PUSAT ANTAR UNIVERSTAS BIDANG MIKROELEKTRONIKA PENELITIAN INTEGRATED CIRCUIT SENSOR - 2 Oleh : Prof. Dr. Samaun Samadikun Dr. Ir. Adang Suwandi. 1988/1989 d/a. Laboratorium Elektronika & Komponen Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 -1 PENGEMBANGAN SEBUAH PIEZORESISTIVE PRESSURE SENSOR UNTUK INSTRUMENTASI BIOMEDIS. ABSTRAK Telah dikembangkan suatu cara untuk pembuatan serta analisa dari suatu sensor tekanan yang berdasarkan efek piezoresistip dan menggunakan teknik rangkaian terintegrasi monolitik menggunakan bahan silikon. Efek piezoresistip ini dipilih karena pengaruhnya dapat diukur dengan melakukan perubahan resistansi yang linier sebagai dari tekanan. Untuk meningkatkan kepekaannya maka dipakai sebuah diafragma yang tipis yang dapat dianggap sebagai penguat dari tekanan yang akan diukur; penguatannya sebanding dengan kwadrat dari perbandingan diameter dan ketebalan dari diafragma. Stres pada diafragma yang cliakibatkan oleh tekanan di-indra oleh ampat buah resistor yang diorientasikan secara optimum yang disambung sehingga membentuk sebuah jembatan. Dua resistor yang berhadapan dipinggir diafragma yang berbentuk Lingkaran, mempunyai polaritas peiezoresistivitas yang sama akan tetapi berlawanan dengan dua lainnya. Suatu cara melakukan etsa yang tidak isotropis dipakai untuk pembuatan diafragma, dan juga dipakai suatu cara memonitor ketebalan dari diafragma yang sekaligus merupakan etsa untuk memisah-misahkan sensor-sensor tersebut. Telah dibuat sensor dengan diameter 0,5 mm dengan ketebalan diafragma 5 mikron, dan dikelilingi dengan cincin selebar 0,15 mm dari silikon tebal. Karena pembuatannya adalah kompatibel dengan pembuatan rangkaian terintegrasi standar maka dapat dibuat sekaligus banyak sensor. Dengan cara ini telah diperoleh sensor dengan kepekaan 14 mikrovolt per volt per mmHg. Telah dianalisa pula sumber-sumber yang mengakibatkan terjadinya pergeseran karena temperatur dan ternyata bahwa sumbernya yang paling utama ialah dari kepekaan temperatur dari koefisien piezoresistansi. Telah dicoba suatu cara untuk melakukan kompensasi dari pergeseran yang diakibatkan oleh temperatur tersebut dengan membangkitkan sinyal yang peka terhadap temperatur tetapi tidak peka terhadap tekanan untuk di pakai sebagai tegangan kompensasi. Setelah dipasang diujung sebuah kateter, maka sistim ini dapat dimasukkan kedalam kateter yang Iebih besar untuk menggantikan sebuah kawat yang tadinya dipakai untuk membawa ujung keteter ketempat yang diinginkan. Sensor-sensor tersebut telah dicoba untuk mengukur tekanan darah anjing secara invivo dengan hasil yang memuaskan. -2 Pendahuluan Keinginan untuk dapat melakukan pengukuran yang dapat diandalkan dari tekanan yang ada dalam sistem biomedis sudah lama dirasakan, yaitu setelah bidang ini mulai menjadi suatu ilmu dan tidak lagi merupakan suatu seni. Contoh-contoh dimana diperlukan informasi mengenai tekanan didalam badan manusia ialah pada sistim kardiovaskular, sistim cerebrospinal, sistim gastro-intestine dan dalam bladder. Dari ini semua, maka biasanya yang paling penting ialah pengukuran tekanan dalam sistim kardiovaskular, karena bila digabungkan dengan pengukuran EKG dapat dilakukan diagnosa yang teliti mengenai keadaan jantung. Pada saat ini, cara yang lazim digunakan untuk mengukur tekanan darah intra-arterial ialah dengan menggunakan sebuah kawat baja yang lentur berdiameter kira-kira satu milimeter, yang kemudian dimasukkan kedalam pembuluh darah. Kawat ini kemudian didorong ketempat dimana diinginkan pengukuran tekanannya, sedang posisinya yang tepat diikuti melalui fluoroskop. Bila kawat telah sampai pada tempat yang diinginkan, maka sebuah kateter yang menyelubungi k awat tersebut didorong mengikuti kawat sehingga ujungnya sampai ketempat tersebut. Langkah berikutnya ialah dengan menari k kawat baja tersebut dan kemudian mengisi kateter dengan cairan yang sesuai. Pengukuran tekanan dapat dimulai dengan memasang sebuah sensor tekanan pada ujung kateter yang berada diluar tubuh manusia. Cara ini mempunyai kelemahan-kelemahan karena perubahan tekanan yang terjadi pada ujung kateter yang berada didalam tubuh harus berjalan sepanjang kateter sampai keujung yang berada diluar tubuh yang dipasang sensor tekanan. Bentuk gelombang tekanan yang kita ukur sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat propagasi dari kateter, yang pada prakteknya sangat berbeda dari gelombang tekanan yang sebenarnya didalam tubuh. Secara ideal, untuk menghindarkan cacad yang disebabkan oleh propagasi dalam kateter, sebuah sensor tekanan dapat dimasukkan kedalam tubuh sebagai pengganti kawat baja; hal ini pada saat yang lampau tidak mudah dilakukan karena tiadanya sensor tekanan yang mempunyai diameter sama atau lebih kecil dari kawat bja tersebut. Untuk tempat-tempat dalam tubuh yang mudah dijangkau maka kadang-kadang kawat baja pemandu tersebut tidak diperlukan, dan sebuah sensor tekanan dengan diameter antara 1 dan 1,5 mm dapat langsung dimasukkan ketempat yang diinginkan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menjajahi