PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KALIMANTAN TENGAH Ronny Yuniar Galingging dan Andy Bhermana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah ABSTRAK Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.410 Ha termasuk salah satu kawasan banyak menyimpan keanekaragaman hayati (biodiversity) untuk plasma nutfah tanaman obat. Beberapa tanaman obat yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sejak puluhan tahun lamanya untuk pengobatan antara lain Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu dan Paku Ate. Upaya penyelamatan untuk melestarikan keberadaan jenis tanaman obat ini, dapat dilakukan melalui kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan data dan informasi biofisik lingkungan sebagai dasar pertimbangan untuk penyusunan suatu konsep pewilayahan plasma nutfah tanaman obat. Konsep pewilayahan ini bertujuan untuk menentukan kawasan-kawasan konservasi sekaligus potensi pengembangan areal untuk tanaman obat. Berdasarkan pendekatan sistem lahan dengan aplikasi teknologi sistem informasi geografis (SIG) untuk hasil eksplorasi terhadap 5 jenis tanaman obat terpilih yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa Sambung Urat dan Pasan Siri dapat dikembangkan pada tipologi lahan kering di bagian sebelah tengah dan Utara wilayah Kalimantan Tengah. Sedangkan pada tipologi lahan basah di bagian selatan, jenis tanaman Akar Kuning dapat dikembangkan pada lahan-lahan bergambut sementara untuk tanaman Bawang Hantu dapat diarahkan pada lahan-lahan rawa. Untuk jenis tanaman Paku Ate dapat dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Pada lahan kering pengembangannya dapat diarahkan pada lahan-lahan berpasir sedangkan untuk lahan basah di lahan-lahan aluvial sepanjang jalur aliran sungai. Kata kunci: pewilayahan, plasma nutfah, tanaman obat, Kalimantan Tengah. ABSTRACT Central Kalimantan with area of 15.380.410 Ha has biodiversity for germplasm including medicinal plants. Among plants, there are several well known plant that have been widely used by local community for medicine since along time ago namely, Sambung Urat, Pasan Siri, Akar Kuning, Bawang Hantu, and Paku Ate. Efforts to preserve the existence of medicinal plants can be conducted through exploration activity in order to obtain the information of biophysical environment for these plants. Both data and information can then be used as basic consideration to develop the concept of zonation for medicinal plants. The purpose of zonation concept is to determine conservation areas as well as development area for germplasm of medicinal plants. As a result of exploration for 5 selected medicinal plants in Central Kalimantan, based on land system approach with geographic information system (GIS) technology, Sambung Urat and Pasan Siri can be 1 developed in dry land areas in the central to northern part of Central Kalimantan. While in wet land areas in the southern part, the land can be cultivated for Akar Kuning, especially in peat land and Bawang Hantu in swamp land. For Paku Ate, this plant can be developed in both of land typology. For dry land, the plant can be growth in sandy land, while for wetland, it can be growth in alluvial land alongside the river streams. Keyword : zonation, germplasm, medicinal plant, Central Kalimantan. PENDAHULUAN Keanekaragaman hayati untuk tumbuhan yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan jumlah mencapai 38.000 jenis. Habitat alami dari jenis-jenis tumbuhan dengan varietas lokal tersebut pada umumnya terdapat