BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Menurut Boediono (1994 : 10) perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya pertukaran atau perdagangan timbul karena salah satu atau kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut (gains from trade). Tambunan (2001 : 1) mendefinisikan perdagangan internasional sebagai perdagangan antara atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga dan remittance seperti gaji tenaga kerja serta fee atau royalty teknologi (lisensi). Nopirin (1996 : 26) menyatakan perdagangan internasional antar dua negara akan timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan permintaan bisa disebabkan oleh jumlah dan jenis kebutuhan, jumlah pendapatan, kebudayaan, selera, dan sebagainya. Dari segi penawaran, disebabkan oleh perbedaan faktor produksi, baik kualitas, kuantitas maupun dalam hal 14 komposisi faktor produksi tersebut. Perbedaan faktor produksi akan membedakan tingkat produktivitas tiap negara. Faktor harga juga menentukan adanya perbedaan harga komparatif antar negara yang menyebabkan timbulnya arus perdagangan internasional. Jadi, perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang maupun jasa yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. Menurut Hamdy (2001 : 24) memaparkan beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya perdagangan internasional yang pada dasarnya adalah sebagai berikut: 1) Teori pra klasik (Merkantilisme) Ide pokok merkantilisme adalah Negara atau raja akan kaya atau makmur dan kuat apabila ekspor lebih besar dari pada impor (X > M). Surplus dari X – M (ekspor netto) diselesaikan dengan pemasukan logam mulia terutama emas dan perak dari luar negeri, karena pada waktu itu logam mulia dipakai sebagai alat pembayaran. Kebijakan perdagangan dilakukan oleh merkantilis dalam melaksanakan ide pokok tersebut dengan cara melaksanakan ekspor sebesarbesarnya kecuali logam mulia dan melarang atau membatasi impor dengan ketat kecuali logam mulia. 15 2) Teori klasik a. Teori keunggulan mutlak (absolut advantage) Adam Smith Pokok pikiran Adam Smith dalam teori perdagangan internasional adalah, bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produk dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak dan mengimpor barang bagi negara yang memiliki ketidakunggulan mutlak. Kelemahan dari teori ini, bahwa perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan jika masing-masing negara memiliki keunggulan absolut dari produk ekspornya. Keunggulan absolut untuk kedua produk yang diperdagangkan dimiliki oleh satu negara, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang saling menguntungkan. b. Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) David Ricardo Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau Theory of Labour Value yang menyatakan, bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hamdy, 2001 : 32). Suatu negara akan mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang-barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien dan mengimpor barang yang produksinya kurang efisien. Kelemahan dari teori ini adalah perdagangan internasional akan terjadi adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja) Perbedaan ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas dan efisiensi, akibatnya 16 harga berbeda. Jika fungsi faktor produksinya sama (efisiensi dan produktivitas sama), maka akan terjadi karena barang kedua negara sama. 3) Teori modern: Teori Heckscher – Ohlin (Teori H – O) Teori perdagangan selanjutnya dikembangkan oleh ahli ekonomi dari Swedia, yaitu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin yang terkenal dengan teori Heckscher – Ohlin. Teori yang lebih modern ini menyatakan, bahwa terjadinya perdagangan internasional disebabkan karena adanya perbedaan relatif faktor-faktor pemberian alam dan intensitas penggunaan faktor produksi. H – O menyatakan, bahwa setiap negara akan mengekspor barang yang diproduksinya melimpah dan menggunakan murah secara faktor intensif produksi serta yang mengimpor persediaannya barang yang produksinya menggunakan faktor produksi yang persediaannya langka dan mahal secara insentif (Hamdy, 2001 : 39). 