pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan

advertisement
 POLA KOMUNIKASI, PENYESUAIAN SUAMI ISTRI,
DAN KEHARMONISAN KELUARGA
DARI SUKU YANG SAMA DAN BERBEDA
VENTI SANDITYA SEPTIANA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
VENTI SANDITYA SEPTIANA. Communication pattern, Marital Adjustment, and Harmony of the same
and Different Ethnic Families. Supervised by DIAH KRISNATUTI and MEGAWATI SIMANJUNTAK.
This study aimed to analyze communication pattern, marital adjustment, and harmony of the same and
different ethnic families. Samples in this research were 30 different ethnic families and 30 same ethnic
families, selected purposively with the criteria husband and wife from the same or different ethnic. The
data was collected through interviewing both husband and wife with the help of questionnaires.
Communication pattern was measured by how couples communicate things that happen in the family,
while adjustment was measured by four aspects: adjustment with a partner, sexual adjustment, financial
adjustments, and adjustments to the partner’s family. Family’s harmony was measured based on samples
satisfaction. The data was analyzed descriptively and inferentially using Independent sample t-test,
Pearson correlation and multiple linear regressions. Result showed that generally communication pattern
of husband and wife from the same and different ethnic families categorized as high category while
marital adjustment and family’s harmony of the same ethnic and different ethnic families was categorized
as moderate. There were no differences on communication pattern, adjustment, and family’s harmony
between different and same ethnic families (p>0,05). There were statistically significant negative
relationship between age, age when married, and income with family’s harmony in different ethnic
families. In addition, there was a significant positive relationship between communication pattern and
adjustment with family’s harmony in both groups of family. Factors that affected the family harmony were
communication pattern and marital adjustment.
Keywords: Harmony, Adjustments, Ethnic, Communication Pattern
ABSTRAK
VENTI SANDITYA SEPTIANA. Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan Keluarga
dari Suku yang Sama dan Berbeda. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan MEGAWATI
SIMANJUNTAK.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan
keluarga dari suku yang sama dan berbeda yang melibatkan 30 keluarga sama suku dan 30 keluarga
beda suku dipilih secara purposive dengan kriteria suami istri dengan suku yang sama dan berbeda.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terhadap suami dan istri dengan bantuan kuisioner.
Pola komunikasi diukur dengan cara bagaimana pasangan mengkomunikasikan hal-hal yang terjadi di
dalam keluarga. Penyesuaian terdiri dari empat aspek yaitu penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian
seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Keharmonisan keluarga
diukur berdasarkan kepuasan responden. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan inferensia
dengan menggunakan uji beda Independent t-test, korelasi Pearson dan regresi linear berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi suami istri pada keluarga sama suku dan beda suku
berada pada kategori tinggi. Penyesuaian suami istri dan keharmonisan pada keluarga sama suku dan
beda suku berada pada kategori sedang. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi, penyesuaian, dan
keharmonisan keluarga antara keluarga beda suku dan keluarga sama suku (p>0,05). Terdapat
hubungan yang negatif signifikan antara usia, usia menikah dan pendapatan dengan keharmonisan
keluarga pada keluarga beda suku. Selain itu terdapat hubungan yang positif signifikan antara pola
komunikasi dan penyesuaian dengan keharmonisan keluarga pada keluarga sama suku dan beda suku.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga adalah pola komunikasi dan
penyesuaian.
Kata kunci: Keharmonisan, Penyesuaian, Perbedaan Suku, Pola Komunikasi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pola Komunikasi,
Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan Keluarga Dari Suku yang Sama dan
Berbeda” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011
Venti Sanditya Septiana
NIM. I24070022
ABSTRAK
VENTI SANDITYA SEPTIANA. Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan
Keharmonisan Keluarga dari Suku yang Sama dan Berbeda. Dibimbing oleh
DIAH KRISNATUTI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pola komunikasi, penyesuaian
suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan berbeda yang
melibatkan 30 keluarga sama suku dan 30 keluarga beda suku dipilih secara
purposive dengan kriteria suami istri dengan etnis yang sama dan berbeda.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuisioner. Pola
komunikasi diukur dengan cara bagaimana pasangan mengkomunikasikan halhal yang terjadi di dalam keluarga. Penyesuaian terdiri dari empat aspek yaitu
penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan,
dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Keharmonisan keluarga diukur
berdasarkan kepuasan contoh. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif,
uji beda Independent t-test, korelasi pearson dan regresi linear berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi suami istri pada keluarga sama
suku dan beda suku berada pada ketegori tinggi. Penyesuaian suami istri dan
keharmonisan pada keluarga sama suku dan beda suku berada pada kategori
sedang. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi dan penyesuaian antara
keluarga beda suku dan keluarga sama suku (p>0,05). Terdapat hubungan yang
negatif signifikan antara usia contoh dan pendapatan dengan keharmonisan
keluarga pada keluarga beda suku. Selain itu terdapat hubungan yang positif
signifikan antara pola komunikasi contoh dan penyesuaian contoh dengan
keharmonisan keluarga pada keluarga sama suku dan beda suku. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keharmonisan keluarga adalah pola komunikasi contoh dan
penyesuaian contoh.
Kata kunci: pola komunikasi, penyesuaian, perbedaan suku, keharmonisan
ABSTRACT
VENTI SANDITYA SEPTIANA. Communication pattern, marital adjustment, and
family harmony from the same ethnic and different ethnic. Supervised by DIAH
KRISNATUTI and MEGAWATI SIMANJUNTAK.
This study aims to analyze communication pattern, marital adjustment, and family
harmony from the same ethnic and different ethnic. Samples in research are 30
different ethnic families and 30 same ethnic families selected purposively with the
criteria of husband and wife with the same and different ethnic. The data was
collected through interviews with the help of questionnaires. Communication
pattern is measured by how couples communicate things that are happening in
the family. Adjustment was measured by Hurlock (2002) that divides into four
aspects, namely the adjustment with a partner, sexual adjustment, financial
adjustments, and adjustments to the partner's family. Family harmony is
measured based on satisfaction samples. Analysis of the data used is
descriptive, Independent sample t-test, Pearson correlation and multiple linear
regression. Results showed that communication pattern husband and wife from
the same ethnic families and different ethnic families rates of categorize high
category. Marital adjustment and family harmony in the same ethnic and different
ethnic in the category of being. There were no differences in communication
pattern, adjustment, and family harmony among different ethnic families and
same ethnic families (p>0,05). There is a significant negative relationship
between age and income samples with family harmony in different ethnic. In
addition there is a significant positive relationship between communication
pattern samples and adjustment samples with family harmony in the same ethnic
families and different ethnic families. Factors that affect the family harmony is
communication pattern samples and marital adjustment
samples.
Keywords: adjustments, communication pattern, ethnic, harmony
RINGKASAN
VENTI SANDITYA SEPTIANA. Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan
Keharmonisan Keluarga Dari Suku Yang Sama dan Berbeda. Di bawah
bimbingan DIAH KRISNATUTI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK.
Angka perceraian di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Sejak Januari hingga
Maret 2010 Pengadilan Agama (PA) Cibinong mencatat sedikitnya 500 berkas
pengajuan permohonan perceraian. Ada banyak hal yang menyebabkan suatu
rumah tangga mengalami masalah atau mungkin berada pada ambang
keretakan, seperti kesibukan suami istri, tidak terjalinnya komunikasi yang baik,
buruknya pengasuhan anak, masalah keuangan, hilangnya kepercayaan, dan
masalah seksualitas (Pratiwi 2008).
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi,
penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan
berbeda. Adapun secara khusus bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi karakteristik
sosial, ekonomi, dan demografi keluarga sama suku dan beda suku 2)
Mengidentifikasi perbedaan pola komunikasi dan penyesuaian antara suami istri
pada keluarga sama suku dan beda suku 3) Mengidentifikasi keharmonisan
keluarga sama suku dan beda suku 4) Mengidentifikasi hubungan pola
komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan suami istri,
karakteristik keluarga contoh dengan keharmonisan keluarga 5) Menganalisis
hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan karakteristik
keluarga contoh dengan keharmonisan pada keluarga sama suku dan beda suku
dan 6) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan
pada keluarga sama suku dan beda suku
Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study yaitu suatu
penelitian dengan teknik pengambilan data dalam satu waktu tertentu yang
dilakukan di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor dan
dilakukan secara purposive sampling dengan alasan daerahnya cukup heterogen
suku penduduknya. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan
kuisioner. Analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan inferensia
(korelasi Pearson, regresi linear berganda, uji beda Independent t-test ).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi yang dilakukan
suami istri sudah terkategori baik, namun penyesuaian dan keharmonisan
keluarga masih berada pada kategori sedang, baik pada keluarga beda suku
maupun sama suku. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi, penyesuaian,
dan keharmonisan keluarga antara keluarga beda suku dan sama suku. Pada
keluarga beda suku, semakin tinggi usia contoh, usia ketika menikah contoh, dan
pendapatan maka semakin rendah keharmonisan keluarga. Selain itu, pada
keluarga sama suku dan juga beda suku, semakin baik pola komunikasi dan
penyesuaian contoh maka semakin baik pula keharmonisan keluarga. Faktor
yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga yaitu pola komunikasi dan
penyesuaian. Hal ini berarti keharmonisan sebuah keluarga tidak dilihat dari
adanya perbedaan atau kesamaan suku, melainkan dipengaruhi oleh pola
komunikasi dan penyesuaian pasangan. Selain itu faktor yang berpengaruh
terhadap keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku yaitu pendapatan dan
penyesuaian, sedangkan pada keluarga sama suku faktor yang berpengaruh
terhadap keharmonisan keluarga yaitu penyesuaian.
Lebih dari separuh istri dan suami pada keluarga beda suku memiliki usia
dewasa awal (20-40 tahun), begitupula istri pada keluarga sama suku. Namun
lebih dari separuh suami pada keluarga sama suku memiliki usia dewasa madya
(41-60 tahun). Sebagian besar contoh menikah pada kategori usia (20-30 tahun)
dan memiliki lama pernikahan 5 hingga 10 tahun. Hampir separuh contoh pada
keluarga beda suku bersuku jawa, begitupula pada keluarga sama suku lebih
dari separuh contoh bersuku jawa. Proporsi terbesar lama pendidikan istri dan
suami pada keluarga beda suku dan sama suku adalah SMA (10-12 tahun) dan
tamat perguruan tinggi. Lebih dari separuh istri pada keluarga beda suku dan
sama suku tidak bekerja (ibu rumahtangga), sedangkan lebih dari separuh suami
pada keluarga beda suku dan sama suku bekerja sebagai pegawai atau
karyawan swasta. Lebih dari separuh contoh memiliki ukuran keluarga kecil.
Sebagian besar contoh pada keluarga beda suku memiliki pendapatan sebesar
Rp 250.000,00 – Rp 3.666.667,00, pada keluarga sama suku memiliki
pendapatan Rp 400.000,00 –Rp 5.250.000,00. Berdasarkan Garis Kemiskinan
Kabupaten Bogor BPS (2010), sebagian besar contoh memiliki pendapatan
keluarga per kapita per bulan lebih besar dari Rp 591.957,00.
Kata kunci: pola komunikasi, penyesuaian, perbedaan suku, keharmonisan
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi undang-undang
•
•
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
POLA KOMUNIKASI, PENYESUAIAN SUAMI ISTRI,
DAN KEHARMONISAN KELUARGA
DARI SUKU YANG SAMA DAN BERBEDA
VENTI SANDITYA SEPTIANA
Skripsi
Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan
Keluarga dari Suku yang Sama dan Berbeda
Nama
: Venti Sanditya Septiana
NIM
: I24070022
Disetujui,
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS.
Pembimbing I
Megawati Simanjuntak, SP, M.Si.
Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku
yang sama dan berbeda. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk melakukan
penelitian guna memperoleh gelar Sarjana Sains Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang secara langsung maupun
tidak langsung telah mendukung, memotivasi dan memberikan doa serta semangat,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS. sebagai pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik
yang terus memberikan bimbingan, dukungan, perhatian dan saran selama penulisan
skripsi ini.
2. Megawati Simanjuntak SP, M.Si. sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan
banyak masukan serta perbaikan yang positif sehingga dapat menyempurnakan
penyelesaian skripsi ini.
3. Tin Herawati SP, M.Si. sebagai dosen pemandu seminar yang telah memandu seminar
dan memberikan masukan sehingga dapat menyempurnakan penyelesaian skripsi ini.
4. Orang Tua yang telah memberikan dukungan dan memotivasi penulis untuk terus
berkarya dan berprestasi. Bapak Subaryadi S.E. dan Ibu Shanty Utami, merekalah yang
tiada hentinya berjuang dan berdoa untuk mendukung penulis selama menempuh
pendidikan dan penyelesaian skripsi. Selain itu untuk adik tersayang Ajeng Retno Yunita
serta keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan baik secara fisik
maupun non fisik.
5. Teman-teman seperjuangan Sri Wahyuningsih, Puspita Herawati, Sri Wahyuni Rahayu,
dan Husfani A. Putri sebagai teman dalam penelitian yang mengalami suka duka
bersama dan sebagai tempat berbagi keluh kesah serta tawa selama proses penelitian
dan skripsi.
6. Latifatul Hayati, Ulfah Maesyaroh, Karimah Alatas, Mustika Dewanggi, Fitri Sari, Astari
Sukmaningtyas, Nur Rochimah, dan Ine Rahmatin, teman seperjuangan yang selalu
bersedia berbagi kesulitan serta memberikan masukan, kritik, dan motivasi dalam
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
7. Harmalinda, Nishe Fransiska, Khairul Bariyah, dan Lucy Amilia, teman di kosan yang
memberikan motivasi, dukungan, dan saling berbagi canda dan tawa ketika senang dan
susah.
8. Yanti Novi Yanti, Margaretha J.P., Malahayati Sartika, Andriyani R., Hedy M.P., sahabatsahabat yang selalu memberikan semangat serta doa dalam melaksanakan penelitian
dan menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman rohis IKK 44 (Al-Awwal) dan seluruh teman seangkatan IKK 44 yang
penuh dengan keceriaan dan keakraban, sebuah kenangan manis dan indah yang tak
akan terlupakan serta bisa menjadi bagian dari keharmonisan keluarga di IKK angkatan
44.
10. Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusi
dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Atas
perhatian, saran, dan kritik yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, Desember 2011
Venti Sanditya Septiana
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan nilai-nilai sosial di dalam masyarakat menyebabkan tingkat
perceraian semakin tinggi. Selain itu, akibat banyaknya wanita yang terjun ke
dalam dunia pekerjaan menyebabkan waktu kebersamaan untuk suami dan istri
menjadi berkurang. Data terakhir hasil perhitungan Kementerian Agama RI
mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2009.
Angka ini setara dengan 10 persen dari jumlah pernikahan di tahun 2009
sebanyak 2,5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding
tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian (Nasrullah 2011).
Angka perceraian di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Sejak Januari hingga
Maret 2010 Pengadilan Agama (PA) Cibinong mencatat sedikitnya 500 berkas
pengajuan permohonan perceraian. Setiap hari sedikitnya 40 sidang perceraian
berlangsung di Pengadilan Agama Cibinong. Data dari Pengadilan Agama
Cibinong, jumlah kasus perceraian mengalami peningkatan. Sebagian besar
kasus gugatan perceraian dilakukan oleh pihak istri (cerai gugat). Pada bulan
Februari 2010 jumlah kasus yang masih ditangani Pengadilan Agama Cibinong
mencapai 438 kasus. Ada banyak hal yang menyebabkan suatu rumah tangga
mengalami masalah atau mungkin berada pada ambang keretakan, seperti
kesibukan suami istri, tidak terjalinnya komunikasi yang baik, buruknya
pengasuhan anak, masalah keuangan, hilangnya kepercayaan, dan masalah
seksualitas (Pratiwi 2008).
Perkembangan informasi dan teknologi yang semakin pesat saat ini juga
telah banyak membawa perubahan budaya secara global serta berpengaruh di
dalam membina kehidupan rumah tangga. Teknologi yang banyak digunakan
oleh suami istri saat ini, yaitu handphone dan penggunaan internet (facebook
dan twitter). Melalui handphone dan internet suami istri bisa berkomunikasi
dengan teman-teman
lama, jika penggunaannya tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perselingkuhan antar suami istri. Pengejaran kebutuhan
materi dan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dapat menjadi
akibat dari segala macam tuntutan, pada saat suami istri sedang memiliki
kesibukan masing-masing tentunya waktu untuk berkumpul bersama keluarga
menjadi kurang, bahkan bisa tidak bertatap muka dengan anak maupun antar
pasangan. Selain itu, perbedaan gaya hidup antar pasangan juga dapat
2 menyebabkan ketidakharmonisan keluarga (Tarmizi 2009). Berbagai isu yang
dikemukakan di atas dapat menimbulkan kerenggangan hubungan antar anggota
keluarga, terutama hubungan antar suami istri yang dapat
mempengaruhi
hubungan antara orang tua dan anak.
Irama kehidupan yang semakin bergerak cepat membuat kehidupan
keluarga menjadi penuh tekanan dan persaingan, sehingga banyak yang merasa
asing
dari
ikatan-ikatan
pernikahan,
karena
masing-masing
hanya
memperturutkan ego dan dominasi kepentingan pribadi, serta tidak menjaga
komunikasi antara suami istri. Kehidupan keluarga pun menjadi terasa kering dan
hambar, sehingga keluarga menjadi rentan terhadap berbagai masalah dan
konflik yang muncul. Baik suami ataupun istri dapat mengalami ketidakpuasan
dalam pernikahan meskipun tidak ada konflik dalam rumah tangganya (Sumpani
2008). Namun suami istripun juga dapat merasa sangat puas dalam ikatan
pernikahan ketika masalah atau konflik dapat terpecahkan secara bersama.
Kepadatan dalam keluarga jelas berpengaruh besar terhadap hubungan
antar pribadi dalam keluarga. Adanya perbedaan secara perorangan, yaitu dalam
hal usia, pendidikan, tugas, kegiatan dan tanggung jawab akan mempersulit
untuk saling menyesuaikan. Interaksi yang semakin majemuk, menimbulkan
kesulitan untuk membina komunikasi yang baik (Gunarsa 2008). Sadarjoen
(2005) dalam Sumpani (2008) menyatakan bahwa komunikasi merupakan titik
pusat cara pasangan suami istri untuk hidup harmonis satu sama lain. Setelah
pasangan dapat saling berkomunikasi, maka suami istri dapat saling berbagi
dalam sistem interaksi yang selalu berubah dan bergerak maju serta terjadinya
perubahan fase kehidupan pada masing-masing pasangan disamping berbagi
perasaan, pengasuhan anak-anak, kejadian yang menyenangkan dan kejadian
dalam menghadapi masalah.
Tahun-tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan, bahkan dapat
disebut sebagai era kritis karena pengalaman pasangan suami istri belum
banyak. Menurut Clinebell & Clinebell (2005) dalam Anjani dan Suryanto (2006),
periode awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri, dan krisis muncul
saat pertama kali memasuki jenjang pernikahan. Pasangan suami istri harus
banyak belajar tentang pasangan masing-masing dan diri sendiri yang mulai
dihadapkan dengan berbagai masalah. Masing-masing pasangan harus dapat
menyesuaikan satu sama lain serta saling memberi dan menerima.
3
Masalah penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik,
karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan
dalam kehidupannya sehingga perlu melakukan penyesuaian. Sumber masalah
tersebut dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu
melakukan penyesuaian. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah,
tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan
gaya penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam perkawinan tersebut. Masing-masing
memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada
perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu
dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing
pasangan dapat terpenuhi dan memuaskan (Anjani dan Suryanto 2006). Menurut
Hurlock (1994) penyesuaian perkawinan sebagai proses adaptasi antara suami
istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan
menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri.
Perumusan Masalah
Isu permasalahan keluarga muncul dari ketidakharmonisan suami istri,
kenakalan anak-anak, bahkan sampai berakhir pada perceraian, anak-anak yang
terlibat dalam pergaulan bebas, serta terjadinya kekerasan dikalangan anakanak. Hal ini sebagian besar diakibatkan karena pola komunikasi yang kurang
tepat atau komunikasi yang tidak efektif di dalam keluarga. Setiap keluarga
memiliki aturan, pedoman, kebiasaan, tujuan dan tindakan yang berbeda.
Perbedaan pola komunikasi dalam keluarga dapat disebabkan oleh faktor
budaya individu tinggal dan dilahirkan, kebiasaan serta pengasuhan yang
diberikan oleh orang tuanya kepada individu (Ahira 2011).
Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan
sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah lainnya adalah
hubungan kasih sayang, seks, perbedaan pola budaya, peran sosial, kesulitan
ekonomi, dan tidak adanya persahabatan yang saling menguntungkan.
Sedangkan Goldsmith (1996) dalam Sunarti (2001) mengelompokkan tiga area
interaksi suami istri yang merupakan sumber konflik yaitu uang, pekerjaan, dan
seks.
Banyak hal yang terjadi dalam sebuah perkawinan mulai dari masalah
pembagian peran dan tugas antar suami istri, perbedaan sifat yang dimiliki antar
suami istri,
perbedaan dalam memberikan kasih sayang antar suami istri,
kurangnya komunikasi antar pasangan, serta konflik yang muncul dalam
4 keluarga. Suami istri harus mampu menciptakan komunikasi yang harmonis
dalam keluarga, sebab komunikasi harmonis akan memungkinkan adanya saling
pengertian dan ketulusan terhadap segala aspek kehidupan itu sendiri.
Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara mengoptimalkan dan
mengefektifkan komunikasi antar anggota keluarga, serta menyediakan waktu
untuk berkumpul bersama keluarga agar dapat terbentuk keharmonisan dalam
keluarga. Jika perkawinan berjalan dengan baik, maka kepuasan yang
didapatkan
masing-masing
pasangan
lebih
besar
dibandingkan
dengan
kepuasan dari dimensi-dimensi lain dalam kehidupan (Duvall dan Miller 1985).
Oleh karena itu, hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pola komunikasi
dan penyesuaian suami istri terhadap keharmonisan keluarga. Dengan demikian,
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi keluarga
contoh?
2. Bagaimana pola komunikasi dan penyesuaian yang dilakukan oleh
suami dan istri?
3. Bagaimana keharmonisan keluarga contoh?
4. Apakah terdapat hubungan pola komunikasi, penyesuaian suami istri,
dan karakteristik keluarga dengan keharmonisan keluarga?
5. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan
keluarga?
6. Apakah terdapat hubungan pola komunikasi, penyesuaian suami istri,
dan karakteristik keluarga dengan keharmonisan keluarga pada
keluarga beda suku dan sama suku?
5
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi,
penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan
berbeda.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi keluarga
sama suku dan beda suku
2. Mengidentifikasi perbedaan pola komunikasi
dan penyesuaian antara
suami istri pada keluarga sama suku dan beda suku
3. Mengidentifikasi keharmonisan keluarga sama suku dan beda suku
4. Menganalisis hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami
istri, dan karakteristik keluarga contoh dengan keharmonisan pada
keluarga sama suku dan beda suku.
5. Mengidentifikasi hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami
istri, dan keharmonisan suami istri, karakteristik keluarga contoh dengan
keharmonisan keluarga
6. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan pada
keuarga sama suku dan beda suku
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menyediakan
informasi kepada peneliti di bidang keluarga mengenai pola komunikasi dan
penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga. Hubungan antara pola
komunikasi dan penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga,
diharapkan dapat menambah informasi dalam penelitian keluarga. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi lembaga dan
institusi pemerintahan maupun pendidikan mengenai kehidupan keluarga yang
merupakan bagian dari suatu komunitas, serta bagi masyarakat diharapkan
dapat meningkatkan keharmonisan dalam keluarga, sehingga tingkat perceraian
akan dapat berkurang.
6 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian dan Fungsi Keluarga
Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang memiliki
peranan penting terhadap perkembangan sosial, terutama pada awal-awal
tahapan perkembangan yang menjadi landasan bagi tahapan perkembangan
kepribadian selanjutnya (Gunarsa 2008). Keluarga merupakan instansi pertama
dan utama yang terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,
darah, adopsi, dan saling berinteraksi satu sama lain serta memberikan
pengaruh terhadap sosialisasi diri individu dalam pembentukan kepribadian
individu. Jika keluarga bukan merupakan instansi pertama bagi sosialisasi diri
individu maka lingkungan luar akan mengambil alih posisi instansi pertama
tersebut dan mempunyai peran terhadap pembentukan kepribadian individu
tersebut.
Menurut Burgess dan Locke (1960) empat ciri keluarga yaitu: 1) keluarga
adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan
adopsi; 2) anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah
satu atap rumah serta merupakan susunan rumah tangga; 3) keluarga
merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi dan
menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, anak
laki-laki dan anak perempuan, serta saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Peranan-peranan tersebut diperkuat oleh kekuatan tradisi dan emosional yang
menghasilkan pengalaman; 4) keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan
bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum.
Setiap keluarga pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai yakni membentuk
keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Tujuan dalam membentuk
keluarga antara lain mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi anggota
keluarga, serta mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus bangsa
berikutnya. Keluarga yang sejahtera dapat diartikan sebagai keluarga yang
dibentuk atas dasar pernikahan yang sah, dapat memenuhi kebutuhan hidup
baik dalam segi fisik maupun psikologi, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta dapat menciptakan hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota
keluarga
maupun
antara
keluarga
dengan
masyarakat
lingkungannya (Landis 1989; BKKBN 1992 dalam Puspitawati 2009).
atau
7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1994)
menyebutkan ada delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga untuk
mencapai tujuan keluarga, antara lain:
1. Fungsi keagamaan yaitu keluarga perlu memberikan dorongan kepada
seluruh anggotanya agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian
nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan untuk menjadi insaninsan agama yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Fungsi sosial budaya yaitu memberikan kepada keluarga dan seluruh
anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka
ragam dalam satu kesatuan.
3. Fungsi cinta kasih yaitu keluarga memberikan landasan yang kokoh terhadap
hubungan anak dengan anak, suami dengan isteri, orangtua dengan anaknya,
serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi
wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin.
4. Fungsi melindungi yaitu untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan.
5. Fungsi reproduksi yaitu mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang
direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia
yang penuh iman dan taqwa.
6. Fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu dengan memberi peran kepada
keluarga untuk mendidik keturunan agar dapat melakukan penyesuaian
dengan alam kehidupan masa depan.
7. Fungsi ekonomi, menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan
keluarga.
8. Fungsi pembinaan lingkungan yaitu memberikan kepada setiap keluarga
kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai
daya dukung alam dan lingkungan yang berubah.
Setiap
anggota
keluarga
sebaiknya
dapat
menjalankan
serta
mengembangkan kualitas diri dan fungsi keluarga tersebut agar dapat tercipta
keluarga yang berkualitas. Pengembangan kualitas diri dan fungsi keluarga
dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dalam bidang pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial budaya, mental spiritual, nilai-nilai keagamaan, dan
peningkatan usaha kesejahteraan lainnya (PP no. 21 1994).
