Templat tesis dan disertasi

advertisement
40
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Plasma Nutfah Melon
Hasil pengamatan karakterisasi 25 peubah dari 19 genotipe disajikan
dalam lampiran 2-8, data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Gerombol.
Kriteria pengelompokan didasarkan pada ukuran kemiripan (Djuraidah, 1991).
Semakin kecil jarak antar dua genotipe, semakin mirip genotipe tersebut satu
sama lain.
Salah satu teknik pengelompokan adalah teknik heirarki (Santoso, 2004).
Dalam pengelompokan ini dimulai dari dua atau lebih objek dengan kesamaan
paling dekat, dan begitu seterusnya sampai membentuk semacam pohon dimana
ada heirarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai
yang paling tidak mirip.
Ketidakmiripan (%)
I
II
III
IV
Gambar 11. Dendogram hasil analisis gerombol 19 genotipe melon
berdasarkan data karakterisasi 25 peubah melon.
Analisis gerombol yang dilakukan pada 19 genotipe melon dengan 25
peubah menghasilkan dendogram seperti pada Gambar 11. Pada tingkat
kemiripan 85% (ketidakmiripan 15%), 19 genotipe melon tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat gerombol. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe
yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8, ketujuh genotipe
41
tersebut merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok
II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan grup
inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe
yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan
MEV8X1 yang merupakan F1 persilangan dari grup cantaloupe dengan dudaim,
ketujuh genotipe pada kelompok ini termasuk dalam kategori genotipe tahan.
Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang
merupakan F1 persilangan grup inodorous dengan dudaim yang memiliki kategori
tahan dan MEV1 yang merupakan induk tahan dari grup dudaim. Pengelompokan
berdasarkan dendogram tidak jauh beda dengan pengelompokan grup melon pada
Tabel 2. maupun berdasarkan kategori ketahanannya pada Tabel 5. Hal yang sama
ditunjukkan dalam penelitian Kacar et al.(2012) yang menganalisis
pengelompokan genotipe melon berdasar marker SSR, menunjukkan bahwa
sebagian besar grup cantaloupe dan inodorous mengelompok tersendiri jauh dari
grup dudaim, namun terdapat genotipe inodorous yang berasal dari Sanluirfa
(lokal Turki) masuk dalam kelompok dudaim.
Karakter ketahan yang bersifat dominan pada induk tahan MEV1 terlihat
dari kelompok III dan IV yang merupakan F1 mengelompok terpisah dengan
induk rentan (kelompok I dan II). Karakter morfologi dari induk tahan yang
sangat berbeda dengan induk rentan juga memiliki dominasi yang kuat, hal ini
terlihat F1 hasil persilangan (kelompok III), mengelompok tersendiri terpisah
dengan induknya (kelompok I dan II), bahkan karakter F1 persilangan inodorous
dengan dudaim (MEV18X1 dan MEV19X1) mengelompok kedalam grup dudaim.
Informasi Karakter Seleksi
Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi
tak langsung yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap
ketahanan virus kuning. Pola hubungan antar ketahanan terhadap penyakit virus
kuning dan karakter agronomi diketahui dari nilai korelasi. Nilai korelasi bisa
bernilai negatif maupun positif (Mattjik & Sumertajaya, 2002). Dalam penelitian
ini sebanyak 35 karakter kulaitatif (data pada Lampiran 2 - 8) dan data kategori
ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada dua lokasi pengujian (data dari
Tabel 9.) dilibatkan dalam analisis korelasi. Kedua data dirubah dalam bentuk
data biner selanjutnya dilakukan analisis korelasi (Lampiran 10.). Korelasi antar
karakter disajikan pada Tabel 16.
Menurut Young (1982) dalam Djarwanto dan Subagyo (1993) derajat
keeratan hubungan antar peubah yang dianalisis dapat dilihat dari nilai koefisien
korelasinya (r). Nilai 0.7 < r < 1.0 menunjukkan keterkaitan yang erat, 0.4 < r ≤
0.7 sedang, dan r ≤ 0.4 adalah tidak berkaitan. Hasil korelasi antar karakter
menunjukkan bahwa bingkul daun lemah, bingkul daun kuat dan petiol tegak
memiliki nilai koefisien korelasi tinggi (0.7 < r < 1.0) sehingga karakter tersebut
memiliki keterkaitan yang erat dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning.
