Reef Fish Capture Process by Small Bottom Setnet

advertisement
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Setnet
Setnet adalah salah satu jenis alat tangkap yang dikategorikan pada alat
tangkap bentuk perangkap dan menetap sifatnya. Baik dalam konstruksi maupun
dalam pengoperasiannya jenis alat tangkap bentuk perangkap bukan lagi
merupakan sesuatu yang asing bagi nelayan di Indonesia. Alat penangkap ikan
bentuk perangkap yang mirip dengan setnet adalah sero, perbedaannya sero
terbuat dari bilah-bilah bambu sedangkan setnet terbuat dari bahan jaring. Alat
alat tangkap setnet sendiri masih dalam tahap ujicoba dan belum banyak
berkembang di tanah air. Menurut Nasution et al. (1986), ujicoba pertama setnet
di Indonesia dilakukan di Pacitan dan Teluk Segarawedi Prigi pada tahun 1982,
dengan hasil tangkap utamanya adalah Carangidae, Trichiuridae, Priacanthidae,
Sphyraenidae, Scombridae, Stromateidae dan Clupeidae.
Menurut Baskoro (1995), beberapa kelebihan setnet adalah sebagai
berikut: (1) dapat dioperasikan sepanjang hari, (2) ekonomis karena umumnya
dioperasikan di daerah pesisir yang dekat dengan pantai sehingga hanya
memerlukan sedikit bahan bakar, (3) mudah dalam pengoperasian, (4)
memerlukan sedikit waktu dalam pengoperasian sekitar dua sampai tiga jam, (5)
hasil tangkapan dalam keadaan hidup sehingga ikan tetap segar dan yang
berukuran kecil dapat dibudidayakan, (6) alat tangkap yang menetap dan selektif
karena hanya menangkap spesies yang bermigrasi.
Ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan setnet adalah ikan
yang datang beruaya ke arah pantai. Ikan yang dalam ruayanya dihadang dan
diusahakan dengan penghadangan itu, ikan akan merubah arah ruayanya menuju
jaring yang telah dipasang. Ikan yang menjadi target penangkapan adalah ikan
yang beruaya maka jaring haruslah dipasang pada tempat yang dilalui ikan
sehingga diperlukan pengetahuan tentang “jalan yang dilalui ikan” dan untuk
menemukan hal ini menghendaki pengamatan dan pengalaman (Ayodhyoa 1981).
Jalan yang dilalui oleh ikan ini, dihadang oleh leadernet sehingga ikan
diharapkan menuju ke arah jaring. Karena struktur dari jaring besar dan dipasang
10
disuatu musim, maka sukar untuk dipindah-pindahkan, maka faktor penentuan
tempat sangat penting. Kemudian jaring itu sendiri merupakan suatu bangunan
dalam air, maka perlu perhitungan yang teliti tentang material, kekuatan,
ketahanan dan lain-lain terhadap arus, gelombang, angin serta faktor oseanografi
lainnya.
Fishing ground alat tangkap setnet harus berlumpur, pasir, ataupun
campuran keduanya. Arus pada daerah fishing ground harus sekecil mungkin.
Akibat dari arus jaring akan mengalami perubahan bentuk, menghalang-halangi
ikan untuk memasuki jaring dan akan mengalami kesukaran pada waktu
pengangkatan
jaring.
Prinsip-prinsip
pengoperasian
setnet
telah
lama
dimanfaatkan di Indonesia, misalnya pada jermal, sero, kelong, dan lain-lain
sebagainya.
Umumnya ikan yang tertangkap oleh setnet dalam keadaan hidup sehingga
alat ini cocok dikembangkan untuk menangkap ikan karang dan ikan hias. Untuk
lebih mengoptimalkan hasil tangkapan, perlu terus dilakukan pengkajian dan
penelitian yang mendalam mengenai setnet. Dengan melihat kondisi negara kita
yang merupakan lintasan beberapa jenis ikan, luas terumbu karang dan perairan
dangkal Indonesia yang sangat besar, jumlah pulau-pulau yang banyak dengan
bentuk teluknya yang beraneka ragam, maka jenis alat tangkap ini dapat
berkembang pesat, sebagai salah satu usaha atau cara memodernisasi perikanan
rakyat dalam memanfaatkan sumberdaya ikan sebagai alternatif alat pemanfaat
sumberdaya ikan karang, yang berarti pula memajukan sumberdaya manusia
khususnya nelayan.
2.2 Konstruksi Setnet
Konstruksi setnet yang paling umum terdiri dari leadernet, playground,
dan bagnet. Konstruksi yang paling sederhana hanya terdiri dari leadernet dan
bagnet sedangkan konstruksi setnet yang paling rumit terdiri dari leadernet,
playground, Ascending/descending slope net, bagnet dan bagnet. Secara detail
konstruksi dan fungsi bagian-bagian setnet dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Leadernet; berfungsi untuk membimbing dan mengarahkan ikan-ikan menuju
badan jaring
11
(2) Playground, merupakan bagian badan jaring paling depan yang berfungsi
untuk menampung ikan-ikan yang telah berhasil dibimbing dan digiring oleh
leadernet
(3) Ascending/descending slope net; yaitu bagian jaring yang berfungsi untuk
mengarahkan ikan-ikan yang tertampung pada playground agar terus bergerak
menuju kantong jaring
(4) Bagnet, kantong jaring yang merupakan bagian akhir dari badan jaring
berfungsi untuk mengumpulkan ikan yang kemudian ditangkap dan diangkat.
Beberapa jenis setnet memiliki bagian tambahan berupa bagnet kecil atau
perangkap-perangkap kecil tambahan agar lebih mudah dalam memanen hasil
tangkapan.
Besar
kecilnya
skala
setnet
biasanya
disesuaikan
dengan
jenis
ikan/perairan yang akan dijadikan target tangkapan, kondisi dan karakter daerah
penangkapan/fishing ground. Setnet skala besar ukuran jaring utamanya (dari
ujung bagnet sampai ujung playground) mencapai lebih dari 45 meter. Setnet
skala menengah ukuran jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung
playground) berkisar antara 25 meter sampai 45 meter. Setnet skala kecil ukuran
jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung playground) kurang dari 25
meter.
Daerah
penangkapan
ikan
untuk
pemasangan
setnet
harus
memperhitungkan faktor-faktor keberadaan ikan, arah ruaya ikan, faktor
oseanografi, lingkungan sekitar seperti sarana dan prasarana transportasi,
penyimpanan hasil tangkapan, adanya usaha perikanan di bidang pengolahan,
adanya pelabuhan perikanan atau tempat pelelangan ikan dan faktor pendukung
lainnya.
Menurut Martasuganda (2008) secara lengkap bagian-bagian dari setnet
jenis trap net dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Leadernet (penaju/penggiring)
(2) Playground (serambi/ruang bermain) : serambi membujur, serambi
bagian laut, serambi bagian darat, serambi bagian ujung
(3) Wings (sayap pintu) : bagian serambi, bagian jaring menaik
12
(4) Ascending slope net (jaring menaik)
- Jaring menaik luar : bagian laut, bagian darat, bagian bawah
- Jaring menaik dalam : bagian laut, bagian darat, bagian bawah
(5) Bagnet (kantong) : bagian laut, bagian darat, bagian bawah, bagian
pangkal, bagian ujung
(6) Kantong tambahan : bagian ujung, bagian pangkal
(7) Pelampung
(8) Pelampung rangka utama
(9) Pelampung rangka
(10) Pemberat rangkan utama
(11) Pemberat rangka
(1) Leadernet
Leadaernet adalah bagian setnet yang bentuknya menyerupai pagar. Dalam
bahasa Jepang disebut kaki ami, sedang dalam Bahasa Indonesia disebut
penaju. Bentuk penaju umumnya menyerupai bentuk gillnet yang fungsinya
untuk menghadang dan mengarahkan kelompok ikan supaya mau menuju ke
arah jaring utama.
