BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia, yang menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif, terlibat dalam kerjasama-kerjasama bilateral maupun multilateral dengan negara-negara lain di kancah internasional. Keterlibatan Indonesia dalam kerjasama internasional baik bilateral maupun multilateral tersebut tentunya tidak terlepas dari tujuan politik luar negeri Indonesia yang memiliki kepentingan nasional di dalamnya. Dengan demikian, Indonesia dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari kerjasama yang dilakukan, khususnya ketika kerjasama dilaksanakan dengan negara-negara yang memiliki kemampuan lebih dalam bidang politik, ekonomi ataupun keamanan. Amerika Serikat, dalam konteks ini menjadi salah satu partner penting dalam kerjasama bilateral yang dilakukan Indonesia. Hubungan bilateral Indonesia dan Amerika Serikat telah lama terjalin, bahkan sejak awal kemerdekaan Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, walaupun dengan adanya pasang surut dalam hubungan bilateral tersebut. Hubungan Indonesia – Amerika Serikat dapat dianalogikan seperti “when love and hate collide” dimana hubungan kedua negara ini mengalami pasang surut dan perbedaan yang cukup signifikan pada masa pemerintahan presiden-presiden Indonesia. Pada masa Presiden Soekarno, Indonesia – Amerika Serikat memiliki hubungan yang tidak begitu harmonis karena adanya isu komunisme di Indonesia. Namun pada masa Presiden Soeharto, Amerika Serikat dengan perantara IMF membantu Indonesia bangkit dari krisis moneter. Pasang surut hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat itu pun terus terjadi hingga saat ini. Pada masa 1 2 pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hubungan Indonesia – Amerika Serikat lebih kepada penciptaan citra positif, terlebih semenjak peristiwa 9/11 dimana Indonesia kemudian dianggap sarang teroris. Penciptaan citra positif ini ditujukan demi tercapainya kepentingan nasional yang lebih luas khususnya dalam aspek politik, ekonomi dan keamanan. Pada hakekatnya prinsip kerjasama, baik bilateral maupun multilateral, adalah saling menguntungkan, saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain tanpa melihat besar kecilnya atau mampu tidaknya suatu negara. Dengan demikian hubungan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat dimaksudkan untuk mempererat kerjasama di bidang tertentu dengan prinsip saling menghargai, menghormati dan menguntungkan. Tujuan akhir dari hubungan bilateral yang didasari prinsip-prinsip tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di masingmasing negara. Hubungan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat merupakan hubungan bilateral yang istimewa dikarenakan adanya beberapa kesamaan dan perbedaan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Indonesia dan Amerika Serikat memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, yaitu kurang lebih sekitar 250 juta jiwa dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain luas wilayah kedua negara juga sangat besar, keduanya merupakan negara yang multikultur dan multietnis. Perbedaannya terdapat pada segi politik pemerintahan dimana Indonesia adalah negara republik sedangkan Amerika Serikat adalah negara federal. Dan dari segi ekonomi, Amerika Serikat 3 merupakan negara donor dengan pendapatan per kapita yang lebih besar dibandingkan dengan Indonesia.1 Terdapat dua poin utama mengapa Amerika Serikat menjadi penting bagi Indonesia. Pertama, dengan menjaga dan memperkuat hubungan bilateral Indonesia – Amerika Serikat, Indonesia dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan mobilitas masyarakat Indonesia ke Amerika dengan tujuan sharing experience and knowledge yang dapat digunakan untuk membangun bangsa. Kedua, Amerika Serikat tidak dipungkiri memiliki peran penting dalam perekonomian global dan percaturan dunia. Jika hubungan bilateral IndonesiaAmerika Serikat terjaga stabilitasnya maka akan berdampak pada peningkatan pembangunan perekonomian Indonesia. Tidak hanya itu, Indonesia juga dapat menjadikan dukungan Amerika Serikat sebagai kesempatan untuk meningkatkan peran sentralnya baik di kancah regional ataupun internasional. Peningkatan hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat juga akan berdampak pada peningkatan pembangunan ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, tidak hanya bagi Indonesia, namun juga Amerika Serikat baik pada tingkat regional maupun internasional. Hal ini dikarenakan Indonesia berperan penting dalam geopolitik Asia, Indonesia menjadi pintu masuk Amerika dalam meloloskan kepentingannya di wilayah tersebut. Selain itu Indonesia juga menjadi partner strategis Amerika dalam pemberantasan terorisme.2 Pada hakikatnya, alat untuk mencapai tujuan politik luar negeri adalah dengan menggunakan diplomasi. Namun, di era globalisasi ini, dimana mobilitas masyarakat World Bank Data. 2013. United States of America – Indonesia Comparison Data. http://databanksearch.worldbank.org/DataSearch/LoadChart.aspx?db=2&cntrycode=USA,IDN&sercode=&yrco de=#. Diakses tanggal 20 Oktober 2014 2 Sukma, Rizal. 2010. Insight: Strategic Significance of Indonesia-US Relations. The Jakarta Post 10 November 2010. 