Peran bakteri penghasil eksopolisakarida dalam

advertisement
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI EKSOPOLISAKARIDA
Burkholderia cenocepacia strain KTG
Pendahuluan
Di dalam tanah, bakteri menghasilkan eksopolisakarida untuk melindungi
sel dari kekeringan atau menempel pada suatu substrat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya. Eksopolisakarida bakteri banyak dijumpai di sekeliling
struktur luar sel serta berhubungan erat dengan bentuk kapsul sel bakteri atau
yang
diekskresikan
ke
medium
pertumbuhan
dalam
bentuk
slime.
Eksopolisakarida merupakan polimer dengan bobot molekul tinggi yang tersusun
dari monosakarida dan beberapa bahan non karbohidrat seperti asetat, piruvat,
suksinat, dan fosfat. Struktur dan komposisi eksopolisakarida yang dihasilkan
oleh bakteri tergantung pada beberapa faktor lingkungan seperti medium, sumber
karbon dan nitrogen, sistem fisiologi bakteri (aerobik atau anaerobik), dan kondisi
fermentasi
(pH,
temperatur,
konsentrasi
oksigen).
Pada
umumnya
eksopolisakarida dapat diperoleh secara optimum pada pH 7, temperatur 30-370C
dengan menggunakan sukrosa atau glukosa sebagai sumber karbon (Sutherland
2001b; Duta et al. 2004; Bueno & Garcia-Cruz 2006).
Beberapa bakteri penghasil eksopolisakarida yang telah dilaporkan antara
lain Pseudomonas aeruginosa, Erwinia, Ralstonia, dan Azotobacter vinelandii
(Saile et al. 1997). Burdman et al. (2000) mengatakan bahwa Azospirillum
brasilense menghasilkan eksopolisakarida dalam bentuk arabinosa yang
berkorelasi dengan tingkat kemampuannya membentuk agregat. Produksi
polisakarida dilakukan dengan cara menumbuhkan A. brasilense di dalam medium
yang mengandung pewarna fluorescent yang dapat berikatan dengan β-1,4 dan
β-1,3 glukan. Sementara itu Samet et al. (2004) melaporkan eksopolisakarida
dihasilkan oleh strain tipe liar maupun mutan dari A. brasilense.
Di dalam
medium fruktosa sintetik, strain tipe liar menghasilkan EPS yang kaya akan
glukosa selama fase pertumbuhan eksponensial dan EPS yang kaya akan
arabinosa selama fase pertumbuhan stasioner dan fase kematian. Hasil penelitian
tersebut juga mengindikasikan bahwa EPS yang mengandung arabinosa
memegang peranan penting dalam agregasi sel. Di lain pihak, rata-rata produksi
EPS oleh Vibrio harveyi strain VB23
lebih tinggi selama masa pertumbuhan
29
eksponensial akhir jika dibandingkan dengan masa pertumbuhan stasioner
(Bramhachari & Dubey 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Emtiazi et al. (2004), diketahui bahwa 1% sukrosa merupakan sumber karbon
terbaik untuk produksi eksopolisakarida dari Azotobacter strain AC2. Kondisi
optimum yang diperlukan untuk sintesis eksopolisakarida dari Halomonas
ventosae dan H. anticariensis adalah di dalam medium dengan konsentrasi garam
laut 7.5%, temperatur 32oC, pengadukan atau aerasi 100 rpm dan menggunakan
1% glukosa sebagai sumber karbon (Mata et al. 2006).
Burkholderia tropica menghasilkan sejumlah besar eksopolisakarida di
dalam medium pertumbuhan sintetik yang mengandung manitol dan glutamat
sebagai sumber karbon dan nitrogen (Serrato et al. 2006). Pseudomonas sp.
