BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Diabetes melitus

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit endokrin kronis berupa gangguan
metabolisme yang ditandai dengan tiga gejala klasik yang sangat khas yaitu
polidipsia, poliuria, dan polifagiakarena terganggunya aktivitas insulin.12 Pada
kondisi ini akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) karena
produksi insulin berkurang, disfungsi insulin atau berkurangnya respon terhadap
reseptor insulin pada organ target.
Hiperglikemi kronik pada Diabetes melitus
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa
organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.7,12-13
Secara umum, Diabetes melitus dapat dikatakan suatu kumpulan masalah
anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor berupa defisiensi insulin absolut
atau relatif dan gangguan fungsi insulin.1 Insulin merupakan hormon yang diproduksi
oleh sel beta yang berada di pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa
dalam darah dengan mengubah karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi. Dalam
proses metabolisme, insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel.12-13 Pada keadaan normal, kadar insulin yang
cukup akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot,
kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk
kemudian dimetabolisme menjadi energi. Namun, pada Diabetes melitus dimana
didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitasnya insulinnya
tidak baik (resistensi insulin), insulin dan reseptornya ada tetapi akibat terjadi
kelainan di dalam sel maka pintu masuk sel tertutup sehingga glukosa tidak dapat
masuk sel untuk dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel hingga
kadar glukosa dalam darah meningkat.13
Universitas Sumatera Utara
Sudah lama diketahui bahwa Diabetes melitus merupakan penyakit keturunan,
artinya apabila orang tuanya menderitaDiabetes melitus maka anaknya kemungkinan
besar akan menderita juga. Hal itu memang benar, tetapi faktor keturunan saja tidak
cukup. Ada beberapa faktor risiko terjadinya Diabetes melitus yaitu adanya infeksi
virus (pada Diabetes melitus tipe 1), kegemukan, pola makan yang salah, minum
obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah, proses menua, stress, dan lainlain.13
2.1.1
Diagnosis Diabetes Melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien Diabetes melitus.Kecurigaan
terjadinya Diabetes melitus dapat diketahui dengan adanya gejala khas berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, tubuh lemas dan berat badan menurun. Gejala lain yang
mungkin dirasakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.1,7 Diagnosis Diabetes melitus harus
didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Apabila ditemukan gejala
khas Diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas
Diabetes melitus, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.1
Diagnosis Diabetes melitus dapat ditegakkan melalui cara berikut:1,13
a. Gejala khas Diabetes melitus + kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
b. Gejala khas Diabetes melitus + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
c. Glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mg/dL
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan dengan standar WHO
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan dalam air.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA)
tahun 2009 terbagi menjadi empat tipe, yaitu:1,3,13
a. Diabetes melitus tipe 1
Penurunan sekresi insulin yang disebabkan oleh destruksi sel beta akibat
proses imunologi (autoimun) dan idiopati.
b. Diabetes melitus tipe 2
Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin disertai resistensi insulin.
c. Diabetes melitus kehamilan (gestasional)
Keadaan intoleransi terhadap glukosa yang terjadi selama kehamilan.Anak
yang dilahirkan dari ibu yang menderita Diabetes melitus kehamilan memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami obesitas dan diabetes saat dewasa.
d. Diabetes melitus tipe lain
Berupa defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, imunologi, dan
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes melitus.