1 4 telah semakin tinggi dan kesadaran politik bernegara di seluruh aspek masyarakat juga semakin meningkat, diplomasi yang dilakukan tidak cukup pada diplomasi konvensional. Hal ini dikarenakan diplomasi konvensional tersebut hanya melibatkan aktor pemerintah dan hanya fokus pada relasi government to government. Oleh karena itu, diperlukan strategi diplomasi yang mampu menginklusi seluruh aspek masyarakat untuk berperan aktif. Disinilah diplomasi publik kemudian mengambil peran. Dengan diplomasi publik relasi antara pemerintah dengan masyarakat dapat lebih terakomodir karena fokus aktivitas diplomasinya adalah pada tataran government to people contact dan people to people contact. Perkembangan teknologi informasi di era ini juga menjadi alasan tak terelakkannya keterlibatan masyarakat dalam aktivitas diplomasi. Terlebih dengan perkembangan isu-isu domestik dan internasional yang menuntut pemerintah untuk membuka keterlibatan publik karena pemerintah tidak dapat menyelesaikan seluruh permasalahan dari isu-isu tersebut jika bergerak sendirian. Perkembangan teknologi informasi dan media ini, dalam konteks diplomasi publik, justru memberikan alternatif instrumen dalam menjalankan diplomasi. Oleh karena itu, diplomasi publik menjadi salah satu alternatif dalam praktek diplomasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh negara baik dalam konteks hubungan bilateral atapun multilateral. Sebagai jawaban dari tantangan globalisasi dan diplomasi yang semakin kompleks, Indonesia secara inisiatif membentuk Dirjen Diplomasi Publik di Kementerian Luar Negeri pada tahun 2002. Direktorat Diplomasi Publik diarahkan untuk menampilkan wajah Indonesia yang moderat, demokratis, dan progresif, serta membangun konstituen diplomasi dengan bekerjasama dan merangkul semua 5 pemangku kepentingan hubungan luar negeri.3 Pembentukan Dirjektorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik dipelopori oleh Menteri Luar Negeri Dr. Nur Hassan Wirajuda. Kebijakan dipomasi publik luar negeri Indonesia memiliki dua sasaran. Sasaran pertama adalah menampilkan wajah Indonesia baru yang moderat, demokratis dan progresif, sedangkan sasaran kedua membangun konstituen diplomasi dengan bekerjasama dan merangkul semua kalangan seperti ulama, cendekiawan dan masyarakat umum. Misi diplomasi Indonesia sekarang telah meluas menjadi kontak antar masyarakat Indonesia ke masyarakat di negara lain. Diplomasi publik menjadi penting bagi Indonesia dalam peningkatan hubungan bilateral, terhadap Amerika Serikat khususnya, karena dengan diplomasi publik Indonesia dapat memberikan pemahaman mengenai kebijakan luar negeri dan aktivitas-aktivitas politik atau diplomasinya kepada publik domestik ataupun internasional dengan lebih mudah. Hal ini ditunjang dengan diplomasi publik yang menawarkan berbagai instrumen yang dapat digunakan secara efektif dalam upaya mempengaruhi opini publik, baik domestik maupun internasional. Selain itu, diplomasi publik juga dapat membentuk mutual understanding antara publik Amerika Serikat dan Indonesia yang pada akhirnya dapat memberikan dampak pada hubungan bilateral yang lebih terjaga dan pencegahan konflik juga pencapaian kepentingan nasional yang lebih luas. Hal tersebut dapat tercapai karena adanya dukungan dari publik dan citra positif yang telah dibangun yang juga dapat membentuk kepercayaan dalam menjalin kerjasama bilateral yang lebih matang dan komprehensif. Diplomasi publik merupakan bagian penting dari soft power. Lain halnya dengan hard power yang menggunakan kekuatan militer atau ekonomi demi mencapai 3 Hadi, Umar. 2007. Diplomasi Publik Menjembatani Persepsi Domestik dan Internasional. Tabloid Diplomasi Edisi Desember 2007. http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/55-desember-2007/535-diplomasipublik-menjembatani-persepsi-domestik-dan-internasional.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014. 6 tujuan, soft power mengedepankan kepercayaan dan kerjasama melalui hal-hal seperti nilai-nilai atau kebudayaan agar negara lain tertarik untuk mendukung atau sejalan dengan negara kita.4 Disinilah kemudian diplomasi publik dapat menjadi alat diplomasi soft power karena instrumen-instrumen diplomasi publik menggunakan nilai-nilai dan kekhasan suatu negara dengan tujuan membentuk mutual understanding antar negara. Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam menjalankan politik luar negeri Indonesia pendekatan yang dilakukan menekankan pada pendekatan diplomasi soft power. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan bahwa abad 21 ini adalah abad soft power dimana keutamaan akan kepercayaan dan kerjasama antar negara patut ditingkatkan. Sebagaimana yang diutarakan dalam pidato beliau di Universitas Harvard “The first imperative is to make the 21st century the century of soft power. ...The more we exchange cultures and share ideas, the more we learn from one another, the more we cooperate and spread goodwill, the more we project soft power and place it right at the heart of international relations, the closer we are to world peace. 5 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menginstruksikan untuk menekankan soft power dalam bentuk kebudayaan, nilai-nilai, kebijakan, value dan achievement yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia.6 Hal-hal tersebut dapat berupa kebudayaan Indonesia seperti batik, alat musik dan tarian tradisional, juga ideas seperti Indonesia as a peacekeeper, Indonesia sebagai negara dimana agama dan demokrasi dapat berjalan beriringan dan lain-lain. Diplomasi yang dilakukan melalui hal-hal tersebut sebagai bagian dari 4 Nye Jr, Joseph S. 2004. Soft Power: The Means to Success in World Politics. Public Affairs: New York. Pg.11 Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 2009. Towards Harmony Among Civilizations. John F. Kennedy School Of Government Harvard University: Boston. http://www.presidenri.go.id/index.php/eng/pidato/2009/09/30/1228.html. Diakses Tanggal 29 Agustus 2014. 6 Direktorat Diplomasi Publik. 2010. “Presiden RI: Soft Power Memperkuat Formula Diplomasi”. Tabloid Diplomasi No. 28 Tahun III. Direktorat Diplomasi Publik RI: Jakarta. 5 7 diplomasi publik menjadikan soft power sebagai penguat formula diplomasi Indonesia. Dengan kata lain diplomasi publik dapat menjadi penunjang diplomasi yang dilakukan dalam tingkat formal atau first track diplomacy yang pada akhirnya membantu meningkatkan dan menjaga long term relationship dalam hubungan bilateral yang dijalin oleh Indonesia dengan negara lain. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengapa Indonesia melakukan diplomasi publik secara aktif dalam hubungan bilateralnya dengan Amerika Serikat? b. Bagaimana diplomasi publik berperan dalam memperkuat hubungan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat? 1.3 KAJIAN PUSTAKA Sejauh ini, berdasarkan pengamatan peneliti, telah terdapat beberapa penelitian dan publikasi mengenai diplomasi publik. Beberapa penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Tujuannya tidak hanya untuk meneruskan penelitianpenelitian yang telah ada tersebut namun juga mengembangkan pengetahuan yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian ini. Sebanyak pengamatan peneliti, dalam penelitian-penelitian diplomasi publik yang telah ada penelitian diplomasi publik yang fokus pada diplomasi publik Indonesia masih sangat sedikit. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengevaluasi aktivitas diplomasi publik yang dilakukan Indonesia agar dapat dikembangkan dan ditingkatkan. 8 Penelitian pertama berjudul Public Diplomacy in ASEAN and the Cases of Vietnam and Singapore. Penelitian ini merupakan sebuah disertasi yang ditulis oleh Anh Dung Bui pada tahun 2011. Penelitian ini membahas diplomasi publik yang dilakukan oleh ASEAN sebagai sebuah organisasi multilateral dan juga meneliti dan mengkomparasi aktivitas diplomasi publik yang dilakukan oleh dua anggota ASEAN yaitu Vietnam dan Singapura dalam arena ASEAN. Fokus dalam penelitian adalah melihat karakteristik dari diplomasi publik ASEAN dan perbedaan instrumen diplomasi publik yang dilakukan oleh Vietnam dan Singapura dalam tiga dimensi diplomasi publik. Hasil dari penelitian Anh Dung Bui menunjukkan tiga dimensi yang digunakan ASEAN dalam diplomasi publiknya. Dimensi pertama adalah mengkomunikasikan tujuan dan norma ASEAN. ASEAN secara aktif memperkenalkan dan mengkomunikasikan tujuan dan kebijakan-kebijakannya kepada dunia internasional khususnya kepada mitra – mitra kerjasama organisasi tersebut dengan tujuan agar terdapat mutual understanding diantara mereka. Kedua, menggunakan media dialog dan pertukaran dengan mengadopsi multi-track diplomacy demi tercapainya hubungan yang lebih baik antar anggota ASEAN ataupun internasional. Ketiga, mengadakan program atau proyek ASEAN dengan bekerjasama dengan para stakeholders. Ketiga dimensi tersebut memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan bargaining position ASEAN baik dalam lingkup anggotanya ataupun internasional.7 Selain melihat dimensi diplomasi publik ASEAN, Anh Dung Bui juga mengkomparasi diplomasi publik yang dilakukan dua anggota ASEAN yaitu Vietnam dan Singapura. Hasil dari komparasi aktivitas diplomasi publik oleh Vietnam dan Singapura menunjukkan bahwa kedua negara lebih banyak menggunakan instrumen 7 Dung Bui, Anh. 2011. Public Diplomacy in ASEAN and the Cases of Vietnam and Singapore. A Dissertation. Institute of Communication Studies: University of Leeds. 9 budaya dalam melakukan diplomasi publiknya. Instrumen budaya ini dilakukan dengan melibatkan aktor negara maupun non-negara. Perbedaan mendasar dari aktivitas diplomasi publik kedua negara terletak pada tujuannya. Vietnam melakukan diplomasi publik dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan dipandang dalam dunia internasional. Sedangkan Singapura lebih kepada ingin mendapatkan posisi vital dalam kancah regional.8 Manfaat dari penelitian Anh Dung Bui ini bagi peneliti adalah untuk melihat dan menilai dimensi-dimensi diplomasi publik ASEAN apakah juga digunakan oleh Indonesia dalam aktivitas diplomasi publiknya atau tidak. Selain itu, peneliti juga dapat melihat relevansi dari instrumen diplomasi publik yang digunakan oleh Vietnam dan Singapura dengan instrumen diplomasi publik Indonesia. Penelitian kedua yang menjadi acuan dalam penelitian ini berjudul Understanding Social Media’s Contribution to Public Diplomacy: How Embassy Jakarta’s Facebook Outreach Illuminates the Limitations and Potential for the State Department’s Use of Social Media yang ditulis oleh Melani Ciolek pada tahun 2010. Fokus dari penelitian yang dilakukan oleh Melanie Ciolek adalah melihat kontribusi dari media sosial sebagai salah satu instrumen diplomasi publik. Penelitian ini mendeskripsikan aktivitas diplomasi publik Kedutaan Besar Amerika Serikat yang menggunakan media sosial Facebook dalam membentuk opini publik Indonesia. Kontribusi signifikan media sosial yang ditunjukkan dari hasil penelitian ini adalah media sosial mampu membentuk aktivitas komunikasi informal dengan target audience. Penggunaan media sosial ini ditujukan untuk mempengaruhi opini publik 8 Ibid. 10 Indonesia mengenai Amerika Serikat yang akan memberikan kemudahan ketika Amerika Serikat ingin meloloskan kepentingannya di Indonesia.9 Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pendekatan yang dilakukan harus perlu dicermati dan dievaluasi jika ingin menggunakan media sosial sebagai instrumen diplomasi publik. Hal ini dikarenakan sosial media tidak memiliki batasan audience dan respon dari audience-nya masih sukar untuk diprediksi. Walaupun dalam diplomasi publik terdapat berbagai macam instrumen yang bisa digunakan, media sosial merupakan instrumen yang dapat dikatakan paling mudah dan murah untuk dilakukan, terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi informasi. Oleh karena itu, penelitian dari Melanie Ciolek ini juga dapat menjadi acuan dalam melihat konribusi dari instrumen media sosial yang digunakan oleh Indonesia dalam praktek diplomasi publiknya terhadap Amerika Serikat. Namun instrumen media sosial yang dilihat tidak hanya dari media sosial Facebook saja namun dalam skala yang lebih luas. Sukawarsini Djelantik dilain sisi dalam penelitiannya yang berjudul Diplomasi Publik Indonesia terhadap Denmark dalam Kasus Pemuatan Karikatur Nabi Muhammad di Harian Jylland Posten (2005-2006), meneliti mengenai strategi diplomasi publik yang dilakukan Indonesia terhadap Denmark. Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi diplomasi publik yang dilakukan Indonesia mampu menjadi penjembatan untuk menyelesaikan konflik antara Indonesia dan Denmark terkait pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW di salah satu Pers Denmark. Strategi diplomasi publik Indonesia dalam konteks ini adalah dengan menggunakan Ciolek, Melani. 2010. Understanding Social Media’s Contribution to Public Diplomacy: How Embassy Jakarta’s Facebook Outreach Illuminates the Limitations and Potential for the State Department’s Use of Social Media. University of Southern California Center on Public Diplomacy: Annenberg School. 9 11 instrumen media dan multi-track diplomacy yaitu track 1. Government dan track 2. Non-Government.10 Strategi diplomasi publik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia meliputi pelaksanaan dialog antar agama dan dialog media global yang juga melibatkan pers Indonesia sehingga dapat meredam emosi publik Indonesia dan Denmark yang berujung pada normalisasi hubungan bilateral kedua negara. Strategi diplomasi publik Indonesia yang melibatkan multi-track diplomacy dimana aktor negara dan non-negara bekerjasama secara aktif memberikan fasilitas dialog dan komunikasi kepada masyarakat dinilai efektif dalam penyelesaian koflik dan harmonisasi hubungan Indonesia - Denmark. Oleh karena itu, keterlibatan diplomasi multi jalur dalam aktivitas diplomasi publik Indonesia dapat menjadi acuan demi terciptanya efektivitas praktek diplomasi publik dalam pencapaian kepentingan nasional yang lebih luas. Selain kajian mengenai penelitian diplomasi publik, kajian mengenai hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat juga menjadi acuan dalam penelitian ini. Smith dalam penelitiannya yang dimuat di Contemporary Southeast Asia Journal yang berjudul A Glass Half Full: Indonesia-US Relations in the Age of Terror mengkaji tentang hubungan Indonesia-Amerika Serikat khususnya mengenai kerjasama militer dan terkait dengan kebijakan war on terrorism Amerika.11 Hubungan IndonesiaAmerika Serikat mengalami masa yang kompleks khususnya pasca peristiwa serangan teroris pada 11 September 2001. Opini publik Indonesia terhadap Amerika pun 10 Djelantik, Sukawarsini. 2008. Trend in Diplomacy; Indonesian Diplomacy Toward Denmark; The Jylland Posten Case. Conference Paper. World International Studies Conference (WISC). Ljubljana University: Ljubljana, Slovenia. 11 Smith, Anthony L, (2003). “A Glass Half Full: Indonesia-US Relations in the Age of Terror”, dalam Contemporary Southeast Asia Journal, 25 (3): 449-472. 12 didominasi ketidakpercayaan terhadap kebijakan Amerika terutama karena invasi dan serangan-serangan Amerika terhadap Afghanistan dan Irak yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Walaupun begitu, terdapat kerjasama yang baik antara IndonesiaAmerika Serikat dalam memberantas terorisme. Pada masa Presiden Megawati, Indonesia dibantu oleh Amerika untuk menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia, khususnya setelah serangan bom Bali pada tahun 2002. Indonesia menjadi partner strategis Amerika Serikat dalam kebijakan war on terror dan kerjasama dibidang ini terus meningkat. Namun, persepsi anti Amerika masih tetap ada di publik Indonesia. Hal-hal yang menjadi latar belakang adanya persepsi anti Amerika ini adalah Amerika anggapan bahwa kebijakan war on terror ini adalah cara Amerika untuk melemahkan Islam dan ketidakpercayaan atas bantuan Amerika terhadap upaya pembangunan Indonesia. Di lain sisi, opini publik Amerika juga mengarah ke arah yang negatif dimana peristiwa-peristiwa terorisme di Indonesia seperti bom Bali dan bom Hotel J.W. Marriot menjadikan Indonesia dipandang sebagai negara yang tidak aman. Ketidakpercayaan dari publik masing-masing negara menjadi tantangan besar bagi harmonisasi hubungan Indonesia-Amerika Serikat. Oleh karena itu, Smith menegaskan dalam penelitiannya, strategi winning hearts and minds menjadi penting jika Amerika ingin memenangkan kebijakan war on international terrorism. Selain itu, dalam konteks Indonesia khususnya, kerjasama militer juga dapat membantu meningkatkan hubungan Indonesia-Amerika Serikat namun perlu diseimbangkan dengan penguatan demokrasi dan peningkatan hak asasi manusia demi perbaikan dan pembentukan opini publik yang positif bagi Amerika di Indonesia.12 12 Ibid. 13 Dari penelitian tersebut terlihat bahwa opini publik suatu negara menjadi salah satu hal yang crucial dalam upaya pencapaian kepentingan politik luar negeri suatu negara. Dalam konteks ini Indonesia dan Amerika Serikat pasca peristiwa 9/11 berupa membangun kerjasama untuk mendukung kebijakan war on terror Amerika. Amerika pun berupaya menggandeng Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia13 sebagai partner strategis. Untuk memperoleh dukungan atas kebijakan tersebut Amerika melakukan upaya-upaya diplomasi dengan strategi diplomasi soft power yang bertujuan untuk mempengaruhi opini publik Indonesia. Selain meningkatkan kerjasama militer dan memberikan bantuan finansial kepada kepolisian, Amerika juga aktif memberikan pelatihan counterterrorism pada unit kepolisian Indonesia, Densus 88 (Datasemen Khusus 88), selain itu media Amerika seperti Voice of America aktif memberitakan upaya Amerika dalam penumpasan aksi terorisme.14 Hal ini dilakukan untuk memberikan fasilitas dan informasi kepada publik dengan tujuan menyampaikan kebijakan dan memperoleh dukungan atas kebijakan tersebut. Penelitian lain yang juga mengkaji mengenai hubungan bilateral IndonesiaAmerika Serikat adalah penelitian yang ditulis oleh Murray Hiebert, Ted Osius, dan Gregory B. Poling yang berjudul A US-Indonesia Partnership for 2020: Recommendations for Forging a 21st Century Relationship. Tujuan dari penelitian ini pada dasarnya fokus pada bagaimana Amerika Serikat dan Indonesia dapat memperkuat hubungan bilateralnya dalam ranah kerjasama komprehensif yang disepakati oleh kedua negara. Indonesia sebagai negara keempat terbesar di dunia, negara demokrasi ketiga di dunia dan salah satu negara yang memiliki warga negara 13 Indonesia sebaga negara muslim terbanyak di dunia dapat dilihat dari data Pew Global Research Center. http://www.pewforum.org/2011/01/27/the-future-of-the-global-muslim-population/ 14 United States Department of State. 