PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN LEVERAGE KEUANGAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SUBHAN, SE. MA. Universitas Madura ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mekanisme Good Corporate Governance (kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, dan ukuran dewan direksi) serta leverage keuangan terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan diskresionari akrual. Populasi penelitian adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2010. Sampel penelitian berjumlah 20 perusahaan perbankan yang sesuai dengan krakteristik pemilihan sampel dengan metode purposive sampling. Analisis data penelitian menggunakan regresi linier berganda Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kepemilikan institusi, komposisi komisaris independent, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan (2) ukuran dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba. Belum signifikannya pengaruh tersebut karena relatif rendahnya kesadaran penerapan GCG di Indonesia. Kata Kunci: Mekanisme GCG, Leverage Keuangan, Manajemen Laba 1.1 Latar Belakang Masalah Prinsip Good Corporate Governance secara implisit mengisyaratkan adanya transparansi terkait informasi laporan keuangan yang reliabel dan relevan untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi terkait posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai informasi tentang laba yang diperoleh. Manajemen laba (Earning Management) adalah potensi manajemen akrual untuk memperoleh keuntungan. Upaya perusahaan atau pihak-pihak tertentu untuk merekayasa, memanipulasi informasi, bahkan melakukan tindakan manajemen laba yang dapat menyebabkan laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai fundamentalnya, karena laporan keuangan seharusnya berfungsi sebagai media komunikasi manajemen dengan pihak eksternal atau antara perusahaan dengan pemangku kepentingan. 1 Leverage keuangan perusahaan juga bisa menjadi pemicu pihak manajemen melakukan tindakan manajemen laba. Leverage keuangan adalah tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan. Menurut Hanafi (2004;332) leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan yang digunakan oleh perusahaan. Lebih umum leverage juga diartikan sebagai alat untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan utang. Penerapan Good Corporate Governance dan Leverage dalam dunia usaha utamanya perbankan keduanya memiliki hubungan yang terkait walaupun tidak tampak secara langsung. Good Corporate Governance menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik untuk optimalisasi kinerja jangka panjang, sedangkan leverage keuangan didefinisikan sebagai tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal suatu perusahaan. Dari uraian latar belakang di atas, maka judul penelitian ini adalah Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah mekanisme Good Corporate Governance berpengaruh terhadap manajemen perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah leverage keuangan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah mekanisme good corporate governance dan leverage keuangan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba perusahaan perbankan. 1.4 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti, Penelitian ini dapat mengembangkan wawasan, bersikap kritis dan ilmiah terkait dengan teori dibandingkan dengan realita. Bagi Perusahaan Perbankan, Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat terkait langkah tepat yang akan diambil untuk mengelola perusahaan sesuai dengan prinsip- prinsip corporate governance. Bagi Nasabah, Hasil penelitian ini memberi manfaat bagi nasabah perbankan terkait sikap selektif yang perlu digunakan dalam memilih perbankan yang berkualitas dan terpercaya agar terhindar dari risiko perbankan. Bagi Investor, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bisnis. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Good Corporate Governance Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan stakeholders. Sedangkan orientasi good corporate governance ialah menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik dalam suatu perusahaan. 2 Menurut Idroes (2008;247) Komite basel II menyatakan dalam enhancing good corporate governance in baking organization pada tahun 1999 tentang standarisasi GCG secara efektif pada industri perbankan sebagai berikut: a. Bank harus menetapkan sasaran strategis dan serangakaian nilai perusahaan yang dikomulasikan pada setiap jenjang jabatan pada organisasi. b. Bank harus menetapkan wewenang dan responsibilitas yang jelas pada setiap jenjang jabatan pada organisasi. c. Bank harus memestikan bahwa pengurus bank memiliki kompetensi yang memadai dan integritas yang tinggi serta memahami perannya dalam pengeloaan bank yang sehat dan independen terhadap pengaruh atau pengendalian pihak eksternal. d. Bank harus memastikan keberadaan pengawasan yang tepat oleh direksi. e. Bank mengoptimalkan efektifitas peranan fungsi auditor eksternal (akuntan publik), serta satuan audit internal. f. Bank harus memastikan bahwa kebijakan renumerasi telah konsisten dengan nilai etik, sasaran, strategi, dan lingkungan pengendalian bank. g. Bank harus menerapkan praktik-praktik transparansi kondisi keuangan dan non keuangan kepada publik. 2.2 Mekanisme Good Corporate Governance Bank Dunia (1999) dalam Boediono (2005;171) menyatakan salah satu cara efisien untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan tercapainya tujuan perusahaan perlu peraturan dan mekanisme pengendalian. Mekanisme pengendalian internal yang efektif dapat mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta mampu mengidentifikasi pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda, meliputi kepemilikan institusi, dewan komisaris, komposisi independen, dan dewan direksi. 2.2.1 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan pendiri atau pemegang saham mayoritas dalam suatu perusahaan. Kepemilikan saham oleh pihak berbentuk institusi, seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dan pensiun, dan institusi lain dapat mengurangi pengaruh dari kepentingan lain dalam perusahaan seperti kepentingan pribadi manajer, dan debtholders. Kepemilikan institusi yang menguasai saham mayoritas tersebut dapat melakukan pengawasan serta pengendalian yang lebih kuat dan efektif terhadap kebijakan manajemen (Wahidahwati, 2001;1085). 2.2.2 Komisaris Independen Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan kata lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustivandana, 2006;135). Sementara dalam Peraturan BI No. 8/4/PBI/2006 komisaris independen merupakan bagian dari dewan komisaris yang memang benar-benar berada pada posisi netral dan tidak memiliki hubungan keluarga atau hubungan kepentingan dengan komisaris lainnya atau direksi atau pihak yang dapat mengurangi posisi independensinya. Keberadaan komisaris independen diharapkan mampu menegakkan tata kelola perusahaan yang baik. 3 2.2.3 Dewan Komisaris Dalam Peraturan BI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum, diatur syarat kinerja yang harus dipenuhi calon anggota direksi dan komisaris bank, serta batas yang dibolehkan atau dilarang oleh pengurus bank (Idroes, 2008;255). Sementara itu, menurut Idroes (2008;256) independensi pengurus bank diatur dalam PBI No. 2/27/PBI/2000 tahun 2000 tentang bank umum. anggota dewan komisaris dan dewan dereksi tidak diperbolehkan untuk terafiliasi dan atau memiliki hubungan keuangan dengan dewan komisaris dan dewan direksi lainnya atau menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan lain serta persyaratan direksi dan dewan komisaris. 