Pemasangan penaju yang baik adalah dipasang secara lurus atau tidak
berbelok-belok dan harus bisa menghadang arah ruaya ikan agar ikan menuju
ke jaring utama. Pemasangan biasanya disesuaikan dengan jenis setnet, daerah
penangkapan, jenis ikan dan jarak jaring dari garis pantai.
Tingginya jaring penaju disesuaikan dengan kedalaman perairan yang dilewati
penaju. Sebagai patokan tinggi jaring penaju disamakan dengan kedalaman
perairan yang dilewati penaju pada saat pasang tertinggi. Panjang jaring
penaju tergantung dari jarak jaring utama ke garis pantai, makin jauh jaring
utama dari garis pantai maka semakin panjang pula penaju yang akan
dipasang.
Ukuran mata jaring (mesh size) penaju harus disesuaikan dengan musim, ikan
ikan, ukuran ikan yang menjadi target tangkapan yang beruaya ke tempat
pemasangan setnet. Bahan jaring untuk penaju terbuat dari bahan alami seperti
ijuk, manila rope, straw dan yang terbuat dari bahan sintetis seperti saran,
nylon, cremona, vynilon dan lainnya.
13
(2) Playground
Playground atau serambi dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai jaring
pengurung sedang dalam Bahasa Jepang disebut undojo atau kakoi ami, untuk
Bahasa Inggris playground. Bagian serambi ada yang dilengkapi dengan
jaring serambi dasar dan ada yang tidak.
Fungsi serambi adalah sebagai penampungan sementara sebelum ikan atau
kelompok ikan diarahkan untuk memasuki jaring bagian kantong. Ukuran luas
serambi berbeda sesuai dengan jenis dan skala setnet yang dipergunakan, pada
umumnya semakin luas serambi, kelompok ikan akan semakin lama berada di
dalam serambi. Semakin lama kelompok ikan berada dalam serambi maka
akan semakin besar pula kemungkinan kelompok ikan menuju ke arah jaring
menaik yang selanjutnya ikan akan memasuki bagian kantong.
(3) Sayap pintu
Sayap pintu atau disebut juga daun pintu, dalam bahasa Jepang disebut Soji
atau Ha guchi sedangkan dalam bahasa Inggris disebut winkers. Fungsi dari
daun pintu atau sayap pintu adalah untuk mencegah atau mempersulit
gerombolan ikan yang telah masuk ke dalam serambi supaya tidak mudah
keluar lagi, dengan demikian kelompok ikan diharapkan bisa mengarah ke
bagian kantong. Panjang daun pintu berkisar antara 0,3-0,5 kali kedalaman
pada pintu masuk. Besarnya mesh size daun pintu yang dipakai untuk tujuan
penangkapan ikan yellowtail berkisar antara 15-18 cm dengan hang-in ratio
berkisar antara 0,3-0,4.
(4) Ascending slope net
Ascending slope net dalam bahasa Jepang disebut nobori ami, dalam bahasa
Inggris diartikan ramp, funnel, ascending slop atau climb way. Jaring menaik
terdiri dari dua bagian yaitu jaring menaik bagian dalam kantong yang disebut
jaring menaik bagian dalam. Jaring menaik bagian dalam merupakan lanjutan
dari jaring menaik bagian luar. Fungsi jaring menaik adalah untuk
mengarahkan ikan yang berada di bagian serambi ke bagian kantong dan akan
mempersulit ikan tidak meloloskan diri dari jaring bagian kantong.
14
Panjang jaring menaik bagian dalam dan bagian luar antara 1,4 – 1,9 kali
kedalaman pada pintu masuk, sudut kemiringan bagian luar berkisar 16 - 220
dan jaring menaik bagian dalam lebih kecil dari 16 - 220.
(5) Bagnet
Bagnet (kantong) dalam perikanan setnet adalah bagian akhir dari alat tangkap
setnet yang merupakan bagian tempat penampungan ikan dan sekaligus tempat
pengambilan hasil tangkapan. Dalam bahasa Jepang disebut hako ami, fukuro
ami, uo dori yang artinya jaring kantong. dalam bahasa Inggris diartikan
bagnet, kip, cod end, crimb, main net of setnet.
Untuk menampung ikan pada bagian kantong diperlukan jaring yang kuat dan
bahan jaring di bagian kantong ini umumnya memakai benang sintetis seperti
saran atau benang sintetis lainnya dengan nomor benang 1000 d28 - 36,
jaringnya yang dirangkap memakai mata jaring kecil dengan nomor benang
yang besar.
(6) Kantong tambahan
Kantong tambahan biasanya dipasang pada salah satu bagian atau beberapa
bagian jaring kantong utama baik di bagian ujung atau bagian pangkal kantong
utama. Bentuk dari kantong tambahan ada bermacam-macam bentuk seperti
kerucut, persegi atau bentuk lain. Bagian kantong tambahan, umumnya
dilengkapi dengan jaring penutup bagian atas.
Ukuran dari jaring kantong tambahan sangat bervariasi dan disesuaikan
dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Bahan jaring yang dipakai biasanya
terbuat dari bahan sintetis seperti saran atau bahan sintetis lainnya. Nomor
benang yang di pakai untuk tujuan penangkapan yellowtail nomor 1000 d/28 50, mesh size 7,6 – 9,1 cm dengan hang-in ratio berkisar 0,3 – 0,4.
Fungsi utama pemasangan kantong tambahan adalah : Untuk mencegah
supaya ikan tidak keluar dari kantong utama; Pada saat kondisi perairan tidak
mendukung untuk memanen hasil tangkapan dari kantong utama, pengambilan
ikan dari kantong tambahan bisa dilakukan; Untuk memprediksi keberadaan,
15
jenis dan jumlah ikan yang ada di dalam kantong utama sebelum dilakukan
pengambilan.
(7) Pelampung
Pelampung terdiri dari dua bagian yaitu pelampung jaring utama atau
pelampung pondasi (main buoy) dan pelampung rangka float. Pelampung
jaring utama terdiri dari pelampung jaring utama yang berada di sebelah
serambi dan sebelah kantong.
Jenis, bentuk, ukuran dan daya apung dari pelampung rangka utama biasanya
disesuaikan dengan jenis setnet dan kondisi perairan. Bahan pelampung
rangka utama terdiri dari sintetis atau metal. Fungsi dari pelampung rangka
utama dan pelampung rangka adalah untuk menjaga bentuk rangka setnet
supaya tidak berubah dan posisi setnet selalu menetap dan stabil di dalam air.
(8) Pemberat
Pemberat terdiri dari dua macam yaitu pemberat rangka dan pemberat jaring.
Bentuk pemberat yang dipakai ada yang berbentuk jangkar, balok-balok beton
atau pemberat yang terbuat dari kantong berisi pasir. Untuk pemberat yang
terbuat dari kantong berisi pasir disebut ”pemberat karung berisi pasir”.
Pemberat pada setnet umumnya mempergunakan balok-balok beton atau
jangkar yang bisa diangkat kembali setelah pemasangan setnet di perairan.
Pemberat yang dipakai biasanya disesuaikan dengan besar kecilnya skala
setnet, dasar perairan, kondisi perairan seperti kecepatan arus dan lainnya.
