Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Di Dataran Tinggi Kerinci 38 Umi Haryati, Dedy Erfandi, dan Yoyo Soelaeman Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114 Abstrak. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang penting bagi pertumbuhan ekonomi dan sebagai salah satu sumber pendapatan petani untuk mendukung ketahanan pangan. Usahatani kubis banyak dilakukan di lahan kering dataran tinggi. Pengolahan tanah di lahan berlereng di dataran tinggi di daerah aliran sungai bagian hulu tanpa menerapkan teknik konservasi tanah yang tepat menyebabkan berbagai risiko yang membahayakan agroeupun off-site. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi dan tanah KTA-4 memberikan perkembangan diameter tanaman terbaik. Teknik konservasi TKA-3 memberikan hasil tanaman tertinggi (32 t ha-1) diikuti oleh TKA-1 (31 t ha-1), TKA-2 (29 t.ha-1) dan TKA-4 memberikan hasil yang paling rendah (26 t ha-1). Semua teknik konservasi tanah yang diintroduksikan (KTA-2, KTA-3 dan KTA-4) telah dapat menurunkan erosi sampai erosi yang dapat diperbolehkan (tolerable soil loss) yaitu 13,46 t/ha/th. Teknik petani (KTA-1) masih menimbulkan erosi diatas laju erosi yang dapat diperbolehkan. Teknik konservasi KTA-2, KTA-3 dan KTA-4 dapat dijadikan alternatif teknik konservasi tanah untuk pertanaman kubis di dataran tinggi. Kata kunci: Teknik konservasi tanah, kubis, hasil tanaman, erosi PENDAHULUAN Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya terletak di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS). Sekitar 46% wilayahnya berbukit hingga bergunung dengan lereng lebih dari 15% yang sangat rentan terhadap bahaya erosi. Lahan dengan lereng demikian umumnya tersebar di dataran tinggi dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl) (Hidayat dan Mulyani, 2005). Lahan di kawasan ini sangat penting sebagai penghasil berbagai komoditas pertanian terutama sayur-sayuran dan lain-lain, selain berfungsi juga sebagai kawasan lindung. Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya didominasi oleh tanah Andisols yang peka terhadap erosi. Meskipun demikian, sebagian besar petani sayuran belum menerapkan teknologi konservasi tanah. Rendahnya adopsi teknologi konservasi tanah pada usahatani sayuran dataran tinggi disebabkan oleh berbagai alasan, seperti kekhawatiran akan terganggunya drainase tanah, karena tanah selalu lembab yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman (Suganda et al. 1999), pengerjaannya sangat berat dan memerlukan waktu lama (Undang Kurnia, 2000), serta mengurangi populasi tanaman (Haryati et al. 2000). Salah satu bukti bahwa petani sayuran di dataran tinggi belum menerapkan teknik konservasi tanah dengan baik dan menyebabkan kerusakan lahan 427 Umi Haryati et al. adalah tingginya kandungan lumpur pada beberapa anak sungai di DAS Serayu hulu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, 1995). Penerapan teknologi budidaya hortikultura sangat intensif dan bervariasi. Pupuk dan pestisida diberikan dalam dosis tinggi, tanpa disertai penerapan teknologi konservasi tanah yang memadai. Praktek pemupukan di tingkat petani sayuran sangat bervariasi, mulai dari input rendah sampai input sangat tinggi. Untuk sistem dengan input tinggi, pupuk N diberikan sampai lebih dari 500 kg urea ha-1. Pupuk kandang adalah sumber lain dari unsur N dan unsur lainnya yang diberikan dalam jumlah tinggi, bisa lebih dari 50 t ha 1 . Seringkali suatu jenis unsur hara diberikan secara berlebihan, namun unsur lainnya diberikan kurang dari yang semestinya, sehingga efisiensi penggunaanya menjadi rendah. Praktek budidaya seperti ini dapat menurunkan produktivitas tanah karena banyak unsur hara dan bahan organik tanah hilang melalui sedimen yang terangkut aliran permukaan, pencemaran tanah, air dan lingkungan dan banjir akibat meningkatnya volume aliran permukaan di dalam badan air/sungai di bagian hilir. Selain itu, kadar C-organik tanah pada sebagian besar kawasan hortikultura tergolong