Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural Kundharu Saddhono email: [email protected], Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNS I Dewa Putu Wijana, Fakultas Ilmu Budaya, UGM Abstrak: Khotbah Jumat merupakan salah satu sarana yang digunakan umat Islam yang bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan buruk (sarana dakwah). Seorang yang menyampaikan dakwah disebut khotib. Agar dapat menarik simpati dari jemaah atau orang yang menyimak khotbah, diperlukan sebuah keterampilan berbicara yang baik. Istilah untuk menarik massa malalui keterampilan berbicara dimaknai sebagai retorika. Di dalam khotbah Jumat banyak terdapat aspek bahasa yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan setempat. Khotbah Jumat sebagai sebuah wacana tentunya dapat dianalisis dari aspek mikrostruktural yang berkaitan dengan aspek gramatikal, aspek leksikal, kohesi, dan koherensi. Adapun dari aspek makrostruktural berkaitan dengan unsur kebudayaan atau kultural masyarakat sekitar di luar aspek kebahasaan atau linguistik yang di dalamnya berkaitan dengan konteks yaitu partisipan, tempat dan waktu, saluran yang digunakan, kode yang digunakan, bentuk pesan beserta isinya, peristiwa dengan sifat, dan nada pembicaraan. Kata Kunci: wacana, khotbah Jumat, khotib, linguistik kultural, kebudayaan, dan Surakarta Abstrcat: Friday sermon is a means of religious endeavor used by Moslems to invite the community to do good things and avoid bad deeds. A person who conveys Friday sermon is called a preacher. A good speaking skill is needed in order to attract sympathy from the congregation or the people who listen to the sermon. The term ‘attract masses through speaking skill’ is called as rhetoric. In Friday sermons there are many aspects of language which are influenced by local cultural elements. Friday sermons as a discourse of course, can be analyzed from micro structural aspects related to grammatical aspect, lexical aspect, cohesion, and coherence. The macro structural aspects related to culture or cultural elements surrounding communities outside of language or linguistic aspects in which the participants related to the context, place and time, the channel used, the code used, the form of a message and its contents, events with nature, and tone of conversation. Key words: discourse, Friday sermons, preachers, cultural linguistic, cultural, and Surakarta Pendahuluan Variasi atau ragam bahasa merupakan salah satu Bahasa Indonesia (Anton M. Moeliono, 2008: 498), bahasan pokok dalam studi linguistik. Munculnya khotbah berarti pidato (terutama yang mengurai-kan variasi tersebut berdasarkan faktor-faktor yang tentang agama). Kata khotbah berasal dari bahasa berpengaruh di dalamnya. Siapa yang berbicara, Arab khutbah artinya adddres, speech, harangue, kepada siapa berbicara, dalam suasana apa oration ‘amanat, pidato’ (Baal-Baki, 1993: 515). pembicaraan itu dilakukan, apa yang menjadi Pada hakikatnya khotbah berarti sebuah wasiat pokok pembicaraan dan apa tujuan pembicaraan, untuk bertakwa kepada khalayak baik bentuknya merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan janji kesenangan maupun ancaman kesengsaraan terjadinya pemakaian bahasa dalam masyarakat. (Sabiq, tt: 291). Dalam agama Islam setidaknya ada Salah satu bentuk variasi bahasa adalah variasi 5 macam khotbah, yaitu khotbah Jumat, khotbah berdasarkan segi pemakaiannya. Variasi bahasa hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), khotbah Gerhana berkenaan dengan penggunaannya, pema-kaiannya, (kusuf dan khusuf), khotbah permintaan hujan atau fungsinya ini disebut fungsiolek, ragam, atau (istisqa), dan khotbah nikah. register. Khotbah Jumat berbeda jika dibandingkan Bentuk regiter yang akan dibahas dalam dengan khotbah yang lain. Hal ini seperti dinyatakan tulisan ini adalah khotbah. Menurut Kamus Besar oleh Ma’ruf (1999: 3-4) dan Saddhono (2011) 433 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011 khotbah Jumat, apalagi di Kota Surakarta yang komparatif yaitu membandingkan dua hal atau lebih mempunyai latar belakang budaya Jawa yang cukup yang mempunyai kemiripan dari segi bentuk, wujud, dominan. Kajian dengan mengambil wacana khotbah sifat, watak, perilaku dan lai-lain (seperti, bagaikan, persis, sama dengan, laksana). Jumat di Kota Surakarta sebagai objeknya ini dapat Penyulihan atau substitusi adalah salah satu dikaji dari berbagai aspek. Namun demikian, penulis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan hanya menfokuskan pada kajian yang bersifat lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan linguistik kebudayaan, yaitu gabungan antara lingual yang lain. Substitusi meliputi nominal, kajian linguistik dan kajian budaya. Secara umum verbal, frasal dan kalimat. Sebagai contoh adalah rumusan masalahnya: 1) Apakah khotbah Jumat derajat —> pangkat merupakan substitusi berupa termasuk dalam sebuah wacana? 2) Bagaimanakah kata benda dengan kata benda, sedangkan aku fenomena linguistik secara mikrostruktural dalam dan dia —> dua orang dalam kalimat aku dan dia khotbah Jumat? dan 3) Bagaimanakah fenomena saja yang pergi menjadi dua orang saja yang pergi sosiokultural secara makrostruktural dalam khotbah merupakan substitusi yang berupa frasal dengan Jumat? frasal. Substitusi ini mempunyai tujuan antara lain variasi bentuk, dinamisasi narasi, menghilangkan Kajian Literatur kemonotonan, dan memperoleh unsur pembeda. Dalam kajian analisis wacana terdapat dua Pelesapan atau elipsis adalah salah satu jenis pendekatan yaitu pendekatan mikrostruktural kohesi gramatikal yang berupa penghilangan unsur dan pendekatan makrostruktural. Pendekatan (konstituen) tertentu yang telah disebut-kan. Unsur mikrostruktural melihat bahwa wacana dibentuk yang dilesapkan bisa berupa kata, frasa, klausa atas dua segi yaitu segi bentuk atau kohesif dan atau kalimat (Kemarin Ibu membelikan aku sebuah segi makna atau koheren. Dapat dijelaskan lebih baju. -ibu membelikan aku- Hari ini buku cerita). lanjut bahwa segi bentuk merupakan struktur lahir Dalam contoh tersebut kalimat ibu membelikan aku dari bahasa yang mencakup aspek gramatikal, pada kalimat kedua dihilangkan. Fungsi pelesapan sedangkan segi makna adalah struktur batin bahasa ini antara lain adalah kepraktisan, efektivitas yang mencakup aspek leksikal. kalimat, ekonomi bahasa (efisiensi), mencapai Aspek gramatikal dalam sebuah wacana berkaitan aspek kepaduan wacana, dan bagi pembaca untuk dengan aspek bentuk sebagai struktur lahir bahasa. mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak Pemarkah aspek gramatikal terdiri atas empat diungkapkan dalam satuan bahasa. macam yaitu pengacuan (referensi), penyulihan Perangkai atau konjungsi yaitu salah satu (substitusi), pelesapan (elipisis), dan perangkaian kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara (konjungsi) (Sumarlam, 2008). menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang Pengacuan terdiri atas tiga jenis yaitu per- lain. Unsur yang dirangkai bisa berwujud kata, frasa, sona, demonstrativa, dan komparatif. Pengacuan klausa, kalimat, alinea, dan topik pembicaraan. persona