2.1.3
Komplikasi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling
banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar glukosa darah yang tinggi terus-menerus,
sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.11,14
Kadar gula darah yang tidak terkontrol cenderung menyebabkan kadar zat lemak
dalam
darah
meningkat,
sehingga
mempercepat
terjadinya
arterosklerosis
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Arterosklerosis ini sering terjadi
pada penderita Diabetes melitus.14
Penderita Diabetes melitus dapat mengalami berbagai komplikasi jangka
panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi jangka panjang
Diabetes melitus yang sering terjadi meliputi retinopati diabetikum yaitu gangguan
penglihatan akibat kerusakan pada retina mata, nefropati yaitu kelainan fungsi ginjal
Universitas Sumatera Utara
yangdapat menyebabkan gagal ginjal, neuropati perifer dengan risiko ulkus pada
kaki,
neuropati
otonom
yang
mengakibatkan
terganggunya
pencernaan,
kardiovaskular, dan disfungsi seksual. Hipertensi dan abnormalitas metabolisme
lipoprotein juga sering dijumpai pada pasien Diabetes melitus.3,13 Dalam hal
manifestasi oral, komplikasi sering terjadi pada penderita Diabetes melitus yang tidak
terkontrol. Keluhan dan kelainan di rongga mulut pasien Diabetes melitus sangat
bervariasi dari yang ringan sampai yang berat, yaitu xerostomia, Angular Cheilitis,
Burning Mouth Syndrome (BMS), meningkatnya insidensi dan keparahan penyakit
periodontal, perubahan flora normal rongga mulut yang didominasi oleh Candida
albicans, dan dapat mengalami gangguan penyembuhan luka.7,12
2.1.4
Penyakit Periodontal pada Pasien Diabetes Melitus
Penyakit periodontal lebih prevalen dan lebih parah pada penderita Diabetes
melitus dibandingkan pada orang sehat. Diabetes melitus terutama pada keadaan
kontrol gula darah yang buruk dapat mengakibatkan meningkatnya gingivitis,
periodontitis dan kehilangan tulang alveolar.15Diabetes melitus dapat menyebabkan
periodontitis melalui respons inflamasi mikroflora yang berlebihan pada jaringan
periodontal.16Penderita Diabetes melitus dengan oral higiene yang tidak terawat baik
ditambah faktor infeksi akan memudahkan terjadinya diabetik oral di rongga mulut.
Oral higiene yang buruk akan mempermudah pembentukan plak yang terus menyebar
ke jaringan periodontal dan akar gigi, apabila tidak dirawat akan menyebabkan
terjadinya periodontitis.6
Leukosit
polimorfonukleusmerupakan
sel
pertahanan
utama
dari
periodonsium.Fungsi sel yang terlibat dalam respon pertahanan ini adalah neutrofil,
monosit dan makrofag.Penderita Diabetes melitus menderita kelainan fungsi sel
pertahanan utama tersebut yaitu tidak seimbangnya fungsi kemotaksis dan fagositosis
yang menyebabkan penderita Diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi.
Terganggunya fungsi fagositosis neutrofil dapat meningkatkan jumlah bakteri di saku
periodontal, sehingga meningkatkan kerusakan jaringan periodontal.17 Meningkatnya
inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan menghambat perbaikan jaringan
Universitas Sumatera Utara
yang rusak berperan dalam kerusakan jaringan periodontal yang terlihat pada pasien
Diabetes melitus.18 Ada beberapa pendapat mengenai keterlibatan Diabetes melitus
sebagai faktor risiko penyakit periodontal, yaitu:10
a. Terjadinya penebalan membran basal
Pada penderitaDiabetes melitus, membran basal gingiva akan mengalami
penebalan sehingga pembuluh kapiler menyempit. Menyempitnya pembuluh kapiler
ini mengakibatkan terganggunya difusi oksigen, pembuangan sisa-sisa metabolisme
dan migrasi leukosit polimorfonukleus.
b. Perubahan biokimia
Level cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada penderita Diabetes
melitus menurun, sehingga dapat menyebabkan inflamasi gingiva yang parah.
c. Perubahan mikrobiologis
Peningkatan kadar glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi
lingkungan subgingiva, yang dapat menginduksi perubahan jumlah bakteri sehingga
mempengaruhi jaringan periodontal dikarenakan sulkus gingiva merupakan
lingkungan yang baik bagi bakteri untuk berkembangbiak.
d. Perubahan imunologis
Penderita Diabetes melitus rentan terhadap inflamasi disebabkan oleh
terjadinya defisiensi fungsi leukosit polimorfonukleus (LPN) berupa terganggunya
kemotaksis dan melemahnya daya fagositosis.
e. Perubahan berkaitan dengan kolagen
Meningkatnya kadar glukosa darah dapat menyebabkan berkurangnya
produksi kolagen sehingga terjadi peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva.
