MASALAH KEBERLAKUAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM

advertisement
1 MASALAH KEBERLAKUAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM SISTEM
HUKUM REGIONAL UNI EROPA
Fanny Alda Putri
Adijaya Yusuf
Hadi Rahmat Purnama
Program Studi Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum tentang Hubungan Transnasional, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia
ABSTRAK
Uni Eropa adalah organisasi internasional di wilayah Eropa yang bertujuan untuk mencapai
integrasi Eropa. Untuk mencapai tujuan tersebut, Uni Eropa membentuk sistem hukum
regionalnya sendiri yang saat ini sudah menjadi komponen yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan politik dan bermasyarakat di Uni Eropa. Walaupun demikian, keberlakuan hukum
internasional dalam sistem hukum regional Uni Eropa jarang sekali dibahas. Beberapa tahun
belakang, hubungan antara hukum internasional dan hukum regional Uni Eropa baru banyak
dibicarakan dalam kaitannya dengan otonomi hukum regional Uni Eropa. Dalam beberapa
kondisi, Uni Eropa tidak terikat dengan perjanjian internasional atau norma-norma hukum
internasional. Putusan-putusan Mahkamah Eropa baru-baru ini menekankan otonomi hukum
regional Uni Eropa di atas hukum internasional. Putusan-putusan tersebut mengindikasikan
bahwa hubungan antara hukum internasional dengan hukum regional Uni Eropa tidak lagi
dilihat menurut teori monisme dan dualisme saja, tetapi dengan teori lain yang lebih
kompleks.
Kata kunci: Uni Eropa, hukum internasional, hukum regional.
ABSTRACT
European Union is an international organization whose obejective is to develop a European
integration. In order to achieve the idea of European integration, European Union created its
own legal order which has already becomean established component of European Union’s
political life and society.Yet, the effectof international law within the Union’s domestic order
receives far lessattention.Over the past decade, the relationship between European and
international law has largely been commented through the prism of the autonomy. In some
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
2 instances, however, the European Union is not bound by a treaty or international norm.
Recent decisions issued by the Court of Justice of the European Union having emphasized the
integrity of the European Unionlegal system.It indicates the relationshipbetween the EU and
international law can no longer be understoodon the basis of monism or dualism theory, but a
much more complex theory.
Keywords: European Union, international law, regional law.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan integrasi regional dalam beberapa dekade ini semakin pesat dan
merupakan salah satu perkembangan yang sangat berarti bagi hukum internasional dan
hubungan internasional. Saat ini hampir setiap negara merupakan pihak dari perjanjian
integrasi regional (regional integration agreement) atau secara aktif turut bernegosiasi dalam
rangka mewujudkan integrasi regional. Kecenderungan integrasi regional tampaknya akan
terus berlanjut karena paling tidak integrasi regional dapat meredam ketegangan antara
tekanan globalisasi dan tuntutan untuk otonomi regional yang semakin besar.1
Dalam perkembangannya, integrasi regional tidak hanya dalam bentuk perjanjian
integrasi regional tetapi juga diwujudkan dalam bentuk suatu organisasi regional. Hal ini
membuat adanya hukum internasional yang ruang lingkupnya hanya berlaku di kawasan
tertentu. Salah satu organisasi regional yang taraf integrasinya sudah sangat berkembang
dibanding dengan organisasi regional lain adalah Uni Eropa. Uni Eropa, yang memiliki
otonomi untuk membuat suatu sistem hukum tersendiri, menjadikan sistem hukum tersebut
memiliki supremasi dan mengikat negara-negara anggotanya secara langsung. Dengan
adanya otonomi tersebut menjadikan hubungan antara hukum internasional dengan hukum
regional, khususnya hukum regional Uni Eropa, sifatnya sama dengan hubungan antara
hukum internasional dengan hukum nasional (municipal law). Pada dasarnya tidak ada suatu
aturan yang menyatakan secara eksplisit bahwa Uni Eropa menganut teori monisme atau
1
Zhenis Kembayev, “Legal Aspects of Regional Integration in CentralAsia”, Heidelberg
Journal of International Law 66.4 (2006): 967-983, hal 967.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
3 dualisme.2 Secara garis besar hubungan antara hukum regional Uni Eropa dengan hukum
internasional termasuk dalam teori monisme. Dalam Pasal 216 ayat (1) Treaty Functioning of
the European Union (TFEU)3 tersirat bahwa Uni Eropa dan juga negara-negara anggotanya
terikat dengan perjanjian internasional yang dibentuk oleh Uni Eropa.Selain itu Uni Eropa
juga menempatkan perjanjian internasional sebagai satu bagian (integral part) dalam sistem
hukum Uni Eropa.4
Pada praktiknya, hubungan antara hukum internasional dengan hukum regional Uni
Eropa lebih kompleks dari yang diatur dalam anggaran dasar Uni Eropa. Pada tahun 2008,
Mahkamah Eropa mengadili dua kasus yang berkaitan dengan keberlakuan hukum
internasional dalam sistem hukum regional Uni Eropa. Dua kasus ini sangat berpengaruh
terhadap hubungan hukum internasional dan hukum regional Uni Eropa. Dalam kasus yang
pertama, Intertanko5, para pemohon yaitu organisasi-organisasi yang bergerak dalam industri
maritim mengajukan gugatan ke Mahkamah Eropa untuk mencabut produk legislasi Uni
Eropa (Directive 2005/03) yang menurut penggugat bertentangan dengan United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan International Convention for the
Prevention of Pollution From Ships (MARPOL 73/78). Mahkamah Eropa dalam kasus ini
mengenyampingkan beberapa aturan yang dimuat dalam UNCLOS dan MARPOL
73/78.Mahkamah Eropa dalam putusan ini menspesifikasikan kondisi mengenai pelaksanaan
suatu perjanjian internasional, yang di mana negara-negara anggota merupakan pihak dalam
perjanjian internasional tersebut, dalam sistem hukum regional Uni Eropa.
2
Dua teori klasik tentang hubungan antara dua sistem hukum tersebut adalah teori dualism dan
monism. Menurut teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan aspek yang sama dalam
satu sistem hukum. Menurut teori dualisme hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem
hukum yang berbeda. Lihat J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional (Terj. Introduction to International Law
oleh Bambang Iriana Djajaatmadja), ed. ke-10, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 97.
3
Pasal 216 ayat (1) TFEU menyatakan bahwa: “The Union may conclude an agreement with
one or more third countries or international organisations where the Treaties so provide or where the
conclusion of an agreement is necessary in order to achieve, within the framework of the Union's policies, one
of the objectives referred to in the Treaties, or is provided for in a legally binding Union act or is likely to affect
common rules or alter their scope.”
4
Enzo Cannizzaro, Paolo Palchetti, Ramses A. Wessel (eds.), International Law as the Law of
the European Union, (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2011), hal 11.