4) Paradigma Baru Perdagangan Internasional Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara 17 tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah, bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001 : 130). 2.1.2 Konsep Ekspor Menurut Amir (1992 : 2) kegiatan ekspor diartikan dengan pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan keluar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing. Menurut Collins (1994 : 218), pengertian ekspor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang dapat dilihat (Visible Export). 2) Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik di dalam negeri (sebagai contoh, kunjungan wisatawan mancanegara) maupun di luar negeri (sebagai contoh, perbankan dan asuransi) yang keduanya menghasilkan mata uang asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang tidak dapat dilihat (Invisible Export). 3) Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio, investasi langsung luar negeri dalam bentuk aset fisik dan deposito bank disebut ekspor modal. 18 Menurut Winardi (1986 : 98), ekspor adalah barang-barang yang termasuk dijual kepada penduduk negara lain ditambah dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk negara tersebut berupa pengangkutan dengan kapal, permodalan, dan lain-lain yang memantau ekspor tersebut. Ekspor terjadi terutama karena kebutuhan akan barang dan jasa suatu negara bisa kompetitif, baik harga maupun mutu dengan produksi sejenis di pasar internasional. Ekspor dengan sendirinya memberikan pemasukan devisa bagi negara bersangkutan yang nantinya dipergunakan untuk membiayai kebutuhan impor maupun pembangunan dalam negerinya. Menurut Sukirno (2000 : 109), faktor-faktor yang menentukan ekspor adalah sebagai berikut. 1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara. 2) Proteksi di negara-negara lain Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. 19 3) Kurs Valuta Asing Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat. Ekspor adalah penting dalam hal utama, yaitu bersama-sama dengan impor menghasilkan neraca pembayaran dari suatu negara (suatu negara harus mengekspor untuk dapat membiayai impornya yang dibayar dengan mata uang asing) dan ekspor menggambarkan suntikan dana dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional. Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 10/MPP/SK/5/1996 dan Nomor 228/MPP/SK/7/1997, barang-barang yang diekspor digolongkan dalam empat kelompok, yaitu : 1) Barang yang diatur ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), kayu dan produk kayu (kayu lapis), barang hasil industri dan kerajinan dari kayu cendana dan kopi. 2) Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk, seperti kacang kedelai, padi, beras, ternak hidup, pupuk urea, perak yang ditempa, minyak dan gas bumi, timah, dan inti kelapa sawit. 3) Barang yang dilarang ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor, seperti jenis perikanan dalam keadaan hidup (arwana, benih ikan sidat), 20 binatang liar dan tumbuhan alam yang dilindungi secara mutlak, kulit mentah (pickled dan kulit binatang melata), karet, bongkah serta barangbarang kuno bernilai kebudayaan. 4) Barang yang bebas ekspornya adalah barang yang tidak termasuk dalam barang yang diatur ekspornya, barang yang diawasi ekspornya maupun barang yang dilarang ekspornya, seperti kerajinan perak, ikan tuna beku, vanili, kerajinan bambu, dan lain-lain. Kebijaksanaan dalam bidang ekspor diarahkan pada peningkatan daya saing dan perluasan pasar luar negeri, yang ditempuh dengan upaya-upaya peningkatan kesinambungan efisiensi dan produksi ketepatan perbaikan waktu mutu penyerahan komoditas, serta jaminan penganekaragaman produksi di pasar. Untuk mendukung semua itu dilakukan penyempurnaan sarana dan prasarana perdagangan termasuk informasi pasar, peningkatan promosi, peningkatan akses pasar, serta pemantapan sarana dan prasarana penunjang ekspor, seperti: perkreditan, asuransi, lalu lintas keuangan dan perangkat hukum. 