PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT BERBASIS

advertisement
PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KALIMANTAN TENGAH
Ronny Yuniar Galingging dan Andy Bhermana
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah
ABSTRAK
Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.410 Ha termasuk
salah satu kawasan banyak menyimpan keanekaragaman hayati (biodiversity) untuk
plasma nutfah tanaman obat. Beberapa tanaman obat yang sudah dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat sejak puluhan tahun lamanya untuk pengobatan antara
lain Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu dan Paku Ate. Upaya
penyelamatan untuk melestarikan keberadaan jenis tanaman obat ini, dapat
dilakukan melalui kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan data dan informasi biofisik
lingkungan sebagai dasar pertimbangan untuk penyusunan suatu konsep
pewilayahan plasma nutfah tanaman obat. Konsep pewilayahan ini bertujuan untuk
menentukan kawasan-kawasan konservasi sekaligus potensi pengembangan areal
untuk tanaman obat. Berdasarkan pendekatan sistem lahan dengan aplikasi
teknologi sistem informasi geografis (SIG) untuk hasil eksplorasi terhadap 5 jenis
tanaman obat terpilih yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah menunjukkan
bahwa Sambung Urat dan Pasan Siri dapat dikembangkan pada tipologi lahan
kering di bagian sebelah tengah dan Utara wilayah Kalimantan Tengah. Sedangkan
pada tipologi lahan basah di bagian selatan, jenis tanaman Akar Kuning dapat
dikembangkan pada lahan-lahan bergambut sementara untuk tanaman Bawang
Hantu dapat diarahkan pada lahan-lahan rawa. Untuk jenis tanaman Paku Ate dapat
dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Pada lahan kering
pengembangannya dapat diarahkan pada lahan-lahan berpasir sedangkan untuk
lahan basah di lahan-lahan aluvial sepanjang jalur aliran sungai.
Kata kunci: pewilayahan, plasma nutfah, tanaman obat, Kalimantan Tengah.
ABSTRACT
Central Kalimantan with area of 15.380.410 Ha has biodiversity for
germplasm including medicinal plants. Among plants, there are several well known
plant that have been widely used by local community for medicine since along time
ago namely, Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu, and Paku Ate.
Efforts to preserve the existence of medicinal plants can be conducted through
exploration activity in order to obtain the information of biophysical environment for
these plants. Both data and information can then be used as basic consideration to
develop the concept of zonation for medicinal plants. The purpose of zonation
concept is to determine conservation areas as well as development area for
germplasm of medicinal plants. As a result of exploration for 5 selected medicinal
plants in Central Kalimantan, based on land system approach with geographic
information system (GIS) technology, Sambung Urat and Pasan Siri can be
1
developed in dry land areas in the central to northern part of Central Kalimantan.
While in wet land areas in the southern part, the land can be cultivated for Akar
Kuning, especially in peat land and Bawang Hantu in swamp land. For Paku Ate, this
plant can be developed in both of land typology. For dry land, the plant can be
growth in sandy land, while for wetland, it can be growth in alluvial land alongside
the river streams.
Keyword : zonation, germplasm, medicinal plant, Central Kalimantan.
PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati untuk tumbuhan yang terdapat di Indonesia,
menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan jumlah
mencapai 38.000 jenis. Habitat alami dari jenis-jenis tumbuhan dengan varietas
lokal tersebut pada umumnya terdapat pada ekosistem hutan termasuk di dalamnya
plasma nutfah tanaman obat
yang sebagian besar merupakan tumbuhan yang
berkhasiat. World Conservation Monitoring Center telah melaporkan bahwa wilayah
Indonesia merupakan kawasan yang banyak dijumpai beragam jenis tanaman obat
dengan jumlah tanaman yang telah dimanfaatkan mencapai 2.518 jenis (EISAI,
1995).
Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.410 Ha termasuk
salah satu kawasan yang juga banyak menyimpan keanekaragaman hayati
(biodiversity) untuk plasma nutfah tanaman obat. Penduduk lokal di wilayah ini
secara turun temurun sudah mengenal khasiat dan memanfaatkan tanaman lokal
ini sebagai obat tradisional. Adanya alih fungsi hutan baik berupa pembukaan areal
untuk tujuan pengembangan wilayah perkebunan, pertanian dan pemukiman
maupun fenomena alam berupa kebakaran hutan secara langsung mengancam
keberadaan habitat alami dari plasma nutfah tanaman obat.