Karakter warna daun hijau muda, warna daun hijau tua, gerigi daun kuat,
gelombang daun lemah, gelombang daun sedang, petiol sedang dan petiol datar
memiliki nilai koefisien korelasi sedang (0.4 < r ≤ 0.7), sehingga karakter tersebut
memiliki keterkaitan yang sedang dengan ketahanan terhadap penyakit virus
kuning.
42
Tabel 16. Korelasi antar karakter
Peubah WDT GRK
GLL
GLS
BKL BKK PTT
PTS
PTD
VRS
WDM -0.406tn -0.406tn 0.567* -0.294tn 0.420tn -0.519* 0.716** -0.462* -0.351tn 0.645**
0.729** -0.268tn 0.397tn -0.456* 0.535* -0.567* 0.108tn 0.571* -0.630**
WDT
-0.266tn 0.069tn -0.456* 0.287tn -0.567* 0.365tn 0.278tn -0.630**
GRK
-0.369tn 0.454tn -0.430tn 0.685** -0.350tn -0.440tn 0.596**
GLL
-0.331tn 0.268tn -0.411tn 0.327tn 0.130tn -0.456*
GLS
-0.583** 0.587** -0.284tn -0.394tn 0.725**
BKL
-0.725** 0.185tn 0.676** -0.805**
BKK
-0.643** -0.490* 0.900**
PTT
-0.351tn -0.489*
PTS
-0.544*
PTD
Keterangan : WDM (warna daunhijau muda), WDT(waran daun hijau tua), GRK (gerigi daun
kuat),GLL (gelombang daun lemah), GLS (gelombang daun sedang), BKL (bingkul
daun lemah), BKK (bingkul daun kuat), PTT (petiol tegak), PTS (petiol sedang), PTD
(petiol datar), VRS (ketahan virus).
Petiol tegak merupakan karakter yang memiliki korelasi positif paling
tinggi terhadap ketahanan virus dibandingkan karakter lain, artinya karakter petiol
tegak memiliki hubungan yang erat dengan karakter ketahanan virus dengan nilai
korelasi 0.9. Menurut Gomez dan Gomez (2002), bila nilai korelasi antar dua
karakter semakin mendekati -1 atau +1, maka dua karakter tersebut semakin erat
hubungannya. Karakter lain yang memiliki korelasi positif tinggi dan nyata adalah
bingkul daun lemah (0.725), warna daun hijau muda (0.645).
Karakter yang berkorelasi negatif paling tinggi adalah karakter bingkul
daun kuat (-0.805), artinya karakter bingkul daun kuat memiliki hubungan negatif
dengan ketahanan terhadap virus, genotipe dengan karakter bingkul daun kuat
akan memiliki ketahanan terhadap virus yang rendah. Karakter lain yang memiliki
korelasi negatif dan nyata adalah gerigi daun kuat (-0.63) dan warna daun hijau
tua (-0.63).
Pengamatan langsung terhadap karakter daun pada genotipe tahan
menunjukkan bahwa daun dengan gerigi halus cenderung memiliki bingkul daun
lemah, jumlah bulu daun yang sedikit serta warna daun hijau cerah. Hal ini sesuai
dengan beberapa penelitian sejenis pada tanaman kedelai, Silva (2012)
melaporkan bahwa daun kedelai genotipe IAC-24 memiliki jumlah rambut sedikit
dengan posisi rambut miring, berkorelasi dengan jumlah telur yang diletakkan
pada daun. Morfologi daun dengan sedikit rambut kurang disukai kutu kebul
untuk aktifitas bertelur. Menurut Alexander et al. (2004) populasi imago, telur
dan nimfa Bemisia tabaci biotype B pada tanaman kapas berkorelasi dengan
warna daun, bentuk daun dan tipe bulu daun.
