POLA KOMUNIKASI, PENYESUAIAN SUAMI ISTRI, DAN KEHARMONISAN KELUARGA DARI SUKU YANG SAMA DAN BERBEDA VENTI SANDITYA SEPTIANA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRACT VENTI SANDITYA SEPTIANA. Communication pattern, Marital Adjustment, and Harmony of the same and Different Ethnic Families. Supervised by DIAH KRISNATUTI and MEGAWATI SIMANJUNTAK. This study aimed to analyze communication pattern, marital adjustment, and harmony of the same and different ethnic families. Samples in this research were 30 different ethnic families and 30 same ethnic families, selected purposively with the criteria husband and wife from the same or different ethnic. The data was collected through interviewing both husband and wife with the help of questionnaires. Communication pattern was measured by how couples communicate things that happen in the family, while adjustment was measured by four aspects: adjustment with a partner, sexual adjustment, financial adjustments, and adjustments to the partner’s family. Family’s harmony was measured based on samples satisfaction. The data was analyzed descriptively and inferentially using Independent sample t-test, Pearson correlation and multiple linear regressions. Result showed that generally communication pattern of husband and wife from the same and different ethnic families categorized as high category while marital adjustment and family’s harmony of the same ethnic and different ethnic families was categorized as moderate. There were no differences on communication pattern, adjustment, and family’s harmony between different and same ethnic families (p>0,05). There were statistically significant negative relationship between age, age when married, and income with family’s harmony in different ethnic families. In addition, there was a significant positive relationship between communication pattern and adjustment with family’s harmony in both groups of family. Factors that affected the family harmony were communication pattern and marital adjustment. Keywords: Harmony, Adjustments, Ethnic, Communication Pattern ABSTRAK VENTI SANDITYA SEPTIANA. Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan Keluarga dari Suku yang Sama dan Berbeda. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan berbeda yang melibatkan 30 keluarga sama suku dan 30 keluarga beda suku dipilih secara purposive dengan kriteria suami istri dengan suku yang sama dan berbeda. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terhadap suami dan istri dengan bantuan kuisioner. Pola komunikasi diukur dengan cara bagaimana pasangan mengkomunikasikan hal-hal yang terjadi di dalam keluarga. Penyesuaian terdiri dari empat aspek yaitu penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Keharmonisan keluarga diukur berdasarkan kepuasan responden. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan inferensia dengan menggunakan uji beda Independent t-test, korelasi Pearson dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi suami istri pada keluarga sama suku dan beda suku berada pada kategori tinggi. Penyesuaian suami istri dan keharmonisan pada keluarga sama suku dan beda suku berada pada kategori sedang. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi, penyesuaian, dan keharmonisan keluarga antara keluarga beda suku dan keluarga sama suku (p>0,05). Terdapat hubungan yang negatif signifikan antara usia, usia menikah dan pendapatan dengan keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku. Selain itu terdapat hubungan yang positif signifikan antara pola komunikasi dan penyesuaian dengan keharmonisan keluarga pada keluarga sama suku dan beda suku. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga adalah pola komunikasi dan penyesuaian. Kata kunci: Keharmonisan, Penyesuaian, Perbedaan Suku, Pola Komunikasi PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan Keluarga Dari Suku yang Sama dan Berbeda” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Venti Sanditya Septiana NIM. I24070022 ABSTRAK VENTI SANDITYA SEPTIANA. Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan Keluarga dari Suku yang Sama dan Berbeda. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan berbeda yang melibatkan 30 keluarga sama suku dan 30 keluarga beda suku dipilih secara purposive dengan kriteria suami istri dengan etnis yang sama dan berbeda. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuisioner. Pola komunikasi diukur dengan cara bagaimana pasangan mengkomunikasikan halhal yang terjadi di dalam keluarga. Penyesuaian terdiri dari empat aspek yaitu penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Keharmonisan keluarga diukur berdasarkan kepuasan contoh. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif, uji beda Independent t-test, korelasi pearson dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi suami istri pada keluarga sama suku dan beda suku berada pada ketegori tinggi. Penyesuaian suami istri dan keharmonisan pada keluarga sama suku dan beda suku berada pada kategori sedang. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi dan penyesuaian antara keluarga beda suku dan keluarga sama suku (p>0,05). Terdapat hubungan yang negatif signifikan antara usia contoh dan pendapatan dengan keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku. Selain itu terdapat hubungan yang positif signifikan antara pola komunikasi contoh dan penyesuaian contoh dengan keharmonisan keluarga pada keluarga sama suku dan beda suku. Faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga adalah pola komunikasi contoh dan penyesuaian contoh. Kata kunci: pola komunikasi, penyesuaian, perbedaan suku, keharmonisan ABSTRACT VENTI SANDITYA SEPTIANA. Communication pattern, marital adjustment, and family harmony from the same ethnic and different ethnic. Supervised by DIAH KRISNATUTI and MEGAWATI SIMANJUNTAK. This study aims to analyze communication pattern, marital adjustment, and family harmony from the same ethnic and different ethnic. Samples in research are 30 different ethnic families and 30 same ethnic families selected purposively with the criteria of husband and wife with the same and different ethnic. The data was collected through interviews with the help of questionnaires. Communication pattern is measured by how couples communicate things that are happening in the family. Adjustment was measured by Hurlock (2002) that divides into four aspects, namely the adjustment with a partner, sexual adjustment, financial adjustments, and adjustments to the partner's family. Family harmony is measured based on satisfaction samples. Analysis of the data used is descriptive, Independent sample t-test, Pearson correlation and multiple linear regression. Results showed that communication pattern husband and wife from the same ethnic families and different ethnic families rates of categorize high category. Marital adjustment and family harmony in the same ethnic and different ethnic in the category of being. There were no differences in communication pattern, adjustment, and family harmony among different ethnic families and same ethnic families (p>0,05). There is a significant negative relationship between age and income samples with family harmony in different ethnic. In addition there is a significant positive relationship between communication pattern samples and adjustment samples with family harmony in the same ethnic families and different ethnic families. Factors that affect the family harmony is communication pattern samples and marital adjustment samples. Keywords: adjustments, communication pattern, ethnic, harmony RINGKASAN VENTI SANDITYA SEPTIANA. Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan Keluarga Dari Suku Yang Sama dan Berbeda. Di bawah bimbingan DIAH KRISNATUTI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK. Angka perceraian di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Sejak Januari hingga Maret 2010 Pengadilan Agama (PA) Cibinong mencatat sedikitnya 500 berkas pengajuan permohonan perceraian. Ada banyak hal yang menyebabkan suatu rumah tangga mengalami masalah atau mungkin berada pada ambang keretakan, seperti kesibukan suami istri, tidak terjalinnya komunikasi yang baik, buruknya pengasuhan anak, masalah keuangan, hilangnya kepercayaan, dan masalah seksualitas (Pratiwi 2008). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan berbeda. Adapun secara khusus bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi keluarga sama suku dan beda suku 2) Mengidentifikasi perbedaan pola komunikasi dan penyesuaian antara suami istri pada keluarga sama suku dan beda suku 3) Mengidentifikasi keharmonisan keluarga sama suku dan beda suku 4) Mengidentifikasi hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan suami istri, karakteristik keluarga contoh dengan keharmonisan keluarga 5) Menganalisis hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan karakteristik keluarga contoh dengan keharmonisan pada keluarga sama suku dan beda suku dan 6) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan pada keluarga sama suku dan beda suku Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data dalam satu waktu tertentu yang dilakukan di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor dan dilakukan secara purposive sampling dengan alasan daerahnya cukup heterogen suku penduduknya. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuisioner. Analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan inferensia (korelasi Pearson, regresi linear berganda, uji beda Independent t-test ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi yang dilakukan suami istri sudah terkategori baik, namun penyesuaian dan keharmonisan keluarga masih berada pada kategori sedang, baik pada keluarga beda suku maupun sama suku. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi, penyesuaian, dan keharmonisan keluarga antara keluarga beda suku dan sama suku. Pada keluarga beda suku, semakin tinggi usia contoh, usia ketika menikah contoh, dan pendapatan maka semakin rendah keharmonisan keluarga. Selain itu, pada keluarga sama suku dan juga beda suku, semakin baik pola komunikasi dan penyesuaian contoh maka semakin baik pula keharmonisan keluarga. Faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga yaitu pola komunikasi dan penyesuaian. Hal ini berarti keharmonisan sebuah keluarga tidak dilihat dari adanya perbedaan atau kesamaan suku, melainkan dipengaruhi oleh pola komunikasi dan penyesuaian pasangan. Selain itu faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku yaitu pendapatan dan penyesuaian, sedangkan pada keluarga sama suku faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga yaitu penyesuaian. Lebih dari separuh istri dan suami pada keluarga beda suku memiliki usia dewasa awal (20-40 tahun), begitupula istri pada keluarga sama suku. Namun lebih dari separuh suami pada keluarga sama suku memiliki usia dewasa madya (41-60 tahun). Sebagian besar contoh menikah pada kategori usia (20-30 tahun) dan memiliki lama pernikahan 5 hingga 10 tahun. Hampir separuh contoh pada keluarga beda suku bersuku jawa, begitupula pada keluarga sama suku lebih dari separuh contoh bersuku jawa. Proporsi terbesar lama pendidikan istri dan suami pada keluarga beda suku dan sama suku adalah SMA (10-12 tahun) dan tamat perguruan tinggi. Lebih dari separuh istri pada keluarga beda suku dan sama suku tidak bekerja (ibu rumahtangga), sedangkan lebih dari separuh suami pada keluarga beda suku dan sama suku bekerja sebagai pegawai atau karyawan swasta. Lebih dari separuh contoh memiliki ukuran keluarga kecil. Sebagian besar contoh pada keluarga beda suku memiliki pendapatan sebesar Rp 250.000,00 – Rp 3.666.667,00, pada keluarga sama suku memiliki pendapatan Rp 400.000,00 –Rp 5.250.000,00. Berdasarkan Garis Kemiskinan Kabupaten Bogor BPS (2010), sebagian besar contoh memiliki pendapatan keluarga per kapita per bulan lebih besar dari Rp 591.957,00. Kata kunci: pola komunikasi, penyesuaian, perbedaan suku, keharmonisan © Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang • • Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor. POLA KOMUNIKASI, PENYESUAIAN SUAMI ISTRI, DAN KEHARMONISAN KELUARGA DARI SUKU YANG SAMA DAN BERBEDA VENTI SANDITYA SEPTIANA Skripsi Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi : Pola Komunikasi, Penyesuaian Suami Istri, dan Keharmonisan Keluarga dari Suku yang Sama dan Berbeda Nama : Venti Sanditya Septiana NIM : I24070022 Disetujui, Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS. Pembimbing I Megawati Simanjuntak, SP, M.Si. Pembimbing II Diketahui, Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal Lulus : PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan berbeda. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk melakukan penelitian guna memperoleh gelar Sarjana Sains Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah mendukung, memotivasi dan memberikan doa serta semangat, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS. sebagai pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang terus memberikan bimbingan, dukungan, perhatian dan saran selama penulisan skripsi ini. 2. Megawati Simanjuntak SP, M.Si. sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan serta perbaikan yang positif sehingga dapat menyempurnakan penyelesaian skripsi ini. 3. Tin Herawati SP, M.Si. sebagai dosen pemandu seminar yang telah memandu seminar dan memberikan masukan sehingga dapat menyempurnakan penyelesaian skripsi ini. 4. Orang Tua yang telah memberikan dukungan dan memotivasi penulis untuk terus berkarya dan berprestasi. Bapak Subaryadi S.E. dan Ibu Shanty Utami, merekalah yang tiada hentinya berjuang dan berdoa untuk mendukung penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi. Selain itu untuk adik tersayang Ajeng Retno Yunita serta keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan baik secara fisik maupun non fisik. 5. Teman-teman seperjuangan Sri Wahyuningsih, Puspita Herawati, Sri Wahyuni Rahayu, dan Husfani A. Putri sebagai teman dalam penelitian yang mengalami suka duka bersama dan sebagai tempat berbagi keluh kesah serta tawa selama proses penelitian dan skripsi. 6. Latifatul Hayati, Ulfah Maesyaroh, Karimah Alatas, Mustika Dewanggi, Fitri Sari, Astari Sukmaningtyas, Nur Rochimah, dan Ine Rahmatin, teman seperjuangan yang selalu bersedia berbagi kesulitan serta memberikan masukan, kritik, dan motivasi dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. 7. Harmalinda, Nishe Fransiska, Khairul Bariyah, dan Lucy Amilia, teman di kosan yang memberikan motivasi, dukungan, dan saling berbagi canda dan tawa ketika senang dan susah. 8. Yanti Novi Yanti, Margaretha J.P., Malahayati Sartika, Andriyani R., Hedy M.P., sahabatsahabat yang selalu memberikan semangat serta doa dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman rohis IKK 44 (Al-Awwal) dan seluruh teman seangkatan IKK 44 yang penuh dengan keceriaan dan keakraban, sebuah kenangan manis dan indah yang tak akan terlupakan serta bisa menjadi bagian dari keharmonisan keluarga di IKK angkatan 44. 10. Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Atas perhatian, saran, dan kritik yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih. Bogor, Desember 2011 Venti Sanditya Septiana 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan nilai-nilai sosial di dalam masyarakat menyebabkan tingkat perceraian semakin tinggi. Selain itu, akibat banyaknya wanita yang terjun ke dalam dunia pekerjaan menyebabkan waktu kebersamaan untuk suami dan istri menjadi berkurang. Data terakhir hasil perhitungan Kementerian Agama RI mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2009. Angka ini setara dengan 10 persen dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2,5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian (Nasrullah 2011). Angka perceraian di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Sejak Januari hingga Maret 2010 Pengadilan Agama (PA) Cibinong mencatat sedikitnya 500 berkas pengajuan permohonan perceraian. Setiap hari sedikitnya 40 sidang perceraian berlangsung di Pengadilan Agama Cibinong. Data dari Pengadilan Agama Cibinong, jumlah kasus perceraian mengalami peningkatan. Sebagian besar kasus gugatan perceraian dilakukan oleh pihak istri (cerai gugat). Pada bulan Februari 2010 jumlah kasus yang masih ditangani Pengadilan Agama Cibinong mencapai 438 kasus. Ada banyak hal yang menyebabkan suatu rumah tangga mengalami masalah atau mungkin berada pada ambang keretakan, seperti kesibukan suami istri, tidak terjalinnya komunikasi yang baik, buruknya pengasuhan anak, masalah keuangan, hilangnya kepercayaan, dan masalah seksualitas (Pratiwi 2008). Perkembangan informasi dan teknologi yang semakin pesat saat ini juga telah banyak membawa perubahan budaya secara global serta berpengaruh di dalam membina kehidupan rumah tangga. Teknologi yang banyak digunakan oleh suami istri saat ini, yaitu handphone dan penggunaan internet (facebook dan twitter). Melalui handphone dan internet suami istri bisa berkomunikasi dengan teman-teman lama, jika penggunaannya tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perselingkuhan antar suami istri. Pengejaran kebutuhan materi dan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dapat menjadi akibat dari segala macam tuntutan, pada saat suami istri sedang memiliki kesibukan masing-masing tentunya waktu untuk berkumpul bersama keluarga menjadi kurang, bahkan bisa tidak bertatap muka dengan anak maupun antar pasangan. Selain itu, perbedaan gaya hidup antar pasangan juga dapat 2 menyebabkan ketidakharmonisan keluarga (Tarmizi 2009). Berbagai isu yang dikemukakan di atas dapat menimbulkan kerenggangan hubungan antar anggota keluarga, terutama hubungan antar suami istri yang dapat mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak. Irama kehidupan yang semakin bergerak cepat membuat kehidupan keluarga menjadi penuh tekanan dan persaingan, sehingga banyak yang merasa asing dari ikatan-ikatan pernikahan, karena masing-masing hanya memperturutkan ego dan dominasi kepentingan pribadi, serta tidak menjaga komunikasi antara suami istri. Kehidupan keluarga pun menjadi terasa kering dan hambar, sehingga keluarga menjadi rentan terhadap berbagai masalah dan konflik yang muncul. Baik suami ataupun istri dapat mengalami ketidakpuasan dalam pernikahan meskipun tidak ada konflik dalam rumah tangganya (Sumpani 2008). Namun suami istripun juga dapat merasa sangat puas dalam ikatan pernikahan ketika masalah atau konflik dapat terpecahkan secara bersama. Kepadatan dalam keluarga jelas berpengaruh besar terhadap hubungan antar pribadi dalam keluarga. Adanya perbedaan secara perorangan, yaitu dalam hal usia, pendidikan, tugas, kegiatan dan tanggung jawab akan mempersulit untuk saling menyesuaikan. Interaksi yang semakin majemuk, menimbulkan kesulitan untuk membina komunikasi yang baik (Gunarsa 2008). Sadarjoen (2005) dalam Sumpani (2008) menyatakan bahwa komunikasi merupakan titik pusat cara pasangan suami istri untuk hidup harmonis satu sama lain. Setelah pasangan dapat saling berkomunikasi, maka suami istri dapat saling berbagi dalam sistem interaksi yang selalu berubah dan bergerak maju serta terjadinya perubahan fase kehidupan pada masing-masing pasangan disamping berbagi perasaan, pengasuhan anak-anak, kejadian yang menyenangkan dan kejadian dalam menghadapi masalah. Tahun-tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan, bahkan dapat disebut sebagai era kritis karena pengalaman pasangan suami istri belum banyak. Menurut Clinebell & Clinebell (2005) dalam Anjani dan Suryanto (2006), periode awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri, dan krisis muncul saat pertama kali memasuki jenjang pernikahan. Pasangan suami istri harus banyak belajar tentang pasangan masing-masing dan diri sendiri yang mulai dihadapkan dengan berbagai masalah. Masing-masing pasangan harus dapat menyesuaikan satu sama lain serta saling memberi dan menerima. 3 Masalah penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik, karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam kehidupannya sehingga perlu melakukan penyesuaian. Sumber masalah tersebut dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu melakukan penyesuaian. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah, tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam perkawinan tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan dapat terpenuhi dan memuaskan (Anjani dan Suryanto 2006). Menurut Hurlock (1994) penyesuaian perkawinan sebagai proses adaptasi antara suami istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Perumusan Masalah Isu permasalahan keluarga muncul dari ketidakharmonisan suami istri, kenakalan anak-anak, bahkan sampai berakhir pada perceraian, anak-anak yang terlibat dalam pergaulan bebas, serta terjadinya kekerasan dikalangan anakanak. Hal ini sebagian besar diakibatkan karena pola komunikasi yang kurang tepat atau komunikasi yang tidak efektif di dalam keluarga. Setiap keluarga memiliki aturan, pedoman, kebiasaan, tujuan dan tindakan yang berbeda. Perbedaan pola komunikasi dalam keluarga dapat disebabkan oleh faktor budaya individu tinggal dan dilahirkan, kebiasaan serta pengasuhan yang diberikan oleh orang tuanya kepada individu (Ahira 2011). Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah lainnya adalah hubungan kasih sayang, seks, perbedaan pola budaya, peran sosial, kesulitan ekonomi, dan tidak adanya persahabatan yang saling menguntungkan. Sedangkan Goldsmith (1996) dalam Sunarti (2001) mengelompokkan tiga area interaksi suami istri yang merupakan sumber konflik yaitu uang, pekerjaan, dan seks. Banyak hal yang terjadi dalam sebuah perkawinan mulai dari masalah pembagian peran dan tugas antar suami istri, perbedaan sifat yang dimiliki antar suami istri, perbedaan dalam memberikan kasih sayang antar suami istri, kurangnya komunikasi antar pasangan, serta konflik yang muncul dalam 4 keluarga. Suami istri harus mampu menciptakan komunikasi yang harmonis dalam keluarga, sebab komunikasi harmonis akan memungkinkan adanya saling pengertian dan ketulusan terhadap segala aspek kehidupan itu sendiri. Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara mengoptimalkan dan mengefektifkan komunikasi antar anggota keluarga, serta menyediakan waktu untuk berkumpul bersama keluarga agar dapat terbentuk keharmonisan dalam keluarga. Jika perkawinan berjalan dengan baik, maka kepuasan yang didapatkan masing-masing pasangan lebih besar dibandingkan dengan kepuasan dari dimensi-dimensi lain dalam kehidupan (Duvall dan Miller 1985). Oleh karena itu, hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pola komunikasi dan penyesuaian suami istri terhadap keharmonisan keluarga. Dengan demikian, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi keluarga contoh? 2. Bagaimana pola komunikasi dan penyesuaian yang dilakukan oleh suami dan istri? 3. Bagaimana keharmonisan keluarga contoh? 4. Apakah terdapat hubungan pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan karakteristik keluarga dengan keharmonisan keluarga? 5. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga? 6. Apakah terdapat hubungan pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan karakteristik keluarga dengan keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku dan sama suku? 5 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga dari suku yang sama dan berbeda. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi keluarga sama suku dan beda suku 2. Mengidentifikasi perbedaan pola komunikasi dan penyesuaian antara suami istri pada keluarga sama suku dan beda suku 3. Mengidentifikasi keharmonisan keluarga sama suku dan beda suku 4. Menganalisis hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan karakteristik keluarga contoh dengan keharmonisan pada keluarga sama suku dan beda suku. 5. Mengidentifikasi hubungan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan suami istri, karakteristik keluarga contoh dengan keharmonisan keluarga 6. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan pada keuarga sama suku dan beda suku Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menyediakan informasi kepada peneliti di bidang keluarga mengenai pola komunikasi dan penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga. Hubungan antara pola komunikasi dan penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga, diharapkan dapat menambah informasi dalam penelitian keluarga. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi lembaga dan institusi pemerintahan maupun pendidikan mengenai kehidupan keluarga yang merupakan bagian dari suatu komunitas, serta bagi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan keharmonisan dalam keluarga, sehingga tingkat perceraian akan dapat berkurang. 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Fungsi Keluarga Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang memiliki peranan penting terhadap perkembangan sosial, terutama pada awal-awal tahapan perkembangan yang menjadi landasan bagi tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya (Gunarsa 2008). Keluarga merupakan instansi pertama dan utama yang terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, adopsi, dan saling berinteraksi satu sama lain serta memberikan pengaruh terhadap sosialisasi diri individu dalam pembentukan kepribadian individu. Jika keluarga bukan merupakan instansi pertama bagi sosialisasi diri individu maka lingkungan luar akan mengambil alih posisi instansi pertama tersebut dan mempunyai peran terhadap pembentukan kepribadian individu tersebut. Menurut Burgess dan Locke (1960) empat ciri keluarga yaitu: 1) keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi; 2) anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap rumah serta merupakan susunan rumah tangga; 3) keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi dan menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, serta saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peranan-peranan tersebut diperkuat oleh kekuatan tradisi dan emosional yang menghasilkan pengalaman; 4) keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum. Setiap keluarga pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai yakni membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Tujuan dalam membentuk keluarga antara lain mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi anggota keluarga, serta mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus bangsa berikutnya. Keluarga yang sejahtera dapat diartikan sebagai keluarga yang dibentuk atas dasar pernikahan yang sah, dapat memenuhi kebutuhan hidup baik dalam segi fisik maupun psikologi, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta dapat menciptakan hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga maupun antara keluarga dengan masyarakat lingkungannya (Landis 1989; BKKBN 1992 dalam Puspitawati 2009). atau 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1994) menyebutkan ada delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga, antara lain: 1. Fungsi keagamaan yaitu keluarga perlu memberikan dorongan kepada seluruh anggotanya agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan untuk menjadi insaninsan agama yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Fungsi sosial budaya yaitu memberikan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. 3. Fungsi cinta kasih yaitu keluarga memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan isteri, orangtua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. 4. Fungsi melindungi yaitu untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan. 5. Fungsi reproduksi yaitu mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan taqwa. 6. Fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu dengan memberi peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar dapat melakukan penyesuaian dengan alam kehidupan masa depan. 7. Fungsi ekonomi, menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga. 8. Fungsi pembinaan lingkungan yaitu memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah. Setiap anggota keluarga sebaiknya dapat menjalankan serta mengembangkan kualitas diri dan fungsi keluarga tersebut agar dapat tercipta keluarga yang berkualitas. Pengembangan kualitas diri dan fungsi keluarga dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, mental spiritual, nilai-nilai keagamaan, dan peningkatan usaha kesejahteraan lainnya (PP no. 21 1994). Jika anggota keluarga dapat melaksanakan fungsi-fungsi keluarga dengan baik, maka antar anggota keluarga dapat saling memberikan perhatian satu sama lain, secara emosional mereka dapat saling terhubung satu sama lain 8 dan saling mendukung anggota keluarganya. Borr (1970) dalam Puspitawati (2009) menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia perkawinan maka semakin baik pula keluarga dalam melaksanakan fungsinya. Maneker dan Rankin (1985) dalam Puspitawati (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara lama perkawinan, umur, dan tingkat pendidikan pasangan. Semakin lama usia perkawinan maka kesesuaian anggota keluarga akan semakin meningkat. Menurut Bulut (1990) dalam Puspitawati (2009) juga menunjukkan bahwa anggota keluarga melaksanakan fungsi keluarganya menjadi lebih baik seiring meningkatnya lama usia perkawinan. Menurut Goleman (1998) dalam Puspitawati (2009) berdasarkan penelitiannya yang mengukur kepuasan pasangan, menunjukkan bahwa dalam permasalahan perasaan di antara pasangan ’komunikasi yang efektif’ merupakan faktor yang paling penting bagi wanita. Penyesuaian dalam Perkawinan Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Dalam perkawinan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya (Anjani dan Suryanto 2006). Hal ini berarti pasangan harus bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya pasangannya, oleh karena itu diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi, serta saling menyesuaikan diri untuk mencapai keharmonisan. Tanpa memperhatikan tipe keluarganya, penyesuaian dalam perkawinan merupakan salah satu masalah yang paling sulit dan harus dialami oleh pasangan (Hurlock 2002). Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada keberhasilan dalam hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang kuat kekecewaan terhadap dan adanya kepuasan perasaan-perasaan dalam bingung, perkawinan, sehingga mencegah memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri serta di kehidupan dalam bermasyarakat (Hurlock 2002). Menurut Hurlock (2002) pasangan suami istri yang melakukan penyesuaian diri berupaya untuk 9 dapat berhubungan dengan mesra, saling memberi dan menerima cinta, menunjukkan afeksi, dan melakukan konumikasi terhadap perbedaan yang dimiliki. Penyesuaian merupakan interaksi individu yang secara terus-menerus dengan dirinya, orang lain, dan dengan dunianya. Penyesuaian diri menurut Atwater (1983) adalah suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Karakteristik penyesuaian diri yang baik yang harus dimiliki oleh seseorang menurut Haber dan Runyon (1984) dalam Hapsariyanti dan Taganing (2009) adalah memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas atau kenyataan, mampu mengatasi atau menangani tekanan atau kecemasan, memiliki citra diri yang positif, mampu untuk mengekspresikan perasaan, dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Penyesuaian diri dalam perkawinan adalah perubahan dalam kehidupan pasangan selama masa perkawinan yang ditandai dengan adanya kecocokan, persetujuan dan kepercayaan serta kasih sayang antara suami istri sehingga pada hubungan di antara keduanya dapat berjalan dan berfungsi dengan baik (Hapsariyanti & Taganing Hapsariyanti dan Taganing 2009). Menurut Landis dan Landis (1970) dalam (2009) menyatakan bahwa ada beberapa area penyesuaian pada suatu perkawinan, yaitu kepribadian dan kemampuan untuk saling menyesuaikan diri dengan pasangan. Hal ini menyangkut kemampuan untuk saling menyesuaikan terhadap pribadi serta kebiasaan pasangannya. Di sini termasuk bagaimana pasangan menyelesaikan konflik dan perbedaan pendapat. Penyesuaian dalam perkawinan harus dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai dengan tingkat usia perkawinan pasangan (Hurlock 2002). Landis dan Landis (1970) dalam Hapsariyanti dan Taganing (2009) membatasi kriteria penyesuaian dalam perkawinan yang ditandai oleh adanya kesesuaian pendapat antara suami dan istri dalam hal yang dapat menjadi permasalahan besar; adanya minat dan kegiatan bersama; adanya pengungkapan kasih sayang dan rasa saling percaya; memiliki sedikit keluhan; dan tidak banyak memiliki perasaan kesepian, sedih, marah dan semacamnya. Hurlock (2002) membagi masalah penyesuaian diri dalam perkawinan ke dalam empat pokok yang paling penting dan umum bagi kebahagian perkawinan antara lain: penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian dengan seksual, penyesuaian 10 keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan. Penyesuaian dengan Pasangan Masalah penyesuaian yang pertama kali dihadapi oleh keluarga adalah penyesuaian terhadap pasangannya (suami atau istri). Hubungan interpersonal mempunyai peranan yang penting dalam perkawinan. Hubungan interpersonal jauh lebih rumit dibandingkan dengan hubungan bisnis atau persahabatan. Hal ini dikarenakan di dalam perkawinan terdapat berbagai faktor yang tidak biasa timbul dalam kehidupan individual (Hurlock 2002). Semakin banyak pengalaman dalam membina hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang dimiliki seseorang, maka semakin besar pula wawasan sosialnya, serta semakin baik pula dalam menyesuaikan diri satu sama lain dalam perkawinan. Hal yang lebih penting dalam penyesuaian perkawinan adalah kesanggupan dan kemampuan suami dan istri untuk berhubungan dengan mesra, serta saling memberi dan menerima cinta pasangan (Hurlock 2002). Berdasarkan Hurlock (2002) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan antara lain: konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, kesamaan nilai, konsep peran, dan perubahan dalam pola hidup. Penyesuaian pada pasangan suami istri merupakan hal yang penting dalam perkawinan. Penyesuaian dalam perkawinan akan berjalan terus, sejalan dengan perubahan yang terjadi, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang optimal untuk dapat mempertahankan perkawinan (Anjani & Suryanto 2006). Sebuah perkawinan dapat bertahan dengan adanya kemampuan komunikasi yang efektif di dalam keluarga, baik antara suami-istri, orangtua-anak, maupun anak-anak. Hoffman dan Nye (1974) menyoroti penyesuaian perkawinan berdasarkan pembagian tugas rumah tangga antara suami istri. Wanita (istri) biasanya ditugaskan untuk mengurus masalah rumahtangga yakni: mengasuh, merawat, dan mendidik anak karena dianggap cocok dengan kondisi psikologis dan fisiologisnya. Sedangkan laki-laki (suami) ditugaskan sebagai pencari dan pemberi nafkah utama dan sebagai kepala keluarga yang harus dilayani dan dihormati oleh istri. Setiap suami maupun istri tentunya memiliki beberapa tugas yang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Menurut Gunarsa (1982) 11 setiap pasangan suami istri harus saling ikut serta dalam setiap perubahan yang terjadi melalui penyelesaian masalah demi masalah, khususnya perubahan dan perkembangan suasana rumah. Menurut Hapsariyanti dan Taganing (2009) penyesuaian lainnya adalah pembagian peran. Suami istri harus membicarakan peran yang berkaitan dengan tugasnya sebagai suami istri. Suami istri harus membentuk persetujuan timbalbalik yang berkaitan dengan masalah peran suami dan istri di dalam rumah tangga, misalnya siapa yang lebih banyak berperan dalam mencari nafkah bagi keluarga dan siapa yang lebih banyak berperan dalam mengurus kehidupan keluarga sehari-hari. Penyesuaian pada pendapatan keluarga, pasangan suami istri harus melakukan penyesuaian terhadap pengelolaan pendapatan atau sumber keuangan keluarga termasuk pemakaiannya. Penyesuaian juga perlu dilakukan dalam rekreasi. Rekreasi atau kegiatan waktu luang berhubungan dengan kesesuaian antara suami dan istri mengenai pemakaian waktu bagi keluarga untuk berekreasi atau bersenang-senang bersama keluarga. Alokasi waktu itu mempunyai arti yang penting bagi kebahagiaan perkawinan setiap pasangan suami istri. Penyesuaian diri di dalam perkawinan tidak terlepas dari kesediaan masing-masing individu untuk bisa memahami pasangannya dalam berbagai cara. Tetapi kepribadian, kesediaan berempati, latar belakang individu dan komunikasi yang baik juga merupakan syarat yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Untuk itu, penyesuaian perkawinan bukan merupakan suatu hal yang mudah tetapi justru harus diupayakan terus-menerus oleh pasangan suami istri (Hapsariyanti dan Taganing 2009). Keberhasilan dalam proses penyesuaian perkawinan terletak pada kemampuan mereka untuk saling menyesuaiakan sudut pandang mereka satu sama lain. Oleh karena itu Hurlock (2002), tokoh yang juga berpendapat bahwa hubungan interpersonal memegang peran penting dalam sebuah perkawinan, menambahkan bahwa hal utama yang paling menimbulkan permasalahan adalah penyesuaian terhadap pasangan. Menurutnya, ada dua hal yang perlu dimiliki oleh pasangan suami istri untuk mencapai penyesuaian yang baik adalah kemampuan untuk saling memberi dan menerima afeksi secara terbuka serta kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi dengan baik. Menurut Haber dan Runyon (1984) dalam Hapsariyanti dan Taganing (2009) ada beberapa karakteristik penyesuaian diri yang baik yang harus dimiliki 12 oleh seseorang, yaitu memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas atau kenyataan, mampu mengatasi atau menangani stres dan kecemasan, memiliki citra diri yang positif, mampu mengekspresikan perasaan, dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Persepsi yang dimiliki individu biasanya diwarnai dengan keinginan dan motivasinya. Dalam hal penyesuaian diri dalam perkawinan, peran kecerdasan emosional sangatlah penting. Karena dengan memiliki kecerdasan emosional, maka pasangan akan dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan pasangannya. Kecerdasan emosional adalah suatu keajaiban dalam pemikiran yang memperlihatkan bagaimana keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh ukuran besar kecil otak seseorang tetapi lebih kepada gagasan atau pemikiran seseorang dalam mengamati, memahami dirinya dan berinteraksi dengan orang lain Schwartz (1997) dalam Hapsariyanti dan Taganing (2009). Aspek kecerdasan emosional antara lain mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain atau berempati, dan membina hubungan (Goleman 2003) dalam Hapsariyanti dan Taganing (2009). Keunikan yang terjadi dalam hubungan perkawinan adalah meskipun banyak perbedaan antara laki-laki dan perempuan seperti perbedaan emosional, lingkungan, genetis dan kepribadian, selalu ada perkawinan yang berhasil. Perkawinan tersebut dinikmati oleh laki-laki dan perempuan sebagai suami istri yang bahagia. Mayoritas pasangan yang menikah memiliki tujuan hidup bersama, berbagi dukungan fisik dan komunikasi tentang berbagai kesenangan dan masalah (Osborne 1988 dalam Suryani 2004). Penyesuaian Seksual Menurut Hurlock (2002) masalah penyesuaian seksual merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam perkawinan serta salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan dalam perkawinan, jika kesepakatan tidak dapat dicapai dengan memuaskan. Penyesuaian seksual bagi wanita cenderung lebih sulit untuk mengakhirinya secara memuaskan. Rubin dalam Hurlock (2002) menjelaskan bahwa wanita sejak bayi disosialisasikan untuk menutupi dan menekan gejolak seksualnya, wanita tidak dapat segera berubah untuk tidak malu-malu menunjukkan rasa nikmat seperti perubahan sikap yang disarankan oleh budaya suami. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian seksual dalam perkawinan antara lain: 13 perilaku terhadap seks, dorongan seksual, dan sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi (Hurlock 2002). Hasil penelitian Anjani dan Suryanto (2006) menyatakan bahwa meskipun setiap subjek mengakui tidak memiliki masalah dalam kehidupan seksualnya, namun hal ini bisa saja terjadi. Seperti adanya kehadiran seorang anak. Mungkin hal ini berpengaruh kecil, tetapi seringkali pasangan suami istri yang telah memiliki anak lebih mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada anak, sehingga waktu untuk bersama dengan pasangan menjadi berkurang bahkan sampai tidak ada. Kecemasan tentang anak akan membelokkan perhatian istri dari seks, hal ini mungkin dikarenakan istri merasa kelelahan dan kekurangan waktu untuk bersama suami (Beardsley & Sanford 1994 dalam Anjani & Suryanto 2006). Penyesuaian Keuangan Memiliki uang yang lebih dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri pasangan dalam perkawinan. Banyak istri merasa sulit untuk menyesuaikan keuangan dengan pendapatan suami, hal ini dikarenakan istri telah terbiasa membelanjakan uang sesuka hatinya (Hurlock 2002). Begitupula dengan suami, ia merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan keuangan, terutama pada saat istri bekerja setelah menikah dan kemudian berhenti bekerja karena melahirkan anak pertama. Hal tersebut menyebabkan pendapatan keluarga menjadi berkurang, hanya dengan pendapatan suami saja mereka harus menutupi semua pengeluaran keluarga (Hurlock 2002). Menurut Anjani dan Suryanto (2006) masalah keuangan pun berpengaruh kuat terhadap penyesuain perkawinan. Berdasarkan hasil penelitiannya beberapa subjek yang diteliti menyatakan bahwa dalam hal keuangan biasanya suami lebih menyerahkan semua hal keuangan kepada istrinya dan suami merasa kewajibannya hanya mencari uang saja. Banyak suami yang merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan keuangan. Apabila suami tidak mampu menyediakan barang-barang keperluan, maka dapat menimbulkan perasaan tersinggung yang dirasakan oleh istri, dimana perasaan ini dapat berkembang ke arah pertengkaran (Hurlock 2002). Gillin dalam Gunarsa (2008) mengemukakan bahwa kemiskinan dapat dianggap sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat menyesuaikan diri 14 dengan standar kehidupan dalam kelompok serta tidak mampu mencapai tingkat fisik dan mental tertentu untuk menyesuaikan. Gillin juga mengungkapkan faktor yang menghambat penyesuaian dalam segi ekonomi, yakni: 1) ketidakmampuan seseorang yang berhubungan dengan kelainan karena kelahirannya atau karena lingkungan; 2) kondisi lingkungan fisik yang miskin akan sumber daya alam, cuaca yang buruk dan terjangkitnya penyakit menular; 3) ketidakseimbangan dalam kesejahteraan atau penghasilan, akibat dari kurang sempurnanya lembaga ekonomi dalam menjalankan fungsinya, hal ini dapat terlihat dari timbulnya pengangguran. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan Suami dan istri harus mampu mempelajari dan menyesuaiakan diri dengan anggota keluarga pasangan yang memiliki perbedaan usia, minat, nilai, pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya dengan dirinya. Masalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan menjadi serius pada tahun-tahun awal perkawinan (Hurlock 2002). Menurut Hurlock (2002) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan anatara lain: stereotipe tradisional, keinginan untuk mandiri, keluargaisme (lebih banyak menggunakan waktunya bersama keluarga), mobilitas sosial, anggota keluarga berusia lanjut, dan bantuan keuangan untuk keluarga pasangan. Keluarga masing-masing pasangan pun memiliki pengaruh dalam kehidupan rumah tangga. Pengaruh dari keluarga masing-masing pasangan dapat menimbulkan masalah, hal ini dikarenakan adanya ikatan keluarga besar. Setiap orangtua masih merasa mempunyai hak atas anaknya yang telah menikah. Mertua ataupun orangtua merasa bahwa hak-hak atas anaknya direbut oleh menantunya dan sering terjadi perebutan cinta kasih antara mertua dan menantu. Persaingan ini bisa meruncing dan bisa menimbulkan percekcokkan (Gunarsa 1982). Menurut Hurlock (2002) keberhasilan perkawinan tercermin pada besar kecilnya hubungan interpersonal dan pola perilaku. Ada beberapa kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan antara lain: kebahagiaan suami istri, hubungan yang baik antara anak dan orangtua, penyesuaian yang baik dari anak-anak, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan. masalah keluarga, dan 15 Pola Komunikasi Di setiap sisi kehidupan, manusia tidak akan pernah terlepas dari komunikasi. Hal ini disebabkan karena setiap saat manusia selalu melakukan interaksi dengan orang lain (Paruntu 1998). Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna yang ada dalam lingkungan (Turner & West 2007) Komunikasi juga merupakan pembelajaran dasar dari suatu interaksi, dan interaksi tersebut adalah dasar dari sosialisasi (Orenstein 1985 dalam Puspitawati 2009). Menurut Day et al. (1995) dalam Puspitawati (2009) komunikasi merupakan proses mendapatkan respon melalui simbol-simbol verbal. Beberapa konsep komunikasi meliputi pembelajaran, pengertian, subjektivitas, timbal balik, dan negosiasi serta mediasi (Ruben 1988; Leaky 2002 dalam Puspitawati 2009). Dalam pendekatan ilmu sosiologi, hubungan antar manusia harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Hubungan antar manusia ini kemudian saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya melalui pengertian yang diungkapkan, informasi yang dibagi, semangat yang diberikan, dan seluruh pesannya membentuk pengetahuan. Komunikasi manusia juga terjadi dalam suatu konteks budaya tertentu dan mempunyai batas-batas tertentu (Rubrn 1988; Liliweri 1997 dalam Puspitawati 2009). Aplikasi komunikasi dalam keluarga berkaitan dengan fokus pemahaman diri dari para anggota keluarga. Teori yang digunakan dalam pendekatan komunikasi adalah teori sistem dengan konsep yang memperkenalkan organisasi, sirkularitas, keutuhan, interdependensi antar elemen-elemen sistem, keseimbangan dan perubahan, serta interaksi (Ruben 1988; Hinde & Hinde 1988 dalam Puspitawati 2009). Permasalahan keluarga yang semakin rentan akhir-akhir ini menjadi semakin melemahnya kualitas komunikasi antar anggota keluarga sehingga memudarkan fungsi keluarga dalam melindungi anggotanya dari pengaruh pihak luar. Disatu sisi, saat ini pengaruh luar terhadap pribadi keluarga semakin kuat akibat peningkatan teknologi komunikasi di era informasi dan globalisasi (Sunario 1995 dalam Puspitawati 2009). Dalam menyampaikan komunikasi, terdapat perbedaan pola komunikasi antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dipandang lebih tenang dan malu-malu. Kaum perempuan juga seringkali terbuai oleh angan-angan dan impian yang indah sehingga pola komunikasi mereka 16 selalu dibumbui oleh kata-kata mesra, ungkapan-ungkapan cinta, dan harapanharapan (Surbakti 2008). Menurut Surbakti (2008) perempuan selalu diidentifikasikan dengan kelemahlembutan, kehalusan perasaan, kehangatan cinta, kerentanan fisik dan psikis, dan hal-hal yang berkaitan dengan keindahan. Kelemahlembutan perempuan tercermin dari pola komunikasi yaitu tidak berterus terang, sering ragu-ragu dalam mengambil keputusan, kurang percaya diri, bersikap pasif dan menunggu, serta membiarkan pasangannya menafsirkan komunikasi yang ditunjukkannya. Kesalahan yang dilakukan laki-laki umumnya adalah tidak peka terhadap hati nurani sehingga salah menasfsrikan komunikasi sang istri. Sehingga berakibat timbul perselisihan karena perbedaan persepsi. Salah satu pola komunikasi yang sangat dikuasai perempuan adalah menggunakan bahasa tubuh. Perempuan umumnya pandai menggunakan bahasa tubuh sebagai alat komunikasi yang ampuh dan memaksimalkan kelebihan tersebut untuk mendapatkan keinginannya. Mereka juga pandai menyembunyikan perasaan dan membungkusnya dalam kemasan keluhan sehingga melibatkan pasangannya untuk menyelesaikannya (Surbakti 2008). Sedangkan pola komunikasi laki-laki lebih banyak dilandasi oleh pertimbangan rasional daripada emosional, laki-laki lebih dianggap tegas, terus terang, berani, dan rasional. Rasionalisasi komunikasi dalam rumahtangga juga menyebabkan peristiwa komunikasi kehilangan sukma. Bagaimanapun, pola komunikasi dalam rumahtangga pasti selalui dibumbui oleh unsur-unsur yang melibatkan emosional, hal ini dikarenakan ikatan suami istri tidak didasarkan pada ikatan formal berdasarkan kontrak hukum, melainkan didasarkan pada komitmen yang melibatkan jiwa dan raga (Surbakti 2008). Rasionalisasi pola pikir menyebabkan laki-laki lebih sering menyembunyikan dan memikul sendiri beban pikiran dan perasaannya daripada kaum perempuan. Hal ini tidak terlepas dari pandangan budaya dan tradisi yang selalu menempatkan kaum laki-laki pada posisi yang kuat, tangguh, jantan, tidak mudah mengeluh, dan berani menghadapi tantangan (Surbakti 2008). Pandangan ini menyebabkan suami tidak berani berterus terang untuk mengungkapkan ketakutan, kegelisahan, ketidakberdayaan maupun kekhawatirannya (Surbakti 2008). Perbedaan pola komunikasi antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 1. 