Untuk daerah penangkapan berarus kuat, berat satu pemberat berkisar antara
10 - 22 kg untuk berarus sedang berkisar antara 6 - 11 kg sedang untuk
berarus lemah beratnya antara 4 - 6 kg. Ketebalan atau diameter pemberat
yang memakai wire rope berkisar antara 12 - 22 mm dan untuk bahan dari
manila rope antara 24 - 39 mm.
2.3 Hubungan Antara Setnet dengan Tingkah Laku Ikan
Dibandingkan alat tangkap lain, setnet banyak berhubungan erat dengan
tingkah laku ikan. Setnet merupakan jenis alat tangkap diam tidak bergerak,
sifatnya hanya menunggu kelompok ikan yang datang menghampiri dan
tertangkap di dalam jaring. Harapan untuk memperoleh hasil tangkapan sangat
16
tergantung pada leadernet dalam membimbing dan mengarahkan ikan menuju
badan jaring.
2.3.1
Tingkah laku ikan terhadap leadernet
Fungsi leadernet adalah membimbing, menggiring serta mengarahkan
ikan-ikan menuju badan jaring. Leadernet umumnya dipasang pada posisi
memotong garis pantai. Leadernet terbuat dari benang dengan ukuran mata jaring
yang besar dan beragam antara 35 - 45 cm. Ukuran mata demikian berarti jauh
lebih besar daripada ukuran tinggi tubuh ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Menurut Gunarso (1992) menunjukkan hasil telahaan adanya hubungan
linier antara banyaknya ikan yang terjerat pada leadernet dengan banyaknya ikan
yang tertangkap pada kantong jaring. Hampir sebanyak 10 - 20% kelompokkelompok ikan yang bergerak sepanjang leadernet akan memasuki badan jaring.
Ikan yellowtail yang umumnya bergabung dalam kelompok-kelompok biasanya
berenang dengan kecepatan 80 cm per detik sepanjang leadernet dengan tetap
menjaga jarak sekitar 10 - 15 m dari leadernet. Saat mendekati jaring kelompokkelompok tersebut akan menyelam secara tiba-tiba pada kedalaman sekitar 70 150 m.
Lebih lanjut Gunarso (1992) menyatakan bahwa ada beberapa reaksi ikan
yang diperoleh pada pengamatan dan telaahan baik merupakan rangkaian
pengamatan tingkah laku ikan maupun pengamatan waktu yang lama antara lain :
(1) Ikan sardin membentuk kelompok besar dan berenang sepanjang leadernet
mereka akan tetap membentuk dan mempertahankan jarak terhadap leadernet.
Jarak tersebut akan semakin besar bila kelompok tersebut melawan arus.
Kelompok ikan sardin berenang dekat permukaan dan datang dari arah lepas
pantai biasanya mereka akan menyelam ke lapisan yang lebih dalam bila
mendekati leadernet.
(2) Jenis ikan yellowtail yang berenang dalam kelompok besar akan
memperlambat kecepatan renangnya menjelang tiba pada leadernet.
Kelompok ini akan segera menyelam bila menjumpai gosong-gosong karang
maupun tali jangkar.
17
(3) Kelompok ikan yang berada dalam ketakutan misalnya diburu oleh predator,
akan berenang menerobos jaring ataupun menyelamatkan diri dengan bolakbalik menerobos leadernet.
(4) Kelompok ikan yang besar datang dengan tegak lurus terhadap leadernet,
mereka tidak akan segera merubah arah renang untuk mengikuti arah
rentangan leadernet. Setelah beberapa selang kemudian barulah mereka
lakukan dengan tetap membuat jarak tertentu terhadap leadernet. Bila ada
yang berenang menembus leadernet melalui mata jaring yang besar-besar,
maka selang beberapa waktu barulah ikan-ikan yang berada di sebelah
belakang akan mengikuti teman-teman terdahulu.
(5) Pada umumnya ukuran mata jaring pada leadernet sesuatu alat penangkap
setnet akan lebih besar daripada ukuran tinggi tubuh ikan. Hal ini akan
semakin jelas bila yang datang kelompok ikan sardin atau ikan jack mackerel
yang ukuran tinggi tubuhnya relatif rendah bila dibandingkan dengan jenis
ikan salmon.
(6) Pada saat leadernet terjurai dari bahan benang serat alami dengan ukuran mata
jaring yang besar, seringkali ikan yellowtail akan melarikan diri dengan jalan
menerobos dinding jaring leadernet tersebut.
(7) Leadernet yang berada dalam air dalam waktu yang lama akan menjadi kotor
dan fungsinya sebagai pembimbing dan penggiring ikan untuk bergerak ke
arah mulut jaring akan semakin turun. Hal ini berarti bahwa hasil tangkapan
akan semakin turun.
(8) Mekanisme leadernet dalam membimbing ikan berkait erat dengan tingkat
visibilitas atau terlihatnya bahan jaring serta getaran arus eddy sebagai akibat
terpaan arus pasang surut terhadap jaring.
2.3.2
Tingkah laku ikan terhadap playground
Tingkah laku ikan pada setnet khususnya pada bagian playground dapat
diuraikan bahwa setelah melewati mulut jaring, ikan-ikan akan memasuki bagian
tubuh jaring. Ikan-ikan yang memasuki tubuh jaring dikelompokkan menjadi dua,
yaitu kelompok yang melanjutkan gerak renangnya menuju bagian funnelnet
setelah terlebih dahulu melewati bagian yang menanjak, sedang kelompok lainnya
18
adalah ikan-ikan yang tidak langsung menuju ke bagian funnelnet akan tetapi
mereka bermain-main dan berputar-putar pada playground (Gunarso 1992).
Derajat penentuan ikan-ikan melewati bagian setnet berkaitan erat dengan
beberapa faktor seperti faktor ukuran mata jaring pada bagian leadernet, ukuran
mulut jaring, ukuran bagian funnel net, ukuran mulut kantong serta jenis ikan itu
sendiri. Rasio ikan yang masuk ternyata berbeda untuk masing-masing jenis ikan
dapat dikategorikan menjadi tipe “approaching dan non-approaching” dalam
Gunarso (1992) yaitu tipe pertama adalah jenis-jenis ikan yang mudah dan cepat
mendekat serta memasuki jaring, namun ikan-ikan ini cepat dan mudah
meninggalkan jaring. Contoh ikan jenis ini antara lain yellowtail, black sea bream,
sea bass, shad, grunt, cod, flounder, atka mackerel, plaice dan lainnya. Tipe
kedua, tipe non-approaching adalah jenis-jenis ikan yang sukar untuk dibimbing
agar memasuki jaring, akan tetapi sekali memasuki jaring, mereka akan sukar
untuk melarikan diri saat mereka tertangkap. Contoh ikan-ikan jenis ini adalah
mackerel, jack mackerel, scad, cakalang, tuna, saury pike, Spanish mackerel dan
lain-lain.