Karakter yang memiliki korelasi nyata dengan ketahanan terhadap virus
merupakan indikator seleksi, namun tidak secara otomatis menjadi karakter
seleksi yang dapat digunakan. Nilai korelasi merupakan gambaran tingkat
keeratan antar karakter yang satu dengan karakter yang lain, namun tidak dapat
43
menjabarkan seberapa besar pengaruh langsung dan tak langsung suatu karakter
terhadap karakter ketahanan terhadap virus. Maka untuk menguraikan koefisien
korelasi lebih bermakna dilakukan sidik lintas.
Karakter yang memiliki korelasi nyata dilanjutkan pada analisis lintas
untuk mendapatkan nilai kontribusi karakter tersebut terhadap karakter ketahanan
terhadap penyakit virus kuning. Rekapitulasi sidik lintas disajikan pada Tabel 17.
Matrik sidik lintas dapat dilihat pada Gambar 12. Sidik lintas berisi informasi
hubungan kausal antar variable bebas X dengan variable tak bebas Y (ketahanan
terhadap virus). Nilai koefisien pengaruh langsung dari masing-masing variable
bebas X terhadap variabel tak bebas Y (ketahanan terhadap virus) disimbulkan
dengan huruf C.
Tabel 17. Pengaruh langsung dan tak langsung beberapa karakter terhadap
kartakter intensitas serangan virus
Pengaruh Tak Langsung melalui Karakter
Karakter yang Pengaruh
distandarisasi Langsung ( C) WDM WDT GRK GLL GLS BKL BKK PTT
WDM
WDT
GRK
GLL
GLS
BKL
BKK
PTT
PTS
PTD
Total C
Residu
%Residu
Keterangan :
PTS
PTD
Pengaruh
Selisih
Total
0.003
-0.146 0.215 -0.011 0.087 0.042 0.247 -0.202 0.227 0.183 0.645 0.642
0.359
-0.001
-0.385 0.005 -0.117 -0.045 -0.254 0.160 -0.053 -0.297 -0.630 -0.989
-0.529
-0.001 0.262
0.005 -0.020 -0.045 -0.137 0.160 -0.180 -0.145 -0.630 -0.101
-0.019
0.002 -0.096 0.141
0.109 0.045 0.205 -0.193 0.172 0.229 0.596 0.614
-0.295
-0.001 0.143 -0.036 0.007
-0.033 -0.127 0.116 -0.161 -0.068 -0.456 -0.161
0.099
0.001 -0.164 0.241 -0.009 0.098
0.278 -0.165 0.140 0.205 0.725 0.625
-0.476
-0.002 0.192 -0.152 0.008 -0.079 -0.058
0.204 -0.091 -0.352 -0.805 -0.329
-0.282
0.002 -0.204 0.300 -0.013 0.121 0.058 0.345
0.317 0.255 0.900 1.182
-0.492
-0.001 0.039 -0.193 0.007 -0.097 -0.028 -0.088 0.182
0.183 -0.489 0.002
-0.521
-0.001 0.205 -0.147 0.008 -0.039 -0.039 -0.322 0.138 0.172
-0.544 -0.023
-2.152
1.152
0.205
WDM (warna daun hijau muda), WDT(waran daun hijau tua), GRK (gerigi daun
kuat),GLL (gelombang daun lemah), GLS (gelombang daun sedang), BKL (bingkul
daun lemah), BKK (bingkul daun kuat), PTT (petiol tegak), PTS (petiol sedang), PTD
(petiol datar).
Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat (GRK)
memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap
penyakit virus kuning. Nilai koefisien pengaruh langsung gerigi daun kuat sebesar
-0.529, hal ini menunjukkan 52.9% ekspresi dari ketahanan terhadap penyakit
virus kuning ditandai oleh kuat atau lemahnya gerigi pada daun, tanaman dengan
gerigi daun yang kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus lebih rendah,
sebaliknya tanaman dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap serangan virus
kuning. Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan
terhadap penyakit virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi
daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap
penyakit virus kuning.