kemungkinan fabrikasi sensor tekanan miniatur dengan menggunakan teknologi rangkaian terintegrasi bahan silikon. Suatu bentuk praktis yang dapat dipakai untuk mengukur tekanan darah dalam suatu sistim biologis ialah dengan menggabungkan sebuah diafragma silikon dengan resistcr-resistor didifusikan kedalamnya, dimana diafragma tersebut bertindak sebagai penguat mekanis bagi tekanan tersebut. Diafragma merupakan bagian terpenting dari sensor tekanan. Sifat penguatan terhadap tekanan dari sebuah diafragma yang dijepit pinggirannya adalah sebanding dengan kwadrat dari perbandingan garis tengah dan ketebalannya. Diperlukan ketebalan kira-kira 5 mikron untuk memperoleh kepekaan yang tidak terlalu kecil bila akan dipakai garis tengah diafragma sebesar 0,5 mm. Suatu pinggiran penyangga yang tebal diperlukan untuk memudahkan penanganan dan pemasangan dari sensor-sensor yang kecil tersebut. -3 Gambar 1a menunjukkan foto dari atas dari sensor, sedangkan gambar 1b menunjukkan penampangnya. Dalam penelitian ini telah diperoleh penyelesaian dari beberapa pemasalahan untuk pembuatan sensor tekanan, yaitu : 1. Pembuatan diafragma 2. Orientasi dar i sensor tekanan 3. Stabilisasi terhadap temperatur 4. Pemasangan dari sensor. Pembuatan diafragma dilakukan dengan mengetsa lempengan silikon berorientasi [100] dalam larutan etsa an isotropis KOH. Et.sa ini mempunyai sifat-sifat yang baik karena menghasilkan diafragma yang rata, mudah penanganannya dan murah harganya. Kita juga dapat melindungi bagian-bagian yang tidak ingin di etsa dengan melapisi silikon dioksida. Suatu cara yang unik telah dikembangkan untuk memonitor ketebalan diafragma yang sekaligus bertindak sebagai etsa untuk memisahkan (chip-chip) sensor-sensor tersebut. Dengan menggunakan cara ini maka dapat dibuat sekaligus banyak sekali sensor tekanan seperti dalam pembuatan chip-chip dalam rangkaian terintegrasi. Stres yanq timbul dalam diafragma sebagai akibat melengkungnya diafragma karena tekanan dapat diukur melalui ampat resistor yang diberi orientasi khusus untuk memaksimalkan perubahannya. Keempat resistor dihubungkan dalam sebuah jembatan sehngga dua resistor yang berseberangan mempunyai arah perubahan yang berlawanan dengan dua resistor lainnya, Setelah melakukan analisa dari pola etsa yang diperoleh pada diafragma dan ketergantungan dari koefisien piezoresistansi terhadap orientasi pada diafragma, maka dapatlah dilakukan optimalisasi dari kepekaan sensor terhadap tekanan. Sifat-sifat termal dari struktur yang terdiri dari diafragma tipis yang dilapisi oksida, dapat dibuktikan sangat tergantung dari stres sisa yang terdapat pada antarmuka dari diafragma silikon dan lapisan Si02. Stres ini disebabkan karena beda koefisien pemuaian darl silikon dan silikon dioksida, dan arah perubahannya dapat diperkirakan dengan mudah. Suatu kompensasi eksternal untuk mengurangi pengaruh tempeteratur telah dibuat dengan menggunakan komponen aktip yang mengeluarkan tegangan yang tidak tergantung dari tekanan akan tetapi tergantung dari temperatur untuk mengkompensasikan bagian dari tegangan output yang tergantung dari temperatur. Pemasangan dari chip yang kecil yang peka terhadap tekanan di ujung kateter merupakan bagian integral dari pengembangan sensor tekanan. Dapat atau tidaknya sensor ini di terima dikalangan biomedis sangat tergant.ung dari cara pemasangan ini. Karena sebagian besar dari kontak transduser dengan sistem biomedis adalah melalui kemasan pemasangan ini, maka perlu sekali diperhatikan sifat racun dari bahan-bahan yang dipakai. Dalam penelitian ini cara yang dipakai untuk memasang chip yang peka terhadap tekanan ialah dengan menggunakan tabung dari kwarsa. Chip ditempatkan di atas tabung kwarsa sehingga terletak tepat di atas ampat kawat penghubung untuk kemudian disoldir dengan menggunakan solder cair. Rongga antara chip dan ujung tabung kwarsa di tutup dengan epoksi. Diameter akhir dari sistem ini ialah 0.9 mm yang lebih kecil dari diameter kawat baja -4 yang dipakai untuk menempatkan kateter dalam pembuluh darah. Telah dicoba untuk menggunakan transducer tekanan ini untuk mengukur tekanan darah dalam (jantung) anjing sistm kardiovaskular. II. Pertimbangan-pertimbangan untuk tekanan berdasarkan piezo resistansi yang akan di pakai dalam bidang biomedis. Perancangan sebuah sensor untuk tekanan menyangkut pemilihan dari mekanisme fisik yang akan dipakai untuk mengubah besaran tekanan menjadi besaran elektrik dan melakukan optimasi dari hubungan kedua besaran tersebut. Untuk transduser yang akan dipakai dalam peralatan biomedis ada persyaratan tambahan (seperti) yang menyangkut Ukuran dan sifat racun dari bahan-bahan yang dipakai dan kemudian diperiksa kesesuaiannya terhadap pemrosesannya dengan menggunakan teknologi rangkaian terintegrasi standar. II.1. Silikon sebagai bahan untuk sensor tekanan yang akan dipakai dalam peralatan biomedis. Silikon sudah dipakai sejak lama sebagai bahan sensor yang digunakan dalam bidang biomedis untuk pengukuran intravaskular. Kemungkinan untuk melapisi