2.2.4 Dewan Direksi Dewan direksi adalah sistem manajemen yang memungkinkan optimalisasi peran anggota direksi dalam penyelenggaraan corporate governance. Peranan direksi adalah organ yang menjalankan fungsi pengelolaan perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi stakeholders. Tugas dewan direksi adalah menelaah kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik dan kepentingan pemegang saham dilindungi (Tunggal dan Amin, 2002;37). 2.3 Leverage Keuangan Perusahaan Pengertian secara harfiah leverage berarti pengungkit. Leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan yang digunakan oleh perusahaan (Hanafi, 2004;332). Leverage keuangan juga diartikan sebagai tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan. Leverage ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka penjangnya. Menurut Hanafi (2004;40) beberapa macam rasio leverage antara lain: 1. Total Utang terhadap Total Aset Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan utang atau financial leverage yang tinggi. Penggunaan utang yang tinggi akan meningkatkan profitabilitas, di lain pihak, utang yang tinggi juga akan meningkatkan risiko. Jika penjualan tinggi maka perusahaan akan memperoleh kauntungan yang tinggi (karena membayar bunga yang sifatnya tetap) dan sebaliknya. Rasio total utang terhadap total aset bisa sebagai berikut: Total utang Debt to Ratio = Total aktiva 2. Time Interest Earned Rasio time interest earned mengukur kemampuan perusahaan membayar utang dengan laba sebelum bunga dan pajak. Rasio ini menghitung seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutupi beban tetap bunga. Rasio yang tinggi menunjukkan situasi yang aman, karena tersedia dana yang lebih besar untuk menutup pembayaran bunga. Rasio tersebut dihitung dengan sebagai berikut: Laba sebelum bunga dan pajak Time Interest Earned (TIE) = Bunga 4 3. Kemampuan Membayar Total Utang Tetap Apabila TIE hanya menggunakan beban bunga sebagai pembaginya, akan tetapi rasio fixed charge coverage mengukur kemampuan perusahaan membayar total beban tetap yang biasanya mencakup biaya bunga dan sewa. Sama seperti rasio TIE, angka yang tinggi pada rasio ini menunjukkan situasi yang lebih aman (risiko yang rendah) meskipun dengan probabilitas yang juga lebih rendah. Rasio tersebut dihitung dengan sebagai berikut: EBIT + Biaya sewa Rasio Fixed Charge Coverage = Bugan + Biaya sewa 2.4 Manejemen Laba (Earnings Management) Menurut Healy dan Wahlen (1998) dalam Yulainto (2008) manajemen laba didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi ketika manajer menggunakan kebijakan dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk mempengaruhi contractual outcomes yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Maka dari itu, istilah manajemen laba (earning management) beberapa tahun terakhir mulai menarik perhatian para peneliti karena sering dihubungkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan. Manajemen laba dilakukan oleh pihak manajer karena motivasi antara lain sebagai berikut: a. Bonus scheme, asimetri manajer dengan investor terkait laba yang akan dilaporkan, manajemen laba dilakukan untuk memaksimalkan bonus yang akan diperoleh. b. Political motivation, perusahaan cenderung menurunkan laba pada waktu tertentu dalam konteks periode kemakmuran tinggi, agar memperoleh kemudahan mendapatkan vasilitas dari pemerintah misalnya subsidi. c. Taxation motivation, perpajakan salah satu alasan pihak manajer malakukan manajemen laba dengan tujuan memperkecil nilai pajak. d. Pergantian CEO, seorang CEO yang mendekati akhir jabatan biasanya berusaha memaksimalkan laba yang dilaporkan agar tingkat bonus yang diperoleh lebih tinggi. e. Initial Public Offering (IPO) (penawaran pasar perdana), pada saat ini perusahaan biasa meningkatkan laba bersih untuk memperoleh harga pasar yang lebih tinggi, karena perusahaan dihadapkan pada masalah harga saham yang ditawarkan. 2.5 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Kepemilikan institusi memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang oportunis melalui pengawasan intensif. Kepemilikan institusi dapat menekan kecenderungan pemanfaatan diskresionari dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas yang baik pada laba yang dilaporkan. Menurut Boediono (2005) dalam Yulianto (2010) tingkat kepemilikan saham institusi yang tinggi diharapkan dapat menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer yang dapat merugikan semua pihak. Teori tersebut didukung penelitian Yulianto (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusi dapat mempengaruhi manajemen laba. 5 2.6 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba Dewan komisaris adalah bagian penting dari mekanisme corporate governance yang bertujuan memberikan petunjuk pada manajemen eksekutif dan mengawasi manajemen. KNPBB (2004) mensyaratkan dewan komisari harus profesional, terintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsi dengan baik, termasuk memastikan bahwa direksi memperhatikan kepentingan semua pihak. Pengawasan dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan dapat terhindar dari kecurangan pihak manajmen dalam melaporkan laba (Wikipedia bahasa Indonesi). Hal tersebut didukung penelitian Yulianto (2010) yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba. 2.7 Pengaruh Komposisi Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba Dewan komisaris secara umum bertanggung jawab mengawasi kualitas informasi laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kemungkinan manajemen merekayasa laba yang dapat mengurangi kepercayaan investor. Dewan komisaris dibolehkan memiliki akses informasi perusahaan namun tidak memiliki otoritas dalam perusahaan. Sementara itu, dalam Wikipedia bahasa Indonesia dalam rangka penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), saat ini keberadaan Komisaris Independen sangat diperlukan pada jajaran Dewan Komisaris. Fungsi organ Dewan Komisaris adalah pengawasan, yang wajib dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan perusahaan. Tujuan utama adanya Komisaris Independen dalam jajaran Dewan Komisaris pada dasarnya adalah sebagai penyeimbang pengawasan dan penyeimbang persetujuan atau keputusan yang diperlukan. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi pengawasan agar tercipta tata kelola perusahaan yang baik. Komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dewan komisaris dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Hal tersebut didukung penelitian Yulianto (2010) yang menemukan bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. 