2014. Country Reports on Terrorism. Bureau of Counterterrorism. http://www.state.gov/j/ct/rls/crt/index.htm. Diakses tanggal 8 Agustus 2014. 14 yang sangat pluralistik membuktikan bahwa norma dan nilai demokrasi tidak bergantung pada budaya, sejarah atau agama. Hal ini menjadikan Indonesia dianggap sebagai partner strategis bagi Amerika baik dalam konteks regional ataupun multilateral.15 Comprehensive partnership agreement (CPA) yang disepakati IndonesiaAmerika Serikat pada tahun 2010 kemudian menjadi titik tolak dari babak baru hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat. Dalam penelitian ini, penulis menegaskan bahwa hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat dapat ditingkatkan tidak hanya melalui aspek-aspek politik, keamanan dan ekonomi namun juga melalui relasi antar warga negara (people to people contact). Kerjasama dalam tiga aspek ini menjadi penting untuk ditingkatkan agar hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat tidak stagnan. Kerjasama dalam bidang politik dan keamanan telah dilakukan oleh Indonesia dan Amerika Serikat sejak awal hubungan bilateral kedua negara terjalin dan kerjasama dalam bidang ini menjadi pengikat yang cukup kuat dalam hubungan bilateral kedua negara. Sebagai upaya untuk meningkatkan kerjasama komprehensif dalam bidang politik dan keamanan, key recommendations yang diberikan dalam penelitian ini adalah perlunya peningkatan official visits baik antar presiden atau kabinet-kabinetnya. Hal ini ditujukan untuk pembentukan komitmen hubungan jangka panjang dan lebih reliable. Selain itu peningkatan kerjasama pelatihan militer Indonesia-Amerika Serikat dan peningkatan kerjasama trilateral dengan negara-negara ASEAN serta dukungan atas posisi sentral Indonesia. Pada bidang ekonomi, rekomendasi yang diberikan adalah pembentukan mutual trust dan lingkungan yang mendukung untuk kerjasama perdagangan dan investasi yang lebih baik. Kerjasam di bidang ekonomi adalah kerjasama yang paling 15 Hiebert, Murray et al. 2013. A US-Indonesia Partnership for 2020: Recommendations for Forging a 21st Century Relationship. Centre for Strategic & Internastional Studies: Washington. 15 lemah antara Indonesia dan Amerika Serikat namun bidang ini merupakan kunci kekuatan kerjasama bilateral. Oleh karena itu selain meningkatkan dialog antar pemrintah terkait perdagangan dan investasi, Indonesia-Amerika Serikat perlu membentuk dan menjaga long term perspective atas kerjasama perdagangan dan investasi yang dijalankan. Selain kedua bidang tersebut, people-to-people collaboration juga menjadi poin penting dalam hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan kerjasama dalam bidang ini menjadi kunci untuk membentuk kerjasama jangka panjang. People-to-people collaboration ini meliputi kerjasama dalam aspek kebudayaan, pendidikan, lingkungan dan teknologi. Kerjasama dalam aspek-aspek tersebut akan membangun mutual understanding antar warga negara yang dapat berpengaruh pada pengambilan kebijakan pemerintah.16 1.4 KERANGKA KONSEPTUAL 1.4.1 PUBLIC DIPLOMACY Istilah diplomasi publik digunakan pertama kali oleh Dean Edmund Gullion dari Fletcher School of Law Diplomacy, Universitas Tufts, Amerika Serikat Serikat, pada tahun 1965; “Public diplomacy . . . deals with the influence of public attitudes on the formation and execution of foreign policies. It encompasses dimensions of international relations beyond traditional diplomacy; the cultivation by governments of public opinion in other countries; the interaction of private groups and interests in one country with those of another; the reporting of foreign affairs and its impact on policy; communication between those whose job is communication, as between diplomats and foreign correspondents; and the processes of inter-cultural 17 communications. 16 Ibid United States Information Agency Alumni Association, “What http://pdaa.publicdiplomacy.org/?page_id=6. Diakses tanggal 16 Oktober 2014 17 Is Public Diplomacy? 16 Definisi dari diplomasi publik pada dasarnya sangat beragam namun merujuk dari definisi diplomasi publik pada awal kemunculannya dapat dikatakan bahwa diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding, informing, and influencing foreign audiences. Dengan kata lain, jika proses diplomasi konvensional dikembangkan melalui mekanisme government to government relations, maka diplomasi publik lebih ditekankan pada government to people relations atau people to people relations. Tujuannya adalah agar masyarakat internasional mempunyai persepsi tentang suatu negara, sebagai landasan sosial bagi hubungan dan pencapaian kepentingan politik luar negeri yang lebih luas. By public diplomacy we understand the means by which governments, private groups and individuals influence the attitudes and opinions of other peoples and governments in such a way as to exercise influence on their foreign policy decisions 18 Kemudian, dari definisi diplomasi publik selanjutnya dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan diplomasi publik, suatu negara dapat mempengaruhi publik domestik ataupun internasional demi mencapai kepentingan atau kebijakan luar negerinya. Hal ini mengindikasikan bahwa opini publik juga memiliki peran penting dalam membentuk kebijakan luar negeri dan juga pengaplikasian kebijakan tersebut. Selain itu, merujuk pada definisi diplomasi publik menurut kamus istilah hubungan internasional yang di terbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Serikat tahun 1987; Public diplomacy refers to government-sponsored programs intended to inform or influence public opinion in other countries; its 18 Wolf Jr, Charles & Rosen, Brian. 