2.1.3 Konsep Produksi Dalam menyelenggarakan usaha perkebunan, setiap petani akan berusaha dengan hasil produksi atau hasil perkebunannya mengalami kenaikan. Berbagai upaya dilakukan oleh petani untuk dapat mencapai keberhasilan panen, bagi petani panen berhasil maka selain kebutuhan keluarga dapat terpenuhi, kelebihannya bisa dijual dengan harga yang tinggi apabila kualitasnya telah memenuhi standar, sambil menunggu musim panen yang akan datang. 21 Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus (1986 : 183), yang dimaksud dengan fungsi produksi adalah fungsi matematis yang menyatakan berapa jumlah suatu masukan dalam unit tertentu untuk menghasilkan output tertentu. Produksi dibedakan menjadi tiga yaitu produksi total (total production) adalah banyaknya produksi yang dihasilkan dari penggunaan beberapa faktor produksi. Produksi marginal (marginal product) adalah tambahan produksi karena penambahan penggunaan satu unit faktor produksi, dan produksi rata-rata (average product) adalah rata-rata output yang dihasilkan per unit faktor produksi (Rahardja, 2001 : 136). Menurut Sukirno (1996 : 194), yang disebut sebagai fungsi produksi yaitu suatu perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dimana fungsi produksi merupakan suatu hubungan fisik antara input sumber daya perusahaan (faktor-faktor produksi) dan keluarannya (output) yang berupa barang dan jasa per unit waktu atau dapat dibuat formulasinya sebagai berikut. A= f ( K, L, R, T ) Keterangan: A= Jumlah produksi barang dan jasa K= Kapital/Modal L= Labour/ Tenaga Kerja R= Resources/ Alam T= Teknologi/ Entreprenuer Jika laju kenaikan atau peningkatan jumlah produksi sekarang lebih besar daripada jumlah produksi yang lalu maka peristiwa itu disebut skala produksi yang meningkat. Adanya kelebihan produksi akan dapat menyebabkan anjloknya 22 harga produk. Yang dimaksud luas areal adalah keseluruhan atau areal (ladang) yang menjadi tempat penanaman atau yang merupakan suatu tempat atau kawasan untuk melakukan atau mengerjakan proses penanaman. Untuk singkatnya luas areal adalah luas lahan perkebunan (ladang) yang dapat ditanami. Luas areal belum menjamin jumlah atau hasil yang akan diperoleh sebab tidak semua areal ditanami kopi dan tidak semua areal dimanfaatkan dengan baik, sehingga disini luas panen memberikan suatu indikasi besarnya jumlah produksi kopi. 2.1.4 Hubungan Jumlah Produksi dengan Ekspor Perlu diketahui bahwa setiap kenaikan produksi haruslah disertai dengan adanya peningkatan luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan investasi pemerintah atau pengeluaran pembangunan pemerintah pada sektor ini. Jika produksi meningkat maka volume ekspor juga meningkat. Dimana dengan peningkatan produksi maka akan mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan sebagian dari produksi tersebut dapat di ekspor. Jadi, antara jumlah produksi dengan ekspor memiliki hubungan yang positif. 2.1.5 Konsep Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi. Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam usaha tani kecil-kecilan atau usaha tani rakyat dan tenaga kerja dalam usaha pertanian yang besar-besaran yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Penduduk berusia 15-64 tahun. Tenaga kerja dapat 23 juga didefinisikan sebagai jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Simanjuntak,1998:31). Usaha untuk memperluas kesempatan kerja dalam rangka mengurangi pengangguran yang ada maupun dalam rangka menyerap tenaga kerja merupakan salah satu masalah pembangunan yang dihadapi banyak negara berkembang. Faktor-faktor tertentu yang sedang dianggap dapat mempengaruhi kesempatan kerja antara lain adalah pertambahan angkatan kerja yang jauh melebihi perkembangan lapangan kerja. Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan negaranegara sedang berkembang tingkat pertumbuhan penduduknya pada umumnya cukup tinggi. Pada umumnya tenaga kerja mempunyai sifat penawaran yang terus menerus sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk sedangkan permintaan tenaga kerja tergantung pada kenaikan permintaan akan barang dan jasa. Disamping itu, juga dipengaruhi oleh kemajuan dalam bidang teknologi. Produktivitas tenaga kerja digunakan sebagai tolak ukur kemajuan sektor pertanian pada negara-negara maju. Semua usaha diarahkan pada peningkatan produktivitas tenaga kerja tersebut. Satu hal yang