Didukung: IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA DARI REDAKSI (1) Musik: Dari Teknik Akustik Hingga Elektronika dan Informatika Bicara tentang musik bagaikan menjelajahi dunia tersendiri. Sangat luas dan tidak pernah selesai. Musik juga adalah satu jenis seni yang mungkin paling banyak diapresiasi oleh warga dunia, dan terus bergerak berkat kemajuan teknologi yang memengaruhi perkembangan alat-alat musik, pemutar musik, proses dan industri perekaman, studio musik, hingga bisnis pertunjukan musik. Saat ini, musik tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, namun digunakan juga dalam bidang kesehatan. Alat-alat musik pertama di dunia menggunakan teknik akustik sederhana untuk menghasilkan suara, seperti banyak jenis gendang dan suling. Teknik akustik ini masih digunakan untuk membuat alatalat musik di jaman modern, karena masih banyak orang yang menggemari suara alami perangkat akustik ini, baik sebagai pemain atau pun pendengar. Bahkan ruang pertunjukan musik klasik didesain khusus agar mampu memantulkan suara dengan sempurna dari perangkat akustik dan suara manusia di dalamnya, tanpa bantuan alat elektronik. Untuk menghasilkan nada yang tepat pada alat musik berdawai, perlu perhitungan luasan rongga suara, panjang senar, ketebalan dan jenis bahan untuk membuatnya. Abu Nasr Alfarabi (961 M), yang juga dikenal dengan nama Alpanabius, menghasilkan perhitungan atau rumus untuk menentukan panjangnya senar pada alat musik Qanun, yang merupakan cikal bakal piano yang dikenal luas saat ini. Teknologi hammer action yang digunakan untuk menghasilkan suara “pukulan”, bukan lagi suara “petikan” seperti clavichord, diperkenalkan oleh B. Cristofiori pada 1709. Ia menamakan instrumen buatannya ini “cembalo” dengan piano (nada rendah) dan forte (nada tinggi), yang kemudian lebih popular dengan mana piano. Pada masa Beethoven, sistem pedal dikembangkan dan meteri senar sudah menggunakan kawat baja, gulungan kawat tembaga dan rangka besi. Pada masa yang sama, piano “upright” yang lebih sesuai dengan ruang modern juga dikembangkan di Amerika Serikat. Bentuk piano dengan “bilah ketuk” (keyboard) ini telah mengalami kemajuan yang luar biasa berkat kemajuan teknologi elektronika dan informatika. Dengan kemajuan ini, instrument musik modern tidak mengandalkan akustik untuk menghasilkan suara, tapi diganti dengan berbagai perangkat elektronik rumit lainnya, seperti pre-amp, amplifier, dan loud speaker. Suara yang dapat dihasilkan pun oleh sebuah instrumen dapat menjadi tidak terbatas dengan kemajuan teknologi ini. Sebut saja synthesizer dan sampler yang dapat menghasilkan ribuan kombinasi suara, termasuk suara-suara “aneh” yang hanya bisa didengar dalam film. Pembuatan dan perekaman karya musik pun, kini, bisa dilakukan “rumahan” dengan bantuan instrument sequencer, peralatan komputer dan teknologi Musical Instrument Digital Interface (MIDI). Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA 2 DARI REDAKSI (2) Musik: Dari Teknik Akustik Hingga Elektronika dan Informatika Dengan kemajuan teknologi komputer dan informatika, saat ini sudah lumrah menyaksikan beberapa orang memainkan musik bersama di tempat yang saling berjauhan di dunia yang dapat disaksikan langsung dalam kanal tertentu dan dapat langsung direkam. Selain instrumen musik, perangkat pemutar musik pun telah berkembang dan berubah bentuk dari sejak kemunculan pertamanya, mulai dari penggunaan piringan hitam, pita kaset, compact disk (CD), hingga berubah bentuk menjadi digital saat ini. Pada 1887, piringan hitam pertama kali diperkenalkan oleh Charles Cros, yang kemudian disempurnakan oleh Emlie Barliner setahun kemudian. Sayangnya peralatan ini belum bisa berbunyi dengan sempurna. Barulah pada awal abad ke 20, Kevin Gerald bisa menciptakan piringan hitam yang dapat menghasilkan suara yang lebih baik dengan pemutar musik yang disebut phonograph yang diciptakan oleh TA Edison pada 1870. Kemudian, di awal 1960an