9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Setnet Setnet adalah salah satu jenis alat tangkap yang dikategorikan pada alat tangkap bentuk perangkap dan menetap sifatnya. Baik dalam konstruksi maupun dalam pengoperasiannya jenis alat tangkap bentuk perangkap bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi nelayan di Indonesia. Alat penangkap ikan bentuk perangkap yang mirip dengan setnet adalah sero, perbedaannya sero terbuat dari bilah-bilah bambu sedangkan setnet terbuat dari bahan jaring. Alat alat tangkap setnet sendiri masih dalam tahap ujicoba dan belum banyak berkembang di tanah air. Menurut Nasution et al. (1986), ujicoba pertama setnet di Indonesia dilakukan di Pacitan dan Teluk Segarawedi Prigi pada tahun 1982, dengan hasil tangkap utamanya adalah Carangidae, Trichiuridae, Priacanthidae, Sphyraenidae, Scombridae, Stromateidae dan Clupeidae. Menurut Baskoro (1995), beberapa kelebihan setnet adalah sebagai berikut: (1) dapat dioperasikan sepanjang hari, (2) ekonomis karena umumnya dioperasikan di daerah pesisir yang dekat dengan pantai sehingga hanya memerlukan sedikit bahan bakar, (3) mudah dalam pengoperasian, (4) memerlukan sedikit waktu dalam pengoperasian sekitar dua sampai tiga jam, (5) hasil tangkapan dalam keadaan hidup sehingga ikan tetap segar dan yang berukuran kecil dapat dibudidayakan, (6) alat tangkap yang menetap dan selektif karena hanya menangkap spesies yang bermigrasi. Ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan setnet adalah ikan yang datang beruaya ke arah pantai. Ikan yang dalam ruayanya dihadang dan diusahakan dengan penghadangan itu, ikan akan merubah arah ruayanya menuju jaring yang telah dipasang. Ikan yang menjadi target penangkapan adalah ikan yang beruaya maka jaring haruslah dipasang pada tempat yang dilalui ikan sehingga diperlukan pengetahuan tentang “jalan yang dilalui ikan” dan untuk menemukan hal ini menghendaki pengamatan dan pengalaman (Ayodhyoa 1981). Jalan yang dilalui oleh ikan ini, dihadang oleh leadernet sehingga ikan diharapkan menuju ke arah jaring. Karena struktur dari jaring besar dan dipasang 10 disuatu musim, maka sukar untuk dipindah-pindahkan, maka faktor penentuan tempat sangat penting. Kemudian jaring itu sendiri merupakan suatu bangunan dalam air, maka perlu perhitungan yang teliti tentang material, kekuatan, ketahanan dan lain-lain terhadap arus, gelombang, angin serta faktor oseanografi lainnya. Fishing ground alat tangkap setnet harus berlumpur, pasir, ataupun campuran keduanya. Arus pada daerah fishing ground harus sekecil mungkin. Akibat dari arus jaring akan mengalami perubahan bentuk, menghalang-halangi ikan untuk memasuki jaring dan akan mengalami kesukaran pada waktu pengangkatan jaring. Prinsip-prinsip pengoperasian setnet telah lama dimanfaatkan di Indonesia, misalnya pada jermal, sero, kelong, dan lain-lain sebagainya. Umumnya ikan yang tertangkap oleh setnet dalam keadaan hidup sehingga alat ini cocok dikembangkan untuk menangkap ikan karang dan ikan hias. Untuk lebih mengoptimalkan hasil tangkapan, perlu terus dilakukan pengkajian dan penelitian yang mendalam mengenai setnet. Dengan melihat kondisi negara kita yang merupakan lintasan beberapa jenis ikan, luas terumbu karang dan perairan dangkal Indonesia yang sangat besar, jumlah pulau-pulau yang banyak dengan bentuk teluknya yang beraneka ragam, maka jenis alat tangkap ini dapat berkembang pesat, sebagai salah satu usaha atau cara memodernisasi perikanan rakyat dalam memanfaatkan sumberdaya ikan sebagai alternatif alat pemanfaat sumberdaya ikan karang, yang berarti pula memajukan sumberdaya manusia khususnya nelayan. 2.2 Konstruksi Setnet Konstruksi setnet yang paling umum terdiri dari leadernet, playground, dan bagnet. Konstruksi yang paling sederhana hanya terdiri dari leadernet dan bagnet sedangkan konstruksi setnet yang paling rumit terdiri dari leadernet, playground, Ascending/descending slope net, bagnet dan bagnet. Secara detail konstruksi dan fungsi bagian-bagian setnet dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Leadernet; berfungsi untuk membimbing dan mengarahkan ikan-ikan menuju badan jaring 11 (2) Playground, merupakan bagian badan jaring paling depan yang berfungsi untuk menampung ikan-ikan yang telah berhasil dibimbing dan digiring oleh leadernet (3) Ascending/descending slope net; yaitu bagian jaring yang berfungsi untuk mengarahkan ikan-ikan yang tertampung pada playground agar terus bergerak menuju kantong jaring (4) Bagnet, kantong jaring yang merupakan bagian akhir dari badan jaring berfungsi untuk mengumpulkan ikan yang kemudian ditangkap dan diangkat. Beberapa jenis setnet memiliki bagian tambahan berupa bagnet kecil atau perangkap-perangkap kecil tambahan agar lebih mudah dalam memanen hasil tangkapan. Besar kecilnya skala setnet biasanya disesuaikan dengan jenis ikan/perairan yang akan dijadikan target tangkapan, kondisi dan karakter daerah penangkapan/fishing ground. Setnet skala besar ukuran jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung playground) mencapai lebih dari 45 meter. Setnet skala menengah ukuran jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung playground) berkisar antara 25 meter sampai 45 meter. Setnet skala kecil ukuran jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung playground) kurang dari 25 meter. Daerah penangkapan ikan untuk pemasangan setnet harus memperhitungkan faktor-faktor keberadaan ikan, arah ruaya ikan, faktor oseanografi, lingkungan sekitar seperti sarana dan prasarana transportasi, penyimpanan hasil tangkapan, adanya usaha perikanan di bidang pengolahan, adanya pelabuhan perikanan atau tempat pelelangan ikan dan faktor pendukung lainnya. Menurut Martasuganda (2008) secara lengkap bagian-bagian dari setnet jenis trap net dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Leadernet (penaju/penggiring) (2) Playground (serambi/ruang bermain) : serambi membujur, serambi bagian laut, serambi bagian darat, serambi bagian ujung (3) Wings (sayap pintu) : bagian serambi, bagian jaring menaik 12 (4) Ascending slope net (jaring menaik) - Jaring menaik luar : bagian laut, bagian darat, bagian bawah - Jaring menaik dalam : bagian laut, bagian darat, bagian bawah (5) Bagnet (kantong) : bagian laut, bagian darat, bagian bawah, bagian pangkal, bagian ujung (6) Kantong tambahan : bagian ujung, bagian pangkal (7) Pelampung (8) Pelampung rangka utama (9) Pelampung rangka (10) Pemberat rangkan utama (11) Pemberat rangka (1) Leadernet Leadaernet adalah bagian setnet yang bentuknya menyerupai pagar. Dalam bahasa Jepang disebut kaki ami, sedang dalam Bahasa Indonesia disebut penaju. Bentuk penaju umumnya menyerupai bentuk gillnet yang fungsinya untuk menghadang dan mengarahkan kelompok ikan supaya mau menuju ke arah jaring utama. Pemasangan penaju yang baik adalah dipasang secara lurus atau tidak berbelok-belok dan harus bisa menghadang arah ruaya ikan agar ikan menuju ke jaring utama. Pemasangan biasanya disesuaikan dengan jenis setnet, daerah penangkapan, jenis ikan dan jarak jaring dari garis pantai. Tingginya jaring penaju disesuaikan dengan kedalaman perairan yang dilewati penaju. Sebagai patokan tinggi jaring penaju disamakan dengan kedalaman perairan yang dilewati penaju pada saat pasang tertinggi. Panjang jaring penaju tergantung dari jarak jaring utama ke garis pantai, makin jauh jaring utama dari garis pantai maka semakin panjang pula penaju yang akan dipasang. Ukuran mata jaring (mesh size) penaju harus disesuaikan dengan musim, ikan ikan, ukuran ikan yang menjadi target tangkapan yang beruaya ke tempat pemasangan setnet. Bahan jaring untuk penaju terbuat dari bahan alami seperti ijuk, manila rope, straw dan yang terbuat dari bahan sintetis seperti saran, nylon, cremona, vynilon dan lainnya. 