BAB II. TELAAH PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue/ Dengue Shock Syndrome (DSS) a. Definisi ∑ Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam berdarah dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh virus yang gelajanya disertai dengan adanya perdarahan. Infeksi virus ini dibawa atau ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk terinfeksi virus dengue karena menghisap darah penderita dengue yang mengandung virus dengue. Penyakit ini ditandai dengan adanya demam tinggi dan mendadak, nyeri dibelakang bola mata, sakit, nyeri sendi dan disertai dengan ruam kulit, limfadenopati, leukopeni, trombositopeni dan diatesis hemoragik. Dikatakan sebagai suspek penyakit DBD jika keadaan diatas menyertai dan sesudah 5-7 hari demam akan berakhir (Soedarto, 2012). Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis berariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) hingga disertai dengan syok atau (dengue shock syndrome). (Soedarmo, S. S P., dkk,2012 ∑ Sindrom Syok Dengue/Dengue Shock Syndrome (DSS) Dengue Shock Syndrome adalah bentuk dengue yang paling berbahaya dimana penderita menunjukkan gejala antara lain penderita merasa sangat haus, pucat dan keringat dingin ( karena tekanan darah sangat rendah ), gelisah dan merasa sangat lemah (Soedarto, 2012). Menurut U.S Departement Of Health And Human Service, dengue shock syndrome adalah kasus yang memenuhi empat kriteria dari DBD dan memiliki bukti kegagalan sirkulasi. 6 b. Etiologi dan Vektor Demam berdarah disebabkan oleh arbovirus, yaitu virus yang ditularkan melalui arthropoda. Virus yang menyerang adalah virus dengue yang ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi. Terdapat dua vektor utama dengue yaitu Aedes (Stegomyia) aegypti dan Aedes (Stegomyia) albopictus. Nyamuk aedes ini sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar untuk tumbuh dan berkembang maupun lingkungan hidup manusia itu sendiri. Nyamuk yang membawa dan sebagai vektor penyakit DBD ini adalah nyamuk betina, yang menghisap darah pada siang hari, selain itu nyamuk betina ini sering berpindah dari manusia satu sebagai pejamu ke pejamu yang lain karena mereka mudah terganggu saat menggigit. Nyamuk Ae. Aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropics yang ditemukan di bumi, yang tidak akan bertahan hidup pada musim dingin. Distribusi Ae. Aegypti juga dibatasi oleh ketinggian 1000 m (WHO, 2012). Selain vektor nyamuk yang mengakibatkan terjadinya penyakit DBD ada pula faktor lain yang mempengaruhi terjadinya infeksi penyakit tersebut. Faktor tersebut adalah faktor host (pejamu/hospes) dan faktor lingkungan (environment). Faktor hospes lebih kepada kerentanan dari hospes itu sendiri serta sistem imun sebagai pertahanan dari hospes. Jika imun hospes rendah maka nyamuk yang membawa virus dengue akan semakin mudah untuk menyerang hospes tersebut dan akhirnya akan terinfeksi dan terjadi DBD. Jika virus dengue sudah menjangkit ke hospes,maka virus akan berada di dalam aliran darah (viremia) dan pada akhirnya akan memunculkan manifestasi klinis dan gejala dari DBD itu sendiri. Di dalam tubuh hospes itu sendiri, virus dengue mempunyai masa inkubasi selama 3-14 hari untuk berkembangbiak. Selain dari sistem imun hospes, lingkungan juga berpengaruh besar dalam keberadaan dan kehidupan dari nyamuk Ae. Aegypti itu sendiri. Biasanya dengan lingkungan yang lembab atau bahkan banyak genangan, nyamuk tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Replikasi dan penularan virus dengue ke hospes terdapat beberapa tahap, yaitu (1) virus ditularkan ke manusia melalui saliva nyamuk (2) virus bereplikasi dalam organ target (3) 7 virus menginfeksi sel darah putih dan jaringan limfatik (4) virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah (Soegijanto, 2006). Siklus nyamuk Ae. Aegypti terdapat 4 stadium, yaitu stadium telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk betina setelah menghisap darah sekitar 4-5 hari akan bertelur dan meletakkannya pada tempat sedikit diatas permukaan air karena telur tersebut hanya kana menetas jika tempat tersebut tergenang air. Selanjutnya, telur menetas sekitar 1-2 hari dan akan menjadi larva yang langsung dapat mencari makan