meliputi persona pertama tunggal (aku, Pemarkah konjungsi bisa berupa sebab akibat saya, hamba, ku-, -ku), persona pertama jamak (sebab, karena, maka), pertentangan (tetapi), (kami, kita, kami semua), persona kedua tunggal kelebihan atau eksesif (malah), per-kecualian atau (kamu, anda, kau, -mu), persona kedua jamak ekseptif (kecuali), konsensif (walaupun, meskipun), (kamu semua, kalian), persona ketiga tunggal tujuan (agar, supaya), penambahan atau aditif (dan, (ia, dia, -nya), persona ketiga jamak (mereka, juga, serta), pilihan atau alternatif (atau, apa), mereka semua). Pengacuan demonstrativa meliputi harapan atau optatif (moga-moga, semoga), urutan pengacuan waktu kini (kini, sekarang, saat ini), atau sekuensial (lalu, terus, kemudian), perlawanan waktu lampau (kemarin, dulu, yang lalu), waktu (sebaliknya), waktu (setelah, sesudah, selesai), yang akan datang (besok, yang akan datang), netral syarat (jika, apabila), cara (dengan cara begitu), (pagi, siang, malam, pukul 12) dan pengacuan dan makna-makna yang lain. tempat dekat dengan penutur (sini, ini), agak Selain aspek gramatikal ada aspek yang dekat (situ, itu), jauh (sana), menunjuk secara lain yaitu aspek leksikal. Aspek leksikal atau eksplisit (Solo, Yogya). Pengacuan yang lain adalah kohesi leksikal yaitu hubungan antarunsur dalam 434 Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural bahwa khotbah hari raya, khotbah gerhana, dan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. khotbah permintaan hujan disampaikan sesudah Adapun khotbah Jumat dengan pengantar bahasa salat, sedangkan khotbah Jumat disampaikan Inggris hanya terdapat di tempat-tempat tertentu, sebelum salat. Khotbah Jumat juga berbeda dengan seperti di sebuah pondok pesantren modern yang khotbah nikah jika dilihat dari hukumnya. Khotbah memberlakukan english day di daerah Laweyan. Jumat hukumnya wajib, sedangkan khotbah nikah Fokus kajian studi ini adalah khotbah Jumat hukumnya tidak wajib. Ini berarti jika khotbah di Kota Surakarta. Pemilihan objek studi register ditiadakan nikahnya tetap sah, tetapi tidak untuk khotbah Jumat ini berangkat dari suatu pemikiran salat Jumat. Selain itu, khotbah nikah disampaikan bahwa bahasa yang digunakan dalam khotbah Jumat untuk kedua mempelai tetapi khotbah Jumat secara hipotesis mempunyai bentuk, fungsi dan disampaikan untuk seluruh jemaah salat Jumat. karakteristik yang khas. Apabila diamati, khotbah Hal lain yang menjadi ciri khas khotbah Jumat Jumat sebagai sebuah wacana lisan mempunyai adalah sesuai dengan nama harinya sehingga akan struktur yang khas. Khotbah Jumat dimulai senantiasa teratur peristiwanya dan lebih sering dan diakhiri dengan salam yang lengkap, yaitu kejadiannya jika dibandingkan khotbah yang lain. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selain itu, jika diamati lebih cermat khotbah Jumat untuk salam pembuka dan Wassalamu’alaikum juga mempunyai keistimewaan yaitu terdiri dari dua Warahmatullahi Wabarakatuh untuk salam penutup. bagian dan di antara kedua khotbah tersebut khotib Selain itu, struktur khotbah Jumat juga mempunyai menyelainya dengan duduk. bentuk yang khas, yaitu terdiri atas 2 khotbah dan Khotbah Jumat yang dalam bahasa Arab adalah masing-masing mempunyai struktur tersendiri. khutbatul-Jum’ah berarti Friday sermon ‘nasihat Struktur khotbah Jumat pertama terdiri dari atau wejangan hari Jumat’ (Baal-Baki, 1993: 515). mengucap mukaddimah (pembukaan) khotbah yang Khotbah Jumat berasal dari bahasa Arab yang berisi bacaan hamdalah, dua kalimat syahadat, artinya pidato, wejangan yang disampaikan khatib di dan selawat Nabi, menyeru kepada jemaah agar masjid sebelum salat Jumat. Adapun isi tuturan yang meningkatkan takwa, menyampaikan isi atau materi ada dalam khotbah tidak lain merupakan ajakan khotbah yang diperkuat dengan data, fakta, analisis, khatib kepada jemaahnya untuk menjadi orang sejarah, nash-nash Alquran serta hadis yang dikutip, yang bertakwa. Dengan demikian, khotbah Jumat membuat kesimpulan singkat dari uraian khotbah, merupakan nasihat khatib ‘orang yang berkhotbah’ menutup khotbah pertama dengan harapan dan doa. kepada jemaah sebagai mitra wicara di masjid yang Adapun khotbah Jumat kedua dibuka dengan bacaan dituturkan pada hari Jumat sebelum salat Jumat hamdalah, dua kalimat syahadat, dan selawat Nabi, ditunaikan. berwasiat tentang takwa, memberi penekanan Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama atau kesimpulan dari uraian khotbah pertama, dan ini, khotbah Jumat di Kota Surakarta disampaikan membaca doa penutup bagi segenap muslimin dan setidaknya dengan empat bahasa pengantar, yaitu muslimat (Syam, 2003: 33). bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab, Khotbah Jumat sebagai suatu ritual agama dan bahasa Inggris. Akan tetapi pada praktiknya, Islam tentu tidak akan lepas dari bahasa Arab. bahasa-bahasa tersebut sering dipakai secara Oleh karena itu, unsur-unsur bahasa Arab pasti bersamaan walaupun hanya beberapa unsur saja. akan selalu muncul dalam khotbah Jumat. Selain Bahasa Jawa pada umum-nya digunakan di daerah karena tuntutan rukun, khotbah Jumat juga karena perdesaan dan sebagian kecil di daerah perkotaan. konsep-konsep keagamaan itu sendiri. Hal lain Bahasa Indonesia pada umumnya digunakan di yang mempengaruhi pemakaian bahasa dalam daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan di daerah khotbah Jumat juga kondisi masyarakat sebagai perkotaan jemaah salat Jumat berasal dari berbagai jemaah Jumat atau pendengarnya. Berkaitan latar belakang, baik pendidikan, budaya, profesi, dengan hal itu maka faktor sosiokultural juga akan dan lain-lain. Khotbah Jumat yang mengunakan mempengaruhi khotib, orang yang memberikan bahasa pengantar bahasa Arab terdapat di masjid- khotbah, dalam pemakaian bahasanya. Jadi, selain masjid tertentu. Akan tetapi, setelah salat Jumat aspek linguistiknya, aspek kebudayaan juga akan selesai ada penjelasan mengenai isi khotbah dengan banyak mempengaruhi pemakaian bahasa dalam 435 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011 melakukan tuturan hanya satu orang. Mitra tutur diri kita, baik fisik kita, rohani kita, maupun dalam khotbah Jumat hanya mendengarkan dan akal pikiran kita. merespon beberapa hal dari khotib atau penutur. Tampak pada data [2] dan [3] yang menunjuk- Respon tersebut berupa menjawab salam dan kan bahwa ada sebuah tuturan yang melibatkan mengaminin doa khotib. Berdasarkan fenomena orang lain dengan munculnya kata “kita”. Kita tersebut, jelaslah bahwa khotbah Jumat termasuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 506) wacana monolog. mempunyai arti pronomina persona pertama jamak Khotbah Jumat dikatakan sebagai wacana yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk juga dinyatakan oleh Sumarlam (2008: 15) yang yang diajak bicara. Hal ini menunjukkan bahwa menjelaskan bahwa wacana adalah satuan bahasa dalam tuturan tersebut melibatkan penutur yaitu terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti khotib dan mitra tutur adalah jemaah salat Jumat. pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara Adanya kata “kita” menunjukkan