13 (2) Playground Playground atau serambi dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai jaring pengurung sedang dalam Bahasa Jepang disebut undojo atau kakoi ami, untuk Bahasa Inggris playground. Bagian serambi ada yang dilengkapi dengan jaring serambi dasar dan ada yang tidak. Fungsi serambi adalah sebagai penampungan sementara sebelum ikan atau kelompok ikan diarahkan untuk memasuki jaring bagian kantong. Ukuran luas serambi berbeda sesuai dengan jenis dan skala setnet yang dipergunakan, pada umumnya semakin luas serambi, kelompok ikan akan semakin lama berada di dalam serambi. Semakin lama kelompok ikan berada dalam serambi maka akan semakin besar pula kemungkinan kelompok ikan menuju ke arah jaring menaik yang selanjutnya ikan akan memasuki bagian kantong. (3) Sayap pintu Sayap pintu atau disebut juga daun pintu, dalam bahasa Jepang disebut Soji atau Ha guchi sedangkan dalam bahasa Inggris disebut winkers. Fungsi dari daun pintu atau sayap pintu adalah untuk mencegah atau mempersulit gerombolan ikan yang telah masuk ke dalam serambi supaya tidak mudah keluar lagi, dengan demikian kelompok ikan diharapkan bisa mengarah ke bagian kantong. Panjang daun pintu berkisar antara 0,3-0,5 kali kedalaman pada pintu masuk. Besarnya mesh size daun pintu yang dipakai untuk tujuan penangkapan ikan yellowtail berkisar antara 15-18 cm dengan hang-in ratio berkisar antara 0,3-0,4. (4) Ascending slope net Ascending slope net dalam bahasa Jepang disebut nobori ami, dalam bahasa Inggris diartikan ramp, funnel, ascending slop atau climb way. Jaring menaik terdiri dari dua bagian yaitu jaring menaik bagian dalam kantong yang disebut jaring menaik bagian dalam. Jaring menaik bagian dalam merupakan lanjutan dari jaring menaik bagian luar. Fungsi jaring menaik adalah untuk mengarahkan ikan yang berada di bagian serambi ke bagian kantong dan akan mempersulit ikan tidak meloloskan diri dari jaring bagian kantong. 14 Panjang jaring menaik bagian dalam dan bagian luar antara 1,4 – 1,9 kali kedalaman pada pintu masuk, sudut kemiringan bagian luar berkisar 16 - 220 dan jaring menaik bagian dalam lebih kecil dari 16 - 220. (5) Bagnet Bagnet (kantong) dalam perikanan setnet adalah bagian akhir dari alat tangkap setnet yang merupakan bagian tempat penampungan ikan dan sekaligus tempat pengambilan hasil tangkapan. Dalam bahasa Jepang disebut hako ami, fukuro ami, uo dori yang artinya jaring kantong. dalam bahasa Inggris diartikan bagnet, kip, cod end, crimb, main net of setnet. Untuk menampung ikan pada bagian kantong diperlukan jaring yang kuat dan bahan jaring di bagian kantong ini umumnya memakai benang sintetis seperti saran atau benang sintetis lainnya dengan nomor benang 1000 d28 - 36, jaringnya yang dirangkap memakai mata jaring kecil dengan nomor benang yang besar. (6) Kantong tambahan Kantong tambahan biasanya dipasang pada salah satu bagian atau beberapa bagian jaring kantong utama baik di bagian ujung atau bagian pangkal kantong utama. Bentuk dari kantong tambahan ada bermacam-macam bentuk seperti kerucut, persegi atau bentuk lain. Bagian kantong tambahan, umumnya dilengkapi dengan jaring penutup bagian atas. Ukuran dari jaring kantong tambahan sangat bervariasi dan disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Bahan jaring yang dipakai biasanya terbuat dari bahan sintetis seperti saran atau bahan sintetis lainnya. Nomor benang yang di pakai untuk tujuan penangkapan yellowtail nomor 1000 d/28 50, mesh size 7,6 – 9,1 cm dengan hang-in ratio berkisar 0,3 – 0,4. Fungsi utama pemasangan kantong tambahan adalah : Untuk mencegah supaya ikan tidak keluar dari kantong utama; Pada saat kondisi perairan tidak mendukung untuk memanen hasil tangkapan dari kantong utama, pengambilan ikan dari kantong tambahan bisa dilakukan; Untuk memprediksi keberadaan, 15 jenis dan jumlah ikan yang ada di dalam kantong utama sebelum dilakukan pengambilan. (7) Pelampung Pelampung terdiri dari dua bagian yaitu pelampung jaring utama atau pelampung pondasi (main buoy) dan pelampung rangka float. Pelampung jaring utama terdiri dari pelampung jaring utama yang berada di sebelah serambi dan sebelah kantong. Jenis, bentuk, ukuran dan daya apung dari pelampung rangka utama biasanya disesuaikan dengan jenis setnet dan kondisi perairan. Bahan pelampung rangka utama terdiri dari sintetis atau metal. Fungsi dari pelampung rangka utama dan pelampung rangka adalah untuk menjaga bentuk rangka setnet supaya tidak berubah dan posisi setnet selalu menetap dan stabil di dalam air. (8) Pemberat Pemberat terdiri dari dua macam yaitu pemberat rangka dan pemberat jaring. Bentuk pemberat yang dipakai ada yang berbentuk jangkar, balok-balok beton atau pemberat yang terbuat dari kantong berisi pasir. Untuk pemberat yang terbuat dari kantong berisi pasir disebut ”pemberat karung berisi pasir”. Pemberat pada setnet umumnya mempergunakan balok-balok beton atau jangkar yang bisa diangkat kembali setelah pemasangan setnet di perairan. Pemberat yang dipakai biasanya disesuaikan dengan besar kecilnya skala setnet, dasar perairan, kondisi perairan seperti kecepatan arus dan lainnya. Untuk daerah penangkapan berarus kuat, berat satu pemberat berkisar antara 10 - 22 kg untuk berarus sedang berkisar antara 6 - 11 kg sedang untuk berarus lemah beratnya antara 4 - 6 kg. Ketebalan atau diameter pemberat yang memakai wire rope berkisar antara 12 - 22 mm dan untuk bahan dari manila rope antara 24 - 39 mm. 2.3 Hubungan Antara Setnet dengan Tingkah Laku Ikan Dibandingkan alat tangkap lain, setnet banyak berhubungan erat dengan tingkah laku ikan. Setnet merupakan jenis alat tangkap diam tidak bergerak, sifatnya hanya menunggu kelompok ikan yang datang menghampiri dan tertangkap di dalam jaring. Harapan untuk memperoleh hasil tangkapan sangat 16 tergantung pada leadernet dalam membimbing dan mengarahkan ikan menuju badan jaring. 