sendiri untuk hidupnya. Setelah sekitar 5-10 hari larva tersebut akan berubah dan tumbuh menjadi pupa, dan selanjutnya hanya dalam waktu 2 hari pupa tersebut akan berkembang menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa setelah keluar dari pupa akan langsung mengawini nyamuk betinanya dan nantinya hanya dalam waktu 24-36 jam akan mencari darah hospes yang menjadi mangsanya. Nyamuk dewasa tersebut nantinya akan tumbuh dan bertahan hidup hanya dalam waktu 3 minggu sebelum nyamuk tersebut mati (Soedarto, 2012). c. Patogenesis dan Patofisiologi Pada kasus demam berdarah dengue (DBD) terdapat beberapa perubahan fisiologis dalam tubuh, seperti : i. Peningkatan permeabilitas endotel, yang akan menyebabkan terjadinya kebocoran plasma, hipovolemia hingga dapat menyebabkan syok (WHO, 2005). Peningkatan permeabilitas endotel tersebut diakibatkan karena kerusakan atau disfungsi endotel akibat infeksi. Jika terdapat kerusakan dari endotel maka terdapat mekanisme alamiah terhadap endotel tersebut yang berfungsi mencegar agar pembentukan jaringan fibrin sebagai mekanisme kerusakan tidak berlebihan. Gangguan tersebut biasa dikatakan sebagai gangguan fungsional yaitu peningkatan permeabilitas endotel. Peningkatan permeabilitas endotel tersebut akan mengakibatkan gambaran histopatologi yaitu ptekie dan ekimosis yang keduanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan uji tourniquet yang positif sebagai tanda adanya kebocoran plasma. Jika dilihat menggunakan mikroskop elektron maka terlihat gambaran endotel yang 8 membengkak dan terisi gelembung-gelembung (Sutaryo, 2004). Pada kebocoran plasma akan mengakibatkan perpindahan volume plasma dari intravaskuler yang dapat melalui interseluler, menerobos sel ataupun keduanya. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan volume plasma (hipovolemia) yang akan berlanjut menjadi syok jika tidak ditangani. Selain itu, pada DBD ini terdapat cirri khusus pada kebocoran plasma yaitu adanya kebocoran kearah rongga pleura dan peritoneum dan periode kebcoran cukup singkat 24-48 jam (WHO,2005). ii. Hemokonsentrasi, terjadi akibat adanya kebocoran karena peningkatan permeabilitas endotel. Hemokonsentrasi dapat diartikan sebagai kenaikan jumlah atau jumlah hematokrit dalam darah. Pada kasus DBD terjadi kenaikan jumlah trombosit >20 % (Soedarto, 2012). iii. Trombositopenia, yang akan mengakibatkan hemostasis yang abnormal pada tubuh. Trombositopenia adalah penuruan jumlah trombosit dibawah batas normal, pada kasus DBD ini akan terdapat penurunan trombosit secara drastis dibawah 100.000/mm3 (WHO,2005). Terdapat beberapa faktor yang dapat mengakibatkan trombositopenia pada kasus DBD, yaitu insufisiensi sumsung tulang, gangguan trombosit di sirkulasi (agregasi, menempel pada endotel yang rusak, destruksi perifer dan kompleks imun) (Sutaryo, 2004). Pada kejadian syok kasus dengue shock syndrome, terbentuknya kompleks virus-antibodi akan menyebabkan terjadinya meningkatnya permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi perembesan plasma ke ruang ekstravaskuler. Hal tersebut dapat terbukti dari peningkatan hematokrit, penurunan jumlah natrium dan terjadinya efusi pleura serta asites (Soedarto, 2012). Adapun kerangka patogenesis infeksi dengue pada demam berdarah dengue (DBD) adalah sebagai berikut : 9 Infeksi Virus Dengue Demam anoreksia muntah Trombositopen Hepatomegali Permeabilitas Vaskuler naik Perdarahan Komplek AgAb Dehidrasi I Kebocoran Plasma : - Hemokonsentrasi - Hipoproteinemia - Efusi Pleura - Asites II III Hipovolemi DIC Syok Perdarahan saluran cerna Anoksia IV Asidosis Meninggal DBD derajat I-II-III-IV Gambar 2.1. Patogenesis infeksi dengue ( Sumber : Hadinegoro. S. R. H., dan Satari. H.I., 2002 ) 10 e. Manifestasi Klinis Demam berdarah dengue biasanya menunjukkan gejala pada masa akut yang berlangsung sekitar 1-3 hari karena ketika masa inkubasi yang berlangsung 5-9 hari jarang diikuti dengan gejala klinis. Gejala klinis yang pertama kali adalah demam tinggi yang mendadak hingga dapat 390C yang berlangsung 3-7 hari, demam kemudian akan berulang atau biasa disebut dengan demam bifastik yaitu demam yang di kura akan membentuk gambaran “pelana kuda”. Bersamaan dengan demam pelana