40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Plasma Nutfah Melon Hasil pengamatan karakterisasi 25 peubah dari 19 genotipe disajikan dalam lampiran 2-8, data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Gerombol. Kriteria pengelompokan didasarkan pada ukuran kemiripan (Djuraidah, 1991). Semakin kecil jarak antar dua genotipe, semakin mirip genotipe tersebut satu sama lain. Salah satu teknik pengelompokan adalah teknik heirarki (Santoso, 2004). Dalam pengelompokan ini dimulai dari dua atau lebih objek dengan kesamaan paling dekat, dan begitu seterusnya sampai membentuk semacam pohon dimana ada heirarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai yang paling tidak mirip. Ketidakmiripan (%) I II III IV Gambar 11. Dendogram hasil analisis gerombol 19 genotipe melon berdasarkan data karakterisasi 25 peubah melon. Analisis gerombol yang dilakukan pada 19 genotipe melon dengan 25 peubah menghasilkan dendogram seperti pada Gambar 11. Pada tingkat kemiripan 85% (ketidakmiripan 15%), 19 genotipe melon tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat gerombol. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8, ketujuh genotipe 41 tersebut merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1 yang merupakan F1 persilangan dari grup cantaloupe dengan dudaim, ketujuh genotipe pada kelompok ini termasuk dalam kategori genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 persilangan grup inodorous dengan dudaim yang memiliki kategori tahan dan MEV1 yang merupakan induk tahan dari grup dudaim. Pengelompokan berdasarkan dendogram tidak jauh beda dengan pengelompokan grup melon pada Tabel 2. maupun berdasarkan kategori ketahanannya pada Tabel 5. Hal yang sama ditunjukkan dalam penelitian Kacar et al.(2012) yang menganalisis pengelompokan genotipe melon berdasar marker SSR, menunjukkan bahwa sebagian besar grup cantaloupe dan inodorous mengelompok tersendiri jauh dari grup dudaim, namun terdapat genotipe inodorous yang berasal dari Sanluirfa (lokal Turki) masuk dalam kelompok dudaim. Karakter ketahan yang bersifat dominan pada induk tahan MEV1 terlihat dari kelompok III dan IV yang merupakan F1 mengelompok terpisah dengan induk rentan (kelompok I dan II). Karakter morfologi dari induk tahan yang sangat berbeda dengan induk rentan juga memiliki dominasi yang kuat, hal ini terlihat F1 hasil persilangan (kelompok III), mengelompok tersendiri terpisah dengan induknya (kelompok I dan II), bahkan karakter F1 persilangan inodorous dengan dudaim (MEV18X1 dan MEV19X1) mengelompok kedalam grup dudaim. Informasi Karakter Seleksi Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi tak langsung yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap ketahanan virus kuning. Pola hubungan antar ketahanan terhadap penyakit virus kuning dan karakter agronomi diketahui dari nilai korelasi. Nilai korelasi bisa bernilai negatif maupun positif (Mattjik & Sumertajaya, 2002). Dalam penelitian ini sebanyak 35 karakter kulaitatif (data pada Lampiran 2 - 8) dan data kategori ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada dua lokasi pengujian (data dari Tabel 9.) dilibatkan dalam analisis korelasi. Kedua data dirubah dalam bentuk data biner selanjutnya dilakukan analisis korelasi (Lampiran 10.). Korelasi antar karakter disajikan pada Tabel 16. Menurut Young (1982) dalam Djarwanto dan Subagyo (1993) derajat keeratan hubungan antar peubah yang dianalisis dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai 0.7 < r < 1.0 menunjukkan keterkaitan yang erat, 0.4 < r ≤ 0.7 sedang, dan r ≤ 0.4 adalah tidak berkaitan. Hasil korelasi antar karakter menunjukkan bahwa bingkul daun lemah, bingkul daun kuat dan petiol tegak memiliki nilai koefisien korelasi tinggi (0.7 < r < 1.0) sehingga karakter tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Karakter warna daun hijau muda, warna daun hijau tua, gerigi daun kuat, gelombang daun lemah, gelombang daun sedang, petiol sedang dan petiol datar memiliki nilai koefisien korelasi sedang (0.4 < r ≤ 0.7), sehingga karakter tersebut memiliki keterkaitan yang sedang dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. 