pada ekosistem hutan termasuk di dalamnya plasma nutfah tanaman obat yang sebagian besar merupakan tumbuhan yang berkhasiat. World Conservation Monitoring Center telah melaporkan bahwa wilayah Indonesia merupakan kawasan yang banyak dijumpai beragam jenis tanaman obat dengan jumlah tanaman yang telah dimanfaatkan mencapai 2.518 jenis (EISAI, 1995). Wilayah Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 15.380.410 Ha termasuk salah satu kawasan yang juga banyak menyimpan keanekaragaman hayati (biodiversity) untuk plasma nutfah tanaman obat. Penduduk lokal di wilayah ini secara turun temurun sudah mengenal khasiat dan memanfaatkan tanaman lokal ini sebagai obat tradisional. Adanya alih fungsi hutan baik berupa pembukaan areal untuk tujuan pengembangan wilayah perkebunan, pertanian dan pemukiman maupun fenomena alam berupa kebakaran hutan secara langsung mengancam keberadaan habitat alami dari plasma nutfah tanaman obat. Secara umum tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan dan tempat-tempat lainnya di Indonesia merupakan salah satu kelompok komoditas hutan yang mengalami erosi genetis yang tergolong pesat. Kelangkaan tanaman obat ini banyak diakibatkan oleh beberapa hal antara lain: a) kerusakan habitat akibat alih fungsi hutan; b) daya regenerasi yang lambat pada beberapa jenis tanaman terutama untuk jenis tumbuhan tahunan (perennial crop); dan c) kurangnya perhatian terhadap upaya pelestarian antara lain melalui usaha budidaya tanaman 2 obat terutama untuk jenis-jenis yang tergolong langka (Djauhariya dan Sukarman, 2002). Lebih lanjut menurut Wilson (1988), faktor penyebab berkurangnya keanekaragaman hayati adalah akibat peningkatan jumlah populasi manusia yang berdampak pada kerusakan lingkungan terutama di daerah tropis. Tulisan ini membahas mengenai pewilayahan secara geografis untuk beberapa jenis tanaman terpilih berdasarkan hasil kajian eksplorasi plasma nutfah tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah. Hasilnya diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan suatu konsep perencanaan pengembangan wilayah khususnya untuk kawasan-kawasan konservasi untuk mendukung pelestarian plasma nutfah tanaman obat. EKSPLORASI DAN INVENTARISASI PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT DI KALIMANTAN TENGAH Diperkirakan masih terdapat sejumlah besar jenis tanaman obat yang belum ditemukan dan dibudidayakan di wilayah Kalimantan Tengah. Beberapa jenis tanaman tersebut dapat di kategorikan sebagai jenis yang baru (species nova), catatan baru (new record), dan lokasi yang baru (new spot) (Hartini dan Puspitaningtyas (2005). Kegiatan eksplorasi merupakan tahap awal dalam upaya melestarikan plasma nutfah bertujuan untuk menginventarisasi data dan informasi keberadaan tanaman langka. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi daerah asal atau lokasi penemuan, jenis dan karakterisasi secara ex-situ, manfaat dan khasiatnya sebagai obat termasuk peluang untuk budidaya dan perbanyakan. Materi yang diinventarisasi untuk selanjutnya dikarakterisasi baik secara kualitatif dan kuantitatif dengan mengacu standarisasi pada descriptor list atau pedoman yang berasal dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Bogor) (Wilis et al., 2005). Beradasarkan hasil eksplorasi, dari sekian banyak jenis tanaman yang dikoleksi, terdapat 5 jenis tanaman terpilih yang merupakan tanaman obat yang sudah turun temurun digunakan oleh masyarakat lokal yang sudah merasakan manfaatnya sebagai obat. Kelima jenis tanaman tersebut