kuda tersebut juga akan terlihat gejala klinis perdarahan, yaitu terjadi perdarahan pada bekas suntikan saat pengambilan darah, perdarahan kecil (petekie) juga terlihat di awal fase demam dan terdapat dibeberapa bagian seperti wajah, ketiak, tangan dan kaki serta di daerah palatum lunak. Selain itu juga terdapat gejala klinis berupa muka merah, anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri otot, tulang serta nyeri sendi. Terdapat pula sakit tenggorokan, yang disertai batuk dan pilek serta dapat terjadi nyeri perut dan sakit epigastrum (Soedarto, 2012). Ketika demam berdarag dengue (DBD) sudah memasuki derajat III dan IV atau DBD dengan syok maka akan muncul manifestasi nadi cepat dan lemah, tekanan darah ≤ 20 mmHg hipotensi, akral dingin atau sampai kea rah syok berat dengan tanda tidak terabanya nadi dan tidak terukurnya tekanan darah ( Hadinegoro, 2002). f. Diagnosis Untuk dapat menegakkan diagnosis sebagai demam berdarah dengue (DBD) maka dibutuhkan informasi yang terkait secara rinci dan mendalam dari proses anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis yang dilakukan adalah menggali informasi mengenai gejala klinis yang timbul, terutama demam yang terjadi seperti pelana kuda yang menjadi kunci untuk menyingkirkan diagnosis banding yang lain. Selain demam, pada pasien anak kurang dari 15 tahun dapat digali pula keluhan lain seperti lesu, muntah, gejala perdarahan seperti petekie, ekimosis, sakit kepala, nyeri tulang otot dan sendi karena biasanya menyertai keluhan utama tersebut. 11 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hepatomegali (pembesaran hati) dan hasil positif pada uji tourniquet (Rumple Leede). Diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria WHO (1997) yang dikutip oleh Subaiki (2013) sebagai berikut : 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari 2. Terdapat beberapa gejala klinis perdarahan , termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena dan hepatomegali. 3. Trombositopeni (trombosit < 100.000/mm3) 4. Terdapat peningkatan permeabilitas vaskuler - Hematokrit meningkat > 20% - Penurunan hematokrit > 20% setelah rehidrasi - Tanda - tanda seperti efusi pleura, asites dan hipoproteinemia Menurut WHO (2012), diagnosis DSS dapat pula ditegakkan dengan keempat kriteria DBD ditambah dengan bukti adanya gagal sirkulasi yang dimanifestasikan sebagai berikut : ∑ Nadi lemah dan cepat, dan ∑ Tekanan nadi menyempit ( mmHg (2,7 kPa)) Atau dimanifestasikan dengan : ∑ Hipotensi untuk usia, dan ∑ Kulit dingin dan lembab serta gelisah. Selain kriteria tersebut, terdapat kriteria minimum menurut WHO yang dikutip oleh Soedarto (2012) yang dapat membantu menegakkan diagnosis demam berdaraha dengue, yaitu : - Demam - Manifestasi perdarahan (hemokonsentrasi, trombositopeni, tes tourniquet positif) - Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda peningkatan vaskuler : hipoproteinemia, efusi cairan) - Hepatomegali 12 permeabilitas Sedangkan derajat keparahan demam berdarah dengue (DBD) menurut WHO (1997) yang dikutip oleh Subaiki (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Derajat I , dijumpai demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manidestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif. b. Derajat II, gejala seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain. c. Derajat III, didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah. d. Derajat IV, ditemukan syok berat nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. Adapun algoritma untuk mengetahui serta membedakan diagnosis DBD dengan diagnosis demam lainnya sebagai berikut : Infeksi virus dengue Asimtomatik Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) Simtomatik Demam Dengue (DD) Tanpa perdarahan Demam berdarah dengue (DBD) disertai perembesan Expanded dengue syndrome Isolated organopathy Unusual manifestations Disertai perdarahan DBD DBD tanpa dengan syok syok Gambar 2.2 Algoritma kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011 (Sumber : World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011) 13 g. Penatalaksanaan Menurut WHO (2009), penatalaksanaan dan manajemen pengobatanan pada pasien demam berdarah dengue (DBD) dapat dibedakan