Jika anggota keluarga dapat melaksanakan fungsi-fungsi keluarga
dengan baik, maka antar anggota keluarga dapat saling memberikan perhatian
satu sama lain, secara emosional mereka dapat saling terhubung satu sama lain
8 dan saling mendukung anggota keluarganya. Borr (1970) dalam Puspitawati
(2009) menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia perkawinan maka
semakin baik pula keluarga dalam melaksanakan fungsinya. Maneker dan
Rankin (1985) dalam Puspitawati (2009)
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif antara lama perkawinan, umur, dan tingkat pendidikan
pasangan. Semakin lama usia perkawinan maka kesesuaian anggota keluarga
akan semakin meningkat.
Menurut Bulut (1990) dalam Puspitawati (2009) juga menunjukkan bahwa
anggota keluarga melaksanakan fungsi keluarganya menjadi lebih baik seiring
meningkatnya
lama
usia
perkawinan.
Menurut
Goleman
(1998)
dalam
Puspitawati (2009) berdasarkan penelitiannya yang mengukur kepuasan
pasangan, menunjukkan bahwa dalam permasalahan perasaan di antara
pasangan ’komunikasi yang efektif’ merupakan faktor yang paling penting bagi
wanita.
Penyesuaian dalam Perkawinan
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua
pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda.
Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Dalam
perkawinan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam,
kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar
belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya (Anjani dan Suryanto
2006). Hal ini berarti pasangan harus bersedia menerima dan memasuki
lingkungan sosial budaya pasangannya, oleh karena itu diperlukan keterbukaan
dan toleransi yang sangat tinggi, serta saling menyesuaikan diri untuk mencapai
keharmonisan.
Tanpa memperhatikan tipe keluarganya, penyesuaian dalam perkawinan
merupakan salah satu masalah yang paling sulit dan harus dialami oleh
pasangan (Hurlock 2002). Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai
suami atau istri dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada keberhasilan
dalam hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh
yang
kuat
kekecewaan
terhadap
dan
adanya
kepuasan
perasaan-perasaan
dalam
bingung,
perkawinan,
sehingga
mencegah
memudahkan
seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau
istri serta di kehidupan dalam bermasyarakat (Hurlock 2002). Menurut Hurlock
(2002) pasangan suami istri yang melakukan penyesuaian diri berupaya untuk
9 dapat berhubungan dengan mesra, saling memberi dan menerima cinta,
menunjukkan afeksi, dan melakukan konumikasi terhadap perbedaan yang
dimiliki.
Penyesuaian merupakan interaksi individu yang secara terus-menerus
dengan dirinya, orang lain, dan dengan dunianya. Penyesuaian diri menurut
Atwater (1983) adalah suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai
suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di
sekitarnya. Karakteristik penyesuaian diri yang baik yang harus dimiliki oleh
seseorang menurut Haber dan Runyon (1984) dalam Hapsariyanti dan Taganing
(2009) adalah memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas atau kenyataan,
mampu mengatasi atau menangani tekanan atau kecemasan, memiliki citra diri
yang positif, mampu untuk mengekspresikan perasaan, dan memiliki hubungan
interpersonal yang baik.
Penyesuaian diri dalam perkawinan adalah perubahan dalam kehidupan
pasangan selama masa perkawinan yang ditandai dengan adanya kecocokan,
persetujuan dan kepercayaan serta kasih sayang antara suami istri sehingga
pada hubungan di antara keduanya dapat berjalan dan berfungsi dengan baik
(Hapsariyanti & Taganing
Hapsariyanti dan Taganing
2009). Menurut Landis dan Landis (1970)
dalam
(2009) menyatakan bahwa ada beberapa area
penyesuaian pada suatu perkawinan, yaitu kepribadian dan kemampuan untuk
saling menyesuaikan diri dengan pasangan. Hal ini menyangkut kemampuan
untuk saling menyesuaikan terhadap pribadi serta kebiasaan pasangannya. Di
sini termasuk bagaimana pasangan menyelesaikan konflik dan perbedaan
pendapat. Penyesuaian dalam perkawinan harus dilakukan dengan cara yang
berbeda sesuai dengan tingkat usia perkawinan pasangan (Hurlock 2002).
Landis dan Landis (1970) dalam Hapsariyanti dan Taganing
(2009)
membatasi kriteria penyesuaian dalam perkawinan yang ditandai oleh adanya
kesesuaian pendapat antara suami dan istri dalam hal yang dapat menjadi
permasalahan
besar;
adanya
minat
dan
kegiatan
bersama;
adanya
pengungkapan kasih sayang dan rasa saling percaya; memiliki sedikit keluhan;
dan tidak banyak memiliki perasaan kesepian, sedih, marah dan semacamnya.
Hurlock (2002) membagi masalah penyesuaian diri dalam perkawinan ke dalam
empat pokok yang paling penting dan umum bagi kebahagian perkawinan antara
lain: penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian dengan seksual, penyesuaian
10 keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing
pasangan.
Penyesuaian dengan Pasangan
Masalah penyesuaian yang pertama kali dihadapi oleh keluarga adalah
penyesuaian terhadap pasangannya (suami atau istri). Hubungan interpersonal
mempunyai peranan yang penting dalam perkawinan. Hubungan interpersonal
jauh lebih rumit dibandingkan dengan hubungan bisnis atau persahabatan. Hal
ini dikarenakan di dalam perkawinan terdapat berbagai faktor yang tidak biasa
timbul dalam kehidupan individual (Hurlock 2002). Semakin banyak pengalaman
dalam membina hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang dimiliki
seseorang, maka semakin besar pula wawasan sosialnya, serta semakin baik
pula dalam menyesuaikan diri satu sama lain dalam perkawinan.
Hal
yang
lebih
penting
dalam
penyesuaian
perkawinan
adalah
kesanggupan dan kemampuan suami dan istri untuk berhubungan dengan
mesra, serta saling memberi dan menerima cinta pasangan (Hurlock 2002).
Berdasarkan
Hurlock
(2002)
terdapat
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penyesuaian terhadap pasangan antara lain: konsep pasangan yang ideal,
pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan
bersama, kesamaan nilai, konsep peran, dan perubahan dalam pola hidup.
Penyesuaian pada pasangan suami istri merupakan hal yang penting
dalam perkawinan. Penyesuaian dalam perkawinan akan berjalan terus, sejalan
dengan perubahan yang terjadi, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan.
Oleh karena itu, diperlukan usaha yang optimal untuk dapat mempertahankan
perkawinan (Anjani & Suryanto 2006). Sebuah perkawinan dapat bertahan
dengan adanya kemampuan komunikasi yang efektif di dalam keluarga, baik
antara suami-istri, orangtua-anak, maupun anak-anak.
Hoffman dan Nye (1974) menyoroti penyesuaian perkawinan berdasarkan
pembagian tugas rumah tangga antara suami istri. Wanita (istri) biasanya
ditugaskan untuk mengurus masalah rumahtangga yakni: mengasuh, merawat,
dan mendidik anak karena dianggap cocok dengan kondisi psikologis dan
fisiologisnya. Sedangkan laki-laki (suami) ditugaskan sebagai pencari dan
pemberi nafkah utama dan sebagai kepala keluarga yang harus dilayani dan
dihormati oleh istri. Setiap suami maupun istri tentunya memiliki beberapa tugas
yang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Menurut Gunarsa (1982)
11 setiap pasangan suami istri harus saling ikut serta dalam setiap perubahan yang
terjadi melalui penyelesaian masalah demi masalah, khususnya perubahan dan
perkembangan suasana rumah.
Menurut Hapsariyanti dan Taganing (2009) penyesuaian lainnya adalah
pembagian peran. Suami istri harus membicarakan peran yang berkaitan dengan
tugasnya sebagai suami istri. Suami istri harus membentuk persetujuan timbalbalik yang berkaitan dengan masalah peran suami dan istri di dalam rumah
tangga, misalnya siapa yang lebih banyak berperan dalam mencari nafkah bagi
keluarga dan siapa yang lebih banyak berperan dalam mengurus kehidupan
keluarga sehari-hari. Penyesuaian pada pendapatan keluarga, pasangan suami
istri harus melakukan penyesuaian terhadap pengelolaan pendapatan atau
sumber keuangan keluarga termasuk pemakaiannya. Penyesuaian juga perlu
dilakukan dalam rekreasi. Rekreasi atau kegiatan waktu luang berhubungan
dengan kesesuaian antara suami dan istri mengenai pemakaian waktu bagi
keluarga untuk berekreasi atau bersenang-senang bersama keluarga. Alokasi
waktu itu mempunyai arti yang penting bagi kebahagiaan perkawinan setiap
pasangan suami istri.
Penyesuaian diri di dalam perkawinan tidak terlepas dari kesediaan
masing-masing individu untuk bisa memahami pasangannya dalam berbagai
cara. Tetapi kepribadian, kesediaan berempati, latar belakang individu dan
komunikasi yang baik juga merupakan syarat yang penting dalam penyesuaian
perkawinan. Untuk itu, penyesuaian perkawinan bukan merupakan suatu hal
yang mudah tetapi justru harus diupayakan terus-menerus oleh pasangan suami
istri (Hapsariyanti dan Taganing 2009).
Keberhasilan dalam proses penyesuaian perkawinan terletak pada
kemampuan mereka untuk saling menyesuaiakan sudut pandang mereka satu
sama lain. Oleh karena itu Hurlock (2002), tokoh yang juga berpendapat bahwa
hubungan interpersonal memegang peran penting dalam sebuah perkawinan,
menambahkan bahwa hal utama yang paling menimbulkan permasalahan adalah
penyesuaian terhadap pasangan. Menurutnya, ada dua hal yang perlu dimiliki
oleh pasangan suami istri untuk mencapai penyesuaian yang baik adalah
kemampuan untuk saling memberi dan menerima afeksi secara terbuka serta
kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi dengan baik.
Menurut Haber dan Runyon (1984) dalam Hapsariyanti dan Taganing
(2009) ada beberapa karakteristik penyesuaian diri yang baik yang harus dimiliki
12 oleh seseorang, yaitu memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas atau
kenyataan, mampu mengatasi atau menangani stres dan kecemasan, memiliki
citra diri yang positif, mampu mengekspresikan perasaan, dan memiliki
hubungan interpersonal yang baik. Persepsi yang dimiliki individu biasanya
diwarnai dengan keinginan dan motivasinya.
Dalam hal penyesuaian diri dalam perkawinan, peran kecerdasan
emosional sangatlah penting. Karena dengan memiliki kecerdasan emosional,
maka
pasangan
akan
dapat
menyesuaikan
diri
dengan
baik
dengan
pasangannya. Kecerdasan emosional adalah suatu keajaiban dalam pemikiran
yang memperlihatkan bagaimana keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh
ukuran besar kecil otak seseorang tetapi lebih kepada gagasan atau pemikiran
seseorang dalam mengamati, memahami dirinya dan berinteraksi dengan orang
lain Schwartz (1997) dalam Hapsariyanti dan Taganing
(2009). Aspek
kecerdasan emosional antara lain mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain atau berempati, dan
membina hubungan (Goleman 2003) dalam Hapsariyanti dan Taganing (2009).
Keunikan yang terjadi dalam hubungan perkawinan adalah meskipun
banyak perbedaan antara laki-laki dan perempuan seperti perbedaan emosional,
lingkungan, genetis dan kepribadian, selalu ada perkawinan yang berhasil.
Perkawinan tersebut dinikmati oleh laki-laki dan perempuan sebagai suami istri
yang bahagia. Mayoritas pasangan yang menikah memiliki tujuan hidup
bersama, berbagi dukungan fisik dan komunikasi tentang berbagai kesenangan
dan masalah (Osborne 1988 dalam Suryani 2004).
Penyesuaian Seksual
Menurut Hurlock (2002) masalah penyesuaian seksual merupakan salah
satu masalah yang paling sulit dalam perkawinan serta salah satu penyebab
yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan dalam perkawinan, jika
kesepakatan tidak dapat dicapai dengan memuaskan. Penyesuaian seksual bagi
wanita cenderung lebih sulit untuk mengakhirinya secara memuaskan. Rubin
dalam Hurlock (2002) menjelaskan bahwa wanita sejak bayi disosialisasikan
untuk menutupi dan menekan gejolak seksualnya, wanita tidak dapat segera
berubah untuk tidak malu-malu menunjukkan rasa nikmat seperti perubahan
sikap yang disarankan oleh budaya suami. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses penyesuaian seksual dalam perkawinan antara lain:
13 perilaku terhadap seks, dorongan seksual, dan sikap terhadap penggunaan alat
kontrasepsi (Hurlock 2002).
Hasil penelitian Anjani dan Suryanto (2006) menyatakan bahwa meskipun
setiap subjek mengakui tidak memiliki masalah dalam kehidupan seksualnya,
namun hal ini bisa saja terjadi. Seperti adanya kehadiran seorang anak. Mungkin
hal ini berpengaruh kecil, tetapi seringkali pasangan suami istri yang telah
memiliki anak lebih mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada anak,
sehingga waktu untuk bersama dengan pasangan menjadi berkurang bahkan
sampai tidak ada. Kecemasan tentang anak akan membelokkan perhatian istri
dari seks, hal ini mungkin dikarenakan istri merasa kelelahan dan kekurangan
waktu untuk bersama suami (Beardsley & Sanford 1994 dalam Anjani & Suryanto
2006).
Penyesuaian Keuangan
Memiliki uang yang lebih dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap penyesuaian diri pasangan dalam perkawinan. Banyak istri merasa
sulit untuk menyesuaikan keuangan dengan pendapatan suami, hal ini
dikarenakan istri telah terbiasa membelanjakan uang sesuka hatinya (Hurlock
2002). Begitupula dengan suami, ia merasa sulit untuk menyesuaikan diri
dengan keuangan, terutama pada saat istri bekerja setelah menikah dan
kemudian berhenti bekerja karena melahirkan anak pertama. Hal tersebut
menyebabkan
pendapatan
keluarga
menjadi
berkurang,
hanya
dengan
pendapatan suami saja mereka harus menutupi semua pengeluaran keluarga
(Hurlock 2002).
Menurut Anjani dan Suryanto (2006) masalah keuangan pun berpengaruh
kuat
terhadap
penyesuain
perkawinan.
Berdasarkan
hasil
penelitiannya
beberapa subjek yang diteliti menyatakan bahwa dalam hal keuangan biasanya
suami lebih menyerahkan semua hal keuangan kepada istrinya dan suami
merasa kewajibannya hanya mencari uang saja. Banyak suami yang merasa sulit
untuk menyesuaikan diri dengan keuangan. Apabila suami tidak mampu
menyediakan barang-barang keperluan, maka dapat menimbulkan perasaan
tersinggung yang dirasakan oleh istri, dimana perasaan ini dapat berkembang ke
arah pertengkaran (Hurlock 2002).
Gillin dalam Gunarsa (2008) mengemukakan bahwa kemiskinan dapat
dianggap sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat menyesuaikan diri
14 dengan standar kehidupan dalam kelompok serta tidak mampu mencapai tingkat
fisik dan mental tertentu untuk menyesuaikan. Gillin juga mengungkapkan faktor
yang menghambat penyesuaian dalam segi ekonomi, yakni: 1) ketidakmampuan
seseorang yang berhubungan dengan kelainan karena kelahirannya atau karena
lingkungan; 2) kondisi lingkungan fisik yang miskin akan sumber daya alam,
cuaca yang buruk dan terjangkitnya penyakit menular; 3) ketidakseimbangan
dalam kesejahteraan atau penghasilan, akibat dari kurang sempurnanya
lembaga ekonomi dalam menjalankan fungsinya, hal ini dapat terlihat dari
timbulnya pengangguran.
Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan
Suami dan istri harus mampu mempelajari dan menyesuaiakan diri
dengan anggota keluarga pasangan yang memiliki perbedaan usia, minat, nilai,
pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya dengan dirinya. Masalah
penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan menjadi serius pada tahun-tahun
awal perkawinan (Hurlock 2002). Menurut Hurlock (2002) terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan
anatara lain: stereotipe tradisional, keinginan untuk mandiri, keluargaisme (lebih
banyak menggunakan waktunya bersama keluarga), mobilitas sosial, anggota
keluarga berusia lanjut, dan bantuan keuangan untuk keluarga pasangan.
Keluarga masing-masing pasangan pun memiliki pengaruh dalam
kehidupan rumah tangga. Pengaruh dari keluarga masing-masing pasangan
dapat menimbulkan masalah, hal ini dikarenakan adanya ikatan keluarga besar.
Setiap orangtua masih merasa mempunyai hak atas anaknya yang telah
menikah. Mertua ataupun orangtua merasa bahwa hak-hak atas anaknya direbut
oleh menantunya dan sering terjadi perebutan cinta kasih antara mertua dan
menantu. Persaingan ini bisa meruncing dan bisa menimbulkan percekcokkan
(Gunarsa 1982).
Menurut Hurlock (2002) keberhasilan perkawinan tercermin pada besar
kecilnya hubungan interpersonal dan pola perilaku. Ada beberapa kriteria
keberhasilan penyesuaian perkawinan antara lain: kebahagiaan suami istri,
hubungan yang baik antara anak dan orangtua, penyesuaian yang baik dari
anak-anak, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat,
kebersamaan,
penyesuaian
yang
baik
dalam
penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan.
masalah
keluarga,
dan
15 Pola Komunikasi
Di setiap sisi kehidupan, manusia tidak akan pernah terlepas dari
komunikasi. Hal ini disebabkan karena setiap saat manusia selalu melakukan
interaksi dengan orang lain (Paruntu 1998). Komunikasi adalah proses sosial
dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan
menginterpretasikan makna yang ada dalam lingkungan (Turner & West 2007)
Komunikasi juga merupakan pembelajaran dasar dari suatu interaksi, dan
interaksi tersebut adalah dasar dari sosialisasi (Orenstein 1985 dalam
Puspitawati 2009).
Menurut Day et al. (1995) dalam Puspitawati (2009) komunikasi
merupakan proses mendapatkan respon melalui simbol-simbol verbal. Beberapa
konsep komunikasi meliputi pembelajaran, pengertian, subjektivitas, timbal balik,
dan negosiasi serta mediasi (Ruben 1988; Leaky 2002 dalam Puspitawati 2009).
Dalam pendekatan ilmu sosiologi, hubungan antar manusia harus didahului oleh
kontak dan komunikasi. Hubungan antar manusia ini kemudian saling
mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya melalui pengertian yang
diungkapkan, informasi yang dibagi, semangat yang diberikan, dan seluruh
pesannya membentuk pengetahuan.
Komunikasi manusia juga terjadi dalam suatu konteks budaya tertentu
dan mempunyai batas-batas tertentu (Rubrn 1988; Liliweri 1997 dalam
Puspitawati 2009). Aplikasi komunikasi dalam keluarga berkaitan dengan fokus
pemahaman diri dari para anggota keluarga. Teori yang digunakan dalam
pendekatan
komunikasi
adalah
teori
sistem
dengan
konsep
yang
memperkenalkan organisasi, sirkularitas, keutuhan, interdependensi antar
elemen-elemen sistem, keseimbangan dan perubahan, serta interaksi (Ruben
1988; Hinde & Hinde 1988 dalam Puspitawati 2009).
Permasalahan keluarga yang semakin rentan akhir-akhir ini menjadi
semakin melemahnya kualitas komunikasi antar anggota keluarga sehingga
memudarkan fungsi keluarga dalam melindungi anggotanya dari pengaruh pihak
luar. Disatu sisi, saat ini pengaruh luar terhadap pribadi keluarga semakin kuat
akibat peningkatan teknologi komunikasi di era informasi dan globalisasi (Sunario
1995 dalam Puspitawati 2009). Dalam menyampaikan komunikasi, terdapat
perbedaan pola komunikasi antara perempuan dan laki-laki. Perempuan
dipandang lebih tenang dan malu-malu. Kaum perempuan juga seringkali terbuai
oleh angan-angan dan impian yang indah sehingga pola komunikasi mereka
16 selalu dibumbui oleh kata-kata mesra, ungkapan-ungkapan cinta, dan harapanharapan (Surbakti 2008).
Menurut Surbakti (2008) perempuan selalu diidentifikasikan dengan
kelemahlembutan, kehalusan perasaan, kehangatan cinta, kerentanan fisik dan
psikis, dan hal-hal yang berkaitan dengan keindahan. Kelemahlembutan
perempuan tercermin dari pola komunikasi yaitu tidak berterus terang, sering
ragu-ragu dalam mengambil keputusan, kurang percaya diri, bersikap pasif dan
menunggu, serta membiarkan pasangannya menafsirkan komunikasi yang
ditunjukkannya. Kesalahan yang dilakukan laki-laki umumnya adalah tidak peka
terhadap hati nurani sehingga salah menasfsrikan komunikasi sang istri.
Sehingga berakibat timbul perselisihan karena perbedaan persepsi.
Salah satu pola komunikasi yang sangat dikuasai perempuan adalah
menggunakan bahasa tubuh. Perempuan umumnya pandai menggunakan
bahasa tubuh sebagai alat komunikasi yang ampuh dan memaksimalkan
kelebihan tersebut untuk mendapatkan keinginannya. Mereka juga pandai
menyembunyikan perasaan dan membungkusnya dalam kemasan keluhan
sehingga melibatkan pasangannya untuk menyelesaikannya (Surbakti 2008).
Sedangkan pola komunikasi laki-laki lebih banyak dilandasi oleh pertimbangan
rasional daripada emosional, laki-laki lebih dianggap tegas, terus terang, berani,
dan rasional. Rasionalisasi komunikasi dalam rumahtangga juga menyebabkan
peristiwa komunikasi kehilangan sukma. Bagaimanapun, pola komunikasi dalam
rumahtangga pasti selalui dibumbui oleh unsur-unsur yang melibatkan
emosional, hal ini dikarenakan ikatan suami istri tidak didasarkan pada ikatan
formal berdasarkan kontrak hukum, melainkan didasarkan pada komitmen yang
melibatkan jiwa dan raga (Surbakti 2008).
Rasionalisasi
pola
pikir
menyebabkan
laki-laki
lebih
sering
menyembunyikan dan memikul sendiri beban pikiran dan perasaannya daripada
kaum perempuan. Hal ini tidak terlepas dari pandangan budaya dan tradisi yang
selalu menempatkan kaum laki-laki pada posisi yang kuat, tangguh, jantan, tidak
mudah mengeluh, dan berani menghadapi tantangan (Surbakti 2008).
Pandangan ini menyebabkan suami tidak berani berterus terang untuk
mengungkapkan
ketakutan,
kegelisahan,
ketidakberdayaan
maupun
kekhawatirannya (Surbakti 2008). Perbedaan pola komunikasi antara laki-laki
dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 1.
17 Pola Komunikasi
Pria
Wanita
‐Tegas
-Berani
-Rasional
-Terus terang
‐Emosional
-Ragu-Ragu
-Tersembunyi
-Bahasa Tubuh
Menyatakan pendapat
Gambar 1 Pola komunikasi pria dan wanita
Kreppner
dan
Lerner
(Zeitlin
1995)
dalam
Puspitawati
(2009)
mengemukakan pendapat bahwa keluarga merupakan suatu sistem yang
menekankan pada dimensi interaksi keluarga, suatu seri dari interaksi timbal
balik dua arah, dan juga gabungan dari interaksi antar seluruh sub kelompok
keluarga (dyadic, triadic, tetradic), serta suatu sistem hubungan internal yang
menyangkut dukungan sosial, dan hubungan intergenerasi.
Menurut Burgess dalam Boss et al. (1993), keluarga merupakan kesatuan
dari interaksi antar pribadi. Keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang
lebih bersifat hubungan interpersonal, karena masing-masing anggota keluarga
mempunyai intensitas hubungan satu sama lain dan saling tergantung. Sistem
interaksi interpersonal dapat dilukiskan pada Gambar 2.
Ayah
Anak ke-1
Ibu
Anak ke-2
Gambar 2 Sistem Interpersonal dalam Keluarga
Berdasarkan Gambar 2 sistem interaksi yang terjadi dalam keluarga yang
terdiri dari orangtua (ayah dan ibu) serta dua orang anak, terjadi enam buah
interaksi interpersonal, yang digambarkan dengan tanda panah. Makin banyak
anggota keluarga, maka makin banyak pula jumlah interaksi interpersonal yang
18 terjadi dan semakin kompleks (Puspitawati 2009). Komunikasi merupakan syarat
terjadinya interaksi. Guardja et al., (1992) menjelaskan bahwa jenis komunikasi
yang terjadi dalam keluarga pada umumnya berupa komunikasi langsung, baik
secara verbal maupun secara nonverbal. Kecuali dalam keadaan tertentu terjadi
komunikasi tidak langsung dalam keluarga.
Komunikasi dalam keluarga merupakan aspek yang dianggap perlu untuk
dibahas dalam penelitian karena setiap anggota keluarga terikat satu sama lain
melalui proses interaksi dan komunikasi (Nugroho 2007). Komunikasi keluarga
adalah proses mengembangkan intersubjektifitas (intersubjetivity) dan pengaruh
(impact) lewat penggunaan kode antara kelompok akrab yang memunculkan
perasaan dan identitas kelompok, lengkap dengan ikatan kuat kesetiaan dan
emosi. Intersubjektivitas (intersubjetivity) adalah pembentukan arti yang dibagi
atau proses dimana kita mengerti pihak lain dan pihak lain mengerti kita.
Pengaruh (impact) adalah tingkat efektifitas suatu pesan dalam mengubah
kognisi, emosi, atau perilaku penerima (Noller & Fitzpatrick 1993 dalam Nugroho
2007).
Komunikasi keluarga yang efektif akan dapat menimbulkan saling
pengertian, kesenangan, saling mempengaruhi sikap dan penghormatan,
kedekatan, serta tindakan bersama-sama (family identity) (Pemdadiy 2005 dalam
Nugroho 2007). Peran yang ada di dalam keluarga dilaksanakan melalui
komunikasi (Suleeman 1990 dalam Nugroho 2007). Komunikasi antar pribadi
mengharuskan terjadi pertukaran kode atau pengaturan simbol secara sistematis
seperti huruf, kata, dan isyarat yang mempunyai makna yang telah dikenal dan
dipergunakan oleh komunikator. Identitas keluarga (family identity) adalah
identitas yang terbentuk lewat budaya dan peleburan antara bermacam identitas
sosial (melding of various social identities). Keluarga selalu terpapar dengan
norma dan nilai dalam satu budaya tertentu (Nugroho 2007).
Ikatan kuat kesetiaan dan emosi dalam keluarga memaparkan bahwa
antar anggota keluarga menjadi saling ketergantungan (interdependence) yaitu
seseorang mempunyai pengaruh bagi orang lain: mempengaruhi perasaan,
pikiran, atau perilaku orang lain, dan komitmen (commitment) yaitu anggota
keluarga terikat dengan kesejahteraan anggota lain. Ikatan emosi menimbulkan
pengaruh yang kuat dalam komunikasi dan bagaimana komunikasi tersebut
diterjemahkan (Nugroho 2007).
19 Menurut Friedman (1998) pola komunikasi dibagi menjadi dua jenis yaitu
pola
komunikasi
fungsional
dan
pola
komunikasi
nonfungsional
atau
disfungsional.