UBF 2 menghasilkan polisakarida sebanyak 8.6 g/l di dalam medium sintetik yang
mengandung 2% (b/v) glukosa (El-Tayeb & Khodair 2007). Bradyrhizobium
japonicum USDA 110 menghasilkan eksopolisakarida dalam bentuk kapsul dan
bentuk terlarut yang jumlahnya bervariasi tergantung pada sumber karbon.
Dilaporkan bahwa produksi tertinggi eksopolisarida bakteri tersebut diperoleh dari
sumber karbon pentosa, asam organik, gula asam, dan poliols (alkohol gula,
seperti sorbitol) serta hasil yang sedikit lebih rendah di dalam heksosa dan asam
amino.
Hasil penelitian Tully (1988) terhadap Bradyrhizobium japonicum USDA
110 yang ditumbuhkan dalam medium dengan sumber karbon hidroaromatik
(asam sikimat, asam quinat, asam adipat), L-arabinose, dan glukosa menunjukkan
bahwa produksi eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri tersebut paling baik
di dalam asam adipat, sedangkan masa pembelahan sel tercepat di dalam asam
kuinat dan sikimat, masing-masing tujuh dan tiga belas jam. Berdasarkan hasil
penelitian
tersebut
disimpulkan
bahwa
produksi
eksopolisakarida
tidak
berkorelasi terhadap laju pertumbuhan.
Sifat tanah yang dipengaruhi oleh polisakarida meliputi : (i) kapasitas
pertukaran kation (kontribusi dari gugus COOH asam uronik), (ii) retensi anion
(terjadi pada gugus NH 2 ), dan aktivitas biologi (sumber energi bagi
mikroorganisme tanah). Sementara itu, kemantapan agregat yang dipengaruhi oleh
polisakarida berhubungan dengan viskositas, berat molekul, dan jumlah
30
polisakarida yang dapat diadsorpsi. Adsorpsi polisakarida oleh liat tergantung
pada konformasi dan konfigurasi molekul, khususnya ikatan β-glikosidik. Ikatan
ini memberikan konformasi untuk hubungan tertutup atau terdekat antara
polisakarida dan permukaan liat. Penelitian mengenai peran polisakarida di dalam
tanah terutama difokuskan pada fungsinya sebagai bahan perekat untuk
memantapkan agregat tanah (Oades 1989).
Sejumlah bakteri mengekskresikan polisakarida ke dalam lingkungannya
atau tetap berada di permukaan sel bakteri sebagai kapsul polisakarida. Jumlah
dan komposisi eksopolisakarida ini bervariasi antar genus dan spesies dan dalam
beberapa kasus juga tergantung pada kondisi lingkungan di sekitarnya (Laus et al.
2005).
penting
Bakteri Gram negatif menghasilkan beberapa jenis eksopolisakarida
yang
dapat
digunakan
untuk
menetapkan
hubungan
antara
mikroorganisme dengan tanaman dan hewan. Rhizobacteria penambat N 2 non
simbiotik dari genus Azospirillum banyak dijumpai di daerah sekitar perakaran
dan memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap pertumbuhan dan
produktivitas beberapa tanaman pertanian dan perkebunan penting lainnya (Okon
& Labandera-Gonzalez 1994; Ahmad et al., 2005; Akbari et al., 2007). Bakteri
penambat N 2 non simbiotik seperti Azospirillum, Klebsiella dan Azotobacter
diketahui memiliki kemampuan untuk meningkatkan agregasi dan flokulasi tanah.
Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh penyebaran dan ketahanan hidup
mikroorganisme ini di dalam tanah.
