat alat destilasi, seperangkat alat rotary evaporator, wadah maserasi (botol gelap), pinset, lumpang dan stamfer, timbangan, timbangan analitik, oven, bejana KKt (chamber), kertas Whatman 3 MM, plat KLT, kolom kromatografi dengan berbagai ukuran, lampu UV, spektrofotometer UV-Vis 1700 (Shimadzu®), spektrofotometer IR Perkin Elmer 735, Fisher Jhon Melting Point Apparatus dan seperangkat alat gelas. Bahan Herba S. rhombifolia yang basah, n-heksana, etil asetat, metanol, butanol, aquadest, natrium sulfat anhidrat, serbuk Mg, amoniak, kloralhidras, H2SO4 2N, H2SO4p, HClp, FeCl3, norit, silika gel 60 PF254, Sephadex LH-20, asam asetat glasial, NaOH p, pereaksi citroborax, kalium iodida, pasir bersih, pereaksi mayer, pereaksi dragendorff, larutan BAA Tanaman S. rhombifolia, Linn merupakan tanaman semak, tingginya mencapai 2 meter. S. rhombifolia, Linn memiliki sifat khas manis dan mendinginkan. Kandungan utama tanaman ini adalah tanin, flavonoid, saponin, alkaloid dan glikosida. Disamping itu juga ditemui kalsium oksalat, fenol, 13 Jurnal Farmasi Higea, Vol. 2, No. 1, 2010 (4:1:5), asam asetat 15%, larutan aseton-air, asam borax, asam sitrat. Pengambilan Sampel dengan cara mengambil 3 mL lapisan air, lalu dipisahkan dalam tabung reaksi kemudian dikocok kuat, jika terbentuk busa yang bila dibiarkan selama 15 menit tidak berubah berarti positif adanya saponin. Lapisan kloroform disaring dengan norit dalam pipet tetes dan dibiarkan mengering. Setelah kering tambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah berarti positif terpenoid, sedangkan warna biru atau hijau berarti positif steroid. Sampel yang digunakan adalah bagian pucuk, daun dan bunga segar dari herba S. rhombifolia. Sampel diambil di daerah Muara Labuh, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Identifikasi Sampel Sampel tumbuhan S. rhombifolia diidentifikasi di Herbarium Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat. Dengan nomor koleksi SRh-03. 4. Pemeriksaan Flavonoid Sebanyak 4 g tumbuhan segar S. rhombifolia dipotong halus, dimasukan dalam tabung reaksi, didihkan dengan 25 mL etanol, dan saring selagi panas. Filtrat diuapkan sampai setengahnya, lalu tambahkan beberapa tetes HClp dan serbuk Mg. Terbentuknya warna merah menunjukan positif flavonoid. Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia S. rhombifolia, Linn 1. Pemeriksaan Alkaloid Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan metode Culvenor-fitzgerald, yaitu sebanyak 4 g herba segar S.rhombifolia digerus dalam lumpang dengan bantuan pasir bersih dan ditambahkan 10 mL kloroform (CHCl3). Setelah itu ditambahkan 10 mL larutan kloroform-amoniak 0,05 N, lalu digerus dan disaring ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 0,5 mL asam sulfat (H2SO4) 2 N, kemudian dikocok selama 2 menit dan biarkan sampai terjadi pemisahan. Ambil lapisan asam, dan pindahkan ke tabung reaksi lain, kemudian tambahkan beberapa tetes pereaksi Mayer. Reaksi positif ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih atau endapan putih yang tidak dapat dituang. Dengan penambahan beberapa tetes pereaksi dragendorf, terbentuknya warna jingga menunjukan positif alkaloid. Ekstraksi dan Fraksinasi S. rhombifolia sebanyak 1 kg di potong - potong kecil lebih kurang 2 cm direbus dengan 2 liter aquadest di dalam penangas, setelah 1 jam mendidih langsung disaring selagi panas dengan menggunakan corong dan kapas. Proses perebusan ini dilakukan 2X pengulangan. Hasil gabungan dari kedua