2004. Public Diplomacy: How to Think About and Improve It. Rand Corporation. http://www.rand.org/. Pg.3 17 chief instrument are publications, motion pictures, cultural exchange, radio and television.19 Definisi di atas mengindikasikan diplomasi publik yang dilakukan dengan berbagai macam instrumen, seperti publikasi, film, pertukaran budaya, radio dan televise, memerlukan dukungan atau inisatif dari pemerintah. Jadi dalam konteks ini, peran pemerintah tetap menjadi yang utama dalam aktivitas diplomasi publik. Walaupun di lapangan yang melakukan aktivitas diplomasi publik adalah aktor-aktor non pemerintah yang terlibat aktif seperti NGO, individu, atau media (cetak/elektronik), pemerintah tidak boleh lepas pengawasan. Diplomasi publik pada dasarnya meliputi seluruh aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah maupun aktor-aktor non pemerintah dalam berkontribusi pada pemeliharaan dan promosi soft power. Soft power negara dibentuk melalui aktivitasaktivitas para aktor dan beragam organisasi yang berpengaruh terhadap publik, baik para seniman, galeri-galeri seni dan musik, aktivis masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat, politisi, partai dan pakar politik, para penulis dan asosiasi literasi, wartawan dan kelompok media, para pelaku bisnis, perusahaan dan produknya, akademisi dan universitas, pemuka dan kelompok agama, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh konsep Soft Power Joseph S. Nye dimana beliau menyatakan bahwa soft power sebuah negara bersumber dari tiga hal yaitu budaya, nilai-nilai politik dan politik luar negeri negara tersebut.20 Ketiga sumber dari soft power tersebut diimplementasikan dalam diplomasi publik melalui aktor-aktor yang beragam baik dari pemerintah ataupun non-pemerintah. 19 20 U.S. Department of State. 1987. Dictionary of International Relations Terms, Washington, D.C. Pg. 85 Nye Jr, Joseph S. Op.Cit. 2004. Pg.11 18 Strategi diplomasi publik tidak hanya menempatkan negara pada programprogram pengembangan citra yang positif secara domestik saja tetapi juga internasional. Interaksi antara pemerintah dengan berbagai aktor di dalam negeri beperan penting dalam meningkatkan soft power dan implementasinya ke luar negeri. Hal ini memungkinkan adanya berbagai kegiatan, aktivitas dan program yang dapat membentuk keberhasilan diplomasi publik. Diplomasi publik merupakan sarana yang tepat untuk merebut opini publik dengan mempromosikan citra negara. Hal ini dikarenakan diplomasi publik lebih menekankan kepada hegemoni melalui informasi, kebudayaan dan pendidikan. Proses pembentukan citra dan persepsi menjadi hal yang sangat penting karena winning hearts and minds menjadi esensi dan tujuan utama dari diplomasi publik, yang mana akan berdampak dalam memudahkan pencapaian kepentingan nasional yang lebih luas. Dalam konteks ini, konsep diplomasi publik digunakan untuk menganalisis aktivitas diplomasi publik yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Amerika Serikat berdasarkan beberapa instrumen yang terdapat dalam diplomasi publik. Instrumeninstrumen dalam diplomasi publik meliputi media sosial, pernyataan publik, kunjungan resmi, pertukaran budaya atau pendidikan, dan instrumen-instrumen lainnya yang relevan dengan aktivitas diplomasi publik. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam diplomasi publik tidak memiliki batasan yang pasti dikarenakan perkembangan dunia sosial, media dan teknologi infomasi yang sangat pesat. Berbagai macam cara atau media bisa saja dijadikan instrumen dalam aktivitas diplomasi publik selama tujuannya relevan dengan tujuan diplomasi publik yakni propaganda atau mempengaruhi opini publik demi tercapainya kepentingan nasional atau implementasi kebijakan luar negeri. 19 1.4.2 MULTI-TRACK DIPLOMACY Dalam upaya melakukan diplomasi publik, diperlukan kerjasama antar aktor pemerintah dan non-pemerintah yang melibatkan metode diplomasi multi jalur atau yang biasa disebut dengan multi-track diplomacy. Diplomasi ini memiliki relevansi dengan diplomasi publik dikarenakan terdapat peran yang signifikan dari pemerintah hingga media dalam menjalankan diplomasi demi tercapainya kepentingan nasional, yang dalam konteks ini adalah Indonesia terhadap Amerika Serikat. Multi-track diplomacy refers to a conceptual framework we design to reflect the variety of activities that contribute to international peacemaking and peacebuilding.21 Pada mulanya, Louise Diamond dan John McDonald memperkenalkan konsep multi-track diplomacy sebagai suatu kerangka berpikir dalam menjalankan diplomasi dengan tujuan terciptanya perdamaian. Perdamaian akan tercipta jika diplomasi yang dilakukan oleh suatu negara melibatkan seluruh jalur/track dari diplomasi dan tidak bergantung pada aktor pemerintah saja. Relevansinya dengan praktek diplomasi publik adalah diplomasi publik tidak akan dapat berjalan secara efektif jika beban aktivitas diplomasi publik tersebut hanya pada pemerintah saja. Sejalan dengan tujuan diplomasi publik yang mengedepankan government to people contact maka pemerintah hingga media dapat berperan aktif dan bekerjasama dalam aktivitas diplomasi publik. Kategorisasi tingkatan dalam diplomasi multijalur terbagi menjadi 9, yaitu: Track One: Government, Track Two: Nongovernment/Professional, Track Three: Business, Track Four: Private Citizen, Track Five: Research, Training, and Education, Track Six: Activism, Track Seven: Religion, Track Eight: Funding, Track