rendah, sehingga dengan terjadinya erosi, kadar C-organik tanah menjadi semakin rendah menyebabkan kualitas tanah dan efisiensi pemupukan menurun. Hal ini disebabkan karena belum cukup tersedianya sistem pengelolaan lahan yang dapat mengendalikan kehilangan tanah dan hara. Dengan demikian, pengendalian erosi dalam sistem usahatani konservasi berbasis sayuran di dataran tinggi sangat diperlukan. Teknologi konservasi tanah, selain mampu mencegah tanah yang tererosi dan hara yang hilang, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mencari alternatif teknik konservasi tanah dalam pengendalian erosi dan hara yang hilang dalam sedimen untuk pertanaman kubis pada budidaya sayuran dataran tinggi. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada lahan petani di Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi pada musim tanam (MT) 2011. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), 3 ulangan dengan perlakuan sebagai berikut: (1) kontrol, yaitu praktek budidaya yang umum dilakukan petani di daerah setempat yaitu bedengan atau barisan tanaman searah lereng (KTA-1), (2) bedengan searah lereng, setiap 5 meter dipotong teras gulud (KTA-2), (3) bedengan searah lereng, setiap 5 meter dipotong teras gulud + rorak yang dibuat pada saluran pembuang air (SPA) di samping teras gulud, (KTA-3) dan (4) bedengan searah kontur (KTA-4). Lahan mempunyai kemiringan 15, 18 dan 27% masing –masing pada ulangan I, II dan III. 428 Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Plot percobaan berukuran lebar 3 m dan panjang 20 m dengan tanaman indikator kubis varietas Green Master Pada setiap perlakuan dibuat lubang tanam dengan jarak 50x60 cm dengan kedalaman 5 cm. Lubang tanam pada perlakuan KTA-1 dan KTA-2 dibuat searah lereng tetapi setiap 5 m panjang barisan tanaman/panjang lereng pada perlakuan KTA-2 dibuat teras gulud yang memotong lereng dengan tinggi guludan 20–30 cm, lebar guludan 20-30 cm. Lubang tanam pada perlakuan KTA-3 dan KTA-4 dibuat memotong lereng/searah kontur. Pupuk kandang yang sudah masak dengan dosis 10 t ha-1 diberikan dan diletakkan pada lubang tanaman dan dicampur merata menggunakan cangkul. Pupuk kandang pada lubang tanaman diinkubasikan di lapangan minimal 1 minggu sebelum tanam. Benih kubis pada perlakuan KTA-1 dan KTA-2 ditanam searah lereng dengan jarak tanam 50x60 cm, barisan tanaman pada perlakuan KTA-3 dan KTA-4 disusun memotong lereng/searah kontur. Guludan pada perlakuan KTA-2 dan KTA-3 ditanami dengan kacang merah atau tanaman lain yang tersedia di lokasi setempat. Pemupukan tanaman kubis pada semua perlakuan (termasuk kontrol= budidaya petani) menggunakan dosis 180 kg N ha-1, 105 kg P2O5 ha-1 dan 60 kg K2O ha-1 (teknologi Introduksi) yang setara dengan 200 kg urea ha-1, 150 kg SP-36 ha-1 dan 100 kg KCl ha-1. Petak perlakuan dilengkapi dengan bak penampung aliran permukaan dan erosi. Penelitian dilengkapi dengan sebuah alat penakar curah hujan yang dipasang di bagian bawah areal percobaan. Variabel yang diamati adalah sifat fisik (BD, RPT, distribusi ruang pori, PD, permeabilitas, tekstur, stabilitas agregat dan perkolasi) dan kimia tanah (pH, bahan organik, P2O5 dan K2O, KTK, basa-basa dapat ditukar, KB, Al-dd dan H-dd) sebelum dan sesudah percobaan; jumlah tanah yang tererosi; volume aliran permukaan; serta pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengamatan dilakukan secara kumulatif untuk setiap musim tanam. Data hasil pengamatan dianalisis ANOVA sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan dengan taraf kepercayaan 95% dan 99% atau taraf nyata 1% dan 5%. Selain itu dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test ( DMRT) pada taraf 1% dan 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik dan kimia tanah awal Hasil analisis sifat fisik memperlihatkan bahwa tanah mempunyai BD rendah (< 0,70 g/cm3), partikel density (PD) 2,04–2,10 g/cm3, ruang pori total (RPT) tinggi, pori drainase cepat (PDC) dan pori air tersedia (AT) yang tinggi baik pada lapisan 0-20 cm maupun pada 20-40 cm dari permukaan tanah. Selain itu mempunyai pori drainase lambat (PDL) 429 Umi Haryati et al. rendah, permeabilitas agak cepat, indeks stabilitas sangat baik pada lapisan atas (0-20 cm) maupun pada lapisan bawah (20-40 cm). Tanah mempunyai laju perkolasi yang sangat cepat baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah. Tanah bertekstur lempung baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah (Tabel 1). Tabel 1. Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi Sifat fisik tanah Kadar air (% vol) BD (g/cm3) PD (g/cm3) Ruang pori total (RPT) (% vol) Cepat (PDC) Lambat (PCL) Pori air tersedia (% vol) Permeabilitas (cm/jam) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) % Agregat Indeks (IKA) Perkolasi (cm/jam) Kedalaman tanah/Kategori (0-20)cm Kategori (20-40)cm 49,40 52,51 0,64 rendah 0,63 2,04 2,10 68,70 tinggi 71,40 Pori drainase (% vol) 19,88 tinggi 20,91 5,76 rendah 5,62 24,15 sangat tinggi 24,75 5,22 sedang 6,43 Tekstur 47,11 49,30 44,33 lempung 43,57 8,57 7,11 Kestabilan Agregat 46,47 47,72 96,60 sangat baik 85,18 63,80 sangat cepat 75,24 Kategori rendah tinggi tinggi rendah sangat tinggi sedang lempung sangat baik sangat cepat Secara umum, tanah di lokasi penelitian mempunyai sifat fisik tanah yang cukup bagus dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Tanah mempunyai BD < 0,80 g/cm3 (0,64 g/cm3) yang mengindikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian mempunyai sifat andik, sehingga tanah kemungkinan besar termasuk Ordo Andisols. Hal ini juga dibuktikan dengan nilai partikel density < 2,6 g/cm3 (nilai yang biasa dipunyai oleh tanah mineral). Fakta tersebut mengindikasikan bahwa tanah ini juga mempunyai kerapatan jenis jarah yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah mineral pada umumnya. BD yang rendah mengakibatkan RPT yang tinggi (68 s/d 71% vol) dengan PDC yang tinggi (20% vol.) dan PDL yang rendah (6% vol.). Selain mempunyai RPT yang tinggi, tanah ini juga mempunyai pori air tersedia (AT) sangat tinggi (24% vol.). Dengan demikian, pori air tersedia menempati kurang lebih dari 30% RPT. Hal ini bagus untuk mendukung pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tidak kekurangan air dan atau oksigen karena distribusi ruang pori lebih banyak didominasi oleh ukuran pori yang menguntungkan bagi tanaman (pori air tersedia). Stabilitas agregat tanah berkontribusi terhadap distribusi ruang pori yang seimbang dalam tanah. Tingginya RPT, PDC dan AT mengindikasikan adanya agregasi yang baik 430 Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis dalam tanah. Dan hal ini dicerminkan oleh adanya persentase agregat dan nilai indeks stabilitas agregat yang tergolong sangat stabil. Tanah di lokasi penelitian mempunyai tekstur lempung yang berarti terdapat susunan yang relatif seimbang diantara partikelpartikel tanah primer. Hal ini juga menguntungkan tanaman, sehingga akar tanaman dapat lebih penetrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam yang selanjutnya akar tanaman lebih mudah mengekstrak air dan atau unsur hara dari dalam tanah untuk mendukung pertumbuhannya. Sifat fisik tanah di lokasi penelitian yang harus diwaspadai adalah laju perkolasi atau kemampuan melalukan air ke lapisan yang lebih dalam di dalam profil tanah yang sangat cepat dan tinggi, sehingga akan terjadi pencucian hara apabila air di dalam tanah melebihi kapasitas lapang. Tanah mempunyai pH masam, kandungan bahan organik yang sangat tinggi, C/N ratio rendah, kandungan P2O5 (ekstrak HCl 25%) sangat tinggi dan K2O (ekstrak HCl 25%) rendah sampai sangat rendah, P tersedia sedang pada lapisan atas dan sangat rendah pada lapisan bawah, KTK dan KB tergolong sedang baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah, serta Al-dd yang sangat rendah (Tabel 2). Tabel 2. Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi Sifat kimia pH H2O KCl Bahan Organik C (%) N (%) C/N Ekst. HCl 25 % P2O5 (mg kg-1) K2O (mg kg-1) Bray 1 P2O5 (mg kg-1) Basa2-dd Ca-dd (cmol+ kg-1) Mg-dd cmol+ kg-1) K-dd (cmol+ kg-1) Na-dd (cmol+ kg-1) Jumlah KTK (cmol+ kg-1) KB (%) Ekst. HCl 1 M Ad-dd (cmol+ kg-1) H-dd(cmol+ kg-1) (0-20) cm Kriteria (20-40) cm Kriteria 5,14 4,83 masam 5,49 5,14 agak masam 5,12 0,69 7,54 sangat tinggi tinggi rendah 3,50 0,47 7,75 tinggi sedang rendah 1501,77 101,65 sangat tinggi rendah 494,99 85,22 sangat tinggi sangat rendah 9,49 sedang 3,19 sangat rendah 0,17 6,57 0,53 0,05 7,33 21,90 33,15 sangat rendah tinggi sedang sangat rendah 0,13 5,06 0,44 0,13 5,77 19,31 29,88 sangat rendah tinggi sedang rendah 0,16 0,11 sangat rendah 0,03 0,09 sangat rendah sedang sedang sedang sedang 431 Umi Haryati et al. Tanah mempunyai sifat kimia yang cukup baik dalam menunjang pertumbuhan tanaman karena mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi serta KTK yang cukup baik. Adanya ketersediaan P yang sangat rendah sampai sedang dan P potensial yang sangat tinggi, menyebabkan tanaman kurang dapat mengekstrak unsur P dari tanah. Hal ini karena tanah andisol banyak mengandung unsur amorf (allofan) sehingga P terikat pada allofan dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Untuk itu diperlukan teknologi yang dapat merubah P potensial menjadi P tersedia bagi tanaman. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat fisik dan kimia tanah Teknik konservasi tanah tidak berpengaruh terhadap hampir seluruh sifat fisik tanah yang dianalisis kecuali indeks kemantapan agregat. Teknik konservasi tanah yang diintroduksikan (KTA-2, KTA-3, KTA-4) memberikan indeks kemantapan agregat yang lebih baik dibandingkan kontrol (praktek petani=KTA-1). KTA-2 memberikan indeks kemantapan agregat yang paling baik diikuti oleh KTA-3 dan kemudian KTA-4. Praktek petani (KTA-1) memberikan indeks kemantapan agregat yang paling rendah (Tabel 3). Namun demikian, semua perlakuan mempunyai nilai indeks kemantapan agregat yang termasuk kategori sangat stabil. Ini berarti ketiga teknik konservasi introduksi dapat dijadikan alternatif teknik konservasi tanah dalam hubungannya dengan kemantapan agregat. Pemilihan teknik konservasi selanjutnya tergantung dari preferensi petani terhadap teknik konservasi tersebut. Tabel 3. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat fisik tanah pada pertanaman kubis di di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Jambi BD (g cm-3) PD (g cm-3) Ruang pori total (% vol) pF1 pF 2 Kadar air pF2.54 (% vol) pF 4.2 KTA-1 0,6 a 1,8 a 65,6 a 53,4 a 43,5 a 38,4 a 17,7 a Teknik konservasi tanah KTA-2 KTA-3 0,7 a 0,6 a 1,9 a 1,8 a 65,4 a 64,9 a 53,5 a 57,9 a 45,5 a 44,2 a 39,8 a 38,7 a 17,8 a 18,8 a KTA-4 0,7 a 1,9 a 65,1 a 53,7 a 44,1 a 38,7 a 19,5 a Pori Drainase (% Cepat vol) Lambat Air tersedia (% vol) Permeabilitas (cm jam-1) Agregat (%) Indeks Kemantapan Agregat 22,1 a 5,1 a 20,7 a 19,7 a 49,5 a 84,8 d 19,9 a 5,7 a 22,0 a 20,6 a 46,9 a 106,8 b 21,1 a 5,4 a 19,2 a 14,9 a 47,2 a 94,0 c Sifat fisik tanah 20,7 a 5,5 a 19,9 a 19,1 a 46,1 a 112,6 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT, KTA-1 = kontrol (praktek petani); KTA-2 = kontrol diperbaiki, dipotong gulud setiap 5m; KTA-3 = KTA-2 ditambah rorak, KTA-4 = tanaman/bedengan searah kontur 432 Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat kimia tanah terlihat berbeda. Teknik konservasi tanah tidak berpengaruh terhadap pH, bahan organik (C, N, C/N), P2O5 (ekstrak HCl 25 %) dan K-dd. Teknik konservasi tanah berpengaruh terhadap Ca-dd, Mgdd, Na-dd, KTK dan KB. Namun pengaruh teknik konservasi tanah terhadap Ca-dd, Mgdd, Na-dd, KTK dan KB tersebut terlihat tidak konsisten. Teknik konservasi tanah (KTA2 dan KTA-4) meningkatkan Ca-dd, Mg-dd, KTK dan KB, sedangkan pada perlakuan KTA-3, nilai-nilai tersebut tidak berbeda dengan kontrol (KTA-1). Teknik konservasi tanah menurunkan P2O5 (Bray I) dan Na-dd (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat kimia tanah pada pertanaman kubis di di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Jambi Sifat kimia tanah