analisis beberapa faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Konsep Perdagangan Internasional
Menurut Boediono (1994 : 10) perdagangan diartikan sebagai proses tukar
menukar yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak.
Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi
pertukaran
tersebut
dari sudut
kepentingan
masing-masing
dan
kemudian
menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya
pertukaran atau perdagangan timbul karena salah satu atau kedua belah pihak
melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari
pertukaran tersebut (gains from trade).
Tambunan (2001 : 1) mendefinisikan perdagangan internasional sebagai
perdagangan antara atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor.
Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang
(fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya
transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga dan remittance
seperti gaji tenaga kerja serta fee atau royalty teknologi (lisensi).
Nopirin (1996 : 26) menyatakan perdagangan internasional antar dua
negara akan timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran.
Perbedaan permintaan bisa disebabkan oleh jumlah dan jenis kebutuhan, jumlah
pendapatan, kebudayaan, selera, dan sebagainya. Dari segi penawaran, disebabkan
oleh perbedaan faktor produksi, baik kualitas, kuantitas maupun dalam hal
14
komposisi faktor produksi tersebut. Perbedaan faktor produksi akan membedakan
tingkat
produktivitas
tiap
negara.
Faktor harga juga menentukan adanya
perbedaan harga komparatif antar negara yang menyebabkan timbulnya arus
perdagangan internasional.
Jadi, perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai
suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang maupun jasa
yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan
dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga.
Menurut
Hamdy
(2001
: 24)
memaparkan
beberapa
teori yang
menjelaskan tentang timbulnya perdagangan internasional yang pada dasarnya
adalah sebagai berikut:
1) Teori pra klasik (Merkantilisme)
Ide pokok merkantilisme adalah Negara atau raja akan kaya atau
makmur dan kuat apabila ekspor lebih besar dari pada impor (X > M). Surplus
dari X – M (ekspor netto) diselesaikan dengan pemasukan logam mulia
terutama emas dan perak dari luar negeri, karena pada waktu itu logam mulia
dipakai sebagai alat pembayaran.
Kebijakan
perdagangan
dilakukan
oleh
merkantilis
dalam
melaksanakan ide pokok tersebut dengan cara melaksanakan ekspor sebesarbesarnya kecuali logam mulia dan melarang atau membatasi impor dengan
ketat kecuali logam mulia.
15
2) Teori klasik
a. Teori keunggulan mutlak (absolut advantage) Adam Smith
Pokok pikiran Adam Smith dalam teori perdagangan internasional
adalah,
bahwa
setiap
negara
akan
memperoleh
manfaat
perdagangan
internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produk dan
mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak dan
mengimpor barang bagi negara yang memiliki ketidakunggulan mutlak.
Kelemahan dari teori ini, bahwa perdagangan internasional akan
terjadi dan menguntungkan jika masing-masing negara memiliki keunggulan
absolut dari produk ekspornya. Keunggulan absolut untuk kedua produk yang
diperdagangkan
dimiliki
oleh
satu
negara,
maka
tidak
akan
terjadi
perdagangan internasional yang saling menguntungkan.
b. Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) David Ricardo
Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau Theory
of Labour Value yang menyatakan, bahwa nilai atau harga suatu produk
ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk
memproduksinya (Hamdy, 2001 : 32). Suatu negara akan mendapatkan
manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi
dan mengekspor barang-barang di mana negara tersebut dapat berproduksi
lebih efisien dan mengimpor barang yang produksinya kurang efisien.
Kelemahan dari teori ini adalah perdagangan internasional akan
terjadi adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja) Perbedaan ini
menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas dan efisiensi, akibatnya
16
harga
berbeda.
Jika
fungsi
faktor
produksinya
sama
(efisiensi
dan
produktivitas sama), maka akan terjadi karena barang kedua negara sama.