silikon dengan silikon dioksida, yaitu suatu bentuk murni dari gelas biasa, memungkinkan bahan ini dipakai untuk aplikasi tersebut. Meskipun efek piezoelektrik didalam bahan silikon adalah kecil, tetapi masih ada efek-efek lain yang peka terhadap tekanan yang memungkinkan dipakainya silikon sebagai bahan sensor tekanan. Efek-efek ini antara lain ialah perubahan-perubahan dari sifat junction p-n yang ditimbulkan oleh strain, dan yang lainnya ialah efek piezoresistip. Berhubung efek piezojunction adalah efek yang diakibatkan oleh perubahan bandgap karena pengaruh tekanan, maka efek ini hanya timbul pada tekanan tinggi, dekat pada batas patahnya bahan. Dilain pihak, efek piezoresistip dapat dideteksi pada tingkatan stres yang rendah yang disebabkan oleh pengaruh stres terhadap mobilitas dari pembawa muatan. Efek piezoresistip dalam bahan silikon adalah salah satu yang paling besar, dan kalah hanya dari beberapa semikonduktor gabungan (compound semiconductors). Hal ini digabungkan dengan keadaan teknologi silikon yang telah sangat maju, khususnya untuk teknologi rangkaian terintegrasi, menyebabkan pemakaian bahan silikon untuk pembuatan transduser miniatur untuk tekanan adalah sangat baik. II.2. Cara untuk melakukan penguatan tekanan. Untuk dapat memperoleh hasil pengukuran yang berarti bagi tekanan yang rendah, maka diperlukan suatu cara untuk memperkuat tekanan tersebut. Sensor-sensor yang menggunakan efek piezojunction untuk pengukuran tekanan semuanya menggunakan semacam jarum untuk dapat memperoleh penguatan tekanan yang tinggi. Dengan mengkonsentrasikan gaya yang akan diukur pada suatu permukaan kecil diujung jarum, maka dapat diperoleh stres yang besat pada permukaan yang kecil tersebut. Cara lain ialah menggunakan bentuk batang cantilever, dimana devais-devais yang peka stress dipasang pada satu sisi batang, sedang satu ujung dari batang dipegang hingga tidak bergerak dan ujung satunya lagi gaya. Cara ketiga menggunakan struktur diafragma untuk memperoleh penguatan tekanan, dan tampaknya cara ini ialah yang paling cocok untuk keperluan kita. Suatu difragma yang sirkular dapat dengan mudah dipasang diujung sebuah kateter, sedangkan penguatan tekanan yang cukup besar dapat diperoleh bila perbandingan antara garis tengah dan tebal diafragma dapat dibuat cukup besar. Beberapa piezoresistor dapat didifusikan didaerah yang terjadi penguatan -5 tekanan yang tinggi, dan miniaturisasi dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan teknologi integrated circuits. II.3. Besarnya stres pada permukaan diafragma dan orientasi dari piezorestor. Sebelum dapat dilakukan difusi dari piezorestor diatas permukaan diafragma maka diperlukan data mengenai besarnya stres diberbagai tempat pada diafragma dan batasan-batasannya. Menggabungkan pengetahuan ini dengan arah orientasi maksimum dari koefisien piezoresistip maka letak dan bentuk dari piezorestor dapat ditentukan untuk memperoleh kepekaan tekanan yang maksimum. Dengan menggunakan teori plate dan shell, dan stress radial sigma r ( ), serta stres tangensial sigma t ( ), maka stress pada bagian belakang dari diafragma dapat dikatkan dengan tekanan yang diberikan dari depan (q) , ketebaIan diafragma (h), jari-jari diafragma (a), perbandingan Poisson ( ), dan jarak dari titik tengah diafragma (r), dengan hubungan: (1) Gambar 2.1. menunjukkan besarnya stres sebagai fungsi dari jarak ketitik tengah dari diafragma. Hubungan linier antara tekanan dan stres hanya berlaku untuk defleksi diafragma yang kecil dibanding dengan ketebalannya. Ini berarti tidak adanya stress longitudinal pada bidang netral dari diafragma. Besarnya defleksi pada titik tengah dari diafragma ialah: Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara tekanan maksimum yang diperkenankan dengan jari-jari diafragma, sedangkan ketebalan diafragma dipakai sebagai parameter, dan (wc)/h < 0,4 dipakai sebagai batas. Akan terjadi nonlinearitas bila batas ini dilampaui, dan akan diperoleh hubungan yang tidak linier antara tekanan dan stres pada diafragma. Untuk sebuah piezorestor yang dikenakan stres yang sejajar dan tegakIurus kepadanya, maka perubahan resistansinya ialah: R/R = (2) Untuk piezorestor yang diarahkan secara tangensial atau radial diatas diafragma yang sirkular, maka perubahan resistansi ini ialah : Resistor tangensial : Resistor radiaI : (3) Besarnya koefisien piezoeresitip paralel dan tegaklurus ialah : (Appendix 2) Bahan n : (4) Bahan p : dimana I1, m1 dan n1 adalah kosinus dari arah vektor sejajar dengan resistor, sedangkan I2, m2 dan n2 adalah kosinus dari vektor tegak lurus pada resitor, dan kedua buah sudut vektor -6 diukur terhadap sumbu kristal. pi11 dan pi44 ialah koefisien piezoresistip yang dominan dalam piezoresistor tipe n dan tipe p. Gambar 2.4a dan b menunjukkan kurva dari pi11 dan pi44 pada bidang (100) untuk piezorestor tipe n dan tipe p. Dengan menggabungkan persamaan (1), (3) dan (4) maka dapat dihitung besarnya perubahan dari piezoresitor yang didifusikan pada diafragma yang diorientasikan pada bidang (100) dan arah