pH H2O KCl Bahan Organik C (%) N (%) C/N Bray I (P2O5) (mg kg-1) Eks HCl 25 % (mg/100 g) P2O5 K2O Eks Am. asetat K (cmol+ kg-1) Ca (cmol+ kg-1) Mg (cmol+ kg-1) Na (cmol+ kg-1) Jumlah (cmol+ kg-1) KTK (cmol+ kg-1) KB (%) KTA-1 Teknik konservasi tanah KTA-2 KTA-3 KTA-4 4,77 a 4,66 a 4,77 a 4,71 a 4,80 a 4,69 a 4,93 a 4,75 a 5,94 a 0,73 a 8,33 a 29,27 a 5,89 a 0,76 a 7,67 a 24,65 b 6,11 a 0,74 a 8,00 a 21,02 c 5,91 a 0,75 a 8,00 a 22,39 bc 207,67 a 17,67 a 203,67 a 19,67a 214,00 a 22,33 a 219,67 a 21,33 a 0,21 a 6,30 b 0,74 b 0,33 a 7,58 b 23,31b 32,67 b 0,27 a 8,78 a 0,95 a 0,19 b 10,19 a 26,02 a 39,00 a 0,30 a 7,12 b 0,70 b 0,15 b 8,28 b 24,17 ab 34,00 b 0,24 a 8,99 a 0,93 a 0,12 b 10,29 a 25,23 a 40,67 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT, KTA-1 = kontrol (praktek petani); KTA-2 = kontrol diperbaiki, dipotong gulud setiap 5m; KTA-3 = KTA-2 ditambah rorak, KTA-4 = tanaman/bedengan searah kontur Erosi dan aliran permukaan Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci terletak pada ketinggian 1.400-1.500 m dpl. Kondisi lahan berbukit sampai bergunung, curah hujan tinggi (> 2.500 mm/tahun) dan lereng curam (> 25%) sehingga sangat peka terhadap bahaya erosi. Berdasarkan data hujan selama 11 tahun (1999-2009) menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Kerinci sebesar 157,22 mm bulan -1 dengan 13,16 hari hujan dan rata-rata kelembaban udara sebesar 82,57 (Hartatik et al. 2010). Hasil analisis 433 Umi Haryati et al. data curah hujan selama 11 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa distribusi curah hujan di di dataran tinggi Kabupaten Kerinci memiliki 2 puncak curah hujan (Bimodal), yaitu pada bulan April (181,550 mm) dan bulan Desember (318,100 mm) dengan hari hujan antara 9-17 hari/bulan. Distribusi curah hujan sangat berhubungan erat dengan kejadian erosi dan aliran permukaan. Besarnya erosi potensial dan aktual berpengaruh terhadap rancangan teknik konservasi tanah yang harus diimplementasikan di suatu lokasi. Teknik konservasi tanah yang diuji pada penelitian ini berpengaruh terhadap besarnya erosi dan aliran permukaan yang terjadi (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap erosi dan aliran permukaan (runoff) di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Jambi Teknik konservasi KTA-1 KTA-2 KTA-3 KTA-4 Curah hujan (mm) Hari hujan (hari) Keterangan: Erosi (t ha-1) 14,7 a 11,3 c 10,9 c 12,7 b Run-off (m3/ha) 1518,6 a 1219,6 c 1176,7 c 1411,1 b 1591 64 Run-off (% CH) 9,5 a 7,7 b 7,4 b 8,9 a Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT; KTA-1 = kontrol (praktek petani), KTA-2 = kontrol diperbaiki, dipotong gulud setiap 5m, KTA-3 = KTA-2 ditambah rorak, KTA-4 = tanaman/bedengan searah kontur; pengukuran November 2011 s/d Maret 2012, TSL metoda Thompson (1975 dalam Arsyad, 2000) = 13,46 t ha th-1. Teknik konservasi tanah yang diuji nyata menurunkan erosi dan aliran permukaan. Teknik konservasi KTA-3 menyebabkan erosi paling rendah dibandingkan teknik konservasi lainnya. Hal ini disebabkan karena pada KTA-3 selain terdapat guludan, juga dilengkapi dengan rorak yang dibuat sebelum guludan. Hal ini menyebabkan tanah beserta aliran permukaan tertampung terlebih dahulu pada rorak, sehingga erosi dan aliran permukaan lebih terkendali dibandingkan perlakuan lainya. Teknik konservasi KTA-2 nyata menurunkan erosi dibandingkan kontrol dan tidak berbeda dengan KTA-3. Teknik konservasi KTA-2 merupakan praktek petani yang diperbaiki dengan menambahkan gulud setiap 5m panjang lereng, sedangkan KTA-3 adalah KTA-2 ditambah rorak, sehingga diperlukan waktu dan tenaga lebih banyak, namun menyebabkan erosi dan aliran permukaan yang tidak berbeda secara statistik. Teknik konservasi KTA-4 nyata menurunkan erosi dan aliran permukaan dibandingkan kontrol (KTA-1), namun memberikan erosi dan aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan KTA-2 dan KTA-3. Persentase aliran permukaan terhadap hujan yang terjadi pada perlakuan KTA-4 tidak berbeda dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Hal ini karena tanah mempunyai 434 Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis sifat melalukan air (drainase cepat, permeabilitas dan perkolasi) yang tinggi sehingga meskipun pada perlakuan KTA-4 barisan tanaman sejajar kontur, tidak berbeda dengan kontrol dimana tanaman sejajar lereng. Semua teknik konservasi yang diintroduksikan (KTA-2, KTA-3 dan KTA-4) telah dapat menurunkan erosi dibawah batas erosi yang diperbolehkan (tolerable soil loss = TSL). Selanjutnya dapat dilihat bahwa praktek petani (KTA-1) masih memberikan erosi diatas TSL (Tabel 5). Hal ini mengindikasikan bahwa teknik konservasi KTA-2, KTA-3 dan KTA-4 dapat dijadikan alternatif teknik konservasi yang aman, sehingga usahatani dengan menerapkan teknik tersebut lebih berkelanjuttan ditinjau dari segi kelestarian lingkungan. Undang Kurnia dan Suganda (1999) melaporkan bahwa pada umumnya petani sayuran melakukan usahataninya pada bedengan atau guludan searah lereng, atau bedengan/guludan tersebut dibuat pada bidang-bidang teras bangku yang telah lama ada dengan arah searah lereng, pengolahan tanahnya pun dilakukan searah lereng. Penerapan teknologi bedengan/guludan searah lereng mengakibatkan erosi yang terjadi masih cukup tinggi, seperti pada Andisol Cipanas mencapai 61,3-65,1 t ha-1 (Suganda et al. 1999) dan pada Inceptisol Campaka sebesar 32,9-43,4 t ha-1 (Erfandi et al. 2002). Penelitian konservasi tanah pada usahatani sayuran di dataran tinggi masih sangat terbatas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa teknik konservasi tanah untuk menanggulangi erosi cukup positif. Suganda et al. (1997) dan Suganda et al. (1999) membuktikan bahwa jumlah erosi pada bedengan searah kontur paling rendah, yaitu 10,740,5 t ha-1.tahun-1 pada Andisols dan 91,1 t ha-1.tahun-1 pada Inceptisols. Pada Inceptisol Campaka, besarnya erosi pada bedengan searah kontur sebesar 2,3-2,4 t ha-1, jauh lebih kecil dibandingkan dengan erosi pada bedengan searah lereng sepanjang 5 meter dipotong teras gulud mencapai 10,6-15,0 t ha-1 (Erfandi et al. 2002). Sutapraja dan Asandhi (1998) mendapatkan bahwa jumlah tanah tererosi pada guludan searah kontur adalah 32,06 t.ha1 .tahun-1, dua kali lebih kecil dibandingkan dengan guludan arah diagonal terhadap kontur yaitu 68,63 t ha-1.tahun-1. Teknik bedengan searah kontur yang diperkuat dengan Vetiveria zizanoides, Paspalum notatum atau Flemingia congesta pada Andisols Dieng dapat menekan laju erosi dibandingkan dengan bedengan searah lereng atau bedengan 45 o terhadap kontur (Haryati et al. 2000), selain itu, bedengan searah lereng yang panjangnya tidak lebih dari 4,5 m dan dilengkapi dengan teras gulud pada ujung bagian bawah bedengan mampu menghambat aliran permukaan dan erosi. Penerapan teknologi konservasi tanah telah terbukti mampu mengurangi jumlah erosi, sehingga mampu menekan jumlah hara yang hilang (Suwardjo, 1981; Sinukaban, 1990; Undang Kurnia, 1996). 435 Umi Haryati et al. Pertumbuhan tanaman Keragaan pertumbuhan tanaman dalam hal tinggi tanaman secara statistik tidak berbeda antar perlakuan teknik konservasi (Gambar 1). Perlakuan teknik konservasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan diameter kanopi tanaman (Gambar 2). Perlakuan KTA-4 (barisan/bedengan tanaman searah kontur) memberikan pengaruh yang terbaik terhadap perkembangan diameter tanaman pada umur 10 dan 12 minggu setelah tanam. Pengaruh ini tidak berbeda dengan perlakuan KTA-3 (barisan tanaman searah lereng, setiap 5 m panjang lereng dibuat gulud + rorak), tetapi berbeda dengan perlakuan KTA-2 (barisan/bedengan tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 m panjang lereng) dan KTA-1 (cara petani, barisan tanaman searah lereng) (Gambar 2). a a a 15,0 a a a a a a a a 17,5 a 17,0 KTA-1 KTA-2 10,0 KTA-3 KTA-4 5,0 diameter kanopi (cm) Tinggi tanaman (cm) 20,0 a 16,5 16,0 15,5 15,0 a b b a ab b b b b KTA-1 KTA-2 KTA-3 KTA-4 14,5 14,0 0,0 2 4 6 13,5 8 Umur tanaman (MST) Gambar 1. b ab Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap tinggi tanaman kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi 10 12 um ur tanam an (m inggu) Gambar 2. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap diameter kanopi kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi Pada TKA-4, dimana kubis ditanam searah kontur, tanah dan kelembaban tanah, serta input pertanian berupa pupuk lebih terkonservasi dan lebih dapat dimanfaatkan oleh tanaman dibandingkan pada perlakuan TKA-1, dimana kubis ditanam searah lereng, sehingga tanah dan pupuk akan mudah terbawa erosi dan aliran permukaan apabila terjadi hujan. Hal ini menyebabkan tanaman kurang mendapat kesempatan untuk mengambil air dan nutrisi yang diperlukannya. Ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain (Gambar 2). 436 Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Hasil tanaman Teknik konservasi tanah secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap populasi tanaman saat panen, namun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil tanaman (berat segar crop). Perlakuan KTA-3 memberikan hasil yang tertinggi, diikuti oleh KTA1, kemudian KTA-2 dan KTA-4 memberikan hasil tanaman yang paling rendah (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh teknik konservasi terhadap populasi tanaman saat panen dan berat segar crop kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi Teknik konservasi KTA-1 KTA-2 KTA-3 KTA-4 Jumlah tanaman saat panen -1 (t plot ) 88 88 87 89 -1 (t ha ) 14611 a 14722 a 14556 a 14778 a Berat crop -1 (kg plot ) 186,2 174,8 196,8 156.3 Berat crop (t ha-1) 31,028 b 29,139 c 32,806 a 26.056 d Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda untuk taraf 5 % DMRT, KTA-1 = teknik konservasi petani, penanaman searah lereng, KTA-2 = teknik petani, dipotong guludan setiap 5 m, KTA-3 = teknik petani, setiap 5 m dipotong gulud dan rorak, KTA-4 = penanaman searah kontur, ukuran plot = 60 m2 Teknik konservasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap populasi tanaman saat panen, namun berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman kubis (Tabel 6). Teknik konservasi KTA-3 memberikan hasil tanaman yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, diikuti oleh perlakuan TKA-1, kemudian TKA-2 dan akhirnya TKA-4 memberikan hasil tanaman yang paling rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya penurunan populasi akibat perlakuan TKA-4 apabila diperhitungkan ke dalam satu ha. Secara normal, populasi tanaman kubis pada perlakuan TKA-1 sampai dengan TKA-4 berturut-turut adalah 33333, 25000, 24000 dan 24000 tanaman/ha. Populasi tanaman pada perlakuan KTA-3 dalam keadaan normal lebih rendah dari KTA-1 namun KTA-3 memberikan hasil tanaman yang paling tinggi. Ini berarti kualitas hasil tanaman pada perlakuan KTA-3 paling bagus diantara perlakuan lainnya. Penelitian lain menunjukkan bahwa hasil kubis dari bedengan searah kontur dan bedengan 450 terhadap kontur yang diperkuat Vetivera zizanoides, Paspalum notatum atau Flemingia congesta sebagai tanaman penguat teras tidak berbeda dengan hasil kubis dari bedengan searah lereng (Haryati et al. 2000). Demikian juga penerapan bedengan searah kontur atau bedengan searah lereng yang dilengkapi dengan guludan setiap 5 m tidak menurunkan hasil sayuran kacang tanah, buncis dan kubis dibandingkan dengan praktek 437 Umi Haryati et al. petani berupa bedengan searah lereng tanpa guludan di Cempaka, Cianjur (Erfandi et al. 2002). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Tanah di Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi mempunyai tekstur lempung dan sifat fisik tanah yang cukup bagus dalam menunjang pertumbuhan tanaman terlihat dari BD yang rendah 0,65 g/cm3, RPT tinggi (67–72% vol.), PDC tinggi ( 20–21% vol.) dan PDL yang rendah (6% vol.), pori air tersedia yang tinggi (24–25 % vol.) dan agregasi yang sangat baik. 2. Laju perkolasi atau kemampuan melalukan air yang sangat cepat dan tinggi di lokasi (Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi ) perlu diwaspadai karena berpotensi untuk terjadi pencucian hara apabila air di dalam tanah melebihi kapasitas lapang. 