BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Strategi Pembelajaran Belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi. Supaya hal tersebut dapat terlaksana dengan baik maka diperlukan suatu strategi pembelajaran yang tepat. 2.1.1 Pengertian Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu strategi dan pembelajaran. Sebelum lebih jauh mengartikan strategi pembelajaran, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang strategi. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani, sebagai kata benda, strategos, merupakan gabungan kata “stratos” (militer) dan “ago” (memimpin), sebagai kata kerja, stratego, berarti merencanakan (to plan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Sedangkan secara umum strategi mengandung pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. 8 9 Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa yaitu kegiatan siswa yang direncanakan guru untuk dialami siswa selama kegiatan belajar mengajar (Arifin, 2003). Pembelajaran mempunyai pengertian lebih luas dari pada pengajaran. Pengajaran menunjuk pada konteks hubungan guru-murid dan ruang formal, sedangkan pembelajaran mencakup belajar-mengajar yang tetap dapat berlangsung tanpa kehadiran guru secara fisik. Dalam pembelajaran ini ditetapkan proses belajar-mengajar dengan segala usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber belajar agar terjadi kegiatan belajar siswa. Keadaan inilah yang menyebabkan dibedakannya istilah pengajaran dan pembelajaran. Strategi yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar disebut strategi pembelajaran. Menurut David (dalam Sanjaya, 2007) strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal. Dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari pengertian tersebut dapat dicermati bahwa strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran. Selain itu strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya. Bagaimanapun bagus dan idealnya tujuan yang harus dicapai tanpa strategi yang tepat untuk mencapainya, maka tujuan itu tidak 10 mungkin dapat tercapai. Strategi digunakan sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa didalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik. 2.1.2. Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Menurut Rowntree (1974) sebagaimana yang dikutip oleh Wina Sanjaya mengelompokkan ke dalam strategi penyampaian-penemuan atau expositiondiscovery learning, dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran individual atau groups-individual learning. Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Sebagaimana yang dikutip oleh Wina, Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Mengapa dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai 11 fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung. Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan, dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, atau belajar bahasa melalui kaset audio. Berbeda dengan strategi pembelajaran individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja; sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran induktif. Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran 12 yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahanlahan menuju hal yang konkrit. Strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkrit atu contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran dari khusus ke umum. 2.1.3 Penerapan Strategi Pembelajaran Keberhasilan seorang guru menerapkan suau strategi pembelajaran, sangat tergantung dari kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber belajar, dan karakteristik bidang studi. Hasil analisis terhadap kondisi pembelajaran tersebut dapat dijadikan pijakan dasar dalam menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Dalam proses pembelajaran, guru harus menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Adanya perbedaan tujuan akan beimplikasi pula pada adanya perbedaan strategi pembelajaran yang harus diterapkan. Karakteristik siswa yang amat kompleks juga harus dijadikan pijakan dasar dalam menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Tanpa mempertimbangan karakteristik tersebut, maka penerapan strategi pembelajaran tertentu