Philips memerkenalkan pita kaset sebagai media untuk menyimpan musik, yang juga memunculkan teknologi pemutarnya yang populer dengan nama tape recorder dengan berbagai bentuknya. Kejayaan pita kaset bertambah dengan diperkenalkannya Walkman dari Sony pada 1980an, sebuah pemutar pita kaset portabel yang menjadi salah satu benda yang “must have” pada waktu itu. Sayangnya daya tahan format ini tidak sebaik piringan hitam dan bisa “kusut” dalam pemakaiannya yang mengakibatkan kualitas suara menjadi berkurang. Tahun 90an diperkenalkan teknologi pemutar musik digital audio tape (DAT) dengan 2 format: compact disk (CD) dan sejenis pita kaset dengan ukuran yang lebih kecil, namun memunyai kemampuan penyimpanan yang lebih besar. Jenis ini mulai tergeser oleh format digital saat ini yang mampu menghasilkan suara dengan kualitas yang hampir sama baiknya, namun tidak membutuhkan media penyimpanan yang besar. Berbagai format musik digital banyak ditemui saat ini, bersama dengan banyak ragam pemutarnya, termasuk telepon cerdas. Tentunya masih banyak lagi teknologi di bidang musik yang menarik untuk diketahui, seperti berbagai teknologi yang digunakan untuk pertunjukan musik dan studio rekaman. Sebagian besar teknologi ini dekat dengan kehidupan seharihari, bahkan ada yang hampir setiap hari digunakan. Ini menunjukan bahwa teknologi, yang dihasilkan oleh berbagai disiplin keinsinyuran, sangat dekat dengan kehidupan manusia dan membuat hidup begitu menyenangkan.*** Aries R. Prima Pemimpin Redaksi Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA PICKUP Jantung Gitar Listrik Aries R. Prima – Engineer Weekly Generasi penggemar musik tahun 70 dan awal 80an pasti mengenal sosok Jimi Hendrix, Eric Clapton, Ritchie Blackmore, Jimmy Page dan Eddie Van Halen. Yang lebih muda akan menyebut Lee Ritenour, Yngwie Malmsteen, John Petrucci, Joe Satriani, Steve Vai, Stanley Jordan dan Munky. Ya, tentu saja. Mereka adalah “dewa-dewa” gitar yang sangat dipuja penggemar di masanya. Permainan gitar dan gitarnya banyak ditiru gitaris lainnya. Mereka berhasil membawa gitar menjadi alat musik yang paling popular sejagat. Sejarah gitar diyakini bermula dari sebuah alat musik di jaman pertengahan yang disebut gittern yang kemudian berkembang perlahan menjadi bentuk gitar akustik yang kita kenal sekarang. Berbeda dengan gitar akustik yang mengandalkan resonansi getaran dawai pada lubang suaranya, gitar listrik juga mengandalkan perangkat elektronika untuk mengubah getaran dawai menjadi bunyi yang diinginkan. Walaupun pantulan dari body juga akan berpengaruh. Perangkat utama dari sebuah gitar listrik adalah pickup, yaitu perangkat yang berfungsi sebagai transducer yang menangkap getaran mekanik dari dawai (senar) dan mengubahnya menjadi sinyal elektrik yang kemudian diteruskan ke penguat suara. Alat ini terdiri dari magnet permanen yang dililit dengan ratusan kawat berlapis tembaga. Bentuk magnet pada pickup dapat menyerupai rel, silinder lipstick atau polepieces. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah polepices ini yang berbentuk bulatan-bulatan kecil yang biasanya berwarna perak terang. Sebagai besar polepieces ditempatkan sejajar dengan senar, kecuali beberapa gitar khusus. Penempatan posisi pickup pada badan gitar akan menentukan suara yang dihasilkan. Pada umumnya alat ini ditempatkan pada posisi “neck” (di depan), “middle” (tengah), atau “bridge” (belakang). Masing- Single coil pickup masing posisi menghasilkan suara yang berbeda. Semakin ke belakang, suara semakin tipis dengan treble semakin jelas. Kebalikannya untuk posisi “neck”. Produsen hanya menyediakan 3 pilihan output saja: high, medium dan low. Jika sebuah gitar menggunakan 3 pickup, maka yang jenis high akan diletakkan di posisi “bridge”, yang jenis medium di tengah dan yang jenis low atau medium di posisi “neck” Ada beberapa jenis pickup yang ada di pasaran, seperti jenis “single coil” yang menghasilkan suara yang sangat jernih. Namun