bertentangan dengan Negara Indonesia adalah di negara maju tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas, sehingga peningkatan produktivitas sangat mudah dilakukan karena sudah merupakan suatu keharusan, kalau tidak ingin kekurangan tenaga kerja. Sementara dinegara berkembang, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang berlebihan atau faktor produksi yang paling kurang terbatas dibandingkan 24 dengan tanah dan modal, sehingga peningkatan produktivitas sulit dan kurang berguna dilakukan. Keadaan ini membuat pertanian kita lambat berkembang. Tenaga muda yang lebih banyak tidak berminat pada sektor pertanian dan lebih tertarik pada sektor industri di perkotaan dan ramai-ramai pindah ke Kota mencari pekerjaan, urbanisasi tidak tertahankan sehingga konsekuensi pergerakan ekonomi yang dimulai dengan pertumbuhan sektor industri (Daniel,2002:88). Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisis ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan berapa pula menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga kerja ahli. Sebaliknya, pada usaha pertanian skala besar lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara sewa dan diperlukan tenaga kerja ahli. Analisis ketenagakerjaan juga memperhatikan pembedaan tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Pembedaan ini terjadi karena setiap jenis tahapan pekerjaan dalam suatu usaha pertanian adalah berbeda (Soekartawi,2002:25-26). 2.1.6 Hubungan Tenaga Kerja dengan Ekspor Samuelson(1986:64) menyatakan, apabila masyarakat menginginkan lebih banyak barang atau jasa, maka akan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan pada lahan yang terbatas luasnya. Apabila jumlah tenaga kerja yang 25 yang digunakan semakin meningkat dalam proses produksi komoditas tertentu maka jumlah produksi komoditas tersebut yang didapatkan akan bertambah dan hal ini menyebabkan ekspornya pun juga semakin meningkat. Begitu pula sebaliknya, jika jumlah tenaga kerja yang digunakan berkurang dalam proses produksi suatu komoditas maka jumlah produksi komoditas tersebut akan berkurang serta ekspornya pun juga akan menurun. Namun, sesuai dengan hukum The Law of Diminishing Returns (LDR), setiap tambahan pekerja baru akan semakin sedikit pada titik tertentu memberikan output tambahan artinya penggunaan tenaga kerja mempunyai titik maksimal untuk memaksimalkan dalam menghasilkan barang dan jasa yang mempunyai nilai tambah. Jadi antara jumlah tenaga kerja dengan ekspor pada umumnya memiliki hubungan yang positif. 2.1.7 Konsep Kurs Valuta Asing Valuta asing merupakan mata uang tiap-tiap negara di dunia seperti dollar US untuk Amerika, yen untuk Jepang, pound untuk Inggris dan mata uang lainnya. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dalam pasar valuta asing akan merubah kurs valuta asing. Kurs valuta asing merupakan mata uang negara lain yang dinilai dengan mata uang dalam negeri. Nopirin (1987 : 163) mendefinisikan kurs valuta asing adalah perbandingan atau harga antara dua mata uang. Pertukaran antara mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai atau harga antar kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut dengan kurs atau exchange rate, misalnya kurs valuta asing (dollar Amerika Serikat) pada tahun 2000 adalah US $ 1 = Rp 9.595,- berarti 26 untuk mendapatkan sejumlah US $1, maka Rupiah yang diperlukan sebesar Rp 9.595,-. Kestabilan nilai tukar rupiah sangatlah diperlukan agar kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih mantap. Hal ini disebabkan karena produsen atau eksportir dapat merencanakan kegiatan mereka secara lebih pasti. Ada beberapa sistem kurs yang dapat menjaga kestabilan nilai tukar, diantaranya : 1) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate System) Adalah kurs yang ditentukan oleh badan yang berwenang di bidang moneter (otoritas moneter), untuk waktu tertentu kurs ini tidak berubah-ubah. Apabila nilai mata uang negara tersebut berubah maka otoritas moneter yang berhak mengambil kebijakan untuk mengembalikan nilai tukar ke nilai yang ditetapkan. Konsekuensi dari kebijakan nilai tukar tetap adalah otoritas moneter harus bisa memperkirakan dengan tepat nilai tukar equilibrium yang harus dipertahankan agar tidak over value, sehingga dibutuhkan cadangan devisa yang besar untuk melakukan intervensi, dibutuhkan koordinasi kebijakan moneter antar negara. 