3. Tanah di lokasi penelitian (Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi) mempunyai pH masam, P potensial sangat tinggi tetapi P tersedia rendah, K2O sangat rendah, KTK dan KB sedang serta Al-dd sangat rendah sehingga diperlukan teknologi untuk merubah P potensial menjadi tersedia bagi tanaman. 4. Teknik konservasi tanah berpengaruh terhadap indeks stabilitas agregat dan beberapa sifat kimia tanah yaitu P potensial, basa-basa dapat ditukar, KTK serta KB. 5. Teknik konservasi tanah nyata menurunkan erosi dan aliran permukaan dibandingkan kontrol (TKA-1= praktek petani) dan mampu menurunkan erosi sampai dibawah erosi yang diperbolehkan (TSL= 13.46 t/ha/th). 6. Teknik konservasi TKA-3 memberikan hasil tanaman kubis tertinggi (32 t.ha-1) diikuti oleh TKA-1 (31 t.ha-1), TKA-2 (29 t.ha-1) dan TKA-4 memberikan hasil yang paling rendah (26 t.ha-1). 7. Teknik konservasi TKA-2 (barisan tanaman/bedengan searah lereng dipotong gulud setiap 5 m panjang lereng), TKA-3 (TKA-2 ditambah rorak) dan TKA-4 (barisan tanaman/bedengan searak kontur) dapat dijadikan alternatif teknik konservasi untuk petanaman kubis di dataran tinggi. 438 Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Erfandi, D., Undang Kurnia dan O. Sopandi. 2002. Pengendalian erosi dan perubahan sifat fisik tanah pada lahan sayuran berlereng. Hal. 277-286 dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor, 2002. Haryati, U., N. L. Nurida, H. Suganda dan Undang Kurnia. 2000. Pengaruh arah bedengan dan tanaman penguat teras terhadap erosi dan hasil kubis (Brassica oleracea) di dataran tinggi. Hal. 411-424 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hartatik, W., Y. Soelaeman, M. D. Erfandi, E. Santosa, Irawan. 2010. Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Lahan dan Pemupukan untuk Meningkatkan Produktivitas Hortikultura > 20% Mendukung Pengembangan Kawasan Hortikultura. Laporan Tahunan 2010. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Hidayat, A dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian dalam Adimihardja dan Mappaona (Eds). Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Edisi Kedua. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan. 1995. Data Tahunan Debit Sungai Wilayah Tengah (Jawa, Bali, Kalimantan). Buku II/Hi-1/1995. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Sinukaban, N. 1990. Pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pemberian mulsa jerami terhadap produksi tanaman pangan dan erosi hara. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, (9): 32-38. Suganda, H., M. S. Djunaedi, D. Santoso dan S. Sukmana. 1997. Pengaruh cara pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi dan produksi sayuran pada Andisols. Jurnal Tanah dan Iklim. (15):38-50. Suganda, H., H. Kusnadi dan Undang Kurnia. 1999. Pengaruh arah barisan tanaman dan bedengan dalam pengendalian erosi pada budidaya sayuran dataran tinggi. Jurnal Tanah dan Iklim, (17):55-64. Sutapraja, H. dan Asandhi. 1998. Pengaruh arah guludan, mulsa dan tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil kentang serta erosi di dataran tinggi Batur, Jurnal Hortikultura, 8 (1):1.006-1.013 Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 439 Umi Haryati et al. Undang Kurnia. 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan Melestarikan Produktivitas Tanah. Disertasi Doktor Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Undang Kurnia dan H. Suganda. 1999. Konservasi tanah dan air pada budidaya sayuran dataran tinggi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 18 (2): 68-74. Undang Kurnia. 2000. Penerapan teknik konservasi tanah pada lahan usahatani dataran tinggi. Hal 47-57 dalam A. Abdurachman et al. (eds.). Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor, 2-3 September 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 440