resistornya pada sumbu-sumbu utama. (App. 3) Untuk resistor tipe n dengan arah [100] dan [110], bentuknya iaIah : [100] : [110] : Untuk resistor tipe p yang diorientasikan kearah [100], dan kedua-duanya nol, sedangkan untuk arah [110] besarnya ialah : [110] : (6) Hubungan-hubungan ini diutarakan dalam gambat 2.5a dan b. Dari gambar-gambar ini dapat diambil kesimpulan bahwa untuk resistor tipe n yang didifusikan kedalam bidang (100), orientasi yang paling baik untuk memperoleh ampat resistor yang dihubungkan dalam sebuah jembatan ialah dengan membuat dua resistor radial atau tangensial di tengah diafragma dengan arah [100] atau [110], digabung dengan dua resistor radial dipinggir diafragma dengan arah [100]. Untuk jembatan yang mengandung ampat buah resistor tipe p pada permukaan (100), kombinasi yang paling baik ialah dua buah resistor radial dan dua buah resistor tangensial, keempat-empatnya ditempatkan dipinggir diafragma. Dalam keadaan sebenarnya, dimana resistor-resistor tersebut mempunyai ukuran yang tidak kecil, maka perlu dilakukan perata-rataan. (7) dan besarnya koefisien piezoresistip rata-rata ialah : (8) (r2 - r1) ialah panjang dari resistor radial, sedangkan (a2 – a1) ialah lebar sudut yang diambil oleh resistor tangensial. Denqan demikian maka besarnya perubahan resistansi pada piezoresistor radial dan tangensial menjadi: (9) -7 Dengan menggunakan persamaan (4), (7), (8) dan (9), dapat dihitung besarnya perubahan piezoresistor tipe p yang diorientasikan kearah [110] dalam permukaan bahan n yang berorientasi (100), sebagai berikut : (10) dimana (r) dan (r) adalah besarnya stres tangensial dan radial yang dihitung pada posisi r dari resistor tangensial. Dengan menggunakan hubungan : maka koefisien piezoresistip dapat dihitung bila tekanan dan besarnya ketidak-seimbangan dari jembatan yang diakibatkan oleh tekanan tersebut dapat diketahui. II.4. Penentuan besarnya harga piezoresistor. Pemilihan dari besarnya harga piezoresistor harus merupakan sustu kompromi dari beberapa persyaratan yang saling bertentangan. Kepekaan terhadap tekanan dari suatu jembatan yanq terdiri dari ampat resistor aktip adalah sebanding dengan resistivitas lapisan difusi dan tegangan suplai. Dilain pihak, stabilitas jembatan tersebut terhadap temperatur tergantung terbalik dengan resistivitas Iapisan dan tegangan suplai, sehingga persyaratan untuk memperoleh kepekaan tinggi bertentangan dengan persyaratan untuk stabilitas temperatur yang tinggi. Dengan menggunakan rangkaian kompensasi, maka sebagian besar pengaruh tempertatur tersebut dapat dieliminasi untuk daerah temperatur tertentu, sehingga menggunakan resistivitas lapisan yang tinggi memberikan lebih banyak keuntungan. Batas tertinggi dari tegangan suplai ditentukan oleh persyaratan keamanan dan batas disipasi maksimum yang diperkenankan. Tegangan ini biasanya berkisar antara 6 dan 15 volt. Batas atas dari resistivitas lapisan ditentukan oleh pertimbangan apakah akan dilakukan pemrosesan sinyal pada chip yang sama atau tidak. Untuk teknologi bipolar, maka lapisan p biasanya dibuat pada waktu difusi base yang menghasilkan resistivitas lapisan sebesar 100 ohm per bujur sangkar. Untuk suatu harga resitor tertentu, maka besarnya koefisien piezoresistansi rata-rata akan Iebih besar bila ukurannya makin kecil. Ukuran minimum piezoresistor ditentukan oleh kemampuan fotolitografi yang tersedia. Untuk sensor tekanan yang berukuran kecil, dimana tidak disediakan tempat untuk melakukan pemrosesan sinyal, maka suatu resistansi lapisan yang lebih besar dari 100 ohm per bujur sangkar adalah lebih baik. Dalam keadaan ini, maka ukuran resistor dibuat minimal disesuaikan dengan kemampuan fotolitografi. III. Fabrikasi. Untuk dapat membuat sensor tekanan tersebut dengan sekaligus banyak, maka dimanfaatkan teknologi IC planar yang sudah biasa melaksakan hal ini. Kecuali beberapa langkah-langkah khusus, maka dipakai proses pembuatan IC bipolar standar yang lazlm digunakan di industri. Untuk membuat diafragma dan bentuk yang sirkular perlu diadakan langkah-langkah khusus. -8 III.1. Persiapan bahan. Bahan mula yang dipakai urrtuk pembuatan sensor tekanan ini ialah silikon tipe n, tebal 50 75 mikron, orientasi (100). Bahan ini diterima dalam keadaan kedua buah permukaan teroksidasi dan hanya satu permukaan yang dipoles halus. (Monothin, dari perusahaan Monsanto). Lempengan silikon yang berdiameter 1,5 inchi ini tidak diberi pinggiran referensi orientasi, sehingga diperlukan suatu cara tertentu untuk menentukan arah-arah kristal pada permukaan lempeng tersebut. Cara yang dipakai dalam penelitian ini, yang hasilnya cukup baik, ialah dengan menekankan sebuah jarum baja ditengah-tengah lempeng yang diletakkan pada permukaan keras, sehingga lempeng silikon pecah menjadi ampat melalui bidangbidang robeknya, yaitu bidang (111), yang bersamaan dengan arah [110] pada permukaan lempeng. Langkah berikutnya ialah menghilangkan oksida yang ada dengan cara etsa basah, dan kemudian menumbuhkan oksida baru pada temperatur 1100 C sampai ketebalan 7000 Angstrom. Langkah