Universitas Sumatera Utara
Gambar. Penyakit periodontal pada pasien Diabetes melitus16
2.2 Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang
memiliki prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia.Penyakit periodontal adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi dalam plak yang
menyebabkan gingiva mengalami peradangan. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak
yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat
pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1 mm3 plak gigi
dengan berat 1 mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme.Umumnya plak
didominasi oleh bakteri gram-positif tetapi kemudian dijumpai banyak bakteri
anaerob gram-negatif seperti Porphyromonas gingivalis dan Bacteriodes forsythus.9
Mikroorganisme non-bakteri yang dijumpai dalam plak adalah spesies Mycoplasma,
ragi, protozoa, dan virus.Mikroorganisme tersebut terdapat di antara matriks
interseluler, yang juga mengandung sedikit sel jaringan seperti sel epitel, makrofag,
dan leukosit. Matriks interseluler merupakan 20-30% massa plak, terdiri atas bahan
organik dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkular, dan produk bakteri.8
Lokasi dan laju pembentukan plak bervariasi di antara individu.Penumpukan
plak sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur
oral higiene.Plak tampak sebagai massa globular berwarna putih, keabu-abuan, atau
kuning. Faktor yang mempengaruhi pembentukan plak adalah oral higiene, dan faktor
hostseperti diet, komposisi dan laju aliran saliva.8 Ada dua tipe penyakit periodontal
yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis merupakan lesi
Universitas Sumatera Utara
inflamasi pada gingiva dan lesi inflamasi di jaringan tulang dan jaringan pendukung
disebut dengan periodontitis.8,19
2.2.1
Gingivitis
Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, yang secara klinis
ditandai dengan gingiva berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan
kontur, kehilangan adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan
sulkular.Tejadinya gingivitis akibat adanya plak gigi yang terdiri atas berbagai
macam bakteri dan menginduksi perubahan patologis pada jaringan secara langsung
maupun tidak langsung.Mikroorganisme yang dijumpai dalam proses perkembangan
gingivitis adalah bakteri batang gram positif, kokus gram-positif, dan kokus gramnegatif. Bakteri gram-positif yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis,
Actinomyces viscosus, Actinomyces naeslundii, dan Peptostreptococcus micros.
Sedangkan bakteri gram-negatifnya didominasi oleh Fusobacterium nucleatum,
Prevotella intermedia,
Veillonella parvula, dan spesies Haemophilus dan
Camphylobacter.8
2.2.2
Periodontitis
Periodontitis adalah peradangan yang sudah sampai ke jaringan pendukung
gigi yang lebih dalam.Periodontitis merupakan infeksi persisten yang disebabkan
inflamasi kronis yang mengenai jaringan gingiva, tulang penyangga gigi dan jaringan
ikat di sekitar gigi.19 Secara klinis perbedaan periodontitis dan gingivitis adalah pada
periodontitis dijumpai adanya kehilangan perlekatan jaringan ikat ke gigi pada
keadaan gingiva yang terinflamasi. Juga terjadi kehilangan ligamen periodontal dan
terganggunya perlekatannya
penyebab
periodontitis
actinomycetemcomitans,
ke sementum, dan resorpsi tulang alveolar.8Bakteri
adalah
bakteri
Porphyromonas
gram
negatif,
gingivalis,
yaitu
Actinobacillus
Bacteriodes
forsythus,
Prevotella intermedia, Camphylobacter rectus, Eikenella corrodens, Fusobacterium
nucleatum, dan spesies Treponema dan Eubacterium.8,19
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan
berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva
sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada
gigi dan membentuk saku yang akan bertambah dalam sehingga makin banyak tulang
dan jaringan pendukung yang rusak. Bila penyakit ini berlanjut terus dan tidak segera