tidak bisa mencapai hasil pembelajaran yang maksimal. Misalnya siswa 13 yang mempunyai motivasi belajar yang rendah dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi tentu membutuhkan strategi yang berbeda dalam pembelajaran. Setiap strategi pembelajaran digunakan untuk materi/isi pembelajaran tertentu dan juga membutuhkan media/sumber belajar tertentu. Langkah pertama dalam mengembangkan media adalah melakukan analisis kebutuhan. Perumusan tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembelajaran. Tujuan dapat memberi arah kepada proses pembelajaran yang dilakukan, dan tujuan pembelajaran dapat menjadi acuan dalam mengukur apakah tindakan kita benar atau salah. Dari tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan selanjutnya adalah mengembangkan butir-butir materi pembelajaran. Materi harus terkait dengan tujuan dan setelah materi dirumuskan baru dibuat alat untuk mengukur keberhasilan belajar. Tahap selanjutnya adalah mengembangkan media pembelajaran. Untuk melihat validitas media pembelajarn, harus dilakukan uji coba. Jika ternyata masih ada kekurangan pada media maka harus dilakukan revisi. Perbedaan struktur bidang studi membutuhkan strategi pembelajaran yang berbeda pula. Misalnya dalam mata pelajaran sejarah seorang guru dapat memulai pembelajaran dari pokok bahasan apa saja, sebaliknya mata pelajaran matematika tidak bisa dilakukan seperti itu. Itulah sebabnya, pemahaman seorang guru terhadap struktur bidang studi yang diajarkannya sangat penting dalam penetapan metode pembelajaran yang akan digunakan. 14 2.2 Representasi Kimia dan Intertekstualitas Menurut Gabel kimia merupakan subyek yang abstrak dan sulit untuk dipelajari. Oleh sebab itu, dalam mengajarkannya guru menggunakan alat yang dapat memvisualisasikannya seperti representasi dengan diagram, deskripsi secara lisan, representasi simbolik dan model untuk membantu menyampaikan makna dari istilahistilah dan konsep baru. Menurut Johnstone konsep kimia umumnya dapat direpresentasikan pada tiga level yang berbeda, yaitu: 1. Level makroskopik yaitu fenomena kimia yang dapat diamati termasuk yang berkenaan dengan pengalaman siswa sehari-hari. 2. Level mikroskopik yaitu partikel mikroskopik yang tidak dapat dilihat secara langsung seperti molekul, elektron dan atom. 3. Level simbolik yaitu represntasi fenomena kimia dengan menggunakan berbagai macam media termasuk gambar, aljabar, dan bentuk-bentuk komputasi. Pada level makroskopik, fenomena kimia bisa diamati seperti mentega yang meleleh atau lilin yang terbakar. Untuk menjelaskan fenomena ini dengan lebih baik, para ahli kimia mengembangkan konsep dan model dari atom dan molekul. Pada level mikroskopik atau molekuler, lilin yang terbakar merupakan proses kimia dimana atom karbon dari lilin bereaksi dengan molekul oksigen dari udara dan menghasilkan molekul karbondioksida. Cara lain untuk merepresentasikan proses ini yaitu dengan menggunakan persamaan kimia dengan simbol, formula atau bilangan 15 seperti C(s) + O2(g) → CO2(g). seperti yang ditunjukkan dalam contoh tersebut, para ahli kimia merepresentasikan fenomena yang bisa diamati dengan atom dan molekul, dan menerjemahkannya kedalam simbol dan formula. Ketiga level representasi kimia ini saling berhubungan dan berkontribusi dalam pembentukan makna dan pemahaman siswa terhadap kimia. Berdasarkan hal tersebut, representasi kimia bisa digambarkan seperti dibawah ini: Makroskopis Mikroskopis Simbolik Gambar 2.1 Representasi Ilmu Kimia Pembelajaran yang hanya mengutamakan salah satu level representasi dari ketiga level representasi ilmu kimia tersebut, akan membuat pelajaran kimia menjadi sulit dipahami secara utuh oleh siswa atau bahkan dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. (Gall D, David F, Mauro, 2002) Pertautan yang dibangun siswa diantara representasi, pengalaman hidup sehari-hari, dan kejadian-kejadian dikelas dapat dipandang sebagai suatu hubungan intertekstualitas. Dengan demikian intertekstualitas dalam ilmu kimia yang dimaksud yaitu kaitan antara representasi kimia, pengalaman hidup sehari-hari dan kejadian- 16 kejadian didalam kelas yang dibangun siswa untuk memahami ilmu kimia. Atau dengan kata lain, intertekstualitas dapat menjadi sumber