Morfologi daun mempengaruhi aktifitas (makan dan bertelur) Bemisia sp
sebagai vektor virus. Morfologi daun yang sesuai untuk aktifitas Bemisia sp akan
menyebabkan populasi Bemisia sp pada daun semakin banyak, akibatnya serangan
virus pada tanaman semakin tinggi. Beberapa penelitian pada tanaman kapas
44
menunjukkan bahwa morfologi daun yang lebih halus akan lebih tahan terhadap B.
tabci dibandingkan daun yang kasar atau berbulu banyak (Butler and Henneberry,
1984; Flint and Parks, 1990; Butler et al. 1991; Norman and Sparks, 1997; Percy
et al. 1997). Penelitian lain pada tanaman kapas menunjukkan hasil yang berbeda,
dimana genotipe dengan bentuk daun okra (lekukan daun tajam) secara umum
lebih tahan terhadap Bemisia sp dibanding tanaman dengan bentuk daun normal
(Chu et al. 2002).
Berdasarkan matrik sidik lintas (Gambar 12.), nilai pengaruh tidak
langsung warna daun hijau tua (WDT) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah
sebesar 0.262, hal ini menunjukkan bahwa semakin tua warna daun semakin
rentan terhadap serangan virus kuning. Nilai pengaruh tidak langsung dari
karakter petiol daun sedang (PTS) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar
-0.18, hal ini menunjukkan semakin datar posisi petiol daun akan semakin rentan
terhadap serangan virus kuning. Dengan demikian karakter gerigi daun, warna
daun dan ketegakan petiol daun (Lampiran 14, 15, 16), dapat dijadikan karakter
seleksi untuk mendapatkan genotipe melon yang tahan terhadap penyakit virus
kuning.
0.262
VRS
20.50%
Residu
WDT
-0.529
GRK
-0.053
-0.18
PTS
Gambar 12. Diagram lintas fenotipik beberapa karakter dengan ketahanan
terhadap penyakit virus kuning. Keterangan: VRS= ketahanan
terhadap virus, GRK= gerigi daun kuat, WTD= warna daun tua,
PTS= petiol daun sedang.
Ketahanan terhadap virus bisa disebabkan oleh ketahan tanaman tersebut
terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor
pembawa virus, dalam hal ini kutu kebul (Bemisia sp). Menurut Chu et al (2002)
mekanisme ketahanan tanaman terhadap Bemisia sp pada morfologi daun kapas
dipengaruhi banyak faktor dan bersifat komplek. Selain jumlah, panjang dan
kerapatan rambut serta bentuk daun, iklim mikro disekitar daun juga berpengaruh
terhadap populasi Bemisia. Karakter bulu dan posisi daun dapat mempengaruhi
kondisi lingkungan mikro disekitar daun, baik suhu dan kelembaban mikronya,
sehingga Bemisia sp lebih tertarik untuk melakukan aktifitas makan dan bertelur.
Keterkaitan secara tidak langsung ketegakan petiol daun dengan ketahanan
terhadap virus bisa disebabkan karena posisi petiol yang tegak membuat kanopi
tanaman lebih terbuka dan daun tidak saling menutupi. Hal ini menyebabkan
iklim mikro disekitar daun lebih rendah suhu dan kelembabannya. Kondisi
tersebut kurang disukai oleh Bemisia sp, sehingga populasi Bemisia sp pada daun
dengan petiol tegak lebih rendah, akibatnya serangan virus juga lebih rendah.
45
Menurut Chu et al. (2002), Bemisia sp lebih menyukai kondisi iklim mikro
disekitar daun yang hangat dan agak lembab.
Ketahanan tanaman terhadap Bemisia sp sebagai vektor virus, disebabkan
beberapa hal diantaranya warna daun, morfologi daun, jumlah kepadatan dan
posisi trikhoma. Karakter daun tersebut mempengaruhi ketertarikan dan aktifitas
Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan nimfa pada daun. Hasil penelitian Chu
et al. (2000), menunjukkan bahwa perangkap dengan warna hijau muda (lime
green) lebih banyak menarik Bemisia sp dibanding hijau gelap (dark green).
Warna daun dan nutrisi tanaman yang menghasilkan warna daun mempengaruhi
mekanisme pengenalan dan pimilihan Bemisia sp terhadap warna tanaman. Hal ini
berbeda dengan hasil pada penelitian ini, yaitu genotipe melon dengan warna daun
yang lebih cerah lebih tahan terhadap serangan virus.