air rebusan dimasukan ke dalam corong pisah 2,5 Liter, kemudian difraksinasi dengan butanol 500 mL, hasil fraksinasi kemudian uapkan dengan rotary evaporator. Lalu dilanjutkan lagi dengan butanol 2X250 mL, hasil fraksinasi kemudian diuapkan lagi dengan rotary evaporator, sampai didapatkan ekstrak kental. Kemudian timbang masing-masing berat ekstrak yang didapat. Isolasi dan Pemurnian Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan kromatografi kertas (KKt) dua arah, sebagai fasa diam dipakai kertas Whatman 3 MM, sedangkan sebagai fasa gerak pertama digunakan larutan BAA (4:1:5) dan fasa gerak kedua larutan asam asetat 15%. Dengan cara menotolkan ekstrak butanol pada kertas Whatman dengan ukuran 20X20 cm lalu dimasukan dalam chamber yang berisi larutan fase gerak pertama, setelah itu baru larutan fase gerak kedua. Pemisahan flavonoid kasar dilakukan dengan metoda kromatografi kolom, sebagai fasa diam digunakan silika gel dan fasa gerak digunakan campuran etil asetat-metanol yang kepolarannya ditingkatkan secara SGP (Step Gradien Polarity). Silika gel dimasukan ke dalam kolom yang bersih dimana ujungnya telah dilapisi kapas. Sampel sebanyak 1,7339 g terlebih dahulu dipreabsorpsi dengan cara melarutkan sampel dalam metanol, lalu 2. Pemeriksaan Steroid, Terpenoid, Saponin, dan Senyawa Fenolik Dilakukan berdasarkan metoda Simess (Gritter, et al., 1991). Sebanyak 4 g tumbuhan segar dipotong kecil, didihkan dengan 25 mL etanol selama 15 menit, kemudian disaring selagi panas dan filtratnya dikeringkan di atas penangas air. Ekstrak kering ditambahkan aquadest dan kloroform masing-masing 5 mL, lalu dikocok dan dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan kloroform. Lapisan air digunakan untuk uji saponin, fenolik dan lapisan kloroform digunakan untuk uji terpenoid, steroid. 3. Uji fenolik dilakukan dengan cara menambahkan beberapa tetes FeCl3 pada 0,5 mL larutan lapisan air, reaksi positif dikatakan bila terbentuk warna biru. Uji saponin dilakukan 14 Jurnal Farmasi Higea, Vol. 2, No. 1, 2010 dicampur dengan silika gel sama banyak, kemudian diuapkan sampai kering dengan rotary evaporator dan digerus dalam lupang. Kemudian masukan ke dalam kolom kromatografi yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan dielusi dengan etil asetatmetanol yang kepolarannya ditingkatkan secara SGP. Fraksi yang keluar ditampung dengan vialvial lebih kurang 50 mL sebanyak 11 vial, masingmasing dimonitor dengan KKt dengan eluen asam asetat 15% dan penampak noda lampu UV 365 nm, sehingga didapat dua subfraksi yaitu vial 4 dan 5 yang memiliki noda yang sama dibawah lampu UV 365 nm, warna kuning setelah disemprot citroborax dengan Rf 0,47. Kedua fraksi dipekatkan dengan rotary evaporator dan didapatkan ekstrak kental sebanyak 0,564 g, kemudian dipisahkan kembali dengan menggunakan kolom Sephadex LH-20 yang dielusi dengan metanol. Hasil kolom ditampung lagi dengan vial-vial volume 2 mL sebanyak 67 vial. Pada subfraksi vial 47-51 memberikan pola noda yang sama dibawah lampu UV 365 nm, warna kuning setelah disemprot citroborax. Kelima subfraksi digabung dan dipekatkan dengan rotary evaporator, didapat ekstrak kental sebanyak 0,018 g, lalu dilanjutkan pemurnian dengan menggunakan kolom kecil yang diisi Sephadex LH-20 dan ditampung dalam vial-vial dengan volume 2 mL. Hasil dari tujuh vial di KKt dan didapat vial 2, 3, 4 pola noda yang sama dibawah lampu UV 365 nm, warna kuning setelah disemprot citroborax. flavonoid karena menunjukan