EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi Pangan oleh : Novila Anugrah 12.302.0386 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2017 EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi Pangan oleh : Novila Anugrah 12.302.0386 Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Ir. Yudi Garnida, MS.) ( Dr. Ir. Hj. Hasnelly, MSIE.) I. PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung, kulit, tulang dan tulang rawan yang dihidrolisis dengan asam atau basa. Gelatin merupakan protein yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari tulang dan kulit jangat sapi, kulit babi dan kulit ikan (Nurrachmawati, 2015). Sumber utama gelatin yang banyak dimanfaatkan berasal dari kulit dan tulang sapi atau babi. Bahan-bahan ini menimbulkan isu yang sensitif, khususnya untuk negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia, karena babi diharamkan untuk dikonsumsi. Selain itu, terdapat isu-isu lain seperti cara penyembelihan sapi yang belum sesuai syariat Islam maupun tentang maraknya berita penyakit sapi gila dan antraks (Rachmania dkk, 2013). Oleh karena itu, perlu dikembangkan gelatin dari sumber hewan lain, dimana salah satu sumber yang prospektif untuk dikembangkan adalah hasil samping pengolahan ikan, yaitu tulang-tulang ikan yang mencakup 10% – 20 % dari total berat tubuh ikan (Mulyani, 2013). Pembuatan gelatin dari tulang ikan merupakan usaha pemanfaatan limbah industri pengolahan seperti industri pengalengan, fillet dan abon ikan. Selama ini limbah tulang ikan belum dimanfaatkan secara optimal, yaitu hanya digunakan 1 2 untuk bahan pembuatan pakan atau pupuk sehingga nilai ekonomisnya sangat kecil (Junianto dkk, 2006). Beberapa jenis ikan yang banyak digunakan dalam industri pengolahan ikan adalah tuna dan tenggiri. Produk olahan ikan tersebut sebagian besar hanya memanfaatkan daging ikannya saja, sedangkan sisa-sisa pemanfaatan lain berupa kepala, sirip dan tulang belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini kepala, sirip dan tulang hanya dibuat tepung ikan untuk ternak. Bahan utama pengolahan gelatin adalah kolagen yaitu protein yang menyusun jaringan tubuh makhluk hidup. Pada umumnya semua bagian tubuh hewan mengandung kolagen dalam jumlah yang bervariasi. Bahan baku kulit dan tulang merupakan bahan baku terbesar yang digunakan oleh industri gelatin karena memiliki kandungan kolagen yang lebih tinggi, tersedia dalam jumlah besar dan dapat bersifat kontinyu. Proses produksi gelatin untuk tulang dan kulit relatif sama kecuali pada tahap persiapan bahan baku, dimana bahan baku tulang memerlukan proses demineralisasi sebelum diolah menjadi gelatin (Nurrachmawati, 2015). Gelatin yang diperoleh dari bahan baku ikan biasanya akan mengalami proses demineralisasi dengan cara perendaman dalam larutan asam. Proses asam memerlukan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan proses basa (Nurilmala dkk, 2006). Menurut Amiruldin (2007), larutan asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi tersebut adalah larutan asam organik dan anorganik. Larutan asam organik yang biasa digunakan adalah asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, 3 suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Larutan asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam klorida, fosfat, dan sulfat. Hasil penelitian Efendi dkk. (2012) menyatakan bahwa pada pembuatan gelatin dari tulang ikan bandeng perlakuan yang menghasilkan rendemen paling tinggi adalah perendaman dengan larutan HCl 2,5% dan waktu perendaman selama 48 jam. Semakin tinggi kadar asam yang digunakan maka akan semakin banyak pula rendemen yang dihasilkan, namun setelah melewati titik puncak rendemen akan menurun seiring bertambahnya konsentrasi asam. Sifat fisik yang sangat mempengaruhi kualitas gelatin antara lain kekuatan gel dan viskositas. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah konsentrasi larutan asam yang digunakan dalam proses demineralisasi. Selain itu konsentrasi larutan asam juga dapat mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan (Simanjuntak, 2013). Penelitian ini diharapkan mampu mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi asam yang digunakan terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, viskositas, kekuatan gel, warna dan aroma dari gelatin tulang ikan yang dihasilkan. 1.2. Identifikasi Masalah Permasalahan yang dapat diidentifikasi sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh jenis asam terhadap gelatin tulang ikan yang dihasilkan? 2. Bagaimana pengaruh konsentrasi asam terhadap gelatin tulang ikan yang dihasilkan? 4 3. Bagaimana interaksi antara jenis asam dan konsentrasi asam terhadap gelatin tulang ikan yang dihasilkan? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis asam dan konsentrasi asam terhadap gelatin tulang ikan yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh jenis asam dan konsentrasi asam terhadap gelatin tulang ikan yang dihasilkan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yaitu memanfaatkan limbah tulang ikan sebagai gelatin, meningkatkan nilai ekonomis limbah tulang ikan, mengurangi daya impor gelatin dari luar negeri dengan memanfaatkan produk lokal dan menyediakan gelatin yang halal dan aman digunakan. 