5
ECJ, ECJ, Case C-308/06 The Queen, on the application of International Association of
Independent Tanker Owners (Intertanko) and Others v. Secretary of State for Transport (2008) ECR I-4057.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
4 Dalam kasus yang kedua, Kadi and Al-Barakaat6, para penggugat yaitu Yasin
Abdullah Kadi dan Al-Barakaat Foundation mengajukan gugatan ke Court of Instance7
untuk mencabut produk legislasi Uni Eropa, yaitu Regulation 881/2002 dan Regulation
467/2001, yang dibuat sebagai tindak lanjut dari Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa 1267 (1999) mengenai pembekuan aset yang kepemilikannya berkaitan
dengan Al-Qaeda atau Taliban, karena menurut penggugat regulation tersebut bertentangan
dengan hak-hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Uni Eropa. Dalam
kasus ini Regulation 881/2002 dan Regulation 467/2001 dianggap sebagai implementasi
langsung yang dilakukan Uni Eropa dari Resolusi PBB 1267 (1999) dan Resolusi 1333
(2000). CFI dalam putusannya menolak gugatan para penggugat karena CFI tidak
mempunyai wewenang untuk menilai apakah resolusi tersebut valid atau tidak. Lebih lanjut
CFI juga menilai bahwa apa yang diperintahkan oleh Dewan Keamaan PBB melalui resolusi
tersebut tidakbertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia di Uni Eropa. Para
penggugat kemudian melakukan banding ke Mahkamah Eropa. Dalam putusannya
Mahkamah Eropa mencabut Regulation 881/2002 dengan alasan jika resolusi tersebut
dilaksankan di Uni Eropa, maka prinsip-prinsip hak asasi manusia di Uni Eropa yang
dituangkan dalam anggaran dasar Uni Eropa akan terlanggar. Terdapat konflik antara
kewajiban internasional yang terdapat dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 1267 (1999)
dan Resolusi 1333 (2000) yang harus dilakukan negara-negara anggota Uni Eropa, yang juga
merupakan negara-negara anggota dari PBB,juga yang terdapat dalam Pasal 103 Piagam PBB
dengan instrumen pokok dari Uni Eropa.Dalam hal ini Mahkamah Eropa dalam putusannya
berpendapat bahwa:
“that the Community judicature must … ensure the review, in principle the full
review, of the lawfulness of all Community acts in the light of the fundamental rights
forming an integral part of the general principles of Community law, including review
of Community measures which, like the contested regulation, are designed to give
effect to the resolutions adopted by the Security Council under Chapter VII of the
Charter of the United Nations.”8
6
ECJ, Cases C-402/05 P dan C-415/05 P, Yassin Abdullah Kadi and Al Barakaat International
Foundation v. Council and Commission, 3 September 2008
7
Court of Instance merupakan pengadilan tingkat pertama dalam sistem hukum regional Uni
Eropa.Putusan Court of Instance dapat dilakukan perbuatan hukum lanjutan berupa banding ke Mahkamah
Eropa.
8
ECJ, Cases C-402/05 P dan C-415/05 P, Yassin Abdullah Kadi and Al Barakaat International
Foundation v. Council and Commission, 3 September 2008, para. 327.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
5 Dari kedua putusan yang dikeluarkan Mahkamah Eropa tersebut, akan terlihat bahwa
Uni Eropa memiliki pendekatan tersendiri tehadap keberlakuan hukum internasional dalam
sistem hukum regional Uni Eropa. Mahkamah Eropa dalam hal ini berpendapat bahwa
hukum internasional dapat dikesampingkan keberlakuannya di Uni Eropa dengan kondisikondisi tertentu.
B. Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan dari penelitian ini, di antaranya:
1. Bagaimana hubungan antara hukum internasional dengan hukum regional?
2.
Bagaimana perspektif hukum internasional terhadap Uni Eropa dan sistem hukum
regional Uni Eropa?
3.
Bagaimana analisis keberlakuan hukum internasional dalam hukum regional Uni
Eropa dalam putusan-putusan Mahkamah Eropa?
C. Tujuan Penelitian
1. Menguraikan hubungan antara hukum internasional dengan hukum regional.
2. Mengetahui perspektif hukum internasional terhadap Uni Eropa dan sistem hukum
regional Uni Eropa.
3. Menganalisis keberlakuan hukum internasional dalam hukum regional Uni Eropa
dalam putusan-putusan Mahkamah Eropa.
TINJAUAN TEORITIS
Perwujudan
hukum
internasional
dalam
bentuk
hukum
regional
saat
ini
perkembangannya sangat pesat dibandingkan dengan hukum internasional umum seiiring
dengan terbentuknya kerjasama regional yang dilembagakan.Beberapa contoh kerjasama
regional tersebut yaitu Uni Eropa, ASEAN, dan OAS.Dari contoh-contoh yang disebutkan
sebelumnya, hanya Uni Eropa yang tingkat integrasinya terbilang lebih maju daripada
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
6 organisasi regional lainnya karena Uni Eropa telah memiliki sistem hukum sendiri yang
memiliki supremasi di atas hukum negara-negara anggotanya. Dalam putusan perkara Costa v
ENEL9, dua poin penting mengenai primat hukum Uni Eropa terhadap hukum nasional
negara-negara anggota yaitu:
a. The Member States have definitively transferred sovereign rights to a Community
created by them and subsequent unilateral measures would be inconsistent with
the concept of EU law.
b. It is a principle of the Treaty that no Member State may call into question the
status of Union law as a system uniformly and generally applicable throughout
the EU.10
Dalam kaitannya dengan hukum internasional, hukum regional dapat dikatakan
sebagai hukum nasional (municipal law) dalam bentuk yang berbeda, khususnya di Uni
Eropa.Terdapat dua persoalan tentang hubungan antara hukum internasional dengan hukum
nasional. Persoalan pertama adalah mengenai kedudukan hukum internasional dalam sistem
hukum nasional.Persoalan kedua adalah mengenai hirarkhi antara kedua sistem hukum
tersebut.
Pembahasan mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional
selalu menggunakan pendekatan aliran monisme dan dualisme. Aliran monisme memandang
bahwa hukum internasional dan hukum nasional terintegrasi dalam suatu sistem hukum yang
sama.11 Dengan adanya pandangan tersebut maka konsekuensi yang ditimbulkan adalah
terdapat hirarkhi antara hukum nasional dengan hukum internasional. Aliran dualisme
memandang bahwa hukum internasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda dan
subjek yang diatur hukum tersebut juga berbeda.Jika aturan dalam hukum internasional
berlaku dalam hukum nasional suatu negara, itu disebabkan oleh adanya transformasi aturanaturan hukum internasional ke dalam hukum nasional.12
9
ECJ, Case 6/64, Costa v ENEL, 15 Juli 1964.
10
Klaus-Dieter Borchardt, The ABC of European Union Law, (Luxemburg: Publication Office
of the European Union, 2010), hal. 121
11
12
Rebecca Wallace, International Law, (London: Sweet and Maxwell, 1992), hal 34-35.
Ibid.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
7 Teori monisme dan dualisme merupakan teori klasik yang menjelaskan hubungan
antara hukum internasional dengan hukum nasional. Dalam abad ini, para sarjana hukum
melihat adanya perubahan hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional
dengan adanya pengaruh dari globalisasi dan internasionalisasi. Nijman dan Nollkaemper
menyatakan bahwa:
“The political and social context that inspired the original theories of dualism and
monism is a very different one from that of today. The emergence of new non-legal
developments, different from those that inspired traditional monism and dualism, call
for alternative theoretical approaches that allow us to systematize, explain, and
understand changes in the relationship between international and national law and,
at the same time, to give direction to the future development of international and
national law. […] Increasing cross-border flow of services, goods and capital,
mobility, and communication have undermined any stable notion of what is national
and what is international.”13
Sejalan dengan pendapat dari Nijman dan Nollkaemper, Von Bogdandy menyatakan bahwa
teori monisme dan dualisme seharusnya tidak usah digunakan lagi dalam membahas
hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional dan hanya digunakan untuk
menggambarkan disposisi politik terhadap hukum internasional. Lebih jauh Van Bogdandy
berpendapat bahwa terminologi pluralisme lebih cocok digunakan untuk membahas
hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional.14
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
yuridis normatif. Yuridis normatif berarti penelitian berarti penelitian yang mengacu pada
norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan
beserta norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat.15 Tipe penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif analitatif. Bahan penelitian
yang sudah terkumpul akan dianalisis sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional,
khususnya di bidang hukum organisasi internasional.
13
J. Nijman dan A. Nollkaemper, New Perspectives on the Divide between National &
International Law, (Oxford: Oxford University Press, 2007), hal. 10.
14
A. von Bogdandy, “Pluralism, Direct Effect, and the Ultimate Say: On the Relationship
Between International and Domestic Constitutional Law”, International Journal of Constitutional Law (2008),
hal. 400.