reaksi yang positif dengan sianidin test. 3. Penentuan Jarak Leleh Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur titik leleh Fischer johns Melting point Apparatus. Beberapa butir senyawa diletakkan di antara dua kaca objek, kemudian diletakkan di bawah pemanas kaca pembesar dan diatur kenaikan suhunya. Amati perubahan fisik senyawa dan catat suhu awal terurai sampai terurai sempurna, sehingga diperoleh jarak lebur senyawa tersebut. Senyawa yang murni biasanya mempunyai jarak leleh yang tajam dengan selisih 1º sampai 2º C. 4. Pemeriksaan KLT / KKt dan Pemeriksaan Kemurnian Pemeriksaan KKt dilakukan untuk menunjukan kemurnian dan penentuan Rf dari senyawa hasil isolasi dengan fasa gerak yang sesuai. Sebagai penampak noda digunakan lampu UV 365 nm. Noda dinyatakan murni bila terdapat satu noda. Noda yang terlihat dibawah lampu UV ditentukan Rf-nya Untuk senyawa yang tidak memiliki gugus kromofor (tidak terlihat dibawah lampu UV), pemeriksaan kemurnian dilakukan dengan menggunakan penampak noda seperti citroborax. 5. Penentuan Spektrum Ultraviolet Pemeriksaan spektrum UV dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Senyawa hasil isolasi dilarutkan dalam metanol kemudian diukur serapannya. Pemeriksaan pereaksi geser dilakukan dengan penambahan beberapa tetes NaOH 2 N untuk mendeteksi adanya gugus hidroksil bebas pada atom C-3’, C-4’, dan C-7, AlCl3 untuk mendeteksi adanya gugus hidroksil pada C-3 dan C-5, AlCl3/HCl untuk mendeteksi adanya gugus orto-dihidroksi pada cincin A dan B, NaOH untuk mendeteksi adanya gugus hidroksil bebas pada atom C-7 dan NaOAc / H3BO3 untuk mendeteksi gugus orto-dihidrogsi terutama untuk flavon dan flavonol. 6. Spektrofotometer Inframerah Spektrum IR diukur dengan menggunakan alat Infrared Spectrophotometer Perkin Elmer Spectrum One. Kira-kira 1 mg sampel digerus homogen dengan 100 mg kalium bromida. Campuran dikempa dengan kekuatan 10 ton/cm, sehingga terbentuk sebuah pelet yang tipis dan transparan, kemudian diukur serapannya. 7. Hidrolisis Senyawa Flavonoid Senyawa A yang diduga flavonoid, dihidrolisis sebanyak 1 mg dengan melarutkan flavonoid ke dalam metanol dan HCl 4 N (1 : 1) sebanyak 2 mL dan dipanaskan di atas waterbath selama 2 jam. Kemudian diuapkan sampai kering. Sisa penguapan diektraksi dengan etil asetat dan air, masing masing fraksi dipisahkan. Fraksi etil asetat diuapkan sampai kering dan dilarutkan dengan Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi Karakterisasi senyawa hasil isolasi meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan kimia, penentuan titik leleh, pemeriksaan kromatografi lapis tipis, spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer inframerah. 1. Pemeriksaan Organoleptis Pemeriksaan ini meliputi bentuk, warna dan bau senyawa hasil isolasi. Pemeriksaan ini bergunakan untuk karakterisasi awal senyawa hasil isolasi. Senyawa A berupa amorf bewarna kuning. 2. Pemeriksaan Kimia Pemeriksaan ini dilakukan dengan mereaksikan senyawa hasil isolasi dengan pereaksi kimia tertentu yang menunjukan golongan senyawa kimia utama seperti FeCl3 untuk golongan fenolik dan flavonoid, Mg/HCl untuk golongan flavonoid dan Lieberman-Burchard untuk golongan terpenoid/steroid, yaitu besi (III) klorida 5 % b/v untuk mengetahui adanya golongan fenolik, natrium hidroksida 5 % b/v, asam klorida pekat dengan logam magnesium untuk pemeriksaan flavonoid. Senayawa A dielusi dengan pengembang yang sesuai pada kertas whatman, kemudian kertas disemprot dengan