dirawat maka lama kelamaan gigi akan goyang dan harus dicabut.9
2.2.3
Faktor Risiko Penyakit Periodontal
Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa
faktor yang menjadi faktor risiko penyakit periodontal.Faktor ini dapatberada di
dalam mulut atau sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum, faktor risiko
penyakit periodontal adalah oral higieneyang buruk, kebiasaan merokok, penyakit
sistemik, usia, jenis kelamin.9,20 Faktor obesitas juga dilaporkan mempunyai
keterkaitan dengan timbulnya penyakit periodontal.9
1. Oral Higiene
Beberapa ahli menyatakan penyakit periodontal dihubungkan dengan kondisi
oral higieneyang buruk.8-9Loe et al. melaporkan pada individu yang mempunyai
gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak melakukan pembersihan
rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan
kebersihan mulut maka peradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu. Semua
penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya melakukan kontrol plak bila
tidak ingin terjadi kerusakan pada jaringan periodontal.9
2. Merokok
Beberapa survei menunjukkan bahwa rerata oral higienepada perokok lebih
buruk daripada yang tidak merokok.Oleh karena itu, tidak heran bila penyakit
periodontal kronis lebih parah pada perokok daripada yang tidak merokok.Seorang
perokok mempunyai risiko menderita periodontitis 2-7 kali lebih besar daripada
bukan perokok.9Perokok yaitu apabila paling sedikit mengonsumsi rokok selama satu
tahun dan mengonsumsi rokok 10 batang per hari.Panas rokok akan meningkatkan
kerusakan perlekatan periodontal dan bertambah banyaknya kalkulus yang akan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan retensi plak.9,21 Peluang terkena penyakit periodontal lebih tinggi pada
perokok dewasa muda berusia 20-33 tahun.9
3. Penyakit Sistemik
Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus dan penyakit
sistemik lainnnya seperti penyakit vaskular dan penyakit saluran pernafasan.9
Penderita Diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi terutama pada penderita
diabetes yang tidak terkontrol.7,9,12,22-23 Penyakit-penyakit tersebut tidak memulai
timbulnya penyakit gingiva dan periodontal, tetapi mempercepat perkembangan dan
memperhebat kerusakan pada jaringan periodontal.8
4. Usia
Banyak penelitian menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan
meningkatsejalan dengan bertambahnya usia.8-9,20 Penyakit periodontal lebih banyak
dijumpai pada orang tua daripada kelompokmuda, walaupun keadaan ini lebih sering
dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses
menua).9
5. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa kondisi
periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Walaupun demikian, bila
dibandingkan status kebersihan mulut pria dan wanita, maka dijumpai kebersihan
mulut wanita lebih baik daripada pria. Oleh karena itu, tidak dijumpai perbedaan
yang signifikan bila dibuat perbandingan antara pria dan wanita dengan status
kebersihan mulut dan usia yang sama.9
6. Obesitas
Bertitik tolak dari adanya hubungan antara obesitas dengan Diabetes melitus
yang merupakan faktor risiko penyakit periodontal, belakangan ini para ahli telah
meneliti adanya keterkaitan obesitas dan peningkatan prevalensi penyakit periodontal
sehingga obesitas juga dinyatakan sebagai faktor risiko. Saito et al., melakukan
penelitian terhadap 241 orang dewasa Jepang dan menjumpai adanya hubungan
bermakna antara obesitas dengan peningkatan risiko penderita periodontitis.9 Al-
Universitas Sumatera Utara
Zahrani et al., dalam penelitiannya menyatakan obesitas dapat meningkatkan
prevalensi penyakit periodontal terutama pada usia muda.24
2.2.4
Pencegahan Penyakit Periodontal
Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak mikroorganisme yang akan
mengadakan
interaksi
dengan
jaringan
periodontal
sebagai
pejamu.