2.4 Sumberdaya Ikan Karang
2.4.1
Klasifikasi dan anatomi ikan karang
Dalam Indonesian Coral Reef Foundation (2004), dikemukakan bahwa
klasifikasi ikan karang adalah sebagai berikut :
Philum
: Chordata
Klas
: Osteichthyes
Ordo
: Perciformes
Famili
: contoh (Lutjanidae)
Genus
: Contoh (Lutjanus)
Spesies
: Contoh ( Lujanus kasmira)
Sedangkan anatomi ikan karang, secara umum dapat dilihat pada Gambar 2
berikut :
19
Keterangan Gambar
eye
= Mata
dorsal fin
= Sirip punggung
caudal fin
= Sirip ekor
mouth
= Mulut, alat makan
gill cover
= Insang sebagai organ pernapasan
anal fin
= Sirip bawah dekat ekor
lateral line
= Gurat sisi sebagai alat sensor
pectoral fin
= 2 sirip dekat kepala
ventral fin
= 2 sirip pada perut
Gambar 2 Anatomi ikan karang (Indonesian Coral Reef Foundation 2004)
2.4.2
Ikan karang yang umum ditemukan di Kawasan Konservasi Laut
Salah satu sumberdaya hayati penting yang ada di Kawasan Konservasi
Laut (KKL) adalah sumberdaya ikan karang. Bermacam jenis ikan karang dapat
ditemukan di KKL pada daerah yang memiliki terumbu karang. Jenis ikan yang
melimpah di KKL antara lain ikan kepe-kepe (Chaetoddontidae), betok laut
(Pomacentridae) yang berwarna-warni, ikan kakatua (Scaridae), ikan trigger
(Balistidae), dan lain sebagainya. Sumberdaya ikan karang dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu golongan ikan hias (ornamental fish) dan golongan ikan
konsumsi (food fish).
20
Secara lengkap, jenis-jenis family ikan karang yang umum ditemukan di
kawasan konservasi laut adalah sebagai berikut:
(1)
Labridae (ikan cina-cina)
(2)
Scaridae (ikan kakatua)
(3)
Pomacentridae (ikan betok)
(4)
Acanthuridae (ikan butana/surgeon fish)
(5)
Siganidae (ikan beronang)
(6)
Zanclidae (Moorish idol)
(7)
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe/butterfly fish)
(8)
Pomacantridae (ikan kambing-kambing/angel fish)
(9)
Blennidae yang bersifat demersal dan menetap
(10) Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap
(11) Apogonidae (ikan beseng), nokturnal, memangsa avertebrata, karang dan
ikan kecil.
(12) Ostaciidae yang menyolok dalam bentuk dan warna
(13) Tetraodontidae yang menyolok dalam bentuk dan warna
(14) Balistidae (ikan pakol) yang menyolok dalam bentuk dan warna
(15) Serranidae (ikan kerapu) pemangsa dan pemakan ikan
(16) Lutjanidae (ikan kakap) pemangsa dan pemakan ikan
(17) Lethrinidae (ikan lencam) pemangsa dan pemakan ikan
(18) Holocentridae (ikan swangi) pemangsa dan pemakan ikan
Terdapat sepuluh famili utama ikan karang yang berperan sebagai
penyumbang produksi perikanan yakni: (1) Caessiodidae, (2) Holocentridae, (3)
Serranidae (4) Siganidae, (5) Scaridae, (6) Lethrinidae, (7) Priacanthidae, (8)
Labridae, (9) Lutjanidae, (10) Labridae (11) Siganidae (12) Harpodontidae dan
(13) Haemulidae. Dari ketiga belas famili utama ini yang tergolong ikan karang
konsumsi diantaranya Caesiodidae (ekor kuning), Labridae (napoleon), Scaridae
(kakatua), Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap), Harpodontidae (nomei) dan
Siganidae (baronang).
Sebagian besar sumberdaya ikan karang bertulang keras (teleostei) dan
merupakan ordo Percicormes. Ikan karang merupakan jenis ikan demersal yang
hidup di daerah perairan dengan dasar yang ditumbuhi karang. Ikan karang ini
21
merupakan sumberdaya yang penting sebagai sumber protein hewani bagi
kehidupan manusia (Adrim 1997).
2.4.3
Pengelompokan ikan karang
Menurut Pentury et al. (1995), Pengelompokkan ikan karang berdasarkan
cara makannya dibedakan menjadi: benthic feeder, mid water feeder, dan plankton
feeder. Lebih lanjut ditegaskan oleh Mc Connaughey dan Zottoli (1983) dan
Syukur (2000) diacu oleh Nasution (2001) bahwa ikan yang tergolong herbivora
adalah ikan yang aktif mencari makan pada siang hari, sedangkan ikan karnivor
umumnya aktif mencari makan pada malam hari.
Pengelompokan ikan karang berdasarkan pola distribusi dibedakan
menjadi: (1) distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang.
Menurut Hamelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan
bahwa ikan-ikan karang yang dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal
adalah sebagai berikut :
(1) Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen , seperti famili Gobiidae,
Ophichtidae, Trichonotidae, dst;
(2) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili
Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae, dst;
(3) Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili
Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst;
(4) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti famili
Pomacendtridae, Blenidae, Synodonthidae, Monacantidae, dst;
(5) Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili
Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthurdae, Balistidae, Zanclidae, dst;
(6) Spesies ikan karang yang hidup di kolam air, sperti famili Tylosuridae,
Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst.
Ikan-ikan karang yang mengikuti pola distribusi harian dibagi dalam 2
kelompok utama yaitu: kelompok ikan diurnal dan kelompok ikan nokturnal. Ikan
diurnal (ikan siang) merupakan kelompok terbesar di ekosistem terumbu karang.
Termasuk kelompok
ikan diurnal adalah famili Pomacentridae, Labridae,
Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae,
22
Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan Gobiidae. Mereka makan dan tinggal
di permukaan karang serta memakan plankton yang lewat di atasnya (Allen dan
Steenes (1990) dan Syukur (2000) diacu oleh Marschiavelli (2001).
Pada malam hari kelompok ikan diurnal akan masuk dan berlindung di
dalam terumbu karang dan digantikan oleh kelompok ikan nokturnal (ikan
malam). Pada malam hari kelompok ikan nokturnal keluar mencari makan dan
disiang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua atau ke celah-celah karang. Termasuk
ikan
nokturnal
adalah
famili
Holocentridae,
Apogonidae,
Haemulidae,
Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae.
Menurut Indonesian Coral Reef Foundation (2004), Pengelompokan ikan
karang berdasarkan periode aktif mencari makan dibedakan menjadi :
(1) Ikan nocturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari
Suku Holocentridae (swanggi), Suku Apogoninade (beseng), Suku
Hamulidae, Priacanthidae (bigeyes), Muraenidae (eels), Seranidae (jewfish)
dan beberapa dari suku dari Mullidae (goatfishes) dan lain-lain.
(2) Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku
Labraidae
(wrasses),
Chaetodontidae
(butterflyfishes)
Pomacentridae
(damselfishes), Scaridae (parrotfishes), Acanthuridae (surgeonfishes),
Bleniidae
(blennies),
Balistidae
(triggerfishes),
Pomaccanthidae
(angelfishes), Monacanthidae, Ostracionthidae (boxfishes), Etraodontidae,
Canthigasteridae, dan beberapa dari Mullidae (goatfishes).
(3) Ikan crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku
Sphyraenidae (baracudas), Serranidae (groupers), Carangidae (jacks),
Scorpaenidae (lionfishes), Synodontidae (lizardfishes), Carcharhinidae,
Lamnidae, Spyrnidae (sharks) dan beberapa dari Muraenidae (eels).
Pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya dibedakan menjadi :
(1) Ikan target; ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih
dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti;
Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae,
Siganidae, Labridae (chelinus, himigymnus, choerodon) dan Haemulidae.
23
(2) Ikan indikator; sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini
erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari famili
Chaetodontidae (kepe-kepe).
(3) Ikan lain (mayor famili); ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan
banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae,
Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae, dan lain-lain).