berdasarkan fasefase penyakit tersebut, yaitu : a. Fase Demam Pada fase demam pasien dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / jika pasien masih mau untuk minum diberikan cairan oral dan setelah itu dilakukan pemantauan setiap 12-24 jam. b. Fase Kritis Pada fase kritis pasien lebih membutuhkan pemberian cairan yaitu dapat diberikan cairan rumatan + defisit, dan disertai dengan pemantauan gejala klinis serta keadaan laboratorium setiap 4-6 jam. c. Fase Penyembuhan Pada fase penyembuhan ini pasien masih memerlukan cairan rumatan atau cairan oral seperti fase-fase sebelumnya, dan masih harus dimonitor tiap 12-24 jam. Menurut WHO (2009), selain penatalaksaan diatas yang berdasarkan dengan fase-fase penyakit ada pula penatalaksanaan DBD pada anak yang dibedakan dari manifestasi yang timbul dan menyertai. Adapaun pembagiannya yaitu demam berdarah dengue tanpa syok dan demam berdarah dengue dengan syok. a. Tatalaksana demam berdarah dengue tanpa syok (anak dirawat di rumah sakit) - Berikan anak banyak minum untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam dan muntah atau diare. - Berikan parasetamol jika demam. - Berikan infuse dengan dehidrasi sedang : o Berikan hanya larutan isotonic seperti ringer laktat/asetat o Kebutuhan cairan parenteral sesuai dengan berat badan anak o Pantau tanda ital dan dieresis setiap jam, serta periksa laboratorium setiap 6 jam 14 o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. - Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi. b. Tatalaksana demam berdarah dengue dengan syok - Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal. - Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya. - Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam. - Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfuse darah/komponen. - Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium. - Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 3648 jam. - Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit. 15 Tersangka DBD Demam tinggi, mendadak, terus menerus < 7 hari, apabila tidak disertai infeksi saluran napas bagian atas, dugaan infeksi virus dengue lebih kuat Tidak ada kedaruratan Ada kedaruratan Periksa Uji Torniquet Uji Tourniquet (+) Jumlah trombosit ≤ 100.00/ul Jumlah trombosit ≥ 100.00/ul Uji Torniquet (-) Rawat jalan parasetamol kontrol tiap hari sampai demam hilang Rawat jalan Rawat inap Nilai tanda klinis Minum banyak 1,5-2 lt/hari periksa Hb, Ht, Parasetamol trombosit bila demam Kontrol tiap hari sampai menetap setelah hari demam turun sakit ke-3 Periksa Hb, Ht, trombosit tiap hari Perhatian untuk orangtua Pesan bila timbul tanda syok, yaitu gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, BAB hitam, BAK kurang Lab : Hb & Ht naik, trombosit turun Segera bawa ke rumah sakit Gambar 2.3. Algoritma pentalaksanaan untuk tersangka DBD (Sumber : Pedoman Pelayanan Medis IDAI, 2009) 16 Tersangka DBD derajat I dan II tanpa peningkatan Hematokrit Gejala klinis : demam 2-7 hari Uji Tourniquet (+) atau perdarahan spontan Lab : Ht tidak meningkat Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum Beri minum banyak 1-2 lt/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit Pasien muntah terus menerus Jenis minuman : air putih, the manis, sirup, jus buah, susu, oralit Pasang infuse NaCl 0,9%: Dx 5% (1:3), tetesan rumatan sesuai berat badan Bila suhu > 38,50 C beri paracetamol Periksa Hb, Ht, Trombosit tiap 6-12 jam Bila kejang beri obat anti konvulsif Ht naik dan atau trombosit Monitor gejala klinis dan lab Perhatikan tanda syok Palpasi hati setiap hari Infus ganti Ringer Laktat Ukur dieresis setiap hari (tetesan disesuaikan, lihat bagian 3) Awasi perdarahan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam Perbaikan klinis dan laboatoris Pulang Gambar 2.4. Algoritma penatalaksanaan untuk DBD derajat I atau II (Sumber : Pedoman Pelayanan Medis IDAI,2009) 17 DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit ≥ 20 % Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau RLDx 5% NaCl 0,9%+Dx5%6-7 Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam Perbaikan Tidak ada perbaikan Tidak gelisah Nadi kuat, Tekanan darah stabil Diuresis cukup (1 ml/kg/jam) Ht turun (2 x