Polisakarida yang terdapat pada permukaan sel bakteri secara umum
terdapat dalam dua bentuk yaitu lipopolisakarida dan eksopolisakarida (Weiner et
al. 1995). Lipopolisakarida mengikat permukaan sel melalui penempelan dengan
lipid, sementara eksopolisakarida (EPS) berasosiasi dengan permukaan sel
sebagai sebuah kapsul. EPS memiliki heterogenisitas dalam strukturnya, mulai
dari struktur sederhana, ikatan α 1-4, berupa rantai glukosa tidak bercabang yang
disebut dekstran sampai dengan struktur yang kompleks dengan ikatan bercabang
atau substitusi heteropolisakarida yang tersusun dari sub unit berulang
oligosakarida yang disebut dengan xantan dan asam kolanik. EPS dapat juga
disubstitusi, umumnya ikatan ester dan N dengan piruvat, asetat, format, sulfat,
fosfat dan gugus lainnya. Menurut Sutherland (1997) sejumlah bakteri dapat
31
mensintesis polisakarida dalam bentuk alginat. Telah banyak penelitian mengenai
eksopolisakarida
tersebut
yang
dihasilkan
oleh
Azotobacter
vinelandii,
Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescens, dan P. putida. Sementara itu Wang et
al. (2007) melaporkan bahwa eksopolisakarida larut air yang diperoleh dari
P. agglomerans strain KFS-9 asal isolasi dari hutan mangrove mengandung
protein yang berikatan dengan polisakarida. Eksopolisakarida ini tersusun atas
arabinosa, glukosa, galaktosa, dan asam glukoronik dengan perbandingan molar
1.0:2.2:2.8:0.9. Sementara itu, komposisi monosakarida yang berasal dari
eksopolisakarida asam bakteri B. tropica terdiri atas Glc, Rha, Glc A dengan
perbandingan molar 1:2:2 (Serrato et al. 2006). Komponen utama dari fraksi
karbohidrat eksopolisakarida H. ventosae adalah glukosa, manosa, dan galaktosa
(molar ratio 1.75: 4:1) untuk strain A112T dan 1.25:4.1 untuk strain A116.
Eksopolisakarida dari spesies bakteri tersebut juga mengandung sejumlah kecil
xilosa, arabinosa, dan asam galakturonat.
Sedangkan eksopolisakarida yang
dihasilkan oleh H. anticariensis mengandung glukosa, manosa dan asam
galakturonat dengan molar ratio 1:3:2.5 untuk strain FP35T dan 1:2.5:2.2 untuk
strain FP36 dan sedikit xilosa dan ramnosa (Mata et al. 2006).
Beberapa spesies bakteri dapat menghasilkan sejumlah eksopolisakarida
yang berbeda struktur kimianya. Sebagai contoh lebih dari 70 eksopolisakarida
yang berbeda ditemukan pada Escherichia coli. Sebaliknya spesies lainnya hanya
menghasilkan eksopolisakarida dalam jumlah yang terbatas atau hanya satu jenis
saja. Karakterisasi polisakarida bakteri dalam suatu larutan umumnya sulit untuk
dilakukan karena memiliki heterogenisitas kimia yang cukup tinggi, ikatan
multiganda, berat molar yang tinggi, distribusi berat molar yang luas dan
viskositas tinggi. Polimer berantai panjang dan pendek disintesis walaupun pada
umumnya terdapat satu berat molekul polimer yang paling dominan (Weiner et al.
1995). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iqbal et al. (2002) menunjukkan
bahwa eksopolisakarida bakteri mengandung gugus hidroksil, karboksil, dan N.
Selain itu pula Becker et al. (2002) juga mengemukakan bahwa bakteri
Sinorhizobium meliloti menghasilkan eksopolisakarida suksinoglikan yang
bersifat masam. Eksopolisakarida ini tersusun atas unit berulang oktasakarida
yang mengandung satu galaktosa dan tujuh residu gula yang saling berikatan dan
32
dihubungkan oleh β-1-3, β-1-4 dan β-1-6 glikosidik. Struktur unit berulang dapat
mengandung gugus asetil, pirufat, dan suksinil. Penelitian dengan metode spektra
Infra Red (IR) untuk mengkarakterisasi struktur eksopolisakarida Pseudomonas
dilakukan oleh Emnova et al. (2006). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ada
penyerapan pita secara spesifik untuk gugus hidroksil (-OH) dan eter (-C-O)
namun tidak terlihat pada gugus karboksil (-COOH) dan -COOR. Oleh karena
itu, eksopolisakarida dari genus tersebut diduga sebagai polimer levan. Adanya
gugus sulfur (-C-S atau –S-S) di dalam rantai eksopolisakarida Pseudomonas
memberikan suatu peluang bahwa bakteri atau eksopolisakarida dari bakteri
tersebut dapat digunakan sebagai obyek pengembangan bioteknologi pertanian
dan farmasi.
Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan: (i) jenis dan tingkat
konsentrasi sumber karbon optimum untuk produksi eksopolisakarida dari
B. cenocepacia strain KTG dan (ii) gugus fungsional yang
terdapat pada
eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung untuk kegiatan scanning electron
microscope (SEM) dan Laboratorium Bio-Farmaka, Institut Pertanian Bogor
untuk
penetapan
eksopolisakarida
dengan
fourier-transformed
infrared
spectroscopy (FTIR). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-November 2009.
Produksi Eksopolisakarida
Optimasi produksi eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG ditetapkan
berdasarkan
metode
yang
dikemukakan
oleh
Emtiazi
et
al.
(2004).
0
B. cenocepacia strain KTG ditumbuhkan pada temperatur 28 C di atas mesin
pengocok dengan kecepatan 200 rpm selama 72 jam. Medium uji yang digunakan
33
untuk menetapkan optimasi produksi eksopolisakarida adalah 50 ml medium cair
ATCC no. 14 dengan enam sumber dan tiga tingkat konsentrasi karbon. Sumber
karbon yang digunakan masing-masing terdiri atas: (i) sukrosa, (ii) glukosa, (iii)
4-hydroxyphenyl acetic acid (4-HAA), (iv) manitol, (v) glutamat, dan (vi) laktosa
(Moreno et al. 1999; Serrato et al. 2006). Sementara itu, tingkat konsentrasi
karbon yang digunakan masing-masing: 1, 2, dan 3% (b/v).
Pengamatan Morfologi Eksopolisakarida Bakteri dengan Menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM)
Pemurnian
eksopolisakarida
untuk
pengamatan
morfologi
dengan
menggunakan SEM dilakukan dengan memanen eksopolisakarida B. cenocepacia
strain KTG dari medium cair ATCC no.14 dengan cara sentrifugasi 14 000 g
selama 30 menit untuk memisahkan sel dan supernatan. Eksopolisakarida yang
terdapat dalam supernatan selanjutnya dipanen dengan menambahkan aseton
(1 bagian supernatan : 3 bagian aseton) dan disentrifugasi kembali 14 000 g
selama 30 menit. Selanjutnya endapan yang terbentuk dicuci dengan 70% etanol
dan dilarutkan kembali dengan akuades. Eksopolisakarida ini dimurnikan kembali
dengan setil-trimetil-amonium bromida [1:1, (Merck 2342)]. Ditambah dengan
etanol di dalam larutan 10% NaCl. Selanjutnya dicuci kembali dengan akuades
dan dikeringkan (El-Tayeb & Khodair 2007).
Karakterisasi Gugus Fungsional Eksopolisakarida B. cenocepacia Strain
KTG
Karakterisasi gugus fungsional eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG
dilakukan dengan fourier transform infrared (FTIR). Pellet yang digunakan untuk
analisis infra red diperoleh dengan cara menghaluskan 2 mg eksopolisakarida
yang sudah dicampur dengan 200 mg KBr kering, selanjutnya campuran ditekan
sampai membentuk lingkaran tipis dengan diameter 16 mm. Spektrum FTIR
ditetapkan dan dibaca dengan alat Bruker Tensor 27 (Bruker SA, Wissembourg,
France) pada bilangan gelombang 4000–400 cm−1 . Pembacaan spektrum yang
muncul ditampilkan melalui Hewlett Packard (Houston, TX, USA).