penampak noda seperti citroborax. Senyawa A termasuk golongan 15 Jurnal Farmasi Higea, Vol. 2, No. 1, 2010 sedikit metanol kemudian dikromatografi dengan KKt dan eluen asam asetat 15% penampak noda citroborax. Fraksi air dipekatkan lalu dikromatografi dengan plat KLT dan eluen asetonair (9 : 1) penampak noda asam sulfat encer, kromatogram dipanaskan dalam oven, adanya gula ditunjukan oleh noda yang bewarna coklat. NH4OH kuning, HCl/Mg merah, citroborax kuning. Pembahasan Pemeriksaan awal fraksi butanol dilakukan dengan KKt dua arah dengan menggunakan eluen pertama BAA (4:1:5) dan eluen kedua asam asetat 15%, dan noda yang terbentuk dideteksi dengan sinar UV 365 nm dan pereaksi penampak noda citroborax, tujuannya adalah untuk melihat pola penyebaran flavonoid. Bercak kromatogram dari fraksi butanol memberikan satu noda yang besar dan dua noda agak yang kecil. Disimpulkan bahwa flavonoid dari fraksi butanol termasuk flavonol flavonoid. Pemisahan fraksi butanol dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel 60 dengan fasa gerak etil asetat-metanol yang kepolarannya ditingkatkan secara SGP (Step Gradien Polarity) yang dimulai dengan perbandingan etil asetat 100%, etil asetat : metanol 9 : 1, etil asetat : metanol 8 : 2, etil asetat : metanol 7 : 3, etil asetat : metanol 6 : 4, etil asetat : metanol 5 : 5, etil asetat : metanol 4 : 6, etil asetat : metanol 3 : 7, etil asetat : metanol 2 : 8, etil asetat : metanol 1 : 9, dan metanol 100%. Eluen hasil ditampung di dalam vial 15 mL dan diperoleh 11 vial. Masingmasing vial dimonitor dengan KKt menggunakan eluen asam asetat 15% dan dapat diketahui bahwa vial 4 dan 5 memiliki noda yang sama dibawah lampu UV 365 nm, warna kuning setelah disemprot citroborax. Kemudian kedua fraksi dipekatkan dengan rotary evaporator. Penggabungan dari kedua subfraksi kemudian dilakukan kromatografi kolom, sebagai fasa diam digunakan Sephadex LH-20. Penggunaan Sephadex LH-20 sebagai fasa diam pada kromatografi kolom karena cocok untuk senyawa flavonoid, terutama pada pemurnian terakhir, karena Sephadex LH-20 dapat menarik semua senyawa yang polar berdasarkan BM nya dan digunakan metanol sebagai eluennya. Hasil kolom kemudian ditampung dalam vial-vial sebanyak 2 mL dan didapat 67 vial. Pada vial nomor 47-51 memberikan pola noda sama setelah dilihat dibawah lampu UV 365 nm dan bewarna kuning setelah diberi penampak noda citroborax dengan Rf 0,47. Kemudian hasil subfraksi dari kelima vial dipisahkan sedikit untuk uji UV, sisanya digabung dan didiamkan. Dari hasil UV kurang bagus dan masih ada sedikit pengotor kemudian dilanjutkan lagi kolom Sephadex LH-20 dan ditampung didalam vial-vial dengan volume 2 mL. Hasil dari ketujuh vial kemudian dilakukan KKt preparatif dan didapat vial 2, 3, 4 memberikan pola noda yang sama bewarna kuning setelah diberi citroborax dan Hasil dan Pembahasan Hasil 1. 2. Pemeriksaan pendahuluan terhadap kandungan kimia Sida rhombifolia, Linn menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan fenolik. Dari 1 kg tumbuhan segar Sida rhombifolia, Linn didapatkan ekstrak kental butanol sebanyak 1,7339 g ( 0, 17339 % ). 3. Dari fraksi butanol tumbuhan Sida rhombifolia, Linn didapatkan senyawa flavonoid A sebanyak 3,87 mg berupa serbuk amorf, bewarna kuning, tidak berbau, dan terurai pada suhu 232-234º C, KKt dengan eluen asam asetat 15% memberikan Rf 0,47 dan larut dalam metanol. 