1.5. Kerangka Pemikiran Menurut Nurilmala (2004), tulang ikan mengandung kolagen. Kolagen merupakan protein berbentuk serat yang terdapat pada jaringan pengikat. Apabila kolagen didihkan di dalam air, akan mengalami transformasi menjadi gelatin. Kandungan kolagen pada tulang ikan keras (Teleostei) berkisar 15% - 17 %, sedangkan pada tulang ikan rawan (Elasmobranch) berkisar 22% - 24%. Menurut Saleh (2008), untuk mengubah kolagen menjadi gelatin diperlukan perlakuan yang dapat memecah ikatan nonkovalen untuk merusak struktur protein sehingga dihasilkan pengembangan protein dan yang dapat memecah ikatan intra dan intermolekuler sehingga mengakibatkan kolagen larut. 5 Protein (kolagen) dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh panas, reaksi kimia dengan asam atau basa, goncangan dan sebab-sebab lainnya. Selain itu protein juga dapat mengalami degradasi, yaitu pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh pengaruh asam, basa atau enzim (Winarno, 2002). Gelatin dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu gelatin tipe A dan B. Pada gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakukan perendaman dalam asam anorganik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit atau asam fosfat sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam, sedangkan pada gelatin tipe B, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam air kapur (proses alkali) (Nurrcahmawati, 2015). Gelatin tipe A dihasilkan dari proses asam, yang umumnya diterapkan untuk bahan baku yang relatif lunak atau molekul kolagen yang mempunyai ikatan silang yang tidak terlalu kompleks (Nurilmala, 2004). Menurut Jannah (2008), proses produksi utama gelatin dibagi dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku; tahap konversi kolagen menjadi gelatin; dan tahap pemurnian gelatin dengan penyaringan dan pengeringan. Menurut Martianingsih (2010), pada proses perendaman terjadi konversi kolagen menjadi bentuk yang sesuai untuk ekstraksi, yaitu dengan adanya interaksi ion H+ dari larutan asam dengan kolagen. Sebagian ikatan hidrogen dalam tropokolagen serta ikatan-ikatan silang yang menghubungkan tropokolagen satu dengan tropokolagen lainnya dihidrolisis menghasilkan rantai-rantai tropokolagen yang mulai kehilangan struktur tripel heliksnya. 6 Menurut Girsang (2007), bila proses perendaman tidak dilakukan dengan tepat (waktu dan konsentrasinya), maka dapat terjadi kelarutan kolagen dalam larutan asam. Hal ini dapat menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang dihasilkan. Jika konsentrasi asam yang digunakan terlalu tinggi (>5%) maka kadar protein gelatin akan semakin rendah sehingga hanya sedikit molekul protein yang dapat dipecah menjadi asam amino, selain itu juga dapat menimbulkan kerusakan asam amino. Jika konsentrasi asam yang digunakan terlalu rendah (<1%) maka komponen kolagen tidak dapat larut dan ossein yang dihasilkan tidak lunak. Hasil penelitian Efendi dkk. (2012) menyatakan bahwa pada pembuatan gelatin dari tulang ikan bandeng perlakuan yang menghasilkan rendemen paling tinggi adalah perendaman dengan larutan HCl 2,5% dan waktu perendaman selama 48 jam. Semakin tinggi kadar asam yang digunakan maka akan semakin banyak pula rendemen yang dihasilkan, namun setelah melewati titik puncak rendemen akan menurun seiring bertambahnya konsentrasi asam. Semakin lama perendaman maka semakin banyak rendemen yang dihasilkan. Hasil penelitian Simanjuntak (2013) tentang perbandingan kualitas gelatin dari tulang ikan tuna, tulang ikan hiu dan kulit ikan pari menyatakan bahwa diantara ketiga jenis ikan tersebut, gelatin dari tulang ikan tuna dengan perendaman HCl 6% merupakan gelatin yang terbaik. Gelatin yang dihasilkan mempunyai karakteristik sebagai berikut: viskositas 6,9 cPs, kekuatan gel 79 mm/kg.s, titik gel 7,6 oC, titik leleh 19,48oC, titik isoelektrik 7, rendemen 19,9 %, pH 4,8, kadar protein 91,01%, kadar lemak 0,42%, kadar abu 1,93% dan kadar air 6,54%. 7 Tulang ikan tuna dapat dibuat menjadi gelatin menggunakan asam klorida dengan konsentrasi 4 %, 5 % dan 6 % dan menggunakan suhu ekstraksi 80 oC, 85oC dan 90oC. Diantara ketiga kondisi tersebut, HCl 6 % dengan suhu ekstraksi 80 oC merupakan kondisi terbaik. Gelatin yang dihasilkan dengan metode ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : titik gel 7,61 oC, titik leleh 19,84oC, titik isoelektrik pada pH 7 dan derajat putih 10,7 % (Nurilmala dkk, 2006). Hasil penelitian Mulyani (2013) tentang pembuatan gelatin dari tulang ikan kakap dengan jenis asam yang digunakan merupakan jenis asam kuat, yaitu HCl dan H3PO4, dengan tingkat konsentrasi 3% - 6%. Produk gelatin yang paling disukai adalah dengan penghidrolisis HCl konsentrasi 3% yang menghasilkan kadar air 6,54%, kadar abu 3,27%, rendemen 14,03%, viskositas 17,86 cPs, kekuatan gel 72,07 bloom dan kadar protein 77,92%. Menurut Tazwir dkk. (2007), sifat fisik, kimia, dan fungsional gelatin merupakan sifat yang sangat penting menentukan mutu gelatin. Sifat yang dapat dijadikan parameter dalam menentukan mutu gelatin antara lain adalah kekuatan gel, viskositas, dan rendemen. 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis yakni: 1. Jenis asam diduga berpengaruh terhadap karakteristik dari gelatin tulang ikan yang dihasilkan. 2. Konsentrasi asam diduga berpengaruh terhadap karakteristik dari gelatin tulang ikan yang dihasilkan. 8 3. Interaksi antara jenis dan konsentrasi asam diduga berpengaruh terhadap karakteristik dari gelatin tulang ikan yang dihasilkan. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dan analisis dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan dan analisis kekuatan gel dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Teknologi Agroindustri Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan April 2017.