bahwa tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat dan komunikasi tersebut terjalin antara penutur dan dokumen tertentu, yang dilihat dari struktur lahirnya mitra tutur. Djajasudarma (2009: 4) menyatakan (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling berkait dan bahwa dalam wacana baik lisan maupun wacana dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat tulis selalu terdapat unsur penyapa (yang menyapa) koheren, terpadu. dan pesapa (yang disapa). Diperjelas lagi bahwa Bukti bahwa wacana khotbah Jumat termasuk apapun bentuknya, wacana meng-asumsikan wacana monolog adalah ketika ada pertanyaan yang adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addresse). disampaikan oleh khotib, jemaah khotbah Jumat Apabila wacana tersebut berbentuk lisan maka tidak menjawab dan dijawab sendiri oleh khotib. penyapa adalah pembicara atau penutur, sedangkan Fenomena tersebut dapat dilihat pada data [1] di pesapa adalah pendengar atau mitra tutur. Adapun bawah ini. dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis dan Ketika kembali, ketika dipanggil, dan mati pesapa adalah pembaca. Dalam khotbah Jumat, adalah untuk mempertanggungjawabkan dan untuk yang dimaksud penyapa adalah khotib dan pesapa ditanyai dari nikmat yang diberikan. Sangunya apa? adalah jemaah salat Jumat. Ya kebaikan yang dilakukan itu. Hal lain yang menunjukkan bahwa khotbah Pada data [1] di atas terdapat kalimat Jumat merupakan wacana adalah adanya salam pertanyaan “Sangunya apa?”. Pertanyaan tersebut ketika khotbah dimulai, yaitu assalâmu ‘alaikum dituturkan oleh khotib kepada seluruh jemaah. wa rahmatullâhi wa barakâtuh. Salam ini juga Walaupun khotib bertanya tetapi sebenarnya tidak memperkuat bahwa ada komunikasi dua arah antara meminta jawaban dari jemaah sebagai mitra tutur. penutur dan mitra tutur. Salam tentu digunakan Akan tetapi tuturan tersebut sebagai tanda bahwa penutur untuk menyapa pada awal pertemuan dalam peristiwa tutur tersebut, khotib dalam hal dengan mitra tutur. Pada khotbah Jumat mintra ini adalah penutur melibatkan jemaah sebagai tutur pun kemudian menjawab salam dari khotib mitra tutur untuk berinteraksi walaupun tidak dengan kalimat wassalâmu ‘alaikum wa rahmatullâhi secara langsung harus ditanggapi. Interaksi secara wa barakâtuh. langsung yang jelas secara eksplisit melibatkan Ungkapan salam juga memberikan gambaran jemaah sebagai mitra tutur dalam peristiwa tutur bahwa tuturan yang disampaikan oleh khotib adalah adalah dengan pilihan kata “kita” yang digunakan wacana yang lengkap. Khotbah Jumat adalah sebuah oleh seluruh khotib dalam khotbahnya. Pemakaian pidato yang berisi ajakan untuk bertakwa kepada kata “kita” terdeskripsi dalam data [2] sampai Allah swt.. Dalam khotbah Jumat ada pembukaan, dengan [3] berikut ini. isi, dan penutup. Khotbah Jumat merupakan [2] Kita wajib dan harus mensyukuri nikmat Allah ungkapan kebahasaan yang selesai dan bermakna agar kita semuanya men jadi hamba-hamba dimaksudkan sebagai kelompok kata atau gabungan Allah yang selalu dicintai Allah. kata, yang selesai dapat diartikan yang habis, yang [3] Karena itulah, maka adil kepada diri sendiri tamat, yang berakhir, dan yang dimaksud bermakna berarti bagaimana kita memberikan seluruh yang mempunyai arti penting, dalam hal ini adalah kebutuhan dari komponen-komponen dalam wasiat takwa. Ini menunjukkan bahwa tuturan yang 436 Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural wacana secara semantis. Kohesi leksikal meliputi Pengumpulan data dalam kajian ini meng- pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi), gunakan teknik rekam dan teknik catat. Adapun sanding kata (kolokasi), hubungan atas-bawah hal-hal yang perlu dicatat antara lain : 1) waktu (hiponimi), lawan kata (antonimi), dan ke- dan tempat terjadinya peristiwa tutur; 2) wujud sepadanan atau paradigma (ekuivalensi) tuturan; 3) identitas penutur dan masyarakat Pendekatan yang kedua adalah pendekatan tuturnya; dan 4) tujuan tuturan atau hal yang makrostruktural yaitu menitikberatkan pada susunan dituturkan (Saddhono, 2009:54). Pengumpulan data wacana tersebut secara global untuk memahami juga menggunakan teknik wawancara mendalam secara keseluruhan. Pendekatan makrostruktural (indepth-interviewing) yang dilakukan pemberi dalam kajian ini meliputi konteks situasi yang khotbah Jumat atau khotib. Hal-hal yang ditanyakan mencakup prinsip penafsiran personal, prinsip dalam wawancara terkait dengan permasalahan penafsiran lokal, prinsip penafsiran temporal, prinsip dalam kajian yaitu bahasa khotbah Jumat. analogi, dan inferensi. Selain pendekatan konteks Kajian ini menggunakan metode padan, yaitu situasi juga memper-hatikan faktor sosial budaya. teknik yang dipakai untuk mengkaji atau menentu- Pendekatan sosial budaya ini menggunakan faktor kan identitas satuan lingual tertentu dengan genetik yaitu kondisi yang bisa membentuk atau memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, mengambil bagian di dalam proses pembentukan terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari karya, yang meliputi kepribadian senimannya, bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1995: kondisi psikologinya, seleranya, ketrampilannya, 13). Soepomo Poedjo-soedarmo (dalam Maryono, kemampuannya, pengalamannya, latar belakang 2001: 20) menyatakan bahwa penelitian linguistik, sosial budayanya, dan juga berbagai peristiwa seperti penelitian wacana khotbah Jumat ini pada di sekitarnya yang bergayutan dengan proses dasarnya adalah penelitian kontekstual. Penelitian penciptaan karya seni (Sutopo, 1996: 10). kontekstual adalah penelitian mengenai wujud tuturan (bahasa) dengan memperhatikan konteks Metode Penelitian sosial yang menyertai terjadinya suatu tuturan. Penelitian ini mengkaji pemakaian bahasa khotbah Dalam analisis data akan diperhitungkan konteks Jumat berdasarkan konteks dan situasi. Jenis sosial yang berupa komponen tutur. Komponen tutur penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang diperhitungkan dalam analisis data kajian ini dengan setting apa adanya (natural setting) yang yaitu: 1) penutur atau pembicara; 2) mitra tutur pada dasarnya mendeskripsikan secara kualitatif atau lawan tutur; 3) situasi tutur atau situasi bicara; dalam bentuk kata-kata dan bukan angka-angka 4) tujuan tuturan; dan 5) hal yang dituturkan. Hal matematis atau statistik (Lindlof, 1994: 21). ini menunjukkan bahwa analisis bahasa dalam Populasi dalam kajian ini adalah khotbah penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan Jumat di Kota Surakarta yang terdiri dari lima unsur-unsur di luar bahasa, seperti faktor sosial, kecamatan dan lima lingkungan masjid, yaitu Jebres faktor situasional, dan faktor kultural (Markhamah, (lingkungan pendidikan), Laweyan (ling-kungan 2001: 11). keagamaan), Pasar Kliwon (lingkungan keluarga), Banjarsari (lingkungan jaringan kerja), dan Hasil Penelitian dan Pembahasan Serengan (lingkungan sosial). Khotbah Jumat yang Khotbah sebagai Sebuah Wacana dijadikan sampel dalam studi ini adalah dalam kurun Wacana berdasarkan dari jumlah peserta yang waktu 2008-2009. Wacana khotbah