15
Sri Mamudji, et.al.,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal.9-10.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
8 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan.16 Bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a.
bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan mengikat, antara
lain berupa hukum tertulis seperti konvensi dan perjanjian internasional serta putusan
pengadilan.
b.
bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang akan penulis
gunakan antara lain buku-buku hukum, skripsi, tesis, jurnal, artikel-artikel dari
internet.
bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk mengenai bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus dan ensiklopedia.
PEMBAHASAN
A.
Analisis Kasus Intertanko terhadap Keberlakuan Hukum Internasional dalam
Sistem Hukum Regional Uni Eropa
Mahkamah Eropa dalam putusan kasus Intertanko menyatakan bahwa MARPOL 73/78
dan UNCLOS tidak dapat mempengaruhi keabsahan dari Directive 2005/35/3C yang sedang
dalam pengujian materiil. Dalam melakukan uji materiil terhadap Directive ini, Mahkamah
Eropa pertama-tama memeriksa apakah perjanjian internasional tersebut mengikat Uni Eropa
atau tidak.Mahkamah Eropa menyatakan bahwa perjanjian internasional yang dibentuk oleh
Uni Eropa mengikat keseluruhan institusi Uni Eropa dan perjanjian tersebut kedudukannya
lebih tinggi dari secondary legislation.17Karena directive merupakan secondary legislation,
untuk itu Directive 2005/35/EC dapat diajukan uji materiil. Ada dua syarat penting yang
dinyatakan oleh Mahkamah Eropa dalam melakukan uji materiil atas suatu secondary
legislation terhadap perjanjian internasional, yaitu:
“1. the Community must be bound by those rules; and
16
17
Ibid, hal. 28.
Ibid., para.42.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
9 2. the Court can examine the validity of Community legislation in the light of an
international treaty only where the nature and the broad logic of the latter do not
preclude this, and in addition, the treaty’s provisions appear, as regards their content,
to be unconditional and sufficiently precise”.18
Berdasarkan dua poin tersebut, dalam kaitannya dengan MARPOL 73/78, Mahkamah Eropa
berpendapat bahwa Directive 2005/35/EC tidak dapat dilakukan uji materiil terhadap
MARPOL 73/78 karena MARPOL 73/78 hanya mengikat negara-negara anggota Uni Eropa,
tetapi tidak mengikat Uni Eropa secara keseluruhan. Mahkamah Eropa dalam kasus ini
menolakargumen pemohon yang mengatakan bahwa Uni Eropa bisa saja terikat dengan suatu
perjanjian internasional karena negara-negara menyerahkan sebagian hak berdaulatnya
kepada Uni Eropa dalam hal tertentu.Mahkamah Eropa membedakan kasus ini dengan kasus
International Fruit19yang memberikan perlakuan khusus terhadap peraturan-peraturan yang
dikeluarkan GATT.20Walaupun Uni Eropa membentuk Directive 2005/35/EC dengan tujuan
untuk mengadopsi aturan-aturan tertentu yang terdapat dalam MARPOL 73/78 ke dalam
produk legislasi dalam sistem hukum regional Uni Eropa, tidak berarti produk legislasi
tersebut dapat dilakukan uji materiil terhadap perjanjian internasional tersebut.21
Berbeda
dengan
MARPOL
73/78,
Uni
Eropa
merupakan
pihak
dalam
22
UNCLOS. Dengan menjadi pihak dalam UNCLOS, Mahkamah Eropa dalam hal ini
menyatakan bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam UNCLOS mengikat Uni Eropa secara
keseluruhan
dan
merupakan
integral
part
dalam
sistem
hukum
regional
Uni
Eropa.23Meskipun poin pertama untuk mengetahui apakah suatu produk secondary legislation
dapat dilakukan uji materiil terpenuhi, Mahkamah Eropa juga memeriksa apakah poin kedua
juga terpenuhi. Untuk mengetahui terpenuhinya poin kedua, Mahkamah Eropa memeriksa
18
Ibid., para. 44-45.
19
ECJ, Joined cases 21 to 24/72 International Fruit Company NV v. Produktschap voor
Groenten en Fruit, 12 Desember 1972.
20
Dalam kasus International Fruit, Mahkamah Eropa menyatakan bahwa untuk bidang
perdagangan yang diatur di bawah GATT/WTO, apabila negara-negara anggota terikat dengan aturan dari
GATT maka Uni Eropa juga terikat dengan aturan tersebut.
21
Ibid., para. 50.
22
Uni Eropa menjadi pihak dalam UNCLOS dan bergabungnya Uni Eropa sebagai pihak dalam
UNCLOS dinyatakan dalam Decision 98/392.
23
Intertanko, para. 53.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
10 apakah “nature and broad logic” dari UNCLOS, yang dituangkan dalam bagian pembukaan
dan bagian isi “preclude examination of the validity of Community measures in the light of its
provisions”.24Suatu perjanjian internasional dapat dijadikan acuan dalam melakukan uji
materiil produk legislasi Uni Eropa apabila perjanjian internasional tersebut memiliki
keberlakuan langsung, serta memberikan hak dan kewajiban tidak hanya kepada negara pihak
tetapi juga individu dalam negara tersebut.Tujuan utama dibentuknya UNCLOS adalah untuk
mengkodifikasi, mengklarifikasi, dan membangun aturan-aturan hukum internasional yang
terkait dengan kerjasama komunitas internasional secara damai dalam hal penggunaan,
eksplorasi, dan eksploitasi laut.Aturan-aturan yang terdapat dalam UNCLOS sifatnya publik,
dalam arti hanya mengatur mengenai negara. Hal-hal khusus terkait individu, misalnya
bagaimana cara meregistrasikan kapal sehingga mendapatkan nasionalitas, diatur dalam
hukum nasional masing-masing negara pihak UNCLOS. Karena tidak ada aturan yang
langsung memberikan hak dan kewajiban kepada individu dalam UNCLOS, dalam
Putusannya Mahkamah Eropa berkesimpulan bahwa:
“it must be found that UNCLOS does not establish rules intended to apply directly
and immediately to individuals and to confer upon them rights or freedoms capable of
being relied upon against States, irrespective of the attitude of the ship’s flag State. It
follows that the nature and the broad logic of UNCLOS prevent the Court from being
able to assess the validity of a Community measure in the light of that Convention.”25
Mahkamah Eropa dalam putusan ini dalam menjawab pertanyaan dari Pengadilan
Tinggi Inggris dan Wales dalam prosedur preliminary ruling terlebih dahulu memeriksa
apakah Directive 2005/35/EC dapat dilakukan uji materiil terhadap MARPOL 73/78 dan
UNCLOS. Dalam hal ini Mahkamah Eropa memberikan dua kondisi apabila suatu directive
akan diuji materiil terhadap perjanjian internasional. Dua kondisi tersebut yaitu Uni Eropa
harus terikat secara keseluruhan terhadap perjanjian internasional tersebut dan perjanjian
internasional tersebut harus memiliki aturan yang dapat diberlakukan secara langsung kepada
individu. Karena dua kondisi untuk melakukan uji materiil produk legislasi Uni Eropa
terhadap hukum internasional tidak terpenuhi, maka Mahkamah Eropa memutuskan bahwa
Directive 2005/35/EC tidak dapat dilakukan uji materiil terhadap MARPOL 73/78 dan
UNCLOS. Dengan alasan tersebut, maka Directive 2005/35/EC tetap berlaku.
24
Ibid., para. 54.