17 Pola Komunikasi Pria Wanita ‐Tegas -Berani -Rasional -Terus terang ‐Emosional -Ragu-Ragu -Tersembunyi -Bahasa Tubuh Menyatakan pendapat Gambar 1 Pola komunikasi pria dan wanita Kreppner dan Lerner (Zeitlin 1995) dalam Puspitawati (2009) mengemukakan pendapat bahwa keluarga merupakan suatu sistem yang menekankan pada dimensi interaksi keluarga, suatu seri dari interaksi timbal balik dua arah, dan juga gabungan dari interaksi antar seluruh sub kelompok keluarga (dyadic, triadic, tetradic), serta suatu sistem hubungan internal yang menyangkut dukungan sosial, dan hubungan intergenerasi. Menurut Burgess dalam Boss et al. (1993), keluarga merupakan kesatuan dari interaksi antar pribadi. Keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, karena masing-masing anggota keluarga mempunyai intensitas hubungan satu sama lain dan saling tergantung. Sistem interaksi interpersonal dapat dilukiskan pada Gambar 2. Ayah Anak ke-1 Ibu Anak ke-2 Gambar 2 Sistem Interpersonal dalam Keluarga Berdasarkan Gambar 2 sistem interaksi yang terjadi dalam keluarga yang terdiri dari orangtua (ayah dan ibu) serta dua orang anak, terjadi enam buah interaksi interpersonal, yang digambarkan dengan tanda panah. Makin banyak anggota keluarga, maka makin banyak pula jumlah interaksi interpersonal yang 18 terjadi dan semakin kompleks (Puspitawati 2009). Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi. Guardja et al., (1992) menjelaskan bahwa jenis komunikasi yang terjadi dalam keluarga pada umumnya berupa komunikasi langsung, baik secara verbal maupun secara nonverbal. Kecuali dalam keadaan tertentu terjadi komunikasi tidak langsung dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga merupakan aspek yang dianggap perlu untuk dibahas dalam penelitian karena setiap anggota keluarga terikat satu sama lain melalui proses interaksi dan komunikasi (Nugroho 2007). Komunikasi keluarga adalah proses mengembangkan intersubjektifitas (intersubjetivity) dan pengaruh (impact) lewat penggunaan kode antara kelompok akrab yang memunculkan perasaan dan identitas kelompok, lengkap dengan ikatan kuat kesetiaan dan emosi. Intersubjektivitas (intersubjetivity) adalah pembentukan arti yang dibagi atau proses dimana kita mengerti pihak lain dan pihak lain mengerti kita. Pengaruh (impact) adalah tingkat efektifitas suatu pesan dalam mengubah kognisi, emosi, atau perilaku penerima (Noller & Fitzpatrick 1993 dalam Nugroho 2007). Komunikasi keluarga yang efektif akan dapat menimbulkan saling pengertian, kesenangan, saling mempengaruhi sikap dan penghormatan, kedekatan, serta tindakan bersama-sama (family identity) (Pemdadiy 2005 dalam Nugroho 2007). Peran yang ada di dalam keluarga dilaksanakan melalui komunikasi (Suleeman 1990 dalam Nugroho 2007). Komunikasi antar pribadi mengharuskan terjadi pertukaran kode atau pengaturan simbol secara sistematis seperti huruf, kata, dan isyarat yang mempunyai makna yang telah dikenal dan dipergunakan oleh komunikator. Identitas keluarga (family identity) adalah identitas yang terbentuk lewat budaya dan peleburan antara bermacam identitas sosial (melding of various social identities). Keluarga selalu terpapar dengan norma dan nilai dalam satu budaya tertentu (Nugroho 2007). Ikatan kuat kesetiaan dan emosi dalam keluarga memaparkan bahwa antar anggota keluarga menjadi saling ketergantungan (interdependence) yaitu seseorang mempunyai pengaruh bagi orang lain: mempengaruhi perasaan, pikiran, atau perilaku orang lain, dan komitmen (commitment) yaitu anggota keluarga terikat dengan kesejahteraan anggota lain. Ikatan emosi menimbulkan pengaruh yang kuat dalam komunikasi dan bagaimana komunikasi tersebut diterjemahkan (Nugroho 2007). 19 Menurut Friedman (1998) pola komunikasi dibagi menjadi dua jenis yaitu pola komunikasi fungsional dan pola komunikasi nonfungsional atau disfungsional. 1. Pola komunikasi fungsional Pola komunikasi fungsional dapat dikaji dari adanya komunikasi yang jelas dan kongruen, adanya ekspresi perasaan, komunikasi terbuka dan terfokus, adanya konflik dan solusinya, adanya kesesuaian antara perintah dengan isi pesan, dan penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari pesan mirip dengan pengirim. Dalam komunikasi fungsional terdapat keterbukaan dan kejujuran yang cukup jelas antar anggota keluarga (Friedman 1998). 2. Pola komunikasi nonfungsional atau disfungsional Pola komunikasi nonfungsional dapat dilihat dengan adanya kondisi yang berpusat pada diri sendiri, kurangnya empati, adanya komunikasi tertutup (tidak langsung), serta tidak ada kesesuaian antara isi pesan dengan perintah (Friedman 1998). Pola komunikasi keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu situasi dan kondisi, latar belakang etnik keluarga, bentuk keluarga, siklus kehidupan keluarga, perbedaan jenis kelamin, status sosioekonomi keluarga dan budaya khas keluarga (Friedman 1998). Komunikasi dalam perkawinan Komunikasi yang baik antara suami istri adalah bagian yang penting dalam kualitas perkawinan (Kammeyer 1987). Hasil penelitian menunjukkan komunikasi yang efektif akan mengarah pada kualitas perkawinan yang baik (Lewis & Spanier 1979 dalam Kammeyer 1987). Rathus, Nevid, dan Fichner Rathus (1993) dalam Paruntu (1998) menyatakan bahwa komunikasi yang baik merupakan hal penting dalam hubungan yang intim seperti perkawinan. Penelitian lain menunjukkan bahwa komunikasi yang baik adalah alat ukur dari kualitas hubungan perkawinan (Spanier 1976 dalam Kammeyer 1987). Pasangan yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan memperbaiki hubungan mereka. Dengan adanya hubungan yang membaik, pasangan akan termotivasi untuk memperbaiki komunikasi mereka pada kejadian yang lain (Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987). Dimensi-dimensi dari komunikasi yang penting antara lain: keterbukaan dan kejujuran, dukungan, dan keterbukaan diri. 20 Keterbukaan dan kejujuran Menurut Satir (1972) dalam Kammeyer 1987 salah satu dimensi dari kejujuran yaitu leveling. Leveling adalah cara berkomunikasi yang mengungkapkan perasaan seseorang secara akurat, dan tanpa pesan yang membingungkan. Untuk berkomunikasi akurat berarti bahwa jika seseorang marah kepada pasangan atas sesuatu yang telah dilakukan, maka perasaan tersebut diungkapkan secara langsung. Sebuah gambaran kedua dari kejujuran dan keterbukaan yakni pembicara harus memberikan dorongan secara tersembunyi. Jika tujuan untuk mendapatkan pengendalian tersembunyi, kekuasaan di atas orang lain, situasi sulit, memanipulasi orang lain, hal tersebut merupakan komunikasi tidak jujur. Ketika keterbukaan dan kejujuran menjadi bernilai dalam komunikasi, hal tersebut tidak mengikuti suami istri harus selalu melengkapi dan benar-benar ikhlas. Khayalan yang idealis yaitu berpikir bahwa seseorang dapat jujur di setiap waktu. Banyak orang yang menikah mengetahui bahwa ada batasan untuk keterbukaan dan kejujuran secara intuitif. Dukungan dalam komunikasi Dukungan dalam komunikasi berarti harus memperlakukan seseorang yang sedang berbicara dengan penuh perhatian dan menghormati. Peran pendukung dalam komunikasi adalah mendengarkan dan merespon seluruh aktivitas ketika orang lain berbicara atau memulai kegiatan. Ketika seseorang berbicara pada orang lain, mungkin untuk merespon dalam berbagai cara. Kita dapat mengabaikan mereka, menolak mereka, atau dapat memberikan respon positif pada mereka. Respon positif untuk orang lain adalah perkataan yang telah ditegaskan (Watzlawick et al 1967 dalam Kammeyer 1987). Hal ini penting terutama ketika pasangan berbicara satu sama lain bahwa mereka saling memberi ketegasan satu sama lain. Secara keseluruhan yang penting yaitu memperhatikan orang lain ketika berbicara. Melalui bahasa tubuh dan isyarat verbal mungkin pembicara dapat tertarik dan terlibat. Hubungan yang baik tergantung pada jenis dukungan dan konfirmasi (merespon secara positif), dan studi menunjukkan bahwa ketika pasangan yang menikah memperhatikan kualitas komunikasi mereka, maka kepuasan dan kualitas 21 pernikahan mereka juga akan lebih besar (Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987). Keterbukaan Diri Keterbukaan diri sama dengan keterbukaan dan kejujuran, tetapi ada beberapa elemen perasaan dan emosi yang lebih kuat. Berbicara dengan oranglain tentang ketakutan, harapan, dan keinginan merupakan inti dari keterbukaan diri (Jourard 1971 dalam Kammeyer 1987). Tetapi tidak hanya perkataan dan pertukaran keakraban antara dua orang. Rubin (1983) dalam Kammeyer (1987) menyebutnya dengan keakraban. Keakraban adalah salah satu jenis timbal balik dari perasaan dan pikiran tidak keluar dari ketakutan atau tergantung kebutuhan, tetapi keluar dari keinginan untuk mengetahui kehidupan orang lain dan untuk dapat berbagi satu sama lain (Rubin 1983 dalam Kammeyer 1987). Penelitian menunjukkan bahwa secara umum self-disclosure dengan kepuasan pernikahan berhubungan positif (Hendrick 1981 dalam Kammeyer 1987). Ada juga pandangan yang menyatakan bahwa jika keterbukaan diri terlalu berlebihan, bahkan jika tidak negatif, maka bisa merusak hubungan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa ketika pasangan terlalu membuka diri, khususnya keraguan diri, akan berakibat buruk bagi kepuasan perkawinan (Cozby 1973 dalam Kammeyer 1987). Bagaimanapun, jika terlalu banyak keterbukaan diri kadang-kadang dapat meredam suatu hubungan, ada kesepakatan yang berkembang bahwa jika terlalu sedikit keterbukaan diri akan menjadi masalah yang lebih serius bagi banyak pasangan yang sudah menikah. Keterbukaan diri yang terlalu sedikit dapat berbahaya bagi hubungan perkawinan, jika salah satu dari pasangan mengungkapkan perasaan lebih akrab daripada yang lain. Bahkan jika salah satu pasangan merasakan ketidakseimbangan dalam jumlah pengungkapan diri, akan berakibat pada hubungan buruk (Davidson et al,. 1983 dalam Kammeyer 1987). Pria sering menemukan kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan emosi, dan lebih memilih untuk tetap diam. Pandangan lain menemukan sumber dari perbedaan laki-laki dan perempuan dalam ungkapan emosional pada kenyataannya yaitu dari pengasuhan ibu (Chodorow 1978; Rubin 1983 dalam Kammeyer 1987). Karena ibu adalah pengasuh utama pada bulan-bulan pertama dan tahun pertama dalam kehidupan balita, balita membuat kelekatan dengan ibu. Selanjutnya balita membuat identifikasi dengan ibu. 22 Menurut Paruntu (1998) komunikasi yang ada dalam sebuah perkawinan digolongkan sebagai sebuah bentuk dari komunikasi interpersonal karena di dalamnya terlibat dua pihak yang saling melakukan komunikasi dan masingmasing pihak memandang pasangan komunikasi sebagai individu yang utuh. Komunikasi yang ada di dalam perkawinan merupakan sebuah komunikasi yang unik karena komunikasi interpersonal terjadi pada dua orang yang terlibat hubungan intim. Pearson (1983) dalam Paruntu (1998) menyebutnya sebagai komunikasi intim.Komunikasi interpersonal menurut Pearson (1983) adalah proses pertukaran arti (informasi) antar individu. Hubungan interpersonal akan terlihat baik jika dua orang anggotanya memiliki persepsi yang sama dalam berkomunikasi serta keduanya melakukan komunikasi yang efektif. Haber dan Runyon (1984) dalam Paruntu (1998) mengatakan bahwa dengan adanya komunikasi yang efektif dalam sebuah perkawinan, maka masing-masing individu merasa bebas untuk mengungkapkan ide-ide kepada pasangannya. Strong dan De Vault (1989) dalam Paruntu (1998) mengatakan bahwa komunikasi dalam perkawinan adalah perasaan senang yang dirasakan pasangan karena dapat saling menemani, perasaan gembira dalam melakukan pembicaraan, bertukar sentuhan dan senyum, serta perasaan cinta yang tidak terucap. Keharmonisan sebuah keluarga sangat didukung oleh komunikasi yang baik dari suami istri. Tidak heran bahwa riset dan statistik memperlihatkan bahwa penyebab utama perceraian, ataupun kegagalan sebuah rumah tangga, adalah dikarenakan gagalnya suami istri berkomunikasi dengan baik. Untuk mengatasi hal itu, ada beberapa prinsip dasar dalam komunikasi yang perlu diketahui oleh suami dan istri (Paulpla 2009). Beberapa prinsip dasar dalam komunikasi suami istri antara lain: 1. Komunikasi adalah kebutuhan, dan alat untuk memenuhi kebutuhankebutuhan lainnya. Manusia adalah mahluk pribadi dan sekaligus sosial. Baik sebagai pribadi, maupun sebagai dalam hubungan sosial, ada kebutuhan mendasar yang perlu diisi lewat komunikasi. Kebutuhan itu adalah: rasa aman lahir batin, saling menghargai, saling berbagi, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan kenyamanan fisik, dan kebutuhan seksual. 2. Komunikasi suami istri adalah sebuah proses menuju keintiman. Sewaktu berpacaran komunikasi dilakukan ketika kita ingin, namun ketika sudah menikah mau tidak mau, tepat atau tidak tepat kita akan berkomunikasi. 23 Ketika bersatu sebagai suami istri, sebenarnya kita sedang berproses dalam hal-hal berikut: • Proses memahami satu sama lain • Proses menciptakan suatu lingkungan yang aman • Proses menyelesaikan masalah 3. Komunikasi suami istri adalah bentuk kasih. Tentu saja disini bukan hanya bersifat kata-kata semata, tetapi lebih dalam dari itu yaitu kehadiran dan mendengar. Memberikan dukungan yang positif, bisa lewat kata-kata yang memberi semangat, bisa juga lewat komunikasi non verbal, misalnya dengan memeluk, menepuk pundak, dan lain-lain. 4. Komunikasi suami istri adalah alat mencapai tujuan dan menyelesaikan masalah. Suami dan istri perlu memiliki tujuan bersama yang jelas. Untuk itu perlu ada waktu untuk berbagi aspirasi dan perasaan, sehingga tujuan bersama itu dapat didiskusikan. Tidak penah ada dua orang yang benar-benar serupa. Selalu ada perbedaan latar belakang, pandangan, kepribadian atau pekerjaan sekali pun. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk menyatukan dua hal yang berbeda dalam hubungan seumur hidup. Pasti akan terjadi konflik dan gesekan, yang bisa terjadi dari suami istri sendiri, ataupun gesekan dari luar, yang memicu ketegangan dalam hubungan suami istri. Untuk itu komunikasi berperan sangat besar untuk menyelesaikan masalah ini (Paulpla 2009). Keharmonisan Keluarga Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui proses akad nikah yang memiliki tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera (Bakry 1996 dalam Aisyah 2004). Menurut Fittro (2002) dalam Aisyah (2004) terdapat beberapa ciriciri pasangan yang bahagia dalam perkawinannya, antara lain: 1. Pasangan saling memberi dan menemukan kebutuhan emosionalnya yang akan diberikan pada orang lain. 2. Pasangan memiliki kekuatan komitmen dalam perkawinannya. Pasangan tidak memaksakan kebahagiaannya untuk dapat diterima dengan benar, melainkan bertekad untuk bekerjasama dalam membangun perkawinan. 3. Pasangan memiliki kekuatan hubungan. Pasangan tidak kehilangan satu sama lain dalam berhubungan meskipun masing-masing memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, mengambil keputusan, dan mengejar cita- 24 cita pribadi. Akan tetapi yang menjadi prioritas utama pasangan adalah keharmonisan perkawinan. 4. Pasangan memiliki gairah seksual yang tinggi. Berhubungan seksual merupakan aspek yang sangat penting dan pusat dalam perkawinan. 5. Pasangan senang berbicara. Orang yang bahagia dalam perkawinannya lebih banyak meluangkan waktu untuk berbincang-bincang mengenai berbagai hal dengan pasangannya. Masing-masing langsung terbuka dan tidak memanipulasi pembicaraan. 6. Pasangan memiliki pandangan positif tentang hidup. Kepercayaan tentang suatu hal sangat membantu pasangan dalam menanggulangi krisis yang muncul dalam perkawinan. 7. Pasangan mengekspresikan apresiasinya (penghargaan) serta saling memberikan pujian. 8. Pasangan memiliki keteguhan dalam beragama. 9. Pasangan sensitif terhadap orang lain (berempati). 10. Pasangan bersama-sama tumbuh, berubah, dan bekerja keras untuk perkawinan. Menurut Gunarsa (2008) sebuah keluarga dikatakan harmonis jika seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial. Hurlock (2002) mendefinisikan suami istri yang bahagia yaitu suami istri yang memperoleh kebahagiaan bersama dan menghasilkan keputusan yang diperoleh dari peran yang dimainkan secara bersama, mempunyai cinta yang matang dan mantap satu sama lain, serta dapat melakukan penyesuaian dengan baik. Gunarsa (2008) mengungkapkan bahwa keharmonisan dalam keluarga banyak ditentukan oleh keharmonisan dalam hubungan antara anggota keluarga dan hal ini juga tergantung pada pribadi-pribadi yang berada di dalam rumah. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kondisi pribadi antara lain: 1. Stabilitas kepribadian Stabilitas kepribadian terbentuk melalui proses perkembangan kepribadian yang telah dialami seseorang. Peranan latar belakang keluarga, pendidikan, sosial dan lingkungan fisik, sangat berpengaruh dalam proses perkembangan tersebut. Stabilitas kepribadian dipengaruhi pula oleh keadaan keluarga saat ini, yaitu ukuran keluarga. Keluarga yang berukuran besar akan 25 membentuk pola hubungan yang bertambah majemuk, dengan kemungkinan akan terjadi ketegangan yang lebih besar dalam hubungan antar anggota keluarga. Perbedaan pola pikir, tujuan hidup, dan pola sikap sehari-hari yang berbeda-beda antar anggota keluarga juga dapat menimbulkan suasana tegang, tidak sepaham, saling menuntut atau memaksa. Apabila stabilitas kepribadian kurang dipahami oleh anggota keluarga maka penyesuaian diri akan menjadi lebih sulit terbina. 2. Tekanan ekonomi Tekanan ekonomi dapat menimbulkan ketegangan tersendiri dalam keluarga. Akan tetapi ketegangan yang dirasakan oleh setiap keluarga berbedabeda, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan dimana sebuah keluarga tinggal serta kebutuhan yang diperlukan setiap keluarga juga berbeda-beda. Tekanan ekonomi mengakibatkan lingkungan dan ruang hidup seseorang dirasakan menjadi sempit dan tertekan. Menurut Hetherington dan Parke (1979) dalam Gunarsa (2008) menyatakan bahwa tekanan ekonomi dan kepadatan dalam keluarga berkontribusi timbulnya stres dalam keluarga. Kepadatan dalam keluarga berpengaruh besar terhadap hubungan antar pribadi dalam keluarga. Hal ini dikarenakan setiap anggota keluarga memiliki usia, pendidikan, tugas, kegiatan dan tanggung jawab yang berbeda-beda satu sama lain. Keharmonisan keluarga adalah salah satu dimensi dalam keluarga yang menunjukkan adanya keseimbangan dan keteraturan serta kepuasan terhadap apa yang telah dicapai dalam keluarga (Aisyah 2004). Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memilki konflik yang minimal, menciptakan komunikasi terbuka, saling menghargai dan memiliki kepuasan terhadap apa yang diperoleh keluarga. Deaux dan Wrightsman (1988) dalam Paruntu (1998) mengatakan bahwa dalam perkawinan terdapat sebuah hubungan antar individu yang memiliki intensitas dan keintiman yang tinggi, komunikasi merupakan proses pusat untuk melakukan hubungan tersebut. Menurut Nurzainun dan Prihatiningsih (2006) sebuah keluarga akan harmonis bila para anggota keluarga dapat berhubungan secara serasi dan seimbang, saling memuaskan kebutuhan anggota lainnya serta memperoleh pemuasan atas segala kebutuhannya. Hubungan suami istri yang serasi dapat ditunjukkan dengan adanya penyesuaian diri antara keuarga, adanya saling pengertian antara pasangan, adanya saling penghargaan, adanya saling bertanggung jawab, adanya saling gotong royong, dan adanya pengakuan dari 26 kedua belah pihak bahwa masing-masing berhak atas perwujudan diri pribadi. Dalam komunikasi suami istri ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pasangan seperti kebutuhan rasa aman lahir batin, saling menghargai, saling berbagi pengalaman, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan kenyamanan fisik dan kebutuhan seksual. Jika salah satu kebutuhan ada yang tidak terpuaskan maka akan berdampak pada salah satu pihak menjadi tidak bahagia dan akhirnya dapat menganggu keharmonisan keluarga (Nurzainun dan Prihatiningsih 2006). Adanya konflik baik fisik maupun non fisik antar pasangan akan menyebabkan ketidakharmonisan keluarga yang dapat mengarah pada distabilitas dan disorganisasi dalam keluarga. Perceraian merupakan akhir dari konflik yang tidak dapat diselesaikan oleh pasangan suami istri (Hastuti 2002 dalam Aisyah 2004). Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk menjadikan keluarga yang harmonis menurut Munandar (1983) dalam Aisyah (2004) antara lain: keadaan kesehatan dan warisan biologi untuk menjamin keturunan yang sehat, latar belakang atau lingkungan hidup pasangan, norma-norma tingkah laku yang dianut pasangan, faktor ekonomis, status sosial pasangan, pendidikan, usia, agama, budaya, dan kebangsaan. Kepuasan perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah perasaan subyektif dari pasangan suami istri terhadap perkawinan mereka secara keseluruhan maupun terhadap aspek-aspek spesifik dari hubungan perkawinan (Paruntu 1998). Hal ini berarti kepuasan perkawinan bagi suami istri memiliki arti yang berbeda. Redy, Birent dan Scaie dalam Perlmuter dan Hall (1985) dalam Paruntu (1998) menemukan bahwa kepuasan perkawinan bagi suami adalah terpenuhinya perasaan dihargai, kesetiaan dan komitmen terhadap masa depan. Sedangkan bagi istri adalah terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan adanya keintiman (intimacy). Menurut Gottman (1998) dalam Wisnubroto (2009) aspek-aspek kebahagiaan perkawinan antara lain: pengetahuan tentang pasangan, memelihara rasa suka dan kagum, saling mendekati, menerima pengaruh dari pasangan, kemampuan memecahkan masalah, dan menciptakan makna bersama. Studi menunjukkan apabila pasangan memiliki latar belakang (agama, ras, dan sosial ekonomi) keluarga yang sama maka kualitas perkawinan akan lebih besar. Kualitas perkawinan berhubungan positif dengan sumberdaya dan kemampuan diri, seperti pendidikan, fisik dan mental yang baik, serta ekonomi 27 yang tinggi. Dukungan teman dan tetangga juga berhubungan dengan tingginya kualitas perkawinan (Kammeyer 1987). Adanya saling pengertian antara suami istri merupakan faktor yang penting supaya tercapai hubungan yang harmonis. Mengertikan motif-motif tingkah lakunya, sebab-sebab mengapa pasangan berbuat demikian, mempunyai pengertian untuk latar belakang hidup pasangannya. Jika ada saling pengertian antara kedua belah pihak, ini menjadikan mereka lebih toleran. Toleransi sangat penting dalam hubungan suami istri. Toleransi atas kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan, dan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik dari pihak yang lain. Hal tersebut juga penting untuk suatu perkawinan yang harmonis, dimana kedua belah pihak merasakan kebahagian dan kepuasan, jika saling menghargai antara keduanya. Penghargaan dalam hal kepribadian, prestasi, minat, dan individualitas dari pasangannya. Hal ini erat hubungannya dengan pengakuan diri kedua belah pihak, bahwa masing-masing berhak atas kehidupan pribadinya (Munandar 1985). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga Menurut Florence Issac dalam Bastaman (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga antara lain: a. Komitmen: niat dan itikad dari suami istri untuk tetap mempertahankan perkawinan dari berbagai masalah yang dihadapai keluarga. b. Harapan-harapan realistis: pada awal perkawinan biasanya masing-masing pihak memiliki harapan lebih terhadap sikap dan tindakan yang ideal dari pasangannya. c. Keluwesan: kesediaan suami istri untuk menyesuaikan diri dan meningkatkan toleransi terhadap hal-hal yang berbeda dari pihak pasangannya, baik dalam sikap, minat, sifat dan kebiasaan. d. Komunikasi: kesediaan dan keberhasilan suami istri untuk saling memberi dan menerima pendapat, tanggapan, ungkapan, keinginan, saran, umpan balik tanpa menyakitkan hati salah satu pihak. Komunikasi yang efektif bersifat terbuka, demokratis dan dua arah (timbal balik antara suami istri). e. Silang pendapat dan kompromi: perbedaan pendapat merupakan hal yang tidak dapat dihindari dari perkawinan. Oleh karena itu suami istri harus dapat menemukan cara-cara efektif untuk mencapai kesepakatan dan meredakan kemarahan. 28 f. Menyisihkan waktu untuk berduaan: menyediakan waktu bersama sangat penting bagi keluarga terutama suami istri. g. Hubungan seks: Maslow mengatakan bahwa kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup. Salah satu kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan seks. Karena merupakan kebutuhan dasar, maka kebutuhan-kebutuhan fisiologis akan didahulukan pemuasannya. Oleh karena itu, hubungan seks harus tetap dilakukan dan dipertahankan dengan kesadaran bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk komunikasi dan kebersamaan yang paling intim. h. Kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan: bila terjadi kesulitan dan masalah-masalah menghadapi dan di dalam keluarga, menyelesaikannya secara menyebabkan semakin erat hubungan suami istri. pasangan harus bersama. Hal ini mampu dapat 29 KERANGKA PEMIKIRAN Keharmonisan keluarga bersumber dari kerukunan hidup di dalam keluarga. Ciri-cirinya yaitu sesama anggota keluarga terdapat hubungan yang nyata, teratur dan baik, terutama hubungan antara suami istri. Suami istri harus dapat menyesuaikan diri satu sama lain terhadap sifat dan sikap yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada keberhasilan dalam hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adanya kepuasan dalam perkawinan, mencegah kekecewaan dan perasaan-perasaan bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri serta di kehidupan dalam bermasyarakat (Hurlock 2002). Penyesuaian merupakan interaksi individu yang secara terus-menerus dengan dirinya, orang lain, dan dengan dunianya. Penyesuaian diri menurut Atwater (1983) dalam Hapsariyanti dan Taganing (2009) adalah suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.Suami istri memiliki peran yang sangat besar dalam membina keluarga serta harus saling memiliki kesamaan persepsi dalam mendidik anak dan mengarahkan kedepannya. Suatu hal yang tidak mudah untuk menyatukan dua karakter yang berbeda dalam mewujudkan visi perkawinan secara bersama-sama. Sikap saling pengertian merupakan tiang yang utama di dalam sebuah bangunan keluarga. Apabila di dalam sebuah keluarga tidak ada sikap saling pengertian antara suami istri maka akan menimbulkan konflik di dalam keluarga tersebut, sehingga dapat menyebabkan ketidakbahagiaan dalam perkawinan. Individu yang tidak bahagia dengan sendirinya akan mengalami tekanan jiwa, depresi, dan gangguan emosi lainnya. Ketidakbahagiaan seseorang dapat berdampak pada orang-orang yang berada di sekelilingnya, keluarga terdekat, dan terlebih kepada anak-anaknya sendiri. Keharmonisan keluarga adalah salah satu dimensi dalam keluarga yang menunjukkan adanya keseimbangan dan keteraturan serta kepuasaan terhadap apa yang telah dicapai dalam keluarga. Keluarga yang harmonis yaitu keluarga yang memiliki konflik yang minimal, komunikasi terbuka, saling menghargai dan memiliki kepuasan terhadap apa yang diperoleh keluarga. Keharmonisan sebuah 30 keluarga sangat didukung oleh komunikasi yang baik dari suami istri. Riset memperlihatkan bahwa penyebab utama perceraian, ataupun kegagalan sebuah rumah tangga, adalah dikarenakan gagalnya suami istri berkomunikasi dengan baik (Paulpla 2009). Komunikasi yang memiliki skala paling kecil, namun berdampak besar, adalah komunikasi dalam keluarga. Keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak, dan mungkin kakek atau nenek, adalah satu kesatuan yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki visi dan misi bersama. Keluarga tidak jauh beda dengan organisasi, setiap anggota keluarga memiliki peran yang sangat penting. Untuk menyelaraskan tugas-tugas antar anggota keluarga tersebut, diperlukan komunikasi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain (Paulpla 2009). Komunikasi dalam keluarga memiliki peran yang sangat penting. Komunikasi mempengaruhi keharmonisan keluarga. Pola komunikasi yang dilakukan oleh anggota keluarga berbeda-beda. Pola komunikasi keluarga merupakan suatu cara anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang dapat mempengaruhi anggota keluarga, pola ini juga menghasilkan arti dari transaksi diantara para anggota keluarga. Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola komunikasi menurut Friedman (1998) dalam Hutabarat (2009), hal ini dikarenakan pola komunikasi tersebut lebih operasional di dalam keluarga dan lebih mudah dipahami oleh peneliti. Friedman (1998) dalam Hutabarat (2009) membagi dua pola komunikasi yakni: pola komunikasi fungsional (terbuka) dan pola komunikasi disfungsional (tertutup). 31 Karakteristik contoh - Usia - Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Suku Karakteristik Keluarga - Lama perkawinan - Jumlah anggota keluarga - Pendapatan keluarga Pola Komunikasi suami istri Penyesuaian suami istri dalam perkawinan Keharmonisan keluarga Gambar 3 Kerangka pemikiran hubungan pola komunikasi dan penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga 32 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi suami istri. Variabel yang diteliti pada penelitian interaksi suami istri yakni pola komunikasi dan penyesuaian suami istri dari suku yang sama dan berbeda dengan keharmonisan keluarga. Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional Study. Cross Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi dan penyesuaian suami istri dari suku yang berbeda dan sama dengan keharmonisan keluarga. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara purposive, yaitu Komplek Perumahan Bogor Asri, yang merupakan daerah yang cukup heterogen suku penduduknya. Waktu penelitian termasuk persiapan, pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data serta penulisan laporan mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai November 2011. Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga yang memiliki suami dan istri dengan suku masing-masing pasangan yang berbeda dan suku masing-masing pasangan yang sama. Responden dan contoh penelitian merupakan suami dan istri dengan yang sama dan berbeda. Teknik penarikan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria suami istri dengan yang sama dan berbeda. Jumlah contoh adalah 60 pasangan suami istri yang terdiri dari 30 pasangan dari keluarga beda suku dan 30 pasangan dari keluarga sama suku dengan alasan memenuhi batas minimal statistika. Data suami istri dengan yang sama dan berbeda diperoleh dari informasi RW/RT setempat, dari beberapa RW terpilih RW 11 sebagai salah satu RW yang memiliki jumlah RT lebih banyak. Contoh dalam penelitian ini adalah suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut: 1) Responden bersedia meluangkan waktunya untuk menceritakan kehidupannya baik mengenai hubungan suami istri, keharmonisan keluarga, komunikasi dalam keluarga, pekerjaan, pendidikan anak, keuangan keluarga, dan bersedia menjadi responden. 33 2) Responden dapat berkomunikasi dengan baik, responden juga ditentukan secara sengaja yang memenuhi syarat seperti keluarga yang memiliki suami dan istri dengan suku masing-masing pasangan berbeda (misal suami bersuku Jawa, istri bersuku Sunda) dan suku masing-masing pasangan yang sama (misal suami dan istri bersuku Jawa). Pemilihan tempat dilakukan secara purposive berdasarkan RW yang memiliki keluarga dengan kriteria tertentu. Karena keterbatasan penelitian untuk menjangkau wilayah RW yang masih cukup luas, kerangka sampling penelitian dipersempit dengan mengacak pemilihan contoh pada tingkat RT. Pemilihan RT juga dilakukan secara purposive didasarkan pada jumlah keluarga yang memenuhi syarat penelitian. Kabupaten Bogor n= Kelurahan Nanggewer n penduduk= 25.775 orang Komplek Perumahan Bogor Asri n RW= 13, n RT= 91 RW 11 n RT= 10 RT 2 n KK= 105 orang n Contoh beda suku= 30 pasangan suami istri n Contoh sama suku= 30 pasangan suami istri n total contoh= 120 orang Gambar 4 Tahapan pemilihan contoh. 34 Jenis dan Teknik Pengambilan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang diajukan kepada suami dan istri. Data primer yang akan diperoleh dengan bantuan kuesioner, meliputi: • Karakteristik contoh (umur, umur ketika menikah, suku, pendidikan, dan pekerjaan) dan karakteristik keluarga (lama perkawinan, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga). • Interaksi suami istri dalam keluarga meliputi pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga Kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan berbagai penelitian yang serupa terdahulu dan kuesioner telah diuji realibilitas dan validitasnya. Uji coba kuesioner dilakukan sebelum penelitian untuk mengetahui reliabilitas alat ukur. Setelah dilakukan uji coba kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut, nilai cronbach alpha untuk alat ukur pola komunikasi sebesar 0.936, nilai cronbach alpha untuk alat ukur penyesuaian sebesar 0.738, dan nilai cronbach alpha untuk alat ukur keharmonisan keluarga sebesar 0.937. Daftar pertanyaan kuesioner dirancang dengan memberikan pertanyaan terbuka dan tertutup. Data sekunder diperoleh melalui gambaran umum wilayah penelitian dan data penduduk yang diperoleh dari kecamatan dan desa, data dari BPS (Badan Pusat Statistik), buku, artikel, hasil penelitian ilmiah, jurnal, dan literatur-literatur lainnya yang mendukung. Secara rinci peubah, skala, contoh, alat dan cara pengukuran penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis data, peubah, contoh, cara pengukuran, serta skala data No. Variabel 1. Karakteristik contoh dan keluarga Data yang diteliti • • • • • 2. Pola komunikasi Umur Umur ketika menikah Lama pendidikan Pendapatan Pekerjaan Cara istri dan suami dalam melakukan komunikasi (Friedman 1998) Skala Rasio (tahun) Rasio (tahun) Jumlah Item Pertanyaan 1 1 Nominal 1 Rasio (Rp/bln) 1 1 Ordinal (1-4) 1=tidak pernah 2=emosional 3=non verbal 4=verbal 51 Cronb ach α - 0.936 35 Lanjutan Tabel 1 Jenis data, peubah, contoh, cara pengukuran, serta skala data No. Variabel Data yang diteliti Skala Ordinal (1-5) 1=sangat sulit 2=sulit 3=netral 4=mudah 5=sangat mudah Ordinal (1-3) 1=tidak puas 2=cukup puas 3=puas 4=sangat puas 3. Penyesuaian Cara istri dan suami dalam menyesuaiakan diri (Hurlock 2002). 4. Keharmonisan keluarga Kepuasan contoh terhadap keluarga Jumlah item pertanyaan 40 Cronb ach α 21 0.937 0.738 Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, koding, scoring, entry data ke komputer, cleaning, dan analisis data. Selanjutnya data diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program komputer yang relevan dengan penelitian. Analisis statistik yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan inferensia, dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti, uji cronbach alpha untuk melihat reliabilitas dari kuesioner yang digunakan, uji regresi linear berganda untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga, dan uji beda Independent t-test untuk melihat perbedaan beberapa variabel berdasarkan suku. Tabel 2 Variabel, jenis data, dan teknik pengambilan data No. 1 2 3 4 Variabel Karakteristik contoh dan keluarga (usia contoh, usia nikah contoh jumlah anggota keluarga, lama pendidikan contoh, pekerjaan contoh, pendapatan keluarga, suku contoh, dan lama perkawinan) Pola Komunikasi Keluarga (fungsional dan disfungsional) (Friedman 1998) Penyesuaian diri pasangan terdiri dari penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian keuangan, penyesuaian seksual, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan) (Hurlock 2002) Keharmonisan Keluarga Jenis Data Primer Teknik Pengambilan Data Kuesioner Primer Kuesioner Primer Kuesioner Primer Kuesioner 36 Data karakteristik contoh dan keluarga meliputi usia contoh, usia coontoh ketika menikah, pekerjaan contoh, lama pendidikan contoh, suku contoh, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, dan lama perkawinan. Suku contoh yang diteliti yaitu masing-masing pasangan yang mempunyai suku yang berbeda (misal suami bersuku Jawa dan istri bersuku Sunda) dan masing-masing pasangan yang memiliki suku yang sama (misal suami dan istri bersuku Jawa). Contoh yang memiliki suku yang sama diambil sebanyak 30 pasangan, dan contoh yang memiliki suku yang berbeda juga diambil sebanyak 30 pasangan. Sehingga total dari keseluruhan contoh yaitu 60 pasangan. Pada saat melakukan pengolahan, data variabel pola komunikasi, penyesuaian dan keharmonisan diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara skoring. Adapun rumus skoring, yaitu: Skor = (Nilai total – Nilai minimum) Nilai maksimum-Nilai minimum Setelah mendapatkan skor setiap variabel, selanjutnya skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Untuk menentukan cut off pola komunikasi, penyesuaian dan keharmonisan maka perlu dicari interval kelasnya (Slamet 1993) dengan menggunakan rumus: Interval Kelas = (Skor Maksimum – Skor minimum) Jumlah Kategori Selanjutnya, pembagian kategori adalah sebagai berikut: a. Rendah : skor minimum ≤ x ≤ skor minimum + IK b. Sedang : skor minimum + IK < x ≤ skor minimum + 2 IK c. Tinggi : skor minimum + 2 IK < x ≤ skor maksimum Dengan menggunakan rumus di atas, maka interval kelas untuk variabelvariabel tersebut yaitu: Interval Kelas (IK) = (100%–0%) = 33,3% 3 Dengan demikian cut off bagi pola komunikasi, penyesuaian dan keharmonisan, yaitu: a. Rendah : 0%– 33.3% b. Sedang : 33.4% – 66.6% c. Tinggi : 66.7% – 100% 37 Analisis yang digunakan adalah uji korelasi Pearson karena data memilki skala rasio. Data yang digunakan adalah data yang telah distandarisasi dengan menggunakan rumus: X = (X - Mean ) Std. Deviasi Uji korelasi Pearson dilakukan untuk menguji hubungan antara variabelvariabel penelitian. Rumus Korelasi Pearson yang digunakan adalah: rxy= n∑ xi yi – (∑ xi)(∑ yi) (n ∑ xi2 - (xi) 2)(n ∑ yi2 - (yi)2 Keterangan : r = koefisien korelasi rxy = korelasi antara variabel X dan Y X = skor untuk setiap butir pertanyaan Y = skor mentah setiap variabel Kuat tidaknya hubungan antara variabel X dan variabel Y diukur dengan suatu nilai yang disebut koefisien korelasi (r), dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga ( 1≤ r≤ +1). Jadi niali r dapat dinyatakan sebagi berikut : Bila r = -1 berarti korelasi antara variabel X dan Variabel Y negatif sempurna Bila r = 0 berarti korelasi antara variabel X dan Variabel Y tidak ada hubungan Bila r = -1 berarti korelasi antara variabel X dan Variabel Y positif sempurna (sangat kuat) Analsis lain yang digunakan adalah uji regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel tidak bebas yaitu pengaruh variabel-variabel penelitian dengan keharmonisan keluarga. Persamaan regresi linear berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Yij = ßO + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 +.......+ ß9X9 Keterangan : Yij ßO ß1- ß9 = Variabel Tidak Bebas = Konstanta = Koefisien Regresi Dimana: Yij X1 X2 X3 X4 X5 = Keharmonisan keluarga (skor) = Lama perkawinan (tahun) = Usia istri (tahun) = Usia suami (tahun) = Lama pendidikan istri (tahun) = Lama pendidikan suami (tahun) 38 X6 X7 X8 X9 X10 X11 = Usia nikah istri (tahun) = Usia nikah suami (tahun) = Besar keluarga (orang) = Pendapatan total (Rp/bulan) = Pola komunikasi (skor) = Penyesuaian (skor) Pola komunikasi dikategorikan berdasarkan fungsi keluarga menurut BKKBN (1994) yang terdiri dari delapan fungsi keluarga. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan peneliti membuat pernyataan mengenai pola komunikasi yang dapat mencakup seluruh hal atau aspek yang ada di dalam keluarga. Peneliti membuat pernyataan mengenai pola komunikasi berdasarkan fungsi keluarga tersebut, masing-masing fungsi terdiri dari 5 sampai 10 pernyataan. Sehingga total dari keseluruhan pernyataan mengenai pola komunikasi ada 51 pernyataan. Pernyataan mengenai pola komunikasi yang dibuat oleh peneliti akan diajukan kepada suami dan istri. Semua item pernyataan pada variabel pola komunikasi yang tertuang dalam kuisioner akan dilakukan skoring (Retnowati 2007 dalam Muladsih 2010). Skoring yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan bagaimana cara masing-masing pasangan melakukan komunikasi yaitu verbal, nonverbal, emosional, atau tidak pernah berkomunikasi. Masingmasing pernyataan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika tidak pernah, skor 2 jika emosional, skor 3 jika non verebal, dan skor 4 jika verbal. Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan, kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Setelah itu, hasil tranformasi dikategorikan ke dalam rendah (0-33,3), sedang (33,4-66,6), dan tinggi (66,7-100). Penyesuaian diri pasangan dikategorikan berdasarkan Hurlock (2002) yang membagi ke dalam empat bagian penyesuaian diri pasangan antara lain: penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian keuangan, penyesuaian seksual, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Berdasarkan pembagian tersebut peneliti membuat pernyataan mengenai penyesuaian diri pasangan. Masingmasing bagian terdiri dari 5 hingga 10 pernyataan, sehingga total keseluruhan pernyataan penyesuaian diri pasangan ada 40 pernyataan. Pernyataan mengenai penyesuaian diri pasangan yang dibuat oleh peneliti akan diajukan kepada suami dan istri. Semua item pernyataan pada variabel penyesuaian diri pasangan yang tertuang dalam kuesioner akan dilakukan skoring (Retnowati 2007 dalam Muladsih 2010). Skoring yang 39 digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan bagaimana persepsi suami istri terhadap penyesuaian yang dilakukan kepada masing-masing pasangan yaitu apakah sulit, sangat sulit, dan relatif mudah. Masing-masing pernyataan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika sangat sulit, skor 2 jika sulit, dan skor 3 jika netral (kadang mudah, kadang sulit), skor 4 jika mudah, skor 5 jika sangat mudah. Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan, kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0100 persen. Setelah itu, hasil tranformasi dikategorikan rendah (0-33,3), sedang (33,4-66,6), dan tinggi (66,7-100). Keharmonisan keluarga diukur dengan cara masing-masing pertanyaan diberi skor berdasarkan skala likert, yaitu skor 1 jika tidak puas, skor 2 jika kurang puas, skor 3 jika puas, dan skor 4 jika sangat puas. Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan, kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Setelah itu, hasil tranformasi dikategorikan rendah (0-33,3), sedang (33,4-66,6), dan tinggi (66,7100). 40 Definisi Operasional Keluarga adalah sistem unit terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang terikat oleh perkawinan, darah, adopsi, serta saling berinteraksi satu sama lain. Karakteristik Keluarga adalah suatu kondisi keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, usia keluarga, pendidikan keluarga, jenis pekerjaan contoh, serta pendapatan keluarga contoh. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga dalam suatu keluarga dan tinggal dalam satu rumah. Pendidikan adalah lama jenjang pendidikan yang ditempuh oleh contoh dan keluarga yang dinyatakan dalam tahun. Pendapatan keluarga adalah jumlah besarnya penghasilan yang diterima oleh anggota keluarga yang bekerja, baik yang berasal dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan. Penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Hurlock (2002) yang membagi penyesuaian diri ke dalam empat bagian antara lain penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian keuangan, penyesuai seksual, dan penyesuain dengan keluarga pasangan. Penyesuaian Suami Istri adalah menyatukan dua karakter individu yang berbeda, yang meliputi persetujuan suami istri terhadap hal-hal yang dirasa penting, tugas, peran, kegiatan yang serupa, serta saling memberikan kasih sayang antar pasangan. Komunikasi adalah salah satu cara makhluk hidup untuk berinteraksi satu sama lain dengan adanya pertukaran pesan atau informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui media (saluran). Pola komunikasi adalah suatu bentuk komunikasi yang dilakukan dari individu yang satu kepada individu lain, baik secara tertutup maupun terbuka. Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Friedman (2003) yang membagi pola komunikasi dalam dua bagian 41 yaitu pola komunikasi fungsional (terbuka dan langsung) dan pola komunikasi disfungsional (tertutup dan tidak langsung) Keharmonisan keluarga adalah suatu bentuk keadaan atau perasaan bahagia yang dirasakan oleh keluarga dalam mengarungi kehidupan rumahtangga, yang bersumber dari kerukunan hidup di dalam keluarga, serta mempunyai ciri-ciri sesama anggota keluarga terdapat hubungan yang nyata, teratur dan baik, terutama hubungan antara suami istri. Lama perkawinan adalah usia perkawinan contoh dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Suku adalah suatu identitas yang dimiliki oleh seseorang dari asal daerah kelahirannya. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Penelitian dilakukan di Kelurahan Nanggewer yang memiliki luas wilayah sekitar 446,493 Ha dan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara : Kelurahan Nanggewer Mekar • Sebelah Selatan : Desa Cimandala Kecamatan Sukaraja • Sebelah Barat :Kelurahan Karadenan dan Kelurahan Sukahati • Sebelah Timur : Desa Sentul dan Desa Cijujung Dari segi pembagian wilayah Kelurahan Nanggewer dibagi menjadi 13 RW dan 91 RT. Kelurahan Nanggewer terletak di dua akses jalan utama yaitu Jalan Raya Bogor-Jakarta sebelah Timur dan Jalan Raya Pemda sebelah Barat. Jarak menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan menuju ibu kota Provinsi Jawa Barat 120 km. Kondisi Demografis Jumlah penduduk Kelurahan Nanggewer hingga akhir bulan Desember 2010 tercatat sebanyak 25.775 jiwa terdiri dari laki-laki 12.807 jiwa dan perempuan 12.968 jiwa, dengan jumlah KK 7.731 KK. Dilihat dari kelompok umur, penduduk yang paling banyak berada pada kisaran umur 15 sampai dengan 54 tahun, sedangkan penduduk yang paling sedikit berada pada kisaran umur lebih dari 55 tahun. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kelurahan Nanggewer menganut agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Namun mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Kehidupan antar umat beragama di Kelurahan Nanggewer cukup harmonis. Pendidikan merupakan salah satu indikator penentu keberhasilan suatu daerah dalam pembangunan serta berkaitan langsung dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dengan demikian pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam menciptakan penduduk yang produktif dan kreatif 42 untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Nanggewer (Tabel 3). Tabel 3 Data jumlah sekolah Nama Sekolah Jumlah Sekolah Taman Kanak-Kanak 7 buah PAUD 3 buah SD 2 buah SMA 1 buah Pondok Pesantren 4 buah MI 2 buah MTS 2 buah Sumber: Data Monografi Kelurahan Nanggewer Tahun 2010 Kondisi Ekonomi Jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Nanggewer sangat beraneka ragam, sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor jasa seperti pegawai negeri, karyawan, buruh, wiraswasta, dan sebagian kecil bermata pencaharian di sektor pertanian dan peternakan (Tabel 4). Tabel 4 Data penduduk menurut mata pencaharian Mata Pencaharian Jumlah (orang) PNS 1.590 TNI/POLRI 130 Karyawan Swasta 2.568 Wiraswasta/pedagang 850 Petani dan peternak 515 Buruh 364 Sumber: Hasil Pendataan Tim PL KB Kelurahan Nanggewer Tahun 2008 Suksesnya pembangunan wilayah tidak terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana pembangunan dan fasilitas yang mendukung aktivitas perekonomian masyarakat. Sarana dan prasarana perekonomian yang ada di Kelurahan Nanggewer adalah sebagai berikut (Tabel 5). 43 Tabel 5 Data jumlah sarana dan prasarana perekonomian Nama sarana dan prasarana Jumlah Toko/warung/kios 212 buah Toko bahan bangunan 8 buah Wartel 20 buah Mini market 7 buah Ruko 1 buah Perusahaan/industri 27 buah Industri kecil rumah tangga 43 buah Sumber: Data Monografi Kelurahan Nanggewer Tahun 2010 Karakteristik Contoh dan Keluarga Lama perkawinan Lama pernikahan adalah usia pernikahan contoh dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Pembagian kategori lama pernikahan dibagi berdasarkan sebaran contoh. Pada keluarga beda suku, sepertiga (33,3%) contoh memiliki lama pernikahan 5 hingga 10 tahun dengan rata-rata 11,37 tahun. Begitupula pada keluarga sama suku, seperempat (26,7%) contoh memiliki lama pernikahan 5 hingga 10 tahun dengan rata-rata 13,7 tahun. Namun terdapat satu contoh yang memiliki lama pernikahan lebih dari 25 tahun. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan lama pernikahan pada keluarga sama suku dan beda suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan lama pernikahan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pernikahan Lama pernikahan (tahun) <5 5-10 11-15 16-20 21-25 >25 Min-Max (tahun) Rataan±SD (tahun) Nilai uji p Beda suku (n=30) n % 5 16,7 10 33,3 9 30,0 6 20,0 0 0,0 0 0,0 3-20 11,37±5,082 0,186 Sama suku (n=30) n % 4 13,3 8 26,7 7 23,3 5 16,7 5 16,7 1 3,3 2-38 13,70±8,069 44 Usia Contoh Saat Menikah Sebagian besar (93,3%) istri dan lebih dari separuh (73,3%) suami pada keluarga beda suku, menikah pada kategori usia 20-30 tahun dengan rata-rata untuk masing-masing 25,53 tahun dan 28,30 tahun. Begitupula pada keluarga sama suku, hampir seluruh (96,6%) istri dan (83,3%) suami menikah pada kategori usia 20-30 tahun dengan rata-rata masing-masing 24,70 tahun dan 27,90 tahun. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan usia menikah suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan usia ketika menikah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia ketika menikah Usia menikah (tahun) 20 – 30 31 – 40 41 – 50 Min-Max (tahun) Rataan±SD (tahun) Nilai uji p (suku) Nilai uji p (istri) Nilai uji p (suami) Beda suku Istri (n=30) Suami (n=30) 93,3 73,3 6,7 23,3 0 3,4 21-37 24-42 25,53±3,213 28,30±4,276 0,711 Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) 96,6 83,3 3,4 16,7 0 0 18-35 20-36 24,70±3,120 27,90±3,933 0,563 0,312 0,707 Suku Contoh Suku adalah suatu identitas yang dimiliki oleh seseorang dari asal daerah kelahirannya. Hampir separuh (43,3% dan 33,3%) istri dan suami pada keluarga beda suku bersuku jawa, begitupula pada keluarga sama suku, lebih dari separuh (60,0% dan 60,0%) istri dan suami juga bersuku jawa. Pada keluarga beda suku, jenis suku contoh lebih beragam antara lain suku Sunda, Betawi, Lampung, Minangkabau, Makasar, Palembang, Flores, Ambon, Tionghoa, dan Melayu. Sebaran contoh berdasarkan suku dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan suku Suku Jawa Sunda Betawi Lampung Minangkabau Makasar Palembang Flores Beda suku Istri (n=30) Suami (n=30) 43,3 33,3 33,3 16,7 0,0 16,7 3,3 3,3 16,7 6,7 0,0 6,7 0,0 3,3 0,0 3,3 Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) 60,0 60,0 20,0 20,0 10,0 10,0 3,3 3,3 6,7 6,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 45 Lanjutan Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan suku Suku Beda suku Istri (n=30) Suami (n=30) 3,3 3,3 0,0 3,3 0,0 3,3 Ambon Tionghoa Melayu Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Usia Contoh Lebih dari separuh (76,7% dan 53,3%) istri dan suami pada keluarga beda suku berada pada kategori usia 20-40 tahun dengan rata-rata 36,37 tahun untuk istri dan 39,13 tahun untuk suami. Sedangkan pada keluarga sama suku lebih dari separuh (60,0%) istri berada pada kategori usia 20-40 tahun dengan rata-rata 38,63 tahun, lain halnya dengan suami (56,7%) berada pada kategori usia 41-60 tahun dengan rata-rata 41,47 tahun. Berdasarkan Papalia & Old (2009) dewasa awal adalah umur yang berada pada rentang 20-40 tahun, dewasa madya (41-60 tahun) dan dewasa akhir (61 tahun ke atas). Hal ini berarti lebih dari separuh (76,7% dan 53,3%) istri dan suami pada keluarga beda suku termasuk ke dalam kategori dewasa awal, begitupula dengan istri pada keluarga sama suku lebih dari separuh (60,0%) istri berada pada kategori dewasa awal. Sedangkan suami pada keluarga sama suku (56,7%) berada pada kategori dewasa madya. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan usia antara suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05).Sebaran contoh berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 9 . Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia contoh (tahun) 20 – 40 41 – 60 >60 Min-Max (tahun) Rataan±SD (tahun) Nilai uji p (suku) Nilai uji p (istri) Nilai uji p (suami) Beda suku Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) Istri (n=30) Suami (n=30) 76,7 53,3 60,0 43,3 23,3 46,7 40,0 56,7 0,0 0,0 0,0 0,0 29-51 30-47 26-56 28-57 36,37±5,242 39,13±5,090 38,63±7,323 41,47±7,205 0,941 0,921 0,173 0,153 Besar keluarga inti Besar keluarga menunjukkan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan mengelola sumberdaya secara bersama-sama. Besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori menurut BKKBN yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). 46 Berdasarkan kategori besar keluarga menurut BKKBN, lebih dari separuh (80,6%) keluarga inti contoh pada keluarga beda suku dan (70,0%) keluarga inti contoh pada keluarga sama suku termasuk ke dalam kategori keluarga kecil dengan rata-rata jumlah anggota keluarga empat orang. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan besar keluarga inti pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga inti dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga inti Besar keluarga inti (orang) Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (>7 orang) Min-Max (orang) Rataan±SD (orang) Nilai uji p Beda suku (n=30) n % 25 80,6 6 19,4 0 0,0 3-7 4,07±0,980 0,5 Sama suku (n=30) n % 21 70,0 9 30,0 0 0,0 2-5 3,90±0,923 Lama Pendidikan Contoh Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (60,0%) istri pada keluarga beda suku dan (56,7%) istri pada keluarga sama suku memiliki proporsi terbesar lama pendidikan pada kategori (10-12 tahun) yaitu tamat SMA dengan rata-rata 13,23 tahun untuk istri pada keluarga beda suku dan 13,67 tahun untuk istri pada keluarga sama suku. Begitu pula dengan suami, lebih dari separuh (56,7%) lama pendidikan suami pada keluarga beda suku berada pada kategori (10-12 tahun) yaitu tamat SMA dengan rata-rata 13,60 tahun, sedangkan lama pendidikan suami pada keluarga sama suku tersebar di dua kategori, separuh (50,0%) suami memiliki lama pendidikan pada kategori (10-12 tahun) yaitu tamat SMA dan separuh (50,0%) suami memiliki lama pendidikan pada kategori (13-16 tahun) yaitu tamat perguruan tinggi dengan rata-rata 13,97 tahun. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan lama pendidikan contoh pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan contoh Lama pendidikan (tahun) 1-6 7-9 Beda suku Istri (n=30) Suami (n=30) 0,0 0,0 3,3 0,0 Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) 0,0 0,0 0,0 0,0 47 Lanjutan Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan contoh Lama pendidikan (tahun) 10-12 13-16 Min-Max (tahun) Rataan±SD (tahun) Nilai uji p (suku) Nilai uji p (istri) Nilai uji p (suami) Beda suku Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) Istri (n=30) Suami (n=30) 60,0 56,7 56,7 50,0 36,7 43,3 43,3 50,0 9-16 12-16 12-16 12-16 13,23±1,960 13,60±1,886 13,67±1,953 13,97±2,008 0,936 0,929 0,395 0,469 Pekerjaan Pada penelitian ini pembagian kategori jenis pekerjaan contoh terdiri dari guru atau dosen, tidak bekerja, wiraswasta, pegawai atau karyawan swasta, PNS/ABRI/TNI/polisi/polri, arsitek, supervisor, editor, dan pensiunan. Lebih dari separuh (73,3% dan 56,6%) istri pada keluarga beda suku dan sama suku tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, sedangkan lebih dari separuh (73,4% dan 66,7%) suami pada keluarga beda suku dan sama suku bekerja sebagai pegawai atau karyawan swasta. Jenis pekerjaan lain yang dijalani istri pada keluarga beda suku antara lain (10,0%) sebagai guru atau dosen, (10,0%) sebagai wiraswasta, dan (6,7%) sebagai pegawai atau karyawan swasta. Lain halnya dengan jenis pekerjaan lain yang dijalani suami (3,3%) sebagai guru atau dosen, (6,7%) sebagai wiraswasta dan PNS/ABRI/TNI/polisi/polri, (3,3%) sebagai arsitek, supervisor dan editor. Pada keluarga sama suku jenis pekerjaan lain yang dijalani istri antara lain (20,0%) sebagai guru atau dosen, (10,0%) sebagai wiraswasta, (6,7%) sebagai pegawai atau karyawan swasta dan PNS/ABRI/TNI/polisi/polri. Sedangkan jenis pekerjaan lain yang dijalani suami antara lain (3,3%) sebagai guru atau dosen, wiraswasta dan pensiunan; (23,4%) sebagai PNS/ABRI/TNI/polisi/polri. Jenis pekerjaan suami pada keluarga beda suku lebih bervariasi dibandingkan dengan pekerjaan suami pada keluarga sama suku. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Jenis pekerjaan Tidak bekerja Guru atau Dosen Wiraswasta Pegawai/Karyawan Swasta PNS/ABRI/TNI/Polisi/Polri Arsitek Beda suku Istri Suami (n=30) (n=30) 73,3 0,0 10,0 3,3 10,0 6,7 6,7 73,4 0,0 6,7 0,0 3,3 Sama suku Istri Suami (n=30) (n=30) 56,6 0,0 20,0 3,3 10,0 3,3 6,7 66,7 6,7 23,4 0,0 0,0 48 Lanjutan Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Jenis pekerjaan Supervisor Editor Pensiunan Beda suku Istri Suami (n=30) (n=30) 0,0 3,3 0,0 3,3 0,0 0,0 Sama suku Istri Suami (n=30) (n=30) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,3 Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah besarnya penghasilan yang diterima oleh keluarga. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan keluarga beda suku per kapita per bulan berada pada selang Rp 250.000 - Rp 3.666.667 dengan rataan pendapatan sebesar Rp 980.000. Berdasarkan Tabel 14, lebih dari separuh contoh (80,0%) memiliki pendapatan keluarga per kapita per bulan sebesar lebih dari Rp 591.957. Sedangkan pada keluarga sama suku, pendapatan keluarga per kapita per bulan berada pada selang Rp 400.000 - Rp 5.250.000 dengan rataan pendapatan sebesar Rp 1.320.000. Hampir seluruh contoh (93,3%) memiliki pendapatan per kapita per bulan sebesar lebih dari Rp 591.957. Rataan pendapatan per kapita per bulan pada keluarga sama suku sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rataan pendapatan per kapita pada keluarga beda suku, hal ini diduga istri pada keluarga sama suku sedikit lebih banyak yang bekerja dibandingkan dengan istri pada keluarga beda suku. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan pendapatan per kapita per bulan pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai (p>0,05). Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Kategori (Rp/kapita/bulan) ≤ 197.319* 197.320- 394.638 394.639- 591.957 > 591.957 Min – Max (Rp) Rataan±SD (Rp) Nilai uji p Beda Suku (n=30) 0,0 10,0 10,0 80,0 250000-3666667 980000±686335,286 Ket :* Garis Kemiskinan Kabupaten Bogor BPS (2010) Sama Suku (n=30) 0,0 0,0 6,7 93,3 400000-5250000 1320000±1007471,655 0,132 49 Pola Komunikasi Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna yang ada dalam lingkungan (Turner & West 2007). Pola komunikasi adalah suatu bentuk komunikasi yang dilakukan dari individu yang satu kepada individu lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada penelitian ini pola komunikasi dibagi ke dalam beberapa aspek berdasarkan fungsi keluarga antara lain aspek keagamaaan, ekonomi, cinta kasih, sosialisasi dan pendidikan, perlindungan, reproduksi, sosial dan budaya, dan pembinaan lingkungan. Pola komunikasi dalam aspek keagamaan yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan suami istri dalam kegiatan ibadah sehari-hari. Pola komunikasi dalam aspek ekonomi yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suami istri dalam mengatur keuangan keluarga. Pola komunikasi dalam aspek cinta kasih yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suami istri dalam memberikan kasih sayang. Pola komunikasi dalam aspek sosialisasi dan pendidikan yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suami istri dalam hal pendidikan. Pola komunikasi dalam aspek perlindungan yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suami istri dalam melindungi keluarga dan menciptakan rasa aman bagi keluarga. Pola komunikasi dalam aspek reproduksi yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suami istri dalam mendapatkan keturunan. Pola komunikasi dalam aspek sosial dan budaya yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan suami istri dalam mengenalkan budayanya masing-masing. Pola komunikasi dalam aspek pembinaan lingkungan yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan suami istri dalam menempatkan dirinya di lingkungan. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori pola komunikasi Kategori Pola komunikasi Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Beda Suku (%) Sama Suku (%) 0,0 16,7 83,3 0,0 11,7 88,3 Hasil penelitian menunjukkan masing-masing kelompok suku lebih dari separuh (83,3% dan 88,3%) pola komunikasi contoh pada keluarga beda suku dan sama suku dalam seluruh aspek tergolong dalam kategori baik. Sisanya tergolong dalam kategori sedang (16,7% dan 11,7%) dapat dilihat pada Tabel 14. 50 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan aspek pola komunikasi Aspek pola komunikasi Aspek keagamaan Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek ekonomi Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek cinta kasih Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek sosialisasi dan pendidikan Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek perlindungan Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek reproduksi Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek sosial dan budaya Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek pembinaan lingkungan Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Beda suku Istri (n=30) Suami (n=30) Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) 0,0 30,0 70,0 16,7 3,3 80,0 3,3 26,7 70,0 6,7 10,0 83,3 3,3 10,0 86,7 3,3 3,3 93,3 0,0 6,7 93,3 0,0 10,0 90,0 3,3 13,3 83,3 3,3 20,0 76,7 0,0 10,0 90,0 3,3 20,0 76,7 0,0 20,0 80,0 0,0 13,3 86,7 0,0 6,7 93,3 3,3 6,7 90,0 0,0 10,0 90,0 3,3 3,3 93,3 0,0 3,3 96,7 0,0 13,3 86,7 6,7 16,7 76,7 6,7 16,7 76,7 3,3 10,0 86,7 3,3 10,0 86,7 10,0 10,0 80,0 6,7 16,7 76,7 6,7 26,7 66,7 3,3 10,0 86,7 10,0 33,3 56,7 6,7 20,0 73,3 0,0 16,7 83,3 0,0 13,3 86,7 Pada keluarga beda suku, pola komunikasi istri dalam aspek keagamaan tidak ada yang tergolong kurang, namun pada suami terdapat 16,7 persen pola komunikasinya tergolong kurang. Sedangkan pada keluarga sama suku terdapat 3,3 persen istri yang memiliki pola komunikasi dalam aspek keagamaan tergolong kurang. Pada aspek ekonomi masing-masing 3,3 persen pola komunikasi istri dan suami pada keluarga beda suku tergolong kategori kurang, hal ini diduga karena istri pada keluarga beda suku lebih sedikit yang bekerja dibandingkan dengan istri pada keluarga sama suku. Aspek cinta kasih pada keluarga beda suku masing-masing 3,3 persen pola komunikasi istri dan suami 51 ada yang tergolong kategori kurang, sedangkan pada keluarga sama suku hanya 3,3 persen pola komunikasi suami yang tergolong kategori kurang. Pada aspek sosialisasi dan pendidikan terdapat 3,3 persen pola komunikasi suami pada keluarga sama suku tergolong kurang. Sedangkan pada aspek perlindungan terdapat 3,3 persen pola komunikasi suami pada keluarga beda suku tergolong kurang. Pada aspek reproduksi terdapat masing-masing 6,7 persen pola komunikasi istri dan suami pada keluarga beda suku tergolong kurang, sedangkan pada keluarga sama suku terdapat masing-masing 3,3 persen pola komunikasi istri dan suami tergolong kurang. Pada aspek sosial dan budaya serta aspek pembinaan lingkungan terdapat 10,0 persen dan 6,7 persen pola komunikasi istri dan suami pada keluarga beda suku tergolong kurang. Pada keluarga sama suku sebanyak 6,7 persen dan 3,3 persen pola komunikasi istri dan suami pada aspek sosial dan budaya tergolong kurang. Sebaran contoh berdasarkan aspek pola komunikasi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 16 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek pola komunikasi keluarga beda suku Aspek pola komunikasi Keagamaan Ekonomi Cinta kasih Sosialisasi dan pendidikan Perlindungan Reproduksi Sosial dan Budaya Pembinaan lingkungan Total pola komunikasi Rataan±SD Istri 79,11±23,27 86,89±21,62 76,20±16,40 84,07±15,49 87,50±12,28 81,33±23,71 76,22±25,23 71,56±26,02 80,36±13,87 Suami 78,22±30,42 90,00±16,49 79,44±15,84 88,70±13,33 84,58±15,01 79,33±21,54 75,11±25,18 81,78±20,71 82,15±15,65 P-value 0,820 0,580 0,304 0,264 0,798 0,967 0,527 0,519 0,631 Jika dilihat berdasarkan rataan aspek pola komunikasi pada keluarga beda suku, rata-rata pola komunikasi istri paling tinggi (87,50) berada pada aspek perlindungan, sedangkan rata-rata pola komunikasi suami paling tinggi (90,00) berada pada aspek ekonomi. Hal ini diduga terkait dengan peran suami di dalam keluarga dalam mencari nafkah. Jika dilihat dari rataan istri dan suami, rataan pola komunikasi istri yang lebih tinggi daripada suami yaitu pada aspek keagamaan, aspek perlindungan, aspek reproduksi, serta aspek sosial dan budaya. Sedangkan rataan pola komunikasi suami yang lebih tinggi daripada istri yaitu pada aspek ekonomi, aspek cinta kasih, aspek sosial dan pendidikan, serta aspek pembinaan lingkungan. Namun secara total, rataan pola komunikasi suami 52 (82,15) lebih tinggi dibandingkan dengan rataan pola komunikasi istri (80,36). Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pola komunikasi suami dan istri pada keluarga beda suku (p>0,05) dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 17 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek pola komunikasi keluarga sama suku Aspek pola komunikasi Keagamaan Ekonomi Cinta kasih Sosialisasi dan pendidikan Perlindungan Reproduksi Sosial dan Budaya Pembinaan lingkungan Total pola komunikasi Rataan±SD Istri Suami 79,78±21,41 81,78±26,55 93,11±13,84 90,89±15,21 79,72±13,73 80,56±15,75 88,89±12,12 85,37±15,13 90,56±10,38 85,83±15,54 87,11±18,36 84,22±17,64 72,22±24,95 78,67±20,97 85,33±17,72 86,00±13,37 84,59±11,16 84,16±13,19 P-value 0,740 0,457 0,329 0,051 0,554 0,904 0,300 0,312 0,360 Pada keluarga sama suku, rata-rata pola komunikasi istri dan suami paling tinggi berada pada aspek ekonomi masing-masing (93,11 dan 90,89). Hal ini diduga karena istri pada keluarga sama suku lebih banyak yang bekerja daripada istri pada keluarga beda suku. Sehingga istri pada keluarga sama suku lebih banyak membicarakan masalah keuangan keluarga daripada istri pada keluarga beda suku. Rata-rata pola komunikasi istri dan suami paling rendah berada pada aspek sosial dan budaya masing-masing (72,22 dan 78,67). Hal ini diduga karena item pertanyaan pada aspek sosial dan budaya menggambarkan bagaimana suami atau istri mensosialisasikan dan mengkomunikasikan budaya masing-masing kepada pasangannya. Pada penelitian ini terlihat bahwa suami atau istri sudah mengetahui budaya pasangannya masing-masing melalui pengamatan dan kebiasaannya sehari-hari, sehingga tidak ada komunikasi yang dilakukan secara langsung dan khusus untuk membicarakan budaya. Selain itu disebabkan karena adanya kesamaan suku antar suami dan istri, maka masing-masing pasangan secara tidak langsung mensosialisasikan sudah dan mengetahui budaya mengkomunikasikan pasangannya, budaya yang tanpa harus dianut pada pasangannya. Jika dilihat dari rataan istri dan suami, aspek pola komunikasi istri yang lebih tinggi daripada suami yaitu pada aspek ekonomi, aspek sosialisasi dan pendidikan, aspek perlindungan, dan aspek reproduksi. Sedangkan rataan pola komunikasi suami yang lebih tinggi daripada istri yaitu aspek keagamaan, 53 aspek cinta kasih, aspek sosial budaya, dan aspek pembinaan lingkungan. Namun secara total, rataan pola komunikasi istri (84,59) lebih tinggi dibandingkan dengan rataan pola komunikasi suami (84,16). Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pola komunikasi suami dan istri pada keluarga sama suku (p>0,05) dapat dilihat pada Tabel 17. Penyesuaian Contoh Penyesuaian diri menurut Atwater (1983) adalah suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian dalam perkawinan harus dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai dengan tingkat usia perkawinan pasangan (Hurlock 2002). Menurut Hurlock (2002) pada tahun-tahun awal sebuah perkawinan, penyesuaian diri memiliki peran yang penting dan menjadi permasalahan pertama yang harus dihadapi oleh pasangan suami istri dalam perkawinannya. Setelah menikah suami istri tidak dapat lagi menyembunyikan kekurangankekurangan yang dimiliki oleh masing-masing individu, hal ini dikarenakan intensitas waktu untuk berkumpul dan bertemu lebih banyak daripada sebelum menikah, sehingga lambat laun akhirnya masing-masing individu akan mengetahui kekurangan yang dimilki oleh pasangannya yang tidak diketahui sebelum menikah. Oleh karena itu suami istri sebaiknya saling menyesuaikan diri satu sama lain, jika tidak dapat saling menyesuaikan diri maka akan timbul rasa kekecewaan pada diri masing-masing yang pada akhirnya akan membawa pekawinan menjadi hancur. Berdasarkan Hurlock (2002) penyesuaian diri dibagi ke dalam empat aspek yaitu aspek penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori penyesuaian Kategori Penyesuaian Beda Suku (%) Sama Suku (%) Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) 0,0 66,7 33,3 0,0 55,0 45,0 54 Hasil penelitian menunjukkan masing-masing kelompok suku lebih dari separuh (66,7% dan 55%) penyesuaiannya secara keseluruhan tergolong ke dalam kategori sedang baik pada keluarga beda suku maupun keluarga sama suku. Sisanya tergolong dalam kategori baik (33,3% dan 45%) dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan aspek penyesuaian Aspek penyesuaian Aspek pasangan Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek seksual Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek keuangan Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Aspek keluarga pasangan Kurang (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Baik (66,7-100%) Beda suku Istri (n=30) Suami (n=30) Sama suku Istri (n=30) Suami (n=30) 0,0 50,0 50,0 0,0 56,7 43,3 0,0 60,0 40,0 0,0 40,0 60,0 0,0 73,3 26,7 3,3 63,3 33,3 3,3 63,3 33,3 3,3 50,0 46,7 0,0 46,7 53,3 0,0 33,3 66,7 3,3 46,7 50,0 0,0 26,7 73,3 3,3 60,0 36,7 0,0 53,3 46,7 6,7 53,3 40,0 0,0 46,7 53,3 Pada aspek penyesuaian dengan pasangan, baik istri maupun suami pada keluarga beda suku dan sama suku tidak ada yang tergolong kurang. Pada keluarga beda suku terdapat masing-masing separuh (50,0%) penyesuaian istri dengan pasangannya tergolong sedang dan baik, sedangkan penyesuaian suami dengan pasangannya lebih dari separuh (56,7%) tergolong sedang dan hanya 43,3 persen yang tergolong baik. Lain halnya pada keluarga sama suku, terdapat lebih dari separuh (60,0%) penyesuaian istri dengan pasangannya tergolong sedang, sedangkan penyesuaian suami dengan pasangannya lebih dari separuh (60,0%) tergolong baik. Pada aspek penyesuaian seksual terdapat masing-masing 3,3 persen istri dan suami pada keluarga sama suku tergolong dalam kategori kurang, sedangkan pada keluarga beda suku terdapat 3,3 persen hanya penyesuaian suami saja yang tergolong kurang. Sisanya berada pada kategori sedang dan baik. Pada aspek penyesuaian keuangan terdapat 3,3 persen istri pada keluarga sama suku yang tergolong kurang, hal ini diduga karena istri yang bekerja pada keluarga sama suku masih sulit untuk menyesuaiakan pendapatannya dengan 55 pendapatan suami. Pada aspek penyesuaian dengan keluarga pasangan terdapat 3,3 persen dan 6,7 persen istri pada keluarga beda suku dan sama suku tergolong kurang. Sisanya berada pada kategori sedang dan baik. Sebaran contoh berdasarkan aspek penyesuaian dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 20 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek penyesuaian keluarga beda suku Aspek penyesuaian Aspek pasangan Aspek seksual Aspek keuangan Aspek keluarga pasangan Total penyesuaian Rataan±SD Istri Suami 64,39±10,15 65,45±10,63 58,67±13,83 62,17±16,44 67,83±10,23 68,83±13,88 60,10±16,20 64,06±12,55 62,75±10,11 65,13±11,55 P-value 0,305 0,719 0,253 0,575 0,367 Jika dilihat berdasarkan rataan aspek penyesuaian pada keluarga beda suku, rataan penyesuaian istri paling tinggi berada pada aspek keuangan, dan rataan penyesuaian suami paling tinggi juga berada pada aspek keuangan. Jika dilihat dari rataan setiap aspek penyesuaian suami dan istri, penyesuaian suami cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penyesuaian istri. Sehingga secara total, rataan penyesuaian suami pun (65,13) lebih tinggi dibandingkan dengan rataan penyesuaian istri (62,75). Hal ini diduga karena pola pikir suami (laki-laki) cenderung lebih rasional, lain halnya dengan pola pikir istri (perempuan) yang cenderung lebih emosional serta menggunakan perasaannya. Menurut Surbakti (2008) rasionalisasi pola pikir menyebabkan laki-laki lebih sering menyembunyikan dan memikul beban pikiran dan perasaannya sendiri dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan pendapat Surbakti (2008), hal ini berarti semakin rasional pola pikir suami (laki-laki) maka akan semakin mudah untuk melakukan penyesuaian dengan istri (perempuan), karena beban pikiran dan perasaannya tidak diperlihatkan pada istrinya serta diselesaikan secara langsung oleh dirinya sendiri. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penyesuaian suami dan istri pada keluarga beda suku (p>0,05) (Tabel 20). 56 Tabel 21 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan aspek penyesuaian keluarga sama suku Aspek penyesuaian Aspek pasangan Aspek seksual Aspek keuangan Aspek keluarga pasangan Total penyesuaian Rataan±SD Istri Suami 64,09±11,20 68,30±12,03 61,50±14,75 63,50±16,09 66,17±14,72 72,50±12,71 61,15±16,83 67,50±12,44 63,23±11,68 67,95±10,98 P-value 0,367 0,694 0,413 0,466 0,392 Sama halnya pada keluarga beda suku, pada keluarga sama suku, rataan penyesuaian istri dan suami paling tinggi berada pada aspek keuangan. Jika dilihat dari rataan setiap aspek penyesuaian suami dan istri, penyesuaian suami juga cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penyesuaian istri. Secara total, rataan penyesuaian suami juga lebih tinggi dibandingkan dengan rataan istri. Berdasarkan hasil uji beda juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penyesuaian suami dan istri pada keluarga sama suku (p>0,05), dapat dilihat pada Tabel 21. Keharmonisan Keluarga Contoh Keharmonisan adalah suatu bentuk keadaan atau perasaan bahagia yang dirasakan oleh keluarga dalam mengarungi kehidupan rumahtangga, yang bersumber dari kerukunan hidup di dalam keluarga. Keharmonisan keluarga adalah salah satu dimensi dalam keluarga yang menunjukkan adanya keseimbangan dan keteraturan serta kepuasan terhadap apa yang telah dicapai dalam keluarga (Aisyah 2004). Hasil penelitian menunjukkan masing-masing lebih dari separuh contoh (63,3% dan 66,7%) keharmonisan pada keluarga beda suku dan sama suku tergolong pada kategori sedang, hanya 5,0 persen keharmonisan pada keluarga beda suku dan sama suku yang tergolong kategori tinggi (Tabel 22). Hurlock (2002) mendefinisikan suami istri yang bahagia yaitu suami istri yang memperoleh kebahagiaan bersama dan menghasilkan keputusan yang diperoleh dari peran yang dimainkan secara bersama, mempunyai cinta yang matang dan mantap satu sama lain, serta dapat melakukan penyesuaian dengan baik. . Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori keharmonisan Kategori Keharmonisan Rendah (0-33,3%) Sedang (33,4-66,6%) Tinggi (66,7-100%) Beda Suku (%) 31,7 63,3 5,0 Sama Suku (%) 28,3 66,7 5,0 57 Berdasarkan hasil rataan contoh dan uji beda, keharmonisan pada keluarga beda suku, rataan suami (43,45) lebih tinggi daripada istri (40,52) dan pada keluarga sama suku, suami juga memiliki rataan (46,47) yang lebih tinggi dibandingkan istri (46,23). Namun keduanya baik pada keluarga beda suku maupun sama suku tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) (Tabel 23). Tabel 23 Analisis deskriptif dan statistik berdasarkan keharmonisan keluarga Keharmonisan Keluarga beda suku Keluarga sama suku Rataan±SD Istri Suami 40,52±12,44 43,45±13,86 46,23±13,57 46,47±14,65 P-value 0,487 0,477 HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, POLA KOMUNIKASI, PENYESUAIAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keluarga beda suku terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara usia contoh, usia menikah, dan pendapatan dengan keharmonisan keluarga (p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi usia contoh, usia menikah, dan pendapatan maka semakin kurang harmonis sebuah keluarga. Selain itu, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pola komunikasi dan penyesuaian dengan keharmonisan keluarga (p<0,01). Hal ini berarti semakin baik pola komunikasi dan penyesuaian maka semakin harmonis sebuah keluarga (Tabel 24). Tabel 24 Hubungan karakteristik keluarga, pola komunikasi, dan penyesuaian dengan keharmonisan keluarga Variabel Lama pernikahan (tahun) Usia menikah (tahun) Besar keluarga (orang) Usia contoh (tahun) Lama pendidikan (tahun) Pendapatan (Rp) Pola komunikasi (skor) Penyesuaian (skor) Keharmonisan Keluarga Beda suku Sama suku -0,166 -0,048 -0,287* 0,057 -0,182 0,094 -0,291* 0,006 -0,145 0,062 -0,315* 0,065 0,405** 0,423** 0,711** 0,553** Keterangan: **berkorelasi signifikan pada 0,01 level (2-tailed) * berkorelasi signifikan pada 0,05 level (2-tailed) 58 Sedangkan pada keluarga sama suku, hasil penelitian menunjukkan hanya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pola komunikasi dan penyesuaian dengan keharmonisan keluarga (p<0,01). Hal ini berarti semakin baik pola komunikasi dan penyesuaian maka semakin harmonis sebuah keluarga (Tabel 24). HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA, POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI, PENYESUAIAN SUAMI ISTRI, KEHARMONISAN SUAMI ISTRI DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pola komunikasi istri, pola komunikasi suami, pola komunikasi suami dan istri, penyesuaian istri, penyesuaian suami, penyesuaian suami istri, keharmonisan istri, dan keharmonisan suami dengan keharmonisan keluarga (p<0,05). Hal ini berarti semakin baik pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan suami istri maka semakin harmonis sebuah keluarga (Tabel 25). Tabel 25 Hubungan karakteristik keluarga, pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, keharmonisan suami istri dengan keharmonisan keluarga Variabel Lama pernikahan (tahun) Usia menikah istri (tahun) Usia menikah suami (tahun) Besar keluarga (orang) Usia istri (tahun) Usia suami (tahun) Lama pendidikan istri (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Pendapatan istri (Rp) Pendapatan suami (Rp) Pola komunikasi istri (skor) Pola komunikasi suami (skor) Penyesuaian istri (skor) Penyesuaian suami (skor) Keharmonisan istri (skor) Keharmonisan suami (skor) Pola komunikasi suami istri (skor) Penyesuaian suami istri (skor) Keharmonisan Keluarga -0,066 -0,055 -0,176 -0,063 -0,058 -0,083 -0,016 -0,056 -0,071 -0,047 0,461** 0,458** 0,690** 0,562** 0,899** 0,913** 0,512** 0,675** Keterangan: **berkorelasi signifikan pada 0,01 level (2-tailed) 59 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA Uji regresi linear berganda digunakan untuk melihat variabel yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. Model persamaan regresi yang disusun memiliki adjusted R square sebesar 0,329 yang berarti 32,9 persen varian keharmonisan keluarga dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabelvariabel yang ada di dalam model. Variabel yang dimasukkan dalam model adalah lama pernikahan, usia menikah, besar keluarga, usia contoh, lama pendidikan, pendapatan, pola komunikasi, dan penyesuaian. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa dari delapan variabel yang diduga berpengaruh pada keharmonisan keluarga, hanya ada dua variabel yang berpengaruh signifikan yaitu pola komunikasi dan penyesuaian dengan nilai (sig<0,05) (Tabel 26). . Tabel 26 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga Variabel Konstanta Dummy (0=beda suku,1 =sama suku) Lama pernikahan (tahun) Usia menikah (tahun) Besar keluarga (orang) Usia contoh (tahun) Lama pendidikan (tahun) Pendapatan (Rp) Pola komunikasi (skor) Penyesuaian (skor) F R Square Adjusted R Square Tidak terstandarisasi B -,138 Standarisasi B Sig ,092 ,046 ,683 -,675 -.354 -,022 ,486 ,111 -,094 ,258 ,443 -,675 -.354 -,022 ,486 ,111 -,094 ,258 ,443 ,163 ,203 ,864 ,286 ,338 ,457 ,043* ,001* 4,212 0,431 0,329 ,697 Keterangan: *) signifikan pada p<0,05 Model persamaan regresi yang disusun pada keluarga beda suku memiliki adjusted R square sebesar 0,656 yang berarti 65,6 persen varian keharmonisan keluarga dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel-variabel yang ada di dalam model. Variabel yang dimasukkan dalam model adalah lama pernikahan, usia menikah, besar keluarga, usia contoh, lama pendidikan, pendapatan, pola komunikasi, dan penyesuaian. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa dari delapan variabel yang diduga berpengaruh pada keharmonisan keluarga, hanya ada dua variabel yang berpengaruh 60 signifikan yaitu pendapatan dan penyesuaian dengan nilai (sig<0,05). Sedangkan pada keluarga sama suku model persamaan regresi yang disusun memiliki nilai adjusted R square sebesar 0,385 yang berarti 38,5 persen varian keharmonisan keluarga dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel-variabel yang ada di dalam model. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa dari delapan variabel yang diduga berpengaruh pada keharmonisan keluarga, hanya ada satu variabel yang berpengaruh signifikan yaitu penyesuaian dengan nilai (sig<0,05) (Tabel 27). Tabel 27 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku dan sama suku Beda suku Variabel Standarisasi Sama suku Sig B Lama pernikahan (tahun) Usia menikah (tahun) Besar keluarga (orang) Usia contoh (tahun) Lama pendidikan (tahun) Pendapatan (Rp) Pola komunikasi (skor) Penyesuaian (skor) F R Square Adjusted R Square -0,281 -0,351 -0,133 0,169 -0,001 -0,213 0,002 0,655 Standarisasi Sig B 0,278 0,061 0,251 0,526 0,990 0,028* 0,982 0,000* 12,159 0,656 0,602 -0,724 -0,258 0,192 0,391 0,049 0,121 0,108 0,521 0,379 0,525 0,167 0,580 0,700 0,481 0,451 0,000* 3,986 0,385 0,288 Keterangan: *) signifikan pada p<0,05 PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan pola komunikasi suami istri tergolong pada kategori baik, baik pada keluarga beda suku maupun sama suku. Di setiap sisi kehidupan, manusia tidak akan pernah terlepas dari komunikasi. Hal ini disebabkan karena setiap saat manusia selalu melakukan interaksi dengan orang lain (Paruntu 1998). Komunikasi yang baik antara suami istri adalah bagian yang penting dalam kualitas perkawinan (Kammeyer 1987). Jika dilihat berdasarkan aspek pola komunikasi, pada keluarga beda suku terdapat aspek pola komunikasi istri yang berada pada kategori kurang antara lain aspek ekonomi (3,3%), aspek cinta kasih (3,3%), aspek reproduksi (6,7%), 61 aspek sosial dan budaya (10%), serta aspek pembinaan lingkungan (10%). Sedangkan pada keluarga sama suku, aspek pola komunikasi istri yang terdapat kategori kurang antara lain aspek keagamaan (3,3%), aspek reproduksi (3,3%), serta aspek sosial dan budaya (6,7%). Pola komunikasi istri pada aspek reproduksi serta sosial dan budaya pada keluarga beda suku dan sama suku, sama-sama terdapat kategori kurang. Hal ini diduga karena istri tidak mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan reproduksi serta sosial dan budaya secara langsung pada suami. Lain halnya dengan pola komunikasi suami, aspek pola komunikasi suami yang tidak terdapat kategori kurang pada keluarga beda suku hanya aspek sosialisasi dan pendidikan, sisanya terdapat kategori kurang. Sedangkan pada keluarga sama suku, pola komunikasi suami yang terdapat kategori kurang yaitu pada aspek ekonomi, aspek perlindungan, dan aspek pembinaan lingkungan, sisanya terdapat kategori kurang. Pada aspek reproduksi serta aspek sosial dan budaya pola komunikasi suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku, keduanya terdapat kategori kurang. Hal ini diduga karena item pertanyaan aspek reproduksi yang diajukan pada contoh, tidak dikomunikasikan secara langsung pada pasangan, seperti mendiskusikan jumlah dan jarak kelahiran anak, dan mendiskusikan tentang KB (Keluarga Berencana). Sedangkan pada aspek sosial dan budaya item pertanyaannya menggambarkan bagaimana suami atau istri mensosialisasikan dan mengkomunikasikan budaya masing-masing kepada pasangannya. Pada penelitian ini terlihat bahwa suami atau istri sudah mengetahui budaya pasangannya masing-masing melalui pengamatan dan kebiasaannya sehari-hari, sehingga tidak ada komunikasi yang dilakukan secara langsung dan khusus untuk membicarakan budaya. Penyesuaian contoh secara keseluruhan tergolong ke dalam kategori sedang baik pada keluarga beda suku maupun keluarga sama suku. Jika dilihat berdasarkan aspek penyesuaian, pada aspek penyesuaian dengan pasangan, baik istri maupun suami pada keluarga beda suku dan sama suku tidak ada yang berada pada kategori kurang. Hal ini diduga karena pasangan sudah dapat menyesuaikan diri dengan pasangannya, terkait dengan usia pernikahan contoh pada keluarga beda suku dan sama suku telah berjalan lebih dari 13 tahun. Sehingga pasangan sudah cukup lama mengetahui kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Hal yang lebih penting dalam penyesuaian perkawinan adalah 62 kesanggupan dan kemampuan suami dan istri untuk berhubungan dengan mesra, serta saling memberi dan menerima cinta pasangan (Hurlock 2002). Pada aspek penyesuaian seksual lebih dari separuh penyesuaian suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku berada pada kategori sedang. Menurut Hurlock (2002) masalah penyesuaian seksual merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam perkawinan serta salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan dalam perkawinan, jika kesepakatan tidak dapat dicapai dengan memuaskan. Sedangkan pada aspek keuangan lebih dari separuh penyesuain suami dan istri pada keluarga beda suku dan sama suku berada pada kategori baik. Hal ini diduga karena jika dilihat dari item pertanyaan aspek keuangan seperti mengatur dan mengelola keuangan keluarga, perencanaan tabungan untuk pengeluaran masa depan, memberikan dan menghargai pendapatan pasangan, serta memecahkan masalah keuangan, suami istri tidak terlalu merasa kesulitan melakukan hal-hal tersebut pada pasangannya. Jika suami atau istri mengalami kesulitan dalam hal keuangan maka pasangan akan segera mencari bantuan pinjaman kepada teman, saudara, atau bank untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga pasangan mudah mengatasi masalah tersebut dan mudah melakukan penyesuaian. Pada aspek penyesuaian dengan keluarga pasangan, lebih dari separuh penyesuaian suami dan istri (53,3% dan 60%) pada keluarga beda suku tergolong dalam kategori sedang. Sedangkan pada keluarga sama suku, lebih dari separuh (53,3%) penyesuaian istri berada pada kategori sedang, lain halnya dengan penyesuaian suami, kurang dari separuh contoh (46,7%) berada pada kategori baik. Hal ini diduga karena adanya perbedaan budaya antar dua keluarga pasangan, sehingga suami atau istri merasa kesulitan menyesuaikan dengan anggota keluarga pasangan, selain itu disebabkan karena jarak tempat tinggal contoh dengan anggota keluarga pasangan yang jauh membuat contoh sulit untuk mengunjungi dan bertemu dengan keluarga pasangannya. Suami dan istri harus mampu mempelajari dan menyesuaiakan diri dengan anggota keluarga pasangan yang memiliki perbedaan usia, minat, nilai, pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya dengan dirinya. Masalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan menjadi serius pada tahun-tahun awal perkawinan (Hurlock 2002). Keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku dan sama suku secara keseluruhan lebih dari separuh contoh berada pada kategori sedang. Hal ini diduga karena sebagian besar contoh telah merasa 63 cukup puas dengan apa yang telah dilakukan, hanya sedikit contoh yang merasa sangat puas terhadap apa yang telah dilakukan untuk keluarga. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan pola komunikasi suami istri, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga baik pada keluarga beda suku maupun keluarga sama suku. Pada keluarga beda suku terdapat hubungan negatif dan signifikan antara usia contoh, usia ketika menikah, dan pendapatan dengan keharmonisan keluarga. Menurut Gottman dan Notarius (2000) dalam Prasetya (2007) terdapat hubungan negatif antara usia dengan kepuasan perkawinan, meningkatnya usia biasanya disertai dengan kemunduran secara fisik. Kemunduran fisik dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti depresi, kemunduran rasa percaya diri dan harga diri. Persoalan-persoalan tersebut akan membuat kepuasan seseorang terhadap perkawinan menjadi semakin berkurang. Menurut Anjani dan Suryanto (2006) masalah keuangan pun berpengaruh kuat terhadap penyesuaian perkawinan. Berdasarkan hasil penelitiannya beberapa subjek yang diteliti menyatakan bahwa dalam hal keuangan biasanya suami lebih menyerahkan semua hal keuangan kepada istrinya dan suami merasa kewajibannya hanya mencari uang saja. Banyak suami yang merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan keuangan. Apabila suami tidak mampu menyediakan barang-barang keperluan, maka dapat menimbulkan perasaan tersinggung yang dirasakan oleh istri, dimana perasaan ini dapat berkembang ke arah pertengkaran (Hurlock 2002). Kesulitan suami istri dalam menyesuaikan diri dengan masalah keuangan akan berdampak pada keharmonisan keluarga Selain itu pada keluarga beda suku dan sama suku terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola komunikasi dan penyesuaian dengan keharmonisan keluarga. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan komunikasi yang efektif akan mengarah pada kualitas perkawinan yang baik (Lewis & Spanier 1979 dalam Kammeyer 1987). Menurut Hurlock (2002) keberhasilan perkawinan tercermin pada besar kecilnya hubungan interpersonal dan pola perilaku. Ada beberapa kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan antara lain: kebahagiaan suami istri, hubungan yang baik antara anak dan orangtua, penyesuaian yang baik dari anak-anak, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keluarga, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan. 64 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gottman, Carrere, dan Swanton (1998) dalam Wisnubroto (2009) yang menyatakan adanya hubungan positif antara penyesuaian diri pada pasangan suami istri dengan kebahagiaan perkawinan. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 70 pasangan suami istri. Gottman menemukan bahwa pasangan suami istri yang memiliki penyesuaian diri yang tinggi cenderung merasakan kebahagian perkawinan yang tinggi pula. Pasangan suami istri cenderung dapat menghindari perilaku-perilaku yang mengancam keutuhan perkawinannya. Selain itu juga terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola komunikasi suami, pola komunikasi istri, penyesuaian suami, penyesuaian istri, keharmonisan suami, keharmonisan istri, pola komunikasi suami istri, dan penyesuaian suami istri dengan keharmonisan keluarga. Hal ini berarti semakin baik pola komunikasi dan penyesuaian yang dilakukan oleh suami dan istri, serta semakin harmonis suami dan istri maka akan semakin harmonis sebuah keluarga. Adapun faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga yaitu pola komunikasi dan penyesuaian. Apabila sebuah keluarga memiliki pola komunikasi yang baik dengan anggota keluarganya, terutama komunikasi antar suami istri, serta memiliki penyesuaian yang baik maka keharmonisan keluarga akan tercapai. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku dengan keluarga sama suku dengan nilai (p>0,05). Hal ini berarti keharmonisan sebuah keluarga tidak dilihat dari adanya perbedaan suku maupun kesamaan suku pasangan, melainkan dipengaruhi oleh pola komunikasi dan penyesuaian. Sadarjoen (2005) dalam Sumpani (2008) menyatakan bahwa komunikasi merupakan titik pusat cara pasangan suami istri untuk hidup harmonis satu sama lain. Hurlock (2002) menyatakan bahwa pada dasarnya keberhasilan sebuah perkawinan adalah keberhasilan suami istri dalam mewujudkan penyesuaian perkawinan. Jika dilihat berdasarkan perbedaan dan kesamaan suku, faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku yaitu pendapatan dan penyesuaian. Sedangkan pada keluarga sama suku, faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga hanya variabel penyesuaian. Hal ini diduga pada keluarga beda suku istri lebih banyak yang tidak bekerja 65 dibandingkan istri pada keluarga sama suku. Sehingga pendapatan pada keluarga beda suku berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. 