3) Teori modern: Teori Heckscher – Ohlin (Teori H – O)
Teori perdagangan selanjutnya dikembangkan oleh ahli ekonomi dari
Swedia, yaitu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin yang terkenal dengan teori
Heckscher – Ohlin. Teori yang lebih modern ini menyatakan, bahwa
terjadinya perdagangan internasional disebabkan karena adanya perbedaan
relatif
faktor-faktor
pemberian
alam dan
intensitas
penggunaan
faktor
produksi.
H – O menyatakan, bahwa setiap negara akan mengekspor barang
yang
diproduksinya
melimpah
dan
menggunakan
murah
secara
faktor
intensif
produksi
serta
yang
mengimpor
persediaannya
barang
yang
produksinya menggunakan faktor produksi yang persediaannya langka dan
mahal secara insentif (Hamdy, 2001 : 39).
4) Paradigma Baru Perdagangan Internasional
Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan
kompetitif. Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan
suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan
komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena
adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan
oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki
oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara
17
tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan
komparatif adalah,
bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis
dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia
(Tambunan, 2001 : 130).
2.1.2 Konsep Ekspor
Menurut Amir (1992 : 2) kegiatan ekspor diartikan dengan pengeluaran
barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan keluar negeri sesuai
dengan ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk
valuta asing.
Menurut Collins (1994 : 218), pengertian ekspor dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :
1) Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar
luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Ekspor
seperti ini disebut ekspor yang dapat dilihat (Visible Export).
2) Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik di dalam negeri (sebagai
contoh, kunjungan wisatawan mancanegara) maupun di luar negeri (sebagai
contoh, perbankan dan asuransi) yang keduanya menghasilkan mata uang
asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang tidak dapat dilihat (Invisible
Export).
3) Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio,
investasi langsung luar negeri dalam bentuk aset fisik dan deposito bank
disebut ekspor modal.
18
Menurut Winardi (1986 : 98), ekspor adalah barang-barang yang termasuk
dijual
kepada
penduduk
negara
lain
ditambah
dengan
jasa-jasa
yang
diselenggarakan kepada penduduk negara tersebut berupa pengangkutan dengan
kapal, permodalan, dan lain-lain yang memantau ekspor tersebut. Ekspor terjadi
terutama karena kebutuhan akan barang dan jasa suatu negara bisa kompetitif,
baik harga maupun mutu dengan produksi sejenis di pasar internasional. Ekspor
dengan sendirinya memberikan pemasukan devisa bagi negara bersangkutan yang
nantinya dipergunakan untuk membiayai kebutuhan impor maupun pembangunan
dalam negerinya.
Menurut Sukirno (2000 : 109), faktor-faktor yang menentukan ekspor
adalah sebagai berikut.
1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain
Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan
suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya
menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya
pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk
di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan
ekspor suatu negara.
2) Proteksi di negara-negara lain
Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.
19
3) Kurs Valuta Asing
Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara
pengekspor
dapat
meningkatkan
daya
beli negara
pengimpor
yang
mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.
Ekspor adalah penting dalam hal utama, yaitu bersama-sama dengan impor
menghasilkan
neraca
pembayaran
dari suatu
negara (suatu negara harus
mengekspor untuk dapat membiayai impornya yang dibayar dengan mata uang
asing)
dan
ekspor
menggambarkan
suntikan
dana
dalam aliran
sirkulasi
pendapatan nasional.
Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
10/MPP/SK/5/1996
dan
Nomor
228/MPP/SK/7/1997,
barang-barang
yang
diekspor digolongkan dalam empat kelompok, yaitu :
1) Barang yang diatur ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat
dilakukan oleh eksportir terdaftar, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT),
kayu dan produk kayu (kayu lapis), barang hasil industri dan kerajinan dari
kayu cendana dan kopi.
2) Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat
dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau
pejabat yang ditunjuk, seperti kacang kedelai, padi, beras, ternak hidup,
pupuk urea, perak yang ditempa, minyak dan gas bumi, timah, dan inti
kelapa sawit.
3) Barang yang dilarang ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor,
seperti jenis perikanan dalam keadaan hidup (arwana, benih ikan sidat),
20
binatang liar dan tumbuhan alam yang dilindungi secara mutlak, kulit
mentah (pickled dan kulit binatang melata), karet, bongkah serta barangbarang kuno bernilai kebudayaan.