Secara umum tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan dan
tempat-tempat lainnya di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas
hutan yang mengalami erosi genetis yang tergolong pesat. Kelangkaan tanaman
obat ini banyak diakibatkan oleh beberapa hal antara lain: a) kerusakan habitat
akibat alih fungsi hutan; b) daya regenerasi yang lambat pada beberapa jenis
tanaman terutama untuk jenis tumbuhan tahunan (perennial crop); dan c) kurangnya
perhatian terhadap upaya pelestarian antara lain melalui usaha budidaya tanaman
2
obat terutama untuk jenis-jenis yang tergolong langka (Djauhariya dan Sukarman,
2002). Lebih lanjut menurut Wilson (1988), faktor penyebab berkurangnya
keanekaragaman hayati adalah akibat peningkatan jumlah populasi manusia yang
berdampak pada kerusakan lingkungan terutama di daerah tropis.
Tulisan ini membahas mengenai pewilayahan secara geografis untuk
beberapa jenis tanaman terpilih berdasarkan hasil kajian eksplorasi plasma nutfah
tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah. Hasilnya diharapkan
dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan suatu konsep
perencanaan
pengembangan
wilayah
khususnya
untuk
kawasan-kawasan
konservasi untuk mendukung pelestarian plasma nutfah tanaman obat.
EKSPLORASI DAN INVENTARISASI PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT
DI KALIMANTAN TENGAH
Diperkirakan masih terdapat sejumlah besar jenis tanaman obat yang belum
ditemukan dan dibudidayakan di wilayah Kalimantan Tengah. Beberapa jenis
tanaman tersebut dapat di kategorikan sebagai jenis yang baru (species nova),
catatan baru (new record), dan lokasi yang baru (new spot) (Hartini dan
Puspitaningtyas (2005).
Kegiatan eksplorasi merupakan tahap awal dalam upaya melestarikan
plasma nutfah bertujuan untuk menginventarisasi data dan informasi keberadaan
tanaman langka. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi daerah asal atau
lokasi penemuan, jenis dan karakterisasi secara ex-situ, manfaat dan khasiatnya
sebagai obat termasuk peluang untuk budidaya dan perbanyakan.
Materi yang
diinventarisasi untuk selanjutnya dikarakterisasi baik secara kualitatif dan kuantitatif
dengan mengacu standarisasi pada descriptor list atau pedoman yang berasal dari
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Bogor) (Wilis et al., 2005).
Beradasarkan hasil eksplorasi, dari sekian banyak jenis tanaman yang
dikoleksi, terdapat 5 jenis tanaman terpilih yang merupakan tanaman obat
yang
sudah turun temurun digunakan oleh masyarakat lokal yang sudah merasakan
manfaatnya sebagai obat. Kelima jenis tanaman tersebut adalah (1). Sambung Urat
(Tinospora crispa (L) Miers); (2). Pasan Siri (Cymbopogon citrates (DC)); (3). Akar
Kuning (Areangelisia flava (L) Merr); (4). Bawang Hantu (Eleutherine palmifolia (L)
3
Merr); dan (5). Paku Ate (Angiopteris evecta (Forst) Hoffm) (Galingging, 2007; Wilis
et al., 2005).
Dalam sejarah perkembangan farmasi, tanaman obat merupakan sumber
senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat. Hingga saat ini sumber alam nabati
masih tetap merupakan sumber bahan kimia, baik sebagai senyawa isolat murni
yang langsung dipakai seperti alkaloida, morfin dan papaverin maupun tidak
langsung dipakai sebagai bahan dasar setelah melalui derivatisasi menjadi senyawa
bioaktif turunan yang lebih baik sehingga lebih potensial dan aman dipakai seperti
molekul artemisinin (Galingging, 2009).