Penggunaan analisis sidik lintas untuk mengembangkan kriteria seleksi
telah banyak dilakukan pada berbagai jenis tanaman seperti kedelai, pisang,
gandum, chickpea dan padi (Rohaeni 2010; Wirnas et al., 2005; Asif et al., 2003;
Budiarti et al., 2004; Ciftci et al., 2004; Usman, 1999). Rohaeni (2010) telah
berhasil mengembangkan kriteria seleksi yang efektif untuk meningkatkan daya
hasil dan toleransi pada kondisi intensitas cahaya rendah. Kriteria seleksi yang
digunakan adalah indeks toleran dan jumlah polong isi. Informasi yang diperoleh
dari hasil analisis sidik lintas dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan
dalam kegiatan pemuliaan selanjutnya, untuk dijadikan sebagai kriteria seleksi
yang efektif dalam kegiatan pemuliaan ketahanan melon terhadap virus.
SIMPULAN
1.
2.
Berdasarkan 25 peubah genotipe, analisis gerombol pada genotipe melon
yang diuji menunjukkan tingkat kemiripan 1-75%. Pada tingkat kemiripan
85% menunjukkan empat kelompok. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe
yang merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan.
Kelompok II terdiri atas dua genotipe yang merupakan grup inodorous dan
termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yang
merupakan F1 persilangan dari grup cantaloupe dengan dudaim, yang
termasuk kategori genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe
yang merupakan F1 persilangan grup inodorous dengan dudaim dan induk
tahan dari grup dudaim.
Karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus
kuning pada melon, karakter ini dapat digunakan sebagai karakter seleksi
tidak langsung, melon dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap
penyakit virus kuning. Karakter lain yang bisa digunakan sebagai karakter
seleksi adalah warna daun dan ketegakan petiol daun.
46
PEMBAHASAN UMUM
Gejala infeksi penyakit virus kuning pada melon diawali dengan
terbentuknya bintik-bintik kuning pada daun, gejala selanjutnya berupa mosaik
yang jelas serta daun mengulung ke bawah, pada gejala lanjut tanaman mengalami
keriting dan kerdil.
Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20
genotipe melon menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim
dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus sebesar
0% dan sembilan belas genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan
kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar
66.85 - 98.11%. Data kuantitatif karakter pertumbuhan terlihat adanya perbedaan
yang jelas antara genotipe tahan dan genotipe rentan. Akibat penyakit virus
kuning pada genotipe rentan tanaman menjadi kerdil, hal ini terlihat dari ukuran
daun mengecil, jumlah ruas sedikit dan memendek serta tanaman pendek.
MEV1 (Dudaim) digunakan sebagai genotipe donor (tetua tahan) yang
memiliki gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tetua rentan dipilih dari
grup cantaloupe dan inodorous. Dasar pemilihan tetau selain pada kriteria
ketahanan juga diarahkan pada pengelompokan berdasarkan grup melon. Hal ini
untuk mengetahui bagaimana pola pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit
virus kuning pada beberapa grup melon.
Pengujian ketahanan pada populasi P1, P2 dan F1 menunjukkan data
intensitas serangan virus pada turunan pertama (F1) berkisar antara 3.77 sampai
7.28%, sehingga ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada sembilan
populasi F1 termasuk dalam kategori tahan. Data tersebut menunjukkan bahwa
gen pengendali ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon adalah
dominan. Adanya gen dominan pengendali ketahanan terhadap virus pada melon
juga dilaporkan oleh Sese dan Guillamon (2000).
Analisis ragam gabungan dua lingkungan (inokulasi dan endemik) pada
pengujian ketahanan populasi P1, P2 dan F1, menunjukkan bahwa genotipe
berpengaruh sangat nyata pada semua karakter yang diamati. Tidak terdapat
pengaruh lingkungan maupun pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan pada
karakter intensitas serangan virus. Genotipe dengan kategori ketahanan tahan
ataupun rentan akan menunjukkan respon yang sama pada lokasi pengujian yang
berbeda (inokulasi atau endemik). Hal ini menunjukkan bahwa metode inokulasi
(inokulasi masal) yang dilakukan bisa digunakan untuk menduga ketahanan
terhadap serangan virus kuning pada kondisi endemik.