2.3.1 Tingkah laku ikan terhadap leadernet Fungsi leadernet adalah membimbing, menggiring serta mengarahkan ikan-ikan menuju badan jaring. Leadernet umumnya dipasang pada posisi memotong garis pantai. Leadernet terbuat dari benang dengan ukuran mata jaring yang besar dan beragam antara 35 - 45 cm. Ukuran mata demikian berarti jauh lebih besar daripada ukuran tinggi tubuh ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Menurut Gunarso (1992) menunjukkan hasil telahaan adanya hubungan linier antara banyaknya ikan yang terjerat pada leadernet dengan banyaknya ikan yang tertangkap pada kantong jaring. Hampir sebanyak 10 - 20% kelompokkelompok ikan yang bergerak sepanjang leadernet akan memasuki badan jaring. Ikan yellowtail yang umumnya bergabung dalam kelompok-kelompok biasanya berenang dengan kecepatan 80 cm per detik sepanjang leadernet dengan tetap menjaga jarak sekitar 10 - 15 m dari leadernet. Saat mendekati jaring kelompokkelompok tersebut akan menyelam secara tiba-tiba pada kedalaman sekitar 70 150 m. Lebih lanjut Gunarso (1992) menyatakan bahwa ada beberapa reaksi ikan yang diperoleh pada pengamatan dan telaahan baik merupakan rangkaian pengamatan tingkah laku ikan maupun pengamatan waktu yang lama antara lain : (1) Ikan sardin membentuk kelompok besar dan berenang sepanjang leadernet mereka akan tetap membentuk dan mempertahankan jarak terhadap leadernet. Jarak tersebut akan semakin besar bila kelompok tersebut melawan arus. Kelompok ikan sardin berenang dekat permukaan dan datang dari arah lepas pantai biasanya mereka akan menyelam ke lapisan yang lebih dalam bila mendekati leadernet. (2) Jenis ikan yellowtail yang berenang dalam kelompok besar akan memperlambat kecepatan renangnya menjelang tiba pada leadernet. Kelompok ini akan segera menyelam bila menjumpai gosong-gosong karang maupun tali jangkar. 17 (3) Kelompok ikan yang berada dalam ketakutan misalnya diburu oleh predator, akan berenang menerobos jaring ataupun menyelamatkan diri dengan bolakbalik menerobos leadernet. (4) Kelompok ikan yang besar datang dengan tegak lurus terhadap leadernet, mereka tidak akan segera merubah arah renang untuk mengikuti arah rentangan leadernet. Setelah beberapa selang kemudian barulah mereka lakukan dengan tetap membuat jarak tertentu terhadap leadernet. Bila ada yang berenang menembus leadernet melalui mata jaring yang besar-besar, maka selang beberapa waktu barulah ikan-ikan yang berada di sebelah belakang akan mengikuti teman-teman terdahulu. (5) Pada umumnya ukuran mata jaring pada leadernet sesuatu alat penangkap setnet akan lebih besar daripada ukuran tinggi tubuh ikan. Hal ini akan semakin jelas bila yang datang kelompok ikan sardin atau ikan jack mackerel yang ukuran tinggi tubuhnya relatif rendah bila dibandingkan dengan jenis ikan salmon. (6) Pada saat leadernet terjurai dari bahan benang serat alami dengan ukuran mata jaring yang besar, seringkali ikan yellowtail akan melarikan diri dengan jalan menerobos dinding jaring leadernet tersebut. (7) Leadernet yang berada dalam air dalam waktu yang lama akan menjadi kotor dan fungsinya sebagai pembimbing dan penggiring ikan untuk bergerak ke arah mulut jaring akan semakin turun. Hal ini berarti bahwa hasil tangkapan akan semakin turun. (8) Mekanisme leadernet dalam membimbing ikan berkait erat dengan tingkat visibilitas atau terlihatnya bahan jaring serta getaran arus eddy sebagai akibat terpaan arus pasang surut terhadap jaring. 2.3.2 Tingkah laku ikan terhadap playground Tingkah laku ikan pada setnet khususnya pada bagian playground dapat diuraikan bahwa setelah melewati mulut jaring, ikan-ikan akan memasuki bagian tubuh jaring. Ikan-ikan yang memasuki tubuh jaring dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang melanjutkan gerak renangnya menuju bagian funnelnet setelah terlebih dahulu melewati bagian yang menanjak, sedang kelompok lainnya 18 adalah ikan-ikan yang tidak langsung menuju ke bagian funnelnet akan tetapi mereka bermain-main dan berputar-putar pada playground (Gunarso 1992). Derajat penentuan ikan-ikan melewati bagian setnet berkaitan erat dengan beberapa faktor seperti faktor ukuran mata jaring pada bagian leadernet, ukuran mulut jaring, ukuran bagian funnel net, ukuran mulut kantong serta jenis ikan itu sendiri. Rasio ikan yang masuk ternyata berbeda untuk masing-masing jenis ikan dapat dikategorikan menjadi tipe “approaching dan non-approaching” dalam Gunarso (1992) yaitu tipe pertama adalah jenis-jenis ikan yang mudah dan cepat mendekat serta memasuki jaring, namun ikan-ikan ini cepat dan mudah meninggalkan jaring. Contoh ikan jenis ini antara lain yellowtail, black sea bream, sea bass, shad, grunt, cod, flounder, atka mackerel, plaice dan lainnya. Tipe kedua, tipe non-approaching adalah jenis-jenis ikan yang sukar untuk dibimbing agar memasuki jaring, akan tetapi sekali memasuki jaring, mereka akan sukar untuk melarikan diri saat mereka tertangkap. Contoh ikan-ikan jenis ini adalah mackerel, jack mackerel, scad, cakalang, tuna, saury pike, Spanish mackerel dan lain-lain. 2.4 Sumberdaya Ikan Karang 2.4.1 Klasifikasi dan anatomi ikan karang Dalam Indonesian Coral Reef Foundation (2004), dikemukakan bahwa klasifikasi ikan karang adalah sebagai berikut : Philum : Chordata Klas : Osteichthyes Ordo : Perciformes Famili : contoh (Lutjanidae) Genus : Contoh (Lutjanus) Spesies : Contoh ( Lujanus kasmira) Sedangkan anatomi ikan karang, secara umum dapat dilihat pada Gambar 2 berikut : 19 Keterangan Gambar eye = Mata dorsal fin = Sirip punggung caudal fin = Sirip ekor mouth = Mulut, alat makan gill cover = Insang sebagai organ pernapasan anal fin = Sirip bawah dekat ekor lateral line = Gurat sisi sebagai alat sensor pectoral fin = 2 sirip dekat kepala ventral fin = 2 sirip pada perut Gambar 2 Anatomi ikan karang (Indonesian Coral Reef Foundation 2004) 2.4.2 Ikan karang yang umum ditemukan di Kawasan Konservasi Laut Salah satu sumberdaya hayati penting yang ada di Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah sumberdaya ikan karang. Bermacam jenis ikan karang dapat ditemukan di KKL pada daerah yang memiliki terumbu karang. Jenis ikan yang melimpah di KKL antara lain ikan kepe-kepe (Chaetoddontidae), betok laut (Pomacentridae) yang berwarna-warni, ikan kakatua (Scaridae), ikan trigger (Balistidae), dan lain sebagainya. Sumberdaya ikan karang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu golongan ikan hias (ornamental fish) dan golongan ikan konsumsi (food fish). 