kelemahannya noise yang ditimbulkannya cukup besar saat mengalami distorsi. Kemudian ada jenis “humbucker”, yang merupakan pengembangan dari jenis “single coil” dan mampu membersihkan noise dari suara yang dihasilkan serta “tenaga” yang lebih besar. Cocok untuk para gitaris beraliran musik rock. Di antara keduanya ada jenis “humbucker rail” yang mampu menghasilkan suara dengan distorsi tinggi. Ukurannya sama dengan pickup “single coil” namun menghasilkan suara dan meredam noise seperti “humbucker”. Hampir mirip dengannya ada pickup jenis “soap bar” yang banyak digunakan oleh gitaris jazz, blues dan rock and roll. Untuk menghasilkan suara yang sangat besar, yang biasanya untuk memainkan musik “heavy metal”, digunakan pickup jenis “Active” yang menggunakan baterai 9V. Jenis ini merespon dengan baik gain dan distorsi yang besar. Jenis pickup terbaru namun jarang digunakan adalah pickup “optic” yang bekerja dengan cara menangkap interupsi cahaya dari senar yang bergetar. Sumber cahaya bisa berasal dari LED dan sebagai sensornya adalah fotodioda atau fototransistor. Jenis ini tidak akan terganggu oleh interferensi magnetik maupun elektrik dan juga memiliki respon frekuensi yang sangat luas dan datar.*** Humbucker pickup Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA 4 PERANGKAT LUNAK Menjadi Lebih Mudah dan Murah Aries R. Prima – Engineer Weekly Ciri-ciri sebuah inovasi teknologi yang berhasil adalah menciptakan produktivitas yang tinggi. Artinya sebuah pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih cepat, lebih mudah, lebih efisien (mengurangi biaya dan menghemat waktu), dan mampu menghasilkan output yang sama atau lebih baik. Hal ini berlaku juga dalam dunia musik. Jaman dulu untuk menghasilkan sebuah karya musik yang lengkap dengan semua instrumennya dan kemudian juga merekamnya, pasti akan memerlukan biaya yang besar dan waktu yang tidak sebentar. Sewa studio, sewa peralatan musik, sewa peralatan rekam, dan membayar operator adalah beberapa hal yang akan menghabiskan kocek. Oleh karena itu hanya lembaga khusus atau orang-orang yang memunyai kemampuan ekonomi yang besar yang mampu membiayai kegiatan ini. Membuat studio musik dan rekaman sendiri pun tidaklah murah. Namun yang terjadi pada 20 tahun terakhir ini sungguh luar biasa. Banyak musisi profesional yang menggunakan perangkat lunak perekaman untuk menghasilkan karya cipta musik yang luar biasa. Studio mereka, jika boleh disebut sebagai studio, tidak memerlukan ruang yang luas sekali seperti jaman dahulu. Hanya diperlukan komputer, speaker untuk memonitor, satu atau dua alat musik untuk membantu membuat nada (bahkan sebetulnya alat musik ini pun tidak diperlukan), dan perangkat lunak musik dan perekaman. Keunggulan yang paling menonjol dari penggunaan perangkat lunak dan komputer adalah semua kesalahan, nada yang tidak tepat, komposisi yang kurang sempurna, bisa diperbaiki dengan cepat. Ya, tanpa mengulang proses perekaman. Dari waktu ke waktu, perangkat lunak ini menjadi semakin canggih, lebih banyak fitur dan harganya semakin terjangkau, sehingga studio “rumahan’ tumbuh menjamur di mana-mana. Sudah tidak terhitung banyaknya perangkat lunak (software) perekaman di saat ini. Untuk yang ingin menciptakan perekaman standar, banyak perangkat lunak yang disediakan dan bisa diunduh gratis di dunia maya. Untuk yang ingin mendapatkan hasil yang berkualitas, seperti para musisi profesional, bisa menggunakan software yang berbayar, yang tentunya menyediakan fitur yang lebih lengkap dan lebih baik, seperti jika melakukan proses perekaman di studio 32 track. Steinberg Cubase, Steinberg Nuendo, Cakewalk Pro Audio, Pro Tools, Apple Logic Pro, Motu Digital Perfomer, adalah beberapa software jenis ini yang tersedia. Tidak hanya tersedia perangkat lunak perekaman saja. Banyak juga tersedia software untuk berbagai alat musik, terutama untuk gitar dan gitar bass. Dulu, seorang pemain gitar harus menggunakan banyak perangkat yang