Hasil karakterisasi dan analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa habitus dari
jenis-jenis tanaman ini adalah pohon, herba, dan perdu, sedangkan hasil pengujian
kandungan biofarmaka sebagai obat
menunjukkan bahwa secara umum jenis
tanaman ini memiliki kandungan fitokimia yang meliputi Alkaloid, Glikosida,
Flavonoid, Fenolik, Steroid dan Tanin. Kandungan fitokimia yang terdapat pada ke
lima jenis tanaman ini
merupakan bahan-bahan alami untuk pengobatan
(Galingging, 2007). Tabel 1 menunjukkan hasil uji fitokimia sedangkan Tabel 2
menjelaskan manfaat untuk pengobatan dari ke lima jenis tanaman hasil eksplorasi.
Tabel 1. Hasil uji fitokimia beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi
Tanaman Obat
Jenis
Fitokimia
Sambung Urat
Pasan Siri
Akar Kuning
Bawang Hantu
Paku Ate
Alkaloid
++++
++++
+++
++++
++++
Saponin
_
_
_
_
++
Glikosida
+++
++
++
++
++
Flavonoid
_
+
+
++
_
Fenolik
_
_
_
++
_
Steroid
++++
++++
++++
++++
++++
Tanin
_
_
+++
++
+
Keterangan: - = negative; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat; ++++ = positif kuat sekali
Sumber: Galingging (2007)
4
Tabel 2. Manfaat dan khasiat beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi
Pertelaan
Nama Latin
Asal
(Kabupaten)
Habitus
Cara
Perbanyakan
Bagian yang
dimanfaatkan
Manfaat
Sambung Urat
Tinospora
crispa (L) Miers
Pasan Siri
Cymbopogon
citrates (DC.)
Murung raya
Barito utara
Pohon
Setek
Tanaman Obat
Akar Kuning
Areangelesia
flava (L.) merr.
Bawang Hantu
Eleutherine
palmifolia(L.)
merr.
Barito selatan
Herba
Anakan
Kotawaringin
Barat
Perdu
Setek dan biji
Herba
Umbi
Paku Ate
Angiopteris
evecta (forst.)
hoffon
Kotawaringin
Timur
Perdu
setek
Umbi
Daun
Akar
Umbi
pelepah
Obat reumatik
dan keseleo
Obat luka
Obat penyakit
kuning, lever
dan bisul
Obat kanker
dan setelah
melahirkan
Obat kanker
payudara
Sumber: Galingging (2007)
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK
PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH
Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah informasi
yang berkaitan dengan lokasi tertentu. Sedangkan dalam arti luas, sistem informasi
geografis (SIG) merupakan suatu perangkat
untuk mengumpulkan, menyimpan,
mentransformasi, dan menyajikan ulang data spasial dari aspek-aspek permukaan
bumi (Burrough, 1986). Aplikasi SIG digunakan untuk memvisualisasikan data dan
informasi dalam format spasial berupa peta lokasi kawasan ditemukannya plasma
nutfah tanaman obat hasil eksplorasi. SIG juga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan identifikasi karakeristik wilayah dan biofisik lingkungan melalui teknik
overlay data GPS terhadap peta informasi sumberdaya lahan.
Lokasi survey dan eksplorasi dilakukan di beberapa lokasi yang dianggap
dapat mewakili keseluruhan wilayah Kalimantan Tengah yaitu di kabupaten
Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Utara, Barito Selatan, dan Murung
Raya. Perangkat berbasis SIG yaitu Global Positioning System (GPS) digunakan
untuk menginformasikan letak koordinat bumi dari lokasi penemuan dan penyebaran
beberapa tanaman yang dieksplorasi. Hasil eksplorasi dan pengamatan lapangan
terhadap ke lima jenis tanaman tertuang dalam Gambar 1.
5
Gambar 1. Data Lokasi Penemuan Beberapa Jenis Tanaman Obat Hasil
Eksplorasi
Secara umum, hampir semua jenis tanaman yang telah dieksplorasi berasal
dari kawasan-kawasan yang berada tidak jauh dari jalur aliran sungai-sungai besar
yang terdapat di wilayah Kalimantan. Dibagian selatan wilayah Kalimantan Tengah,
jenis tanaman obat Akar Kuning ditemukan di kabupaten Kotawaringin Barat di
sekitar sungai Lamandau dan Arut. (di daerah Pangkalan Bun, Pasir Panjang,
Sungai Sintuk, Pesalat dan Taman Nasional Tanjung Puting).