int penting bila diinginkan pengendalian yang baik dari kepekaan temperatur dari sensor tekanan, karena kepekaan temperatur sebagian besar ditentukan oleh sifat-sifat oksida. Oksida ini dipakai sebagai pelindung difusi resistor dan kontak ke substrat, dan juga sebagai pelindung selama etsa pembuatan diafragma. Untuk dapat melakukan fotolitografi bagi bentuk-bentuk yang berkaitan dipermukaan depan dan belakang dari Iempeng, maka perlu dibuat tanda-tanda pelurus dikedua permukaan, untuk dipakai sebagai referensi topeng pel indung pada langkah-langkah berikutnya. III.2. Difusi dan metalisasi. Agar fabrikasi dari sensor tekanan ini sesuai mungkin dengan pembuatan IC bipolar standar yang ada, maka pembuat.an piezoresistor dilakukan sesuai dengan difusi base untuk transistor n-p-n, yang menghasilkan resistivitas lapisan kira-kira 100 ohm per bujur sangkar. Jadwal ini menghasilkan resistor yang mempunyai koefisien piezoresistip yang tinggi dan memungkinkan juga pada waktu yang akan datang untuk memasukkan rangkaian pemrosesan sinyal bila diperlukan. Untuk membuat kontak ke substrat dipakai jadwal difusi emitter n+. Setelah membuka jendela-jendela untuk kontak dan mengelupas fotoresist, maka dilakukan evaporasi bahan nikel dalam vakum dengan ketebalan 1500 Angstrom. Vakum yang dipakai ialah 5x10E-7 Torr. Dengan menggunakan fotolitografi maka ditentukan besarnya papanpapan kontak dan diIakukan penebalan dengan bahan emas atau nikeI melalui cara electroplating. Pemilihan pelapisan dengan emas atau nikel tergantung apakah sensor tekanan tersebut akan disambung dengan dunia Iuar melalui cara bonding atau penyolderan. Setelah dilakukan pengelupasan fotoresist maka nikel atau emas yang tidak diperlukan dietsa hingga habis. Gambar 3.1 menunjukkan lempeng dari depan, dimana tampak tanda-tanda pelurus, resistor yang didifusi, papan-papan kontak dan lubang pada oksida yang berbentuk Iingkaran yang dipakai untuk memonitor ketebalan diafragma. III.3. Cara pembuatan diafragma. Ada berbagai cara untuk pembuatan diafragma dari bahan silikon. Karena sifat bahan silikon yang rapuh, maka ada permasalahan untuk menangani diafragma yang tipis, sehingga struktur yang ideal ialah sebuah diafragma yang tipis dan di lingkari oleh bingkai tebal dari bahan yang sama. Ada berbagai cara untuk memperoleh struktur semacam ini, umpamanya dengan cara "spark gap erosion technique", etsa elektrochemis, dan etsa secara selektip. -9 Diafragma dengan Iuas yang besar berketebalan 20 mikron telah dapat dibuat dengan cara etsa HF-HN03 yang selektip dan isotropik, dengan menggunakan lilin ata oksida sebagai topeng pelindung. Etsa semacam ini menghasilkan pembulatan-pembulatan pada pinggiran struktur, yang dapat sedikit dikurangi dengan menggunakan agitasi atau bubbling dengan gas. Ketebalan diafragrna dilakukan dengan memonitor sifat transmisi cahaya dari diafragma tersebut atau dengan memonitor waktu etsa secara teliti. Pengaturan cara pertama hanya dapat diIakukan bila diameter diafragma cukup besar, sedangkan cara kedua memerlukan pengendalian yang teliti temperatur dan komposisi campuran cairan etsa. Untuk diafragma yang mempunyai ketebalan 5 mikron cara-cara tersebut diatas, cara-cara tersebut diatas tidak akan menghasilkan yield yang baik. Karena pada akhir fabrikasi sensor-sensor tekanan yang silkular dan kecil-kecil tersebut saling dipisah-pisahkan, maka suatu etsa pemisahan harus ditemukan yang tidak mengetsa papan kontak yg sudah ada. Cara yang dipakai disini untuk pembuatan diafragma menggunakan cara etsa yang anisotropis. Ada beberapa etsa tipe ini yang tersedia, seperti: Hydrazine, Pyrocatechol atau Kalium hydroxida. Dalam penelitian ini digunakan KOH karena murah harganya dan mudah ditangani, sedangkan untuk pelindung dapat digunakan silikon dioksida. Untuk menghindarkan adanya ketidaksamaan ketebalan diafragma yang disebabkan kecepatan etsa yang berbeda-beda karena komposisi atau temperatur cairan etsa, atau tebal mula dari lempeng silikon, maka telah dikembangkan suatu cara untuk memonitor ketebalan diafragma tidak di pengaruhi oleh hal-hal tadi. Penampang dari struktur diafragma selama proses etsa pembuatan diafragma sedang berlangsung tampak dalam gambar 3.2. Suatu celah yang sempit dan berbentuk lingkaran dibuat dipermukaan atas dari wafer yang merupakan batas luar dari ukuran sensor-sensor tekanan yang berbentuk sirkular. Didalam celah ini tidak ada silikon dioksida sehingga silikon akan larut ke dalam cairan etsa secara anisotropis. Lebar celah ini dibuat 1,4 kali tebal difragma yang diinginkan. Bila etsa berlanjut dari belakang maka keadaan yang sama terjadi terhadap celah yang berada didepan. Sisi-sisi dari hasil etsa anisotropis ialah bidang (111) dari kristal. Setelah beberapa menit maka parit yang dibatasi oleh celah, dibagian depan dari lempeng, akan seolah-olah berhenti dietsa karena kedua permukaan (111) telah bertemu dan membentuk sebuah V. Karena kecepatan etsa kearah (100) kira-kira 100 kali lebih cepat dibanding dengan arah (110) maka setelah etsa dibagian depan