px) Tanda Vital memburuk Gelisah Distress pernapasan Frekuensi nadi naik Diuresis kurang/tidak ada Ht meningkat Tetesan dikurangi Perbaikan Tetesan dinaikkan 10-15 ml/kg/jam Evaluasi 15 menit 5 ml/kg/jam Tanda vital tidak stabil Perbaikan Sesuaikan tetesan Distress pernapasan Ht naik Tek. Nadi ≤ 20 3 ml/kg/jam IVFD stop pada 24-48 jam Bila VS/Ht stabil dan dieresis cukup Koloid 20-30 ml/kg Hb/Ht turun Transfusi darah segar 10 ml/kg Perbaikan Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan untuk DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit ≥ 20 % (Sumber : Pedoman Pelayanan Medis IDAI,2009) 18 h. Komplikasi Pada kasus demam berdarah dengue dapat terjadi komplikasi akibat dari perjalanan pernyakit itu sendiri maupun akibat dari pengobatan yang diberikan. Komplikasi yang dapat terjadi berupa sepsis, infeksi pneumonia, infeksi luka , overhydration akibat pemberian cairan jika pasien tersebut mengalami syok. Kelebihan yang terjadi akan berakibat jangka panjang pula terjadinya kegagalan jantung dan paru-paru, selain itu komplikasi gagal ginjal akut juga dapat terjadi walaupun kemungkinan terjadinya sangat kecil. 19 2.1.2. Trombosit Trombosit adalah komponen darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan berfungsi utama dalam proses pembekuan darah. Trombosit mempunyai jumlah normal 200.000-400.000 per miroliter darah (Sutedjo., AY, 2009). Selain berfungsi untuk pembekuan darah, trombosit juga berfungsi untuk menyumbat lubang-lubang kecil pada pembuluh darah. Trombosit melepaskan ADP yang akan menyebabkan sebagian atau sejumlah besar dari trombosit tersebut bersatu untuk membentuk sumbat trombosit atau sumbat hemostatik. Trombosit dapat diukur menggunakan teknik apusan darah tepi yang diambil dari ujung jari. Dari hasil apusan darah tepi tersebut maka dapat dihitung jumlah trombositnya. Jika nilai trombosit dari pemeriksaan didapatkan hasil <200.000 per mircroliter darah maka akan disebut trombositopenia. Trombositopenia dapat diakibatkan karena adanya infeksi, salah satu contoh infeksinya adalah infeksi nyamuk dengue yaitu pada penyakit DBD. Infeksi tersebut dapat mengakibatkan penurunan produksi jumlah trombosit dalam tubuh, sehingga akan muncul manifestasi perdarahan. Pada DBD salah satu manifestasi yang tampak yaitu perdarahan (petekie), oleh sebab itu trombositopenuia merupakan salah satu indicator dalam pemeriksaan untuk DBD. Selain trombositopenia, jumlah trombosit dalam tubuh dapat mengalami kenaikan yang disebut trombositosis. Dapat disebut trombositosis jika hasil dari pemeriksaan di dapatkan hasil >500.000 per mikroliter darah. Pada kasus DBD trombosit akan menurun pada fase demam yang dialami pasien dan akan semakin menurun dengan jumlah terenda ketika memasuki masa syok. Fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan karena proses imunologis yang terjadi ketika berlangsungnya infeksi dengan ditemukannya kompleks imun di dalam darah pasien. Hal tersebutlah yang banyak dianggap penyebab perdarahan pada kasus DBD (Soedarmo, S. S P., dkk,2012). 20 2.2. Kerangka Teori Vektor nyamuk DBD ( Aedes aegypti ) Kompleks virusantibodi Infeksi DBD Perdarahan masif Trombositopenia Leukopenia Pemeriksaan darah ∑ Jumlah trombosit ∑ Jumlah leukosit ∑ Jumlah limfosit ∑ Jumlah hematokrit ∑ Jumlah volume plasma Derajat Klinik DBD ∑ Derajat I ∑ Derajat II (DBD tanpa syok) Derajat Klinik DBD ∑ Derajat III ∑ Derajat IV (DBD dengan syok/DSS) Pemberian terapi DBD tanpa syok Pemberian terapi DBD dengan syok Gambar. 2.6. Kerangka Teori 21 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori di atas, maka peneliti meneruskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Independen Jumlah Trombosit Variabel Dependen Variabel Pengganggu Pasien Dengue Shock Syndrome (DSS) / DBD dengan syok Kondisi Host : - Sistem imun Keadaan nutrisi Jumlah leukosit Jumlah volume plasma - Penyakit autoimun - Penyakit terkait trombosit - Riwayat DBD/DSS Kondisi Lingkungan - Temperatur udara - Curah hujan - Kelembaban udara Gambar. 2.7. Kerangka Konsep Penelitian 2.4. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian dengue shock syndrome (DSS) pada pasien anak di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantuk Yogyakarta. 22