Jenis Paku Ate
ditemukan di Kotawaringin Timur di sekitar sungai Mentaya dan Cempaga (daerah
6
Sampit, Bagendang Hilir, Ketapang, Pundu dan Cempaga). Di bagian timur yaitu
pada daerah aliran sungai (DAS) Barito, jenis tanaman obat Bawang Hantu dijumpai
di kabupaten Barito Selatan (Buntok dan Sanggu) sedangkan di Barito Utara (Muara
Teweh) ditemukan jenis tanaman Pasan Siri. Yang terakhir adalah Sambung Urat,
ditemukan di Murung Raya (Puruk Cahu).
KONDISI UMUM BIOFISIK LINGKUNGAN LOKASI EKSPLORASI
Lebih lanjut, aplikasi SIG digunakan untuk mengidentifikasi kondisi biofisik
lingkungan dari keberadaan tanaman obat yang dijumpai pada lokasi-lokasi
ekplorasi. Teknik overlay digunakan untuk menumpang tepat data GPS dari
lapangan terhadap peta informasi sumberdaya lahan.
Pendekatan sistem lahan dan satuan lahan digunakan untuk mengetahui
kondisi dan karakteristik lingkungan. Konsep sistem lahan didasarkan pada prinsip
ekologi dengan menganggap adanya hubungan yang erat antara tipe batuan,
hidroklimat, landform, tanah, dan vegetasi (Christian and Stewart, 1968). Sedangkan
konsep satuan lahan digunakan untk melengkapi pemahaman suatu permukaan
lahan yang merupakan gabungan dari faktor-faktor bahan induk, proses geomorfik,
waktu dan iklim (Howard and Mitchell, 1980).
Pemilihan
lokasi
eksplorasi
diarahkan
pada
kawasan-kawasan
yang
dianggap dapat mewakili keragaman kondisi biofisik lingkungan yang ada di wilayah
Kalimantan Tengah. Terdapat 2 tipologi lahan sebagai faktor pembeda utama yang
eksis di wilayah ini masing-masing yaitu lahan kering dan lahan basah. Lahan-lahan
kering yang pada umunya tersebar di bagian tengah dan utara dengan luas
mencapai 11.668.300 Ha atau 77% dari luas total wilayah Kalimantan Tengah
merupakan tanah-tanah tua
yang telah mengalami pencucian yang tinggi serta
diperberat dengan ketiadaan bahan pembaharu yang mengakibatkan rendahnya
tingkat kesuburan tanah. Penciri lain dari tipologi lahan kering adalah peka terhadap
erosi dan bersifat masam (Bhermana et al., 2009). Keragaman jenis vegetasi dapat
dihubungkan dengan tipe tanah. Lebih lanjut menurut Mackinon et al (2000), tipe
hutan di kawasan ini merupakan Dipterocarpaceae yaitu hutan basah tropis pada
iklim yang panas dan basah.
7
Sementara itu untuk tipologi lahan basah pada umumnya tersebar di wilayah
bagian selatan dengan luas 3.576.800 Ha (24%). Kawasan ini secara umum banyak
didominasi oleh lahan gambut dan rawa pasang surut dengan ciri khasnya yaitu
kemasaman tanah yang tinggi dengan beragam ketebalan gambut pada lahan-lahan
gambut (Bhermana et al., 2009). Tipe hutan di kawasan ini mencakup hutan rawa
gambut, hutan rawa air tawar, hutan kerangas dan hutan bakau (Mackinon et al.,
2000).
Berdasarkan peta zona agroklimat (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
1999), daerah penyebaran Sambung Urat, Akar Kuning, Bawang Hantu, dan Paku
Ate terdapat pada zona B1 yang memiliki jumlah bulan basah (BB) 7-9 bulan dan
bulan kering (BK) 0-1 bulan selama setahun. Sedangkan untuk jenis tanaman obat
Pasan Siri terdapat pada zona D2 dengan jumlah BB 3-4 bulan dan BK 2-3 bulan.