2.4.4
Karakteristik ikan karang
Dalam Indonesian Coral Reef Foundation (2004), dikemukakan
karateristik ikan karang terdiri dari ikan target, ikan indikator, dan ikan famili
utama. Ikan target merupakan ikan yang menjadi target untuk penangkapan atau
lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi. Karakteristik
dari berbagai famili ikan target sebagai berikut :
(1) Serranidae
Famili Serranidae umumnya lebih dikenal dengan nama grouper, rock cods,
coral trout, kerapu, sunu, lodi. Famili ini mempunyai banyak subfamili
seperti Anthiniinae (anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan
Pseudogrammitinae (podges). Umumnya famili serranidae lebih senang hidup
soliter (jarang ditemukan berpasangan). Biasanya famili ini bersembunyi di
gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang dapat mencapai 2 m dengan
berat badan dapat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora yang memakan
ikan, udang dan crustacea. Beberapa spesies dari famili Serranidae
Anyperodon
leucogramminicus,
Chephalopolis
miniata,
Epinephelus
quoyanus dan Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets,
sea-perch, nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang,
merah, orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir terumbu karang dan
jauh dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu
bermain di atas celah-celah karang.
(2) Lutjanidae
Famili ini lebih terkenal dengan nama snappers, seabass, kakap, jenahan,
jambihan dan samassi. Famili Lutjanidae dapat dijumpai hidup di perairan
dangkal sampai laut dalam. Bentuk tubuh memanjang, agak pipih, badan
24
tinggi dan mempunyai gigi taring. Famili Lutjanidae memiliki warna merah,
putih, kuning kecoklatan dan perak. Sebagian dari famili ini hidup
bergerombol. Merupakan predator ikan, crustacea, dan plankton feeders.
Mengalami perubahan bentuk pada ikan yang masih kecil dan setelah menjadi
dewasa. Sebagai contoh dapat dilihat pada ikan Lutjanus kasmira, Lutjanus
biguttatus, Lutjanus sebae, dan Macolor niger.
(3) Lethrinidae
Famili ini dikenal dengan nama emperor, asual, asuan, gotila, gopo, ketamba
lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Famili Lethrinidae umumnya ditemukan
di daerah berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir. Famili
Lethrinidae memiliki warna tubuh bervariasi untuk setiap jenis, tetapi ada
beberapa jenis dapat berubah dengan cepat. Hal ini hampir mirip dengan
famili Lutjanidae tetapi memiliki kepala agak runcing. Ukuran panjang tubuh
famili ini bisa mencapai 1 meter. Tergolong karnivora dengan memakan
bermacam hewan di pasir dan patahan karang,
(4) Acanthuridae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama surgeons, botana, maum, marukut
dan kuli pasir. Famili Acanthuridae memiliki duri
pada pangkal ekor
berjumlah 1 dan 2. Duri ini sangat tajam seperti pisau operasi dan
mengandung bisa. Famili ini memiliki kulit tebal dengan sisik halus.
Tergolong herbivora dan hidup secara bergerombol di daerah karang yang
dangkal, contoh : Naso vlamingii, Zebrasoma scopes.
(5) Mullidae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama goatfishes, biji nangka, kambing.
Famili Mullidae memiliki jenggot (barbell). Umumnya famili ini memiliki
warna merah, kuning dan siver. Hidup dan mencari makan di dasar perairan
atau pasir. Contohnya : Parupeneus bifasciatus dan Upeneus tragula.
(6) Siganidae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama rabbit fishes, baronang, cabe,
lingkis, sumadar. Famili Siganidae memiliki tubuh lebar dan pipih ditutupi
sisik halus. Famili ini memiliki warna yang bervariasi, pada punggung
terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan. Famili Siganidae
25
memiliki duri-duri sirip yang berbisa, racunnya dapat menyebab rasa perih
bila tertusuk durinya. Ukuran panjang tubuh berkisar 30 - 45 cm. Famili ini
umumnya memakan rumput laut dan alga.
(7) Haemulidae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama sweetlips, tiger, grunts dan bibir
tebal. Famili Haemulidae ini ditemukan hidup pada gua-gua karang memiliki
kulit halus dan licin. Salah satu ciri Haemulidae adalah memiliki bibir yang
tebal. Famili ini memiliki warna yang terus berubah selama masa
pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh : Plectrorincus
orientalis.
(8) Labridae
Famili Labridae khusus genus Cheilinus, Chaerodon dan Hemigymnus
dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran tubuh yang agak besar
(medium size 20-130 cm). Famili ini aktif mencari makan pada waktu siang
hari (diurnal). Famili ini tergolong ikan yang sulit untuk didekati (pemalu).
sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang di kedalaman
10-100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang kecil dan invertebrata.
Contoh Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus insidiator, Choerodon
anchorago, Cheilinusb fasciatus, Labroides sp.
(9) Nemipteridae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama spine cheeks, monocle-bream,
pasir-pasir, alooumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Memiliki warna yang
terang. Famili ini sering ditemukan pada dasar perairan berpasir dan patahanpatahan karang (rubble). Sepintas terlihat selalu selalu diam, tapi bila terusik
akan segera berenang dengan cepat. Famili ini agresif pemakan invertebrata,
ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (benthic feeders). Famili ini sebagian
hidup soliter dan sebagian lagi bergerombol. Ikan ini tergolong diurnal yang
aktif disiang hari dan pada malam beristirahat diantara karang-karang. Famili
ini mengalami perbedaan pada saat masih kecil dan berubah setelah tumbuh
dewasa.
(10) Priacanthidae
26
Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk dan mata besar.
Famili Priacanthidae ini memiliki ciri-cirinya bermata besar dan umumnya
berwarna merah. Sebagian hidup pada laut dalam. Tergolong ikan nokturnal
yang aktif mencari makan pada malam hari, dan sebaliknya pada siang hari
bersembunyi di gua-gua karang. Famili ini sangat sulit diidentifikasi di bawah
air karena antara spesies memiliki kemiripan, untuk itu sebaiknya diambil
spesimen.
(11) Carangidae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama gabua, putih dan kue. Famili
Carangidae termasuk ikan perenang cepat, dan tergolong ikan pelagis.
Umumnya carangidae hidup secara bergerombol (schooling) dan bersifat
karnivora (waktu kecil makan zooplanton). Ukuran tubuh famili carangidae
dapat mencapai 2 meter.
(12) Sphraenidae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama baracuda dan alu-alu. Famili
Sphraenidae tergolong ikan perenang cepat. Biasanya hidup secara
bergerombol (schoooling). Famili Sphraenidae ini memiliki gigi-gigi yang
tajam dan runcing.
Karateristik ikan indikator sebagai berikut :
(1) Chaetodontidae
Famili ini dikenal dengan sebutan butterfly, daun-daun, dan kepe-kepe.
Famili Caetodontidae umumnya hidup berpasangan, walaupun ada juga
sebagian hidup yang bergerombol (scooling). Famili ini memiliki ukuran
tubuh kurang dari 6 inchi, dengan tubuh berbentuk bulat dan pipih. Pola
gerakannya lamban atau lemah gemulai. Cara makan di atas karang seperti
kupu-kupu. Warna tubuh umumnya cemerlang, kuning, putih dengan tompel
hitam dan pola bergaris pada mata serta mata selalu ditutupi strip hitam.
Makanan utamanya adalah polip karang, algae, cacing dan invetebrata lain.
Famili Caetodontidae tergolong ikan diurnal yang aktif mencari makan
disiang hari.
27
Karateristik dari berbagai ikan famili utama sebagai berikut :
(1) Pomacentridae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama damselfish, betok laut, dan
dakocan. Memilik bentuk badan yang pipih dan nampak dari samping
berbentuk bulat. Famili Pomacentridae meruapakan ikan kecil terbanyak di
terumbu karang. Makanan utamnya adalah plankton, invetebrata, dan alga.
Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon (Amphiprion). Famili
Pomacentridae mempunyai banyak genus diantaranya adalah: Genus Cromis,
Genus Pomacentrus, Genus Abudefduf , Genus Dascyllus dan Genus
Amphiprion.
(2) Caesionidae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama fusilier, ekor kuning, sulih, suliri,
dan sunin. Contoh dari Famili ini adalah Genus Caesio yang merupakan ikan
perenang cepat. warna umumnya biru, kuning bagian belakang dan perak.
Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya zooplankton.
Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp.
(3) Scaridae
Famili ini umumnya dikenal dengan nama parrotfishes, kakatua, dan bayam.
Gigi hanya dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru
dan hijau, sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang
memakan karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang
mirip. Sering mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi.
(4) Holocentridae
Famili ini dikenal dngan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang,
murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya
berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala
dan sirip berbisa dan banyak mirip antar spesies. Warna tubuh merah, perak
dan mempunyai tompel dan garis.
(5) Pomacanthidae
Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis.
Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antra 30-39 cm.
Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri)
28
dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan di
bawah tutup insang berduri dan makananya alga dan spongs. Contoh:
Centropyge sp, Pomachantus sp.
(6) Apogonidae
Famili ini dikenal dengan sebutan cardinal, beseng, belalang, seriding,
capungan. Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi dengan ukuran
lebih kecil antara 5-15 cm, agak buntek, sirip-sirip transparan, warna kuning,
merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris. Contoh :
Apogon cyanosoma, Cheilodipterus artus.
(7) Scorpaenidae
Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini
penuh dengan duri yang berbisa 3-5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan
predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang,
kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya coklat, merah, putih, hitam dan
kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki
duri beracun.
(8) Balistidae
Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut,
gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang
kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang.
Makanannya kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae.
Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam
ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku.
(9) Aulostomidae
Famili ini dikenal dengan sebutan shimpfish, pisau-pisau. Ditemukan
bergorombol pada karang bercabang, berenang secara vertikal, dan juvenil
bermain pada bulu babi.
(10) Phempheridae
Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper. Warna umumnya coklat
kekuningan, bentuk tubuh sperti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip.
Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15-25 cm.
29
(11) Tetraodontidae
Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhish dan
Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk
tubuh agak runcing, dan flexibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif
pada waktu malam. Memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial
bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang.
(12) Zanclidae
Famili ini dikenal dengan sebutan morish idol. Hidup pada terumbu karang,
berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan
belakang hitam.
(13) Ephippidae
Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar,
perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan
plankton.
2.5
Penglihatan dan Warna pada Ikan Karang
2.5.1
Penglihatan ikan karang
Kualitas pandangan di bawah air sangat minim sehingga sebagian besar
ikan akan tergantung kepada indera penglihatannya untuk mendapatkan
informasi disekelilingnya (Guthrie and Muntz 1993)..
Menurut Tamura (1957), menentukan sumbu penglihatan terlebih dahulu
mengetahui kepadatan cone cells yang biasanya terletak pada area dorsotemporal, temporal dan ventro-temporal di retina mata ikan. Bidang
penglihatan yang dihasilkan dari menarik garis lurus dari bagian retina menuju
ke titik lensa mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah
depan (fore) dan arah depan-naik (upper-fore).
Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa retina ikan umumnya terdiri dari
tiga tipe pada lapisan indera penglihat (visual cell layer), yaitu single cone,
double/twin cone dan rod cells. Ada beberapa spesies ikan yang memiliki cone
cells tunggal yang bergabung dengan ukuran yang serupa, dikenal dengan twin
cone. Menurut Myrberg and Fuiman (2002), fotoreseptor merupakan salah
satu bagian lapisan sel neural khusus pada retina mata. Bentuk cone cells
30
dan rod cells dan macam pola mosaik fotoreseptor terlihat pada Gambar 2.
Menurut Fujaya (2004), cone cells dipakai pada aktifitas siang hari dan
rod cells pada aktivitas malam hari. Cone cells bertanggung jawab pada
penglihatan cahaya terang (penglihatan fotopik), rod cells bertanggung
jawab pada penglihatan cahaya samar (penglihatan scotopik). Cone cells
merupakan reseptor penglihatan untuk color vision dan ketajaman penglihatan
(visual acuity). Menurut Gunarso (1985), jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan
yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di daerah yang hampir tidak
dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya memiliki rod cell.
Keterangan:
a) S: single cone, D: double cone pada penampang longitudinal. b-d) Pola mosaic pada single dan
double cone. c) Pola mosaik 2 single cone dan double cone. e) Penampang sel double cone dengan
menggunakan perbedaan stimulasi kromatik.
Gambar 3 Penampang dan pola mosaik fotoreseptor (Sumber: Anonim 2008)
Herring et al. (1990) menjelaskan bahwa penglihatan untuk membedakan
warna memerlukan adanya fotoreseptor yang berbeda jenis dan lebih dari
satu tipe cone cells. lkan-ikan yang dapat melihat warna umumnya
31
memiliki dua tipe cone cells atau tiga tipe pada retina matanya.
Kepadatan cone cells akan tetap selama ikan hidup, yang
perubahan
kekuatannya
mungkin
akan
meningkat
sejalan
dengan
pertumbuhan lensanya (Tamura 1957). Shiobara et al. (1998), semakin tajam
daya penglihatan mungkin diakibatkan hubungan antara panjang fokus lensa yang
lebih meningkat daripada kepadatan cone cells-nya.
He (1989), menjelaskan bahwa sudut pembeda terkecil pada
ikan berhubungan erat dengan karakteristik pemantulan sinar ke lensa dan
ketepatan mengenai retina. Dengan makin bertambah panjang tubuh ikan,
maka akan semakin tinggi ketajaman penglihatannya dengan nilai sudut
pembeda terkecil yang semakin kecil. Diameter lensa ikan akan meningkat
dengan bertambahnya ukuran tubuh, sementara itu kepadatan cone cells
cenderung menurun dengan meningkatnya pertambahan panjang tubuh
(Purbayanto 1999).
2.5.2
Warna dan pengaruhnya pada ikan karang
Menurut Cromer (1994) apa yang dilihat hewan tergantung pada sifat-sifat
fisik khusus dari cahaya yang sensitif untuk matanya. Pada serangga hanya dapat
mendeteksi warna dan polarisasi. Sedangkan pada ikan yang matanya sangat mirip
mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna.
Beberapa hasil penelitian mengenai respons warna cahaya dan
pengaruhnya terhadap tingkah laku ikan menunjukan adanya perbedaan. Seperti
penelitian Kuroki yang menyimpulan bahwa warna efektif untuk mengumpulkan
ikan adalah warna biru dan oranye, sedangkan Kawamoto mendapatkan bahwa
warna efektif untuk mengumpulkan ikan biru dan kuning (Gunarso, 1985).
Penelitian mutakhir Mubarak (2003) mendapatkan bahwa cahaya biru mampu
menarik juvenil ikan kerapu tikus paling dekat dengan sumber cahaya dan
memiliki nilai iluminasi paling besar dibandingkan cahaya putih dan merah.
Suatu objek berupa benda terlihat berwarna karena sifat selektifnya
terhadap penyerapan panjang gelombang tertentu dan merefleksikannya pada
kisaran optik tectum cahaya tampak (400-750 nm). Kemampuan suatu benda
menyerap panjang gelombang tertentu sehingga terlihat sebagai warna karena
32
adanya gugus fungsional yang disebut kromofor. Adsorpsi maksimum kromfor
tersebut tergantung tidak hanya pada gugus molekul yang terlibat tetapi juga
dipengaruhi oleh lingkungannya seperti pelarut dan suhu.