34
Hasil
Produksi Eksopolisakarida
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber karbon terbaik bagi
B. cenocepacia strain KTG adalah sukrosa dan 4-hydroxyphenyl acetic acid.
Dengan sumber karbon sukrosa konsentrasi 2% (b/v) dihasilkan bobot kering
eksopolisakarida
rata-rata
5.03
mg/ml.
Sedangkan
sumber
karbon
4-hydroxyphenyl acetic acid dengan konsentrasi 3% (b/v) menghasilkan bobot
kering eksopolisakarida rata-rata 6.9 mg/ml (Tabel 6).
Tabel 6 Bobot kering eksopolisakarida yang dihasilkan B. cenocepacia strain
KTG di dalam medium ATCC no.14 dengan enam jenis sumber karbon
konsentrasi 1, 2, dan 3% (b/v) selama 72 jam inkubasi
Sumber karbon
Bobot kering eksopolisakarida
(mg/ml)
Sukrosa
1
2
3
0.89 fg *)
5.03 b
1.15 ef
Glukosa
1
2
3
0.35 i
0.25 i
0.45 hi
4-HAA
1
2
3
0.90 fg
2.75 c
6.90 a
Laktosa
1
2
3
0.70 gh
1.25 e
1.25 e
Manitol
1
2
3
0.25 i
1.60 d
0.90 fg
Glutamat
1
2
3
0.16 i
0.16 i
0.31 i
Koefisien keragaman (%)
*)
Konsentrasi
(% b/v)
10.7
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji jarak ganda Duncan (P>0.05).
35
Pengamatan Morfologi Eksopolisakarida Bakteri dengan Menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM)
Berdasarkan pengamatan morfologi yang diperoleh dari hasil scanning
diketahui bahwa eksopolisakarida yang dihasilkan oleh B. cenocepacia strain
KTG berbentuk
seperti serat, berwarna putih, dan sebagian lagi terdiri atas
lembaran-lembaran berjonjot dengan ukuran yang lebih pendek (Gambar 3).
Gambar 3
Scanning electron microscope eksopolisakarida B. cenocepacia strain
KTG (tanda panah, perbesaran 3500x).
Karakterisasi Gugus Fungsional Eksopolisakarida B. cenocepacia Strain
KTG
Eksopolisakarida yang dihasilkan oleh tiga bakteri potensial yang
ditumbuhkan dalam medium ATCC no. 14 dengan sumber karbon sukrosa
memiliki dominasi gugus fungsional utama atas dasar kekuatan pita absorpsi pada
bilangan gelombang 3406-3366
cm-1, 2929-2927 cm-1, 1633-1630 cm-1, dan
1058-1052 cm-1. Kisaran absorpsi tersebut masing-masing menandakan gugus
-O-H (hidroksil); C-H, CH 3 (alifatik); -C=O (karbonil); dan C-C, C-OH, C-O-C
(ikatan glikosidik). Hal yang membedakan pita spektrum FTIR B. cenocepacia
strain KTG dengan dua isolat lainnya adalah terdapat absorpsi lemah pada
2365 cm-1 yang menandakan ada ikatan OH dalam rangkaian
polimer ini
(Tabel 7). Dengan penggunaan sumber karbon yang berbeda di dalam medium
pertumbuhan B. cenocepacia strain KTG, maka kekuatan pita absorpsi pada
pembacaan bilangan gelombang FTIR akan berbeda pula (Gambar 4).
36
Tabel 7 Penetapan gugus fungsional B. cenocepacia strain KTG dan dua bakteri
potensial penghasil eksopolisakarida lainnya.