berhenti, tetapi etsa dibagian belakang masih terus berlanjut karena masih adanya permukaan (100) yang masih terbuka. Kedalaman dari parit V ini merupakan tebal dari diafragma yang diinginkan. Bila diafragma telah mencapai ketebalan ini maka transdusertransduser ini memisahkan diri dari lempengan silikon. Keadaan ini dapat dilihat dengan jelas dan proses etsa dapat diberhentikan dengan cara menetralisir larutan etsa. Jadi dengan cara ini, kita hanya perlu memperhatikan kapan sensor-sensor tersebut terlepas dari wafernya, dan kita ketahui bahwa pada saat itu ketebalan diafragma adalah sesuai dengan yang kita inginkan, tidak tergantung dari kecepatan etsa maupun dari tebal mula wafer yang dipakai. Karena cara yang dipakai untuk pengendalian ketebalan akhir dari diafragma tidak tergantung dari kecepatan etsa, maka pemilihan temperatur dari larutan etsa ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan lain, antara lain oleh kecepatan penguapan dari salah satu komponen etsa pada temperatur tinggi, atau kecepatan etsa yang terlalu rendah bila temperatur rendah. Suatu temperatur etsa antara 70 dan 80 derajad C tampaknya paling sesuai, dan pada tempetatur ini diperoleh kecepatan etsa sebesar 0,5 mikron per menit kearah (100). - 10 III.4. Pemasangan dari keping-keping yang peka tekanan. Untuk pengukuran mula, maka sensor-sensor ini kita pasang pada header TO-5 yang diberi lubang dengan diameter 0,5 mm pada dasarnya. Pemasangan dilakukan dengan mengelem dengan epoksi dan kemudian melakukan bonding dengan kawat emas antara papan-papan kontak dan tiang-tiang dari header. Dengan cara ini kemudian dapat kita berikan tekanan statis dan dinamis pada bagian atas dari header TO-5 melalui pipa plastik yang kita selubungkan mengelilingi tutup header TO-5 yang kita buka atapnya. Untuk mengukur kepekaan temperatur dari sensor, maka sensor tidak dilekatkan ke header. Hal ini dimaksudkan untuk tidak mengukur sinyal yang diakibatkan oleh perbedaan koefisien pemuaian dari sensor dan header. Dalam hal lni sensor dipegang mengapung oleh kawatkawat emas yang menghubungkan papan-papan kontak dan tiang-tiang header. Untuk keperluan pengukuran tekanan secara kardiovaskular, maka sensor harus dipasang diujung kateter. Gambar 3.3 menunjukkan gambar potongan dari sensor berdiameter 1,6 mm yang dipasang di ujung kateter. Ampat buah kawat tembaga yang terisolasi dilalukan tabung kwarsa dan dipegang pada tempatnya oleh pipa teflon yang juga bertindak sebagai pipa untuk memberikan tekanan referensi sebesar tekanan atmosfir. Keempat kawat tersebut ditempatkan ditempatkan berselang 90 derajat sehingga sesuai dengan letak papan-papan kontak dari sensor. Setelah diberi soldir yang diemulsi, maka seluruh struktur dipanaskan hingga solder meleleh dan mengikat kawat-kawat tembaga. Rongga diantara sensor dan tabung kwarsa ditutup dengan epoksi. Pemasangan dari sensor yang berdiameter 0,8 mm dilakukan dengan sedikit perubahan dibanding dengan yang dipakai untuk memasang sensor yang berdiameter besar. Gambar 3.4 menunjukkan gambar dari pemasangan sensor yang berdiameter 0,8 mm diujung kateter. IV. Pengukuran secara elektris. VI.1. Tegangan pada iembatan sebagai fungsi dari tekanan. Gambar 4.1. menunjukkan ketidak seimbangan dari jembatan yang dibentuk oleh ampat buah piezoresistor sebagai fungsi tekanan untuk dua sensor yang mempunyai diameter masing-masing 1,2 mm dan 0,5 mm. Dalam kedua hal ketebalan diafragma ialah 7 mikron, Ketebalan diafragma di ukur: dengan memecah sebuah sensor dan mengukurnya melalui mikroskop. Untuk percobaan ini diambil tegangan suplai sebesar 6 Volt, sehingga diperoleh kepekaan dari sensor tekanan sebesar 83 dan 14 mikro Volt per mmHg per Volt suplai. Ditemukan adanya sedikit nonlinearitas dari kepekaan tekanan pada sensor yang berdiameter 1,2 mm, yang kemungkinan besar disebabkan oleh nonlinearitas dari hubungan antara tekanan dan stres pada permukaan diafragma. Dari kepekan tekanan serta diameter dan ketebalan diafragma yang diketahui, dapat dihitung koefisien piezoresistip dari resistor difusi tipe p untuk resistivitas lapisan yang dipakai. Melakukan susbstitusi dari harga-harga yang diketahui dalam persamaan : dan menyamakannya dengan kepekaan yang diperoleh dari pengukuran, maka dapat dihitung besarnya = - 11 Harga dari ini sesuai dengan harga yang telah dipublikasikan diliteratur untuk resistivitas yang dipakai. IV.2. Model arus searah dan kepekaan temperatur dari resistor yang di-difusikan. Perubahan dari keseimbangan jembatan sebagai fungsi dari t.emperatur, urrtuk sensor yang tidak dipasang dan tidak diberi tekanan, tampak dalam gambar 4.2. Dari sini dapat diketahui besarnya koefisien temperatur yaitu 0,3 mVolt per derajat C untuk tegangan suplai 6 Volt, atau ekivalen dengan 0,6 mmHg per derajat C. Suatu model arus searah dari sebuah piezoresistor tampak dalam gambar 4.3. Pergeseran harga resistor diakibatkan oleh kombinasi dari pengaruh temperatur semua bagian dari model tersebut, yaitu : 1. R(t) yaitu bagian yang peka temperatur dari resistor yang tidak terkena stres pada suatu temperatur tertenfu. 