2) Sistem Kurs Mengambang atau Berubah (Floating Exchange Rate System) Kebijakan sistem kurs ini adalah dengan memberikan kebebasan atau mengambangkan pada pasar untuk mencapai nilai keseimbangan, sehingga tinggi rendahnya kurs tergantung dari permintaan dan penawaran. Sistem kurs mengambang terdiri dari: 27 a. Sistem Kurs Mengambang Bebas Penentuan nilai tukar ini terjadi tanpa adanya campur tangan dari otoritas moneter. Oleh sebab itu, kebijakan moneter dapat lebih independen. Otoritas moneter bisa menetapkan supply Rupiah dan membiarkan pasar valuta asing menentukan nilai tukar, sehingga sasaran kebijakan moneter terfokus dan lebih efektif dalam mengendalikan inflasi. b. Sistem Kurs Mengambang Terkendali Penentuan nilai tukar ini dibiarkan secara bebas sesuai dengan permintaan dan penawaran pasar tetapi berbagai intervensi kebijakan masih dipakai untuk menjaga agar nilai tersebut berada pada target nilai yang ditentukan. 3) Sistem Kurs Terkait Sistem nilai tukar yang ditetapkan dengan cara mengaitkan nilai tukar mata uang suatu negara dengan nilai tukar negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Salah satu variasi dari sistem kurs terkait adalah Currency Board System (CBS) yang diterapkan oleh beberapa negara yang mengalami kesulitan moneter. Currency Board System (CBS) dilaksanakan dengan cara mengaitkan dan menetapkan nilai tukar tetap antara mata uang suatu negara dengan Hard Currency tertentu didasarkan kepada jumlah mata uangnya yang beredar dan cadangan devisa yang dimilikinya (dalam bentuk mata uang Hard Currency) (Hamdy, 2001 : 20). 28 Menurut Winarno (2006), ada beberapa faktor yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan sistem kurs, yaitu : 1) Besarnya perekonomian dan tingkat keterbukaan. Pada struktur ekonomi sebuah negara, perdagangan internasional merupakan bagan terbesar dalam konfigurasi PDB, gejolak kurs mata uang bisa merepotkan. Hal itu disebabkan oleh potensi pengaruh yang bisa mengena berbagai sektor perekonomian. 2) Tingkat inflasi. Jika inflasi suatu negara lebih besar daripada nilai inflasi mitra dagangnya, sistem kurs fleksibel lebih mudah untuk menyesuaikan ketika terjadi penurunan daya saing. 3) Sifat peraturan perburuhan. Apakah kaku atau fleksibel lebih mudah dilakukan adaptasi agar mampu berdaya saing. 4) Tingkat kemajuan pasar uang. Di negara berkembang dengan pasar uang yang belum terlalu maju, sistem kurs bebas kurang cocok, karena volume perdagangan uang yang kecil dapat menimbulkan gejolak yang cukup besar. 5) Kredibilitas otoritas moneter. Bila otoritas moneter dianggap kurang memiliki kredibilitas, sistem kurs bebas mengakibatkan lonjakan kurs yang tinggi. 29 2.1.8 Hubungan Kurs Dollar dengan Ekspor Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan keatas ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti nilai mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya) akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno,2000:319). 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya yang pertama dilakukan oleh Luh Putu Mayta Susan (2007) yang berjudul ”Analisis Pengaruh Laju Inflasi, Kurs Dollar Amerika dan Suku Bunga Kredit Terhadap Nilai Ekspor Kopi Provinsi Bali Tahun 1990-2005”. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear barganda dan analisis koefisien determinasi. Hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis t-test ternyata laju inflasi, bila variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai ekspor kopi Provinsi Bali dengan t-hitung = 2,997 > t-tabel = -1,782, Kurs dollar Amerika berpengaruh tidak nyata terhadap nilai ekspor kopi Provinsi Bali dengan t-hitumg = -2,022 < t-tabel = 1,782 dan suku bunga kredit juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor kopi Provinsi Bali dengan thitung = -2,431< t-tabel = -1,782. 