65 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian dilakukan di Kelurahan Nanggewer, Kabupaten Bogor pada keluarga yang memiliki suami dan istri dengan suku yang sama serta pada keluarga yang memiliki suami dan istri dengan suku yang beda. Keluarga yang diteliti sebanyak 30 keluarga sama suku dan 30 keluarga beda suku. Contoh pada penelitian ini yaitu suami dan istri. Berdasarkan lama perkawinan, contoh pada keluarga beda suku dan sama suku sama-sama berada pada kategori 5 hingga 10 tahun. Usia contoh ketika menikah berada pada rentang 20 hingga 30 tahun. Sedangkan usia contoh pada keluarga beda suku lebih dari separuh berada pada rentang 20 hingga 40 tahun dan berada pada kategori dewasa awal, pada keluarga sama suku usia istri berada pada rentang 20 hingga 40 tahun dan berada pada kategori dewasa awal, lain halnya dengan usia suami berada pada rentang 41 hingga 60 tahun dan berada pada kategori dewasa madya. Lama pendidikan yang ditempuh contoh pada keluarga sama suku dan beda suku rata-rata selama 10 hingga 12 tahun yaitu pada jenjang SMA. Pekerjaan suami sebagian besar bekerja sebagai pegawai atau karyawan swasta, sedangkan istri tidak bekerja. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan keluarga. Sebagian besar pendapatan perkapita per bulan keluarga contoh berkisar lebih dari Rp 591.957,00. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan pola komunikasi contoh termasuk pada kategori baik, baik pada keluarga beda suku maupun sama suku. Jika dilihat berdasarkan aspek pola komunikasi, terdapat aspek yang pola komunikasi istri maupun suami yang termasuk pada kategori kurang. Penyesuaian contoh dan keharmonisan keluarga secara keseluruhan tergolong ke dalam kategori sedang baik pada keluarga beda suku maupun keluarga sama suku. Tidak terdapat perbedaan pola komunikasi, penyesuaian suami istri, dan keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku dan sama suku dengan nilai (p<0,05). Pada keluarga beda suku terdapat hubungan negatif dan signifikan antara usia contoh, usia ketika menikah, dan pendapatan per kapita per bulan dengan keharmonisan keluarga. Selain itu pada keluarga beda suku dan sama suku terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola komunikasi dan penyesuaian dengan keharmonisan keluarga. Adapun faktor yang berpengaruh 66 terhadap keharmonisan keluarga yaitu pola komunikasi dan penyesuaian Selain itu faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga pada keluarga beda suku yaitu pendapatan dan penyesuaian, sedangkan pada keluarga sama suku faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga yaitu penyesuaian. Keharmonisan sebuah keluarga ternyata dipengaruhi oleh pola komunikasi dan penyesuaian yang dilakukan oleh suami istri bukan dilihat adanya perbedaan ataupun kesamaan suku. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pola komunikasi dan penyesuaian berhubungan positif signifikan dengan keharmonisan keluarga. Namun terdapat hubungan yang negatif signifikan antara usia contoh, usia ketika menikah, dan pendapatan dengan keharmonisan keluarga. Sebaiknya pasangan suami istri lebih meningkatkan frekuensi komunikasi satu sama lain, meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama, melakukan komunikasi secara terbuka satu sama lain, menambah pengetahuan mengenai cara komunikasi yang baik antara suami istri baik melalui buku-buku bacaan maupun melakukan konsultasi dengan ahlinya, serta menerima dan memahami kekurangan dan kelebihan pasangan agar tidak terjadi konflik antara suami dan istri sehingga keharmonisan keluarga dapat tercapai. 67 DAFTAR PUSTAKA Ahira A. 2011. Pola komunikasi dalam keluarga. http://www.anneahira.com/definisi-komunikasi.htm . [21 Februari 2011] Aisyah. 2004. Keharmonisan Keluarga, Kualitas Pengasuhan Dan Perilaku Sosial Anak Usia 3-5 Tahun Pada Keluarga Miskin Di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anjani C, Suryanto. 2006. Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal. Jurnal Insan. 8 : 198-210. Anonim. 2010. Angka Perceraian di Bogor Tinggi. http://bataviase.co.id. [15 April 2011]. Atwater E. 1983 Psychology of Adjustment Personal Growth in A ChangingWorld nd (2 ed) Prentice Hall Inc New Jersey . Bastaman HD. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Insan Kamil dan Pustaka Pelajar [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1994. Opni Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta. BKKBN Boss PG, Doherty WJ, LaRossa R, Schumm, WR, Steinmetz SK. 1993. Sourcebook of Family Theories and Methods: A Contextual Approach. New York and London: Plenum Press. Burgess EW, Harvey JL. 1960. The Family (2nd ed). New York: American Company. Book Bungin B. 2008. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Deacon RE, Firebough FM. 1988. Family Resource Management Principles and Aplications. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Dyer ED. 1983. Courtship, Marriage, and Family: American Style. Illionis: The Dorsey Press. Friedman, M. Marilyn.( 1998). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC. Guhardja, Suprihatin, Herien P., Hartoyo dan D. Hastuti. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Jurusan GMSK, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gunarsa SD. 1982. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 68 Gunarsa SD. 2008. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hapsariyanti D, Taganing NM. 2009. Kecerdasan emosional dan penyesuaian diri dalam perkawinan. Jurnal Psikologi. 2 : 134-142. Hinde RA, Hinde JS. 1988. Relationships Within Families: Mutual Influences. New York: Clarendon Press. Hoffman LW, Nye I. 1974. Housband-Wife Relationship dalam Working Mother. California: Boss inc. Hurlock EB. 2002. Psikologi Perkembangan 5th edition. Erlangga: Jakarta. Hutabarat. 2009. Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas [skripsi], Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kammeyer KCW.1987. Marriage and Familly: A Foundation for Personal Decisions. Allyn and Bacon, Inc. Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Munandar U.1985. Peran Ganda Wanita dalam Keluarga. Jakarta: UI Press. Nasrullah. 2011. Angka Perceraian http://bataviase.co.id/node/523139. [15 April 2011] Makin Tinggi. Nugroho S S. 2007. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Komunikasi Keluarga Dengan Konflik Peran Ibu Bekerja Di Rs. Panti Wilasa ‘Citarum’ Semarang [skripsi]. Semarang: Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro. Nurzainun, Prihatiningsih P. 2006.Keluarga Harmonis Sebagai Salah Satu Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga. Jurnal Lingkungan Keluarga. 2 : 1-5. Paruntu ASM. 1998. Hubungan Antara Komunikasi Intim Dengan Kepuasan Perkawinan [skripsi]. Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Paulpla. 2009. Komunikasi suami istri.http://hikmatpembaharuan.wordpress.com. [21 Februari 2011]. Prasetya BEA. 2007. Usia Kronologis dan Usia Pernikahan sebagai Prediktor Kepuasan Pernikahan pada Kaum Istri di Metro Manila. Jurnal Psikologi Indonesia. 22 : 101-107. Puspitawati H, Herawati T. 2009. Sistem dan Dinamika Keluarga. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 69 Puspitawati H. 2009. Teori Struktural Fungsional dan Aplikasinya dalam Kehidupan Keluarga. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saxton. 1990. The Individual, Marriage, and Family (7thed). California: A Division of Wadsworth, Inc. Scanzoni L, Scanzoni JH. 1981. Men, Women, and Change: a Sociology of Marriage and Family. McGraw-Hill. Slamet Y. 1993. Analisis Kualitatif untuk Data Sosial. Solo: Dabara Sumpani D. 2008. Kepuasan Pernikahan Ditinjau Dari Kematangan Pribadi Dan Kualitas Komunikasi [skripsi]. Surakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sunarti E. 2001. Studi Ketahanan Keluarga Dan Ukurannya: Telaah Kasus Pengaruhnya Terhadap Kualitas Kehamilan [disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Surbakti EB. 2008. Sudah Siapkah Menikah?: Panduan bagi siapa saja yang sedang dalam proses menentukan hal penting dalam hidup. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Tarmizi. 2009. Keharmonisan keluarga dan kesuksesan http://tarmizi.wordpress.com. [20 februari 2011]. anak. Turner LH, West R. 2007. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Maer MND, penerjemah. Jakarta: Salemba Humanika. Terjemahan dari: Introducing Communication Theory: Analysis and Application. Wisnubroto AP. 2009. http://www.scribd.com/doc/14094717/Hubungan-antara Penyesuaian-Diri-pada-Pasangan-Suami-Istri-Dengan-Kebahagiaan Perkawinan#. [20 Oktober 2011]. 87 LAMPIRAN 88 Lampiran 1 Sebaran responden beda suku berdasarkan pernyataan pola komunikasi No. Pernyataan A. 1. Aspek Keagamaan Mengingatkan untuk melakukan ibadah tepat waktu Mengajak untuk mengikuti pengajian/kegiatan kerohanian/peringatan hari raya baik di lingkungan sekitar maupun di luar lingkungan rumah Membangunkan untuk melakukan ibadah pada pagi hari (contoh: shalat subuh, kebaktian setiap hari minggu) Mengingatkan untuk melakukan ibadah sunnah (puasa, tahajud, acara keagamaan) Mengingatkan untuk berdoa sebelum melakukan kegiatan sehari-hari Aspek Ekonomi Mengkomunikasikan pendapatan/pengeluaran sehari-hari Mengikuti arisan atau ingin menyimpan uang jika ada uang lebih, membeli sesuatu barang Memberikan dan meminta uang jika mengalami kekurangan uang belanja saat akhir bulan Membeli barang kebutuhan pribadi atau barang kebutuhan baik secara tunai atau mencicil Mengkomunikasikan rencana pengeluaran untuk masa depan Aspek Cinta Kasih Mengungkapkan rasa sayang Mengungkapkan harapan untuk mencapai keharmonisan keluarga/mempertahankan keluarga Memberikan ucapan selamat ketika berulang tahun/saat hari ulang tahun pernikahan Menyiapkan pakaian kerja suami atau membantu istri dalam pekerjaan rumah tangga ketika hari libur Memberikan sesuatu pada saat tertentu Memberikan apresiasi/tanda terimakasih pada pasangan Mengetahui makanan kesukaan pasangan Mengetahui hobi pasangan Meminta serta menyiapkan sarapan dan makan malam Mengungkapkan rasa kurang suka kepada pasangan Mengetahui jadwal kerja pasangan Menghargai pasangan Aspek Sosialisasi dan Pendidikan Mendiskusikan masalah pendidikan anak Membagi peran dalam mengasuh anak 2. 3. 4. 5. B. 6. 7. 8. 9. 10. C. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. D. 23. 24. Istri TP E Suami NV V TP E NV V 16,7 3,3 6,7 73,3 13,3 0,0 16,7 70,0 20,0 0,0 3,3 76,7 20,0 0,0 6,7 73,3 13,3 3,3 10,0 73,4 20,0 0,0 16,7 63,3 23,3 0,0 16,7 60,0 20,0 3,3 3,3 73,4 13,3 0,0 3,3 83,4 13,3 0,0 16,7 70,0 20,0 0,0 3,3 76,7 3,3 0,0 20,0 76,7 13,3 0,0 3,3 84,4 3,3 0,0 10,0 86,7 10,0 0,0 6,7 83,3 0,0 0,0 40,0 60,0 16,7 0,0 3,3 80,0 6,7 0,0 10,0 83,3 0,0 0,0 0,0 100,0 6,7 0,0 10,0 83,3 3,3 0,0 76,7 20,0 0,0 0,0 70,0 30,0 10,0 0,0 16,7 73,3 6,7 0,0 16,7 76,6 10,0 0,0 13,3 76,7 6,7 0,0 23,3 70,0 30,0 0,0 43,3 26,7 6,7 0,0 46,7 46,7 16,7 0,0 40,0 43,3 13,3 0,0 40,0 46,7 20,0 0,0 33,3 46,7 10,0 0,0 30,0 60,0 3,3 0,0 60,0 36,7 6,7 0,0 53,3 40,0 6,7 0,0 73,3 20,0 6,7 0,0 53,3 40,0 0,0 0,0 53,3 46,7 16,7 0,0 33,3 50,0 6,7 0,0 26,6 66,7 3,3 10,0 20,0 66,7 3,3 0,0 20,0 76,7 6,7 0,0 30,0 63,3 3,3 0,0 60,0 36,7 3,3 0,0 43,3 53,3 0,0 0,0 0,0 100,0 0,0 0,0 3,3 96,7 10,0 0,0 30,0 60,0 3,3 3,3 20,0 73,4 Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal 89 No. Pernyataan 25. Mengenal teman-teman pasangan Mengenalkan teman-temannya pada pasangan Mendiskusikan cara mendisiplinkan anak Mengajak pasangan untuk mengikuti kegiatan yang diikutinya Aspek Perlindungan Menanyakan kabar pasangan jika telat pulang dari kerja Mengetahui dan menanyakan aktivitas yang dilakukan pasangan ketika berada di luar rumah Memberitahukan kejadian yang terjadi di rumah/di kantor pada pasangan Merawat pasangan ketika sedang sakit Mendiskusikan pada pasangan jika terdapat ketidaknyamanan di dalam rumah Berbicara pada pasangani ketika merasa kurang diperhatikan atau dilindungi Meminta izin dan memberitahukan pada pasangan jika ingin pergi ke luar rumah/telat pulang kerja Meminta pasangan untuk menemani jika ingin berpergian Aspek Reproduksi Mendiskusikan jumlah anak Mendiskusikan jarak kelahiran anak Mendiskusikan dan bertanya mengenai keikutsertaannya dalam KB Berbicara pada pasangan ketika ingin atau tidak ingin melakukan hubungan intim Meminta bantuan pada pasangan serta membantu dalam hal mengasuh anak ketika masih kecil Aspek Sosial dan Budaya Mengetahuibudaya/kebiasaan/ adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan Mentoleransi (menghargai) budaya/kebiasaan/adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan Mengkomunikasikan budaya/kebiasaan/adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan Mengupayakan agar budaya/kebiasaan yang berlaku di keluarganya dapat diterima oleh pasangan Menerima perbedaan budaya/kebiasaan/adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan 26. 27. 28. E. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. F. 37. 38. 39. 40. 41. G. 42. 43. 44. 45. 46. TP E Istri NV Suami V TP E NV V 3,3 0,0 46,7 50,0 6,7 0,0 46,7 46,7 6,7 0,0 50,0 43,3 3,3 0,0 26,7 70,0 3,3 0,0 10,0 86,7 6,7 3,3 16,7 73,3 23,3 0,0 10,0 66,7 3,3 0,0 6,7 90,0 10,0 3,3 10,0 76,7 6,7 3,3 3,3 86,7 6,7 0,0 13,3 80,0 3,3 0,0 33,3 63,4 0,0 0,0 0,0 100,0 13,3 0,0 10,0 76,7 0,0 0,0 63,3 36,7 0,0 0,0 43,3 56,7 6,7 0,0 16,7 76,6 6,7 0,0 46,7 46,7 16,7 13,3 20,0 50,0 20,0 10,0 16,7 53,3 6,7 0,0 3,3 90,0 6,7 0,0 13,3 80,0 0,0 0,0 0,0 100,0 0,0 0,0 6,7 93,3 23,3 0,0 3,3 73,3 16,7 0,0 13,3 70,0 23,3 0,0 6,7 70,0 16,7 0,0 10,0 73,3 16,7 0,0 3,3 80,0 23,3 0,0 10,0 66,7 0,0 0,0 40,0 60,0 0,0 0,0 60,0 40,0 3,3 3,3 20,0 73,4 0,0 0,0 46,7 53,3 13,4 0,0 43,3 43,3 3,3 0,0 60,0 36,7 10,0 0,0 56,7 33,3 6,7 0,0 53,3 40,0 6,7 0,0 33,3 60,0 23,3 0,0 33,3 43,4 20,0 0,0 10,0 70,0 20,0 0,0 26,7 53,3 10,0 6,7 20,0 63,3 3,3 0,0 30,0 66,7 Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal 90 No. H. 47. 48. 49. 50. 51. Pernyataan Aspek Pembinaan Lingkungan Meminta tolong pasangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh lingkungan setempat Mengajak pasangan untuk berekreasi pada hari libur Mengajak pasangan untuk membersihkan dan merapihkan rumah ketika hari libur Menegur pasangan ketika menaruh barang bukan pada tempatnya Mengajak pasangan untuk menghemat sumberdaya di rumah (air, listrik, gas atau minyak tanah TP E Istri NV Suami V TP E NV V 26,6 0,0 16,7 56,7 16,7 0,0 3,3 80,0 16,7 0,0 10,0 73,3 6,7 0,0 10,0 83,3 20,0 3,3 23,4 53,3 10,0 3,4 43,3 43,3 3,3 36,7 6,7 53,3 0,0 16,7 23,3 60,0 23,3 6,7 6,7 63,3 6,7 6,7 20,0 66,6 Lampiran 2 Sebaran responden sama suku berdasarkan pernyataan pola komunikasi No. Pernyataan A. 1. Aspek Keagamaan Mengingatkan untuk melakukan ibadah tepat waktu Mengajak untuk mengikuti pengajian/kegiatan kerohanian/peringatan hari raya baik di lingkungan sekitar maupun di luar lingkungan rumah Membangunkan untuk melakukan ibadah pada pagi hari (contoh: shalat subuh, kebaktian setiap hari minggu) Mengingatkan untuk melakukan ibadah sunnah (puasa, tahajud, acara keagamaan) Mengingatkan untuk berdoa sebelum melakukan kegiatan sehari-hari Aspek Ekonomi Mengkomunikasikan pendapatan/pengeluaran sehari-hari Mengikuti arisan atau ingin menyimpan uang jika ada uang lebih, membeli sesuatu barang Memberikan dan meminta uang jika mengalami kekurangan uang belanja saat akhir bulan Membeli barang kebutuhan pribadi atau barang kebutuhan baik secara tunai atau mencicil Mengkomunikasikan rencana pengeluaran untuk masa depan Aspek Cinta Kasih Mengungkapkan rasa sayang Mengungkapkan harapan untuk mencapai keharmonisan keluarga/mempertahankan keluarga Memberikan ucapan selamat ketika berulang tahun/saat hari ulang tahun pernikahan 2. 3. 4. 5. B. 6. 7. 8. 9. 10. C. 11. 12. 13. TP E Istri NV Suami V TP E NV V 10,0 3,3 13,4 73,3 6,7 3,3 16,7 73,3 10,0 6,7 10,0 73,3 10,0 0,0 6,7 83,3 16,6 6,7 6,7 70,0 10,0 3,3 13,4 73,3 20,0 0,0 26,7 53,3 20,0 3,3 20,0 56,7 10,0 0,0 13,3 76,7 16,7 0,0 6,7 76,7 10,0 0,0 6,7 83,3 10,0 6,7 0,0 83,3 6,7 0,0 0,0 93,3 0,0 10,0 0,0 90,0 10,0 0,0 3,3 86,7 3,3 0,0 26,7 70,0 0,0 0,0 0,0 100,0 3,3 3,3 6,7 86,6 3,3 0,0 3,3 93,4 0,0 3,3 6,7 90,0 0,0 0,0 60,0 40,0 3,3 0,0 60,0 36,7 6,7 0,0 20,0 73,3 3,3 0,0 23,3 73,3 13,3 0,0 16,7 70,0 20,0 0,0 10,0 70,0 Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal 91 No. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. D. 23. 24. 25. 26. 27. 28. E. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. F. 37. 38. 39. 40. Pernyataan Menyiapkan pakaian kerja suami atau membantu istri dalam pekerjaan rumah tangga ketika hari libur Memberikan sesuatu pada saat tertentu Memberikan apresiasi/tanda terimakasih pada pasangan Mengetahui makanan kesukaan pasangan Mengetahui hobi pasangan Meminta serta menyiapkan sarapan dan makan malam Mengungkapkan rasa kurang suka kepada pasangan Mengetahui jadwal kerja pasangan Menghargai pasangan Aspek Sosialisasi dan Pendidikan Mendiskusikan masalah pendidikan anak Membagi peran dalam mengasuh anak Mengenal teman-teman pasangan Mengenalkan teman-temannya pada pasangan Mendiskusikan cara mendisiplinkan anak Mengajak pasangan untuk mengikuti kegiatan yang diikutinya Aspek Perlindungan Menanyakan kabar pasangan jika telat pulang dari kerja Mengetahui dan menanyakan aktivitas yang dilakukan pasangan ketika berada di luar rumah Memberitahukan kejadian yang terjadi di rumah/di kantor pada pasangan Merawat pasangan ketika sedang sakit Mendiskusikan pada pasangan jika terdapat ketidaknyamanan di dalam rumah Berbicara pada pasangani ketika merasa kurang diperhatikan atau dilindungi Meminta izin dan memberitahukan pada pasangan jika ingin pergi ke luar rumah/telat pulang kerja Meminta pasangan untuk menemani jika ingin berpergian Aspek Reproduksi Mendiskusikan jumlah anak Mendiskusikan jarak kelahiran anak Mendiskusikan dan bertanya mengenai keikutsertaannya dalam KB Berbicara pada pasangan ketika ingin atau tidak ingin melakukan hubungan intim TP E Istri NV Suami V TP E NV V 13,3 0,0 50,0 36,7 0,0 0,0 46,7 53,3 13,3 0,0 63,3 23,4 23,3 0,0 43,4 33,3 3,3 0,0 36,7 60,0 6,7 0,0 26,7 66,6 3,3 0,0 43,3 53,4 0,0 0,0 43,3 56,7 6,7 0,0 56,7 36,6 6,7 0,0 40,0 53,3 3,3 0,0 53,3 43,3 13,3 3,3 23,4 60,0 3,3 0,0 33,4 63,3 6,7 3,3 36,7 53,3 0,0 3,3 20,0 76,7 3,3 0,0 26,7 70,0 3,3 0,0 60,0 36,7 0,0 0,0 46,7 53,3 3,3 0,0 3,3 93,4 3,3 0,0 3,3 93,4 3,3 0,0 20,0 76,7 13,3 0,0 23,3 63,4 0,0 0,0 53,3 46,7 10,0 0,0 40,0 50,0 0,0 0,0 53,3 46,7 6,7 0,0 40,0 53,3 6,7 3,3 13,3 76,7 10,0 0,0 10,0 80,0 0,0 3,3 3,3 93,4 3,3 0,0 6,7 90,0 0,0 0,0 3,3 96,7 13,3 0,0 13,3 73,4 10,0 3,3 20,0 66,7 13,3 0,0 13,3 73,4 0,0 0,0 0,0 100,0 10,0 0,0 13,3 76,7 3,3 0,0 56,7 40,0 3,3 3,3 43,4 50,0 0,0 0,0 6,7 93,3 10,0 0,0 20,0 70,0 6,7 10,0 6,7 76,6 0,0 3,3 33,3 63,4 6,7 0,0 3,3 90,0 0,0 0,0 13,3 86,7 3,3 3,3 6,7 86,7 3,3 0,0 16,7 80,0 10,0 0,0 3,3 86,7 10,0 0,0 10,0 80,0 20,0 0,0 10,0 70,0 10,0 0,0 13,3 76,7 6,7 0,0 3,3 90,0 13,3 0,0 10,0 76,7 0,0 3,3 30,0 66,7 0,0 0,0 43,3 56,7 Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal 92 No. G. 41. 42. 43. 44. 45. 46. H. 47. 48. 49. 50. 51. Pernyataan Aspek Sosial dan Budaya Meminta bantuan pada pasangan serta membantu dalam hal mengasuh anak ketika masih kecil Mengetahuibudaya/kebiasaan/ adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan Mentoleransi (menghargai) budaya/kebiasaan/adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan Mengkomunikasikan budaya/kebiasaan/adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan Mengupayakan agar budaya/kebiasaan yang berlaku di keluarganya dapat diterima oleh pasangan Menerima perbedaan budaya/kebiasaan/adat istiadat perayaan upacara adat yang dianut pasangan Aspek Pembinaan Lingkungan Meminta tolong pasangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh lingkungan setempat Mengajak pasangan untuk berekreasi pada hari libur Mengajak pasangan untuk membersihkan dan merapihkan rumah ketika hari libur Menegur pasangan ketika menaruh barang bukan pada tempatnya Mengajak pasangan untuk menghemat sumberdaya di rumah (air, listrik, gas atau minyak tanah TP E Istri NV Suami V TP E NV V 3,3 3,3 13,4 80,0 6,7 0,0 40,0 53,3 10,0 0,0 40,0 50,0 0,0 3,3 40,0 56,7 0,0 0,0 60,0 40,0 6,7 3,3 40,0 50,0 20,0 0,0 23,3 56,7 13,3 0,0 33,3 53,4 26,7 0,0 33,3 40,0 13,3 0,0 36,7 50,0 13,3 3,3 43,4 40,0 6,7 0,0 36,7 56,6 13,3 0,0 10,0 76,7 13,3 3,3 20,0 63,4 0,0 3,3 13,3 83,4 0,0 0,0 10,0 90,0 6,7 3,3 23,3 66,7 13,3 0,0 23,3 63,4 0,0 23,3 13,3 63,4 0,0 0,0 16,7 83,3 6,7 3,3 13,3 76,7 10,0 3,3 16,7 70,0 Ket. TP: Tidak pernah, E: Emosi/marah-marah, NV: Non Verbal, V: Verbal Lampiran 3 Sebaran responden beda suku berdasarkan pernyataan penyesuaian No. Pernyataan A. Penyesuaian dengan pasangan Menerima kelebihan pasangan Mengatasi tekanan atau kecemasan yang timbul dari pasangan Memberikan kasih sayang pada pasangan Meluangkan waktu untuk kumpul bersama setiap hari Memahami keinginan pasangan Memahami kebutuhan pasangan Menerima perubahan sifat dan sikap pasangan Menyelesaikan masalah atau konflik keluarga 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. SS S Istri N M SM SS S Suami N M SM 0,0 0,0 43,3 43,3 13,4 0,0 3,3 20,0 53,4 23,3 6,7 16,7 53,3 20,0 3,3 6,7 10,0 60,0 16,7 6,6 0,0 0,0 16,7 56,7 26,6 0,0 3,3 20,0 60,0 16,7 0,0 16,7 23,3 43,3 16,7 0,0 13,3 20,0 50,0 16,7 0,0 13,3 43,3 40,0 3,4 0,0 6,7 46,7 36,6 10,0 0,0 3,3 50,0 40,0 6,7 0,0 3,3 46,7 46,7 3,3 3,3 13,3 43,4 33,3 6,7 6,7 10,0 53,3 23,3 6,7 3,3 3,3 56,7 33,4 3,3 3,3 0,0 53,4 40,0 3,3 Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah 93 No. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. B. 23. 24. 25. 26. 27. C. 28. Pernyataan Menerima pembagian peran dan tugas dalam rumah tangga (misal istri mencuci pakaian, suami menyetrika) Jika ditinggal pasangan pergi ke luar kota untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak sendiri Mengetahui atau mengenali perasaan pasangan jika sedang senang, sedih, marah Menerima perbedaan pendapat antar pasangan Menerima kekurangan pasangan Menyesuaikan diri atau menerima kebiasaan pasangan (misal merokok, mendengkur ketika tidur, boros, senang beramal, malas, dll) Menciptakan komunikasi yang baik pada pasangan Memberikan dukungan pada pasangan setiap saat Mengelola atau mengatasi emosi pasangan Berempati (merasakan apa yang dirasakan istri) pada pasangan (misal istri naik pangkat, suami merasa bahagia) Memiliki pandangan positif pada pasangan (misal pasangan setia, bertanggung jawab,dll) Mengetahui aktivitas (kegiatan) yang dilakukan pasangan setiap hari Mengetahui latar belakang pasangan sebelum menikah (misal pendidikan, pekerjaan, keluarga, sifat) Melaksanakan kesepakatan yang telah dibuat secara bersama baik sebelum menikah atau sesudah menikah Penyesuaian Keuangan Mengatur dan mengelola keuangan keluarga Perencanaan simpanan (tabungan) untuk pengeluaran masa depan Membelanjakan penghasilan atau uang yang diberikan oleh suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga Menghargai pendapatan atau penghasilan pasangan Memecahkan masalah keuangan Penyesuaian Seksual Mengetahui perilaku pasangan jika ingin melakukan hubungan intim SS S Istri N M SM SS S Suami N M SM 6,7 10,0 33,3 36,7 13,3 3,3 6,7 33,3 46,7 10,0 0,0 20,0 23,3 43,3 13,3 13,3 20,0 30,0 30,0 6,7 0,0 10,0 23,3 53,3 13,3 0,0 3,3 33,3 50,0 13,3 3,3 13,3 56,7 20,0 6,7 0,0 3,3 60,0 26,7 10,0 0,0 10,0 23,3 63,4 3,3 0,0 0,0 23,3 66,7 10,0 0,0 13,3 46,7 33,3 6,7 0,0 3,3 33,3 53,4 10,0 0,0 10,0 16,7 56,6 16,7 0,0 0,0 30,0 53,3 16,7 0,0 0,0 20,0 63,3 16,7 0,0 0,0 16,7 63,3 20,0 0,0 13,3 40,0 40,0 6,7 0,0 10,0 56,7 26,7 6,6 0,0 6,7 20,0 63,3 10,0 3,3 3,3 16,7 63,3 13,4 0,0 6,7 3,3 73,3 16,7 0,0 0,0 10,0 76,7 13,3 0,0 3,4 13,3 70,0 13,3 0,0 3,3 10,0 73,3 13,3 0,0 6,7 20,0 63,3 10,0 0,0 16,7 13,3 56,7 13,3 0,0 3,3 40,0 50,0 6,7 0,0 10,0 33,3 46,7 10,0 6,7 13,3 50,0 26,7 3,3 3,3 20,0 40,0 30,0 6,7 0,0 23,3 43,4 30,0 3,3 3,3 23,3 36,7 30,0 6,7 0,0 10,0 43,3 43,3 3,4 0,0 3,3 33,3 50,0 13,4 0,0 0,0 16,7 66,6 16,7 0,0 0,0 20,0 66,7 13,3 3,3 16,7 46,7 30,0 3,3 3,3 3,3 46,7 36,7 10,0 0,0 0,0 20,0 63,3 16,7 0,0 6,7 23,3 56,7 13,3 Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah 94 No. 29. 