berbeda untuk menghasilkan sebuah jenis atau karakter suara yang diinginkan, baik untuk proses rekaman, maupun untuk keperluan pertunjukan. Mulai dari jenis gitar, berbagai stompbox (signal processor), pre-amp, ampilfier, head unit, hingga jenis pengeras suaranya. Saat ini sudah tersedia banyak macam perangkat lunak jenis ini yang beredar dan bisa dipilih sesuai keinginan dan kebutuhan, seperti yang dikeluarkan oleh Amplitube ang menawarkan fitur berbagai jenis merek pre-amp, amplifier , head unit dan stompbox. Pemain gitar tidak perlu membawa banyak peralatan untuk menghasilkan suara yang diinginkan. Cukup jalankan sotware pada komputer dan dengarkan hasilnya pada pengeras suara atau headphone yang baik. Bahkan banyak beredar software khusus yang menawarkan bunyi-bunyian gitar dari gitaris terkenal dunia, seperti Jimi Hendrix dan Eddie Van Halen. Namun begitu masih banyak musisi yang kurang puas dengan apa yang mereka sebut sebagai musik digital ini. Suara yang dihasilkan terasa kurang alamiah dibandingkan dengan menggunakan peralatan aslinya. Tentu saja ini menjadi tantangan bagi para pemogram, para insinyur di bidang informatika, untuk menghasilkan perangkat lunak yang benar-benar dapat menggantikan banyak peralatan mahal dan memangkas waktu pembuatannya, sehingga semakin banyak orang yang bisa menciptakan karya berkualitas luar biasa.*** Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA 5 Mengenal Format Audio Digital Aries R. Prima – Engineer Weekly Sebagian besar orang saat ini mendengarkan musik dari pemutar musik digital, komputer, atau telepon cerdasnya. Walaupun masih ada juga orang yang mendengarkan alunan musik dari piringan hitam dan CD, karena menganggap bahwa kualitas audio dari kedua perangkat tersebut masih lebih baik dari musik dengan format lain. Alasan ini tidak sepenuhnya tepat. Karena dengan berbagai perangkatnya, musik digital bisa menghasilkan keluaran yang lebih berkualitas. Selain format CD audio, terdapat banyak ragam format musik digital dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. sambungan wireless, maupun audio streaming. Format ini digunakan oleh Apple di iTunes Store. Kualitas cukup baik walaupun dalam bitrate rendah. MP3 (MPEG, Audio Layer 3) Ini adalah format paling populer dalam musik digital yang dikembangkan dan dipatenkan oleh Fraunhofer Institute. Kualitasnya tidak kalah dengan CD audio, walaupun ukuran filenya lebih kecil. Format ini sudah menghasilkan kualitas yang baik pada bitrate 128 kbps. Kini juga telah tersedia format MP3 Pro-format sebagai pengembangan dari format sebelumnya dengan ukuran file yang lebih kecil, dengan kualitas keluaran yang sama. MIDI (Musical Instrument Digital Interface) Format yang lebih cocok untuk suara yang dihasilkan synthesizer atau perangkat musik elektronik lainnya. Kurang cocok untuk hasil konversi dari suara analog, karena tidak terlalu akurat. Namun sangat cocok bagi pemusik, karena proses editing akan jauh lebih akurat dan lebih baik. WAV (Wave) Format ini digunakan jika membutuhkan kualitas audio yang baik dan memiliki tempat penyimpanan yang besar, karena tidak adanya proses kompresi. Format ini adalah standar suara di Windows sebagai hasil ripping dari CD audio sebelum dikonvesi menjadi format lain yang berukuran lebih kecil. Ogg Vorbis Dengan ukuran file yang kecil, format ini dapat menghemat bandwidth. Format ini merupakan satusatunya format audio digital yang terbika dan gratis. Kelebihan lainnya adalah format ini berkualitas tinggi pada bitrate rendah dibandingkan dengan format lain. Winamp sudah mendukung format ini pada versi terbarunya. AMR (Adaptive Multimedia Rate) Jenis audio codec ini sering kita gunakan dalam perangkat telepon genggam. Walaupun kualitas suara kurang baik, namun sangat mudah dikonversi menjadi format MP3 yang populer. Jika melihat tren perkembangan teknologi ini yang begitu cepat, tidak mustahil dalam waktu dekat akan tercipta sebuah format yang benar-benar berkualitas tinggi dengan ukuran yang sangat kecil, tanpa cacat sama sekali.