25
Ibid., para 64-65
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
11 Sejak awal pembentukan Komunitas Eropa melalui Treaty of Rome atau yang dikenal
dengan Treaty Establishing the European Community (TEEC) pada tahun 1957hingga
pembentukan Treaty of Lisbonpada tahun 2007, Uni Eropa tidak secara jelas menggambarkan
bagaimana posisi Uni Eropa dalam hukum internasional, termasuk hubungan antara hukum
internasional dengan hukum regional Uni Eropa. Dalam TEEC, Komunitas Eropa pada saat
itu hanya memiliki wewenang dalam bidang hubungan luar negeri dalam rangka Common
Comercial Policy (CCP) dan dalam membentuk perjanjian internasional, khususnya
perjanjian kerjasama, sebagaimana diatur dalam Pasal 133 dan 301 TEC.26 Pada masa-masa
awal pembentukannya Uni Eropa sangat terfokus pada pembangunan hukum internal yang
pada akhirnya tidak hanya mengikat negara-negara anggota tetapi juga masyarakat Eropa
secara keseluruhan, dan tidak terlalu memberikan perhatian kepada hubungan luar negeri Uni
Eropa.27 Lebih lanjut dalam Putusan Costa v ENEL, Mahkamah Eropa menyatakan bahwa
Uni Eropa adalah organisasi internasional sui generis28 dan hukum regional Uni Eropa adalah
“new international legal order”.29Dengan adanya status “new international legal order”
tersebut, maka bukan berarti tidak ada konflik antara hukum regional Uni Eropa dengan
hukum internasional.Pada dasarnya, hukum internasional berlaku di Uni Eropa sebagaimana
diatur dalam Pasal 300 ayat (7) TEEC (sekarang Pasal 216 ayat (1) TFEU).Hubungan antara
26
Pasal 133 TEC berbunyi:
“1. The common commercial policy shall be based on uniform principles, particularly with
regard to changes in tariff rates, the conclusion of tariff and trade agreements relating to trade in goods and
services, and the commercial aspects of intellectual property, foreign direct investment, the achievement of
uniformity in measures of liberalisation, export policy and measures to protect trade such as those to be taken
in the event of dumping or subsidies. The common commercial policy shall be conducted in the context of the
principles and objectives of the Union’s external action.
2. The European Parliament and the Council, acting by means of regulations in accordance with the
ordinary legislative procedure, shall adopt the measures defining the framework for implementing the common
commercial policy.
3. Where agreements with one or more third countries or international organisations need to be
negotiated and concluded, Article 218 shall apply, subject to the special provisions of this Article.”
Pasal 301 TEC berbunyi: “Where a decision, adopted in accordance with Chapter 2 of Title V of the
Treaty on European Union, provides for the interruption or reduction, in part or completely, of economic and
financial relations with one or more third countries, the Council, acting by a qualified majority on a joint
proposal from the High Representative of the Union for Foreign Affairs and Security Policy and the
Commission, shall adopt the necessary measures. It shall inform the European Parliament thereof.”
27
Jan Willem van Rossem, ‘Interaction between EU law and international law in the light of
Intertanko and Kadi: The dilemma of norms binding the Member States but not the Community’,
CLEERWorking Papers (2009), hal. 11.
28
Sui generis maksudnya secara harfiah berarti “of its own kind”, yang artinya adalah unik atau
khusus dari suatu kelompok tertentu.
29
ECJ, Case 6/64, Costa v. ENEL, 5 Juli 1964.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
12 hukum internasional dengan hukum regional Uni Eropa jika dilihat dari beberapa putusan
Mahkamah Eropa merupakan hubungan dengan pendekatan monisme karena hukum
internasional tidak harus ditransposisikan ke dalam hukum regional Uni Eropa.
Dalam kasus Intertanko, terlihat ada batasan-batasan terhadap keberlakuan hukum
internasional dalam sistem hukum regional Uni Eropa walaupun dalam lingkup dasar hukum
yang digunakan Mahkamah Eropa dalam mengadili suatu perkara.Uni Eropa, yang
merupakan pihak dalam UNCLOS, menyatakan bahwa segala aturan yang terdapat dalam
UNCLOS mengikat Uni Eropa secara keseluruhan.Hal ini karena perjanjian internasional
yang salah satu pihaknya adalah Uni Eropa merupakan ‘integral part’ dalam sistem hukum
regional Uni Eropa.Walaupun UNCLOS sudah dinyatakan merupakan ‘integral part’ dalam
sistem hukum regional Uni Eropa, namun norma-norma yang diatur di dalamnya tidak secara
otomatis dapat langsung diberlakukan kepada negara-negara anggota, maupun individu dan
badan hukum di negara anggota, khusunya apabila terdapat sengketa di pengadilanpengadilan Uni Eropa.Prinsip keberlakuan langsung yang ada dalam sistem hukum regional
Uni Eropa-lah yang menjadi alasan mengapa perjanjian internasional tidak langsung dapat
berlaku di Uni Eropa.Prinsip keberlakuan langsung memperbolehkan Mahkamah Eropa
dalam mengadili suatu perkara untuk membatasi keberlakuan norma-norma dalam hukum
internasional dalam sistem hukum regional Uni Regional Uni Eropa.
Uni Eropa juga tidak terikat kepada perjanjian internasional yang para pihaknya
termasuk semua negara anggota Uni Eropa. Uni Eropa tidak secaraotomatis memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan negara anggota, yang didapat dari perjanjian internasional
tersebut. Hal ini dipertegas Mahkamah Eropa dalam kasus Intertanko dengan menyatakan
bahwa “the Community is not bound by the Member States’ obligations under international
law”.30Dari perspektif Uni Eropa, alasan dari Mahkamah Eropa tersebut adalah untuk
menjaga supremasi hukum regional Uni Eropa.Jika perjanjian internasional yang dibentuk
oleh satu atau lebih negara anggota Uni Eropa di luar kerangka Uni Eropa ditempatkan dalam
posisi yang sama dengan perjanjian internasional yang dibentuk oleh Uni Eropa, maka
negara-negara anggota bisa saja menghindari supremasi dari hukum regional Uni Eropa,
khusunya secondary legislation. Hal semacam ini akan menggangu proses penyeragaman
dalam keberlakuan hukum regional Uni Eropa dinegara-negara anggota. Alasan tersebut juga
30
Advocate General Kokott Opinion on Intertanko, para.76.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
13 dijadikan alasan mengapa Mahkamah Eropa mengabaikan MARPOL 73/78 dalam uji materiil
Directive 2005/35/EC.
B. Analisis Kasus Kadi And Al-Baraakat Foundation terhadap Keberlakuan Hukum
Internasional dalam Sistem Hukum Regional Uni Eropa
Uni Eropa bukan anggota dari PBB. Walaupun semua negara anggota Uni Eropa juga
merupakan anggota dari PBB, Uni Eropa hanya memiliki status sebagai pengamat (observer)
di PBB.Karena negara-negara anggota Uni Eropa telah memberikan beberapa kewenangan
kepada Uni Eropa, maka kewenangan-kewenangan tersebut dijalankan oleh Uni Eropa,
termasuk yang ada kaitannya dengan hukum internasional.Treaty of Lisbon mengatur bahwa
“the Union’s action on the international scene shall be guided by the (… )respect for the
principles of the United Nations Charter and international law”.31Oleh sebab itu, Uni Eropa
dalam melaksanakan kewenangannya, harus menghormati hukum internasional,32 dan sebagai
konsekuensinya, hukum regional Uni Eropa, dalam lingkup tertentu, sebagai bentuk hukum
internasional regional harus sesuai dengan hukum internasional.33
Kewajiban untuk menghormati hukum internasional telah menjadi rujukan Mahkamah
Eropa dalam putusan-putusannya yang terkait dengan hubungan antara hukum regional Uni
Eropa dengan hukum internasional, seperti dalam kasus Intertanko.Uni Eropa dapat terikat
dengan hukum internasional, termasuk hukum internasional yang dibentuk oleh
PBB.Walaupun demikian, tidak semua kewajiban internasional yang dibentuk melalui
perjanjian internasional atau keputusan badan organisasi internasional seperti resolusi PBB
dapat
langsung
mengikat
Uni
Eropa,
contohnya
dalam
kasus
Kadi
and
Al-
Barakaat.Mahkamah Eropa dalam kasus ini melihat hubungan antara hukum internasional
dengan hukum regional Uni Eropa dari perspektif internal Uni Eropa.Hal ini nampak dari
putusan Mahkamah Eropa yang menyatakaan bahwa hukum internasional relevan dalam
hukum regional Uni Eropa, namun bagaimana Uni Eropa menentukan relevansinya kembali
lagi ditentukan berdasarkan hukum regional Uni Eropa itu sendiri. Hukum regional Uni
Eropa yang nantinya akan menentukan kedudukan dari hukum internasional dan Mahkamah
Eropa nantinya memutuskan hukum internasional mana yang mengikat Uni Eropa. Terkait
31
Pasal 2 ayat (1) TEU.