4. Pemeriksaan KKt dua arah senyawa A dengan eluen BAA (4:1:5) dan Asam asetat 15% menunjukan adanya bercak pada daerah flavonol 3-O-galaktosa yang bewarna kuning dibawah lampu UV pada panjang gelombang 365 nm setelah disemprot citroborax. 5. Analisa gula dengan gula pembanding menunjukan jenis gula yang terdapat pada flavonoid A adalah galaktosa. 6. Spektrum ultra violet flavonoid A memberikan pita I pada 365,00 nm dan pita II 257,60 nm. Dengan penambahan NaOH memperlihatkan adanya pita baru pada 320 nm – 335 nm dan terjadi pergeseran batokromik pada pita I sebesar 52 nm. Pada penambahan NaOAc batokromik sebesar 8 nm pada pita II dan setelah ditambah beberapa tetes H3BO3 terjadi pergeseran batokromik pada pita II sebesar 12 nm. Pada penambahan AlCl3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 40,4 nm pada pita I terhadap pelarut metanol. Setelah ditambah beberapa tetes HCl menunjukan pergeseran hipsokromik sebesar 39,4 nm. 7. Dari hasil pengukuran spektrum Inframerah flavonoid A memberikan serapan 3429 cm-1, 2926 cm-1, 1589 cm-1, 1419 cm-1, 1121 cm-1, 873 cm-1, 525 cm-1. 8. Hasil pemeriksaan flavonoid A dengan pereaksi warna FeCl3 hijau, NaOH kuning, 16 Jurnal Farmasi Higea, Vol. 2, No. 1, 2010 dilihat dibawah lampu UV 365 nm. Dari gabungan ketiga noda didapatkan senyawa berbentuk amorf yang mempunyai Rf 0,47 dengan eluen asam asetat 15%. Senyawa A dihidrolisis sebanyak 1 mg dengan menggunakan HCl 4 N dengan cara pemanasan selama 2 jam. Setelah HCl menguap maka hasil hidrolisis diektraksi dengan etil asetat dan air. Ektraksi menggunakan etil asetat untuk memisahkan aglikon dari gulanya. Aglikon dalam fraksi etil asetat dan gula dalam fraksi air. Hasil hidrolisis ini kemudian dikromatografi selulosa agar noda yang dielusi nampak jelas. Dari hasil hidrolisis diketahui bahwa bercak tidak naik dengan eluen asam asetat 15%, karena flavonoid tidak berupa aglikon yang bersifat tidak polar. Hasil kromatografi kertas mempertegas bahwa senyawa A termasuk golongan flavonol-O-glikosida. Flavonoid O-glikosida ini lebih mudah terputus ikatannya dari pada flavonoid C-glikosida bila dihidrolisis. Fraksi air digunakan untuk hidrolisis gula dengan eluen aseton-air (9 : 1), penampak noda asam sulfat encer dengan memakai gula pembanding (glukosa, ramnosa, xilosa, arabinosa, galaktosa) untuk mengetahui jenis gulanya. Dari hasil hidrolisis gula noda yang sama dengan gula pembanding adalah galaktosa (Rf 0,47), yang ditunjukan oleh noda yang bewarna coklat setelah dipanaskan dalam oven beberapa menit (T=100ºC). Jadi hasil hidrolisis, ternyata flavonoid yang didapat berupa glikosida flavonoid dengan gula galaktosa. Untuk menentukan jenis flavonoid dapat digunakan beberapa pereaksi warna, diantara ini dapat digunakan dan memberikan warna yang berbedabeda khusus untuk amoniak, dapat kita membedakan jenis flavonoid. Untuk karakterisasi senyawa A dilakukan pemeriksaan spektrum ultraviolet, dari reaksi kimia dengan sianidin test senyawa A positif flavonoid, sehingga kemudian diukur panjang gelombang maksimum dalam pelarut metanol dan dilakukan penambahan pereaksi geser dengan NaOH, AlCl3/HCl, NaOAc/H3BO3. Pemeriksaan dengan menggunakan pereaksi geser, bertujuan untuk menentuk pola oksigenasi, letak gugus hidroksil, dan bahkan secara tidak langsung dapat menentukan ada atau tidak metil yang tidak terikat pada gugus hidroksil. Pemeriksaan spektrum UV dari senyawa A dalam pelarut metanol menunjukan dua puncak maksimum yang merupakan ciri khas dari flavonoid dengan cincin II 257,60 dan cincin I 356,00. Setelah dihidrolisis panjang