Bilangan
gelombang
(cm-1)
3406
2927
2365
1630
1058
-OH dan N-H
C-H, CH 3
-OH
-C=O
-C-O-C (glikosidik)
Rhizobium tropici (2.6)
3390
2929
1633
1052
-OH dan N-H
C-H, CH 3
-C=O
-C-O-C (glikosidik)
Stenotrophomonas maltophilia (5.5)
3366
2929
1601
1052
-OH dan N-H
C-H, CH 3
C=O rantai terbuka
-C-O-C (glikosidik)
Spesies/Kode bakteri
B. cenocepacia strain KTG (3.3)
Gambar 4
Gugus fungsional
Spektrum infra red gugus fungsional utama eksopolisakarida B.
cenocepacia strain KTG yang ditumbuhkan dalam medium ATCC
no. 14 dengan sumber karbon glukosa, sukrosa, laktosa, manitol,
dan 4-hydroxyphenyl acetic acid.
37
Keterangan gambar :
Jenis karbon
4-HAA
Manitol
Laktosa
Sukrosa
Glukosa
Bilangan
gelombang
(cm-1)
3397
2409
1650.9
1447
1135
3276
2933.6
1615.7
1457
1377
1253
3397.8
2425.3-2482
1648.8
1378
1072-883
3383
2926.3
2427.7
1649.2
1456
1115-992.9
3395.9
2924.8
2479-2402
1651.9
1541
1454
1239.7
Gugus fungsional
-O-H dan N-H
-OH
-C=O
-C-H
-C-C, C-OH, C-O-C
-O-H dan N-H
-C-H
-C=C dan COO-CC-H 3
-COOH
Aromatik C-O
-O-H dan N-H
-OH
-C=O
-COOH
-O-CH 3
-OH
-CH, CH 3
-OH
-C=O
-CC-H 3
C-C, C-OH, C-O-C
-OH
-CH, CH 3
-OH
-C=O
-N-H, C=N
-C-H
C-O, C-OH
Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa eksopolisakarida
yang dihasilkan B. cenocepacia strain KTG di dalam medium ATCC no. 14
dengan sumber karbon yang berbeda memiliki dominasi gugus fungsional utama
atas dasar kekuatan pita absorpsi pada bilangan gelombang 3397-3383 cm-1,
2933-2924 cm-1, 1651-1648 cm-1, dan 1115-1068 cm-1. Kisaran absorpsi tersebut
masing-masing menandakan gugus O-H (hidroksil); C-H, CH 3 (alifatik); C=O
(karbonil); dan C-C, C-OH, C-O-C (penciri ikatan glikosidik).
38
Karakterisasi gugus fungsional eksopolisakarida melalui analisis FTIR juga
dilakukan terhadap B. cenocepacia strain KTG yang ditumbuhkan di dalam
medium ATCC no.14 dengan penambahan FPR, FPS, dan FPT. Hasil analisis
disajikan secara lengkap dalam Tabel 8.
Tabel 8 Penetapan gugus fungsional eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG
yang ditumbuhkan dalam medium ATCC no. 14 yang mengandung FPR,
FPS, dan FPT
Fraksi pasir
Bilangan gelombang
(cm-1)
3396
2939
1638
1403
1128
-OH
C-H
C=O
COO- antisimetrik
C-C, C-OH, C-O-C
FPS
3403
2935
1636
1400
1126
O-H dan N-H
C-H
C=O
COO- antisimetrik
C-C, C-OH, C-O-C
FPT
3400
2937
1637
1406
1126
O-H dan N-H
C-H
C=O
COO- antisimetrik
C-C, C-OH, C-O-C
FPR
Gugus fungsional
Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 8 diketahui bahwa
eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG yang ditumbuhkan dalam medium
ATCC no.14 dengan penambahan FPS dan FPT memiliki kesamaan dalam hal
bilangan gelombang yang dihasilkan. Apabila eksopolisakarida B. cenocepacia
strain KTG yang dihasilkan dalam FPS dan FPT dibandingkan dengan yang
dihasilkan dalam FPR, perbedaan dalam FPR terdapat pada bilangan gelombang
3396 cm-1 yang menandakan ikatan OH dan N-H.