yang diambil terlibat dalam komunikasi dikenal adanya wacana sebagai sampel adalah data yang memiliki karakter monolog, dialog, dan polilog (Rani dkk., 2006: 25). sesuai data yang diinginkan penulis dan dianggap Khotbah Jumat sebagai salah satu wacana lisan dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Hal berdasarkan jumlah pesertanya dikategorikan ini mengacu pendapat Subroto (2009: 32) bahwa sebagai wacana monolog. Hal ini dikarenakan sampel dalam penelitian merupakan sebagian dari yang terlibat dalam peristiwa tutur tersebut hanya populasi yang dijadikan objek penelitian. Teknik satu, yaitu khotib atau yang memberikan khotbah. penarikan sampel yang digunakan dalam kajian ini Walaupun yang terlibat dalam peristiwa tutur dalam adalah purposive sample. khotbah Jumat tersebut banyak akan tetapi yang 437 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011 sebagai ungkapan lisan atau dilisankan. Borwn (khotib) melibatkan orang kedua (jemaah salat dan Yule (1996: 9) menyatakan bahwa wacana Jumat) sebagai pengacuan. Terdapat enam terealiasasi dalam bentuk teks sehingga kata teks penggunaan pronomina kita dalam kalimat di atas dipakai sebagai istilah teknis yang mengacu pada semuanya mengacu pada bentuk yang sama yaitu rekaman verbal tindak komunikasi. Adapun Halliday khotib dan jemaah salat Jumat. Di samping itu, dan Hasan (1994: 13) berpendapat bahwa teks pengacuan yang digunakan dalam kalimat di atas adalah bahasa yang berfungsi, artinya bahasa bersifat endoforis yaitu unsur yang diacu berada di yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam dalam teks. konteks situasi tertentu pula. Jadi, teks adalah Terdapat dua jenis pengacuan demonstratif satuan bahasa yang memiliki keutuhan makna dan yaitu pengacuan petunjuk tempat dan petunjuk bersifat fungsional dan kontekstual. Teks sebagai waktu. Pengacuan demonstratif waktu dan tempat realisasi wacana bukalah teks mati yang tidak dapat diamati pada contoh berikut ini: memiliki ciri pemakaian, akan tetapi memiliki ciri- [6] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, kebaikan ciri suprasentential atau kelengkapan dan situasi ibadah kita, kemurnian aqidah kita perlu pemakaian atau konteks yang berfungsi dan kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir digunakan dalam komunikasi (Edmondson, 1981: hayat bukan hanya sekadar memperpanjang 4; Schiffrin, 1984: 23-29). Hal ini tentu tergambar kebaikan tapi sekaligus meningkatkan apa yang dalam khotbah Jumat yang merupakan sebuah pernah kita lakukan sehingga semakin lama kita wacana dan mempunyai makna yang utuh. hidup di dunia ini semakin sempurna cara kita mengabdi kepada Allah swt. dan dengan cara Analisis Mikrostruktural itulah maka kita berharap apabila kelak kita Hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan telah mendapat-kan izin untuk menghadap di secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan mata Allah senantiasa khusnul khotimah. semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk [7] Pada kesempatan kali ini akan saya sampaikan wacana. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai tiga hal yang akan merupakan amalan baik aspek gramatikal dalam sebuah khotbah Jumat. untuk menjaga agar kebaikan yang telah kita Piranti wacana yang biasanya digunakan untuk lakukan menjadi meningkat, kemungkinan ada mendukung kepaduan wacana dari segi aspek salah dan keburukan yang terlanjur kita perbuat gramatikal meliputi pengacuan, elipsis, penyulihan, senantiasa menipis dan kita usahakan untuk dan konjungsi. dapat kita hilangkan. Referensi atau pengacuan adalah hubungan Pada data [6] terdapat penggunaan pengacuan antara referen yang ada di dunia luar bahasa dengan tempat berupa pemakaian kata “itu” dan “itulah” lambangnya di dalam dunia bahasa. Terdapat tiga yang sifatnya endofora yang anaforis karena jenis referensi dalam wacana yaitu pengacuan mengacu pada anteseden yang berada di sebelah persona, demonstratif dan komparatif. Namun, kirinya, sedangkan pengacuan demonstrasi tempat dalam analisis khotbah ini, hanya terdapat dua terdapat pada penggunaan kata “di dunia ini” yang penggunaan pengacuan yaitu pengacuan persona sifatnya endofora anaforis. Demikian pula contoh dan demonstratif. kutipan khotbah pada data [7] terlihat bahwa [5] Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat terdapat penggunaan pengacuan demonstratif Allah swt. yang telah berkenan memberikan waktu yang terlihat pada kata “pada kesempatan kali berbagai kenikmatan kepada kita semua ini”. Pengacuan ini bersifat endofora kataforis karena sehingga atas pemberian tersebut kita dapat anteseden yang diacu berada di sebelah kanannya. melaksanakan aktivitas seperti yang kita Substitusi adalah suatu unsur wacana yang inginkan dan dapat pula kita sampaikan sebagai bias diganti (disulih) dengan unsur wacana lain rasa syukur kita kehadirat Allah swt. dengan asalkan acuannya tetap sama. Terdapat empat jenis memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah. substitusi yaitu substitusi nominal, verbal, frasal, Pada kalimat [5] terdapat pengacuan persona dan kausal, sedangkan dalam analisis khotbah ini pertama jamak yaitu dengan digunakannya hanya terdapat dua jenis yaitu substitusi nominal pronomina kita yang berarti persona pertama dan substitusi kausal. Penggunaan bentuk substisusi 438 Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural disampaikan khotib adalah sebuah wacana yang seluruh paragraf dalam data [4] menjelaskan membicara satu tema wacana. tentang rasa syukur kepada Allah swt.. Dalam data Khotbah Jumat dinyatakan sebagai sebuah [4] kata ‘syukur’ muncul tiga kali. Bahkan untuk bentuk wacana tidak hanya dikarenakan adanya menjelaskannya secara implisit juga terdapat dalam saluran komunikasi yang berupa lisan dan adanya tiap kalimat. Misalnya bentuk syukur dilakukan penutur dan mitra tutur. Namun, termasuk karena dengan cara seperti pada akhir paragraf yaitu kepemilikan ciri adanya kohesi dan koherensi ‘hamba-hambaNya yang melaksanakan perintah- yang terdapat di dalam khotbah Jumat sehingga perintahNya dan menjahui larangan-laranganNya’. menyebabkan khotbah Jumat dikatakan sebagai Pada tengah tuturan pun terlihat ekspresi syukur sebuah wacana. Ciri kohesi maupun koherensi akan dengan kalimat Subhanallah yang menyiratkan rasa lebih jelas terlihat ketika sebuah khotbah Jumat syukur seorang hamba kepada Allah swt.. Ekspresi ditranskrip terlebih dahulu dalam sebuah teks. Dari yang lain adalah adanya kata Allahu Akbar sebagai transkrip tersebut akan terlihat adanya keterkaitan wujud rasa syukur. antarproposisi yang mendukung sebuah pokok Keutuhan makna yang dimiliki khotbah Jumat gagasan yang dilengkapi dengan adanya aspek dapat terjadi karena bagian-bagian di dalam suatu gramatikal dan leksikal. Misalnya dalam sebuah struktur yang saling berkaitan secara kohesif dan paragraf transkrip khotbah Jumat di atas terdapat koheren antara satu dengan yang lainnya. Oleh sebuah paragraf yang memapar-kan mengenai karena hanya dalam kaitannya dengan keseluruhan makna sebuah kata “syukur”. Kalimat-kalimat yang dan keutuhan tersebut dapat dikaji