32
ECJ, C-286/90 Poulsen and Diva Navigation, 24 November 1992, para. 9.
33
ECJ, C-162/95 Racke, 16 June 1998, para. 158.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
14 dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, Uni Eropa terikat oleh resolusi Dewan Keamanan
karena Uni Eropa menyatakan keterikatannya dengan membuat keputusan atau produk
legislasi dalam lingkup internal Uni Eropa. Beberapa poin penting yang perlu dibahas dari
kasus Kadi ini adalah sebagai berikut:
a. Kewenangan Uni Eropa dalam Implementasi Resolusi Dewan Keamanan
Dalam kasus ini para pemohon berpendapat bahwa Uni Eropa tidak berwenang dalam
pembuatan regulation terkait dengan implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB yang
memberikan sanksi kepada individu.Kewenangan Uni Eropa dalam pengimplementasian
resolusi Dewan Keamanan pada dasarnya terkait dengan hubungan antara kedua organisasi,
yakni PBB dan Uni Eropa.Dalam Bab VII Piagam PBB diatur bahwa organisasi regional
dapat membuat peraturan dalam ruang lingkup regional dalam hal pemeliharaan perdamaian
dan keamanan internasional.Uni Eropa sebagai organisasi regional berwenang untuk
membuat peraturan yang isinya mengenai pelaksanaan dari suatu resolusi Dewan Keamanan
PBB.Dewan, dalam kerangka pilar Common Foreign and Security Policy (CFSP) dan
berdasarkan Pasal 60 dan 301 TEEC (sekarang Pasal 75 dan Pasal 215 TFEU34),
mengadopsiregulation terkait implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB.Dua langkah
prosedural yang harus dilakukan Uni Eropa untuk mengimplementasi resolusi Dewan
Keamanan PBB yaitu dengan membuat common position berdasarkan Pasal 29 TEU dan
selanjutnya dengan membuat regulation berdasarkan Pasal 75 dan Pasal 215 TFEU (dulu
Pasal 60 dan Pasal 301 TEC). Selain berdasarkan pasal-pasal tersebut, CFI dalam kasus Kadi
menyatakan bahwa peraturan dalam Pasal 352 TFEU (dulu Pasal 308 TEC) juga perlu
disertakan sebagai dasar hukum apabila yang dituju dalam resolusi tersebut bukan lagi
negara, melainkan individu. Berbeda dengan CFI, Mahkamah Eropa dalam hal ini tidak
menyetujui apabila Pasal 352 TFEU disertakan sebagai dasar insitusi-institusi Uni Eropa
dalam
membuat
peraturan
mengenai
implementasi
resolusi
Dewan
Keamanan
34
Bunyi dari Pasal 60 TEEC (sekarang Pasal 75 TFEU) yaitu: “Where necessary to achieve the
objectives set out in Article 67, as regards preventing and combating terrorism and related activities, the
European Parliament and the Council, acting by means of regulations in accordance with the ordinary
legislative procedure, shall define a framework for administrative measures with regard to capital movements
and payments, such as the freezing of funds, financial assets or economic gains belonging to, or owned or held
by, natural or legal persons, groups or non-State entities.”
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
15 PBB.35Menurut Mahkamah Eropa, Pasal 75 dan Pasal 215 TFEU saja sudah cukup sebagai
dasar hukum untuk membuat peraturan implementasi resolusi Dewan Keamanan karena lebih
efisien.36
b. Keberlakuan Resolusi Dewan Keamanan PBB di Uni Eropa
Uni Eropa sebagai organisasi yang bukan merupakan anggota dari PBB sebenarnya
tidak terikat secara langsung dengan Piagam PBB maupun resolusi-resolusi yang dikeluarkan
organ-organ PBB. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Mahkamah Eropa dalam kasus
Dorsch Consult sebagai berikut:
“The Community is not directly bound by the Charter of the United Nations and that it
is not therefore required, as an obligation of general public international law, to
accept and carry out the decisions of the Security Council in accordance with Article
25 of that Charter. The reason is that the Community is not a member of the United
Nations, or anaddressee of the resolutions of the Security Council, or the successor to
the rights and obligations of the Member States for the purposes of public
international law.”37
Terdapat dua pandangan berbeda dari dua pengadilan di Uni Eropa terkait dengan
keberlakuan resolusi Dewan Keamanan PBB di Uni Eropa dalam kasus Kadi and AlBarakaat. CFI, pengadilan tingkat pertama Uni Eropa, menggunakan pendekatan monistik
dalam putusannya, CFI menyatakan bahwa
Uni Eropa terikat dengan resolusi Dewan
Keamanan bahkan sebelum dibentuknya Regulation 881/ 2002. Uni Eropa, menurut CFI,
“must be considered to be bound by the obligations under the Charter of the United Nations
in the same way as its Member States, by virtue of the Treaty establishing it”.38CFI dalam hal
ini mempertimbangkan bahwa negara-negara anggota Uni Eropa telah menyerahkan
kewenangannya kepada Uni Eropa untuk melakukan kewajiban yang terdapat dalam Piagam
PBB.Mahkamah Eropa, dalam tingkat banding, menolak putusan CFI.Mahkamah Eropa
cenderung menggunakan pendekatan dualisme karena Mahkamah Eropa berpendapat bahwa
35
Andrea Gattini, ‘Effect of Decisions of The UN Security Council’, dalam Enzo Cannizzaro,
Paolo Palchetti, Ramses A. Wessel (eds.), International Law as the Law of the European Union, (Leiden:
Martinus Nijhoff Publishers, 2011), hal. 217.
36
Ibid.
37
ECJ, C-237/98Dorsch Consult, 15 Juni 2000, para. 74.
38
CFI, T-315/01 Kadi, 21 September 2005, para. 193.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
16 resolusi Dewan Keamanan PBB baru akanberlaku secara keseluruhan di Uni Eropa apabila
terdapat produk legislasi yang dibuat dalam rangka pengimplementasian resolusi tersebut.
Salah satu penyebab mengapa terjadi perbedaan pandangan dari dua insitusi peradilan
di Uni Eropa ini adalah karena tidak adanya aturan yang jelas mengenai kedudukan hukum
internasional dalam sistem hukum regional Uni Eropa.Pasal 215 TFEU hanya menempatkan
perjanjian internasional sebagai salah satu sumber hukum dalam sistem hukum regional Uni
Eropa.Perjanjian internasional yang dimaksud juga terbatas pada perjanjian internasional
yang salah satu pihaknya adalah Uni Eropa dan perjanjian internasional bilateral yang
pihaknya merupakan negara anggota Uni Eropa.Tidak ada aturan lain yang lebih
komprehensif mengatur kedudukan sumber-sumber hukum internasional lain, seperti
contohnya hukum kebiasaan internasional, di dalam anggaran dasar Uni Eropa.
c. Konflik Norma dalam Regulation 881/2002 dan Regulation467/2001 dengan Hak
Asasi Manusia di Uni Eropa
Alasan para pemohon dalam kasus Kadi and Al-Barakaat ini dalam pengajuan uji
materiil adalah Regulation881/2002 dan Regulation467/2001yang dibentuk oleh Uni Eropa
sebagai bentuk implementasi dari Resolusi Dewan Keamanan PBB 1267 (1999) dan Resolusi
Dewan Keamanan PBB 1333 (2000) adalah karena regulation tersebut melanggar hak asasi
manusia yang terdapat dalam hukum regional Uni Eropa. Hak-hak tersebut tersebut di
antaraya hak mengajukan uji materiil, hak atas pengadilan yang adil, dan hak atas properti
pribadi.