4) Barang yang bebas ekspornya adalah barang yang tidak termasuk dalam
barang yang diatur ekspornya, barang yang diawasi ekspornya maupun
barang yang dilarang ekspornya, seperti kerajinan perak, ikan tuna beku,
vanili, kerajinan bambu, dan lain-lain.
Kebijaksanaan dalam bidang ekspor diarahkan pada peningkatan daya
saing dan perluasan pasar luar negeri, yang ditempuh dengan upaya-upaya
peningkatan
kesinambungan
efisiensi
dan
produksi
ketepatan
perbaikan
waktu
mutu
penyerahan
komoditas,
serta
jaminan
penganekaragaman
produksi di pasar. Untuk mendukung semua itu dilakukan penyempurnaan sarana
dan prasarana perdagangan termasuk informasi pasar, peningkatan promosi,
peningkatan akses pasar, serta pemantapan sarana dan prasarana penunjang
ekspor, seperti: perkreditan, asuransi, lalu lintas keuangan dan perangkat hukum.
2.1.3
Konsep Produksi
Dalam menyelenggarakan usaha perkebunan, setiap petani akan berusaha
dengan hasil produksi atau hasil perkebunannya mengalami kenaikan. Berbagai
upaya dilakukan oleh petani untuk dapat mencapai keberhasilan panen, bagi
petani
panen
berhasil
maka
selain
kebutuhan
keluarga
dapat
terpenuhi,
kelebihannya bisa dijual dengan harga yang tinggi apabila kualitasnya telah
memenuhi standar, sambil menunggu musim panen yang akan datang.
21
Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus (1986 : 183), yang
dimaksud dengan fungsi produksi adalah fungsi matematis yang menyatakan
berapa jumlah suatu masukan dalam unit tertentu untuk menghasilkan output
tertentu. Produksi dibedakan menjadi tiga yaitu produksi total (total production)
adalah banyaknya produksi yang dihasilkan dari penggunaan beberapa faktor
produksi. Produksi marginal (marginal product) adalah tambahan produksi karena
penambahan penggunaan satu unit faktor produksi, dan produksi rata-rata
(average product) adalah rata-rata output yang dihasilkan per unit faktor produksi
(Rahardja, 2001 : 136).
Menurut Sukirno (1996 : 194), yang disebut sebagai fungsi produksi yaitu
suatu perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang
diciptakannya dimana fungsi produksi merupakan suatu hubungan fisik antara
input sumber daya perusahaan (faktor-faktor produksi) dan keluarannya (output)
yang berupa barang dan jasa per unit waktu atau dapat dibuat formulasinya
sebagai berikut.
A= f ( K, L, R, T )
Keterangan:
A= Jumlah produksi barang dan jasa
K= Kapital/Modal
L= Labour/ Tenaga Kerja
R= Resources/ Alam
T= Teknologi/ Entreprenuer
Jika laju kenaikan atau peningkatan jumlah produksi sekarang lebih besar
daripada jumlah produksi yang lalu maka peristiwa itu disebut skala produksi
yang meningkat. Adanya kelebihan produksi akan dapat menyebabkan anjloknya
22
harga produk. Yang dimaksud luas areal adalah keseluruhan atau areal (ladang)
yang menjadi tempat penanaman atau yang merupakan suatu tempat atau kawasan
untuk melakukan atau mengerjakan proses penanaman. Untuk singkatnya luas
areal adalah luas lahan perkebunan (ladang) yang dapat ditanami. Luas areal
belum menjamin jumlah atau hasil yang akan diperoleh sebab tidak semua areal
ditanami kopi dan tidak semua areal dimanfaatkan dengan baik, sehingga disini
luas panen memberikan suatu indikasi besarnya jumlah produksi kopi.