Data dan informasi biofisik lingkungan berdasarkan sistem lahan dan satuan lahan
untuk beberapa jenis tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah,
tersaji pada Tabel 3 berikut:
8
Tabel 3. Kondisi biofisiklingkungan dari beberapa tanaman obat terpilih hasil
eksplorasi
Pertelaan
Nama Latin
Asal
(Kabupaten)
Tipologi
lahan
Jenis tanah
Landform
Regim iIklim
suhu
Regim iklim
kelembaban
Tanaman Obat
Akar Kuning
Areangelesia
flava (L.) merr.
Sambung Urat
Tinospora
crispa (L) Miers
Pasan Siri
Cymbopogon
citrates (DC.)
Murung raya
Barito utara
Lahan kering
Lahan kering
Kotawaringin
Barat
Lahan basah
Tropudults
Plinthudults
Tropudults
Plinthudults
Tropohemists
Tropaquents
Lahan basah:
Tropofluvents
Fluvaquents
Tropaquents
Dataran
berbukit
Dataran
berbukit
Teras
bergambut
Dataran
tergenang,
daerah
meander
sungai
Isohypertermic
(panas)
Udic
(lembab)
Isohypertermic
(panas)
Udic
(lembab)
Isohypertermic
(panas)
Udic
(lembab)
Isohypertermic
(panas)
Udic
(lembab)
Bawang Hantu
Eleutherine
palmifolia(L.)
merr.
Barito selatan
Lahan basah
Paku Ate
Angiopteris
evecta (forst.)
hoffon
Kotawaringin
Timur
Lahan basah
Lahan Kering
Lahan basah:
Tropaquepts
Fluvaquents
Lahan Kering:
Tropudults
Dystropepts
Lahan basah:
Dataran
alluvial
Lahan kering:
Dataran
bergelombang
sedikit
berpasir
Isohypertermic
(panas)
Udic
(lembab)
PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT
Sistem lahan merupakan area yang memiliki pola yang berulang (recurring
pattern) dari topografi, tanah dan vegetasi dengan iklim yang relatif homogen
(Wiradisastra, 1996).
Oleh karena itu sistem lahan bukan merupakan suatu yang
unik untuk satu tempat saja (spesifik lokasi) tetapi dapat dijumpai dimanapun
dengan karakteristik lingkungan yang sama (Suharta, 1997). Dengan demikian
sistem lahan yang sama ditemukan
berbagai
faktor ekologi
bila terdapat kombinasi yang sama dari
atau lingkungan dijumpai. Hal ini untuk selanjutnya
dijadikan dasar dalam menentukan wilayah-wilayah yang memiliki potensi untuk
pengembangan plasma nutfah tanaman obat di wilayah Kalimantan Tengah.
Secara umum untuk jenis tanaman obat Sambung Urat dan Pasan Siri
memiliki kondisi biofisik yang serupa pada tipologi lahan kering dengan jenis tanah
9
dan bentuk wilayah yang serupa. Sebagai arahan pengembangan dan penentuan
kawasan konservasi untuk kedua jenis tanaman ini dapat mengacu pada Tabel 3.
Sedangkan untuk jenis Akar Kuning dan Bawang Hantu, wilayah penyebarannya
dapat diarahkan pada kawasan dengan tipologi lahan basah yaitu pada lahan-lahan
bergambut dan daerah rawa yang tergenang. Jenis terakhir yaitu Paku Ate dapat
dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Pada lahan basah Paku Ate
dapat dikembangkan di daerah-daerah sepanjang jalur aliran sungai pada lahan
aluvial yang memiliki kondisi drainase yang buruk. Sedangkan pada lahan kering
tanaman ini dapat diarahkan pada lahan-lahan yang berkembang dari bahan induk
pasir.
Upaya penyelamatan dan pelestarian plasma nutfah tanaman obat perlu
ditindak lanjuti dengan upaya-upaya konservasi secara ex-situ maupun in-situ
dengan menentukan kawasan-kawasan konservasi dan kawasan pengembangan
untuk jenis-jenis tanaman langka tersebut.
KESIMPULAN
1. Sistem informasi geografis dapat diaplikasikan untuk pendokumentasian data
dan informasi keberadaan plasma nutfah khususnya dalam format spasial untuk
kepentingan analisis geografis wilayah atau kewilayahan.