Hasil pendugaan ragam genetik menunjukkan bahwa karakter intensitas
serangan virus memiliki nilai heritabilitas arti luas terbesar yaitu 99%, artinya
ragam fenotipe intensitas serangan virus sangat kecil dipengaruhi oleh lingkungan.
Roy (2000) menyatakan apabila nilai heritabilitas arti luas tinggi berarti pewarisan
sifat lebih banyak dipengaruhi oleh ragam genetik atau ragam genetik total dan
sedikit pengaruh lingkungan. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula
respon seleksi, berarti seleksi yang dilakukan (seleksi berdasar karakter intensitas
serangan virus) akan semakin efektif.
Pengujian ketahanan pada populasi F2 menghasilkan data sebaran indek
keparahan penyakit pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim, inodorous X
dudaim dan grup gabungan) dengan pola sebaran yang sama, yaitu sebaran satu
47
puncak dengan tingkat kemenjuluran yang nyata. Frekuensi F2 tidak menyebar
normal yang mengindikasikan ada pengaruh gen mayor yang mengendalikan
ketahanan terhadap penyakit virus kuning.
Berdasarkan hasil uji χ2 pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim,
inodorous X dudaim dan gabungan), diperoleh nisbah kesesuaian yang sama.
Nisbah yang sesuai berdasar pengelompokan dua kelas adalah 13:3, untuk
pengelompokan tiga kelas adalah 12:3:1, dan tidak ada yang sesuai untuk
pengelompokan empat kelas. Berdasarkan nilai probabiltas yang paling tinggi,
disimpulkan bahwa nisbah yang paling sesuai untuk ketiga grup melon tersebut
adalah 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa karakter ketahanan melon terhadap
penyakit virus kuning dikendalikan oleh dua pasang gen dengan aksi dominan dan
resesif epistasis.
Analisis gerombol pada 19 genotipe melon dengan tingkat kemiripan 85%,
menghasilkan pengelompokan genotipe menjadi empat gerombol. Kelompok I
terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7
dan MEV8, ketujuh genotipe tersebut merupakan grup cantaloupe dan termasuk
dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan
MEV19 yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok
III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1,
MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1. Ketujuh genotipe ini merupakan F1
(cantaloupe X dudaim), dan termasuk genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas
tiga genotipe tahan yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 (inodorous
X dudaim) serta MEV1 yang merupakan induk tahan dari grup dudaim.
Pengelompokan berdasarkan dendogram tidak jauh beda dengan pengelompokan
berdasarkan grup melon maupun berdasarkan kategori ketahanannya.
Hasil korelasi antar karakter menunjukkan bahwa petiol tegak memiliki
korelasi positif paling tinggi terhadap ketahanan terhadap virus dibandingkan
karakter lain, dengan nilai korelasi 0.9. Tingginya nilai korelasi menunjukkan
karakter petiol tegak memiliki hubungan positif yang erat dengan karakter
ketahanan virus. Karakter yang berkorelasi negatif paling tinggi adalah karakter
bingkul daun kuat (-0.805), artinya karakter bingkul daun kuat memiliki hubungan
negatif dengan ketahanan terhadap virus. Genotipe dengan karakter bingkul daun
kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus yang rendah. Karakter lain yang
memiliki korelasi negatif dan nyata adalah gerigi daun kuat (-0.63) dan warna
daun hijau tua (-0.63).
Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat
memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap
penyakit virus kuning. Nilai koefisien pengaruh langsung gerigi daun kuat sebesar
-0.529, hal ini menunjukkan 52.9% ekspresi dari ketahanan terhadap penyakit
virus kuning ditandai oleh kuat atau lemahnya gerigi pada daun. Hal ini
menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit
virus kuning. Tanaman dengan gerigi daun yang kuat akan memiliki ketahanan
terhadap virus lebih rendah, sebaliknya tanaman dengan gerigi daun lemah lebih
tahan terhadap serangan virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter
gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan
terhadap penyakit virus kuning.