Dalam pengadilan tingkat pertama, CFI mengutamakan pemeriksaan hubungan antara
hukum internasional dengan hukum regional Uni Eropa dibandingkan dengan klaim pemohon
mengenai pelanggaaran hak asasi. CFI dalam putusannya mengatakan bahwa:
“As regards, last, the pleas alleging, in both cases, breach of the applicants’
fundamental rights, the Court of First Instance considered it appropriate to consider,
in the first place, the relationship between the international legal order under the
United Nations and the domestic or Community legal order, and also the extent to
which the exercise by the Community and its Member States of their powers is bound
by resolutions of the Security Council adopted under Chapter VII of the Charter of
the United Nations. This consideration would effectively determine the scope of the
review of lawfulness, particularly having regard to fundamental rights, which that
court must carry out in respect of the Community acts giving effect to such
resolutions. It is only if it should find that they fall within the scope of its judicial
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
17 review and that they are capable of leading to annulment of the contested regulation
that the Court of First Instance would have to rule on those alleged breaches.”39
Karena pada akhir putusannya CFI berpendapat bahwa CFI tidak berwenang untuk
melakukan uji materiil, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap resolusi Dewan
Keamanan, maka klaim pemohon untuk membatalkan Regulation881/2002 dan Regulation
561/2003 dengan alasan adanya pelanggaran hak asasi manusia tidak dapat diterima.
Dalam tingkat banding, Mahkamah Eropa yang lebih mengutamakan otonomi hukum
regional Uni Eropa memberikan pendapat yang berbeda dengan CFI.Mahkamah Eropa
menyatakan bahwa hak-hak asasi masyarakat Uni Eropa diatur dalam anggaran dasar Uni
Eropa.Ini berarti bahwa hak-hak asasi yang diatur dalam anggaran dasar Uni Eropa memiliki
keutamaan dibandingkan dengan secondary legislation yang dibentuk institusi-institusi Uni
Eropa. Mahkamah Eropa dalam hal ini berpendapat sebagai berikut:
“Article 307 EC may in no circumstances permit any challenge to the principles that
form part of the very foundations of the Community legal order, one of which is the
protection of fundamental rights, including the review by the Community judicature of
the lawfulness of Community measures as regards their consistency with those
fundamental rights. Nor can an immunity from jurisdiction for the contested
regulation with regard to the review of its compatibility with fundamental rights,
arising from the alleged absolute primacy of the resolutions of the Security Council to
which that measure is designed to give effect, find any basis in the place that
obligations under the Charter of the United Nations would occupy in the hierarchy of
norms within the Community legal order if those obligations were to be classified in
that hierarchy.”40
Terkait dengan pelanggaran konkret terhadap hak asasi manusia dengan
diimplemetasikannya Resolusi 1267 (1999) dan Resolusi 1333 (2000) melalui Regulation
881/2002 dan Regulation 561/2003, Mahkamah Eropa berpendapat bahwa institusi-insitusi
Uni Eropa tidak menghormati hak-hak asasi pemohon seperti, hak untuk membela diri,
khususnya hak untuk didengar, juga hak untuk uji materiil yang efektif.41Dewan Uni Eropa
tidak memberitahukan kepada pemohon mengenai bukti yang digunakan untuk menerapkan
sanksi yang ditetapkan. Mahkamah Eropa dalam hal ini berkesimpulan bahwa “the appellants
were not in a position to make their point of view in that respect known to
39
CFI, Kadi, para. 178dan Yusuf and Al Barakaat, para.228.
40
Kadi, para. 304-305.
41
Ibid., para. 334.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
18 advantage”.42Selain itu Mahkamah Eropa juga menyatakan bahwa dengan memasukkan
namapara penggugat dalam Annex I Regulation tersebut melanggar hak atas harta benda
miliknya.Dari alasan-alasan tersebut Mahkamah Eropa mencabut Regulation 881/2002 dan
Regulation467/2001 yang merupakan peraturan pengimplementasian Resolusi Dewan
Keamanan PBB 1267 (1999) dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1333 (2000).
SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pada dasarnya hukum internasional dengan hukum regional ada dalam satu sistem
hukum yang sama. Hal ini karena hukum regional merupakan hukum internasional yang
berlaku dalam kawasan tertentu. Walaupun demikian di organisasi-organisasi regional
penerapannya ada yang berbeda, khususnya di Uni Eropa. Organisasi regional seperti
Uni Eropa perkembangan integrasinya sudah lebih maju dibandingkan dengan organisasi
regional lain seperti ASEAN dan OAS. Uni Eropa telah memiliki sistem hukumnya
sendiri yang memiliki supremasi atas hukum nasional negara-negara anggotanya,
sehingga hubungan antara hukum internasional dengan hukum regional Uni Eropa dapat
dikatakan sama halnya dengan hubungan antara hukum internasional dengan hukum
nasional suatu negara. Pada umumya hubungan antara hukum internasional dengan
hukum regional Uni Eropa dapat diidentifikasikan masuk ke dalam kategori monisme.
Hal ini karena dalam Pasal 216 TFEU diatur bahwa perjanjian internasional yang
dibentuk oleh Uni Eropa mengikat institusi Uni Eropa dan negara-negara anggota.
Di organisasi regional lain, seperti ASEAN dan OAS, belum terdapat hubungan
antara hukum internasional dengan hukum regional seperti yang ada di Uni Eropa.Hal ini
disebabkan karena di kedua organisasi regional tersebut belum terdapat sistem hukum
regional tersendiri.Sampai saat ini belum ada semacam ‘hukum komunitas’ yang tercipta
di ASEAN.Kalau pun ada hal tersebut hanya sebatas perjanjian internasional atau
berbentuk kerjasama hukum saja.Hal ini membuat tidak ada hubungan yang khusus
42
Ibid., para. 348.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
19 antara hukum internasional dengan ‘hukum komunitas’ yang dicoba dibentuk ASEAN
melalui kerjasma hukum.
2. Dilihat dari perspektif hukum internasional, Uni Eropa merupakan organisasi
internasional, yang merupakan subjek hukum internasional. Uni Eropa memenuhi
elemen-elemen untuk dapat digolongkan sebagai organisasi internasional. Elemenelemen tersebut yaitu organisasi tersebut dibentuk dengan perjanjian internasional,
organisasi tersebut memiliki organ-organ yang memiliki kedudukan terpisah dari negaranegara
anggota,
dan
organisasi
tersebut
dibentuk
berdasarkan
hukum
internasional.Terdapat beberapa perjanjian internasional yang membentuk Uni Eropa,
yakni Treaty of Rome tahun 1957, Treaty of Maastricht tahun 1993, dan Treaty of Lisbon
tahun 2007. Uni Eropa berdasarkan anggaran dasarnya memiliki organ-organ yang
kedudukannya terpisah dari negara-negara anggota dan memiliki fungsi masing-masing.
Adapun organ-organ yang dimiliki Uni Eropa yakni Parlemen Eropa, Dewan, Dewan
Eropa, Komisi Eropa, Mahkamah Eropa, Bank Sentral Eropa, dan Court of Auditors.
Elemen ketiga dalam pembatasan dalam pengertian organisasi internasional adalah
bahwa
organisasi
internasional
tersebut
didirikan
berdasarkan
hukum
internasional.Perjanjian yang dibuat berdasarkan hukum nasional walaupun dibuat oleh
pemerintah-pemerintah negara tidak menjadikan suatu organisasi disebut sebagai
organisasi internasional sebagaimana terdapat dalam hukum internasional publik. Uni
Eropa, yang menggantikan Komunitas Eropa, dibentuk melalui Treaty of Maastricht
pada tahun 1993. Perjanjian tersebut termasuk ke dalam kriteria perjanjian internasional
sebagaimana terdapat dalam Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969 karena
dibentuk oleh beberapa negara, dalam bentuk tertulis, dan mengenai materi tertentu.
Hukum yang mengatur perjanjian tersebut juga bukan merupakan hukum nasional suatu
negara.