2.8 Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Manajemen Laba Struktur direksi adalah sistem manajemen yang memungkinkan direksi dalam penyelenggaraan tata kelola optimalisasi peran anggota perusahaan yang baik. Peranan direksi dalam tata kelola perusahaan yang baik adalah sebagai organ yang menjalankan fungsi pengendalian internal perusahaan dengan tujuan menciptakan value added bagi pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (Tunggal dan Amin, 2002;27). Menurut Faisal (2005;179) ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif tidaknya monitoring yang dilakukan terhadap manajer. Sementara itu, Wikipedia bahasa Indonesia direktur atau dewan direksi berkaitan dengan jumlah direktur dalam suatu perusahaan (minimal satu), yang dapat dicalonkan sebagai direktur, dan cara pemilihan direktur ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Pada umumnya direktur memiliki tugas antara lain: 1. Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan. 2. Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (manajer). 6 3. Menyetujui anggaran tahunan perusahaan. 4. Menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan. 2.9 Pengaruh Leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Leverage adalah tingkat utang perusahaan untuk membiayai aset. Semakin tinggi utang berarti semakin tinggi pula tuntutan pihak kreditur terhadap perusahaan maupun manajemen untuk memastikan dapat mengembalikan pokok pinjaman dan bunga. Leverage yang tinggi akan menyebabkan nilai pembiayaan yang juga tinggi dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja jangka panjang. Dengan kinerja tersebut, diharapkan kreditur juga akan tetap memiliki kepercayaan terhadap manajemen perusahaan. Dengan demikian, hal tersebut dapat menyuburkan perililaku opportunistic pihak manajemen terhadap laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba (Hanafi, 2004;333). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Yulianto (2010) menunjukkan bahwa Leverage keuangan berpengaruh terhadap manajemen laba. Kerangka pemikiran penelitian dapat ditunjukkan dalam suatu kerangka konseptual hubungan antar variabel pada gambar 1. Kepemilikaan Institu (KI) H1 Komposisi Komisaris Independen (KKI) H2 Ukuran Dewan Komisaris (UDK) H3 Ukuran Dewan Direksi (UDD) H4 Leverage Keuangan (Lev) H5 Manajemen Laba Gambar 2.1 Rerangka Konseptual 2.10 HIPOTESIS H1: Kepemilikan institusi berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H3: Komposisi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H4: Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. H5: Leverage keuangan berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini objeknya adalah perusahaan perbankan. Penelitian dilakukan terhadap perusaahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3.2 Jenis Penelitian 7 Penelitian ini berjenis penelitian kausal komparatif (causalcomparative research). Penelitian kausal komparatif merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab-akibat antara dua variabel atau lebih (Indriantoro dan Supomo, 2002;27). 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data dokumenter. Data dokumen merupakan data yang berupa bukti tertulis yang diperoleh dari objek penelitian atau bisa juga didapat dari media perantara (Indriantoro dan Supomo, 1999;147). 3.3.2 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder. Menurut Umar (2001;69) data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain dalam bentuk tabeltabel atau diagram-diagram. Dalam arti lain data sekunder diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara. Data ini umumnya berupa bukti, catatan yang telah tersusun dalam arsip atau dokumen yang dipublikasikan. 3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi Populasi adalah suatu kesatuan individu atau subjek pada wilayah dan waktu dengan kualitas tertentu yang diamati atau diteliti (Supardi, 1993;60). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2010. 3.4.2 Sampel Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Indriantoro dan Supomo (1999;131) didefinisikan sebagai metode pengambilan sampel dengan cara menetapkan kriteria tertentu untuk tujuan tertentu sehingga sampel yang akan didapatkan cukup representatif (mewakili populasi). Kriteria-kriteria dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Perusahaan perbankan terdaftar dari tahun (2008-2010) di Bursa Efek Indonesia (BEI) serta menerbitkan laporan keuangan akhir tahun selama 3 periode pengamatan. b. Perusahaan perbankan menerbitkan laporan tahunan (annual report) minimal 2 tahun berturut-turut pada tahun 2009-2010. c. Perusahaan perbankan memiliki serta menyajikan data terkait mekanisme kepemilikan saham pihak institusional, dewan komisaris, komisaris independen dan dewan direksi serta data-data terkait total utang, total aktiva, kas aktivitas operasi, piutang kredit dan pinjaman, aktiva tetap, pendapatan dan laba bersih untuk menghitung leverage keuangan. Pada penelitian ini digunakan pooling data yaitu kombinasi dari data runtut waktu yang memiliki observasi temporal baisa pada satu unit analisis (time series), dengan data silang yang memiliki observasi-obsevasi suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu (cross sectional). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah observasi (sampel) dan agar diperoleh variasi antar unit yang berbeda menurut ruang dan variasi yang muncul menurut waktu. Sesuai dengan kretrian pemilihan sampel penelitian dengan metode purposive sampling diperoleh sebanyak 20 perusahaan perbankan yang dapat dilihat dengan tabel 8 berikut. 3.5 Definisi Operasional Variabel 3.5.1 Variabel Independen a. Kepemilikan institusional adalah pemegang saham badan atau lembaga di luar perusahaan. Dalam hal ini, kepemilikan institusi diukur dari saham institusi dibandingkan jumlah saham yang beredar saat penerbitan laporan keuangan (Masdupi, 2005;62). b. Ukuran dewan komisaris yaitu jumlah anggota dewan komisaris dalam institusi tersebut (Apriliawati, 2010;49). c. Komposisi komisaris independen adalah jumlah komisaris independen dibandingkan dengan komisaris dependen. Pedoman Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (2006) menyebutkan bahwa komisaris independen dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yaang dikenal sebagai komisaris independen. d. Ukuran dewan direksi yaitu jumlah anggota dewan direksi yang ada dalam perusahaan. Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektiftidaknya aktivitas monitoring terhadap manajemen (Faisal, 2005;179). e. Leverage keuangan Leverage keuangan yang digunakan adalah debt to ratio untuk mengukur pembiayaan aktivitas perusahaan dengan utang (Hanafi, 2004;41). 3.5.2 Variabel Dependen Variabel terikat yang akan diteliti adalah manajemen laba. Manajeme laba merupakan tindakan yang terjadi ketika manajer menggunakan kebijakan dalam laporan keuangan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan menyesatkan pemangku kepentingan. Manajemen laba dalam penelitian ini diproksikan dengan discretionary accrual. Penggunaan diskresi akrual dihitung dengan Model Jones Dimodifikasi sebagai modifikasi Model Jones (1991) sebagai berikut: TAit = NIit – CFOit TAit/Ait = ß1 (1/Ait-1) + ß2 (∆REVit/Ait-1) + ß3 (PPEit/Ait-1) NDAit = ß1 (1/Ait-1) + ß2 (∆REVit/Ait-1 - ∆RECit/Ait-1) + ß3 (PPEit/Ait-1) DAit = TAit/Ait – NDAit Keterangan: DAit = Discretionary accrual perusahaan perbankan pada periode t NDAit = Non discretionary accrual perusahaan perbankan pada periode t TAit = Total akrual perusahaan i pada periode t NIit = Laba bersih perusahaan i pada periode t CFOit = Kas aktivitas operasi perusahaan i pada periode t Ait = Total aktiva perusahaan i pada periode t ∆REVit = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode t PPEi = Aktiva tetap perusahaan i pada periode t ∆RECit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t ß1- ß3 = Koefisien regresi Model Jones Model ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian akuntansi karena dinilai merupakan model yang baik dalam mendeteksi manajemen laba. Cara mendeteksi manajemen laba seperti menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kas atau setara kas diteriama atau dikeluarkan. Penggunaan dasar akrual 9 dalam laporan keuangan mengakibatkan laba dalam suatu periode dapat mengandung unsur kas dan akrual (non-kas). Unsur tersebut bisa terjadi berdasarkan kebijakan manajemen atau non-kebijakan manajemen. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah metode yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi yaitu salah satu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara menyalin, serta mengkutip dari catatan berupa dokumen yang diperoleh. 3.7 Teknik Analisa Data dan Uji Hipotesis 3.7.1 Teknik Analisa Data Teknik analisa data adalah sebuah cara mengolah data yang terkumpul untuk diinterpretasikan dan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan. Teknik analisa data yang diperguanakan seperti linear berganda. Untuk mempermudah dalam menganalisis data maka menggunakan program SPSS. Menurut Kuncoro (2004;98) sebelum menggunakan analisis regresi linear berganda, data penelitian perlu dilakukan uji asumsi klasik dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang tidak bias atau menyesatkan. Uji asumsi klasik yang digunakan sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi residual normal atau mendekati normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test, yaitu dengan membandingkan nilai asymptotic significance dengan α = 5%. Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai asymp.sig 2-tailed > 0,05 (Santosa, 2005;231). Untuk menguji normalitas distribsusi sampel penelitian bisa dilihat melalui grafik normalitas atau normality plot. Jika menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (distribusi data penelitian tersebut normal). Namun sebaliknya, jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Singgih, 2004;214). 2. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas berarti ada hubungan linier yang sempurna atau pasti antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari regresi. Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat interkorelasi yang sempurna antara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam model regresi (Gujarati, 1995;157). Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar variabel-variabel independen dalam penelitian. Cara yang digunakan adalah dengan melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Singgih, 2004;202). 3. Uji Autokorelasi Menurut Ghozali (2006;84) uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumya). Model 10 regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi. Kuncoro (2001;106) menambahkan untuk mendeteksi terdapat atau tidak terdapatnya gejala autokorelasi dengan cara melihat besarnya nilai D-W (Durbin-Watson). Menurut Santosa dan Pakarti (2005;161) aturan keputusannya adalah jika Durbin-Watson dibawah -2 menunjukkan terdapat autokorelasi positif, jika Durbin-Watson diantara -2 sampai +2 menunjukkan tidak terjadi autokorelasi dan jika Durbin-Watson diatas +2 menunjukkan terdapat autokorelasi negatif 4. Uji Heterokedatisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residu satu pengamatan ke pengamatan yang lain sehingga penafsiran koefisien regresi menjadi tidak efisien dan hasil penafsiran menjadi kurang akurat (Santosa, 2005;242). Menurut Santosa (2005;243) heterokedastisitas dapat dilihat dari sebesaran data pada scatterplot dengan dasar klasifikasi sebagai berikut: 1. Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka telah terjadi heterokedastisitas. 2. Jika tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. 3.7.2 Uji Hipotesis Pengujian (uji) hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Model persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah: DA = β0 + β1 KI + β2 UDK + β3 KKI + β4 UDD + β5 Lev Keterangan: DA = Discretionary accrual (manajemen laba) KI = Kepemilikan institusi UDK = Ukuran dewan komisaris KKI = Komposisi komisaris independen UDD = Ukuran dewan direksi Lev = Leverage keuangan β0 = Konstanta (nilai Y ketika X = 0) β1-β5 = Koefisien regresi variabel independen Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, maka diguanakan metode statistik dengan interval kepercayaan 95% atau taraf signifikansi (derajat kesalahan) sebesar 5% (α / probabilitas = 0,05). Berkaitan dengan hal itu ada dua alat analisis yang diupergunakan sebagai berikut: 1. Uji t Uji t dimaksudkan untuk melihat signifikan dari pengaruh secara individual antara variabel bebas terhadap variabel terikat, dengan asumsi variabel bebasa lainnya konstan (dalam regresi majemuk). Kriteria atau klasifikasi pengujian hipotesis tersebut dijelaskan berikut: a. sig. < α = 5% (0,05) maka Ha diterima dan H0 ditolak “ berarti secara parsial terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan terhadap manajemen laba. 11 b. Jika sig. > α = 5% (0,05) maka Ha ditolak dan H0 diterima “ berarti secara parsial tidak terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan institusi, ukuran c. dewan komisaris, komposisi komisaris independen, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan terhadap manajemen laba. 2. Uji F Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel secara keseluruhan terhadap variabel terikat. Ketentuan peneriamaan atau penolakan hipotesis yang ada adalah sebagai berikut: Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.2 Sampel Penelitian (Perusahaan Perbankan) Perusahaan perbankan yang sesuai dengan kriteria pemilihan sampel sebanyak 20 perusahan. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut. 4.1.3 Variabel Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009-2010. Data yang diambil terkait penelitian berupa laporan laba bersih, arus kas aktiva operasi, total aktiva, total utang, pendapatan, piutang dan aktiva tetap dari laporan neraca. Data tersebut untuk menghitung leverage keuangan dan manajemen laba yang diproksikan oleh discretionary accrual. Sementara itu, informasi terkait mekanisme good corporate governance diperoleh dari laporan tahunan perusahaan. 4.1.3.1 Variabel Dependen Variable terikat dalam penelitan ini adalah manajemen laba. Manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (Belkaoui, 2006;201). Penelitian-penelitian terdahulu tentang masalah terkait banyak menggunakan pendekatan agregat akrual. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Yulianto, penelitian tersebut juga menggunakan diskresionari akrual sebagai indikator untuk mengukur manajemen laba. Pendekatan ini bertujuan untuk memisahkan total akrual menjadi dua indikator yakni antara komponen non-diskresionar akrual (komponen di luar kebijakan manajemen) dengan diskresionari akrual (komponen akrual dalam kebijakan manajemen atau intervensi manajemen dalam proses laporan keuangan). Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui rata-rata DA (discretionary accrual) perusahaan perbankan pada tahun 2009 (0,06225) dan pada tahun 2010 (-0,00206). Rata-rata diskresionari akrual semakin rendah, berarti tingkat manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama waktu pengamatan mengalami penurunan atau dengan kata lain intervensi yang dilakukan manajemen terhadap proses pelaporan keuangan semakin kecil. 