39
Pembahasan
Pada umumnya bakteri penghasil eksopolisakarida akan tumbuh baik di
dalam medium dengan sumber karbon yang mudah dioksidasi. Dengan
menggunakan sukrosa dan 4-hydroxy-phenyl acetic acid, B. cenocepacia strain
KTG menghasilkan bobot kering eksopolisakarida yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penggunaan glukosa, laktosa, manitol, dan glutamat di
dalam medium ATCC no. 14. Diperkirakan bahwa B. cenocepacia strain KTG
lebih mudah memetabolismekan sukrosa dan 4-hydroxy-phenyl acetic acid
dibandingkan dengan penggunaan empat sumber karbon lain yang diujikan dalam
penelitian ini. Kemudahan dalam menggunakan sukrosa dan 4-hydroxy-phenyl
acetic acid sebagai sumber energi ini memungkinkan untuk pertumbuhan dan
pembentukan biomassa sel B. cenocepacia strain KTG secara optimal.
Bobot eksopolisakarida yang dihasilkan B. cenocepacia strain KTG ini juga
lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh oleh Moreno et al. (1999) dari
Azotobacter vinelandii dengan menggunakan sukrosa dan 4-hydroxy-phenyl acetic
acid yaitu 1.2 mg/ml. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah
dilakukan bahwa sukrosa merupakan sumber karbon terbaik untuk produksi
eksopolisakarida dari Azotobacter strain AC2 (Emtiazi et al. 2004) dan
Pseudomonas diminuta (Santi et al. 2008).
Beberapa bakteri mengeksresikan eksopolisakarida di sekitar lingkungan
pertumbuhannya. Jumlah dan komposisi eksopolisakarida ini sangat bervariasi
tergantung pada genus dan spesies bakteri. Dalam beberapa kasus tergantung
pula pada kondisi lingkungan pertumbuhan bakteri yang bersangkutan. Bakteri
sangat membutuhkan energi untuk menghasilkan eksopolisakarida. Oleh karena
itu, adanya sumber karbon di dalam media tumbuh selain dapat berfungsi sebagai
komponen pembentukan sel dapat pula berfungsi sebagai sumber energi yang
diperlukan untuk sintesis dan ekskresi eksopolisakarida.
Morfologi eksopolisakarida pada tampilan scanning electron microscope
(SEM) menggambarkan bahwa eksopolisakarida bakteri bersifat hidrat dengan
99% berat basah terdiri atas air. Sutherland (2001b); Chenu & Stotzky (2002); dan
Moppert et al. (2009) menyatakan bahwa eksopolisakarida bakteri memiliki sifat
anionik yang memungkinkan untuk mengikat kation. Selanjutnya Emnova et al.
40
(2006) menyatakan bahwa adsorpsi polisakarida oleh liat tergantung pada
konformasi dan konfigurasi molekul, khususnya ikatan β-glikosidik. Ikatan ini
memberikan konformasi untuk hubungan terdekat antara eksopolisakarida dan
permukaan liat.
Berdasarkan analisis FTIR diketahui bahwa gugus fungsional
utama
eksopolisakarida yang dihasilkan oleh B. cenocepacia strain KTG terdiri atas
–OH, -CH, -C=C, dan C-O-C. Gugus fungsional tersebut ada yang bersifat polar
(hidrofilik) dan ada pula yang bersifat nonpolar (hidrofobik). Puncak 3406 cm-1
mengindikasikan keberadaan ikatan hidrogen gugus OH dan OH bebas. Gugus
tersebut pembawa sifat hidrofilik pada eksopolisakarida. Selain itu sifat hidrofilik
juga dibawa oleh gugus C-H, C-H 3 pada puncak 2927 cm-1 , absorbsi lemah pada
puncak 2365 cm-1 yang menandakan ada hidrogen dalam bentuk ikatan -OH di
dalam rangkaian eksopolisakarida ini dan –C=O (karbonil) pada puncak
1630 cm-1. Puncak 1058 cm-1 yang terdapat di antara bilangan gelombang 1170950 cm-1 menandakan ikatan glikosidik. Ikatan ini memberikan konformasi untuk
hubungan terdekat antara eksopolisakarida dan permukaan liat.