Pada ikan nokturnal fotoreseptornya mengalami modifikasi dimana kepadatan selsel batangnya-nya 106-107 per mm2 yang lebih banyak dari pada ikan karang
diurnal. Demikian juga ketebalan lapiasan fotoreseptor pada ikan nocturnal juga
lebih tebal dari pada ikan karang diurnal.
Perbedaan jenis ikan yang menyebabkan variasi yang besar pada matanya
disebabkan oleh adanya jumlah jenis sel kerucut dan jumlah jenis pigmen
penglihatan yang terdapat pada matanya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang merupakan tempat dimana ikan hidup (Partridge dalam Herring
et al., 1990).
Pada ikan karang yang hanya memiliki pigmen visual tunggal maka ikan
tersebut hanya mampu melihat cahaya putih (monochromatic vision). Sebaliknya
pada ikan karang yang memiliki pigmen visual lebih dari satu jenis maka ada
kemungkinan mampu untuk membedakan warna. Umumnya pigmen visual
terdapat pada sel kerucut karena kemapuan membedakan warna secara eksklusif
berhubungan kondisi terang (photopic).
Pigmen visual pada sel batang dari beberapa jenis ikan karang Pasifik
memiliki kemampuan menyerap gelombang warna berkisar 480-502 nm (rata-rata
= 493 nm + 4.5 sd). Kisaran tersebut berbeda dan lebih sempit kisarannya
dibandingkan dengan laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa kisaran
spektrum gelombang untuk pigmen sel batang untuk ikan tawar dan ikan laut
berkisar 467-551 nm. Hal ini sesuai dengan penelitian Lythgoe (1966) yang
mendapatkan nilai yang hampir sama (490-503 nm) pada tujuh sample ikan dari
laut Mediterania. Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
adaptasi absorbsi gelombang maksimal dari pigmen visual ikan karang adalah
berkisar 493 nm, dan hasil itu berasal dari tekanan selektif yang kuat.
33
Tabel 1 Warna dan panjang gelombang cahaya
(Spotte, 1992 dalam Razak et al, 2005))
No
WARNA CAHAYA
PANJANG GELOMBANG
(nm=10-9m)
1
Ultraviolet
Lebih pendek dari 400
2
Violet
400-450
3
Biru
450-500
4
Hijau
500-570
5
Kuning
570-590
6
Oranye
590-610
7
Merah
610-700
8
Inframerah
Lebih panjang dari 700
Mosaik sel kerucut dan sel batang menunjukkan kepekaan penglihatan pada
ikan. Spesies yang hidup pada kondisi remang-remang memiliki banyak sel
batang, sedangkan yang hidup pada kondisi cahaya terang dengan penglihatan
yang luas, mosaik lebih banyak tersusun dari kumpulan selkerucut baik tunggal
maupun ganda. Ikan yang memiliki sel kerucut dengan pola mosaik menunjukkan
bahwa ikan tersebut sangat intensif menggunakan penglihatannya. Susunan
mosaik ini dapat berubah pada satu individu tergantung keadaan habitatnya
(Fujaya, 2002).
34
2.6
Terumbu Karang sebagai Habitat Ikan Karang
2.6.1
Habitat ikan karang
Terumbu karang merupakan habitat bagi sumberdaya ikan dan biota non
ikan yang ada di seluruh perairan laut. Karena ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap terumbu karang, maka kerusakan sedikit pada bagian terumbu karang
dapat menjadi malapetaka besar bagi kehidupan di laut termasuk pada ikan
ekonomi yang di konsumsi manusia. Oleh karena perannya yang sangat penting,
maka ekosistem terumbu karang harus selalu dijaga dari tindakatan destruktif
apapun, demi kelestarian kehidupan laut sekaligus sumber protein terbesar dan
murah bagi kehidupan manusia.
Sebagai habitat ikan karang, terumbu karang merupakan tempat tinggal,
berkembang biak dan mencari makan ratusan jenis biota laut. Bagi kehidupan
manusia terumbu karang merupakan sumberdaya hayati laut yang mempunyai
nilai potensi ekonomi tinggi untuk sumberdaya perikanan, pariwisata, dan untuk
bahan farmakologi. Disamping itu terumbu karang berfungsi untuk melindungi
pantai sebagai peredam gelombang dan arus menuju pantai.
Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif yang penting yang
berasal dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang batu (filum Cnidaria,
kelas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan tambahan alga
berkapur dan organisme-organisme lainnya yang menghasilkan kalsium karbonat.
Perairan Indonesia yang memiliki terumbu karang terbesar di dunia, juga
memiliki potensi sumberdaya ikan karang yang sangat besar. Ikan-ikan karang
dan berbagai biota laut lainnya diketahui mempunyai habitat di terumbu karang.
Dengan demikian keberadaaan jenis-jenis ikan dan organisme yang berasosiasi
dengan karang sangat bergantung dari kondisi terumbu karang.
Keberadaan ikan karang pada habitatnya di kawasan terumbu karang
secara langsung dipengaruhi oleh kesehatan terumbu atau persentase penutupan
karang hidup yang berhubungan dengan ketersediaan makanan, tempat berlindung
dan tempat memijah bagi ikan karang.
Sebagai habitat berbagai jenis organime laut, terumbu karang merupakan
ekosistem yang sensitif. Berbagai aktivitas penangkapan ikan karang bila tidak
35
dilakukan secara bertanggung jawab akan berdampak negatif terhadap kondisi
terumbu karang.
2.6.2
Klasifikasi, bentuk dan tipe terumbu karang
Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium
karbonat yang dihasilkan oleh karang (filum Cndaria, klas Antozoa, ordo
Madreporaria = Scleractinia) dengan tambahan dari alga berkapur dan organismeorganisme lainnya yang menghasilkan kalsium carbonat.
Binatang
karang
merupakan mahluk hidup sederhana yang berbentuk tabung dengan mulut
dibagian atas dan mulut ini pula berfungsi juga sebagai anus. Mulut dikelilingi
oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan, selanjutnya terdapat
tenggorokan pendek yang menghubungkan mulut dengan rongga perut. Rongga
perut berisi semacam usus yang disebut mesenteri filamen dan berfungsi sebagai
alat pencernaan. Karang memiliki dinding yang terdiri dari tiga lapisan yaitu
ektoderm, endoderm dan mesoglea.
Karang dibagi atas kelompok yang membentuk terumbu (reef building)
dan kelompok yang tidak membentuk terumbu. Kelompok yang membentuk
terumbu dikenal dengan nama karang hermatipik yang memerlukan sinar matahari
untuk kelangsungan hidupnya, dan yang tidak membentuk terumbu dikenal
dengan nama karang ahermatipik yang secara normal hidupnya tidak tergantung
pada sinar matahari.
Klasifikasi karang menurut Veron (2000) adalah sebagai berikut :
36
Phylum
Kelas
Ordo
Famili
: Coelenterata (Cnidaria)
: Anthozoa
: Scleractinia (Madreporaria)
: 1. Acroporidae
Genus : Acropora, Astreopora, Anacropora, Montiopora.
2. Agariciidae
Genus : Coeloseris, Gardineroseris, Leptoseris,
Pachyseris, Pavona.
3. Astrocoeniidae
Genus : Madracis, Palauastrea, Stylocoeniella
4. Pocilloporidae
Genus : Pocillopora, Stylophora, Seriatopora
5. Poritidae
Genus : Alveopora, Goniopora, Porites
6. Siderastreidae
Genus : Coscinaraea, Psammocora, Pseudosiderastrea
7. Fungiidae
Genus : Ctenactis, Cycloseris, Diaseris, Fungia,
Halomitra, Heliofungia, Herpolitha, Lithophyllon,
Podabacea, Poliphylla, Sandalolitha, Zoopilus.