2.1.4 Hubungan Jumlah Produksi dengan Ekspor
Perlu diketahui bahwa setiap kenaikan produksi haruslah disertai dengan
adanya peningkatan luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan investasi pemerintah atau
pengeluaran pembangunan pemerintah pada sektor ini. Jika produksi meningkat
maka volume ekspor juga meningkat. Dimana dengan peningkatan produksi maka
akan mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan sebagian dari
produksi tersebut dapat di ekspor. Jadi, antara jumlah produksi dengan ekspor
memiliki hubungan yang positif.
2.1.5 Konsep Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan untuk
membantu kelancaran proses produksi. Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia
dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam usaha tani kecil-kecilan
atau usaha tani rakyat dan tenaga kerja dalam usaha pertanian yang besar-besaran
yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Tenaga kerja adalah
penduduk dalam usia kerja. Penduduk berusia 15-64 tahun. Tenaga kerja dapat
23
juga didefinisikan sebagai jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang
dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja
mereka
dan
jika
mereka
mau
berpartisipasi
dalam
kegiatan
tersebut
(Simanjuntak,1998:31).
Usaha untuk memperluas kesempatan kerja dalam rangka mengurangi
pengangguran yang ada maupun dalam rangka menyerap tenaga kerja merupakan
salah satu masalah pembangunan yang dihadapi banyak negara berkembang.
Faktor-faktor tertentu yang sedang dianggap dapat mempengaruhi kesempatan
kerja antara lain adalah pertambahan angkatan kerja yang jauh melebihi
perkembangan lapangan kerja. Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan negaranegara sedang berkembang tingkat pertumbuhan penduduknya pada umumnya
cukup tinggi. Pada umumnya tenaga kerja mempunyai sifat penawaran yang terus
menerus sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk sedangkan permintaan
tenaga kerja tergantung pada kenaikan permintaan akan barang dan jasa.
Disamping itu, juga dipengaruhi oleh kemajuan dalam bidang teknologi.
Produktivitas tenaga kerja digunakan sebagai tolak ukur kemajuan sektor
pertanian pada negara-negara maju. Semua usaha diarahkan pada peningkatan
produktivitas tenaga kerja tersebut. Satu hal yang bertentangan dengan Negara
Indonesia adalah di negara maju tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
paling terbatas, sehingga peningkatan produktivitas sangat mudah dilakukan
karena sudah merupakan suatu keharusan, kalau tidak ingin kekurangan tenaga
kerja. Sementara dinegara berkembang, tenaga kerja merupakan faktor produksi
yang berlebihan atau faktor produksi yang paling kurang terbatas dibandingkan
24
dengan tanah dan modal, sehingga peningkatan produktivitas sulit dan kurang
berguna dilakukan. Keadaan ini membuat pertanian kita lambat berkembang.
Tenaga muda yang lebih banyak tidak berminat pada sektor pertanian dan lebih
tertarik pada sektor industri di perkotaan dan ramai-ramai pindah ke Kota mencari
pekerjaan, urbanisasi tidak tertahankan sehingga konsekuensi pergerakan ekonomi
yang dimulai dengan pertumbuhan sektor industri (Daniel,2002:88).
Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga
kerja. Oleh karena itu, dalam analisis ketenagakerjaan di bidang pertanian,
penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan
tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala
usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan
dan berapa pula menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang
diperlukan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja
dalam keluarga dan tidak perlu tenaga kerja ahli. Sebaliknya, pada usaha pertanian
skala besar lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara
sewa
dan
diperlukan
tenaga
kerja
ahli.
Analisis
ketenagakerjaan
juga
memperhatikan pembedaan tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Pembedaan
ini terjadi karena setiap jenis tahapan pekerjaan dalam suatu usaha pertanian
adalah berbeda (Soekartawi,2002:25-26).