unsur-unsurnya. terangkai dalam paragraf tersebut mengacu pada Jadi, unsur-unsur itu hanya berarti dalam totalitas satu penjelasan yaitu mengenai makna “syukur”. keseluruhannya. Kajian terhadap khotbah Jumat Kemudian bentuk koherensi dalam khotbah Jumat yang baik harus selalu mendudukkannya sebagai di atas terbangun dari pengembangan topik-topik satu bangunan utuh dan tidak memenggal bagian- pembicaraan yang mengacu pada satu tema bagian khotbah Jumat itu sendiri. Pemahaman atas pembicaraan khotbah Jumat tersebut. Hal tersebut keutuhan makna sebagai satu kesatuan yang kohesif tampak jelas pada data [4] berikut ini. dan koheren berati meletakan terminologi bahwa [4] Ya, jemaah yang dirahmati Allah, marilah kita khotbah Jumat adalah wacana. Hal ini dipertegas bersama-sama panjatkan syukur ke hadirat oleh pernyataan Harimurti Kridalaksana (2008: Allah subhanahu wataala, karena Allah telah 208) dan Henry Guntur Tarigan (2009: 54) bahwa memberikan berjuta-juta kenikmatan kepada struktur wacana dipresentasikan oleh satuan bahasa kita sekalian, dan kenikmatan itu telah kita yang lengkap, memiliki sifat kohesi dan koherensi nikmati satu demi satu. Walaupun kadang yang tinggi, dalam hierarki gramatikal merupakan kita lupa memohon, walaupun kadang kita satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana lupa bersyukur kepada-Nya, maka tetaplah ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang Allahu Akbar, Allah maha Besar. Subhanallah. utuh (novel, puisi, buku, seri ensiklopedia, dan Allah tetap memberikan kenikmatan itu sebagainya) dengan paragraf, kalimat atau kata kepada kita sekalian. Maka, kita wajib dan yang membawa amanat yang lengkap. harus mensyukuri nikmat Allah agar kita Wacana adalah satuan bahasa paling lengkap semuanya menjadi hamba-hamba Allah yang yang memiliki kohesi dan koherensi yang baik, selalu dicintai Allah. Hamba-hamba Allah mempunyai awal dan akhir yang jelas, berke- yang dirindukan oleh zaman. Wainnallaha sinambungan, dan dapat disampaikan secara yuhibbul muttaqin. Sesungguhnya Allah lisan maupun tertulis (Tarigan, 2009: 27). Hal ini mencintai hamba-hambaNya yang muttaqin, dipertegas oleh Crystal (1987: 96) bahwa wacana yaitu hamba-hamba-Nya yang melaksanakan adalah suatu rangkaian bahasa (khususnya perintah-perintahNya dan menjahui larangan- bahasa lisan) yang lebih luas daripada kalimat. laranganNya. Wacana dianggap sebagai sekelompok ujaran dari Pada data [4] terlihat bahwa untuk meng- suatu peritiwa tutur yang dapat dikenali seperti ekspresikan rasa syukur, penutur menggunakan percakapan, lelucon, pidato atau khotbah, dan banyak kata untuk menjelaskannya. Hampir wawancara. Wacana dalam pandangan ini diartikan 439 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011 para hadirin dengan menggunakan frasa yang hidup di dunia ini semakin sempurna cara kita sejenis dan semakna. Kata sapaan digunakan untuk mengabdi kepada Allah swt. dan dengan cara menghubungkan inti yang akan disampai-kan pada itulah maka kita berharap apabila kelak kita tiap-tiap bagian. Sapaan khas yang digunakan telah mendapatkan izin untuk menghadap di khotib dapat dilihat pada frasa berikut: [16] Kaum muslimin sidang Jumat berbahagia, mata Allah senantiasa khusnul khotimah. [19] Agar kita tetap tegar dan selamat dalam Hadirin sidang Jumat rakhimakumullah, berbagai gelombang kehidupan tidak bisa tidak Hadirin sidang Jumat yang berbahagia, paling tidak kita harus berusaha, kita harus Jemaah Jumat rakhimakumullah. memiliki dan kita harus melakukan tiga hal Sekilas, kutipan di atas bukanlah merupakan yang telah saya sebutkan tadi yaitu istiqomah, pengulangan, akan tetapi jika kita cermati empat istigfar, istikharah. frasa tersebut memiliki makna dan merujuk ke satu Dalam khotbah ini, khotib tidak banyak objek yang sama, yaitu orang-orang yang hadir menggunakan kata-kata yang bersinonim. Akan dalam salat Jumat. Khotib menggunakan variasi tetapi bukan berarti kata-kata yang bersinonim kata yang berupa kaum muslimin, hadirin, dan tidak ditemukan dalam khotbah tersebut. Contoh jemaah untuk menimbulkan suasana yang berbeda, penggunaan kata bersinonim yang dapat ditemukan akan tetapi maknanya sama. Adapun kata-kata adalah pada kutipan kalimat berikut: berbahagia, dan rakhimakumullah sebenarnya juga [20] Sekali pun menahan ucapan itu terasa berat, memiliki makna yang hampir sama. Orang yang tetapi jika ucapan itu benar dan baik maka dirahmati Allah (rakhima-kumullah) tentunya dia katakanlah jangan ditahan, sebab lidah kita juga orang yang bahagia. Dengan demikian keempat bisa menjadi lemas untuk bisa meneriakkan frase tersebut dapat dikatakan sama. kebenaran dan keadilan serta menegakkan Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang (Hasan Alwi, amar ma’ruf nahi munkar. [21] ...banyak orang berbicara tanpa berbijak 2003: 249). Khotib dengan jelas menggunakan pada data-data yang benar dan bertindak pronomina persona kita yang diulang-ulang untuk sekehendaknya tanpa mengindahkan etika menekankan inti pembicaraan kepada orang lain. agama. Pronomina ini juga dimaksudkan untuk mengajak Kata meneriakkan dengan kata berbicara kepada semuanya untuk berbuat kebaikan. Lebih memiliki makna yang hampir sama yaitu melafalkan lanjut dijelaskan bahwa pronomina persona bunyi bahasa dengan menggunakan oral atau mulut. kita bersifat inklusif yang artinya pronomina ini Hubungan atas-bawah atau hiponimi dalam mencakupi tidak saja pembicara atau penulis akan khotbah tersebut dapat diidentifikasi sebagai tetapi juga pendengar atau pembaca, dan mungkin berikut: pula pihak lain. Pengulangan pronomina yang [22] Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat dilakukan khotib dapat dilihat pada kalimat berikut: Allah swt. yang telah berkenan memberikan [17] …berbagai kenikmatan kepada kita semuanya… berbagai kenikmatan kepada kita semuanya …pemberian tersebut kita dapat… sehingga atas pemberian tersebut kita dapat Bahkan khotib tidak hanya menggunakan dan melaksanakan aktivitas seperti yang kita mengulang kata kita sekali dalam kalimat, akan inginkan dan dapat pula kita sampaikan tetapi pengulangan dilakukan beberapa kali. Hal rasa syukur kita kehadirat Allah swt. dengan tersebut dimaksudkan untuk mengajak dan lebih memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah. menekankan apa yang diinginkan. Misalnya pada Kata ibadah merupakan kata atasan untuk kalimat berikut, kata kita diulang sebanyak 8 kali. kata dzikir. Ibadah memiliki arti yang lebih luas [18] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, kebaikan sedangkan dzikir merupakan bagian dari ibadah. ibadah kita, kemurnian aqidah kita, perlu Macam-macam ibadah misalnya salat, zakat, kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir membaca Alquran, dan berdzikir. 