adalah (1). Sambung Urat (Tinospora crispa (L) Miers); (2). Pasan Siri (Cymbopogon citrates (DC)); (3). Akar Kuning (Areangelisia flava (L) Merr); (4). Bawang Hantu (Eleutherine palmifolia (L) 3 Merr); dan (5). Paku Ate (Angiopteris evecta (Forst) Hoffm) (Galingging, 2007; Wilis et al., 2005). Dalam sejarah perkembangan farmasi, tanaman obat merupakan sumber senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat. Hingga saat ini sumber alam nabati masih tetap merupakan sumber bahan kimia, baik sebagai senyawa isolat murni yang langsung dipakai seperti alkaloida, morfin dan papaverin maupun tidak langsung dipakai sebagai bahan dasar setelah melalui derivatisasi menjadi senyawa bioaktif turunan yang lebih baik sehingga lebih potensial dan aman dipakai seperti molekul artemisinin (Galingging, 2009). Hasil karakterisasi dan analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa habitus dari jenis-jenis tanaman ini adalah pohon, herba, dan perdu, sedangkan hasil pengujian kandungan biofarmaka sebagai obat menunjukkan bahwa secara umum jenis tanaman ini memiliki kandungan fitokimia yang meliputi Alkaloid, Glikosida, Flavonoid, Fenolik, Steroid dan Tanin. Kandungan fitokimia yang terdapat pada ke lima jenis tanaman ini merupakan bahan-bahan alami untuk pengobatan (Galingging, 2007). Tabel 1 menunjukkan hasil uji fitokimia sedangkan Tabel 2 menjelaskan manfaat untuk pengobatan dari ke lima jenis tanaman hasil eksplorasi. Tabel 1. Hasil uji fitokimia beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi Tanaman Obat Jenis Fitokimia Sambung Urat Pasan Siri Akar Kuning Bawang Hantu Paku Ate Alkaloid ++++ ++++ +++ ++++ ++++ Saponin _ _ _ _ ++ Glikosida +++ ++ ++ ++ ++ Flavonoid _ + + ++ _ Fenolik _ _ _ ++ _ Steroid ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ Tanin _ _ +++ ++ + Keterangan: - = negative; + = positif lemah; ++ = positif; +++ = positif kuat; ++++ = positif kuat sekali Sumber: Galingging (2007) 4 Tabel 2. Manfaat dan khasiat beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi Pertelaan Nama Latin Asal (Kabupaten) Habitus Cara Perbanyakan Bagian yang dimanfaatkan Manfaat Sambung Urat Tinospora crispa (L) Miers Pasan Siri Cymbopogon citrates (DC.) Murung raya Barito utara Pohon Setek Tanaman Obat Akar Kuning Areangelesia flava (L.) merr. Bawang Hantu Eleutherine palmifolia(L.) merr. Barito selatan Herba Anakan Kotawaringin Barat Perdu Setek dan biji Herba Umbi Paku Ate Angiopteris evecta (forst.) hoffon Kotawaringin Timur Perdu setek Umbi Daun Akar Umbi pelepah Obat reumatik dan keseleo Obat luka Obat penyakit kuning, lever dan bisul Obat kanker dan setelah melahirkan Obat kanker payudara Sumber: Galingging (2007) APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah informasi yang berkaitan dengan lokasi tertentu. Sedangkan dalam arti luas, sistem informasi geografis (SIG) merupakan suatu perangkat untuk mengumpulkan, menyimpan, mentransformasi, dan menyajikan ulang data spasial dari aspek-aspek permukaan bumi (Burrough, 1986). Aplikasi SIG digunakan untuk memvisualisasikan data dan informasi dalam format spasial berupa peta lokasi kawasan ditemukannya plasma nutfah tanaman obat hasil eksplorasi. SIG juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi karakeristik wilayah dan biofisik lingkungan melalui teknik overlay data GPS terhadap peta informasi sumberdaya lahan. Lokasi survey dan eksplorasi dilakukan di beberapa lokasi yang dianggap dapat mewakili keseluruhan wilayah Kalimantan Tengah yaitu di kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Utara, Barito Selatan, dan Murung Raya. Perangkat berbasis SIG yaitu Global Positioning System (GPS) digunakan untuk menginformasikan letak koordinat bumi dari lokasi penemuan dan penyebaran beberapa tanaman yang dieksplorasi. Hasil eksplorasi dan pengamatan lapangan terhadap ke lima jenis tanaman tertuang dalam Gambar 1. 