untuk membangun aspek kognitif atau strategi belajar siswa untuk memahami representasi-representasi baru (Wu, 2003). Hubungan intertekstual dapat terjadi diantara kehidupan sehari-hari diluar sekolah dengan representasi kimia aspek makroskopik (Wu, 2003). Dalam proses pembelajarannya, proses-proses kimia pada aspek makroskopik diambil dari situasi nyata dan biasanya diramu sebagai aktivitas laboratorium. Untuk menjembatani “jurang pemisah diantara pengalaman sehari-hari dengan pengalaman belajar siswa disekolah, hubungan intertekstual yang pertama kali harus dibangun yaitu antara situasi nyata (pengalaman siswa sehari-hari) dengan aspek makroskopik kimia (Wu, 2003), sehingga memberi kesempatan bagi siswa untuk melihat bagaimana sains di sekolah dihubungkan dengan kehidupannya serta bagaimana pengetahuan sains tersebut diaplikasikan. 2.3 Deskripsi Materi titrasi Asam Basa Larutan asam mengandung ion H+ dan anion suatu sisa asam, sedangkan larutan basa mengandung ion OH- dan suatu kation logam. HA(aq) → H+(aq) + A-(aq) LOH(aq) → L+(aq) + OH-(aq) Apa yang terjadi jika suatu larutan asam dicampurkan dengan suatu larutan basa? Oleh karena nilai tetapan ionisasi air (Kw) relatif sangat kecil, maka sudah 17 dapat dipastikan bahwa ion H+ dari asam akan bereaksi dengan ion OH- dari basa membentuk air. Dengan kata lain, ion H+ akan dinetralkan oleh ion OH- membentuk molekul netral H2O. Oleh karena itu reaksi antara larutan asam dan larutan basa disebut reaksi penetralan. Reaksi penetralan: H+(aq) + OH-(aq) → H2O(l) Asam Basa Air Selanjutnya apa yang terjadi dengan ion negatif sisa asam dan ion positif basa? Ion-ion tersebut akan bergabung membentuk senyawa ion yang disebut garam. Jika garam yang terbentuk itu mudah larut dalam air, maka ion-ion akan tetap berada dalam larutan. Namun, jika garam tersebut sukar larut, maka senyawa itu akan membentuk endapan. Jadi reaksi asam dengan basa menghasilkan garam dan air. Asam + Basa → Garam + Air Sebagai contoh kita lihat reaksi antara larutan HCl dan larutan NaOH. Dalam larutan HCl terdapat spesi H+, Cl- dan H2O. Dalam larutan NaOH terdapat spesi Na+, OHdan H2O. Jika kedua larutan dicampurkan maka ion H+ (dapat dituliskan sebagai H3O+) dari HCl dan ion OH- dari NaOH akan bergabung membentuk H2O. Selanjutnya ketika reaksi sudah selesai, maka komponen yang terdapat dalam hasil reaksi terdiri dari Na+, Cl-, dan H2O. Reaksi tersebut dapat dituliskan dalam berbagai bentuk, yaitu: Reaksi lengkap: HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) 18 Reaksi ion : H+(aq) + Cl-(aq) + Na+(aq) + OH-(aq) → Na+(aq) + Cl-(aq) + H2O(l) Reaksi ion bersih: H+(aq) + OH-(aq) → H2O(l) Reaksi netralisasi ini dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu asam dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya atau sebaliknya, menentukan kadar suatu basa dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui kadarnya. Salah satu metode penentuan kadar suatu larutan asam atau basa berdasarkan reaksi netralisasi disebut titrasi asam basa. Gambar 2.2. Set alat titrasi Titrasi melibatkan larutan dengan konsentrasi yang diketahui, larutan yang akan ditentukan konsentrasinya, dan indikator. Larutan yang konsentrasinya yang 19 diketahui (titran) ditempatkan dalam buret. Larutan yang akan ditentukan konsentrasinya (titrat) dan indikator ditempatkan dalam labu erlenmeyer. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam titrasi asam basa: 1. Zat penitrasi (titran) dimasukkan ke dalam buret. 2. Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada erlenmeyer. Ditempatkan tepat dibawah buret. 3. Tambahkan indikator yang sesuai. 4. Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, labu erlenmeyer tepat dibawah ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih atau tissu putih di bawah labu erlenmeyer. 5. Atur larutan yang keluar dari buret (dikeluarkan sedikit demi sedikit) sampai mencapai keadaan ekivalen yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekivalen. Proses titrasi dapat dibagi menjadi beberapa tahap berdasarkan pH larutan yaitu tahap awal titrasi, titik setengah netralisasi, titik ekivalen dan tahap setelah titik ekivalen. 