42 Tabel 16. Korelasi antar karakter Peubah WDT GRK GLL GLS BKL BKK PTT PTS PTD VRS WDM -0.406tn -0.406tn 0.567* -0.294tn 0.420tn -0.519* 0.716** -0.462* -0.351tn 0.645** 0.729** -0.268tn 0.397tn -0.456* 0.535* -0.567* 0.108tn 0.571* -0.630** WDT -0.266tn 0.069tn -0.456* 0.287tn -0.567* 0.365tn 0.278tn -0.630** GRK -0.369tn 0.454tn -0.430tn 0.685** -0.350tn -0.440tn 0.596** GLL -0.331tn 0.268tn -0.411tn 0.327tn 0.130tn -0.456* GLS -0.583** 0.587** -0.284tn -0.394tn 0.725** BKL -0.725** 0.185tn 0.676** -0.805** BKK -0.643** -0.490* 0.900** PTT -0.351tn -0.489* PTS -0.544* PTD Keterangan : WDM (warna daunhijau muda), WDT(waran daun hijau tua), GRK (gerigi daun kuat),GLL (gelombang daun lemah), GLS (gelombang daun sedang), BKL (bingkul daun lemah), BKK (bingkul daun kuat), PTT (petiol tegak), PTS (petiol sedang), PTD (petiol datar), VRS (ketahan virus). Petiol tegak merupakan karakter yang memiliki korelasi positif paling tinggi terhadap ketahanan virus dibandingkan karakter lain, artinya karakter petiol tegak memiliki hubungan yang erat dengan karakter ketahanan virus dengan nilai korelasi 0.9. Menurut Gomez dan Gomez (2002), bila nilai korelasi antar dua karakter semakin mendekati -1 atau +1, maka dua karakter tersebut semakin erat hubungannya. Karakter lain yang memiliki korelasi positif tinggi dan nyata adalah bingkul daun lemah (0.725), warna daun hijau muda (0.645). Karakter yang berkorelasi negatif paling tinggi adalah karakter bingkul daun kuat (-0.805), artinya karakter bingkul daun kuat memiliki hubungan negatif dengan ketahanan terhadap virus, genotipe dengan karakter bingkul daun kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus yang rendah. Karakter lain yang memiliki korelasi negatif dan nyata adalah gerigi daun kuat (-0.63) dan warna daun hijau tua (-0.63). Pengamatan langsung terhadap karakter daun pada genotipe tahan menunjukkan bahwa daun dengan gerigi halus cenderung memiliki bingkul daun lemah, jumlah bulu daun yang sedikit serta warna daun hijau cerah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sejenis pada tanaman kedelai, Silva (2012) melaporkan bahwa daun kedelai genotipe IAC-24 memiliki jumlah rambut sedikit dengan posisi rambut miring, berkorelasi dengan jumlah telur yang diletakkan pada daun. Morfologi daun dengan sedikit rambut kurang disukai kutu kebul untuk aktifitas bertelur. Menurut Alexander et al. (2004) populasi imago, telur dan nimfa Bemisia tabaci biotype B pada tanaman kapas berkorelasi dengan warna daun, bentuk daun dan tipe bulu daun. Karakter yang memiliki korelasi nyata dengan ketahanan terhadap virus merupakan indikator seleksi, namun tidak secara otomatis menjadi karakter seleksi yang dapat digunakan. Nilai korelasi merupakan gambaran tingkat keeratan antar karakter yang satu dengan karakter yang lain, namun tidak dapat 43 menjabarkan seberapa besar pengaruh langsung dan tak langsung suatu karakter terhadap karakter ketahanan terhadap virus. Maka untuk menguraikan koefisien korelasi lebih bermakna dilakukan sidik lintas. Karakter yang memiliki korelasi nyata dilanjutkan pada analisis lintas untuk mendapatkan nilai kontribusi karakter tersebut terhadap karakter ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Rekapitulasi sidik lintas disajikan pada Tabel 17. Matrik sidik lintas dapat dilihat pada Gambar 12. Sidik lintas berisi informasi hubungan kausal antar variable bebas X dengan variable tak bebas Y (ketahanan terhadap virus). Nilai koefisien pengaruh langsung dari masing-masing variable bebas X terhadap variabel tak bebas Y (ketahanan terhadap virus) disimbulkan dengan huruf C. Tabel 17. Pengaruh langsung dan tak langsung beberapa karakter terhadap kartakter intensitas serangan virus Pengaruh Tak Langsung melalui Karakter Karakter yang Pengaruh distandarisasi Langsung ( C) WDM WDT GRK GLL GLS BKL BKK PTT WDM WDT GRK GLL GLS BKL BKK PTT PTS PTD Total C Residu %Residu Keterangan : PTS PTD Pengaruh Selisih Total 0.003 -0.146 0.215 -0.011 0.087 0.042 0.247 -0.202 0.227 0.183 0.645 0.642 0.359 -0.001 -0.385 0.005 -0.117 -0.045 -0.254 0.160 -0.053 -0.297 -0.630 -0.989 -0.529 -0.001 