2. Kepekaan tekanan dari piezoresistor yang juga peka temperatur, dan diutarakan dengan (dR/dq) (T). 3. q(T) adalah tekanan efektip pada diafragma, yang terdiri dari dua bagian, yaitu tekanan yang diberikan dari luar dan yang diakibatkan oleh Iapisan Si02 pada diafragma. Karena Si02 ditumbuhkan pada temperatur tinggi, maka diperoleh suatu stres sisa pada temperatur kamar yang tergantung dari temperatur, yang diakibatkan oleh beda koefisien pemuaian dari silikon dan silikondioksida. 4. Is(T) ialah besarnya arus bocor dari resistor yang diberi prategangan mundur terhadap substrat, yang juga tergantung dari tempetatur. Sumber arus ini sebetulnya tersebar pada seluruh resistor, dan bila fabrikasi dilakukan dengan baik maka komponen ini dapat diabaikan. Suatu sumber lain yang tidak diperhatikan dalam analisa ini ialah yang timbul dalam sensor yang telah dipasang, yaitu yang diakibatkan oleh beda koefisien ekspansi dai sensor dan rumahnya. Pengaruh keseluruhan dari semua komponen yang peka temperatur ini dapat diutarakan sebagai berikut : d( ) /dT = (4.1) Dengan memperhatikan polaritas untuk resistor radial dan tangensial, maka perubahan dari tegangan ketidak seimbangan jembatan ialah : (4.2) Koefisien temperatur dari resistivitas disebabkan oleh perubahan mobilitas yang diakibatkan perubahan temperatur dan mempunyai harga sebesar 1000 ppm per derajat C untuk resistor p yang didifusi dengan Boron sehingga mencapai resistivitas sebesar 100 ohm per bujur sangkar. Dari persamaan 4.2 dapat dilihat bahwa koefisien temperatur dari ketidak seimbangan jembatan ditentukan oleh perbedaan dari koef isien temperatur dari resistivitas resistor radial dan tangensial. Perbedaan ini, yang disebabkan oleh beda konsentrasi permukaan dari masing-masing resistor, hanya sebesar 0,5%. Perkiraan besarnya variasi dari ketidak seimbangan jembatan yang disebabkan oleh efek ini ialah sebesar kira-kira 5 ppm/C, atau ekivalen dengan 0,1 mmHg/C. - 12 Untuk sensor yang dibuat dengan baik dan hati-hati maka bagian ini dapat diabaikan. Arah dari perubahan ketidak seimbangan jembatan sebagai fungsi dari temperatur biasanya dapat diperkirakan sebelumnya, karena pengaruh komponen 2 dan 3 dari persamaan (4.2) adalah saling menjumlahkan. Dengan mengabaikan komponen 1 dari persamaan (4.2), maka gambaran secara grafis dari efek oksida dan koefisien piezoresistip tampak dalam gambar 4.4, dalam keadaan tanpa tekanan pada diafragma. Perubahan total dari Vout, untuk perubahan temperatur dari T1 ke T2 (T2 > T1), terdiri dari komponen 2 dan 3. Komponen 2 diakibatkan olen perubahan koefisien piezoresistip karena temperatur, sedangkan komponen 3 disebabkan oleh sisa stres pada antarmuka silikon dan Si02. Tekanan efektip yang ada pada permukaan diafragma berubah dari q(T1 ) menjadi q(T2). Besarnya tekanan sisa yang disebabkan oleh oksida telah diukur dengan membedakan ketidak seimbangan jembatan sebelum dan sesudah etsa diafragma. Untuk oksida yang ditumbuhkan pada temperatur 1100 C dan dengan ketebalan kira-kira 5000 A, maka sisa tekanan yang diukur dipermukaan diafragma pada temperatur kamar adalah ekivalen dengan tekanan 70 mmHg. Stress sisa pada permukaan antar muka Si dan SiO2, yang tampak dengan adanya sedikit penggelembungan dari diafragma, dapat diutarakan sebagai berikut : C ialah konstanta struktur yang mempunyai dimensi stres dan adalah koefisien pemuaian dari silikon (3,7E-6/C) dan Si02 (1,6E-6/C) (T2-T1) adalah daerah temperatur yang mengakibatkan adanya stres pada antar muka. Untuk oksida yang dibuat pada temperatur 1100C, tidak dapat kita pakai temperatur ini untuk T2, karena pada temperatur ini silikon dan oksidanya masih lunak. Jaccodyne menggunakan angka 800 untuk T2. Dengan menggunakan temperatur ini, maka koefisien temperatur dari stres sisa juga besarnya kurang dari 0,1 mmHg/C, Dari data ini dapat diambil konklusi bahwa koefisien temperatur dari sensor yang belum dipasang pada rumahnya, didominasi oleh koefisien temperatur dari koefisien piezoresistip. Dalam keadaan sensor temperatur yang telah di pasang pada rumahnya, maka setiap perbedaan koefisien temperatur dari sensor dan rumahnya akan tampak sebagai stres sisa pada sensor dan direfIeksikan sebagai koefisien tempetatur dari sistim transduser tekanan. Koefisien temperatur dari sensor yang telah dipasang diujung kateter lebih tidak dapat diperkirakan dibanding dengan yang belum dipasang. Untuk sensor yang telah dipasang diperoleh pengaruh temperatur sebesar 5 mmHg/C (gambar 4.6), yang sebagian besar disebabkan oleh perbedaan koefisien pemuaian dari bahan-bahan yang dipakai untuk memasang sensor. Pengaruh temperatur ini biasanya terIalu besar untuk sebagian besar pemakaian dalam instrumentasi biomedis, sehingga perlu dilakukan kompensasi temperatur. IV.3. Kompensasi temperatur. Ada barbagai cara untuk melakukan kompensasi temperatur pada sensor tekanan. Salah satu cara yang lazim dipakai ialah dengan memasang resistor yang tergantung temperatur secara seri pada lengan jembatan yang memerlukannya. Resistor