2.1.6 Hubungan Tenaga Kerja dengan Ekspor
Samuelson(1986:64) menyatakan, apabila masyarakat menginginkan lebih
banyak barang atau jasa, maka akan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan pada lahan yang terbatas luasnya. Apabila jumlah tenaga kerja yang
25
yang digunakan semakin meningkat dalam proses produksi komoditas tertentu
maka jumlah produksi komoditas tersebut yang didapatkan akan bertambah dan
hal ini menyebabkan ekspornya pun juga semakin meningkat. Begitu pula
sebaliknya, jika jumlah tenaga kerja yang digunakan berkurang dalam proses
produksi suatu komoditas maka jumlah produksi komoditas tersebut akan
berkurang serta ekspornya pun juga akan menurun. Namun, sesuai dengan hukum
The Law of Diminishing Returns (LDR), setiap tambahan pekerja baru akan
semakin
sedikit
pada
titik
tertentu
memberikan
output tambahan artinya
penggunaan tenaga kerja mempunyai titik maksimal untuk memaksimalkan dalam
menghasilkan barang dan jasa yang mempunyai nilai tambah. Jadi antara jumlah
tenaga kerja dengan ekspor pada umumnya memiliki hubungan yang positif.
2.1.7 Konsep Kurs Valuta Asing
Valuta asing merupakan mata uang tiap-tiap negara di dunia seperti dollar
US untuk Amerika, yen untuk Jepang, pound untuk Inggris dan mata uang
lainnya. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dalam
pasar valuta asing akan merubah kurs valuta asing. Kurs valuta asing merupakan
mata uang negara lain yang dinilai dengan mata uang dalam negeri. Nopirin (1987
: 163) mendefinisikan kurs valuta asing adalah perbandingan atau harga antara
dua mata uang.
Pertukaran antara mata uang yang berbeda,
maka akan terdapat
perbandingan nilai atau harga antar kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai
inilah yang disebut dengan kurs atau exchange rate, misalnya kurs valuta asing
(dollar Amerika Serikat) pada tahun 2000 adalah US $ 1 = Rp 9.595,- berarti
26
untuk mendapatkan sejumlah US $1, maka Rupiah yang diperlukan sebesar Rp
9.595,-.
Kestabilan nilai tukar rupiah sangatlah diperlukan agar kegiatan ekonomi
dapat berlangsung lebih mantap. Hal ini disebabkan karena produsen atau
eksportir dapat merencanakan kegiatan mereka secara lebih pasti. Ada beberapa
sistem kurs yang dapat menjaga kestabilan nilai tukar, diantaranya :
1) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Adalah kurs yang ditentukan oleh badan yang berwenang di bidang moneter
(otoritas moneter), untuk waktu tertentu kurs ini tidak berubah-ubah.
Apabila nilai mata uang negara tersebut berubah maka otoritas moneter yang
berhak mengambil kebijakan untuk mengembalikan nilai tukar ke nilai yang
ditetapkan. Konsekuensi dari kebijakan nilai tukar tetap adalah otoritas
moneter harus bisa memperkirakan dengan tepat nilai tukar equilibrium
yang harus dipertahankan agar tidak over value, sehingga dibutuhkan
cadangan
devisa yang besar untuk
melakukan intervensi,
dibutuhkan
koordinasi kebijakan moneter antar negara.
2) Sistem Kurs Mengambang atau Berubah (Floating Exchange Rate System)
Kebijakan sistem kurs ini adalah dengan memberikan kebebasan atau
mengambangkan pada pasar untuk mencapai nilai keseimbangan, sehingga
tinggi rendahnya kurs tergantung dari permintaan dan penawaran. Sistem
kurs mengambang terdiri dari:
27
a. Sistem Kurs Mengambang Bebas
Penentuan nilai tukar ini terjadi tanpa adanya campur tangan dari
otoritas moneter. Oleh sebab itu, kebijakan moneter dapat lebih
independen. Otoritas moneter bisa menetapkan supply Rupiah dan
membiarkan pasar valuta asing menentukan nilai tukar, sehingga
sasaran
kebijakan
moneter
terfokus
dan
lebih
efektif
dalam
mengendalikan inflasi.
b. Sistem Kurs Mengambang Terkendali
Penentuan nilai tukar ini dibiarkan secara bebas sesuai dengan
permintaan dan penawaran pasar tetapi berbagai intervensi kebijakan
masih dipakai untuk menjaga agar nilai tersebut berada pada target
nilai yang ditentukan.