0.262 0.005 -0.020 -0.045 -0.137 0.160 -0.180 -0.145 -0.630 -0.101 -0.019 0.002 -0.096 0.141 0.109 0.045 0.205 -0.193 0.172 0.229 0.596 0.614 -0.295 -0.001 0.143 -0.036 0.007 -0.033 -0.127 0.116 -0.161 -0.068 -0.456 -0.161 0.099 0.001 -0.164 0.241 -0.009 0.098 0.278 -0.165 0.140 0.205 0.725 0.625 -0.476 -0.002 0.192 -0.152 0.008 -0.079 -0.058 0.204 -0.091 -0.352 -0.805 -0.329 -0.282 0.002 -0.204 0.300 -0.013 0.121 0.058 0.345 0.317 0.255 0.900 1.182 -0.492 -0.001 0.039 -0.193 0.007 -0.097 -0.028 -0.088 0.182 0.183 -0.489 0.002 -0.521 -0.001 0.205 -0.147 0.008 -0.039 -0.039 -0.322 0.138 0.172 -0.544 -0.023 -2.152 1.152 0.205 WDM (warna daun hijau muda), WDT(waran daun hijau tua), GRK (gerigi daun kuat),GLL (gelombang daun lemah), GLS (gelombang daun sedang), BKL (bingkul daun lemah), BKK (bingkul daun kuat), PTT (petiol tegak), PTS (petiol sedang), PTD (petiol datar). Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat (GRK) memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Nilai koefisien pengaruh langsung gerigi daun kuat sebesar -0.529, hal ini menunjukkan 52.9% ekspresi dari ketahanan terhadap penyakit virus kuning ditandai oleh kuat atau lemahnya gerigi pada daun, tanaman dengan gerigi daun yang kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus lebih rendah, sebaliknya tanaman dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap serangan virus kuning. Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit virus kuning. Morfologi daun mempengaruhi aktifitas (makan dan bertelur) Bemisia sp sebagai vektor virus. Morfologi daun yang sesuai untuk aktifitas Bemisia sp akan menyebabkan populasi Bemisia sp pada daun semakin banyak, akibatnya serangan virus pada tanaman semakin tinggi. Beberapa penelitian pada tanaman kapas 44 menunjukkan bahwa morfologi daun yang lebih halus akan lebih tahan terhadap B. tabci dibandingkan daun yang kasar atau berbulu banyak (Butler and Henneberry, 1984; Flint and Parks, 1990; Butler et al. 1991; Norman and Sparks, 1997; Percy et al. 1997). Penelitian lain pada tanaman kapas menunjukkan hasil yang berbeda, dimana genotipe dengan bentuk daun okra (lekukan daun tajam) secara umum lebih tahan terhadap Bemisia sp dibanding tanaman dengan bentuk daun normal (Chu et al. 2002). Berdasarkan matrik sidik lintas (Gambar 12.), nilai pengaruh tidak langsung warna daun hijau tua (WDT) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar 0.262, hal ini menunjukkan bahwa semakin tua warna daun semakin rentan terhadap serangan virus kuning. Nilai pengaruh tidak langsung dari karakter petiol daun sedang (PTS) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar -0.18, hal ini menunjukkan semakin datar posisi petiol daun akan semakin rentan terhadap serangan virus kuning. Dengan demikian karakter gerigi daun, warna daun dan ketegakan petiol daun (Lampiran 14, 15, 16), dapat dijadikan karakter seleksi untuk mendapatkan genotipe melon yang tahan terhadap penyakit virus kuning. 0.262 VRS 20.50% Residu WDT -0.529 GRK -0.053 -0.18 PTS Gambar 12. Diagram lintas fenotipik beberapa karakter dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Keterangan: VRS= ketahanan terhadap virus, GRK= gerigi daun kuat, WTD= warna daun tua, PTS= petiol daun sedang. Ketahanan terhadap virus bisa disebabkan oleh ketahan tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor pembawa virus, dalam hal ini kutu kebul (Bemisia sp). Menurut Chu et al (2002) mekanisme ketahanan tanaman terhadap Bemisia sp pada morfologi daun kapas dipengaruhi banyak faktor dan bersifat komplek. Selain jumlah, panjang dan kerapatan rambut serta bentuk daun, iklim mikro disekitar daun juga berpengaruh terhadap populasi Bemisia. Karakter bulu dan posisi daun dapat mempengaruhi kondisi lingkungan mikro disekitar daun, baik suhu dan kelembaban mikronya, sehingga Bemisia sp lebih tertarik untuk melakukan aktifitas makan dan bertelur. Keterkaitan secara tidak langsung ketegakan petiol daun dengan ketahanan terhadap virus bisa disebabkan karena posisi petiol yang tegak membuat kanopi tanaman lebih terbuka dan daun tidak saling menutupi. Hal ini menyebabkan iklim mikro disekitar daun lebih rendah suhu dan kelembabannya. Kondisi tersebut kurang disukai oleh Bemisia sp, sehingga populasi Bemisia sp pada daun dengan petiol tegak lebih rendah, akibatnya serangan virus juga lebih rendah. 