20 Hasil titrasi dapat diungkapkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan pH dengan volume titran yang ditambahkan yang disebut kurva titrasi. Pola kurva titrasi dapat dibedakan berdasarkan jenis larutan penitrasi dan larutan yang dititrasi. Macam-macam titrasi berdasarkan jenis larutan penitrasi dan larutan yang dititrasi dapat dibedakan menjadi empat yaitu titrasi asam kuat dengan basa kuat, titrasi asam lemah dengan basa kuat, titrasi asam kuat dengan basa lemah dan titrasi asam lemah dengan basa lemah. Titrasi asam lemah dengan basa lemah tidak dapat dilakukan karena tidak ada indikator yang dapat digunakan. 2.3.1 Titrasi asam kuat dengan basa kuat Contoh: titrasi HCl oleh NaOH Persamaan reaksi: HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) Gambar 2.3 Kurva titrasi asam kuat oleh basa kuat 21 Keterangan: 1. Pada awal titrasi sebelum NaOH ditambahkan ke dalam larutan pada erlenmeyer spesi utama dalam larutan adalah H+, Cl- dan H2O. Karena terdapat sejumlah besar H+ dalam larutan maka pH larutan sangat rendah. 2. Pada titik setengah netralisasi penambahan sejumlah OH- menghasilkan perubahan pH yang kecil. Spesi utama yang ada dalam larutan adalah Na+, H+, Cl-, dan H2O. Namun demikian, mendekati titik ekivalen konsentrasi H+ relatif sedikit, sehingga penambahan sejumlah kecil OH- menghasilkan perubahan pH yang sangat besar. 3. Pada titik ekivalen, semua ion H+ dalam larutan tepat habis bereaksi dengan ion OH- yang ditambahkan sehingga spesi utama dalam larutan adalah Na+, Cl-, dan H2O. pH larutan pada titik ekivalen adalah 7. 4. Penambahan NaOH setelah titik ekivalen menyebabkan dalam larutan terdapat kelebihan ion OH- sehingga spesi utama dalam larutan adalah Na+, Cl-, OH- dan H2O dan pH larutan meningkat menjadi diatas 7. 2.3.2 Titrasi asam lemah dengan basa kuat Contoh: titrasi CH3COOH oleh NaOH Persamaan reaksi: CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l) 22 Gambar 2.5 Kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat Keterangan: 1. Pada tahap awal titrasi sebelum NaOH ditambahkan, spesi utama dalam larutan adalah CH3COOH dan H2O. Untuk menghitung pH larutan kita harus menggunakan pKa. 2. Pada titik setengah netral, ketika ditambahkan NaOH kedalam larutan CH3COOH, reaksi yang terjadi akan menghasilkan CH3COO-. Adanya CH3COO- dan CH3COOH dalam larutan akan menyebabkan larutan bersifat penyangga sehingga pada tahap ini kenaikan pH sangat perlahan. 3. Pada titik ekivalen, semua CH3COOH telah bereaksi menjadi CH3COO-. CH3COO- merupakan suatu basa konjugat dari asam asetat dan memiliki afinitas kuat terhadap proton, sedangkan sumber utama proton dalam larutan adalah air maka basa konjugat akan bereaksi dengan air (terhidrolisis) menghasilkan CH3COOH dan OH- sehingga nilai pH pada titik ekivalen > 7. 23 4. Setelah titik ekivalen, penambahan NaOH lebih lanjut akan menyebabkan larutan menjadi semakin basa dan spesi utama dalam larutan adalah Na+, CH3COO-, OH-, dan H2O. 2.3.3 Titrasi asam kuat dengan basa lemah Contoh: titrasi NH3 oleh HCl Persamaan reaksi: NH3(aq) + HCl(aq) ⇆ NH4Cl(aq) + H2O(l) Gambar 2.6 Kurva titrasi asam kuat oleh basa lemah Keterangan: 1. Pada tahap awal titrasi sebelum HCl ditambahkan, spesi utama dalam larutan adalah NH3 dan H2O. 2. Pada titik setengah netralisasi, ketika ditambahkan HCl ke dalam erlenmeyer, reaksi netralisasi akan menghasilkan NH4+, jadi di dalam larutan terdapat 24 NH4+ dan NH3. Adanya spesi ini menyebabkan larutan bersifat penyangga sehingga pada tahap ini penurunan pH sangat perlahan. 3. Pada titik ekivalen larutan mengandung NH4+ yang bisa terhidrolisis menghasilkan ion H+ sehingga pH pada titik ekivalen kurang dari 7. 4. Setelah titik ekivalen, penambahan HCl lebih lanjut akan menyebabkan larutan semakin asam sehingga pH-nya akan semakin turun. Kadar asam atau basa dalam suatu larutan dapat ditentukan dari data hasil titrasi karena pada saat tercapai titik ekivalen, mol H+ = mol OHKarena mol H+ = mol OH-, maka: a x Masam x Vasam = b x Mbasa x Vbasa Keterangan: a = valensi asam Masam = konsentrasi asam Vasam = volume asam b = valensi basa Mbasa = konsentrasi basa Vbasa = volume basa 25 Untuk titrasi asam lemah dan basa kuat, pada saat terjadi larutan penyangga atau buffer: [ ܪା ] = ܭ Pada saat [HA] = [A-], maka : Ka = [H+] []ܣܪ []ିܣ