440 hayat bukan hanya sekadar memperpanjang Antonim atau makna yang berlawanan sering kebaikan tapi sekaligus meningkatkan apa yang digunakan khotib untuk membandingkan dua hal pernah kita lakukan sehingga semakin lama kita yang berbeda atau berlawanan. Beberapa contoh Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural dapat dilihat dalam contoh berikut ini. Kalimat [11] terdapat pelesapan konjungsi agar [8] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, kebaikan sebagai bentuk efektivitas kalimat yang seharusnya ibadah kita, kemurnian aqidah kita perlu pada kata yang bersimbol dibubuhi konjungsi “agar”, kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir sedangkan kalimat [12] terdapat pelesapan subjek hayat bukan hanya sekadar memperpanjang yang seharusnya pada kata yang bersimbol dapat kebaikan tapi sekaligus meningkatkan apa yang dibubuhi subjek “orang yang beristiqomah.” pernah kita lakukan sehingga semakin lama kita Konjungsi atau perangkaian adalah aspek yang hidup di dunia ini semakin sempurna cara kita menghubungkan satu bagian wacana dengan bagian mengabdi kepada Allah swt. dan dengan cara lain baik berupa klausa, kalimat, maupun paragraf itulah maka kita berharap apabila kelak kita (alenia). telah mendapatkan izin untuk menghadap di [13] Tiga hal tersebut yang pertama adalah mata Allah senantiasa khusnul khotimah. [9] Kaum muslimin sidang Jumat berbahagia, Hadirin sidang Jumat rakhimakumullah, Hadirin sidang Jumat yang berbahagia, istiqomah yaitu pokok dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. [14] Nabi menjawab: Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian ber-istiqomahlah. [10] Sesungguhnya orang-orang yang berkata, [15] Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka ibadah tidak ikut redup. Kantong kering atau meneguhkan pendirian mereka tebal tetap memperhatikan haram dan halal. Dalam kutipan khotbah kalimat [8] di atas Dicaci atau dipuji, sujud pantang berhenti. terdapat pemakaian kata “dengan cara itulah” Sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia yang merupakan bentuk substitusi kausal karena tidak tergoda untuk melaksanakan kemaksiatan. kata tersebut mengacu pada makna sebelumnya. Pada kalimat [13] terdapat pemakaian konjungsi Kemudian kalimat [9] terdapat tiga bentuk sapaan adalah dan yaitu yang merupakan jenis konjungsi yang digunakan oleh khotib ketika berceramah komplementatif, sedangkan kalimat [14] terdapat namun bentuk pengacuan ketiganya adalah hal pemakaian konjungsi kemudian yang merupakan yang sama yaitu jemaah salat Jumat yang sekaligus jenis konjungsi urutan (sekuensial), kemudian penyimak khotbah. Substitusi kata sapaan tersebut kalimat [15] konjungsi sekalipun merupakan jenis barangkali untuk sedikit mengurangi ke-monoton- konjungsi konsesif, sedangkan konjungsi ’dan’ atau an sehingga dirasa penggunaan substitusi klausal ’untuk’ merupakan jenis konjungsi penambahan dianggap lebih efektif. Berbeda halnya dengan (aditif). kalimat [10] merupakan contoh kalimat yang Kepaduan wacana khotbah Jumat ini selain menggunakan substitusi nominal karena yang diacu didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi adalah nomina yaitu kata “orang-orang” disubstitusi gramatikal juga didukung dengan adanya aspek dengan kata “mereka.” leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal dalam Elipsis merupakan pelesapan unsur bahasa yang sebuah wacana dapat dibedakan menjadi enam maknanya telah diketahui sebelumnya berdasarkan macam, yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi konteksnya. Penggunaan bentuk elipsis dapat dilihat (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi pada kalimat berikut ini. (hubungan atas-bawah), antonimi (lawan kata, [11] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, δ kebaikan oposisi makna) dan ekuivalensi (kesepadanan ibadah kita, δ kemurnian aqidah kita perlu bentuk) Sumarlam (2008: 27). Dalam khotbah kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir Jumat ini keenam komponen tersebut dimanfaat- hayat bukan hanya sekadar memperpanjang kan dengan baik oleh sang khotib, kecuali kolokasi kebaikan. (sanding kata) yang nyaris tidak digunakan. Adapun [12] Orang yang beristiqomah selalu kokoh dalam penjelasannnya dapat dilihat pada uraian berikut. aqidah dan tidak goyang keimanannya dalam Repetisi atau pengulangan adalah pengu- tantangan hidup. δ Sekalipun dihadapkan langan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata atau pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup. bagian kalimat) yang dianggap penting untuk Kantong kering atau tebal tetap memperhatikan memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang haram dan halal. sesuai. Dalam khotbah jumat ini khotib menyapa 441 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011 Jumat dapat dikatakan sebagai sebuah retorika keimanan dan rahmat-Nya yang berlimpah. sebab khotbah Jumat melibatkan kemampuan Allahuma Amin. berbicara (wacana lisan) untuk mengajak jemaah Setelah penutup, dalam khotbah Jumat bukan melakukan suatu hal. Dalam hal ini khotib yang berarti telah selesai rangkaian tahapan retorika mengajak jemaahnya untuk mengamalkan materi tersebut, sebab masih ada tahapan khotbah kedua yang telah ia sampaikan. yang merupakan pembacaan doa. Sebelum khotbah Retorika yang digunakan oleh pelibat wacana kedua biasanya memberi jeda sejenak sebagai tanda dalam peristiwa komunikasi pada umumnya bahwa akan dimulainya khotbah kedua. Adanya menggunakan pola retorika yang terstruktur, diawali khotbah kedua inilah yang merupakan ciri khas dengan pembukaan (salam pembuka), dilanjutkan khotbah Jumat yang berbeda dengan khotbah- inti pembicaraan, kemudian diakhiri dengan khotbah lainnya. Selanjutnya baru dilanjutkan penutup. Demikian pula dengan khotbah Jumat yang dengan salam penutup seperti pada contoh berikut: memiliki pola struktur retorika yang khas meskipun [26] Aqullu qolihadza wastagfirullah innaka huwal pada dasarnya memiliki konsep dasar yang sama walimanakum fastagfirullah ghofururakhim. dengan bentuk retorika-retorika yang lain. Wassalamu’alaikum warakhmatullahi Salam pembuka yang dilakukan oleh khotib wabarakatuh. pada umumnya sama yaitu mengucapkan salam Konteks adalah aspek-aspek internal teks dan assalâmu ‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh segala sesuatu yang secara eksternal tidak hanya yang dilanjutkan dengan menyapa jemaah salat melingkupi sebuah teks (Sumarlam, 2008: 14). Hal Jumat. Yang seringkali berbeda adalah format ini berarti tidak hanya hal-hal yang berkaitan dengan pembukaaan yang bervariasi namun strukturnya aspek kebahasaan saja yang mempengaruhi sebuah tetap sama yaitu berupa selawat seperti pada makna tetapi juga aspek nonkebahasaannya. kutipan khotbah Jumat. Soeseno Kartomihardjo (1993:26-28) menyatakan Setelah menyampaikan salam pembuka dan bahwa terdapat beberapa jenis konteks yaitu pembukaan, khotib lalu menyampaikan materi konteks yang berhubungan dengan partisipan; khotbah Jumat. Dalam khotbah yang dianalisis ini, tempat dan waktu; saluran yang digunakan; kode khotib mengangkat tema mengenai amalan-amalan yang digunakan; bentuk pesan beserta isinya; yang dapat menjadi dan meningkatkan kebaikan. peristiwa dengan sifat-sifat yang khusus dan nada Adapun topik pembicaraannya mengenai pengertian pembicaraan. istighfar, istiqomah, dan istikharah yang disertai dengan kutipan-kutipan hadis dan ayat Alquran. Konteks yang berkaitan dengan partisipan dalam suatu interaksi