20 Secara lengkap, jenis-jenis family ikan karang yang umum ditemukan di kawasan konservasi laut adalah sebagai berikut: (1) Labridae (ikan cina-cina) (2) Scaridae (ikan kakatua) (3) Pomacentridae (ikan betok) (4) Acanthuridae (ikan butana/surgeon fish) (5) Siganidae (ikan beronang) (6) Zanclidae (Moorish idol) (7) Chaetodontidae (ikan kepe-kepe/butterfly fish) (8) Pomacantridae (ikan kambing-kambing/angel fish) (9) Blennidae yang bersifat demersal dan menetap (10) Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap (11) Apogonidae (ikan beseng), nokturnal, memangsa avertebrata, karang dan ikan kecil. (12) Ostaciidae yang menyolok dalam bentuk dan warna (13) Tetraodontidae yang menyolok dalam bentuk dan warna (14) Balistidae (ikan pakol) yang menyolok dalam bentuk dan warna (15) Serranidae (ikan kerapu) pemangsa dan pemakan ikan (16) Lutjanidae (ikan kakap) pemangsa dan pemakan ikan (17) Lethrinidae (ikan lencam) pemangsa dan pemakan ikan (18) Holocentridae (ikan swangi) pemangsa dan pemakan ikan Terdapat sepuluh famili utama ikan karang yang berperan sebagai penyumbang produksi perikanan yakni: (1) Caessiodidae, (2) Holocentridae, (3) Serranidae (4) Siganidae, (5) Scaridae, (6) Lethrinidae, (7) Priacanthidae, (8) Labridae, (9) Lutjanidae, (10) Labridae (11) Siganidae (12) Harpodontidae dan (13) Haemulidae. Dari ketiga belas famili utama ini yang tergolong ikan karang konsumsi diantaranya Caesiodidae (ekor kuning), Labridae (napoleon), Scaridae (kakatua), Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap), Harpodontidae (nomei) dan Siganidae (baronang). Sebagian besar sumberdaya ikan karang bertulang keras (teleostei) dan merupakan ordo Percicormes. Ikan karang merupakan jenis ikan demersal yang hidup di daerah perairan dengan dasar yang ditumbuhi karang. Ikan karang ini 21 merupakan sumberdaya yang penting sebagai sumber protein hewani bagi kehidupan manusia (Adrim 1997). 2.4.3 Pengelompokan ikan karang Menurut Pentury et al. (1995), Pengelompokkan ikan karang berdasarkan cara makannya dibedakan menjadi: benthic feeder, mid water feeder, dan plankton feeder. Lebih lanjut ditegaskan oleh Mc Connaughey dan Zottoli (1983) dan Syukur (2000) diacu oleh Nasution (2001) bahwa ikan yang tergolong herbivora adalah ikan yang aktif mencari makan pada siang hari, sedangkan ikan karnivor umumnya aktif mencari makan pada malam hari. Pengelompokan ikan karang berdasarkan pola distribusi dibedakan menjadi: (1) distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang. Menurut Hamelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan bahwa ikan-ikan karang yang dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal adalah sebagai berikut : (1) Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen , seperti famili Gobiidae, Ophichtidae, Trichonotidae, dst; (2) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae, dst; (3) Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst; (4) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti famili Pomacendtridae, Blenidae, Synodonthidae, Monacantidae, dst; (5) Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthurdae, Balistidae, Zanclidae, dst; (6) Spesies ikan karang yang hidup di kolam air, sperti famili Tylosuridae, Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst. Ikan-ikan karang yang mengikuti pola distribusi harian dibagi dalam 2 kelompok utama yaitu: kelompok ikan diurnal dan kelompok ikan nokturnal. Ikan diurnal (ikan siang) merupakan kelompok terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, 22 Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan plankton yang lewat di atasnya (Allen dan Steenes (1990) dan Syukur (2000) diacu oleh Marschiavelli (2001). Pada malam hari kelompok ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam terumbu karang dan digantikan oleh kelompok ikan nokturnal (ikan malam). Pada malam hari kelompok ikan nokturnal keluar mencari makan dan disiang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua atau ke celah-celah karang. Termasuk ikan nokturnal adalah famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae. Menurut Indonesian Coral Reef Foundation (2004), Pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan dibedakan menjadi : (1) Ikan nocturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Holocentridae (swanggi), Suku Apogoninade (beseng), Suku Hamulidae, Priacanthidae (bigeyes), Muraenidae (eels), Seranidae (jewfish) dan beberapa dari suku dari Mullidae (goatfishes) dan lain-lain. (2) Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Labraidae (wrasses), Chaetodontidae (butterflyfishes) Pomacentridae (damselfishes), Scaridae (parrotfishes), Acanthuridae (surgeonfishes), Bleniidae (blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomaccanthidae (angelfishes), Monacanthidae, Ostracionthidae (boxfishes), Etraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa dari Mullidae (goatfishes). (3) Ikan crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae (baracudas), Serranidae (groupers), Carangidae (jacks), Scorpaenidae (lionfishes), Synodontidae (lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidae, Spyrnidae (sharks) dan beberapa dari Muraenidae (eels). Pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya dibedakan menjadi : (1) Ikan target; ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti; Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (chelinus, himigymnus, choerodon) dan Haemulidae. 23 (2) Ikan indikator; sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari famili Chaetodontidae (kepe-kepe). (3) Ikan lain (mayor famili); ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae, dan lain-lain). 2.4.4 Karakteristik ikan karang Dalam Indonesian Coral Reef Foundation (2004), dikemukakan karateristik ikan karang terdiri dari ikan target, ikan indikator, dan ikan famili utama. Ikan target merupakan ikan yang menjadi target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi. Karakteristik dari berbagai famili ikan target sebagai berikut : (1) Serranidae Famili Serranidae umumnya lebih dikenal dengan nama grouper, rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi. Famili ini mempunyai banyak subfamili seperti Anthiniinae (anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae (podges). Umumnya famili serranidae lebih senang hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan). Biasanya famili ini bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang dapat mencapai 2 m dengan berat badan dapat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora yang memakan ikan, udang dan crustacea. Beberapa spesies dari famili Serranidae Anyperodon leucogramminicus, Chephalopolis miniata, Epinephelus quoyanus dan Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch, nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah, orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir terumbu karang dan jauh dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu bermain di atas celah-celah karang. (2) Lutjanidae