5 Gambar 1. Data Lokasi Penemuan Beberapa Jenis Tanaman Obat Hasil Eksplorasi Secara umum, hampir semua jenis tanaman yang telah dieksplorasi berasal dari kawasan-kawasan yang berada tidak jauh dari jalur aliran sungai-sungai besar yang terdapat di wilayah Kalimantan. Dibagian selatan wilayah Kalimantan Tengah, jenis tanaman obat Akar Kuning ditemukan di kabupaten Kotawaringin Barat di sekitar sungai Lamandau dan Arut. (di daerah Pangkalan Bun, Pasir Panjang, Sungai Sintuk, Pesalat dan Taman Nasional Tanjung Puting). Jenis Paku Ate ditemukan di Kotawaringin Timur di sekitar sungai Mentaya dan Cempaga (daerah 6 Sampit, Bagendang Hilir, Ketapang, Pundu dan Cempaga). Di bagian timur yaitu pada daerah aliran sungai (DAS) Barito, jenis tanaman obat Bawang Hantu dijumpai di kabupaten Barito Selatan (Buntok dan Sanggu) sedangkan di Barito Utara (Muara Teweh) ditemukan jenis tanaman Pasan Siri. Yang terakhir adalah Sambung Urat, ditemukan di Murung Raya (Puruk Cahu). KONDISI UMUM BIOFISIK LINGKUNGAN LOKASI EKSPLORASI Lebih lanjut, aplikasi SIG digunakan untuk mengidentifikasi kondisi biofisik lingkungan dari keberadaan tanaman obat yang dijumpai pada lokasi-lokasi ekplorasi. Teknik overlay digunakan untuk menumpang tepat data GPS dari lapangan terhadap peta informasi sumberdaya lahan. Pendekatan sistem lahan dan satuan lahan digunakan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik lingkungan. Konsep sistem lahan didasarkan pada prinsip ekologi dengan menganggap adanya hubungan yang erat antara tipe batuan, hidroklimat, landform, tanah, dan vegetasi (Christian and Stewart, 1968). Sedangkan konsep satuan lahan digunakan untk melengkapi pemahaman suatu permukaan lahan yang merupakan gabungan dari faktor-faktor bahan induk, proses geomorfik, waktu dan iklim (Howard and Mitchell, 1980). Pemilihan lokasi eksplorasi diarahkan pada kawasan-kawasan yang dianggap dapat mewakili keragaman kondisi biofisik lingkungan yang ada di wilayah Kalimantan Tengah. Terdapat 2 tipologi lahan sebagai faktor pembeda utama yang eksis di wilayah ini masing-masing yaitu lahan kering dan lahan basah. Lahan-lahan kering yang pada umunya tersebar di bagian tengah dan utara dengan luas mencapai 11.668.300 Ha atau 77% dari luas total wilayah Kalimantan Tengah merupakan tanah-tanah tua yang telah mengalami pencucian yang tinggi serta diperberat dengan ketiadaan bahan pembaharu yang mengakibatkan rendahnya tingkat kesuburan tanah. Penciri lain dari tipologi lahan kering adalah peka terhadap erosi dan bersifat masam (Bhermana et al., 2009). Keragaman jenis vegetasi dapat dihubungkan dengan tipe tanah. Lebih lanjut menurut Mackinon et al (2000), tipe hutan di kawasan ini merupakan Dipterocarpaceae yaitu hutan basah tropis pada iklim yang panas dan basah. 