Menurut Chenu & Stotzky (2002), interaksi antara bakteri dan partikel tanah
dikelompokkan dalam mekanisme secara biologi, fisik dan fisik-kimia. Interaksi
secara biologi terjadi melalui pertumbuhan dan perbanyakan sel serta ekskresi
senyawa organik seperti enzim dan biopolimer lainnya. Sementara interaksi secara
fisik berhubungan dengan geometri dan kohesi matrik tanah seperti distribusi
ukuran pori, retensi air, kemantapan agregat, dan sifat mekanik tanah. Oleh
karena itu interaksi secara fisik sangat tergantung pada ukuran, bentuk,
penyusunan dari partikel-partikel tanah. Interaksi secara fisik kimia terjadi dalam
larutan tanah yang meliputi penyerapan, pelarutan, hidrolisis, oksidasi, dan
kondisi pH tanah. Karakteristik permukaan partikel tanah yang menentukan
dalam interaksi secara fisik-kimia dapat ditinjau dari area permukaan, muatan
elektrostatis, dan gugus fungsional. Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan,
interaksi bakteri dan lingkungan tanah terjadi secara simultan yang melibatkan
proses biologi, fisik, dan fisik-kimia.
Dalam hal agregasi tanah, khususnya untuk tanah tekstur berpasir, maka
gugus fungsional yang bersifat polar (hidrofilik) diperlukan untuk proses
41
pembentukan mikroagregat. Pembentukan mikroagregat dapat mengoptimalkan
jumlah air yang tersedia bagi tanaman. Lebih lanjut Gryze et al. (2006)
menyatakan bahwa pada awal proses dekomposisi, senyawa organik yang mudah
terdekomposisi akan membentuk senyawa hidrofilik yang berperan dalam
meningkatkan kemantapan agregat tanah melalui pengikatan inter partikel.
Kesimpulan
Burkholderia
cenocepacia
strain
KTG
menggunakan
sukrosa
dan
4-Hydroxy-phenyl acetic acid (4-HAA) lebih optimal untuk menghasilkan
eksopolisakarida di dalam medium pertumbuhan ATCC no. 14 dibandingkan
dengan penggunaan glukosa, laktosa, manitol, dan glutamat.
Eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG memiliki pola yang konsisten
dalam hal karakter gugus fungsional di dalam medium pertumbuhan dengan
beberapa sumber karbon dan agregat tanah dengan fraksi pasir yang berbeda.
Dominasi gugus fungsional utama atas dasar kekuatan pita absorpsi pada
eksopolisakarida B. cenocepacia strain KTG yang ditumbuhkan pada sumber
karbon sukrosa, glukosa, manitol, laktosa, dan 4-HAA menandakan gugus O-H
(hidroksil), -C-H, C-H 3 (alifatik), -C=O (karbonil), dan C-C, C-OH, C-O-C
(penciri ikatan glikosidik). Pada medium ATCC no.14 yang masing-masing
ditambah bahan tanah steril FPR, FPS, dan FPT, eksopolisakarida B. cenocepacia
strain KTG memiliki gugus fungsional dominan yang bersifat hidrofilik; -OH,
-CH, -CH 3 , dan –C=O serta konfigurasi ikatan α dan β. Karakteristik gugus
fungsional yang terdapat dalam eksopolisakarida tersebut memungkinkan untuk
perekatan dengan permukaan partikel tanah.
Download