1.
Pola komunikasi fungsional
Pola komunikasi fungsional dapat dikaji dari adanya komunikasi yang
jelas dan kongruen, adanya ekspresi perasaan, komunikasi terbuka dan terfokus,
adanya konflik dan solusinya, adanya kesesuaian antara perintah dengan isi
pesan, dan penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari
pesan
mirip
dengan
pengirim.
Dalam
komunikasi
fungsional
terdapat
keterbukaan dan kejujuran yang cukup jelas antar anggota keluarga (Friedman
1998).
2.
Pola komunikasi nonfungsional atau disfungsional
Pola komunikasi nonfungsional dapat dilihat dengan adanya kondisi yang
berpusat pada diri sendiri, kurangnya empati, adanya komunikasi tertutup (tidak
langsung), serta tidak ada kesesuaian antara isi pesan dengan perintah
(Friedman 1998).
Pola komunikasi keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu situasi dan
kondisi, latar belakang etnik keluarga, bentuk keluarga, siklus kehidupan
keluarga, perbedaan jenis kelamin, status sosioekonomi keluarga dan budaya
khas keluarga (Friedman 1998).
Komunikasi dalam perkawinan
Komunikasi yang baik antara suami istri adalah bagian yang penting
dalam kualitas perkawinan (Kammeyer 1987). Hasil penelitian menunjukkan
komunikasi yang efektif akan mengarah pada kualitas perkawinan yang baik
(Lewis & Spanier 1979 dalam Kammeyer 1987). Rathus, Nevid, dan Fichner
Rathus (1993) dalam Paruntu (1998) menyatakan bahwa komunikasi yang baik
merupakan hal penting dalam hubungan yang intim seperti perkawinan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa komunikasi yang baik adalah alat ukur dari
kualitas hubungan perkawinan (Spanier 1976 dalam Kammeyer 1987).
Pasangan yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan memperbaiki
hubungan mereka. Dengan adanya hubungan yang membaik, pasangan akan
termotivasi untuk memperbaiki komunikasi mereka pada kejadian yang lain
(Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987). Dimensi-dimensi dari komunikasi
yang penting antara lain: keterbukaan dan kejujuran, dukungan, dan keterbukaan
diri.
20 Keterbukaan dan kejujuran
Menurut Satir (1972) dalam Kammeyer 1987 salah satu dimensi dari
kejujuran
yaitu
leveling.
Leveling
adalah
cara
berkomunikasi
yang
mengungkapkan perasaan seseorang secara akurat, dan tanpa pesan yang
membingungkan. Untuk berkomunikasi akurat berarti bahwa jika seseorang
marah kepada pasangan atas sesuatu yang telah dilakukan, maka perasaan
tersebut diungkapkan secara langsung. Sebuah gambaran kedua dari kejujuran
dan keterbukaan yakni pembicara harus memberikan dorongan secara
tersembunyi. Jika tujuan untuk mendapatkan pengendalian tersembunyi,
kekuasaan di atas orang lain, situasi sulit, memanipulasi orang lain, hal tersebut
merupakan komunikasi tidak jujur.
Ketika keterbukaan dan kejujuran menjadi bernilai dalam komunikasi, hal
tersebut tidak mengikuti suami istri harus selalu melengkapi dan benar-benar
ikhlas. Khayalan yang idealis yaitu berpikir bahwa seseorang dapat jujur di setiap
waktu. Banyak orang yang menikah mengetahui bahwa ada batasan untuk
keterbukaan dan kejujuran secara intuitif.
Dukungan dalam komunikasi
Dukungan dalam komunikasi berarti harus memperlakukan seseorang
yang sedang berbicara dengan penuh perhatian dan menghormati. Peran
pendukung dalam komunikasi adalah mendengarkan dan merespon seluruh
aktivitas ketika orang lain berbicara atau memulai kegiatan. Ketika seseorang
berbicara pada orang lain, mungkin untuk merespon dalam berbagai cara. Kita
dapat mengabaikan mereka, menolak mereka, atau dapat memberikan respon
positif pada mereka. Respon positif untuk orang lain adalah perkataan yang telah
ditegaskan (Watzlawick et al 1967 dalam Kammeyer 1987).
Hal ini penting terutama ketika pasangan berbicara satu sama lain bahwa
mereka saling memberi ketegasan satu sama lain. Secara keseluruhan yang
penting yaitu memperhatikan orang lain ketika berbicara. Melalui bahasa tubuh
dan isyarat verbal mungkin
pembicara dapat tertarik dan terlibat. Hubungan
yang baik tergantung pada jenis dukungan dan konfirmasi (merespon secara
positif), dan studi menunjukkan bahwa ketika pasangan yang menikah
memperhatikan kualitas komunikasi mereka, maka kepuasan dan kualitas
21 pernikahan mereka juga akan lebih besar (Montgomery 1981 dalam Kammeyer
1987).
Keterbukaan Diri
Keterbukaan diri sama dengan keterbukaan dan kejujuran, tetapi ada
beberapa elemen perasaan dan emosi yang lebih kuat. Berbicara dengan
oranglain tentang ketakutan, harapan, dan keinginan merupakan inti dari
keterbukaan diri (Jourard 1971 dalam Kammeyer 1987). Tetapi tidak hanya
perkataan dan pertukaran keakraban antara dua orang. Rubin (1983) dalam
Kammeyer (1987) menyebutnya dengan keakraban. Keakraban adalah salah
satu jenis timbal balik dari perasaan dan pikiran tidak keluar dari ketakutan atau
tergantung kebutuhan, tetapi keluar dari keinginan untuk mengetahui kehidupan
orang lain dan untuk dapat berbagi satu sama lain (Rubin 1983 dalam Kammeyer
1987). Penelitian menunjukkan bahwa secara umum self-disclosure dengan
kepuasan pernikahan berhubungan positif (Hendrick 1981 dalam Kammeyer
1987).
Ada juga pandangan yang menyatakan bahwa jika keterbukaan diri terlalu
berlebihan, bahkan jika tidak negatif, maka bisa merusak hubungan. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa ketika pasangan terlalu membuka diri,
khususnya keraguan diri, akan berakibat buruk bagi kepuasan perkawinan
(Cozby 1973 dalam Kammeyer 1987).
Bagaimanapun, jika terlalu banyak keterbukaan diri kadang-kadang dapat
meredam suatu hubungan, ada kesepakatan yang berkembang bahwa jika
terlalu sedikit keterbukaan diri akan menjadi masalah yang lebih serius bagi
banyak pasangan yang sudah menikah. Keterbukaan diri yang terlalu sedikit
dapat berbahaya bagi hubungan perkawinan, jika salah satu dari pasangan
mengungkapkan perasaan lebih akrab daripada yang lain. Bahkan jika salah satu
pasangan merasakan ketidakseimbangan dalam jumlah pengungkapan diri, akan
berakibat pada hubungan buruk (Davidson et al,. 1983 dalam Kammeyer 1987).
Pria sering menemukan kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan
emosi, dan lebih memilih untuk tetap diam. Pandangan lain menemukan sumber
dari perbedaan laki-laki dan perempuan dalam ungkapan emosional pada
kenyataannya yaitu dari pengasuhan ibu (Chodorow 1978; Rubin 1983 dalam
Kammeyer 1987). Karena ibu adalah pengasuh utama pada bulan-bulan pertama
dan tahun pertama dalam kehidupan balita, balita membuat kelekatan dengan
ibu. Selanjutnya balita membuat identifikasi dengan ibu.
22 Menurut Paruntu (1998) komunikasi yang ada dalam sebuah perkawinan
digolongkan sebagai sebuah bentuk dari komunikasi interpersonal karena di
dalamnya terlibat dua pihak yang saling melakukan komunikasi dan masingmasing pihak memandang pasangan komunikasi sebagai individu yang utuh.
Komunikasi yang ada di dalam perkawinan merupakan sebuah komunikasi yang
unik karena komunikasi interpersonal terjadi pada dua orang yang terlibat
hubungan intim. Pearson (1983) dalam Paruntu (1998) menyebutnya sebagai
komunikasi intim.Komunikasi interpersonal menurut Pearson (1983) adalah
proses pertukaran arti (informasi) antar individu. Hubungan interpersonal akan
terlihat baik jika dua orang anggotanya memiliki persepsi yang sama dalam
berkomunikasi serta keduanya melakukan komunikasi yang efektif.
Haber dan Runyon (1984) dalam Paruntu (1998) mengatakan bahwa
dengan adanya komunikasi yang efektif dalam sebuah perkawinan, maka
masing-masing individu merasa bebas untuk mengungkapkan ide-ide kepada
pasangannya. Strong dan De Vault (1989) dalam Paruntu (1998) mengatakan
bahwa komunikasi dalam perkawinan adalah perasaan senang yang dirasakan
pasangan karena dapat saling menemani, perasaan gembira dalam melakukan
pembicaraan, bertukar sentuhan dan senyum, serta perasaan cinta yang tidak
terucap.
Keharmonisan sebuah keluarga sangat didukung oleh komunikasi yang
baik dari suami istri. Tidak heran bahwa riset dan statistik memperlihatkan bahwa
penyebab utama perceraian, ataupun kegagalan sebuah rumah tangga, adalah
dikarenakan gagalnya suami istri berkomunikasi dengan baik. Untuk mengatasi
hal itu, ada beberapa prinsip dasar dalam komunikasi yang perlu diketahui oleh
suami dan istri (Paulpla 2009).
Beberapa prinsip dasar dalam komunikasi suami istri antara lain:
1. Komunikasi adalah kebutuhan, dan alat untuk memenuhi kebutuhankebutuhan lainnya. Manusia adalah mahluk pribadi dan sekaligus sosial. Baik
sebagai pribadi, maupun sebagai dalam hubungan sosial, ada kebutuhan
mendasar yang perlu diisi lewat komunikasi. Kebutuhan itu adalah: rasa aman
lahir batin, saling menghargai, saling berbagi, kebutuhan akan cinta dan kasih
sayang, kebutuhan kenyamanan fisik, dan kebutuhan seksual.
2. Komunikasi suami istri adalah sebuah proses menuju keintiman. Sewaktu
berpacaran komunikasi dilakukan ketika kita ingin, namun ketika sudah
menikah mau tidak mau, tepat atau tidak tepat kita akan berkomunikasi.
23 Ketika bersatu sebagai suami istri, sebenarnya kita sedang berproses dalam
hal-hal berikut:
•
Proses memahami satu sama lain
•
Proses menciptakan suatu lingkungan yang aman
•
Proses menyelesaikan masalah
3. Komunikasi suami istri adalah bentuk kasih. Tentu saja disini bukan hanya
bersifat kata-kata semata, tetapi lebih dalam dari itu yaitu kehadiran dan
mendengar. Memberikan dukungan yang positif, bisa lewat kata-kata yang
memberi semangat, bisa juga lewat komunikasi non verbal, misalnya dengan
memeluk, menepuk pundak, dan lain-lain.
4. Komunikasi suami istri adalah alat mencapai tujuan dan menyelesaikan
masalah. Suami dan istri perlu memiliki tujuan bersama yang jelas. Untuk itu
perlu ada waktu untuk berbagi aspirasi dan perasaan, sehingga tujuan
bersama itu dapat didiskusikan. Tidak penah ada dua orang yang benar-benar
serupa. Selalu ada perbedaan latar belakang, pandangan, kepribadian atau
pekerjaan sekali pun. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk menyatukan
dua hal yang berbeda dalam hubungan seumur hidup. Pasti akan terjadi
konflik dan gesekan, yang bisa terjadi dari suami istri sendiri, ataupun
gesekan dari luar, yang memicu ketegangan dalam hubungan suami istri.
Untuk itu komunikasi berperan sangat besar untuk menyelesaikan masalah ini
(Paulpla 2009).
Keharmonisan Keluarga
Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan melalui proses akad nikah yang memiliki tujuan
untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera (Bakry 1996 dalam
Aisyah 2004). Menurut Fittro (2002) dalam Aisyah (2004) terdapat beberapa ciriciri pasangan yang bahagia dalam perkawinannya, antara lain:
1. Pasangan saling memberi dan menemukan kebutuhan emosionalnya yang
akan diberikan pada orang lain.
2. Pasangan memiliki kekuatan komitmen dalam perkawinannya. Pasangan
tidak memaksakan kebahagiaannya untuk dapat diterima dengan benar,
melainkan bertekad untuk bekerjasama dalam membangun perkawinan.
3. Pasangan memiliki kekuatan hubungan. Pasangan tidak kehilangan satu
sama lain dalam berhubungan meskipun masing-masing memiliki kebebasan
dalam mengemukakan pendapat, mengambil keputusan, dan mengejar cita-
24 cita pribadi. Akan tetapi yang menjadi prioritas utama pasangan adalah
keharmonisan perkawinan.
4. Pasangan memiliki gairah seksual yang tinggi. Berhubungan seksual
merupakan aspek yang sangat penting dan pusat dalam perkawinan.
5. Pasangan senang berbicara. Orang yang bahagia dalam perkawinannya lebih
banyak meluangkan waktu untuk berbincang-bincang mengenai berbagai hal
dengan
pasangannya.
Masing-masing
langsung
terbuka
dan
tidak
memanipulasi pembicaraan.
6. Pasangan memiliki pandangan positif tentang hidup. Kepercayaan tentang
suatu hal sangat membantu pasangan dalam menanggulangi krisis yang
muncul dalam perkawinan.
7. Pasangan
mengekspresikan
apresiasinya
(penghargaan)
serta
saling
memberikan pujian.
8. Pasangan memiliki keteguhan dalam beragama.
9. Pasangan sensitif terhadap orang lain (berempati).
10. Pasangan bersama-sama tumbuh, berubah, dan bekerja keras untuk
perkawinan.
Menurut Gunarsa (2008) sebuah keluarga dikatakan harmonis jika
seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan berkurangnya
ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan
dirinya yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial. Hurlock (2002)
mendefinisikan suami istri yang bahagia yaitu suami istri yang memperoleh
kebahagiaan bersama dan menghasilkan keputusan yang diperoleh dari peran
yang dimainkan secara bersama, mempunyai cinta yang matang dan mantap
satu sama lain, serta dapat melakukan penyesuaian dengan baik.
Gunarsa (2008) mengungkapkan bahwa keharmonisan dalam keluarga
banyak ditentukan oleh keharmonisan dalam hubungan antara anggota keluarga
dan hal ini juga tergantung pada pribadi-pribadi yang berada di dalam rumah.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kondisi pribadi antara lain:
1. Stabilitas kepribadian
Stabilitas
kepribadian
terbentuk
melalui
proses
perkembangan
kepribadian yang telah dialami seseorang. Peranan latar belakang keluarga,
pendidikan, sosial dan lingkungan fisik, sangat berpengaruh dalam proses
perkembangan tersebut. Stabilitas kepribadian dipengaruhi pula oleh keadaan
keluarga saat ini, yaitu ukuran keluarga. Keluarga yang berukuran besar akan
25 membentuk pola hubungan yang bertambah majemuk, dengan kemungkinan akan
terjadi ketegangan yang lebih besar dalam hubungan antar anggota keluarga.
Perbedaan pola pikir, tujuan hidup, dan pola sikap sehari-hari yang
berbeda-beda antar anggota keluarga juga dapat menimbulkan suasana tegang,
tidak sepaham, saling menuntut atau memaksa. Apabila stabilitas kepribadian
kurang dipahami oleh anggota keluarga maka penyesuaian diri akan menjadi lebih
sulit terbina.
2. Tekanan ekonomi
Tekanan ekonomi dapat menimbulkan ketegangan tersendiri dalam
keluarga. Akan tetapi ketegangan yang dirasakan oleh setiap keluarga berbedabeda, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan dimana sebuah keluarga tinggal serta
kebutuhan yang diperlukan setiap keluarga juga berbeda-beda. Tekanan ekonomi
mengakibatkan lingkungan dan ruang hidup seseorang dirasakan menjadi sempit
dan tertekan. Menurut Hetherington dan Parke (1979) dalam Gunarsa (2008)
menyatakan bahwa tekanan ekonomi dan kepadatan dalam keluarga berkontribusi
timbulnya stres dalam keluarga. Kepadatan dalam keluarga berpengaruh besar
terhadap hubungan antar pribadi dalam keluarga. Hal ini dikarenakan setiap
anggota keluarga memiliki usia, pendidikan, tugas, kegiatan dan tanggung jawab
yang berbeda-beda satu sama lain.
Keharmonisan keluarga adalah salah satu dimensi dalam keluarga yang
menunjukkan adanya keseimbangan dan keteraturan serta kepuasan terhadap
apa yang telah dicapai dalam keluarga (Aisyah 2004). Keluarga yang harmonis
adalah keluarga yang memilki konflik yang minimal, menciptakan komunikasi
terbuka, saling menghargai dan memiliki kepuasan terhadap apa yang diperoleh
keluarga. Deaux dan Wrightsman (1988) dalam Paruntu (1998) mengatakan
bahwa dalam perkawinan terdapat sebuah hubungan antar individu yang memiliki
intensitas dan keintiman yang tinggi, komunikasi merupakan proses pusat untuk
melakukan hubungan tersebut.
Menurut Nurzainun dan Prihatiningsih (2006) sebuah keluarga akan
harmonis bila para anggota keluarga dapat berhubungan secara serasi dan
seimbang, saling memuaskan kebutuhan anggota lainnya serta memperoleh
pemuasan atas segala kebutuhannya. Hubungan suami istri yang serasi dapat
ditunjukkan dengan adanya penyesuaian diri antara keuarga, adanya saling
pengertian antara pasangan, adanya saling penghargaan, adanya saling
bertanggung jawab, adanya saling gotong royong, dan adanya pengakuan dari
26 kedua belah pihak bahwa masing-masing berhak atas perwujudan diri pribadi.
Dalam komunikasi suami istri ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
pasangan seperti kebutuhan rasa aman lahir batin, saling menghargai, saling
berbagi pengalaman, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan
kenyamanan fisik dan kebutuhan seksual. Jika salah satu kebutuhan ada yang
tidak terpuaskan maka akan berdampak pada salah satu pihak menjadi tidak
bahagia dan akhirnya dapat menganggu keharmonisan keluarga (Nurzainun dan
Prihatiningsih 2006).
Adanya konflik baik fisik maupun non fisik antar pasangan akan
menyebabkan ketidakharmonisan keluarga yang dapat mengarah pada distabilitas
dan disorganisasi dalam keluarga. Perceraian merupakan akhir dari konflik yang
tidak dapat diselesaikan oleh pasangan suami istri (Hastuti 2002 dalam Aisyah
2004). Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menjadikan keluarga
yang harmonis menurut Munandar (1983) dalam Aisyah (2004) antara lain:
keadaan kesehatan dan warisan biologi untuk menjamin keturunan yang sehat,
latar belakang atau lingkungan hidup pasangan, norma-norma tingkah laku yang
dianut pasangan, faktor ekonomis, status sosial pasangan, pendidikan, usia,
agama, budaya, dan kebangsaan.
Kepuasan perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah perasaan subyektif
dari pasangan suami istri terhadap perkawinan mereka secara keseluruhan
maupun terhadap aspek-aspek spesifik dari hubungan perkawinan
(Paruntu
1998). Hal ini berarti kepuasan perkawinan bagi suami istri memiliki arti yang
berbeda. Redy, Birent dan Scaie dalam Perlmuter dan Hall (1985) dalam Paruntu
(1998) menemukan bahwa kepuasan perkawinan bagi suami adalah terpenuhinya
perasaan dihargai, kesetiaan dan komitmen terhadap masa depan. Sedangkan
bagi istri adalah terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan
adanya keintiman (intimacy). Menurut Gottman (1998) dalam Wisnubroto (2009)
aspek-aspek
kebahagiaan
perkawinan
antara
lain:
pengetahuan
tentang
pasangan, memelihara rasa suka dan kagum, saling mendekati, menerima
pengaruh dari pasangan, kemampuan memecahkan masalah, dan menciptakan
makna bersama.
Studi menunjukkan apabila pasangan memiliki latar belakang (agama,
ras, dan sosial ekonomi) keluarga yang sama maka kualitas perkawinan akan
lebih besar. Kualitas perkawinan berhubungan positif dengan sumberdaya dan
kemampuan diri, seperti pendidikan, fisik dan mental yang baik, serta ekonomi
27 yang tinggi. Dukungan teman dan tetangga juga berhubungan dengan tingginya
kualitas perkawinan (Kammeyer 1987).
Adanya saling pengertian antara suami istri merupakan faktor yang
penting supaya tercapai hubungan yang harmonis. Mengertikan motif-motif
tingkah
lakunya,
sebab-sebab
mengapa
pasangan
berbuat
demikian,
mempunyai pengertian untuk latar belakang hidup pasangannya. Jika ada saling
pengertian antara kedua belah pihak, ini menjadikan mereka lebih toleran.
Toleransi sangat
penting
dalam
hubungan
suami
istri.
Toleransi
atas
kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan, dan kebiasaan-kebiasaan yang
kurang baik dari pihak yang lain. Hal tersebut juga penting untuk suatu
perkawinan yang harmonis, dimana kedua belah pihak merasakan kebahagian
dan kepuasan, jika saling menghargai antara keduanya. Penghargaan dalam hal
kepribadian, prestasi, minat, dan individualitas dari pasangannya. Hal ini erat
hubungannya dengan pengakuan diri kedua belah pihak, bahwa masing-masing
berhak atas kehidupan pribadinya (Munandar 1985).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga
Menurut Florence Issac dalam Bastaman (1995) faktor-faktor yang
mempengaruhi keharmonisan keluarga antara lain:
a. Komitmen: niat dan itikad dari suami istri untuk tetap mempertahankan
perkawinan dari berbagai masalah yang dihadapai keluarga.
b. Harapan-harapan realistis: pada awal perkawinan biasanya masing-masing
pihak memiliki harapan lebih terhadap sikap dan tindakan yang ideal dari
pasangannya.
c. Keluwesan: kesediaan suami istri untuk menyesuaikan diri dan meningkatkan
toleransi terhadap hal-hal yang berbeda dari pihak pasangannya, baik dalam
sikap, minat, sifat dan kebiasaan.
d. Komunikasi: kesediaan dan keberhasilan suami istri untuk saling memberi dan
menerima pendapat, tanggapan, ungkapan, keinginan, saran, umpan balik
tanpa menyakitkan hati salah satu pihak. Komunikasi yang efektif bersifat
terbuka, demokratis dan dua arah (timbal balik antara suami istri).
e. Silang pendapat dan kompromi: perbedaan pendapat merupakan hal yang
tidak dapat dihindari dari perkawinan. Oleh karena itu suami istri harus dapat
menemukan cara-cara efektif untuk mencapai kesepakatan dan meredakan
kemarahan.
28 f. Menyisihkan waktu untuk berduaan: menyediakan waktu bersama sangat
penting bagi keluarga terutama suami istri.
g. Hubungan seks: Maslow mengatakan bahwa kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling mendesak pemuasannya karena
berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup.
Salah satu kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan seks. Karena merupakan
kebutuhan dasar, maka kebutuhan-kebutuhan fisiologis akan didahulukan
pemuasannya. Oleh karena itu, hubungan seks harus tetap dilakukan dan
dipertahankan dengan kesadaran bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk
komunikasi dan kebersamaan yang paling intim.
h. Kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan: bila terjadi kesulitan
dan
masalah-masalah
menghadapi
dan
di
dalam
keluarga,
menyelesaikannya
secara
menyebabkan semakin erat hubungan suami istri.
pasangan
harus
bersama.
Hal
ini
mampu
dapat
29
KERANGKA PEMIKIRAN
Keharmonisan keluarga bersumber dari kerukunan hidup di dalam
keluarga. Ciri-cirinya yaitu sesama anggota keluarga terdapat hubungan yang
nyata, teratur dan baik, terutama hubungan antara suami istri. Suami istri harus
dapat menyesuaikan diri satu sama lain terhadap sifat dan sikap yang dimiliki
oleh masing-masing pasangan. Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab
sebagai suami atau istri dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada
keberhasilan dalam hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adanya kepuasan dalam perkawinan,
mencegah
kekecewaan
dan
perasaan-perasaan
bingung,
sehingga
memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai
suami atau istri serta di kehidupan dalam bermasyarakat (Hurlock 2002).
Penyesuaian merupakan interaksi individu yang secara terus-menerus
dengan dirinya, orang lain, dan dengan dunianya. Penyesuaian diri menurut
Atwater (1983) dalam Hapsariyanti dan Taganing
(2009) adalah suatu
perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang
memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.Suami istri memiliki
peran yang sangat besar dalam membina keluarga serta harus saling memiliki
kesamaan persepsi dalam mendidik anak dan mengarahkan kedepannya. Suatu
hal yang tidak mudah untuk menyatukan dua karakter yang berbeda dalam
mewujudkan visi perkawinan secara bersama-sama.
Sikap saling pengertian merupakan tiang yang utama di dalam sebuah
bangunan keluarga. Apabila di dalam sebuah keluarga tidak ada sikap saling
pengertian antara suami istri maka akan menimbulkan konflik di dalam keluarga
tersebut, sehingga dapat menyebabkan ketidakbahagiaan dalam perkawinan.
Individu yang tidak bahagia dengan sendirinya akan mengalami tekanan jiwa,
depresi, dan gangguan emosi lainnya. Ketidakbahagiaan seseorang dapat
berdampak pada orang-orang yang berada di sekelilingnya, keluarga terdekat,
dan terlebih kepada anak-anaknya sendiri.
Keharmonisan keluarga adalah salah satu dimensi dalam keluarga yang
menunjukkan adanya keseimbangan dan keteraturan serta kepuasaan terhadap
apa yang telah dicapai dalam keluarga. Keluarga yang harmonis yaitu keluarga
yang memiliki konflik yang minimal, komunikasi terbuka, saling menghargai dan
memiliki kepuasan terhadap apa yang diperoleh keluarga. Keharmonisan sebuah
30 keluarga sangat didukung oleh komunikasi yang baik dari suami istri. Riset
memperlihatkan bahwa penyebab utama perceraian, ataupun kegagalan sebuah
rumah tangga, adalah dikarenakan gagalnya suami istri berkomunikasi dengan
baik (Paulpla 2009).
Komunikasi yang memiliki skala paling kecil, namun berdampak besar,
adalah komunikasi dalam keluarga. Keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak, dan
mungkin kakek atau nenek, adalah satu kesatuan yang tinggal dalam satu rumah
dan memiliki visi dan misi bersama. Keluarga tidak jauh beda dengan organisasi,
setiap
anggota
keluarga
memiliki
peran
yang
sangat
penting.
Untuk
menyelaraskan tugas-tugas antar anggota keluarga tersebut, diperlukan
komunikasi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain (Paulpla 2009).
Komunikasi dalam keluarga memiliki peran yang sangat penting. Komunikasi
mempengaruhi keharmonisan keluarga.
Pola komunikasi yang dilakukan oleh anggota keluarga berbeda-beda.
Pola komunikasi keluarga merupakan suatu cara anggota keluarga berinteraksi
dan berkomunikasi satu sama lain yang dapat mempengaruhi anggota keluarga,
pola ini juga menghasilkan arti dari transaksi diantara para anggota keluarga.
Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola komunikasi
menurut Friedman (1998) dalam Hutabarat (2009), hal ini dikarenakan pola
komunikasi tersebut lebih operasional di dalam keluarga dan lebih mudah
dipahami oleh peneliti. Friedman (1998) dalam Hutabarat (2009) membagi dua
pola komunikasi yakni: pola komunikasi fungsional (terbuka) dan pola komunikasi
disfungsional (tertutup).
31
Karakteristik contoh
- Usia
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Suku
Karakteristik Keluarga
- Lama perkawinan
- Jumlah anggota keluarga
- Pendapatan keluarga
Pola Komunikasi
suami istri
Penyesuaian suami istri
dalam perkawinan
Keharmonisan keluarga
Gambar 3
Kerangka pemikiran hubungan pola komunikasi dan penyesuaian
suami istri dengan keharmonisan keluarga
32 METODE PENELITIAN
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan
pada interaksi suami istri. Variabel yang diteliti pada penelitian interaksi suami
istri yakni pola komunikasi dan penyesuaian suami istri dari suku yang sama dan
berbeda dengan keharmonisan keluarga. Disain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Cross Sectional Study. Cross Sectional Study yaitu
penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi hubungan pola komunikasi dan penyesuaian suami istri dari
suku yang berbeda dan sama dengan keharmonisan keluarga. Pemilihan tempat
penelitian dilakukan secara purposive, yaitu Komplek Perumahan Bogor Asri,
yang merupakan daerah yang cukup heterogen suku penduduknya. Waktu
penelitian termasuk persiapan, pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data
serta penulisan laporan mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai
November 2011.
Teknik Penarikan Contoh
Populasi penelitian ini adalah keluarga
yang memiliki suami dan istri
dengan suku masing-masing pasangan yang berbeda dan suku masing-masing
pasangan yang sama. Responden dan contoh penelitian merupakan suami dan
istri dengan yang sama dan berbeda. Teknik penarikan contoh dilakukan secara
purposive dengan kriteria suami istri dengan yang sama dan berbeda. Jumlah
contoh adalah 60 pasangan suami istri yang terdiri dari 30 pasangan dari
keluarga beda suku dan 30 pasangan dari keluarga sama suku dengan alasan
memenuhi batas minimal statistika.
Data suami istri dengan yang sama dan berbeda diperoleh dari informasi
RW/RT setempat, dari beberapa RW terpilih RW 11 sebagai salah satu RW yang
memiliki jumlah RT lebih banyak.
Contoh dalam penelitian ini adalah suami dan istri dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Responden
bersedia
meluangkan
waktunya
untuk
menceritakan
kehidupannya baik mengenai hubungan suami istri, keharmonisan keluarga,
komunikasi dalam keluarga, pekerjaan, pendidikan anak, keuangan keluarga,
dan bersedia menjadi responden.
33 2) Responden dapat berkomunikasi dengan baik, responden juga ditentukan
secara sengaja yang memenuhi syarat seperti keluarga yang memiliki suami
dan istri dengan suku
masing-masing pasangan berbeda (misal suami
bersuku Jawa, istri bersuku Sunda) dan suku masing-masing pasangan yang
sama (misal suami dan istri bersuku Jawa).
Pemilihan tempat dilakukan secara purposive berdasarkan RW yang
memiliki keluarga dengan kriteria tertentu. Karena keterbatasan penelitian untuk
menjangkau wilayah RW yang masih cukup luas, kerangka sampling penelitian
dipersempit dengan mengacak pemilihan contoh pada tingkat RT. Pemilihan RT
juga dilakukan secara purposive didasarkan pada jumlah keluarga yang
memenuhi syarat penelitian.
Kabupaten Bogor
n=
Kelurahan Nanggewer
n penduduk= 25.775 orang
Komplek Perumahan Bogor Asri
n RW= 13, n RT= 91
RW 11
n RT= 10
RT 2
n KK= 105 orang
n Contoh beda suku= 30 pasangan suami istri
n Contoh sama suku= 30 pasangan suami istri
n total contoh= 120 orang
Gambar 4 Tahapan pemilihan contoh.
34 Jenis dan Teknik Pengambilan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner
yang diajukan kepada suami dan istri. Data primer yang akan diperoleh dengan
bantuan kuesioner, meliputi:
•
Karakteristik contoh (umur, umur ketika menikah, suku, pendidikan, dan
pekerjaan) dan karakteristik keluarga (lama perkawinan, pendapatan
keluarga, dan jumlah anggota keluarga).
•
Interaksi suami istri dalam keluarga meliputi pola komunikasi, penyesuaian
suami istri, dan keharmonisan keluarga
Kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan berbagai
penelitian yang serupa terdahulu dan kuesioner telah diuji realibilitas dan
validitasnya. Uji coba kuesioner dilakukan sebelum penelitian untuk mengetahui
reliabilitas alat ukur. Setelah dilakukan uji coba kuesioner didapatkan hasil
sebagai berikut, nilai cronbach alpha untuk alat ukur pola komunikasi sebesar
0.936, nilai cronbach alpha untuk alat ukur penyesuaian sebesar 0.738, dan nilai
cronbach alpha untuk alat ukur keharmonisan keluarga sebesar 0.937.
Daftar pertanyaan kuesioner dirancang dengan memberikan pertanyaan
terbuka dan tertutup. Data sekunder diperoleh melalui gambaran umum wilayah
penelitian dan data penduduk yang diperoleh dari kecamatan dan desa, data dari
BPS (Badan Pusat Statistik), buku, artikel, hasil penelitian ilmiah, jurnal, dan
literatur-literatur lainnya yang mendukung.
Secara rinci peubah, skala, contoh, alat dan cara pengukuran penelitian
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data, peubah, contoh, cara pengukuran, serta skala data
No.
Variabel
1.
Karakteristik
contoh
dan
keluarga
Data yang diteliti
•
•
•
•
•
2.
Pola komunikasi
Umur
Umur
ketika
menikah
Lama pendidikan
Pendapatan
Pekerjaan
Cara istri dan suami
dalam melakukan
komunikasi
(Friedman 1998)
Skala
Rasio (tahun)
Rasio (tahun)
Jumlah Item
Pertanyaan
1
1
Nominal
1
Rasio (Rp/bln)
1
1
Ordinal (1-4)
1=tidak pernah
2=emosional
3=non verbal
4=verbal
51
Cronb
ach α
-
0.936
35 Lanjutan Tabel 1 Jenis data, peubah, contoh, cara pengukuran, serta skala data
No.
Variabel
Data yang diteliti
Skala
Ordinal (1-5)
1=sangat sulit
2=sulit
3=netral
4=mudah
5=sangat
mudah
Ordinal (1-3)
1=tidak puas
2=cukup puas
3=puas
4=sangat puas
3.
Penyesuaian
Cara istri dan suami
dalam menyesuaiakan
diri (Hurlock 2002).
4.
Keharmonisan
keluarga
Kepuasan
contoh
terhadap keluarga
Jumlah item
pertanyaan
40
Cronb
ach α
21
0.937
0.738
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, koding,
scoring, entry data ke komputer, cleaning, dan analisis data. Selanjutnya data
diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program komputer yang
relevan dengan penelitian. Analisis statistik yang digunakan yaitu analisis
deskriptif dan inferensia, dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk
melihat hubungan antar variabel yang diteliti, uji cronbach alpha untuk melihat
reliabilitas dari kuesioner yang digunakan, uji regresi linear berganda untuk
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga, dan uji beda
Independent t-test untuk melihat perbedaan beberapa variabel berdasarkan
suku.
Tabel 2 Variabel, jenis data, dan teknik pengambilan data
No.
1
2
3
4
Variabel
Karakteristik contoh dan keluarga
(usia contoh, usia nikah contoh jumlah anggota
keluarga, lama pendidikan contoh, pekerjaan contoh,
pendapatan keluarga, suku contoh, dan lama
perkawinan)
Pola Komunikasi Keluarga (fungsional dan
disfungsional) (Friedman 1998)
Penyesuaian diri pasangan terdiri dari penyesuaian
dengan
pasangan,
penyesuaian
keuangan,
penyesuaian seksual, dan penyesuaian dengan
keluarga pasangan) (Hurlock 2002)
Keharmonisan Keluarga
Jenis
Data
Primer
Teknik
Pengambilan
Data
Kuesioner
Primer
Kuesioner
Primer
Kuesioner
Primer
Kuesioner
36 Data karakteristik contoh dan keluarga meliputi usia contoh, usia coontoh
ketika menikah, pekerjaan contoh, lama pendidikan contoh, suku contoh, jumlah
anggota keluarga, pendapatan keluarga, dan lama perkawinan. Suku contoh
yang diteliti yaitu masing-masing pasangan yang mempunyai suku yang berbeda
(misal suami bersuku Jawa dan istri bersuku Sunda) dan masing-masing
pasangan yang memiliki suku yang sama (misal suami dan istri bersuku Jawa).
Contoh yang memiliki suku yang sama diambil sebanyak 30 pasangan, dan
contoh yang memiliki suku yang berbeda juga diambil sebanyak 30 pasangan.
Sehingga total dari keseluruhan contoh yaitu 60 pasangan.
Pada saat melakukan pengolahan, data variabel pola komunikasi,
penyesuaian dan keharmonisan diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara
skoring. Adapun rumus skoring, yaitu:
Skor = (Nilai total – Nilai minimum)
Nilai maksimum-Nilai minimum
Setelah
mendapatkan
skor
setiap
variabel,
selanjutnya
skor
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Untuk
menentukan cut off
pola komunikasi, penyesuaian dan keharmonisan maka
perlu dicari interval kelasnya (Slamet 1993) dengan menggunakan rumus:
Interval Kelas = (Skor Maksimum – Skor minimum)
Jumlah Kategori
Selanjutnya, pembagian kategori adalah sebagai berikut:
a. Rendah : skor minimum ≤ x ≤ skor minimum + IK
b. Sedang : skor minimum + IK < x ≤ skor minimum + 2 IK
c. Tinggi : skor minimum + 2 IK < x ≤ skor maksimum
Dengan menggunakan rumus di atas, maka interval kelas untuk variabelvariabel tersebut yaitu:
Interval Kelas (IK) = (100%–0%) = 33,3%
3
Dengan demikian cut off bagi pola komunikasi, penyesuaian dan
keharmonisan, yaitu:
a. Rendah : 0%– 33.3%
b. Sedang : 33.4% – 66.6%
c. Tinggi : 66.7% – 100%
37 Analisis yang digunakan adalah uji korelasi Pearson karena data memilki
skala rasio. Data yang digunakan adalah data yang telah distandarisasi dengan
menggunakan rumus:
X = (X - Mean )
Std. Deviasi
Uji korelasi Pearson dilakukan untuk menguji hubungan antara variabelvariabel penelitian. Rumus Korelasi Pearson yang digunakan adalah:
rxy=
n∑ xi yi – (∑ xi)(∑ yi)
(n ∑ xi2 - (xi) 2)(n ∑ yi2 - (yi)2
Keterangan :
r
= koefisien korelasi
rxy = korelasi antara variabel X dan Y
X = skor untuk setiap butir pertanyaan
Y = skor mentah setiap variabel
Kuat tidaknya hubungan antara variabel X dan variabel Y diukur dengan
suatu nilai yang disebut koefisien korelasi (r), dengan ketentuan nilai r tidak lebih
dari harga ( 1≤ r≤ +1). Jadi niali r dapat dinyatakan sebagi berikut :
Bila r = -1 berarti korelasi antara variabel X dan Variabel Y negatif sempurna
Bila r = 0 berarti korelasi antara variabel X dan Variabel Y tidak ada hubungan
Bila r = -1 berarti korelasi antara variabel X dan Variabel Y positif sempurna
(sangat kuat)
Analsis lain yang digunakan adalah uji regresi linear berganda untuk
mengetahui pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel tidak
bebas yaitu pengaruh variabel-variabel penelitian dengan keharmonisan
keluarga. Persamaan regresi linear berganda pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Yij = ßO + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 +.......+ ß9X9
Keterangan : Yij
ßO
ß1- ß9
= Variabel Tidak Bebas
= Konstanta
= Koefisien Regresi
Dimana:
Yij
X1
X2
X3
X4
X5
= Keharmonisan keluarga (skor)
= Lama perkawinan (tahun)
= Usia istri (tahun)
= Usia suami (tahun)
= Lama pendidikan istri (tahun)
= Lama pendidikan suami (tahun)
38 X6
X7
X8
X9
X10
X11
= Usia nikah istri (tahun)
= Usia nikah suami (tahun)
= Besar keluarga (orang)
= Pendapatan total (Rp/bulan)
= Pola komunikasi (skor)
= Penyesuaian (skor)
Pola komunikasi dikategorikan berdasarkan fungsi keluarga menurut
BKKBN (1994) yang terdiri dari delapan fungsi keluarga. Hal ini dikarenakan
untuk memudahkan peneliti membuat pernyataan mengenai pola komunikasi
yang dapat mencakup seluruh hal atau aspek yang ada di dalam keluarga.
Peneliti membuat pernyataan mengenai pola komunikasi berdasarkan fungsi
keluarga tersebut, masing-masing fungsi terdiri dari 5 sampai 10 pernyataan.
Sehingga total dari keseluruhan pernyataan mengenai pola komunikasi ada 51
pernyataan.
Pernyataan mengenai pola komunikasi yang dibuat oleh peneliti akan
diajukan kepada suami dan istri. Semua item pernyataan pada variabel pola
komunikasi yang tertuang dalam kuisioner akan dilakukan skoring (Retnowati
2007 dalam Muladsih 2010). Skoring yang digunakan dalam penelitian ini dibuat
berdasarkan bagaimana cara masing-masing pasangan melakukan komunikasi
yaitu verbal, nonverbal, emosional, atau tidak pernah berkomunikasi. Masingmasing pernyataan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika tidak
pernah, skor 2 jika emosional, skor 3 jika non verebal, dan skor 4 jika verbal.
Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan,
kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Setelah itu,
hasil tranformasi dikategorikan ke dalam rendah (0-33,3), sedang (33,4-66,6),
dan tinggi (66,7-100).
Penyesuaian diri pasangan dikategorikan berdasarkan Hurlock (2002)
yang membagi ke dalam empat bagian penyesuaian diri pasangan antara lain:
penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian keuangan, penyesuaian seksual,
dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Berdasarkan pembagian tersebut
peneliti membuat pernyataan mengenai penyesuaian diri pasangan. Masingmasing bagian terdiri dari 5 hingga 10 pernyataan, sehingga total keseluruhan
pernyataan penyesuaian diri pasangan ada 40 pernyataan.
Pernyataan mengenai penyesuaian diri pasangan yang dibuat oleh
peneliti akan diajukan kepada suami dan istri. Semua item pernyataan pada
variabel penyesuaian diri pasangan yang tertuang dalam kuesioner akan
dilakukan skoring (Retnowati 2007 dalam Muladsih 2010). Skoring yang
39 digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan bagaimana persepsi suami
istri terhadap penyesuaian yang dilakukan kepada masing-masing pasangan
yaitu apakah sulit, sangat sulit, dan relatif mudah. Masing-masing pernyataan
diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika sangat sulit, skor 2 jika
sulit, dan skor 3 jika netral (kadang mudah, kadang sulit), skor 4 jika mudah, skor
5 jika sangat mudah. Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing
pertanyaan dikompositkan, kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0100 persen. Setelah itu, hasil tranformasi dikategorikan rendah (0-33,3), sedang
(33,4-66,6), dan tinggi (66,7-100).
Keharmonisan keluarga diukur dengan cara masing-masing pertanyaan
diberi skor berdasarkan skala likert, yaitu skor 1 jika tidak puas, skor 2 jika
kurang puas, skor 3 jika puas, dan skor 4 jika sangat puas. Selanjutnya, skor
yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan, kemudian
dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Setelah itu, hasil
tranformasi dikategorikan rendah (0-33,3), sedang (33,4-66,6), dan tinggi (66,7100).
40 Definisi Operasional
Keluarga adalah sistem unit terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
terikat oleh perkawinan, darah, adopsi, serta saling berinteraksi satu
sama lain.
Karakteristik Keluarga adalah suatu kondisi keluarga contoh yang meliputi
besar keluarga, usia keluarga, pendidikan keluarga, jenis pekerjaan
contoh, serta pendapatan keluarga contoh.
Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga dalam
suatu keluarga dan tinggal dalam satu rumah.
Pendidikan adalah lama jenjang pendidikan yang ditempuh oleh contoh dan
keluarga yang dinyatakan dalam tahun.
Pendapatan keluarga adalah jumlah besarnya penghasilan yang diterima oleh
anggota keluarga yang bekerja, baik yang berasal dari pekerjaan
utama maupun pekerjaan tambahan.
Penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam
hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau
sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk
mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri yang digunakan dalam
penelitian ini berdasarkan Hurlock (2002) yang membagi penyesuaian
diri ke dalam empat bagian antara lain penyesuaian dengan pasangan,
penyesuaian keuangan, penyesuai seksual, dan penyesuain dengan
keluarga pasangan.
Penyesuaian Suami Istri adalah menyatukan dua karakter individu yang
berbeda, yang meliputi persetujuan suami istri terhadap hal-hal yang
dirasa penting, tugas, peran, kegiatan yang serupa, serta saling
memberikan kasih sayang antar pasangan.
Komunikasi adalah salah satu cara makhluk hidup untuk berinteraksi satu sama
lain dengan adanya pertukaran pesan atau informasi dari pengirim
pesan kepada penerima pesan melalui media (saluran).
Pola komunikasi adalah suatu bentuk komunikasi yang dilakukan dari individu
yang satu kepada individu lain, baik secara tertutup maupun terbuka.
Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
Friedman (2003) yang membagi pola komunikasi dalam dua bagian
41 yaitu pola komunikasi fungsional (terbuka dan langsung) dan pola
komunikasi disfungsional (tertutup dan tidak langsung)
Keharmonisan keluarga adalah suatu bentuk keadaan atau perasaan bahagia
yang
dirasakan
oleh
keluarga
dalam
mengarungi
kehidupan
rumahtangga, yang bersumber dari kerukunan hidup di dalam
keluarga, serta mempunyai ciri-ciri sesama anggota keluarga terdapat
hubungan yang nyata, teratur dan baik, terutama hubungan antara
suami istri.
Lama perkawinan adalah usia perkawinan contoh dalam menjalani kehidupan
berumah tangga.
Suku adalah suatu identitas yang dimiliki oleh seseorang dari asal daerah
kelahirannya.
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Geografis
Penelitian dilakukan di Kelurahan Nanggewer yang memiliki luas wilayah
sekitar 446,493 Ha dan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
• Sebelah Utara
: Kelurahan Nanggewer Mekar
• Sebelah Selatan
: Desa Cimandala Kecamatan Sukaraja
• Sebelah Barat
:Kelurahan Karadenan dan Kelurahan Sukahati
• Sebelah Timur
: Desa Sentul dan Desa Cijujung
Dari segi pembagian wilayah Kelurahan Nanggewer dibagi menjadi 13
RW dan 91 RT. Kelurahan Nanggewer terletak di dua akses jalan utama yaitu
Jalan Raya Bogor-Jakarta sebelah Timur dan Jalan Raya Pemda sebelah Barat.
Jarak menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan
menuju ibu kota Provinsi Jawa Barat 120 km.
Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Kelurahan Nanggewer hingga akhir bulan Desember
2010 tercatat sebanyak 25.775 jiwa terdiri dari laki-laki 12.807 jiwa dan
perempuan 12.968 jiwa, dengan jumlah KK 7.731 KK. Dilihat dari kelompok
umur, penduduk yang paling banyak berada pada kisaran umur 15 sampai
dengan 54 tahun, sedangkan penduduk yang paling sedikit berada pada kisaran
umur lebih dari 55 tahun.
Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Kelurahan Nanggewer menganut agama Islam, Katolik,
Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Namun mayoritas penduduknya
menganut agama Islam. Kehidupan antar umat beragama di Kelurahan
Nanggewer cukup harmonis.
Pendidikan merupakan salah satu indikator penentu keberhasilan suatu
daerah dalam pembangunan serta berkaitan langsung dengan peningkatan
kualitas sumberdaya manusia. Dengan demikian pendidikan mempunyai peran
yang sangat penting dalam menciptakan penduduk yang produktif dan kreatif
42 untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Sarana dan prasarana pendidikan
yang terdapat di Kelurahan Nanggewer (Tabel 3).
Tabel 3 Data jumlah sekolah
Nama Sekolah
Jumlah Sekolah
Taman Kanak-Kanak
7 buah
PAUD
3 buah
SD
2 buah
SMA
1 buah
Pondok Pesantren
4 buah
MI
2 buah
MTS
2 buah
Sumber: Data Monografi Kelurahan Nanggewer Tahun 2010
Kondisi Ekonomi
Jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Nanggewer sangat
beraneka ragam, sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor jasa
seperti pegawai negeri, karyawan, buruh, wiraswasta, dan sebagian kecil
bermata pencaharian di sektor pertanian dan peternakan (Tabel 4).
Tabel 4 Data penduduk menurut mata pencaharian
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
PNS
1.590
TNI/POLRI
130
Karyawan Swasta
2.568
Wiraswasta/pedagang
850
Petani dan peternak
515
Buruh
364
Sumber: Hasil Pendataan Tim PL KB Kelurahan Nanggewer Tahun 2008
Suksesnya pembangunan wilayah tidak terlepas dari tersedianya sarana
dan
prasarana
pembangunan
dan
fasilitas
yang
mendukung
aktivitas
perekonomian masyarakat. Sarana dan prasarana perekonomian yang ada di
Kelurahan Nanggewer adalah sebagai berikut (Tabel 5).
43
Tabel 5 Data jumlah sarana dan prasarana perekonomian
Nama sarana dan prasarana
Jumlah
Toko/warung/kios
212 buah
Toko bahan bangunan
8 buah
Wartel
20 buah
Mini market
7 buah
Ruko
1 buah
Perusahaan/industri
27 buah
Industri kecil rumah tangga
43 buah
Sumber: Data Monografi Kelurahan Nanggewer Tahun 2010
Karakteristik Contoh dan Keluarga
Lama perkawinan
Lama pernikahan adalah usia pernikahan contoh dalam menjalani
kehidupan berumah tangga. Pembagian kategori lama pernikahan dibagi
berdasarkan sebaran contoh. Pada keluarga beda suku, sepertiga (33,3%)
contoh memiliki lama pernikahan 5 hingga 10 tahun dengan rata-rata 11,37
tahun. Begitupula pada keluarga sama suku, seperempat (26,7%) contoh
memiliki lama pernikahan 5 hingga 10 tahun dengan rata-rata 13,7 tahun. Namun
terdapat satu contoh yang memiliki lama pernikahan lebih dari 25 tahun.
Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan lama pernikahan pada
keluarga sama suku dan beda suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh
berdasarkan lama pernikahan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pernikahan
Lama pernikahan
(tahun)
<5
5-10
11-15
16-20
21-25
>25
Min-Max (tahun)
Rataan±SD (tahun)
Nilai uji p
Beda suku (n=30)
n
%
5
16,7
10
33,3
9
30,0
6
20,0
0
0,0
0
0,0
3-20
11,37±5,082
0,186
Sama suku (n=30)
n
%
4
13,3
8
26,7
7
23,3
5
16,7
5
16,7
1
3,3
2-38
13,70±8,069
44 Usia Contoh Saat Menikah
Sebagian besar (93,3%) istri dan lebih dari separuh (73,3%) suami pada
keluarga beda suku, menikah pada kategori usia 20-30 tahun dengan rata-rata
untuk masing-masing 25,53 tahun dan 28,30 tahun. Begitupula pada keluarga
sama suku, hampir seluruh (96,6%) istri dan (83,3%) suami menikah pada
kategori usia 20-30 tahun dengan rata-rata masing-masing 24,70 tahun dan
27,90 tahun. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan usia menikah
suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05).
Sebaran contoh berdasarkan usia ketika menikah dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia ketika menikah
Usia menikah (tahun)
20 – 30
31 – 40
41 – 50
Min-Max (tahun)
Rataan±SD (tahun)
Nilai uji p (suku)
Nilai uji p (istri)
Nilai uji p (suami)
Beda suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
93,3
73,3
6,7
23,3
0
3,4
21-37
24-42
25,53±3,213
28,30±4,276
0,711
Sama suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
96,6
83,3
3,4
16,7
0
0
18-35
20-36
24,70±3,120
27,90±3,933
0,563
0,312
0,707
Suku Contoh
Suku adalah suatu identitas yang dimiliki oleh seseorang dari asal daerah
kelahirannya. Hampir separuh (43,3% dan 33,3%) istri dan suami pada keluarga
beda suku bersuku jawa, begitupula pada keluarga sama suku, lebih dari
separuh (60,0% dan 60,0%) istri dan suami juga bersuku jawa. Pada keluarga
beda suku, jenis suku contoh lebih beragam antara lain suku Sunda, Betawi,
Lampung, Minangkabau, Makasar, Palembang, Flores, Ambon, Tionghoa, dan
Melayu. Sebaran contoh berdasarkan suku dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan suku
Suku
Jawa
Sunda
Betawi
Lampung
Minangkabau
Makasar
Palembang
Flores
Beda suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
43,3
33,3
33,3
16,7
0,0
16,7
3,3
3,3
16,7
6,7
0,0
6,7
0,0
3,3
0,0
3,3
Sama suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
60,0
60,0
20,0
20,0
10,0
10,0
3,3
3,3
6,7
6,7
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
45
Lanjutan Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan suku
Suku
Beda suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
3,3
3,3
0,0
3,3
0,0
3,3
Ambon
Tionghoa
Melayu
Sama suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Usia Contoh
Lebih dari separuh (76,7% dan 53,3%) istri dan suami pada keluarga
beda suku berada pada kategori usia 20-40 tahun dengan rata-rata 36,37 tahun
untuk istri dan 39,13 tahun untuk suami. Sedangkan pada keluarga sama suku
lebih dari separuh (60,0%) istri berada pada kategori usia 20-40 tahun dengan
rata-rata 38,63 tahun, lain halnya dengan suami (56,7%) berada pada kategori
usia 41-60 tahun dengan rata-rata 41,47 tahun. Berdasarkan Papalia & Old
(2009) dewasa awal adalah umur yang berada pada rentang 20-40 tahun,
dewasa madya (41-60 tahun) dan dewasa akhir (61 tahun ke atas). Hal ini berarti
lebih dari separuh (76,7% dan 53,3%) istri dan suami pada keluarga beda suku
termasuk ke dalam kategori dewasa awal, begitupula dengan istri pada keluarga
sama suku lebih dari separuh (60,0%) istri berada pada kategori dewasa awal.
Sedangkan suami pada keluarga sama suku (56,7%) berada pada kategori
dewasa madya. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan usia antara
suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai
(p>0,05).Sebaran contoh berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 9 .