Aksi
mikroorganisme ini akan diperhebat oleh beberapa faktor yang bersifat lokal maupun
sistemik. Dengan berpedoman pada interaksi faktor tersebut, maka konsep
pencegahan penyakit periodontal ditujukan untuk menghambat pembentukan dan
penumpukan plak, meningkatkan pertahanan jaringan periodontal, dan memperbaiki
faktor lokal ataupun sistemik.9
Prinsip pencegahan penyakit periodontal yang tidak berubah selama bertahuntahun adalah kontrol plak mekanis secara teratur dan konsisten pada gigi dan sulkus
gingiva, yang meliputi menyikat gigi, menggunakan alat pembersih interdental, dan
berkumur-kumur dengan larutan fluor. Yang perlu diingat bahwa plak supra gingiva
dapat berkembang menjadi plak sub gingiva bila tidak disingkirkan dan selanjutnya
akan mengalami kolonisasi oleh adanya bakteri penyebab penyakit periodontal.8-9
Pencegahan penyakit periodontal dapat dilakukan dengan kontrol plak. Pertahanan
jaringan periodontal dapat ditingkatkan juga dengan nutrisi yang baik. Salah satu
nutrisi yang berkaitan dengan peningkatan pertahanan jaringan periodontal adalah
vitamin C. Apabila kadar vitamin C rendah, maka metabolisme akan terganggu
sehingga menurunkan daya regenerasi dan perbaikan jaringan periodontal. Selain itu,
terganggunya pembentukan tulang alveolar dan meningkatnya permeabilitas ekologi
sub gingiva sehingga meningkatkan patogenesis mikroorganisme tertentu.9
2.2.5
Indeks Penyakit Periodontal
Untuk dapat mengukur prevalensi penyakit, keparahannya serta kaitannya
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya diperlukan suatu alat ukur yang
dikenal sebagai indeks.8Ada beberapa indeks yang biasa digunakan, namun tidak ada
satupun indeks yang bisa digunakan untuk semua jenis penelitian. Indeks yang baik
Universitas Sumatera Utara
adalah indeks yang dapat dipercaya, sederhana dan mudah digunakan serta mudah
dipahami dan dijelaskan kepada penderita. Indeks penyakit periodontal dibedakan
atas indeks untuk mengukur plak gigi, cairan sulkus gingival, kebutuhan perawatan
dan keparahan penyakit periodontal.9
Indeks penyakit periodontal pertama kali dikembangkan oleh Ramfjord pada
tahun
1959
yang
mengukur
keadaan
gingiva
dan
kedalaman
saku
periodontal.Pemeriksaan dilakukan hanya pada enam gigi saja yaitu gigi 16, 21, 24,
36, 41 dan 44 (dinamakan gigi indeks Ramfjord).Pengukuran dilakukan
menggunakan kaca mulut dan prob periodontal WHO yang mempunyai kalibrasi
dalam milimeter dan mempunyai batas warna hitam 3-6 mm. Skor indeks periodontal
Ramfjord dihitungdengan membagi jumlah skor periodontal dengan jumlah gigi yang
diperiksa.8,25 Pada penelitian ini, indeks yang dipilih adalah indeks periodontal
Ramfjord karena:
1.Indeks
ini
mirip
dengan
indeks
periodontal
oleh
Russel dengan
beberapa penyempurnaan.
2. Indeks ini dapat digunakan sebagai ukuran keadaan serta keparahan
penyakit periodontal.
3. Indeks ini lebih sederhana karena hanya mengukur enam gigi saja sesuai
yang telah ditentukan.