4.1.3.2 Variabel Independen Variabel bebas dalam penelitian ini adalah mekanisme good corporate governance yang terdari dari kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, 12 komposisi komisaris independen, dan ukuran direksi perusahaan perbankan dan leverage keuangan. Mekanisme GCG ditunjukkan dengan Tabel berikut. Tabel 4.4 Mekanisme GCG Perusahaan Perbankan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kode AGRO BABP BACA BAEK BBCA BBKP BBNP BBRI BKSW BMRI BNBA BNGA BNII BSWD BTPN INPC MAYA MCOR MEGA PNBN Rata-rata KI 2009 2010 0.96 0.95 0.73 0.69 0.50 0.50 0.98 0.98 0.51 0.51 0.64 0.65 0.55 0.60 0.56 0.74 0.54 0.51 0.51 0.66 0.91 0.91 0.77 0.96 0.76 0.54 0.64 0.76 0.71 0.59 0.50 0.68 0.26 0.28 0.88 0.67 0.57 0.57 0.84 0.83 0.66 0.67 UDK 2009 2010 3 2 5 5 3 3 4 4 5 5 5 4 5 5 6 7 5 3 6 7 2 2 8 8 7 7 7 5 6 6 6 6 3 4 3 4 3 4 4 4 4.80 4.75 KKI 2009 2010 0.67 0.50 0.80 0.80 0.67 0.67 0.50 0.50 0.60 0.60 0.60 0.50 0.60 0.60 0.67 0.71 0.60 0.67 0.67 0.57 0.50 0.50 0.50 0.50 0.57 0.57 0.42 0.60 0.50 0.50 0.50 0.50 0.67 0.50 0.30 0.50 0.67 0.50 0.50 0.50 0.57 0.56 UDD 2009 2010 3 3 7 7 4 4 5 5 9 9 7 7 5 5 10 10 5 4 15 11 3 3 12 12 9 9 6 5 8 8 6 6 7 6 6 5 6 7 11 11 7.20 6.85 Sumber Data: www.idx..co.id (Annual report) 2009-2010 diolah a. Kepemilikan Institusi (KI) Kepemilikan institusi adalah pemegang saham dari luar perusahaan baik berupa lembaga atau organisasi, ataupun perorangan yang memiliki saham mayoritas dalam perusahaan. Pada tabel 4.4 dapat diketahui nilai rata-rata variabel independen kepemilikan institusi pada tahun 2009 (0,66) lebih rendah dari pada tahun 2010 (0,67). Berarti variabel kepemilikan institusi mengalami perubahan (peningakatan) selama periode pengamatan. Kepemilikan saham oleh pihak institusi pada tahun 2009 tertinggi adalah Bank Ekonomi Raharja (BAEK) (98%), sedangakan kepemilikan terendah adalah Bank Mayapada (MAYA) (26%). Keadaan yang sama mengenai kepemilikan saham pihak institusi pada tahun 2010 tertinggi dan terendah juga terjadi pada Bank Ekonomi Raharja (BAEK) (98%) dan Bank Mayapada (MAYA) (28%). b. Ukuran Dewan Komisaris (UDK) Ukuran dewan komisaris menurut peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 adalah jumlah dewan komisaris dalam perusahaan perbankan paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah dewan direksi perusahaan. Pada tabel 4.4 dapat diketahui jumlah rata-rata dewan komisaris yang dimiliki perusahaan pada tahun 2009 adalah (4,80) dan pada tahun 2010 (0,75). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata ukuran dewan komisaris yang dimimiliki perusahaan perbankan mengalami penurunan selama periode pengamatan. 13 Ukuran dewan komisaris tertinggi pada tahun 2009 dimiliki oleh Bank Internsional Indonesia (BNII) (7 orang) dan Bank Swadesi (BSWD) (7 orang), sedangkan pada tahun 2010 ukuran dewan komisaris tertinggi dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Bank Mandiri (BMRI) Bank Internsional Indonesia (BNII) masing-masing sebanyak (7 orang). Sementara itu ukuran dewan komisari terandah pada tahun 2009 dimiliki oleh Bank Bumi Arta (BNBA) (2 orang), sedangkan pada tahun 2010 ukuran dewan komisaris terendah dimilki Bank Agroniaga (AGRO) (2 orang) dan Bank Bumi Arta (BNBA) (2 orang). Apabila ditinjau dari PBI No. 8/4/PBI/2006 yang menyatakan jumlah minimal dewan komisaris sebanyak 3 (tiga) orang dan maksimal sama dengan jumlah dewan direksi perusahaan. Sesuai dengan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa selama priode pengamatan ada beberapa perbankan yang belum melaksakan peraturan BI terkait penerapan tatakelola perusahaan yang baik. c. Komposisi Komisaris Independen (KKI) Komisaris independen adalah jumlah dewan komisari yang tidak terikat atau tidak berhubungan langsung (terafiliasi) dengan perusahaan. Komposisi komisaris tersebut diperoleh dari perbandingan antara komisaris independen dengan komisaris dependen dalam peusahaan. Berkenaan dengan hal itu jumlah komisaris independen diatur melalaui PBI No. 8/4/PBI/2006 yang menyatakan bahwa paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. Tabel 4.4 menunjukkan rata-rata komposisi komisaris independen tahun 2009 (57%), sedangkan pada tahun 2010 (56%). Berdasarkan rata-rata di atas dapat diketahui bahwa komposisi komisaris independen mengalami penurunan selama periode pengamatan. Komposisi komisaris independen tertinggi pada tahun 2009 dimilki oleh Bank Bumiputera Intearnasional (BABP) (80%) dan terendah dimilki oleh Bank Windu Kentjana Internasional (MCOR) (30%). Sementara itu pada tahun 2010 komposisi komisaris independent tertinggi tetap dimiliki oleh Bank Bumiputera Intearnasional (BABP) (80%), sedangkan terendah dimiliki oleh beberapa perbankan antara lain; Bank Agroniaga (AGRO) (50%), Bank Ekonomi Raharja (BAEK) (50%), Bank Bukopin (BBKP) (50%), Bank Bumi Arta (BNBA) (50%), Bank Niaga (BNGA) (50%), Bank Swadesi (BSWD) (50%), Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN) (50%), Bank Artha Graha Internasional (INPC) (50%), Bank Mayapada (MAYA) (50%), Windu Kentjana Internasional (MCOR) (50%), Bank Mega (MEGA) (50%) dan Bank Pan Indonesia (PNBP) (50%). d. Ukuran Dewan Direksi (UDD) Ukuran dewan direksi adalah jumlah anggota dewan direksi yang ada dalam perusahaan. Keradaan dewan direksi tersebut sebagai mekanisme pengendali internal utama untuk memonitor para manajer perusahaan. Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui jumlah rata-rata ukuran dewan direksi yang dimiliki perbankan. Jumlah rata-rata ukuran dewan direksi pada tahun 2009 (7,20), sedangkan pada tahun 2010 (6,85). Hal itu menunjukkan jumlah rata-rata dewan direksi yang dimilikin perbankan mengalami penurunan selama periode pengamatan. Jumlah direksi tertinggi pada tahun 2009 dimiliki Bank Mandiri (BMRI) (15 orang), sedangkan terendah dimiliki oleh Bank Agroniaga (AGRO) (3 orang) dan Bank Bumi Arta (BNBA) (3 orang). Jumlah dewan direksi pada tahun 2010 tertinggi Bank Mandiri (BMRI) (11 orang) dan Bank Pan Indonesia (PNBN) (11 14 orang), sedangkan jumlah dewan direksi terendah pada Bank Agroniaga (AGRO) (3 orang) dan Bank Bumi Arta (BNBA) (3 orang). e. Leverage keuangan (Lev) Leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan (finansial) yang digunakan oleh perusahaan. Beban tetap keuangan tersebut biasanya berasal dari pembayaran bunga untuk utang yang digunakan perusahaan (Hanafi, 2004:332). Rasio leverage keuangan diukur dengan cara menbandingkan total utang dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Tabel 4.5 Leverage Keuangan Perusahaan Perbankan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kode AGRO BABP BACA BAEK BBCA BBKP BBNP BBRI BKSW BMRI BNBA BNGA BNII BSWD BTPN INPC MAYA MCOR MEGA PNBN Rata-rata Leverage keuangan 2009 2010 0.78 0.90 0.92 0.91 0.85 0.87 0.90 0.89 0.90 0.89 0.93 0.93 0.90 0.90 0.91 0.90 0.92 0.93 0.91 0.90 0.82 0.83 0.89 0.90 0.91 0.90 0.80 0.79 0.90 0.87 0.93 0.93 0.86 0.85 0.89 0.84 0.91 0.91 0.85 0.87 0.84 0.89 Sumber Data: www.idx.co.id 2009-2010 diolah Tabel 4.5 di atas menunjukkan nilai rasio leverage keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah rata-rata leverage