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia
Usia contoh (tahun)
20 – 40
41 – 60
>60
Min-Max (tahun)
Rataan±SD (tahun)
Nilai uji p (suku)
Nilai uji p (istri)
Nilai uji p (suami)
Beda suku
Sama suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
Istri (n=30)
Suami (n=30)
76,7
53,3
60,0
43,3
23,3
46,7
40,0
56,7
0,0
0,0
0,0
0,0
29-51
30-47
26-56
28-57
36,37±5,242
39,13±5,090
38,63±7,323
41,47±7,205
0,941
0,921
0,173
0,153
Besar keluarga inti
Besar keluarga menunjukkan jumlah anggota keluarga yang tinggal
dalam satu rumah dan mengelola sumberdaya secara bersama-sama. Besar
keluarga dibagi menjadi tiga kategori menurut BKKBN yaitu keluarga kecil (≤ 4
orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang).
46 Berdasarkan kategori besar keluarga menurut BKKBN, lebih dari separuh
(80,6%) keluarga inti contoh pada keluarga beda suku dan (70,0%) keluarga inti
contoh pada keluarga sama suku termasuk ke dalam kategori keluarga kecil
dengan rata-rata jumlah anggota keluarga empat orang. Berdasarkan hasil uji
beda, tidak terdapat perbedaan besar keluarga inti pada keluarga beda suku dan
sama suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
inti dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga inti
Besar keluarga inti
(orang)
Kecil (≤ 4 orang)
Sedang (5-7 orang)
Besar (>7 orang)
Min-Max (orang)
Rataan±SD (orang)
Nilai uji p
Beda suku (n=30)
n
%
25
80,6
6
19,4
0
0,0
3-7
4,07±0,980
0,5
Sama suku (n=30)
n
%
21
70,0
9
30,0
0
0,0
2-5
3,90±0,923
Lama Pendidikan Contoh
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (60,0%) istri pada
keluarga beda suku dan (56,7%) istri pada keluarga sama suku memiliki proporsi
terbesar lama pendidikan pada kategori (10-12 tahun) yaitu tamat SMA dengan
rata-rata 13,23 tahun untuk istri pada keluarga beda suku dan 13,67 tahun untuk
istri pada keluarga sama suku. Begitu pula dengan suami, lebih dari separuh
(56,7%) lama pendidikan suami pada keluarga beda suku berada pada kategori
(10-12 tahun) yaitu tamat SMA dengan rata-rata 13,60 tahun, sedangkan lama
pendidikan suami pada keluarga sama suku tersebar di dua kategori, separuh
(50,0%) suami memiliki lama pendidikan pada kategori (10-12 tahun) yaitu tamat
SMA dan separuh (50,0%) suami memiliki lama pendidikan pada kategori (13-16
tahun) yaitu tamat perguruan tinggi dengan rata-rata 13,97 tahun. Berdasarkan
hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan lama pendidikan contoh pada keluarga
beda suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan
lama pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan contoh
Lama pendidikan
(tahun)
1-6
7-9
Beda suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
0,0
0,0
3,3
0,0
Sama suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
0,0
0,0
0,0
0,0
47
Lanjutan Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan contoh
Lama pendidikan
(tahun)
10-12
13-16
Min-Max (tahun)
Rataan±SD (tahun)
Nilai uji p (suku)
Nilai uji p (istri)
Nilai uji p (suami)
Beda suku
Sama suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
Istri (n=30)
Suami (n=30)
60,0
56,7
56,7
50,0
36,7
43,3
43,3
50,0
9-16
12-16
12-16
12-16
13,23±1,960
13,60±1,886
13,67±1,953 13,97±2,008
0,936
0,929
0,395
0,469
Pekerjaan
Pada penelitian ini pembagian kategori jenis pekerjaan contoh terdiri dari
guru atau dosen, tidak bekerja, wiraswasta, pegawai atau karyawan swasta,
PNS/ABRI/TNI/polisi/polri, arsitek, supervisor, editor, dan pensiunan. Lebih dari
separuh (73,3% dan 56,6%) istri pada keluarga beda suku dan sama suku tidak
bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, sedangkan lebih dari separuh (73,4%
dan 66,7%) suami pada keluarga beda suku dan sama suku bekerja sebagai
pegawai atau karyawan swasta. Jenis pekerjaan lain yang dijalani istri pada
keluarga beda suku antara lain (10,0%) sebagai guru atau dosen, (10,0%)
sebagai wiraswasta, dan (6,7%) sebagai pegawai atau karyawan swasta. Lain
halnya dengan jenis pekerjaan lain yang dijalani suami (3,3%) sebagai guru atau
dosen, (6,7%) sebagai wiraswasta dan PNS/ABRI/TNI/polisi/polri, (3,3%) sebagai
arsitek, supervisor dan editor. Pada keluarga sama suku jenis pekerjaan lain
yang dijalani istri antara lain (20,0%) sebagai guru atau dosen, (10,0%) sebagai
wiraswasta,
(6,7%)
sebagai
pegawai
atau
karyawan
swasta
dan
PNS/ABRI/TNI/polisi/polri. Sedangkan jenis pekerjaan lain yang dijalani suami
antara lain (3,3%) sebagai guru atau dosen, wiraswasta dan pensiunan; (23,4%)
sebagai PNS/ABRI/TNI/polisi/polri. Jenis pekerjaan suami pada keluarga beda
suku lebih bervariasi dibandingkan dengan pekerjaan suami pada keluarga sama
suku. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan
Jenis pekerjaan
Tidak bekerja
Guru atau Dosen
Wiraswasta
Pegawai/Karyawan Swasta
PNS/ABRI/TNI/Polisi/Polri
Arsitek
Beda suku
Istri
Suami
(n=30)
(n=30)
73,3
0,0
10,0
3,3
10,0
6,7
6,7
73,4
0,0
6,7
0,0
3,3
Sama suku
Istri
Suami
(n=30)
(n=30)
56,6
0,0
20,0
3,3
10,0
3,3
6,7
66,7
6,7
23,4
0,0
0,0
48 Lanjutan Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan
Jenis pekerjaan
Supervisor
Editor
Pensiunan
Beda suku
Istri
Suami
(n=30)
(n=30)
0,0
3,3
0,0
3,3
0,0
0,0
Sama suku
Istri
Suami
(n=30)
(n=30)
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
3,3
Pendapatan
Pendapatan merupakan jumlah besarnya penghasilan yang diterima oleh
keluarga. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan keluarga beda suku per
kapita per bulan berada pada selang Rp 250.000 - Rp 3.666.667 dengan rataan
pendapatan sebesar Rp 980.000. Berdasarkan Tabel 14, lebih dari separuh
contoh (80,0%) memiliki pendapatan keluarga per kapita per bulan sebesar lebih
dari Rp 591.957. Sedangkan pada keluarga sama suku, pendapatan keluarga
per kapita per bulan berada pada selang Rp 400.000 - Rp 5.250.000 dengan
rataan pendapatan sebesar Rp 1.320.000. Hampir seluruh contoh (93,3%)
memiliki pendapatan per kapita per bulan sebesar lebih dari Rp 591.957. Rataan
pendapatan per kapita per bulan pada keluarga sama suku sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan rataan pendapatan per kapita pada keluarga beda suku,
hal ini diduga istri pada keluarga sama suku sedikit lebih banyak yang bekerja
dibandingkan dengan istri pada keluarga beda suku. Berdasarkan hasil uji beda,
tidak terdapat perbedaan pendapatan per kapita per bulan pada keluarga beda
suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan
pendapatan per kapita per bulan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita
Kategori (Rp/kapita/bulan)
≤ 197.319*
197.320- 394.638
394.639- 591.957
> 591.957
Min – Max (Rp)
Rataan±SD (Rp)
Nilai uji p
Beda Suku (n=30)
0,0
10,0
10,0
80,0
250000-3666667
980000±686335,286
Ket :* Garis Kemiskinan Kabupaten Bogor BPS (2010)
Sama Suku (n=30)
0,0
0,0
6,7
93,3
400000-5250000
1320000±1007471,655
0,132
49
Pola Komunikasi
Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan
simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna yang ada
dalam lingkungan (Turner & West 2007). Pola komunikasi adalah suatu bentuk
komunikasi yang dilakukan dari individu yang satu kepada individu lain, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pada penelitian ini pola komunikasi
dibagi ke dalam beberapa aspek berdasarkan fungsi keluarga antara lain aspek
keagamaaan, ekonomi, cinta kasih, sosialisasi dan pendidikan, perlindungan,
reproduksi, sosial dan budaya, dan pembinaan lingkungan.
Pola komunikasi
dalam aspek keagamaan yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan suami istri
dalam kegiatan ibadah sehari-hari. Pola komunikasi dalam aspek ekonomi yaitu
bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suami istri dalam mengatur keuangan
keluarga. Pola komunikasi dalam aspek cinta kasih yaitu bentuk komunikasi yang
dilakukan oleh suami istri dalam memberikan kasih sayang.
Pola komunikasi dalam aspek sosialisasi dan pendidikan yaitu bentuk
komunikasi yang dilakukan oleh suami istri dalam hal pendidikan. Pola
komunikasi dalam aspek perlindungan yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan
oleh suami istri dalam melindungi keluarga dan menciptakan rasa aman bagi
keluarga. Pola komunikasi dalam aspek reproduksi yaitu bentuk komunikasi yang
dilakukan oleh suami istri dalam mendapatkan keturunan. Pola komunikasi dalam
aspek sosial dan budaya yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan suami istri
dalam mengenalkan budayanya masing-masing. Pola komunikasi dalam aspek
pembinaan lingkungan yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan suami istri dalam
menempatkan dirinya di lingkungan.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori pola komunikasi
Kategori Pola komunikasi
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Beda Suku (%)
Sama Suku (%)
0,0
16,7
83,3
0,0
11,7
88,3
Hasil penelitian menunjukkan masing-masing kelompok suku lebih dari
separuh (83,3% dan 88,3%) pola komunikasi contoh pada keluarga beda suku
dan sama suku dalam seluruh aspek tergolong dalam kategori baik. Sisanya
tergolong dalam kategori sedang (16,7% dan 11,7%) dapat dilihat pada Tabel 14.
50 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan aspek pola komunikasi
Aspek pola komunikasi
Aspek keagamaan
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek ekonomi
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek cinta kasih
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek sosialisasi dan
pendidikan
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek perlindungan
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek reproduksi
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek sosial dan
budaya
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek pembinaan
lingkungan
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Beda suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
Sama suku
Istri (n=30) Suami (n=30)
0,0
30,0
70,0
16,7
3,3
80,0
3,3
26,7
70,0
6,7
10,0
83,3
3,3
10,0
86,7
3,3
3,3
93,3
0,0
6,7
93,3
0,0
10,0
90,0
3,3
13,3
83,3
3,3
20,0
76,7
0,0
10,0
90,0
3,3
20,0
76,7
0,0
20,0
80,0
0,0
13,3
86,7
0,0
6,7
93,3
3,3
6,7
90,0
0,0
10,0
90,0
3,3
3,3
93,3
0,0
3,3
96,7
0,0
13,3
86,7
6,7
16,7
76,7
6,7
16,7
76,7
3,3
10,0
86,7
3,3
10,0
86,7
10,0
10,0
80,0
6,7
16,7
76,7
6,7
26,7
66,7
3,3
10,0
86,7
10,0
33,3
56,7
6,7
20,0
73,3
0,0
16,7
83,3
0,0
13,3
86,7
Pada keluarga beda suku, pola komunikasi istri dalam aspek keagamaan
tidak ada yang tergolong kurang, namun pada suami terdapat 16,7 persen pola
komunikasinya tergolong kurang. Sedangkan pada keluarga sama suku terdapat
3,3 persen istri yang memiliki pola komunikasi dalam aspek keagamaan
tergolong kurang. Pada aspek ekonomi masing-masing 3,3 persen pola
komunikasi istri dan suami pada keluarga beda suku tergolong kategori kurang,
hal ini diduga karena istri pada keluarga beda suku lebih sedikit yang bekerja
dibandingkan dengan istri pada keluarga sama suku. Aspek cinta kasih pada
keluarga beda suku masing-masing 3,3 persen pola komunikasi istri dan suami
51
ada yang tergolong kategori kurang, sedangkan pada keluarga sama suku hanya
3,3 persen pola komunikasi suami yang tergolong kategori kurang.
Pada aspek sosialisasi dan pendidikan terdapat 3,3 persen pola
komunikasi suami pada keluarga sama suku tergolong kurang. Sedangkan pada
aspek perlindungan terdapat 3,3 persen pola komunikasi suami pada keluarga
beda suku tergolong kurang. Pada aspek reproduksi terdapat masing-masing 6,7
persen pola komunikasi istri dan suami pada keluarga beda suku tergolong
kurang, sedangkan pada keluarga sama suku terdapat masing-masing 3,3
persen pola komunikasi istri dan suami tergolong kurang. Pada aspek sosial dan
budaya serta aspek pembinaan lingkungan terdapat 10,0 persen dan 6,7 persen
pola komunikasi istri dan suami pada keluarga beda suku tergolong kurang.
Pada keluarga sama suku sebanyak 6,7 persen dan 3,3 persen pola komunikasi
istri dan suami pada aspek sosial dan budaya tergolong kurang. Sebaran contoh
berdasarkan aspek pola komunikasi dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 16 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek pola komunikasi
keluarga beda suku
Aspek pola komunikasi
Keagamaan
Ekonomi
Cinta kasih
Sosialisasi dan pendidikan
Perlindungan
Reproduksi
Sosial dan Budaya
Pembinaan lingkungan
Total pola komunikasi
Rataan±SD
Istri
79,11±23,27
86,89±21,62
76,20±16,40
84,07±15,49
87,50±12,28
81,33±23,71
76,22±25,23
71,56±26,02
80,36±13,87
Suami
78,22±30,42
90,00±16,49
79,44±15,84
88,70±13,33
84,58±15,01
79,33±21,54
75,11±25,18
81,78±20,71
82,15±15,65
P-value
0,820
0,580
0,304
0,264
0,798
0,967
0,527
0,519
0,631
Jika dilihat berdasarkan rataan aspek pola komunikasi pada keluarga
beda suku, rata-rata pola komunikasi istri paling tinggi (87,50) berada pada
aspek perlindungan, sedangkan rata-rata pola komunikasi suami paling tinggi
(90,00) berada pada aspek ekonomi. Hal ini diduga terkait dengan peran suami
di dalam keluarga dalam mencari nafkah. Jika dilihat dari rataan istri dan suami,
rataan pola komunikasi istri yang lebih tinggi daripada suami yaitu pada aspek
keagamaan, aspek perlindungan, aspek reproduksi, serta aspek sosial dan
budaya. Sedangkan rataan pola komunikasi suami yang lebih tinggi daripada istri
yaitu pada aspek ekonomi, aspek cinta kasih, aspek sosial dan pendidikan, serta
aspek pembinaan lingkungan. Namun secara total, rataan pola komunikasi suami
52 (82,15) lebih tinggi dibandingkan dengan rataan pola komunikasi istri (80,36).
Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pola
komunikasi suami dan istri pada keluarga beda suku (p>0,05) dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 17 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek pola komunikasi
keluarga sama suku
Aspek pola komunikasi
Keagamaan
Ekonomi
Cinta kasih
Sosialisasi dan pendidikan
Perlindungan
Reproduksi
Sosial dan Budaya
Pembinaan lingkungan
Total pola komunikasi
Rataan±SD
Istri
Suami
79,78±21,41
81,78±26,55
93,11±13,84
90,89±15,21
79,72±13,73
80,56±15,75
88,89±12,12
85,37±15,13
90,56±10,38
85,83±15,54
87,11±18,36
84,22±17,64
72,22±24,95
78,67±20,97
85,33±17,72
86,00±13,37
84,59±11,16
84,16±13,19
P-value
0,740
0,457
0,329
0,051
0,554
0,904
0,300
0,312
0,360
Pada keluarga sama suku, rata-rata pola komunikasi istri dan suami
paling tinggi berada pada aspek ekonomi masing-masing (93,11 dan 90,89). Hal
ini diduga karena istri pada keluarga sama suku lebih banyak yang bekerja
daripada istri pada keluarga beda suku. Sehingga istri pada keluarga sama suku
lebih banyak membicarakan masalah keuangan keluarga daripada istri pada
keluarga beda suku. Rata-rata pola komunikasi istri dan suami paling rendah
berada pada aspek sosial dan budaya masing-masing (72,22 dan 78,67). Hal ini
diduga karena item pertanyaan pada aspek sosial dan budaya menggambarkan
bagaimana suami atau istri mensosialisasikan dan mengkomunikasikan budaya
masing-masing kepada pasangannya.
Pada penelitian ini terlihat bahwa suami atau istri sudah mengetahui
budaya pasangannya masing-masing melalui pengamatan dan kebiasaannya
sehari-hari, sehingga tidak ada komunikasi yang dilakukan secara langsung dan
khusus untuk membicarakan budaya. Selain itu disebabkan karena adanya
kesamaan suku antar suami dan istri, maka masing-masing pasangan secara
tidak
langsung
mensosialisasikan
sudah
dan
mengetahui
budaya
mengkomunikasikan
pasangannya,
budaya
yang
tanpa
harus
dianut
pada
pasangannya. Jika dilihat dari rataan istri dan suami, aspek pola komunikasi istri
yang lebih tinggi daripada suami yaitu pada aspek ekonomi, aspek sosialisasi
dan pendidikan, aspek perlindungan, dan aspek reproduksi. Sedangkan rataan
pola komunikasi suami yang lebih tinggi daripada istri yaitu aspek keagamaan,
53
aspek cinta kasih, aspek sosial budaya, dan aspek pembinaan lingkungan.
Namun secara total, rataan pola komunikasi istri (84,59) lebih tinggi dibandingkan
dengan rataan pola komunikasi suami (84,16). Berdasarkan hasil uji beda tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara pola komunikasi suami dan istri pada
keluarga sama suku (p>0,05) dapat dilihat pada Tabel 17.
Penyesuaian Contoh
Penyesuaian diri menurut Atwater (1983) adalah suatu perubahan yang
dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan
orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Penyesuaian diri adalah suatu
perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang
sedang berlangsung, atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus
berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang
lain dan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian dalam perkawinan harus dilakukan
dengan cara yang berbeda sesuai dengan tingkat usia perkawinan pasangan
(Hurlock 2002).
Menurut Hurlock (2002) pada tahun-tahun awal sebuah perkawinan,
penyesuaian diri memiliki peran yang penting dan menjadi permasalahan
pertama yang harus dihadapi oleh pasangan suami istri dalam perkawinannya.
Setelah menikah suami istri tidak dapat lagi menyembunyikan kekurangankekurangan yang dimiliki oleh masing-masing individu, hal ini dikarenakan
intensitas waktu untuk berkumpul dan bertemu lebih banyak daripada sebelum
menikah, sehingga lambat laun akhirnya masing-masing individu akan
mengetahui kekurangan yang dimilki oleh pasangannya yang tidak diketahui
sebelum menikah. Oleh karena itu suami istri sebaiknya saling menyesuaikan diri
satu sama lain, jika tidak dapat saling menyesuaikan diri maka akan timbul rasa
kekecewaan pada diri masing-masing yang pada akhirnya akan membawa
pekawinan menjadi hancur. Berdasarkan Hurlock (2002) penyesuaian diri dibagi
ke dalam empat aspek yaitu aspek penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian
seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori penyesuaian
Kategori Penyesuaian
Beda Suku (%)
Sama Suku (%)
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
0,0
66,7
33,3
0,0
55,0
45,0
54 Hasil penelitian menunjukkan masing-masing kelompok suku lebih dari
separuh (66,7% dan 55%) penyesuaiannya secara keseluruhan tergolong ke
dalam kategori sedang baik pada keluarga beda suku maupun keluarga sama
suku. Sisanya tergolong dalam kategori baik (33,3% dan 45%) dapat dilihat pada
Tabel 18.
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan aspek penyesuaian
Aspek penyesuaian
Aspek pasangan
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek seksual
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek keuangan
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Aspek keluarga pasangan
Kurang (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Baik (66,7-100%)
Beda suku
Istri (n=30)
Suami (n=30)
Sama suku
Istri (n=30) Suami (n=30)
0,0
50,0
50,0
0,0
56,7
43,3
0,0
60,0
40,0
0,0
40,0
60,0
0,0
73,3
26,7
3,3
63,3
33,3
3,3
63,3
33,3
3,3
50,0
46,7
0,0
46,7
53,3
0,0
33,3
66,7
3,3
46,7
50,0
0,0
26,7
73,3
3,3
60,0
36,7
0,0
53,3
46,7
6,7
53,3
40,0
0,0
46,7
53,3
Pada aspek penyesuaian dengan pasangan, baik istri maupun suami
pada keluarga beda suku dan sama suku tidak ada yang tergolong kurang. Pada
keluarga beda suku terdapat masing-masing separuh (50,0%) penyesuaian istri
dengan pasangannya tergolong sedang dan baik, sedangkan penyesuaian suami
dengan pasangannya lebih dari separuh (56,7%) tergolong sedang dan hanya
43,3 persen yang tergolong baik. Lain halnya pada keluarga sama suku, terdapat
lebih dari separuh (60,0%) penyesuaian istri dengan pasangannya tergolong
sedang, sedangkan penyesuaian suami dengan pasangannya lebih dari separuh
(60,0%) tergolong baik.
Pada aspek penyesuaian seksual terdapat masing-masing 3,3 persen istri
dan suami pada keluarga sama suku tergolong dalam kategori kurang,
sedangkan pada keluarga beda suku terdapat 3,3 persen hanya penyesuaian
suami saja yang tergolong kurang. Sisanya berada pada kategori sedang dan
baik. Pada aspek penyesuaian keuangan terdapat 3,3 persen istri pada keluarga
sama suku yang tergolong kurang, hal ini diduga karena istri yang bekerja pada
keluarga sama suku masih sulit untuk menyesuaiakan pendapatannya dengan
55
pendapatan suami. Pada aspek penyesuaian dengan keluarga pasangan
terdapat 3,3 persen dan 6,7 persen istri pada keluarga beda suku dan sama suku
tergolong kurang. Sisanya berada pada kategori sedang dan baik. Sebaran
contoh berdasarkan aspek penyesuaian dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 20 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek penyesuaian
keluarga beda suku
Aspek penyesuaian
Aspek pasangan
Aspek seksual
Aspek keuangan
Aspek keluarga pasangan
Total penyesuaian
Rataan±SD
Istri
Suami
64,39±10,15 65,45±10,63
58,67±13,83 62,17±16,44
67,83±10,23 68,83±13,88
60,10±16,20 64,06±12,55
62,75±10,11 65,13±11,55
P-value
0,305
0,719
0,253
0,575
0,367
Jika dilihat berdasarkan rataan aspek penyesuaian pada keluarga beda
suku, rataan penyesuaian istri paling tinggi berada pada aspek keuangan, dan
rataan penyesuaian suami paling tinggi juga berada pada aspek keuangan. Jika
dilihat dari rataan setiap aspek penyesuaian suami dan istri, penyesuaian suami
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penyesuaian istri. Sehingga secara
total, rataan penyesuaian suami pun (65,13) lebih tinggi dibandingkan dengan
rataan penyesuaian istri (62,75). Hal ini diduga karena pola pikir suami (laki-laki)
cenderung lebih rasional, lain halnya dengan pola pikir istri (perempuan) yang
cenderung lebih emosional serta menggunakan perasaannya. Menurut Surbakti
(2008)
rasionalisasi
pola
pikir
menyebabkan
laki-laki
lebih
sering
menyembunyikan dan memikul beban pikiran dan perasaannya sendiri
dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan pendapat Surbakti (2008), hal ini
berarti semakin rasional pola pikir suami (laki-laki) maka akan semakin mudah
untuk melakukan penyesuaian dengan istri (perempuan), karena beban pikiran
dan perasaannya tidak diperlihatkan pada istrinya serta diselesaikan secara
langsung oleh dirinya sendiri. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara penyesuaian suami dan istri pada keluarga
beda suku (p>0,05) (Tabel 20).
56 Tabel 21 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek penyesuaian
keluarga sama suku
Aspek penyesuaian
Aspek pasangan
Aspek seksual
Aspek keuangan
Aspek keluarga pasangan
Total penyesuaian
Rataan±SD
Istri
Suami
64,09±11,20 68,30±12,03
61,50±14,75 63,50±16,09
66,17±14,72 72,50±12,71
61,15±16,83 67,50±12,44
63,23±11,68 67,95±10,98
P-value
0,367
0,694
0,413
0,466
0,392
Sama halnya pada keluarga beda suku, pada keluarga sama suku, rataan
penyesuaian istri dan suami paling tinggi berada pada aspek keuangan. Jika
dilihat dari rataan setiap aspek penyesuaian suami dan istri, penyesuaian suami
juga cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penyesuaian istri. Secara total,
rataan penyesuaian suami juga lebih tinggi dibandingkan dengan rataan istri.
Berdasarkan hasil uji beda juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
penyesuaian suami dan istri pada keluarga sama suku (p>0,05), dapat dilihat
pada Tabel 21.
Keharmonisan Keluarga Contoh
Keharmonisan adalah suatu bentuk keadaan atau perasaan bahagia yang
dirasakan oleh keluarga dalam mengarungi kehidupan rumahtangga, yang
bersumber dari kerukunan hidup di dalam keluarga. Keharmonisan keluarga
adalah salah satu dimensi dalam keluarga yang menunjukkan adanya
keseimbangan dan keteraturan serta kepuasan terhadap apa yang telah dicapai
dalam keluarga (Aisyah 2004). Hasil penelitian menunjukkan masing-masing
lebih dari separuh contoh (63,3% dan 66,7%) keharmonisan pada keluarga beda
suku dan sama suku tergolong pada kategori sedang, hanya 5,0 persen
keharmonisan pada keluarga beda suku dan sama suku yang tergolong kategori
tinggi (Tabel 22). Hurlock (2002) mendefinisikan suami istri yang bahagia yaitu
suami istri yang memperoleh kebahagiaan bersama dan menghasilkan
keputusan yang diperoleh dari peran yang dimainkan secara bersama,
mempunyai cinta yang matang dan mantap satu sama lain, serta dapat
melakukan penyesuaian dengan baik.
.
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori keharmonisan
Kategori Keharmonisan
Rendah (0-33,3%)
Sedang (33,4-66,6%)
Tinggi (66,7-100%)
Beda Suku (%)
31,7
63,3
5,0
Sama Suku (%)
28,3
66,7
5,0
57
Berdasarkan hasil rataan contoh dan uji beda, keharmonisan pada
keluarga beda suku, rataan suami (43,45) lebih tinggi daripada istri (40,52) dan
pada keluarga sama suku, suami juga memiliki rataan (46,47) yang lebih tinggi
dibandingkan istri (46,23). Namun keduanya baik pada keluarga beda suku
maupun sama suku tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) (Tabel
23).
Tabel 23 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan keharmonisan keluarga
Keharmonisan
Keluarga beda suku
Keluarga sama suku
Rataan±SD
Istri
Suami
40,52±12,44 43,45±13,86
46,23±13,57 46,47±14,65
P-value
0,487
0,477
HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, POLA KOMUNIKASI,
PENYESUAIAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keluarga beda suku terdapat
hubungan yang negatif dan signifikan antara usia contoh, usia menikah, dan
pendapatan dengan keharmonisan keluarga (p<0,05). Hal ini berarti semakin
tinggi usia contoh, usia menikah, dan pendapatan maka semakin kurang
harmonis sebuah keluarga. Selain itu, terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara pola komunikasi dan penyesuaian dengan keharmonisan
keluarga (p<0,01). Hal ini berarti semakin baik pola komunikasi dan penyesuaian
maka semakin harmonis sebuah keluarga (Tabel 24).