3) Sistem Kurs Terkait
Sistem nilai tukar yang ditetapkan dengan cara mengaitkan nilai tukar mata
uang suatu negara dengan nilai tukar negara lain atau sejumlah mata uang
tertentu. Salah satu variasi dari sistem kurs terkait adalah Currency Board
System (CBS) yang diterapkan oleh beberapa negara yang mengalami
kesulitan moneter. Currency Board System (CBS) dilaksanakan dengan cara
mengaitkan dan menetapkan nilai tukar tetap antara mata uang suatu negara
dengan Hard Currency tertentu didasarkan kepada jumlah mata uangnya
yang beredar dan cadangan devisa yang dimilikinya (dalam bentuk mata
uang Hard Currency) (Hamdy, 2001 : 20).
28
Menurut Winarno (2006), ada beberapa faktor yang dapat dijadikan
pedoman untuk menentukan sistem kurs, yaitu :
1) Besarnya perekonomian dan tingkat keterbukaan.
Pada struktur ekonomi sebuah negara, perdagangan internasional merupakan
bagan terbesar dalam konfigurasi PDB, gejolak kurs mata uang bisa
merepotkan. Hal itu disebabkan oleh potensi pengaruh yang bisa mengena
berbagai sektor perekonomian.
2) Tingkat inflasi.
Jika inflasi suatu negara lebih besar daripada nilai inflasi mitra dagangnya,
sistem kurs fleksibel lebih mudah untuk menyesuaikan ketika terjadi
penurunan daya saing.
3) Sifat peraturan perburuhan.
Apakah kaku atau fleksibel lebih mudah dilakukan adaptasi agar mampu
berdaya saing.
4) Tingkat kemajuan pasar uang.
Di negara berkembang dengan pasar uang yang belum terlalu maju, sistem
kurs bebas kurang cocok, karena volume perdagangan uang yang kecil dapat
menimbulkan gejolak yang cukup besar.
5) Kredibilitas otoritas moneter.
Bila otoritas moneter dianggap kurang memiliki kredibilitas, sistem kurs
bebas mengakibatkan lonjakan kurs yang tinggi.
29
2.1.8
Hubungan Kurs Dollar dengan Ekspor
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang
akan
mengakibatkan perubahan keatas ekspor maupun impor.
Jika kurs
mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti
nilai mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya) akan menyebabkan
ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing
mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs
dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno,2000:319).
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Penelitian sebelumnya yang pertama dilakukan oleh Luh Putu Mayta
Susan (2007) yang berjudul ”Analisis Pengaruh Laju Inflasi, Kurs Dollar
Amerika dan Suku Bunga Kredit Terhadap Nilai Ekspor Kopi Provinsi Bali Tahun
1990-2005”.
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear
barganda dan analisis koefisien determinasi.
Hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis t-test
ternyata laju inflasi, bila variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh
nyata terhadap nilai ekspor kopi Provinsi Bali dengan t-hitung = 2,997 > t-tabel =
-1,782, Kurs dollar Amerika berpengaruh tidak nyata terhadap nilai ekspor kopi
Provinsi Bali dengan t-hitumg = -2,022 < t-tabel = 1,782 dan suku bunga kredit
juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor kopi Provinsi Bali dengan thitung = -2,431< t-tabel = -1,782.
30
Berdasarkan hasil analisis uji-F diperoleh F-hitung = 9,216 > F-tabel =
3,49 pada α = 5 persen. Ini berarti laju inflasi, kurs Dollar Amerika dan suku
bunga kredit secara serempak berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor kopi
Provinsi Bali. Analisis koefisien deterninasi diperoleh nilai koefisien determinasi
sebesar 0,651 yang berarti bahwa 65,1 persen variasi nilai ekspor kopi Provinsi
Bali mampu dijelaskan oleh variasi laju inflasi, kurs Dollar Amerika dan suku
bunga kredit dan sisanya sebesar 34,9 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak dimasukan dalam model.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada
variabel
bebasnya
dan
variabel
terikatnya.