yang tergantung dari temperatur ini kemudian dipendam pada kateter sehingga mempunyai temperatur yang sama dengan sensor tekanan. Untuk sensor tekanan yang ultra miniatur maka cara ini tidak terlalu mudah dilakukan, karena akan memperbesar ukuran sensor dan juga akan mengurangi kepekaan - 13 jembatan. Masalah lain ialah diperlukannya satu kontak tambahan pada sensor, yang akan menambah masalah dalam pemasangan diujung kateter. Cara lain yang dapat digunakan ialah dengan menurunkan resistivitas lapisan dari resistor difusi, yang akan menurunkan koefisien temperatur tetapi juga akan menurunkan koefisien piezoresistip dari resistor. Kompensasi yang dilakukan dalam gambar 4.5. menggunakan rangkaian aktip, diluar kateter, untuk membuat pengaruh temperatur sekecil mungkin. Seperti tampak dalam gambar, impedansi searah dari jembatan dilihat dari titik catu kepada jembatan melalui sumber arus, maka informasi mengenai temperatur yang diperoleh pada titik catu dapat dipakai untuk mengkompensasi pengaruh temperatur pada jembatan. Keuntungan tambahan dari rangkaian ini ialah diperolehnya data tambahan berupa data temperatur dari sistim biologis yang diukur. Perubahan tegangan pada titik catu dari jembatan yang diakibatkan oleh tekanan ialah : (4.3) dan perubahannya karena temperatur ialah : (4.4) Dari persamaan 4.3 dapat dilihat bahwa kepekaan tekanan dari tekanan pada titik catu ialah kecil, yang disebabkan oleh beda dari perubahan resistor radial dan tangensial karena temperatur. Kepekaan temperatur dari tegangan pada titik catu tampak persamaan 4.4, dan didominasi oleh koefisien temperatur dari resistivitas. (komponen 1 dalam persamaan 4.4). Perbandingan besar dua resistor Rst dan Rspi pada gambar 4.5, ditentukan oleh perbandingan dari harga numeris persamaan 4.2 dan 4.3. Untuk suatu sensor yang telah dipasang diujung kateter, perbandingan ini dapat diperoleh dari kurva yang menghubungkan perubahan keseimbangan jembatan dan perubahan tegangan pada titik catu, seperti tampak dalam gambar 4.6. Dalam prakteknya, perbandingan ini sebagian besar ditentukan oleh pengaruh temperatur kepada resistivitas, seperti tampak dalam tegangan pada titik catu, dan pengaruh temperatur kepada koefisien piezoresistip dan pengaruh temperatur lain yang diakibatkan oleh kemasan, yang tampak pada ketidak seimbangan dari jembatan. Suatu kurva yang menunjukkan kepekaan tekanan dari sebuah sensor temperatur yang telah dikompensir tampak dalam gambar 4.7. Kompensasi adalah sempurna untuk daerah temperatur dari 33 C sampai 39 C, sedangkan untuk daerah temperatur antara 39 C dan 43 C kepekaan temperatur ialah 1 mmHg/C. Berhubung dengan sifat pemasangan yang mengakibatkan kepekaan temperatur yang tidak dapat diperkirakan, maka setiap sistim transduser tekanan harus di kompensasikan secara tersendiri. - 14 Gambar 1.a. Pandangan atas dari sensor tekanan. Gambar 1.b. Penampang dari sensor. - 15 Gambar 2.1. Stres radial dan tangensial dibagian belakang diafragma yang disebabkan oleh tekanan dari depan. Gambar 2.2. Tekanan maksimum sebagai fungsi dari jari-jari diafragma untuk diafragma silikon yang pinggirannya diikat. Ketebalan diafragma dipakai sebagai parameter Wc/h < 0,4 dipakai sebagai batas maksimum defleksi. - 16 Gambar 2.3. Pola stres dan koefisien piezoresistip dari resistor tangensial dan radial. Gambar 2.4a. Ketergantungan π11 dan π kepada arah orientasi kristal dibidang (100), untuk resistor digusi tipe n. - 17 Gambar 2.4b. Ketergantungan π11 dan kepada arah orientasi di bidang (100), untuk resistor difusi tipe p. Gambar 2.5a. ΔR/R sebagai fungsi dari jarak r untuk resistor difusi radial dan tangensial tipe n, ke arah beberapa sunbu kristal dalam bidang (100). - 18 Gambar 2.5b. ΔR/R sebagai fungsi dari jarak r untuk resistor difusi radial dan tangensial tipe p kearah 110 dalam bidang (100). Gambar 3.1. Bagian dari wafer diliat dari depan, siap untuk dilakukan etsa pembuatan diafragma dan pemisahan sensor. - 19 Gambar 3.2. Pembuatan diafragma tipis dari silikon, dengan pinggiran penyangga yang tebal. Etsa pemisah chip, yang dilakukan bersamaan dengan etsa pembuatan diafragma, dipakai untuk memonitor ketebalan diafragma. Gambar 3.3. Pemasangan sensor tekanan ukuran besar (diameter 1,6 mm) diujung kateter. - 20 Gambar 3.4. Foto dari pemasangan sensor berdiameter 0.8 mm diujung kateter. - 21 Gambar 4.1. Kepekaan terhadap tekanan dari sensor tekanan dengan diameter diafragma yang berbeda-beda. - 22 Gambar 4.2. Kepekaan temperatur dari sensor tekanan yang tidak dipasang. - 23 Gambar 4.3. Model DC dari piezo resistor Gambar 4.4. Penjelasan secara grafis dari kepekaan temperatur sebuah sensor tekanan yang menggunakan piezo resistor yang didifusikan. - 24 Gambar 4.5. Rangkaian Kompensasi temperatur Gambar 4.6. Hubungan antara perubahan dalam ketidak seimbangan jembatan dan perubahan tegangan pada titik catu sebagai fungsi dari temperatur, untuk sebuah sensor tekanan yang dipasang diujung kateter. - 25 Gambar 4.7. Kepekaan tekanan sebuah sensor tekanan yang sudah diberi Kompensasi temperatur - 26