2. Sistem informasi geografis dapat dijadikan sebagai alat bantu (useful tool) dalam
hal
penentuan
rencana
lokasi-lokasi
kawasan
konsevasi
dan
wilayah
pengembangan untuk mendukung pelestarian plasma nutfah tanaman obat.
3. Berdasarkan kondisi biofisik lingkungan dan habitat asalnya, jenis tanaman obat
Sambung Urat dan Pasan Siri dapat dikembangkan pada tipologi lahan kering di
bagian sebelah Utara wilayah Kalimantan Tengah.
4. Pada tipologi lahan basah, jenis tanaman Akar Kuning dapat dikembangkan
pada lahan-lahan bergambut sedangkan untuk tanaman Bawang Hantu dapat
diarahkan pada lahan-lahan rawa.
5. Jenis tanaman Paku Ate dapat dikembangkan baik di lahan kering maupun
basah. Untuk lahan kering pengembangannya dapat diarahkan pada lahan-lahan
berpasir sedangkan untuk lahan basah di lahan-lahan aluvial dengan kondisi
drainase yang buruk di sepanjang jalur aliran sungai.
10
DAFTAR PUSTAKA
Bhermana, A.,. R.Massinai., Lumban. R., dan Marlon, S. 2009. Potensi
Pengembangan Wilayah Untuk Pertanian, Perkebunan, Hortikultura, dan
Peternakan di Kalimantan Tengah. BPTP Kalimantan Tengah. 47 hal.
Burrough, P. A. 1986. Principle of Geographic Information System for Land
Resources Assessment. Clarendon Press. Oxford. 193 pages.
Christian, C. S. and C. A. Stewart. 1968. Methodology of Integrated Surveys. In:
Aerial Surveys Integrated Studies. Proc. UNESCO Conference on Principles
and Methods of Integrating Aerial Surveys of Natural Resources for
Development. 21-25 September 1964, Toulouse, France: 233-280.
Djauhariya dan Sukarman. 2002. Pemanfaatan Plasma Nutfah Dalam Industri Jamu
dan Kosmetika Alami. Buletin Plasma Nutfah 8 (2) : 12 – 13.
EISAI. 1995. Medical Herbs Index in Indonesia. Jakarta. 453 hal.
Galingging, R. Y. 2009. Tanaman Obat Langka dari Kalimantan Tengah. Warta
Plasma Nutfah Indonesia No. 21 Tahun 2009 : 7 – 8.
Galingging, R. Y. 2007. Potensi Plasma Nutfah Tanaman Obat Sebagai Sumber
Biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian Vol 10, No. 1: 76 – 83.
Hartini, S dan Puspitaningtyas, D. M. 2005. Flora Sumatra Utara Eksotik dan
Berpotensi. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. LIPI. 219 hal.
Howard, J. A. and C. W. Mitchell. 1980. Phytogeomorphic Classification of The
Lanscape. Geoforum 11:85-106.
Mackinon, K., G. Hatta., Halim, H., dan Mangalik, A. 2000. Ekologi Kalimantan. Seri
Ekologi Indonesia. Buku III. Prenhallindo. Jakarta. 806 hal.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1999. Peta Penyebaran Zona Agroklimat
Provinsi Kalimantan Tengah.
Suharta, N. 2007. Sistem Lahan Barongtongkok di Kalimantan: Potensi, Kendala,
dan Pengembangannya Untuk Pertanian Lahan Kering. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol 26 No 1:1-8.
Wilis, M., Krismawati, A., Galingging, R. Y., Sarwani, M., dan Siahaan, M. 2005.
Eksplorasi, Koleksi, dan Konservasi Plasma Nutfah Tanaman Obat dan
Tanaman Hias Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. 94 hal.
11
Wilson, E. O. 1988. Biodiversity. National Academy Press. Washington D.C.
Wiradisastra, U. S. 1996. Delineasi Agro Ecological Zone. Materi Pelatihan Apresiasi
metodologi Delineasi Zona Agroekologi. Bogor, 8-17 Januari 1996. 19 hal.
12
Download