Berdasarkan matrik sidik lintas, nilai pengaruh tidak langsung warna daun
hijau tua (WDT) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar 0.262, hal ini
48
menunjukkan bahwa semakin tua warna daun semakin rentan terhadap serangan
penyakit virus kuning. Nilai pengaruh tidak langsung dari karakter petiol daun
sedang (PTS) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar -0.18, menunjukkan
semakin datar posisi petiol daun, semakin rentan terhadap serangan virus kuning.
Ketahanan terhadap penyakit virus kuning bisa disebabkan oleh ketahanan
tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan
terhadap vektor pembawa virus, yaitu kutu kebul (Bemisia sp). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa genotipe melon yang diuji memiliki ketahanan terhadap
virus secara langsung. Ketahanan terhadap virus secara langsung ditunjukkan
pada analisis DNA dengan teknik PCR. Hasil visualisasi PCR menunjukkan
genotipe tahan positif terinfeksi virus, ditandai terbentuknya pita DNA dengan
ukuran + 1600 bp yang sama dengan kontrol positif sebagai pembanding yaitu
primer universal geminivirus. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa pada
genotipe tahan, terdapat virus yang ditularkan oleh Bemisia sp, namun tidak
muncul gejala serangan virus. Genotipe tahan mampu menghambat penyebaran
virus dalam tanaman sehingga tidak mengganggu metabolisme dalam tanaman.
Karakter morfologi daun melon pada genotipe tahan adalah memiliki daun
dengan gerigi halus, bingkul daun lemah, warna daun hijau cerah serta petiol
tegak. Hasil penelitian ini memiliki kemiripan dengan beberapa penelitian pada
tanaman kapas. Tanaman kapas dengan daun yang halus, jumlah trikhoma sedikit
dan warna daun hijau tua lebih tahan terhadap Bemisia sp. Morfologi daun
mempengaruhi aktifitas (makan dan bertelur) Bemisia sp sebagai vektor virus.
Morfologi daun yang sesuai untuk aktifitas Bemisia sp akan menyebabkan
populasi Bemisia sp pada daun semakin banyak, akibatnya serangan virus pada
tanaman semakin tinggi. Secara eksternal karakter morfologi daun mempengaruhi
ketertarikan dan aktifitas Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan nimfa pada
daun, sedangkan secara internal bisa dipengaruhi oleh pH daun (Butler dan
Wilson 1984). Adanya karakter morfologi daun yang terkait dengan ketahanan
terhadap penyakit virus kuning, menunjukkan terdapat peluang mendapatkan
genotipe yang memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung serta memiliki
ketahanan terhadap vektor pembawa virus, namun hal ini masih memerlukan
pengujian lebih lanjut.
Melon grup dudaim memiliki karakter kualitas buah yang rendah seperti:
rongga biji besar, warna totol pada buah dan bentuk buah yang mampat. Selain
karakter ketahanan ternyata sebagian besar karakter kualitas buah rendah juga
diwariskan kepada keturunan hasil persilangan dengan grup cantaloupe maupun
inodorous. Hal ini bisa terlihat dari hasil analisis gerombol pada kelompok IV, F1
hasil persilangan inodorous dengan dudaim mengelompok kedalam grup dudaim.
Diduga karakter ketahanan terhadap virus terkait dengan karakter kualitas buah
yang rendah. Hal ini tentunya memerlukan strategi pemuliaan untuk memecah
keterkaitan antara karakter ketahanan terhadap virus dengan karakter kualitas
buah rendah. Salah satu metode pemuliaan yang dapat dilakukan adalah metode
back cross.
Metode back cross (silang balik) merupakan persilangan balik dimana
sebuah karakter yang baik dari tetua donor ditambahkan pada tetua penerima
(Phoelman 1987). Pada metode ini diperlukan tetua donor dan tetua penerima
(recurrent parent). Tetua donor memiliki satu atau beberapa karakter yang baik
yang diperlukan (ketahanan terhadap virus), sedangkan tetua penerima memiliki
Download