Tabel 24 Hubungan karakteristik keluarga, pola komunikasi, dan penyesuaian
dengan keharmonisan keluarga
Variabel
Lama pernikahan (tahun)
Usia menikah (tahun)
Besar keluarga (orang)
Usia contoh (tahun)
Lama pendidikan (tahun)
Pendapatan (Rp)
Pola komunikasi (skor)
Penyesuaian (skor)
Keharmonisan Keluarga
Beda suku
Sama suku
-0,166
-0,048
-0,287*
0,057
-0,182
0,094
-0,291*
0,006
-0,145
0,062
-0,315*
0,065
0,405**
0,423**
0,711**
0,553**
Keterangan: **berkorelasi signifikan pada 0,01 level (2-tailed)
* berkorelasi signifikan pada 0,05 level (2-tailed)
58 Sedangkan pada keluarga sama suku, hasil penelitian menunjukkan
hanya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pola komunikasi dan
penyesuaian dengan keharmonisan keluarga (p<0,01). Hal ini berarti semakin
baik pola komunikasi dan penyesuaian maka semakin harmonis sebuah keluarga
(Tabel 24).
HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, POLA KOMUNIKASI SUAMI
ISTRI, PENYESUAIAN SUAMI ISTRI, KEHARMONISAN SUAMI ISTRI
DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara pola komunikasi istri, pola komunikasi suami, pola komunikasi
suami dan istri, penyesuaian istri, penyesuaian suami, penyesuaian suami istri,
keharmonisan istri, dan keharmonisan suami dengan keharmonisan keluarga
(p<0,05). Hal ini berarti semakin baik pola komunikasi suami istri, penyesuaian
suami istri, dan keharmonisan suami istri maka semakin harmonis sebuah
keluarga (Tabel 25).
Tabel 25 Hubungan karakteristik keluarga, pola komunikasi suami istri,
penyesuaian suami istri, keharmonisan suami istri dengan
keharmonisan keluarga
Variabel
Lama pernikahan (tahun)
Usia menikah istri (tahun)
Usia menikah suami (tahun)
Besar keluarga (orang)
Usia istri (tahun)
Usia suami (tahun)
Lama pendidikan istri (tahun)
Lama pendidikan suami (tahun)
Pendapatan istri (Rp)
Pendapatan suami (Rp)
Pola komunikasi istri (skor)
Pola komunikasi suami (skor)
Penyesuaian istri (skor)
Penyesuaian suami (skor)
Keharmonisan istri (skor)
Keharmonisan suami (skor)
Pola komunikasi suami istri (skor)
Penyesuaian suami istri (skor)
Keharmonisan Keluarga
-0,066
-0,055
-0,176
-0,063
-0,058
-0,083
-0,016
-0,056
-0,071
-0,047
0,461**
0,458**
0,690**
0,562**
0,899**
0,913**
0,512**
0,675**
Keterangan: **berkorelasi signifikan pada 0,01 level (2-tailed)
59
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEHARMONISAN
KELUARGA
Uji regresi linear berganda digunakan untuk melihat variabel yang
berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. Model persamaan regresi yang
disusun memiliki adjusted R square sebesar 0,329 yang berarti 32,9 persen
varian keharmonisan keluarga dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabelvariabel yang ada di dalam model. Variabel yang dimasukkan dalam model
adalah lama pernikahan, usia menikah, besar keluarga, usia contoh, lama
pendidikan, pendapatan, pola komunikasi, dan penyesuaian. Hasil analisis
regresi linear berganda menunjukkan bahwa dari delapan variabel yang diduga
berpengaruh pada keharmonisan keluarga, hanya ada dua variabel yang
berpengaruh signifikan yaitu pola komunikasi dan penyesuaian dengan nilai
(sig<0,05) (Tabel 26).
.
Tabel 26 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga
Variabel
Konstanta
Dummy (0=beda suku,1 =sama
suku)
Lama pernikahan (tahun)
Usia menikah (tahun)
Besar keluarga (orang)
Usia contoh (tahun)
Lama pendidikan (tahun)
Pendapatan (Rp)
Pola komunikasi (skor)
Penyesuaian (skor)
F
R Square
Adjusted R Square
Tidak terstandarisasi
B
-,138
Standarisasi
B
Sig
,092
,046
,683
-,675
-.354
-,022
,486
,111
-,094
,258
,443
-,675
-.354
-,022
,486
,111
-,094
,258
,443
,163
,203
,864
,286
,338
,457
,043*
,001*
4,212
0,431
0,329
,697
Keterangan: *) signifikan pada p<0,05
Model persamaan regresi yang disusun pada keluarga beda suku
memiliki adjusted R square sebesar 0,656 yang berarti 65,6 persen varian
keharmonisan keluarga dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel-variabel
yang ada di dalam model. Variabel yang dimasukkan dalam model adalah lama
pernikahan, usia menikah, besar keluarga, usia contoh, lama pendidikan,
pendapatan, pola komunikasi, dan penyesuaian. Hasil analisis regresi linear
berganda menunjukkan bahwa dari delapan variabel yang diduga berpengaruh
pada keharmonisan keluarga, hanya ada dua variabel yang berpengaruh
60 signifikan yaitu pendapatan
dan penyesuaian dengan nilai (sig<0,05).
Sedangkan pada keluarga sama suku model persamaan regresi yang disusun
memiliki nilai adjusted R square sebesar 0,385 yang berarti 38,5 persen varian
keharmonisan keluarga dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel-variabel
yang ada di dalam model. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan
bahwa dari delapan variabel yang diduga berpengaruh pada keharmonisan
keluarga,
hanya
ada
satu
variabel
yang
berpengaruh
signifikan
yaitu
penyesuaian dengan nilai (sig<0,05) (Tabel 27).
Tabel 27 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga pada
keluarga beda suku dan sama suku
Beda suku
Variabel
Standarisasi
Sama suku
Sig
B
Lama pernikahan (tahun)
Usia menikah (tahun)
Besar keluarga (orang)
Usia contoh (tahun)
Lama pendidikan (tahun)
Pendapatan (Rp)
Pola komunikasi (skor)
Penyesuaian (skor)
F
R Square
Adjusted R Square
-0,281
-0,351
-0,133
0,169
-0,001
-0,213
0,002
0,655
Standarisasi
Sig
B
0,278
0,061
0,251
0,526
0,990
0,028*
0,982
0,000*
12,159
0,656
0,602
-0,724
-0,258
0,192
0,391
0,049
0,121
0,108
0,521
0,379
0,525
0,167
0,580
0,700
0,481
0,451
0,000*
3,986
0,385
0,288
Keterangan: *) signifikan pada p<0,05
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan pola komunikasi suami
istri tergolong pada kategori baik, baik pada keluarga beda suku maupun sama
suku. Di setiap sisi kehidupan, manusia tidak akan pernah terlepas dari
komunikasi. Hal ini disebabkan karena setiap saat manusia selalu melakukan
interaksi dengan orang lain (Paruntu 1998). Komunikasi yang baik antara suami
istri adalah bagian yang penting dalam kualitas perkawinan (Kammeyer 1987).
Jika dilihat berdasarkan aspek pola komunikasi, pada keluarga beda suku
terdapat aspek pola komunikasi istri yang berada pada kategori kurang antara
lain aspek ekonomi (3,3%), aspek cinta kasih (3,3%), aspek reproduksi (6,7%),
61
aspek sosial dan budaya (10%), serta aspek pembinaan lingkungan (10%).
Sedangkan pada keluarga sama suku, aspek pola komunikasi istri yang terdapat
kategori kurang antara lain aspek keagamaan (3,3%), aspek reproduksi (3,3%),
serta aspek sosial dan budaya (6,7%). Pola komunikasi istri pada aspek
reproduksi serta sosial dan budaya pada keluarga beda suku dan sama suku,
sama-sama terdapat kategori kurang. Hal ini diduga karena istri tidak
mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan reproduksi serta sosial dan
budaya secara langsung pada suami.
Lain halnya dengan pola komunikasi suami, aspek pola komunikasi suami
yang tidak terdapat kategori kurang pada keluarga beda suku hanya aspek
sosialisasi dan pendidikan, sisanya terdapat kategori kurang. Sedangkan pada
keluarga sama suku, pola komunikasi suami yang terdapat kategori kurang yaitu
pada aspek ekonomi, aspek perlindungan, dan aspek pembinaan lingkungan,
sisanya terdapat kategori kurang. Pada aspek reproduksi serta aspek sosial dan
budaya pola komunikasi suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama
suku, keduanya terdapat kategori kurang. Hal ini diduga karena item pertanyaan
aspek reproduksi yang diajukan pada contoh, tidak dikomunikasikan secara
langsung pada pasangan, seperti mendiskusikan jumlah dan jarak kelahiran
anak, dan mendiskusikan tentang KB (Keluarga Berencana). Sedangkan pada
aspek sosial dan budaya item pertanyaannya menggambarkan bagaimana suami
atau istri mensosialisasikan dan mengkomunikasikan budaya masing-masing
kepada pasangannya. Pada penelitian ini terlihat bahwa suami atau istri sudah
mengetahui budaya pasangannya masing-masing melalui pengamatan dan
kebiasaannya sehari-hari, sehingga tidak ada komunikasi yang dilakukan secara
langsung dan khusus untuk membicarakan budaya.
Penyesuaian contoh secara keseluruhan tergolong ke dalam kategori
sedang baik pada keluarga beda suku maupun keluarga sama suku. Jika dilihat
berdasarkan aspek penyesuaian, pada aspek penyesuaian dengan pasangan,
baik istri maupun suami pada keluarga beda suku dan sama suku tidak ada yang
berada pada kategori kurang. Hal ini diduga karena pasangan sudah dapat
menyesuaikan diri dengan pasangannya, terkait dengan usia pernikahan contoh
pada keluarga beda suku dan sama suku telah berjalan lebih dari 13 tahun.
Sehingga pasangan sudah cukup lama mengetahui kelebihan dan kekurangan
satu sama lain. Hal yang lebih penting dalam penyesuaian perkawinan adalah
62 kesanggupan dan kemampuan suami dan istri untuk berhubungan dengan
mesra, serta saling memberi dan menerima cinta pasangan (Hurlock 2002).
Pada aspek penyesuaian seksual lebih dari separuh penyesuaian suami
dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku berada pada kategori sedang.
Menurut Hurlock (2002) masalah penyesuaian seksual merupakan salah satu
masalah yang paling sulit dalam perkawinan serta salah satu penyebab yang
mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan dalam perkawinan, jika
kesepakatan tidak dapat dicapai dengan memuaskan. Sedangkan pada aspek
keuangan lebih dari separuh penyesuain suami dan istri pada keluarga beda
suku dan sama suku berada pada kategori baik. Hal ini diduga karena jika dilihat
dari item pertanyaan aspek keuangan seperti mengatur dan mengelola keuangan
keluarga, perencanaan tabungan untuk pengeluaran masa depan, memberikan
dan menghargai pendapatan pasangan, serta memecahkan masalah keuangan,
suami istri tidak terlalu merasa kesulitan melakukan hal-hal tersebut pada
pasangannya. Jika suami atau istri mengalami kesulitan dalam hal keuangan
maka pasangan akan segera mencari bantuan pinjaman kepada teman, saudara,
atau bank untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga pasangan mudah
mengatasi masalah tersebut dan mudah melakukan penyesuaian.
Pada aspek penyesuaian dengan keluarga pasangan, lebih dari separuh
penyesuaian suami dan istri (53,3% dan 60%) pada keluarga beda suku
tergolong dalam kategori sedang. Sedangkan pada keluarga sama suku, lebih
dari separuh (53,3%) penyesuaian istri berada pada kategori sedang, lain halnya
dengan penyesuaian suami, kurang dari separuh contoh (46,7%) berada pada
kategori baik. Hal ini diduga karena adanya perbedaan budaya antar dua
keluarga pasangan, sehingga suami atau istri merasa kesulitan menyesuaikan
dengan anggota keluarga pasangan, selain itu disebabkan karena jarak tempat
tinggal contoh dengan anggota keluarga pasangan yang jauh membuat contoh
sulit untuk mengunjungi dan bertemu dengan keluarga pasangannya. Suami dan
istri harus mampu mempelajari dan menyesuaiakan diri dengan anggota
keluarga pasangan yang memiliki perbedaan usia, minat, nilai, pendidikan,
budaya, dan latar belakang sosialnya dengan dirinya. Masalah penyesuaian
dengan pihak keluarga pasangan menjadi serius pada tahun-tahun awal
perkawinan (Hurlock 2002). Keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku
dan sama suku secara keseluruhan lebih dari separuh contoh berada pada
kategori sedang. Hal ini diduga karena sebagian besar contoh telah merasa
63
cukup puas dengan apa yang telah dilakukan, hanya sedikit contoh yang merasa
sangat puas terhadap apa yang telah dilakukan untuk keluarga. Berdasarkan
hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan pola komunikasi suami
istri, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga baik pada keluarga
beda suku maupun keluarga sama suku.
Pada keluarga beda suku terdapat hubungan negatif dan signifikan antara
usia contoh, usia ketika menikah, dan pendapatan dengan keharmonisan
keluarga. Menurut Gottman dan Notarius (2000) dalam Prasetya (2007) terdapat
hubungan negatif antara usia dengan kepuasan perkawinan, meningkatnya usia
biasanya disertai dengan kemunduran secara fisik. Kemunduran fisik dapat
menimbulkan berbagai persoalan seperti depresi, kemunduran rasa percaya diri
dan harga diri. Persoalan-persoalan tersebut akan membuat kepuasan
seseorang terhadap perkawinan menjadi semakin berkurang.
Menurut Anjani dan Suryanto (2006) masalah keuangan pun berpengaruh
kuat terhadap penyesuaian perkawinan. Berdasarkan hasil penelitiannya
beberapa subjek yang diteliti menyatakan bahwa dalam hal keuangan biasanya
suami lebih menyerahkan semua hal keuangan kepada istrinya dan suami
merasa kewajibannya hanya mencari uang saja. Banyak suami yang merasa sulit
untuk menyesuaikan diri dengan keuangan. Apabila suami tidak mampu
menyediakan barang-barang keperluan, maka dapat menimbulkan perasaan
tersinggung yang dirasakan oleh istri, dimana perasaan ini dapat berkembang ke
arah pertengkaran (Hurlock 2002). Kesulitan suami istri dalam menyesuaikan diri
dengan masalah keuangan akan berdampak pada keharmonisan keluarga
Selain itu pada keluarga beda suku dan sama suku terdapat hubungan
positif dan signifikan antara pola komunikasi dan penyesuaian dengan
keharmonisan
keluarga.
Hal
ini
sejalan
dengan
hasil
penelitian
yang
menunjukkan komunikasi yang efektif akan mengarah pada kualitas perkawinan
yang baik (Lewis & Spanier 1979 dalam Kammeyer 1987). Menurut Hurlock
(2002) keberhasilan perkawinan tercermin pada besar kecilnya hubungan
interpersonal dan pola perilaku. Ada beberapa kriteria keberhasilan penyesuaian
perkawinan antara lain: kebahagiaan suami istri, hubungan yang baik antara
anak dan orangtua, penyesuaian yang baik dari anak-anak, kemampuan untuk
memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian
yang baik dalam masalah keluarga, dan penyesuaian yang baik dari pihak
keluarga pasangan.
64 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gottman, Carrere, dan Swanton (1998) dalam Wisnubroto (2009) yang
menyatakan adanya hubungan positif antara penyesuaian diri pada pasangan
suami istri dengan kebahagiaan perkawinan. Penelitian tersebut dilakukan
terhadap 70 pasangan suami istri. Gottman menemukan bahwa pasangan suami
istri yang memiliki penyesuaian diri yang tinggi cenderung merasakan
kebahagian perkawinan yang tinggi pula. Pasangan suami istri cenderung dapat
menghindari perilaku-perilaku yang mengancam keutuhan perkawinannya.
Selain itu juga terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola
komunikasi suami, pola komunikasi istri, penyesuaian suami, penyesuaian istri,
keharmonisan suami, keharmonisan istri, pola komunikasi suami istri, dan
penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga. Hal ini berarti semakin
baik pola komunikasi dan penyesuaian yang dilakukan oleh suami dan istri, serta
semakin harmonis suami dan istri maka akan semakin harmonis sebuah
keluarga.
Adapun faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga yaitu
pola komunikasi dan penyesuaian. Apabila sebuah keluarga memiliki pola
komunikasi yang baik dengan anggota keluarganya, terutama komunikasi antar
suami istri, serta memiliki penyesuaian yang baik maka keharmonisan keluarga
akan tercapai. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku dengan
keluarga sama suku dengan nilai (p>0,05). Hal ini berarti keharmonisan sebuah
keluarga tidak dilihat dari adanya perbedaan suku maupun kesamaan suku
pasangan, melainkan dipengaruhi oleh pola komunikasi dan penyesuaian.
Sadarjoen (2005) dalam Sumpani (2008) menyatakan bahwa komunikasi
merupakan titik pusat cara pasangan suami istri untuk hidup harmonis satu sama
lain. Hurlock (2002) menyatakan bahwa pada dasarnya keberhasilan sebuah
perkawinan adalah keberhasilan suami istri dalam mewujudkan penyesuaian
perkawinan.
Jika dilihat berdasarkan perbedaan dan kesamaan suku, faktor yang
berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku yaitu
pendapatan dan penyesuaian. Sedangkan pada keluarga sama suku, faktor yang
berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga hanya variabel penyesuaian. Hal
ini diduga pada keluarga beda suku istri lebih banyak yang tidak bekerja
65
dibandingkan istri pada keluarga sama suku. Sehingga pendapatan pada
keluarga beda suku berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga.
65
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian dilakukan di Kelurahan Nanggewer, Kabupaten Bogor pada
keluarga yang memiliki suami dan istri dengan suku yang sama serta pada
keluarga yang memiliki suami dan istri dengan suku yang beda. Keluarga yang
diteliti sebanyak 30 keluarga sama suku dan 30 keluarga beda suku. Contoh
pada penelitian ini yaitu suami dan istri. Berdasarkan lama perkawinan, contoh
pada keluarga beda suku dan sama suku sama-sama berada pada kategori 5
hingga 10 tahun. Usia contoh ketika menikah berada pada rentang 20 hingga 30
tahun. Sedangkan usia contoh pada keluarga beda suku lebih dari separuh
berada pada rentang 20 hingga 40 tahun dan berada pada kategori dewasa
awal, pada keluarga sama suku usia istri berada pada rentang 20 hingga 40
tahun dan berada pada kategori dewasa awal, lain halnya dengan usia suami
berada pada rentang 41 hingga 60 tahun dan berada pada kategori dewasa
madya.
Lama pendidikan yang ditempuh contoh pada keluarga sama suku dan
beda suku rata-rata selama 10 hingga 12 tahun yaitu pada jenjang SMA.
Pekerjaan suami sebagian besar bekerja sebagai pegawai atau karyawan
swasta, sedangkan istri tidak bekerja. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi
pendapatan keluarga. Sebagian besar pendapatan perkapita per bulan keluarga
contoh berkisar lebih dari Rp 591.957,00.
Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan pola komunikasi contoh
termasuk pada kategori baik, baik pada keluarga beda suku maupun sama suku.
Jika dilihat berdasarkan aspek pola komunikasi, terdapat aspek yang pola
komunikasi istri maupun suami yang termasuk pada kategori kurang.
Penyesuaian contoh dan keharmonisan keluarga secara keseluruhan tergolong
ke dalam kategori sedang baik pada keluarga beda suku maupun keluarga sama
suku. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan
keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai
(p<0,05). Pada keluarga beda suku terdapat hubungan negatif dan signifikan
antara usia contoh, usia ketika menikah, dan pendapatan per kapita per bulan
dengan keharmonisan keluarga. Selain itu pada keluarga beda suku dan sama
suku terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola komunikasi dan
penyesuaian dengan keharmonisan keluarga. Adapun faktor yang berpengaruh
66 terhadap keharmonisan keluarga yaitu pola komunikasi dan penyesuaian Selain
itu faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga pada keluarga
beda suku yaitu pendapatan dan penyesuaian, sedangkan pada keluarga sama
suku
faktor
yang
berpengaruh
terhadap
keharmonisan
keluarga
yaitu
penyesuaian. Keharmonisan sebuah keluarga ternyata dipengaruhi oleh pola
komunikasi dan penyesuaian yang dilakukan oleh suami istri bukan dilihat
adanya perbedaan ataupun kesamaan suku.
Saran
Berdasarkan
hasil
penelitian,
pola
komunikasi
dan
penyesuaian
berhubungan positif signifikan dengan keharmonisan keluarga. Namun terdapat
hubungan yang negatif signifikan antara usia contoh, usia ketika menikah, dan
pendapatan dengan keharmonisan keluarga. Sebaiknya pasangan suami istri
lebih meningkatkan frekuensi komunikasi satu sama lain, meluangkan waktu
untuk melakukan kegiatan bersama, melakukan komunikasi secara terbuka satu
sama lain, menambah pengetahuan mengenai cara komunikasi yang baik antara
suami istri baik melalui buku-buku bacaan maupun melakukan konsultasi dengan
ahlinya, serta menerima dan memahami kekurangan dan kelebihan pasangan
agar tidak terjadi konflik antara suami dan istri sehingga keharmonisan keluarga
dapat tercapai.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ahira
A.
2011.
Pola
komunikasi
dalam
keluarga.
http://www.anneahira.com/definisi-komunikasi.htm . [21 Februari 2011]
Aisyah. 2004. Keharmonisan Keluarga, Kualitas Pengasuhan Dan Perilaku
Sosial Anak Usia 3-5 Tahun Pada Keluarga Miskin Di Kota Bogor
[skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Anjani C, Suryanto. 2006. Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal.
Jurnal Insan. 8 : 198-210.
Anonim. 2010. Angka Perceraian di Bogor Tinggi. http://bataviase.co.id. [15 April
2011].
Atwater E. 1983 Psychology of Adjustment Personal Growth in A ChangingWorld
nd
(2 ed) Prentice Hall Inc New Jersey .
Bastaman HD. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami.
Yogyakarta: Insan Kamil dan Pustaka Pelajar
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1994. Opni
Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta. BKKBN
Boss PG, Doherty WJ, LaRossa R, Schumm, WR, Steinmetz SK. 1993.
Sourcebook of Family Theories and Methods: A Contextual Approach.
New York and London: Plenum Press.
Burgess EW, Harvey JL. 1960. The Family (2nd ed). New York: American
Company.
Book
Bungin B. 2008. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Deacon RE, Firebough FM. 1988. Family Resource Management Principles and
Aplications. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Dyer ED. 1983. Courtship, Marriage, and Family: American Style. Illionis: The
Dorsey Press.
Friedman, M. Marilyn.( 1998). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta
: EGC.
Guhardja, Suprihatin, Herien P., Hartoyo dan D. Hastuti. 1992. Diktat Manajemen
Sumberdaya Keluarga. Jurusan GMSK, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gunarsa SD. 1982. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
68 Gunarsa SD. 2008. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia.
Hapsariyanti D, Taganing NM. 2009. Kecerdasan emosional dan penyesuaian
diri dalam perkawinan. Jurnal Psikologi. 2 : 134-142.
Hinde RA, Hinde JS. 1988. Relationships Within Families: Mutual Influences.
New York: Clarendon Press.
Hoffman LW, Nye I. 1974. Housband-Wife Relationship dalam Working Mother.
California: Boss inc.
Hurlock EB. 2002. Psikologi Perkembangan 5th edition. Erlangga: Jakarta.
Hutabarat. 2009. Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di
Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas [skripsi], Medan:
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Kammeyer KCW.1987. Marriage and Familly: A Foundation for Personal
Decisions. Allyn and Bacon, Inc.
Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Bandung: Mizan.
Munandar U.1985. Peran Ganda Wanita dalam Keluarga. Jakarta: UI Press.
Nasrullah.
2011.
Angka
Perceraian
http://bataviase.co.id/node/523139. [15 April 2011]
Makin
Tinggi.
Nugroho S S. 2007. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Komunikasi Keluarga
Dengan Konflik Peran Ibu Bekerja Di Rs. Panti Wilasa ‘Citarum’
Semarang [skripsi]. Semarang: Fakultas Psikologi, Universitas
Diponegoro.
Nurzainun, Prihatiningsih P. 2006.Keluarga Harmonis Sebagai Salah Satu
Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas
Lingkungan Keluarga. Jurnal Lingkungan Keluarga. 2 : 1-5.
Paruntu ASM. 1998. Hubungan Antara Komunikasi Intim Dengan Kepuasan
Perkawinan [skripsi]. Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Paulpla. 2009. Komunikasi suami istri.http://hikmatpembaharuan.wordpress.com.
[21 Februari 2011].
Prasetya BEA. 2007. Usia Kronologis dan Usia Pernikahan sebagai Prediktor
Kepuasan Pernikahan pada Kaum Istri di Metro Manila. Jurnal Psikologi
Indonesia. 22 : 101-107.
Puspitawati H, Herawati T. 2009. Sistem dan Dinamika Keluarga. Diktat Kuliah.
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
69
Puspitawati H. 2009. Teori Struktural Fungsional dan Aplikasinya dalam
Kehidupan Keluarga. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Saxton. 1990. The Individual, Marriage, and Family (7thed). California: A Division
of Wadsworth, Inc.
Scanzoni L, Scanzoni JH. 1981. Men, Women, and Change: a Sociology of
Marriage and Family. McGraw-Hill.
Slamet Y. 1993. Analisis Kualitatif untuk Data Sosial. Solo: Dabara
Sumpani D. 2008. Kepuasan Pernikahan Ditinjau Dari Kematangan Pribadi Dan
Kualitas Komunikasi [skripsi]. Surakarta: Fakultas Psikologi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sunarti E. 2001. Studi Ketahanan Keluarga Dan Ukurannya: Telaah Kasus
Pengaruhnya Terhadap Kualitas Kehamilan [disertasi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Surbakti EB. 2008. Sudah Siapkah Menikah?: Panduan bagi siapa saja yang
sedang dalam proses menentukan hal penting dalam hidup. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
Tarmizi.
2009.
Keharmonisan
keluarga
dan
kesuksesan
http://tarmizi.wordpress.com. [20 februari 2011].
anak.
Turner LH, West R. 2007. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi.
Maer MND, penerjemah. Jakarta: Salemba Humanika. Terjemahan
dari: Introducing Communication Theory: Analysis and Application.
Wisnubroto AP. 2009. http://www.scribd.com/doc/14094717/Hubungan-antara
Penyesuaian-Diri-pada-Pasangan-Suami-Istri-Dengan-Kebahagiaan
Perkawinan#. [20 Oktober 2011].
87
LAMPIRAN
88
Lampiran 1 Sebaran responden beda suku berdasarkan pernyataan pola komunikasi
No.