Nine: 21 Diamond, Louise & McDonald, John. 1996. Multi-Track Diplomacy: A System Approach to Peace, 3rd Ed. Kumarian Press: University of Michigan. Pg: 20 20 Communications and Media.22 Diagram dibawah ini dapat membantu dalam memahami kategorisasi kesembilan jalur diplomasi tersebut. Gambar 1. The Nine Tracks of Multi-track Diplomacy Sumber: Diamond and McDonald. The Institute for Multi-Track Diplomacy (IMTD). (http://www.beyondintractability.org/essay/multi-track-diplomacy). Diakses tanggal 14 September 2014 Walaupun kesembilan jalur diplomasi tersebut sangat mungkin digunakan dalam praktek diplomasi publik, namun yang menjadi poin utama dalam praktek diplomasi publik Indonesia terhadap Amerika dalam penelitian ini adalah peran pemerintah, non-pemerintah, media dan pembentuk opini publik. Aktor pemerintah menjadi poin penting karena pemerintah diharapkan tetap mengambil andil besar dalam pengawasan praktek diplomasi publik. Pemerintah selain menjadi aktor utama juga dibutuhkan untuk dapat membentuk kesepahaman mengenai kebijakan yang ingin 22 Ibid 21 dipromosikan dan kepentingan yang ingin dicapai dengan pelaku-pelaku diplomasi publik. Aktor non-pemerintah, di sisi lain, dapat mengambil peran yang cukup signifikan baik sebagai think-tank groups ataupun eksekutor dalam proses pengimplementasian diplomasi publik Indonesia. Selain itu, perkembangan dunia media massa pada saat ini juga memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Media massa memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam memberikan informasi kepada publik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kepentingan individu-individu, kelompok-kelompok ataupun pemerintah yang mengandung maksud dan tujuan tertentu disampaikan dengan menggunakan media massa baik cetak maupun elektronik kepada publik. Dukungan media massa dalam hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat dapat memberikan nuansa baru karena media masa mampu memberikan pengaruh serta memberikan sebuah konstruksi sosial terhadap masyarakat. Media massa menjadi alat yang efektif dalam mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu, pembentukan opini publik baik domestik ataupun internasional bagi Indonesia akan dapat dimudahkan dengan menggunakan media massa. Pada era globalisasi ini, audience dari media massa sangatlah tidak terbatas sehingga diperlukan juga mutual understanding dari pemerintah dan aktor media dalam pemberitaan atau penyebaran informasi agar tetap berada dijalur kebijakan luar negeri yang telah diatur atau disepakati demi pembentukan opini publik yang terarah dan sesuai dengan tujuan politik luar negeri Indonesia. 22 1.5 ARGUMEN PENELITIAN Praktek diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan pendekatan soft power dengan metode diplomasi publik. Diplomasi publik Indonesia bertujuan untuk menciptakan citra positif mengenai Indonesia pada publik internasional, khususnya Amerika Serikat, serta menciptakan mutual understanding antara publik domestik dengan publik internasional. Penciptaan opini publik yang positif bagi Indonesia dapat memberikan dampak yang signifikan pada kepentingan politik luar negeri Indonesia dan memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat. Kepentingan politik luar negeri Indonesia di Amerika Serikat antara lain adalah mempengaruhi keputusan kebijakan luar negeri Amerika Serikat agar lebih memperhitungkan Indonesia dalam kerjasama di bidang ekonomi, keamanan dan pertahanan dan dukungan pada keterlibatan Indonesia dalam konstelasi politik internasional. Indonesia melakukan diplomasi publik secara aktif dalam kancah internasional melalui instrumen-instrumen pertukaran budaya dan pendidikan, kunjungan resmi dan media massa. Instrumen-instrumen diplomasi publik ini diimplementasikan dengan melibatkan lebih banyak aktor-aktor non-government, atau dengan kata lain dengan meningkatkan government to people relations dan people-topeople relations. 1.6 METODE PENELITIAN Penelitian ini fokus pada praktek diplomasi publik yang dilakukan Indonesia terhadap Amerika Serikat dan kontribusinya terhadap kepentingan politik luar negeri Indonesia. Agar fokus dari penelitian ini tetap terarah maka metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode 23 kualitatif karena instrumen utama yang diamati berupa aktivitas diplomasi publik yang kemudian dianalisis secara deskriptif melalui interpretasi logis. Hal ini sejalan dengan paradigma metode penelitian kualitatif yang dipaparkan oleh Creswell “Research that is guided by the qualitative paradigm is defined as an inquiry process of understanding a social or human problem based on building a complex, holistic picture, formed with words reporting detailed views of informants, and conducted in a natural setting.”23 Oleh karena itu dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, analisis yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat lebih efektif dan terfokus. Formasi dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini disusun bertahap secara deduksi untuk menguraikan secara detail masalah yang diangkat. Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang diperoleh melalui teknik studi kepustakaan (Library research). Data sekunder diperoleh dengan membaca dan mempelajari sejumlah buku, literatur, jurnal ilmiah, artikel online dan berita media massa yang terkait dengan diplomasi publik dan hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat. Kemudian, peneliti juga melakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dengan beberapa key informans, yaitu orang-orang yang kompeten dari pihak akademisi dan praktisi yang memahami permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Wawancara pertama dan kedua dilaksanakan di Kementerian Luar Negeri RI, dengan Bapak Siauaji Raja dan Bapak Mulyanto Sastrowiranu selaku Staff Direktorat Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri RI. Wawancara membahas tentang aktivitas diplomasi publik Indonesia terhadap Amerika beserta program-program yang dicanangkan oleh Direktorat Diplomasi Publik dan kerjasama bilateral IndonesiaAmerika Serikat yang relevan dengan aktivitas diplomasi publik. Wawancara ketiga 23 Creswell, John W. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Method Approaches, 2nd ed. Sage Publications: University of Nebraska, Lincoln. Pg:20-21 24 dilaksanakan dengan Ibu Angela, selaku Staff Direktorat Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri RI. Wawancara ini membahas mengenai hubungan bilateral Indonesia – Amerika Serikat, dinamika hubungan bilateral tersebut dan perjanjianperjanjian yang telah disepakati antara Indonesia-Amerika Serikat. Kemudian wawancara keempat dilaksanakan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu dengan Bapak Restu selaku Ketua subbidang Diplomasi Budaya, Direktorat Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang membahas mengenai praktek diplomasi budaya sebagai bagian dari diplomasi publik yang dicanangkan oleh pemerintah, khususnya di Amerika Serikat. Selain itu wawancara juga dilakukan dengan pihak akademisi yaitu dengan Bapak Tonny Dian Effendi, Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang dan penulis buku Diplomasi Publik Jepang: Perkembangan dan Tantangan. Wawancara ini membahas diplomasi publik secara umum dan bagaiamana Indonesia dapat menggunakan diplomasi publik tersebut sebagai media diplomasi yang efektif dalam pencapaian politik luar negeri. Wawancara-wawancara mendalam tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memahami lebih jauh praktek diplomasi publik yang dilakukan Indonesia dan aktor-aktor yang terlibat di dalamnya hingga tantangan dari diplomasi publik tersebut. 1.7 SISTEMATIKA PENULISAN 1.7.1 BAB I PENDAHULUAN Bab I meliputi Pendahuluan yang terdiri dari (a) Latar Belakang Masalah, berisi pendeskripsian sejarah dan dinamika hubungan Indonesia-Amerika Serikat, ulasan singkat mengenai upaya-upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mengenai alasan ketertarikan 25 peneliti mengenai pentingnya diplomasi publik bagi Indonesia. (b) Rumusan Masalah, (c) Kajian Pustaka, mengulas reviu dari beberapa penelitan mengenai diplomasi publik dan hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat yang menjadi acuan dalam penulisan penelitian ini, (d) Kerangka Konseptual, berisi tinjauan teori dan konsep yang relevan untuk kebutuhan analisis penelitian ini, (e) Argumen Penelitian, sebagai argumen sementara yang akan dibuktikan keabsahannya pada analisis dalam penelitian ini, (f) Metode Penelitian, mendeskripsikan metode kualitatif deskriptif yang menjadi metode yang dipilih dalam analisis penelitian ini dan (g) Sistematika Penulisan, berisi deskripsi singkat dari keseluruhan substansi dalam penelitian. 1.7.2 BAB II DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA- AMERIKA SERIKAT Bab II berisi pembahasan mengenai: (a) Pasang Surut Hubungan Bilateral Indonesia-Amerika Serikat. Subbab ini menguraikan tentang dinamika hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat sejak awal kemerdekaan dan di masa-masa pemerintahan presiden Indonesia. (b) Hubungan Bilateral Indonesia-Amerika Serikat di bawah Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pada subbab ini akan diuraikan mengenai dinamika dan perkembangan hubungan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat secara lebih spesifik yakni pada dua periode masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pembahasan dalam subbab ini juga termasuk hal-hal yang membedakan dengan pemerintahan presiden-presiden Indonesia sebelumnya serta pencapaiannya dalam kaitannya dengan perjanjian-perjanjian yang dibentuk selama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 26 1.7.3 BAB III DIPLOMASI PUBLIK INDONESIA DI BAWAH PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Pada Bab ke-III pembahasan yang diulas adalah jawaban dari pertanyan penelitian pertama yakni mengenai: (a) Konsep Diplomasi Publik Indonesia, pada subbab ini akan diuraikan mengenai pandangan dan tujuan umum Indonesia dalam melakukan diplomasi publik, khususnya pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, (b) Tujuan Diplomasi Publik Indonesia di Amerika Serikat yang membahas tentang apa saja yang menjadi titik fokus hubungan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat dan melatarbelakangi alasan mengapa Indonesia melakukan diplomasi publik. 1.7.4 BAB IV PERAN DIPLOMASI PUBLIK DALAM MEMPERKUAT HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-AMERIKA SERIKAT Bab IV berisi uraian detail yang menjawab pertanyaan penelitian kedua yaitu mengenai (a) Instrumen yang digunakan Indonesia dalam proses aktivitas diplomasi publiknya dan alasan dari pemilihan instrumen-instrumen diplomasi publik tersebut. Instrumen diplomasi publik disini diuraikan dalam beberapa kategori yaitu, exchanges (educational, cultural, etc), official visits, online/social media networking. (b) Implikasi Diplomasi Publik Indonesia terhadap Hubungan Bilateral Indonesia – Amerika Serikat, yang mendeskripsikan kontribusi diplomasi publik yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam memperkuat hubungan bilateralnya dengan Amerika Serikat. Selain itu juga menguraikan pencapaian politik luar negeri Indonesia sebagai dampak dari aktivitas diplomasi publik yang telah dilakukannya. 27 1.7.5 BAB V KESIMPULAN Bab V merupakan bab terakhir dalam penelitian ini yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam bab ini diutarakan hasil dari penelitian yang menjadi penemuan penting dan juga memberi masukan bagi pemerintah dan akademisi dalam pengembangan praktek diplomasi publik Indonesia yang lebih efektif demi pencapaian kepentingan nasional yang lebih luas.