Famili ini lebih terkenal dengan nama snappers, seabass, kakap, jenahan, jambihan dan samassi. Famili Lutjanidae dapat dijumpai hidup di perairan dangkal sampai laut dalam. Bentuk tubuh memanjang, agak pipih, badan 24 tinggi dan mempunyai gigi taring. Famili Lutjanidae memiliki warna merah, putih, kuning kecoklatan dan perak. Sebagian dari famili ini hidup bergerombol. Merupakan predator ikan, crustacea, dan plankton feeders. Mengalami perubahan bentuk pada ikan yang masih kecil dan setelah menjadi dewasa. Sebagai contoh dapat dilihat pada ikan Lutjanus kasmira, Lutjanus biguttatus, Lutjanus sebae, dan Macolor niger. (3) Lethrinidae Famili ini dikenal dengan nama emperor, asual, asuan, gotila, gopo, ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Famili Lethrinidae umumnya ditemukan di daerah berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir. Famili Lethrinidae memiliki warna tubuh bervariasi untuk setiap jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat. Hal ini hampir mirip dengan famili Lutjanidae tetapi memiliki kepala agak runcing. Ukuran panjang tubuh famili ini bisa mencapai 1 meter. Tergolong karnivora dengan memakan bermacam hewan di pasir dan patahan karang, (4) Acanthuridae Famili ini umumnya dikenal dengan nama surgeons, botana, maum, marukut dan kuli pasir. Famili Acanthuridae memiliki duri pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2. Duri ini sangat tajam seperti pisau operasi dan mengandung bisa. Famili ini memiliki kulit tebal dengan sisik halus. Tergolong herbivora dan hidup secara bergerombol di daerah karang yang dangkal, contoh : Naso vlamingii, Zebrasoma scopes. (5) Mullidae Famili ini umumnya dikenal dengan nama goatfishes, biji nangka, kambing. Famili Mullidae memiliki jenggot (barbell). Umumnya famili ini memiliki warna merah, kuning dan siver. Hidup dan mencari makan di dasar perairan atau pasir. Contohnya : Parupeneus bifasciatus dan Upeneus tragula. (6) Siganidae Famili ini umumnya dikenal dengan nama rabbit fishes, baronang, cabe, lingkis, sumadar. Famili Siganidae memiliki tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik halus. Famili ini memiliki warna yang bervariasi, pada punggung terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan. Famili Siganidae 25 memiliki duri-duri sirip yang berbisa, racunnya dapat menyebab rasa perih bila tertusuk durinya. Ukuran panjang tubuh berkisar 30 - 45 cm. Famili ini umumnya memakan rumput laut dan alga. (7) Haemulidae Famili ini umumnya dikenal dengan nama sweetlips, tiger, grunts dan bibir tebal. Famili Haemulidae ini ditemukan hidup pada gua-gua karang memiliki kulit halus dan licin. Salah satu ciri Haemulidae adalah memiliki bibir yang tebal. Famili ini memiliki warna yang terus berubah selama masa pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh : Plectrorincus orientalis. (8) Labridae Famili Labridae khusus genus Cheilinus, Chaerodon dan Hemigymnus dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran tubuh yang agak besar (medium size 20-130 cm). Famili ini aktif mencari makan pada waktu siang hari (diurnal). Famili ini tergolong ikan yang sulit untuk didekati (pemalu). sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang di kedalaman 10-100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang kecil dan invertebrata. Contoh Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinusb fasciatus, Labroides sp. (9) Nemipteridae Famili ini umumnya dikenal dengan nama spine cheeks, monocle-bream, pasir-pasir, alooumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Memiliki warna yang terang. Famili ini sering ditemukan pada dasar perairan berpasir dan patahanpatahan karang (rubble). Sepintas terlihat selalu selalu diam, tapi bila terusik akan segera berenang dengan cepat. Famili ini agresif pemakan invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (benthic feeders). Famili ini sebagian hidup soliter dan sebagian lagi bergerombol. Ikan ini tergolong diurnal yang aktif disiang hari dan pada malam beristirahat diantara karang-karang. Famili ini mengalami perbedaan pada saat masih kecil dan berubah setelah tumbuh dewasa. (10) Priacanthidae 26 Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk dan mata besar. Famili Priacanthidae ini memiliki ciri-cirinya bermata besar dan umumnya berwarna merah. Sebagian hidup pada laut dalam. Tergolong ikan nokturnal yang aktif mencari makan pada malam hari, dan sebaliknya pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Famili ini sangat sulit diidentifikasi di bawah air karena antara spesies memiliki kemiripan, untuk itu sebaiknya diambil spesimen. (11) Carangidae Famili ini umumnya dikenal dengan nama gabua, putih dan kue. Famili Carangidae termasuk ikan perenang cepat, dan tergolong ikan pelagis. Umumnya carangidae hidup secara bergerombol (schooling) dan bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton). Ukuran tubuh famili carangidae dapat mencapai 2 meter. (12) Sphraenidae Famili ini umumnya dikenal dengan nama baracuda dan alu-alu. Famili Sphraenidae tergolong ikan perenang cepat. Biasanya hidup secara bergerombol (schoooling). Famili Sphraenidae ini memiliki gigi-gigi yang tajam dan runcing. Karateristik ikan indikator sebagai berikut : (1) Chaetodontidae Famili ini dikenal dengan sebutan butterfly, daun-daun, dan kepe-kepe. Famili Caetodontidae umumnya hidup berpasangan, walaupun ada juga sebagian hidup yang bergerombol (scooling). Famili ini memiliki ukuran tubuh kurang dari 6 inchi, dengan tubuh berbentuk bulat dan pipih. Pola gerakannya lamban atau lemah gemulai. Cara makan di atas karang seperti kupu-kupu. Warna tubuh umumnya cemerlang, kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata serta mata selalu ditutupi strip hitam. Makanan utamanya adalah polip karang, algae, cacing dan invetebrata lain. Famili Caetodontidae tergolong ikan diurnal yang aktif mencari makan disiang hari. 27 Karateristik dari berbagai ikan famili utama sebagai berikut : (1) Pomacentridae Famili ini umumnya dikenal dengan nama damselfish, betok laut, dan dakocan. Memilik bentuk badan yang pipih dan nampak dari samping berbentuk bulat. Famili Pomacentridae meruapakan ikan kecil terbanyak di terumbu karang. Makanan utamnya adalah plankton, invetebrata, dan alga. Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon (Amphiprion). Famili Pomacentridae mempunyai banyak genus diantaranya adalah: Genus Cromis, Genus Pomacentrus, Genus Abudefduf , Genus Dascyllus dan Genus Amphiprion. (2) Caesionidae Famili ini umumnya dikenal dengan nama fusilier, ekor kuning, sulih, suliri, dan sunin. Contoh dari Famili ini adalah Genus Caesio yang merupakan ikan perenang cepat. warna umumnya biru, kuning bagian belakang dan perak. Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya zooplankton. Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp. (3) Scaridae Famili ini umumnya dikenal dengan nama parrotfishes, kakatua, dan bayam. Gigi hanya dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru dan hijau, sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang memakan karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang mirip. Sering mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi. (4) Holocentridae Famili ini dikenal dngan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang, murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala dan sirip berbisa dan banyak mirip antar spesies. Warna tubuh merah, perak dan mempunyai tompel dan garis. (5) Pomacanthidae Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis. Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antra 30-39 cm. Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri) 28 dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan di bawah tutup insang berduri dan makananya alga dan spongs. Contoh: Centropyge sp, Pomachantus sp. (6) Apogonidae Famili ini dikenal dengan sebutan cardinal, beseng, belalang, seriding, capungan. Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi dengan ukuran lebih kecil antara 5-15 cm, agak buntek, sirip-sirip transparan, warna kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris. Contoh : Apogon cyanosoma, Cheilodipterus artus. (7) Scorpaenidae Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini penuh dengan duri yang berbisa 3-5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang, kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya coklat, merah, putih, hitam dan kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki duri beracun. (8) Balistidae Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut, gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang. Makanannya kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae. Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku. (9) Aulostomidae Famili ini dikenal dengan sebutan shimpfish, pisau-pisau. Ditemukan bergorombol pada karang bercabang, berenang secara vertikal, dan juvenil bermain pada bulu babi. (10) Phempheridae Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper. Warna umumnya coklat kekuningan, bentuk tubuh sperti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip. Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15-25 cm. 29 (11) Tetraodontidae Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhish dan Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk tubuh agak runcing, dan flexibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif pada waktu malam. Memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang. (12) Zanclidae Famili ini dikenal dengan sebutan morish idol. Hidup pada terumbu karang, berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan belakang hitam. (13) Ephippidae Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar, perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan plankton. 2.5 Penglihatan dan Warna pada Ikan Karang 2.5.1 Penglihatan ikan karang Kualitas pandangan di bawah air sangat minim sehingga sebagian besar ikan akan tergantung kepada indera penglihatannya untuk mendapatkan informasi disekelilingnya (Guthrie and Muntz 1993).. Menurut Tamura (1957), menentukan sumbu penglihatan terlebih dahulu mengetahui kepadatan cone cells yang biasanya terletak pada area dorsotemporal, temporal dan ventro-temporal di retina mata ikan. Bidang penglihatan yang dihasilkan dari menarik garis lurus dari bagian retina menuju ke titik lensa mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah depan (fore) dan arah depan-naik (upper-fore). Matsuoka (1999) menjelaskan bahwa retina ikan umumnya terdiri dari tiga tipe pada lapisan indera penglihat (visual cell layer), yaitu single cone, double/twin cone dan rod cells. Ada beberapa spesies ikan yang memiliki cone cells tunggal yang bergabung dengan ukuran yang serupa, dikenal dengan twin cone. Menurut Myrberg and Fuiman (2002), fotoreseptor merupakan salah satu bagian lapisan sel neural khusus pada retina mata. Bentuk cone cells 30 dan rod cells dan macam pola mosaik fotoreseptor terlihat pada Gambar 2. Menurut Fujaya (2004), cone cells dipakai pada aktifitas siang hari dan rod cells pada aktivitas malam hari. Cone cells bertanggung jawab pada penglihatan cahaya terang (penglihatan fotopik), rod cells bertanggung jawab pada penglihatan cahaya samar (penglihatan scotopik). Cone cells merupakan reseptor penglihatan untuk color vision dan ketajaman penglihatan (visual acuity). Menurut Gunarso (1985), jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di daerah yang hampir tidak dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya memiliki rod cell. Keterangan: a) S: single cone, D: double cone pada penampang longitudinal. b-d) Pola mosaic pada single dan double cone. c) Pola mosaik 2 single cone dan double cone. e) Penampang sel double cone dengan menggunakan perbedaan stimulasi kromatik. Gambar 3 Penampang dan pola mosaik fotoreseptor (Sumber: Anonim 2008) Herring et al. (1990) menjelaskan bahwa penglihatan untuk membedakan warna memerlukan adanya fotoreseptor yang berbeda jenis dan lebih dari satu tipe cone cells. lkan-ikan yang dapat melihat warna umumnya 31 memiliki dua tipe cone cells atau tiga tipe pada retina matanya. Kepadatan cone cells akan tetap selama ikan hidup, yang perubahan kekuatannya mungkin akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan lensanya (Tamura 1957). Shiobara et al. (1998), semakin tajam daya penglihatan mungkin diakibatkan hubungan antara panjang fokus lensa yang lebih meningkat daripada kepadatan cone cells-nya. He (1989), menjelaskan bahwa sudut pembeda terkecil pada ikan berhubungan erat dengan karakteristik pemantulan sinar ke lensa dan ketepatan mengenai retina. Dengan makin bertambah panjang tubuh ikan, maka akan semakin tinggi ketajaman penglihatannya dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin kecil. Diameter lensa ikan akan meningkat dengan bertambahnya ukuran tubuh, sementara itu kepadatan cone cells cenderung menurun dengan meningkatnya pertambahan panjang tubuh (Purbayanto 1999). 