30 Berdasarkan hasil analisis uji-F diperoleh F-hitung = 9,216 > F-tabel = 3,49 pada α = 5 persen. Ini berarti laju inflasi, kurs Dollar Amerika dan suku bunga kredit secara serempak berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor kopi Provinsi Bali. Analisis koefisien deterninasi diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,651 yang berarti bahwa 65,1 persen variasi nilai ekspor kopi Provinsi Bali mampu dijelaskan oleh variasi laju inflasi, kurs Dollar Amerika dan suku bunga kredit dan sisanya sebesar 34,9 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukan dalam model. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel bebasnya dan variabel terikatnya. Pada penelitain menggunakan laju inflasi dan suku bunga kredit sebagai variabel sebelumnya bebasnya, sedangkan pada penelitian ini menggunakan jumlah produksi dan tenaga kerja sebagai variabel bebasnya dan variabel terikatnya dimana pada penelitian sebelumnya menggunakan nilai ekspor kopi Provinsi Bali periode 1990-2005 sedangkan pada penelitian ini menggunakan volume ekspor kopi Provinsi Bali periode 1996-2007. Perbedaan lainnya yaitu pada penelitian ini meneliti prospek dari variabel terikatnya sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak dilakukan penelitian mengenai prospek dari variabel terikatnya. Pesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan ekspor kopi sebagai varibel terikat dan kurs Dollar Amerika sebagai variabel bebasnya serta persamaan pada teknik analisis data yang menggunakan analisis regresi linier berganda (uji-t dan uji-F). 31 Brahma (2007) dengan judul ” Analisis Pengaruh Jumlah Produksi Kelapa Sawit, harga dan Kurs Dollar Amerika Terhadap Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Periode 1994-2006 ”. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan uji-t dan uji-F. Hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis t-test ternyata produksi, dimana variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia periode 1994-2006 dengan thitung = 12,269 > t-tabel = 1,833. harga komoditi kelapa sawit indonesia bila variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap volume kelapa sawit indonesia tahun 1994-2006 dengan thitung = 0,117 < t-tabel =1,833. Sedangkan kurs Dollar Amerika dimana variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh negatif dan tidak signifikan secara parsial terhadap volume ekspor kelapa sawit indonesia periode 1994-2006 dengan niali t-hitung -1,831 < t-tabel = 1,833. Analisis koefisien determinasi diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,963 yang berarti bahwa 96,30 persen variasi volume ekspor kelapa sawit indonesia mampu dijelaskan oleh variasi produksi, harga komoditi, dan kurs Dollar Amerika dan sisanya sebesar 3,70 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Hal ini menunjukkan variabel bebas mempunyai pengaruh yang kuat terhadap variabel terikat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel terikat dan variabel bebasnya. Pada penelitian sebelumnya menggunakan volume ekspor kelapa sawit sebagai variabel terikatnya sedangkan pada penelitian 32 ini menggunakan volume ekspor kopi. Variabel bebas pada penelitian sebelumnya menggunakan harga sedangkan pada penelitian ini menggunakan tenaga kerja. Selain itu, lokasi penelitiannya juga berbeda, pada penelitian sebelumnya lokasinya di Indonesia periode 1994-2006 sedangkan pada penelitian ini, lokasinya di Provinsi Bali periode 1996-2007. Selain itu, perbedaan lainnya yaitu pada penelitian ini meneliti prospek dari variabel terikatnya sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak dilakukan penelitian mengenai prospek dari variabel terikatnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel produksi, dan kurs Dollar Amerika sebagai variabel terikatnya. Penelitian ini juga menggunakan teknik analisis data yang sama yaitu dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan uji-t dan uji-F. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini sebagai berikut. 1) Diduga bahwa jumlah produksi, tenaga kerja dan kurs dollar Amerika Serikat secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kopi Provinsi Bali tahun 1996-2007. 2) Diduga jumlah produksi, tenaga kerja dan kurs dollar Amerika Serikat secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor kopi Provinsi Bali tahun 1996-2007. 33