pada tahun 2009 (84%) dan pada tahun 2010 (89%). Leverage keuangan perusahaan perbankan mengalami kenaikan selama periode pengamatan. Leverage keuangan tertinggi pada tahun 2009 dimiliki oleh Bank Bukopin (BBKP) (93%) dan Bank Artha Graha Internasional (INPC) (93%) dan terendah pada Bank Agroniaga (AGRO) (78%). Pada tahun 2010 leverage tertinggi dimiliki Bank Bukopin (BBKP) (93%), Bank Bumi Arta (BNBA) (93%) dan Bank Artha Graha Internasional (INPC) (93%), sedangkan terendah pada Bank Swadesi (BSWD) (79%). Penjabaran dari variabel manajemen laba (diskresionari akrual), kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, 15 ukuran dewan direksi dan leverage keuangan perusahaan perbankan tahun 20092010 di atas secara keseluruhan juga ditunjukkan oleh hasil olahan SPSS Versi 16.0 for Windows berukut: Tabel 4.6 Descriptive Statistics Mean Dikresi Akrual Kepemilikan Institusi Ukuran Dewan Komisaris Komposisi Komisaris Independen Ukuran Dewan Direksi Leverage .0301 .6725 4.7750 .5700 7.0250 .8847 Std. Deviation .13616 .18204 1.64063 .10005 2.87774 .03929 N 40 40 40 40 40 40 Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows Pada Tabel 4.6 di atas diperoleh sebanyak 40 data penelitian (jumlah sampel (20 perusahaan) dikalikan dengan periode pengamatan (2 tahun)). Ratarata DA (0,0301) dengan standar deviasi (0,13616). DA bernilai positif menunjukkan bahwa selama periode pengamatan perusahaan melakukan manajmen laba dalam bentuk melaporkan laba lebih tinggi dari nilai aktual perusahaan (income increasing accrual). Rata-rata kepemilikan institusi (KI) perusahaan (0,6725) atau (67%) lebih dari 50% dan standar deviasi (0,18204). Nilai tersebut menunjukkan bahwa perusahaan perbankan telah memberikan kesempatan kepada pihak institusi untuk memiliki saham perusahaan. Hal ini dalam rangka mengimbangi kepemilikan saham manajerial perusahaan agar dapat mengawasi kinerja manajemen secara optimal dan dapat mengurangi intervensi pihak manajemen dalam pelaporan keuangan. Rata-rata ukuran dewan komisaris (UDK) (4,7750) lebih dari 3 dan standar deviasi (1,64063). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris secara umum telah sesuai dengan peraturan BI No. 8/4/PBI/2006. Rata-rata (UDK) tersebut juga menunjukkan adanya optimalisasi penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dalam perusahaan perbankan. Rata-rata komposisi komisaris independen sebesar (0,5700) atau (57%) dan standar deviasi (0,10005). Peraturan BI No. 8/4/PBI/2006 mensyaratkan paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. Ditinjau dari hal tersebut rata-rata (57%) telah sesuai dengan peraturan BI dan telah sesuai dengan prinsip GCG tentang pengawasan manajemen oleh pihak luar perusahaan. Ukuran dewan direksi (UDD) memiliki rata-rata (7,0250) dengan standar deviasi (2,87774). Jumlah tersebut menunjukkan bahwa secara umum ukuran dewan direksi kurang efektif dalam memonitor pihak manajemen. Rata-rata (Lev) (0,8847) atau (89%) dan standar deviasi (0,03929). Hal tersebut menunjjukkan bahwa secara umum perusahaan perbankan menggunakan tingkat utang yang tinggi. 16 4.1.4 Hasil Uji Asumsi Klasik Hasil penelitian juga dapat deketahui melalui hasil analisis data (uji asumsi kalsik). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan data yang akan digunakan dalam sebuah model regresi. 4.1.4.1 Uji Normalitas Uji noramalitas data penelitian digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian tersebut terdistribusi normal atau tidak. Maksud data terdistribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal, data memusat pada nilai rata-rata dan median (Santosa dan Pakarti, 2005;231). Normalitas data dalam penelitian ini dapat diketahui melalui tabel normalitas, grafik p-p plot dan histogram berikut: Tabel 4.7 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Y N Normal Parametersa 40 .0301 .13616 .177 .177 -.092 1.119 .164 Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribusi is Normal. Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows Normalitas data dengan Kolmogorov-smirnov terpenuhi apabila nilai Asymp.Sig > 0,05, maka dikatakan bahwa data berdistribusi normal (santosa, 2005;231). Tabel 4.7 di atas menunjukkan nilai Asymp.Sig 0,167 > 0,05, maka data penelitian ini memenuhi syarat uji normalitas data. 4.1.4.2 Uji Multikoleniaritas Uji Multikolinearitas merupakan bentuk pengujian untuk mengetahui bahwa variabel independen penelitian bebas dari gejala multikolinearitas (korelasi antar variabel independen). Gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui Tabel berikut. Tabel 4.8 Uji Multikoleniaritas Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) B Std. Error Standardized Coefficients Beta Collinearity Statistics t Sig. .194 .548 .353 .726 -.163 .130 -.218 -1.258 .217 UDK .021 .018 .257 KKI -.038 .234 -.028 UDD -.019 .011 KI 17 Tolerance VIF .862 1.161 1.155 .256 .521 1.919 -.162 .872 .875 1.142 -.395 -1.766 .086 .516 1.937 Lev -.003 a. Depende ent Variable: DA .604 .000 -.0 006 .996 .851 1.175 Sumber Daata: Hasil Olahaan SPSS Versi 16.0 for Windows Beerdasarkan tabel 4.8 ddi atas nilaai Tolerancee dari variaabel indepeenden kapemilikkan institusi, ukuran deewan komissaris, kompo osisi komissaris independen, ukuran deewan direksi dan leveraage keuang gan berturutt-turut (0,8662; 0,521; 0,875; 0 0,516; 0,,851), sedan ngkan nilai VIF (varia ance inflation factor ) adalah (1 1,161; 1,919; 1,1142; 1,937;; 1,175). N Nilai terseb but tidak seesuai dengaan syarat gejala g multikolinnearitas (tolerance < 0,,10 atau VIF F > 10), ataau dengan kkata lain varriabel independeen penelitan n bebas dari gejala multtikolinearitaas. 4.1.4.3 Uji Autokoreelasi Uji autokorelaasi adalah ppengujian asumsi a dalaam regresi ddi mana varriabel dependen tidak berko orelsi dengaan dirinya sendiri, baik nilai periiode sebelumnya (t-1) atau nilai periode sesudahn hnya (t) Gejjala autokorrelasi dapa dilihat darri nila Durbin-W Watson (D-W W) jika di b awah -2 beerarti ada au utokorelasi ppositif, jikaa nilai D-W di anntara -2 sam mpai +2 tidaak ada autok korelasi dan n jika D-W di atas +2 maka terjadi auttokorelasi negatif (Santtosa dan Pak karti, 2005;161). Tabel 4.9 4 UJi Autoko orelasi Model Sum mmaryb Mo odel R R Square Adjuste ed R Squa are 1 .348a .121 -.008 a. Predictors: (Constant), ( L Lev, KKI, UDK, KI, UDD b. Dependent Variable: V DA A Std. Error off the DurbinEstimate Watson .136700 1.799 Sum mber Data: Hasil Olahan SPSS S Versi 16.0 forr Windows Beerdasarkan tabel t 4.9 ddapat diketaahui bahwa nilai D-W W adalah (1,,799). Hal tersebbut menunju ukkan bahw wa variabell independeen tidak berrkorelasi deengan dirinya senndiri karenaa nilai D-W W terletak dii antara -2 sampai +2. 4.1.4.4 Uji Heterokeedastisitas Pengujian ini bertujuaann untuk meengetrahui apakah a moddel regresi yang uk menguji pengaruh variabel v ind dependen teerhadap varriabel akan diguunakan untu dependen terjadi ketidaksama k aan varian dari resiidu satu pengamatan n ke pengamataan yang lain n sehingga penafsiran koefisien reegresi menjjadi tidak efisien dan hasil penafsiran p menjadi m kurrang akurat (Santosa dan Pakarti, 2005;242). Gambar 4.3 Ujji Heteroked dastisitas 18 Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows Gejala heteroskedastisitas dapat dilihat melalui diagram pencar residual, jika membentuk pola tertentu yang teratur maka terjadi heteroskadastisitas tetapi jika sebaliknya maka terjadi homoskedastisitas dan dalam regresi yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, karena residu berpencar dan tidak membentuk pola tertentu yang teratur. 