7 Sementara itu untuk tipologi lahan basah pada umumnya tersebar di wilayah bagian selatan dengan luas 3.576.800 Ha (24%). Kawasan ini secara umum banyak didominasi oleh lahan gambut dan rawa pasang surut dengan ciri khasnya yaitu kemasaman tanah yang tinggi dengan beragam ketebalan gambut pada lahan-lahan gambut (Bhermana et al., 2009). Tipe hutan di kawasan ini mencakup hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan kerangas dan hutan bakau (Mackinon et al., 2000). Berdasarkan peta zona agroklimat (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1999), daerah penyebaran Sambung Urat, Akar Kuning, Bawang Hantu, dan Paku Ate terdapat pada zona B1 yang memiliki jumlah bulan basah (BB) 7-9 bulan dan bulan kering (BK) 0-1 bulan selama setahun. Sedangkan untuk jenis tanaman obat Pasan Siri terdapat pada zona D2 dengan jumlah BB 3-4 bulan dan BK 2-3 bulan. Data dan informasi biofisik lingkungan berdasarkan sistem lahan dan satuan lahan untuk beberapa jenis tanaman obat yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah, tersaji pada Tabel 3 berikut: 8 Tabel 3. Kondisi biofisiklingkungan dari beberapa tanaman obat terpilih hasil eksplorasi Pertelaan Nama Latin Asal (Kabupaten) Tipologi lahan Jenis tanah Landform Regim iIklim suhu Regim iklim kelembaban Tanaman Obat Akar Kuning Areangelesia flava (L.) merr. Sambung Urat Tinospora crispa (L) Miers Pasan Siri Cymbopogon citrates (DC.) Murung raya Barito utara Lahan kering Lahan kering Kotawaringin Barat Lahan basah Tropudults Plinthudults Tropudults Plinthudults Tropohemists Tropaquents Lahan basah: Tropofluvents Fluvaquents Tropaquents Dataran berbukit Dataran berbukit Teras bergambut Dataran tergenang, daerah meander sungai Isohypertermic (panas) Udic (lembab) Isohypertermic (panas) Udic (lembab) Isohypertermic (panas) Udic (lembab) Isohypertermic (panas) Udic (lembab) Bawang Hantu Eleutherine palmifolia(L.) merr. Barito selatan Lahan basah Paku Ate Angiopteris evecta (forst.) hoffon Kotawaringin Timur Lahan basah Lahan Kering Lahan basah: Tropaquepts Fluvaquents Lahan Kering: Tropudults Dystropepts Lahan basah: Dataran alluvial Lahan kering: Dataran bergelombang sedikit berpasir Isohypertermic (panas) Udic (lembab) PEWILAYAHAN PLASMA NUTFAH TANAMAN OBAT Sistem lahan merupakan area yang memiliki pola yang berulang (recurring pattern) dari topografi, tanah dan vegetasi dengan iklim yang relatif homogen (Wiradisastra, 1996). Oleh karena itu sistem lahan bukan merupakan suatu yang unik untuk satu tempat saja (spesifik lokasi) tetapi dapat dijumpai dimanapun dengan karakteristik lingkungan yang sama (Suharta, 1997). Dengan demikian sistem lahan yang sama ditemukan berbagai faktor ekologi bila terdapat kombinasi yang sama dari atau lingkungan dijumpai. Hal ini untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam menentukan wilayah-wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan plasma nutfah tanaman obat di wilayah Kalimantan Tengah. Secara umum untuk jenis tanaman obat Sambung Urat dan Pasan Siri memiliki kondisi biofisik yang serupa pada tipologi lahan kering dengan jenis tanah 9 dan bentuk wilayah yang serupa. Sebagai arahan pengembangan dan penentuan kawasan konservasi untuk kedua jenis tanaman ini dapat mengacu pada Tabel 3. Sedangkan untuk jenis Akar Kuning dan Bawang Hantu, wilayah penyebarannya dapat diarahkan pada kawasan dengan tipologi lahan basah yaitu pada lahan-lahan bergambut dan daerah rawa yang tergenang. Jenis terakhir yaitu Paku Ate dapat dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Pada lahan basah Paku Ate dapat dikembangkan di daerah-daerah sepanjang jalur aliran sungai pada lahan aluvial yang memiliki kondisi drainase yang buruk. Sedangkan pada lahan kering tanaman ini dapat diarahkan pada lahan-lahan yang berkembang dari bahan induk pasir. Upaya penyelamatan dan pelestarian plasma nutfah tanaman obat perlu ditindak lanjuti dengan upaya-upaya konservasi secara ex-situ maupun in-situ dengan menentukan kawasan-kawasan konservasi dan kawasan pengembangan untuk jenis-jenis tanaman langka tersebut. KESIMPULAN 1. Sistem informasi geografis dapat diaplikasikan untuk pendokumentasian data dan informasi keberadaan plasma nutfah khususnya dalam format spasial untuk kepentingan analisis geografis wilayah atau kewilayahan. 