Pernyataan
A.
1.
Aspek Keagamaan
Mengingatkan untuk melakukan
ibadah tepat waktu
Mengajak untuk mengikuti
pengajian/kegiatan
kerohanian/peringatan hari raya
baik di lingkungan sekitar
maupun di luar lingkungan
rumah
Membangunkan untuk
melakukan ibadah pada pagi
hari (contoh: shalat subuh,
kebaktian setiap hari minggu)
Mengingatkan untuk
melakukan ibadah sunnah
(puasa, tahajud, acara
keagamaan)
Mengingatkan untuk berdoa
sebelum melakukan kegiatan
sehari-hari
Aspek Ekonomi
Mengkomunikasikan
pendapatan/pengeluaran
sehari-hari
Mengikuti arisan atau ingin
menyimpan uang jika ada uang
lebih, membeli sesuatu barang
Memberikan dan meminta uang
jika mengalami kekurangan
uang belanja saat akhir bulan
Membeli barang kebutuhan
pribadi atau barang kebutuhan
baik secara tunai atau mencicil
Mengkomunikasikan rencana
pengeluaran untuk masa depan
Aspek Cinta Kasih
Mengungkapkan rasa sayang
Mengungkapkan harapan untuk
mencapai keharmonisan
keluarga/mempertahankan
keluarga
Memberikan ucapan selamat
ketika berulang tahun/saat hari
ulang tahun pernikahan
Menyiapkan pakaian kerja
suami atau membantu istri
dalam pekerjaan rumah tangga
ketika hari libur
Memberikan sesuatu pada saat
tertentu
Memberikan apresiasi/tanda
terimakasih pada pasangan
Mengetahui makanan kesukaan
pasangan
Mengetahui hobi pasangan
Meminta serta menyiapkan
sarapan dan makan malam
Mengungkapkan rasa kurang
suka kepada pasangan
Mengetahui jadwal kerja
pasangan
Menghargai pasangan
Aspek Sosialisasi dan
Pendidikan
Mendiskusikan masalah
pendidikan anak
Membagi peran dalam
mengasuh anak
2.
3.
4.
5.
B.
6.
7.
8.
9.
10.
C.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
D.
23.
24.
Istri
TP
E
Suami
NV
V
TP
E
NV
V
16,7
3,3
6,7
73,3
13,3
0,0
16,7
70,0
20,0
0,0
3,3
76,7
20,0
0,0
6,7
73,3
13,3
3,3
10,0
73,4
20,0
0,0
16,7
63,3
23,3
0,0
16,7
60,0
20,0
3,3
3,3
73,4
13,3
0,0
3,3
83,4
13,3
0,0
16,7
70,0
20,0
0,0
3,3
76,7
3,3
0,0
20,0
76,7
13,3
0,0
3,3
84,4
3,3
0,0
10,0
86,7
10,0
0,0
6,7
83,3
0,0
0,0
40,0
60,0
16,7
0,0
3,3
80,0
6,7
0,0
10,0
83,3
0,0
0,0
0,0
100,0
6,7
0,0
10,0
83,3
3,3
0,0
76,7
20,0
0,0
0,0
70,0
30,0
10,0
0,0
16,7
73,3
6,7
0,0
16,7
76,6
10,0
0,0
13,3
76,7
6,7
0,0
23,3
70,0
30,0
0,0
43,3
26,7
6,7
0,0
46,7
46,7
16,7
0,0
40,0
43,3
13,3
0,0
40,0
46,7
20,0
0,0
33,3
46,7
10,0
0,0
30,0
60,0
3,3
0,0
60,0
36,7
6,7
0,0
53,3
40,0
6,7
0,0
73,3
20,0
6,7
0,0
53,3
40,0
0,0
0,0
53,3
46,7
16,7
0,0
33,3
50,0
6,7
0,0
26,6
66,7
3,3
10,0
20,0
66,7
3,3
0,0
20,0
76,7
6,7
0,0
30,0
63,3
3,3
0,0
60,0
36,7
3,3
0,0
43,3
53,3
0,0
0,0
0,0
100,0
0,0
0,0
3,3
96,7
10,0
0,0
30,0
60,0
3,3
3,3
20,0
73,4
Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal
89
No.
Pernyataan
25.
Mengenal teman-teman
pasangan
Mengenalkan teman-temannya
pada pasangan
Mendiskusikan cara
mendisiplinkan anak
Mengajak pasangan untuk
mengikuti kegiatan yang
diikutinya
Aspek Perlindungan
Menanyakan kabar pasangan
jika telat pulang dari kerja
Mengetahui dan menanyakan
aktivitas yang dilakukan
pasangan ketika berada di luar
rumah
Memberitahukan kejadian yang
terjadi di rumah/di kantor pada
pasangan
Merawat pasangan ketika
sedang sakit
Mendiskusikan pada pasangan
jika terdapat ketidaknyamanan
di dalam rumah
Berbicara pada pasangani
ketika merasa kurang
diperhatikan atau dilindungi
Meminta izin dan
memberitahukan pada
pasangan jika ingin pergi ke
luar rumah/telat pulang kerja
Meminta pasangan untuk
menemani jika ingin berpergian
Aspek Reproduksi
Mendiskusikan jumlah anak
Mendiskusikan jarak kelahiran
anak
Mendiskusikan dan bertanya
mengenai keikutsertaannya
dalam KB
Berbicara pada pasangan
ketika ingin atau tidak ingin
melakukan hubungan intim
Meminta bantuan pada
pasangan serta membantu
dalam hal mengasuh anak
ketika masih kecil
Aspek Sosial dan Budaya
Mengetahuibudaya/kebiasaan/
adat istiadat perayaan upacara
adat yang dianut pasangan
Mentoleransi (menghargai)
budaya/kebiasaan/adat istiadat
perayaan upacara adat yang
dianut pasangan
Mengkomunikasikan
budaya/kebiasaan/adat istiadat
perayaan upacara adat yang
dianut pasangan
Mengupayakan agar
budaya/kebiasaan yang berlaku
di keluarganya dapat diterima
oleh pasangan
Menerima perbedaan
budaya/kebiasaan/adat istiadat
perayaan upacara adat yang
dianut pasangan
26.
27.
28.
E.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
F.
37.
38.
39.
40.
41.
G.
42.
43.
44.
45.
46.
TP
E
Istri
NV
Suami
V
TP
E
NV
V
3,3
0,0
46,7
50,0
6,7
0,0
46,7
46,7
6,7
0,0
50,0
43,3
3,3
0,0
26,7
70,0
3,3
0,0
10,0
86,7
6,7
3,3
16,7
73,3
23,3
0,0
10,0
66,7
3,3
0,0
6,7
90,0
10,0
3,3
10,0
76,7
6,7
3,3
3,3
86,7
6,7
0,0
13,3
80,0
3,3
0,0
33,3
63,4
0,0
0,0
0,0
100,0
13,3
0,0
10,0
76,7
0,0
0,0
63,3
36,7
0,0
0,0
43,3
56,7
6,7
0,0
16,7
76,6
6,7
0,0
46,7
46,7
16,7
13,3
20,0
50,0
20,0
10,0
16,7
53,3
6,7
0,0
3,3
90,0
6,7
0,0
13,3
80,0
0,0
0,0
0,0
100,0
0,0
0,0
6,7
93,3
23,3
0,0
3,3
73,3
16,7
0,0
13,3
70,0
23,3
0,0
6,7
70,0
16,7
0,0
10,0
73,3
16,7
0,0
3,3
80,0
23,3
0,0
10,0
66,7
0,0
0,0
40,0
60,0
0,0
0,0
60,0
40,0
3,3
3,3
20,0
73,4
0,0
0,0
46,7
53,3
13,4
0,0
43,3
43,3
3,3
0,0
60,0
36,7
10,0
0,0
56,7
33,3
6,7
0,0
53,3
40,0
6,7
0,0
33,3
60,0
23,3
0,0
33,3
43,4
20,0
0,0
10,0
70,0
20,0
0,0
26,7
53,3
10,0
6,7
20,0
63,3
3,3
0,0
30,0
66,7
Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal
90
No.
H.
47.
48.
49.
50.
51.
Pernyataan
Aspek Pembinaan
Lingkungan
Meminta tolong pasangan
untuk berpartisipasi dalam
kegiatan yang diadakan oleh
lingkungan setempat
Mengajak pasangan untuk
berekreasi pada hari libur
Mengajak pasangan untuk
membersihkan dan merapihkan
rumah ketika hari libur
Menegur pasangan ketika
menaruh barang bukan pada
tempatnya
Mengajak pasangan untuk
menghemat sumberdaya di
rumah (air, listrik, gas atau
minyak tanah
TP
E
Istri
NV
Suami
V
TP
E
NV
V
26,6
0,0
16,7
56,7
16,7
0,0
3,3
80,0
16,7
0,0
10,0
73,3
6,7
0,0
10,0
83,3
20,0
3,3
23,4
53,3
10,0
3,4
43,3
43,3
3,3
36,7
6,7
53,3
0,0
16,7
23,3
60,0
23,3
6,7
6,7
63,3
6,7
6,7
20,0
66,6
Lampiran 2 Sebaran responden sama suku berdasarkan pernyataan pola komunikasi
No.
Pernyataan
A.
1.
Aspek Keagamaan
Mengingatkan untuk melakukan
ibadah tepat waktu
Mengajak untuk mengikuti
pengajian/kegiatan
kerohanian/peringatan hari raya
baik di lingkungan sekitar
maupun di luar lingkungan
rumah
Membangunkan untuk
melakukan ibadah pada pagi
hari (contoh: shalat subuh,
kebaktian setiap hari minggu)
Mengingatkan untuk
melakukan ibadah sunnah
(puasa, tahajud, acara
keagamaan)
Mengingatkan untuk berdoa
sebelum melakukan kegiatan
sehari-hari
Aspek Ekonomi
Mengkomunikasikan
pendapatan/pengeluaran
sehari-hari
Mengikuti arisan atau ingin
menyimpan uang jika ada uang
lebih, membeli sesuatu barang
Memberikan dan meminta uang
jika mengalami kekurangan
uang belanja saat akhir bulan
Membeli barang kebutuhan
pribadi atau barang kebutuhan
baik secara tunai atau mencicil
Mengkomunikasikan rencana
pengeluaran untuk masa depan
Aspek Cinta Kasih
Mengungkapkan rasa sayang
Mengungkapkan harapan untuk
mencapai keharmonisan
keluarga/mempertahankan
keluarga
Memberikan ucapan selamat
ketika berulang tahun/saat hari
ulang tahun pernikahan
2.
3.
4.
5.
B.
6.
7.
8.
9.
10.
C.
11.
12.
13.
TP
E
Istri
NV
Suami
V
TP
E
NV
V
10,0
3,3
13,4
73,3
6,7
3,3
16,7
73,3
10,0
6,7
10,0
73,3
10,0
0,0
6,7
83,3
16,6
6,7
6,7
70,0
10,0
3,3
13,4
73,3
20,0
0,0
26,7
53,3
20,0
3,3
20,0
56,7
10,0
0,0
13,3
76,7
16,7
0,0
6,7
76,7
10,0
0,0
6,7
83,3
10,0
6,7
0,0
83,3
6,7
0,0
0,0
93,3
0,0
10,0
0,0
90,0
10,0
0,0
3,3
86,7
3,3
0,0
26,7
70,0
0,0
0,0
0,0
100,0
3,3
3,3
6,7
86,6
3,3
0,0
3,3
93,4
0,0
3,3
6,7
90,0
0,0
0,0
60,0
40,0
3,3
0,0
60,0
36,7
6,7
0,0
20,0
73,3
3,3
0,0
23,3
73,3
13,3
0,0
16,7
70,0
20,0
0,0
10,0
70,0
Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal
91
No.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
D.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
E.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
F.
37.
38.
39.
40.
Pernyataan
Menyiapkan pakaian kerja
suami atau membantu istri
dalam pekerjaan rumah tangga
ketika hari libur
Memberikan sesuatu pada saat
tertentu
Memberikan apresiasi/tanda
terimakasih pada pasangan
Mengetahui makanan kesukaan
pasangan
Mengetahui hobi pasangan
Meminta serta menyiapkan
sarapan dan makan malam
Mengungkapkan rasa kurang
suka kepada pasangan
Mengetahui jadwal kerja
pasangan
Menghargai pasangan
Aspek Sosialisasi dan
Pendidikan
Mendiskusikan masalah
pendidikan anak
Membagi peran dalam
mengasuh anak
Mengenal teman-teman
pasangan
Mengenalkan teman-temannya
pada pasangan
Mendiskusikan cara
mendisiplinkan anak
Mengajak pasangan untuk
mengikuti kegiatan yang
diikutinya
Aspek Perlindungan
Menanyakan kabar pasangan
jika telat pulang dari kerja
Mengetahui dan menanyakan
aktivitas yang dilakukan
pasangan ketika berada di luar
rumah
Memberitahukan kejadian yang
terjadi di rumah/di kantor pada
pasangan
Merawat pasangan ketika
sedang sakit
Mendiskusikan pada pasangan
jika terdapat ketidaknyamanan
di dalam rumah
Berbicara pada pasangani
ketika merasa kurang
diperhatikan atau dilindungi
Meminta izin dan
memberitahukan pada
pasangan jika ingin pergi ke
luar rumah/telat pulang kerja
Meminta pasangan untuk
menemani jika ingin berpergian
Aspek Reproduksi
Mendiskusikan jumlah anak
Mendiskusikan jarak kelahiran
anak
Mendiskusikan dan bertanya
mengenai keikutsertaannya
dalam KB
Berbicara pada pasangan
ketika ingin atau tidak ingin
melakukan hubungan intim
TP
E
Istri
NV
Suami
V
TP
E
NV
V
13,3
0,0
50,0
36,7
0,0
0,0
46,7
53,3
13,3
0,0
63,3
23,4
23,3
0,0
43,4
33,3
3,3
0,0
36,7
60,0
6,7
0,0
26,7
66,6
3,3
0,0
43,3
53,4
0,0
0,0
43,3
56,7
6,7
0,0
56,7
36,6
6,7
0,0
40,0
53,3
3,3
0,0
53,3
43,3
13,3
3,3
23,4
60,0
3,3
0,0
33,4
63,3
6,7
3,3
36,7
53,3
0,0
3,3
20,0
76,7
3,3
0,0
26,7
70,0
3,3
0,0
60,0
36,7
0,0
0,0
46,7
53,3
3,3
0,0
3,3
93,4
3,3
0,0
3,3
93,4
3,3
0,0
20,0
76,7
13,3
0,0
23,3
63,4
0,0
0,0
53,3
46,7
10,0
0,0
40,0
50,0
0,0
0,0
53,3
46,7
6,7
0,0
40,0
53,3
6,7
3,3
13,3
76,7
10,0
0,0
10,0
80,0
0,0
3,3
3,3
93,4
3,3
0,0
6,7
90,0
0,0
0,0
3,3
96,7
13,3
0,0
13,3
73,4
10,0
3,3
20,0
66,7
13,3
0,0
13,3
73,4
0,0
0,0
0,0
100,0
10,0
0,0
13,3
76,7
3,3
0,0
56,7
40,0
3,3
3,3
43,4
50,0
0,0
0,0
6,7
93,3
10,0
0,0
20,0
70,0
6,7
10,0
6,7
76,6
0,0
3,3
33,3
63,4
6,7
0,0
3,3
90,0
0,0
0,0
13,3
86,7
3,3
3,3
6,7
86,7
3,3
0,0
16,7
80,0
10,0
0,0
3,3
86,7
10,0
0,0
10,0
80,0
20,0
0,0
10,0
70,0
10,0
0,0
13,3
76,7
6,7
0,0
3,3
90,0
13,3
0,0
10,0
76,7
0,0
3,3
30,0
66,7
0,0
0,0
43,3
56,7
Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal
92
No.
G.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
H.
47.
48.
49.
50.
51.
Pernyataan
Aspek Sosial dan Budaya
Meminta bantuan pada
pasangan serta membantu
dalam hal mengasuh anak
ketika masih kecil
Mengetahuibudaya/kebiasaan/
adat istiadat perayaan upacara
adat yang dianut pasangan
Mentoleransi (menghargai)
budaya/kebiasaan/adat istiadat
perayaan upacara adat yang
dianut pasangan
Mengkomunikasikan
budaya/kebiasaan/adat istiadat
perayaan upacara adat yang
dianut pasangan
Mengupayakan agar
budaya/kebiasaan yang berlaku
di keluarganya dapat diterima
oleh pasangan
Menerima perbedaan
budaya/kebiasaan/adat istiadat
perayaan upacara adat yang
dianut pasangan
Aspek Pembinaan
Lingkungan
Meminta tolong pasangan
untuk berpartisipasi dalam
kegiatan yang diadakan oleh
lingkungan setempat
Mengajak pasangan untuk
berekreasi pada hari libur
Mengajak pasangan untuk
membersihkan dan merapihkan
rumah ketika hari libur
Menegur pasangan ketika
menaruh barang bukan pada
tempatnya
Mengajak pasangan untuk
menghemat sumberdaya di
rumah (air, listrik, gas atau
minyak tanah
TP
E
Istri
NV
Suami
V
TP
E
NV
V
3,3
3,3
13,4
80,0
6,7
0,0
40,0
53,3
10,0
0,0
40,0
50,0
0,0
3,3
40,0
56,7
0,0
0,0
60,0
40,0
6,7
3,3
40,0
50,0
20,0
0,0
23,3
56,7
13,3
0,0
33,3
53,4
26,7
0,0
33,3
40,0
13,3
0,0
36,7
50,0
13,3
3,3
43,4
40,0
6,7
0,0
36,7
56,6
13,3
0,0
10,0
76,7
13,3
3,3
20,0
63,4
0,0
3,3
13,3
83,4
0,0
0,0
10,0
90,0
6,7
3,3
23,3
66,7
13,3
0,0
23,3
63,4
0,0
23,3
13,3
63,4
0,0
0,0
16,7
83,3
6,7
3,3
13,3
76,7
10,0
3,3
16,7
70,0
Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal
Lampiran 3 Sebaran responden beda suku berdasarkan pernyataan penyesuaian
No.
Pernyataan
A.
Penyesuaian dengan
pasangan
Menerima kelebihan pasangan
Mengatasi tekanan atau
kecemasan yang timbul dari
pasangan
Memberikan kasih sayang
pada pasangan
Meluangkan waktu untuk
kumpul bersama setiap hari
Memahami keinginan
pasangan
Memahami kebutuhan
pasangan
Menerima perubahan sifat dan
sikap pasangan
Menyelesaikan masalah atau
konflik keluarga
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
SS
S
Istri
N
M
SM
SS
S
Suami
N
M
SM
0,0
0,0
43,3
43,3
13,4
0,0
3,3
20,0
53,4
23,3
6,7
16,7
53,3
20,0
3,3
6,7
10,0
60,0
16,7
6,6
0,0
0,0
16,7
56,7
26,6
0,0
3,3
20,0
60,0
16,7
0,0
16,7
23,3
43,3
16,7
0,0
13,3
20,0
50,0
16,7
0,0
13,3
43,3
40,0
3,4
0,0
6,7
46,7
36,6
10,0
0,0
3,3
50,0
40,0
6,7
0,0
3,3
46,7
46,7
3,3
3,3
13,3
43,4
33,3
6,7
6,7
10,0
53,3
23,3
6,7
3,3
3,3
56,7
33,4
3,3
3,3
0,0
53,4
40,0
3,3
Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah
93
No.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
B.
23.
24.
25.
26.
27.
C.
28.
Pernyataan
Menerima pembagian peran
dan tugas dalam rumah
tangga (misal istri mencuci
pakaian, suami menyetrika)
Jika ditinggal pasangan pergi
ke luar kota untuk mengurus
pekerjaan rumah tangga dan
mengasuh anak sendiri
Mengetahui atau mengenali
perasaan pasangan jika
sedang senang, sedih, marah
Menerima perbedaan
pendapat antar pasangan
Menerima kekurangan
pasangan
Menyesuaikan diri atau
menerima kebiasaan
pasangan (misal merokok,
mendengkur ketika tidur,
boros, senang beramal,
malas, dll)
Menciptakan komunikasi yang
baik pada pasangan
Memberikan dukungan pada
pasangan setiap saat
Mengelola atau mengatasi
emosi pasangan
Berempati (merasakan apa
yang dirasakan istri) pada
pasangan (misal istri naik
pangkat, suami merasa
bahagia)
Memiliki pandangan positif
pada pasangan (misal
pasangan setia, bertanggung
jawab,dll)
Mengetahui aktivitas
(kegiatan) yang dilakukan
pasangan setiap hari
Mengetahui latar belakang
pasangan sebelum menikah
(misal pendidikan, pekerjaan,
keluarga, sifat)
Melaksanakan kesepakatan
yang telah dibuat secara
bersama baik sebelum
menikah atau sesudah
menikah
Penyesuaian Keuangan
Mengatur dan mengelola
keuangan keluarga
Perencanaan simpanan
(tabungan) untuk pengeluaran
masa depan
Membelanjakan penghasilan
atau uang yang diberikan oleh
suami untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
Menghargai pendapatan atau
penghasilan pasangan
Memecahkan masalah
keuangan
Penyesuaian Seksual
Mengetahui perilaku pasangan
jika ingin melakukan
hubungan intim
SS
S
Istri
N
M
SM
SS
S
Suami
N
M
SM
6,7
10,0
33,3
36,7
13,3
3,3
6,7
33,3
46,7
10,0
0,0
20,0
23,3
43,3
13,3
13,3
20,0
30,0
30,0
6,7
0,0
10,0
23,3
53,3
13,3
0,0
3,3
33,3
50,0
13,3
3,3
13,3
56,7
20,0
6,7
0,0
3,3
60,0
26,7
10,0
0,0
10,0
23,3
63,4
3,3
0,0
0,0
23,3
66,7
10,0
0,0
13,3
46,7
33,3
6,7
0,0
3,3
33,3
53,4
10,0
0,0
10,0
16,7
56,6
16,7
0,0
0,0
30,0
53,3
16,7
0,0
0,0
20,0
63,3
16,7
0,0
0,0
16,7
63,3
20,0
0,0
13,3
40,0
40,0
6,7
0,0
10,0
56,7
26,7
6,6
0,0
6,7
20,0
63,3
10,0
3,3
3,3
16,7
63,3
13,4
0,0
6,7
3,3
73,3
16,7
0,0
0,0
10,0
76,7
13,3
0,0
3,4
13,3
70,0
13,3
0,0
3,3
10,0
73,3
13,3
0,0
6,7
20,0
63,3
10,0
0,0
16,7
13,3
56,7
13,3
0,0
3,3
40,0
50,0
6,7
0,0
10,0
33,3
46,7
10,0
6,7
13,3
50,0
26,7
3,3
3,3
20,0
40,0
30,0
6,7
0,0
23,3
43,4
30,0
3,3
3,3
23,3
36,7
30,0
6,7
0,0
10,0
43,3
43,3
3,4
0,0
3,3
33,3
50,0
13,4
0,0
0,0
16,7
66,6
16,7
0,0
0,0
20,0
66,7
13,3
3,3
16,7
46,7
30,0
3,3
3,3
3,3
46,7
36,7
10,0
0,0
0,0
20,0
63,3
16,7
0,0
6,7
23,3
56,7
13,3
Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah
94
No.
29.
30.
31.
32.
D.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
Pernyataan
Mengetahui kondisi kesehatan
pasangan sebelum melakukan
hubungan intim (capek atau
tidak, istri sedang haid atau
tidak)
Mengajak pasangan untuk
menghabiskan waktu berdua
tanpa anak-anak
Merencanakan jarak kelahiran
anak secara bersama-sama
Menerima alasan pasangan
jika tidak ingin melakukan
hubungan intim
Penyesuaian Dengan
Keluarga Pasangan
Menjaga hubungan baik
dengan keluarga pasangan
(mertua, adik ipar, dan kakak
ipar)
Membantu keluarga
pasangan jika kesulitan
(bantuan material atau non
material)
Mengadakan acara bersama
keluarga pasangan
Mengenali sifat keluarga
pasangan (mertua, adik ipar,
dan kakak ipar)
Menerima bantuan dari
keluarga pasangan (finansial
atau psikologis)
Menerima nasihat dari
keluarga pasangan
Memberi nasihat kepada
keluarga pasangan
Mengikuti acara yang
diadakan keluarga pasangan
SS
S
Istri
N
M
SM
SS
S
Suami
N
M
SM
0,0
0,0
10,0
80,0
10,0
0,0
0,0
16,7
73,3
10,0
3,3
16,7
43,3
30,0
6,7
3,3
6,7
36,7
43,3
10,0
3,3
6,7
20,0
63,3
6,7
0,0
6,7
10,0
63,3
20,0
0,0
3,3
23,3
66,7
6,7
3,3
3,3
30,0
56,7
6,7
3,3
3,3
33,3
53,4
6,7
0,0
0,0
26,7
60,0
13,3
0,0
3,3
40,0
46,7
10,0
0,0
3,3
50,0
40,0
6,7
6,7
13,3
26,7
40,0
13,3
3,3
10,0
20,0
63,4
3,3
3,3
20,0
26,7
43,3
6,7
0,0
13,3
36,7
46,7
3,3
6,7
10,0
40,0
36,6
6,7
0,0
3,3
40,0
50,0
6,7
0,0
10,0
30,0
56,7
3,3
0,0
6,7
33,3
56,7
3,3
6,7
20,0
40,0
30,0
3,3
3,3
13,3
36,7
43,4
3,3
3,3
13,3
23,4
50,0
10,0
3,3
3,3
20,0
63,3
10,0
Lampiran 4 Sebaran responden sama suku berdasarkan pernyataan penyesuaian
No.
Pernyataan
A.
Penyesuaian dengan
pasangan
Menerima kelebihan pasangan
Mengatasi tekanan atau
kecemasan yang timbul dari
pasangan
Memberikan kasih sayang
pada pasangan
Meluangkan waktu untuk
kumpul bersama setiap hari
Memahami keinginan
pasangan
Memahami kebutuhan
pasangan
Menerima perubahan sifat dan
sikap pasangan
Menyelesaikan masalah atau
konflik keluarga
Menerima pembagian peran
dan tugas dalam rumah
tangga (misal istri mencuci
pakaian, suami menyetrika)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
SS
S
Istri
N
M
SM
SS
S
Suami
N
M
SM
0,0
0,0
50,0
40,0
10,0
0,0
0,0
20,0
63,3
16,7
0,0
16,7
56,7
23,3
3,3
3,3
10,0
50,0
30,0
6,7
0,0
3,3
13,3
63,4
20,0
0,0
10,0
10,0
50,0
30,0
0,0
3,3
36,7
30,0
30,0
3,3
10,0
26,7
30,0
30,0
0,0
10,0
43,3
43,3
3,4
0,0
16,7
30,0
46,7
6,6
0,0
3,3
46,7
46,7
3,3
0,0
10,0
20,0
60,0
10,0
3,3
16,7
43,3
36,7
0,0
0,0
10,0
36,7
46,7
6,6
0,0
6,7
43,3
50,0
0,0
0,0
0,0
33,3
56,7
10,0
3,3
6,7
26,7
53,3
10,0
0,0
3,3
26,7
60,0
10,0
Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah
95
No.