Sistem hukum regional Uni bersumber dari hasil keputusan institusi-institusi Uni
Eropa.Dalam hukum internasional, sumber hukum yang biasa menjadi rujukan adalah
yang terdapat dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional.Pertumbuhan organisasi
internasional dalam beberapa dekade ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai
keputusan baik dari badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari organisasi internasional
tersebut tidak dapat diabaikan dalam pembahasan mengenai sumber hukum
internasional, walaupun mungkin keputusan demikian belum dapat dikatakan sebagai
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
20 sumber hukum internasional dalam arti yang sebenarnya. Keputusan badan-badan
organisasi internasional
setidaknya mengikat terbatas hanya kepada negara-negara
anggota organisasi internasional tersebut. Hukum regional Uni Eropa sebagai salah satu
bentuk hukum internasional regional pada dasarnya mengacu pada sumber hukum
internasional pada umumnya. Uni Eropa sebagai organisasi internasional memiliki
kewenangan untuk membuat keputusan-keputusan yang juga dijadikan sumber hukum di
Uni Eropa.
3. Uni Eropa menetapkan batasan-batasan tertentu dalam memberlakukan hukum
internasional. Hal ini nampak dari putusan-putusan Mahkamah Eropa yang terkait
dengan hubungan hukum internasional dengan hukum regional Uni Eropa, yakni dalam
kasus Intertanko dan Kadi and Al-Barakaat. Dalam kasus Intertanko, para pemohon
yaitu organisasi-organisasi yang bergerak dalam industri maritim mengajukan gugatan ke
Mahkamah Eropa untuk mencabut produk legislasi Uni Eropa (Directive 2005/35/EC)
yang menurut penggugat bertentangan dengan United Nations Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS) dan International Convention for the Prevention of Pollution From
Ships (MARPOL 73/78). Ada dua syarat penting yang dinyatakan oleh Mahkamah Eropa
dalam melakukan uji materiil atas suatu secondary legislation terhadap perjanjian
internasional, yaitu perjanjian internasional tersebut harus mengikat secara keselurhan,
dalam arti Uni Eropa harus menjadi pihak dalam perjanjian internasional tersebut, dan
peraturan-peraturan dalam perjanjian interanasional tersebut harus memiliki keberlakuan
langsung terhadap individu. Mahkamah Eropa dalam kasus ini mengenyampingkan
beberapa aturan yang dimuat dalam UNCLOS dan MARPOL 73/78. Mahkamah Eropa
menyatakan bahwa Uni Eropa tidak terikat dengan kewajiban yang terdapat dalam
perjanjian internasional yang negara-negara anggotanya adalah pihak dalam perjanjian
internasional. Dalam putusan ini, Mahkamah Eropa menyatakan MARPOL 73/78 tidak
berlaku di Uni Eropa karena Uni Eropa tidak terikat secara keseluruhan, dan Uni Eropa
tidak begitu saja terikat dengan suatu perjanjian internasional yang semua negara
anggota menjadi pihaknya walaupun sudah ada pemberian sebagian hak berdaulat dari
negara anggota kepada Uni Eropa. Lain halnya dengan UNCLOS, Uni Eropa merupakan
pihak dari UNCLOS. Oleh sebab itu, Uni Eropa secara keseluruhan terikat dengan
peraturan-peraturan dalam UNCLOS. Hal ini berarti syarat pertama dalam hal uji
materiil terhadap perjanjian internasional tepenuhi. Syarat kedua yaitu harus dilihat
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
21 apakah ada peraturan dalam UNCLOS yang “nature and broad logic” dari aturan
tersebut dapat berlaku langsung tidak hanya kepada negara, tetapi juga kepada individu.
Oleh karena menurut Mahkamah Eropa UNCLOS tidak memiliki keberlakuan langsung
kepada individu, maka UNCLOS tidak dapat diberlakukan dalam uji materiil Directive
2005/35.
Dalam kasus Kadi and Al-Barakaat, para penggugat yaitu Yasin Abdullah Kadi
dan Al-Barakaat Foundation mengajukan permohonan ke Court of Instance untuk
mencabut produk legislasi Uni Eropa, yaitu Regulation 881/2002 dan Regulation
467/2001, yang dibuat sebagai tindak lanjut dari Resolusi Dewan Keamanan PBB 1267
(1999) dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1333 (2000) mengenai pembekuan aset
yang kepemilikannya berkaitan dengan Al-Qaeda atau Taliban, karena menurut
penggugat regulation tersebut bertentangan dengan hak-hak asasi manusia sebagaimana
diatur dalam anggaran dasar Uni Eropa. Dalam kasus ini Regulation 881/2002 dan
Regulation 467/2001 dianggap sebagai implementasi langsung yang dilakukan Uni
Eropa dari Resolusi PBB 1267 (1999). CFI dalam putusannya menolak gugatan para
penggugat karena CFI tidak mempunyai wewenang untuk menilai apakah resolusi
tersebut sah atau tidak. Lebih lanjut CFI juga menilai bahwa apa yang diperintahkan oleh
Dewan Keamaan PBB melalui resolusi tersebut tidak bertentangan dengan prinsipprinsip hak asasi manusia di Uni Eropa. CFI dalam putusannya menyatakan bahwa Uni
Eropa secara tidak langsung terikat dengan resolusi Dewan Keamanan tersebut karena
negara-negara anggota Uni Eropa telah menyerahkan hak berdaulat kepada Uni Eropa,
termasuk dalam hubungannya dengan PBB. Para penggugat kemudian melakukan
banding ke Mahkamah Eropa.Mahkamah Eropa menggunakan pendekatan yang berbeda
dalm memutus perkara ini.Mahkamah Eropa mengedepankan otonomi dari hukum
regional Uni Eropa seperti dalam kasus Costa v. ENEL. Mahkamah Eropa menekankan
bahwa apabila Uni Eropa ingin menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB dalam
ruang lingkup pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sebagaimana
terdapat dalam Bab VII Piagam PBB, maka Uni Eropa harus membuat suatu peraturan
berdasarkan Pasal 60 dan Pasal 301 TEC yang memuat pengimplementasian Uni Eropa
terhadap resolusi Dewan Keamanan tersebut. Mahkamah Eropa berpendapat bahwa
Piagam PBB, termasuk resolusi Dewan Keamanan sebagai hasil keputusan PBB, sama
halnya dengan bagian hukum internasional lain, keberadaannya terpisah dari hukum
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
22 regional Uni Eropa dan oleh sebab itu tidak dapat dihadapkan dengan hukum regional
Uni Eropa. Kalaupun kewajiban yang ada dalam resolusi Dewan Keamanan PBB
diklasifikasikan sebagai bagian dari hierarki peraturan dalam hukum regional Uni Eropa,
maka letaknya berada di atas produk legislasi dan keputusan Uni Eropa, tetapi berada di
bawah anggaran dasar Uni Eropa dan prinsip-prinsip umum hukum regional Uni Eropa
yang juga memuat mengenai hak asasi manusia. Mahkamah Eropa juga berpendapat
bahwa apabila dengan alasan jika resolusi tersebut dilaksankan di Uni Eropa, maka
prinsip-prinsip hak asasi manusia di Uni Eropa yang dituangkan dalam anggaran dasar
Uni Eropa akan terlanggar. Kedua putusan tersebut memberikan dampak bagi hubungan
antara hukum internasional denga hukum regional Uni Eropa. Putusan-putusan tersebut
menegaskan adanya otonomi dari hukum regional Uni Eropa. Hal ini menyebabkan Uni
Eropa dapat menentukan hukum internasional yang mana yang berlaku di Uni Eropa.
Dalam kaitannya dengan hubungan antara hukum internasional dengan hukum regional
Uni Eropa, sifat dari paham monisme yang digambarkan dalam Pasal 215 TFEU berubah
dengan adanya putusan Kadi and Al-Barakaat, khususnya dalam implementasi resolusi
Dewan Keamanan. Agar kewajiban yang terdapat dalam resolusi Dewan Keamanan
berlaku di Uni Eropa, maka insititusi-insititusi Uni Eropa harus mentransposisikannya ke
dalam hukum regional Uni Eropa.