2. Sistem informasi geografis dapat dijadikan sebagai alat bantu (useful tool) dalam hal penentuan rencana lokasi-lokasi kawasan konsevasi dan wilayah pengembangan untuk mendukung pelestarian plasma nutfah tanaman obat. 3. Berdasarkan kondisi biofisik lingkungan dan habitat asalnya, jenis tanaman obat Sambung Urat dan Pasan Siri dapat dikembangkan pada tipologi lahan kering di bagian sebelah Utara wilayah Kalimantan Tengah. 4. Pada tipologi lahan basah, jenis tanaman Akar Kuning dapat dikembangkan pada lahan-lahan bergambut sedangkan untuk tanaman Bawang Hantu dapat diarahkan pada lahan-lahan rawa. 5. Jenis tanaman Paku Ate dapat dikembangkan baik di lahan kering maupun basah. Untuk lahan kering pengembangannya dapat diarahkan pada lahan-lahan berpasir sedangkan untuk lahan basah di lahan-lahan aluvial dengan kondisi drainase yang buruk di sepanjang jalur aliran sungai. 10 DAFTAR PUSTAKA Bhermana, A.,. R.Massinai., Lumban. R., dan Marlon, S. 2009. Potensi Pengembangan Wilayah Untuk Pertanian, Perkebunan, Hortikultura, dan Peternakan di Kalimantan Tengah. BPTP Kalimantan Tengah. 47 hal. Burrough, P. A. 1986. Principle of Geographic Information System for Land Resources Assessment. Clarendon Press. Oxford. 193 pages. Christian, C. S. and C. A. Stewart. 1968. Methodology of Integrated Surveys. In: Aerial Surveys Integrated Studies. Proc. UNESCO Conference on Principles and Methods of Integrating Aerial Surveys of Natural Resources for Development. 21-25 September 1964, Toulouse, France: 233-280. Djauhariya dan Sukarman. 2002. Pemanfaatan Plasma Nutfah Dalam Industri Jamu dan Kosmetika Alami. Buletin Plasma Nutfah 8 (2) : 12 – 13. EISAI. 1995. Medical Herbs Index in Indonesia. Jakarta. 453 hal. Galingging, R. Y. 2009. Tanaman Obat Langka dari Kalimantan Tengah. Warta Plasma Nutfah Indonesia No. 21 Tahun 2009 : 7 – 8. Galingging, R. Y. 2007. Potensi Plasma Nutfah Tanaman Obat Sebagai Sumber Biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 10, No. 1: 76 – 83. Hartini, S dan Puspitaningtyas, D. M. 2005. Flora Sumatra Utara Eksotik dan Berpotensi. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. LIPI. 219 hal. Howard, J. A. and C. W. Mitchell. 1980. Phytogeomorphic Classification of The Lanscape. Geoforum 11:85-106. Mackinon, K., G. Hatta., Halim, H., dan Mangalik, A. 2000. Ekologi Kalimantan. Seri Ekologi Indonesia. Buku III. Prenhallindo. Jakarta. 806 hal. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1999. Peta Penyebaran Zona Agroklimat Provinsi Kalimantan Tengah. Suharta, N. 2007. Sistem Lahan Barongtongkok di Kalimantan: Potensi, Kendala, dan Pengembangannya Untuk Pertanian Lahan Kering. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 26 No 1:1-8. Wilis, M., Krismawati, A., Galingging, R. Y., Sarwani, M., dan Siahaan, M. 2005. Eksplorasi, Koleksi, dan Konservasi Plasma Nutfah Tanaman Obat dan Tanaman Hias Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. 94 hal. 11 Wilson, E. O. 1988. Biodiversity. National Academy Press. Washington D.C. Wiradisastra, U. S. 1996. Delineasi Agro Ecological Zone. Materi Pelatihan Apresiasi metodologi Delineasi Zona Agroekologi. Bogor, 8-17 Januari 1996. 19 hal. 12