10.
11.
12.
13.
14.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
B.
23.
24.
25.
26.
27.
C.
28.
29.
30.
31.
32.
Pernyataan
Jika ditinggal pasangan pergi
ke luar kota untuk mengurus
pekerjaan rumah tangga dan
mengasuh anak sendiri
Mengetahui atau mengenali
perasaan pasangan jika
sedang senang, sedih, marah
Menerima perbedaan
pendapat antar pasangan
Menerima kekurangan
pasangan
Menyesuaikan diri atau
menerima kebiasaan
pasangan
Memberikan dukungan pada
pasangan setiap saat
Mengelola atau mengatasi
emosi pasangan
Berempati (merasakan apa
yang dirasakan istri) pada
pasangan (misal istri naik
pangkat, suami merasa
bahagia)
Memiliki pandangan positif
pada pasangan (misal
pasangan setia, bertanggung
jawab,dll)
Mengetahui aktivitas
(kegiatan) yang dilakukan
pasangan setiap hari
Mengetahui latar belakang
pasangan sebelum menikah
(misal pendidikan, pekerjaan,
keluarga, sifat)
Melaksanakan kesepakatan
yang telah dibuat secara
bersama baik sebelum
menikah atau sesudah
menikah
Penyesuaian Keuangan
Mengatur dan mengelola
keuangan keluarga
Perencanaan simpanan
(tabungan) untuk pengeluaran
masa depan
Membelanjakan penghasilan
atau uang yang diberikan oleh
suami untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
Menghargai pendapatan atau
penghasilan pasangan
Memecahkan masalah
keuangan
Penyesuaian Seksual
Mengetahui perilaku pasangan
jika ingin melakukan
hubungan intim
Mengetahui kondisi kesehatan
pasangan sebelum melakukan
hubungan intim (capek atau
tidak, istri sedang haid atau
tidak)
Mengajak pasangan untuk
menghabiskan waktu berdua
tanpa anak-anak
Merencanakan jarak kelahiran
anak secara bersama-sama
Menerima alasan pasangan
jika tidak ingin melakukan
hubungan intim
SS
S
Istri
N
M
SM
SS
S
Suami
N
M
SM
0,0
20,0
26,7
43,3
10,0
6,6
20,0
36,7
26,7
10,0
3,3
16,7
26,7
50,0
3,3
3,3
3,3
26,7
60,0
6,7
0,0
16,7
53,3
26,7
3,3
0,0
13,3
40,0
40,0
6,7
0,0
10,0
56,7
30,0
3,3
0,0
0,0
46,7
46,7
6,6
6,7
10,0
40,0
36,6
6,7
0,0
6,7
33,3
46,7
13,3
0,0
0,0
13,3
70,0
16,7
0,0
0,0
6,7
73,3
20,0
0
6,7
40,0
50,0
3,3
3,3
16,7
26,7
46,7
6,6
0,0
6,7
13,3
66,7
13,3
0,0
0,0
20,0
63,3
16,7
3,3
0,0
23,3
53,4
20,0
0,0
3,3
10,0
63,3
23,4
3,3
6,7
20,0
50,0
20,0
0,0
0,0
20,0
46,7
23,4
3,3
10,0
30,0
46,7
10,0
0,0
0,0
26,7
56,7
16,6
0,0
3,3
23,3
63,4
10,0
0,0
3,3
16,7
63,3
16,7
3,3
13,3
36,7
43,4
3,3
3,3
10,0
36,7
46,7
3,3
0,0
20,0
40,0
33,3
6,7
3,3
13,3
40,0
36,7
6,7
0,0
6,7
30,0
56,6
6,7
0,0
3,3
23,3
60,0
13,4
0,0
6,7
20,0
66,6
6,7
0,0
3,3
23,3
60,0
13,3
3,3
3,3
50,0
40,0
3,3
0,0
13,3
40,0
43,3
3,3
3,3
0,0
16,7
63,3
16,7
0,0
3,3
16,7
56,7
23,3
3,3
0,0
10,0
76,7
10,0
0,0
0,0
16,7
63,3
20,0
13,3
6,7
43,3
26,7
10,0
3,3
3,3
26,7
50,0
16,7
6,7
3,3
26,7
56,6
6,7
0,0
6,6
16,7
66,7
10,0
0,0
0,0
30,0
63,3
6,7
0,0
0,0
23,3
60,0
16,7
Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah
96
D.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
Penyesuaian Dengan
Keluarga Pasangan
Menjaga hubungan baik
dengan keluarga pasangan
(mertua, adik ipar, dan kakak
ipar)
Membantu keluarga
pasangan jika kesulitan
(bantuan material atau non
material)
Mengadakan acara bersama
keluarga pasangan
Mengenali sifat keluarga
pasangan
Menerima bantuan dari
keluarga pasangan (finansial
atau psikologis)
Menerima nasihat dari
keluarga pasangan
Memberi nasihat kepada
keluarga pasangan
Mengikuti acara yang
diadakan keluarga pasangan
0,0
6,7
30,0
53,3
10,0
0,0
0,0
26,7
60,0
13,3
0,0
6,7
40,0
46,6
6,7
0,0
0,0
33,3
50,0
16,7
0,0
20,0
26,7
40,0
13,3
0,0
3,3
26,7
53,3
16,7
3,3
10,0
30,0
46,7
10,0
0,0
3,3
30,0
53,3
13,4
3,3
3,3
50,0
33,3
10,0
0,0
0,0
56,7
40,0
3,3
3,3
10,0
40,0
40,0
6,7
0,0
0,0
30,0
63,3
6,7
10,0
23,3
33,3
26,7
6,7
3,3
13,3
40,0
36,7
6,7
0,0
6,7
40,0
50,0
3,3
0,0
6,7
23,3
56,7
13,3
Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah
97
Lampiran 5 Sebaran responden beda suku berdasarkan pernyataan keharmonisan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Pernyataan
Kondisi keuangan keluarga
yang dimiliki saat ini
Menyampaikan pendapat
pada pasangan (dihargai atau
dicuekin)
Komunikasi yang terjalin
dengan pasangan dan
anggota keluarga
Ketika melakukan hubungan
intim dengan pasangan
Pembagian peran dan tugas
sehari-hari dengan suami
Pembagian peran dan tugas
dalam mendidik anak dengan
suami
Perilaku pasangan pada anda
selama ini
Pasangan mencintai dan
menyayangi anda hingga saat
ini
Kesetiaan pasangan pada
anda hingga saat ini
Hubungan dengan keluarga
pasangan saat ini
Komitmen dan kerjasama
pasangan pada anda selama
ini
Penyelesaian masalah
(mengatasi konflik yang
muncul) yang dilakukan
pasangan selama ini
Mengasuh, mendidik, dan
merawat anak bersama
pasangan selama ini
Penyesuaian dengan
pasangan dalam hal
(keuangan, seksual, keluarga
pasangan)
Waktu untuk berkumpul
bersama keluarga
Kesehatan keluarga saat ini
Pendidikan keluarga saat ini
(anak, suami, istri)
Dukungan yang diberikan oleh
pasangan dan keluarga pada
anda hingga saat ini
Penerapan nilai agama pada
pasangan dan keluarga saat
ini
Upaya/usaha anda dalam
membahagiakan pasangan
hingga saat ini
Harapan anda terhadap
pasangan dan keluarga
dengan kenyataan saat ini
Istri
TP
SP
P
13,3
53,4
30,0
3,3
10,0
66,6
16,7
6,7
13,3
53,4
30,0
3,3
3,3
43,3
46,7
6,7
10,0
30,0
46,7
13,3
0,0
46,7
30,0
23,3
0,0
53,3
30,0
16,7
0,0
43,3
36,7
20,0
13,3
50,0
30,0
6,7
6,7
43,3
46,7
3,3
13,3
40,0
36,7
10,0
10,0
40,0
40,0
10,0
13,3
33,3
46,7
6,7
3,3
40,0
40,0
16,7
6,7
16,7
36,6
40,0
3,3
20,0
33,3
43,4
0,0
10,0
36,7
53,3
0,0
13,3
36,7
50,0
13,3
30,0
43,4
13,3
0,0
30,0
46,7
23,3
3,3
46,7
40,0
10,0
3,3
36,7
43,3
16,7
6,7
50,0
33,3
10,0
3,3
50,0
36,7
10,0
10,0
26,7
30,0
33,3
10,0
23,3
43,4
23,3
6,7
50,0
36,6
6,7
3,3
46,7
36,7
13,3
10,0
33,3
40,0
16,7
3,3
20,0
53,4
23,3
3,3
30,0
43,4
23,3
0,0
16,7
63,3
20,0
6,7
20,0
60,0
13,3
6,7
23,3
56,7
13,3
6,7
23,3
53,3
16,7
3,3
26,7
53,3
16,7
10,0
36,6
26,7
26,7
10,0
26,7
43,3
20,0
13,3
36,7
40,0
10,0
13,3
40,0
33,4
13,3
23,3
30,0
30,0
16,7
10,0
33,4
43,3
13,3
Ket. TP: Tidak Puas , CP: Cukup Puas, P: Puas, SP: Sangat Puas
TP
CP
Suami
P
CP
SP
98
Lampiran 6 Sebaran responden sama suku berdasarkan pernyataan keharmonisan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Pernyataan
Kondisi keuangan keluarga
yang dimiliki saat ini
Menyampaikan pendapat
pada pasangan (dihargai atau
dicuekin)
Komunikasi yang terjalin
dengan pasangan dan
anggota keluarga
Ketika melakukan hubungan
intim dengan pasangan
Pembagian peran dan tugas
sehari-hari dengan suami
Pembagian peran dan tugas
dalam mendidik anak dengan
suami
Perilaku pasangan pada anda
selama ini
Pasangan mencintai dan
menyayangi anda hingga saat
ini
Kesetiaan pasangan pada
anda hingga saat ini
Hubungan dengan keluarga
pasangan saat ini
Komitmen dan kerjasama
pasangan pada anda selama
ini
Penyelesaian masalah
(mengatasi konflik yang
muncul) yang dilakukan
pasangan selama ini
Mengasuh, mendidik, dan
merawat anak bersama suami
selama ini
Penyesuaian dengan
pasangan dalam hal
(keuangan, seksual, keluarga
pasangan)
Waktu untuk berkumpul
bersama keluarga
Kesehatan keluarga saat ini
Pendidikan keluarga saat ini
(anak, suami, istri)
Dukungan yang diberikan oleh
pasangan dan keluarga pada
anda hingga saat ini
Penerapan nilai agama pada
pasangan dan keluarga saat
ini
Upaya/usaha anda dalam
membahagiakan pasangan
hingga saat ini
Harapan anda terhadap
pasangan dan keluarga
dengan kenyataan saat ini
Istri
TP
SP
TP
CP
Suami
P
CP
P
6,7
53,3
33,3
6,7
10,0
46,7
40,0
SP
3,3
3,3
50,0
40,0
6,7
3,3
43,4
50,0
3,3
6,7
30,0
43,3
20,0
0,0
36,7
50,0
13,3
0,0
20,0
60,0
20,0
0,0
20,0
50,0
30,0
3,3
40,0
43,4
13,3
3,3
36,7
46,7
13,3
10,0
33,3
40,0
16,7
10,0
33,3
46,7
10,0
0,0
20,0
63,3
16,7
3,3
23,3
56,7
16,7
0,0
13,3
33,3
53,4
0,0
20,0
36,7
43,3
3,3
6,7
36,7
53,3
0,0
16,7
30,0
53,3
3,3
20,0
60,0
16,7
0,0
36,7
36,7
26,6
0,0
26,7
50,0
23,3
0,0
20,0
46,7
33,3
0,0
36,7
40,0
23,3
3,3
33,3
36,7
26,7
10,0
26,7
30,0
33,3
6,7
23,3
33,3
36,7
0,0
33,3
56,7
10,0
0,0
36,7
46,7
16,6
3,3
43,4
30,0
23,3
13,3
20,0
40,0
26,7
3,3
16,7
46,7
33,3
3,3
30,0
43,3
23,4
10,0
40,0
30,0
20,0
16,7
16,7
46,6
20,0
6,7
20,0
40,0
33,3
3,3
16,7
46,7
33,3
10,0
13,3
60,0
16,7
10,0
26,7
40,0
23,3
10,0
6,7
53,3
20,0
3,3
33,3
43,4
20,0
10,0
30,0
46,7
13,3
0,0
40,0
40,0
20,0
Ket. TP: Tidak Puas , CP: Cukup Puas, P: Puas, SP: Sangat Puas
99
Lampiran 7 Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan Keluarga
Sama Suku
Correlations
s_stat
polkom
tot
s_stat polkom tot
Pearson
Correlation
s_stat
totsesuai
1
Sig, (2-tailed)
N
s_stat totsesuai
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_stathrmns
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_per
s_pddk
s_pdpttot
,089
,076
,127
,182
,261
*
,000
,001
,754
,500
,562
,335
,165
,044
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
1
**
,175
-,035
,029
,206
-,029
,087
,000
,180
,792
,825
,115
,826
,508
,505
,000
,553
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
**
1
-,048
,057
,094
,006
,062
,065
,718
,663
,475
,964
,637
,622
60
60
60
60
60
60
1
**
**
**
,106
,220
,423
,553
,001
,000
60
60
60
Sig, (2-tailed)
,754
,180
,718
60
60
60
60
**
-,455
,450
,000
,000
,419
,091
60
60
60
60
60
1
*
-,308
-,015
,272
*
,089
-,035
,057
Sig, (2-tailed)
,500
,792
,663
,000
60
60
60
60
Pearson
Correlation
,076
,029
,094
Sig, (2-tailed)
,562
,825
,475
,000
,017
60
60
60
60
60
Pearson
Correlation
,127
,206
,006
**
-,015
Sig, (2-tailed)
,335
,115
,964
,000
,906
,003
60
60
60
60
60
60
*
-,455
,450
,884
**
,884
,000
Pearson
Correlation
,388
**
,017
,906
,035
,002
60
60
60
60
60
*
1
**
,055
-,207
-,308
,376
,003
,676
,112
60
60
60
60
**
1
,243
,376
,383
**
,061
,003
60
60
60
,055
,243
1
Pearson
Correlation
,182
-,029
,062
,106
,272
Sig, (2-tailed)
,165
,826
,637
,419
,035
,676
,061
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
-,207
**
**
1
N
s_pdpttot
s_statumur
,041
-,048
N
s_pddk
s_bsrkel
**
,175
N
s_statumur
,423
s_nikah
,041
N
s_bsrkel
**
s_per
Pearson
Correlation
N
s_nikah
,505
s_stat
hrmns
,261
*
,087
,065
,220
Sig, (2-tailed)
,044
,508
,622
,091
,002
,112
,003
,001
60
60
60
60
60
60
60
60
N
**, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed),
*, Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed),
,383
**
,001
Pearson
Correlation
,388
,418
,418
60
100
Lampiran 8
Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan
Keluarga Beda Suku
Correlations
s_stat
polkom
tot
s_stat polkom tot
Pearson
Correlation
s_stat
totsesuai
1
Sig, (2-tailed)
N
s_stat totsesuai
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_stathrmns
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_per
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_nikah
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_bsrkel
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_statumur
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_pddk
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_pdpttot
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
,413
**
s_stat
hrmns
,405
s_per
s_nikah
s_bsrkel
**
-,025
-,259
*
s_statumur
s_pddk
s_pdpttot
**
-,222
-,210
-,102
-,371
,001
,001
,851
,046
,003
,089
,107
,439
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
1
**
-,021
-,069
-,013
-,028
-,137
-,129
,000
,872
,601
,922
,834
,296
,325
60
60
60
60
60
60
60
-,166
*
-,287
-,182
*
-,291
-,145
-,315
,206
,026
,165
,024
,268
,014
60
60
60
60
60
60
1
*
**
**
-,208
,150
,413
,001
60
60
**
**
,405
,711
,001
,000
60
60
,711
1
60
-,025
-,021
-,166
,851
,872
,206
60
60
60
60
*
-,259
-,069
*
-,287
*
-,282
,046
,601
,026
,029
60
60
60
60
60
**
-,013
-,182
**
,108
1
,003
,922
,165
,000
,412
60
60
60
60
60
-,222
-,028
-,291
,089
,834
,024
,000
,004
,000
60
60
60
60
60
60
-,210
-,137
-,145
-,208
,145
,107
,296
,268
,110
60
60
60
60
-,102
-,129
*
-,315
,439
,325
60
60
-,371
**, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed),
*, Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed),
,466
-,282
,466
,736
*
,029
,000
,000
,110
,252
60
60
60
60
60
,108
**
,145
,077
,412
,004
,270
,559
60
60
60
60
**
-,042
-,182
1
,363
,540
,000
,748
,165
60
60
60
60
**
1
-,132
,165
,313
,208
60
60
60
-,042
-,132
1
,211
,270
,748
,313
60
60
60
60
60
,150
,077
-,182
,165
,211
1
,014
,252
,559
,165
,208
,106
60
60
60
60
60
60
*
,736
**
,363
**
,540
,106
60
101
Lampiran 9 Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan Suami
Correlations
s_per
s_per
Pearson
Correlation
1
Sig, (2-tailed)
N
s_nsu
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_bsrkel
Pearson
Correlation
,050
,062
,112
,035
,182
,123
-,046
-,066
,003
,001
,000
,704
,640
,394
,789
,165
,348
,725
,617
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
1
-,201
,152
,106
,066
-,181
-,060
-,135
-,155
-,137
-,176
,123
,246
,422
,616
,167
,648
,302
,237
,296
,177
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
1
**
,026
,025
-,072
-,203
,065
,002
-,041
-,063
-,374
,003
60
60
,009
,846
,852
,583
,119
,619
,986
,757
,632
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
,152
**
1
,130
,130
,046
,035
,178
,117
-,051
-,083
,000
,246
,009
,321
,322
,725
,788
,174
,375
,698
,529
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
Pearson
Correlation
,050
,106
,026
,130
1
,228
-,183
-,107
-,179
-,205
-,042
-,056
Sig, (2-tailed)
,704
,422
,846
,321
,080
,161
,415
,171
,116
,747
,670
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
Pearson
Correlation
,062
,066
,025
,130
,228
1
-,135
-,059
-,022
,013
-,121
-,047
Sig, (2-tailed)
,640
,616
,852
,322
,080
,302
,657
,868
,921
,359
,722
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
1
**
**
**
**
Pearson
Correlation
,418
,830
,336
,336
60
Pearson
Correlation
,112
-,181
-,072
,046
-,183
-,135
Sig, (2-tailed)
,394
,167
,583
,725
,161
,302
60
60
60
60
60
60
Pearson
Correlation
,035
-,060
-,203
,035
-,107
-,059
Sig, (2-tailed)
,789
,648
,119
,788
,415
,657
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
**
**
N
N
,911
,474
,443
,460
,458
**
,000
,000
,000
,000
,000
60
60
60
60
60
60
**
1
,911
,481
**
,514
**
,512
**
,000
,000
60
60
60
60
1
**
**
-,135
,065
,178
-,179
-,022
Sig, (2-tailed)
,165
,302
,619
,174
,171
,868
,000
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
**
**
,481
**
,000
,182
,474
,496
,000
Pearson
Correlation
N
s_sesuai
issu
**
60
N
s_sesuai
su
,830
,123
N
s_polkom
issu
**
60
N
s_polkom
su
,418
,001
Sig, (2-tailed)
s_pdptsu
**
-,374
s_polkom s_sesu s_sesuai s_harmo s_harmo
issu
ai su
issu
nis su nis issu
-,201
N
s_pddksu
s_nsu
**
Sig, (2-tailed)
s_statusu
s_stat s_pdd s_pdpt s_polkom
s_bsrkel usu
ksu
su
su
,929
,559
,562
**
,000
,000
,000
60
60
60
1
**
Pearson
Correlation
,123
-,155
,002
,117
-,205
,013
Sig, (2-tailed)
,348
,237
,986
,375
,116
,921
,000
,000
,000
,000
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
**
**
**
1
N
s_harmoni Pearson
s su
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_harmoni Pearson
s issu
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
,443
-,041
-,051
-,042
-,121
,725
,296
,757
,698
,747
,359
,000
,000
,000
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
-,066
-,176
-,063
-,083
-,056
-,047
,617
,177
,632
,529
,670
,722
,000
,000
,000
,000
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
,512
**
,559
,562
**
,600
,600
-,137
,458
,514
,929
-,046
**, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
,460
,496
,675
**
,675
,913
**
**
,000
60
60
**
1
,913
60
102
Lampiran 10 Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan Istri
Correlations
s_per
s_per
Pearson
Correlation
1
Sig, (2-tailed)
N
s_nis
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_bsrkel Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_statis
Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_pddkis Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_pdptis Pearson
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_polko Pearson
m is
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_sesuai Pearson
is
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_harmo Pearson
nis is
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_polko Pearson
m issu
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_sesuai Pearson
issu
Correlation
Sig, (2-tailed)
N
s_harmo Pearson
nis issu Correlation
Sig, (2-tailed)
N
60
**
-,390
s_stati s_pdd s_pdpt s_polkom
s_bsrkel
s
kis
is
is
s_nis
**
-,390
**
,853
**
-,040
,219
-,062
,043
-,074
,035
,123
-,066
,002
,001
,000
,761
,093
,638
,744
,573
,789
,348
,617
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
,040
,096
,285
*
,156
-,040
,029
-,120
-,123
,008
-,055
,761
,464
,028
,234
,763
,823
,361
,351
,952
,676
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
1
**
-,033
*
-,318
*
-,310
-,065
-,075
-,203
,002
-,063
1
,002
60
,418
60
**
,040
,001
,761
60
60
**
,096
,000
,464
,000
60
60
60
60
-,040
,285
*
-,033
,079
1
,761
,028
,805
,548
60
60
60
60
,219
,156
*
-,318
,282
*
,093
,234
,013
,029
,001
60
60
60
60
60
-,062
-,040
*
-,310
-,078
,179
,192
,638
,763
,016
,554
,171
,142
60
60
60
60
60
60
60
**
,418
,853
s_har
monis s_polko s_sesuai s_harmo
is
m issu
issu
nis issu
s_sesuai
is
,489
,000
,805
,013
,016
,623
,569
,119
,986
,632
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
1
,079
,282
*
-,078
,072
-,110
-,026
,161
-,058
,548
,029
,554
,586
,403
,841
,219
,662
60
60
60
60
60
60
60
60
**
,179
,038
,008
,021
,031
-,016
,001
,171
,775
,951
,876
,812
,904
60
60
60
60
60
60
60
60
**
1
,192
-,033
-,075
,168
,005
-,071
,142
,801
,568
,200
,971
,592
60
60
60
60
60
60
1
**
**
**
**
,489
,409
,409
60
,444
,444
,878
,445
,461
**
,000
,004
,000
,000
,000
60
60
60
60
60
1
**
**
**
,043
,029
-,065
,072
,038
-,033
,744
,823
,623
,586
,775
,801
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
**
**
,371
,371
,435
,921
,690
**
,000
,001
,000
,000
60
60
60
60
1
**
**
-,120
-,075
-,110
,008
-,075
,573
,361
,569
,403
,951
,568
,004
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
,035
-,123
-,203
-,026
,021
,168
,789
,351
,119
,841
,876
,200
,000
,001
,001
60
60
60
60
60
60
60
60
60
,123
,008
,002
,161
,031
,005
,348
,952
,986
,219
,812
,971
,000
,000
,000
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
**
**
**
**
**
1
,445
**
,435
,921
,690
**
**
,624
,899
,001
,000
,000
60
60
60
60
**
1
,411
,624
,899
**
,496
**
,512
**
,000
,000
60
60
60
**
1
,496
,512
,675
**
,000
-,066
-,055
-,063
-,058
-,016
-,071
,617
,676
,632
,662
,904
,592
,000
,000
,000
,000
,000
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
*, Correlation is significant at the 0,05 level
(2-tailed),
**, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed),
,461
**
,411
**
-,074
,878
,705
,705
,675
60
103
Lampiran
11
Uji Regresi Linear Berganda Antara Karakteristik Keluarga, Pola
Komunikasi,Penyesuaian, dengan Keharmonisan Keluarga Sama Suku
Model Summaryb
Std, Error of the
Model
R
1
R Square
,620a
Adjusted R Square
,385
,288
Estimate
Durbin-Watson
,84368113800034
1,934
6
a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_nikah, s_stat polkom tot,
s_statumur, s_per
b, Dependent Variable: s_stathrmns
ANOVAb
Sum of
Squares
Model
1
Mean
Square
df
Regression
22,698
8
2,837
Residual
36,302
51
,712
Total
59,000
59
F
Sig,
3,986
,001a
a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_nikah, s_stat polkom
tot, s_statumur, s_per
b, Dependent Variable: s_stathrmns
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Standardized
Coefficients
Std, Error
6,461E-17
,109
s_stat polkom tot
,107
,141
s_stat totsesuai
,521
s_per
Beta
Collinearity
Statistics
t
Sig,
Tolerance
VIF
,000
1,000
,108
,760
,451
,599
1,670
,133
,521
3,919
,000
,682
1,466
-,730
,823
-,724
-,887
,379
,018 55,183
s_nikah
-,260
,407
-,258
-,639
,525
,074 13,513
s_bsrkel
,194
,138
,192
1,402
,167
,644
s_statumur
,394
,707
,391
,558
,580
,025 40,674
s_pddk
,049
,127
,049
,388
,700
,761
1,314
s_pdpttot
,122
,172
,121
,710
,481
,417
2,401
a, Dependent Variable: s_stathrmns
1,553
104
Lampiran
12
Uji Regresi Linear Berganda Antara Karakteristik Keluarga, Pola
Komunikasi,Penyesuaian, dengan Keharmonisan Keluarga Beda Suku
Model Summaryb
Model
1
R
R
Square
Adjusted
R
Square
Std, Error of the
Estimate
DurbinWatson
0,656
0,810a
0,602 0,630812985206666
2,317
a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_nikah, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_stat polkom tot, s_per,
s_statumur
b, Dependent Variable: s_stathrmns
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
38,706
8
4,838
Residual
20,294
51
,398
Total
59,000
59
F
Sig,
,000a
12,159
a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_nikah, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_stat polkom tot, s_per,
s_statumur
b, Dependent Variable: s_stathrmns
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std, Error
-1,786E-17
,081
,002
,105
s_stat polkom tot
s_stat totsesuai
Standardized
Coefficients
Beta
Collinearity Statistics
t
,002
Sig,
Tolerance
VIF
,000
1,000
,023
,982
,603
1,657
,655
,093
,655
7,030
,000
,777
1,287
s_per
-,284
,259
-,281
-1,097
,278
,102
9,766
s_nikah
-,354
,185
-,351
-1,912
,061
,200
4,992
s_bsrkel
-,135
,116
-,133
-1,160
,251
,510
1,960
,170
,267
,169
,639
,526
,096
10,384
s_pddk
-,001
,090
-,001
-,013
,990
,842
1,188
s_pdpttot
-,214
,095
-,213
-2,266
,028
,766
1,306
s_statumur
a, Dependent Variable: s_stathrmns
Download