45 Menurut Chu et al. (2002), Bemisia sp lebih menyukai kondisi iklim mikro disekitar daun yang hangat dan agak lembab. Ketahanan tanaman terhadap Bemisia sp sebagai vektor virus, disebabkan beberapa hal diantaranya warna daun, morfologi daun, jumlah kepadatan dan posisi trikhoma. Karakter daun tersebut mempengaruhi ketertarikan dan aktifitas Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan nimfa pada daun. Hasil penelitian Chu et al. (2000), menunjukkan bahwa perangkap dengan warna hijau muda (lime green) lebih banyak menarik Bemisia sp dibanding hijau gelap (dark green). Warna daun dan nutrisi tanaman yang menghasilkan warna daun mempengaruhi mekanisme pengenalan dan pimilihan Bemisia sp terhadap warna tanaman. Hal ini berbeda dengan hasil pada penelitian ini, yaitu genotipe melon dengan warna daun yang lebih cerah lebih tahan terhadap serangan virus. Penggunaan analisis sidik lintas untuk mengembangkan kriteria seleksi telah banyak dilakukan pada berbagai jenis tanaman seperti kedelai, pisang, gandum, chickpea dan padi (Rohaeni 2010; Wirnas et al., 2005; Asif et al., 2003; Budiarti et al., 2004; Ciftci et al., 2004; Usman, 1999). Rohaeni (2010) telah berhasil mengembangkan kriteria seleksi yang efektif untuk meningkatkan daya hasil dan toleransi pada kondisi intensitas cahaya rendah. Kriteria seleksi yang digunakan adalah indeks toleran dan jumlah polong isi. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis sidik lintas dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam kegiatan pemuliaan selanjutnya, untuk dijadikan sebagai kriteria seleksi yang efektif dalam kegiatan pemuliaan ketahanan melon terhadap virus. SIMPULAN 1. 2. Berdasarkan 25 peubah genotipe, analisis gerombol pada genotipe melon yang diuji menunjukkan tingkat kemiripan 1-75%. Pada tingkat kemiripan 85% menunjukkan empat kelompok. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yang merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yang merupakan F1 persilangan dari grup cantaloupe dengan dudaim, yang termasuk kategori genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe yang merupakan F1 persilangan grup inodorous dengan dudaim dan induk tahan dari grup dudaim. Karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon, karakter ini dapat digunakan sebagai karakter seleksi tidak langsung, melon dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap penyakit virus kuning. Karakter lain yang bisa digunakan sebagai karakter seleksi adalah warna daun dan ketegakan petiol daun. 46 PEMBAHASAN UMUM Gejala infeksi penyakit virus kuning pada melon diawali dengan terbentuknya bintik-bintik kuning pada daun, gejala selanjutnya berupa mosaik yang jelas serta daun mengulung ke bawah, pada gejala lanjut tanaman mengalami keriting dan kerdil. Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus sebesar 0% dan sembilan belas genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar 66.85 - 98.11%. Data kuantitatif karakter pertumbuhan terlihat adanya perbedaan yang jelas antara genotipe tahan dan genotipe rentan. Akibat penyakit virus kuning pada genotipe rentan tanaman menjadi kerdil, hal ini terlihat dari ukuran daun mengecil, jumlah ruas sedikit dan memendek serta tanaman pendek. MEV1 (Dudaim) digunakan sebagai genotipe donor (tetua tahan) yang memiliki gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tetua rentan dipilih dari grup cantaloupe dan inodorous. Dasar pemilihan tetau selain pada kriteria ketahanan juga diarahkan pada pengelompokan berdasarkan grup melon. Hal ini untuk mengetahui bagaimana pola pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada beberapa grup melon. Pengujian ketahanan pada populasi P1, P2 dan F1 menunjukkan data intensitas serangan virus pada turunan pertama (F1) berkisar antara 3.77 sampai 7.28%, sehingga ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada sembilan populasi F1 termasuk dalam kategori