2.5.2 Warna dan pengaruhnya pada ikan karang Menurut Cromer (1994) apa yang dilihat hewan tergantung pada sifat-sifat fisik khusus dari cahaya yang sensitif untuk matanya. Pada serangga hanya dapat mendeteksi warna dan polarisasi. Sedangkan pada ikan yang matanya sangat mirip mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna. Beberapa hasil penelitian mengenai respons warna cahaya dan pengaruhnya terhadap tingkah laku ikan menunjukan adanya perbedaan. Seperti penelitian Kuroki yang menyimpulan bahwa warna efektif untuk mengumpulkan ikan adalah warna biru dan oranye, sedangkan Kawamoto mendapatkan bahwa warna efektif untuk mengumpulkan ikan biru dan kuning (Gunarso, 1985). Penelitian mutakhir Mubarak (2003) mendapatkan bahwa cahaya biru mampu menarik juvenil ikan kerapu tikus paling dekat dengan sumber cahaya dan memiliki nilai iluminasi paling besar dibandingkan cahaya putih dan merah. Suatu objek berupa benda terlihat berwarna karena sifat selektifnya terhadap penyerapan panjang gelombang tertentu dan merefleksikannya pada kisaran optik tectum cahaya tampak (400-750 nm). Kemampuan suatu benda menyerap panjang gelombang tertentu sehingga terlihat sebagai warna karena 32 adanya gugus fungsional yang disebut kromofor. Adsorpsi maksimum kromfor tersebut tergantung tidak hanya pada gugus molekul yang terlibat tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungannya seperti pelarut dan suhu. Pada ikan nokturnal fotoreseptornya mengalami modifikasi dimana kepadatan selsel batangnya-nya 106-107 per mm2 yang lebih banyak dari pada ikan karang diurnal. Demikian juga ketebalan lapiasan fotoreseptor pada ikan nocturnal juga lebih tebal dari pada ikan karang diurnal. Perbedaan jenis ikan yang menyebabkan variasi yang besar pada matanya disebabkan oleh adanya jumlah jenis sel kerucut dan jumlah jenis pigmen penglihatan yang terdapat pada matanya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang merupakan tempat dimana ikan hidup (Partridge dalam Herring et al., 1990). Pada ikan karang yang hanya memiliki pigmen visual tunggal maka ikan tersebut hanya mampu melihat cahaya putih (monochromatic vision). Sebaliknya pada ikan karang yang memiliki pigmen visual lebih dari satu jenis maka ada kemungkinan mampu untuk membedakan warna. Umumnya pigmen visual terdapat pada sel kerucut karena kemapuan membedakan warna secara eksklusif berhubungan kondisi terang (photopic). Pigmen visual pada sel batang dari beberapa jenis ikan karang Pasifik memiliki kemampuan menyerap gelombang warna berkisar 480-502 nm (rata-rata = 493 nm + 4.5 sd). Kisaran tersebut berbeda dan lebih sempit kisarannya dibandingkan dengan laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa kisaran spektrum gelombang untuk pigmen sel batang untuk ikan tawar dan ikan laut berkisar 467-551 nm. Hal ini sesuai dengan penelitian Lythgoe (1966) yang mendapatkan nilai yang hampir sama (490-503 nm) pada tujuh sample ikan dari laut Mediterania. Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa adaptasi absorbsi gelombang maksimal dari pigmen visual ikan karang adalah berkisar 493 nm, dan hasil itu berasal dari tekanan selektif yang kuat. 33 Tabel 1 Warna dan panjang gelombang cahaya (Spotte, 1992 dalam Razak et al, 2005)) No WARNA CAHAYA PANJANG GELOMBANG (nm=10-9m) 1 Ultraviolet Lebih pendek dari 400 2 Violet 400-450 3 Biru 450-500 4 Hijau 500-570 5 Kuning 570-590 6 Oranye 590-610 7 Merah 610-700 8 Inframerah Lebih panjang dari 700 Mosaik sel kerucut dan sel batang menunjukkan kepekaan penglihatan pada ikan. Spesies yang hidup pada kondisi remang-remang memiliki banyak sel batang, sedangkan yang hidup pada kondisi cahaya terang dengan penglihatan yang luas, mosaik lebih banyak tersusun dari kumpulan selkerucut baik tunggal maupun ganda. Ikan yang memiliki sel kerucut dengan pola mosaik menunjukkan bahwa ikan tersebut sangat intensif menggunakan penglihatannya. Susunan mosaik ini dapat berubah pada satu individu tergantung keadaan habitatnya (Fujaya, 2002). 34 2.6 Terumbu Karang sebagai Habitat Ikan Karang 2.6.1 Habitat ikan karang Terumbu karang merupakan habitat bagi sumberdaya ikan dan biota non ikan yang ada di seluruh perairan laut. Karena ketergantungan yang sangat tinggi terhadap terumbu karang, maka kerusakan sedikit pada bagian terumbu karang dapat menjadi malapetaka besar bagi kehidupan di laut termasuk pada ikan ekonomi yang di konsumsi manusia. Oleh karena perannya yang sangat penting, maka ekosistem terumbu karang harus selalu dijaga dari tindakatan destruktif apapun, demi kelestarian kehidupan laut sekaligus sumber protein terbesar dan murah bagi kehidupan manusia. Sebagai habitat ikan karang, terumbu karang merupakan tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ratusan jenis biota laut. Bagi kehidupan manusia terumbu karang merupakan sumberdaya hayati laut yang mempunyai nilai potensi ekonomi tinggi untuk sumberdaya perikanan, pariwisata, dan untuk bahan farmakologi. Disamping itu terumbu karang berfungsi untuk melindungi pantai sebagai peredam gelombang dan arus menuju pantai. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif yang penting yang berasal dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang batu (filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan tambahan alga berkapur dan organisme-organisme lainnya yang menghasilkan kalsium karbonat. Perairan Indonesia yang memiliki terumbu karang terbesar di dunia, juga memiliki potensi sumberdaya ikan karang yang sangat besar. Ikan-ikan karang dan berbagai biota laut lainnya diketahui mempunyai habitat di terumbu karang. Dengan demikian keberadaaan jenis-jenis ikan dan organisme yang berasosiasi dengan karang sangat bergantung dari kondisi terumbu karang. Keberadaan ikan karang pada habitatnya di kawasan terumbu karang secara langsung dipengaruhi oleh kesehatan terumbu atau persentase penutupan karang hidup yang berhubungan dengan ketersediaan makanan, tempat berlindung dan tempat memijah bagi ikan karang. Sebagai habitat berbagai jenis organime laut, terumbu karang merupakan ekosistem yang sensitif. Berbagai aktivitas penangkapan ikan karang bila tidak 35 dilakukan secara bertanggung jawab akan berdampak negatif terhadap kondisi terumbu karang. 2.6.2 Klasifikasi, bentuk dan tipe terumbu karang Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang (filum Cndaria, klas Antozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan tambahan dari alga berkapur dan organismeorganisme lainnya yang menghasilkan kalsium carbonat. Binatang karang merupakan mahluk hidup sederhana yang berbentuk tabung dengan mulut dibagian atas dan mulut ini pula berfungsi juga sebagai anus. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan, selanjutnya terdapat tenggorokan pendek yang menghubungkan mulut dengan rongga perut. Rongga perut berisi semacam usus yang disebut mesenteri filamen dan berfungsi sebagai alat pencernaan. Karang memiliki dinding yang terdiri dari tiga lapisan yaitu ektoderm, endoderm dan mesoglea. Karang dibagi atas kelompok yang membentuk terumbu (reef building) dan kelompok yang tidak membentuk terumbu. Kelompok yang membentuk terumbu dikenal dengan nama karang hermatipik yang memerlukan sinar matahari untuk kelangsungan hidupnya, dan yang tidak membentuk terumbu dikenal dengan nama karang ahermatipik yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari. Klasifikasi karang menurut Veron (2000) adalah sebagai berikut : 36 Phylum Kelas Ordo Famili : Coelenterata (Cnidaria) : Anthozoa : Scleractinia (Madreporaria) : 1. Acroporidae Genus : Acropora, Astreopora, Anacropora, Montiopora. 