yang terdiri dari penyapa, Sesuai dengan tujuan khotbah, yakni mengajak pesapa, dan pendengar memegang peranan yang jemaah untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan sangat penting. Dalam hal ini terlihat dengan buruk, maka retorika penutup merupakan bagian adanya hubungan antara khotib dan jemaah salat yang penting dalam sebuah khotbah. Retorika Jumat. Hubungan ini tentu saja merupakan bahan ini biasanya berupa pesan, ajakan, dan harapan, pertimbangan khotib dalam pemilihan bahasa maupun kesimpulan dari materi khotbah yang telah agar materi yang disampaikan dapat diterima diuraikan. Berikut ini adalah retorika penutup dari dengan baik oleh penyimak khotbah (jemaah salat seorang khotib untuk mengajak jemaahnya agar Jumat). mengamalkan apa yang telah disampaikan khotib Konteks berhubungan dengan tempat dan tersebut. waktu. Pelaksanaan khotbah Jumat pada umumnya [25] Mungkin itu hanya jadi kajian kecil dari upaya dilaksanakan di sebuah masjid yang selanjutnya kita untuk berusaha menyempurnakan agama akan digunakan untuk melaksanakan ibadah salat Islam yang kita ikuti ajarannya dan belum juga Jumat. Mengenai waktu pelaksanaan khotbah mencapai kesempurnaan karena kemungkinan selalu dilaksanakan di hari Jumat menjelang untuk lebih sempurna sesuai apa yang diajarkan pelaksanaan salat Jumat. Dengan kondisi semacam dalam Alquran mungkin kita masih jauh. Untuk ini, pelaksanaan khotbah merupakan kegiatan yang itu, mudah-mudahan Allah memberi kekuatan termasuk kegiatan formal. Konteks juga berkaitan kepada kita untuk menata masa depan dengan dengan topik. Dengan menggunakan topik tertentu, 442 Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural antonim yang digunakan dapat dilihat pada kutipan menggunakan analogi sederhana untuk membuka berikut. pikiran hadirin yang ada. Hal tersebut dapat [23] Mudah-mudahan yang demikian senantiasa dilihat pada kalimat pertama yang menggunakan menjadi sebab menjaga agar kebaikan dari peristiwa alam sebagai gambaran hidup manusia. Allah yang telah kita terima dan kita menfaatkan Kontradiktif peristiwa alam seperti halnya siang untuk membersihkan diri kita dari kejahatan, dan malam juga digunakan untuk menggambarkan dari keburukan sehingga dapat melepaskan kita kehidupan manusia yang hampir sama dengan dari belenggu yang dimurkai oleh Allah swt. kejadian tersebut. Setelah itu, barulah khotib Ekuivalensi (kesepadanan bentuk) juga menyampaikan isi materi. Tampak pada kalimat ditemukan pada teks tersebut. Beberapa temuan “Pada kesempatan kali ini akan saya sampaikan itu dapat dilihat pada kutipan berikut: tiga hal…”. Selanjutnya khotib menyampaikan [24] Mungkin itu hanya jadi kajian kecil dari upaya materi dengan penalaran umum khusus. Khotib kita untuk berusaha menyempurnakan agama menjabarkan satu per satu inti pembicaraannya Islam yang kita ikuti ajarannya dan belum juga dengan dasar-dasar yang ada dalam Alquran dan mencapai kesempurnaan karena kemungkinan hadis. Ketiga, Penutup; Pada bagian ini khotib untuk lebih sempurna sesuai apa yang diajarkan menarik kesimpulan dan memberikan penguatan dalam Alquran mungkin kita masih jauh. agar hadirin mau melaksanakan apa yang telah disampaikan. Keempat, Doa; Pada bagian ini, khotib Analisis Makrostruktural tidak mengulangi apa yang telah disampaikan pada S e c a ra m a k r o s t r u k t u ra l , a n a l i s i s w a c a n a bagian yang pertama, layaknya khotbah yang ada menitikberatkan pada garis besar susunan wacana yaitu khotbah pertama sebagai pemberian materi itu secara global, untuk memahami teks secara dan khotbah kedua sebagai penguatan materi keseluruhan di samping memperhatikan keterkaitan yang ada pada khotbah pertama. Dalam khotbah antarepisode, paragraf atau bahkan antarbab juga ini, khotib menggunakan khotbah kedua untuk dipertimbangkan pelatarbe-lakangan (background) membacakan doa. Doa di sini merupakan rangkaian dan pelatardepanan (foreground) (Djajasudarma, khotbah yang lazim dilakukan saat salat Jumat. 2009: 4). Pendekatan makrostruktural dapat Khotbah merupakan salah satu sarana yang mengikuti struktur tekstual, sistem leksis, dan digunakan umat Islam yang bertujuan untuk konteks. Adapun yang dimaksudkan konteks secara mengajak masyarakat untuk berbuat baik dan makrostruktural adalah konteks situasi dan konteks mencegah perbuatan buruk (sarana dakwah). Agar struktural. dapat menarik simpati dari jemaah atau orang yang Dalam analisis ini, tidak akan dibicarakan menyimak khotbah, diperlukan sebuah keterampilan terlalu dalam hingga tataran latar belakang, latar berbicara yang baik. Istilah untuk menarik massa depan atau bahkan konteks yang diciptakan oleh malalui keterampilan berbicara dimaknai sebagai khotib. Hal yang dianalisis hanya berkaitan dengan retorika. Retorika merupakan seni dalam berbicara. struktur teks atau alur yang digunakan khotib dalam Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat menyampaikan uraian khotbah. Secara garis besar kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk alur yang digunakan dalam khotbah tersebut dapat mencapai tujuan tertentu, misalnya memberi diuraikan seperti berikut. Pertama, Pembukaan; informasi atau motivasi. Selaras dengan pendapat Layaknya penceramah atau khotib yang lain, tersebut Maidar G. Arsjad dan Mukti US (1988: dalam khotbah Jumat ini khotib juga menggunakan 7) memberi batasan mengenai retorika yaitu sapaan dan pembukaan terlebih dahulu dalam merupakan teori dan praktik kemahiran berbahasa, menyampaikan materi khotbah. Dalam pembukaan baik lisan maupun tulis. Retorika bertujuan ini khotib mengajak para hadirin untuk senantiasa menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah swt. dari menulis dan bertutur untuk mempengaruhi sikap kepada manusia karena atas karunianya manusia dan perasaan seseorang. Retorika membicarakan dapat melakukan segala aktivitasnya. Kedua, Isi atau prinsip-prinsip yang fundamental untuk menyusun Pembahasan; Khotib tidak langsung menyam-paikan sebuah wacana. apa yang menjadi pokok pembicaraan, akan tetapi Berdasarkan pendapat ahli di atas maka khotbah 443 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011 Saran untuk khotib adalah berkaitan dengan materi Thousand Oaks: SAGE Publiser. khotbah harus disesuaikan dengan keadaan jemaah Markhamah. 2001. Etnik Cina: Kajian Linguistis dan lingkungan masjid. Apabila masjid terletak Kultural. Surakarta: Universitas di lingkungan pendidikan maka materi khotbah Muhammadiyah Surakarta Press. disesuaikan dengan per-masalahan pendidikan. Ma’ruf, Amir. 1999. “Wacana Khotbah Jumat: Hal ini berkaitan dengan tujuan utama khotbah Studi Kasus Empat Masjid di Yogyakarta”. Jumat, yaitu mengajak jemaah untuk meningkatkan Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. takwa kepada Allah swt.. Bahasa pengantar (Tesis). khotbah Jumat juga harus menarik dan mudah dipahami oleh jemaah. Khotbah Jumat merupakan Moeliono, Anton M. (ed.). 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: tuturan lisan sehingga khotib harus pandai Kementerian Pendidikan Nasional beretorika agar jemaah tertarik dengan khotbah Rani, Abdul, Bustanul Arifin, dan Martutik. 