tahan. Data tersebut menunjukkan bahwa gen pengendali ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon adalah dominan. Adanya gen dominan pengendali ketahanan terhadap virus pada melon juga dilaporkan oleh Sese dan Guillamon (2000). Analisis ragam gabungan dua lingkungan (inokulasi dan endemik) pada pengujian ketahanan populasi P1, P2 dan F1, menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua karakter yang diamati. Tidak terdapat pengaruh lingkungan maupun pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan pada karakter intensitas serangan virus. Genotipe dengan kategori ketahanan tahan ataupun rentan akan menunjukkan respon yang sama pada lokasi pengujian yang berbeda (inokulasi atau endemik). Hal ini menunjukkan bahwa metode inokulasi (inokulasi masal) yang dilakukan bisa digunakan untuk menduga ketahanan terhadap serangan virus kuning pada kondisi endemik. Hasil pendugaan ragam genetik menunjukkan bahwa karakter intensitas serangan virus memiliki nilai heritabilitas arti luas terbesar yaitu 99%, artinya ragam fenotipe intensitas serangan virus sangat kecil dipengaruhi oleh lingkungan. Roy (2000) menyatakan apabila nilai heritabilitas arti luas tinggi berarti pewarisan sifat lebih banyak dipengaruhi oleh ragam genetik atau ragam genetik total dan sedikit pengaruh lingkungan. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula respon seleksi, berarti seleksi yang dilakukan (seleksi berdasar karakter intensitas serangan virus) akan semakin efektif. Pengujian ketahanan pada populasi F2 menghasilkan data sebaran indek keparahan penyakit pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim, inodorous X dudaim dan grup gabungan) dengan pola sebaran yang sama, yaitu sebaran satu 47 puncak dengan tingkat kemenjuluran yang nyata. Frekuensi F2 tidak menyebar normal yang mengindikasikan ada pengaruh gen mayor yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Berdasarkan hasil uji χ2 pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim, inodorous X dudaim dan gabungan), diperoleh nisbah kesesuaian yang sama. Nisbah yang sesuai berdasar pengelompokan dua kelas adalah 13:3, untuk pengelompokan tiga kelas adalah 12:3:1, dan tidak ada yang sesuai untuk pengelompokan empat kelas. Berdasarkan nilai probabiltas yang paling tinggi, disimpulkan bahwa nisbah yang paling sesuai untuk ketiga grup melon tersebut adalah 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa karakter ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning dikendalikan oleh dua pasang gen dengan aksi dominan dan resesif epistasis. Analisis gerombol pada 19 genotipe melon dengan tingkat kemiripan 85%, menghasilkan pengelompokan genotipe menjadi empat gerombol. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8, ketujuh genotipe tersebut merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1. Ketujuh genotipe ini merupakan F1 (cantaloupe X dudaim), dan termasuk genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe tahan yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 (inodorous X dudaim) serta MEV1 yang merupakan induk tahan dari grup dudaim. Pengelompokan berdasarkan dendogram tidak jauh beda dengan pengelompokan berdasarkan grup melon maupun berdasarkan kategori ketahanannya. Hasil korelasi antar karakter menunjukkan bahwa petiol tegak memiliki korelasi positif paling tinggi terhadap ketahanan terhadap virus dibandingkan karakter lain, dengan nilai korelasi 0.9. Tingginya nilai korelasi menunjukkan karakter petiol tegak memiliki hubungan positif yang erat dengan karakter ketahanan virus. Karakter yang berkorelasi negatif paling tinggi adalah karakter bingkul daun kuat (-0.805), artinya karakter bingkul daun kuat memiliki hubungan negatif dengan ketahanan terhadap virus. Genotipe dengan karakter bingkul daun kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus yang rendah. Karakter lain yang memiliki korelasi negatif dan nyata adalah gerigi daun kuat (-0.63) dan warna daun hijau tua (-0.63). Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Nilai koefisien pengaruh langsung gerigi daun kuat sebesar -0.529, hal ini menunjukkan 52.9% ekspresi dari ketahanan terhadap penyakit virus kuning ditandai oleh kuat atau lemahnya gerigi pada daun. Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tanaman dengan gerigi daun yang kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus lebih rendah, sebaliknya tanaman dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap serangan virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit virus kuning. Berdasarkan matrik sidik lintas, nilai pengaruh tidak langsung warna daun hijau tua (WDT) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar 0.262, hal ini 48 menunjukkan bahwa semakin tua warna daun semakin rentan terhadap serangan penyakit virus kuning. Nilai pengaruh tidak langsung dari karakter petiol daun sedang (PTS) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar -0.18, menunjukkan semakin datar posisi petiol daun, semakin rentan terhadap serangan virus kuning. Ketahanan terhadap penyakit virus kuning bisa disebabkan oleh ketahanan tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor pembawa virus, yaitu kutu kebul (Bemisia sp). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe melon yang diuji memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung. Ketahanan terhadap virus secara langsung ditunjukkan pada analisis DNA dengan teknik PCR. Hasil visualisasi PCR menunjukkan genotipe tahan positif terinfeksi virus, ditandai terbentuknya pita DNA dengan ukuran + 1600 bp yang sama dengan kontrol positif sebagai pembanding yaitu primer universal geminivirus. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa pada genotipe tahan, terdapat virus yang ditularkan oleh Bemisia sp, namun tidak muncul gejala serangan virus. Genotipe tahan mampu menghambat penyebaran virus dalam tanaman sehingga tidak mengganggu metabolisme dalam tanaman. Karakter morfologi daun melon pada genotipe tahan adalah memiliki daun dengan gerigi halus, bingkul daun lemah, warna daun hijau cerah serta petiol tegak. Hasil penelitian ini memiliki kemiripan dengan beberapa penelitian pada tanaman kapas. Tanaman kapas dengan daun yang halus, jumlah trikhoma sedikit dan warna daun hijau tua lebih tahan terhadap Bemisia sp. Morfologi daun mempengaruhi aktifitas (makan dan bertelur) Bemisia sp sebagai vektor virus. Morfologi daun yang sesuai untuk aktifitas Bemisia sp akan menyebabkan populasi Bemisia sp pada daun semakin banyak, akibatnya serangan virus pada tanaman semakin tinggi. Secara eksternal karakter morfologi daun mempengaruhi ketertarikan dan aktifitas Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan nimfa pada daun, sedangkan secara internal bisa dipengaruhi oleh pH daun (Butler dan Wilson 1984). Adanya karakter morfologi daun yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning, menunjukkan terdapat peluang mendapatkan genotipe yang memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung serta memiliki ketahanan terhadap vektor pembawa virus, namun hal ini masih memerlukan pengujian lebih lanjut. Melon grup dudaim memiliki karakter kualitas buah yang rendah seperti: rongga biji besar, warna totol pada buah dan bentuk buah yang mampat. Selain karakter ketahanan ternyata sebagian besar karakter kualitas buah rendah juga diwariskan kepada keturunan hasil persilangan dengan grup cantaloupe maupun inodorous. Hal ini bisa terlihat dari hasil analisis gerombol pada kelompok IV, F1 hasil persilangan inodorous dengan dudaim mengelompok kedalam grup dudaim. Diduga karakter ketahanan terhadap virus terkait dengan karakter kualitas buah yang rendah. Hal ini tentunya memerlukan strategi pemuliaan untuk memecah keterkaitan antara karakter ketahanan terhadap virus dengan karakter kualitas buah rendah. Salah satu metode pemuliaan yang dapat dilakukan adalah metode back cross. Metode back cross (silang balik) merupakan persilangan balik dimana sebuah karakter yang baik dari tetua donor ditambahkan pada tetua penerima (Phoelman 1987). Pada metode ini diperlukan tetua donor dan tetua penerima (recurrent parent). Tetua donor memiliki satu atau beberapa karakter yang baik yang diperlukan (ketahanan terhadap virus), sedangkan tetua penerima memiliki