*** WMA (Windows Media Audio) Para vendor musik sangat menyukai format ini karena adanya dukungan terhadap Digital Rights Management (DRM), sebuah fitur yang berfungsi untuk mencegah pembajakan musik. Kualitas suara yang dihasilkan juga lebih baik dari format MP3. Bahkan sebuah pengujian menunjukkan bahwa format ini juga lebih baik dari AAC. Sayangnya, format ini hanya bisa dimainkan dengan Windows Media Player. AAC (Advanced Audio Coding, MP4) Sebagai penerus format MP3, format ini menawarkan ukuran file yang lebih kecil, namun dengan kualitas suara yang lebih baik. Format ini banyak digunakan jika dibutuhkan untuk transfer data yang lebih cepat. Sehingga nyaman untuk digunakan melalui internet, Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA 6 Musik Dari Teknologi Aries R. Prima – Engineer Weekly Teknologi tidak hanya memengaruhi peralatan, perekaman dan pertunjukkan musik saja, namun juga telah menyiptakan beberapa ‘genre’ baru musik. Sebelumnya, musik dimainkan dengan berbagai instrumen musik dan vokal. Namun kini, dengan bantuan komputer dan berbagai perangkat lunak yang tersedia, para musisi – juga penggemar musik – dapat menyiptakan musik dengan ‘aliran’ baru yang terus berkembang. Berikut beberapa aliran musik baru, hasil modifikasi dari aliran yang ada, yang tercipta dari perkembangan teknologi. Dub Music Dub adalah sebuah genre baru yang tergabung dalam musik elektronik. Jenis musik ini berasal dari genre Reggae di tahun 1960-an dan terus dikembangkan hingga kepopulerannya melebihi musik Reggae itu sendiri. Musik dari genre ini terdiri dari remix dari instrumen musik yang sudah dikenal masyarakat, untuk kemudian dimodifikasi dan dibentuk ulang dalam proses rekamannya, biasanya dengan menghilangkan suara vokal aslinya, serta mempertebal suara drum dan bass. Selain itu, para pencipta musik Dub biasanya juga menggunakan teknik menambahkan echo, reverb, panoramic delay, atau menggabungkan satu karya musik dengan musik lainnya. jaman lama. Sejarahnya, di awal tahun 80an, ketika komputer pribadi (PC) harganya menjadi lebih terjangkau dan lebih mudah untuk dibeli. Kondisi ini membuat PC dan konsol game yang ketinggalan teknologi, tidak digunakan lagi oleh pemiliknya. Walaupun ditinggalkan oleh penggemar game, tidak demikian halnya dengan seniman musik yang menjadikan momen ini sebagai metode baru untuk menciptakan musik. Musik 8-bit sempat populer di tahun 80an dan di abad 21, kemudian menjadi pelopor untuk berkembangnya aliran EDM. Di masa depan, diperkirakan akan banyak tercipta berbagai aliran musik akibat berkembangnya teknologi, dan makin memermudah orang untuk menciptakan musik. Pada masa itu, setiap orang bisa menyiptakan musik sesuai selera masingmasing tanpa membutuhkan biaya besar. Cukup bermodalkan komputer dan beberapa perangkat lunak. Bahkan hasil karya ini dapat segera dipasarkan dan dipromosikan secara digital di berbagai kanal yang tersedia.*** EDM EDM, singkatan dari Electronic Dance Music, adalah nama genre yang diberikan kepada musik elektronik yang mengedepankan suara perkusi. Biasanya musik ini diproduksi untuk musik-musik klub malam, rave, dan festival. Musik ini seringkali diciptakan oleh para DJ (Disk Jockey). EDM ini memiliki cakupan yang luas dalam dunia musik sehingga kurang pantas bila disebut genre, tapi sebuah wadah untuk menampung genre-genre seperti house music, trance, hardstyle, drum and bass, dubstep, techno grime, dan trap. 8-bit Music Musik 8-bit, atau bisa juga disebut chiptune, adalah musik elektronik yang di-sintetiskan, yang menghasilkan warna suara seperti suara video game Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA 7 Engineer Weekly Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator: Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52. Faksimili: 021 – 31904657. E-mail: [email protected] Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.