gelombang 256,80 nm pada pita II dan 369,00 nm pada pita I. Dari pola spektrum, panjang gelombang maksimum dan KKt dua arah menggunakan eluen BAA (4:1:5) dan asam asetat 15% menunjukan bahwa senyawa A merupakan flavonoid golongan flavonol (250 nm - 360 nm). Untuk mengetahui struktur senyawa A maka dilakukan pereaksi geser dengan spektrum UV. Penambahan beberapa tetes NaOH mengakibatkan pergeseran batokromik diikuti dengan peningkatan intensitas yang mengindikasikan adanya 4 OH pada cincin B dengan pergeseran pada pita I sebesar 52 nm, tidak terjadinya penurunan intensitas memberikan dugaan bahwa ada subtitusi pada C 3. Terbentuknya pita baru pada 320 nm – 335 nm menunjukan adanya 7 OH. Hal ini diperkuat dengan pola KKt dua arah menurut pola penyebaran flavonoid oleh Markham dimana senyawa A berada pada golongan flavonol-3-Ogalaktosa, dengan KKt senyawa A eluen asam asetat 15% menunjukan Rf 0,47 yang berarti bahwa flavonol terikat dengan dua gugus gula. Kemungkinan gugus gula terikat pada C 3. Pada penambahan NaOAc terjadi pergeseran batokromik sebesar 8 nm terhadap pereaksi geser metanol menunjukan adanya 7 OH. Pada penambahan H3BO3 terjadi pergeseran batokromik sebesar 12 nm menunjukan O di OH pada cincin B. Pada penambahan AlCl3 terjadi pergeseran batokromik pada pita I sebesar 40,4 nm menunjukan ada gugus OH pada C 5. Pada penambahan HCl pada AlCl3 menunjukan pergeseran hipsokromik sebesar 39,4 nm menunjukan adanya gugus ortodihidroksi pada 3΄ dan 4΄ cincin B. Untuk mengetahui adanya gugus fungsi yang terdapat pada senyawa A maka dilakukan karakterisasi dengan menggunakan spektrum IR. Pada spektrum IR, bilangan gelombang tertentu menunjukan gugus fungsi yang spesifik pada suatu senyawa organik. Pemeriksaan terhadap senyawa A memiliki serapan yang kuat pada bilangan gelombang 3429 cm-1, yang diduga berasal dari regang OH, serta serapan pada bilangan gelombang 1589 cm-1 menunjukan adanya regangan C=O. Berdasarkan KKt dan spektrum UV dengan menggunakan pereaksi geser serta menggunakan pereaksi warna diduga flavonoid A merupakan Flavonol–3–O-Galaktosa dengan stuktur adalah : Gambar 1. Struktur Flavonol-3-O-Galaktosa 17 Jurnal Farmasi Higea, Vol. 2, No. 1, 2010 Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Materia Medika, Jilid VI, Jakarta Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap bagian ujung pucuk daun, bunga Sida rhombifolia, Linn dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari 1 kg sampel segar Sida rhombifolia, Linn didapatkan ekstrak kental butanol sebanyak 1,7339 g ( 0,17339 % ) dengan flavonoid 3,87 mg. 2. Flavonoid A serbuk amorf, bewarna kuning, tidak berbau, larut dalam metanol, suhu terurai 232-234ºC. 3. Dari data kromatografi kertas, suhu terurai, reaksi warna, spektrum ultraviolet dengan beberapa pereaksi geser, spektrum IR serta hasil hidrolisis diduga flavonoid A yang diperoleh berupa senyawa flavonol-3-OGalaktosa. Departemen Kesehatan RI, 1995, Himpunan Peraturan Perundang-undangan bidang Kesehatan 1994-1995, Mitra Info, Jakarta Departemen Kesehatan RI, 1989, Vedemencum Bahan Alam, Jakarta Hargono, D. dkk., 1995, Pemanfaatan Tanaman Obat untuk Kesehatan Keluarga, Rineka Cipta, Jakarta Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta Kusuma,W H, M., 1995, Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia, Jilid ke-3, Cetakan ke-2, Pustaka Kartini, Jakarta Daftar Pustaka Dalimartha, S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia ed III, Puspa Swara, Jakarta 18