30. 31. 32. D. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. Pernyataan Mengetahui kondisi kesehatan pasangan sebelum melakukan hubungan intim (capek atau tidak, istri sedang haid atau tidak) Mengajak pasangan untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak Merencanakan jarak kelahiran anak secara bersama-sama Menerima alasan pasangan jika tidak ingin melakukan hubungan intim Penyesuaian Dengan Keluarga Pasangan Menjaga hubungan baik dengan keluarga pasangan (mertua, adik ipar, dan kakak ipar) Membantu keluarga pasangan jika kesulitan (bantuan material atau non material) Mengadakan acara bersama keluarga pasangan Mengenali sifat keluarga pasangan (mertua, adik ipar, dan kakak ipar) Menerima bantuan dari keluarga pasangan (finansial atau psikologis) Menerima nasihat dari keluarga pasangan Memberi nasihat kepada keluarga pasangan Mengikuti acara yang diadakan keluarga pasangan SS S Istri N M SM SS S Suami N M SM 0,0 0,0 10,0 80,0 10,0 0,0 0,0 16,7 73,3 10,0 3,3 16,7 43,3 30,0 6,7 3,3 6,7 36,7 43,3 10,0 3,3 6,7 20,0 63,3 6,7 0,0 6,7 10,0 63,3 20,0 0,0 3,3 23,3 66,7 6,7 3,3 3,3 30,0 56,7 6,7 3,3 3,3 33,3 53,4 6,7 0,0 0,0 26,7 60,0 13,3 0,0 3,3 40,0 46,7 10,0 0,0 3,3 50,0 40,0 6,7 6,7 13,3 26,7 40,0 13,3 3,3 10,0 20,0 63,4 3,3 3,3 20,0 26,7 43,3 6,7 0,0 13,3 36,7 46,7 3,3 6,7 10,0 40,0 36,6 6,7 0,0 3,3 40,0 50,0 6,7 0,0 10,0 30,0 56,7 3,3 0,0 6,7 33,3 56,7 3,3 6,7 20,0 40,0 30,0 3,3 3,3 13,3 36,7 43,4 3,3 3,3 13,3 23,4 50,0 10,0 3,3 3,3 20,0 63,3 10,0 Lampiran 4 Sebaran responden sama suku berdasarkan pernyataan penyesuaian No. Pernyataan A. Penyesuaian dengan pasangan Menerima kelebihan pasangan Mengatasi tekanan atau kecemasan yang timbul dari pasangan Memberikan kasih sayang pada pasangan Meluangkan waktu untuk kumpul bersama setiap hari Memahami keinginan pasangan Memahami kebutuhan pasangan Menerima perubahan sifat dan sikap pasangan Menyelesaikan masalah atau konflik keluarga Menerima pembagian peran dan tugas dalam rumah tangga (misal istri mencuci pakaian, suami menyetrika) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. SS S Istri N M SM SS S Suami N M SM 0,0 0,0 50,0 40,0 10,0 0,0 0,0 20,0 63,3 16,7 0,0 16,7 56,7 23,3 3,3 3,3 10,0 50,0 30,0 6,7 0,0 3,3 13,3 63,4 20,0 0,0 10,0 10,0 50,0 30,0 0,0 3,3 36,7 30,0 30,0 3,3 10,0 26,7 30,0 30,0 0,0 10,0 43,3 43,3 3,4 0,0 16,7 30,0 46,7 6,6 0,0 3,3 46,7 46,7 3,3 0,0 10,0 20,0 60,0 10,0 3,3 16,7 43,3 36,7 0,0 0,0 10,0 36,7 46,7 6,6 0,0 6,7 43,3 50,0 0,0 0,0 0,0 33,3 56,7 10,0 3,3 6,7 26,7 53,3 10,0 0,0 3,3 26,7 60,0 10,0 Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah 95 No. 10. 11. 12. 13. 14. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. B. 23. 24. 25. 26. 27. C. 28. 29. 30. 31. 32. Pernyataan Jika ditinggal pasangan pergi ke luar kota untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak sendiri Mengetahui atau mengenali perasaan pasangan jika sedang senang, sedih, marah Menerima perbedaan pendapat antar pasangan Menerima kekurangan pasangan Menyesuaikan diri atau menerima kebiasaan pasangan Memberikan dukungan pada pasangan setiap saat Mengelola atau mengatasi emosi pasangan Berempati (merasakan apa yang dirasakan istri) pada pasangan (misal istri naik pangkat, suami merasa bahagia) Memiliki pandangan positif pada pasangan (misal pasangan setia, bertanggung jawab,dll) Mengetahui aktivitas (kegiatan) yang dilakukan pasangan setiap hari Mengetahui latar belakang pasangan sebelum menikah (misal pendidikan, pekerjaan, keluarga, sifat) Melaksanakan kesepakatan yang telah dibuat secara bersama baik sebelum menikah atau sesudah menikah Penyesuaian Keuangan Mengatur dan mengelola keuangan keluarga Perencanaan simpanan (tabungan) untuk pengeluaran masa depan Membelanjakan penghasilan atau uang yang diberikan oleh suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga Menghargai pendapatan atau penghasilan pasangan Memecahkan masalah keuangan Penyesuaian Seksual Mengetahui perilaku pasangan jika ingin melakukan hubungan intim Mengetahui kondisi kesehatan pasangan sebelum melakukan hubungan intim (capek atau tidak, istri sedang haid atau tidak) Mengajak pasangan untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak Merencanakan jarak kelahiran anak secara bersama-sama Menerima alasan pasangan jika tidak ingin melakukan hubungan intim SS S Istri N M SM SS S Suami N M SM 0,0 20,0 26,7 43,3 10,0 6,6 20,0 36,7 26,7 10,0 3,3 16,7 26,7 50,0 3,3 3,3 3,3 26,7 60,0 6,7 0,0 16,7 53,3 26,7 3,3 0,0 13,3 40,0 40,0 6,7 0,0 10,0 56,7 30,0 3,3 0,0 0,0 46,7 46,7 6,6 6,7 10,0 40,0 36,6 6,7 0,0 6,7 33,3 46,7 13,3 0,0 0,0 13,3 70,0 16,7 0,0 0,0 6,7 73,3 20,0 0 6,7 40,0 50,0 3,3 3,3 16,7 26,7 46,7 6,6 0,0 6,7 13,3 66,7 13,3 0,0 0,0 20,0 63,3 16,7 3,3 0,0 23,3 53,4 20,0 0,0 3,3 10,0 63,3 23,4 3,3 6,7 20,0 50,0 20,0 0,0 0,0 20,0 46,7 23,4 3,3 10,0 30,0 46,7 10,0 0,0 0,0 26,7 56,7 16,6 0,0 3,3 23,3 63,4 10,0 0,0 3,3 16,7 63,3 16,7 3,3 13,3 36,7 43,4 3,3 3,3 10,0 36,7 46,7 3,3 0,0 20,0 40,0 33,3 6,7 3,3 13,3 40,0 36,7 6,7 0,0 6,7 30,0 56,6 6,7 0,0 3,3 23,3 60,0 13,4 0,0 6,7 20,0 66,6 6,7 0,0 3,3 23,3 60,0 13,3 3,3 3,3 50,0 40,0 3,3 0,0 13,3 40,0 43,3 3,3 3,3 0,0 16,7 63,3 16,7 0,0 3,3 16,7 56,7 23,3 3,3 0,0 10,0 76,7 10,0 0,0 0,0 16,7 63,3 20,0 13,3 6,7 43,3 26,7 10,0 3,3 3,3 26,7 50,0 16,7 6,7 3,3 26,7 56,6 6,7 0,0 6,6 16,7 66,7 10,0 0,0 0,0 30,0 63,3 6,7 0,0 0,0 23,3 60,0 16,7 Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah 96 D. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. Penyesuaian Dengan Keluarga Pasangan Menjaga hubungan baik dengan keluarga pasangan (mertua, adik ipar, dan kakak ipar) Membantu keluarga pasangan jika kesulitan (bantuan material atau non material) Mengadakan acara bersama keluarga pasangan Mengenali sifat keluarga pasangan Menerima bantuan dari keluarga pasangan (finansial atau psikologis) Menerima nasihat dari keluarga pasangan Memberi nasihat kepada keluarga pasangan Mengikuti acara yang diadakan keluarga pasangan 0,0 6,7 30,0 53,3 10,0 0,0 0,0 26,7 60,0 13,3 0,0 6,7 40,0 46,6 6,7 0,0 0,0 33,3 50,0 16,7 0,0 20,0 26,7 40,0 13,3 0,0 3,3 26,7 53,3 16,7 3,3 10,0 30,0 46,7 10,0 0,0 3,3 30,0 53,3 13,4 3,3 3,3 50,0 33,3 10,0 0,0 0,0 56,7 40,0 3,3 3,3 10,0 40,0 40,0 6,7 0,0 0,0 30,0 63,3 6,7 10,0 23,3 33,3 26,7 6,7 3,3 13,3 40,0 36,7 6,7 0,0 6,7 40,0 50,0 3,3 0,0 6,7 23,3 56,7 13,3 Ket. SS: Sangat Sulit , S: Sulit, N: Netral, M: Mudah, SM: Sangat Mudah 97 Lampiran 5 Sebaran responden beda suku berdasarkan pernyataan keharmonisan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Pernyataan Kondisi keuangan keluarga yang dimiliki saat ini Menyampaikan pendapat pada pasangan (dihargai atau dicuekin) Komunikasi yang terjalin dengan pasangan dan anggota keluarga Ketika melakukan hubungan intim dengan pasangan Pembagian peran dan tugas sehari-hari dengan suami Pembagian peran dan tugas dalam mendidik anak dengan suami Perilaku pasangan pada anda selama ini Pasangan mencintai dan menyayangi anda hingga saat ini Kesetiaan pasangan pada anda hingga saat ini Hubungan dengan keluarga pasangan saat ini Komitmen dan kerjasama pasangan pada anda selama ini Penyelesaian masalah (mengatasi konflik yang muncul) yang dilakukan pasangan selama ini Mengasuh, mendidik, dan merawat anak bersama pasangan selama ini Penyesuaian dengan pasangan dalam hal (keuangan, seksual, keluarga pasangan) Waktu untuk berkumpul bersama keluarga Kesehatan keluarga saat ini Pendidikan keluarga saat ini (anak, suami, istri) Dukungan yang diberikan oleh pasangan dan keluarga pada anda hingga saat ini Penerapan nilai agama pada pasangan dan keluarga saat ini Upaya/usaha anda dalam membahagiakan pasangan hingga saat ini Harapan anda terhadap pasangan dan keluarga dengan kenyataan saat ini Istri TP SP P 13,3 53,4 30,0 3,3 10,0 66,6 16,7 6,7 13,3 53,4 30,0 3,3 3,3 43,3 46,7 6,7 10,0 30,0 46,7 13,3 0,0 46,7 30,0 23,3 0,0 53,3 30,0 16,7 0,0 43,3 36,7 20,0 13,3 50,0 30,0 6,7 6,7 43,3 46,7 3,3 13,3 40,0 36,7 10,0 10,0 40,0 40,0 10,0 13,3 33,3 46,7 6,7 3,3 40,0 40,0 16,7 6,7 16,7 36,6 40,0 3,3 20,0 33,3 43,4 0,0 10,0 36,7 53,3 0,0 13,3 36,7 50,0 13,3 30,0 43,4 13,3 0,0 30,0 46,7 23,3 3,3 46,7 40,0 10,0 3,3 36,7 43,3 16,7 6,7 50,0 33,3 10,0 3,3 50,0 36,7 10,0 10,0 26,7 30,0 33,3 10,0 23,3 43,4 23,3 6,7 50,0 36,6 6,7 3,3 46,7 36,7 13,3 10,0 33,3 40,0 16,7 3,3 20,0 53,4 23,3 3,3 30,0 43,4 23,3 0,0 16,7 63,3 20,0 6,7 20,0 60,0 13,3 6,7 23,3 56,7 13,3 6,7 23,3 53,3 16,7 3,3 26,7 53,3 16,7 10,0 36,6 26,7 26,7 10,0 26,7 43,3 20,0 13,3 36,7 40,0 10,0 13,3 40,0 33,4 13,3 23,3 30,0 30,0 16,7 10,0 33,4 43,3 13,3 Ket. TP: Tidak Puas , CP: Cukup Puas, P: Puas, SP: Sangat Puas TP CP Suami P CP SP 98 Lampiran 6 Sebaran responden sama suku berdasarkan pernyataan keharmonisan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Pernyataan Kondisi keuangan keluarga yang dimiliki saat ini Menyampaikan pendapat pada pasangan (dihargai atau dicuekin) Komunikasi yang terjalin dengan pasangan dan anggota keluarga Ketika melakukan hubungan intim dengan pasangan Pembagian peran dan tugas sehari-hari dengan suami Pembagian peran dan tugas dalam mendidik anak dengan suami Perilaku pasangan pada anda selama ini Pasangan mencintai dan menyayangi anda hingga saat ini Kesetiaan pasangan pada anda hingga saat ini Hubungan dengan keluarga pasangan saat ini Komitmen dan kerjasama pasangan pada anda selama ini Penyelesaian masalah (mengatasi konflik yang muncul) yang dilakukan pasangan selama ini Mengasuh, mendidik, dan merawat anak bersama suami selama ini Penyesuaian dengan pasangan dalam hal (keuangan, seksual, keluarga pasangan) Waktu untuk berkumpul bersama keluarga Kesehatan keluarga saat ini Pendidikan keluarga saat ini (anak, suami, istri) Dukungan yang diberikan oleh pasangan dan keluarga pada anda hingga saat ini Penerapan nilai agama pada pasangan dan keluarga saat ini Upaya/usaha anda dalam membahagiakan pasangan hingga saat ini Harapan anda terhadap pasangan dan keluarga dengan kenyataan saat ini Istri TP SP TP CP Suami P CP P 6,7 53,3 33,3 6,7 10,0 46,7 40,0 SP 3,3 3,3 50,0 40,0 6,7 3,3 43,4 50,0 3,3 6,7 30,0 43,3 20,0 0,0 36,7 50,0 13,3 0,0 20,0 60,0 20,0 0,0 20,0 50,0 30,0 3,3 40,0 43,4 13,3 3,3 36,7 46,7 13,3 10,0 33,3 40,0 16,7 10,0 33,3 46,7 10,0 0,0 20,0 63,3 16,7 3,3 23,3 56,7 16,7 0,0 13,3 33,3 53,4 0,0 20,0 36,7 43,3 3,3 6,7 36,7 53,3 0,0 16,7 30,0 53,3 3,3 20,0 60,0 16,7 0,0 36,7 36,7 26,6 0,0 26,7 50,0 23,3 0,0 20,0 46,7 33,3 0,0 36,7 40,0 23,3 3,3 33,3 36,7 26,7 10,0 26,7 30,0 33,3 6,7 23,3 33,3 36,7 0,0 33,3 56,7 10,0 0,0 36,7 46,7 16,6 3,3 43,4 30,0 23,3 13,3 20,0 40,0 26,7 3,3 16,7 46,7 33,3 3,3 30,0 43,3 23,4 10,0 40,0 30,0 20,0 16,7 16,7 46,6 20,0 6,7 20,0 40,0 33,3 3,3 16,7 46,7 33,3 10,0 13,3 60,0 16,7 10,0 26,7 40,0 23,3 10,0 6,7 53,3 20,0 3,3 33,3 43,4 20,0 10,0 30,0 46,7 13,3 0,0 40,0 40,0 20,0 Ket. TP: Tidak Puas , CP: Cukup Puas, P: Puas, SP: Sangat Puas 99 Lampiran 7 Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan Keluarga Sama Suku Correlations s_stat polkom tot s_stat polkom tot Pearson Correlation s_stat totsesuai 1 Sig, (2-tailed) N s_stat totsesuai Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_stathrmns Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_per s_pddk s_pdpttot ,089 ,076 ,127 ,182 ,261 * ,000 ,001 ,754 ,500 ,562 ,335 ,165 ,044 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** 1 ** ,175 -,035 ,029 ,206 -,029 ,087 ,000 ,180 ,792 ,825 ,115 ,826 ,508 ,505 ,000 ,553 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ** 1 -,048 ,057 ,094 ,006 ,062 ,065 ,718 ,663 ,475 ,964 ,637 ,622 60 60 60 60 60 60 1 ** ** ** ,106 ,220 ,423 ,553 ,001 ,000 60 60 60 Sig, (2-tailed) ,754 ,180 ,718 60 60 60 60 ** -,455 ,450 ,000 ,000 ,419 ,091 60 60 60 60 60 1 * -,308 -,015 ,272 * ,089 -,035 ,057 Sig, (2-tailed) ,500 ,792 ,663 ,000 60 60 60 60 Pearson Correlation ,076 ,029 ,094 Sig, (2-tailed) ,562 ,825 ,475 ,000 ,017 60 60 60 60 60 Pearson Correlation ,127 ,206 ,006 ** -,015 Sig, (2-tailed) ,335 ,115 ,964 ,000 ,906 ,003 60 60 60 60 60 60 * -,455 ,450 ,884 ** ,884 ,000 Pearson Correlation ,388 ** ,017 ,906 ,035 ,002 60 60 60 60 60 * 1 ** ,055 -,207 -,308 ,376 ,003 ,676 ,112 60 60 60 60 ** 1 ,243 ,376 ,383 ** ,061 ,003 60 60 60 ,055 ,243 1 Pearson Correlation ,182 -,029 ,062 ,106 ,272 Sig, (2-tailed) ,165 ,826 ,637 ,419 ,035 ,676 ,061 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** -,207 ** ** 1 N s_pdpttot s_statumur ,041 -,048 N s_pddk s_bsrkel ** ,175 N s_statumur ,423 s_nikah ,041 N s_bsrkel ** s_per Pearson Correlation N s_nikah ,505 s_stat hrmns ,261 * ,087 ,065 ,220 Sig, (2-tailed) ,044 ,508 ,622 ,091 ,002 ,112 ,003 ,001 60 60 60 60 60 60 60 60 N **, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed), *, Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed), ,383 ** ,001 Pearson Correlation ,388 ,418 ,418 60 100 Lampiran 8 Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan Keluarga Beda Suku Correlations s_stat polkom tot s_stat polkom tot Pearson Correlation s_stat totsesuai 1 Sig, (2-tailed) N s_stat totsesuai Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_stathrmns Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_per Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_nikah Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_bsrkel Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_statumur Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_pddk Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_pdpttot Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N ,413 ** s_stat hrmns ,405 s_per s_nikah s_bsrkel ** -,025 -,259 * s_statumur s_pddk s_pdpttot ** -,222 -,210 -,102 -,371 ,001 ,001 ,851 ,046 ,003 ,089 ,107 ,439 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** 1 ** -,021 -,069 -,013 -,028 -,137 -,129 ,000 ,872 ,601 ,922 ,834 ,296 ,325 60 60 60 60 60 60 60 -,166 * -,287 -,182 * -,291 -,145 -,315 ,206 ,026 ,165 ,024 ,268 ,014 60 60 60 60 60 60 1 * ** ** -,208 ,150 ,413 ,001 60 60 ** ** ,405 ,711 ,001 ,000 60 60 ,711 1 60 -,025 -,021 -,166 ,851 ,872 ,206 60 60 60 60 * -,259 -,069 * -,287 * -,282 ,046 ,601 ,026 ,029 60 60 60 60 60 ** -,013 -,182 ** ,108 1 ,003 ,922 ,165 ,000 ,412 60 60 60 60 60 -,222 -,028 -,291 ,089 ,834 ,024 ,000 ,004 ,000 60 60 60 60 60 60 -,210 -,137 -,145 -,208 ,145 ,107 ,296 ,268 ,110 60 60 60 60 -,102 -,129 * -,315 ,439 ,325 60 60 -,371 **, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed), *, Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed), ,466 -,282 ,466 ,736 * ,029 ,000 ,000 ,110 ,252 60 60 60 60 60 ,108 ** ,145 ,077 ,412 ,004 ,270 ,559 60 60 60 60 ** -,042 -,182 1 ,363 ,540 ,000 ,748 ,165 60 60 60 60 ** 1 -,132 ,165 ,313 ,208 60 60 60 -,042 -,132 1 ,211 ,270 ,748 ,313 60 60 60 60 60 ,150 ,077 -,182 ,165 ,211 1 ,014 ,252 ,559 ,165 ,208 ,106 60 60 60 60 60 60 * ,736 ** ,363 ** ,540 ,106 60 101 Lampiran 9 Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan Suami Correlations s_per s_per Pearson Correlation 1 Sig, (2-tailed) N s_nsu Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_bsrkel Pearson Correlation ,050 ,062 ,112 ,035 ,182 ,123 -,046 -,066 ,003 ,001 ,000 ,704 ,640 ,394 ,789 ,165 ,348 ,725 ,617 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** 1 -,201 ,152 ,106 ,066 -,181 -,060 -,135 -,155 -,137 -,176 ,123 ,246 ,422 ,616 ,167 ,648 ,302 ,237 ,296 ,177 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 1 ** ,026 ,025 -,072 -,203 ,065 ,002 -,041 -,063 -,374 ,003 60 60 ,009 ,846 ,852 ,583 ,119 ,619 ,986 ,757 ,632 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ,152 ** 1 ,130 ,130 ,046 ,035 ,178 ,117 -,051 -,083 ,000 ,246 ,009 ,321 ,322 ,725 ,788 ,174 ,375 ,698 ,529 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 Pearson Correlation ,050 ,106 ,026 ,130 1 ,228 -,183 -,107 -,179 -,205 -,042 -,056 Sig, (2-tailed) ,704 ,422 ,846 ,321 ,080 ,161 ,415 ,171 ,116 ,747 ,670 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 Pearson Correlation ,062 ,066 ,025 ,130 ,228 1 -,135 -,059 -,022 ,013 -,121 -,047 Sig, (2-tailed) ,640 ,616 ,852 ,322 ,080 ,302 ,657 ,868 ,921 ,359 ,722 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 1 ** ** ** ** Pearson Correlation ,418 ,830 ,336 ,336 60 Pearson Correlation ,112 -,181 -,072 ,046 -,183 -,135 Sig, (2-tailed) ,394 ,167 ,583 ,725 ,161 ,302 60 60 60 60 60 60 Pearson Correlation ,035 -,060 -,203 ,035 -,107 -,059 Sig, (2-tailed) ,789 ,648 ,119 ,788 ,415 ,657 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ** N N ,911 ,474 ,443 ,460 ,458 ** ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 60 60 60 60 60 60 ** 1 ,911 ,481 ** ,514 ** ,512 ** ,000 ,000 60 60 60 60 1 ** ** -,135 ,065 ,178 -,179 -,022 Sig, (2-tailed) ,165 ,302 ,619 ,174 ,171 ,868 ,000 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ** ** ,481 ** ,000 ,182 ,474 ,496 ,000 Pearson Correlation N s_sesuai issu ** 60 N s_sesuai su ,830 ,123 N s_polkom issu ** 60 N s_polkom su ,418 ,001 Sig, (2-tailed) s_pdptsu ** -,374 s_polkom s_sesu s_sesuai s_harmo s_harmo issu ai su issu nis su nis issu -,201 N s_pddksu s_nsu ** Sig, (2-tailed) s_statusu s_stat s_pdd s_pdpt s_polkom s_bsrkel usu ksu su su ,929 ,559 ,562 ** ,000 ,000 ,000 60 60 60 1 ** Pearson Correlation ,123 -,155 ,002 ,117 -,205 ,013 Sig, (2-tailed) ,348 ,237 ,986 ,375 ,116 ,921 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ** ** ** 1 N s_harmoni Pearson s su Correlation Sig, (2-tailed) N s_harmoni Pearson s issu Correlation Sig, (2-tailed) N ,443 -,041 -,051 -,042 -,121 ,725 ,296 ,757 ,698 ,747 ,359 ,000 ,000 ,000 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 -,066 -,176 -,063 -,083 -,056 -,047 ,617 ,177 ,632 ,529 ,670 ,722 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ,512 ** ,559 ,562 ** ,600 ,600 -,137 ,458 ,514 ,929 -,046 **, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed) ,460 ,496 ,675 ** ,675 ,913 ** ** ,000 60 60 ** 1 ,913 60 102 Lampiran 10 Uji Korelasi Pearson Hubungan antar Variabel dengan Keharmonisan Istri Correlations s_per s_per Pearson Correlation 1 Sig, (2-tailed) N s_nis Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_bsrkel Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_statis Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_pddkis Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_pdptis Pearson Correlation Sig, (2-tailed) N s_polko Pearson m is Correlation Sig, (2-tailed) N s_sesuai Pearson is Correlation Sig, (2-tailed) N s_harmo Pearson nis is Correlation Sig, (2-tailed) N s_polko Pearson m issu Correlation Sig, (2-tailed) N s_sesuai Pearson issu Correlation Sig, (2-tailed) N s_harmo Pearson nis issu Correlation Sig, (2-tailed) N 60 ** -,390 s_stati s_pdd s_pdpt s_polkom s_bsrkel s kis is is s_nis ** -,390 ** ,853 ** -,040 ,219 -,062 ,043 -,074 ,035 ,123 -,066 ,002 ,001 ,000 ,761 ,093 ,638 ,744 ,573 ,789 ,348 ,617 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ,040 ,096 ,285 * ,156 -,040 ,029 -,120 -,123 ,008 -,055 ,761 ,464 ,028 ,234 ,763 ,823 ,361 ,351 ,952 ,676 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 1 ** -,033 * -,318 * -,310 -,065 -,075 -,203 ,002 -,063 1 ,002 60 ,418 60 ** ,040 ,001 ,761 60 60 ** ,096 ,000 ,464 ,000 60 60 60 60 -,040 ,285 * -,033 ,079 1 ,761 ,028 ,805 ,548 60 60 60 60 ,219 ,156 * -,318 ,282 * ,093 ,234 ,013 ,029 ,001 60 60 60 60 60 -,062 -,040 * -,310 -,078 ,179 ,192 ,638 ,763 ,016 ,554 ,171 ,142 60 60 60 60 60 60 60 ** ,418 ,853 s_har monis s_polko s_sesuai s_harmo is m issu issu nis issu s_sesuai is ,489 ,000 ,805 ,013 ,016 ,623 ,569 ,119 ,986 ,632 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** 1 ,079 ,282 * -,078 ,072 -,110 -,026 ,161 -,058 ,548 ,029 ,554 ,586 ,403 ,841 ,219 ,662 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ,179 ,038 ,008 ,021 ,031 -,016 ,001 ,171 ,775 ,951 ,876 ,812 ,904 60 60 60 60 60 60 60 60 ** 1 ,192 -,033 -,075 ,168 ,005 -,071 ,142 ,801 ,568 ,200 ,971 ,592 60 60 60 60 60 60 1 ** ** ** ** ,489 ,409 ,409 60 ,444 ,444 ,878 ,445 ,461 ** ,000 ,004 ,000 ,000 ,000 60 60 60 60 60 1 ** ** ** ,043 ,029 -,065 ,072 ,038 -,033 ,744 ,823 ,623 ,586 ,775 ,801 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ** ,371 ,371 ,435 ,921 ,690 ** ,000 ,001 ,000 ,000 60 60 60 60 1 ** ** -,120 -,075 -,110 ,008 -,075 ,573 ,361 ,569 ,403 ,951 ,568 ,004 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 ,035 -,123 -,203 -,026 ,021 ,168 ,789 ,351 ,119 ,841 ,876 ,200 ,000 ,001 ,001 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ,123 ,008 ,002 ,161 ,031 ,005 ,348 ,952 ,986 ,219 ,812 ,971 ,000 ,000 ,000 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 ** ** ** ** ** 1 ,445 ** ,435 ,921 ,690 ** ** ,624 ,899 ,001 ,000 ,000 60 60 60 60 ** 1 ,411 ,624 ,899 ** ,496 ** ,512 ** ,000 ,000 60 60 60 ** 1 ,496 ,512 ,675 ** ,000 -,066 -,055 -,063 -,058 -,016 -,071 ,617 ,676 ,632 ,662 ,904 ,592 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 *, Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed), **, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed), ,461 ** ,411 ** -,074 ,878 ,705 ,705 ,675 60 103 Lampiran 11 Uji Regresi Linear Berganda Antara Karakteristik Keluarga, Pola Komunikasi,Penyesuaian, dengan Keharmonisan Keluarga Sama Suku Model Summaryb Std, Error of the Model R 1 R Square ,620a Adjusted R Square ,385 ,288 Estimate Durbin-Watson ,84368113800034 1,934 6 a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_nikah, s_stat polkom tot, s_statumur, s_per b, Dependent Variable: s_stathrmns ANOVAb Sum of Squares Model 1 Mean Square df Regression 22,698 8 2,837 Residual 36,302 51 ,712 Total 59,000 59 F Sig, 3,986 ,001a a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_nikah, s_stat polkom tot, s_statumur, s_per b, Dependent Variable: s_stathrmns Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Standardized Coefficients Std, Error 6,461E-17 ,109 s_stat polkom tot ,107 ,141 s_stat totsesuai ,521 s_per Beta Collinearity Statistics t Sig, Tolerance VIF ,000 1,000 ,108 ,760 ,451 ,599 1,670 ,133 ,521 3,919 ,000 ,682 1,466 -,730 ,823 -,724 -,887 ,379 ,018 55,183 s_nikah -,260 ,407 -,258 -,639 ,525 ,074 13,513 s_bsrkel ,194 ,138 ,192 1,402 ,167 ,644 s_statumur ,394 ,707 ,391 ,558 ,580 ,025 40,674 s_pddk ,049 ,127 ,049 ,388 ,700 ,761 1,314 s_pdpttot ,122 ,172 ,121 ,710 ,481 ,417 2,401 a, Dependent Variable: s_stathrmns 1,553 104 Lampiran 12 Uji Regresi Linear Berganda Antara Karakteristik Keluarga, Pola Komunikasi,Penyesuaian, dengan Keharmonisan Keluarga Beda Suku Model Summaryb Model 1 R R Square Adjusted R Square Std, Error of the Estimate DurbinWatson 0,656 0,810a 0,602 0,630812985206666 2,317 a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_nikah, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_stat polkom tot, s_per, s_statumur b, Dependent Variable: s_stathrmns ANOVAb Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 38,706 8 4,838 Residual 20,294 51 ,398 Total 59,000 59 F Sig, ,000a 12,159 a, Predictors: (Constant), s_pdpttot, s_nikah, s_stat totsesuai, s_bsrkel, s_pddk, s_stat polkom tot, s_per, s_statumur b, Dependent Variable: s_stathrmns Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std, Error -1,786E-17 ,081 ,002 ,105 s_stat polkom tot s_stat totsesuai Standardized Coefficients Beta Collinearity Statistics t ,002 Sig, Tolerance VIF ,000 1,000 ,023 ,982 ,603 1,657 ,655 ,093 ,655 7,030 ,000 ,777 1,287 s_per -,284 ,259 -,281 -1,097 ,278 ,102 9,766 s_nikah -,354 ,185 -,351 -1,912 ,061 ,200 4,992 s_bsrkel -,135 ,116 -,133 -1,160 ,251 ,510 1,960 ,170 ,267 ,169 ,639 ,526 ,096 10,384 s_pddk -,001 ,090 -,001 -,013 ,990 ,842 1,188 s_pdpttot -,214 ,095 -,213 -2,266 ,028 ,766 1,306 s_statumur a, Dependent Variable: s_stathrmns