8. Oculinidae
Genus : Archelia, Galaxea.
9. Pectinidae
Genus : Echinophyllia, Mycedium, Oxypora, Pectinia.
10. Mussidae
Genus : Acanthastrea, Australomussa, Blastomussa,
Cynarina, Lobophyllia, Scolymia, Symphyllia.
11. Merulinidae
Genus : Boninastrea, Clavarina, Hydnophora, Merulina,
Paraclavarina, Scapophyllia.
12. Faviidae
Genus : Australogyra, Echinophora, Favites, Favia,
Barabattoia, Caulastrea, Cyphastrea, Goniastrea,
Diploastrea, Leptoria, Leptastrea, Montastrea,
Moseleya, Oulastrea, Oulophyllia, Platygyra,
Plesiastrea.
13. Dendrophylliidae
Genus : Dendrophyllia, Tubastrea, Turbinaria,
Heterosammia.
14. Caryophylliidae
Genus : Catalophyllia, Euphyllia, Heterocyathus,
Physogyra, Plerogyra, Neomenzophyllia.
15. Trachypylliidae
Genus : Trachyphyllia, Welsophyllia.
37
Dilihat dari bentuk pertumbuhan (life form), karang dibedakan menjadi 6
(enam) kategori utama yaitu (1) Karang bercabang (branching); (2) Karang padat
(massive); (3) Karang merambat (encrusting); (4) Karang meja (tabulate); (5)
Karang berbentuk daun (foliose); (6) Karang jamur (mushroom).
Berdasarkan struktur geomorphologi dan proses pembentukannya,
terumbu karang terdiri dari 4 (empat) tipe terumbu yaitu (1). Terumbu karang tepi
(fringing reef); (2). Terumbu karang penghalang (barrier reef); (3). Terumbu
karang cincin (atoll); (4). Terumbu karang takat/gosong (patch reef).
2.6.3
Penyebab kerusakan terumbu karang
Desawa ini, kerusakan terumbu karang yang merupakan sumber kehidupan
biota laut terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pemboman ikan bukan saja
mematikan ikan tetapi berdampak pada kerusakan seluruh biota laut. Menurut
LIPI (2007), Program Coral Reef Rehabilitation and Management Program II
(Coremap II) telah melakukan pemetaan terumbu karang di seluruh Indonesia,
dengan luasan terumbu karang tercatat sekitar 75 ribu km persegi yang tersebar di
sekitar 841 lokasi di seluruh wilayah Indonesia. Coremap melaksanakan pemetaan
di tiga wilayah Indonesia, yaitu Indonesia Barat, Tengah dan Timur. Penelitian di
wilayah Indonesia Tengah termasuk perairan NTT yakni Kupang dan Maumere.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan, sekitar 75 persen terumbu karang di Teluk
Maumere, Kabupaten Sikka mengalami kerusakan akibat cara penangkapan ikan
yang dilakukan nelayan menggunakan bom dan racun-racun lainnya.
Terumbu karang yang rusak tersebut dapat menganggu habitat ikan
terutama bagi penetasan telur ikan dan perkembangbiakan plankton yang
dibutuhkan oleh ikan, sehingga jumlah ikan yang hidup di laut berkurang.
Dampak lanjutannya adalah penghasilan nelayan menurun dan sumber nutrisi
untuk manusia pun ikut berkurang.
Kondisi ini bagaikan bola salju dengan
dampak yang terus berkembang.
Kerusakan terumbu karang tersebut dapat terjadi karena adanya kegiatan
penangkapan ikan menggunakan bom ikan, interaksi alat tangkap yang berlebihan
pada terumbu karang dari alat tangkap, sirkulasi arus yang terganggu,
pencahayaan yang kurang, pengambilan batu karang, dan lainnya. Pengambilan
38
batu karang biasanya terjadi untuk keperluan bahan bangunan dan pembuatan
kapur. Bahan baku pembuatan kapur tersebut membuat para penambang tidak saja
mengambil karang laut di tepi pantai, namun sudah masuk hingga ke dalam laut.
Menurut Kompas (2009), tekanan terhadap terumbu karang mengancam
keberlanjutan ketersediaan pangan dan akan memaksa masyarakat di daerah
pesisir berpindah karena kehilangan sumber makanan dan sumber pendapatan.
Jika dunia tidak mengambil tindakan efektif untuk menekan dampak perubahan
iklim, maka kawasan terumbu karang di Segitiga Karang (Coral Triangle) akan
hilang pada akhir abad ini. Hal itu membuat kemampuan daerah pesisir untuk
menghidupi populasi di daerah sekitarnya akan berkurang 80 persen.
Menurut Leape (2009), pengaruh terumbu karang terhadap bahan pangan
dunia dapat terjadi karena keberadaan terumbu karang sangat memengaruhi
kelangsungan ekosistem laut, termasuk kehidupan sumber daya hayati di
dalamnya. Segitiga Karang yang meliputi kawasan Indonesia, Filipina, Malaysia,
Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste mencakup 30 persen dari
terumbu karang di dunia dan 76 persen dari spesies karang yang membentuknya
merupakan tempat bertelur jenis ikan strategis, seperti ikan tuna.
Penyebab kerusakan habitat ikan karang di Kawasan Konservasi Laut
cukup beragam, namun yang paling umum dan sering dilakukan oleh nelayan
adalah aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi penangkapan
yang tidak ramah lingkungan. antara lain :
(1) Penggunaan bahan peledak
Penggunaan bom untuk menangkap ikan hampir dapat ditemukan di
seluruh pelosok tanah air. Akibat penggunaan bom tidak hanya populasi ikan yang
rusak akan tetapi terumbu karang sebagai tempat hidup juga rusak (Suharsono,
1998).
Kerusakan yang diakibatkan oleh bom merupakan kontribusi terbesar
terhadap kerusakan karang. Tidak semua ikan dapat terambil, diperkirakan 20%
merupakan potensi ikan yang berada agak jauh ikan terlihat lebih lentur dan lemas
karena seluruh tulangnya remuk.
39
(2) Penangkapan ikan dengan kalium sianida
Racun ini digunakan untuk menangkap ikan dalam keadaan hidup.
Pengaturan konsentrasi “potas” menjadi sangat penting agar ikan yang terkena
hanya dalam kondisi mabuk atau terbius sehingga mudah ditangkap. Penentuan
konsentrasi yang tepat susah sekali, sehingga ikan yang mati kadang lebih banyak
dari ikan yang hidup. Konsentrasi potas 0,1 mg/liter sudah cukup untuk
membunuh ikan. Diperkirakan ikan yang pernah terkena potas yang kemudian
tetap selamat hidup akan mengalami kelainan dalam pertumbuhan dan proses
produksinya.
Selanjutnya dalam Country Status Overview (Departemen Kelautan dan
Perikanan, Telapak Indonesia, dan Internatiol Marinelife Alliance. 2001),
menyatakan bahwa sianida (potas) menyebabkan ketahanan ikan hasil tangkapan
rendah. Sekitar 80 % ikan hias dan 50 % ikan konsumsi mati dalam penampungan
dan pengangkutan mulai dari perairan tangkap hingga tangan pembeli. Akibatnya
nelayan ikan karang hidup berusaha memperoleh ikan karang lebih banyak untuk
memenuhi pesanan walaupun dengan cara yang merusak.
Download