2006. yang disampaikan. Dengan materi khotbah yang Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dekat dengan permasalahan jemaah diharapkan dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia lebih mendekatkan hubungan antara khotib dan jemaah. Adapun saran untuk jemaah adalah selalu memperhatikan materi khotbah karena selain sebagai sebuah ibadah, di dalam khotbah Jumat Publishing. Sabiq, As. Tt. Fiqhus- Sunnah. Jilid I dan II Jidah; Maktabatul-Khidmatil-Khadisah. Saddhono, Kundharu. 2009. Oreng Madure banyak hal-hal penting yang disampaikan khotib dan Wong Solo: Fenomena Integrasi dan dapat berguna dalam kehidupan. Linguistik Kultural. Surakarta: Sebelas Pustaka Acuan Maret University Press dan Departemen Alwi, Hasan (ed). 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Pendidikan Nasional Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Baal-Baki, R. 1993. Al-Maurid: Qamus ‘ArabyInjilizi: Darul-‘Ilm lil-malayin. Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Crystal, David. 1987. The Cambridge Encyclopedia Saddhono, Kundharu. 2011. “Wacana Khotbah Jumat di Kota Surakarta: Sebuah Kajian Sosiopragmatik”. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (Disertasi) Schiffrin, Deborah. 1984. Approaches to Discourse. Oxford: Blackwell. Subroto, Edi. 2009. Pengantar Metode Penelitian of Language. Cambridge: Cambridge Linguistik Struktural. Surakarta: UNS University Press. Press. Djajasudarma, Fatimah. 2009. Wacana: Sudaryanto. 1995. Linguistik: Identitasnya, Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Cara Penanganan Obyeknya, dan Hasil Bandung: Eresco. Kajiannya. Yoyakarta: Duta Wacana Dwiraharjo, Maryono. 2001. Bahasa Jawa Krama. Surakarta: Pustaka Cakra Bekerjasama University Press. Sutopo, H. B. 1996. Metodologi Penelitian dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Kualitatif: Metodologi Penelitian untuk Ford Foundation. Ilmu-ilmu Sosial dan Budaya. Surakarta: Edmondson, Willis. 1981. Spoken Discourse: A Universitas Sebelas Maret. Model for Analysis. London: Longman. Suwandi, Sarwiji. 2003. “Kohesi dalam Bahasa Halliday, MAK, Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Indonesia” dalam Linguistik Indonesia. Konteks, dan Teks. Terjemahan Asrudin Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia Barori Tou. Yogyakarta: Gadjah Mada Bekerjasama dengan Yayasan Obor University Press. Harimurti, Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: P.T. Gramedia. Lindlof, Thomas R. 1994. Qualitative Communication Research Methods. 444 Indonesia. Sumarlam (ed). 2008. Teori dan Praktik Analisis Wacana Cetakan Keempat. Surakarta: Pustaka Cakra. Syam, Yunus Hanis. 2003. Titian Menuju Takwa. Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural suatu interaksi dapat berjalan lancar. Ciri khas begitu dekat dengan kehidupan dengan penerima sebuah retorika adalah memiliki pola terstruktur pesan. Konteks selanjutnya adalah peristiwa yang dalam penyampaiannya. Demikian halnya dalam sifat-sifatnya khusus. Khotbah Jumat merupakan sebuah khotbah, yang memiliki pola penyampaian sebuah peristiwa yang melibatkan penggunaan yang terstruktur. Termasuk di dalamnya penentuan bahasa ketika terjadi proses penyampaian pesan topik sehingga alur penyampaian khotbah tidak dari khotib kepada jemaahnya. Khotbah Jumat tergeser dari kerangka yang telah dirancang memiliki sifat-sifat khusus dibanding khotbah sebelumnya. Konteks berikutnya adalah saluran lainnya yaitu hanya dilaksanakan khusus pada hari yang digunakan. Khotbah Jumat dilaksanakan Jumat saja dan pelaksanaannya berlangsung secara secara tatap muka (face to face) langsung antara khidmat. Konteks berikutnya nada pembicaraan khotib dan jemaah salat Jumat yang sifatnya yang dapat berupa nada pembicaraan serius, searah. Jadi, tidak ada timbal balik antara khotib sinis, ajakan, dan lain-lain. Dalam khotbah Jumat dengan penyimak khotbah Jumat. Hal ini berarti digunakan nada pembicaraan yang santun, serius, saluran yang digunakan berupa penyampaian dan bersifat ajakan. Pertimbangan penggunaan secara lisan. Konteks selanjutnya adalah kode nada pembicaraan tersebut tentu saja tidak lepas yang digunakan. Kegiatan khotbah Jumat yang dari tujuan utama khotbah yaitu mengajak jemaah merupakan kegiatan formal, maka penggunaan berbuat baik dan mencegah perbuatan tercela. Oleh ragam bahasa yang tepat adalah ragam bahasa baku karena itu, pemilihan nada pembicaraan dalam yaitu bahasa Indonesia agar dipahami oleh semua khotbah harus diperhatikan sungguh-sungguh. jemaah. Penggunaan ragam bahasa dialek daerah kadangkala membuat jemaah kurang mengerti Simpulan dan Saran makna pesan yang disampaikan karena jemaah Simpulan bersangkutan tidak paham dengan dialek daerah Khotbah Jumat merupakan suatu wacana karena tertentu. Meskipun adakalanya penyisipan ragam mempunyai syarat sebagai sebuah wacana yang dialek daerah bisa menjadi salah satu daya tarik mempunyai struktur dengan diikuti oleh maksud dalam penyampaian khotbah. Konteks selanjutnya dan tujuan. Khotbah Jumat juga tersusun atas terdapat di dalam bentuk pesan beserta isinya. unsur-unsur bahasa yang mempunyai kohesi Bagaimana seorang komunikator mampu atau dan koherensi. Khotbah Jumat termasuk dalam terampil dalam menyampaikan pesan sehingga wacana lisan karena tuturan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. penutur atau khotib langsung disampaikan tanpa Contoh nyata dalam kegiatan khotbah adalah perantara kepada mitra tutur atau jemaah salat penggunaan bahasa yang sederhana sehingga Jumat. Oleh karena hal tersebut maka khotbah mudah diterima oleh penerima khotbah. Dengan Jumat dapat dikaji secara mikrostruktural maupun kata lain, melalui penggunaan dialek-dialek daerah makrostruktural. pesan yang disampaikan oleh khotib dirasakan oleh Analisis dari aspek mikrostruktural dapat disimpulkan bahwa yang dianalisis adalah aspek gramatikal dan aspek leksikal. Dalam aspek gramatikal, khotbah Jumat yang dikaji mempunyai unsur referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Adapun dari aspek leksikal, khotbah Jumat mengadung unsur repitisi, sinonimi, hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi. Unsur kohesi dan koherensi juga dimiliki khotbah Jumat sebagai sebuah wacana dalam kajian mikrostruktural. Analisis makrostruktural yang berkaitan dengan analisis susunan wacana secara global. Artinya bahwa unsur kultural atau kebudayaan sangat mempengaruhi wacana dalam khotbah Jumat, terutama unsur budaya Jawa karena khotbah Jumat yang dianalisis berlangsung di Kota Surakarta yang mempunyai budaya Jawa sangat dominan. Analisis makrostruktural juga berkaitan dengan konteks yang terdiri dari partisipan, tempat dan waktu, saluran yang digunakan, kode yang digunakan, bentuk pesan beserta isinya, peristiwa dengan sifat, dan nada pembicaraan. Saran 445 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011 Yogyakarta: Cahaya Hikmah. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Kartomihardjo, Soeseno. 1993. “Analisis Wacana dengan Penerapannya pada Beberapa Wacana”. PELBA 6. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atmajaya. 446