4.1.5 Hasil Uji Hipotesis 4.1.5.1 Uji t Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi berganda. Regresi dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (kepemilikan institusi, ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, ukuran dewan direksi dan leverage keuangan) terhadap variabel dependen (manajeman laba). Persamaan regresi dapat disusun dari Tabel 4.6 (unstandardized coefficients) (ß) untuk menguji hipotesis penelitian. Y = 0,194 – 0,163KI+ 0,21UDK – 0,038KKI – 0,19UDD – 0,03Lev Berdasarkan persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa nilai konstanta (0,194) bernilai positif. Hal ini diartikan bahwa tanpa variabel independen telah terjadi manajemen laba sebesar 19,4%. Adapun uji hipotesis penelitian dapat dilihat dari nilai ß dan signifikansi α berikut: (a) Kepemilikan institusi (KI) ß bernilai -0,163, berarti setiap kenaikan satu unit variabel kepemilikan institusi menurunkan manajemen laba sebesar 0,163. Tingkat signifikansi variabel kepemilikan institusi sebesar 0,217 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara kepemilikan institusi dengan manajem laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara kepemilikan institusi dengan manajemen laba. (b) Ukuran dewan komisaris (UDK) ß bernilai 0,021, berarti setiap kenaikan satu unit ukuran dewan komisaris dapat menaikkan manajemen laba sebesar 0,021. Tingkat signifikansi variabel ukuran dewan komisaris sebesar 0,256 > 0,05, maka H0 deterima dan Ha yamg menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara ukuran dewan komisaris terhadap manajemen laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh positif tidak signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba. (c) Komposisi komisaris independen (KKI) ß bernilai -0,038, berarti setiap kenaikan satu unir komisaris independen akan menurunkan manajemen laba sebesar -0,083. Tingkat signifikansi variabel komposisi komisaris independen sebesar 0,872 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba. (d) Ukuran dewan direksi (UDD) ß bernilai -0,019, berarti setiap kenaikan satu unit ukuran dewan direksi akan menurunkan manajemen laba sebesar 0,019. Tingkat signifikansi variabel ukuran dewan direksi sebesar 0,086 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh negatif signifikan antara ukuran dewan direksi dengan manajemen laba ditolak. Berarti secara parsial terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara ukuran dewan direksi dengan manajemen laba. 19 (e) Leverage keuangan (Lev) ß bernilai -0,003, berarti setiap kenaikan satu unit leverage keuangan akan menurunkan manajemen laba sebesar 0,003. Tingkat signifikansi variabel leverage keuangan sebesar 0,996 > 0,05, maka H0 diterima dan Ha yang menyatakan ada pengaruh positif signifikan antara leverage keuangan terhadap manajemen laba ditolak. Berarti ada pengaruh negatif tidak signifikan antara leverage keuangan dengan manajemen laba. 4.1.5.2 Uji F Uji F ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.10 Uji F dengan Anovab Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression .088 5 Residual .635 34 F .018 .939 Sig. .468a .019 Total .723 39 a. Predictors: (Constant), Lev, KKI, UDK, KI, UDD b. Dependent Variable: DA Sumber Data: Hasil Olahan SPSS Versi 16.0 for Windows Tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa nilai F 0,939 dan signifikansi 0,468>0,05, maka dengan demikaian H0 diterima dan Ha ditolak. Berarti variabel independent secara keseluran berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba 4.2.1.1 Pengaruh Kepemilikan Institusi terhadap Manajemen Laba Kepemilikan institusi merupakan pemegang saham mayoritas dalam perusahaan. Pemilik saham mayoritas sangat membutuhkan informasi perusahaan melalui pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan, di mana informasi tersebut digunakan untuk mengontrol dan memprediksi eksistensi perusahaan dalam jangka panjang. Porsi kepemilikan institusi yang tinggi juga diharapkan mampu mengurangi motivasi manajer dalam intervensi laporan keuangan sehingga tidak merugikan pihak investor. Berdasarkan hasil penelitian di atas, nilai sig. 0,217 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis pertama tidak signifikan, meskipun tidak signifikan tetapi jika dilihat pada nilai ß -0,163, maka arah pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi kepemilikan pihak institusi akan menurunkan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan teori yang diprediksikan. Penelitian ini selaras dengan penelitian Yulianto (2010;89), Midiastuty dan Mahfoedz (2003) dalam Yulianto (2010) yang manemukan bahwa teradapat pengaruh negatif antara kepemilikan isntitusi terhadap manajemen laba. Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian Boediono (2005), Siregar dan Utama (2005) yang menemukan kepemilikan institusi memiliki hubungan positif dengan manajemen laba. 20 4.2.1.2 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajeman Laba Dewan komisaris sebagai badan pengawas dalam perusahaan guna melakukan kontrol bagi pihak manajemen agar perusahaan dijalankan dengan baik sesuai prinsip GCG. Mengingat dewan komisaris tersebut merupakan bagian penting dalam mekanisme GCG yang bertujuan memberi petunjuk kepada manajemen eksekutif perusahaan, maka semakin banyak jumlah dewan komisaris diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja manajemen. Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,256 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis kedua tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß 0,021, arah pengaruh bersifat positif. Berarti semakin tinggi ukuran dewan komisaris maka akan menaikkan manajemen laba. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang diprediksikan sebelumnya. Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Yulianto (2010;91) yang menemukan bahwa terdapat penagruh negatif anatara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba. Penelitian yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian Jansen (1993), Yermarck (1996) dan Ujiyanto dan Pramuka (2007) dalam Yulianto (2010) yang menemukan bahwa semakin besar dewan komisaris maka semakin besar kecurangan dalam pelaoran keuangan. 4.2.1.3 Pengaruh Komposisi Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba Komisaris independen adalah dewan yang dipilih dari RUPS untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen. Dewan komisaris dalam perusahan merupakan dewan yang netral, di mana dewan komisaris independen tersebut berfungsi sebagai dewan pengawas setelah dewan komisaris dependen. Keberadaan dewan komisaris independen dalam internal perusahaan diharapkan agar dapat bersikap arif dan bijaksana serta tidak memihak pada satu pihak sehingga keberadaannya dapat mengurangi penyelewengan manajemen dan dapat memberikan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,872 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis ketiga tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß -0,038, arah pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi komposisi komisaris independen maka akan menurunkan manajemen laba. Hal ini telah sesuai dengan teori yang diprediksikan. Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Racmawati dan Triatmoko (2007) dan Yulianto (2010) yang menemukan bahwa ada pengaruh negatif tidak signifikan antara komposisi komisaris independen dengan manajemen laba. Sementara itu penelitian yang berbeda dengan peneltian ini adalah peneltian Boediono (2005), Siregar dan Utama (2005) yang menyatakan komposisi komisaris independen berpengaruh positif terhadap manajemen laba. 4.2.1.4 Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Manajemen Laba Dewan direksi adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Direksi harus mengelola perusahaan berdasarkan kepentingan bersama terutrama pemegang saham, karena direksi tersebut dipilih melalui RUPS dalam perusahaan. Secara umum peranan dan tugas direksi ialah menjalankan fungsi pengendalian perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi 21 pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan kepercayaan di masa mendatang. Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,086 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis keempat tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß -0,019, arah pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi ukuran dewan direksi maka akan menurunkan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan teori yang diprediksikan. Hasil penelitian ini tidak relevan dengan penelitian Jansen (1993), Midiastuty dan mahfoedz (2003) dan Yulianto (2010) yang menunjukkan pengaruh positif tidak signifikan antara ukuran dewan direksi dengan manajemen laba. 4.2.2 Pengaruh Leverage Keuangan terhadap Manajemen Laba Leverage keuangan merupakan total utang dibagi dengan total aset. Leverage dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajer dan dengan pemberi manajemen (bondholders). Jika leverage menggambarkan tanggungan utang perusahaan, maka semakin tinggi tingkat leverage berarti juga semakin tinggi tingkat utang perusahaan. Kondisi tersebut akan memungkinkan pihak manajemen dmelakukan penyimapangan termasuk melakukan manajemen laba agar kinerja yang akan dilaporkan pada pihak kreditur menjadi baik. Selain itu, dengan memanajemen laba, manejer akan dengan mudah mendapatkan pinjaman pada kreditur. Dengan dimikian dapat disimpulakan bahwa leverage keuangan baisa mempertinggi tingkat manajemen laba perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian di atas nilai sig. 0,996 > 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis kelima tidak signifikan, meskipun tidak signifikan jika dilihat dilihat dari nilai ß -0,003, arah pengaruh bersifat negatif. Berarti semakin tinggi leverage keuangan perusahaan maka akan menurunkan manajemen laba. Hal ini sesuai dengan teori yang diprediksikan sebelumnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yulianto (2010;96), Ujiyanto dan Pramuka (2007) yang menunjukkan adanya pengaruh negatif tidak signifikan antara leverage keuangan dengan manajemen laba. Penelitian yang tidak relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Guenther (2001) dalam Yulianto (2010) yang menyatakan leverage keuangan mempunyai hubungan positif signifikan dengan manajemen laba perusahaan. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian terhadap 20 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2010 yang sesuai dengan kriteria sampel dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kepemilikan institusi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena nilai koefisien regresi (ß) -0,163 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,217 > 0,05. 2. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena nilai koefisien regresi (ß) 0,021 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,256 > 0,05. 3. Komposisi komisaris independen berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena koefisien regresi (ß) bernilai -0,038 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,872 > 0,05. 22 4. Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba karena koefisien regresi (ß) bernilai -0,019 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,086 > 0,05. 5. Leverage keuangan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba perusahaan perbanakan karena koefisien regresi (ß) bernilai -0,003 dan hipotesis alternatif tidak signifikan karena nilai sig 0,996 > 0,05. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian di atas maka saran yang dapat diberikan peneliti sebagai berikut: 1. Manajemen laba adalah praktik yang merugikan bagi semua pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan, oleh karena itu diharapkan kepeda para manajer agar melakukan pengelolaan prinsip GCG secara konsisten sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar dapat mewujudkan kondisi perbankan yang sehat sehingga mandapatkan kepercayaan masyarakat, nasabah maupun investor. 2. Investor harus memiliki pertimbangan serta berhati-hati dalam mengambil keputusan bisnis. Investor tidak boleh hanya berfokus pada informasi keuangan saja, akan tetapi juga harus memperhatikan informasi non keuangan separti penerapan GCG dan peraturan bank Indonesia pada perusahaan perbankan. 3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan dan menyempurnakan keterbatasan penelitian seperti yang telah dijabarkan dalam keterbatasan penelitian. 23 DAFTAR PUSTAKA Ghozali, Iman. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gujarati, Damondar. 1995. Ekonomitrika Dasar. Sumarno Zain (penterjemah). Penerbit Erlangga, Jakarta. Hanafi, Manduh. 2004. Manajemen Keuangan. Penerbit BPFE, Yogyakarta. Harahap, Sofyan F. 1996. Teori Akuntansi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Indroes, Ferry N. 2008. Manajemen Risiko Perbankan. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. ______. 2002. Bank dan lembaga keuangan lainnya. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Metode Kuantitatif. Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Pedoman Penyusun Karya Ilmiah Ya Berupa Skripsi. 2008. Fakultas Ekonomi Universitas Madura. Santosa, Purbayu B dan Pakarti Puji. 2005. Analisis Statistik dengan MS. EXEL dan SPSS. Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Singgih, Santoso. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Supardi. 1993. Metodologi Penelitian Bisnis. Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Islam Yogyakarta, Yogyakarta. Tunggal, Iman S dan Tunggal, Widjaja A. 2002. Membangun Good Corporate Governance (GCG). Penerbit Harvarindo, Jakarta. Ujiyantho, Muh. Arief. dan Pramuka, Bambang Agus. 2007. Mekanisme Good corporate governance, Manajemen laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi IV, Bandung. Umar, husein. 2001. Riset Akuntansi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, jakarta. Ulum, Ihyaul. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit UMM Pers, Malang. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. 2010. komisaris independen. http://boedexx.blogspot.com/2010/07/komisaris-independen.html. ____________. 2010. Dewan Direksi. http://boedexx.blogspot.com/2010/07/dewandireksi. html. 24 Yulianto, Eko. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Dan Leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2007-2008. Skripsi tidak Diterbitkan. Universitas Malang. 25