Tabel 1. Kriteria Indeks Penyakit Periodontal Ramfjord25
Skor
Kriteria
Universitas Sumatera Utara
Gingivitis
0
Tidak ada peradangan
1
Gingivitis ringan tetapi tidak meluas mengelilingi gigi
2
Gingivitis sedang dan meluas mengelilingi gigi
3
Gingivitis
parah
ditandai
dengan
kemerahan,
kemungkinan telah ada perdarahan spontan dan ulserasi
Kedalaman saku
dihitung dari cemento
enamel junction (CEJ)
4
Kedalaman saku periodontal kurang dari 3 mm
5
Kedalaman saku periodontal 3-6 mm
6
Kedalaman saku periodontal lebih dari 6 mm
2.2.6 Oral higiene
Oral higiene sangat berperan dalam kesehatan seseorang.Oral higiene yang
buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit di rongga mulut.Indeks yang dapat
digunakan untuk mengukur status oral higiene adalah Indeks Oral Higiene
(OHI).Gigi yang diukur adalah seluruh gigi geligi dalam rongga mulut.Bila
pengukuran hanya dilakukan pada enam gigi indeks saja dinamakan Indeks Higiene
Oral Disederhanakan (Oral Hygiene IndexSimplified).8-9
Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46.Pada
gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya.Indeks ini merupakan salah satu indeks yang populer
digunakan
untuk
menentukan
status
kebersihan
mulut
pada
penelitian
epidemiologis.Indeks ini terdiri dari 2 komponen, yakni Indeks Debris dan Indeks
Kalkulus.Skor OHIS diperoleh dari menjumlahkan skor debris dan skor kalkulus.
Skor 0-1,2 dikategorikan baik, 1,3-3,0 dikategorikan sedang, dan 3,1-6 dikategorikan
buruk.8-9
Tabel 2.Kriteria Indeks Debris8-9,25
Universitas Sumatera Utara
Skor
Kriteria
0
Tidak dijumpai debris atau stein
1
Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2
Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan
gigi
3
Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Tabel 3. Kriteria Indeks Kalkulus8-9,25
Skor
Kriteria
0
Tidak dijumpai kalkulus
1
Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3
permukaan gigi
2
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum
melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva
di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya
3
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan
gigi atau kalkulus subgingiva mengelilingi servikal gigi atau keduaduanya
2.3 Landasan Teori
Diabetes melitus adalah suatu penyakit akibat gangguan metabolisme
karbohidrat ditandai dengan kadar glukosa darah yang meningkat. Diabetes melitus
merupakan salah satu penyakit sistemik yang dapat berperan sebagai faktor risiko
bagi terjadinya periodontitis dan memperburuk kesehatan periodontal.10 Penelitian
Hidayati, Mu’afiro, dan Suwito menyatakan ada pengaruh antara OHIS terhadap
tingkat periodontitis dengan odd rasio sebesar 2,8. Penderita Diabetes melitus dengan
kebersihan mulut yang kurang baik dan ada penumpukan kalkulus sering mengalami
peradangan gingiva yang parah, pembentukan poket yang dalam dan abses
periodontal.6
Universitas Sumatera Utara
Untuk
mengukur
oral
higiene
digunakanOral
Higiene
IndexSimplified.Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan
46.Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat
permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya.Indeks ini terdiri dari 2
1. Status oral higiene
komponen, yakni Indeks Debris dan Indeks
2. Status periodontal
8-9
Kalkulus.
Untuk
mengukur periodontal
pada
penelitian ini digunakan Indeks Penyakit Periodontal oleh Ramfjord. Pengukuran
indeks dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44.Bila salah satu gigi
ini hilang maka akan digantikan oleh gigi disampingnya (17, 11, 25, 37, 42, dan
45).10,25-26
Odd rasio pada rancangan case control dihitung dengan rumus:
axd
OR =
bxc
Keterangan:
a: Penderita Diabetes melitus yang mengalami penyakit periodontal
b: Penderita Diabetes melitus yang tidak mengalami penyakit periodontal
c: Penderita non-Diabetes yang mengalami penyakit periodontal
d: Penderita non-Diabetes yang tidak mengalami penyakit periodontal
2.4 Kerangka Konsep
Diabetes melitus
(kasus)
Non-Diabetes
(kontrol)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Download