2. Agariciidae Genus : Coeloseris, Gardineroseris, Leptoseris, Pachyseris, Pavona. 3. Astrocoeniidae Genus : Madracis, Palauastrea, Stylocoeniella 4. Pocilloporidae Genus : Pocillopora, Stylophora, Seriatopora 5. Poritidae Genus : Alveopora, Goniopora, Porites 6. Siderastreidae Genus : Coscinaraea, Psammocora, Pseudosiderastrea 7. Fungiidae Genus : Ctenactis, Cycloseris, Diaseris, Fungia, Halomitra, Heliofungia, Herpolitha, Lithophyllon, Podabacea, Poliphylla, Sandalolitha, Zoopilus. 8. Oculinidae Genus : Archelia, Galaxea. 9. Pectinidae Genus : Echinophyllia, Mycedium, Oxypora, Pectinia. 10. Mussidae Genus : Acanthastrea, Australomussa, Blastomussa, Cynarina, Lobophyllia, Scolymia, Symphyllia. 11. Merulinidae Genus : Boninastrea, Clavarina, Hydnophora, Merulina, Paraclavarina, Scapophyllia. 12. Faviidae Genus : Australogyra, Echinophora, Favites, Favia, Barabattoia, Caulastrea, Cyphastrea, Goniastrea, Diploastrea, Leptoria, Leptastrea, Montastrea, Moseleya, Oulastrea, Oulophyllia, Platygyra, Plesiastrea. 13. Dendrophylliidae Genus : Dendrophyllia, Tubastrea, Turbinaria, Heterosammia. 14. Caryophylliidae Genus : Catalophyllia, Euphyllia, Heterocyathus, Physogyra, Plerogyra, Neomenzophyllia. 15. Trachypylliidae Genus : Trachyphyllia, Welsophyllia. 37 Dilihat dari bentuk pertumbuhan (life form), karang dibedakan menjadi 6 (enam) kategori utama yaitu (1) Karang bercabang (branching); (2) Karang padat (massive); (3) Karang merambat (encrusting); (4) Karang meja (tabulate); (5) Karang berbentuk daun (foliose); (6) Karang jamur (mushroom). Berdasarkan struktur geomorphologi dan proses pembentukannya, terumbu karang terdiri dari 4 (empat) tipe terumbu yaitu (1). Terumbu karang tepi (fringing reef); (2). Terumbu karang penghalang (barrier reef); (3). Terumbu karang cincin (atoll); (4). Terumbu karang takat/gosong (patch reef). 2.6.3 Penyebab kerusakan terumbu karang Desawa ini, kerusakan terumbu karang yang merupakan sumber kehidupan biota laut terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pemboman ikan bukan saja mematikan ikan tetapi berdampak pada kerusakan seluruh biota laut. Menurut LIPI (2007), Program Coral Reef Rehabilitation and Management Program II (Coremap II) telah melakukan pemetaan terumbu karang di seluruh Indonesia, dengan luasan terumbu karang tercatat sekitar 75 ribu km persegi yang tersebar di sekitar 841 lokasi di seluruh wilayah Indonesia. Coremap melaksanakan pemetaan di tiga wilayah Indonesia, yaitu Indonesia Barat, Tengah dan Timur. Penelitian di wilayah Indonesia Tengah termasuk perairan NTT yakni Kupang dan Maumere. Hasil penelitian tersebut menyebutkan, sekitar 75 persen terumbu karang di Teluk Maumere, Kabupaten Sikka mengalami kerusakan akibat cara penangkapan ikan yang dilakukan nelayan menggunakan bom dan racun-racun lainnya. Terumbu karang yang rusak tersebut dapat menganggu habitat ikan terutama bagi penetasan telur ikan dan perkembangbiakan plankton yang dibutuhkan oleh ikan, sehingga jumlah ikan yang hidup di laut berkurang. Dampak lanjutannya adalah penghasilan nelayan menurun dan sumber nutrisi untuk manusia pun ikut berkurang. Kondisi ini bagaikan bola salju dengan dampak yang terus berkembang. Kerusakan terumbu karang tersebut dapat terjadi karena adanya kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom ikan, interaksi alat tangkap yang berlebihan pada terumbu karang dari alat tangkap, sirkulasi arus yang terganggu, pencahayaan yang kurang, pengambilan batu karang, dan lainnya. Pengambilan 38 batu karang biasanya terjadi untuk keperluan bahan bangunan dan pembuatan kapur. Bahan baku pembuatan kapur tersebut membuat para penambang tidak saja mengambil karang laut di tepi pantai, namun sudah masuk hingga ke dalam laut. Menurut Kompas (2009), tekanan terhadap terumbu karang mengancam keberlanjutan ketersediaan pangan dan akan memaksa masyarakat di daerah pesisir berpindah karena kehilangan sumber makanan dan sumber pendapatan. Jika dunia tidak mengambil tindakan efektif untuk menekan dampak perubahan iklim, maka kawasan terumbu karang di Segitiga Karang (Coral Triangle) akan hilang pada akhir abad ini. Hal itu membuat kemampuan daerah pesisir untuk menghidupi populasi di daerah sekitarnya akan berkurang 80 persen. Menurut Leape (2009), pengaruh terumbu karang terhadap bahan pangan dunia dapat terjadi karena keberadaan terumbu karang sangat memengaruhi kelangsungan ekosistem laut, termasuk kehidupan sumber daya hayati di dalamnya. Segitiga Karang yang meliputi kawasan Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste mencakup 30 persen dari terumbu karang di dunia dan 76 persen dari spesies karang yang membentuknya merupakan tempat bertelur jenis ikan strategis, seperti ikan tuna. Penyebab kerusakan habitat ikan karang di Kawasan Konservasi Laut cukup beragam, namun yang paling umum dan sering dilakukan oleh nelayan adalah aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi penangkapan yang tidak ramah lingkungan. antara lain : (1) Penggunaan bahan peledak Penggunaan bom untuk menangkap ikan hampir dapat ditemukan di seluruh pelosok tanah air. Akibat penggunaan bom tidak hanya populasi ikan yang rusak akan tetapi terumbu karang sebagai tempat hidup juga rusak (Suharsono, 1998). Kerusakan yang diakibatkan oleh bom merupakan kontribusi terbesar terhadap kerusakan karang. Tidak semua ikan dapat terambil, diperkirakan 20% merupakan potensi ikan yang berada agak jauh ikan terlihat lebih lentur dan lemas karena seluruh tulangnya remuk. 39 (2) Penangkapan ikan dengan kalium sianida Racun ini digunakan untuk menangkap ikan dalam keadaan hidup. Pengaturan konsentrasi “potas” menjadi sangat penting agar ikan yang terkena hanya dalam kondisi mabuk atau terbius sehingga mudah ditangkap. Penentuan konsentrasi yang tepat susah sekali, sehingga ikan yang mati kadang lebih banyak dari ikan yang hidup. Konsentrasi potas 0,1 mg/liter sudah cukup untuk membunuh ikan. Diperkirakan ikan yang pernah terkena potas yang kemudian tetap selamat hidup akan mengalami kelainan dalam pertumbuhan dan proses produksinya. Selanjutnya dalam Country Status Overview (Departemen Kelautan dan Perikanan, Telapak Indonesia, dan Internatiol Marinelife Alliance. 2001), menyatakan bahwa sianida (potas) menyebabkan ketahanan ikan hasil tangkapan rendah. Sekitar 80 % ikan hias dan 50 % ikan konsumsi mati dalam penampungan dan pengangkutan mulai dari perairan tangkap hingga tangan pembeli. Akibatnya nelayan ikan karang hidup berusaha memperoleh ikan karang lebih banyak untuk memenuhi pesanan walaupun dengan cara yang merusak.