KEPUSTAKAAN
BUKU
Abbas, Ademola. Complete International Law. Oxford: Oxford University Press, 2011.
Acharya, Amitav dan Alastair Iain Johnston (eds.).Crafting Cooperation: Regional
International Institutions in Comparative Perspective. Cambridge: Cambridge
University Press, 2007.
Berry, Elspeth dan Sylvia Hargreaves, European Union Law. Oxford: Oxford University
Press, 2004.
Borchardt, Klaus-Dieter. The ABC of European Union Law. Luxemburg: Publication Office
of the European Union, 2010.
Brownlie, Ian.Principle of Public International Law, Ed. ke-7. Oxford: Oxford University
Press, 2008.
Cairns, Walter.Introduction to European Union Law.London: Cavendish Publishing, 2002.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
23 Cannizzaro,Enzo, Paolo Palchetti, dan Ramses A. Wessel (eds.). International Law as the
Law of the European Union.Leiden: MartinusNijhoff Publishers, 2011.
Chalmers, Damian dan Adam Tomkins, European Union Public Law, Cambridge:Cambridge
University Press, 2007.
Chayes, Abram Chayes.The Cuban MissileCrisis: International Crises And The Role of Law.
New York: Oxford University Press, 1974.
DirektoratKerjasama ASEAN KementrianLuarNegeriRepublik Indonesia, ASEAN: Selayang
Pandang.Ed. ke-10. Jakarta: SekretariatDirektoratKerjasama ASEAN, 2010.
Douglass-Scott, S.Constitutional Law of the European Union.Harlow: Longman, 2002.
El-Agraa,Ali M. European Union: Economics and Policies. Cambridge: Cambridge
UniversityPress, 2007
European Commission.How the EU Works: Your Guide to European Union Institutions.
Brussel: EU Directorate-General of Communication, 2007.
Foster, Nigel.EU Law: Directions. Oxford: Oxford University Press, 2008.
Gerven, Walter van. The European Union: A Policy of States and People. Stanford:Stanford
University Press, 2005.
Hartley, T.C.European Community Law.Ed. ke-4. Oxford: Oxford University Press, 1998.
Jennings Roberts danArthur Watts. Oppenheim’s International Law: Peace. Oxford: Oxford
University Press, 1996.
Kaczorowska, Alina.Europaen Union Law.Ed. ke-2. New York: Routledge, 2011.
Kelsen, Hans. Principles of International Law.New Jersey: The Lawbook Exchange, 1952.
Klabbers, Jan.An Introduction to International Institutional Law.Cambridge:Cambridge
University Press, 2002.
Malanczuk, Peter.Akehurts’s Modern Introduction to International Law. New York:
Routledge, 1997.
Mamudji,
Sri
et.al.MetodePenelitiandanPenulisanHukum.Jakarta:
BadanPenerbitFakultasHukumUniversitas Indonesia, 2005.
Mertokusumo, Sudikno. MengenalHukum. Yogyakarta: Liberty, 2007.
Nijman, J. dan A. Nollkaemper, New Perspectives on the Divide between National &
International Law. Oxford: Oxford University Press, 2007.
Sands, Philipe dan Pierre Klein.Bowett’s Law of International Institutions. Ed. ke-5. London:
Sweet & Maxwell, 2001.
Schermers, Henry G. dan Niels M. Blokke. International Institution Law. Ed. ke-5. Leiden:
Martinus Nijhoff Publishers, 2011.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
24 Serbin, Andres Serbin. The Organization of American States, the United Nations
Organization, Civil Society, and Conflict Prevention. Buenos Aires: CRIES, 2009.
Shaw, Malcolm N. International Law. Ed.ke-6. Cambridge: Cambridge University Press,
2008.
Simmons, Beth dan Richard Steinberg (eds.). International Law And International Relations.
Cambridge: Cambridge University Press, 2006.
Starke, J.G.Introduction to International Law. London: Butterworth and Co., 1999.
Suwardi, Sri Setianingsih. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Depok: Penerbit
Universitas Indonesia, 2004.
United Nations Regional Information Centre for Western Europe.How the European Union
and the United Nations Cooperate. Bonn: UN Campus, 2007.
United Nations.The Partnership between the UN and the EU.Brussels: United Nations
Office, 2006.
Wallace, Rebecca M.M.International Law. London: Sweet & Maxwell, 1992.
Wouters, J., A. Nollkaemperdan E. De Wet (eds.). The Europeanisation of International
Law: the Status of International Law in the EU and its Member States. The Hague:
T.M.C. Asser Pres, 2008.
Wouters, Jandan Philip de Man. International Organizations as Law–Makers.Leuven:
Institute for International Law Catholic University of Leuven, 2009.
Zemanek, K. dan L.R. Behrmann (eds.). Agreements ofInternationalOrganizations and the
Vienna Convention on the Law of Treaties. Vienna: Springer, 1971.
ARTIKEL DAN JURNAL
Bogdandy, Armin von. “Pluralism, Direct Effect, and the Ultimate Say: On the Relationship
between International and Domestic Constitutional Law”.International Journal of
Constitutional Law (2008), hal.397-413.
De Burca, Grainne. ‘The European Court of Justice and the International Legal Order After
Kadi’.Harvard Intenational Law JournalVol. 51 (2010).
Denza, Eileen.“Case Comment: A Note on Intertanko”, European Law Review vol. 33
(2008).
Hendrikson, Alan K. “The United Nations And Regional Organizations: "King-Links" Of A
"Global Chain"”. Duke Journal of Comparative & International Law (1996), hal.3570.
Hung, Lin Chung. “ASEAN Charter: Deeper Regional Integration under International
Law?”.Chinese Journal of International Law (2010), hal.821-837.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
25 Kembayev, Zhenis.“Legal Aspects of Regional Integration in CentralAsia”.Heidelberg
Journal of International LawVol. 66 (2006), hal.967-983.
Leviter, Lee.“The ASEAN Charter: ASEAN Failure or Member Failure”, NYU Journal of
International Law and Politics (2010).
Ndulo, Muna. “United Nations Observer Mission in South Africa (UNOMSA): Security
Council Resolutions 772 (1992) and 894 (1994) and the South African Transition:
Preventive Diplomacy and Peacekeeping”, African Yearbook of International Law
(1995).
Stiernstrom, Martin.“The Relationshipbetween the Community Law and National Law”.Jean
Monnet/Robert Schuman Paper Series Vol. 5 (2005).
Tridimas, T. “The Role of the Advocate General in Community Law: Some Reflections”.
CML Review Vol.34 (1997).
Tzanou, Maria. “Case-­‐note on Joined Cases C-­‐402/05 P & C-­‐415/05 P Yassin Abdullah Kad
& Al Barakaat International Foundation v. Council of the European Union &
Commission of the European Communities”.German Law Journal Vol.10 (2009).
Van Rossem, Jan Willem. “Interaction between EU Law and International Law in the Light
of Intertanko and Kadi: The Dilemma of Norms Binding the Member States but not
the Community”. CLEERWorking Papers (2009).
PERJANJIAN INTERNASIONAL
Association of Southeast Asian Nations. The ASEAN Charter. Singapura, 20 November 2007.
European Economic Community. Treaty Establishing The European Economic Community.
Roma, 25 Maret 1957.
European Union. Treaty of European Union. Maastricht, 7 Februari 1992.
______. Treaty of Lisbon amending the Treaty of European Union and the Treaty
Establishing the European Community. Lisbon, 13 Desember 2007.
Organization of American States. Charter of Organiazation of American States. Bogota, 30
April 1948.
United Nations. Charter of the United Nations and Statute of the International Court of
Justice. San Francisco, 26 Juni 1945.
______. Vienna Convention on the Law of Treaties. Wina, 23 Mei 1969.
______. Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International
Organisations. Wina, 21 Maret 1986.
Universitas Indonesia
Masalah keberlakuan..., Fanny Alda Putri, FH-UI, 2013
Download