Pada
penelitain
menggunakan laju inflasi dan suku bunga kredit sebagai variabel
sebelumnya
bebasnya,
sedangkan pada penelitian ini menggunakan jumlah produksi dan tenaga kerja
sebagai variabel bebasnya dan variabel terikatnya dimana pada penelitian
sebelumnya menggunakan nilai ekspor kopi Provinsi Bali periode 1990-2005
sedangkan pada penelitian ini menggunakan volume ekspor kopi Provinsi Bali
periode 1996-2007. Perbedaan lainnya yaitu pada penelitian ini meneliti prospek
dari variabel terikatnya sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak dilakukan
penelitian mengenai prospek dari variabel terikatnya. Pesamaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan ekspor
kopi
sebagai varibel terikat dan kurs Dollar Amerika sebagai variabel bebasnya serta
persamaan pada teknik analisis data yang menggunakan analisis regresi linier
berganda (uji-t dan uji-F).
31
Brahma (2007) dengan judul ” Analisis Pengaruh Jumlah Produksi
Kelapa Sawit, harga dan Kurs Dollar Amerika Terhadap Volume Ekspor Minyak
Kelapa Sawit Indonesia Periode 1994-2006 ”. Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis regresi linear berganda dengan uji-t dan uji-F. Hasil regresi yang
dilakukan dengan menggunakan teknik analisis t-test ternyata produksi, dimana
variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
volume ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia periode 1994-2006 dengan thitung = 12,269 > t-tabel = 1,833. harga komoditi kelapa sawit indonesia bila
variabel lain dianggap konstan memberikan pengaruh yang positif dan tidak
signifikan terhadap volume kelapa sawit indonesia tahun 1994-2006 dengan thitung = 0,117 < t-tabel =1,833. Sedangkan kurs Dollar Amerika dimana variabel
lain dianggap konstan memberikan pengaruh negatif dan tidak signifikan secara
parsial terhadap volume ekspor kelapa sawit indonesia periode 1994-2006 dengan
niali t-hitung -1,831 < t-tabel = 1,833.
Analisis
koefisien
determinasi
diperoleh
nilai
koefisien
determinasi
sebesar 0,963 yang berarti bahwa 96,30 persen variasi volume ekspor kelapa sawit
indonesia mampu dijelaskan oleh variasi produksi, harga komoditi, dan kurs
Dollar Amerika dan sisanya sebesar 3,70 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak dimasukkan dalam model. Hal ini menunjukkan variabel bebas mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap variabel terikat.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada
variabel terikat dan variabel bebasnya. Pada penelitian sebelumnya menggunakan
volume ekspor kelapa sawit sebagai variabel terikatnya sedangkan pada penelitian
32
ini menggunakan volume ekspor kopi. Variabel bebas pada penelitian sebelumnya
menggunakan harga sedangkan pada penelitian ini menggunakan tenaga kerja.
Selain itu,
lokasi penelitiannya juga berbeda,
pada penelitian sebelumnya
lokasinya di Indonesia periode 1994-2006 sedangkan pada penelitian ini,
lokasinya di Provinsi Bali periode 1996-2007. Selain itu, perbedaan lainnya yaitu
pada penelitian ini meneliti prospek dari variabel terikatnya sedangkan pada
penelitian sebelumnya tidak dilakukan penelitian mengenai prospek dari variabel
terikatnya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama
menggunakan variabel produksi, dan kurs Dollar Amerika sebagai variabel
terikatnya. Penelitian ini juga menggunakan teknik analisis data yang sama yaitu
dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan uji-t dan
uji-F.
2.3
Rumusan Hipotesis
Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka
dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini sebagai berikut.
1) Diduga bahwa jumlah produksi, tenaga kerja dan kurs dollar Amerika
Serikat secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor
kopi Provinsi Bali tahun 1996-2007.
2) Diduga jumlah produksi, tenaga kerja dan kurs dollar Amerika Serikat
secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor
kopi Provinsi Bali tahun 1996-2007.
33
Download